Download - Makalah BK
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Persoalan yang dihadapi manusia dari waktu ke waktu nampaknya
makin lama makin kompleks, baik persoalan yang berhubungan dangan
pribadinya, keluarganya, pekerjaan dan masalah kehidupan secara umum.
Kompleksitas masalah itu telah mengarahkan sebagian dari manusia
mengalami konflik-konflik dan hambatan dalam memenuhi apa yang
mereka harapkan. Kompleksitas masalah demikian inilah menuntut adanya
media yang dapat membantu mengatasi segenap permasalahan kehidupan
kita sehari-hari.
Latipun (2011:2) menjelaskan bahwa konseling merupakan salah
satu upaya untuk membantu mengatasi konflik, hambatan,dan kesulitan
dalam memenuhi kebutuhan manusia, sekaligus sebagai upaya
peningkatan kesehatan mental. Konseling merupakan satu diantara bentuk
upaya bantuan yang secara khusus dirancang untuk mengatasi persoalan-
persoalan yang manusia hadapi.
Kini kemajuan konseling sejalan dengan kemajuan masyarakat, ada
banyak pekerjaan yang terdiferensiasi ke dalam pekerjaan yang lebih
spesifik, demikian juga halnya dengan konseling. Konseling kini
merambah di berbagai bidang, tidak hanya dalam bidang sekolah/formal
1
saja, akan tetapi dalam bidang lintas budaya, bidang konseling krisis,
konseling keluarga dan lain sebagainya.
Glading (2012) dalam bukunya “Konseling Profesi yang
Menyeluruh” mengemukakan bahwa kebutuhan masyarakat akan
konseling sudah merambah ke dalam konseling penganiayaan, konseling
penyandang cacat, konseling kesehatan mental, dan konseling komunitas.
Sejalan dengan hal tersebut maka konseling dalam bidang-bidang yang
khusus ini perlu dipahami bersama oleh para konselor maupun calon-calon
konselor untuk semakin memantapkan profesi konseling. Oleh karena itu
dalam laporan buku ini penulis mengulas bahasan konseling dengan
konseli”khusus” dengan judul “Konseling Korban Penganiyaan,
Penyandang Cacat, Kesehatan Mental, dan Komunitas”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi rumusan masalah
dalam laporan buku ini adalah:
Bagaimanakah pelayanan konseling untuk korban penganiyaan,
penyandang cacat, kesehatan mental, dan konseling komunitas?
C. Tujuan
Untuk mengetahui bentuk pelayanan konseling untuk korban penganiyaan,
penyandang cacat, kesehatan mental, dan konseling komunitas.
D. Manfaat
1. Bagi Konselor
2
Mengetahui dan memahami pelayanan konseling dalam
bidang-bidang yang khusus
Sebagai telaah dan bahan kajian dalam pengembangan
profesi konselor
2. Bagi Masyarakat Secara Umum
Mengetahui dan memahami beraneka ragam layanan
konseling untuk masayarakat
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konseling Korban Penganiayaan
Penganiayaan (abuse) oleh Glading (2012:524) dijelaskan sebagai
penyalahgunaan atau perlakuan yang salah terhadap orang lain, tempat,
maupun benda-benda. Secara alami dapat bersifat aktif maupun pasif,
namun hasil akhirnya biasanya akan merusak siapa pun yang terlibat di
dalamnya. Secara umum jenis dari penganiayaan ini oleh Glading
dibedakan menjadi 2 yakni: penganiayaan interpersonal dan penganiayaan
intrapersonal.
Penganiayaan interpersonal meliputi kekerasan atau penelantaran
kepada orang lain, khususnya di dalam satu keluarga. Contohnya: kepada
saudara kandung, pasangan, anak-anak. Bentuknya bisa saja halus atau
tidak kentara, seperti penganiayaan emosional, atau yang bentuk nyata
seperti kekerasan fisik.
1. Penganiayaan Emosional Pada Pasangan Suami Istri
Dari semua jenis penganiayaan, penganiayaan emosional
merupakan yang paling umum. Penganiayaan ini bersifat tidak kentara
dibandingkan dengan bentuk penganiayaan lainnya, walaupun dapat juga
4
terlihat nyata. Beg Cross dalam Glading (2012: 524-525) mengatakan
bahwa ada 12 tanda penganiayaan emosional antara pasangan suami istri:
a) Cemburu
b) Mengendalikan perilaku
c) Harapan yang tidak realistis
d) Isolasi
e) Menyalahkan pasangan atas suatu masalah dan perasaan
f) Hipersensitif
g) Penganiayaan verbal
h) Peran jenis kelamin yang tidak fleksibel
i) Perubahan kepribadian dan suasana hati yang mendadak
j) Ancaman kekerasan
k) Membanting atau memukul barang
l) Menggunakan kekuatan selama berargumen
2. Penganiayaan Pada Anak
Penganiayaan pada anak dan penelantaran anak merupakan
keprihatinan besar dalam keluarga-keluarga di Amerika. Setiap tahun ada
lebih dari 2,5 juta anak yang menjadi korban penganiayaan dan
penelantaran. Yang termasuk dalam kategori penganiayaan anak ini adalah
penganiayaan fisik, seksual dan psikologi. Efek dari penganiayaan anak
adalah agresi, kejahatan, dan bunuh diri, selain gangguan kognitif,
akademis, dan psikologi dalam diri anak. Penganiayaan pada diri anak juga
mempunyai pengaruh yang kuat terhadap perilaku anak setelah dewasa.
5
Glading (2012:525) menambahkan, bahwa sejumlah anak korban
penganiayaan sulit menjalin hubungan yang erat dan berkelanjutan dengan
teman-teman sebayanya apalagi dengan orang dewasa.
3. Penganiayaan Antarsaudara
Antara saudara dapat terjadi penganiayaan dan bahkan
penganiayaan saudara adalah suatu pandemic dan dapat mempunyai akibat
fatal. Diperkirakan ada sekitar 40% anak di Amerika Serikat yang terlibat
dalam agresi fisik antar saudara dan sekitar 85% yang terlibat dalam agresi
verbal antar saudara secara rutin. Alas an penganiayaan antar saudara
kompleks, tetapi umumnya mencakup persaingan dominasi, dan
perkelahian kekuasaan untuk mendapat sumber daya.
Penganiayaan anatar saudara terjadi dalam 3 bentuk dminan:
seksual, fifik, dan psikologi. Penganiayaan seksual hampir selalu
dilakukan pada saudara perempuan leh saudara laki-lakinya. Penganiayaan
itu dapat terjadi hanya satu kali, tetapi sering kali kontinu selama bertahun-
tahun. Penganiayaan fisik adalah melakukan tindakan fisik yang
menimbulkan bahaya seperti memukul, menendang, menggigit, mencakar,
atau menggunakan benda-benda seperti ikat pinggang, pisau dan lain
sebagainya. Penganiayaan psikologis mencakup lok-olok atau ejekan yang
knstan, intensif, atau berlebihan, merendahkan atau meremehkan dan dapat
menjdai bagian dari kedua tipe penganiayaan lainnya. Meskipun
penganiayaan antar saudara ini biasanha mereda dengan bertambahnya
usia, tetapi dapat meninggalkan bekas atau luka pada rang yang
6
mengalaminya. Korban bisa berlaku kejam pada orang-rang yang lebih
lemah darinya setelah dia dewasa nanti.
4. Upaya Mencegah dan Mengobati
Program pencegahan dalam penganiayaan antarpribadi terutama
bersifat pendidikan. Fokus program ini adalah mengajarkan keahlian
mendengarkan dan interaksi hubungan yang tepat.
Pengobatan untuk pengaiayaan antarpribadi cukup prevalen. Empat
pengobatan yang paling umum untuk penganiayaan pasangan/kekasih
adalah terapi perkawinan, pelatihan manajemen kemarahan, terapi
individual, dan program pengendalian knflik dmestik. Terapi perkawinan
dapat berupa terapi pasangan atau terapi bersama, tetapi biasanya pada
kasus penganiayaan hal ini tidak dapat dilakukan karena adanya risiko
kekerasan. Oleh karena itu layanan yang biasa dilakukan biasanya adalah
program spesifik gender untuk pelaku.
Upaya penanganam penganiayaan antarsaudara sebagian besar
melibatkan partisipasi langsung dari rangtua/wali, anak-nak, dan orang
yang terlibat di dalamnya. Selain itu menekankan pentingnya memberikan
pengawasan yang baik untuk anak, memberikan pendidikan seks yang
tepat pada anak, dan memastikan tidak ada kekerasan di rumah.
Pencegahan dan pengbatan pada malah penelantaran anak cukup
kompleks karena melibatkan isu hukum, perkembangan dan psiklogis.
7
Pada sebagian besar kasus, perawatan untuk korban belum dapat dilakukan
sebelum masalah hukum diselesaikan terlebih dahulu.
Oleh karena itu dalam menghadapi anak korban penganiayaan,
konselor harus menangani sejumlah besar masalah baik yang ada sekarang
maupun di masa lalu. Kemarahan dan perasaan dikhianati di pihak krban
penganiayaan sering kali harus ditangani dahulu sebelum menghadapi
keluarga sebagai satu kesatuan untuk mengreksi masalah dan mencegah
agar tidak terjadi lagi.lebih jauh lagi, karena melibatkan masalah hukum,
krban penganiayaan mungkin dipisahkan dari pihak keluarga, yang
membuat tugas menangani keluarga menjadi jauh lebih sulit dan
menantang. Ada rganisasi khusus di AS seperti Prevent Child Abuse
America dan Parents Anonymous yang memiliki cabang-cabang di daerah
yang memusatkan diri dalam meningkatkan hubungan keluarga yang
sehat.
5. Penyalahgunaan Intrapersonal
Penyalahgunaan intrapersonal melibatkan dari dalam diri pribadi
individu. Seseorang adakalanya tidak merasakan bahwa dirinya sendirilah
yang menganiaya atau melakukan penyalahgunaan pada diri sendiri. Yang
termasuk dalam penyalahgunaan intrapersonal adalah penyalahgunaan
substansi,judi, dan kecanduan kerja.
a) Penyahgunaan substansi
- Penyalahgunaan substansi adalah pemakaian substansi yang dapat
meracuni dan membuat kecanduan secara tidak benar dan mendaji
8
suatu kebiasaan, seperti alcohol, obat, dan tembakau. Dalam definisi
ini obat diartikan sebagai substansi apapun selain makanan yang dapat
mempengaruhi cara berpikir dan kerja tubuh seseorang, termasuk
stimulant, depresan dan halusinogen. Penyalahgunaan substansi
merusak mental, fisik, emosional, sosial, dan spiritual seseorang.
Adapun upaya untuk mengatasi penyalahgunaan substansi ini adalah
dengan upaya preventif (pencegahan) dan kuratif(pengobatan). Upaya
preventif yang dapat dilakukan menurut Glading (2012:531-532)
seperti program kampanye “Say No to Drugs”, sosialisasi program-
program pencegahan di setiap jenajang sekolah mulai dari dasar hingga
sekolah lanjut.
- Upaya kuratif yang dapat dilakukan adalah dengan perawatan seperti
konseling bagi penderita dan keluarga penyalahgunaan substansi
maupun jika sudah sangat berat maka dialihtangankan ke dalam balai
rehabilitasi dengan penanganan oleh dokter atau bekerjasama dengan
para konselor.
b) Judi
- Penjudi kompulsif merupakan masalah yang serius di Amerika Utara.
Dalam beberapa ha;l penjudi kompulsif sejajar dengan pecandu alcohol
atau obat. Penjudi kompulsif kehilangan control atas perilakunya.
Mereka umumnya berbohong dan menipu demi dapat terus berjudi.
- Penjudi kompulsif ada tahap terstimulasi, euphoria yang sebanding
dengan “perasaan melayang” yang dicari pencandu obat. Keadaan ini
9
disertai perubahan kimiawi otak dan aliran yang kadang
dikarakteristikkan dengan telapak tangan berkeringat, denyut jantung
cepat, rasa mual selama berharap-harap cemas. Seperti pada kecanduan
lainnya, penjudi kompulsif lama kelamaan “mentolerir” aksinya
tersebut. Jadi untuk merasakan kegairahan, mereka harus terus-
menerus menambah besarnya taruhan.
- Perawatan untuk penjudi kompulsif, di AS dapat dibantu melalui
sebuah wadah organisasi bantuan yaitu GamblersAnonymus.
Organisasi ini polanya sama dengan Alcoholic Anonymous, termasuk
program perawatan 12 langkah. Tingkat kesuksesannya sebanding
dengan kecanduan lain. Namun, sifat perawatannya lebih panjang dan
lebih rumit karena sejumlah penjudi kompulsif juga menderita
kecandun alain seperti alkholisme, penyalahgunaan substansi,
pembelanja kompulsif, atau bolumia.
c) Kecanduan kerja
Kecanduan kerja atau workholism didefinisikan sebagai kelainan
yang kompulsif dan progresif, berptensi fatal, yang ditandai oleh
tuntutan yang ditujukan pada diri sendiri, kerja berlebihan yang
kmpulsif, ketidakmampuan mengatur kebiasaan kerja, dan terlalu
memanjakan diri dengan pekerjaan sampai mengabaikan dan merusak
hubungan dekat dan aktivitas kehidupan utama lainnya. Masalah
workholism dianatanya pada kesehatan mental, kmunikasi dalam
perkawinan, toritas dalam perkawinan dan lain sebagainya. Adapun
10
dalam penanganan kecanduan kerja ini oleh Robinson dalam Glading
(2012:541) merekomendasikan beberapa hal berikut:
1) Bantu mereka memperlambat kerjanya
2) Relaksasi
3) Bantu mereka mengevaluasi suasana keluarganya
4) Menekankan pentingnya perayaan dan ritual
5) Membantu mereka ke pergaulan sosial
6) Menghadapi kehidupan di saat sekarang
7) Mendorong klien untuk mengasah dirinya
8) Menekankan pentingnya diet yang tepat, istirahat dan olahraga
9) Membantu klien menangisi kehilangan di masa kanak-kanak dan
menangani masalah harga diri
10) Menginformasikan kepada klien bahwa program 12 langkah
tersedia sebagai pelengkap kerja individual
B. Konseling Penyandang Cacat
Kecacatan adalah kondisi fisik maupun mental yang membatasi
aktivitas atau fungsi seseorang. Klien yang mempunyai kecacatan
mencakup mereka yang memiliki manifestasi fisik, emosional, mental, dan
perilaku, termasuk sejumlah diagnsis seperti alkoholisme, artritis, buta,
penyakit kardiovaskuker, tuli, keternelakangan mental, cacat ortopedi, dan
lain sebagainya. Afiliasi, sertifikasi, dan pendidikan untuk knselor
penyandang cacat di AS ditangani oleh ARCA (American Rehabilitation
Counselor Association).
11
Glading (2012: 547) mengkategorikan mengenai penyandang cacat
ini yaitu konseli penyandang cacat khusus meliputi: cacat fisik, cacat
mental, ADHD, HIV AIDS. Adapun konseling rehabilitasi yang dapat
dilakukan untuk menangani konseling penyandang cacat ini yaitu:
1. Konseling pribadi
2. Mencari kasus
3. Menentukan pemenuhan persyaratan
4. Pelatihan
5. Pemberian rehabilitasi
6. Layanan pendukung
7. Penempatan tugas
8. Perencanaan
9. Evaluasi
10. Knsultasi kelembagaan
11. Relasi publik
12. Tindak lanjut
C. Konseling Kesehatan Mental
Kesehatan mental oleh Surgeon General of United States
didefinisikan sebagai kinerja fungsi mental yang sukses, yang
menghasilkan aktivitas produktif, hubungan dengan orang lain yang
memuaskan dan kemampuan beradaptasi dengan perubahan dan
menangani kesulitan dari sejak masa kanak-kanak sampai kehidupan
12
berikutnya. Kesehatan mental adalah modal untuk berpikir dan keahlian
berkmunikasi, pembelajaran, pertumbuhan emosi, fleksibilitas, dan
percaya diri.
Kesehatan mental ini dapat diupayakan melalui pencegahan primer
dan peningkatan kesehatan mental yakni ”sebelum fakta/kejadian terjadi”.
Kegiatan ini juga dikenal dengan pencegahan primer, jika berhasil
pencegahan primer pada akhirnya akan menghasilkan individu dan
komunitas dengan penyesuaian diri yang lebih sehat dan lebih baik. Selain
itu juga diupayakan adanya pencegahan sekunder dan tersier. Pencegahan
sekunder adalah upaya mengendalikan masalah kesehatan mental yang
sudah ada di permukaan tetapi belum parah. Sedangkan pencegahan tersier
dilakukan sebagai upaya mengendalikan masalah kesehatan mental yang
serius agar tidak terjadi kronis atau mengancam kehidupan.
Hall dan Tores dalam Glading (2012:558) menjelaskan model
Bloom yang dapat dilakukan sebagai upaya pencegahan:
1. Konselor harus bekerja untuk meningkatkan kekuatan individu dan
mengurangi keterbatasan individu.
2. Mereka harus meningkatkan dukungan sosial (contohnya melalui orang
tua dan teman sebaya) dan mengurangi tekanan sosial.
3. Variabel lingkungan seperti kemiskinan, bencana alam, dan program
komunitas bagi remaja, harus diatasi.
13
D. Konseling Komunitas
Konseling komunitas mempunyai awal yang khas. Istilah ini diciptakan
pada awal tahun 1970-an pertama kali oleh Amos dan Williams. Sayangnya
istilah tersebut tidak spesifik awalnya. Bahkan di ACA sampai saat ini tidak
ada divisi konseling komunitas apapun, tetapi sebagai gantinya di dalam divisi-
divisi ACA didirikan komite dan kelompok minat di bidang konseling
komunitas. Oleh karena begitu bervariasinya pekerjaan dan spesialisasi
mereka, para pelaksana konseling tetap saja lebih menjadi latar belakang.
Inilah yang membuat definisi konseling komunitas lebih didasarkan pada
lingkungan kerja daripada oleh proses maupun orientasi.
Mereka yang berkonsentrasi pada bidang ini adalah praktisi umum dan
didefiniskan lebih oleh keadaan/lingkungan tempat mereka bekerja daripada
oleh populasi yang mereka layani ataupun perawatan yang mereka tawarkan.
Karena mereka adalah praktisi umum, knselor komunitas bekerja di berbagai
lingkungan. Sebagai suatu kelmpok, konselor komunitas mengidentifikasikan
diri sebagai konselor walaupun beberapa diantaranya lebih dikenali melalui
spesialisasi pelatihan yang diikutinya seiring dengan berlalunya waktu.
14
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Kebutuhan masyarakat akan konseling sudah merambah ke dalam
konseling penganiayaan, konseling penyandang cacat, konseling kesehatan
mental, dan konseling komunitas. Sejalan dengan hal tersebut maka konseling
dalam bidang-bidang yang khusus ini perlu dipahami bersama oleh para
konselor maupun calon-calon konselor untuk semakin memantapkan profesi
konseling.
B. Saran
1. Bagi Konselor
Dalam praktik konseling hendaknya mengetahui dan
memahami pelayanan konseling dalam bidang-bidang yang
khusus
2. Bagi Masyarakat Secara Umum
Masyarakat hendaknya mampu memahami adanya berbagai
macam pelayanan konseling, sehingga dapat
memanfaatkannya untuk mencapai kehidupan sehari-hari
yang efektif dan sejahtera.
15
DAFTAR PUSTAKA
Glading, Samuel T.2012. Konseling Profesi yang Menyeluruh. Jakarta: Indeks
Latipun. 2011. Psikologi Konseling. Malang: UMM Press
16