Download - Lp diare putu
LAPORAN PENDAHULUAN
DIARE
A. Konsep Dasar Medik
1. Pengertian
Diare ialah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi
dan lebih dari 3 kali pada anak; konsistensi faeces encer, dapat berwarna hijau
atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja (Ngastiyah, 1997).
Diare adalah kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang
terjadi karena frekuensi satu kali atau lebih buang air besar dengan bentuk
tinja yang encer atau cair (Suriadi dan Rita Yuliani, 2001).
Berdasarkan pengertian tersebut di atas maka penulis dapat
menyimpulkan bahwa diare adalah suatu keadaan kehilangan cairan dan
elektrolit secara berlebihan karena frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali
pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak dengan konsistensi tinja encer atau
cair.
2. Anatomi dan Fisiologi
a. Anatomi
Saluran gastrointestinal adalah jalur panjang (panjang totalnya 23 –
26 kaki) yang berjalan dari mulut, melalui esofagus lambung, dan usus
sampai anus.
1) Mulut
Merupakan bagian pertama dari saluran pencernaan. Dinding dari
kavum oris mempunyai struktur yang melayani fungsi mastikasi,
salivasi, menelan, kecap dan berkecap. Mulut dibatasi pada ke-2 sisi
pipi yang dibentuk oleh muskulus buksinatorius. Terdapat tiga pasang
glandula salivarius mensekresikan saliva melalui duktus ke dalam
mulut. Saliva mengandung air, musin (yang bertindak sebagai
lubrikan), dan ptialin
Gambar 2.1. Anatomi Fisiologi Sistem Pencernaan Sumber : Buku Ajar Medikal Bedah Brunner &
Suddarth, Hal. 1088.
2) Lidah
Tunas kecap ditemukan pada papila dan respon menghisap meningkat
dengan adanya rasa bahan yang manis. Lidah menempati kavum oris
dan melekat secara langsung pada epiglotis dalam laring. Tiga ruang
mirip celah membentuk struktur dalam mulut yang memungkinkan
cairan untuk melintas ke dalam faring.
3) Gigi
Manusia dilengkapi dengan dua set gigi yang tampak pada masa
kehidupan yang berbeda. Set pertama adalah gigi susu yang bersifat
sementara dan tumbuh melalui gusi selama tahun pertama dan kedua.
Set kedua atau sel permanen menggantikan gigi primer. Terdapat 20
gigi susu dan 32 gigi permanen.
4) Esofagus
Terletak di mediastinum rongga torakal, anterior terhadap tulang
punggung dan posterior terhadap trakhea dan jantung. Selang yang
dapat mengempis ini, yang panjangnya 25 cm (inci) menjadi distensi
bila makanan melewati. (Sacharin, Rosa M, 1993).
5) Lambung
Ditempatkan di bagian atas abdomen sebelah kiri dan garis tengah
tubuh, tepat di bawah diafragma kiri, lambung merupakan kantung
yang dapat berdistensi dengan kapasitas kira-kira 1500 ml.
6) Usus halus
Merupakan segmen paling panjang dari saluran gastrointestinal yang
jumlah panjangnya kira-kira dua pertiga dari panjang total saluran.
Usus halus dibagi ke dalam tiga bagian anatomik : bagian atas disebut
duodenum, bagian tengah disebut jejenum, dan bagian bawah disebut
ileum. Duktus koledokus yang memungkinkan pasase baik empedu dan
sekresi pankreas, mengosongkan diri ke dalam duodenum pada
ampula vater. Pertemuan antara usus halus dan usus besar terletak di
bagian bawah kanan duodenum disebut sekum.
7) Usus besar
Terdiri dari segmen asenden pada sisi kanan abdomen, segmen trans-
versum yang memanjang dari abdomen kanan atas ke kiri dan segmen
desenden pada sisi kiri abdomen. Bagian ujung dari usus besar terdiri
dari kolon sigmoid dan rektum berlanjut pada anus (Smeltzer, 2001).
b. Fisiologi saluran pencernaan
Fungsi utama pencernaan dari saluran gastrointestinal yaitu :
1) Memecahkan partikel makanan ke dalam bentuk molekul untuk
dicerna.
2) Mengeleminasi makanan yang tidak tercerna dan terabsorbsi dan
produk sisa lain dari tubuh.
3) Proses pencernaan mulai dengan mengunyah, dimana makanan
diperoleh ke dalam partikel kecil-kecil yang dapat ditelan dan
dicampur dengan enzim pencernaan. Saliva merupakan sekresi
pertama yang kontak dengan makanan yang membantu melumasi
makanan saat dikunyah sehingga memudahkan menelan.
4) Menelan sebagai aktivitas volunter yang diatur oleh pusat menelan di
medula oblongata di sistem saraf pusat. Saat makanan ditelan,
epiglotis bergerak menutup lubang trakhea. Otot halus di dinding
esofagus berkontraksi dalam urutan irama dari esofagus ke arah
lambung untuk mendorong bolus makanan sepanjang saluran.
5) Lambung mensekresi cairan yang sangat asam dalam berespon atau
sebagai antisipasi terhadap pencernaan makanan. Kontraksi peristaltik
di dalam lambung mendorong isi lambungnya ke arah pilorus. Karena
partikel makanan besar tidak dapat melewati sfingter pilorus, partikel
ini diaduk kembali ke korpus lambung. Dengan cara ini makanan di
dalam lambung secara mekanis dicampur dan dihancurkan menjadi
partikel lebih kecil dan memungkinkan makanan dicerna sebagian
untuk masuk ke usus halus pada kecepatan yang memungkinkan
absorbsi nutrien efisien.
6) Sekresi di dalam duodenum datang dari pankreas, hepar dan kelenjar
di dinding usus halus. Pankreas mensekresi enzim pencernaan (tripsin,
amilase dan lipase). Empedu membantu mengemulsikan lemak yang
dicerna sehingga mudah dicerna dan diabsorbsi. Sekresi kelenjar usus
terdiri dari mukus yang menyelimuti sel-sel dan melindungi mukosa
dari serangan oleh asam hidroklorida, hormon, elektrolit dan enzim.
7) Usus besar mensekresi mukus yang mempermudah jalannya faeces dan
mengeluarkan fraksi zat yang tidak terserap zat besi, kalsium dan
fospat yang ditelan. Absorbsi air, garam dan glukosa terjadi dalam
usus besar (Smeltzer, Susanne C, 2001).
3. Etiologi
Adapun penyebab diare (Ngastiyah, 1997), dapat dibagi dalam beberapa
faktor :
a. Faktor infeksi
1) Infeksi enteral
Infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama
diare pada anak, meliputi infeksi enteral sebagai berikut :
a) Infeksi bakteri : Vibrio, E. Coli, Salmonella, Shigella,
Campylobacter, Yersinia, Aeromonas.
b) Infeksi virus : Enterovirus (Virus Echo, Cosakie, Poliomyelitis,
Adenovirus, Rotatovirus, Astrovirus).
c) Infeksi parasit : Cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris
Strongiloideus). Protozoa (Entamoeba histolitica, Giardia
Lamblia, Trichomonas Honimis), Jamur : Candida Albicans.
2) Infeksi parenteral
Infeksi diluar alat pencernaan, seperti otitis media akut (OMA),
tonsilitis/tonsilofaringitis, Bronkopneumonia, Ensefalitis. Keadaan ini
terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah 2 tahun.
b. Faktor malabsorbsi
1) Malabsorbsi karbohidrat; disakarida (intoleransi laktosa, maltosa, dan
sukrosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering intoleransi
laktosa.
2) Malabsorbsi lemak
3) Malabsorbsi protein
c. Faktor makanan ; makanan beracun, basi, alergi makanan.
d. Faktor psikologi : rasa takut/cemas.
4. Insiden
a. Gastroenteritis akut adalah penyakit utama kedua yang paling sering
menyerang anak – anak (flu adalah yang pertama).
b. Rotavirus adalah penyebab kira – kira 35 % sampai 50 % hospitalisasi
karena gastroenteritis akut; antara 7 % dan 17 % disebabkan adenovirus;
dan 15 % disebabkan bakteri.
c. Bayi yang mendapat Asi lebih jarang menderita gastroenteritis akut
daripada bayi yang mendapat susu formula ; antibodi maternal terhadap
sejumlah patogen enterik dipindahkan melalui air susu ibu (Betz, Cecily
L, 2002).
5. Patofisiologi
Sebagai akibat diare baik akut maupun kronik akan terjadi :
a. Kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi).
Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak daripada
pemasukan air (input), merupakan penyebab terjadinya kematian pada
diare.
b. Gangguan keseimbangan asam basa (metabolik asidosis) :
1) Kehilangan Na – bikarbonat bersama tinja.
2) Ketosis kelaparan, metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda
keton tertimbun dalam tubuh.
3) Terjadi penimbunan asam laktat karena adanya anoksia jaringan.
4) Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat
dikeluarkan oleh ginjal sehingga terjadi oliguria/anuria.
5) Pemindahan ion natrium dari cairan ekstraseluler ke dalam cairan
intraseluler.
Secara klinis asidosis dapat diketahui dengan memperhatikan pernafasan
yang bersifat cepat, teratur dan dalam yang disebut pernafasan kuszmaull.
Pernafasan kuszmaull ini merupakan homeostatis respiratorik, adalah
usaha dari tubuh untuk mempertahankan ph darah.
c. Hipoglikemia
Pada anak – anak dengan gizi cukup/baik, hipoglikemia ini jarang terjadi.
Lebih sering terjadi pada anak yang sebelumnya sudah menderita KKP.
Hal ini terjadi karena :
1) Penyimpanan / persediaan glikogen dalam hati terganggu.
2) Adanya gangguan absorbsi glukosa.
Gejala – gejala hipoglikemia dapat berupa : lemas, apatis, tremor,
berkeringat, pucat, kejang sampai koma.
d. Gangguan gizi
Sewaktu anak menderita diare, sering terjadi gangguan gizi dengan akibat
terjadinya penurunan berat badan dalam waktu yang singkat, hal ini
disebabkan karena :
1) Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau
muntahnya akan bertambah hebat, sehingga orang tua hanya
memberikan minum air teh saja.
2) Pemberian susu yang direncanakan terlalu lama.
3) Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi
dengan baik karena adanya hiperperistaltik.
e. Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dengan/tanpa disertai muntah, dapat terjadi gangguan
sirkulasi darah berupa renjatan (shock) hipovolemik. Akibat perfusi
jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat,
kesadaran menurun dan bila tidak segera ditolong penderita dapat
meninggal.
6. Gambaran klinik
Mula-mula bayi dan anak menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh
biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada kemudian timbul
diare. Tinja cair dan mungkin disertai darah dan lendir . Warna tinja lama
kelamaan menjadi kehijau-hijauan karena bercampur dengan empedu. Anus
dan daerah sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan tinja makin lama
makin asam sebagai akibat makin banyaknya asam laktat yang berasal dari
laktosa yang tidak dapat diabsorbsi usus selama diare. Gejala muntah dapat
terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan oleh lambung yang
turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.
Bila penderita telah kehilangan banyak cairan dan elektrolit, maka gejala
dehidrasi mulai tampak. Berat badan turun, turgor kulit berkurang, mata dan
ubun-ubun besar menjadi cekung (pada bayi), selaput lendir bibir dan mulut
serta kulit tampak kering.
Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dapat dibagi menjadi
dehidrasi ringan sedang dan berat (Ngastiyah, 1997).
Menurut banyaknya cairan yang hilang, derajat dehidrasi dapat dibagi
berdasarkan :
a. Kehilangan berat badan
1) Dehidrasi ringan, bila terjadi penurunan berat badan 2,5 – 5 %.
2) Dehidrasi sedang, bila terjadi penurunan berat badan > 5 – 10 %.
3) Dehidrasi berat, bila terjadi penurunan berat badan > 10%.
b. Skor Maurice King
Tabel 2.1. Skor dehidrasi
Bagian tubuh
yang diperiksa
Nilai untuk gejala yang ditemukan
0 1 2
Keadaan umum
Kekenyalan kulit Mata Ubun-ubun besar
Mulut Denyut nadi
Sehat
Normal Normal Normal
Normal < 120 x/menit
Gelisah, apatis, rewel, ngantuk
Sedikit (-) Sedikit cekung Sedikit cekung
Kering 120 – 140 x/m
Mengingau, koma atau syok
Sangat kurang Cekung Cekung
Kering < 140 x/m
Sumber : Gastroenterologi Anak Praktis Hal. 59.
1) Dehidrasi ringan 0 – 2
2) Dehidrasi sedang 3 – 6
3) Dehidrasi berat 7 – 12
c. Gejala klinis
Tabel 2.2. Gejala klinis Dehidrasi
Gejala klinis Ringan Sedang Berat
Keadaan umum
- Kesadaran - Rasa haus
Sirkulasi - Nadi Respirasi
- Pernafasan Kulit
- Ubun-ubun besar - Mata - Turgor dan tonus
- Diuresis - Selaput lender
Baik (composmentis) +
Normal
Biasa
Agak cekung Agak cekung Biasa
Normal Normal
Gelisah ++
Cepat
Agak cepat
Cekung Cekung
Agak kurang
Oliguri Agak kering
Apatis – coma +++
Cepat sekali
Kusmaul (Cepat dan dalam)
Cekung sekali Cekung sekali Kurang sekali
Anuria Kering
Sumber : Gastroenterologi Anak Praktis, hal 60.
Untuk menentukan kekenyalan kulit, kulit perut dijepit antara ibu jari dan
telunjuk selama 30 – 60 detik, kemudian dilepas. Jika kulit kembali normal
dalam waktu :
a. 1 detik : turgor agak kurang (dehidrasi ringan).
b. 1 – 2 detik : turgor kurang (dehidrasi sedang).
c. 2 detik : turgor sangat kurang (dehidrasi berat).
Pada anak – anak dengan ubun – ubun besar sudah menutup, nilai untuk ubun-
ubun besar diganti dengan banyaknya/frekuensi kencing.
7. Komplikasi
Akibat diare, kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak dapat terjadi
berbagai komplikasi sebagai berikut:
a. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik, hipertonik).
b. Renjatan hipovolemik.
c. Hipokalemia (hipotoni otot, lemah, bradikardi, perubahan EKG).
d. Hipoglikemia.
e. Intolerance sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defesiensi
enzim laktase.
f. Kejang terjadi pada dehidrasi hipertonik.
g. Malnutrisi energi protein akibat muntah dan diare jika lama atau kronik
8. Pencegahan
Mengingat bahwa penularan penyakit ini melalui 4 F “Finger, Feces, Food,
dan Fly”, maka penyuluhan yang penting adalah :
a. Kebersihan perorangan pada anak, mencuci tangan sebelum makan dan
setiap habis bermain memakai alas kaki jika bermain di tanah.
b. Membiasakan anak buang air besar di jamban dan jamban harus selalu
bersih agar tidak ada lalat.
c. Kebersihan lingkungan untuk menghindarkan adanya lalat.
d. Makanan harus selalu tertutup (jika di atas meja).
e. Kepada anak yang sudah dapat membeli makanan sendiri agar diajarkan
untuk tidak membeli makanan yang dijajakan terbuka.
f. Air minum harus selalu dimasak. Bila sedang berjangkit penyakit diare
selain air harus yang bersih juga perlu dimasak mendidih lebih lama.
(Ngastiyah, 1997).
9. Penanganan
Dasar pengobatan diare :
a. Pemberian cairan : jenis cairan, cairan peroral, cairan parenteral.
b. Dietetik (cara pemberian makanan).
c. Pemberian obat-obatan.
1) Pemberian cairan pada pasien diare dengan memperhatikan derajat
dehidrasinya dan keadaan umum klien.
a) Cairan peroral : Diare dengan dehidrasi ringan, sedang.
Pada pasien dengan dehidrasi ringan dan sedang cairan diberikan
peroral berupa cairan yang berisikan NaCl dan NaHCO3, KCl dan
glukosa. Untuk diare akut dan kolera pada anak diatas umur 6
bulan kadar natrium 90 mEq/L. pada anak dibawah umur 6 bulan
dengan dehidrasi ringan/sedang kadar natrium 50 –60 mEq/L.
formula lengkap sering disebut oralit. Cairan sederhana yang dapat
dibuat sendiri (Formula tidak lengkap) hanya mengandung garam
dan gula (NaCl dan sukrosa), atau air tajin yang diberi garam dan
gula, untuk pengobatan sementara dirumah sebelum dibawa
berobat ke rumah sakit/pelayanan kesehatan untuk mencegah
dehidrasi lebih jauh.
b) Cairan parenteral
Sebenarnya ada beberapa jenis cairan yang diperlukan sesuai
dengan kebutuhan pasien misalnya untuk bayi atau pasien yang
MEP.
Tetapi semuanya itu tergantung tersedianya cairan setempat. Pada
umumnya cairan Ringer Laktat selalu tersedia di fasilitas
kesehatan dimana saja. Mengenai pemberian cairan seberapa
banyak yang diberikan bergantung dari berat ringannya dehidrasi
yang diperhitungkan dengan kehilangan cairan sesuai dengan umur
dan berat badannya.
Cara memberikan cairan :
(1) Belum ada dehidrasi
Peroral sampai anak masih mau minum atau 1 gelas setiap
defekasi.
(2) Dehidrasi ringan
(a) 1 jam pertama : 25-50 ml/kg BB peroral
(b) selanjutnya : 125 ml/kg BB/hari ad. Libitum.
(3) Dehidrasi sedang
(a) 1 jam pertama : 50-100 ml/kg peroral/intra gastric
(sonde).
(b) Selanjutnya : 125 ml/kg BB/hari ad. Libitum.
(4) Dehidrasi berat
(a) Untuk anak berumur 1 bulan sampai 2 tahun, BB : 3-10 kg
1 jam pertama : 40 ml/kg BB/jam = 10 tetes/kg BB/menit.
(set infus berukuran 1 ml = 15 tetes) atau 13 tetes//kg
BB/menit (set infus 1 ml = 20 tetes).
7 jam berikutnya : ml/kg BB/jam = 3 tetes/kg BB/menit
(set infus 1 ml = 15 tetes) atau 4 tetes/kg/menit (set infus 1
ml = 20 tetes). 16 jam berikutnya : 125 ml/kg BB oralit
peroral atau intragastrik.
(b) Untuk anak umur 2-5 tahun dengan berat badan 10-15 kg.
1 jam pertama : 30 ml/kg BB/jam atau 18 tetes/kg
BB/menit (1 ml = 15 tetes) atau 10 tetes/kg BB/menit (1 ml
= 20 tetes). 7 jam berikut : 10 ml/kg BB/jam atau 3 tetes/kg
BB/menit (1 ml = 15 tetes) atau 4 tetes/kg BB/menit (1
ml=20 tetes).
16 jam berikutnya 125 ml/kg BB oralit peroral atau
intragastrik.
(c) Untuk anak umur 5-10 tahun dengan berat badan 15-25 kg.
1 jam pertama : 20 ml /kg BB/jam atau 5 tetes/kg BB/menit
(1 ml = 15 tetes) atau 7 tetes/kg BB/menit (1 ml = 20 tetes).
7 jam berikut : 10 ml/kg BB/ jam atau 2 ½ tetes/kg
BB/menit (1 ml = 15 tetes) atau 3 tetes/kg BB/menit (1 ml
= 20 tetes).
16 jam berikutnya 105 ml/kg BB oralit peroral atau bila
anak tidak mau minum dapat diberikan DG aa intravena 1
tetes/kg BB/menit.(1 ml = 15 tetes) atau 1 ½ tetes/kg
BB/menit ( 1 ml = 20 tetes).
(d) Untuk bayi yang baru lahir neonatus dengan BB : 2-3 kg.
Kebutuhan cairan : 125 ml + 100 ml + 25 ml = 250 ml/kg
BB/24 jam.
Jenis cairan, cairan 4 : 1 (4 bagian gukosa 5 % + 1 bagian
NaHCO3 1 ½ %)
Kecepatan :
4 jam pertama : 25 ml/kg BB/jam atau 6 tetes/kg BB/menit
(1 ml = 15 tetes) atau 8 tetes/kg BB/menit (1 ml = 20 tetes).
20 jam berikutnya 150 ml/kg BB/20 jam atau 2 tetes/kg
BB/menit (1 ml = 15 tetes) atau 2 ½ tetes/kg BB/menit (1
ml = 20 tetes).
(e) Untuk BBLR dengan berat badan kurang 2 kg kebutuhan
cairan : 250 ml/kg BB/24 jam. Jenis cairan : 4 : 1
(f) Kecepatan cairan : sama dengan pada bayi baru lahir.
(g) Cairan untuk MEP sedang dan berat dengan diare dehidrasi
berat.
Misalnya anak umur 1 bulan - 2 tahun dengan berat badan
3–10 kg.
Jenis cairan DG aa dan jumlah cairan 250 ml/kg BB/24
jam.
Kecepatan :
4 jam pertama : 60 ml/kg BB/jam atau 15 ml/kg BB/jam
atau 4 tetes/kg BB/menit (1 ml = 15 tetes) atau 5 tetes/kg
BB/menit (1 ml = 20 tetes).
2) Penanganan dietetik
Untuk anak di bawah satu tahun dan anak di atas satu tahun dengan
berat badan kurang dari 7 kg jenis makanannya :
a) Susu (ASI atau susu formula yang rendah laktosa, dan rendah
asam lemak tidak jenuh, misalnya LLM, Almiron).
b) Makanan setengah padat (bubur) atau makanan padat (nasi tim)
bila anak tidak mau minum susu.
c) Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan
misalnya susu rendah laktosa atau asam lemak yang berantai
sedang atau tidak jenuh.
3) Pemberian obat-obatan
Prinsip pengobatan diare adalah menggantikan cairan yang hilang
melalui tinja dengan atau tanpa muntah dengan cairan yang
mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain (gula, air
tajin, tepung beras).
a) Obat anti sekresi.
(1.) Asetosal, dosis 25 mg/tahun dengan dosis minimum 30 mg.
(2.) Klorpromasin, dosis 0,5-1 mg/kg BB/hari.
b) Obat antibiotik, diberikan bila perlu saja dan sudah ada penyakit
yang jelas.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan dilakukan dengan menggunakan pendekatan proses
keperawatan untuk meningkatkan, mencegah, dan memulihkan kesehatan.
Proses keperawatan adalah susunan metode pemecahan masalah yang
meliputi pengkajian keperawatan, identifikasi/analisa masalah (diagnosa
keperawatan), perencanaan, implementasi, dan evaluasi (Doenges, Marilynn E,
1998) yang masing-masing berkesinambungan serta memerlukan kecakapan
keterampilan profesional tenaga keperawatan.
1. Pengkajian data
Pengkajian merupakan tahap awal dan merupakan dasar proses
keperawatan, dimana diperlukan pengkajian yang cermat untuk masalah klien,
agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan. Keberhasilan proses
keperawatan sangat tergantung pada kecermatan dan ketelitian dalam tahap
pengkajian.
Data yang lazim ditemukan pada pengkajian klien dengan diare (Tucker,
Susan Martin, 1998) meliputi :
a. Sering defekasi :
1) Warna kuning kehijauan.
2) Mungkin mukoid.
3) Mungkin mengandung darah.
b. Penurunan berat badan atau kegagalan untuk meningkatkan berat badan.
c. Penurunan nafsu makan.
d. Nyeri dan/atau kram abdomen.
e. Distensi abdomen.
f. Hyperaktif bising usus.
g. Muntah.
h. Demam.
i. Peka rangsang.
j. Letargi meningkat.
k. Dehidrasi :
1) Depresi fontanel anterior.
2) Mata cekung.
3) Turgor kulit buruk.
4) Selaput lendir kering.
5) Tak ada air mata saat menangis.
6) Berat jenis urine tinggi.
7) Oliguria.
l. Ketidakseimbangan elektrolit.
m. Hiponatremia atau hipernatremia.
n. Hipokalemia atau hiperkalemia.
o. Asidosis metabolik.
p. Pemeriksaan penunjang
Untuk kasus diare biasanya dilakukan pemeriksaan :
1) Usapan dubur untuk biakan kuman, biasanya ditemukan E. coli,
Shygella, selain sebagai biakan kuman juga berfungsi untuk
mendeteksi apakah klien intoleransi terhadap makanan lemak atau
karbohidrat.
2) Pemeriksaan darah rutin : Hb, leukosit, eritrosit, trombosit, biasanya
terjadi leukositosis bila diare disebabkan kuman.
3) Analisa gas darah, untuk mengetahui tingkat asidosis akibat dehidrasi.
4) Kimia darah, untuk mengetahui tingkat elektrolit dalam darah,
biasanya kalium dan natrium di bawah normal.
5) Pemeriksaan urinalisa : kepekatan dan berat jenis urine.
2. Rumusan diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis terhadap respon aktual dan
potensial dari individu, keluarga atau masyarakat terhadap masalah kesehatan/
proses kehidupan (Doenges, Marilyn E, 1998). Adapun kemungkinan
diagnosa keperawatan pada klien diare, baik aktual maupun potensial adalah
sebagai berikut :
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah atau diare.
b. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan muntah atau
diare.
c. Diare berhubungan dengan iritasi usus, proses infeksi, atau malabsorbsi
usus.
d. Perubahan intergitas kulit berhubungan dengan seringnya defekasi dengan
iritasi pada daerah anal dan bokong.
e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai
perawatan di rumah.
3. Perencanaan tindakan keperawatan / intervensi ( Tucker, Susan Martin, 1998 )
Adapun rencana tindakan keperawan pada klien dengan diare, adalah
sebagai berikut :
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah atau diare
Tujuan : Status volume cairan kembali normal, dengan kriteria
membran mukosa lembab, turgor kulit normal, penambahan
berat badan, haluaran urine sesuai usia.
Intervensi :
1) Monitor intake dan output
Rasional : Catatan mengenai intake dan output dapat mendeteksi
dini adanya ketidakseimbangan cairan.
2) Timbang BB tiap hari
Rasional : Penimbangan berat badan harian yang tepat dapat
mendeteksi kehilangan cairan.
3) Pantau tanda dan gejala dehidrasi seperti ; turgor kulit, warna kulit,
keadaan ubun-ubun, membran mukosa, haus.
Rasional : Adanya turgor kulit yang jelek, ubun-ubun yang cekung,
membran mukosa kering mengindikasikan adanya
dehidrasi.
4) Beri cairan parenteral dengan pemberian cairan elektolit sesuai
pesanan.
Rasional : Pemberian cairan parenteral sangat dibutuhkan jika klien
telah mengalami dehidrasi atau resiko terjadinya
dehidrasi.
5) Berikan cairan peroral kepada klien
Rasional : Pemberian cairan peroral dapat mengembalikan cairan
dan elektrolit yang hilang melalui muntah dan defekasi.
b. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan muntah atau
diare.
Tujuan : Nutrisi dapat terpenuhi melalui intake yang adekuat dengan
kriteria adanya penambahan berat badan.
Intervensi :
1) Timbang berat badan tiap hari.
Rasional : Dengan menimbang berat badan tiap hari dapat diketahui
status nutrisi klien.
2) Pantau intake dan output
Rasional : Untuk mengetahui apakah sudah terjadi keseimbangan
antara pemasukan dan pengeluaran.
3) Beri makan sedikit-sedikit dan makanan tambahan yang tepat
Rasional : Dilatasi gaster akan terjadi bila pemberian makanan
terlalu cepat setelah periode puasa.
4) Beri HE tentang manfaat gizi seimbang
Rasional : Gizi seimbang dapat mempercepat proses penyembuhan
dan sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan
perkembangan.
5) Kolaborasi pemberian diet yang tepat sesuai dengan program
pengobatan dan indikasi.
Rasional : Pemberian diet yang tepat dapat memenuhi kebutuhan
klien akan nutrisi serta mencegah terjadinya malnutrisi.
c. Diare berhubungan dengan iritasi usus, proses infeksi atau malabsorbsi
usus.
Tujuan : Pola defekasi klien dapat kembali normal seperti sebelum
dirawat di rumah sakit.
Intervensi :
1) Pertahankan status puasa sampai frekuensi dan volume defekasi
menurun.
Rasional : Untuk mencegah terjadinya iritasi gastrik lebih lanjut.
2) Kaji frekuensi, karakteristik dan warna faeces
Rasional : Agar dapat diketahui secara dini adanya perubahan yang
terjadi pada pola defekasi..
3) Berikan cairan dalam porsi sedikit tapi sering.
Rasional : Dapat menggantikan cairan yang hilang pada diare dan
muntah.
4) Tingkatkan diet dari cair menjadi lebih padat.
Rasional : Agar kebutuhan diet klien dapat terpenuhi dan untuk
memantau volume defekasi.
d. Perubahan integritas kulit berhubungan dengan seringnya defekasi dengan
iritasi pada daerah anal dan bokong.
Tujuan : Klien dapat menunjukkan tidak terjadi kerusakan integritas kulit,
dengan kriteria warna kulit daerah anal dan bokong sama dengan
daerah sekitarnya dan tidak terjadi lecet serta kemerahan.
Intervensi :
1) Jaga daerah pemasangan popok agar tetap bersih dan kering
Rasional : Agar daerah perineal tidak lembab yang memudahkan
terjadinya lecet.
2) Bersihkan daerah perineal setiap kali selesai defekasi, bilas dengan air
dan keringkan dengan tissue.
Rasional : Daerah perineal yang bersih mencegah terjadinya lecet
dan iritasi pada daerah perineal.
3) Ganti popok / alat tenun setiap kali basah
Rasional : Menghindari pertumbuhan dan perkembangan
mikroorganisme.
4) Berikan salep pelindung setiap mengganti popok / pakaian.
Rasional : Salep pelindung kulit mengurangi kontak kulit perineal
dengan asam dan cairan faeces.
5) Cuci tangan sebelum dan setelah mengganti popok / pakaian.
Rasional : Untuk mencegah terjadinya infeksi silang dari keluarga
kepada klien.
e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai
perawatan di rumah.
Tujuan : Orang tua / keluarga dapat memahami tentang perawatan di
rumah serta diet yang harus dijalankan .
Intervensi :
1) Ajarkan tehnik cuci tangan yang baik sebelum dan setelah mengganti
popok / pakaian.
Rasional : Agar orang tua / keluarga dapat mengetahui tehnik
mencuci tangan yang baik sehingga dapat diterapkan di
rumah.
2) Jelaskan kepada orang tua untuk selalu memonitor adanya muntah
atau diare pada anak dan denyut nadi yang tidak teratur serta langsung
melaporkan kepada dokter.
Rasional : Adanya tanda-tanda muntah dan diare merupakan gejala
ketidakseimbangan cairan.
3) Ajarkan kepada orang tua bagaimana penanganan diare di rumah
Rasional : Dengan mengetahui cara penanganan diare di rumah
memudahkan orang tua memberi tindakan sebelum
membawa klien ke rumah sakit.
4) Diskusikan pentingnya masukan cairan yang adekuat serta kebutuhan
diet.
Rasional : Mempercepat penyembuhan dan normalisasi fungsi usus.
4. Pelaksanaan / implementasi
Implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari
rencana keperawatan . Untuk memperoleh pelaksanaan yang efektif, dituntut
pengetahuan dan keterampilan yang luas dari tenaga perawat untuk
memberikan pelayanan perawatan yang baik dan bermutu yang telah
ditentukan dan direncanakan.
a. Melaksanakan rencana keperawatan
Segala informasi yang tercakup dalam rencana keperawatan merupakan
dasar atau pedoman dalam intervensi perawatan.
b. Mengidentifikasikan reaksi / tanggapan klien
Dalam mengidentifikasikan reaksi / tanggapan klien dituntut upaya yang
tidak tergesa-gesa, cermat dan teliti, agar menemukan reaksi klien sebagai
akibat tindakan perawatan yang diberikan. Dengan melihat akan sangat
membantu perawat dalam mengidentifikasikan reaksi klien yang mungkin
menunjukkan adanya penyimpangan – penyimpangan.
c. Mengevaluasi tanggapan / reaksi klien
Dengan cara membandingkan terhadap syarat-syarat dengan hasil yang
diharapkan. Langkah ini merupakan syarat yang pertama yang dipenuhi
bila perawat telah mencapai tujuan. Syarat yang kedua adalah intervensi
perawatan dapat di terima oleh klien.
5. Evaluasi
Merupakan proses yang kontinyu untuk menjamin kualitas dan ketepatan
perawatan yang diberikan, dilakukan dengan meninjau respons pasien untuk
menentukan keefektifan rencana perawatan dalam memenuhi kebutuhan
pasien. Yang perlu dievaluasi adalah sebagai berikut :
a. Apakah tujuan pelayanan keperawatan sudah tercapai atau belum.
b. Apakah masalah yang ada sudah terpecahkan atau belum.
c. Apakah perlu pengkajian kembali.
DAFTAR PUSTAKA
Bates. B, 1995. Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan. Ed 2. EGC. Jakarta
Carpenitto.LJ. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis. Ed 6.
EGC. Jakarta.
Lab/ UPF IKA, 1994. Pedoman Diagnosa dan Terapi . RSUD Dr. Soetomo.
Surabaya.
Markum.AH. 1999. Ilmu Kesehatan Anak. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak sakit. EGC. Jakarta
Soetjiningsih, 1995. Tumbuh Kembang Anak. EGC. Jakarta
Suryanah,2000. Keperawatan Anak. EGC. Jakarta