Download - laporan sken 2

Transcript
Page 1: laporan sken 2

BAB IPENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAHSistem saraf adalah satu dari dua sistem kontrol utama tubuh, selain sistem

endokrin. Sistem ini mengatur hampir seluruh aktivitas tubuh. Oleh karena itu sistem saraf merupakan sistem yang sangat vital. Gangguan pada sistem ini sangat berpengaruh pada aktivitas bagian-bagian tubuh.

Kejang merupakan akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari suatu populasi neuron yang sangat mudah terpicu (fokus kejang) sehingga mengganggu fungsi normal otak. Kejang merupakan masalah neurologik yang relatif sering dijumpai. Diperkirakan bahwa 1 dari 10 orang akan mengalami kejang suatu saat selama hidupnya. Data mengenai insidensi kejang agak sulit diketahui. Diperkirakan bahwa 10% orang akan mengalami paling sedikit satu kali kejang selama hidup mereka dan sekitar 0,3%-0,5% akan didiagnosis mengidap epilepsi. Sering timbulnya kasus kejang di masyarakat akhir-akhir ini perlu mendapat perhatian dari petugas medis, mengingat dampaknya yang dapat mengganggu fungsi normal otak.

B. RUMUSAN MASALAHMasalah yang ada pada skenario, dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan

sebagai berikut.1. Bagaimanakah proses patofisiologi yang mendasari timbulnya kejang pada

pasien?2. Apakah kaitan antara kejang demam yang dialami oleh pasien saat berusia kurang

dari 1 tahun dengan kejang yang pasien alami saat ini?3. Faktor-faktor apa sajakah yang menjadi penyebab serta faktor pencetus kejang?4. Pemeriksaan apa saja yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis?5. Apakah diagnosis yang tepat ditujukan bagi pasien?6. Bagaimanakah mekanisme terapi kejang dengan obat anti kejang (mencakup

farmakodinamik dan farmakokinetik)?7. Bagaimanakah prognosis penyakit pasien?

C. TUJUAN PENULISANAdapun tujuan penulisan dari laporan ini adalah sebagai berikut.1. Untuk menjelaskan anatomi dan fisiologi sistem saraf pusat, khususnya mengenai

hubungan sel-sel neuron dalam SSP.2. Untuk mengetahui klasifikasi, kausa, patogenesis, dan patofisiologi dari kelainan

sistem saraf.3. Untuk menjelaskan macam-macam cara diagnosis kelainan sistem saraf pusat dan

tepi.4. Untuk menjelaskan penatalaksanaan, prognosis dan rehabilitasi pada penderita

kelainan sistem saraf.

1

Page 2: laporan sken 2

D. MANFAAT PENULISANManfaat dari penulisan laporan ini dapat dijelaskan sebagai berikut.1. Menjelaskan anatomi, histologi serta fisiologi dari susunan saraf pusat maupun

tepi.2. Menjelaskan klasifikasi, kausa, patogenesis, dan patofisiologi dari kelainan sistem

saraf.3. Merancang manajemen penyakit susunan saraf.4. Merancang tindakan preventif penyakit susunan saraf dengan mempertimbangkan

faktor pencetus.5. Menjelaskan cara pencegahan komplikasi penyakit susunan saraf.

E. HIPOTESISPasien mengalami eksitasi berlebih pada sinaps neuron di sistem sarafnya

sehingga menyebabkan kejang. Ada kemungkinan penderita mengidap epilepsi.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. FISIOLOGI SISTEM SARAF1. Fisiologi Penghantaran Impuls pada Neuron

Semua sel tubuh memiliki potensial membran yang berkaitan dengan distribusi tidak merata serta perbedaan permeabilitas dari Na , K dan anion besar intrasel. Dua jenis sel, sel saraf dan sel otot telah mengembangkan kegunaan khusus untuk potensial membran ini. Saraf dan otot dianggap sebagai jaringan yang dapat tereksitasi (excitable tissue) karena keduanya mampu menghasilkan sinyal listrik apabila dirangsang. Jenis potensial yang dialami oleh kedua sel ini adalah potensial istirahat dan potensial aksi.

Potensial istirahat adalah keadaan ketika sebuah sel jaringan yang dapat tereksitasi tidak memperlihatkan perubahan potensial yang cepat. Sedangkan potensial aksi adalah keadaan ketika sel yang dapat tereksitasi mengalami pembalikan potensial membran yang cepat dan singkat.

Potensial istirahat pada sel saraf biasanya adalah -70mV. Untuk memulai potensial aksi, kejadian pencetus menyebabkan membran mengalami depolarisasi. Depolarisasi mula-mula berjalan lambat hingga mencapai suatu tingkat kritis yang dikenal sebagai potensial ambang, biasanya kira-kira antara -50 dan -55 mV. Pada potensial ambang, terjadi depolarisasi yang eksplosif. Pencatatan potensial pada saat ini memperlihatkan defleksi ke atas yang tajam sampai +30 mV diikuti penurunan potensial secara cepat ke arah 0 mV, kemudian terjadi pembalikan sendiri, sehingga bagian dalam sel menjadi positif dibandingkan dengan bagian luar. Potensial turun sama cepatnya kembali ke potensial istirahat saat membran mengalami repolarisasi. Keseluruhan perubahan potensial yang berlangsung cepat

2

Page 3: laporan sken 2

dari ambang ke puncak pembalikan dan kemudian kembali ke tingkat istirahat disebut potensial aksi.

Saat suatu potensial aksi mencapai ujung akson, impuls tersebut kemungkinan akan berlanjut pada tiga tempat: otot, kelenjar atau neuron lain. Pada paragraf berikut akan dibahas lebih mendalam mengenai transpor impuls melalui hubungan antar neuron (sinaps).

Ketika suatu potensial aksi di neuron prasinaps telah merambat sampai ke terminal akson, perubahan potensial ini akan mencetuskan pembukaan saluran-saluran Ca gerbang-voltase di kepala sinaps. Karena konsentrasi Ca jauh lebih tinggi di CES, ion ini akan mengalir ke dalam kepala sinaps. Melalui proses eksositosis ion tersebut menginduksi pelepasan suatu neurotransmitter dari sebagian vesikel sinaps ke dalam celah sinaps. Neurotransmitter yang dibebaskan akan berdifusi melintasi celah dan berikatan reseptor protein spesifik di membran sub sinaps, sehingga terjadi perubahan permeabilitas neuron pasca sinaps. Ini adalah suatu contoh saluran gerbang-perantara kimia, berbeda dengan saluran gerbang voltase yang bertanggung jawab terhadap potensial aksi dan influks Ca ke kepala sinaps. Karena hanya terminal prasinaps yang dapat mengeluarkan neurotransmitter dan hanya membran subsinaps di neuron pasca sinaps yang memiliki reseptor untuk neurotransmitter, sinaps hanya dapat beroperasi dengan arah dari neuron prasinaps ke pasca sinaps. Terdapat dua jenis sinaps, bergantung pada perubahan permeabilitas di neuron pasca sinaps yang diinduksi oleh gabungan zat-zat neurotransmitter dengan reseptornya: sinaps eksitatorik dan sinaps inhibitorik. (Sherwood;2001)

2. Fisiologi KesadaranKesadaran dapat didefinisikan sebagai keadaan yang mencerminkan

pengintegrasian impuls eferen dan aferen. Substrat kualitas dan derajad kesadaran dapat disingkatkan sebagai berikut: jumlah (kuantitas) input susunan saraf pusat yang menentukan derajad kesadaran. Cara pengolahan input sehingga menghasilkan pola output SSP menentukan kualitas kesadaran.

Input SSP dibedakan dalam input spesifik dan nonspesifik. Input spesifik berlaku bagi semua lintasan aferen impuls perasaan protopatik, proprioseptif, dan perasaan panca indera. Lintasan yang digunakan impuls-impuls ini dinamakan lintasan yang menghubungkan suatu titik pada tubuh dengan suatu titik di daerah korteks perseptif primer atau lebih dikenal penghantaran impuls aferen dari titik ke titik. Setibanya impuls aferen spesifik di tingkat korteks terwujudlah suatu kesadaran akan modalitas perasaan yang spesifik yaitu perasaan nyeri di kaki atau di wajah atau suatu penglihatan, penghiduan atau pendengaran tertentu.

Input nonspesifik adalah sebagian impuls aferen spesifik yang disalurkan melalui lintasan aferen nonspesifik. Lintasan ini terdiri dari serangkaian neuron-neuron di substansia retikularis medulla spinalis dan batang otak yang menyalurkan impuls aferen ke thalamus yaitu ke inti intrlaminar. Impuls aferen spesifik sebagian disalurkan melalui cabang kolateralnya ke rangkaian neuron-neuron substansia retikularis dan impuls aferen itu selanjutnya bersifat nonspesifik oleh karena cara penyalurannya ke thalamus yang bersifat multisinaptik, unilateral, dan bilateral dan setibanya di inti intralaminar akan menggalakkan inti tersebut untuk memancarkan impuls yang menggiatkan seluruh korteks secara

3

Page 4: laporan sken 2

difus dan bilateral. Lintasan aferen yang non spesifik ini dinamakan Diffuse Ascending reticular system.

Lintasan spesifik (jaras spinotalamik, lemnikus medialis, genikulokalkarina) menghantarkan impuls dari satu titik pada alat reseptor ke satu titik pada korteks perseptif primer. Sebaliknya lintasan aferen nonspesifik menghantarkan setiap impuls dari titik manapun pada tubuh ke titik-titik pada seluruh korteks serebri kedua sisi.

Neuron-neuron di seluruh korteks serebri yang digalakkan oleh impuls aferen non spesifik dapat dinamakan neuron pengemban kewaspadaan. Aktivitas neuron-neuron tersebut digalakkan oleh neuron-neuron penyusun inti talamik yakni nuklei intralaminares. Neuron-neuron ini dinamakan neuron penggalak kewaspadaan.

B. KEJANGKejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari suatu

populasi neuron yang sangat mudah terpicu (fokus kejang) sehingga mengganggu fungsi normal otak. Kejang konvulsi biasanya menimbulkan kontraksi otot rangka yang hebat dan involunter yang mungkin meluas dari satu bagian tubuh ke seluruh tubuh atau mungkin terjadi secara mendadak disertai keterlibatan seluruh tubuh. Kejang rekuren, spontan, dan tidak disebabkan oleh kelainan metabolisme yang terjadi bertahun-tahun disebut epilepsi. (Price&Wilson;2006)

1. PatofisiologiKejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari

sebuah fokus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu keadaan patologik. Di tingkat membran sel, fokus kejang memperlihatkan beberapa fenomena biokimiawi, termasuk yang berikut.

Instabilitas membrane sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan.

Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan menurun dan apabila terpicu akan melepaskan muatan secara berlebihan.

Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau selang waktu dalam repolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin atau defisiensi asam gama-aminobutirat (GABA)

Ketidak seimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam basa atau elektrolit, yang mengganggu homeostasis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan pada depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini menyebabkan peningkatan berlebihan neurotransmitter eksitatorik atau deplesi neurotransmitter inhibitorik. (Price&Wilson;2006)

Dasar Neurokimia dan Neurofisiologi Potensial Membran. Penelitian membuktikan, bahwa dasar dari lepas muatan

neuron yang berlebihan, sehingga dapat dilihat pada bangkitan kejang, disebabkan oleh gangguan metabolisme neuron , yaitu gangguan dalam lalu lintas K dan Na antara ruang ekstra dan intraseluler sehingga konsentrasi K

intrasel turun dan konsentrasi Na intrasel naik. Gangguan metabolisme ini

4

Page 5: laporan sken 2

dapat disebabkan oleh berbagai proses patologik yang merubah permeabilitas membran sel, misalnya trauma, ischaemia, tumor, radang, keadaan toksik dan sebagainya. Atau perubahan patofisiologik membran sendiri akibat kelainan genetik. (Mardjono;1979)

Neurotransmitter. Zat-zat kimia dalam susunan saraf pusat yang juga mempengaruhi bangkitan kejang adalah neurotransmitter. Seperti yang telah diketahui sebelumnya, terdapat dua jenis neurotransmitter dalam SSP, yaitu neurotransmitter eksitatorik dan neurotransmitter inhibitorik. Neurotransmitter eksitatorik mempermudah pelepasan muatan listrik dan menurunkan potensial membran sehingga memperlancar jalannya impuls saraf antar neuron. Sedangkan neurotransmitter inhibitorik bersifat menghambat pelepasan muatan listrik, yang justru menyebabkan hiperpolarisasi sehingga meningkatkan stabilitas neuron. Salah satu neurotransmitter golongan inhibitorik yang penting adalah GABA (asam gama aminobutirat)

Neurotransmitter yang diketahui bersifat eksitatorik salah satunya adalah asetilkolin. Dalam keadaan fisiologis, asetilkolin cepat dinonaktifkan oleh enzim asetilkolinesterase. Sebaliknya, bila proses inaktivasi terganggu, konsentrasi asetilkolin akan meningkat, maka akan terjadi depolarisasi massif yang menyebabkan pelepasan muatan neuron berlebihan dan menimbulkan kejang. (Mardjono;1979)

Penjalaran Bangkitan KejangSuatu fokus epileptogen yang terletak di cortex cerebri suatu hemisphere

dapat menjalar ke bagian-bagian lain dari otak. Lepas muatan listrik dapat menetap pada sarang primer tanpa menimbulkan gejala klinik. Secara berkala, lepas muatan listrik berlebih dapat menjalar ke hemisphere kontralateral melalui serabut-serabut transcallosal dan menyebabkan fokus setangkup (mirror focus). Lepas muatan listrik dapat juga menjalar melalui serabut-serabut asosiasi pendek (cortico-cortical), dengan jalan intracortical sehingga secara progresif dapat melibatkan daerah lebih luas atau dapat menjalar ke thalamus melalui sektor thalamocortical bersangkutan yang dalam klinik menjelma sebagai serangan fokal dengan gejala sesuai fungsi yang terkena. (Mardjono;1979)

2. Klasifikasi Kejanga. Kejang Parsial kesadaran utuh walaupun mungkin berubah, fokus di satu

bagian tetapi dapat menyebar ke bagian lainDibedakan lagi menjadi: Parsial Sederhana dapat bersifat motorik, sensorik, autonomic, psikik;

biasanya berlangsung kurang dari 1 menit. Parsial kompleks dimulai sebagai kejang parsial sederhana, kemudian

berkembang menjadi penurunan kesadaran yang disertai oleh: gejala motorik, gejala sensorik, otomatisme; kemungkinan berkembang menjadi kejang generalisata; biasanya berlangsung 1-3 menit.

b. Kejang Generalisata hilangnya kesadaran; tidak ada awitan fokal; bilateral dan simetrik; tidak ada aura.Dibedakan lagi menjadi:

5

Page 6: laporan sken 2

Tonik klonik spasme tonik-klonik otot; inkontinensia urin dan alvi; menggigit lidah; fase pasca iktus.

Absence sering salah didiagnosis sebagai melamun; gejala: menatap kosong, kepala sedikit lunglai, kelopak mata bergetar, atau berkedip secara cepat dan biasanya berlangsung selama beberapa detik.

Mioklonik kontraksi mirip syok mendadak yang terbatas di beberapa otot atau tungkai, cenderung singkat.

Atonik hilangnya secara mendadak tonus otot disertai lenyapnya postur tubuh (drop attack)

Klonik gerakan menyentak, repetitif, tajam, lambat, dan tunggal atau multipel di lengan, tungkai atau torso.

Tonik peningkatan mendadak tonus otot (menjadi kaku, kontraksi) wajah dan tubuh bagian atas; fleksi lengan dan ekstensi tungkai; mata dan kepala mungkin berputar ke satu sisi; dapat menyebabkan henti nafas.

(Price&Wilson;2006)

C. DASAR-DASAR EEGElektroensefalografi (EEG=Electroencephalography) adalah teknik untuk

merekam aktivitas elektrik otak melalui tengkorak yang utuh. Tindakan pemeriksaan ini aman dan sama sekali tidak menyakiti orang yang diperiksa, namun demikian harus benar-benar dipertimbangkan informasi apa yang dapat diperoleh dengan melakukan pemeriksaan tersebut. EEG dapat mengungkapkan tanda-tanda gangguan fungsi otak fokal atau global, seperti disfungsi otak pada penderita dengan epilepsy, tumor serebri, infark, hemoragi, kontusio serebri, ensefalitis dan berbagai keadaan psikiatrik. Akan tetapi arti praktisnya terbatas pada gangguan konvulsif dan proses desak ruang intracranial.

Garis-garis besar teknik perekaman adalah sebagai berikut. Dengan electrode yang ditempelkan pada berbagai daerah tengkorak potensial permukaan otak direkam. Perekaman ini berlalu terus-menerus untuk episode beberapa menit. Hasilnya dicatat pada kertas yang berjalan. Kecepatan jalannya kertas dapat diatur. Voltasi yang direkam oleh galvanometer dihibahkan kepada alat pencatat, sehingga potensial yang tercatat dengan tinta pada kertas yang berjalan berupa gelombang-gelombang. Penghibahan itu dilakukan melalui alat amplifikasi supaya potensial otak sebesar 50 mikrovolt dapat diperbesar sehingga dapat menggerakkan pena pencatat. Dengan memasang 16 elektroda pada tempat-tempat tertentu di tengkorak, aktivitas seluruh otak dapat diselidiki.

Seluruh korteks serebri merupakan medan listrik yang diproduksi pada ujung-ujung dendrite. Potensial neuron pada setiap waktu berbeda, sehingga potensial dendritik pada korteks juga selalu berubah. Fluktuasi inilah yang tercatat pada kertas EEG. Dari sekian banyak fluktuasi dapat dikelompokkan menjadi 4 jenis gelombang menurut frekuensinya, yaitu:

- Gelombang alfa, bersiklus 8-13 spd- Gelombang beta, bersiklus lebih dari 13 spd- Gelombang teta, bersiklus 4-7 spd.

6

Page 7: laporan sken 2

- Gelombang delta, bersiklus <4 spd

D. OBAT ANTI KEJANGPrinsip kerja obat anti kejang dapat dibagi menjadi 3 yaitu:

1. Meningkatkan transmisi neurotransmitter eksitatorik (GABA)2. Menurunkan transmisi neurotransmitter eksitatorik (biasanya glutamat)3. Memodifikasi hantaran ion (bekerja pada pompa sodium)(Katzung;2005)

Obat anti kejang yang ideal dapat menekan semua kejang tanpa menyebabkan efek yang tidak diinginkan. Sayangnya, obat yang saat ini digunakan serting menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan dengan tingkat keparahan beragam mulai dari gangguan SSP ringan sampai kematian akibat anemia aplastik atau gagal hati. Dengan demikian, dokter yang menghadapi pasien kejang dihadapkan dengan tugas memilih obat atau kombinasi obat yang tepat yang paling baik mengendalikan bangkitan kejang pada masing-masing pasien dengan tingkat efek tidak menguntungkan yang dapat diterima. (Goodman&Gilman;2001)

Berikut ini adalah beberapa jenis obat anti kejang. HIDANTOIN Fenitoin BARBITURAT Fenobarbital DEOKSIBARBITURAT Primidon IMINOSTILBEN Karbamazepin SUKSINIMID Etosuksinimid ASAM VALPROAT BENZODIAZEPIN OBAT ANTI KEJANG LAIN Gabapentin, Lamotrigin, Asetazolamid,

Felbamat, Levetirasetam, Tiagabin, Topiramat, Zonisamid.

BAB IIIDISKUSI DAN PEMBAHASAN

KasusPada skenario kedua berjudul ”Kejang” disajikan kasus sebagai berikut.

Seorang wanita berumur 16 tahun mendapat serangan kejang kedua kalinya. Kejang kali ini terjadi setelah bermain game di komputer. Kedua serangan itu diikuti dengan tidak sadar selama 3 menit kemudian kesadarannya dapat normal kembali dengan sendirinya dan penderita dapat kembali beraktivitas normal. Penderita belum pernah memeriksakan diri ke dokter maupun minum obat anti kejang setelah serangan kejang yang pertama. Pada RPD disebutkan penderita tidak mempunyai riwayat demam sebelumnya. Sebelum umur 1 tahun, penderita sering mengalami kejang demam. Saat masih SD, penderita sering mengalami

7

Page 8: laporan sken 2

pingsan setelah upacara atau olah raga dan akan segera membaik jika sudah diberi pertolongan di UKS.

Kemudian pada penderita akan dilakukan pemeriksaan EEG dan pemeriksaan laboratorium.

Kejang yang terjadi pada penderita disebabkan oleh pelepasan muatan-muatan neuron secara berlebihan di SSP yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Gangguan yang menyebabkan kejang bisa berupa gangguan pada pompa sodium yang menyebabkan peningkatan konsentrasi Na intrasel atau bisa juga terjadi karena berlebihnya neurotransmitter eksitatorik dalam SSP yang menyebabkan depolarisasi masif yang menjadi pangkal terjadi pelepasan muatan neuron yang berlebihan. Kedua hal tersebut disebabkan oleh faktor-faktor yang menyebabkan gangguan keseimbangan otak, seperti trauma, ischaemia, tumor, radang, keadaan toksik dan sebagainya.

Selain kedua hal tersebut di atas, kejang juga dapat disebabkan oleh rendahnya ambang lepas muatan pada neuron-neuron di SSP. Selain oleh kondisi patologis yang sudah disebutkan sebelumnya, hal ini juga dipengaruhi oleh kelainan genetik.

Mekanisme kehilangan kesadaran pada penderita kemungkinan disebabkan oleh penjalaran fokus kejang yang berasal dari cortex cerebri ke substantia reticularis di batang otak serta inti-inti thalamus bilateral dan dengan demikian melibatkan sistem aktivasi retikuler. Bila lepas muatan listrik tersebut cukup kuat, maka substantia retikularis dan nuclei thalami akan melepaskan muatan listrik serta memancarkannya secara difus ke seluruh cortex cerebri melalui serabut-serabut thalamocortical dan serabut-serabut proyeksi non spesifik. Neuron-neuron di cortex cerebri pada gilirannya akan melepaskan muatan listrik dan dapat terjadi kejang-kejang umum disertai kehilangan kesadaran.

Pada kasus disebutkan, penderita mengalami kejang kedua setelah bermain game di komputer. Hal tersebut bisa tidak berarti apa-apa, namun bisa juga mengindikasikan adanya keterkaitan antara timbulnya kejang dengan adanya faktor pencetus. Cahaya yang berkedip-kedip diketahui merupakan salah satu faktor yang dapat mencetuskan suatu bangkitan kejang. Selain cahaya, faktor-faktor lain yang menjadi faktor pencetus bangkitan kejang antara lain misalnya kelelahan fisik, kelelahan mental, kurang minum, kurang tidur, terkena sinar matahari secara langsung, mendengar suara tertentu, stress dan sebagainya. Tidak adanya demam pada RPD penderita mengindikasikan bahwa tidak ada proses inflamasi atau infeksi pada SSP yang juga bisa menyebabkan kejang.

Mekanisme penderita bisa sadar sendiri. Dalam keadaan patologik gangguan metabolisme neuron akan menurunkan ambang lepas muatan listrik sehingga neuron-neuron dengan mudah dan berlebihan akan melepaskan muatan listriknya. Secara klinis hal ini menjelma sebagai kejang. Setelah pelepasan muatan listrik secara masif pada sejumlah neuron maka bagian otak yang bersangkutan mengalami masa kehilangan muatan listrik sehingga untuk sementara tidak dapat dirangsang. Lambat laun neuron-neuron akan kembali ke keadaan semula, yaitu kembali mencapai potensial membran semula. Hal inilah yang membuat pasien bisa sadar dengan sendirinya.

Pada RPD penderita disebutkan bahwa sebelum umur 1 tahun penderita sering mengalami demam yang disertai kejang (febris konvulsi). Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal lebih dari 38°C) yang disebabkan oleh suatu

8

Page 9: laporan sken 2

proses ekstrakranium. Demam di sini bisa disebabkan oleh banyak faktor, seperti infeksi, otitis media, gastroenteritis dan sebagainya. Demam merupakan keadaan dimana nuclei intralaminares thalami menjadi lebih peka untuk diaktifkan atau merupakan keadaan di mana ambang lepas muatan listrik neuron-neuron cortical direndahkan, sehingga kejang umum mudah terjadi. Hal ini didukung dengan belum sempurnanya SSP pada bayi yang masih berusia sangat muda, dimana neuron-neuronnya masih sangat labil terhadap perubahan kondisi sekecil apapun sehingga saat ada perubahan suhu neuron-neuron tersebut langsung memberikan reaksi berlebih.

Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah: riwayat kejang demam dalam keluarga, usia kurang dari 12 bulan, temperatur yang rendah saat kejang, cepatnya kejang setelah demam

Selain hal di atas, pada RPD juga disebutkan penderita sering pingsan saat mengikuti upacara atau olahraga. Hal ini disebut sebagai sinkop. Sinkop adalah perasaan mau hilang kesadaran atau pingsan. Keluhan ini sering disertai keringat dingin, mual, muka pucat dan penglihatan gelap sebentar pada kedua mata. Sinkop terjadi apabila perfusi otak sampai di bawah tingkat yang dibutuhkan untuk menyuplai oksigen dan glukosa yang adekuat ke otak. Sinkop umumnya menunjukkan adanya hipotensi, refleks otonom, atau disfungsi jantung. Sinkop yang terjadi pada penderita disebabkan oleh kurangnya suplai oksigen ke otak.

Diagnosis penyakit penderita belum bisa ditegakkan selama belum ada rangkaian pemeriksaan lengkap yang ditujukan pada penderita. Rangkaian pemeriksaan itu berupa anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang. Anamnesis memegang peranan penting pada pemeriksaan kejang karena biasanya penderita tidak datang ke dokter dalam keadaan kejang. Selain keterangan dari penderita, anamnesis juga memerlukan keterangan dari saksi mata yang melihat saat penderita mengalami serangan kejang. Pemeriksaan penunjang yang paling sering dilaksanakan pada penderita kejang adalah EEG (Elektroensefalografi). Dengan EEG dapat dibedakan antara pasien yang mengalami kejang karena epilepsi atau kejang karena penyebab lain. Pemeriksaan laboratorium hanya merupakan pemeriksaan tambahan yang menjadi baku rujukan ada tidaknya kejadian infeksi di tubuh penderita.

Tujuan pengobatan adalah mencegah timbulnya kejang tanpa mengganggu kapasitas fisik dan intelek pasien. Pengobatan epilepsi meliputi pengobatan medikamentosa dan pengobatan psikososial.

Terapi yang bisa diberikan antara lain adalah dengan pemberian obat anti kejang. Namun perlu diketahui bahwa obat ini tergolong obat toksik sehingga pemakaian yang sembarangan bisa menyebabkan gangguan berat pada SSP hingga kematian. Perlu diperhatikan bahwa pemberian obat harap dilakukan setelah penegakkan diagnosis setelah pasien mengalami lebih dari dua kali kejang yang sama sebelumnya. Obat yang diberikan juga harus sesuai dengan jenis serangan.

Tabel berikut ini memuat jenis-jenis kejang beserta terapi pengobatannya.

TIPE KEJANG OBAT ANTI KEJANG1. Kejang Parsial

a. Parsial Sederhana Karbamazepin, fenitoin, valproat

9

Page 10: laporan sken 2

b. Parsial Kompleksc. Parsial yang diserta kejang

tonik-klonik menyeluruh sekunder

Karbamazepin, fenitoin, valproatKarbamazepin, fenobarbital, fenitoin, primidon, valproat.

2. Kejang Generalisataa. Absence Seizureb. Seizure mioklonikc. Seizure tonik-klonik

Etosuksimid, valproatValproatKarbamazepin, fenobarbital, fenitoin, primidon, valproat

Sumber: Goodman & Gilman. 2008. Obat-Obat yang Efektif dalam Terapi Epilepsi. Dalam

Dasar Farmakologi Terapi Vol 1. Jakarta: EGC

Prognosis penyakit penderita sangat ditentukan oleh beberapa faktor yang saling

mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah faktor

etiologi (penyebab utama), jenis kejang, ketepatan diagnosis, umur (pada saat awitan/

pertama kali terkena serangan) dan terapi.

BAB IVSIMPULAN DAN SARAN

SIMPULAN Kejang disebabkan oleh lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari suatu

populasi neuron yang sangat mudah terpicu (fokus kejang) sehingga mengganggu fungsi normal otak.

Penyebab dari pelepasan berlebih muatan neuron otak antara lain adanya gangguan pada pompa sodium dan gangguan pada neurotransmitter (peningkatan neurotransmitter eksitatorik atau penurunan neurotransmitter inhibitorik).

Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal lebih dari 38°C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.

Penderita sering mengalami sinkop pada saat duduk di bangku SD kemungkinan besar karena kurangnya suplai oksigen ke otak, terutama pada saat penderita berdiri untuk upacara atau olahraga.

Diagnosis penyakit penderita belum bisa ditentukan karena belum ada hasil EEG yang mengarahkan diagnosis ke arah tertentu. Keterangan pada skenario tidak cukup untuk menentukan diagnosis penyakit penderita.

Pemberian obat anti kejang harus disertai dengan indikasi yang jelas karena obat anti kejang masih bersifat toksik terutama terhadap SSP.

10

Page 11: laporan sken 2

Prognosis penyakit penderita sangat tergantung pada beberapa faktor, antara lain: faktor etiologi (penyebab utama), jenis kejang, ketepatan diagnosis, umur (pada saat awitan/ pertama kali terkena serangan) dan terapi.

SARAN Penderita rutin memeriksakan diri ke dokter Penderita sebaiknya segera melakukan pemeriksaan EEG untuk menentukan etiologi

kejang yang diderita, apakah mengarah pada epilepsi atau tidak. Setelah diagnosis terbentuk, baru dapat dilakukan proses terapi selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

11

Page 12: laporan sken 2

Chandrasoma & Taylor. 2006. Ringkasan Patologi Anatomi. Jakarta: EGC

Dorland, W.A Newman. 2006. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC

Harsono. 1993. Epilepsi. Dalam Kapita Selekta Neurologi. Jogjakarta: Gadjah Mada

University Press

Harsono. 2001. Epilepsi. Jogjakarta: Gadjah Mada University Press

Goodman & Gilman. 2008. Obat-Obat yang Efektif dalam Terapi Epilepsi. Dalam Dasar

Farmakologi Terapi Vol 1. Jakarta: EGC

Katzung, Bertram G. 2006. Antiseizure Drugs in Basic and Clinical Pharmacology 10th

Edition. McGraw-Hill corp.

Mardjono, Mahar & Sidharta, Priguna. 1988. Dasar-Dasar EEG. Dalam Neurologi Klinis

Dasar. Jakarta: Dian Rakyat

Mardjono, Mahar. 1979. Beberapa Faktor yang Mendasari Serangan Epilepsi.

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/03FaktorSeranganEpilepsi016.pdf/

03FaktorSeranganEpilepsi016.pdf

Masjoer, Arif dkk. 1999. Epilepsi. Dalam Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta: Media

Aesculapius

Masjoer, Arif dkk. 1999. Neurologi Anak. Dalam Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta:

Media Aesculapius

Price, Sylvia A & Wilson, Lorraine M. 2006. Gangguan Kejang. Dalam Patofisiologi Konsep

Klinis Proses-Proses Penyaki Volume 2. Jakarta: EGC

Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC

Wibowo, Daniel S. 2008. Neuroanatomi untuk Mahasiswa Kedokteran. Malang: Bayumedia

Publishing

12


Top Related