Download - LAPORAN RESMI P2 FIX.docx
LAPORAN PRAKTIKUM
FARMAKOTERAPI SISTEM KARDIOVASKULER DAN RENAL
Praktikum ke: II (Dua)
Judul kasus : ANGINA PEKTORIS
Oleh :
Golongan / Kelompok : II (dua) / B
Hari / Tanggal Praktikum : Kamis, 23 Mei 2013
Nama mahasiswa Nim
1. Usama (105010530) 100%
2. Siti mutmainah (105010549) 100%
3. Masruri (105010554) 100%
4. Yulistikom (105010559) 100%
5. Nida khafiah (105010563) 100%
6. Ali Imron (105010566) 100%
7. Halimatus S Zein (105010567) 100%
Dosen jaga praktikum : Yance Anas, MSc., Apt
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS WAHID HASYIM
SEMARANG
2013
LAPORAN SEMENTARA
PRAKTIKUM FT. RENAL & KARDIOVASKULER
PERCOBAAN II
FARMAKOTERAPI PADA GANGGUAN JANTUNG I
A. TUJUAN
Mahasiswa mampu menjelaskan teori singkat farmakoterapi sistem kardiovaskuker dan
renal, mengenal rekam medik, memahami metode penyelesaian suatu kasus dan penelusuran
informasi obat sistem kardiovaskuler dan renal.
B. DASAR TEORI
ANGINA PECTORIS
Pengertian
Angina pectoris ialah suatu sindrom klinis berupa serangan nyeri dada yang khas, yaitu
seperti rasa ditekan atau terasa berat di dada yang sering menjalar ke lengan kiri. Nyeri dada
tersebut biasanya timbul pada saat melakukan aktivitas dan segera hilang bila aktivitas
dihentikan. Merupakan kompleks gejala tanpa kelainan morfologik permanen miokardium
yang disebabkan oleh insufisiensi relatif yang sementara di pembuluh darah koroner.
Patofisiologi
Mekanisme timbulnya angina pektoris didasarkan pada ketidakadekuatansuplai oksigen ke
sel-sel miokardium yang diakibatkan karena kekauan arteri dan penyempitan lumen arteri
koroner (ateriosklerosis koroner). Tidak diketahuisecara pasti apa penyebab ateriosklerosis,
namun jelas bahwa tidak ada faktor tunggal yang bertanggung jawab atas perkembangan
ateriosklerosis.
Ateriosklerosis merupakan penyakit arteri koroner yang paling sering ditemukan. Sewaktu
beban kerja suatu jaringan meningkat, maka kebutuhan oksigen juga meningkat. Apabila kebutuhan
meningkat pada jantung yang sehat maka arteri koroner berdilatasi dan megalirkan lebih banyak
darah dan oksigen ke otot jantung. Namun apabila arteri koroner mengalami kekauan atau
menyempit akibat ateriosklerosis dan tidak dapat berdilatasi sebagai respon
terhadap peningkatan kebutuhan akan oksigen, maka terjadi iskemik (kekurangan
suplaidarah) miokardium.
Adanya endotel yang cedera mengakibatkan hilangnya produksi NO (nitratOksid)
yang berfungsi untuk menghambat berbagai zat yang reaktif. Dengan tidak adanya fungsi ini
dapat menyababkan otot polos berkontraksi dan timbul spasmus koroner yang memperberat
penyempitan lumen karena suplai oksigen ke miokard berkurang. Penyempitan atau blok ini belum
menimbulkan gejala yang begitunampak bila belum mencapai 75 %. Bila penyempitan lebih
dari 75 % serta dipicudengan aktifitas berlebihan maka suplai darah ke koroner akan
berkurang.
Sel-sel miokardium menggunakan glikogen anaerob untuk memenuhi kebutuhan energi
mereka. Metabolisme ini menghasilkan asam laktat yang menurunkan pH miokardium dan
menimbulkan nyeri. Apabila kebutuhan energi sel-sel jantung berkurang, maka suplai
oksigen menjadi adekuat dan sel-sel otot kembali fosforilasi oksidatif untuk membentuk
energi. Proses ini tidak menghasilkan asamlaktat. Dengan hilangnya penimbunan asam laktat,
maka nyeri angina pektorismereda. Dengan demikian, angina pektoris merupakan suatu
keadaan yang berlangsung singkat.
Faktor-faktor Risiko
Yang tidak dapat diubah
1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Riwayat keluarga
4. Ras
5. Yang dapat diubah
Mayor :
1. Peningkatan lipid serum
2. Hipertensi
3. Merokok
4. Gangguan toleransi glukosa
5. Diet tinggi lemak jenuh,kolesterol dan kalor
Minor
1. Gaya hidup yang kurang bergerak
2. Stress psikologik
3. Tipe kepribadian
Ateroma bisa menonjol ke dalam arteri dan menyebabkan arteri menjadisempit. Jika ateroma
terus membesar, bagian dari ateroma bisa pecah dan masuk ke dalam aliran darah atau bisa
terbentuk bekuan darah di permukaan ateromatersebut. Supaya bisa berkontraksi dan
memompa secara normal, otot jantung (miokardium) memerlukan pasokan darah yang kaya
akan oksigen dari arterikoroner. Jika penyumbatan arteri koroner semakin memburuk, bisa
terjadi iskemi (berkurangnya pasokan darah) pada otot jantung sehingga
menyebabkankerusakan jantung. Penyebab utama dari iskemi miokardial adalah penyakit
arterikoroner.Komplikasi utama dari penyakit arteri koroner adalah angina dan serangan jantung
(infark miokardial)
Jenis Angina
1. Stable Angina Pectoris
Kebutuhan metabolik otot jantung dan energi tak dapat dipenuhi karena terdapat
stenosis menetap arteri koroner yang disebabkan oleh proses aterosklerosis. Keluhan nyeri
dada timbul bila melakukan suatu pekerjaan. sesuai dengan berat ringannya pencetus dibagi
atas beberapa tingkatan :
1. Selalu timbul sesudah latihan berat.
2. Timbul sesudah latihan sedang ( jalan cepat 1/2 km)
3. Timbul waktu latihan ringan (jalan 100 m)
4. Angina timbul jika gerak badan ringan (jalan biasa) .
Terapi
1. Menghilangkan faktor pemberat
2. Mengurangi faktor resiko
3. Sewaktu serangan dapat dipakai
4. Penghambat Beta
5. Antagonis kalsium
6. Kombinasi
2. Unstable Angina Pectoris
Disebabkam primer oleh kontraksi otot poles pembuluh koroner sehingga
mengakibatkan iskeia miokard. patogenesis spasme tersebut hingga kini belum diketahui,
kemungkinan tonus alphaadrenergik yang berlebihan (Histamin, Katekolamin
Prostagglandin). Selain dari spame pembuluh koroner juga disebut peranan dari agregasi
trobosit. penderita ini mengalami nyeri dada terutama waktu istirahat, sehingga terbangun
pada waktu menjelang subuh. Manifestasi paling sering dari spasme pembuluh koroner ialah
variant (prinzmental).
Elektrokardiografi tanpa serangan nyeri dada biasanya normal saja. Pada waktu
serangan didapati segmen ST elevasi. Jangan dilakukan uji latihan fisik pada penderita ini
oleh karena dapat mencetuskan aritmia yang berbahaya. Dengan cara pemeriksaan teknik
nuklir kita dapat melihat adanya iskemia saja ataupun sudah terjadi infark.
Terapi
1. Nitrogliserin subligual dosis tinggi.
2. Untuk frokfikaksis dapat dipakai pasta nitrogliserin, nitrat dosis tinggi ataupun
antagonis kalsium.
3. Bila terdapat bersama aterosklerosis berat, maka diberikan kombinasi nitrat, antagonis
kalsium dan penghambat Beta.
4. Percutanous Transluminal coronary angioplasty (PTCA) atau coronary by Pass Graff
Surgery (CBGS)
3. Angina prinzmetal
Terjadi tanpa peningkatan jelas beban kerja jantung dan padakenyataannya sering timbul
pada waktu beristirahat atau tidur. Pada angina prinzmetal terjadi spasme arteri koroner yang
menimbulkan iskemi jantung di bagian hilir. Kadang-kadang tempat spasme berkaitan
dengan arterosklerosis.
Diagnosis
Diagnosis seringkali berdasarkan keluhan nyeri dada yang mempunyai cirikhas sebagai
berikut :
1. Letak
Sering pasien merasakan nyeri dada di daerah sternum atau di bawahsternum (substernal),
atau dada sebelah kiri dan kadang-kadang menjalar kelengan kiri, dapat menjalar ke
punggung, rahang, leher, atau ke lengan kanan. Nyeri dada juga dapat timbul di tempat lain
seperti di daerah epigastrium, leher,rahang, gigi, bahu.
2. Kualitas
Pada angina, nyeri dada biasanya seperti tertekan benda berat, atau sepertidi peras atau terasa
panas, kadang-kadang hanya mengeluh perasaan tidak enak didada karena pasien tidak dapat
menjelaskan dengan baik, lebih-lebih jika pendidikan pasien kurang.
3. Hubungan dengan aktivitas
Nyeri dada pada angina pektoris biasanya timbul pada saat melakukanaktivitas, misalnya
sedang berjalan cepat, tergesa-gesa, atau sedang berjalanmendaki atau naik tangga. Pada
kasus yang berat aktivitas ringan seperti mandiatau menggosok gigi, makan terlalu kenyang,
emosi, sudah dapat menimbulkannyeri dada. Nyeri dada tersebut segera hilang bila pasien
menghentikan
aktivitasnya.
Serangan angina dapat timbul pada waktu istirahat atau pada waktutidur malam.
4. Lamanya serangan
Lamanya nyeri dada biasanya berlangsung 1-5 menit, kadang-kadang perasaan tidak enak di
dada masih terasa setelah nyeri hilang. Bila nyeri dada berlangsung lebih dari 20 menit,
mungkin pasien mendapat serangan infark miokard akut dan bukan angina pektoris biasa.
Pada angina pektoris dapat timbulkeluhan lain seperti sesak napas, perasaan lelah, kadang-
kadang nyeri dadadisertai keringat dingin.
Pemeriksaan penunjang
1. Elektrokardiogram (EKG)
Gambaran EKG saat istirahat dan bukan pada saat serangan angina seringmasih normal.
Gambaran EKG dapat menunjukkan bahwa pasien pernahmendapat infark miokard di masa
lampau. Kadang-kadang menunjukkan pembesaran ventrikel kiri pada pasien hipertensi dan
angina; dapat pulamenunjukkan perubahan segmen ST dan gelombang T yang tidak khas. Pada
saatserangan angina, EKG akan menunjukkan depresi segmen ST dan gelombang T dapat
menjadi negatif.
2. Foto rontgen dada
Foto rontgen dada seringmenunjukkan bentuk jantung yang normal; pada pasien hipertensi
dapat terlihat jantung membesar dan kadang-kadang tampak adanya kalsifikasi arkus aorta.
Pemeriksaan laboratoriumPemeriksaan laboratorium tidak begitu penting dalam diagnosis
angina pektoris. Walaupun demikian untuk menyingkirkan diagnosis infark jantung
akutsering dilakukan pemeriksaan enzim CPK, SGOT atau LDH. Enzim tersebut
akanmeningkat kadarnya pada infark jantung akut sedangkan pada angina kadarnyamasih
normal. Pemeriksaan lipid darah seperti kolesterol, HDL, LDL, trigliseridadan pemeriksaan
gula darah perlu dilakukan untuk mencari faktor risiko sepertihiperlipidemia dan/atau
diabetes melitus
Penatalaksanaan
1. Terapi non-farmakologis
Terapi non farmakologis dapat dilakukan dengan mengontrol emosi, mengurangikerja yang
berat dimana membutuhkan banyak oksigen dalam aktivitasnya, mengurangikonsumsi
makanan berlemak, dan istirahat yang cukup. Disarankan untuk mengubah gaya hidup antara
lain menghentikan konsumsi rokok, menjaga berat badan ideal, mengatur pola makan, melakukan olah
raga ringan secara teratur; jika memiliki riwayat diabetes tetap melakukan pengobatan
diabetes secara teratur; dan melakukan kontrol terhadap kadar serum lipid.
Untuk pasien dengan gejala angina yang tidak dapat lagi diatasi dengan terapi obat, pasien
dengan stenosis arteri koroner kiri lebih besar dari 50% dengan atau tanpa gejala, pasien
dengan penyakit di tiga pembuluh darah dengan disfungsi ventrikel kiri jantung, pasien
dengan angina tidak stabil, dan pasiendengan post-infark miokard dengan lanjutan angina
atau iskemik lebih parah,dapat dilakukan revaskularisasi, yang dilakukan dengan prosedur
yang disebut coronary artery bypass grafting (CABG) dan percutaneous transluminal coronary
angioplasty (PTCA).
2. Terapi farmakologis meliputi:
Nitrat Organik
Obat golongan nitrat merupakan lini (pilihan)pertama dalam pengobatanangina pectoris.
Mekanisme kerja obat golongan nitrat dimulai ketika metabolisme obat pertama kali melepaskan
ion nitrit (NO2). Di dalam sel, NO2 diubah menjadi nitrat oksida (NO) yang kemudian
mengaktivasi guanilat siklase,terjadi peningkatan konsentrasi guanosin monofosfat siklik
(cGMP) intraseluler pada sel otot polos vaskular sehingga terjadi relaksasi otot polos,
termasuk arteridan vena. Nitrat organik menurunkan kerja jantung melalui efek dilatasi
pembuluhdarah sistemik. Venodilatasi menyebabkan penurunan aliran darah balik ke jantung,
sehingga tekanan akhir diastolik ventrikel (beban hulu) dan volumeventrikel menurun. Beban
hulu yang menurun juga memperbaiki perfusi subendokard. Vasodilatasi menyebabkan
penurunan resistensi perifer sehingga tegangan dinding ventrikel sewaktu sistole (beban
hilir )berkurang. Akibatnya, kerja jantung dan konsumsi oksigen menjadi berkurang.
B bloker
Memiliki mekanisme kerja mengurangi kebutuhan oksigen jantung dengancara mengurangi
denyut jantung dan kontraktilitas miokard.
Calcium antagonist
Obat antagonis kalsium menyebabkan melebarnya pembuluh darah dengan menghambat
masuknya ion kalsium melewati slow channel yang terdapat pada membran sel (sarkolema) pada otot
polos jantung, dan pembuluh darah koroner dan perifer sehingga terjadinya relaksasi.Obat
antagonis kalsium menjadi obat terpilih terutama bila :
1. Beta bloker merupakan kontra indikasi, misalnya pada gagal jantung, sick sinus
syndrome, blok AV derajat 2 atau lebih (untuk keadaan-keadaan ini sebaiknya dipilih
nifedipin), penyakit paru obstruktif, penyakit vaskular perifer atau diabetes melitus yang
berat..
2. Penderita tidak dapat mentoleransi efek samping beta bloker.Pada penangan angina
tidak stabil, obat antagonis kalsium biasanya digunakan untuk kombinasi dengan
golongan nitrat bila hasil pengobatan dengan nitratkurang memuaskan.
Antipletelet dan antikoagulan
Segi lain dari pengobatan angina adalah pemberian antipletelet dan antikoagulan. Cairns dkk
1985 melakukan penelitian terhadap penderita angina tak stabil selama lebih dari 2 tahun,
ternyata aspirin dapat menurunkan mortalitas dan insidens infark miokard yang tidak fatal
pada penderita angina tidak stabil. Pemberian heparin i.v juga efeknya sama dan sering
diberikan daripada aspirin untuk jangka pendek dengan tujuan menstabilkan keadaan
penderita sebelum arteriografi. Terdapat obat-obatan pada angina pektoris tak stabil secara
praktis dapat disimpulkan sebagai berikut:
Heparin i.v dan aspirin dapat dianjurkan sebagai pengobatan rutin selama fase akut
maupun sesudahnya
Pada penderita yang keadaannya cenderung tidak stabil dan belum mendapat
pengobatan, beta-bloker merupakan pilihan utama bila tidak ada kontra indikasi.
Tidak ada pemberian kombinasi beta-bloker dengan ca-antagonis diberikan sekaligus
pada permulaan pengobatan.
Pada penderita yang tetap tidak stabil dengan pemberian beta-bloker dapat ditambah
dengan nifedipin.
Pengobatan tunggal dengan nifedipin tidak dianjurkan
HIPERLIPIDEMIA
I. DEFINISI
Hiperlipidemia atau yang sering disebut sebagai dislipidemia didefinisikan sebagai
suatu keadaan dimana kadar lemak di dalam darah meningkat di atas batas normal. Total
kolesterol menjadi tinggi, LDL (low density lipoprotein) atau trigliserida tinggi, HDL
(high density lipoprotein) rendah, atau kombinasi kelainan lain. (Wells et al., 2009).
II. KLASIFIKASI
Secara umum, hiperlipidemia dapat dibagi menjadi dua sub-kategori, yaitu
hiperkolesterolemia (kadar kolesterol tinggi) dan hipertrigliserida (kadar trigliserida
tinggi).
1. Hiperkolesterolemia
Kelebihan kolesterol dalam darah akan menimbulkan suatu proses kompleks
pada pembuluh darah. Mulai dari terjadinya plaque (penimbunan lemak) dalam
pembuluh darah, perlekatan monosit, agregasi platelet, dan pembentukan trombus.
Berbagai proses tersebut akhirnya dapat menyebabkan terjadinya penyumbatan
pembuluh darah. Akibatnya, organ-organ yang disuplai pembuluh darah akan
mengalami kekurangan atau penghentian suplai darah. Kondisi inilah yang pada
akhirnya akan bermanifestasi sebagai penyakit jantung koroner (PJK), stroke, atau
penyakit vaskuler lainnya. Idealnya, kadar kolesterol LDL tidak boleh lebih dari 130
mg/dL dan kadar kolesterol HDL tidak boleh kurang dari 40 mg/dL. Kadar HDL
harus meliputi lebih dari 25% dari kadar kolesterol total (Neal, 2006).
2. Hipertrigliserida
Kadar trigliserida yang tinggi belum tentu meningkatkan resiko terjadinya
penyakit jantung atau stroke, masih belum jelas. Kadar trigliserida darah diatas 250
mg/dL dianggap abnormal, tetapi kadar yang tinggi ini tidak selalu meningkatkan
resiko terjadinya aterosklerosis maupun penyakit arteri koroner. Kadar trigliserida
yang sangat tinggi (sampai lebih dari 800 mg/dL) bisa menyebabkan pancreatitis
(Neal, 2006).
Dapat pula dibedakan menjadi hiperlipidemia primer dan sekunder berdasarkan
faktor resikonya.
1. Hiperlipidemia Primer
Hiperlipidemia primer dibagi dalam dua kelompok besar :
a. Hiperlipoproteinemia monogenik karena kelainan gen tunggal yang diturunkan.
Sifat penurunan ini mengikuti hukum Mendel;
b. Hiperlipoproteinemia poligenik/multifaktorial. Kadar kolesterol pada kelompok
ini ditentukan oleh gabungan faktor-faktor genetik dengan faktor lingkungan
(Suyatna, 2007).
2. Hiperlipidemia Sekunder
Kejadian hiperlipidemia sekunder kira-kira 40% dari seluruh kasus hiperlipidemia.
Hiperlipidemia adalah terjadinya peningkatan kadar lemak yang disebabkan antara
lain oleh kondisi penyakit dan penggunaan obat-obat tertentu (Suyatna, 2007).
Gambar 2.1. Penyebab Hiperlipoproteinemia Primer (genetik)
(Dipiro et al., 2008)
Gambar 2.2. Penyebab Hiperlipoproteinemia Sekunder (Gangguan Metabolisme)
(Dipiro et al., 2008).
Hiperlipoproteinemia dibedakan atas lima macam berdasarkan jenis lipoprotein
yang meningkat. Hiperlipidemia ini mungkin primer atau sekunder akibat diet, penyakit
atau pemberian obat. (Departemen farmakologi dan Terapeutik, 2007).
a) Hiperlipoproteinemia tipe I
Disebut juga hiperkilomikronemia familial, merupakan penyakit keturunan
yang jarang terjadi dan ditemukan pada saat lahir. Dimana tubuh penderita tidak
mampu membuang kilomikron dari dalam darah. Anak-anak dan dewasa muda
dengan kelainan ini mengalami serangan berulang dari nyeri perut. Hati dan limpa
membesar, pada kulitnya terdapat pertumbuhan lemak berwarna kuning-pink
(xantoma eruptif). Pemeriksaan darah menunjukkan kadar trigliserida yang sangat
tinggi. Penyakit ini tidak menyebabkan terjadi aterosklerosis tetapi bisa menyebabkan
pankreatitis, yang bisa berakibat fatal. Penderita diharuskan menghindari semua jenis
lemak (baik lemah jenuh, lemak tak jenuh maupun lemak tak jenuh ganda).
b) Hiperlipoproteinemia tipe II
Disebut juga hiperkolesterolemia familial, merupakan suatu penyakit
keturunan yang mempercepat terjadinya aterosklerosis dan kematian dini, biasanya
karena serangan jantung. Kadar kolesterol LDLnya tinggi. Endapan lemak
membentuk pertumbuhan xantoma di dalam tendon dan kulit. 1 di antara 6 pria
penderita penyakit ini mengalami serangan jantung pada usia 40 tahun dan 2 diantara
3 pria penderita penyakit ini mengalami serangan jantung pada usia 60 tahun.
Penderita wanita juga memiliki resiko, tetapi terjadinya lebih lambat. 1 dari 2 wanita
penderita penyakit ini akan mengalami serangan jantung pada usia 55 tahun. Orang
yang memiliki 2 gen dari penyakit ini (jarang terjadi) bisa memiliki kadar kolesterol
total sampai 500-1200 mg/dL dan seringkali meninggal karena penyakit arteri koroner
pada masa kanak-kanak. Tujuan pengobatan adalah untuk menghindari faktor resiko,
seperti merokok, dan obesitas, serta mengurangi kadar kolesterol darah dengan
mengkonsumsi obat-obatan. Penderita diharuskan menjalani diet rendah lemak atau
tanpa lemak, terutama lemak jenuh dan kolesterol serta melakukan olah raga secara
teratur. Menambahkan bekatul gandum pada makanan akan membantu mengikat
lemak di usus. Seringkali diperlukan obat penurun lemak.
Tipe IIA (Hiperkilomikronemia familial)
Peningkatan LDL dengan kadar VLDL normal karena penghambatan dalam degradasi
LDL, sehingga terdapat peningkatan kolesterol serum tetapi triasilgliserol normal. Ini
disebabkan oleh berkurangnya reseptor LDL normal.. Pengobatan untuk
hiperlipidemia tipe IIA ini yaitu dengan diet rendah kolesterol dan lemak jenuh.
Untuk heterozigot dapt diterapi dengan kolestipol atau kolestiramin dan levostatin
atau mevastatin. Untuk homozigot sama seperti heterozigot tetapi dengan
penambahan niasin.
Tipe IIB (Hiperlipidemia kombinasi familial)
Tipe ini sama dengan tipe IIA kecuali adanya peningkatan VLDL, menyebabkan
triasilgliserol serum dan kolesterol meningkat. Yang disebabkan karena produksi
VLDL oleh hati berlebihan. Pengobatan untuk hiperlipidemia tipe IIA ini yaitu
dengan pembatasan kolseterol dan lemak jenuh dalam diet serta alkohol. Terapi obat
sama dengan IIA kecuali heterozigot juga menerima niasin.
c) Hiperlipoproteinemia tipe III
Merupakan penyakit keturunan yang jarang terjadi, yang menyebabkan
tingginya kadar kolesterol VLDL dan trigliserida. Pada penderita pria, tampak
pertumbuhan lemak di kulit pada masa dewasa awal. Pada penderita wanita,
pertumbuhan lemak ini baru muncul 10-15 tahun kemudian. Baik pada pria maupun
wanita, jika penderitanya mengalami obesitas, maka pertumbuhan lemak akan muncul
lebih awal. Pada usia pertengahan, aterosklerosis seringkali menyumbat arteri dan
mengurangi aliran darah ke tungkai.
Pemeriksaan darah menunjukkan tingginya kadar kolesterol total dan
trigliserida. Kolesterol terutama terdiri dari VLDL. Penderita seringkali mengalami
diabetes ringan dan peningkatan kadar asam urat dalam darah. Pengobatannya
meliputi pencapaian dan pemeliharaan berat badan ideal serta mengurangi asupan
kolesterol dan lemak jenuh. Biasanya diperlukan obat penurun kadar lemak. Kadar
lemak hampir selalu dapat diturunkan sampai normal, sehingga memperlambat
terjadinya aterosklerosis
d) Hiperlipoproteinamia tipe IV
Merupakan penyakit umum yang sering menyerang beberapa anggota keluarga
dan menyebabkan tingginya kadar trigliserida. Penyakit ini bisa meningkatkan resiko
terjadinya aterosklerosis. Penderita seringkali mengalami kelebihan berat badan dan
diabetes ringan. Penderita dianjurkan untuk mengurangi berat badan, mengendalikan
diabetes dan menghindari alkohol. Bisa diberikan obat penurun kadar lemak darah.
e) Hiperlipoproteinamia tipe V
Merupakan penyakit keturunan yang jarang terjadi, dimana tubuh tidak
mampu memetabolisme dan membuang kelebihan trigliserida sebagaimana mestinya.
Selain diturunkan, penyakit ini juga bisa terjadi akibat dari penyalahgunaan alkohol,
diabetes yang tidak terkontrol dengan baik, gagal ginjal dan makan setelah menjalani
puasa selama beberapa waktu (UPT-Balai Informasi Teknologi LIPI, 2009)
III. PATOFISIOLOGI
Terdapat 4 jenis utama lipoprotein, yaitu :
Kilomikron
VLDL (Very Low Density Lipoproteins)
LDL (Low Density Lipoproteins)
HDL (High Density Lipoproteins) (Katzung, 2002).
Tidak semua kolesterol meningkatkan resiko terjadinya penyakit jantung.
Kolesterol yang dibawa oleh LDL (disebut juga kolesterol jahat) menyebabkan
meningkatnya resiko penyakit jantung, sedangkan kolesterol yang dibawa oleh HDL
(disebut juga kolesterol baik) menyebabkan menurunnya resiko penyakit jantung dan
menguntungkan. Idealnya, kadar kolesterol LDL tidak boleh lebih dari 130 mg/dL dan
kadar kolesterol HDL tidak boleh kurang dari 40 mg/dL. Kadar HDL harus meliputi lebih
dari 25 % dari kadar kolesterol total (Neal, 2006).
Transport dan metabolisme lipoprotein pada orang normal
Sebagai plasma lipid yang terbesar, kolesterol dan trigliserida merupakan substrat
esensial untuk pembentukan membran sel dan sintesis hormon. Kolesterol dan trigliserida
merupkan sumber dari asam lemak bebas. Dislipidemia dapat diartikan sebagai
peningkatan kadar total kolesterol, LDL-C, atau kadar trigliserida, kadar HDL-C yang
rendah, atau kombinasi dari keadaan-keadaan tersebut. Lemak bersifat tidak larut dalam
air sehingga lemak diedarkan dalam darah sebagai lipoprotein. Hiperlipoprteinemia
diartikan sebagai peningkatan konsentrasi makromolekul lipoprotein yang mentranspor
lipid dalam plasma. Gambar2.3. komposisi lipoprotein yang di isolasi dari subyek normal
(Dipiro et al., 2005).
1) Kilomikron. Lipoprotein dengan berat molekul terbesar ini lebih dari 80%
komponennya terdiri dari trigliserida dan kurang dari 5% kolesterol ester. Kilomikron
membawa trigliserida dari makanan ke jaringan lemak dan otot rangka, juga
membawa kolesterol makanan ke hati.
2) Lipoprotein Densitas Sangat Rendah (VLDL). Lipoprotein ini terdiri dari 60%
trigliserida (endogen) dan 10-15% kolesterol. VLDL disekresi oleh hati untuk
mengangkut trigliserida ke jaringan perifer. Trigliserida VLDL dihidrolisis oleh LPL
menghasilkan asam lemak bebas untuk disimpan dalam jaringan adiposa dan bahan
oksidasi di jantung dan otot skelet.
3) Lipoprotein Densitas Sedang (IDL). IDL ini kurang mengandung trigliserida (30%),
lebih banyak kolesterol (20%) dan relatif lebih banyak mengandung apoprotein B dan
E. IDL adalah zat perantara yang terjadi sewaktu VLDL dikatabolisme menjadi LDL,
tidak terdapat dalam kadar yang besar kecuali bila terjadi hambatan konversi lebih
lanjut. Bila terdapat dalam jumlah yang banyak IDL akan terlihat sebagai kekeruhan
dalam plasma yang didinginkan meskipun ultra sentrifugasi perlu dilakukan untuk
memastikan adanya IDL.
4) Lipoprotein Densitas Rendah (LDL). LDL merupakan lipoprotein pengangkut
kolesterol terbesar pada manusia (70% total). Partikel LDL mengandung trigliserida
sebanyak 10% dan kolesterol 50%.
5) Lipoprotein Densitas Tinggi (HDL). HDL dapat disubklasifikasikan kedalam HDL1,
HDL2, HDL3 dan berdasarkan kandungan Apo A-I dan Apo A-II nya. Metabolisme
HDL kompleks dan terdapat petunjuk bahwa Apo A-I plasma yang merupakan
apoprotein utama HDL merupakan inverse predictor untuk resiko penyakit jantung
koroner yang lebih baik daripada kadar HDL (Suyatna, 2007).
Lipid darah diangkut dengan dua cara yaitu jalur eksogen dan jalur endogen.
a. Jalur Eksogen
Trigliserida dan kolesterol yang berasal dari makanan dalam usus dikemas
sebagai kilomikron. Kilomikron ini akan diangkut dalam saluran limfe lalu kedalam
darah via duktus torasikus. Di dalam jaringan lemak, trigliserida dalam kilomikron
mengalami hidrolisis oleh lipoprotein lipase yang terdapat pada permukaan sel
endotel. Akibat hidrolisis ini maka akan terbentuk asam lemak dan kilomikron
remnan. Kilomikron remnan adalah kilomikron yang telah dihilangkan sebagian besar
trigliseridanya sehingga ukurannya mengecil tetapi jumlah ester kolesterol tetap.
Asam lemak bebas akan menembus endotel dan masuk kedalam jaringan lemak atau
sel otot untuk diubah menjadi trigliserida kembali (cadangan) atau dioksidasi (energi)
(Suyatna, 2007).
b. Jalur Endogen
Trigliserida dan kolesterol yang disintesis oleh hati diangkut secara endogen
dalam bentuk VLDL kaya trigliserida dan mengalami hidrolisis dalam sirkulasi oleh
lipoprotein lipase yang juga menghidrolisis kilomikron menjadi partikel lipoprotein
yang lebih kecil yaitu IDL dan LDL. LDL merupakan lipoprotein yang mengandung
kolesterol paling banyak (60-70%). LDL mengalami katabolisme melalui reseptor dan
jalur non reseptor. Jalur katabolisme reseptor dapat ditekan oleh produksi kolesterol
endogen (Suyatna, 2007).
Gambar 2.4. Jalur Transport Lipid (Dipiro et al., 2005).
Peningkatan trigliserida, kolesterol LDL, dan kolesterol total dalam darah
berhubungan dengan perkembangan penyakit jantung koroner (PJK). Kelainan patologi
pada hiperlipidemia terutama diakibatkan oleh lesi aterosklerosis, disfungsi endothelium,
respon inflamasi, faktor genetik, dan pengikatan LDL secara normal.
Lesi aterosklerosis
Lesi aterosklerosis diduga berkembang dari transport dan retensi LDL plasma melalui
lapisan sel endothelial ke dalam matriks ekstraselular daerah subendotelial. Pada
dinding arteri, LDL dimodifikasi secara kimia melalui proses oksidasi dan glikasi
nonenzimatik. Perlahan-lahan LDL teroksidasi menarik monosit ke dalam dinding
arteri. Monosit-monosit ini akan berubah menjadi makrofag yang mempercepat
oksidasi LDL.
Disfungsi endotelium
Hipotesis respon terhadap luka menyatakan bahwa factor resiko seperti LDL
teroksidasi, luka mekanis terhadap endothelium, peningkatan homosistein, serangan
fungsi imunologi, atau induksi infeksi yang menginduksi perubahan dalam endothelial
dan fungsi intima membawa kepada disfungsi endothelium dan serangkaian interaksi
seluler yang lama kelamaan memuncak menjadi aterosklerosis. Gejala klinis yang
dapat muncul adalah angina, infark miokard, aritmia, stroke, penyakit arteri perifer,
aneurisme pada aorta serta abdomen dan kematian mendadak.
Respon inflamasi
LDL teroksidasi mempengaruhi respon inflamasi yang dimediasi oleh beberapa zat
kimia penarik dan sitokin, misalnya Monosite Colony Stimulating Factor (MCSF),
melekul adhesi intraselular, Platelet Degeneration Growth Factor (PDGF),
Transformation Growth Factor (TGF), IL-1, dan IL-6. Luka yang berulang dan
perbaikan plak aterosklerosis akhirnya akan mengarah kepada perlindungan fibrous
cap yang didasari oleh inti lipid, kolagen, kalsium, dan sel inflamatori seperti limfosit
T. Pemeliharaan fibrous plaque sangat penting untuk mencegah hancurnya plak dan
diikuti oleh trombosit koronari.
Faktor genetik
Kerusakan primer pada hiperkolesterol familial adalah ketidak mampuan pengikatan
LDL terhadap reseptor LDL (LDL-R) atau kerusakan pencernaan kompleks LDL-R
ke dalam sel setelah pengikatan normal. Hal ini mengarah pada kurangnya degradasi
LDL oleh sel dan tidak teraturnya biosintesis kolesterol, dengan jumlah kolesterol
total dan LDL tidak seimbang dengan berkurangnya reseptor LDL.
(Dipiro et al., 2005)
IV. MANIFESTASI KLINIK
Hiperlipidemia tidak memberikan tanda-tanda klinis, namun terdapat gejala yang nyata
yang disebut xantoma yaitu penumpukan jaringan lemak di dalam tendo (urat daging) dan di
dalam kulit yang sering dijumpai antara lain di lipatan kelopak mata. Jika kadar kolesterol
tidak terkontrol lama kelamaan akan menumpuk, menjadi aterosklerosis dan penyakit jantung
koroner. Gejala hiperlipidemia diantaranya yaitu merasa sakit, berdebar, berkeringat, gelisah,
bernafas pendek, kehilangan kesadaran atau sulit dalam berbicara atau bergerak, sakit
abnominal, dan kematian secara mendadak. Pasien yang terkena sindrom metabolisme
kemungkinan memiliki tiga atau lebih komplikasi, yaitu obesitas abdominal, atherogenic
dyslipidemia, tekanan darah tinggi, resistensi insulin (dengan atau tanpa intoleransi glukosa),
keadaan prothrombotic, atau keadaan proinflammatory (Dipiro et al,. 2008).
Hiperkolesterolemia familial dijelaskan dengan peningkatan selektif LDL plasma dan
perubahan penyimpanan turunan kolesterol LDL pada tendon (xantoma) dan arteri (ateroma)
(Sukandar et al., 2008).
Defisiensi lipoprotein lipase famial dijelaskan dengan akumulasi masif kilomikron dan
berhubungan dengan meningkatnya trigliserida plasma atau pola lipoprotein tipe I
(peningkatan kilomikron). Gejala yang muncul termasuk serangan berulang pankreatitis dan
nyeri abdominal, munculnya xantomatosis kutaneus, dan hepatosplenomegali yang diawali
sejak kecil. Gejala buruk proporsional dengan asupan lemak dalam makanan dan
mengakibatkan peningkatan kilomikron. Pembentukan aterosklerosis tidak dipercepat dengan
penyakit ini (Sukandar et al., 2008).
Gejala klinis pasien dengan hiperlipoprotein familial tipe III (peningkatan IDL atau
Intermediate Density Lipoprotein) berkembang setelah umur 20 tahun yaitu xantoma striata
palmaris (perubahan warna menjadi kuning pada palma dan berkerutnya digital); tuberosa
xantoma (bulbus kutaneus xantoma); dan ateroslerosis parah yang melibatkan arteri koroner,
karotid internal, dan aorta abdominal (Sukandar et al., 2008).
Hiperlipoproteinemia tipe IV (peningkatan VLDL) umum dan terutama terjadi pada
pasien obesitas, diabetes, dan hiperurisemia dan tidak memiliki xantoma. Kondisi senkunder
bisa terjadi pada peminum alkohol dan diperburuk dengan stres, propestin, kontrasepsi oral,
thiazid, atau β bloker (Sukandar et al., 2008).
Tipe V (peningkatan VLDL dan kilomikron) dijelaskan dengan nyeri abdominal,
pankreatitis, munculnya xantoma, dan polineuropathy perifer. Pasien-pasien ini biasanya
obesitas, hiperurisemnia, dan diabetes; peminum alkohol, eksogenus estrogen, dan gagal
ginjal dapat memperburuk faktor yang telah ada. Resiko aterosklerosis meningkat dengan
penyakit tipe ini (Sukandar et al., 2008).
V. DIAGNOSIS
Hiperlipidemia umumnya tidak memiliki gejala. Skrining dilakukan dengan tes darah
sederhana untuk mengukur kadar kolesterol dan trigliserida. Berdasarkan National Cholestrol
Education Program Guidelines, orang dewasa yang sehat harus disaring setiap lima tahun
sekali dimulai pada usia 20. Jika Anda memiliki riwayat keluarga dengan kolesterol tinggi
atau faktor risiko lain Anda mungkin perlu lebih awal atau skrining lebih sering (Robert,
2005).
Anamnese
Evaluasi riwayat hidup pasien meliputi umur, jenis kelamin, dan status menstrual dan
jika wanita diperhatikan status menstrual dan estrogennya (Sukandar et al., 2008).
Pemeriksaan Fisik
Riwayat hidup lengkap dan pemeriksaan fisik harus menggambarkan (Sukandar et al.,
2008) :
1. Ada atau tidaknya faktor resiko penyakit jantung atau menjelaskan penyakit jantung
dalam perseorangan.
2. Sejarah keluarga penyakit jantung prematur atau gangguan lipid.
3. Ada atau tidaknya faktor sekunder hiperlipidemia, termasuk pengobatan bersamaan.
4. Ada atau tidaknya xantoma, nyeri abdominal, atau sejarah pakreatitis, penyakit ginjal
atau hati, penyakit pembuluh darah perifer, aneurisme aortik abdominal, atau penyakit
pembuluh darah perifer, aneurisme aortik abdominal, atau penyakit pembuluh darah
otak (bruits karotid, stroke, serangan iskemik, transient).
Pemeriksaan laboratorium
1. Jenis pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis hiperlipidemia adalah (Judajana,
2011) :
Kolesterol total
Kolesterol HDL
Kolesterol LDL-Direk,
Trigliserida
ApoB
Lp(a)
2. Pemeriksaan penyaring dianjurkan pada semua orang dewasa berumur lebih dari 45
tahun. Pemeriksaan penyaring meliputi kadar kolesterol total dan trigliserida. Bila
hasilnya normal, maka dianjurkan pemeriksaan ulang setiap lima tahun. Bila hasilnya
abnormal diperlukan pemeriksaan profil lipid lengkap yang meliputi kolesterol Total,
LDL-C, HDL-C dan trigliserida serta kadar glukosa darah. Pemeriksaan profil
lengkap harus dijalankan sedini mungkin pada mereka yang beresiko tinggi terkena
atherosclerosis (Judajana, 2011).
3. Dilakukan pemeriksaan darah untuk mengukur kadar kolesterol total. Profil lipoprotein
puasa termasuk kolesterol total, LDL, HDL, dan trigliserida seharusnya diukur pada
semua orang dewasa berumur 20 tahun atau lebih, setidaknya setiap 5 tahun sekali.
4. Beberapa persyaratan untuk pengambilan bahan (darah) agar hasilnya mencerminkan
keadaan yang sebenarnya dan dapat dibandingkan dari waktu ke waktu (pada
pengobatan) (Judajana, 2011):
a. Untuk mengukur kadar kolesterol LDL, HDL dan trigliserida, sebaiknya penderita
berpuasa dulu minimal selama 12 jam. Hal ini dikarenakan trigliserida dapat
meningkat pada seseorang yang tidak puasa.
b. Dianjurkan selama 2 minggu sebelumnya tidak makan obat yang mempengaruhi
kadar lipid.
c. Tidak ada perubahan berat badan.
d. Sekurang kurangnya 3 bulan sebelumnya tidak sakit berat, infark miokard atau
operasi .
e. Serum segera dipisahkan atau bila dipakai plasma maka digunakan antikoagulan
EDTA.
f. Pemeriksaan dilakukan sebanyak dua kali, 1 sampai 8 minggu secara terpisah,
dengan pasien dalam kondisi asupan makanan yang stabil dan tidak memiliki
penyakit akut, dianjurkan untuk meminimalisir keragaman sehingga didapatkan
data dasar yang akurat. Jika kolesterol total lebih besar dari 200 mg/dl,
pemeriksaan kedua dianjurkan untuk dilakukan (Katzung, 2002).
g. Jika pemeriksaan fisik dan evaluasi riwayat hidup tidak cukup untuk
mendiagnosis penyakit familial, maka dilakukan uji elektroforesis lipoprotein gel-
agarosa yang berguna untuk menentukan tipe mana yang mempengaruhi
lipoprotein (Katzung, 2002).
h. Diagnosis defisiensi lipoprotein lipase berdasarkan kurang atau hilangnya
aktivitas enzim pada plasma normal manusia atau apolipoprotein C-II yang
merupakan kofaktor enzim (Katzung, 2002).
i. Kelainan metabolisme lemak sebenarnya merupakan hasil interaksi berbagai/
banyak faktor, dan memerlukan beberapa jenis pemeriksaan laboratorium lainnya
untuk melengkapi yaitu Small Dense LDL, Lipoproteinn A (Lpa), Apolipoprotein
A1, Apolipoprotein A2, Apolipoprotein B
j. Tes diagnostik lain, meliputi : Lipoprotein (a), homosistein, serum amiloid a, dan
LDL tebal/padat (pola B). Berbagai skrining tes untuk manifestasi dari penyakit
pembuluh (index mata kaki berkenaan dengan lengan, latihan pengujian, Magnetis
Resonansi Imaging) dan diabetes (glukosa puasa, uji toleransi glukosa oral).
VI. PENANGANAN FARMAKOLOGIS DAN NON FARMAKOLOGIS
Penanganan farmakologi hiperlipidemia berdasarkan dipiro :
1. Terapi farmakologis
a. Asam Fibrat
Klofibrat ditemukan peningkatan angka mortalitas. Derivat asam fibrat yang
masih digunakan saat ini adalah gemfibrozil, fenofibrat, dan bezafibrat. Obat
ini diduga bekerja dengan cara berikatan dengan resptor peroxisome proliferator-
activated receptors alpha (PPARa) dengan peningkatan oksidasi asam lemak,
sintesis LPL dan penurunan ekspresi Apo C-III. Peninggian kadar LPL
meningkatkan klirens lipoprotein yang kaya trigliserida. Penurunan produksi Apo
C-III hati akan menurunkan VLDL. HDL meningkat secara moderat karena
peningkatan ekspresi Apo A-I dan Apo A-II (Departemen Farmakologi dan
Terapeutik. 2007).
Resorpsinya dari usus lambat tetapi lengkap, di dalam hati segera dihidrolisa
menjadi metabolit aktif. Ekskresinya berlangsung melalui kemih sebagai
glukuronida.
Efek samping berupa gangguan (sementara) saluran cerna, kadang kala nyeri
kepala, kantuk, eksantema, timulasi nafsu makan, rambut rontok, dan impotensi.
Interaksi. Efek derivat kumarin diperkuat, begitu pula efek furosemida dan
antidiabetika oral berdasarkan pendesakan dari ikatan proteinnya.
Dosis. Permulaan 500 mg sehari, berangsur-angsur dinaikkan sampai 3-4 dd
500 mg d.c./p.c. (Tjay, 2010).
b. Resin (damar pengikat asam empedu)
Contohnya adalah kolestiramin dan kolestipol. Resin menurunkan kadar
kolesterol dengan mengikat asam empedu dalam saluran cerna, mengganggu
sirkulasi enterohepatik sehingga ekskresi steroid yang bersifat asam dalam tinja
mengikat. Resin menyebabkan penurunan kolesterol dalam hati. Hal ini
meningkatkan katabolisme LDL dan meningkatkan aktivitas HMG CoA
reduktase. Peningkatan aktivitas HMG CoA akan mengurangi efek penurunan
kolesterol oleh resin. Oleh karena itu efek resin akan meningkat bila diberikan
bersama penghambat HMG CoA reduktase.
Efek samping tersering ialah mual, muntah dan konstipasi yang berkurang
setelah beberapa waktu. Akibat gangguan absorpsi lemak atau steatore dapat
terjadi gangguan absorpsi vitamin A, D, dan K serta hipoprotrombinemia. Obat ini
mengganggu absorpsi klorotiazid, furosemid, propanolol, statin, tiroksin, digitalis,
besi, fenilbutason dan warfarin sehingga obat-obat ini harus diberikan 1 jam
sebelum atau 4 jam setelah pemberian kolestiramin. Pemberian bersam
antikoagulan harus dilakukan dengan hati-hati karena dapat terjadi perpanjangan
masa protrombin.
Dosis kolestiramin dan kolestipol yang dianjurkan adalah 12-16 g sehari
dibagi 2-4 bagian dan dapat ditingkatkan sampai maksimum 3 kali 8 g
(Departemen Farmakologi dan Terapeutik. 2007).
c. Penghambat HMG CoA Reduktase (Statin)
Contoh senyawa golongan ini adalah lovastatin, simvastatin, pravastatin,
atorvastatin dan rosuvastatin.Senyawa penghambat HMG CoA redukatase ini
berdaya menurunkan sintesa kolesterol endogen dalam hati dengan demikian
terjadi penurunank kolesterol total dengan kuat, LDL, TG dan VLDL lebih ringan,
sedangkan HDL dinaikkan. Dapat dikombinasikan dengan damar untuk
pengobatan hiperlipidemia yang parah. Statin juga berkhasiat untuk antitrombotis,
anti-aritmia dan antiradang dengan jalan menghambat sitokin-sitokin tertentu.
Efek samping umumnya ringan, antara lain nyeri otot reversibel yang
adakalanya menjadi gangguan otot parah yang disebut (statin-induced)
rhabdomiolysis. Cerivastatin telah ditarik dari pasaran karena kombinasi dengan
gemfibrozil menimbulkan efek samping fatal ini. Efek samping yang sering terjadi
adalah rasa letih dan nyeri otot karena berkurangnya kada koenzim Q10 yang
pembentukannya dirintangi oleh statin. Wanita hamil tidak boleh
menggunakannya karena statis berdaya teratogen, lagipula kolesterol mutlak
dibutuhkan bagi perkembangan janin.
Lovastatin dimulai dari dosis 20 mg sampai 80 mg per hari, pravastatin 10-80
mg/hari, simvastatin 5-80 mg/hari, fluvastatin 20-80 mg/hari, atorvastatin 10-80
mg/hari dan rosuvastatin 10-40 mg/hari (Tjay, 2010).
d. Asam Nikotinat
Contohnya adalah niasin, acipimox. Pada jaringan lemak, asam nikotinat
menghambat hidrolisis trigliserida oleh hormone-sensitive lipase, sehingga
mengurangi transport asam lemak bebas ke hati dan mengurangi transport asma
lemak bebas ke hati dan mengurangi sintesis trigliserida hati. Hal ini akan
menurunkan kadar VLDL dan LDL.
Efek samping yang paling mengganggu adalah gatal dan kemerahan kulit di
daerah wajah dan tengkuk. Efek yang bahaya adalah gangguan fungsi hati ditandai
kadar fosfatase alkali meningkat. Efek lain adalah gangguan saluran cerna.
Asam nikotinat biasanya diberikan per oral 2-6 g sehari terbagi dalam 3 dosis
bersama makanan, mula-mula dalam dosis rendah (3 kali 100-200 mg sehari) lalu
dinaikkan setelah 1-3 minggu (Departemen Farmakologi dan Terapeutik. 2007)
e. Probukol
Probukol dianggap sebagai obat pilihan kedua pada pengobatan
hiperkolesterolemia dengan peninggian LDL. Obat ini menurunkan kadar LDL
dan HDL tanpa perubahan kadar trigliserida. Efek penurunan kadar LDL obat ini
kurang kuat dibandingkan resin. Pemberian bersama resin meningkatkan efek
hipolipidemiknya. Probukol menimbulka konsistensi tinja yang lunak sehingga
memperbaiki efek samping resin yang menimbulkan konstipasi. Kombinasi
probukol dengan klofibrat tidak boleh dilakukan karena kadar HDL akan lebih
rendah.
Efek samping. Reaksi yang sering terjadi berupa gangguan gastrointestinal
ringan (diare, flatus, nyeri perut dan mual). Kadang-kadang terjadi eosinofilia,
parestesia dan edema angioneurotik. Pada wanita yang merencanakan hamil
dianjurkan agar menghentikan probukol 6 bulan sebelumnya.
Dosis. Dosis dewasa 250-500 mg sebaiknya ditelan bersama makanan, 2 kali
sehari. Biasanya dikombinasi dengan obat hipolipidemik yang lain (resin atau
penghambat HMG CoA reduktase) (Departemen Farmakologi dan Terapeutik.
2007).
f. Lain-lain:
- Penghambat absorpsi: ezetimibe menghambat absorpsi sitosterol dan
kolesterol dalam usus. Obat ini efektif menurunkan LDL dan kolesterol total.
Pemberian bersama fibrat meningkatkan kadar ezetimibe dalam plasma.
Sebaliknya bila diberikan bersama kolestiramin, kadar ezetimibe dalam
plasma menurun. Dosis obat berkisar 5-10 mg/hari, diberikan sekali sehari
(Departemen Farmakologi dan Terapeutik. 2007).
- Neomisin sulfat. Neomisin sulfat diberikan per oral dapat menurunkan kadar
kolesterol dengan cara mirip resin yaitu membentuk kompleks tidak larut
dalam asam empedu. Efek penurunan kolesterol neomisin bersifat sedang,
tidak mengubah kadar trigliserida. Obat ini diberikan tunggal atau bersama
dengan obat lain. Efek samping meliputi gangguan cerna, ototoksisitas,
nefrotoksisitas (terutama pada pasien gangguan fungsi ginjal), ggangguan
absorpsi obat lain (digoksin), dsb (Departemen Farmakologi dan Terapeutik.
2007).
- Beta sitosterol. Beta sitosterol adalah gabungan sterol tanaman yang tidak
diabsorpsi saluran cerna manusia. Mekanisme kerja diduga menghambat
absorpsi kolesterol eksogen dan diindikasikan hanya untuk pasien
hiperkolesterolemia poligenik yang amat sensitif dengan penambahan
kolesterol dari luar (makanan). Efek samping berupa laksatif, mual dan
muntah. Dosis dianjurkan berkisar 3-6 g/hari (Departemen Farmakologi dan
Terapeutik. 2007).
- Serat nabati yang terdiri dari polisakarida yang tidak dapat dicerna oleh flora
usus dan tidak diserap (selulosa, hemiselulosa, lignin, pektin, dan jenis
gom). Banyak terdapat di dinding sel dari jenis gandum, sayuran dan buah-
buahan. Berkhasiat antilipemis karena menyerap asam empedu, yang
dikeluarkan lewat tinja. Tanpa asam ini resorpsi kolesterol (dan lipida lainnya)
sangat berkurang, hingga kadarnya dalam plasma menurun (Tjay, 2010).
2. Terapi non farmakologis
a. Pengaturan diet
1. Kurangi pemasukan lemak (sampai k.l. 30% dari energi total) antara lain
kurangi asupan produk-produk dairy dan daging (sosis, kornet) yang
merupakan sumber utama lemak jenuh untuk digantikan dengan ikan dan
unggas.
2. Substitusi minyak jenuh dengan minyak mono/poly-unsaturated (minyak
olive, kembang mataharo, jagung atau kedele);
3. Kurangi asupan kolesterol dengan menghindari a.l jeroan, hati, otak, dll.
4. Tingkatkan asupan serat, misalnya sayuran, buah-buahan, sereal murni, dll.
5. Kurangi asupan alkohol, karena bila berlebihan merupakan sebab penting dari
hiperlipidemia sekunder dan mengakibatkan parahnya gangguan primer;
6. Gunakan makanan yang mengandung ester stanol. Stanol tumbuhan, seperti
margarin khusus (Benecol), mengurangai absorpsi kolesterol dari saluran
cerna. Mekanismenya adalah stanol menempati titik-titik dalam misel yang
mengantar lipid ke sel-sel mukosa lambung-usus (Tjay, 2010).
b. Menghilangkan faktor resiko
1. Menghentikan rokok
2. Olahraga cukup
3. Kurangi berat badan. Obesitas yang sendirinya sudah merupakan faktor risiko
gangguan kardiovaskuler, juga mengakibatkan lebih parahnya gangguan
hiperlipidemia.
4. Pengawasan kadar gula darah pada pasien diabetes
5. Mengobati hipertensi (Tjay, 2010).
Diabetes Melitus
Definisi Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus (DM) merupakan kelainan kronik pada metabolisme karbohidrat, lemak
dan protein sehingga mengakibatkan gangguan pada sekresi insulin, sensitivitas insulin atau
keduanya. Diabetes mellitus ditandai dengan adanya hiperglikemia dan berhubungan dengan
kerusakan berbagai sistem tubuh, khususnya sistem saraf dan pembuluh darah (WHO, 2007;
Kumar, 2005; Dipiro et al, 2005).
Gejala Diabetes Mellitus
Gejala yang khas pada diabetes mellitus dapat berupa poliuria (sering buang air kecil
terutama di malam hari), polidipsia (rasa haus dan berlangsung lama), polifagia (makan yang
berlebihan) dan penurunan berat badan secara drastis tanpa sebab yang jelas (PERKENI,
2006). Gejala lainnya dapat berupa lemah badan (cepat lelah), kesemutan, mata kabur,
infeksi, gatal (teutama di daerah genital), disfungsi ereksi (pada pria) (PERKENI, 2006;
Medicastore, 2007).
Faktor Risiko Diabetes Mellitus
Pemeriksaan penyaring atau skrining dilakukan pada kelompok dengan faktor risiko
diabetes mellitus sebagai berikut: (PERKENI, 2006)
Usia ≥ 45 tahun
Obesitas (Indeks Massa Tubuh > 23 kg/m2 )
Riwayat keluarga diabetes mellitus
Riwayat melahirkan bayi dengan berat badan > 4000 gram (4 kg), atau riwayat diabetes
gestasional
Hipertensi (≥ 140/90 mmHg)
Kolesterol (HDL ≤ 35 mg/dL dan atau trigliserida ≥ 250 mg/dL)
Riwayat penyakit jantung
Orang yang sebelumnya dinyatakan sebagai TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) atau
GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu)
Penyebab Diabetes Mellitus
Di era globalisasi seperti saat ini, banyak hal-hal baru yang diduga sebagai pemicu
diabetes mellitus, diantaranya adalah perubahan gaya hidup yang tidak sehat. Banyaknya
jaringan restoran cepat saji (fast food) yang ada di masyarakat dewasa ini mengandung
banyak lemak, yang jika tidak dikendalikan dengan baik dapat menyebabkan penyakit pada
tubuh. Selain fast food, juga banyak beredar minuman ringan (soft drink) dengan kadar gula
yang tinggi.
Selain penyebab yang telah disebutkan di atas, ada faktor-faktor lain yang dapat
menyebabkan diabetes, antara lain :
Usia
Semakin bertambah usia semakin tinggi risiko diabetes. Mengingat bahwa manusia
mengalami perubahan fisiologis setelah usia 40 tahun. Diabetes sering muncul setelah
seseorang memasuki usia tersebut, karena menurunnya fungsi fisiologis akibat dari
bertambahnya usia, ditambah lagi pada mereka yang berat badannya berlebih.
Stres
Stres cenderung membuat seseorang mencari makanan yang manis dan berlemak tinggi
untuk meningkatkan kadar serotonin otak. Dimana seretonin memiliki efek penenang
sementara, yang berguna untuk meredakan stres. Salah satu efek dari meningkatnya kadar
serotonin adalah peningkatan pada nafsu makan. Sehingga penyebab diabetes bukanlah pada
serotonin yang dihasilkan, tetapi disebabkan karena gula dan lemak yang mereka makan.
Pola makan yang salah.
Pola makan yang minim hingga mengakibatkan kurang gizi atau pola makan yang
berlebih dan berakibat pada kelebihan berat badan sama-sama dapat meningkatkan risiko
diabetes. Hal ini dikarenakan kurang gizi (malnutrisi) dapat memperbesar risiko rusaknya
pankreas, sedangkan obesitas (berat badan berlebih) mengakibatkan gangguan pada kerja
insulin (retensi insulin). (Sustrani dkk, 2004)
Aktivitas fisik
Teknologi yang semakin maju mempermudah segala pekerjaan sehingga aktivitas fisik
semakin sedikit. Sedikitnya aktivitas ditambah dengan pola makan yang berlebihan dapat
meningkatkan risiko obesitas yang merupakan faktor risiko dari diabetes mellitus (Health
care, 2005).
Patogenesis Diabetes Mellitus
Insulin memegang peranan yang sangat penting dalam membawa glukosa ke dalam sel.
Insulin adalah suatu zat atau hormon yang dikeluarkan oleh sel beta di pulau-pulau
langerhans di pankreas. Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta diibaratkan sebuah anak kunci
yang dapat membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel, kemudian di dalam sel glukosa
itu dimetabolisme menjadi energi atau tenaga. Bila insulin tidak ada, maka glukosa tidak
dapat masuk sel sehingga glukosa akan tetap berada dalam pembuluh darah yang artinya
kadarnya dalam darah meningkat (hiperglikemik). (Soegondo dkk;2002; WHO, 2007; Greene
et al, 2003).
Klasifikasi Diabetes Mellitus
Berdasarkan PERKENI (2006), diabetes mellitus dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Diabetes Mellitus Tipe-1
Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut, yang disebabkan
oleh:
Autoimun
Idiopatik
2. Diabetes Mellitus Tipe-2
Penderita diabetes mellitus tipe-2 memiliki satu atau lebih keabnormalan di bawah ini,
antara lain:
Defisiensi insulin relatif: insulinyang disekresi oleh sel-β pankreas untuk memetabolisme
tidak mencukupi (Kumar et al, 2005).
Resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif (PERKENI, 2006).
Diabetes Mellitus Tipe Lain
Diabetes tipe ini dapat disebabkan karena beberapa hal, yaitu:
Defek genetik fungsi sel beta
Defek genetik kerja insulin
Penyakit eksokrin pankreas
Endokrinopati
Karena obat atau zat kimia
Infeksi
Sebab imunologi yang jarang
Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan diabetes melitus
4. Diabetes Mellitus Kehamilan
Diabetes mellitus kehamilan atau sering disebut dengan istilah Diabetes Mellitus
Gestasional (DMG) adalah suatu gangguan toleransi karbohidrat yang terjadi atau diketahui
pertama kali pada saat kehamilan sedang berlangsung. Faktor risiko diabetes tipe ini antara
lain obesitas, adanya riwayat DMG, gukosuria, adanya riwayat keluarga dengan diabetes,
abortus berulang, adanya riwayat melahirkan bayi dengan berat > 4 kg, dan adanya riwayat
preeklamsia. Penilaian adanya risiko diabetes melitus gestasional perlu dilakukan sejak
kunjungan pertama untuk pemeriksaan kehamilannya.
Diagnosis Diabetes Mellitus
Kriteria diagnosis menurut American Diabetes Association (2008):
1. Kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dL (7,0 mmol/L).
Puasa diartikan pasien tidak mendapatkan asupan kalori tambahan sedikitnya 8 jam.
2. Tampak gejala klasik diabetes melitus dan kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dL (11,1
mmol/L).
Gejala klasik diabetes mellitus termasuk poliuria, polidipsia dan penurunan berat badan
yang tidak dapat dijelaskan. Glukosa sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada
suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir.
3. Kadar glukosa darah 2 jam pada Tes Toleransi Glukosa Oral ≥ 200 mg/dL (11,1
mmol/L).
Tes Toleransi Glukosa Oral dilakukan dengan standar World Health Organization,
menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang
dilarutkan ke dalam air.
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau diabetes melitus, maka
dapat digolongkan ke dalam kelompok Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) atau Glukosa
Darah Puasa Terganggu (GDPT) tergantung dari hasil yang diperoleh.
TGT: glukosa darah plasma 2 jam setelah beban antara 140-199 mg/dL (7,8-11,0
mmol/L).
GDPT: glukosa darah puasa antara 100-125 mg/dL (5,6-6,9 mmol/L).
Komplikasi Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis yang membutuhkan pengobatan yang
terkontrol. Tanpa didukung oleh pengelolaan yang tepat, diabetes dapat menyebabkan
beberapa komplikasi (IDF, 2007). Komplikasi yang disebabkan dapat berupa:
1. Komplikasi Akut
a. Hipoglikemi
Hipoglikemi ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah hingga mencapai <60
mg/dL. Gejala hipoglikemia terdiri dari gejala adrenergik (berdebar, banyak keringat,
gemetar, rasa lapar) dan gejala neuro-glikopenik (pusing, gelisah, kesadaran menurun
sampai koma) (PERKENI, 2006).
b. Ketoasidosis diabetik
Keadaan ini berhubungan dengan defisiensi insulin, jumlah insulin yang terbatas
dalam tubuh menyebabkan glukosa tidak dapat digunakan sebagai sumber energi,
sehingga tubuh melakukan penyeimbangan dengan memetabolisme lemak. Hasil dari
metabolisme ini adalah asam lemak bebas dan senyawa keton. Akumulasi keton dalam
tubuh inilah yang menyebabkan terjadinya asidosis atau ketoasidosis (Gale, 2004).
Gejala klinisnya dapat berupa kesadaran menurun, nafas cepat dan dalam (kussmaul)
serta tanda-tanda dehidrasi. Selain itu, sesorang dikatakan mengalami ketoasidosis
diabetik jika hasil pemeriksaan laboratoriumnya:
Hiperglikemia (glukosa darah >250 mg/dL)
Na serum <140 meq/L
Asidosis metabolik (pH <7,3; bikarbonat <15 meq/L)
Ketosis (ketonemia dan atau ketonuria)
c. Hiperosmolar non ketotik
Riwayat penyakitnya sama dengan ketoasidosis diabetik, biasanya berusia >40 tahun.
Terdapat hiperglikemia disertai osmolaritas darah yang tinggi (>320).
2. Komplikasi Kronis (Menahun)
a. Makroangiopati:
1. Pembuluh darah jantung
2. Pembuluh darah tepi
3. Pembuluh darah otak
b. Mikroangiopati:
1. Pembuluh darah kapiler retina mata (retinopati diabetik)
2. Pembuluh darah kapiler ginjal (nefropati diabetik)
c. Neuropati
d. Komplikasi dengan mekanisme gabungan:
1. Rentan infeksi, contohnya tuberkolusis paru, infeksi saluran kemih, infeksi kulit
dan infeksi kaki.
2. Disfungsi ereksi.
Terapi DM
Non Farmakologi
- Terapi gizi medis
Pada penderita diabetes, perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal
jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat
penurun glukosa darah atau insulin (PERKENI, 2006). Jadwal makan dapat diatur dengan
interval 3 jam.
Komposisi makanan yang dianjurkan kepada penderita diabetes melitus terdiri dari:
Karbohidrat
Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% dari total asupan energi.
Lemak
Asupan lemak yang dianjurkan sekitar 20-25% dari total kebutuhan kalori. Lemak
yang dianjurkan untuk dikonsumsi adalah yang berasal dari sumber asam lemak tidak
jenuh (MUFA/Mono Unsaturated Fatty Acid), membatasi PUFA (Poly Unsaturated Fatty
Acid) dan asam lemak jenuh. (PERKENI, 2006; ADA, 2008).
Protein
Total protein yang dianjurkan adalah sekitar 15-20% dari total asupan energi. Sumber
protein yang baik adalah ikan, seafood, daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk
susu rendah lemak, kacang-kacangan (Leguminosa), tahu, tempe (PERKENI, 2006).
Garam
Anjuran asupan natrium untuk penderita diabetes sama dengan anjuran untuk
masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan 6-7 g (1 sendok teh)
garam dapur. (PERKENI, 2006).
Serat
Anjuran konsumsi serat adalah ± 25 g/hari, diutamakan serat laut. Penyandang diabetes
dianjurkan mengkonsumsi cukup serat dari kacang-kacangan, buah dan sayuran serta
sumber karbohidrat yang tinggi serat, karena mengandung vitamin, mineral, serat dan
bahan lain yang baik untuk kesehatan (PERKENI, 2006).
- Latihan jasmani
Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan
dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah.
Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti jalan
kaki, bersepeda santai, jogging dan berenang. Latihan jasmani ini dilakukan secara teratur
(3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit) (PERKENI, 2006) .
Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani,
contohnya penderita diabetes melitus dengan komplikasi perifer neuropati dianjurkan
untuk mengurangi sensasi nyeri pada bagian ekstrimitas sehingga pilihan aktivitas yang
dapat dilakukan berupa berenang, bersepeda atau latihan-latihan yang banyak
menggunakan lengan (ADA, 2008).
Farmakologis
Terapi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai dengan
pengaturan makan dan latihan jasmani. Terapi farmakologik tersebut dapat berupa Obat
Hipoglikemik Oral (OHO) dan insulin. Alogaritmanya sebagai berikut:
- Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dapat dibagi menjadi 4 golongan:
1. Golongan pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue), contoh sulfonilurea dan
glinid.
Sulfonilurea
Sulfonilurea merupakan obat hipoglikemik oral dengan efek utama meningkatkan
sekresi insulin oleh sel beta pankreas sehingga jika pankreas dari si penderita sudah tidak
mampu mensintesis insulin, penggunaan obat ini menjadi tidak efektif. Sulfonilurea terbagi
menjadi dua kelompok yaitu sulfonilurea generasi pertama (klorpropamid) dan generasi
kedua (glibenklamid, glipizid, glimepirid). Efek samping dari obat golongan ini adalah
hipoglikemia sehingga penggunaannya memerlukan perhatian terutama pada orang tua,
penderita dengan ganguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular.
Contoh obat golongan ini adalah klorpropamid, glibenklamid, glipizid, gliklazid, glikuidon
dan glimepirid (PERKENI, 2006; Lehne, 2007).
Glinid
Glinid merupakan obat hipoglikemik oral yang memiliki mekanisme kerja yang sama
dengan sulfonilurea, yaitu dengan menstimulasi pankreas untuk mensekresi insulin. Obat ini
diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui
hati sehingga penggunaannya pada penderita dengan gangguan fungsi hati diperlukan
perhatian khusus, karena akan memperlambat metabolisme dari obat ini sehingga dapat
mengakibatkan hipoglikemia. Contoh-contoh obat golongan glinid antara lain repaglinid dan
nateglinid (PERKENI, 2006; Lehne, 2007).
2. Golongan penambah sensitivitas terhadap insulin
Tiazolidindion
Tiazolidindion, yang juga dikenal dengan glitazon, bekerja dengan cara berikatan
pada peroxisome proliferator activated receptor gamma (PPARγ), suatu reseptor inti di sel
otot dan sel lemak. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan
meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa (glukosa transporter), sehingga
meningkatkan ambilan glukosa di perifer (PERKENI, 2006).
Efek samping yang paling menonjol dari penggunaan tiazolidindion adalah dapat
meretensi cairan, sehingga terjadi edema dan penambahan berat badan (2-3 kg). Karena
efeknya ini, pemakaian obat golongan ini dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal
jantung kelas I-IV. Selain itu, tiazolidindion juga bersifat hepatotoksik sehingga obat ini
dikontraindikasikan juga untuk penderita dengan gangguan faal hati dan dalam
penggunaannya pasien diminta untuk melakukan pemantauan hati secara berkala. Contoh
obat golongan ini adalah rosiglitazon dan pioglitazon (PERKENI, 2006; Lehne, 2007).
3. Golongan penghambat glukoneogenesis
Metformin
Efek utama metformin adalah dengan mengurangi produksi glukosa di hati
(glukoneogenesis), di samping itu obat ini juga memperbaiki ambilan glukosa perifer.
Metformin diekskresi oleh ginjal dalam bentuk yang tidak berubah, sehingga pada penderita
diabetes melitus yang mengalami kerusakan ginjal, metformin dapat terakumulasi sampai
dengan batas toksik. Metformin mencegah terjadinya oksidasi asam laktat dan hal ini dapat
menyebabkan asidosis laktat (Lehne, 2007).
4. Golongan penghambat glukosidase alfa
Acarbose
Acarbose bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga
mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Obat golongan ini
diindikasikan pada penderita diabetes melitus tipe 2 yang hiperglikemianya tidak dapat
terkontrol dengan diet dan latihan jasmani. Efek samping yang paling sering ditimbulkan oleh
obat golongan ini adalah kembung dan flatulen. Acarbose tidak menimbulkan efek samping
hipoglikemia (PERKENI, 2006).
- Insulin
Insulin adalah hormon yang disekresi oleh sel beta pankreas sebagai respon dari
rangsangan glukosa dan perangsang-perangsang lain seperi asam-asam amino, asam-asam
lemak bebas, hormon-hormon lambung, stimulasi parasimpatetik, stimulasi beta-adrenergik
(Williams, 2001).
Indikasi terapi insulin antara lain: Penurunan berat badan yang cepat (dekompensasi
metabolik), hiperglikemia berat yang disertai ketosis, ketoasidosis diabetik. Berdasarkan lama
kerjanya, insulin terbagi menjadi empat jenis, yaitu:
1. Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)
Contoh insulin golongan ini adalah insulin lispro (Humalog), insulin aspart
(NovoRapid).
2. Insulin kerja pendek (short acting insulin)
Contoh insulin golongan ini adalah human regular insulin (Actrapid).
3. Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)
Contoh insulin golongan ini adalah Neutral Protamine Hagedorn (NPH) insulin
(Insulatard, Humulin N), insulin lente.
4. Insulin kerja panjang (long acting insulin)
Contoh insulin golongan ini adalah insulin glargine (Lantus), insulin detemir
(Levemir).
5. Insulin campuran tetap (premixed insulin)
Contoh dari golongan ini adalah campuran dari 70% NPH dan 30% human regular
insulin (Mixtard, Humulin 30/70), campuran dari 75% insulin lispro protamine dan
25% insulin lispro (Humalog Mix 25).
- Terapi kombinasi OHO dan Insulin
Pemberian obat hipoglikemik oral maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah,
untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah.
Untuk kombinasi obat hipoglikemik oral dan insulin yang banyak dipergunakan adalah
kombinasi obat hipoglikemik oral dan insulin basal (insulin kerja sedang/panjang) yang
diberikan pada malam hari menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada
umumnya dapat diperoleh kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang
cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah/panjang adalah 10 unit yang diberikan
sekitar pukul 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar
glukosa darah puasa keesokan harinya.
Bila dengan terapi kombinasi obat hipoglikemik oral dan insulin, kadar glukosa darah
masih tidak terkendali, maka obat hipoglikemik oral dihentikan dan diberikan insulin saja
(PERKENI, 2006).
C. KASUS
Pasien Bapak Saiful berumur 58 tahun mengeluh nyeri dada dan menjalar hingga pundak kiri
saat bekerja keras mengangkat bahan bangunan di perusahaan Orat-arit. Bapak Saiful tidak
pernah mengatur pola makannya dan tidak teratur mengkonsumsi obat yang telah diresepkan
dokter.
Riwayat penyakit terdahulu :
DM tipe II sejak 8 tahun
Hiperlipidemia selama 3 tahun.
Pemeriksaan fisik pasienTD: 135/80 mmHg, Nadi: 81 x/menit, RR: 16 x/menit
Data Lab pasien:Na : 140 mEq/l, K : 4,5 mEq/l, SrCr : 0,8 mg/dl, GDS : 300 mg/dl, kolesterol: 250 mg/dl, trigliserida : 140 mg/dl, LDL : 200 mg/dl, HDL : 40 mg/dl.
Pertanyaan:1. Buatlah Analisis SOAP untuk kasus di atas ! 2. Berikan rekomendasi terapi untuk mengobati penyakit Bp. Saiful dan lakukan analisis
pengobatan yang rasional !3.4. Susunlah rencana pemberian Konseling, Informasi dan Edukasi Pasien !
I. EVALUASI DENGAN METODE SOAP
1. SUBJEKTIF
a. Nama : Bapak saiful
b. Umur : 58 tahun
c. Jenis kelamin : laki-laki
d. Keluhan : nyeri dada dan menjalar menjalar hingga pundak kiri saat bekerja keras
mengangkat bahan bangunan diperusahaan orat-arit.
e. Riwayat sakit : DM tipe II sejak 8 tahun
Hiperlipidemia selama 3 tahun
f. Riwayat penyakit keluarga : -
g. Kebiasaan : tidak pernah mengatur pola makannya dan tidak teratur mengkonsumsi
obat yang telah diresepkan dokter
2. OBJEKTIF
a. Data Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium :
Pemeriksaan Hasil Nilai normal Keterangan
Pemeriksaam Fisik
TD 135/80 mmHg <120/80 mmHg Prehipertensi
Nadi 81x/menit 60-100 x/menit Normal
RR 216 kali/menit 16-24 kali/menit Normal
Pemeriksaan darah
Natrium 140 mEq/l 135-145 mEq/l Normal
Kalium 4,5 mEq/l 3,5-5,0 mEq/l Normal
Kreatinin serum 0,8 mg/dl 0,6-1,3 mg/dl Tinggi
GDS 300 mg/dl
< 140 mg/dl
(sesaat)
<100mg/dl (puasa)
Tinggi
Kolesterol 250 mg/dl 150-200 mg/dl Tinggi
Trigliserid 140 mg/dl <150 mg/dl Normal
LDL 200 mg/dl <100 mg/dlSangat
Tinggi
HDL 40 mg/dl 40-50 mg/dl Normal
3. ASSESMENT
Berdasarkan tanda-tanda fisik serta hasil pemeriksaan laboratorium yang terdapat
pada pasien Bapak saiful dapat dikatakan bahwa pasien mengalami Angina pektoris stabil
dengan komplikasi hiperlipidemia dan DM tipe II .
4. PLAN
1.Tujuan terapi
a. Jangka pendek
Untuk mengurangi gejala angina yang menyebabkan penurunan kemampuan
aktivitas fisik.
b. Jangka panjang
mencegah munculnya faktor resiko penyakit jantung koroner (IM, aritmia dan
gagal jantung).
2. Target Terapi
a. Menghilangkan nyeri di dada pada fase akut
b. Mengurangi frekuensi kekambuhan nyeri dada pada angina pektoris
c. Mengontrol kadar gula darah <100 mg/dl
d. Menurunkan kolesterol sampai < 200 mg/dL dan LDL sampai < 100 mg/dL.
e. Mencegah munculnya penyakit Infark miokard
3. Terapi farmakologi
a. Gliseril trinitrat sublingual (untuk serangan akut/ jangka pendek) 1mg 1x sehari
b. Gliseril trinitrat po 10 mg 2 x sehari (pemeliharaan/jangka panjang ) dengan
Verapamil 80 mg 3x sehari
c. Simvastatin 10mg , 1x sehari di malam hari.
d. Glikuidon 15mg po 1x sehari
4. Terapi Non Farmakologi
Kurangi pemasukan lemak (sampai k.l. 30% dari energi total) antara lain
kurangi asupan produk-produk dairy dan daging (sosis, kornet) yang
merupakan sumber utama lemak jenuh untuk digantikan dengan ikan dan
unggas.
Substitusi minyak jenuh dengan minyak mono/poly-unsaturated (minyak olive,
kembang matahari, jagung atau kedelai);
Kurangi asupan kolesterol dengan menghindari a.l jeroan, hati, otak,koyor dll.
Kurangi asupan protein tinggi a.l telur unggas, ikan laut, Tingkatkan asupan
serat, misalnya sayuran, buah-buahan, sereal murni, dll.
Jangan konsumsi alkohol, karena bila berlebihan merupakan sebab penting
dari hiperlipidemia sekunder dan mengakibatkan parahnya gangguan primer;
Gunakan makanan yang mengandung ester stanol. Stanol tumbuhan, seperti
margarin khusus (Benecol), mengurangai absorpsi kolesterol dari saluran
cerna.
Menghentikan rokok
Olahraga ringan (jalan santai, senam jantung, dan yoga)
Kurangi berat badan dengna kurangi asupan gula seperti ganti nasi putih
dengan nasi merah, gula pasir diganti gula low calori, banyak makan buah
yang tidak manis dan asam.
Pengawasan kadar gula darah pada pasien diabetes
2. Evaluasi Kerasionalan Obat Terpilih
a. Tepat Indikasi
Nama Obat Indikasi Mekanisme Aksi Ket
Gliserin trinitrat
Pengobatan angina
Bekerja dg relaksasi otot polos menghasilkan efek vasodilator pada vena perifer dan arteri,sehingga menurunkan kebutuhan oksigen jantung
Tepat indikasi
Verapamil Angina pektoris, aritmia, hipertensi essensial
menghambat masuknya ion kalsium melewati slow channel yang terdapat pada membran sel (sarkolema) pada otot polos jantung, dan pembuluh darah koroner dan perifer sehingga terjadinya relaksasi
Tepat indikasi
Simvastatin Hiperkolesterolemia
Menghambat sintesis kolesterol dalam hati dengan menghambat HMG CoA reduktase,sehingga dapat menurunkan kadar kolesterol dan LDL
Tepat indikasi
Glikuidon DM tipe II ringan-sedang.
Merangsang sekresi insulin pada pankreas sehingga hanya
Tepat indikasi
efektif jika sel beta pankreas masih dapat diproduksi
b. Tepat Obat
Nama Obat Alasan dipilihnya obat Ket.
Gliserin trinitrat Obat antiangina lini pertama, terapi efeknya dapat bertahan beberapa jam
Tepat obat
Verapamil Merupakan kombinasi pemberian nitrat pada alogaritma terapi antiangina tanpa kontraindikasi pada pasien.
Tepat obat
Simvastatin Obat antihiperlipidemia yang lebih efektif dibandingkan obat-obat hipolipidemia lainnya dalam menurunkan kolesterol-LDL
Tepat obat
Glikuidon Obat untuk DM tipe II dengan model aksi stimulasi sekresi insulin
Tepat obat
c. Tepat Pasien
Nama Obat Kontra Indikasi Ket.
Gliserin trinitrat Hipersensitivitas thd nitrat, hipotensi, anemia berat.
Tepat pasien
Verapamil Pada penderita hipersensitif, hipotensi, AV block tingkat II-III, fluter atau fibrilasi atrium dengan jalur tambahan(parkinson)
Tepat pasien
Simvastatin Pasien dg penyakit hati yg aktif (pasien tidak memiliki penyakit hati )
Tepat pasien
Glikuidon Ibu menyusui, profiria, ketoasidosis
Tepat pasien
d. Tepat Dosis
Nama Obat Rekomendasi dosis Dosis yang
diberikan
Ket
Gliseril trinitrat Sublingual: 0,3-1mg/ hari
PO: 10-30 mg /hari
1mg 1x sehari
(terapi abortif)
10 mg 2 x sehari
(pemeliharaan/jangka
panjang )
Tepat dosis
Verapamil 80-120mg 3x sehari 80 mg 3x sehari Tepat dosis
Simvastatin 10 – 40 mg 1x sehari, malam
10 mg 1x sehari sebelum tidur
Tepat dosis
(malam hari)Glikuidon 15 mg/ hari sebelum
makan pagi disesuaikan hingga 45-60mg/ hari (2-3kali dosis)
15mg / hari, disesuaikan menjadi 50 mg
Tepat dosis
e. Waspada ESO
Nama Obat Efek Samping Ket.
Gliseril trinitrat Sakit kepala berdenyut, muka merah, takhikardi, pusing, hipotensi postural.
Sakit kepala (istirahat secukupnya),hipotensi postural (jangan berdiri mendadak),takhikardi (hindari makanan/minuman yang mengandung kafein /yang dapat memacu denyut jantung)
Verapamil Konstipasi, pusing, mual, hipotensi, edema, bradikardi, AV block
Pasien tidak dalam keadaan tersebut
Simvastatin Sakit kepala dan perubahan fungsi ginjal
Sakit kepala (istirihat)
Glikuidon Mual,muntah,diare, dan konstipasi
Diminum 30 menit sebelum makan
f. Tersedia dan terjangkau
Nama Obat Tersedia Harga Ket.
Gliseril trinitrat Tersedia Sublingual 2,5 mg 10tablet =
Rp. 7.700
PO 10 tab 5 mg = Rp.
13.000,-
Tersedia dan
terjangkau
Verapamil Tersedia ktk 10 x 10 tablet 47.540 Tersedia dan
terjangkau
Simvastatin Tersedia Dus 30 tab 10 mg = Rp.
14.700,-
Tersedia dan
terjangkau
Glikuidon Tersedia 10 tablet =
Rp 8.711,-
Tersedia dan
terjangkau
5. Monitoring dan Evaluasi
a. Monitoring adanya plak di pembuluh darah
b. Monitoring frekuensi kekambuhan
c. Monitoring kadar LDL dan kolesterol
d. Monitoring kadar glukosa darah
e. Monitoring efek samping obat-obat yang digunakan
f. Evaluasi gaya hidup
g. Evaluasi keberhasilan terapi.
6. KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi)
a. Memberikan informasi tentang obat dan cara penggunaannya
o gliseril trinitrat sublingual 1mg diminum ketika terjadi serangan akut 1tablet
o Gliseril trinitrat po 10 mg diminum 2 x sehari
Verapamil 80 mg 3x sehari.
o Simvastatin 10mg , 1x sehari di malam hari.
o Glikuidon 15mg po 1x sehari
b. Berikan informasi efek samping yang mungkin muncul selama pengobatan seperti
Sakit kepala , muka merah, takhikardi, pusing, hipotensi, mual, muntah, diare dan
konstipasi.
c. Memberikan informasi mengenai makanan yang harus dihindari untuk dikonsumsi
yaitu hindari makanan manis (arum manis, makan yang mengandung gula, nasi
putih) tinggi kolesterol (jerohan, koyor, kepiting, udang).
d. Memberikan edukasi kepada pasien dan yang merawat pasien ketika gejala
angina kambuh lagi, apabila pasien kambuh segera berika gliseril trinitrat
sublingual 1 tablet.
e. Informasikan kepada keluarga pasien untuk selalu memantau dan berperan
penting dalam merawat pasien demi keberhasilan terapi.
f. Membuat jadwal penggunaan obat agar pasien patuh dalam pengobatan dengan
membuat alarm pada hp pasien untuk meningkatkan kepatuhan pasien.
D. PEMBAHASAN
Pasien Bapak Saiful (58 tahun) didiagnosa terkena penyakit angina stabil dengan
komplikasi Hiperkolesterolimia dan DM tipe II. Diagnosa angina pektoris stabil didasarkan
pada rasa nyeri yang dialami pasien hanya muncul ketika mengangkat beban saat bekerja.
Angina pektoris stabil adalah angina yang gejalanya akan muncul pada setiap aktifitas yang
dapat meningkatkan denyut jantung, tekanan darah dan atatus inotropik jantung sehingga
kebutuhan O2 akan bertambah seperti pada aktifitas fisik, udara dingin dan makan yang
banyak. Hiperlipidemia pada Bapak Saiful terlihat pada kadar kolesterol dan LDL yang diatas
nilai normal, sedangkan kadar glukosa darahnya yang tinggi mengidentifikasi bahwa bapak
saiful juga menderita DM tipe II (disebabkan gaya hidup bukan karena genetik).
Berdasarkan diagnosa penyakit bapak saiful, terapi penanganannya menggunakan
terapi farmakologi dan non farmakologi. Terapi farmakologi yang digunakan yaitu gliseril
trinitrat dan verapamil (obat angina pektoris), Simvastatin (obat untuk hiperlipidemia), dan
Glikuidon (obat DM tipe II). Obat-obat tersebut sangat diperlukan untuk terapi penyakit
bapak Saiful.
Gliseril trinitrat dan verapamil digunakan untuk pengobatan angina pektoris
disesuaikan pada alogaritma terapinya yaitu sebagai berikut :
Angina sendiri diakibatkan karena adanya penyempitan pembuluh darah sekitar
jantung atau koroner sehingga aliran dan pasokan oksigen ke jantung berkurang, isosorbid
dinitrat dapat meningkatkan vasodilatasi yang nantinya juga akan meningkatkan aliran darah
ke jantung sehingga kebutuhan oksigen miokard berkurang. Dosis yang diberikan untuk
penggunaan gliseril trinitrat sublingual 1mg ketika terjadi serangan akut (abortif), dan gliseril
trinitrat peroral 10mg 2x 1hari dan verapamil dan 80mg 3x1hari (profilaksis).
Pemberian kombinasi obat golongan nitrat dan CCB ini sesuai dengan alogaritma
terapi karena pasiaen tidak kontraindikasi dengan obat tersebut. Berdasarkan mekanisme
kerja kedua obat gliseril trinitrat yaitu Bekerja dengan relaksasi otot polos menghasilkan efek
vasodilator pada vena perifer dan arteri,sehingga menurunkan kebutuhan oksigen jantung dan
kerja verapamil yaitu menghambat masuknya ion kalsium melewati slow channel yang terdapat pada
membran sel (sarkolema) pada otot polos jantung, dan pembuluh darah koroner dan perifer sehingga
terjadi relaksasi. Kombinasi obat ini saling menguntungkan untuk pengobatan antiangina
pada pasien.
Terapi farmakologi untuk hiperlipidemia bapak Saiful digunakan golongan statin
yaitu simvastatin, dikarenakan simvastatin memiliki efektifitas yang lebih baik dibandingkan
obat-obat antihiperlipidemia lainnya dalam menurunkan kolesterol dan LDL dalam darah.
Sesuai dengan keadaan Bapak Saiful yang memiliki kadar kolesterol dan LDL tinggi namun
kadar trigliseridnya normal, hal tersebut tertera dalam tabel terapi obat hiperlipidemia berikut
ini :
(DiPiro et al., 2008)
Mekanisme kerja Simvastatin yaitu menghambat 3-hidroksi-3-metil-glutaril-koenzim
A (HMG-CoA) reduktase yang mempunyai fungsi sebagai katalis dalam pembentukan
kolesterol. HMG-CoA reduktase bertanggung jawab terhadap perubahan HMG-CoA menjadi
asam mevalonat. Penghambatan terhadap HMG-CoA reduktase menyebabkan penurunan
sintesa kolesterol dan meningkatkan jumlah reseptor Low Density Lipoprotein (LDL) yang
terdapat dalam membran sel hati dan jaringan ekstrahepatik, sehingga menyebabkan banyak
LDL yang hilang dalam plasma. Simvastatin cenderung mengurangi jumlah trigliserida dan
LDL, namun dapat meningkatkan High Density Lipoprotein (HDL) kolesterol. Simvastattin
digunakan dengan dosis 10 mg 1x sehari.
Terapi obat DM tipe II pada Bapak Saiful digunakan Glikuidon (golongan
sulfonilurea), mekanisme kerjanya yaitu merangsang sekresi insulin dari granul sel-sel β
Langerhans pancreas. Rangsangannya melalui interkasinya dengan ATP Sensitive K Channel
pada membrane dan keadaan ini akan membuka kanal Ca. dengan terbukanya kanla Ca maka
ion Ca++ akan masuk sel β,merangsang granula yang berisi insulin dan akan terjadi sekresi
insulin dengan jumlah yang ekuivalen dengan peptide C.
Terapi non farmakologi yang diberikan sebagai berikut :
Kurangi pemasukan lemak (sampai k.l. 30% dari energi total) antara lain kurangi
asupan produk-produk dairy dan daging (sosis, kornet) yang merupakan sumber
utama lemak jenuh untuk digantikan dengan ikan dan unggas.
Substitusi minyak jenuh dengan minyak mono/poly-unsaturated (minyak olive,
kembang matahari, jagung atau kedelai);
Kurangi asupan kolesterol dengan menghindari a.l jeroan, hati, otak,koyor dll.
Kurangi asupan protein tinggi a.l telur unggas, ikan laut, Tingkatkan asupan serat,
misalnya sayuran, buah-buahan, sereal murni, dll.
Jangan konsumsi alkohol, karena bila berlebihan merupakan sebab penting dari
hiperlipidemia sekunder dan mengakibatkan parahnya gangguan primer;
Gunakan makanan yang mengandung ester stanol. Stanol tumbuhan, seperti
margarin khusus (Benecol), mengurangai absorpsi kolesterol dari saluran cerna.
Menghentikan rokok
Olahraga ringan (jalan santai, senam jantung, dan yoga)
Kurangi berat badan dengna kurangi asupan gula seperti ganti nasi putih dengan nasi
merah, gula pasir diganti gula low calori, banyak makan buah yang tidak manis dan
asam.
Pengawasan kadar gula darah pada pasien diabetes
Pemberian terapi farmakologi dan non farmakologi pada pasien Bapak Saiful
diharapkan dapat menyembuhkan penyakit angina pektoris, mengurangi resiko infark
miokard, mengontrol kadar glukosa darah, dan menurunkan kadar kolesterol pada pasien
tersebut. Sehingga tujuan terapi yang diinginkan dapat tercapai yaitu
E. KESIMPULAN
1. Bapak Saiful menderita angina stabil kronis dengan komplikasi hiperlipidemia
dan Diabetes melitus tipe II.
2. Terapi farmakologi :
o Gliseril trinitrat sublingual (untuk serangan akut/ jangka pendek) 1mg 1x
sehari
o Gliseril trinitrat po 10 mg 2 x sehari (pemeliharaan/jangka panjang ) dengan
Verapamil 80 mg 3x sehari
o Simvastatin 10mg , 1x sehari di malam hari.
o Glikuidon 15mg po 1x sehari
3. Terapi Non Farmakologi
Kurangi pemasukan lemak (sampai k.l. 30% dari energi total) antara lain
kurangi asupan produk-produk dairy dan daging (sosis, kornet) yang
merupakan sumber utama lemak jenuh untuk digantikan dengan ikan dan
unggas.
Substitusi minyak jenuh dengan minyak mono/poly-unsaturated (minyak olive,
kembang matahari, jagung atau kedelai);
Kurangi asupan kolesterol dengan menghindari a.l jeroan, hati, otak,koyor dll.
Kurangi asupan protein tinggi a.l telur unggas, ikan laut, Tingkatkan asupan
serat, misalnya sayuran, buah-buahan, sereal murni, dll.
Jangan konsumsi alkohol, karena bila berlebihan merupakan sebab penting
dari hiperlipidemia sekunder dan mengakibatkan parahnya gangguan primer;
Gunakan makanan yang mengandung ester stanol. Stanol tumbuhan, seperti
margarin khusus (Benecol), mengurangai absorpsi kolesterol dari saluran
cerna.
Menghentikan rokok
Olahraga ringan (jalan santai, senam jantung, dan yoga)
Kurangi berat badan dengna kurangi asupan gula seperti ganti nasi putih
dengan nasi merah, gula pasir diganti gula low calori, banyak makan buah
yang tidak manis dan asam.
Pengawasan kadar gula darah pada pasien diabetes
F. DAFTAR PUSTAKA
.
Dipiro, Joseph T. et al, Pharmacotherapy Handbook, Sixth Edition, 2006, Mc Graw Hill
Companies, Inc, New York, USA.
Anonim, 2008, ISO Farmakoterapi, ISFI, Jakarta.
Syamsudin, 2011, Farmakoterapi Kardiovaskuler dan Renal, Salemba Medika, Jakarta.
Anonim, 2007, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV Jilid III, Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Tjay, T.H., Rahardja, K., 2010, Obat-Obat Penting, PT Elex Media Computindo, Jakarta.