Download - Laporan Hasil Diskusi Sirosis Hepatis.doc
LAPORAN HASIL DISKUSI SIROSIS HEPATIS
Kelompok 7 Kelas A
Anggota :
1. Siti Nuraini M (131111002)
2. Eka Setya Yuliana (131111009)
3. Rizqi Amaliya (131111017)
4. Gilang Ramadhan (131111024)
5. Trihaningsih Puji Astuti (131111032)
6. Hamzah Waldi (131111038)
7. Wahyu Indrianto (131111045)
8. Farida Cahya Ariani (131111054)
Fakultas Keperawatan
Universitas Airlangga
Surabaya
2013
Laporan Hasil Diskusi Sirosis Hepatis
Kasus
Tn. X, 60 tahun, di rawat di ruang interna sejak kemarin dengankeluhan muntah
darah disertai dengan BAB hitamseperti petis. Pada saat ini pasien sudah dipasang
NGT , dengan abdominal distended. Tensi 100/70 mmHg, Nadi: 96x/m, RR: 24
x/m, Suhu: 37,5 C
1. Hasil Analisa Pemeriksaan Fisik Berdasarkan Kasus
a. Distensi abdomen
Asites pada kasus sirosis merupakan asites transudatif yang
disebabkan oleh hipertensi portal. Hipertensi portal ini menyebabkan
peningkatan tekanan transudasi di sinusoid dan kapiler usus. Transudat
(cairan kaya protein) yang terkumpul dalam rongga peritoneum inilah
yang menimbulkan asites. Keadaan tersebutlah yang menyebabkan
distensi abdomen (Davey, 2005).
b. Muntah darah dan BAB hitam seperti petis
Muntah darah dan BAB hitam seperti petis terjadi karena adanya
varises gastrointerstinal. Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi
akibat penurunan fibrotic juga mengakibatkan pembuluh darah kolateral
dalam sistem gastrointerstinal mengalirkan darah dari pembuluh portal ke
dalam pembuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah. Sebagai
akibatnya, penderita sirosis sering memperlihatkan distensi pembuluh
darah abdomen yang mencolok serta terlihat pada inspeksi abdomen
(kaput meduase), dan distensi pembuluh darah di rectum bagian bawah
merupakan daerah yang sering mengalami pembentukan pembuluh darah
kolateral. Distensi pembuluh darah ini akan membentuk varises atau
hemoroid tergantung pada lokasinya. Karena fungsinya bukan untuk
menanggung volume darah dan tekanan tinggi akibat sirosis, maka
pembuluh darah ini akan mengalami ruptur dan menimbulkan perdarahan.
Penderita akan mengalami hemoragi massif dan ruptur varises pada
lambung (BAB hitam) dan esophagus (muntah darah). (Smeltzer, 2011)
c. Sesak nafas (RR 24x/menit)
Pada pasien sirosis bisa mengalami sesak nafas karena adanya
penekanan diafragma oleh pembesaran abdomen. Kondisi inilah yang
menyebabkan kapasitas vital paru menurun, ekspansi paru yang tidak
maksimal, dan menurunnya daya perfusi pulmonal.
Tambahan:
TD 100/70mmHg (hipotensi): Hematemesis dan melena yang terjadi secara terus
menerus akan meningkatkan pendarahan yang nantinya dapat menyebabkan
pasien mengalami hipotensi (hingga drop), oksigen berkurang sehingga kesadaran
penderita akan menurun (stupor). (Bakta, 1999)
2. Pemerikasaan Fisik Tambahan yang dapat di Aplikasikan pada Kasus
Pada klien dengan sirosis hepatis dapat dilakukan dengan pemeriksaaan,
observasi adanya asites, ikterus pada kulit dan sklera, terdapat spider nevi
terutama pada kulit dan punggung, bahu, leher, dada, dan ekstrimitas bawah
serta adanya eritema palmaris. Selain itu dilakukan pada pengukuran berat
badan, tinggi badan dan lingkar perut (Doenges, dkk 2000).
Data yang ditemukan dari Tn. X setelah dilakukan pemeriksaan fisik lebih
lanjut adalah:
a. Nyeri abdomen pada kuadran kanan atas.
Klien mengeluh merasakan nyeri yang hebat pada area perut sebelah
kanan atas.
Nyeri ini terjadi karena pembesaran hepar yang akibat nodul
regeneratif yang dikelilingi jaringan mengalami fibrosis.
b. Hepatomegali sehingga hepar dapat dipalpasi
Pada palpasi, hepar yang normal adalah tidak teraba. Namun, pada Tn.
X hepar dapat teraba dengan permukaannya teraba noduler.
Pada tahap lanjut penyakit, peningkatan pembentukan jaringan parut
yang menyebabkan kontraksi jaringan hepar (Mary, 2008).
c. Ensefalopati hepatic
Pada saat dilakukan pengkajian, keluarga pasien mengatakan bahwa
Tn. X sering mengalami sulit tidur. Dan saat dilakukan pengkajian,
pasien tampak disorientasi.
Ensefalopati hepatic dimanifestasikan dengan perubahan
neuropsikiatrik seperti apatis, hiperefleksia, gangguan tidur, kacau
mental, mengantuk, hepatikus fetor, asteriksis, disorientasi, dan
akhirnya koma hingga kematian (Engram, 1999).
Ensefalopati hepatic disebabkan karena peningkatan kadar ammonia
darah (Mary, 2008).
d. Riwayat menderita Hepatitis B atau C
Dari anamnesa, pasien pernah menderita hepatitis C dua tahun yang
lalu. Pasien gemar mengkonsumsi minuman beralkohol.
Kasus kematian seseorang yang disebabkan oleh virus hepatitis yang
beranjak pada sirosis hepatis mencapai hingga 10% angka kejadian
dari penyebab sirosis hepatis. mereka yang banyak menghabiskan
kebiasaan buruknya dengan minuman alkohol tinggi dan terjadi dari
banyaknya kasus penyebab sirosis hingga 60-70%.
e. Ikterik
Pada pemeriksaan urin pasien, didapatkan urin berwarna coklat seperti
teh. Serta didapatkan icterus.
Bilirubin tak-terkonjugasi meningkat yang mengakibatkan ikterik dan
pruritus. Bilirubin terkonjugasi meningkat menyebabkan peningkatan
bilirubin dalam urine dan ikterik serta pruritus (Mary, 2008). Ikterik
disebabkan karena kerusakan metabolisme bilirubin (Egram, 1999).
f. Kelelahan/lemas
Menurut keluarga, Tn X sejak 1 tahun yang lalu mengeluh mudah
lelah. Sehingga Tn. X terpaksa mengurangi aktivitas dan
pekerjaannya.
Glikogenesis meningkat, glikogenolisis dan glikoneogenesis
meningkat yang menyebabkan gangguan metabolisme glukosa.
Akibatnya terjadi penurunan tenaga (Mary, 2008).
g. Anemia
Dari keluhan utama, pasien mengalami muntah darah. Menurut
keluarga, pasien bukan kali ini saja mengalami muntah darah. Pasien
tampak pucat saat dilakukan pengkajian.
Produksi factor pembekuan darah menurun yang mengakibatkan
gangguan pembekuan darah, selanjutnya cenderung mengalami
perdarahan dan mengakibatkan anemia (Mary, 2008).
h. Spider angioma
Pada wajah serta leher Tn. X ditemukan adanya spider angioma.
Sirosis hati berhubungan dengan sirkulasi hiperdinamik. Hal ini
dibuktikan dengan arteriografi dan analisa gas darah yang diaspirasi
dari arteri spider nevi pada pasien dengan sirosis hati.
i. Berat badan menurun
BB=49 kg, BB=171 cm. Pasien tidak mau makan dan tampak lemas.
j. Sintesis asam lemak dan trigliserida meningkat yang menyebabkan hepar
berlemak, akhirnya menjadi hepatomegaly; oksidasi asam lemak menurun
yang menyebabkan penurunan prosuksi tenaga. Akibatnya berat badan
menurun.
3. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Lab
1. Peningkatan bilirubin total (> 1, 0 mg/dL), bilirubin langsung (> 0,25
mg/dL), urobilinogen urine (> 4 mg/24 jam)
2. Pemanjangan masa protombin (>35 detik)
3. Penurunan jumlah trombosit (< 150.000/mm3), eritrosit (< 4,0
juta/L), leukosit (<5,0 x 103 /L)
4. Penurunan hipokalemia (< 3,5 mEq/L)
5. Hiponatremia (< 135 mEq/L)
6. Enzim-enzim serum
Peningkatan ALT (SGPT) (> 23 U/L), AST (SGOT) (> 30 U/L),
LDH (>190 U/L), Alkalin fosfotase (> 69 U/L)
Penurunan albumin serum (<3,5 g/dL)
b. Pemeriksaan Radiologi
1. USG
Mengevaluasi ukuran hati, sudut hati, permukaan, homogenitas dan
ada tidaknya massa. Dikarenakan pemeriksaannya yang non invasif
dan mudah dikerjakan maka pemeriksaan ini yang paling digunakan
untuk pemeriksaan sirosis hati. Hasilnya kesan sirosis hepatis terlihat
nodul –nodul pada parenkim hati, dan asites.
2. CT Scan
Untuk melihat gambaran hati secara utuh untuk melihat seberapa luas
kerusakan pada hati. Hasilnya terlihat sirosis hepatis (nodular-nodular)
dengan hipertensi portal dan hepatoma.
3. Esopha Gogastro Duodenoscopy (EGD)
Direkomendasikan pemeriksaan EGD ketika diagnosis sirosis hepatis
diangkat, hal ini digunakan untuk menegakkan ada atau tidaknya
varises esophagus dan varises gaster. Melalui pemeriksaan ini, dapat
diketahui tingkat keparahan atau grading dari varises yang terjadi serta
ada tidaknya red sign dari varises, selain itu dapat juga untuk
mendeteksi lokasi perdarahan spesifik pada saluran cerna bagian atas.
Hasilnya terdapat varises esofagus dan gastropati hipertensi.
c. Pemeriksaan Penunjang lain
Biopsi hepar, menegakkan adanya kerusakan jaringan hati (sirosis hepatis)
secara pasti selain pemeriksaan penunjang diatas. Hasilnya ditemukan sel
dari jaringan hati yang rusak.
Tambahan:
Pemeriksaan serologi meliputi virus HbsAg/HbsAb, HbcAg/HbcAb, HBV DNA,
HCV RNA. Biasanya ditemukan hasil positif pada pemeriksaan serologi.
4. Asuhan Keperawatan Sirosis Hepatis
Tn. X, 60 tahun, di rawat di ruang interna sejak kemarin dengan keluhan
muntah darah disertai dengan BAB hitam seperti petis. Pada saat ini pasien
sudah dipasang NGT , dengan abdominal distended. Tensi 100/70 mmHg,
Nadi: 96x/m, RR: 24 x/m, Suhu: 37,5 C.
Tambahan data :
Nilai Albumin 3 gr/dL (Nilai normal 4.0 g/dL – 5.4 g/dL)
Nilai Urine 600-800 cc/24 jam ( Normal 1500cc/24 jam dewasa)
A. Pengkajian
Nama : Tn. X Tanggal MRS : 22 Oktober 2013
Umur : 60 Tahun Diagnosa Medis : Sirosis Hepatis
Jenis Kelamin : laki-laki Pengkajian dilakukan pada tanggal 23
Oktober 2013, Pukul 11.45 WIB oleh
Ns. Hamzah Waldi
Suku Bangsa : Jawa, Indonesia
Agama : Islam
Alamat : Jalan Terpadu No.4,
Surabaya
Pekerjaan : Buruh
Riwayat Kesehatan :
- Keluhan Utama : Kelemahan fisik
- Riwayat Penyakit Dahulu : Penderita pernah Batu ginjal dilakukan laser
dan pernah dioperasi batu buli di RSUD. Dr Soetomo Surabaya tahun
2007
- Riwayat Penyakit Sekarang : Penderita muntah darah sejak 20 Oktober
2013 kemudian tanggal 22 Oktober 2013 perut semakin besar dan tegang
di IRD pada tanggal 22 Oktober 2013 dapat muntah air sekali, mual-
mual, perut kembung, perut sakit badan lemah
- Riwaya Penyakit Keluarga : Keluarga tidak ada yang sakit seperti ini.
Observasi dan Pemeriksaan Fisik :
1. Keadaan umum: kondisi umum terlihat lemah.
2. Tanda vital: S: 37,5 0C axilla, N: 96 x/mnt, TD: 100/70 mmHg lengan
kiri dalam posisi berbaring, RR: 24 x/mnt
3. Body Sistem (B1-B6) :
a) Breath
Frekuensi napas cepat dan dangkal ( RR 24x/menit), menggunakan
otot bantu pernafasan, pelebaran nasal.
b) Blood
BP : 100/70mmHg
c) Brain
Kesadaran : CM (Composmentis)
GCS : E4V5M4
Sklera : ikterus
d) Bladder
Produksi urine : 600-800 cc /hari
Warna urine : seperti teh
e) Bowl
Mulut : bersih, gigi lengkap, mukosa bibir lembab.
Tenggorokan : sakit menelan (-)
Abdomen : distensi (-), peristaltik usus baik
BAB : Lancar *(1 x sehari), warna hitam seperti petis
f) Bone
Kemampuan pergerakan sendi: Baik
Extremitas :
- Atas : pergerakan baik, kekuatan otot berkurang (lemah)
- Bawah : pergerakan baik, kekuatan otot berkurang (lemah)
Ada edema
B. Analisa Data
Analisa Data Etiologi Masalah Kepeawatan
DO :
- RR : 24x/menit
- Klien tampak
bernafas dengan
cuping hidung dan alat
otot bantu pernafasan.
DS :
- Klien mengatakan
sulit dan agak sesak
Sirosis Hepatis
Penurunan fungsi Hepar
(met.protein)
Albumin menurun
Air menumpuk di
intertisisal (peritoneum)
Pola Nafas Tidak Efektif
saat bernafas.
Asites
Menekan diafragma
Pola nafas tidak efektif
DO :
- Nilai Albumin
<4gr/dL
- Klien tampak ada
oedema
- Urin 600-800cc/hari
- Tampak distensi
abdomen (asites)
DS :
-Klien mengatakan
perutnya terasa penuh
-Klien merasa mual
Sirosis Hepatis
Penurunan fungsi Hepar
(met.protein)
Albumin menurun
Air menumpuk di
intertisisal (peritoneum)
Kelebihan volume cairan
Kelebihan Volume
Cairan
DO :
- Skala kekuatan otot
berkurang (3333)
- Klien tampak lemas
DS :
-Klien mengatakan
tidak nyaman
-Klien mengatakan
lemas
Sirosis Hepatis
Penurunan Fungsi
Hepatis
(met.karbohidrat)
Glukosa sedikit
(<60mg/dL)
Energi berkurng
Kelemahan fisik
Intoleransi Aktivitas
Intoleransi Aktivitas
C. Diagnosa Keperawatan
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan distensi abdomen
b. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan tekanan
osmotik plasma
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
D. Rencana Intervensi
1. Pola Nafas Tidak Efektif berhubungan dengan Distensi Abdomen
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, dalam waktu 1x24 jam
pola nafas klien kembali efektif.
Kriteria Hasil :
- RR 16-20x/menit
- Klien tidak bernafas dengan otot bantu pernafasan
- Klien tidak bernafas cuping hidung
Intervensi Keperawatan :
a. Posisikan klien pada posisi semifoler untuk memaksimalkan.
b. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan.
c. Monitor status respirasi dan status O2
d. Pertahankan jalan nafas yang paten.
e. Observasi tanda-tanda adanya hipoventilasi
f. Ajarkan teknik relaksasi untuk mengoptimalkan dan memperbaiki
pola nafas.
2. Kelebihan Volume Cairana berhubungan dengan penurunan tekanan
osmotik plasma
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari, volume
cairan stabil.
Kriteria Hasil :
- Tidak terjadi perluasan Oedema
- Nilai albumin kembali normal
- Tidak ada asites
Intervensi :
a. Ukur intake dan output.
b. Awasi tekanan darah setiap 3 jam sekali.
c. Pantau derajat oedema.
d. Berikan perawatan mulut.
e. Batasi natrium dan air: diet TKRP RG dan minum ± 700 cc/24 jam
f. Kolaborasi therapi diuretik.
3. Intoransi Aktifitas berhubungan dengan Kelemahan fisik.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan, dalam waktu
2x24 jam klien dapat beraktifitas normal
Kriteria Hasil :
- Kemampuan pasien beraktivitas meningkat
- Kelemahan fisik berkurang.
Intervensi :
a. Kaji kemampuan pasien beraktivitas.
b. Berikan aktivitas dengan periode istirahat yang cukup.
c. Monitor tanda-tanda vital sebelum/sesudah beraktivitas.
d. Diskusi cara menghemat kalori.
e. Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari
sesuai dengan yang dapat ditoleransi.
5. Komplikasi Serosis Hepatis
a. Asites
Ketika sirosis hati menjadi parah, tanda-tanda dikirim ke ginjal-ginjal untuk
menahan garam danair didalam tubuh. Kelebihan garam dan air pertama-tama
berakumulasi dalam jaringan dibawahkulit pergelangan-pergelangan kaki dan kaki-kaki
karena efek gaya berat ketika berdiri ataududuk. Akumulasi cairan ini disebut edema
atau pitting edema. (Pitting edema merujuk padafakta bahwa menekan sebuah ujung
jari dengan kuat pada suatu pergelangan atau kaki denganedema menyebabkan suatu
lekukan pada kulit yang berlangsung untuk beberapa waktu setelahpelepasan dari
tekanan. Sebenarnya, tipe dari tekanan apa saja, seperti dari pita elastik kaos
kaki,mungkin cukup untk menyebabkan pitting). Pembengkakkan seringkali
memburuk pada akhirhari setelah berdiri atau duduk dan mungkin berkurang dalam
semalam sebagai suatu akibat darikehilnagan efek-efek gaya berat ketika berbaring.
Ketika sirosis memburuk dan lebih banyak garam dan air yang tertahan, cairan juga
mungkin berakumulasi dalam rongga perut antaradinding perut dan organ-organ perut.
Akumulasi cairan ini (disebut ascites) menyebabkanpembengkakkan perut,
ketidaknyamanan perut, dan berat badan yang meningkat.
b. Ensepalopati hepatis
Beberapa protein-protein dalam makanan yang terlepas dari pencernaan dan
penyerapandigunakan oleh bakteri-bakteri yang secara normal hadir dalam usus. Ketika
menggunakan protein untuk tujuan-tujuan mereka sendiri, bakteri-bakteri membuat
unsur-unsur yang merekalepaskan kedalam usus. Unsur-unsur ini kemudian dapat
diserap kedalam tubuh. Beberapa dariunsur-unsur ini, contohnya, ammonia, dapat
mempunyai efek-efek beracun pada otak. Biasanya,unsur-unsur beracun ini diangkut
dari usus didalam vena portal ke hati dimana merekadikeluarkan dari darah dan di-
detoksifikasi (dihliangkan racunnya). Ketika sirosis hadir, sel-sel hati tidak dapat
berfungsi secara normal karena mereka rusak ataukarena mereka telah kehilangan
hubungan normalnya dengan darah. Sebagai tambahan, beberapadari darah dalam vena
portal membypass hati melalui vena-vena lain. Akibat dari kelainan-kelainan ini adalah
bahwa unsur-unsur beracun tidak dapat dikeluarkan oleh sel-sel hati, dan,sebagai
gantinya, unsur-unsur beracun berakumulasi dalam darah. Ketika unsur-unsur beracun
berakumulasi secara cukup dalam darah, fungsi dari otak terganggu,suatu kondisi yang
disebut hepatic encephalopathy. Tidur waktu siang hari daripada pada malamhari
(kebalikkan dari pola tidur yang normal) adalah diantara gejala-gejala paling dini
darihepatic encephalopathy. Gejala-gejala lain termasuk sifat lekas marah,
ketidakmampuan untuk konsentrasi atau melakukan perhitungan-perhitungan,
kehilangan memori, kebingungan, atautingkat-tingkat kesadaran yang tertekan.
Akhirnya, hepatic encephalopathy yang parah/beratmenyebabkan koma dan kematian.
c. Sindrom hepatorenal
Pasien-pasien dengan sirosis yang memburuk dapat mengembangkan
hepatorenal syndrome.Sindrom ini adalah suatu komplikasi yang serius dimana fungsi
dari ginjal-ginjal berkurang. Ituadalah suatu persoalan fungsi dalam ginjal-ginjal, yaitu,
tidak ada kerusakn fisik pada ginjal-ginjal. Sebagai gantinya, fungsi yang berkurang
disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam cara darah mengalir melalui ginjal-
ginjalnya. Hepatorenal syndrome didefinisikan sebagaikegagalan yang progresif dari
ginjal-ginjal untuk membersihkan unsur-unsur dari darah danmenghasilkan jumlah-
jumlah urin yang memadai walaupun beberapa fungsi-fungsi penting laindari ginjal-
ginjal, seperti penahanan garam, dipelihara/dipertahankan. Jika fungsi hati
membaik atau sebuah hati yang sehat dicangkok kedalam seorang pasien dengan
hepatorenal syndrome,ginjal-ginjal biasanya mulai bekerja secara normal. Ini
menyarankan bahwa fungsi yangberkurang dari ginjal-ginjal adalah akibat dari
akumulasi unsur-unsur beracun dalam darahketika hati gagal. Ada dua tipe dari
hepatorenal syndrome. Satu tipe terjadi secara berangsur-angsur melalui waktu
berbulan-bulan. Yang lainnya terjadi secara cepat melalui waktu dari satuatau dua
minggu.
d. Gangguan endokrin
Terjadi akibat depresi sekresi gonadotropin, Menurunnya fungsi
hati langsung mengakibatkan mengganggu daya pengeluaran hormon
estrogen, menyebabkan meningkatnya kandungan estrogen dalam darah
dan akhirnya penekanan pada hormone testosterone
e. Esophageal Varices (perdarahan dari varises-varises kerongkongang)
Pada sirosis hati terdapat jaringan paut yang dapat menghalangi
jalannya darah yang akan kembali ke jantung dari usus-usus dan
menigkatkan tekanan dalam vena portal (hipertensi portal) Ketika terjadi
penekana dalam vena portal meningkat, ini menyebabkan darah mengalir
sekitar hati melalui vena-vena denga tekana yang lebih rendah untuk
mencapai jantung. Akibat dari aliran darah yang meningkat dan
peningkatan tekanan yang diakibatkan vene-vena pada kerongkongan yang
lebih bawah dan lambung bagian atas mengembang dan mereka kerap
atau dirujuk sebagai esophageal dan gastric varices. Semakin tinggi tekana
yang terjadi maka varises-varises dan lebih mungkin seseorang mengalami
pendarahan dari verises-varises kedalam kerongkongan (esophagus atau
lambung).
6. Penanganan Komplikasi
a. Varises esovagus
Pendarahan akut resusitasi diikuti oleh injeksi sklero terapi oleh operator
yang terlatih. Jika skleroterapi tidak mungkin atau tidak berhasil, berikan
vasopressin IV, 10 IU bolus di ikuti oleh 0.4 IU /menit, dengan infus
nitrogliserin 200 ug/menit. Obat yang terakhir ini mengurangi toksivitas
dari vasopressin dan memperbaiki efikasi. Jika pendarahan terus berlanjut,
biasanya dapat diatasi dengan tamponade balon sengstaken. Transeksi
esophageal harus dipertimbangkan dalam pasien yang tidak berespon
terhadap prosedur-prosedur diatas.
Pendarahan ulang : umum terjadi setelah seluruh prosedur medis diatas
dan dapat dikurangi dengan injeksi sklero terapi untuk mengugliterasi
varises. Propanolol 160 mg LA/hari.juga mengurangi resiko pendarahan
berulang
Profilaksis : banyak pasien dengan varises tdak pernah berdarah dan sklero
terapi untuk semua pasien dengan varises , tidaklah tepat. Popanolol 160
mb LA/hari mengurangi resiko pendarahan dan harus digunakan pada
pasien dengan varises besar tanpa kontradiksi terhadap blockade β.
b. Ensefalopati
Dalam gagal ginjal akut, terapi diarahkan langsung untuk mendukung
pasien, sementara pemulihan dari hati sedang berlangsung. Hipoglikemi
dapat merupai ensefalopati dalam pasien ini dan harus dihindari dengan
pemantauan cermat dari konsentrasi glukosa darah. Dalam pasien dengan
penyakit hati kronis, identifikasi dan koreksi dari komplikasi yang
mendasari seperti misalnya sepsis, pendarahan varises atau
ketidakseimbangan elektrolit adalah penting. Terapi tambahan meliputi
mengurangi asupan protein, mengurangi kandungan feses dengan laktulosa
(20Ml TID) dan enema. Penggunaan asam amino rantai cabang, diet
protein nabati dan bromokriptin masih tetap kontroversial dan tidak
dianjurkan dalam praktik klinis umum.
c. Asites
Pendekatan terhadap dimulai dengan tirah baring mengurangi asupan
garam (tidak boleh ada garam tambahan) dan spironolakton
50-100mg/setiap hari. Usahakan penurunan berat badan 0.5 kg/perhari.
Jika tidak ada respon, naikkan spironolakton secara bertahap sampai 300
mg sebelum menambahkan frusemit 20-40mg. harus diperhatikan dengan
cermat dalam memberikan diuretic loop supaya tidak mencetuskan
sindrom hepato renal dengan kenaikan kreatinin, oliguria dan
hiponatremia. Bila asites telah hilang, dosis rumat spironolakton 20-200
mg dibutuhkan bersamaan dengan diet retensi garam. pendekatan ini
gagal dalam 10% pasien dibutuhkan parasintesis sebanyak 5 Lt albumin
rendah garam (0.5-2 Lt) untuk memulai diuresis. Diet rendah garam 40-60
mol per hari harus dimulai.
Tambahan:
Asites secara medis ditangani dengan tirah baring, diet rendah natrium,
pembatasan cairan dan terapi diuretik. Paresentesis adalah terapi medis lain untuk
mengatasi asites, dalam prosedur ini, cairan asites dikeluarkan dari abdomen
melalui aspirasi jarum perkutan. Pemantauan ketat TTV adalah penting selama
prosedur ini karena kehilangan tekanan intravaskular secara tiba-tiba dan terjadi
takikardi. Pirau peritoneal-venosa adalah prosedur operasi yang digunakan untuk
menghilangkan asites yang resisten terhadap terapi lain. Pirau Leeven dipasang
dengan menempatkan ujung distal dari selang di bawah peritonum dan
menembuskan ujung lainnya ke vena sentral (mis. vena cava superior). Hal ini
memungkinkan cairan asitik untuk mengalir ke dalam vena sentral (Hudak &
Gallo, 2010).
7. Asuhan Keperawatan Setelah Terjadinya Komplikasi
A. Analisa Data
Data Etiologi Masalah Keperawatan
DO : klien tidur
sepanjang siang, dan
terjaga sepanjang
malam
DS : klien mengeluh
susah tidur di malam
hari
Ensefalopati hepatik
Penurunan fungsi otak
Pola tidur berkebalikan
Gangguan pola tidur
Gangguan pola tidur
DO: pengeluaran urin:
200 cc/24 jam. pemfis:
distensi abdomen.
DS: -
Sindrom hepatorenal
Penurunan fungsi ginjal
Penurunan proses sekresi
urin
Gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit
Gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit
DO: BAB hitam, pasien
muntah darah, crt > 2
dtk, Hb: < 7, TTV
abnormal
DS: pasien mengeluh
keletihan dan lemah
Esophageal varices
Pecahnya vena porta
pencernaan
Perdarahan/muntah darah
PK: syok hipovolemik
PK: syok hipovolemik
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pola tidur b.d penurunan fungsi otak
Tujuan :
Klien tidak mengalami pola tidur berkebalikan setelah 1x24 jam
pemberian intervensi
Kriteria hasil :
Pasien dapat tidur pada malam hari
Pasien dapat melakukan aktivitas ringan pada siang hari
Intervensi Rasional
1. Kolaborasi pemberian
medikasi sesuai dengan
komplikasi yang
didapatkan pasien
2. Bantu pasien untuk
1. Mengobati komplikasi pasien
dapat membantu mencegah
penurunan fungsi otak
2. Aktivitas di siang hari dapat
membantu pasien untuk
membuat jadwal aktivitas
ringan yang dapat
dilaksanakan di siang hari
3. Ciptakan lingkungan yang
nyaman
mengerahkan tenaganya,
sehingga pada malam hari
pasien akan kelelahan dan
mudah untuk tidur
3. Lingkungan yang nyaman
akan membantu pasien untuk
merasa aman sehingga pasien
dapat tidur
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b.d penurunan fungsi
ginjal
Tujuan :
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat teratasi selama 1x24
jam
Kriteria hasil:
Intake = output
Distensi abdomen teratasi
Intervensi Rasional
1. Kolaborasi pemberian
medikasi terhadap
komplikasi yang dialami
pasien
2. Observasi intake : output
pasien
3. Batasi pemasukan cairan
sebelum kondisi cairan dan
elektrolit pasien seimbang
4. Kolaborasi pemberian
diuretik
1. Mengobati komplikasi
pasien dapat membantu
mencegah penurunan fungsi
otak
2. Untuk menentukan
intervensi lanjutan dari
permasalahan yang di dapat
3. Pengaturan intake yang tepat
untuk meminimalisasi cairan
yang berlebihan
4. Pemberian diuretik untuk
mengeluarkan cairan yang
tertimbun dalam tubuh
5. Monitoring kondisi cairan
dan elektrolit pasien
5. Monitoring untuk mencegah
kondisi yang kembali
memburuk
3. PK hipovolemik b.d pecahnya vena porta pencernaan
Tujuan :
Syok hipovolemik tidak terjadi 1x24 jam setelah pemberian intervensi
Kriteria Hasil :
1. Crt meningkat
2. Hb meningkat
3. TTV normal
Intervensi Rasional
1. Monitoring keadaan umum
pasien
2. Kolaborasikan anti
perdarahan: kuretase
3. Jika diperlukan, lakukan
transfusi darah
1. Untuk mengetahui keadaan
umum pasien sehingga
dapat ditentukan
penanganan lanjutan
2. Untuk mengurangi
intensitas perdarahan
3. Untuk menaikkan Hb
pasien
Daftar Pustaka
Baradero, Mary dan Siswadi, Yakobus. 2008. Klien Gannguan Hati: Seri Asuhan
Keperawatan. Jakarta: EGC
Chung-Chieng Wu. Ultrasonographic Evaluation of Portal Hypertension and
Liver Cirrhosis. Department of Internal Medicine Division of Geriatrics, and
Clinical Ultrasound Research Laboratory, Tainan Municipal Hospital,
Show-Chwan Health-Care System, Tainan, Taiwan. J Med Ultrasound
2008;16(3):188–193.
Engram, Barbara. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah Vol. 3.
Jakarta: EGC.
Hopkins, Tracey. 2009. Lab Notes Guide to Lab and Diagnostic Test.
Philadelphia. F.A Davis Company.
Jurnalis, Yusri D, Sayoeti , Yorva, Hernofialdi. 2007. Sirosis Hepatis Dengan
Hipertensi Portal Dan Pecahnya Varises Esofagus. Majalah Kedokteran
Andalas No.2. Vol.31 Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas
Semba, Suhayati.1998. Rencana Keperawatan Medikal-bedah vol 3. Jakarta :
EGC.
Sudoyo, Aru w.2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 1 edisi V. Jakarta :
InternaPublising