Download - Lapkas DM type 2
STATUS PASIEN POLIKLINIK PUSKESMAS BATOH
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. Zahara
Umur : 48 tahun
Alamat : Batoh
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status perkawinan : Kawin
Suku : Aceh
Tanggal masuk : 17 Juli 2012
Tanggal keluar : 17 Juli 2012
II. ANAMNESIS
1) Keluhan Utama:
Kebas – kebas dianggota gerak
2) Keluhan Tambahan:
Sulit tidur malam
3) Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan kebas-kebas dibagian tangan dan kaki yang
sering dirasakan pasien ± 1 tahun terakhir. Pasien juga merasakan cepat haus dan
banyak BAK terutama pada malam hari. Penurunan berat badan (-).
Saat ini pasien juga mengeluh sulit tidur pada malam hari dalam ± 1 minggu
terakhir. BAK dan BAB tidak ada keluhan.
4) Riwayat Penyakit Dahulu:
DM (+)
Hipertensi (-)
5) Riwayat Penggunaan Obat:
Obat DM dari puskesmas
6) Riwayat Penyakit Keluarga:
Ibu pasien menderita DM
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : lemah
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 78x / menit
Pernafasan : 18x / menit
Suhu : 36,7oC
Tinggi Badan : 155 cm
Berat Badan : 69 kg
IV. STATUS INTERNUS
a. Kulit
Warna : Sawo matang
Turgor : Cepat kembali
Sianosis : (-)
Ikterus : (-)
Oedema : (-)
Anemia : (-)
b. Kepala
Rambut : Hitam, sukar dicabut
Wajah : Simetris, edema (-), deformitas (-), vulnus laceratum
(-)
Mata : Conjunctiva palp inf pucat (-/-),
Sklera ikterik (-/-),
reflex cahaya langsung (+/+)
T/H/M : Dbn
c. Leher
Inspeksi : Simetris
Palpasi : JVP (N) R-2 cm H20, pembesaran KGB (-)
d. Thorax
Inspeksi : Simetris, bentuk normochest
Palpasi : Sterm fremitus (N/N)
Perkusi : Sonor (N/N)
Auskultasi : Vesikuler (+/+), Ronchi (-/-), Wheezing (-/-)
e. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi
Atas : ICS III
Kiri : Linea mid-clavicula sinistra
Kanan : Linea parasternal kanan
Auskultasi : HR=78x/menit, regular, bising (-/-),
f. Abdomen
Inspeksi : Simetris, distensi (-), tumor (-), vena collateral (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Ginjal : Ballotement (-)
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)
Auskultasi : Peristaltik usus normal
g. Genitalia : Tidak diperiksa
h. Anus : Tidak diperiksa
i. Tulang belakang : Simetris
j. Kelenjar limfe : Pembesaran KGB (-)
k. Ekstremitas : Akral hangat
Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Sianosis (-) (-) (-) (-)
Pucat (-) (-) (-) (-)
Oedema (-) (-) (-) (-)
Fraktur (-) (-) (-) (-)
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium tanggal 17 Juli 2012
KGDS : 265 mg/dl
VI. RESUME
1. Identitas
Pasien perempuan, 48 tahun, alamat batoh
2. Pemeriksaan
Anamnesa
Pasien datang dengan keluhan kebas-kebas dibagian tangan dan kaki yang
sering dirasakan pasien ± 1 tahun terakhir. Pasien juga merasakan cepat haus dan
banyak BAK terutama pada malam hari. Penurunan berat badan (-).
Saat ini pasien juga mengeluh sulit tidur pada malam hari dalam ± 1 minggu
terakhir. BAK dan BAB tidak ada keluhan.
Vital Sign
Keadaan Umum : Lemah
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 78 x / menit
Pernafasan : 18 x / menit
Suhu : 36,7oC
Tinggi Badan : 155 cm
Berat Badan : 69 kg
Status Internus
Kulit : Dbn
Kepala : Dbn
Leher : Dbn
Thorax
Inspeksi : Simetris, bentuk normochest
Palpasi : Sterm fremitus simetris dikedua lapangan paru
Perkusi : Sonor (+/+) dikedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), Ronchi (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi
Atas : ICS III
Kiri : Linea mid-clavicula sinistra
Kanan : Linea parasternal kanan
Auskultasi : HR=80x/menit, regular, bising
Abdomen : Dbn
Ekstremitas : Dbn
VII. DIAGNOSIS BANDING
DM type 2
VIII. DIAGNOSIS KERJA
DM type 2
IX. TERAPI
1. Non farmakologis
Edukasi
Pola makan teratur
Olah raga teratur
Pencapaian berat badan ideal
2. Farmakologi
Glimepirid 2 mg 1-0-1
Metformin tab 500mg 1-0-1
X. PROGNOSIS
Dubia
PEMBAHASAN
1. Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2010, Diabetes mellitus merupakan suatu
kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
2. Klasifikasi
3. Diagnosis
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak
dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM, pemeriksaan
glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan
darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler tetap
dapat dipergunakan dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda
sesuai pembakuan oleh WHO.
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya DM
perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti tersebut di bawah ini.
Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat
badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan
disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara. Pertama, jika keluhan klasik
ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL sudah
cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Kedua, dengan pemeriksaan glukosa
plasma puasa yang lebih mudah dilakukan, mudah diterima oleh pasien serta
murah, sehingga pemeriksaan ini dianjurkan untuk diagnosis DM. Ketiga
dengan TTGO. Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif dan
spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun memiliki
keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam
praktek sangat jarang dilakukan. Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi
kriteria normal atau DM, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok TGT
atau GDPT tergantung dari hasil yang diperoleh.
TGT : Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO
didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140 – 199 mg/dL (7.8-
11.0 mmol/L).
GDPT : Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan
glukosa plasma puasa didapatkan antara 100 – 125 mg/dL (5.6 – 6.9 mmol/L).
4. Pengelolaan
A. Tujuan :
1. Jangka pendek : menghilangkan keluhan/gejala DM dan mempertahankan rasa
nyaman dan sehat.
2. Jangka panjang : mencegah penyulit, baik makroangiopati, mikroangiopati maupun
neuropati, dengan tujuan akhir menurunkan morbiditas dan mortilitas DM.
3. Cara : menormalkan kadar glukosa, lipid, insulin.
Mengingat mekanisme dasar kelainan DM tipe-2 adalah terdapatnya faktor
genetik, tekanan darah, resistensi insulin dan insufisiensi sel beta pankreas, maka
cara-cara untuk memperbaiki kelainan dasar yang dapat dikoreksi harus tercermin
pada langkah pengelolaan.
4. Kegiatan : mengelola pasien secara holistik, mengajarkan perawatan mandiri dan
melakukan promosi perubahan perilaku.
B. Pilar utama pengelolaan DM :
1. Edukasi
2. Perencanaan makan
3. Latihan jasmani
4. Obat-obatan
Pada dasarnya, pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan disertai dengan latihan
jasmani yang cukup selama beberapa waktu (2-4 minggu). Bila setelah itu kadar glukosa
darah masih belum dapat memenuhi kadar sasaran metabolik yang diinginkan, baru dilakukan
intervensi farmakologik dengan obat-obat anti diabetes oral atau suntikan insulin sesuai
dengan indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis, DM
dengan stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat, insulin dapat segera diberikan.
Pada keadaan tertentu obat-obat anti diabetes juga dapat digunakan sesuai dengan indikasi
dan dosis menurut petunjuk dokter. Pemantauan kadar glukosa darah bila dimungkinkan
dapat dilakukan sendiri di rumah, setelah mendapat pelatihan khusus untuk itu.
b.1. Edukasi
Diabetes Tipe 2 biasa terjadi pada usia dewasa, suatu periode dimana telah terbentuk
kokoh pola gaya hidup dan perilaku. Pengelolaan mandiri diabetes secara optimal
membutuhkan partisipasi aktif pasien dalam merubah perilaku yang tidak sehat. Tim
kesehatan harus mendampingi pasien dalam perubahan perilaku tersebut, yang berlangsung
seumur hidup. Keberhasilan dalam mencapai perubahan perilaku, membutuhkan edukasi,
pengembangan keterampilan (skill), dan motivasi yang berkenaan dengan:
makan makanan sehat;
kegiatan jasmani secara teratur;
menggunakan obat diabetes secara aman, teratur, dan pada waktu-waktu yang spesifik;
melakukan pemantauan glukosa darah mandiri dan memanfaatkan berbagai informasi yang ada;
melakukan perawatan kaki secara berkala;
mengelola diabetes dengan tepat;
mengembangkan sistem pendukung dan mengajarkan keterampilan;
dapat mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan.
Edukasi (penyuluhan) secara individual dan pendekatan berdasarkan penyelesaian
masalah merupakan inti perubahan perilaku yang berhasil. Perubahan perilaku hampir sama
dengan proses edukasi dan memerlukan penilaian, perencanaan, implementasi, dokumentasi,
dan evaluasi.
b.2. Perencanaan makan
Diabetes tipe 2 merupakan suatu penyakit dengan penyebab heterogen, sehingga tidak
ada satu cara makan khusus yang dapat mengatasi kelainan ini secara umum. Perencanaan
makan harus disesuaikan menurut masing-masing individu. Pada saat ini yang dimaksud
dengan karbohidrat adalah gula, tepung dan serat, sedang istilah gula sederhana/simpel,
karbohidrat kompleks dan karbohidrat kerja cepat tidak digunakan lagi. Penelitian pada orang
sehat maupun mereka dengan risiko diabetes mendukung akan perlunya dimasukannya
makanan yang mengandung karbohidrat terutama yang berasal dari padi-padian, buah-
buahan, dan susu rendah lemak dalam menu makanan orang dengan diabetes. Banyak faktor
yang berpengaruh pada respons glikemik makanan, termasuk didalamnya adalah macam
gula: (glukosa, fruktosa, sukrosa, laktosa), bentuk tepung (amilose, amilopektin dan tepung
resisten), cara memasak, proses penyiapan makanan, dan bentuk makanan serta komponen
makanan lainnya (lemak, protein). Pada diabetes tipe 1 dan tipe 2, pemberian makanan yang
berasal dari berbagai bentuk tepung atau sukrosa, baik langsung maupun 6 minggu kemudian
ternyata tidak mengalami perbedaan repons glikemik, bila jumlah karbohidratnya sama.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah total kalori dari makanan lebih penting daripada
sumber atau macam makanannya.
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal
karbohidrat, protein, dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut:
o Karbohidrat 60-70%o Protein 10-15%
o Lemak 20-25%Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut, dan kegiatan
jasmani untuk mencapai dan mempertahankan berat badan idaman.
Untuk penentuan status gizi, dipakai Body Mass Index (BMI) = Indeks Massa Tubuh (IMT).
IMT = BB(kg)/TB(m2)
Tabel 2. Klasifikasi IMT (Asia Pasific)
Klasifikasi IMT (Asia Pasific)
Lingkar Perut
<90cm (Pria)<80cm (Wanita)
>90cm (Pria)>80cm (Wanita)
Risk of co-morbidities
BB Kurang <18,5 BB Normal 18,5-22,9BB Lebih >23,0 :
- Dengan risiko : 23,0-24,9- Obes I : 25,0-29,9- Obes II : ≥ 30
Rendah Rata-rata Meningkat Sedang Berat
Rata-rataMeningkat SedangBeratSangat berat
Untuk kepentingan klinik praktis, dan menghitung jumlah kalori, penentuan status gizi
memanfaatkan rumus Broca, yaitu: Berat Badan Idaman (BBI) = (TB-100) - 10%
Status gizi:
BB kurang bila BB < 90% BBI
BB normal bila BB 90-110% BBI
BB lebih bila BB 110-120% BBI
Gemuk bila BB >120% BBI
b.3. Latihan jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu
selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2.
Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun harus
tetap dilakukan. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan
berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali
glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik
seperti: jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya
disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat,
intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat komplikasi DM
dapat dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalas malasan.
Berolah raga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula darah tetap
normal. Prinsipnya, tidak perlu olah raga berat, olah raga ringan asal dilakukan secara teratur
akan sangat bagus pengaruhnya bagi kesehatan. Olahraga yang disarankan adalah yang
bersifat CRIPE (Continuous, Rhytmical, Interval, Progressive, Endurance Training). Sedapat
mungkin mencapai zona sasaran 75-85% denyut nadi maksimal (220-umur), disesuaikan
dengan kemampuan dan kondisi penderita. Beberapa contoh olah raga yang disarankan,
antara lain jalan atau lari pagi, bersepeda, berenang, dan lain sebagainya. Olah raga akan
memperbanyak jumlah dan meningkatkan aktivitas reseptor insulin dalam tubuh dan juga
meningkatkan penggunaan glukosa.
b.4. Obat-obatan
Apabila penatalaksanaan terapi tanpa obat (pengaturan diet dan olah raga) belum
berhasil mengendalikan kadar glukosa darah penderita, maka perlu dilakukan langkah
berikutnya berupa penatalaksanaan terapi obat, baik dalam bentuk terapi obat hipoglikemik
oral, terapi insulin, atau kombinasi keduanya.
Insulin
Terapi insulin merupakan satu keharusan bagi penderita DM Tipe 1. Pada DM Tipe I, sel-
sel β Langerhans kelenjar pankreas penderita rusak, sehingga tidak lagi dapat memproduksi
insulin. Sebagai penggantinya, maka penderita DM Tipe I harus mendapat insulin eksogen
untuk membantu agar metabolisme karbohidrat di dalam tubuhnya dapat berjalan normal.
Walaupun sebagian besar penderita DM Tipe 2 tidak memerlukan terapi insulin, namun
hampir 30% ternyata memerlukan terapi insulin disamping terapi hipoglikemik oral.
Obat Hipoglikemik Oral
Obat-obat hipoglikemik oral terutama ditujukan untuk membantu penanganan pasien DM
Tipe II. Pemilihan obat hipoglikemik oral yang tepat sangat menentukan keberhasilan terapi
diabetes. Bergantung pada tingkat keparahan penyakit dan kondisi pasien, farmakoterapi
hipoglikemik oral dapat dilakukan dengan menggunakan satu jenis obat atau kombinasi dari
dua jenis obat. Pemilihan dan penentuan rejimen hipoglikemik yang digunakan harus
mempertimbangkan tingkat keparahan diabetes (tingkat glikemia) serta kondisi kesehatan
pasien secara umum termasuk penyakit-penyakit lain dan komplikasi yang ada.
Penggolongan Obat Hipoglikemik Oral
Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat hipoglikemik oral dapat dibagi menjadi 3
golongan, yaitu:
a) Obat-obat yang meningkatkan sekresi insulin, meliputi obat hipoglikemik oral
golongan sulfonilurea dan glinida (meglitinida dan turunan fenilalanin).
b) Sensitiser insulin (obat-obat yang dapat meningkatkan sensitifitas sel terhadap insulin),
meliputi obat-obat hipoglikemik golongan biguanida dan tiazolidindion, yang dapat
membantu tubuh untuk memanfaatkan insulin secara lebih efektif.
c) Inhibitor katabolisme karbohidrat, antara lain inhibitor α-glukosidase yang bekerja
menghambat absorpsi glukosa dan umum digunakan untuk mengendalikan hiperglikemia
post-prandial (post-meal hyperglycemia). Disebut juga “starch-blocker”.
beberapa golongan senyawa hipoglikemik oral beserta mekanisme kerjanya.
DAFTAR PUSTAKA
1. American Diabetes Association. Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus.
[Online]. 2004 [cited 2010 Sept 30];Available from: URL:
http://care.diabetesjournals.org/content/27/suppl_1/s5.full
2. Purnamasari D. Diagnosis dan klasifikasi diabetes melitus. Dalam: Sudoyo A,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
3. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing. p. 1880-3.
3. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus Pengelolaan Dan Pencegahan
diabetes mellitus tipe 2 di Indonesia.2011