Download - Lap Farmako b8 2
BAB I
PENDAHULUAN
A. TUJUAN
1. Menjelaskan efek farmakodinamik digitalis terhadap frekuensi denyut
atrium dan ventrikel, interval denyut atrium dan ventrikel, serta kekuatan
kontraksi atrium dan ventrikel. (efek kronotropik, inotropik dan
dromotropik) yang dilakukan pengamatan pada jantung kodok.
2. Menjelaskan dan memperhatikan dan mengamati efek toksik dan letal
digitalis.
3. Memahami pengertian kecilnya margin of safety (perbedaan antara dosis
teraputik dan dosis letal) digitalis dan implikasi klinisnya.
B. DASAR TEORI
Sulfas Atropin
1. Sediaan:
Ampul 250 µg/ml x 1 ml x 30
2. Dosis dewasa:
a) 250-1000 µg secara subkutan.
b) Dosis 1 mg IV bolus dapat diulang dalam 3-5 menit sampai dosis
total 0,03-0,04 mg/kg BB, untuk bradikardi 0,5 mg IV bolus setiap 3-
5 menit maksimal 3 mg.
3. Farmakokinetik dan Farmakodinamik
Merupakan obat yang mempunyai efek antikolinergik kuat dan
merupakan antagonis khusus dari efek musakarinik Ach. Atropine
memiliki daya kerja atas SSP (antara lain sedative) dan daya
bronchodilatasi ringan berdasarkan peredaan otot polos bronchi.
Merupakan anti kolinergik, bekerja menurunkan tonus vagal dan
memperbaiki sistim konduksi AtrioVentrikuler. Atropin merupakan agen
preanestesi yang digolongkan sebagai anti kolinergik atau
parasimpatolitik. Atropin sebagai prototip anti muskarinik mempunyai
kerja menghambat efek asetilkolin pada syaraf postganglionik kolinergik
dan otot polos. Hambatan ini bersifat reversibel dan dapat diatasi dengan
pemberian asetilkolin dalam jumlah berlebihan atau pemberian anti
kolinesterase. Termasuk dalam golongan glikosida jantung atau digitalis
1
yang cara kerjanya memperkuat daya kontraksi otot jantung yang lemah
sehingga memperkuat fungsi pompa. Digitalis digoksin mempunyai
efek inotropik positif yakni memperkuat kontraksi jantung, hingga
volume pukulan, volume menit dan diuretic diperbesar, serta jantung
membesar mengecil lagi. Frekuensi denyutnya juga diturunkan hal ini
termasuk dalam efek kronotropik negatif akibat dari nervus vagus.
Resobsi sulfas atropine di usus cepat dan lengkap, begitu pula dari
mukosa. Selain itu resopsi dapat melalui kulit dan sulit direabsorpsi
lewat mata. Distribusi keseluruh tubuh baik dan ekskresi dilakukan
melalui ginjal (Katzung, 2001).
4. Indikasi
Atropin dapat mengurangi sekresi dan merupakan obat
pilihan utama untuk mengurangi efek bronchial dan kardial yang
berasal dari perangasangan parasimpatis, baik akibat obat atau anestesi
maupun tindakan lain dalam operasi. Disamping itu efek lainya adalah
melemaskan tonus otot. Selain itu obat ini bisa digunakan untuk
spasme/kejang pada kandung empedu, kandung kemih dan usus,
keracunan fosfororganik, asistole atau PEA lambat (kelas II B),
bradikardi (kelas II A) selain AV blok derajat II tipe 2 atau derajat III
(hati-hati pemberian atropine pada bradikardi dengan iskemi atau infark
miokard), keracunan organopospat (atropinisasi) (Setiabudy, 2008).
5. Kontraindikasi
Pemberian harus hati hati pada penderita dengan suhu diatas normal
dan pada penderita dengan penyakit jantung khususnya fibrilasi
aurikuler selain itu harus hati-hati dengan pasien bradikardi dengan
irama EKG AV blok derajat II tipe 2 atau derajat III (Setiabudy, 2008).
6. Efek samping
Peningkatan tekanan intraokular, sikloplegia (kelumpuhan iris mata),
midriasis, mulut kering, pandangan kabur, kemerahan pada wajah dan
leher, hesitensi dan retensi urin, takikardi, dada berdebar,
konstipasi/sukar buang air besar, peningkatan suhu tubuh, peningkatan
rangsang susunan saraf pusat, ruam kulit, muntah, fotofobia (kepekaan
abnormal terhadap cahaya) (Setiabudy, 2008).
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. ALAT DAN BAHAN
1. Hewan coba: kodok (Rana Sp) berukuran agak besar
2. Alat-alat: tempat fiksasi kodok, jarum pentul, gunting anatomis dan
chirurgis, pinset, semprit tuberculin.
3. Bahan/ zat: larutan uretan 10% dan larutan ringer.
4. Obat: larutan tingtura digitalis 10%.
B. CARA KERJA
Persiapan
1. Hewan coba : kodok (Rana sp.), berukuran agak besar.
2. Alat-alat : tempat fiksasi kodok, jarum pentul, gunting anatomis dan
chirurgis, pinset, semprit Tuberculin.
3. Bahan/zat : larutan kloroform dan larutan ringer.
4. Obat : Sulfas Atropin.
Pelaksanaan
1. Memilih satu kodok untuk satu kelompok, suntikan ke dalam saccus
lymphaticus dorsalisnya larutan kloroform.
2. Bila sudah terjadi anestesi pada kodok, memfiksasi kodok pada papan
fiksasi dengan posisi terlentang dengan telapak tangan dan kaki terfiksasi
dengan jarum pentul.
3. Membuka toraks kodok dimulai dengan kulit, dilanjutkan dengan lapisan
dibawahnya, dengan irisan berbentuk V, memulai dari bawah processus
ensiformis ke lateral, sampai jantung terlihat jelas dan hindari tindakan
yang menyebabkan banyak perdarahan.
4. Bila jantung telah nampak, menyingkirkan jaringan yang menutupinya
dan bukalah secara hati-hati pericardium jantung kodok yang tampak
sebagai selubung jantung berwarna perak.
5. Sekarang jantung tampak utuh, meneteskan segera setetes larutan ringer
laktat untuk membasahi jantung, lalu memperhatikan dengan teliti siklus
jantung antara sistol dan diastole, terutama dengan memperhatikan bentuk
dan warna ventrikel.
3
6. Menetapkan frekuensi denyut jantung per menit sebanyak 3 kali, dan
ambil rata-ratanya.
7. Meneteskan larutan sulfas atropin dengan tetesan kecil melaluli semprit
tuberculin yang dilepaskan jarumnya., langsung pada permukaan jantung,
tiap 2 menit dan hitung frekuensi denyut jantungnya tiap selesai
meneteskan digitalis.
8. Mempelajari perubahan yang terjadi pada siklus jantung (sistol dan
diastol) dan perubahanwarna jantung. Pemberian digitalis akan
menyebabkan penurunan frekuensi jantung, ventrikel akan lebih merah
saat diastole dan menjadi lebih putih saat sistol serta amati juga interval
AV yang makin besar. Hal-hal tadi sesuai dengan efek terapi digitalis
pada manusia. Penetesan digitalis diteruskan tiap 2 menit, sampai terjadi
keadaan keracunan yang teramat sangat sebaai hambatan jantung parsial,
disusul terjadinya hambatan mutlak dan berakhir dengan berhenti denyut
ventrikel, biasanya dalam keadaan sistol (asistol).
9. Menentukan apakah jantung yang telah berhenti berdenyut tadi masih bisa
dirangsang dengan rangsangan mekanis, yaitu dengan menyentuh
permukaannya dengan pinset.
10. Membuat catatan dari seluruh pengamatan dan membuat kurva yang
menggambarkan hubungan antara frekuensi jantung dengan jumlah
tetesan digitalis yang dipakai.
C. HASIL PRAKTIKUM
Tabel hasil tetesan obat digitalis secara langsung ke permukaan jantung
kodok.
Waktu (menit)Denyut Jantung
(kali/menit)
Warna Ventrikel
saat Sistol
Warna Ventrikel
saat Diastol
0 23 Putih Merah
2 30 Putih Merah
4 27 Putih Merah
6 18 Putih Merah
8 14 Putih Merah
10 14 Putih Merah
12 13,5 putih Merah
4
14 13,5 Putih Merah
16 13 Putih Merah
18 13 Putih Merah
20 13 Putih Merah
22 12,5 Putih Merah
24 11 Putih Merah
26 10 Putih Merah
28 8,5 Putih Merah
30 7,5 Putih Merah
5
D. PEMBAHASAN
Sulfas atropin merupakan obat yang tergolong anti muskarinik yang
berfungsi untuk menghambat saraf parasimpatis dan terutama selektif di
reseptor M1 (Ganglia, beberapa kelenjar), M2 (Jantung), M3 (Otot polos dan
kelenjar), dan M4 atau M5. Antagonis muskarinik akan memblok efek
asetilkolin yang dilepaskan dari terminal saraf parasimpatis pascaganglion.
Sulfas atropin termasuk stimulan sentral yang lemah yang apabila diberikan
dalam dosis besar akan menyebabkan takikardi sedangkan dosis rendah
menyebabkan bradikardi. Dalam percobaan kali ini, dosis sulfas atropin yang
digunakan sebanyak 0,2 cc. Dosis tersebut lebih kecil daripada yang
seharusnya sehingga menimbulkan brakikardi pada jantung katak.
Hewan coba katak mengalami perubahan frekuensi detak jantung yang
mecolok pada menit ke 2 setelah diteteskan sulfas atropin. Hal ini
menunjukkan bahwa obat sulfat atropine yang telah diberikan pada jantung
katak telah bekerja pada reseptor muskarinik dan menyebabkan frekuensi
denyut jantungnya meningkat. Namun frekuensi denyut jantung tidak
meningkat secara terus menerus, ada saat di mana frekuensi denyut jantung
kembali menurun. Hal ini mungkin dapat disebabkan oleh dosis sulfas atropin
yang diberikan secara terus menerus mengakibatkan kontraksi dari jantung
kodok mengalami disfungsi akibat peningkatan tekanan yang terus menerus
terjadi. Awalnya denyut jantung meningkat pada saat pertama diberikan sulfas
atropine tetapi lama kelamaan denyutan jantung kodok melemah sampai
akhirnya terjadi kematian pada jantung kodok. Faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi hasil percobaan kali ini di antaranya adalah:
a. Faktor Alat dan Bahan
1. Dosis obat tidak sesuai sehingga efek yang dinginkan tidak dapat
dicapai
2. Jantung kodok sangat kecil sehingga menyulitkan prooses pembedahan
dan pemisahan lapiran pericardium yang tipis.
b. Faktor Kesalahan Manusia
1. Cara pemberian sulfas atropine yang tidak sesuai pada jantung
sehingga efek kerja obat tersebut kurang efektif sehingga interpretasi
praktikan yang berbeda-beda dalam membedakan perbedaan warna dan
irama jantung katak
6
2. Ketelitian praktikan dalam menghitung denyut jantung dalam 1 menit.
3. Ketika proses pembedahan jantung kodok kurang teliti dan
membutuhkan waktu yang lama sehingga, jantung kodok mulai
berkurang kontraksinya karena terlalu lama diberikan anastesi larutan
uretan 10%.
4. Jantung kodok yang kecil menyulitkan proses pembedahan lapisan
paerikardium yang tipis sehingga praktikan ketakutan ketika akan
menyingkirkan lapisan tersebut karena sangat tipis yang dapat
menyebabkan perdarahan jantung. Efek yang diberikan terhadap
jantung kodok dengan obat sulfas atropin dapat meningkatkan
kontraktilitas dari jantung kodok. Awalnya jantung kodok melemah
karena terlalu lama dilakukan anastesi dengan larutan uretan 10%
sehingga denyutan jantung makin melemah. Selain itu proses
pembedsahan pada bagian thorax kodok di lakukan dengan waktu yang
lama sehingga efek kerja dari obat anastesi tidak maksimal.
Ketika detakan jantung kodok melemah, selanjutnya diberikan
obat sulfas atropik pada permukaan jantung menyebabkan jantung
mulai meningkat frekuensinya, mekanisme tersebut sesuai dengan
kandungan pada obat tersebut yang dapat meningkatkan kontraktilitas
dari ventrikel jantung pada saat fase sistolik dengan kita melihat
perubahan warna yang terjadi.
Tetapi ketika dosis yang diberikan berlebihan dalam arti dosis
yang diberikan merupakan dosis letal dapat menyebabkan keracunan,
karena waktu yang di lakukan ventrikel untuk melakukan kontraksi
terlalu lama akibat efek yang diberikan obat sulfas atropik terebut,
menyebabkan otot jantung menjsdi hipretropi, memanjang dan
menyebabkan disfungsi dari miokardium jantung. Ketika efek tersebut
terjadi sehingga kontraksi jantung akan melemah. Kekuatan sebelum
melakukan kontraksi yang di sebut dengan preload, ketika awal
diberika obat sulfas atropik akan meningkan sehingga daya regang
ventrikel akan meningkat yang menyebabkan aliran darah yang
menyuplai akan besar. Tetapi ketika terjadi keracunan dosis obat sulfas
atropik tersebut menyebabkan daya kontraksi berkurang dengan
menurunnya fase preload, sehingga daya regang sebelum berkontraksi
7
akan berkurang karena otot jantung mengalami dilatasi akibat terlalu
lama melakukan kontraksi.
Penurunana preload akan menyebakan penurunana
kontraktilitas, karena daya regang sebelum berkontraksi menurun
akibatnya kontraksi akan ikut menurun desertai penurunan afterload
yang meruoakan volume darah seblum kontraksi dari ventrikel yang
akan menyuplai darah ke seluruh bagian tubuh. Akibat dari penurunan
ketiga factor tersebut menyebabkan volume yang seharusnya tersuplai
ke seluruh jatingan akan berkurang, menyababkan hipoksia jaringan.
Ketika jaringan mengalami hipoksia fungsi dari sel tubuh akan
berkurang yang akan menyebabkan ireversibel pada organ tubuh
khususnya organ tubuh yang vital, karena terlalu lama mengalami
hiposia jaringan akibat penurunan curah jantung menyababkan system
kordiansi organ tubuh akan menurun yang menyebabkan penurunan
Dari seluruh organ tubuh, lama kelamaan jantung kodok tidak dapat
berkontraksi kembali.
Walaupun jantung memiliki daya elektrikal yang kuat, lama-
kelamaan daya elektrikal tersebut tidak akan berfungsi kembali karena
adanya penurunan fisiologis dari fungsi elektrikal jantung tersebut
sehingga kontraksi melemah dan tidak dapart dirangsang kembali
dengan menggunakan alat apapun.
8
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Sulfas atropin merupakan obat yang tergolong anti muskarinik yang
berfungsi untuk menghambat saraf parasimpatis. Obat tersebut dapat
meningkatkan kontraktilitas dari ventrikel jantung yang menyebabkan
kontraksi yang kuat. Dengan dosis terapeutik obat ini dapat berguna
meningkatkan irama jantung, tetapi ketika diberikan dosis yang berlebihan
atau dosis letal dapat menyebabkan toksik sehingga terjadi hambatan pada
jantung hingga jantung mengalama disfungsi akibat terlalu lama berkontraksi
dengan adekuat.
Saran
Ketika saat penelitian berlangsung, praktikan seharusnya
mempersiapkan alat dengan maksimal agar ketika proses pembedahan tidak
terlalu lama membutuhkan waktu yang menyebabkan efek dari anastesi
larutan uretan 10% kurang efektif. Selain itu alat yang digunakan harus siap
pakai, terutama gunting untuk melakukan pembedahan sehingga ketika akan
membuka bagian thorax kodok tidak terlalu susah dan membutuhkan waktu
lama. Praktikan juga harus teliti terhadap organ vital karena akan
menyebabkan perdarahan terutama ketika akan melakukan pembedahan atau
pemisahan pada bagian lapisan pericardium yang sangat tipis dengan
menempel pada bagian permukaan jantung.
9
DAFTAR PUSTAKA
Katzung, Bertram G. 2001. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: Salemba
Medika.
Priyanto, Batubara L. 2010. Farmakologidasar.Jakarta:Leskonfi
Rahardjo, 2009.Kumpulan KuliahFarmako. Edisi ke-2.Jakarta:EGC
Setiabudy, Rianto. 2008. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta : FKUI.
Suyatna, 2008. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5.Jakarta: Departemen dan
Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
10