Download - Landasan Psikologis Pendidikan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan adalah hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia, dengan pendidikan
manusia dapat memaksimalkan potensi yang ada pada dirinya. Banyak para pendidik yang
memaksakan kehendaknya kepada peserta didik untuk melakukan hal yang mereka inginkan
sedangkan peserta didik sendiri tidak membutuhkanya., maka setiap guru dituntut untuk
memahami teori psikologi pendidikan agar potensi yang ada pada peserta didik dapat
dikembangkan berdasarkan tahap perkembangannya. Banyak para ahli yang memaparkan
tentang perkembangan peserta didik diantaranya Piaget, Carl R. Rogers, Kohnstamm.
Karena pentingnya landasan psikologi pendidikan dalam proses pembelajaran maka pada
kesempatan ini kami akan membahas makalah tentang pengertian landasan pendidikan,
bagaimana situasi pergaulan pendidikan setiap individu, apa saja dimensi dalam proses
pendidikan, apa saja tugas-tugas pokok perkembangan, bagaimana pemahaman guru terhadap
perkembangan pribadi anak, apa saja teori-teori belajar dalam pendidikan, dan apa saja jenis-
jenis upaya dalam proses pendidikan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Landasan Psikologis Pendidikan?
2. Bagaimana situasi Pergaulan Pendidikan setiap individu?
3. Apa saja dimensi dalam proses pendidikan?
4. Apa saja tugas-tugas pokok perkembangan?
5. Bagaimana pemahaman guru terhadap perkembangan pribadi anak?
6. Apa saja teori-teori belajar dalam pendidikan?
7. Apa saja jenis-jenis upaya dalam proses pendidikan?
C. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui pengertian landasan psikologis pendidikan.
2. Untuk mengetahui situasi pergaulan pendidikan pada setiap individu.
3. Untuk megetahui dimensi-dimensi dalam proses pendidikan.
4. Untuk mengetahui apa saja tugas-tugas pokok perkembangan.
5. Untuk memberikan pemahaman kepada guru terhadap perkembangan pribadi anak.
6. Untuk mengetahui teor-teori belajar dalam pendidikan.
7. Untuk mengetahui jenis-jenis upaya dalam proses pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Landasan Psikologis Pendidikan
Proses kegiatan pendidikan melibatkan proses interaksi psikho-fisik dalam sosio-kultural
yang antropologis- filosofis – normative. Artinya pendidikan adalah suatu kegiatan yang
menyangkut interaksi kejiwaan antara pendidik dan peserta didik dalam suasana nilai- nilai
budaya suatu masyarakat yang didasarkan pada nilia-nilai kemanusiaan. Pendidikan selalu
melibatkan aspek- aspek yang tidak dipisahkan satu sama lain yaitu aspek kejiwaan,kebudayaan,
kemasyarakatan, norma- norma, dan kemanusiaan.
Landasan Psikologis Pendidikan adalah kajian tentang dasar- dasar psikologi yang dapat
menjadi landasan teori maupun praktek pendidikan. Adapun tujuan pendidikan adalah
mencerdaskan kehidupan bangsa, yaitu pendidik tidak saja mencerdaskan intelektualnya saja
tetapi pendidik juga harus mengembangkan kecerdasan spiritual, emosional, sosial, dan
tingkatan yang lebih tinggi adalah kecerdasan kognitif.
Manusia mempunyai banyak kebutuhan dalam hidupnya merurut A.H Maslow dalam
Individual and society mengkategorikan 5 kebutuhan ( krech,dkk.1992:76) yaitu:
a. Kebutuhan fisik, contoh lapar, haus.
b. Kebutuhan keamanan, contoh keamanan, aturan.
c. Kebutuhan memiliki & rasa cinta, contoh kasih sayang.
d. Kebutuhan penghargaan, contoh prestasi, harga diri.
e. Kebutuhan aktualisasi diri, contoh kebutuhan untuk menyempurnakan diri.
Menurut Maslow kebutuhan yang lebih tinggi dapat di penuhi jika kebutuhan dasar terpenuhi
dan sampai kemampuan untuk merealisasikan/ mengaktualisasikan diri seseorang dapat terwujud
dalam kehidupan sehari- hari.
B. Situasi Pergaulan Pendidikan
Pergaulan pendidikan adalah hubungan antara dua pihak yang mempunyai maksud yang
disengaja untuk mempengaruhi anak didik sehingga anak didik tersebut berkembang menuju
kedewasaan. Proses pendidikan tidak langsung menghasilkan kekedewasaan melainkan peserta
didik akan secara bertahap menuju kekedewasaan. Karena kedewasaan merupakan suatu proses
yang berkesinambungan, saling berbuhungan terus menerus.
Manusia adalah makluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri, manusia hidup di lingkungan
sesuai dengan aktualisasinya ,keluarga merupakan pendidikan pertama bagi anak yang dapat
mempengaruhi kepribadian anak . misalnya anak hidup di keluarga yang ceria, soleh, akrab
ramai, maka anak akan bersikap seperti itu, dan sebaliknya. Peserta didik itu merupakan individu
yang unik mempunyai potensi dan sikap yang berbeda maka pendidik harus memahami
perkembangannya agar perkembangan anak didik bisa secara tepat, baik kebutuhannya, cita- cita,
dan tujuan hidup.
C. Beberapa Dimensi Proses Pendidikan
Pendidikan pada dasarnya mempunyai dimensi tujuan untuk memperbaiki perilaku. Berbeda
dengan hewan, manusia makhluk yang berakal yang bisa dididik dan perlu pendidikan, maka
pendidikan berlaku bagi manusia sepanjang hayat.
Inti dari pendidikan bukan memperbaiki keterampilan seperti pada hewan tetapi kita mendidik
anak agar anak memiliki integritas kepribadian dan mampu untuk bertanggung jawab. Untuk
menumbuhkan sikap tanggung jawab membutuhkan memilih nilai kesusilaan, agar dapat berbuat
kebaikan, karena manusia mempunyai kata hati yang mampu membedakan mana yang baik dan
mana yang buruk, antara yang jelek dan tidak, dsb.
Prof. Dr. Kohnstamm tokoh pendidik Belanda, mengadakan pembedaan antara berbagai
lapisan perilaku pada berbagai jenis makhluk yang disebut “nevous van gedringen” yaitu :
1. Lapisan perilaku anorganis, seperti peristiwa jatuh baik pada makhluk
Hidup maupun mati, yang keduanya tunduk pada hukum alam yang berupa
gaya tarik bumi atau gravitasi.
2. Lapisan Vegetatif /nabati, yaitu lapisan tentang segala proses yang terdapat dalam tubuh
untuk memelihara kehidupan jasmani, seperti pernapasan, pertukaran zat-zat dalam tubuh yang
diambil dari alam sekitar.
3. Perilaku animal atau hewani, yaitu lapisan yang sifatnya sudah berupa dorongan yang
bersifat instinktif /naluriah, misalnya nafsu makan, dorongan seks, berkelahi, dll.
4. Perilaku Human/Insani atau manusawi, yaitu lapisan perilaku yang hanya dimiliki manusia.
Lapisan ini meliputi potensi-potensi manusiawi yaitu :
a. Adanya kemauan yang dapat menguasai hawa nafsu, sehingga manusia dapat
menunda perbuatannya. Kemampuan ini berimplikasi pada kemampuan membuat perencanaan
untuk kegitan yang akan dilakukan.
b. Adanya kesadaran intelektual, sehingga manusia dapat mengembangkan
ilmunya, memecahkan persoalan-persoalan dengan kemampuan logikanya dan kritisisme.
c. Adanya kesadaran diri, yaitu kemampuan menyadari terhadap sifat-sifat yang
ada pada dirinya, menilai diri dan mengembangkan diri.
d. Manusia sebagai makhluk sosial, dapat mengatur hidupnya dengan orang lain,
mengadakan komunikasi, persabatan, perkawinan, dan kehidupan bersama dengan sesama
manusia lain dalam masyarakat.
e. Manusia mempunyai bahasa simbolis
f. .Manusia dapat menyadari nilai-nilai seperti kesusilaan, kebenaran, keadilan,
keindahan, dll.
5. Lapisan mutlak (Absolut), dalam lapisan ini manusia dapat menghayati kehidupan beragama
dan religius, sehingga dapat berkomunikasi dengan Tuhan dan dapat menghayati nilai-nilai
kehidupan manusia yang tertinggi, yaitu kehidupan ketuhannan dan nilai-nilai keberagamaan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa proses pendidikan dapat berlangsung dalam berbagai jenis
dimensi perilaku, dan menyangkut aspek kognitif yang dapat berlangsung di sekolah, aspek
afektif, religious dan kepribadian yang utuh dapat dilakukan di rumah atau lingkungan keluarga.,
sedangkan aspek motorik dapat didapatkan dari koordinasi tubuh.
D. Tugas- Tugas Pokok Perkembangan
Proses pendewasaan manusia itu adalah pertemuan antara pertumbuhan potensi dari dalam
pada anak, dari pengaruh lingkungan, yang sebagian diatur dengan sengaja yang disebut
pendidikan.
Pendidikan terdiri atas pelaksanaan tugas- tugas perkembangan, yaitu memperhatikan tahap-
tahap pertumbuhan, dan perkembangan anak yang mempunyai dasar pemikiran teori sendiri
sesuai dengn konsep yang dipakai untuk melaksanakan periodesasi itu.
Adapun tugas perkembangan menurut Robert Havinghurst adalah suatu tugas yang berada
pada tahap kehidupan seseorang yang akan membawa individu kepada kebahagiaan dan
keberhasilan tugas- tugas perkembangan berikutnya, yaitu pada tahap kehidupan tersebut dijalani
dengan berhasil. Sedangkan dalam kegagalan dalam perkembangan dapat mengakibatkan
kehidupan tidak bahagia dan kesulitan- kesulitan lain dalam kehidupannya kelak.
Tahapan- tahapan perkembngan menurut Erikson yang diadopsi oleh Sikun Pribadi
(1984;156-159) sbb.
1. The sense of trust ( kemampuan mempercayai) kira- kira umur 0-12 bulan.
Kemampuan ini mulai berkembang sejak lahir, karena diliputi oleh suasana yang hangat, mesra,
dan kasih sayang orang tua terhadap anak dan semua anggota keluarga, sehingga mempercayai
bahwa kebutuhan hidupnya terpenuhi. Kemampuan ini merupakan dasar kepercayaan pada orang
lain, diri sendiri, dan percaya bahwa hidup ini penuh dengan kebaikan.
2. The sence of authonomy ( kemampuan berdiri sendiri) kira-kira umur 1,5-3
tahun. Pada masa ini anak bukan berarti tidak memerlukan orang lain tetapi anak mempunyai
kemauan sendiri serta dapat berdiri sendiri. Seorang pendidik tidak boleh meremehkan anak dan
jangan sampai dipermalukan. Kita harus mendukung perasaan anak bahwa ia adalah pribadi yang
mempunyai harga diri yang harus kita perlakukan adalah menghargai, toleransi dan memberi
penghargaan. Kepribadian anak merupakan pantulan dari orang tuanya, seorang ibu yang
mempunyai jiwa penyayang dan penuh kepercayaan diri maka anak akan percaya diri secara
mantap.
3. The tense of initiative ( kemampuan berprakarsa) kira- kira umur 3,5- 5,5
tahun. Anak pada umur ini ingin menemukan kemampuan yang tersimpan dalam dirinya. Dia
ingin melakukan kebebasan untuk mengetahui sesuatu hal dengan cara meniru, dan bereksplorasi
dan mengembangkan daya fantasinya, dalam hal ini anak membutuhkan dukungan, motivasi,
bukan kritikan atau penekanan.
4. The tense ofaccomplisment ( kemampuan menyelesaikan tugas) kira- kira
umur 6-12 tahun. Anak ada keinginan dalam dirinya untuk meyelesaikan tugas, sehingga anak
akan kelihatan rajin, aktif, maka sebagi pendidik kita harus bisa menjaga perasaanya agar anak
tidak rendah diri dan merasa tidak berprestasi dan sikap putus asa.
5. The sense of identity ( kemampuan mengenali identitasnya) kira- kira
umur 12-18 tahun. Pada masa ini anak sudah menginjak masa remaja dimana dia akan mencari
siapa aku, bagaimana sifat dan sikap baiknya, bagaimana pergaulan dengan orang lain. Biasanya
mengalami masa ombang- ambing dan merasa masih kanak- kanak dan dia mencoba memainkan
pberbagai peran.
6. Tahap kedewasaan, ada 3 tahap periode ini yaitu:
a. keakraban ( intimacy)
b. kemampuan mengurus (generativity), pada periode ini akan menujukan dapat mengurisi orang
lain.
c. tahap keutuh an kepribadian (integrity).
E. Pemahaman terhadap Perkembangan Anak
Kita sebagai calon guru bukan hanya dituntut untuk hanya memahami perkembangan pribadi
anak dari segi biologisnya saja, melainkan kita juga harus paham bahwa selain sebagain makhluk
biologis anak juga sebagai makhluk psikis dan spiritual. Sebagai makhluk biologis artinya anak
itu dapat dikenali dari segi fisik dan instinktifnya, misal instink mempertahankan diri, instink
seks, berkelahi, lari dan berasosiasi dengan orang lain. Sedangkan dari aspek psikisnya kita dapat
mengenali dimensi jiwa anak seperti motivasinya, emosinya, kognisinya, serta kehidupan
psikomotornya. Pemahaman terhadap diri ini adalah dalam rangka untuk mengembangkan
potensi anak agar memahami kemampuan dirinya, dan mencapai kedewasaan. Selain dengan
observasi pemahaman terhadap dunia anak juga dapat dilakukan dengan intropeksi dan empati
yaitu kemampuan menempatkan diri dalam diri anak.
Secara umum perkembangan kehidupan anak dibagi dalam empat periodisasi, yaitu :
1. Anak bayi (0-1 tahun)
Periode ini disebut dengan periode vital. Periode ini mempunyai makna mempertahankan
hidup, anak dibekali dengan beberapa kemampuan terutama instink. Instink ini adalah
kemampuan untuk terhadap lingkungan yang telah ada sejak lahir. Instink ini meliputi segi
kognitif, afektif, dan konatif serta kejasmanian yang terjadi secara spontan, tanpa belajar terlebih
dahulu. Misalnya perilaku instink pada anak ialah saat menyusu. Pada anak juga telah nampak
instink sosial, yaitu sebagai alat komunikasi dengan lingkungannya. Misalnya ketika seorang ibu
mengajak bicara anak, kadang anak tersebut mereaksi dengan senyum. Selain itu, jika anak
merasa kurang nyaman terhadap sesuatu dia akan menangis. Pada anak juga telah ada instink
meniru yaitu anak suka meniru perbuatan ibunya, misal menirukan kata kata mama dan papa.
Ada juga instink refleks yang dibawa sejak lahir misal refleks biji mata, lutut, terkejut,
menggenggam, jari kaki dll. Selain instink releks, anak usia 0-1 tahun juga memiliki kemampuan
untuk belajar. Bayi dapat meningkatkan keterampilan-keterampilan yang menyangkut gerak-
gerik badan dan anggota tubuh lainnya seperti tangan dan kakinya. Dia juga dapat belajar
memegang benda, berbaring dengan sisi badannya, merangkak, duduk, berdiri, menelungkup,
dll. Belajar pada anak juga bisa dalam bentuk pembiasaan misalnya tidur, makan, bangun pada
waktu dan tempat tertentu.
Dalam hal yang berkaitan dengan psikis anak dapat dilihat dengan adanya kesadaran sensorik,
artinya anak dapat mereaksi terhadap rangsangan luar melalui alat indranya yaitu penglihatan,
pendengaran, penciuman, perabaan dan cita rasa. Anak juga dilengkapi dengan potensi
perkuasan dunia yaitu dengan penjelajahan ruang. Saat anak sudah mulai belajar berjalan, ia
dapat mengenali tempat dan lingkungan sekitar, mereka dapat menemukan benda, orang/hal-hal
lain yang akalnya tidak dipahami oleh anak. Pada perode ini juga adanya perkembangan bahasa
pada anak. Apabila pada usia ini anak belum belajar bercakap/berjalan, ada indikasi anak
tersebut terhambat perkembangannya.
2. Masa kanak-kanak (3-5 tahun)
Disebut juga masa peralihan dari masa bayi ke masa anak sekolah (pra sekolah). Biasanya
anak yang dimasukan ke TK/TPA terlebih dahulu, maka jiwanya telah matang untuk bersekolah.
Seorang ahli benama Kohnstamm menyebut periode ini dengan periode estetis yang berarti
keindahan karena pada periode ini anak mempunyai 3 ciri khas yang tidak terdapat pada periode
lain yaitu : perkembangan emosi, kegembiraan hidup, kebebasan dan adaptasi. Ketiga ciri itu
berkembang dengan berbagai bentuk ekspresi seperti permainan, dongeng, nyanyian dan
menggambar. Masa yang bebas dan gembira merupakan unsur yang penting dalam kehidupan
anak. Masa ini merupakan reaksi yang dapat mengimbangi kehidupan intelektual dalam mencari
daya guna dari segala kehidupan manusia. Seperti yang dikemukakan oleh J.J Rousseau dari
Prancis bahwa masa kanak-kanak adalah masa bahagia sebagai hak setiap anak dalam susasana
kebebasan dan kegembiraan hidup. Dengan mengembangkan keempat jenis kegiatan yaitu
bermain, menyanyi, mendongeng, menggambar dapat mengembangkan kreativitasnya dengan
mengggunaka daya fantasinya.
Selain itu pada periode ini terjadi perkembangan daya pengindraan meliputi pembedaan
warna, pendengaran termsuk nyanyian meraba, mencium, mencicipi dsb. Juga terjadi
perkembangan bahasa yang mempunyai 3 fungsi yaitu untuk menyatakan isi hati dan perasaan,
mengadakan komunikasi dengan oranglain, dan sebagai fungsi berpikir. Fungsi bahasa sebagai
alat berpikir adalah fungsi yang paling sulit karena menggunakan symbol-simbol dan lambang.
Oleh karena itu pembelajaran yang dimulai sejak kanak-kanak merupakan cara yang paling
efektif dalam rangka mengembangkan daya piker, berimajinasi, kreasi sosial dan emosi. Pada
masa kanak-kanak anak sedang berada pada periode egosentris dan ceria.
3. Masa Sekolah (6-12 tahun)
Menurut Kohnstamm periode ini disebut perode intelektual karena sebagian besar waktunya
dipergunakan untuk pengembangan kemampuan intelektualnya. Anak pada usia ini telah ada
pada sekolah dasar yang mulai belajar tentang alam dan masyarakat. Minat pada periode ini
disebut periode objektif yang perhatiannya lebih ditujukan kepada dunia kenyataan yang
dianalisis dan memahami adanya hubungan sebab akibat. Anak pada usia ini mudah
melaksanakan tugas yang kita berikan dan bila mereka berada pada lingkungan yang penuh
pengertian, maka dia akan mudah beajar berbagai kebiasaan misalnya tidur dan bangun tepat
waktu. Pada usia ini anak juga mudah diajak bekerja sama dan patuh. Jika pada usia ini terjadi
kesalahan pemberian pendidikan maka akan timbul berbagai masalah perillaku seperti
mengompol, berbohong, nakal, suka berkelahi, tidak naik kelas dll.
4. Masa Remaja ( pubertas dan Adolensi)
Pubertas adalah periode antara 12-15 tahun saat anak duduk di sekolah lanjutan pertama.
Sesudah itu tiba waktu adolensi sampai usia 21 tahun saat anak sudah memasuki Perguruan
Tinggi. Nah pada periode ini anak sudah mulai menunjukkan sifat-sifat kedewasaan, lebih stabil,
lebih besar tanggung jawabnya, tertarik pada pekerjaan dan cita-cita yang mantap. Prestasi
sekolah yang baik akan membawa stabilitas kepribadian anak yang lebih matap, sebaliknya bila
terjadi kegagalan dalam sekolah akan menimbulkan berbagai jenis masalah dan tidak sesuai
perilaku.
Kohnstamm menyebut periode ini dengan periode :
a. Periode sosial karena anak mulai memilki minat terhadap hal-hal
Kemasyarakatan.
b. Remaja sangat menonjol perkembangan nafsu birahinya karena aktifnya
kelenjar-kelenjar hormone seks, dan mulai tertarik pada lawan jenis.
c. Pada usia inti anak juga mengalami pertumbuha jasmani yang cepat.
d. Moral anak pada usia ini juga berkembang. Anak mulai mengenal nilai-nilai
rohani sperti kebenaran, keadailan, kebaikan, keindahan dan ketuhanan.
e. Masa ini anak sedang mencari identitas jati dirinya.
Apabila pada masa ini terjadi kegagalan, baik disekolah/dalam berpacaran, jika anak tidak
punya kompensasi dalam berbagai bidang seperti olahraga, kesenian dan organisasi, maka akan
timbul pelarian/agresi pada hal-hal yang buruk seperti kekerasan (ganja, meroko, judi,
kenakalan, bahkan sakit saraf/neuritis).
F. Beberapa Teori Belajar dalam Anak
1. Teori Psikologi Kognitif (Kognitivisme)
Psikologi kognitif yang dipengaruhi oleh Kurt Lewin, John Dewey, dan Kohler mempunyai
pandangan bahwa proses belajar pada manusia melibatkan proses pengenalan yang bersifat
kognitif. Jean Piaget membagi tapan-tahtan kognisi dari usia anak dan remaja menjadi 4, yaitu :
a. Tahap sensori-motorik (0,0 - 2,0);
b. Tahap operasi awal (2,0 - 6,0);
c. Tahap Operasi Konkret (7,0 - 11,0);
d. Tahap Operasi Formal (12,0 sampai ke atas).
Menurut Brunner, perkembangan intelektual dapat dielaskan kepada 3 sistem/tahapan, yaitu :
a. Tahap enactive, yaitu tahap perkambangan kognisi anak dalam memahami lingkungan melalui
reaksi-reaksi motorik;
b. Tahap iconic, yaitu perkembangan kognisi anak yang mulai mampu berpikir atas model gambar
atau hal-hal konkret;
c. Tahap Simbolik yaitu tahap berpikir anak yang tidak terbatas pada hal-hal konkrit, anak mampu
berpikir atas dasar symbol bahasa mampu menggunakan bahasa sebagai alat berpikir, hingga
dapat diketahui tingkat struktur pengetahuan seseorang atau sebaliknya.
Guru harus memilki rancangan materi yang memungkinkan anak dapat mengembangkan
kesadaran terhadap masalahnya sendiri. Guru mempunyai peranan penting dalam aktifitas belajar
mengajar yaitu guru harus lebih aktif dalam kegiatan belajar mengajar, memilih materi
belajar,dan menciptakan situasi belajar, sehingga anak terlibat secara aktif.
Peranan guru dalam proses belajar mengajar berdasarkan teori Piaget :
· Merancang program menata lingkungan yang kondusif, memilih materi pembelajaran, dan
mengendalikan aktifitas murid untuk melakukan inkuiri dan interaksi dengan ligkungan
· Mendiagnosa tahap perkembangan murid, menyajikan permasalahan kepada murid yang
sejajar dengan tingkat perkembangannya
· Mendorong perkembangan murid kea rah perkembangan berikutnya dengan cara memberikan
latihan, bertanya dan mendorong murid untuk melakukan eksplorasi.
Redja Mudyahardo mengemukakan bahwa pengaruh teori belajar kognitif terhadap
pendidikan adalah sebagai berikut:
a. Individuslisasi: perlakuan individual di dasarkan pada tingkat perkembangan anak
b. Motivasi: motivasi belajar bersifat instrinsik.
c. Metodologi: menggunakan kurikulum dan metode yang mengembangkan keterampilan dasar
berfikir dan bahan pelajaran
d. Tujuaan kulikuler: memusatkan diri pada kemampuan secara keseluruhan
e. Bentuk pengelolaan kelas: berpusat pada anak
f. Efektifitas pengajaran: disusun dalam bentuk pengetahuan yang terpadu, konsep dan
keteram[pilan dirancang secara hierarkis
g. Partisipasi siswa: siswa dituntut untuk melakukan pengembangan kemampuan berfikir dan
melalui belajar dan bekerja
h. Kegiatan belajar siswa: mengutamakan metode tilikan dan pemahaman
i. Tujuan umum pendidikan: mengembangkan fungsi-fungsi kognitif secara optimal
2. Teori psikologi humanistik
Tokoh yang mempelopori teori ini adalah Abraham H.maslow dan carl R. Rogers menurut
aliran ini bahwa perilaku manusia itu ditentukan oleh dirinya sendiri, faktor internal, dan bukan
oleh kondisi lingkungan ataupun pengetahuannya. Manusia yang mencapai punck
perkembangannnya adalah yang mampu mengaktualisasikan dirinya, mengembangkan
potensinya, dan merasa dirinya itu utuh, bernakna, dan berfungsi (full functioning person)
Carl R. Rogers dalam dasar- dasar kependidikan mengemukakan prinsip- prinsip belajar
yaitu:
a. Manusia mempunyai dorongan untuk belajar, ingin tau, melakukan eksplorasi, dan
mengasimilasi pengalaman baru
b. Belajar akan bermakna bila yang dipelajari itu relevan dengan kebutuhan anak.
c. Belajar di perkuat dengan mengurangi ancaman eksternal seperti hukuman, merendahkan
murid.dsb.
d. Belajar dengan insiatif sendiri akan melibatkan keseluruhan pribadi
e. Sikap berdiri sendiri, kreatifitas dan percaya diri diperkuat dengan penilaian diri sendiri.
Pandangan kaum humanistik tentang proses belajar mengimplikasikan perlunya penataan
prioritas kegiatan pendidikan dan peranan guru.Pendidikan yang bersifat humanistik
menekankan pada pertumbuahan yang seimbang antara kognitif dan afektif dari pada isi yang
dipelajari, peran guru lebih pada sebagai fasilitator yang menurut Carl R. Rogers memiliki tugas
yaitu :
a. Membantu menciptakan iklim kelas yang kondusif
b. Membantu siswa mengklasifikasikan tujuan belajar
c. Membantu siswa mengembangkan dorongan dan tujuannya sebagai kekuatan untuk belajar
d. Menyediakan sumber-sumber belajar.
Menurut Carl R. Rogers menyarakan beberapa teknik untuk membantu guru menciptakan
iklim kelas yang memungkinkan terjadinya proses belajar bermakna yaitu:
a. Terimalah kondisi siswa sebagai mana apa adanya.
b. Kenali dan biua minat siswa
c. Usahakan sumberbelajar yang dapat diperoleh siswa dan memungkinkan siswa dapat memilih
dan menggunakannyaGunakan pendekatan ‘Discovery”
d. Tekankanlah pentingnya penilaian diri sendiri dan biarkan siswa mengambil tanggung jawab
untuk memenuhi tujaunnya itu.
Redja Mudyahardjo menguraikan tentang pengaruh teori belajar humanistic terhadap
pendidikan
a. Individualisasi: Perlakuan individual didasarkan pada kebutuhan dan perkembangan
individualitas/kepribadian anak;
b. Motivasi: belajar bersifat instinktif dan menekankan pada pemuassan kebutuhan individu;
c. Metodologi: lebih menekankan pada pendekatan proyek dan kehidupan sosial;
d. Tujuan Kurikuler: Lebih menekankan pada pengembangan sosial, keterampilan komuniakasi,
tanggap pada kebutuhan kelompok dan individu
e. Usaha mengefektifkan mengajar: Pengajaran disusun dalam bentuk topic yang terpadu
berdasarkan kebutuhan individual anak
f. Partisipasi siswa: Partsisipasi aktif siswa sangat diutamakan.
g. Kegiatan belajar siswa: Belajar melalui pemahaman dan pengertian, bukan hanya memperoleh
pengetahuan belaka
h. Tujuan umum pendidikan: Mencapai kesemurnaan diri dan pemahaman.
3. Teori Belajar Behavioristik
Tokoh pelopor teori ini adalah E.L. Thordike dan B.F Skinner yang memandang bahwa
perilaku manusia adalah hasil pembentukan melalui kondisi lingkungan.
Asumsi pokok yang melandasi teori ini menurut M.I. Soelaeman (1985; 335) adalah:
a. Perilaku ini dipelajari dan dibentuk dengan adanya ikatan asosiatif antara stimulus dan respon
(S-R)
b. Manusia pada dasarnya mencari kesenangan dan menghindari hal-hal yang menyakitkan
c. Perilaku pada dasarnya ditentukan oleh lingkungan
Menurut teori ini, ada tiga hal yang mempengaruhi proses belajar seseorang yaitu stimulus,
respon, dan akibat. Tujuan Pendidikan aliran ini bersifat eksternal yaitu ditentukan berdasarkan
pengaruh lingkungan yang berorientasi pada pengembangan kompetensi, penguasaan secara
tuntas terhadap apa-apa yang dipelajari. Peranan guru dalam proses belajar adalah sebagai
pengambil inisiatif dan pengendali proses belajar, yaitu:
a. Mengidentifikasi perilaku yang dipelajari dan merumuskannya dalam rumusan yang spesifik
b. Mengidentifikasi perilaku yang diharapkan dari proses belajar
c. Mengidentifikasi reinorcer yang memadai
d. Menghindarkan perilaku yang tidak diharapkan
Ada dua hal pokok yang merupakan implikasi dari teori ini yaitu:
· Modifikasi perilaku menggunakan cara-cara spesifik menggunakan system ganjaran
· Pengajaran berprogram
Menurut Redja Mudyahardjo, pengaruh teori behaviorisme terhadap pendidikan, yaitu:
a. Individualisasi : Perlakuan individu didassrkan pada tugas, ganjaran, dan disiplin.
b. Motivasi: Bersifat ekstrinsik melalui pembiasaan terus menerus.
c. Metode: Dijabarkan secara rinci.
d. Tujuan-tujaun kurikuler: Memusatkan diri pada pada pengetahuan dan keterampilan akademis
serta tingkah laku sosial.
e. Bentuk pengelolaan kelas: bersusat pada guru.
f. Usaha mengefektifkan kelas: Disusun secara rinci dan bertingkat dan lebih mengutamakan
penguasaan bahan.
g. Partisipasi siswa: Siswa menunjukan perilaku pasif.
h. Kegiatan belajar siswa: Pemahiran keterampilan melalui pembiasaan bertaha.
i. Tujuan umum pendidikan: Mencapai kemampuan mengerjakan sesuatu/mencapai tingkat
kompetensi tertentu.
G. Jenis-jenis Upaya pendidikan
Upaya pendidikan adalah suatu cara usaha pendidikan untukk membimbing anak mencapai
kedewasaannya. Usaha itu dapat berbentuk pendidikan atau situasi yang dengan sengaja
diadakan untuk mendidik anak.
Setiap upaya pendidikan dilaksanakan behubungan dengan empat hal yaitu:
1. Untuk mencapai suatu tujuan pendidikan.
2. Dihubungkan dengan siapa yang menggunakan upaya itu, walaupun upaya itu jelas tujuannya
belum tentu seseorang memakainya secara efektif
3. Dihubungkan dengan cara/bentuk upaya yang dipergunakan seperti larangan dsb.
4. Bagaimana efeknya terhadap anak.
Berdasarkan uraian tersebut mempunyai implikasi bahwa setiap upaya atau pelaksanaan
proses pendidikan sebenarnya adalah suatu perbuatan wibawa, dimana nilai atau maksud yang
dinginkan harus sesuai dengan kenyataan. Pendidikan pada hakikatnya tidak dilaksanakan dalam
kepura-puraan, pendidik harus jujur, murni dan otentik. Pendidik juga dituntut untuk berbuat
sesuai asas kepatuhan artinya setiap perbuatan mendidik akan mengandung konsekuensi logis
baik dari segi logika, praktika, etika, dan estetika. Oleh karena itu, guru selalu dipandang
sebagai panutan, idola, dan sebagai orang yang menjalankan berbagai perilaku yang bermoral.
Manakala guru berlaku tidak sesuai dengan harapan masyarakat maka akan dianggap sebagai
guru yang tidak patut, tidak layak jadi panutan, dsb.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Landasan Psikologis Pendidikan adalah kajian
tentang dasar- dasar psikologi yang dapat menjadi landasan teori maupun praktek pendidikan.
Dalam praktek pendidikan ini seorang guru terlebih dahulu harus mengetahui dan mengenal
tentang situasi pergaulan pendidikan yang akan terjadi pada setiap individu, be bera dimensi
dalam proses pendidikan, tugas-tugas pokok perkembangan, pemahaman terhadap
perkembangan pribadi anak, teori-teori belajar dalam pendidikan, dan jenis-jenis upaya
pendidikan, agar guru tersebut ketika dia terjun ke dalam bisa mengatasi berbagai permasalahan-
permasalahan yang terjadi pada anak didiknya sehingga potensi-potensi yang ada pada diri anak
dapat dibantu untuk dikembangkan.
B. Saran
Makalah yang kami buat ini masih banyak kekuranggannya, dan masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu Kami mohon kritik, saran serta masukan-masukan dari rekan-rekan
yang membaca makalah kami, agar kedepannya dalam pembuatan makalah kami bisa lebih baik
lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Dahlan, MD. (1984). Model-Model Mengajar; Beberapa Alternatif Interakasi Belajar. Bandung: CV.
Diponegoro.
Joyce, Bruce and Weil, Marsha. (1980). Models of Teaching. Englewood Clifs: Prentice Hall
International.
Noor, Madjid. (1987). Filsafat dan Teori Pendidikan. Bandung: Subkoordinar Mata Kuliah Filsafat dan
Teori Pendidikan, Falsafat Ilmu Pendidikan, IKIP Bandung.
Pribadi, Sikun. (1984). Landasan Kependidikan. Bandung: Jurusan Filsafat dan Sosiologi Pendidikan
IKIP Bandung.
Yelon, L. Stephen and Weinsten, W. Grace. (1977). A Teacher World; Psychology in the Classroom.
Aucland, Bogota, etc., McGraw-Hill Kogakusha.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Makalah ini disusun sebagai salah satu syarat dalam pelaksanaan tugas mata kuliah
Landasan Pendidikan dengan pokok bahasan Landasan Psikologis dalam Pendidikan.
Sehubungan dengan pentingnya mengetahui tentang landasan psikologis dalam pendidikan maka
pembahasan yang kami lakukan sangat perlu untuk dibincangkan. Pendidikan selalu melibatkan
kejiwaan manusia, sehingga landasan psikologi merupakan salah satu landasan yang penting
dalam bidang pendidikan. Sementara itu keberhasilan pendidik dalam melaksanakan berbagai
peranannya akan dipengaruhi oleh pemahamannya tentang seluk beluk landasan pendidikan
termasuk landasan psikologis dalam pendidikan.
Perbedaan individual terjadi karena adanya perbedaan berbagai aspek kejiwaan antar
peserta didik, bukan hanya yang berkaitan dengan kecerdasan dan bakat tetapi juga perbedaan
pengalaman dan tingkat perkembangan, perbedaan aspirasi dan cita-cita bahkan perbedaan
kepribadian secara keseluruhan. Oleh sebab itu, pendidik perlu memahami perkembangan
individu peserta didiknya baik itu prinsip perkembangannya maupun arah perkembangannya.
Sehingga, psikologi dibutuhkan di berbagai ilmu pengetahuan untuk mengerti dan memahami
kejiwaan seseorang. Psikologi juga merupakan suatu disiplin ilmu berobjek formal perilaku
manusia, yang berkembang pesat sesuai dengan perkembangan perilaku manusia dalam berbagai
latar.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
1. Apakah pengertian landasan psikologis dalam pendidikan?
2. Bagaimanakah implikasi landasan psikologi dalam pendidikan?
C. Tujuan
Tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai berkut:
1. Untuk mengetahui definisi landasan Psikologi dalam pendidikan.
2. Untuk mengetahui bagaimana implikasi landasan psikologi dalam pendidikan
D. Manfaat
Manfaat Penulisan makalah ini adalah :
1. Bagi Mahasiswa
a. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Landasan dan Problematika Pendidikan
b. Untuk menambah wawasan tentang Landasan Psikologi dan Implikasinya terhadap pendidikan.
2. Bagi Dosen
Sebagai bahan penilaian untuk tugas Mata Kuliah Landasan dan Problematika Pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Psikologi Pendidikan
Menurut Pidarta (2007:194) Psikologi atau ilmu jiwa adalah ilmu yang mempelajari jiwa
manusia. Jiwa itu sendiri adalah roh dalam keadaan mengendalikan jasmani, yang dapat
dipengaruhi oleh alam sekitar. Jiwa manusia berkembang sejajar dengan pertumbuhan jasmani.
Pendidikan selalu melibatkan aspek kejiwaan manusia, sehingga landasan psikologis pendidikan
merupakan suatu landasan dalam proses pendidikan yang membahas berbagai informasi tentang
kehidupan manusia pada umumnya serta gejala-gejala yang berkaitan dengan aspek pribadi
manusia pada setiap tahapan usia perkembangan tertentu dalam upaya mengenali dan menyikapi
manusia sesuai dengan tahapan usia perkembangannya yang bertujuan untuk memudahkan
proses pendidikan.
Psikologi berasal dari kata Yunani “psyche” yang artinya jiwa. Logos berarti ilmu
pengetahuan. Jadi secara etimologi psikologi berarti : “ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik
mengenai gejalanya, prosesnya maupun latar belakangnya”. Namun pengertian antara ilmu jiwa
dan psikologi sebenarnya berbeda atau tidak sama (Yudhawati dan Dani Haryanto, 2011:1).
· Ilmu jiwa adalah : ilmu jiwa secara luas termasuk khalayan dan spekulasi tentang jiwa itu.
· Ilmu psikologi adalah ilmu pengetahuan mengenai jiwa yang diperoleh secara sistematis
dengan metode-metode ilmiah.
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari gejala kejiwaan yang ditampakkan dalam bentuk
perilaku baik manusia ataupun hewan yang pemanfaatannya untuk kepentingan manusia ataupun
aktivitas-aktivitas individu baik yang disadari ataupun yang tidak disadari yang diperoleh
melalui suatu proses atau langkah-langkah ilmiah tertentu serta mempelajari penerapan dasar-
dasar atau prinsip-prinsip, metode, teknik, dan pendekatan psikologis untuk memahami dan
memecahkan masalah-masalah dalam pendidikan. Kondisi psikologis adalah kondisi
karakteristik psikofisik manusia sebagai individu, yang dinyatakan dalam berbagai bentuk
perilaku dalam interaksinya dengan lingkungan. Perilaku merupakan manifestasi dari ciri-ciri
kehidupan baik yang tampak maupun tidak tampak, seperti perilaku kognitif, afektif, dan
psikomotorik.
Menurut Sugihartono dkk (dalam Irham dan Novan, 2013:19) pendidikan merupakan
usaha sadar dan terencana yang dilakukan oleh pendidik untuk mengubah tingkah laku manusia,
baik secara individu maupun kelompok untuk mendewasakan manusia tersebut melalui proses
pengajaran dan pelatihan. Dengan demikian pendidikan merupakan usaha manusia mengubah
prilaku menuju kedewasaan dan mandiri melalui kegiatan yang direncanakan dan sadar dengan
pembelajaran yang melibatkan pendidik dan peserta didik.
Kajian psikologi yang erat hubungannya dengan pendidikan adalah yang berkaitan
dengan kecerdasan, berpikir, dan belajar (Tirtarahardja & Sulo, 2008: 106). Kecerdasan umum
(intelegensi) atau kecerdasan dalam bidang tertentu (bakat) dipengaruhi oleh kemampuan
potensial, namun kemampuan potensial itu hanya akan aktual apabila dikembangkan dalam
situasi yang kondusif. Kecerdasan aktual terbentuk karena adanya pengalaman.
Definisi psikologi pendidikan menurut Whiteringtone (dalam Irham dan Novan, 2013:18)
adalah sebuah studi yang sistematis tentang faktor-faktor dan proses kejiwaan yang berhubungan
dengan pendidikan manusia. Sebagai cabang ilmu psikologi, psikologi pendidikan mempelajari
tentang penerapan berbagai teori-teori psikologi dalam dunia pendidikan terhadap peserta didik
dan pendidik dalam proses pembelajaran. Aplikasi dalam praktik proses pembalajaran
diwujudkan dalam usaha-usaha yang dilakukan pendidik untuk memunculkan sikap dan prilaku
diharapkan, atau mengurangi bahkan menghilangkan sikap dan prilaku yang tidak diinginkan
pada peserta didik selama proses pembelajaran.
Psikologi pendidikan adalah cabang dari psikologi yang dalam penguraian dan
penelitiannya lebih menekankan pada masalah pertumbuhan dan perkembangan anak, baik fisik
maupun mental, yang sangat erat hubungannya dengan masalah pendidikan terutama yang
mempengaruhi proses dan keberhasilan belajar.
B. Psikologi Belajar
Secara psikologis, belajar dapat didefinisikan sebagai “suatu usaha yang dilakukan oleh
seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku secara sadar dari hasil interaksinya
dengan lingkungan” (Slameto, 1991:2). Definisi ini menyiratkan dua makna. Pertama, bahwa
belajar merupakan suatu usaha untuk mencapai tujuan tertentu yaitu untuk mendapatkan
perubahan tingkah laku. Kedua, perubahan tingkah laku yang terjadi harus secara sadar.
Definisi Belajar “ Learning is a change in human disposition or capability that persist
over a periode of time and is not simply ascribable to proccess” atau belajar adalah suatu
perubahan dalam kemampuan bertahan lama dan bukan berasal dari proses pertumbuhan.
(Gagne, 1985 dalam Modul UT, 2004:1.2).
Belajar adalah perubahan prilaku yang relatif permanen sebagai hasil pengalaman dan
bisa melaksanakannya pada pengetahuan lain serta mampu mengomunikasikannya kepada orang
lain.
Prinsip belajar menurut Gagne (1979) sebagai berikut:
1. Kontiguitas, memberikan situasi atau materi yang mirip dengan harapan pendidik tentang
respon anak yang diharapkan, beberapa kali secara berturut-turut.
2. Pengulangan, situasi dan respon anak diulang-diulang atau dipraktikkan agar belajar lebih
sempurna dan lebih tahan lama diingat.
3. Penguatan, respons yang benar misalnya diberi hadiah untuk mempertahankan dan
menguatkan respons itu.
4. Motivasi positif dan percaya diri dalam belajar
5. Tersedia materi pelajaran yang lengkap untuk memancing aktifitas anak-anak.
6. Ada upaya membangkitkan ketrampilan intelektual untuk belajar, seperti apersepsi dalam
mengajar.
7. Ada strategi yang tepat untuk mengaktifkan anak-anak dalam faktor dalam pengajaran.
8. Aspek-aspek jiwa anak harus dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor dalam pengajaran.
Tiga poin pertama merupakan faktor-faktor eksternal dan poin ke-4 sampai poin 8
merupakan faktor internal yang mempengaruhi keberhasilan belajar. Faktors eksternal lebih
banyak ditangani oleh guru, sedangkan faktor internal dikembangkan sendiri oleh anak dibawah
arahan dan strategi mengajar dalam mendidik.
Para ahli psikologi cenderung untuk menggunakan pola-pola tingkah laku manusia
sebagai suatu model yang menjadi prinsip-prinsip belajar. Prinsip-prinsip belajar ini selanjutnya
lazim disebut dengan Teori Belajar.
Teori belajar yang telah disusun secara sistematik (Callahan 1983, dalam Made Pidarta
2013) adalah sebagai berikut :
a. Teori Belajar Klasik:
1. Teori Belajar Disiplin mental Theistik berasal dari Psikologi Daya atau Psikologi Fakulti.
Menurut teori ini individu atau anak memiliki sejumlah daya mental seperti pikiran, ingatan,
perhatian, kemampuan, keputusan, observasi, tanggapan, dan sebagainya. Masing-masing daya
ini dapat ditingkatkan kemampuannya melalui latihan-latihan. Sehingga belajar juga kadang
disebut melatih daya.
2. Teori Belajar Disiplin Mental Humanistik bersumber dari aliran Psikologi Humanistik Klasik
ciptaan Plato dan Aristoteles. Teori ini sama seperti teori disiplin Theistik, semakin sering
melatih daya, maka daya akan semakin kuat, dengan daya yang kuat, kemampuan memecahkan
berbagai permasalahan, yang berbeda hanya pada proses latihannya. Pada Disiplin Theistik,
melatih daya anak hanya pada bagian demi bagian dari potensi anak, Disiplin Humanistik
menekankan pada keseluruhan sebagai potensi individu secara utuh.
3. Teori Belajar Naturalis atgau Aktualisasi diri pangkal dari Psikologi Naturalis Romantik yang
dipimpin oleh Rousseau. Menurut teori ini setiap anak memiliki sejumlah potensi atas
kemampuan. Kemampuan pada anak selain dilatih oleh guru, harus dikembangkan oleh anak itu
sendiri. guru dan lingkungan harus menciptakan siatuasi yang permisif atau rileks, sehingga anak
dapat berkembang secara bebas dan alami.
4. Teori Belajar Apersepsi berasal dari Psikologi Struktur ciptaan Herbart. Psikologi
memandang, jiwa manusia merupakan struktur yang bisa berubah dan bertambah melalui belajar.
Belajar adalah memperbanyak asosiasi-asosiasi sehingga membentuk struktur baru dalam jiwa
anak atau dengan kata lain disebut belajar membentuk apersepsi.
Langkah-langkah belajar menurut Herbart, sebagai berikut:
1. Pendidik harus mengadakan persiapan dengan cermat
2. Pendidikan dilaksanakan sedemikian rupa sehingga anak-anak merasa jelas memahami
pelajaran itu, yang memudahkan asosiasi-asosiasi baru terbentuk.
3. Asosiasi-asosiasi baru terbentuk antara materi yang dipelajari dengan jiwa atau apersepsi anak
yang telah ada.
4. Mengadakan generalisasi, pada saat ini terbentuklah suatu struktur baru dalam jiwa anak.
5. Mengaplikasi pengetahuan yang baru didapat agar struktur terbentuk semakin kuat.
b. Teori belajar Modern: (Teori Belajar Behaviorisme & Kognisi)
1. Teori Belajar Asosiasi atau R.S. Bond, teori ini dicetuskan oleh kelompok Behavioris, dengan
tokoh terkenalnya Thorndike. Menurut teori ini, belajar akan terjadi jika ada kontak hubungan
antara orang bersangkutan dengan benda-benda yang diluar. Karena itu kelompok ini juga
menamakan R.S Bond, R adalah respons orang bersangkutan, S adalah S adalah Stimulus dari
luar diri seseorang dan Bond adalah hubungan atau asosiasi. Psikologi ini juga disebut psikologi
Koneksionisme atau Asosiasisme.
Tiga hukum belajar menurut Thorndike, yaitu:
a. Hukum Kesiapan, artinya setiap anak harus disiapkan terlebih dahulu sebelum menerima
pelajaran baru. Kesiapan anak itu terjadi pada sistem urat syaraf, karena semakin anak siap
hubungan antara stimulus dan respon akan semakin mudah terbentuk.
b. Hukum Latihan atau Pengulangan. Hubungan antara stimulus dan respon akan semakin
mudah dibentuk bila hubungan itu terus diulang dan dilatih.
c. Hukum Dampak. Hubungan antara stimulus dan respons akan terjadi bila hubungan itu
memberikan dampak menyenangkan.
2. Teori belajar Pengkondisian Instrumental berawal dari teori belajar Pengkondisian Klasik.
Tokoh yang terkenalnya adalah Watson dan Thorndike. Menurut teori ini belajar adalah masalah
melekatkan atau menguatkan respons yang benar dan menyisihkan respons yang salah akibat
pemberian hadiah dan tidak dihiraukannya konsekuansi respons yang salah. Respons yang benar
diulang-ulang terus sehingga melekat betul pada anak-anak.
3. Teori Pengkondisian Operan. Teori ini dikenalkan oleh Skinner. Teori Pengkondisian
Instrumental memberi kondisi sebelum sebelum respon, teori Pengkondisian Operan
memberikan kondisi sesudah terjadinya respon.
4. Teori Belajar Penguatan atau Reinforcement. Teori ini lahir dari Psikologi reinforcement
dipimpin oleh Hull. Prinsipnya teori ini sama dengan teori Pengkondisian Operan, teori ini
member penguatan pada respon-respon yang benar sesuai harapan. Misal jika anak mendapat
nilai tinggi, dipuji atau diberi hadiah atau penghargaan. Kondisi diberikan untuk menguatkan
respon yang sudah benar agar dilakukan lagi dan ditingkatkan.
Ada dua teori penguatan, yaitu:
a. Penguatan positif, setiap stimuls dapat memantapkan respon pada Penkondisian Instrumental,
dan setiap hadiah dapat memantapkan respons pada Pengkondisian Operan.
b. Penguatan Negatif, Setiap stimulus dihilangkan untuk memantapkan respon terjadi. Misal tidak
memberikan tugas-tugas yang terlalu berat, agar siswa rajib belajar.
Perbedaan penguatan Positif dan negatif dengan hukuman, penguatan (positif-negatif)
memberikan stimulus positif atau menghilangkan stimulus negatif. Sedangkan hukuman
memberikan stimulus negatif atau penghilangan stimulus positif.
Keempat teori dari teori modern diatas adalah dikelompokkan dalam teori belajar
behaviorisme. Pada hakikatnya teori behaviorisme hanya ada dua, yaitu teori Pengkondisian
Instrumental dan teori Pengkondisian Operan. Teori ini banyak dilihat pada pengembangan
tingkah laku seperti rajin belajar, hidup tertatur, suka olah raga, dan sebagainya. Namun dalam
hal memahami, memecahkan masalah, mengkreasikan dan sejenisnya cukup sulit dalam
pelaksanaannya.
5. Teori belajar Kognisi, diciptakan oleh Bruner (Connell, 1974 dalam Pidarta, 2013). Teori ini
menekankan pada cara individ mengorganisasikan apa yang telah ia alami dan pelajari. Sistem
pengorganisasian merupakan kunci untuk memahami tingkah laku seseorang dan sebagai alat
untuk berpikir untuk memecahkan masalah. Pendidikan harus mengembangkan ketrampilan
berpikir, untuk itu dibutuhkan pelajaran yang terorganisasi dan saling berhubungan satu dengan
lain.
6. Teori Belajar Bermakna, diciptakan oleh Ausubel. Teori ini menekankan pada perorganisasian
pengetahuan yang didapat. Organisasi atau struktur kognisi ini dipandang sebagai faktor utama
dalam belajar dan mengingat materi-materi baru yang bermakna.
7. Teori belajar Insight atau Gestalt, teori ini memandang anak-anak belajar mulai dari suatu yang
umum atau keseluruhan. Anak-anak memandang situasi belajar sebagai satu kesatuan atau
gestalt dan merespon terhadap keseluruhan itu merupakan suatu yang penting untuk
memahaminya. Teori gestalt ini dicontohkan dalam hal memandang muka manusia, jika bagian
dari muka manusia itu dilihat satu persatu satu, tidak akan mudah melihatnya sebagai muka
manusia, namun jika dilihat secara keseluruhan, maka akan dengan cepat dapat mengatakan
bahwa ini muka manusia. Dalam pendidikan, pendidik biasanya memakai teori gestalt dalam hal
belajar membaca, menulis, berbicara dengan bahasa asing dan menggambar, dan hasilnya lebih
cepat.
8. Teori Lapangan atau Field, teori ini dipelopori oleh Lewin. Lewin menjelaskan prilaku
manusia melalui tata cara mereka merespon terhadap faktor-faktor lingkungan, terutama
lingkungan sosial. Teori ini juga disebut Teori Ruang Kehidupan. Ruang kehidupan seseorang
adalah psikologi tempat orang itu hidup. Ruang kehidupan tersebut berubah dari waktu ke waktu.
Dengan menstruktur kembali kekuatan-kekuatan vektornya, seseorang dapat mengisi sesuatu
kebutuhan dan menilai kembali situasi itu. Dengan cara ini lebih efektif menyelesaikan masalah
atau mencapai tujuan. Belajar adalah usaha untuk menilai kembali dan mendapatkan kejelasan
dari ruang kehidupan, sehingga ruang kehidupan berkembang atau berubah.
9. Teori belajar Tanda atau Sign, teori ini dipelopori oleh Tolman yang mengatakan bahwa
perilaku mengarah pada tujuan. Belajar adalah harapan bahwa stimulus akan diikuti oleh situasi
yang lebih jelas. Ini berarti belajar lebih konsen dengan pengertian daripada dengan
pengkondisian. Istilah Sign dapat diartikan muncul tanda-tanda atau kejelasan.
10. Teori belajar Fenomenologi, teori ini diciptakan oleh Snygg dan Combs, yang memandang
individu itu berada dalam keadaan dinamis yang stabil dan memiliki persepsi bersifat
fenomenologi. Prilaku ditentukan oleh psikologi atau kenyataan fenomenologi bukan kenyataan
objektif yang dapat diamati oleh pancaindera. Belajar adalah proses wajar dan normal sebagai
dimensi pertumbuhan dan perkembangan. Belajar adalah hasil perubahan persepsi kita terhadap
diri kita sendiri dan lingkungan.
11. Teori belajar Konstruktifis adalah teori belajar yang membiasakan peserta didik bertindak
seperti ilmuan. Peserta didik mencari sendiri ilmu dengan menganalisis fakta-fakta yang ada,
kemudian mensintesis, lalu mengambil kesimpulan. Jadi mereka mengkonstruksi sendiri
pengetahuan-pengetahuan mereka.
12. Teori belajar kuantum adalah teori belajar yang berusaha membuat peserta didik merasa antusias
seperti halnya dalam kehidupann sehari-hari. Yang diperhatikan dalam pembelajaran adalah
lingkungan kondusif, individualitas peserta didik, materi yang menantang, suasana wajar dan
pendidik beserta peserta didik sama-sama merasa ditekan.
Dari uraian teori-teori belajar diatas, dapat disimpulkan, sebagai berikut:
1. Teori belajar klasik masih tetap dapat dimanfaatkan, antara lain untuk menghapal perkalian dan
melatih soal-soal (Disiplin Mental). Teori Naturalis bisa dipakai dalam pendidikan luar sekolah
terutama pendidikan seumur hidup.
2. Teori belajar behaviorisme bermanfaat dalam mengembangkan perilaku-perilaku nyata, seperti
rajin, mendapat skor tinggi, tidak berkelahi dan sebagainya.
3. Teori-teori belajar kognisi berguna dalam mempelajari materi-materi yang rumit yang
membutuhkan pemahaman, untuk memecahkan masalah dan untuk mengembangkan ide
(Pidarta, 2013:210).
C. Psikologi Perkembangan
Perkembangan adalah proses terjadinya perubahan pada manusia baik secara fisik
maupun secara mental sejak berada di dalam kandungan sampai manusia tersebut meninggal.
Ada tiga teori atau pendekatan tentang perkembangan. Pendekatan-pendekatan yang
dimaksud adalah: (Nama Syaodih, 1988).
1. Pendekatan pertahapan. Perkembangan individu berjalan melalui tahapan-tahapan tertentu.
2. Pendekatan diferensial. Pendekatan ini memandang individu-individu itu memiliki kesamaan-
kesamaan dan perbedaan-perbedaan.
3. Pendekatan ipsatif. Pendekatan ini berusaha melihat karakteristik setiap individu.
Pendekatan pentahapan ada dua macam, yaitu yang bersifat menyeluruh dan yang bersifat
khusus. Yang menyeluruh akan mencakup segala aspek perkembangan sebagai faktor yang
diperhitungkan dalam menyusun tahap-tahap perkembangan. Sedangkan yang bersifat khusus
hanya mempertimbangkan faktor tertentu saja sebagai dasar menyusun tahap-tahap
perkembangan anak, misalnya pertahapan Piaget, Koglberg, dan Erikson.
Menurut Crijns(tt) periode atau tahp perkembangan manusia secara umum adalah sebagai
berikut:
1. Umur 0 – 2 disebut masa bayi.
2. Umur 2 – 4 tahun disebut masa kanak-kanak.
3. Umur 5 – 8 tahun disebut masa dongeng.
4. Umur 9 – 13 tahun disebut masa Robinson Crusoe (nama seorang petualang).
5. Umur 13 tahun disebut masa pubertas pendahuluan.
6. Umur 14 – 18 tahun disebut masa puber.
7. Umur 19 – 21 disebut masa adolesen.
8. Umur 21 tahun ke atas disebut masa dewasa.
Dilihat psikologi perkembangan menurut Rousseau, dia membagi masa perkembangan
anak atas empat tahap, yaitu:
1. Masa bayi dari 0 – 2 tahun yang sebagian besar merupakan perkembangan fisik.
2. Masa anak dari 2 – 12 tahun yang dinyatakan perkembangannya baru seperti hidup manusia
primitive.
3. Masa pubertas dari 12 – 15 tahun, ditandai dengan perkembangan pikiran dan kemauan untuk
berpetualang.
4. Masa adolesen dari 15 – 25 tahun, pertumbuhan seksuak menonjol, social, kata hati, dan moral.
Stanley Hall penganut teori evolisi dan teori Rekapitulasi menbagi masa perkembangan
anak sebagai berikut:
1. Masa kanak-kanak ialah umur 0 – 4 tahun sebagai masa kehidupan bintang.
2. Masa anak ialah umur 4 – 8 tahun merupakan masa sebagai manusia pemburu.
3. Masa muda ialah umur 8 – 12 tahun sebagai manusia belum berbudaya.
4. Masa adolesen ialah umur 12 – dewasa merupakan manusia berbudaya.
Havinghurst menyusun fase-fase perkembangan sebagai berikut: (Mulyani, 1988)
1. Tugas perkembangan masa kanak-kanak.
2. Tugas perkembangan masa anak.
3. Tugas perkembangan masa remaja.
4. Tugas perkembangan masa dewasa awal.
5. Tugas perkembangan masa setengah baya.
6. Tugas perkembangan orang tua.
Tugas-tugas yang harus dijalankan atau diselesaikan oleh setiap individu sepanjang
hidupnya seperti tertera di atas, memberi kemudahan kepada para pendidik pada setiap jenjang
dan tingkat pendidikan untuk:
1. Menetukan arah pendidikan
2. Menentukan metode atau model belajar anak-anak agar mereka mampu menyelesaikan tugas
perkembangannya.
3. Menyiapkan materi pelajaran yang tetap.
4. Menyiapkan pengalaman belajar yang cocok dengan tugas perkembangan itu.
Psikologi perkembangan ini yang memakai pendekatan pertahapan tetapi bersifat khusus.
Menurut Piaget ada empat tingkatan perkembangan kognisi, (Mulyani, 1988, Nana
Syaodih, 1988, dan Callahan, 1983).
1. Periode sensorimotor pada umur 0 – 2 tahun.
Kemampuan anak terbatas pada gerak-gerak refleks.
2. Periode praoperasional pada umur 2 – 7 tahun.
Perkembangan bahasa anak ini sangat pesat.
3. Periode operasi konkret pada umur 7 – 11 tahun.
Mereka sudah berpikir logis, sistematis, dan memecahkan masalah yang bersifat konkret.
4. Periode operasi formal pada umur 11 – 15 tahun.
Anak-anak ini sudah dapat berpikir logis terhadap masalah baik yang konkret maupun yang
abstrak.
Konsep ini ada pertaliannya dengan perkembangan kognisi menurut Bruner sebagai
berikut. (Toeti Soekamto, 1994).
1. Tahap enaktif, anak melakukan aktivitas-aktivitas dalam uapaya memahami lingkungan.
2. Tahap ikonik, anak memahami dunia melalui gambaran-gambaran dan visualisasi verbal.
3. Tahap simbolik, anak telah memiliki gahasan abstrak yang banyak dipengaruhi oleh bahasa
dan logika.
Lawrence Kohlberg mengembangkan teori moral kognisi dasar teori Piaget. Menurut dia
ada tiga tingkat perkembangan moral kognisi, yang masing-masing tingkat ada dua tahap sebagai
berikut: (McNeil, 1977 dan Nana Syaodih, 1988).
1. Tingkat Prekonvensional
a. Tahap orintasi kepatuhan dan hukuman.
b. Tahap orintasi egois yang naïf.
2. Tingkat Konvensional
a. Tahap orintasi anak baik.
b. Tahap orintasi mempertahankan peraturan dan norma sosial.
3. Tingkat Post-Konvensional
a. Tahap orintasi kontrak sosial yang legal.
b. Tahap orintasi prinsip etika universal.
Dalam aspek afeksi, Erikson mencoba menyusun perkembangannya. Perkembangannya
afeksi terdiri atas delapan tahap sebagai berikut, (Mulyani, 1988).
1. Bersahabat vs menolak pada umur 0 – 1 tahun.
2. Otonomi vs malu dan ragu-ragu pada umur 1 – 3 tahun.
3. Inisiatif vs perasaan bersalah pada umur 3 – 5 tahun.
4. Perasasan produktif vs rendah diri pada umur 6 -= 11 tahun.
5. Identitas diri vs kebingungan pada umur 12 – 18 tahun.
6. Intim vs mengisolasi diri pada umur 19 – 25 tahun.
7. Generasi vs kesenangan pribadi pada umur 25 – 45 tahun.
8. Integritas vs putus asa pada umur 45 tahun ke atas.
Seperti halnya dengan perkembangan kognisi, perkembangan afeksi ini pun member
kemudahan kepada para pendidik dalam mengembangkan afeksi anak-anak, juga dalam
mempengaruhi afeksi orang dewasa dan orang yang sudah tua, dengan cara mengikuti tahap-
tahap tersebut. Sehubungan dengan hal ini perlu dikemukakan simpulan Baller dan Charles
sebagai berikut, (Mulyani, 1988).
1. Anak yang berasal dari keluarga yang member layanan baik, akan bersifat ramah, luwes,
bersahabat, dan mudah bergaul.
2. Anak yang dilahirkan dalam keluarga yang menolak kelahiran itu, akan cenderung
menimbulkan masalah, agresif, menentang orang tua, dan sukit diajak berbicara.
3. Anak yang diasuh oleh keluarga yang acuh tidak acuh kepada anak, cenderung bersikaf pasif
dan kurang popular di luar rumah.
Konsep perkembangan yang dibahas ter akhir ini berasal dari gagne, yang dapat disebut
sebagai perkembangan kemampuan belajar. Perkembangan itu adalah sebagai berikut, (McNeil,
1977).
1. Multideskriminasi, yaitu belajar membedakan stimuli yang mirip.
2. Belajar konsep, yaitu belajar membuat respons sederhana.
3. Belajar prinsip, yaitu mempelajari prinsip-prinsip atau aturan-aturan konsep.
4. Pemecahan masalah, yaitu belajar mengombinasikan dua atau lebih prinsip untuk memperoleh
sesuatu yang baru.
Pembahasan tentang psikologi perkembangan ini yang mencakup perkembangan umum,
kognisi, moral, afeksi, dan kemampuan belajar atau dapat disingkat menjadi teori perkembangan
umum, kognisi dan afeksi, member petunjuk yang sangat berharga bagi para pendidik dalam
mengoperasikan pendidikannya.
D. Psikologi Sosial
Psikologi sosial adalah psikologi yang mempelajari psikologi seseorang di masyarakat,
yang mengombinasikan ciri-ciri psikologi dengan ilmu sosial untuk mempelajari pengaruh
masyarakat terhadap individu dan antarindividu (Hollander dalam Pidarta, 2013:221). Psikologi
ini akan mencoba melihat keterkaitan masyarakat dengan kondisi psikologi kehidupan individu.
1. Kasih sayang atau altruisme
Kecenderungan manusia untuk bersahabat sudah dimulai sejak permulaan dia hidup yaitu
sejak bayi. Altruisme berbentuk memberi pertolongan kepada orang lain tanpa mengharapkan
balasan.
Berkembangnya kasih sayang disebabkan oleh dua hal yaitu, (Freedman dalam Pidarta,
2013:221).
a. Karena pembawaan atau genetika.
b. Karena belajar. Mereka belajar semua aturan berperilaku.
2. Pembentukan kesan
Konsep psikologi sosial yang lainnya adalah konsep pembentukan kesan. Pembentukan
kesan pertama terhadap orang lain memilki tiga kunci utama yaitu.
a. Kepribadian orang itu. Mungkin kita pernah mendengar tentang orang itu sebelumnya atau
cerita-cerita yang mirip dengan orang itu, terutama tentang kepribadiannya.
b. Perilaku orang itu. Ketika melihat perilaku orang itu setelah berhadapan, maka hubungkan
dengan cerita-cerita yang pernah didengar.
c. Latar belakang situasi. Kedua data di atas kemudian dikaitkan dengan situasi pada waktu itu,
maka dari kombinasi ketiga data itu akan keluarlah kesan pertama tentang orang itu.
Dalam dunia pendidikan, para pendidik harus mampu membangkitkan kesan pertama
yang positif dan tetap positif untuk hari-hari berikutnya. Hal ini penting artinya bagi kemauan
dan semangat belajar anak-anak.
3. Persepsi diri sendiri
Selanjutnya pembahasan persepsi diri sendiri. Persepsi diri sendiri bersumber dari
perilaku kita yang overt dan persepsi kita terhadap lingkungan. Persepsi diri sendiri berkaitan
dengan sikap dan perasaan, sikap adalah keadaan internal individu yang mempengaruhi
tindakannya terhadap objek, orang, atau kejadian (Gagne dalam Pidarta, 2013:223). Sementara
itu secara tradisi perasaan itu bersumber dari kondisi fisik, mental, dan sebab-sebab dari luar diri
manusia.
4. Motivasi
Motivasi juga merupakan aspek psikologis sosial, sebab tanpa motivasi tertentu seseorang
sulit untuk bersosialisasi dalam masyarakat. Sehubungan dengan itu, pendidik punya kewajiban
untuk menggali motivasi anak-anak agar muncul, sehingga mereka dengan senang hati belajar di
sekolah.
Menurut Klinger (dalam Pidarta, 2013:224) faktor-faktor yang menentukan motivasi
belajar adalah.
a. Minat dan kebutuhan individu.
b. Persepsi kesulitan akan tugas-tugas.
c. Harapan sukses.
5. Keintiman hubungan
Altman dan Tylor (Freedman dalam Pidarta, 2013:225) mengembangkan teori keintiman
yang ia namakan penetrasi sosial, bahwa terjadi perilaku antarpribadi yang diikuti oleh perasaan
subjektif.
Dalam batas-batas tertentu proses pendidikan membutuhkan suatu keintiman
persahahabatan, misalnya dalam proses belajar bersama. Dalam keluarga juga perlu ada
hubungan yang intim antara orang tua dengan anak-anak dan antara anak-anak itu sendiri agar
proses pendidikan bisa berjalan dengan baik.
6. Perilaku agresif
Agresif adalah perilaku yang menyakiti orang lain atau yang dapat menyakiti orang lain.
Ada tiga kategori agresif, yaitu: (Freedman dalam Pidarta, 2013:226).
a. Agresif anti sosial, misalnya perilaku yangsuka menampar orang, memaksakan kehendak,
memaki-maki, dan sebagainya.
b. Agresif pro sosial, misalnya perilaku memukul pencuri yang sedang mencuri, menembak
teroris, menyekap preman, dan sebagainya.
c. Agresif sanksi, misalnya wanita menampar karena badannya diraba laki-laki, tuan rumah
menembak pencuri yang menjarah rumahnya, wanita memaki-maki orang yang memfitnahnya,
dan sebagainya.
Ada tiga faktor utama yang menyebabkan perilaku agresif. Faktor-faktor yang dimaksud
adalah:
a. Watak berkelahi.
b. Gangguan atau serangan dari pihak lain membuat orang menjadi marah atau agresif.
c. Putus asa atau tidak mampu mencapi suatu tujuan cenderung membuat orang agresif.
Cara untuk mengurangi agresif antara lain (1) dengan katarsis yaitu penyaluran
ketegangan psikis ke arah aktivitas-aktivitas seperti membuat boneka, ikut pertandinga, olahraga,
dan sebagainya dan (2) dengan belajar secara perlahan-lahan menyadarkan diri bahwa agresif itu
tidak baik.
7. Kesepakatan atau kepatuhan
Ada beberapa hal yang mempengaruhi terjadinya kesepakatan, yaitu:
a. Penjelasan tentang pentingnya persatuan dan kesatuan.
b. Perasaan takut akan disisihkan oleh teman-teman.
c. Keintiman anggota-anggota kelompok.
d. Kesarnya kelompok, ialah kelompok yang tidak terlalu besar.
e. Tingkat keahlian anggota kelompok, makin ahli dan makin homogen makin mudah mendapat
kesepakatan.
f. Kepercayaan diri masing-masing anggota.
g. Keakraban dan perbauran anggota-anggota kelompok.
h. Komitmen masing-masing anggota kelompok terhadap kewajiban-kewajiban dalam kelompok.
Dengan mengetahui faktor-faktor tersebut, seharusnya pendidik lebih mudah
menciptakan kesepakatan baik dalam kelompok siswa maupun dalam kelompok pendidik, dalam
rangka memajukan pendidikan anak-anak. Kesepakatan para personalia pendidikan sangat
mendukung kelancaran pendidikan.
8. Pengaruh jenis kelamin
Dalam berperilaku sosial, secara kodrati tidak ada perbedaan antara laki-laki dengan
perempuan. Perbedaan perilaku sosial terjadi karena proses perkembangan mereka berbeda.
Anak laki-laki cederung meniru bapaknya dan anak perempuan meniru ibunya. Anak laki-laki
menjadi lebih kuat, agresif, dan berambisi, sedangkan anak perempuan lebih sensitif, perasa , dan
sosial.
9. Kepemimpinan
Kepemimpinan juga dibutuhkan dalam kependidikan, baik dikalangan para pendidik,
dikalagan anak-anak, maupun dalam proses pendidikan itu sendiri. Kepribadian merupakan
faktor penentu dalam menduduki jabatan pemimpin, seperti kemampuan berbicara, kedudukan
sosial, dan tidak banyak menyimpang dari cita-cita kelompok. Dalam proses belajar mengajar
misanya, guru adalah seorang pemimpin kelas dan beberapa anak juga menjadi pemimpin
kelompok belajarnyamasing-masing.
Baik buruknya proses belajar banyak ditentukan oleh kualitas pemimpinnya.
E. Kesiapan Belajar dan Aspek – aspek Individu
Kesiapan belajar secara umum adalah kemampuan seseorang untuk mendapatkan
keuntungan dari pengalaman yang ia temukan. Sementara itu kesiapan kognisi bertalian dengan
pengetahuan, pikiran dan kualitas berfikir seseorang dalam menghadapi situasi belajar yang baru.
Kemampuan – kemampuan ini bergantung pada tingkat kematangan intelektual. Latar belakang
pengalaman, dan cara-cara pengetahuan sebelumnya distruktur (Connell, 1974).
Contoh kematangan intelektual antara lain adalah tingkat- tingkat perkembangan kognisi
piaget yang telah diuraikan pada bagian psikologi perkembangan. Berkaitan dengan latar
belakang pengalaman tersebut diatas, Ausebel mengatakan faktor yang paling penting
mempengaruhi belajar adalah apa yang paling penting mempengaruhi belajar adalah apa yang
sudah diketahui anak. Sedangkan perihal menstruktur kognisi dalam banyak kasus para siswa
dapat menstruktur kembali pengetahuannya untuk penyesuaian dengan materi-materi baru yang
diterima pendidik. Akan tetapi pada kasus-kasus yang lain, struktur kognisi itu dipegang erat-erat
sehingga membuat pendidik mencari pendekatan lain, agar anak-anak dapat menangkap materi
pelajaran baru itu.
Connell (1974) menulis bahwa seumlah penelitian mengatakan motovasi atau kesiapan
afeksi belajar di kelas bergantung kepada kekuatan motif atau kebutuhan berprestasi, orientasi
motivasi itu sendiri, dan faktor-faktor situasional yang mungkin dapat membangunkan motivasi.
Ciri-ciri motivasi yang mendorong untuk berprestasi adalah mengejar kompetensi, usaha
mengaktualisasi diri, dan usaha berprestasi. Hal ini dikenal dengan istilah kebutuhan untuk
berprestasi, salah satu kebutuhan dalam teori motivasi McCelland.
Pendekatan yang lain yang dapat dilakukan untuk mengembangkan potensi motivasi
adalah dengan program intervensi selama anak duduk di TK dan kelas-kelas awal di SD.
Intervensi ini bisa dalam bentuk:
1. Memperbanyak ragam fasilitas di TK
2. Memberi kesempatan kepada orang tua untuk menyaksikan interaksi yang efektif di TK dan
SD. Pola interaksi itu adalah:
a. Memberi kesempatan untuk mengembangkan keterampilan.
b. Membuat kegiatan-kegiatan berprestasi berhasil.
c. Menciptakan tujuan-tujuan yang menantang, tidak terlalu gampang atau terlalu sukar.
d. Memberi keyakinan untuk sukses serta menghargai kemampuan-kemampuannya.
e. Membuat setiap anak tertarik dan gemar belajar.
Kesaksian orang tua ini bisa menambah semangat anak-anak belajar menyelesaikan tugas-tugas
mereka.
Sesudah mendapatkan informasi tentang kesiapan belajar, baik kesiapan kognisi maupun
kesiapan afeksi atau motivasi, kini tiba gilirannya untu membahas aspek-aspek individu. Dalam
proses pendidikan peserta didiklah yang harus memegang peranan utama. Sebab mereka adalah
individu yang hidup dan mampu berkembang sendiri. pendidikan harus memberlakukan dan
melayani perkembangan mereka secara wajar.
Karena peserta didik sebagai individu, maka ada pula orang yang menyebutnya sebagai
subjek didik. Mereka mampu melakukan kegiatan sendiri untuk mengembangkan dirinya
masing-masing dengan menggunakan perlengkapan-perlengkapan yang mereka miliki.
Perlengkapan peserta didik sebagai subjek dalam garis besarnya dapat dibagi menjadi
lima kelompok:
1. Watak, ialah sifat-sifat yang dibawa sejak lahir yang hampir tidak dapat diubah.
2. Kemampuan umum atau IQ, ialah kecerdasan yang bersifat umum.
3. Kemampuan khusus atau bakat, ialah kemampuan tertentu yang dibawa sejak lahir.
4. Kepribadian, ialah penampilan seseorang secara umum, seperti sikap, besarnya motivasi,
kuatnya kemauan, kesopanan, toleransi dan sebagainya.
5. Latar belakang, ialah lingkungan tempat dibesarkan terutama lingkungan keluarga.
Dalam kaitannya dengan tugas pendidikan terhadap usaha membina peserta didik,
terutama di Indonesia yang menginginkan perkembangan total ada baiknya perlu
mempertimbangkan segi jasmani yang juga dikembangkan atau ditumbuhkan. Dengan demikian
fungsi jiwa dan tubuh atau aspek-aspek individu yang akan dikembangkan adalah sebagai
berikut:
1. Rohani
a. Umum, terdiri dari: (1) Agamis, (2) Perasaan, (3) Kemauan dan (4) Pikiran
b. Sosial, terdiri dari: (1) kemasyarakatan, dan (2) Cinta tanah air
2. Jasmani:
a. Keterampilan
b. Kesehatan
c. Keindahan tubuh
Dari kesembilan aspek individu tersebut, ada beberapa yang perlu diberi penjelasan.
Antara lain adalah aspek keagamaan, di Indonesia aspek agama adalah merupakan hal yang
sangat penting sehingga harus ditangani oleh lembaga pendidikan agar lebih efektif. Aspek lain
yang perlu dijelaskan adalah aspek kemasyarakatan dan cinta tanah air. Kedua aspek memiliki
kesamaan, yaitu sama-sama merupakan sikap sosial. Bedanya ialah kemasyarakatan hanya
mencakup masyarakat yang relatif dekat dengan individu bersangkutan yaitu tempat ia
mengadakan komunikasi, sedangkan cinta tanah air bersifat luas, yaitu mencakup seluruh
wilayah Indonesia. Kedua aspek ini dipandang perlu dikembangkan mengingat seringnya terjadi
kerusuhan-kerusuhan baik dalam negeri sendiri maupun diluar negeri yang bersumber dari
lemahnya sikap sosial dan kuatnya individualisme.
Menurut konsep pendidikan di Indonesia, individu manusia harus berkembang secra total
membentuk manusia berkembang seutuhnya dan diwarnai oleh sila-sila Pancasila. Yang disebut
berkembang total atau seutuhnya ialah perkembangan individu yang memenuhi ketiga kriteria
berikut:
1. Semua potensi berkembang secara proporsional, berimbang dan harmonis. Artinya pelayanan
terhadap potensi-potensi itu tidak pilih kasih dan disesuaikan dengan tingkat potensinya masing-
masing.
2. Berkembang secara optimal, artinya potensi-potensi yang dikembangkan diusahakan setinggi
mungkin sesuai dengan kemampuan daya dukung pendidikan, seperti sarana, media, metode,
lingkungan belajar dan sebagainya.
3. Berkembang secara integratif, ialah perkembangan semua potensi atau aspek itu saling
berkaitan satu dengan yang lain dan saling menunjang menuju suatu kesatuan yang bulat.
Arah dan wujud perkembangan itu adalah sejalan dengan filsafat pancasila.
E. Implikasi terhadap Pendidikan
Tinjauan tentang psikologi perkembangan, psikologi belajar, psikologi sosial, dan
kesiapan belajar serta aspek-aspek individu, memberikan implikasi kepaada konsep pendidikan.
Implikasinya kepada konsep pendidikan adalah sebagai berikut:
1. Psikologi perkembangan bersifat umum, yang berorientasi pada afeksi, dan pada kognisi,
semuanya memberi petunjuk pada pendidik bagaimana seharusnya ia menyiapkan dan
mengorganisasi materi pendidikan serta bagaimana membina anak-anak agar mereka mau belajar
dengan sukarela.
2. Psikologi belajar
a. Yang klasik
1) Disiplin mental bermanfaat untuk menghafal perkalian dan melatih soal-soal.
2) Naturalis/aktualisasi diri bermanfaat untuk pendidikan seumur hidup.
b. Behavioris bermanfaat atau cocok untuk membentuk perilaku nyata, seperti mau
menyumbang, giat bekerja, gemar menyanyi, dan sebagainya
c. Kognisi cocok untuk mempelajari materi-materi pelajaran yang lebih rumit yang
membutuhkan pemahaman, untuk memecahkan masalah dan, untuk berkreasi menciptakan
sesuatu bentuk atau ide baru.
3. Psikologi sosial
a. Persepsi diri atau konsep tentang diri sendiri ternyata bersumber dari prilaku yang overt dan
persepsi kita terhadap lingkungan dan banyak dipengaruhi oleh sikap serta perasaan kita.
b. Pembentukan sikap bisa secara alami, dikondisi, dan meniru sikap para tokoh.
c. Sama halnya dengan sikap, motivasi anak-anak juga perlu dikembangkan pada saat yang
memungkinkan melalui,
1) Pemenuhan minat dan kebutuhannya
2) Tugas-tugas yang menantang
3) Menanamkan harapan yang sukses dengan cara sering memberikan pengalman sukses
d. Hubungan yang intim diperlukan dalam proses konseling, pembimbingan, dan belajar dalam
kelompok.
e. Pendidik perlu membendung perilaku agresif anti sosial, tetapi mengembangkan agresif
prososial dan sanksi.
f. Pendidik juga perlu mengembangkan kemampuan memimpin dikalangan anak-anak.
4. Kesiapan belajar yang bersifat afektif dan kognitif perlu diperhatikan oleh pendidik agar
materi yang dipelajari anak-anak dapat dipahami dan diinternalisasi dengan baik.
5. Kesembilan aspek individu harus diberi perhatian yang sama oleh pendidik dan dilayani secara
berimbang.
6. Wujud perkembangan total atau berkembang seutuhnya memenuhi tiga kriteria, yaitu:
a. Semua potensi berkembang secara proposional atau berimbang dan harmonis.
b. Potensi-potensi itu berkembang secara optimal.
c. Potensi-potensi berkembang secara integratif.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Landasan psikologis pendidikan merupakan salah satu landasan yang penting dalam
pelaksanan pendidikan karena keberhasilan pendidik dalam menjalankan tugasnya sangat
dipengaruhi oleh pemahamannya tentang peserta didik. Oleh karena itu pendidik harus
mengetahui apa yang harus dilakukan kepada peserta didik dalam setiap tahap perkembangan
yang berbeda mulai dari bayi hingga dewasa.
Psikologi pendidikan adalah cabang dari psikologi yang dalam penguraian dan
penelitiannya lebih menekankan pada masalah pertumbuhan dan perkembangan anak, baik fisik
maupun mental, yang sangat erat hubungannya dengan masalah pendidikan terutama yang
mempengaruhi proses dan keberhasilan belajar.
Implikasi psikologi dalam pendidikan ini sebagian besar dalam bidang kurikulum, karena
materi pelajaran dan proses belajar mengajar itu harus sejalan dengan perkembangan, cara
belajar, cara peserta didik dan pendidik mengadakan kontak sosial, dan kesiapan mereka belajar.
B. Saran
Karena begitu pentingnya landasan psikologis dalam pendidikan maka seluruh calon
pendidik dan para pendidik diharapkan mampu mempelajari serta mengaplikasikan landasan
psikologis dalam pendidikan agar proses pendidikan berjalan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Pidarta, Made. 2013. Landasan Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Tirtarahardja, Umar. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Tirtarahardja, Umar dan S.L.La Sulo. 2008. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rieneka Cipta.
W.A. Gerungan. 2010. Psikologi Sosia. Jakarta: Refika Aditama.
Apa Peran Psikologi dalam dunia pendidikan ?
Psikologi memiliki peran dalam dunia pendidikan baik itu dalam belajar dan pembelajaran. Pengetahuan tentang psikologi sangat diperlukan oleh pihak guru atau instruktur sebagai pendidik, pengajar, pelatih, pembimbing, dan pengasuh dalam memahami karakteristik kognitif, afektif, dan psikomotorik peserta secara integral. Pemahaman psikologis peserta didik oleh pihak guru atau instruktur di institusi pendidikan memiliki kontribusi yang sangat berarti dalam membelajarkan peserta didik sesuai dengan sikap, minat, motivasi, aspirasi, dan kebutuhan peserta didik, sehingga proses pembelajaran di kelas dapat berlangsung secara optimal dan maksimal.
Pengetahuan tentang psikologi diperlukan oleh dunia pendidikan karena dunia pendidikan menghadapi peserta didik yang unik dilihat dari segi karakteristik perilaku, kepribadian, sikap, minat, motivasi, perhatian, persepsi, daya pikir, inteligensi, fantasi, dan berbagai aspek psikologis lainnya yang berbeda antara peserta didik yang satu dengan peserta didik yang lainnya. Perbedaan karakteristik psikologis yang dimiliki oleh para peserta didik harus diketahui dan dipahami oleh setiap guru atau instruktur yang berperan sebagai pendidik dan pengajar di kelas, jika ingin proses pembelajarannya berhasilBeberapa peran penting psikologi dalam proses pembelajaran adalah :
1. Memahami siswa sebagai pelajar, meliputi perkembangannya, tabiat, kemampuan, kecerdasan, motivasi, minat, fisik, pengalaman, kepribadian, dan lain-lain
2. Memahami prinsip – prinsip dan teori pembelajaran3. Memilih metode – metode pembelajaran dan pengajaran4. Menetapkan tujuan pembelajaran dan pengajaran5. Menciptakan situasi pembelajaran dan pengajaran yang kondusif6. Memilih dan menetapkan isi pengajaran7. Membantu peserta didik yang mengalami kesulitan belajar8. Memilih alat bantu pembelajaran dan pengajaran9. Menilai hasil pembelajaran dan pengajaran10.Memahami dan mengembangkan kepribadian dan profesi guru11.Membimbing perkembangan siswa
Menurut Abimanyu (1996) mengemukakan bahwa peranan psikologi dalam pendidikan dan pengajaran ialah bertujuan untuk memberikan orientasi mengenai laporan studi, menelusuri masalah-masalah di lapangan dengan pendekatan psikologi serta meneliti faktor-faktor manusia dalam proses pendidikan dan di dalam situasi proses belajar mengajar. Psikologi dalam pendidikan dan pengajaran banyak mempengaruhi perumusan tujuan pendidikan, perumusan kurikulum maupun prosedur dan metode-metode belajar mengajar. Psikologi ini memberikan jalan untuk mendapatkan pemecahan atas masalah-masalah sebagai berikut:
1. Perubahan yang terjadi pada anak didik selama dalam proses pendidikan2. Pengaruh pembawaan dan lingkungan atas hasil belajar3. Teori dan proses belajar4. Hubungan antara teknik mengajar dan hasil belajar.5. Perbandingan hasil pendidikan formal dengan pendidikan informal atas diri
individu.6. Pengaruh kondisi sosial anak didik atas pendidikan yang diterimanya.
7. Nilai sikap ilmiah atas pendidikan yang dimiliki oleh para petugas pendidikan.8. Pengaruh interaksi antara guru dan murid dan antara murid dengan murid.9. Hambatan, kesulitan, ketegangan, dan sebagainya yang dialami oleh anak didik
selama proses pendidikan10.Pengaruh perbedaan individu yang satu dengan individu yang lain dalam batas
kemampuan belajar
- See more at: http://www.zainalhakim.web.id/peran-psikologi-dalam-dunia-pendidikan.html#sthash.GnD45eh7.dpuf