Download - Ktt Bumi Rio de Jeneiro
KTT BUMI RIO DE JENEIRO
KTT BUMI RIO DE JENEIROby, Troy Makatita
BAB IPENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Setelah bertahun-tahun sejak revolusi industri pertengahan abad ke-18, baru pada
pertengahan abad ke-20 dunia mengalami kejutan yang merangsang kepedulian akan
gawatnya masalah lingkungan yang kita hadapi. Akhirnya atas usul Pemerintah Swedia
diselenggarakanlah Konferensi Internasional PBB tentang Lingkungan Hidup Manusia (
United Nations Conference on the Human Environment ) di Stockholm, Swedia tahun 1972,
adalah konferensi yang sangat bersejarah, karena merupakan konferensi pertama tentang
lingkungan hidup. Konferensi ini juga merupakan penentu langkah awal upaya penyelamatan
lingkungan hidup secara global.
Konferensi diselenggarakan dengan harapan untuk melindungi dan mengembangkan
kepentingan dan aspirasi negara berkembang. Pertemuan yang digagas PBB ini menghasilkan
Deklarasi Stockholm berupa Rencana Kerja, khususnya tentang perencanaan dan pengelolaan
permukiman manusia serta rekomendasi kelembagaan United Nations Environmental
Programme (UNEP), yang markas besarnya ditetapkan di Nairobi, Kenya. Dalam konferensi
ini Indonesia menyampaikan laporan / pandangan tentang lingkungan hidup dan
pembangunan. Laporan ini merupakan hasil Seminar Nasional Lingkungan dan
Pembangunan di Universitas Padjadjaran, Mei 1972 yang diselenggarakan atas prakarsa Prof.
Soemarwoto ( Soerjani,1997 ).
Konferensi tingkat tinggi Lingkungan Hidup pertama di dunia yang di ikuti oleh
wakil dari 114 negara, dan menghasilkan deklarasi lingkungan hidup : Rencana Aksi
Lingkungan Hidup Manusia (actionplan) dan Rekomendasi tentang kelembagaan dan
keuangan yang mendukung rencana aksi tersebut. Dalam konferensi Stockholm inilah
menyepakati pentingnya pemeliharaan lingkungan hidup melalui kesadaran dengan motto
“Hanya Ada Satu Bumi” (The Only One Earth ) untuk semua manusia, yang terdiri dari 109
rekomendasi dan deklarai mengenai 26 prinsip-prinsip lingkungan. Diperkenalkannya motto
itu sekaligus menjadi mottokonferensi. Selain itu konferensi Stockholm, menetapkan tanggal
5 Juni sebagai Hari Lingkungan Hidup sedunia World Environmental Day
(http://pin_impala.brawijaya.ac.id//earth summit.htm )
Setelah Konferensi Stockholm, problematika lingkungan hidup tidaklah surut,
bahkan semakin parah, ternyata banyak negara yang masih belum menjalankan kesepakatan,
walaupun ikut menandatangani.Masalah lingkungan hidup terjadi karena perilaku manusia
selama ini telah mengubah keteraturan alam. Alam tidak lagi sepenuhnya dapat berkompromi
dengan kebutuhan manusia dalam melangsungkan kehidupannya, maka kenestapaan manusia
dengan mudah dapat ditemui di banyak sudut muka bumi. Pengkajian yang dilaksanakan 10
tahun kemudian pada tahun 1982 di Nairobi, Kenya, justru menunjukkan bahwa kerusakan
lingkungan hidup semakin meningkat. Isu yang mengemuka dalam dekade ini mencakup
hujan asam, penipisan lapisan ozon, pemanasan global ( perubahan iklim ), perusakan hutan,
pengguguran, pelestarian keaneka ragaman hayati, perdagangan internasional bahan-bahan
berbahaya dan beracun serta limbah, serta permasalahan mengenai perlindungan lingkungan
pada saat konflik bersenjata ( Sdede, Androniko, 1993 dalam Koesdiyo, Purwanto, 2007).
Menginat kompleksitas permasalahan yang dihadapi maka beberapa perjanjian
internasional pada periode ini lebih mengarah kepada tercapainya consensus global, yang
mencakup “ Viena Convention for the Protection of the Ozone Layer, Viena 1985 “ dan
“Montreal Protocol on Substances that Deplete the Ozone Layer, Montreal 1987 “, yang
bertujuan mereduksi dan mensubsitusi bahan-bahan perusak ozon dengan bahan lain serta
ketentuan yang mengikat khususnya mengenai produksi dan penggunaan lima macam bahan
kimia, CFC ( Chloro Fluoro Carbon ). “The United Nations Convention on the Law og the
Sea (UNCLOS) tahun 1982”,menetapkan pengaturan yang luas mengenai kelautan termasuk
ketentuan-ketentuan mengenai perlindungan lingkungan laut. Selain itu disepakati pula
“Basel Convention on the Control of Transboundary Movements of Hozardous Wastes and
Disposal, Basel 1989, “ The United Nations Framework Convention on Climate Change
(UNICEF) 1992”, dan “ Konvensi Keanekaragaman Hayati (Convention on Biological
Diversity /CBD) 1992”, tentang pelesterian keanekaragaman hayati.
Menyadari semakin kompleksnya masalah lingkungan, perkembangan penting lain
pada periode ini adalah pembentukan lembaga independen oleh Majelis Umum PBB pada
tahun 1983 membentuk World Commission on Environment and Development (WCED),
Komisi Dunia untuk Lingkungan dan Pembangunan, yang diketuai oleh Ny. Gro Brundtland,
Perdana Menteri Norwegia. Komisi ini menyelesaikan tugasnya pada 1987 dengan
menerbitkan laporan “Our Common Future” yang dikenal dengan Laporan Brundtland. Tema
laporan ini adalah Sustainable Development ( pembengunan berkelanjutan ). Komisi ini
mendefinisikan pembangunan berkelanjutan sebagai suatu upaya yang mendorong
tercapainya kebutuhan generasi kini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang
untuk memenuhi kebutuhannya. Konsep ini menekankan pentingnya pertumbuhan ekonomi
tanpa mengorbankan standar lingkungan yang tinggi. Inilah underlying concept
pembangunan berkelanjutan yang hingga saat ini terus berkembang mengikuti dinamika
perubahan.
Dua puluh tahun setelah Konferensi Lingkungan Hidup di Stockholm, atau lima
tahun setelah tebitnya Laporan Brundtland, PBB menyelenggarakan United Nations
Conference on Environment and Development (UNCED) atau Konferensi Khusus tentang
Masalah lingkungan dan Pembangunan atau yang lebih dikenal dengan KTT Bumi (Earth
Summit) pada tahun 1992 di Rio de Janeiro, Brazil. Jargon “ Think globally, act locally “,
yang menjadi tema KTT Bumi menjadi popular untuk mengekspresikan kehendak berlaku
ramah terhadap lingkungan. KTT Bumi menekankan pentingnya semangat kebersamaan
( multilaterisme ) untuk mengatasi berbagai masalah yang ditimbulkan oleh benturan antara
upaya-upaya melasanakaqn pembangunan ( oleh developmentalist ) dan upaya-upaya
melestarikan lingkungan ( oleh environmentalist ).
Dari uraian di atas, maka dalam makalah ini mencoba untuk mengkaji dari
Konferensi Stockholm menuju ke pelaksanaan KTT Bumi Rio de Jeneiro , yang
berhubungan dengan isu-isu lingkungan global dan hasil-hasil KTT Bumi, serta
pelaksanaannya di Indonesia.
2. Perumusan Masalah : berdasarkan uraian dalam latar belakang, maka dalam makalah
ini akan membahas :
2.1. Masalah lingkungan hidup global, serta permasalahan lingkungan setelah Konferensi
Stockholm.
2.2. Bagaimana Pelaksanaan Konferensi Rio de Janeiro serta hasil-hasil yang diratifikasi?
2.3. Bagaimana hasil-hasil Konferensi Rio de Janeiro dalam pelaksanaannya di Indonesia
3. Tujuan :
3.1. Menginformasikan masalah lingkungan hidup global, serta permasalahan lingkungan setelah
Konferensi Stockholm.
3.2. Mengungkap pelaksanaan Konferensi Rio de Janeiro, serta hasil-hasil yang diratifikasi
3.3. Mengkaji hasil-hasil Konferensi Rio de Janeiro dalam pelaksanaannya di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
DARI STOCKHOLM MENUJU KE RIO DE JANEIRO
1. Konferensi Nairobi dan WCED (World Commission on Environment and Development).
Setelah sepuluh tahun Konferensi Stockholm berselang, PBB kembali menggelar
konferensi tentang lingkungan hidup pada tahun 1982 di Nairobi, Kenya. Pertemuan ini
merupakan pertemuan wakil-wakil pemerintah dalam Government Council UNEP,
pertemuan tersebut mengusulkan pembentukan suatu komisi yang bertujuan melakukan
kajian tentang arah pembangunan di dunia. Usul yang dihasilkan dari pertemuan lingkungan
di Nairobi ini dibawa ke sidang umum PBB tahun 1983, dan oleh PBB dibentuk WCED/
World Commission on Environment and Development (Komisi Dunia untuk Lingkungan dan
Pembangunan ) yang diketuai oleh Ny. Gro Brundtland, dan ditugaskan untuk mencari dan
merumuskan permasalahan global lingkungan dan pembangunan. Komisi inilah yang
melakukan pertemuan diberbagai tempat di belahan dunia, serta berdialog dengan berbagai
kalangan . Komisi ini menyelesaikan tugasnya pada tahun 1987 dengan menerbitkan laporan
“Our Common Future” yang dikenal dengan Laporan Brundtland (The Brundtland Report ).
Tema laporan ini adalah sustainable development ( pembangunan berkelanjutan ). Komisi ini
mendefinisikan pembangunan berkelanjutan sebagai suatu upaya yang mendorong
tercapainya kebutuhan generasi kini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang
untuk memenuhi kebutuhannya. Konsep ini menekankan pentingnya pertumbuhan ekonomi
tanpa mengorbankan standar lingkungan yang tinggi. Inilah underlying concept
pembangunan berkelanjutan yang hingga saat ini terus berkembang mengikuti dinamika
perubahan.
Dua puluh tahun setelah Konferensi Lingkungan Hidup di Stockholm, atau lima tahun
setelah terbitnya Laporan Brundtland, PBB menyelenggarakan United Nations Conference
on Environment and Devwelopment (UNCED) atau Konferensi Khusus tentang Masalah
Lingkungan dan Pembangunan atau lebih dikenal dengan KTT Bumi (Earth Summit ).
2. KTT Bumi Rio de Janeiro
Dalam pandangan dan prinsip-prinsip yang tertuang dalam Deklarasi Stockholm 1972,
anata lain ditegaskan bahwa sebagian besar problema lingkungan di negara berkembang
disebabkan oleh kemiskinan. Sedangkan di negara-negara maju justru disebabkan oleh
industrialisasi dan kemajuan teknologi. Pemanfaatan lingkungan hidup tetap diperlukan
dalam memenuhi kebutuhan fisik manusia dan sekaligus untuk berkembangnya nilai-nilai
intelektual, moral, sosial dan spiritual. Seluruh masyarakat dunia, baik di negara maju
maupun di negara berkembang, semua unsur pemerintah dan masyarakat termasuk dunia
usaha, mempunyai kepentingan dan tanggung jawab yang sama untuk menjaga dan
memelihara lingkungan bagi generasi sekarang sampai generasi mendatang, dengan
mempertahankan tujuan mendasar dari perdamaian dan pembangunan ekonomi global. Topik
yang diangkat dalan konferensi ini adalah permasalahan polusi, perubahan iklim, penipisan
lapisan ozon, penggunaan dan pengelolaan sumber daya air dan lautan, meluasnya
penggundulan hutan, penggurunan dan degradasi tanah, limbah-limbah berbahaya serta
berkurangnya keanekaragaman hayati.
KTT Bumi berupaya manyatukan perhatian dunia tentang masalah lingkungan yang
terjadi. Masalah tersebut sangat berkaitan erat de3ngan kondisi ekonomi dan masalah
keadilan sosial. Kon ferensi ini juga mendeklarasikan bahwa jika rakyat miskin dan ekonomi
nasionalnya lemah, maka lingkungannya yang menderita. Jika lingkungan hidup disalah
gunakan dan sumber daya-nya dikonsumsi secara berlebihan, akibatnya rakyat akan
menderita dan perekonomian-pun akan morat-marit.
Tujuan utama KTT Bumi ini adalah untuk menghasilkan agenda lanjutan, sebagai
sebuah perencanaan bagi gerakan internasional dalam menghadapi isu-isu lingkungan hidup
dan pemb angunan. Perencanaan tersebut akan membantu memberi arahan bagi suatu kerja
sama internasional serta pembuatan kebujakan pembangunan ke depan.
Konferensi Rio kemudian menyepakati bahwa konsep pembangunan berkelanjutan
merupakan tujuan dari setiap manusia. Bagaimanapun, menyatukan dan menyeimbangkan
perhatian di bidang ekonomi, sosial dan lingkungan membutuhkan cara pandang baru. Baik
mengenai bagaimana kita menghasilkan dan memakai sumberdaya, bagaimana kita hidup,
bagaimana kits bekerja, bagaimana kita bergaul dengan orang lain, atau bagaimana cara kita
membuat keputusan. Konsep ini menjadi perdebatan panjang, baik dikalangan pemerintahan,
juga antara pemerintah dan masyarakatnya tentang bagaimana mencapai keberlanjutan
tersebut.
Konferensi Rio de Janeiro menghasilkan lima dokumen, yaitu :
a) Deklarasi Rio de Janeiro ,tentang Lingkungan Hidup dan Pembangunan (The Rio de
Janeiro Declaration on Environment and Development ) juga dikenal dengan “Earth
Chapter” terdiri atas 27 prinsip yang memacu dan memprakarsai kerja sama internasional,
perlunya pembangunan dilanjutkan dengan prinsip perlindungan lingkungan, dan perlu
adanya analisis mengenai dampak lingkungan. Deklarasi ini juga mengakui pentingnya peran
serta masyarakat yang tidak hanya dikonsultasi mengenai rencana pembangunan, tetapi juga
ikut serta dalam pengambilan keputusan, serta aktif dalam proses pelaksanaan dan ikut
menikmati hasil pembangunan itu.
Berikut ini adalah Prinsip Pembangunan Berkelanjutan pilihan dari Deklarasi Rio
(UNCED,1992 dalam Mitchel Bruce,dkk,2007) :
Prinsip 1 : Manusia menjadi pusat perhatian dari pembangunan berkelanjutan. Mereka hidup
secara sehat dan produktif, selaras dengan alam.
Prinsip 2 : Negara mempunyai, dalam hubungannya dengan the Charter of the United
Nations dan prinsip hukum internasional, hak penguasa untuk mengeksploitasi sumberdaya
mereka yang sesuai dengan kebijakan lingkungan dan pembangunan mereka……….
Prinsip 3 : Hak untuk melakukan pembangunan harus diisi guna memenuhi kebutuhan
pembangunan dan lingkungan yang sama dari generasi sekarang dan yang akan datang.
Prinsip 4 : Dalam rangka mencapai pembangunan berkelanjutan, perlindungan lingkungan
seharusnya menjadi bagian yang integral dari proses pembangunan dan tidak dapat dianggap
sebagai bagian terpisah dari proses tersebut.
Prinsip 5 : Semua nagara dan masyarakat harus bekerja sama memerangi kemiskinan yang
merupakan hambatan mencapai pembangunan berkelanjutan……..
Prinsip 8 : Untuk mencapai pembangunan berkelanjutan dan kualitas kehidupan
masyarakat yang lebih baik, negara harus menurunkan atau mengurangi pola konsumsi dan
produksi, serta mempromosikan kebijakan demografi yang sesuai.
Prinsip 9 : Negara harus memperkuat kapasitas yang dimiliki untuk pembangunan
berlanjut melalui peningkatan pemahaman secara keilmuan dengan pertukaran ilmu
pengetahuan dan teknologi, serta dengan meningkatkan pembangunan, adaptasi, alih
teknologi, termasuk teknologi baru dan inovasi teknologi.
Prinsip 10 : Penanganan terbaik isu-isu lingkungan adalah dengan partisipasi seluruh
masyarakat yang tanggap terhadap lingkungan dari berbagai tingkatan. Di tingkat nasional,
masing-masing individu harus mempunyai akses terhadap informasi tentang lingkungan,
termasuk informasi tentang material dan kegiatan berbahaya dalam lingkungan masyarakat,
serta kesempatan untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan. Negara harus
memfasilitasi dan mendorong masyarakat untuk tanggap dan partisipasi melalui pembuatan
informasi yang dapat diketahui secara luas.
Prinsip 15 : Dalam rangka mempertahankan lingkungan, pendekatan pencegahan harus
diterapkan secara menyeluruh oleh negara sesuai dengan kemampuannya. Apabila terdapat
ancaman serius atau kerusakan yang tak dapat dipulihkan, kekurangan ilmu pengetahuan
seharusnya tidak dipakai sebagai alasan penundaan pengukuran biaya untuk mencegah
penurunan kualitas lingkungan.
Prinsip 17 : Penilaian dampak lingkungan sebagai instrument nasional harus dilakukan
untuk kegiatan-kegiatan yang diusulkan, yang mungkin mempunysai dampak langsung
terhadap lingkungan yang memerlukan keputusan di tingkat nasional.
Prinsip 20 : Wanita mempunyai peran penting dalam pengelolaan dan pembangunan
lingkungan. Partisipasi penuh mereka perlu untuk mencapai pembangunan berlanjut.
Prinsip 22 : Penduduk asli dan setempat mempunyai peran penting dalam pengelolaan dan
pembangunan lingkungan karena pemahaman dan pengetahuan tradisional mereka. Negara
harus mengenal dan mendorong sepenuhnya identitas, budaya dan keinginan mereka serta
menguatkan partisipasi mereka secara efektif dalam mencapai pembangunan berkelanjutan.
b) Konvensi Perubahan Iklim /“The Framework Convention on Climate Change (FCCC)” :
Yang memuat kesediaan negara-negara maju untuk membatasi emisi gas rumah kaca dan
melaporkan secara terbuka mengenai kemajuan yang diperolehnya dalam hubungan tersebut.
Negara-negara maju juga sepakat untuk membantu negara-negara berkembang dengan
sumber daya dan teknologi dalam upaya negara-negara berkembang untuk memenuhi
kewajiban sebagaimana tercantum dalam konvensi. Kesepakatan Hukum yang telah mengikat
telah ditandatangani oleh 152 pemerintah pada saat konferensi berlangsung. Tujuan pokok
Konvensi ini adalah “ Stabilisasi konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer pada tingkat yang
telah mencegah terjadinya intervensi yang membahayakan oleh manusia terhadap sistem
iklim, yang mengharuskan pengurangan sumber emisi gas seperti CO2, emisi pabrik,
transportasi dan penggunaan energy fosil pada umumnya”. Dalam Pasal 3 Konvensi
dicantumkan prinsip-prinsip sebagai berikut :
(1) Para pihak harus melindungi sistem iklim untuk kepentingan kehidupan generasi kini dan
yang akan datang, atas dasar keadilan dan sesuai dengan tanggung jawab bersama yang
berbeda-beda dan sesuai dengan kemampuan masing-masing. Sesuai dengan itu, pihak negara
maju harus mengambil peranan penting dalam menanggulangi perubahan iklim dan kerugian
yang diakibatkan.
(2) Kebutuhan tertentu dan keadaan khusus dari pihak negara berkembang, terutama yang
rawan terhadap akibat perubahan iklim yang merugikan, dan bagi para pihak, teutama pihak
negara berkembang yang harus memikul ketidak seimbangan atau beban tidak wajar
berdasarkan konvensi ini, harus diberikan pertimbangan penuh.
(3) Para pihak harus mengambil tindakan pencegahan untuk mengantisipasi, mencegah atau
mengurangi penyebab dari perubahan iklim dan meringankan akibat yang merugikan.
Apabila ada ancaman serius atau kerusakan yang tidak dapat dipuilihkan, ketiadaan kepastian
ilmiah yang lengkap tidak boleh dijadikan alas an untuk menunda tindakan demikian itu,
dengan pertimbangan bahwa kebijaksanaan dan tindakan yang berkaitan dengan perubahan
iklim harus berdasarkan efektifitas biaya untuk terjaminnya manfaat secara global
berdasarkan biaya serendah mungkin. Untuk mencapai ini, kebijaksanaan dan tindakan
demikian harus mempertimbangkan konteks sosio-ekonomi yang berbeda, harus
komprehensif, mencakup semua sumber yang relevan, bak cuci dan tempat penyimpan gas
rumah kaca serta penyesuaian dan mencakup semua sector ekonomi. Upaya-upaya untuk
menghadapi perubahan iklim dapat dilakukan secara kerjasama dengan berbagai pihak yang
berkepentingan.
(4) Semua pihak mempunyai hak untuk dan harys memajukan pembangunan berkelanjutan.
Kebijaksanaan dan tindakan untuk melindungi sistem iklim terhadap perubahan akibat
campur tangan manusia harus memadai bagi keadaan khusus setiap pihak dan harus
diintegrasikan dengan program pembangunan nasional, dengan memperhityngkan bahwa
pembangunan ekonomi adalah essensial bagi dilakukannya tindakan-tindakan untuk
menghadapi perubahan iklim.
(5) Semua pihak harus bekerjasama untuk mengembangkan sistem ekonomi internasional
yang menunjang dan bersifat terbuka menuju pada pwertumbuhan ekonomi dan
permbangunan bagi semua pihak, khususnya pihak negara berkembang, sehingga
memungkinkan mereka untuk secara lebih baik menghadapi perubahan iklim. Tindakan yang
harus dilakukan untuk menanggulangi perubahan iklim, termasuk tindakan unilateral, tidak
boleh menjadi sarana bagi diskriminasi sewenang-wenang dan tidak bertanggungjawab atau
pembatasan perdagangan internasional yang terselubung.
Pasal 23 ayat 1 menyatakan, bahwa Konvensi akan berlaku pada hari ke-90 setelah
hari/tanggal deposit instrument ke-50 ratifikasi, penerimaan, persetujuan atau akses.
Pasal 23 ayat 2 menyatakan, bahwa untuk setiap negara atau organisasi integrasi ekonomi
regional yang meratifikasi, menerima atau menyetujui atau ikut serta setelah deposit
instrument ke-50 ratifikasi, penerimaan, persetujuan atau akses. Konvensi diberlakukan pada
hari ke-90 setelah tanggal deposit negara itu atau organisasi integrasi ekonomi regional dari
instrument ratifikasi, penerimaan, persetujuian atau akses.
Pasal 23 ayat 3 menyatakan bahwa untuk maksud dari ayat 1 dan 2 di atas, setiap instrument
yang didepositokan oleh sesuatu organisasi integrasi ekonomi regional tidak dihitung sebagai
tambahan pada yang didepositokan oleh anggota-anggota negara dari organisasi tersebut.
Konvensi ini dibuat di New York pada tanggal 9 Mei 1992.
c) Konvensi Keanekaragaman Hayati / “The Convention on Biological Diversity “ : yang
memberikan landasan untuk kerjasama internasional dalam rangka konservasi spesies dan
habitat. Kesepakatan Hukum yang mengikat telah ditandatangani sejauh ini oleh 168 Negara.
Menguraikan langkah-langkah kedepan dalam pelestarian keragaman hayati dan pemanfaatan
berkelanjutan komponen – kompennya, serta pembagian keuntungan yang adil dan pantas
dari penggunaan sumber daya genetic. Konvensi keanekaragaman hayati ini menyatakan
dalam Pasal 1 tentang tujuannya, yaitu melestarikan dan mendayagunakan secara
berkelanjutan keanekaragaman hayati dan berbagai keuntungan secara adil dan merata dari
hasil pemanfaatan sumber genetika melalui akses terhadap sumber genetika tersebut, alih
teknologi yang relevan, serta pembiayaan yang cukup dan memadai. Asas dalam Pasal 3
menyatakan, bahwa Negara memiliki kedaulatan untuk mengeksploitasi sumber alamnya
sesuai dengan kebijaksanaan pembangunan dan lingkungannya, serta mempunyai tanggung
jawab untuk menjamin bahwa kegiatannya itu tidak akan merusak lingkungan baik di dalam
maupun di luar wilayah negaranya. Konvensi ini dibuat di Rio de Janeiro pada tanggal 5 Juni
1992. Pada waktu Konferensi Rio berakhir. Indonesia telah meratifikasi Konvensi ini dengan
Undang-Undang No.5 Tahun 1994 pada tanggal 1 Agustus 1994.
d) Pernyataan Prinsip-Prinsip Kehutanan : Prinsip – prinsip yang telah mengatur kebijakan
nasional dan internasional dalam bidang kehutanan. Dirancang untuk menjaga dan
melakukan pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya hutan global secara berkelanjutan
yang bermakna ekonomi dan keselamatan berbagai jenis biotanya. Prinsip-prinsip ini
seharusnya mewakili konsesi pertama secara internasional mengenai pemanfaatan secara
lestari berbagai jenis hutan. Prinsip tentang hutan ini mencakup tentang semua jenis hutan,
yaitu hutan boreal, hutan iklim, hutan tropic dan hutan austral. Dalam prinsip ini diakui
fungsi ganda hutan yaitu untuk memenuhi kebutuhan sosial ekonomi, ekologi, cultural dan
spiritual generasi akan datang. Dengan demikian diakui hak setiap negara untuk
menggunakan hutan sebagai sumber daya untuk pembangunan. Namun pembangunan harus
dilakukan dengan berkelanjutan dengan mengingat kebutuhan generasi yang akan datang.
Dalam prinsip ini hutan diakui perlunya alih teknologi dengan persyaratan yang
menguntungkan. Prinsip lain adalah perlunya dikembangkan ekonomi dan perdagangan
internasional yang terbuka dan dilarangnya tindakan unilateral dengan dalih lingkungan.
Berdasarkan prinsip ini tidaklah dibenarkan untuk hanya memperhatikan hutan tropic saja,
baik yang berkaitan dengan pemanasan global maupun kepunahan jenis, melainkan haruslah
semua hutan ( Soemarwoto, Otto, 2004 ).
e) “Agenda 21” atau Komisi Pembangunan Berkelanjutan/Commission on Sustanable
Development ( CSD ) : Komisi ini di bentuk pada bulan Desember 1992. Tujuan CSD adalah
untuk memastikan keefektifan tindak lanjut KTT Bumi. Mengawasi serta melaporkan
pelaksanaan kesepakatan Konferensi Bumi baik di tingkat lokal, nasional, maupun
internasional. CSD adalah komisi Fungsional Dewan Ekonomi dan Sosial PBB/ Economic
and Social Commssion(ECOSOC) yang beranggotakan 53 negara. Agenda 21, sebuah
rancangan tentang cara mengupayakan pembangunan yang berkelanjutan dari segi sosial,
ekonomi dan lingkungan hidup. Telah disepakati bahwa tinjauan lima tahunan majelis Umum
PBB tentang Konferensi Bumi dan Agenda 21 harus dibuat pada bulan Juni 1997, dalam
sidang istimewa rapat Earth Summit + 5, atau Rio + 5 di New York.
Salah satu hasil KTT Bumi lainnya adalah Agenda 21, yang merupakan sebuah
program luas mengenai gerakan yang mengupayakan cara-cara baru dalam berinvestasi di
masa depan untuk mencapai pembangunan berkelanjutan di abad 21. Rekomendasi –
rekomendasi Agenda 21 ini meliputi cara – cara baru dalam mendidik, memelihara
sumberdaya alam, dan berpartisipasi untuk merancang sebuah ekonomi yang berkelanjutan.
Tujuan keseluruhan Agenda 21 ini adalah untuk menciptakan keselamatan, keamanan dan
hidup yang bermartabat. Agenda 21 merupakan “action plan “ di abad 21, yang walaupun
tidak mengikat secara resmi, tetapi memberi arah strategi dan integritas program
pembangunan dengan penyelamatan kualitas lingkungan. Agenda 21 ini disepakati untuk
disusun oleh dan untuk masing-masing negara peserta.
Pokok – pokok cakupan Agenda 21 yang merupakan program aksi pembangunan
berkelanjutan adalah sebagai berikut :
a) Social and Economic Dimension yang meliputi : (1) Kerjasama internasional untuk
mempercepat pembangunan berkelanjutan negara berkembang serta kebijakan domestiknya.
(2) Memerangi kemiskinan. (3) Merubah pola konsumsi. (4) Dinamika demografi dan
sustainibilitasi. (5) Proteksi dan peningkatan kesehatan manusia. (6) Promosi pembangunan
pemukiman manusia berkelanjutan. (7) Integrasi lingkungan dan pembangunan dalam
pengambilan keputusan.
b) Conservation and Manajement of Resources for Development yang meliputi : (8)
Proteksi atmosfer. (9) Pendekatan terintegrasi dealam perencanaan dan manajemen sumber
daya lahan. (10) Memerangi deforestasi. (11) Pengelolaan ekosistem yang rawan, memerangi
desertifikasi dan kekeringan. (12) Pengelolaan ekosistem yang rawan, pembangunan
pegunungan berkelanjutan. (13) Mempromosikan pertanian yang berkelanjutan dan
pembangunan pedesaan. (14) Konservasi keanekaragaman hayati. (15) Pengelolaan
bioteknologi berwawasan lingkungan. (16)Proteksi samudera, keanekaragaman kelautan,
termasuk lautan dan semi tertutup, kawasan pesisir serta proteksi dan penngunaan secara
rasional berikut pengembangan sumber alam hayati. (17) Proteksi kualitas dan supply air.
(18) Pengelolaan kimia toksik dan bahaya. (19) Pengelolaan limbah beracun dengan wawasan
lingkungan, termasuk pencegahan llintas internasional secara illegal dalam limbah beracun
dan berbahaya. (20) Pengelolaan limbah padat dan limbah cair berwawasan lingkungan. (21)
Pengelolaan yang aman dan berwawasan lingkungan dari limbah radio aktif.
c) Strengthening the Role of major Group yang meliputi : (22) Aksi global bagi
perempuan mengembangkan oembangunan yang berkelanjutan dan berkeadilan. (23) Anak
dan Pemuda dalam pembangunan berkelanjutan. (24) Mengakui dan memberdayakan peranan
organisasi non-pemerintah, mitra dalam pembangunan berkelanjutan. (26) Prakarsa otoritas
lokal menunjang Agenda 21. (27) Memberdayakan peranan buruh serta serikat buruhnya.
(28) Memberdayakan peranan bisnis dan industry. (29) Komunitas ilmuwan dan teknologi.
(30) Memberdayakan peranan petani.
d) Means Of Implementation yang meliputi : (31) Sumber keuangan dan mekanismenya.
(32) Pengalihan teknologi berwawasan lingkungan, kerjasama serta pengembangan kapasitas.
(33) Ilmu pengetahuan bagi pembangunan berkelanjutan. (34) Mempromosikan pendidikan,
kesadaran public dan latihan. (35) Mekanisme nasional dan kerja sama internasional untuk
mengembangkan kapasitas dalam negara berkembang. (36) Pengaturan kelembagaan
internasional, instrumental hukum dan mekanisme internasional. (37) Informasi bagi
pengambilan keputusan.
Pencapaian utama konferensi yang diadakan di Rio de Janeiro, adalah Konvensi Kerja
PBB untuk Perubahan Iklim: United Nations Framework Convention on Climate
Change(UNFCCC). Konvensi ini menjadi dasar pembahasan perubahan iklim ke depan dan
menjadi dasar penyusunan Protokol Kyoto. Protokol yang merupakan tindak lanjut dari
Konvensi Perubahan Iklim ini merupakan rezim global pertama yang menjadikan pemanasan
global sebagai isi utamanya. Tujuan dari protocol ini adalah membatasi emisi karbon tiap-tiap
negara yang masuk dalam daftar negara Annex 1. Negara – negara ini setidaknya harus
mengurangi emisi karbonnya sampai 5 persen dari emisi tahun 1990 . Protokol ini mulai
dibuka penandatanganannya di Kyoto, Jepang, pada 11 Desember 1997 dan dinyatakan
berlaku mulai 16 Februari 2005. Namun sayang protocol ini dinilai tidak efektif karena
mundurnya beberapa negara maju seperti Amerika Serikat dan Australia dan kemunculan
negara industri baru, seperti China dan India, yang tidak masuk dalam daftar negara Annex
1.
Bahan bakar fosil seperti minyak, batu bara dan gas sebagai penyumbang terbesar polusi
planet bumi sekaligus menyebabkan pemanasan global. Karbondioksida yang merupakan gas
buangan dari pembakaran bahan bakar fosil menyumbang 75 persen penyebab pemanasan
global. Efek gas rumah kaca itu memicu perubahan iklim, badai, banjir dan meningkatnya
ketinggian permukaan laut. Sejumlah negara telah menandatangani Protokol Kyoto, kecuali
Amerika Serikat yang memilih untuk menolak fakta itu. Washington mempunyai argument
bahwa Protokol Kyoto terlalu mahal ongkosnya dan secara tidak langsung menghindarkan
Cina dan India sebagai penyumbang polusi harena percepatan pembangunannya. Menurut
Presiden Afsel, Cina dan AS sama-sama sebagai pengkonsumsi energy terbanyak di dunia.
Diprediksikan konsumsi minyak Cina malonjak hingga 80 juta barel per hari atau 6 juta barel
lebih banyak ketimbang produksi minyak dunia yang Cuma 74 juta barel.
Pada tahun 1994 Dewan Bumi (Earth Council ) dibentuk atas inisiatif Maurice Strong,
Sekretaris Jenderal Konferensi Rio dan Mikhail Gorbachev Presiden Green Cross
International. Hal ini merupakan kelanjutan atau produk KTT Bumi di Rio tahun 1992 untuk
memprakarsai perumusan kembali makna konservasi lingkungan. Di samping itu juga untuk
merumuskan kembali sustainable development serta berupaya mambangun kesadaran
bersama tentang makna kehidupan di Bumi ini. Komisi Piagam Bumi yang dibentuk tahun
1997, telah merumuskan etika ekologi sebagai landasan pembangunan berkelanjutan dalam
sebuah Piagam Bumi (Earth Charter ). Pada tahun 2000 piagam ini dideklarasikan dan
disebarluaskan ke berbagai penjuru Dunia.
Indonesia dengan beraneka ragam budaya dan latar belakang lingkungan yang berbeda,
menurut Piagam Bumi perlu menerima kenyataan bahwa kita adalah bagian dari “keluarga
manusia” dari “masyarakat bumi” yang mempunyai tujuan (destiny ) yang sama. Dalam
Komisi Piagam Bumi ini duduk sebagai wakil Indonesia adalah Ir. Erna Witular Msi, sedang
di Kepedulian dan Etika Lingkungan (LENTING) yang dipimpin oleh Dr. Sony Keraf, salah
seorang mantan Menteri Lingkungan Hidup.
Pada tahun 2002 diselenggarakan konferensi Puncak Rio+10 di Johannesburg yang
dihadiri oleh Presiden RI Megawati Soekarnoputri. Untuk kesekian kali yang
diperbincangkan adalah konsep dan pelaksanaan sustainable development yang dinilai belum
berhasil baik untuk membebaskan kemiskinan dan keterbelakangan, ketimpangan dalam
ketenagakerjaan, kinerja yang belum cukup produktif, dan kesetaraan antara konsumsi dasar
dengan tingkat produktivitas yang mendukungnya. Hal ini belum cukup terlaksana karena
belum terbina kelembagaan yang mendukung dan dinikmati hasilnya oleh seluruh anggota
masyarakat Bumi.
3. Tanggapan Indonesia Terhadap Hasil-hasil KTT Bumi
Indonesia pada prinsipnya terbuka untuk kemitraan global dengan negara maju yang
antara lain terkait dengan konsep alih teknologi drngan tetap memperhatikan pengembangan
teknologi yang sesuai dengan kondisi Indonesia. Isu lingkungan kemudian makin bergulir
dan melahirkan kesepakatan-kesepakatan, kerjasama bilateral, regional, multilateral. Sampai
pada isu pemanasan global yang sudah dianggap pada taraf serius mengancam kondisi bumi.
Protokol Kyoto 1997 yang disepakati 159 negara dimaksud untuk menahan pemanasan global
melalui pengurangan konsumsi bahan bakar minyak bumi atau energy yang berasal dari fosil.
Dengan adanya KTT Bumi, Pemerintah Indonesia dengan cepat telah menyusun suatu
rancangan guna memenuhi persyaratan umum dari peinsip-prinsip perjanjian lingkungan
serta tujuan umum dari KTT Bumi dalam melaksanakan pembangunan berkelanjutan.
Indonesia dalam dokumen Agenda 21 nasional diselesaikan akhir tahun 1996, dokumen itu
dicapai lewat proyek yang dibiayai oleh United Nations Development Programme (UNDP)
dan dilaksanakan oleh Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, proyek ini diberi nama
Post UNCED Planning and Capacity Building Activities Project, dan produk utama dari
proyek ini adalah dokumen Agenda 21 Indonesia. Pada bulan-bulan awal, pelaksanaan
proyek Agenda 21-Indonesia difokuskan pada penetapan lingkup dan tujuan proyek yang
mencerminkan isu penting serta perubahan yang terjadi sejak KTT Bumi pada 1992 serta
arah pembangunan di masa mendatang.
Identifikasi isu penting tentang pembangunan dan lingkungan dilakukan melalui survai ke-
27 propinsi di Indonesia dengan mewancarai semua pihak terkait. Dengan menggunakan
metode Analisis Hirarki Proses (AHP), data survai diolah yang kemudian disebarkan kepada
konsultan penyusunan Agenda 21 sebagai bahan masukan. Dengan bantuan badan-badan
PBB lainnya, jumlah konsultan penyusun Agenda 21-Indonesia menjadi 22 konsultan
nasional yang terlibat dalam proyek ini. Konsultan penyusun Agenda-21 dibagi ke dalam 18
prioritas bidang dan mengorganisasi kelompok kerja yang terdiri dari berbagai pihak terkait.
Dalam kelompok kerja ini peserta terdiri dari wakil berbagai lembaga, antara lain pegawai
pemerintah, ORNOP, Akademisi, dan wakil masyarakat umum. Laporan yang dihasilkan
dibahas antar anggota kelompok guna memperoleh suatu kesepakatan tentang prioritas
program, tujuan, kegiatan yang duisulkan, serta sarana pelaksanaannya. Para konsultan
dibantu oleh empat coordinator dengan pembagian sebagai berikut : (1) Pelayanan
Masyarakat; (2) Pengelolaan Limbah; (3) Pengelolaan Sumber Daya Lahan; dan (4)
Pengelolaan Sumber Daya Alam.
Dalam rangka memperoleh hasil yang optimal, pendekatan broadbased-participation
dilakukan melalui berbagai seminar dan lokakarya yang melibatkan para pakar di bidang
pembangunan dan lingkungan baik dari kalangan pemerintah ( Bappenas, Departemen
Teknik, dll), maupun dari kalangan bisnis, dan masyarakat luas lainnya. Konsultan aktif
secara terus menerus dilakukan dengan lembaga pemerintah dan non-pemerintah serta dengan
Kepala Biro Perencanaan Departemen terkait sedemikian rupa sehingga publikasi awal
Agenda 21-Indonesia dapat diterbitkan.
Dalam rangka mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan
lingkungan, maka integrasi pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan merupakan syarat
yang harus dianut oleh semua sektor pembangunan terkait. Kunci keberhasilan untuk
mencapai tujuan ini adalah dilaksanakannya kemitraan nasional oleh seluruh sector yang
berkaitan dengan pembangunan dan lingkungan, yang merupakan inti dari tujuan baik
Agenda 21 Global maupun Agenda 21-Indonesia. Agenda 21-Indonesia memberikan
serangkaian pandangan dan inspirasi yang dapat dimasukkan ke dalam proses perencanaan
pada setiap tingkatan pembangunan di Indonesia, sedemikian rupa sehingga lembaga-
lembaga pemerintah, swasta dan masyarakat luas lainnya dapat memanfaatkan dokumen ini
sebagai referensi bagi penyusunan perencanaan dan program-program jangka pendek dan
panjang dalam menghadapi pasar bebas di masa mendatang dan dalam mewujudkan
pembangunan berkelanjutan yang diidam-idamkan. Agenda 21-Indonesia juga memberikan
seperangkat saran dan rekomendasi bagi kegiatan-kegiatan dan strategi pelaksanaannya
untuk penyusunan GBHN, Repelita VII dan berikutnya. Dokumen ini secara komprehensif
dan rinci mengungkapkan kaitan antara pembangunan ekonomi dan sosial, serta perlindungan
terhadap lingkungan dan sumber daya alam, serta memberikan “paradigma baru” bagi
pencapaian pembangunan berkelanjutan di Indonesia.
Sebagai kesimpulan, Agenda 21-Indonesia dapat dijadikan sebagai suatu advisory
document yang mencakup aspek kebijakan, pengembangan program dan strategi yang
meliputi hampir seluruh perencanaan pembangunan bidang sosial, ekonomi dan lingkungan.
Dokumen berisi rekomendasi untuk pembangunan berkelanjutan sampai tahun 2020 untuk
setiap sektor pembangunan, termasuk pelayanan masyarakat dan partisipasi masyarakat.
Cakupan Agenda 21 Nasional yang dikembangkan di Indonesia adalah :
a) Pelayanan Masyarakat : (1) Pengentasan kemiskinan; (2) Perubahan pola konsumsi; (3)
Dinamika penelitian; (4) Pengelolaan dan peningkatan kesehatan; (5) Pembangunan
perumahan dan pemukiman; (6) Instrumen Ekonomi serta neraca ekonomi dan lingkungan
terpadu.
b) Pengelolaan Limbah : (7) Perlindungan Atmosfer; (8) Pengelolaan Limbah Bahan
Beracun dan Berbahaya ; (9) Pengelolaan bahan kimia beracun; (10) Pengelolaan limbah
radioaktif; (11) Pengelolaan limnah padat dan cair.
c) Pengelolaan Sumber Daya Tanah : (12) Penataan sumber daya tanah; (13) Pengelolaan
hutan; (14) Pengembangan pertanian; (15) Pengembangan pedesaan; (16) Pengelolaan
sumber daya air.
d) Pengelolaan Sumber Daya Alam : (17) Konservasi keanekaragaman hayati; (18)
Pengembangan bioteknologi; (19) Pengelolaan terpadu wilayah pesisir dan lautan.
Dalam masalah pengentasan kemiskinan yang masih menjadi isu sentral di Indonesia,
meskipun kemiskinan pernah menurun pada kurun waktu 1976 – 1996, dari 40,1% menjadi
11,3%, dari total jumlah penduduk Indonesia. Jumlah orang miskin kembali meningkat pada
periode 1996 – 1999, akibat dari krisis multidimensial yang menerpa Indonesia. Jumlah
penduduk miskin pada periode 1996 – 1998 meningkat tajam dari 22,5 juta jiwa ( 11,3% )
menjadi 49,5 juta jiwa ( 24,2% ), atau bertambah sebanyak 27 juta jiwa ( BPS,1999 dalam
Huraera, Abu, 2007 ).
Hasil pendataan BPS pada tahun 2004, penduduk miskin di Indonesia sebanyak 36,1 juta
jiwa atau setara dengan 9 juta rumah tangga miskin. BPS memperkirakan rumah tangga
miskin secara nasional pada tahun 2005 mencapai 15,5 juta rumah tangga miskin, atau sama
dengan 62 juta jiwa penduduk miskin ( 17 September 2005 ).
Dalam upaya mengatasi kemiskinan tersebut maka telah dilakukan berbagai program,
misalnya, program Inpres Desa Tertinggal ( IDT ), No.5/1993, tentang Peningkatan
Penanggulangan Kemiskinan. Pada saat terjadinya krisi ekonomi yang kemudian berlanjut
menjadi krisis multidimensional, diluncurkan Program Daerah Dalam Mengatasi Dampak
Krisis Ekonomi (PDM-DKE), yang kemudian dilanjutkan dengan Program Pengentasan
Kemiskinan Perkotaan ( P2KP ).
Dalam UU No. 5 tahun 1994 Tentang Pengesahan United Nations Convention On
Biological Diversity ( Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Keaneka ragaman
Hayati ) dijelaskan bahwa dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 antara lain
menggariskan agar Pemerintah Negara Republik Indonesia melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Dalam Pasal 33 Ayat (3) Undang – Undang Dasar 1945 menggariskan bahwa “Bumi
dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran Rakyat “, selain itu juga Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor II/MPR/1993 tentang Garis –
Garis Besar Haluan Negara, khususnya tentang Lingkungan Hidup dan Hubungan Luar
Negeri, antara lain menegaskan sebagai berikut :
a) Pembangunan lingkungan hidup yang merupakan bagian penting dari ekosistem yang
berfungsi sebagai penyangga kehidupan seluruh makhluk hidup di muka bumi diarahkan
pada terwujudnya kelestarian fungsi lingkungan hidup dalam keseimbangan dan keserasian
yang dinamis dengan perkembangan kependudukan agar dapat menjamin pembangunan
nasional yang berkelanjutan. Pembangunan lingkungan hidup bertujuan meningkatkan mutu,
memanfaatkan sumber daya alam secara berkelanjutan, merehabilitasi kerusakan lingkungan,
mengendalikan pencemaran, dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup.
b) Sumber daya alam di darat, di laut maupun di udara , dikelola dan dimanfaatkan dengan
memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup agar dapat mengembangkan daya dukung
dan daya tamping lingkungan yang memadai untuk memberikan manfaat bagi sebesar-besar
kemakmuran rakyat, baik bagi generasi masa kini maupun bagi generasi masa depan.
Kesadaran masyarakat mengenai pentingnya peranan lingkungan hidup dalam kehidupan
manusia terus ditumbuhkembangkan melalui penerangan dan pendidikan dalam dan luar
sekolah, pemberian rangsangan, penegakan hukum, dan disertai dengan dorongan peran aktif
masyarakat untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup dalam setiap kegiatan ekonomi
sosial.
c) Konservasi kawasan hutan nasional termasuk flora dan faunanya serta keunikan alam
terus ditingkatkan untuk melindungi keanekaragaman plasma nutfah, jenis spesies, dan
ekosistem. Penelitian dan pengembangan potensi manfaat hutan bagi kepentingan
kesejahteraan bangsa, terutama bagi pengembangan pertanian, industry, dan kesehatan terus
ditingkatkan. Inventarisasi, pemantauan dan perhitungan nilai sumber daya alam dan
lingkungan hidup terus dikembangkan untuk menjaga keberlanjutan pemanfaatannya.
d) Kerja sama regional dan internasional mengenai pemeliharaan dan perlindungan
lingkungan hidup, dan peran serta dalam pengembangan kebijaksanaan internasional serta
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tentang lingkungan perlu terus ditingkatkan bagi
kepentingan pembangunan berkelanjutan.
e) Hubungan luar negeri merupakan kegiatan antar bangsa baik regional maupun global
melalui berbagai forum bilateral dan multilateral yang diabadikan pada kepentingan basional,
dilandasi prinsip politik luar negeri bebas aktif dan diarahkan untuk turut mewujudkan
tatanan dunia baru berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial serta
ditujukan untuk lebih meningkatkan kerjasama internasional, dengan lebih memantapkan dan
meningkatkan peranan Gerakan Nonblok.
f) Peranan Indonesia di dunia internasional dalam membina dan mempererat persahabatan
dan kerjasama yang saling menguntungkan antara bangsa-bangsa terus diperluas dan
ditingkatkan. Perjuangan bangsa Indonesia di dunia internasional yang menyangkut
kepentingan nasional, seperti upaya lebih memantapkan dasar pemikiran kenusantaraan,
memerlukan ekspor dan penanaman modal dari luar negeri serta kerja sama ilmu pengetahuan
dan teknologi, perlu terus ditingkatkan.
g) Langkah bersama antar negara berkembang untuk mempercepat terwujudnya perjanjian
perdagangan internasional dan meniadakan hambatan serta pembatasan yang dilakukan oleh
negara industry terhadap eksport negara berkembang, dan untuk meningkatkan kerjasdama
teknik antar negara berkembang, terus dilanjutkan dalam rangka mewujudkan tata ekonomi
serta tata informasi dan komunikasi dunia baru.
Peranan aktif pemerintah RI disesuiakan dengan amanat yang digariskan baik GBHN
maupun program yang digariskan pemerintah dalam kaitannya dengan pelaksanaan
pembangunan nasional melalui pengelolaan sumber daya alam dan pemeliharaan daya
dukungnya agar bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan rakyat dari generasi ke generasi.
Pengakuan masyarakat internasional kepada Indonesia menjadi ketua Preparatory Committee
WSSD (World Summit on Sustainable Development ) dan menjadi tuan rumah sidang
persiapan terakhir pada tingkat Menteri WSSD membuka kesempatan sebesar-besarnya bagi
pemerintah dan masyarakat Indonesia untuk memperoleh manfaat sebesar-besarnya dari
pelaksanaan WSSD. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang mengeluarkan
Agenda 21- In donesia mengenai strategi pembangunan berkelanjutan di tingkat lokal dan
nasional pada tahun 1997 serta memiliki Agenda 21 Sektoral yang dapat dijadikan dasar di
dalam meningkatkan pelaksanaan agenda pembangunan berkelanjutan. Indonesia
meratifikasi seluruh konvensi hasil UNCED 1992 ( UNFCCC, UNCBD, dan UNCCD ) dan
memiliki perangkat normative penunjang pelaksanaan agenda pembangunan berkelanjutan
seperti Undang-Undang Lingkungan Hidup serta beberapa ketentuan dalam bentuk Undang-
Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden dan Keputusan Menteri.
Sebelum tahun 1982 peraturan hukum mengenai lingkungan tersebar dalam berbagai
peraturan perundang-undangan. Masing-masing peraturan perundang-undangan tersebut
berdiri sendiri, tidak ada ikatan antara satu dengan yang lainnya sehingga efektifitasnya
sudah banyak yang berkurang ( Abdurachman, 1983). Karena itu dibutuhkan peraturan
perundangan lingkungan yang menyeluruh, integral dan komprehensif. Keinginan tersebut
terwujud pada tanggal 11 Maret tahun 1982 yaitu dengan disahkannya Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup
(UULH) oleh Presiden Republik Indonesia. Undang-Undang ini menjadi landasan hukum
seluruh kebijakan dan penyelenggaraan pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia selama 15
tahun yaitu dari tahun 1982 sampai tahun 1997. Pada tanggal 19 eptember 1997 Presiden
Republik Indonesia telah mensahkan berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH) sebagai pengganti UULH.
BAB III
P E N U T U P
1. Kesimpulan :
Dari pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.1. Topik yang diangkat dalam KTT Bumi Rio de Janeiro adalah permasalahan polusi,
perubahan iklim, penipisan lapisan ozon, penggunaan dan pengelolaan sumber daya air dan
lautan, meluasnya penggundulan hutan, penggurunan dan degradasi tanah, limbah-limbah
berbahaya serta berkurangnya keanekaragaman hayati.
1.2. Dalam KTT Rio de Janeiro, dihasilkan lima dokumen meliputi : (a) Deklarasi Rio juga
dikenal dengan “Earth Chapter” (b)Pernyataan Prinsip-Prinsip Kehutanan (c) Konvensi
tentang perubahan iklim (d) Konvensi Keanekaragaman Hayati (e) Agenda-21 merupakan
“action plan” yaitu merupakan aksi pembangunan bewrkelanjutan. Untuk mengawasi dan
melaporkan pelaksanaan keefektifan tindak lanjut dari KTT Bumi maka dibentuklah Komisi
Pembangunan Berkelanjutan /Commission on Sustainable Development (CSD) pada bulan
Desember 1997.
1.3. Agenda-21 di tingkat nasional diselesaikan tahun 1996, dokumen itu dicapai lewat
proyek yang dibiayai oleh UNDP dan dilaksanakan oleh Kantor Menteri Nergara Lingkungan
Hidup. Cakupan Agenda 21-Nasional meliputi :
(a) Pelayanan Masyarakat : (1) Pengentasan Kemiskinan; (2) Perubahan Pola Konsumsi ; (3)
Dinamika Penelitian ; (4) Pengelolaan dan Peningkatan Kesehatan; (5) Pengembangan
perumahan dan pemukiman; (6) Instrumen Ekonomi serta neraca ekonomi dan lingkungan
terpadu.
(b) Pengelolaan Limbah : (7) Perlindungan Atmosfer ; (8) Pwengelolaan limbah bahan
beracun dan berbahaya ; (9) Pengelolaan bahan kimia beracun ; (10) Pengelolaan limbah
radioaktif ; (11) Pengelolaan limbah padat dan cair.
(c) Pengelolaan sumber daya tanah : (12) Penataan Sumber daya tanah ; (13) Pengelolaan
hutan ; (14) Pengembangan Pertanian ; (15) Pengembangan Pedesaan ; (16) Pengelolaan
sumber daya air.
(d) Pengelolaan Sumber Daya Alam : (17) Konservasi keaneka ragaman hayati ; (18)
Pengembangan Bioteknologi; (19) Pengelolaan terpadu wilayah pesisir dan lautan.
1.4. Agenda 21-Indonesia dapat dijadikan sebagai suatu “advisory document” yang
mencakup aspek kebijakan, pengembangan program dan strategi yang meliputi hampir
seluruh perencanaan pembangunan bidang sosial, ekonomi dan lingkungan. Dokumen berisi
rekomendasi untuk pembangunan berkelanjutan sampai tahun 2020 untuk setiap sector
pembangunan, termasuk pelayanan masyarakat dan partisipasi masyarakat.
1.5. Indonesia meratifikasi seluruh konvensi hasil UNCED 1992 dan memiliki perangkat
pelaksanaan agenda pembangunan berkelanjutan seperti Undang-Undang Lingkungan Hidup
serta beberapa ketentuan dalam bentuk Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan
Presiden, dan Keputusan Menteri.
2. Saran
Sebagai akhir dari penulisan makalah tentang Rio de Janeiro ini adalah sebuah harapan dan
tantangan akan kesadaran bagi kita semua sebagai manusia khususnya, dan sebagai
masyarakat Indonesia maupun dunia pada umumnya, dalam melihat dan berpartisipasi aktif
keikutsertaannya menjaga dan memelihara lingkungan hidup, demi untuk keberlanjutan bumi
yang kita tempati.
DAFTAR PUSTAKA