Download - Kti sarnia akbid paramata raha
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANKEJADIANRESPIRATORYDISTRESS OF NEWBORN(RDN) PADA NEONATUS
DI RUANG PERINATLOGI RUMAH SAKIT UMUM DAERAHKABUPATEN MUNA TAHUN 2015
KaryaTulisIlmiah
Diajukan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikandi Akademi Kebidanan Paramata Raha Kabupaten Muna
Oleh:
SarniaPSW.1B.2013.0082
YAYASAN PENDIDIKAN SOWITEAKADEMI KEBIDANAN PARAMATA RAHA
KABUPATEN MUNA2016
LEMBAR PERSETUJUAN
Karya Tulis Ilmiah
Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan KejadianRespiratory Distress OfNewborn (RDN) pada Neonatus
di Ruang Perinatologi Rumah Sakit Umum DaerahKabupaten Muna Tahun 2015
Telah disetujui untuk diseminarkan di hadapan Tim Penguji Karya Tulis Ilmiah
Akademi Kebidanan Paramata Raha Kabupaten Muna
Raha, Juli 2016Pembimbing I Pembimbing II
Dina Asminatalia, S.Kep., Ns Wa Ode Siti Asma, S.ST.,M.Kes
Mengetahui,Direktur Akbid Paramata RahaKabupaten Muna
Rosminah Mansyarif, S.Si.T., M.Kes
LEMBAR PENGESAHAN
Karya tulis ini telah disetujui dan diperiksa oleh Tim Penguji Karya Tulis IlmiahAkademi Kebidanan Paramata Raha Kabupaten Muna
TIM PENGUJI
1. Sartina, S.ST (……………………………….)
2. Dina Asminatalia,S.Kep.,Ns (……………………………….)
3. Wa Ode Siti Asma, S.ST.,M.Kes (……………………………….)
Raha, Juli 2016Pembimbing I Pembimbing II
Dina Asminatalia,S.Kep.,Ns Wa Ode Siti Asma, S.ST.,M.Kes
Mengetahui,Direktur Akbid Paramata RahaKabupaten Muna
Rosminah Mansyarif, S.Si.T., M.Kes
iv
RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS DIRI .
Nama : Sarnia
NIM : Psw.2013.IB.0084
Tempat / Tanggal Lahir : Wabintingi , 01 Maret 1995
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku / Bangsa : Muna / Indonesia
Agama : Islam
Alamat : Desa Wabintingi, Kec. Lohia, Kab. Muna
II. PENDIDIKAN
A. SD : SD Negeri 12 Lohia 2001 – 2007
B. SMP : SMP Negeri 6 Raha 2007– 2010
C. SMA : SMA Negeri 1 Lohia 2010– 2013
D. Sejak tahun 2013 mengikuti Pendidikan Diploma III Akademi Kebidanan
Paramata Raha Kabupaten Muna dan Insya Allah akan menyelesaikannya
tahun 2016
v
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh
Tidak ada kata yang paling indah selain mengucap puji dan syukur kepada
Sang Maha Pencipta Alloh SWT, karena hanya karena rahmat dan ridhoNya sehingga
Karya Tulis Ilmiah ini dengan judul ” Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Kejadian Respiratory Distress Of Newborn (RDN) pada Neonatus Rumah Sakit
Umum Daerah Kabupaten Muna Tahun 2015” dapat selesai tepat pada waktunya.
Penghargaan yang tinggi dan ucapan terima kasih yang tiada henti penulis
haturkan kepada Ibu Dina asminatalia, S.Kep., Ns selaku Pembimbing I dan Ibu Wa
Ode Siti Asma, SST.,M.Kes selaku Pembimbing II atas kesediaannya baik berupa
waktu, bimbingan, motivasi, petunjuk, pengarahan dan dorongan baik moril maupun
materil yang begitu sangat berharga.
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, tidak terlepas dari bantuan
berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini dengan penuh kerendahan
hati, penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada.
1. Bapak La Ode Muhlisi, A. Kep., M.Kes selaku Ketua Yayasan Pendidikan
Sowite Kabupaten Muna yang telah memberikan kesempatan kepada penulis
untuk mengikuti pendidikan di Akademi Kebidanan Paramata Raha Kabupaten
Muna.
2. Ibu Rosminah Mansyarif, S.Si.T., M.Kes selaku Direktur Akademi Kebidanan
Paramata Raha, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
mengikuti pendidikan di Akademi Kebidanan Paramata Raha Kabupaten Muna.
vi
3. Ibu Sartina, SST selaku penguji Karya Tulis Ilmiah atas keikhlasan dan
bimbingannya yang sangat berharga dan tiada henti.
4. Seluruh jajaran Dosen dan para Staf Akademi Kebidanan Paramata Raha yang
telah memberikan petunjuk dan bimbingan selama mengikuti pendidikan dan
penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.
5. Kepala KESBANG dan Dinas kesehatan Kabupaten Muna yang telah membantu
memberikan izin serta kesempatan kepada peneliti untuk melakukan penelitian
ini
6. Direktur dan Kepala Ruangan Rekam Medik RSUD Kabupaten Muna yang telah
banyak membantu penulis dalam pemberian informasi untuk penyusunan karya
tulis ilmiah ini.
7. Seluruh Petugas Rumah Sakit Umun Daerah Kab. Muna khususnya petugas
Rekam Medik yang bersedia bekerja sama dengan penulis selama melaksanakan
penelitian.
8. Orang tuaku Ayahanda La Risale dan Ibunda Wa Maruwia yang paling kucintai,
yang telah memberikan segala dukungan baik moril maupun material serta do’a
restu dan kasih sayangnya yang tidak pernah putus selama mengikuti pendidikan
di Akademi Kebidanan Paramata Raha hingga penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.
Semoga Allah tetap menjaga orang-orang yang paling kucintai dalam balutan
rohmat dan hidayah-Nya.
9. Seluruh saudaraku (Sudin, Rusman, Ugi, Indah, Adar , dan Ayat) yang kusayangi
yang telah memberikan doa dan motivasi selama mengikuti pendidikan di
Akademi Kebidanan Paramata Raha hingga penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.
vii
10. Yang tersayang La Ode Muh. Ade Arjuna yang telah memberikan motivasi, dan
dukungan, terima kasih atas kesetian menemani hingga penyusunan Karya Tulis
Ilmiah ini.
11. Teman-teman seangkatan khususnya kelas B yang namanya tak dapat saya
sebutkan satu per satu, terima kasih atas semangat yang kalian berikan dan
sahabat – sahabatku terutama kepada, Ima, Lina, Ayu, Asti, Novy, Niar, Afi,
Aisah atas persahabatan yang tulus selama ini, serta yang pernah menjadi
temanku, terima kasih telah memberi warna dalam persahabatan selama ini.
Semoga Allah SWT, memberikan imbalan yang setimpal atas segala
kebaikan dalam mewujudkan Karya Tulis Ilmiah ini. Penulis menyadari bahwa
Karya Tulis Ilmiah ini jauh dari sempurna baik dari segi materi maupun
penulisannya, karena ”Tak Ada Gading yang Tak Retak”. Olehnya itu, kritik dan
saran yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan Karya Tulis
Ilmiah ini.
Wassalamu `alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh
Raha, Agustus 2016
Penulis
viii
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam karya tulis ilmiah ini tidak terdapat
karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan
tinggi, disepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah di tulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu
dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Raha, Juli 2016
Sarnia
ix
DAFTAR ISI
Halaman Judul ................................................................................................. i
Lembar Persetujuan.......................................................................................... ii
Lembar Pengesahan ......................................................................................... iii
Riwayat Hidup ................................................................................................. iv
Kata Pengantar ................................................................................................ v
Surat Pernyataan ............................................................................................. viii
Daftar Isi ......................................................................................................... ix
Daftar Tabel ..................................................................................................... xi
Daftar Gambar.................................................................................................. xii
Daftar Lampiran .............................................................................................. xiii
Intisari ...... .................................................................................................... xiv
Bab I Pendahuluan.................................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................... 3
C. Tujuan Penelitian ....................................................................... 4
1. Tujuan Umum....................................................................... 4
2. Tujuan Khusus ...................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian ..................................................................... 4
1. Manfaat Teoritis ................................................................... 4
2. Manfaat Praktis ..................................................................... 5
Bab II Tinjauan Pustaka ........................................................................... 6
A. Telaah Pustaka ………………………………………………… 6
1. Respiratory Distress Of Newborn (RDN) …………………. 6
2. Faktor – faktor yang berhubungan dengan Kejadian
Respiratory Distress Of Newborn (RDN) ……………….. 19
B. Landasan Teori…………………………………………………. 31
C. Kerangka Konsep ……………………………………………. 37
D. Hipotesis Penelitian …………………………………………… 38
Bab III Metode Penelitian .......................................................................... 40
A. Jenis dan Rancangan Penelitan.................................................. 40
B. Subjek Penelitian ........................................................................ 40
x
1. Populsai ............................................................................... 40
2. Sampel ................................................................................. 40
C. Waktu dan Tempat Penelitian .................................................. 40
1. Waktu ................................................................................... 40
2. Tempat Penelitian ................................................................. 40
D. Identifikasi Variabel Penelitian.................................................... 40
E. Definisi Operasional ................................................................... 41
F. Instrumen Penelitian .................................................................. 42
G. Cara Analisis Data .................................... ................................. 42
1. Analisis Univariat ................................................................. 42
2. Analisis Bivariat ................................................................... 42
H. Jalannya Penelitian ..................................................................... 44
Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan .................................................. 45
A. Hasil Penelitian .......................................................................... 45
B. Pembahasan ............................................................................... 54
Bab V Kesimpulan dan Saran ...................................................................... 65
A. Kesimpulan ................................................................................ 65
B. Saran .......................................................................................... 65
Daftar Pustaka................................................................................................ 68
Lampiran – Lampiran
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1 . Klasifikasi Gangguan Napas………………………....................... 10
Tabel 2 . Skor Down untuk Evaluasi Distress Respirasi pada Neonatus .... 11
Table 3 . Bagan Penanganan Gangguan Pernafasan pada Bayi Baru Lahir... 17
Tabel 4 . Defenisi Operasional dan Kriteria Obejektif.................................. 41
Tabel 5 . Distribusi Frekuensi bayi yang mengalami RDN di RSUDKabupaten Muna Tahun 2015........................................................ 47
Tabel 6 . Distribusi Frekuensi Usia Gestasi tentang kejadian RDN diRSUD Kabupaten Muna Tahun 2015............................................. 48
Tabel 7 . Distribusi Frekuensi Jenis Persalinan tentang Kejadian RDN diRSUD Kab. Muna Tahun 2015....................................................... 48
Tabel 8 . Distribusi Frekuensi Berat Badan Lahir tentang Kejadian RDNdi RSUD Kab. Muna Tahun 2015................................................... 49
Tabel 9 . Distribusi Frekuensi Asfiksia tentang Kejadian RDN di RSUDKab. Muna Tahun 2015................................................................. 49
Tabel 10 . Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Tentang Kejadian RDNRSUD Kab. Muna Tahun 2015....................................................... 50
Tabel 11 . Hubungan usia gestasi dengan kejadian RDN pada bayi di RSUDKabupaten Muna Tahun 2015……………………………………. 50
Tabel 12 . Hubungan jenis persalinan dengan kejadian RDN pada bayi diRSUD Kabupaten Muna Tahun 2015…………………………… 51
Tabel 13 . Hubungan berat badan lahir dengan kejadian RDN pada bayi diRSUD Kabupaten Muna Tahun 2015…………………………… 52
Tabel 14 . Hubungan asfiksia dengan kejadian RDN pada bayi di RSUDKabupaten Muna Tahun 2015…………………………………… 53
Tabel 15 . Hubungan Jenis Kelamin dengan kejadian RDN pada bayi diRSUD Kabupaten Muna Tahun 2015…………………………… 54
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerangka Konsep ......................................................................... 37
Gambar 2. Rancangan Penelitian Cross Sectional…………………………… 40
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Izin Penelitian
Lampiran 2. Master Tabel
Lampiran 3. Hasil Perhitungan Uji Statistik dengan Uji Chi Square secara Manual
Lampiran 4. Hasil Uji SPSS
Lampiran 5. Surat Bukti Penelitian
xiv
INTISARI
Sarnia(Psw.2013.IB.0084) “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan KejadianRespiratory Distress Of Newborn (RDN) pada Neonatus di Ruang Teratai RumahSakit Umum Daerah Kabupaten Muna Tahun 2015”. Di bawah bimbingan DinaAsminatalia dan Wa Ode Siti Asma
Latar Belakang : Respiratory Distress of Newborn (RDN) adalah bayi baru lahiryang bernafas spontan, namun mengalami gangguan nafas atau bernafas cepat denganbatasan gangguan napas satu atau lebih dari gejala frekuensi napas > 60x/menit, ataufrekuensi napas < 30x/menit, henti napas > 20 detik dan sianosis sentral. Pada tahun2015 di RSUD Kab. Muna jumlah bayi baru lahir 542 orang jumlah kasus RDN 40orang sedangkan jumlah kematian 25 bayi yang disebabkan oleh RDN sebanyak 5bayi atau 20%.Metode Penelitian : Penelitian ini merupakan jenis penelitian analitik denganpendekatan cross sectional dengan menggunakan teknik Purposive sampling.Hasil Penelitian: Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan chi-squaredidapatkan χ2 hitung (0,153)< χ2 tabel (3,841), hal ini menunjukkan tidak adahubungan usia gestasi dengan kejadian RDN. Hasil uji statistik dengan menggunakanchi-square didapatkan χ2 hitung (5,35) > χ2 tabel (3,841), hal ini menunjukkan adahubungan jenis persalinan dengan kejadian RDN. Hasil uji statistik denganmenggunakan chi-square didapatkan χ2 hitung (0,37) < χ2 tabel(3,841) hal inimenunjukkan tidak ada hubungan berat badan lahir dengan kejadian RDN. Hasil ujistatistik dengan menggunakan chi-square didapatkan χ2 hitung (2,27) < χ2
tabel(3,841), hal ini menunjukkan tidak ada hubungan asfiksia dengan kejadian RDN.Hasil uji statistik dengan menggunakan chi-square didapatkan χ2 hitung (5,5) > χ2
tabel (3,841) hal ini menunjukkan ada hubungan jenis kelamin dengan kejadian RDN.Kesimpulan : Ada hubungan jenis persalinan dan jenis kelamin bayi dan tidak adahubungan usia gestasi, berat badan lahir, asfiksia dengan kejadian RDN pada bayi diRSUD Kabupaten Muna Tahun 2015
Kata Kunci : RDN, faktor yang berhubungan dengan RDN.
Daftar Pustaka : 15 (2006 – 2015)
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Respiratory Distress of Newborn (RDN) atau distress pernapasan pada neonatus
adalah bayi baru lahir yang bernafas spontan, namun mengalami gangguan nafas atau
bernafas cepat dengan batasan gangguan napas satu atau lebih dari gejala frekuensi napas >
60x/menit, atau frekuensi napas < 30x/menit, henti napas > 20 detik dan sianosis sentral.
Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya Respiratory Distress of Newborn (RDN)
namun penanganan awal kegawatan adalah hal yang sangat penting apabila terjadi apnea
yang merupakan salah satu tanda bahaya atau Danger Sign yang harus segera ditangani
dimanapun bayi baru lahir berada karena Respiratory Distress of Newborn (RDN) adalah
salah satu gangguan napas yang merupakan kegawatan perinatal jika tidak ditangani
dengan baik maka akan berdampak pada kematian atau gejala sisa atau sekeule bila dapat
bertahan hidup (Sukarni dan Sudarti, 2014).
Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) prevalensi penyakit
sistem pernafasan pada bayi baru lahir mencapai 27,5% pada tahun 2009 dan meningkat
menjadi 29,5% pada tahun 2010, sebagian besar dari gangguan pernafasan tersebut
diakibatkan oleh asfiksia neonatorum dan RDN. Di negara maju seperti Amerika serikat,
penyakit ini masih mempengaruhi sekitar 40.000 bayi setiap tahunnya dan menyebabkan
20% kematian bayi. Kejadian RDN ini 60%-80% terjadi pada bayi prematur dan hanya 5%
saja kejadian pada bayi matur (Erlita,R, 2013).
Dalam profil kesehatan Indonesia dijelaskan bahwa beberapa penyebab kematian
bayi dapat bermula dari masa kehamilaan. Penyebab bayi yang terbanyak adalah
disebabkan karena pertumbuhan janin yang lambat, kekurangan gizi pada janin, kelahiran
premature, dan berat badan lahir rendah (BBLR) sedangkan penyebab lainnya yang cukup
2
banyak terjadi adalah kejadian kurangnya oksigen dalam rahim (hipoksia intauterus) dan
kegagalan nafas secara spontan dan teratur saat lahir atau beberapa saat setelah lahir
(Hamzah, 2013).
Survei Demografi Kesehatan Indonesia tahun 2012 menyebutkan bahwa kematian
bayi masih pada angka 32 per 1000 kelahiran hidup,dan hal tersebut terjadi pada minggu
pertama kelahirannya, paling besar diakibatkan karena gangguan pada sistem
pernafasannya yang mencapai 36,9%. Salah satu penyebab gangguan sistem pernafasan
pada bayi adalah RDN yang mencapai 14% (Erlita, R, 2013).
Berdasarkan data tahun 2013 di Kabupaten Muna jumlah bayi lahir hidup 5899
bayi dan dari jumlah tersebut kasus RDN 1 orang dengan jumlah bayi lahir mati 70 bayi.
Jumlah kejadian kematian bayi 0-7 hari adalah 41 bayi yang disebabkan oleh asfiksia 8
bayi atau 19,51 %, BBLR 2 bayi atau 4,88%, kelainan konegenital 6 bayi atau 14,63 % dan
lain – lain 25 bayi atau 60,98%,. Pada tahun 2014 jumlah bayi lahir hidup 5647 dan dari
jumlah tersebut kasus RDN pada tahun ini tidak ada dengan jumlah bayi lahir mati 66 bayi.
Jumlah kejadian kematian bayi 0-7 hari 44 bayi yang disebabkan oleh asfiksia 11 atau
25%, BBLR 13 bayi 29,54% dan lain – lain 20 bayi atau 45,45%,. Sedangkan pada tahun
2015 jumlah bayi lahir hidup 4245 dan dari jumlah tersebut kasus RDN pada tahun ini 4
orang, dengan jumlah bayi lahir mati 58 bayi. Dimana jumlah kejadian kematian bayi 16
bayi yang disebabkan oleh asfiksia 11 atau 66,67%, BBLR 5 bayi atau 33,33%, sedangkan
pada tahun 2016 periode Januari – Mei kasus RDN terdiri dari 2 orang dan jumlah
kematian yang disebabkan oleh RDN 2016 periode Januari – Mei terdiri dari 1 orang
(Dinkes Kab. Muna, 2015).
Berdasarkan survey data awal di rekam medik Rumah Sakit Umum Daerah
Kabupaten Muna pada tahun 2014 jumlah bayi baru lahir 319 orang dengan jumlah kasus
RDN 30 orang sedangkan jumlah kematian 26 orang yang disebabkan oleh BBLR 13
3
orang atau 50%, prematuritas 4 orang atau 15,38%, RDN 3 atau 11,53%, bayi cukup
bulan 1 orang atau 3,84%, asfiksia 2 orang atau 7,69%, curiga sepsis 1 orang atau 3,84%,
HDN 1 orang atau 3,84% dan kejang neonatorum 1 orang 3,84 % (Rekam Medik, 2014).
Tahun 2015 jumlah bayi baru lahir 542 orang dengan jumlah kasus RDN 40 orang
sedangkan jumlah kematian 25 orang yang disebabkan oleh BBLR 8 orang atau 32%,
RDN 5 atau 20%, asfiksia 3 orang atau 12%, sepsis neonatorum 2 orang atau 8%
dehidrasi berat 2 orang atau 8%, kejang neontaorum 1 orang, bayi cukup bulan 2 orang
atau 8%, labio palatokisis bilateral 1 orang atau 4%, UBS dispnue 1 orang atau 4%
sedangkan pada tahun 2016 periode Januari – mei jumlah neonatus yaitu 196 bayi dan ada
16 bayi yang terdiagnosa RDN. Pada periode ini jumlah kematian bayi baru lahir 11 orang
yang disebabkan oleh BBLR , sepsis neonatorum , asfiksia,bayi cukup bulan, suspek HDN
serta premature (Rekam Medik, 2015).
Berdasarkan data – data bahwa kejadian RDN masih banyak di Kabupaten Muna,
serta merupakan penyebab kematian terbesar kedua setelah BBLR hal ini diperlukan
deteksi dini dan pencegahan awal untuk mengurangi kejadian RDN. Berdasarkan hal
tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Kejadian Respiratory Distress Of Newborn (RDN) pada Neonatus
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna Tahun 2015”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah “Apakah Ada Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Respiratory Distress Of
Newborn (RDN) pada Neonatus Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna Tahun
2015”.
4
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Respiratory Distress Of
Newborn) pada neonatus di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna Tahun
2015.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui faktor yang berhubungan dengan kejadian Respiratory Distress Of
Newborn pada Neonatus berdasarkan usia gestasi
b. Mengetahui faktor yang berhubungan dengan kejadian Respiratory Distress Of
Newborn pada Neonatus berdasarkan jenis persalinan
c. Mengetahui faktor yang berhubungan dengan kejadian Respiratory Distress Of
Newborn pada Neonatus berdasarkan berat badan lahir
d. Mengetahui faktor yang berhubungan dengan kejadian Respiratory Distress Of
Newborn pada Neonatus berdasarkan asfiksia neonatorum
e. Mengetahui faktor yang berhubungan dengan kejadian Respiratory Distress Of
Newborn pada Neonatus berdasarkan jenis kelamin
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya konsep atau teori yang menyokong
perkembangan ilmu pengetahuan khusus serta sebagai referensi bagi peneliti
selanjutnya dan sumbangan pengembangan dan penyempurnaan ilmu pengetahuan
yang sudah ada yang terkait dengan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian
Respiratory Distress of Newborn (RDN) pada neonatus.
5
2. Manfaat Praktis
a. Manfaat bagi profesi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai sumber informasi
penentu kebijakan baik di Rumah sakit, Departemen Kesehatan, Dinas Kesehatan,
dalam menyusun perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program kesejahteraan
ibu dan anak yang terkait dengan permasalahan ketuban pecah dini dengan
kejadian Respiratory Distress Of Newborn (RDN) pada Neonatus
b. Manfaat bagi institusi
Sebagai tambahan literatur dan referensi bagi mahasiswa kebidanan dalam rangka
peningkatan pengetahuan khususnya tentang faktor faktor-faktor yang berhubungan
dengan kejadian Respiratory Distress of Newborn (RDN) pada neonatus.
c. Manfaat bagi peneliti
Sebagai wahana latihan untuk menambah wawasan dalam pembuatan Karya Tulis
Ilmiah dan bahan pengetahuan bagi peneliti tentang permasalahan bayi khususnya
yang berhubungan dengan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian
Respiratory Distress of Newborn (RDN) pada neonatus.
d. Manfaat bagi peneliti selanjutnya
Hasil penelitian diharapkan menjadi salah satu sumber informasi dalam
memperkaya wawasan ilmu pengetahuan dan bahan kepustakaan sekaligus dapat
dijadikan acuan untuk penelitian yang berhubungan faktor-faktor yang
berhubungan dengan kejadian Respiratory Distress of Newborn (RDN) pada
neonatus.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
1. Respiratory Distress of Newborn (RDN)
a. Pengertian
Respiratory Distress of Newborn (RDN) atau biasa juga disebut Distress
Respiratory Syndrom (RDN) biasa juga disebut Hyaline Membrane Disease
(HMD) adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi dengan tanda-
tanda takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara kamar yang menetap
atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik,
sekitar 60% bayi yang lahir sebelum gestasi 29 minggu mengalami RDN (Lissuer
dan Fanaroff, 2009).
Respiratory Distress of Newborn (RDN) atau distress pernapasan pada
neonates adalah bayi baru lahir yang bernafas spontan, namun mengalami
gangguan nafas atau bernafas cepat dengan batasan gangguan napas satu atau lebih
dari gejala frekuensi napas > 60x/menit, atau frekuensi napas < 30x/menit, henti
napas > 20 detik dan sianosis sentral (Sukarni dan Sudarti, 2014).
Respiratory Distress of Newborn adalah penyakit yang disebabkan oleh
ketidak maturan dari sel tipe II dan ketidakmampuan sel tersebut untuk
menghasilkan surfaktan yang memadai. Sindrom ini terdiri atas dispue,
merinti/gruncing, tachipnue, retraksi dinding dada serta sianosis. Gejala ini timbul
biasanya dalam 24 jam pertama setelah lahir dengan degradasi yang berbeda-
beda,namun yang selalu adalah dispnue yang Merupakan tanda kesulitan ventilasi
paru (Williams dan Wilkins, 2011).
7
Berdasarkan dari beberapa pengertian dapat disimpulkan bahwa Respiratory
Distress of Newborn (RDN) adalah sekumpulan gejala gangguan napas pada bayi baru
lahir dengan tanda-tanda takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada dan sianosis yang
disebabkan oleh ketidak maturan dari sel tipe II untuk menghasilkan surfaktan yang
memadai.
b. Etiologi
Hal yang menyebabkan terjadinya RDN atau sindrom gawat napas neonates
(SGNN) adalah kelainan intra paru dan kelainan ekstra paru.
1) Kelainan intra paru diantaranya penyakit mebran hialin(pada bayi prematur),
Transist Tachypnue Of The Newborn (pada bayi aterm), pneumonia, hipertensi
pulmonal dan lain – lain.
2) Kelainan ektra paru diantaranya kelainan otak/syaraf (perdarahan, meningitis,
asfiksia dan lain – lain ), kelainan kongenital (hernia diafragmatika) kelainan
kardiovaskular (gagal jantung, syok hipovolemik, anemia dan lain – lain )
(Muslihatun, 2010).
c. Tanda dan Gejala
Gejala utama pada RDN/gawat nafas pada neonatus adalah :
1) Dispnea, merintih/grunting, tachipnea, retraksi dinding dada, serta sianosis
2) Frekuensi nafas > 60x/menit atau <30x/menit dan henti napas > 20 detik
3) Retraksi pada sternum dan kosta pada saat inspirasi
4) Pernafasan cuping hidung
5) Penurunan produksi urine
6) Penggunaan otot bantu nafas
7) Foto thorax memperlihatkan atelektasis alvoelar, goresan hitam atau bronkogram
8) Stridor atau suara napas yang tidak normal (Lissuer dan fanaroff, 2009).
8
d. Patofisiologi
Penyebab utama dari RDN adalah tidak adekuat jumlah surfaktan dalam paru.
Surfaktan adalah zat aktif yang diproduksi sel epitel saluran nafas yang disebut sel
pneumosit tipe II yang mulai tumbuh pada gestasi 22-24 minggu dan mulai aktif pada
gestasi 24-26 minggu serta berfungsi pada gestasi 32-36 minggu. Produksi surfaktan
pada janin dikontrol oleh kortisol melalui reseptor kortisol yang terdapat pada sel
pneumosit tipe II. Zat ini terdiri dari fosfolipid (90%) dan protein (10%). Peranan
surfaktan ialah merendahkan tegangan permukaan alveolus sehingga tidak terjadi
kolaps dan mampu menahan sisa udara fungsional pada sisa akhir ekspirasi. Kolaps
paru ini akan menyebabkan terganggunya ventilasi sehingga terjadi hipoksia retensi
CO2 dan asidosis (Lissuer dan fanaroff, 2009).
Hipoksia akan menyebabkan terjadinya oksigenasi jaringan menurun dan
mengakibatkan metabolisme anaerobik dengan penimbunan asam laktat asam organik
sehingga terjadi asidosis metabolik. Kemudian kerusakan endotel kapiler dan epitel
duktus alveolaris menyebabkan transudasi kedalam alveoli dan terbentuk fibrin, lalu
fibrin dan jaringan epitel yang nekrotik menyebabkan terbentuknya lapisan membran
hialin.
Manifestasi RDN disebabkan oleh adanya atelektasis alveoli, udema dan
kerusakan sel yang selanjutnya menyebabkan bocornya serum protein kedalam alveoli
dan menghambat kerja surfaktan. Secara histologis adanya atelektasis menyebabkan
udema interstitial dan kongesti dinding alveoli sehingga menyebabkan desquamasi dari
dinding sel epitel sel pneumosit tipe II. Dengan adanya atelektasis yang progresif
dengan barotrauma serta toksisitas oksigen menyebabkan kerusakan pada endothelial
dan epitelial sel jalan nafas bagian distal menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang
berasal dari darah (Erlita,R, 2013)..
9
e. Diagnosa
Diagnosis dini perlu segera ditegakkan mengingat bahaya hipoksia akibat dari
gangguan ventilasi paru. Diagnosis bisa ditegakkan dari anamnesis riwayat kehamilan,
persalinan, gejala klinis,dan pemeriksaan penunjang. Sindrom ini paling sering
didapatkan ditempat praktik sehari-hari dan sering. Merupakan kegawatan neonatus
yang berakibat kematian atau cacat fisik dan mental dimasa mendatang. Sering kali
sindrom ini sebagai suatu fase adaptasi sistem pernapasan, sehingga akan pulih menjadi
normal lagi (Muslihatun, 2010).
Uji diagnostik dapat dilakukan dengan :
1) Sinar – X dada bisa normal selama 6 – 12 jam pertama (pada 50% neonates
penderita RDN) tetapi kemudian menunjukan pola retikulonodular yang jelas dan
coretan gelap yang mengindikasikan bronkiola yang berdilasi dan berisi udara.
2) Analisis darah arterial (Arterial Blood Gas- ABG) menunjukan tekanan oksigen
arterial parsial (PaO2) turun: tekanan karbondikoksidaarterial parsial normal, turun
atau naik, pH turun (akibat asiodosis respiratorik atau metabolic atau keduanya)
3) Jika diperlukan operasi cesar sebelum gestasi memasuki usia 36 minggu,
amnionitis menentukan perbandingan lesitin-sfingomielin yang membantu
mengkaji perkembangan paru – paru prenatal dan resiko RDN (Wiliams dan
Wilkins, 2011).
f. Manifestasi Klinis
Berat dan ringannya gejala klinis pada penyakit RDN ini sangat dipengaruhi
oleh tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan usia kehamilan, semakin
berat gejala klinis yang ditujukan. Manifestasi dari RDN disebabkan adanya atelektasis
alveoli, edema, dan kerusakan sel dan selanjutnya menyebabkan kebocoran serum
protein ke dalam alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan. Gejala klinikal yang
10
timbul iaitu : adanya sesak nafas pada bayi prematur segera setelah lahir, yang ditandai
dengan takipnea (> 60 x/minit), pernafasan cuping hidung, grunting, retraksi dinding
dada, dan sianosis, dan gejala menetap dalam 48-96 jam pertama setelah lahir.
Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDN yaitu :pertama,
terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram udara, kedua, bercak
retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran airbronchogram
udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi bayangan jantung
dengan penurunan aerasi paru. ketiga, alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua
lapangan paru terlihat lebih opaque dan bayangan jantung hampir tak terlihat,
bronchogram udara lebih luas keempat, seluruh thorax sangat opaque (white lung)
sehingga jantung tak dapat dilihat (Silumut, P, 2013)
g. Klasifikasi Gangguan Nafas
Tabel 1Klasifikasi Gangguan Nafas
Frekuensinafas
Gejala tambahan gangguan nafas Klasifikasi
>60kali/menit
Dengan Sianosi sentral dan tarikan dindingdada atau merintih saat ekspirasi
>90kali/menit
Dengan Sianosis sentral atau tarikan dindingdada atau merintih saat ekspirasi
Gangguannafas berat
<30kali/menit
Dengan atautanpa
Gejala lain dari gangguan nafas
60-90kali/menit
Dengan terapitanpa
Tarikan dinding dada atau merintihsaat ekspirasi sianosis sentral
>90kali/menit
Tanpa Tarikan dinding dada atau merintihsaat ekspirasi sianosis sentral
Gangguannafas sedang
60-90kali/menit
Tanpa Tarikan dinding dada atau merintihsaat ekspirasi sianosis sentral
Gangguannafas ringan
60-90kali/menit
Dengan terapitanpa
Sianosis sentral tarikan dinding dadaatau merintih
Kelainanjantungkongenital
(Sumber : Sudarti dan Fauziah, 2013)
11
Tabel 2Skor Down untuk Evaluasi Distress Respirasi Pada Neonatus
Skor 0 1 2
Frekuensi Nafas < 60x/menit 60-80 x/menit >80x/menit
Retraksi Tidak ada Retraksi ringan Retraksi berat
Sianosis Tidak Sianosis hilang denganO2
Sianosis menetapwalaupun diberi O2
Jalan masuk udara Udara masukbilateral baik
Suara napas menurun Suara napas negatif
Merintih Tidak ada Dapat didengar denganstetoskop
Terdengar tanpastetoskop
Skor < 4 : Tidak ada distress respirasiSkor 4-7 : Distress respirasiSkor >7 : Ancaman gagal napas (pemeriksaan gas darah harus dilakukan) (Sukarni danSudarti, 2014).
h. Komplikasi RDN
1) Komplikasi jangka pendek dapat terjadi :
a) Kebocoran alveoli : apabila dicurigai terjadi kebocoran udara (pneumothorak,
pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel), pada bayi
dengan RDN yang tiba-tiba memburuk dengan gejala klinikal hipotensi, apnea,
atau bradikardi atau adanya asidosis yang menetap.
b) Jangkitan penyakit karena keadaan penderita yang memburuk dan adanya
perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul kerana
tindakan invasiv seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-alat respirasi.
c) Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular : perdarahan
intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi terbanyak
pada bayi RDN dengan ventilasi mekanik.
12
2) Komplikasi jangka panjang
a) Dapat disebabkan oleh keracunan oksigen, tekanan yang tinggi dalam paru,
memberatkan penyakit dan kekurangan oksigen yang menuju ke otak dan organ
lain. Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi :
(1) Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru kronik
yang disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36
minggu. BPD berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang
digunakan pada waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi,
inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan
menurunnya masa gestasi.
(2) Retinopathy prematur Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70%
bayi yang berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi
intrakranial, dan adanya infeksi (Wiliams dan Wilkins, 2011).
i. Penatalaksanaan RDN
1) Tindakan untuk mengatasi kegawatan pernafasan meliputi:
a) Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat
b) Mempertahakan keseimbangan asam basa.
c) Mempertahankan suhu lingkungan netral.
d) Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.
e) Mencegah hipotermia.
f) Mempertahankan cairan dan elektrolit adekwat.
2) Tindakan untuk mengatasi kegawatan pernafasan meliputi :
a) Bebaskan jalan napas dan beri oksigen jika ada gangguan pernapasan
b) Jika terdapat henti napas (apnea), lakukan resusitasi neonatus
c) Pertahankan kadar gula agar tidak turun
13
d) Beri dosis pertama antibiotic intramuscular
e) Anjurkan agar bayi tetap hangat
f) Lakukan rujukan segera
3) Penatalaksanaan secara umum meliputi :
a) Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling sering dan
bila bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infus dektrosa 5 %
b) Pantau selalu tanda vital
c) Jaga kepatenan jalan nafas
d) Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal)
e) Jika bayi mengalami apnea
f) Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan.
g) Lakukan penilaian lanjut
h) Bila terjadi kejang potong kejang.
i) Segera periksa kadar gula darah.
j) Pemberian nutrisi adekuat.
k) Setelah menajemen umum, segera dilakukan menajemen lanjut sesuai dengan
kemungkinan penyebab dan jenis atau derajat gangguan nafas. Menajemen spesifik
atau menajemen lanjut (Hivanyislamaulita, 2014)
4) Gangguan nafas ringan
Beberapa bayi cukup bulan yang mengalami gangguan napas ringan pada waktu
lahir tanpa gejala-gejala lain disebut “Transient Tachypnea of the Newborn” (TTNB).
Terutama terjadi setelah bedah sesar. Biasanya kondisi tersebut akan membaik dan
sembuh sendiri tanpa pengobatan. Meskipun demikian, pada beberapa kasus.
Gangguan napas ringan merupakan tanda awal dari infeksi sistemik.
a) Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya.
14
b) Bila dalam pengamatan gangguan pernafasan memburuk atau timbul gejala sepsis
lainya, terapi untuk kemungkinan besar sepsis dan tangani gangguan sedang atau
berat seperti tersebut diatas
c) Berikan ASI bila mampu mengisap. Bila tidak,berikan ASI peras dengan
menggunakan salah satu cara alternaatif pemberian minuman
d) Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada perbaikan gangguan nafas,
hentikan pemberian O2 jika frekuensi nafas antara 30-60 kali/menit.
e) Amati bayi selama 24 jam berikutnya, jika frekuensi nafas menetap antaran 30-
60kali/menit,tidak ada tanda sepsis, dan tidak ada masalah lain yang memerlukan
perawatan,bayi dapat dipulangkan
5) Gangguan nafas sedang
a) Lanjutkan pemberian O2 dengan kecepatan aliran sedang.
b) Bayi jangan diberi minum.
c) Jika ada tanda berikut, ambil sampel darah untuk kultur dan berikan antibiotic
(ampisilin dan gentamisin) untuk terapi kemungkinan besar sepsis.
(1) Suhu aksiler <35 derajat celcius atau >39 derajat celcius.
(2) Air ketuban bercampur mekonium.
(3) Riwayat infeksi intrauterine, demam curiga infeksi berat atau ketuban pecah
dini (>18 jam).
d) Bila suhu aksiler 34-36,5 derajat celcius atau 37,5-39 derajat celcius tangani untuk
masalah suhu abnormal,dan nilai ulang setelah 2 jam.
e) Bila suhu masih belum stabil atau gangguan nafas belum ada perbaikan, ambil
sempel darah, dan berikan antibiotic untuk terapi kemungkinan besar sepsis.
f) Jika suhu abnormal, teruskan amati bayi. Apabila suhu kembali abnormal ulangi
tahapan diatas
15
g) Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis,nilai kembali bayi setelah 2jam. Apabila
bayi tidak menunjukkan perbaikan atau tanda-tanda prburukan setelah 2 jam,terapi
untuk kemungkinan besar sepsis
h) Bila bayi mulai menunjukkan tanda-tanda perbaikan (frekuensi nafas menurun,
tarikan dinding dada berkurang atau suara merintih berkurang)
(1) Kurangi terapi O2 secaraa bertahap.
(2) Jangan memberikan terapi O2 yang tidak perlu secara terus menerus. Hentikan
pemberian O2 bilamana bayi tidak ada gangguan nafas dan diudara ruangan
tanpa pemberian O2 bayi tampak kemerahan.
(3) Pasang pipa lambung, berikan ASI peras setiap 2jam
(4) Bila pemberian O2 tak diperlukan lagi, bayi mulai dilatih menyusui. Bila bayi
tak bisa menyusui, berikan ASI peras dengan menggunakan salah satu alternatif
cara pemberian minum
i) Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotic dihentikan.jika bayi
kembali tampak kemerahan tanpa pemberian O2 selam 3 hari, minum baik dan
tidak ada alasan bayi tetap tinggal dirumah sakit dirumah sakit, bayi dapat
dipulangkan.
6) Gangguan nafas berat
Semakin kecil bayi kemungkinan terjadi gangguan nafas semakin sering dan
semakin berat. Pada bayi kecil ( berat lahir <2500 gram atau umur kehamilan <37
minggu) gangguan nafas kering memburuk dala waktu 36-48 jam pertama dan tidak
banyak terjadi perubahan dalam satu dua hari berikutnya dan kemudian akan membaik
pada hari ke 4-7.
a) Tentukan pemberian O2 dengan kecepatan aliran sedang (antara rendah dan
tinggi,lihat terapi oksigen)
16
b) Tangani sebagai kemungkinan besar sepsis.
c) Bila bayi menunjukkan tanda pemburukan atau terhadap terhadap sianosis
sentral,naikan pemberian O2 pada kecepatan aliran tinggi. Jika gangguan nafas bayi
semakin berat dan sianosis sentral menetap walaupun diberikan O2 100% bila
kemungkinan segera rujuk bayi kerumah sakit rujukan atau ada fasilitas dan mampu
memakai ventilator mekanik.
d) Jika gangguan nafas masih menetap selama 2 jam, pasanng pipa lambung untuk
mengosongkan cairan lambung dan udara.
e) Nilai kondisi bayi 4 kali sehari apa bila ada tanda perbaikan.
f) Jika bayi mulai menunjukkan tanda perbaikan (frekuensi nafas menurun, tarikan
dinding dada berkurang, warna kulit membaik)
(1) Kurangi pemberian O2
Jangan meneruskan pemberian O2 bila tidak perlu hentikan pemberian O2 bila bayi
diletakkan pada udara ruangan tanpa pemberian O2 tidak mengalami gangguan
nafas dan tampak kemerahan.
(2) Mulailah pemberian ASI peras melalui pipa lambunng.
(3) Bila pemberian O2 tak diperlukan lagi,bayi mulai dilatih dengn menggunakan salah
satu alternafif cara pemberian minum.
(4) Pantau dan catat setiap 3 jam mengenai:
(a) Frekuensi nafas
(b) Adanya terikan dinding dada atau suara merintih saat ekspirasi.
(c) Episode apnea
(5) Periksa kadar glucose darah sekali sehari setengah kebutukan minum dapat
dipenuhi secara oral.
17
(6) Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotic dihentikan. Jika bayi
tampak kemerahan tanpa terapi O2 sselama 3 hari, minum baik dan tidak ada
masalah lain yang memerlukan perawatan dirumah sakit, bayi dapat dipulangkan
(Sudarti dan Fauziah, 2013)
Tabel 3Bagan Penanganan Gangguan Pernafasan Bayi Baru Lahir
Tanda- TandaPernafasan cuping hidung, sianosis atau pucat, tarikan kedalamdinding iga bagian bawah, merintih, pernafasan cepat > 60/menit,aktivitas menurun disertai atoni atau hipotonoi.
Kategori Gangguan pernafasan sedang Gangguan pernafasan beratPenilaian
1. Pernafasan2. Biru (sianosis)
1. >60/menit2. Biru disekitar mulut
1. 0(apnu)-<40/menit2. Biru sentral lidah biru)
Puskesmas 1. Bersihkan jalan nafas2. Pertahankan tetap hangat3. Beri O2, kalau perlu dengan
masker4. Lanjutkan pemberian ASI
dengan cara diteteskan ataudengan sonde bila tidak maumenelan
5. Beri antibiotic ampisilin dangentamisin
6. Perawatan tali pusat bersih7. Amati terhadap tanda-tanda
kegawatan/sakit berat (rujukke rumah sakit)
1. Berikan jalan nafas2. Pertahankan tiap hangat3. Ventilasi tekanan positif
dengan pernafasan darimulut ke mulut ataumenggunakan balon dansungkup dengan oksigen
4. Bila perlu pijat jantung luar5. Beri antibiotic ampisilin dan
gentamisin6. Perawatan tali pusat bersih7. Amati terhadap tanda-tanda
gawatan/sakit berat (rujuk kerumah sakit)
Puskesmas Bila terpaksa tidak dirujuk :1. Beri antibiotic2. Bila perlu beli oksigen3. ASi diteruskan4. Infuse bila ada masalah minum
Rumah Sakit 1. X-ray toraks2. Infuse3. Cegah hipotermi4. Oksigen5. Antibiotic
1. X-ray toraks2. VTP : balon-sungkup
ventilator3. Infuse4. Cegah hipotermi5. Antibiotic
(Hivanyislamaulita, 2014)
18
j. Peran Bidan terhadap Kejadian RDN Pada Bayi
Bidan sebagai tenaga medis di lini terdepan diharapkan peka terhadap
pertolongan persalinan sehingga dapat mencapai well born baby dan well health
mother. Oleh karena itu bekal utama sebagai Bidan adalah :
1) Melakukan pengawasan selama hamil
2) Melakukan pertolongan hamil resiko rendah dengan memsnfaatkan partograf WHO
3) Melakukan perawatan Ibu dan janin baru lahir
Berdasarkan kriteria nilai APGAR maka bidan dapat melakukan penilaian
untuk mengambil tindakan yang tepat diantaranya melakukan rujukan medik sehingga
keselamatan bayi dapat ditingkatkan (Hivanyislamaulita, 2014)
Penatalaksanaan RDN atau Sindrom gangguan napas adalah yang dilakukan
oleh bidan adalah sebagai berikut :
1) Bersihkan jalan nafas dengan menggunakan penghisap lendir dan kasa steril
2) Mertahankan suhu tubuh bayi dengan membungkus bayi dengan kaki hangat
3) Atur posisi bayi dengan kepala ekstensi agar bayi dapat bernafas dengan leluasa
4) Apabila terjadi apnue lakukan nafas buatan dari mulut ke mulut
5) Longgarkan pakaian bayi
6) Beri penjelasan pada keluarga bahwa bayi harus dirujuk ke rumah sakit
7) Bayi rujuk segera ke rumah sakit (Sukarni, IK dan Wahyu P, 2013)
k. Pencegahan RDN
Tindakan pencegahan yang harus dilakukan untuk mencegah komplikasi pada
bayi resiko tinggi adalah mencegah terjadinya kelahiran prematur, mencegah tindakan
seksio sesarea yang tidak sesuai dengan indikasi medis, melaksanakan manajemen
yang tepat terhadap kehamilan dan kelahiran bayi resiko tinggi.
Tindakan yang efektif untuk mencegah RDN adalah:
19
1) Mencegah kelahiran < bulan (premature)
2) Mencegah tindakan seksio sesarea yang tidak sesuai dengan indikasi medis
3) Management yang tepat
4) Pengendalian kadar gula darah ibu hamil yang memiliki riwayat DM.
5) Optimalisasi kesehatan ibu hamil
6) Kortikosteroid pada kehamilan kurang bulan yang mengancam
7) Obat-obat tocolysis (β-agonist : terbutalin, salbutamol) relaksasi uterus Contoh :
Salbutamol (ex: Ventolin Obstetric injection) 5mg/5 ml (untuk asma: 5 mg/ml)
untuk relaksasi uterus : 5 mg salbutamol dilarutkan dalam infus 500 ml
dekstrose/NaCl diberikan i.v (infus) dengan kecepatan 10 – 50 μg/menit dgn
monitoring cardial efek. Jika detak jantung ibu > 140/menit kecepatan diturunkan
atau obat dihentikan
8) Steroid (betametason 12 mg sehari untuk 2x pemberian, deksametason 5 mg setiap
12 jam untuk 4 x pemberian)
9) Cek kematangan paru (lewat cairan amniotic pengukuran rasio lesitin/spingomielin
: > 2 dinyatakan mature lung function) (Silumut, P, 2013)
2. Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Respiratory Distress of Newborn(RDN)
Faktor yang mempengaruhi terjadinya RDN pada bayi terdiri dari faktor ibu dan
faktor janin. Faktor ibu terdiri dari, usia gestasi, perdarahan antepartum, diabetes
mellitus, jenis persalinan, sedangkan pada faktor bayi tediri dari, berat badan lahir,
asfiksia neonatorum dan jenis kelamin (Silumut, P, 2013).
a. Faktor ibu
1) Usia gestasi
Usia kehamilan atau usia gestasi adalah ukuran lama waktu seorang
20
janin berada dalam rahim. Usia janin dihitung dalam minggu dari hari pertama
haid terakhir terakhir (HPHT) ibu sampai hari kelahiran. Periode ini lebih lama
dari usia pembuahan. Kehamilan cukup bulan (terin /aterm) adalah masa gestasi
37-42 minggu (259-294 hari) lengkap. Kehamilan kurang bulan (preterm)
adalah masa gestasi kurang dari 37 minggu 259 hari. Kehamilan lewat waktu
(Possterm) adalah masa gestasi lebih dari 42 minggu (294 hari). Bayi cukup
bulan (term infant) adalah bayi dengan usia gestasi 37-42 minggu. Bayi kurang
bulan (preterm infant) adalah bayi dengan usia gestasi kurang dari 37 minggu
(Muslihatun, 2010).
Kejadian RDN pada bayi aterem disebakan oleh takipnea transisnten
pada bayi baru lahir (Transient Tachypnea Of The Newborn) atau TTNB yang
merupakan penyebab paling utama gawat napas pada bayi aterm yang
disebabkan oleh keterlambatan absorbsi cairan paru baik setelah secsio secaria
maupun secara spontan. Takipneu pada bayi digambarkan sebagai peningkatan
pernafasan tiba-tiba segera setelah lahir dan biasanya berlanjut hingga 2-5 hari
pertama kehidupan namun membutuhkan oksigen ringan dan memerlukan
beberapa hari untuk sembuh (Lissuer dan Fanaroff, 2009).
Bayi baru lahir akan melakukan usaha untuk menghirup udara kedalam
paru-parunya yang mengakibatkan cairan dalam paru-paru keluar dari alveoli
ke jaringan interstitial di paru sehingga oksigen dapat dihantarkan ke arteriol
pulmonal dan menyebabkan arteriol berelaksasi. Jika keadaan ini terganggu
maka arteriol pulmonal akan tetap konstriksi, alveoli tetap terisi cairan dan
pembuluh darah sistemik tidak mendapat oksigen (Muslihatun, 2010).
Kejadian RDN pada bayi sering menyerang bayi yang lahir premature.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Tamad dan Supriyanto, 2012
21
insidensinya sebesar 60-80% pada bayi kurang dari 28 minggu, 15-30% pada
bayi 32-36 minggu dan 5% pada bayi kurang dari 37 minggu. Sangat jarang
terjadi pada bayi yang matur. Tonjolan paru-paru pada janin mulai terbentuk
pada usia gestasi 6 minggu dan akan terus berlanjut sedangkan surfaktan akan
mulai tumbuh pada usia gestasi 22-24 minggu dan baru mulai aktif pada usia
gestasi 24-26 minggu sedangkan surfaktan tersebut baru akan berfungsi pada
usia gestasi 32-36 minggu. Pada usia gestasi 24 minggu paru-paru mulai
mengambil oksigen meski bayi masih menerima oksigen dari plasenta. Untuk
persiapan hidup di luar rahim, paru-paru bayi mulai menghasilkan surfaktan
yang menjaga kantung udara tetap mengembang. Organ paru-paru mulai
terbentuk aktif pada usia gestasi 25-28 minggu yaitu pada permulaan trimester
ketiga. Surfaktan terdiri dari 90% fosfolipid dan 10% protein. Lesitin dan
sfingomielin adalah 2 komponen utama dalam surfaktan. Lesitin adalah
gliserofosfolipid surfaktan utama sedangkan sfingomielin adalah fosfolipid
yang berasal dari jaringan tubuh kecuali paru-paru. Rasio L/S adalah 1:1 pada
usia gestasi 31-32 minggu, 2:1 pada usia gestasi 35 minggu. Sebelum
kehamilan mencapai usia 34 minggu, lesitin dan sfingomielin berada dalam
konsentrasi yang sama tetapi pada kehamilan 34 minggu konsentrasi lesitin
mulai naik dan sfingomielin tetap. Jika perbandingan L/S menunjukkan angka
2:1 berarti paru-paru telah matang sempurna. Untuk rasio L/S >2 maka resiko
RDN ditemukan kecil kecuali pada ibu yang menderita diabetes mellitus
(Erlita,R, 2013)..
Kejadian RDN pada bayi posterem disebakan oleh aspirasi mekonium saat lahir
dan meningkat sesuai usia gestasi, terjadi 20-25% kelahiran pada usia gestasi 42
minggu, sebelum persalinan saat terjadi aspirasi mekonium maka bayi akan terajdi
22
asfiksia mengalami sesak napas (gasping). Saat lahir bayi dapat menginhalasi
mekonium kental yang dapat menyebakan obstruksi mekanis penumonistis kimiawi,
dan inaktivasi surfaktan. Pada saat dilakukan rontgen pada saat terjadi aspirasi
meconium terdapat hipreinflasi paru, pendataran diafragma, dan perluasan area bercak
pada daerah yang kolaps dengan deinsitas irregular kasar an area – area inflasi
berlebihan (Lissuer dan Fanaroff, 2009).
2) Perdarahan antepartum
Perdarahan antepartum pertama – tama harus diperhatikan dan selalu dipikirkan
karena umumnya bersumber pada kelainan plasenta dan berbahaya yang dapat
mengancam nyawa ibu maupun janin meningkatkan indikasi untuk mengakhiri
persalinan yang berdampak pada persalinan preterm. Jenis perdarahan antepartum
terdiri dari solusio plasenta, plasenta previa dan insersio valamentosa. Solusio plasenta
adalah terlepasnya sebagian atau keseluruhan plasenta dari temapt implantasi
normalnya (korpus uteri) setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum janin lahir.
Plasenta previa adalah plsenta yang berimplantasi pada segmen bawah arhim dan
menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum (Yantina dan Maternity, 2014).
Perdarahan retroplasenta dapat mengurangi sirkulasi uteroplasenta yang
normalnya 500-750mL jika kurang dari itu maka akan menyebabkan hipoksia janin.
Darah yang keluar juga dapat melepas selaput ketuban sehingga cairan amnion
berwarna merah karena bercampur dengan darah. Karena perdarahan tersebut dan
lepasnya plasenta dari tempatnya menyebabkan suplai nutrisi dan oksigen dari ibu
terhambat dan janin dapat mengalami hipoksia serta gangguan pertumbuhan intrauterin
khusunya pada organ vital seperti paru-paru. Perdarahan ini dapat menghambat
perkembangan dan proses pematangan paru dikarenakan suplai nutrisi yang dibutuhkan
tidak adekuat dan juga perdarahan ini berdampak pada persalinan prematur dimana
23
pada saat itu juga organ vital bayi seperti paru-paru belum berkembang sempurna
(Erlita,R, 2013)..
3) Jenis persalinan
Persalinan berdasarkan cara persalinan terbagi menjadi persalinan normal,
persalinan buatan dan persalinan anjuran. Persalinan normal adalah proses lahirnya
bayi pada letak belakang kepala dengan tenaga ibu sendiri tanpa bantuan alat-alat serta
tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung kurang dari 24 jam. Persalinan
buatan adalah proses persalinan dengan bantuan dari tenaga luar sedangakan persalinan
anjuran adalah bila kekuatan yang diperlukan untuk persalinan ditimbulkan dari luar
dengan jalan rangsangan
Persalinan menurut usia kehamilan dan berat janin yang dilahirkan terbagi 3
yaitu abortus, persalinan prematur dan persalinan matur. Abortus (keguguran) adalah
terhentinya suatu kehamilan pada atau sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu
(dihitung dari hari pertama menstruasi terakhir) dengan penegluaran hasil konsepsi
dengan berat < 500 gram (Nugroho, T, 2012).
Persalinan prematur adalah persalinan dengan usia kehamilan kurang dari 37
minggu atau berat badan lahir rendah 500 – 2499 gram Sedangkan persalinan matur
adalah persalinan dengan usia kehamilan 37-42 minggu dan berat janin diatas 2500
gram (Yantina dan Maternity, 2014)
Pada proses persalinan terkadang janin tidak bisa lahir secara normal, tindakan
medis berupa sectio cesarea merupakan prosedur efektif untuk mengatasi permasalahan
yang ada tetapi dapat menimbulkan berbagai komplikasi pada ibu dan bayi. Komplikasi
akibat persalinan SC yang bisa terjadi pada bayi adalah bayi menjadi kurang aktif
karena efek dari obat anastesi. Bayi yang dilahirkan melalui SC sering mengalami
gangguan pernafasan karena kelahiran terlalu cepat sehingga tidak mengalami adaptasi
24
atau transisi antara dunia rahim dan luar rahim ini menyebabkan nafas bayi terlalu
cepat.
Awal adanya nafas pada bayi yaitu tekanan terhadap rongga dada yang terjadi
karena kompresi paru-paru selama persalinan normal yang merangsang masuknya
udara kedalam paru-paru secara mekanis. Pada saat bayi melewati jalan lahir selama
persalinan, 1/3 cairan diperas keluar dari paru-paru tetapi pada bayi yang dilahirkan
sectio cesarea tidak dapat mengeluarkan cairan dari paru-paru ke interstitial
disekitarnya. Bayi ini akan mengalami kesulitan dalam meningkatkan respirasi karena
paru-paru masih berisi cairan dan hal ini jelas akan menyebabkan hipoksia pada bayi
dan pembuluh darah paru akan kontriksi. Agar alveoli dapat berfungsi optimal maka
dibutuhkan surfaktan dan aliran darah yang cukup. Jika perdaran darah terhambat maka
akan mempengaruhi juga pengembangan alveoli. Udara dalam alveoli akan terserap
kedalam pembuluh darah sehingga alveoli menciut dan memadat. Jaringan paru-paru
yang mengkerut biasa berisi dengan sel darah, serum, dan lendir yang akan
menyebabkan terbentuknya lapisan membran hialin. Kerusakan sel yang selanjutnya
menyebabkan bocornya serum protein kedalam alveoli dan menghambat kerja
surfaktan yang dapat mempengaruhi pernafasan bayi dan menyebabkan terjadinya
RDN (Erlita,R, 2013)..
4) Diabtes mellitus
Diabetes mellitus dalam kehamilan ialah gangguan toleransi glukosa berbagai
tingkat yang terjadi (atau pertama kali dideteksi) pada kehamilan. Batas ini tanpa
melihat dipakai atau tidaknya insulin atau menyingkirkan kemungkinan adanya
gangguan toleransi glukosa yang mendahului kehamilan. Diagnosis diabetes mellitus
sering dibuat untuk pertama kali dalam kehamilan karena penderita untuk pertama kali
datang kepada dokter atau diabetesnya menjadi lebih jelas oleh kehamilan
25
Klasifikasi Diabetes Melitus gestasional adalah diabetes gestasional dimana
Diabetes Melitus terjadi hanya pada waktu hamil, diabetes pregestasional dimana
Dibetes Melitus sudah ada sebelum hamil dan berlanjut sesudah kehamilan dan
diabetes pregestasional yang disertai komplikasi penyakit pembuluh darah seperti
retinopati, neuropati, dan pembuluh darah perifer. Kadar glukosa darah maternal
dicerminkan dalam kadar glukosa darah janin, karena glukosa melintasi plasenta
dengan mudah. Insulin tidak melintasi barrier plasenta, sehingga kelebihan produksi
insulin oleh ibu atau janin tetap tinggal bersama yang menghasilkan. Akhirnya,
glukosuria lebih sering terjadi pada wanita hamil dibandingkan wanita tidak hamil.
Fetus normal mempunyai sistem yang belum matang dalam pengaturan kadar
glukosa darah. Fetus normal adalah penerima pasif glukosa dari ibu. Glukosa melintasi
barrier plasenta melalui proses difusi dan kadar glukosa janin sangat mendekati kadar
glukosa ibu. Mekanisme transport glukosa melindungi janin terhadap kadar maternal
yang tinggi. Pada kehamilan normal, pancreas janin tidak dirangsang secara berlebihan
oleh puncak postprandial kadar glukosa darah ibu.
Bila kadar glukosa darah ibu tinggi melebihi batas normal/tidak terkontrol, akan
menyebabkan dalam jumlah besar glukosa dari ibu menembus plasenta menuju fetus
dan terjadi hiperglikemia pada fetus. Tetapi kadar insulin ibu tidak dapat mencapai
fetus sehingga kadar glukosa ibulah yang mempengaruhi kadar glukosa fetus. Sel beta
pancreas fetus kemudian akan menyesuaikan diri terhadap tingginya kadar glukosa
darah. Hal ini akan menimbulkan fetal hiperinsulinemia yang sebanding dengan kadar
glukosa darah ibu dan fetus. Hiperinsulinemia bertanggung jawab terhadap terjadinya
makrosomia oleh karena meningkatnya lemak tubuh. Janin yang lahir akan memiliki
masalah karena pancreas dari bayi terus memproduksi insulin dalam jumlah besar
untuk mengatasi kadar glukosa darah yang tinggi. Jika tidak diatasi makan bayi akan
26
mengalami hipoglikemia dan komplikasi serius lainnya.
Persalinan prematur umumnya dihubungkan dengan timbulnya sindrom gawat
nafas yang sering diakibatkan oleh penyakit membrane hialin atau RDN. Penyakit ini
pada bayi dari ibu diabetes mellitus bukan karena prematuritas tetapi juga karena
maturasi paru yang terhambat akibat hiperinsulinemia janin yang menghambat
produksi surfaktan. Hiperinsulinemia juga mengganggu pengaruh pematangan paru
dari kortisol. Usaha untuk mencegah terjadinya sindrom gawat nafas pada bayi adalah
kontrol glukosa darah ibu, persalinan spontan saat preterm, persalinan pervaginam dan
monitor keadaan janin selama kehamilan. Terapi pemberian kortikosteroid 7 hari
sebelum kelahiran pada ibu yang diduga akan melahirkan bayi RDN atau premature
merupakan salah satu faktor protektif untuk mencegah bayi tersebut menderita RDN
karena belum matangnya paru-paru (Erlita,R,2013)
b. Faktor bayi
1) Asfiksia Neonatorum
Asfiksia neonatorum merupakan keadaan kegagalan napas secara spontan dan
teratur segera setelah lahir. Bayi mungkin lahir dalam kondisi asfiksia (asfiksia
primer) atau mungkin dapat bernafas tetapi kemudian mengalami asfiksia beberapa
saat setalah lahir (asfiksia sekunder) (Sudarti dan Fauziah, 2013).
Janin sangat bergantung pada pertukaran plasenta untuk oksigen, asupan
nutrisi, dan pembuangan produk sisa sehingga gangguan pada aliran darah
umbilikal maupun plasenta hampir selalu akan menyebabkan asfiksia. Bayi dapat
mengalami kesulitan sebelum lahir, selama persalinan ataupun setelah lahir.
Kesulitan yang terjadi dalam kandungan, baik sebelum atau setelah persalinan
biasanya akan menimbulkan gangguan pada aliran darah diplasenta atau tali pusat.
Tanda klinis awal dapat berupa deselerasi frekuensi jantung janin. Masalah yang
27
dihadapi setelah persalinan lebih banyak berkaitan dengan jalan nafas atau paru-
paru
Pada saat pasokan oksigen berkurang, akan terjadi konstriksi arteriol pada
organ seperti usus, ginjal, otot dan kulit namun demikian aliran darah ke jantung
dan otak tetap stabil atau meningkat untuk mempertahankan pasokan oksigen.
Manifestasi dari asfiksia yaitu terjadinya hipoksia, asidosis metabolik dan
atelektasis. Hipoksia akan menyebabkan terjadinya oksigenasi jaringan menurun
dan mengakibatkan metabolism anaerobik dengan penimbunan asam laktat asam
organik sehingga terjadi asidosis metabolik. Kemudian kerusakan endotel kapiler
dan epitel duktus alveolaris menyebabkan transudasi kedalam alveoli dan terbentuk
fibrin, lalu fibrin dan jaringan epitel yang nekrotik menyebabkan terbentuknya
lapisan membran hialin. Terjadinya RDN pada bayi yang mengalami asfiksia
tergantung dari apgar score atau ringan beratnya asfiksia itu sendiri,
Asidosis dan atelektasis akan menyebabkan terganggunya jantung,
penurunan aliran darah ke paru, dan mengakibatkan hambatan pembentukan
surfaktan oleh sel pneumosit tipe II yang menyebabkan terjadinya atelektasis. Sel
penumosit tipe II ini sangat sensitive dan berkurang pada bayi dengan asfiksia pada
periode perinatal dan kematangannya dipacu dengan adanya stress intrauterine
(Erlita,R, 2013)..
2) Berat badan lahir
Berat badan lahir adalah berat badan neonates pada saat kelahiran, ditimbang
dalam waktu satu jam setelah lahir. Bayi berat lahir cukup dengan usia kehamilan
37—42 minggu adalah bayi dengan berat lahir 2500 – 4000 gram. Berat Bayi lahir
rendah (BBLR) / Low Birthweight infant adalah bayi denngan berat badan lahir 1500
gram sampai kurang dari 2500 gram. Bayi beart lahir sangat rendah (BBLSR)/ Very
28
Low Birthweight infant adalah bayi dengan berat badan lahir 1000-15000 gram. Bayi
berat lahir amat sangat rendah (BBLASR) Extremely Very Low Birthweight infant
adalah bayi lahir hidp dengan berat badan lahir kurang dari 1000 gram
Bayi baru lahir akan melakukan usaha untuk menghirup udara kedalam paru-
parunya yang mengakibatkan cairan dalam paru-paru keluar dari alveoli ke jaringan
interstitial di paru sehingga oksigen dapat dihantarkan ke arteriol pulmonal dan
menyebabkan arteriol berelaksasi. Jika keadaan ini terganggu maka arteriol pulmonal
akan tetap konstriksi, alveoli tetap terisi cairan dan pembuluh darah sistemik tidak
mendapat oksigen (Muslihatun, 2010 ).
Kejadian RDN pada bayi cukup bulan /aterm disebakan oleh takipnea
transisnten pada bayi baru lahir (Transient Tachypnea Of The Newborn) atau TTNB
yang merupakan penyebab paling utama gawat napas pada bayi aterm yang
disebabkan oleh keterlambatan absorbsi cairan paru baik setelah secsio secaria
maupun secara spontan. Takipneu pada bayi digambarkan sebagai peningkatan
pernafasan tiba-tiba segera setelah lahir dan biasanya berlanjut hingga 2-5 hari
pertama kehidupan namun membutuhkan oksigen ringan dan memerlukan beberapa
hari untuk sembuh (Lissuer dan fanaroff, 2009).
Bayi berat lahir rendah merupakan masalah penting dalam pengelolaannya
karena mempunyai kecenderungan kearah peningkatan terjadinya infeksi kesukaran
mengatur nafas tubuh sehingga mudah untuk menderita sindrom gawat napas atau
RDN. Hubungan antara umur kehamilan dengan berat bayi lahir rendah
mencerminkan kecukupan pertumbuhan intrauterine dan dapat dibedakan menjadi
sesuai masa kehamilan (SMK), kurang masa kehamilan (KMK) dan besar masa
kehamilan (BMK). Klasifikasi bayi menurut umur kehamilan dibagi 3 yaitu kelompok
bayi kurang bulan adalah bayi yang lahir denga usia gestasi kurang dari 37 minggu
29
(259 hari), bayi cukup bulan adalah bayi yang lahir dengan masa kehamilan dari 37
minggu sampai dengan 40 minggu (259-283 hari) dan bayi lebih bulan adalah bayi
dengan usia gestasi mulai 40 minggu atau lebih. Berat Bayi lahir rendah (BBLR)
terdiri dari 2 macam yaitu :
(1) Bayi Kurang Bulan (KB) : Umur kehamilan 37 minggu
(2) Bayi kecil masa kehamilan (KMK) : bayi dilahirkan kurang dari percentil ke – 10
kurva pertumbuhan janin (Sudarti dan Fauziah, 2013)
Berat bayi rendah khususnya yang mengalami prematuritas murni
menyebabkan berbagai permasalahan akibat belum maturnya organ tubuh bayi. Salah
satu penyebab yang sering muncul adalah kesulitan bernafas seperti RDN. Penyakit
ini terjadi dikarenakan paru yang belum matur, produksi surfaktan yang kurang
sempurna, alveoli yang masih sangat kecil dan sulit berkembang dan pengembangan
paru yang kurang sempurna karena dinding thoraks masih lemah. Sedangkan dismatur
dapat terjadi pada bayi preterm, aterm dan postterm. Karakteristik bayi dismatur sama
dengan yang ada pada bayi prematur, pada bayi dismatur terjadi retardasi
pertumbuhan intrauterine dan wasting. Pada bayi dismatur yang aterm mengalami
gangguan suplai oksigen dan nutrisi dari ibu ke janin sehingga terjadi hipoksia dan
memperlambat proses pematangan organ-organ vital dalam tubuh janin salah satunya
adalah paru-paru dan dapat menyebabkan APGAR score rendah pada saat lahir dan
mengalami distress pernafasan. (Erlita,R, 2013).
3) Jenis kelamin bayi
Kelamin janin sudah ditentukan sejak awal konsepsi. Secara normal
perkembangan prenatal organ genital laki-laki dan perempuan merupakan proses yang
sangat kompleks. Jenis kelamin ditentukan oleh 3 faktor utama yaitu faktor
kromosaom, faktor gonad dan faktor hormonal. Penentuan fenotipe seks dimulai dari
30
seks genetik yang kemudian diikuti oleh suatu kaskade yaitu kromosom seks
menentukan jenis gonad, gonad menentukan diferensiasi/regresi duktus internal.
Perkembangan gonad dimulai pada sekitar minggu ke 7 masa gestasi dari
mesoderm intermediat dan bersifat bipotensial yaitu dapat berdiferensiasi menjadi
testis dan ovarium. Telah dipahami bahwa pada saat konsepsi, kromosom kelamin telah
terbentuk. Pada individu dengan kromosom seks XY, gonad indiferen akan
berkembang menjadi testis dan akan menimbulkan maskulinisasi. Sedangkan pada
individu XX akan terbentuk ovarium
Jika ada jaringan testis maka akan terbentuk 2 produk yaitu testosteron dan
subtansi penghambat yaitu mulleri inhibition stimulation (MIS) atau anti-mulleri
hormon yang disekresikan oleh sel sertoli testis yang berada dalam tubulus seminiferus.
Peran utama MIS adalah merepresi perkembangan duktus mulleri (tuba falopii, uterus,
vagina atas). Pada fetus laki-laki dengan fungsi testis normal, maka MIS merepresi
perkembangan duktus mulleri sedangakn testosterone menstimulasi perkembangan
duktus wolfii. Perkembangan testis diatur oleh gen testis determining faktor (TDF) atau
disebut sex determining region (SRY). Testosteron diproduksi oleh testis akibat
rangsangan hCG dan LH. Sebaliknya apabila tidak terdapat testis akan terbentuk gonad
dan fenotipe perempuan. Pada kondisi janin perempuan, akibat terpapar androgen
berlebihan akan timbul genitalia ambiguitas, misalnya pada hiperplasia adrenal,
luteoma, arenoblastoma atau ibu yang memakai steroid
Terdapat 2 organ endokrin dalam kelenjar adrenal yaitu medulla dan korteks.
Korteks adrenal, gonad dan plasenta berbagi kemampuan untuk mensistesis hormon
steroid. Semua jaringan penghasil steroid dapat membuat androgen dan estrogen tetapi
hanya korteks adrenal yang memiliki enzim yang diperlukan untuk pembentukan
kortisol. Zona retikularis pada korteks adrenal merupakan suatu bagian berupa jala-jala
31
yang membatasi medulla dan membentuk kortisol, androgen dan estrogen. Hormon
androgen pada laki-laki dapat menunda terjadinya matutasi paru dengan menurunkan
produksi surfaktan oleh sel pneumosit tipe II. Kortisol meningkat secara dramatis
dalam cairan amnion dimulai minggu 34-36 dan dihubungkan dengan kematangan
paru-paru.
Paru-paru janin mempunyai kemampuan dalam merubah kortison menjadi
kortisol dan ini mungkin sebagai sumber kortisol yang penting untuk paru-paru. Pada
kejadian RDN, hormon androgen mengahambat perkembangan paru dan menurun
produksi surfaktan oleh sel pneumosit tipe II dengan mempengaruhi reseptor kortisol
pada sel pneumosit tipe II (Erlita,R, 2013).
B. Landasan Teori
1. Respiratory Distress of Newborn (RDN)
Respiratory Distress of Newborn (RDN) atau biasa juga disebut Respiratory
Distress of Newborn (RDN) biasa juga disebut Hyaline Membrane Disease (HMD)
adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi dengan tanda-tanda takipnue
(>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara kamar yang menetap atau memburuk
pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik, sekitar 60% bayi yang
lahir sebelum gestasi 29 minggu mengalami RDN (Lissuer dan fanaroff, 2009)
2. Hubungan antara Usia Gestasi, Jenis Persalinan, Berat Badan Lahir, AsfiksiaNeonatorum dan Jenis Kelamin dengan Kejadian Respiratory Distress Of Newborn(RDN) Pada Neonatus
a. Usia kehamilan atau usia gestasi
Usia kehamilan atau usia gestasi adalah ukuran lama waktu seorang janin
berada dalam rahim yang terdiri dari kehamilan cukup bulan atau aterm( 37-42
minggu), kurang bulan atau preterm (>37) dan lewat bulan atau posterm (<42
minggu). Pada ketiga usia kehamilan memiliki hubungan untuk terjadinya RDN
32
pada bayi. Pada usia kehamilan cukup bulan apabila pada bayi mengalami takipnea
transisten pada bayi baru lahir (Transient Tachypnea Of The Newborn) atau TTNB
biasa disebut dengan peningkatan pernafasan tiba – tiba segera setalah lahir yang
disebakan oleh keterlambatan absorbsi cairan paru baik setelah secsio secaria
maupun secara spontan. Hal ini merupakan penyebab paling utama pada bayi
aterem sehingga terjadi RDN pada bayi (Erlita,R, 2013).
Kejadian RDN pada bayi sering menyerang bayi yang lahir premature.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh insidensinya sebesar 60-80% pada bayi
kurang dari 28 minggu, 15-30% pada bayi 32-36 minggu dan 5% pada bayi kurang
dari 37 minggu. Salah satu penyebab gawat napas pada bayi preterm adalah
sindrom gawat napas atau RDN yang disebabkan oleh defisiensi surfaktan.
Keadaan ini menyebakan kompliansi paru yang buruk (yaitu paru menjadi kaku)
yang kemudian menyebabkan kolaps alveolar dan mengganggu pertukaran gas
sehingga perubahan ini menyebabkan peningkatan kerja pernapasan dan
hipoksemia. Sedangkan pada bayi posterem hubungannya dengan kejadian RDN
pada bayi disebakan oleh aspirasi mekonium saat lahir dan meningkat sesuai usia
gestasi. Pada saat terjadi aspirasi mekonium maka bayi akan terjadi asfiksia dan
mengalami sesak napas (gasping). Pada saat lahir bayi dapat menginhalasi
mekonium kental yang dapat menyebabkan obstruksi mekanis dan inaktifasi
surfaktan sehingga dengan hal itu dapat menyebabkan RDN pada bayi (Lissuer dan
fanaroff, 2009).
b. Jenis persalinan
Persalinan berdasarkan cara persalinan terbagi menjadi persalinan normal,
persalinan buatan dan persalinan anjuran. Perbedaan persalinan normal dengan
persalinan SC. Pada persalinan normal pada saat bayi melalui jalan lahir selama
33
persalinan, 1/3 cairan diperas keluar dari paru-paru sedangkan pada bayi yang
dilahirkan seksio secaria kehilangan keuntungan dari kompresi rongga dada dan
dapat menderita paru – paru basah dalam jangka waktu lebih lama dengan sisa
caran didalam paru – paru dikeluarkan dari paru – paru dan diserap oleh pembuluh
limfe dan darah serta semua alveolus paru – paru akan berkembang terisi udara
sesuai dengan perjalanan waktu (Sangadah, S, 2014)
Namun pada proses persalinan terkadang janin tidak bisa lahir secara
normal, tindakan medis berupa sectio cesarea merupakan prosedur efektif untuk
mengatasi permasalahan yang ada tetapi dapat menimbulkan berbagai komplikasi
pada ibu dan bayi. Komplikasi akibat persalinan SC yang bisa terjadi pada bayi
adalah bayi menjadi kurang aktif karena efek dari obat anastesi. Bayi yang
dilahirkan melalui SC sering mengalami gangguan pernafasan karena kelahiran
terlalu cepat sehingga tidak mengalami adaptasi atau transisi antara dunia rahim
dan luar rahim ini menyebabkan nafas bayi terlalu cepat. Pada bayi yang dilahirkan
sectio cesarea tidak dapat mengeluarkan cairan dari paru-paru ke interstitial
disekitarnya. Bayi ini akan mengalami kesulitan dalam meningkatkan respirasi
karena paru-paru masih berisi cairan dan hal ini jelas akan menyebabkan hipoksia
pada bayi dan pembuluh darah paru akan kontriksi. Agar alveoli dapat berfungsi
optimal maka dibutuhkan surfaktan dan aliran darah yang cukup. Jika peredaran
darah terhambat maka akan mempengaruhi juga pengembangan alveoli. Udara
dalam alveoli akan terserap kedalam pembuluh darah sehingga alveoli menciut dan
memadat. Jaringan paru-paru yang mengkerut biasa berisi dengan sel darah, serum,
dan lendir yang akan menyebabkan terbentuknya lapisan membran hialin.
Kerusakan sel yang selanjutnya menyebabkan bocornya serum protein kedalam
34
alveoli dan menghambat kerja surfaktan yang dapat mempengaruhi pernafasan bayi
dan menyebabkan terjadinya RDN (Erlita,R, 2013).
3. Berat badan lahir
Pada bayi dengan berat badan normal pada saat lahir mengalami takipnea
transisten pada bayi baru lahir (Transient Tachypnea Of The Newborn) atau TTNB
biasa disebut dengan peningkatan pernafasan tiba – tiba segera setalah lahir yang
disebakan oleh keterlambatan absorbsi cairan paru baik setelah secsio secaria
maupun secara spontan. Hal ini merupakan penyebab paling utama pada bayi
aterem sehingga terjadi RDN pada bayi.
Pada bayi berat lahir rendah merupakan masalah penting dalam
pengelolaannya karena mempunyai kecenderungan kearah peningkatan terjadinya
infeksi sehingga menyebabkan kesukaran mengatur nafas tubuh sehingga mudah
untuk menderita sindrom gawat napas atau RDN sedangkan pada bayi yang
mengalami prematuritas murni menyebabkan berbagai permasalahan akibat belum
maturnya organ tubuh bayi. Salah satu penyebab yang sering muncul adalah
kesulitan bernafas seperti RDN dikarenakan paru yang belum matur, produksi
surfaktan yang kurang sempurna, alveoli yang masih sangat kecil dan sulit
berkembang dan pengembangan paru yang kurang sempurna karena dinding
thoraks masih lemah. Sedangkan dismatur dapat terjadi pada bayi preterm, term dan
postterm. Karakteristik bayi dismatur sama dengan yang ada pada bayi prematur,
pada bayi dismatur terjadi retardasi pertumbuhan intrauterine dan wasting. Pada
bayi dismatur yang term mengalami gangguan suplai oksigen dan nutrisi dari ibu ke
janin sehingga terjadi hipoksia dan memperlambat proses pematangan organ-organ
vital dalam tubuh janin salah satunya adalah paru-paru dan dapat menyebabkan
APGAR score rendah pada saat lahir dan mengalami distress pernafasan (Erlita,R,
35
2013).
4. Asfiksia neonatorum
Asfiksia neonatorum merupakan keadaan kegagalaan napas secara spontan
dan teratur segera setelah lahir yang diakibatkan oleh pasukan oksigen berkurang
sehingga banyak berkaitan dengan gangguan jalan napas atau paru – paru.
Hubungannya dengan kejadian RDN pada bayi pada saat pasokan oksigen
berkurang, akan terjadi konstriksi arteriol pada organ seperti usus, ginjal, otot dan
kulit namun demikian aliran darah ke jantung dan otak tetap stabil atau meningkat
untuk mempertahankan pasokan oksigen. Manifestasi dari asfiksia yaitu terjadinya
hipoksia, asidosis metabolik dan atelektasis. Hipoksia akan menyebabkan
terjadinya oksigenasi jaringan menurun dan mengakibatkan metabolism anaerobik
dengan penimbunan asam laktat asam organik sehingga terjadi asidosis metabolik.
Kemudian kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolaris menyebabkan
transudasi kedalam alveoli dan terbentuk fibrin, lalu fibrin dan jaringan epitel yang
nekrotik menyebabkan terbentuknya lapisan membran hialin sedangkan asidosis
dan atelektasis akan menyebabkan terganggunya jantung, penurunan aliran darah ke
paru, dan mengakibatkan hambatan pembentukan surfaktan oleh sel pneumosit tipe
II yang menyebabkan terjadinya atelektasis. Sel penumosit tipe II ini sangat
sensitive dan berkurang pada bayi dengan asfiksia pada periode perinatal dan
kematangannya dipacu dengan adanya stress intrauterine (Erlita,R, 2013).
5. Jenis kelamin
Kelamin janin sudah ditentukan sejak awal konsepsi. Secara normal
perkembangan prenatal organ genital laki-laki dan perempuan merupakan proses
yang sangat kompleks. Terdapat 2 organ endokrin dalam kelenjar adrenal yaitu
medulla dan korteks. Korteks adrenal, gonad dan plasenta berbagi kemampuan
36
untuk mensistesis hormon steroid. Semua jaringan penghasil steroid dapat membuat
androgen dan estrogen tetapi hanya korteks adrenal yang memiliki enzim yang
diperlukan untuk pembentukan kortisol. Zona retikularis pada korteks adrenal
merupakan suatu bagian berupa jala-jala yang membatasi medulla dan membentuk
kortisol, androgen dan estrogen.
Hormon androgen pada laki-laki dapat menunda terjadinya maturasi paru
dengan menurunkan produksi surfaktan oleh sel pneumosit tipe II. Kortisol
meningkat secara dramatis dalam cairan amnion dimulai minggu 34-36 dan
dihubungkan dengan kematangan paru-paru karena Paru-paru janin mempunyai
kemampuan dalam merubah kortison menjadi kortisol dan sebagai sumber kortisol
yang penting untuk paru-paru. Hubungannya dengan kejadian RDN, hormon
androgen menghambat perkembangan paru dan menurun produksi surfaktan oleh
sel pneumosit tipe II dengan mempengaruhi reseptor kortisol pada sel pneumosit
tipe II.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Tamad, Supriyanto, &
Rosanti, 2011) menjelaskan berbagai faktor resiko yang berhubungan dengan
kejadian RDN diantaranya adalah prematuritas dan BBLR. Selain itu penelitian
yang dilakukan oleh (Damanik & Indarso, 2008) menyebutkan bahwa faktor yang
paling berpengaruh besar terhadap kejadian RDN adalah usia gestasi dan berat
badan lahir. Dan penelitian yang dilakukan oleh (Hasan, 2012) menjelaskan faktor
yang berhugungan dengan RDN yaitu usia gestasi, berat badan lahir dan asfiksia
neonatorum.
Berdasarkan penelitian, (Hasan, 2012), persalinan sectio cesarean merupakan
salah satu faktor yang tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian
RDN pada bayi Sedangkan menurut (Damanik & Indarso, 2008) asfiksia neonatorum
37
merupakan salah satu faktor yang tidak memiliki hubungan dengan kejadian RDN
karena menurut penelitian yang dilakukannya, asfiksia neonatorum merupakan
manifestasi dari RDN itu sendiri. Faktor yang memiliki hubungan sangat erat yaitu
usia gestasi dan berat badan lahir rendah (Erlita,R, 2013).
Ketika peneliti membandingkan beberapa pendapat penelitian ini bahwa yang
paling mempengaruhi adalah usia gestasi, berat badan lahir mempunyai resiko 2x
lipat dibandingkan dengan faktor lain untuk terjadinya RDN pada bayi. Meskipun
demikian, penelitian lanjutan diperlukan guna memastikan apakah faktor usia
gestasi, jenis persalinan, berat badan lahir, asfiksa neonatorum, dan jenis kelamin
memang memiliki faktor langsung terjadinya RDN pada bayi yang menimbulkan
kematian pada bayi.
C. Kerangka Konsep
Gambar 1. Kerangka Konsep
Keterangan :
: Variabel Independent
: Hubungan variabel yang diteliti
: Variabel Dependent
: Variabel yang tidak diteliti
Kejadian RespiratoryDistress of Newborn
(RDN)
Usia Gestasi
Asfiksia neonatorum
Berat badan lahir
Jenis kelamin
Perdarahan Antepartum
Jenis persalinan
Diabetes Mellitus
38
D. Hipotesis Penelitian
1. : Tidak ada hubungan antara usia gestasi dengan kejadian Respiratory
Distress of Newborn (RDN) pada bayi di RSUD Kabupaten Muna
tahun 2015
: Ada hubungan antara usia gestasi dengan kejadian Respiratory Distress
of Newborn (RDN) pada bayi di RSUD Kabupaten Muna tahun 2015
2. : Tidak ada hubungan antara jenis persalinan dengan kejadian
Respiratory Distress of Newborn (RDN) pada bayi di RSUD
Kabupaten Muna tahun 2015
: Ada hubungan antara jenis persalinan dengan kejadian Respiratory
Distress of Newborn (RDN) pada bayi di RSUD Kabupaten Muna
tahun 2015
3. : Tidak ada hubungan antara berat badan lahir dengan kejadian
Respiratory Distress of Newborn (RDN) pada bayi di RSUD
Kabupaten Muna tahun 2015
: Ada hubungan antara berat badan lahir dengan kejadian Respiratory
Distress of Newborn (RDN) pada bayi di RSUD Kabupaten Muna
tahun 2015
4. : Tidak ada hubungan asfiksia neonatorum dengan kejadian Respiratory
Distress of Newborn (RDN) pada bayi di RSUD Kabupaten Muna
tahun 2015
: Ada hubungan antara asfiksia neonatorum dengan kejadian Respiratory
Distress of Newborn (RDN) pada bayi di RSUD Kabupaten Muna
tahun 2015
39
5. : Tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian Respiratory
Distress of Newborn (RDN) pada bayi di RSUD Kabupaten Muna
tahun 2015
: Ada hubungan antara jenias kelamin dengan kejadian Respiratory
Distress of Newborn (RDN) pada bayi di RSUD Kabupaten Muna
tahun 2015
40
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian analitik yaitu penelitian yang bertujuan untuk
memberikan gambaran tentang kenyataan atau data objektif, dengan pendekatan cross
sectional. Pengukuran variabel dilakukan pada suatu saat artinya subyek hanya diobservasi
pada saat yang sama dan pengukuran variabel dilakukan pada saat pemeriksaan atau
pengkajian (Nursalam, 2016).
Populasi
(sampel)
faktor risiko (+) faktor risiko (-)
efek (+) efek (-) efek(+) efek (-)
Gambar 2. Rancangan Penelitian Cross Sectional
B. Subyek Penelitian
1. Populasi
Populasi penelitian adalah semua bayi yang di rawat di ruang perinatologi Rumah
Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna pada tahun 2015 sebanyak 542 orang.
Keterangan:n = Jumlah sampelN= Jumlah populasid2= Presisi yang ditetapkan (0,05) (Nursalam, 2016)
41
Maka didapatkan :
n = .( , )n = .( , )n = ,n = ,n = 230,14 = 230
Setelah dihitung menggunakan rumus diatas maka sampel didapatkaan 230
bayi.
C. Waktu dan Tempat Penelitian
1. Waktu
Penelitian ini di laksanakan pada tanggal 6 – 7 bulan Juli tahun 2016.
2. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Ruang Perinatologi Rumah Sakit Umum Daerah
Kabupaten Muna tahun 2016.
D. Identifikasi Variabel Penelitian Variabel.
Variabel dependent dalam penelitian ini adalah kejadian Respiratory Distress of
Newborn (RDN), Sedangkan Usia gestasi, jenis persalinan, berat badan lahir, asfiksia
neonatorum, dan jenis kelamin bayi menjadi variabel independent dalam penelitian ini.
42
E. Defenisi Operasional
Tabel 4Tabel Defenisi Operasional Dan Kriteria Objektif
No Variabel Defenisi
Operasional Kriteria Obyektif Alatukur Skala
1. DependentRespiratoryDistress ofthe Newborn(RDN)
Semua bayi yangterdiagnosa RespiratoryDistress of the Newborn(RDN) berdasarkandiagnose doketr di ruangbayi RSUD kabupatenmuna tahun 2015 yangtertulis di buku rekammedic
Ya : bila tertulis RespiratoryDistress of the Newborn(RDN) sesuai dengandiagnose dokter yang tercatatdirekam medicTidak : bila tidak tertulisRespiratory Distress of theNewborn (RDN) sesuaidengan diagnose dokter yangtercatat direkam medic
Checklist Nominal
2 IndependentUsia gestasi
Usia gestasi adalah usiakehamilan ibu yangtertulis BCB dan BKBsesuai diagnosa dokteryang tercatat di rekammedik yang menderitaRDN
BCB : Jika tertulis BCBBKB : Jika tertulis BKB Checklist Nominal
Jenispersalinan
Jenis persalinan adalahjenis persalinan yangtertulis SPT, SCberdasarkan diagnosedokter yang tertulisdirekam medic
SC: jika tertulis SC sesuaidiagnose dokter yang tertulisdi rekam medicSPT : jika tertulis SPT dansesuai diagnose dokter yangtertulis di rekam medic
Checklist Nominal
Berat badanlahir
Berat badan lahiradalah berat badannormal termasuk BBLRyaitu premature murnidan dismatur yangtertulis pada catatanrekam medic
BBLR : jika tertulis BBLR,BBLSR, BBLSARTidak BBLR : jika tidaktertulis BBLR, BBLSR,BBLSAR
Checklist Nominal
Asfiksianeonatorum
Asfiksia neonatorumadalah kegagalan napaspada bayi yang tertulispada rekam medicsesuai diagnose dokterbaik asfiksia ringan,sedang maupun berat
Asfiksia : jika tertulisasfiksia, asfiksia ringan,asfiksia sedang, asfiksia beratdan post asfiksiaTidak asfiksia : jika tidaktertulis asfiksia, asfiksiaringan, asfiksia sedang,asfiksia berat dan postasfiksia
Checklist Nominal
Jeniskelamin
Jenis kelamin adalahjenis kelamin bayi padasaat dilahirkan yangtercatat di rekam medik
Beresiko : jika bayi yangdilahirkan laki – lakiTidak beresiko : jika bayiyang dilahirkan perempuan
Checklist Nominal
43
F. Instrumen Penelitian
Sampel penelitian menggunakan data sekunder. Data sekunder yaitu data bayi yang
mengalami Respiratory Distress of Newborn (RDN) pada tahun 2015 berdasarkan
diagnose dokter yang tertulis di buku rekam medik. Pada penelitian ini, instrumen yang
akan digunakan adalah checklist.
G. Cara Analisis Data
1. Analisis Univariat
Data yang diperoleh dari hasil pengumpulan data disajikan dalam bentuk tabel
distribusi frekuensi dan grafik. Dalam penelitian ini dilakukan analisis univariat secara
deskriptif sederhana berupa presentasi.
Rumus yang digunakan adalah :
= 100%Keterangan:
f = Frekuensi
P = Persentasi
n = Jumlah sampel (Putri Ariani, 2014)
2. Analisis Bivariat
Uji statistik dengan menggunakan Microsoft Office Excel dan chi square untuk
mengetahui ada tidaknya hubungan antara dua variabel dengan confidence interval
(CI) 95 %. Rumus yang digunakan adalah:
= ∑( − )Keterangan:∑ = JumlahX = Statistik Chi Square HitungO = Nilai frekuensi yang diobservasiE = Nilai frekuensi yang diharapkan=
44
Kriteria pengujian :
1. Jika X2 hitung ≥ X2 tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti ada
hubungan antara usia gestasi, jenis persalinan, berat badan lahir, asfiksia neonatorum
dan jenis kelamin bayi dengan kejadian Respiratory Distress of Newborn (RDN) pada
bayi di RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015.
2. Jika X2 hitung < X2 tabel maka Ho diterima dan Ha ditolak yang berarti tidak ada
hubungan antara usia gestasi, jenis persalinan, berat badan lahir, asfiksia neonatorum
dan jenis kelamin bayi dengan kejadian Respiratory Distress of Newborn (RDN) pada
bayi di RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015 (Putri Ariani, 2014)
H. Jalannya Penelitian
1. Tahap Persiapan
Pelaksanaan penelitian dimulai dengan mempersiapkan/mengurus surat izin penelitian
pada institusi Akademi Kebidanan Paramata Raha Kab. Muna guna melaporkannya k
Kesbang Pol dan Linmas serta Dinas Kesehatan sebelum memulai kegiatan
pengumpulan data di lapangan.
2. Tahap Pelaksanaan
Pelaksanaannya dimulai dengan mencatat semua hasil dari data yang diperoleh di
lapangan dengan menggunakan teknik purposive sampling.
3. Tahap Pengolahan Data
Data yang dikumpulkan kemudian diolah, dianalisis dan disajikan secara analitik dalam
bentuk narasi, tabel dan gambar.
4. Tahap Penulisan Laporan
Pada tahap ini disajikan laporan sebagai tahap akhir penulisan ini.
45
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
a. Letak Geografis
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna Propinsi Sulawesi tenggara
terletak di ibukota kabupaten tepatnya di jalan Sultan Syahrir Kelurahan Laende
Kecamatan Katobu Kabupaten Muna Propinsi Sulawesi Tenggara. Lokasi ini
mudah dijangkau dengan kendaraan umum dengan batas sebagai berikut :
1) Sebelah utara : Jl. Basuki Rahmat
2) Sebelah Timur : Jl. Sultan Hasanudin
3) Sebelah selatan : Jl. Laode Pandu
4) Sebelah Barat : Jl. Ir. Juanda
b. Sejarah Singkat
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna didirikan pada masa
penjajahan Belanda oleh mantri yang berkebangsaan Belanda. Pada saat itu mantri
berkebangsaan belanda hanya dibantu oleh seorang asistennya dan dua orang
perawat. Setelah 11 tahun berlalu mantri tersebut pulang kembali ke negerinya dan
tepat pada tahun 1928 beliau diganti oleh seorang dokter dari Jawa yang bernama
dokter Soeparjo. Masyarakat muna mengenal dokter Soeparjo dengan sebutan
dokter jawa. Beliau tamatan dari sekolah belanda yaitu Nederlandhes In Launshe
Aonzen School (NIAS).
Masa kepemimpinan dokter Soeparjo hanya berlangsung selama tujuh tahun,
kemudian beliau digantikan oleh dokter berkebangsaan Belanda bernama dokter
Hyaman. Selang 5 tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1940 seorang dokter asal
46
China bernama dokter Pang Ing Ciang menggantikan kepemimpinan dokter
Hyaman. Pada masa kepemimpinan dokter Pang Ing Ciang sangat disukai oleh
masyarakat Muna sebab beliau sangat memperhatikan kesehatan masyarakat Muna
pada saat itu.
Pada tahun 1949, saat peralihan pemerintahan Belanda ke pemerintahan
Republik Indonesia masa pemerintahan dokter Pang Ing Cian berakhir dan beliau
diganti oleh dokter berkebangsaan Belanda bernama dokter Post. Dokter Post
mempunyai dua orang asisten sehingga sebagian besar pekerjaannya diserahkan
pada kedua asistennya. Namun kepemimpinan dokter Post tidak berlangsung lama,
beliau hanya satu tahun lamanya.
Pada tahun 1950 dokter Post digantikan oleh dokter Lemens yang berasal dari
Belgia. Dokter Lemens memimpin selama 10 tahun yakni pada tahun 1950 sampai
dengan tahun 1960. Pada tahun 1965 dilakukan rehabilitasi yang di prakarsai oleh
Bupati Muna Laode Rasyid, SH. Ini merupakan rehabilitasi pertama selama Rumah
sakit tersebut didirikan tahun 1965-1970. Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten
Muna dipimpin oleh dokter Ibrahim Ahtar Nasution. Masa kepemimpinannya
berlangsung selama 3 tahun dan sejak itu tahun masa kepemimpinan Rumah Sakit
Umum Kabupaten Muna ditetapkan setiap 3 tahun sekali memimpin.
Saat ini Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna dijadikan sebagai
salah satu rumah sakit yang merupakan lahan praktek dan kajian ilmiah bagi
mahasiswa Akademi Keperawatan Kabupaten Muna dan Mahasiswa Akademi
Kebidanan Paramata Raha Kabupaten Muna.
c. Lingkungan Fisik
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna Propinsi Sulawesi Tenggara berdiri
diatas lahan seluas 10.740 Ha.
47
d. Fasilitas pelayanan kesehatan
Fasilitas/sarana pelayanan kesehatan yang ada di Rumah Sakit Umum Daerah
Kabupaten Muna Propinsi Sulawesi Tenggara adalah :
1) Pelayanan kesehatan rawat jalan yakni poliklinik penyakit dalam, poliklinik
umum, poliklinik kebidanan dan penyakit kandungan, poliklinik gigi dan
mulut, poliklinik bedah, poliklinik saraf, poliklinik dalam, instalasi rehabilitasi
medik, dan instalasi gawat darurat, poliklinik mata, poliklinik THT, dan
poliklinik psikiatri.
2) Pelayanan kesehatan rawat inap yakni kebidanan dan kandungan, perawatan
bayi/perinatologi dan perawatan umum, ICU
3) Pelayanan medik yakni fisioterapi, rontgen, apotik, laboratorium klinik dan
instalasi gizi.
e. Ketenagaan
Jumlah ketenagaan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna saat ini adalah
529 orang (terdiri atas paramedis sebanyak 430 dan non paramedis sebanyak 73
orang) serta dokter dan dokter ahli sebanyak 26 orang. Dengan jumlah bidan di
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna adalah sebanyak 128 orang, yang
bekerja di Ruang kebidanan sebanyak 38 orang dan terdapat 2 orang dokter ahli
kandungan sedangkan di ruang perinatology sebanyak 26 orang dan 2 orang dokter
ahli anak.
2. Analisis Data
Data sekunder register di Rekam Medik RSUD Kabupaten Muna tahun 2015,
terdapat 40 kasus kejadian RDN. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 230 orang
dengan 40 kasus kejadian RDN dan 190 bukan kejadian RDN.
48
Data yang diperoleh dengan cara manual dan komputerisasi, selanjutnya hasil
pengolahan data disajikan dalam bentuk tabel. Analisis data terdiri atas analisis
univariat dan analisis bivariat. Analisis univariat untuk mendeskripsikan masing-
masing variabel dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, sedangkan analisis bivariat
untuk mengetahui besarnya faktor – faktor yang berhubungan dengan kejadian
kejadian RDN pada bayi dengan menggunakan tabel 2x2 dan uji Chi Square . Hasil
pengolahan data tersebut diuraikan sebagai berikut :
a. Analisis Univariat
Dalam penelitian ini dilakukan analisis univariat secara deskriptif sederhana berupa
presentasi.
1) Respiratory Distress Of Newborn (RDN)
Distribusi frekuensi bayi yang mengalami RDN di Ruang Teratai Rumah Sakit
Umum Daerah Kabupaten Muna 2015 dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 5.Distribusi Frekuensi Bayi terhadap Kejadian RDN
di Ruang Teratai RSUDKabupaten Muna
Tahun 2015
Bayi Frekuensi (f) Persentase (%)
RDN 40 17,39Tidak RDN 190 82,61
Jumlah (n) 230 100
Sumber : RSUD Kabupaten Muna, 2015
Tabel 5 memperlihatkan bahwa dari jumlah 230 bayi mayoritas yang tidak
mengalami RDN adalah 190 (82,61%) dan yang mengalami RDN adalah 40 bayi
(17,39%)
49
2) Usia Gestasi
Distribusi frekuensi usia gestasi di Rekam Medik Rumah Sakit Umum Daerah
Kabupaten Muna 2015 dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 6.Distribusi Frekuensi Usia Gestasi di Ruang Teratai RSUD
Kabupaten MunaTahun 2015
Usia Gestasi Frekuensi (f) Persentase (%)
BCB 197 85,65BKB 33 14,35
Jumlah (n) 230 100
Sumber : RSUD Kabupaten Muna, 2015
Tabel 6 memperlihatkan bahwa kasus kejadian RDN berdasarkan Usia Gestasi
mayoritas dengan diagnosa BCB sebanyak 197 orang (85,65%) sedangkan diagnosa
BKB sebanyak 33 orang (14,35%).
3) Jenis Persalinan
Distribusi bayi berdasarkan Jenis Persalinan tentang Kejadian RDN di Ruang
Kebidanan RSUD Kabupaten Muna tahun 2015 dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 7Distribusi Frekuensi Jenis Persalinan di Ruang Teratai
RSUD Kab. MunaTahun 2015
Jenis Persalinan Frekuensi (f) Persentase (%)
SPT 91 39,56SC 139 60,45
Jumlah (n) 230 100
Sumber : RSUD Kabupaten Muna, 2015
Tabel 7 memperlihatkan bahwa kasus kejadian RDN berdasarkan jenis persalinan
tertinggi dengan diagnosa SC sebanyak 139 orang (60,45%) dan terendah dengan
diagnose SPT sebanyak 91 orang (39,56%).
50
4) Berat Badan Lahir
Distribusi bayi berdasarkan berat badan lahir tentang kejadian RDN di Ruang Teratai
RSUD Kabupaten Muna tahun 2015 dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 8Distribusi Frekuensi Berat Badan Lahir
di Ruang Teratai RSUD Kab. MunaTahun 2015
Berat badan lahir Frekuensi (f) Persentase (%)
BBLR 38 16,52Tidak BBLR 192 83,48
Jumlah (n) 230 100
Sumber : RSUD Kabupaten Muna, 2015
Tabel 8 memperlihatkan bahwa kasus kejadian RDN berdasarkan berat badan lahir
mayoritas dengan diagnosa tidak BBLR sebanyak 192 orang (83,48%) dan minoritas
dengan diagnosa BBLR sebanyak 38 orang (16,52%).
5) Asfiksia
Distribusi kejadian Asfiksia tentang kejadian RDN di Ruang Teratai RSUD
Kabupaten Muna tahun 2015 dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 9Distribusi Frekuensi Asfiksia di Ruang Teratai
RSUD Kab. MunaTahun 2015
Asfiksia Frekuensi (f) Persentase (%)
Asfiksia 33 14,16Tidak asfiksia 197 85,64
Jumlah (n) 230 100
Sumber : RSUD Kabupaten Muna, 2015
Tabel 9 memperlihatkan bahwa kasus kejadian RDN berdasarkan asfiksia mayoritas
dengan diagnose tidak asfiksia sebanyak 197 orang (85,64%) dan diagnosa asfiksia
sebanyak 33 orang (14,16%).
51
6) Jenis kelamin
Distribusi jenis kelamin tentang kejadian RDN di Ruang Teratai RSUD Kabupaten
Muna tahun 2015 dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 10Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin di Ruang Teratai
RSUD Kab. MunaTahun 2015
Jenis kelamin Frekuensi (f) Persentase (%)
Berisiko 100 43,48Tidak berisiko 130 56,52
Jumlah (n) 230 100
Sumber : RSUD Kabupaten Muna, 2015
Tabel 10 memperlihatkan bahwa kasus kejadian RDN berdasarkan jenis kelamin yang
tidak berisiko terbanyak yaitu 130 orang (56,52%) dan jenis kelamin yang berisiko
terendah yaitu 100 orang (43,48%).
b. Analisis Bivariat
Setelah di lakukan analasis univariat dengan deskriptif sederhana maka akan dilakukan
Uji statistik dengan menggunakan Microsoft Office Excel dan chi square untuk
mengetahui ada tidaknya hubungan dua variabel.
1) Faktor usia gestasi dengan kejadian RDN pada bayi di Ruang Teratai RSUD
Kabupaten Muna tahun 2015
Analisis Hubungan usia gestasi dengan kejadian RDN pada bayi di Ruang
Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun 2015 dapat dilihat berdasarkan hasil
perhitungan pada tabel 11 berikut.
52
Tabel 11Hubungan Usia Gestasi dengan Kejadian RDN
pada Bayi di Ruang Teratai RSUDKabupaten Muna
Tahun 2015
KejadianRDN
Usia GestasiJumlah χ2
BCB BKB
f % f % n % Hit. Tab.
RDN 35 15,22 5 2,17 40 17,39
0,153 3,841Tidak RDN 162 70,43 28 12,17 190 82,60
Jumlah (n) 197 85,64 33 14,35 230 100
Tabel 11 menunjukkan bahwa dari 197 orang yang terdiagnosa BCB, mayoritas
yang tidak mengalami RDN yaitu 162 orang (70,43%) dan terdapat 35 orang (15,22%),
yang mengalami RDN. Sedangkan dari 33 orang yang terdiagnosa BKB, terbanyak
yang tidak mengalami RDN 28 orang (12,17%) dan terendah yang mengalami RDN
yaitu 5 orang (2,17%).
Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan chi-square didapatkan χ2
hitung = 0,153. Oleh karena nilai χ2 hitung kecil dari pada χ2 tabel , maka H0 di terima
dan Ha ditolak. Hal ini menunjukkan tidak ada hubungan usia gestasi dengan kejadian
RDN.
2) Faktor jenis persalinan dengan kejadian RDN pada bayi di Ruang Teratai RSUD
Kabupaten Muna tahun 2015
Analisis hubungan jenis kelamin dengan kejadian RDN pada bayi di Ruang
Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun 2015 dapat dilihat berdasarkan hasil
perhitungan pada tabel 12 berikut.
53
Tabel 12Hubungan Jenis Persalinan dengan Kejadian RDN
pada Bayi di Ruang Teratai RSUDKabupaten Muna
Tahun 2015
KeajadianRDN
Jenis persalinanJumlah χ2
SPT SC
f % f % n % Hit. Tab.
RDN 25 10,87 15 6,52 40 17,39
5,35 3,841Tidak RDN 66 28,69 124 53,93 190 82,61
Jumlah (n) 91 43,47 139 56,52 230 100
Tabel 12 menunjukkan bahwa dari 91 orang yang terdiagnosa SPT, mayoritas
yang tidak mengalami RDN yaitu 66 orang (28,69%) dan yang mengalami RDN yaitu
25 orang (10,87%). Sedangkan dari 139 orang yang terdiagnosa SC, mayoritas yang
tidak mengalami RDN yaitu 124 orang (53,93%) dan yang mengalami RDN yaitu 15
orang (6,52%).
Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan chi-square didapatkan χ2
hitung = 5,35. Oleh karena nilai χ2 hitung lebih besar dari pada χ2 tabel , maka H0
ditolak dan Ha diterima. Hal ini menunjukkan ada hubungan jenis persalinan dengan
kejadian RDN
3) Faktor berat badan lahir dengan kejadian RDN pada bayi di Ruang Teratai RSUD
Kabupaten Muna tahun 2015
Analisis hubungan berat badan lahir dengan kejadian RDN pada bayi di Ruang
Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun 2015 dapat dilihat berdasarkan hasil
perhitungan pada tabel 13 berikut.
54
Tabel 13Hubungan Berat Badan Lahir dengan Kejadian RDN
pada Bayi di Ruang Teratai RSUDKabupaten Muna
Tahun 2015
KeajadianRDN
Berat badan lahirJumlah χ2
BBLR Tidak BBLR
f % f % n % Hit. Tab.
RDN 8 3,48 32 13,91 40 17,39
0,37 3,841Tidak RDN 30 13,04 160 69,56 190 82,61
Jumlah (n) 38 16,52 192 83,47 230 100
Tabel 13 menunjukkan bahwa dari 38 orang yang terdiagnosa BBLR ,
terbanyak yang tidak mengalami RDN yaitu 30 orang (13,04%) dan terendah yang
mengalami RDN yaitu 8 orang (3,48%). Sedangkan dari 192 orang yang terdiagnosa
tidak BBLR, mayoritas yang tidak mengalami RDN yaitu 160 orang (69,56%) dan
minoritas yang mengalami RDN yaitu 32 orang (13,91%).
Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan chi-square didapatkan χ2
hitung = 0,37. Oleh karena nilai χ2 hitung kecil dari pada χ2 tabel , maka H0 diterima
dan Ha ditolak. Hal ini menunjukkan tidak ada hubungan berat badan lahir dengan
kejadian RDN.
4) Faktor Asfiksia dengan kejadian RDN pada bayi di Ruang Teratai RSUD Kabupaten
Muna tahun 2015
Analisis hubungan asfiksia dengan kejadian RDN pada bayi di Ruang Teratai
RSUD Kabupaten Muna tahun 2015 dapat dilihat berdasarkan hasil perhitungan pada
tabel 14 berikut.
55
Tabel 14Hubungan Asfiksia dengan Kejadian RDN
pada bayi di Ruang Teratai RSUDKabupaten Muna
Tahun 2015
KeajadianRDN
AsfiksiaJumlah χ2
Asfiksia Tidak asfiksia
f % f % n % Hit. Tab.
RDN 9 3,91 31 13,48 40 17,39
2,27 3,841Tidak RDN 24 10,30 166 72,17 190 82,61
Jumlah (n) 33 13,91 197 85,65 230 100
Tabel 14 menunjukkan bahwa dari 33 orang yang terdiagnosa Asfiksia,
tertinggi yang tidak mengalami RDN yaitu 24 orang (10,30%) dan terendah yang
mengalami RDN yaitu 9 orang (3,91%). Sedangkan dari 197 orang yang terdiagnosa
tidak asfiksia, mayoritas yang tidak mengalami RDN yaitu 166 orang (72,17%) dan
minoritas yang mengalami RDN yaitu 31 orang (13,48%).
Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan chi-square didapatkan χ2
hitung = 2,27. Oleh karena nilai χ2 hitung lebih kecil dari pada χ2 tabel, maka H0
diterima dan Ha ditolak. Hal ini menunjukkan tidak ada hubungan asfiksia dengan
kejadian RDN.
5) Faktor jenis kelamin dengan kejadian RDN pada bayi di Ruang Teratai RSUD
Kabupaten Muna tahun 2015
Analisis hubungan jenis kelamin dengan kejadian RDN pada bayi di Ruang
Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun 2015 dapat dilihat berdasarkan hasil
perhitungan pada tabel 15 berikut.
56
Tabel 15Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian RDN
pada Bayi di Ruang Teratai RSUDKabupaten Muna
Tahun 2015
KeajadianRDN
Jenis kelaminJumlah χ2
Berisiko Tidak berisiko
f % f % n % Hit. Tab.
RDN 24 10,43 16 6,95 40 17,39
5,5 3,841Tidak RDN 76 33,04 114 49,56 190 82,61
Jumlah (n) 100 43,47 130 56,52 230 100
Tabel 15 menunjukkan bahwa dari 100 orang yang terdiagnosa berisiko,
terbanyak yang tidak mengalami RDN yaitu 76 orang (33,04%), dan yang terendah
yang mengalami RDN yaitu 24 orang (10,43%). Sedangkan dari 130 orang yang
terdiagnosa tidak berisiko, terbanyak yang tidak mengalami RDN yaitu 114 orang
(49,56%) dan terendah yang mengalami RDN yaitu 16 orang (6,95%).
Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan chi-square didapatkan χ2
hitung = 5,5. Oleh karena nilai χ2 hitung lebih besar dari pada χ2 tabel , maka H0
ditolak dan Ha diterima. Hal ini menunjukkan ada hubungan jenis kelamin dengan
kejadian RDN.
B. Pembahasan
1. Usia gestasi
Hasil pengamatan pada tabel 11 menunjukkan bahwa dari 197 orang yang
terdiagnosa BCB, mayoritas yang tidak mengalami RDN yaitu 162 orang (70,43%) dan
terdapat 35 orang (15,22%), yang mengalami RDN. Sedangkan dari 33 orang yang
terdiagnosa BKB, terbanyak yang tidak mengalami RDN 28 orang (12,17%) dan
terendah yang mengalami RDN yaitu 5 orang (2,17%). Berdasarkan hasil uji statistik
dengan menggunakan chi-square didapatkan χ2 hitung = 0,153. Oleh karena nilai χ2
57
hitung kecil dari pada χ2 tabel , maka H0 di terima dan Ha ditolak. Hal ini menunjukkan
tidak ada hubungan usia gestasi dengan kejadian RDN.
Berdasarkan teori seperti yang dikemukakan Oleh Lissuerr dan Fannarof,
(2009) bahwa Kejadian RDN pada bayi aterem disebakan oleh takipnea transisnten
pada bayi baru lahir (Transient Tachypnea Of The Newborn) atau TTNB yang
merupakan penyebab paling utama gawat napas pada bayi aterm yang disebabkan oleh
keterlambatan absorbsi cairan paru baik setelah secsio secaria maupun secara spontan.
Kejadian RDN pada bayi posterem disebakan oleh aspirasi mekonium saat lahir dan
meningkat sesuai usia gestasi, terjadi 20-25% kelahiran pada usia gestasi 42 minggu,
sebelum persalinan saat terjadi aspirasi mekonium maka bayi akan terajdi asfiksia
mengalami sesak napas (gasping). Kemudian menurut penelitian yang dilakukan oleh
Tamad dan Supriyanti, (2011 ) kejadian RDN pada bayi sering menyerang bayi yang
lahir premature. insidensinya sebesar 60-80% pada bayi kurang dari 28 minggu, 15-
30% pada bayi 32-36 minggu dan 5% pada bayi kurang dari 37 minggu. Sangat jarang
terjadi pada bayi yang matur. Jadi penulis dapat menyimpulkan bahwa RDN bisa saja
terjadi pada bayi yang usia gestasinya < 37 minggu, > 37 minggu ataupun > 42
minggu.
Erlita (2013) mengatakan bahwa usia gestasi yang berisiko adalah usia gestasi
<37 minggu karena fungsi paru-paru dan surfaktan belum berkembang sempurna,
surfaktan baru akan berfungsi sempurna pada usia gestasi > 36 minggu. Namun,
menurut Tamad dan Supriyanto, (2011) usia gestasi kurang bukanlah menjadi
penyebab utama kejadian RDN walaupun usia gestasi dapat mempengaruhi matangnya
fungsi organ bayi saat dilahirkan. Proses kelahiran, berat badan lahir bayi dan ibu yang
berisiko dapat menjadi salah satu faktor bahwa usia gestasi berisiko tidak sepenuhnya
menjadi penyebab kejadian RDN.
58
Hasil penelitian didapatkan bahwa tidak ada hubungan antara usia gestasi dengan
kejadian RDN, dimana didapatkan hasil sebesar 15,22% responden bayi yang lahir
dengan usia gestasi >37 minggu yang mengalami RDN. Dari 35 (15,22%) responden
ini disertai masalah – masalah lain seperti bayi yang di lahirkan BCB dari data,
dilahirkan dengan tindakan SC sebanyak 14 orang dan TTNB 1 orang, kemudian dari
35 bayi yang mengalami RDN itu 23 memiliki jenis kelamin laki – laki, dimana dari
ketiga penyebab ini berisiko untuk terjadinya RDN sehingga dengan hal itu bisa
menyebabkan RDN pada bayi itu sendiri. Selain itu hal ini terjadi disebabkan karena
sampel yang digunakan dalam penelitian lebih banyak bayi yang normal daripada bayi
yang mengalami RDN yaitu hanya 2,17% responden bayi dengan usia gestasi <37
minggu yang mengalami RDN.
Penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Ratnaningrum
dan Santosa, (2012) yang mendapatkan bahwa tidak ada hubungan antara usia gestasi
dengan kejadian RDN pada bayi baru lahir di RS.Muhammadiyah Yogyakarta dimana
responden bayi dengan RDN hanya sebesar 18,6% yang didapatkan lahir dari usia
gestasi kurang dari 37 minggu. Data yang didapatkan bahwa bayi RDN yang lahir
dengan usia gestasi <37 minggu sebanyak 18 responden dan dari 18 orang tersebut
didapatkan 22,2% karena ibu mengalami partus lama, 16% ibu yang mengalami
plasenta previa, 22% ibu mengalami perdarahan antepartum, 61% bayi lahir dengan
berat badan lahir kurang dan 77% bayi dilahirkan dengan sectio cesarea. Partus lama
dapat menyebabkan ibu kelelahan dan bayi menjadi stress serta kekurangan oksigen
dan menyebabkan asfiksia janin, sedangkan plasenta previa dapat menyebabkan
penurunan kadar Hb pada ibu dan menghambat suplai oksigen dan nutrisi ke janin
sehingga menghambat pematangan paru – paru dan hambatan intrauterine. Sedangkan
untuk bayi yang lahir dengan usia gestasi lebih dari 37 minggu dan mengalami RDN
59
sebanyak 65 responden dan didapatkan data bahwa 15,3% bayi lahir dengan berat
badan kurang, 40% ibu mengalami partus lama, 6,1% ibu mengalami ketuban pecah
dini, sedangkan ibu dengan diabetes mellitus sebanyak 4,6% dan hanya 1,5% ibu yang
mengalami chepalopelvik disorders. Dari semua gejala yang disebutkan diatas, dapat
dijelaskan bahwa proses kelahiran yang sulit dapat menyebabkan stress janin pada saat
kelahiran dan dapat menimbulkan hipoksia. Peningkatan kadar glukosa pada ibu juga
dapat mempengaruhi maturasi paru janin. Faktor lain seperti perdarahan antepartum
yang disebabkan oleh plasenta previa 9,2% dan solutio plasenta 3%, juga dapat
berdampak pada bayi yang dilahirkan karena mempengaruhi suplai darah, nutrisi dan
proses pematangan paru-paru. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
kejadian RDN pada bayi berdasarkan usia gestasi tidak hanya di pengaruhi oleh Usia
gestasi tetapi dipengaruhi oleh faktor lain dalam hal ini faktor ibu yang berisiko yang
bisa menimbulkan bayi mengalami kejadian RDN.
2. Jenis persalinan
Hasil pengamatan pada tabel 12 menunjukkan bahwa dari 91 orang yang
terdiagnosa SPT, mayoritas yang tidak mengalami RDN yaitu 66 orang (28,69%) dan
yang mengalami RDN yaitu 25 orang (10,87%). Sedangkan dari 139 orang yang
terdiagnosa SC, mayoritas yang tidak mengalami RDN yaitu 124 orang (53,93%) dan
yang mengalami RDN yaitu 15 orang (6,52%). Berdasarkan hasil uji statistik dengan
menggunakan chi-square didapatkan χ2 hitung = 5,35. Oleh karena nilai χ2 hitung lebih
besar dari pada χ2 tabel , maka H0 ditolak dan Ha diterima. Hal ini menunjukkan ada
hubungan jenis persalinan dengan kejadian RDN
Pada proses persalinan terkadang janin tidak bisa lahir secara normal, tindakan
medis berupa sectio cesarea merupakan prosedur efektif untuk mengatasi permasalahan
yang ada tetapi dapat menimbulkan berbagai komplikasi pada ibu dan bayi. Komplikasi
60
akibat persalinan SC yang bisa terjadi pada bayi adalah bayi menjadi kurang aktif
karena efek dari obat anastesi. Bayi yang dilahirkan melalui SC sering mengalami
gangguan pernafasan karena kelahiran terlalu cepat sehingga tidak mengalami adaptasi
atau transisi antara dunia rahim dan luar rahim ini menyebabkan nafas bayi terlalu
cepat. Pada saat bayi melewati jalan lahir selama persalinan, 1/3 cairan diperas keluar
dari paru-paru tetapi pada bayi yang dilahirkan sectio cesarea tidak dapat
mengeluarkan cairan dari paru-paru ke interstitial disekitarnya. Bayi ini akan
mengalami kesulitan dalam meningkatkan respirasi karena paru-paru masih berisi
cairan dan hal ini jelas akan menyebabkan hipoksia pada bayi dan pembuluh darah
paru akan kontriksi (Erlita, R, 2013)
Hal ini sama dengan penelitian yang di lakukan oleh Erlita, (2013) bahwa
didapatkan hasil ada hubungan jenis persalinan dengan kejadian RDN. Dimana jumlah
yang berisiko dan mengalami RDN sebanyak 34,3% dan yang tidak berisiko serta
mengalami RDN sebesar 15,7%.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Tahir, Rismayanti, &
Ansar (2012 ) yang mendapatkan bahwa ada hubungan yang signifikan dari jenis
persalinan dengan kejadian RDN pada bayi baru lahir di RS.Wahidin Sudirohusodo
dikarenakan data yang didapatkan oleh peneliti yaitu lebih dari 50% ibu melahirkan
yang dijadikan sampel melahirkan dengan sectio cesarea dan didapatkan bayi yang
mengalami RDN.
3. Berat badan lahir
Hasil pengamatan tabel 13 menunjukkan bahwa dari 38 orang yang terdiagnosa
BBLR , terbanyak yang tidak mengalami RDN yaitu 30 orang (13,04%) dan terendah
yang mengalami RDN yaitu 8 orang (3,48%). Sedangkan dari 192 orang yang
terdiagnosa tidak BBLR, mayoritas yang tidak mengalami RDN yaitu 160 orang
61
(69,56%) dan minoritas yang mengalami RDN yaitu 32 orang (13,91%).Berdasarkan
hasil uji statistik dengan menggunakan chi-square didapatkan χ2 hitung = 0,37. Oleh
karena nilai χ2 hitung kecil dari pada χ2 tabel , maka H0 diterima dan Ha ditolak. Hal ini
menunjukkan tidak ada hubungan berat badan lahir dengan kejadian RDN.
Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Lissuer dan Fannarof, (2009),
kejadian RDN pada bayi cukup bulan /aterm disebakan oleh takipnea transisnten pada
bayi baru lahir (Transient Tachypnea Of The Newborn) atau TTNB yang merupakan
penyebab paling utama gawat napas pada bayi aterm yang disebabkan oleh
keterlambatan absorbsi cairan paru baik setelah secsio secaria maupun secara spontan.
Takipneu pada bayi digambarkan sebagai peningkatan pernafasan tiba-tiba segera
setelah lahir dan biasanya berlanjut hingga 2-5 pertama kehidupan namun
membutuhkan oksigen ringan dan memerlukan beberapa hari untuk sembuh.
Sedangkan menurut Erlita, (2013) berat bayi rendah khususnya yang mengalami
prematuritas murni menyebabkan berbagai permasalahan akibat belum maturnya organ
tubuh bayi. Salah satu penyebab yang sering muncul adalah kesulitan bernafas seperti
RDN. Penyakit ini terjadi dikarenakan paru yang belum matur, produksi surfaktan yang
kurang sempurna, alveoli yang masih sangat kecil dan sulit berkembang dan
pengembangan paru yang kurang sempurna karena dinding thoraks masih lemah.
Hal ini tidak sesuai dengan hasil yang didapatkan oleh peneliti bahwa tidak ada
hubungan antara berat badan lahir dengan kejadian RDN pada bayi dimana didapatkan
data responden 40 bayi, BBLR yang mengalami RDN hanya 8 bayi (3,48%) dari
13,91% dari jumlah sampel yang mengalami RDN. Dari 13,91% yang mengalami RDN
ini disertai masalah – masalah lain yang bisa mengakibatkan RDN ]terjadi pada bayi
yang tidak BBLR. Masalah yang menyertai bayi yang dilahirkan tidak BBLR dari
jumlah 32 bayi yang di lahirkan secara SC 14 bayi dan sebanyak 20 jenis kelamin yang
62
berisiko untuk terjadinya RDN pada bayi. Selain itu faktor bayi yang lain kebanyakan
yaitu curiga sepsis dimana salah satu penyebab curiga sepsis adalah ibu yang
mengalami perdarahan. Dimana perdarahan pada ibu selama persalinan merupakan
salah satu faktor yang dapat menyebabkan RDN pada bayi itu sendiri. Selain itu itu
juga disebabkan karena ketidaksesuaian data antara jumlah sampel dengan kejadian
kasus yang diteliti yang jumlahnya sedikit.
Hal ini sependapat juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Kosim, (2008)
yang menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara berat badan
lahir dan kejadian RDN pada bayi baru lahir dimana responden yang diteliti sebanyak
13,5% memiliki berat badan kurang dari 2500 gram pada hari ke 3 kelahiran dan
mengalami RDN. Berdasarkan hasil penelitiannya bahwa bayi yang lahir dengan berat
badan <2500gram dan mengalami RDN sebanyak 21 responden, dan data yang
didapatkan dari 21 responden tersebut ada pengaruh dari faktor lain yaitu terdapat 23%
ibu yang mengalami plasenta previa, 9% karena partus lama, 23% karena perdarahan
antepartum, 53% bayi lahir dengan usia gestasi <37 minggu, kelahiran dismatur
sebanyak 47% dan ibu yang melahirkan dengan sectio sebanyak 61,9%. Bayi yang
dilahirkan prematur memang memiliki fungsi organ vital khususnya pernafasan yang
masih belum sempurna sehingga bayi akan mengalami kesulitan untuk bernafas
sedangkan kelahiran dismatur, menunjukkan bahwa janin mengalami gangguan
pertumbuhan intrauterine sehingga pada saat dilahirkan organ pernafasan tidak
mengalami maturasi yang sempurna.
Bayi yang dilahirkan dengan berat badan >2500gram tetapi mengalami RDN
sebanyak 62 responden, dan dari 62 responden tersebut didapatkan bahwa 41,9% ibu
mengalami plasenta previa, 29% ibu mengalami partus lama, 4,8% ibu dengan kadar
glukosa tinggi, dan 16,1% ibu yang mengalami perdarahan antepartum. Plasenta previa
63
dan partus lama dapat menyebabkan salah satunya yaitu gangguan pertumbuhan janin
dalam kandungan karena terjadi gangguan suplai oksigen dan nutrisi dari ibu ke janin
yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan memperlambat pematangan organ
vital bayi sehingga pada saat lahir dapat menyebabkan distress pernafasan.
Berdasarkan penelitian tersebut bahwa faktor lain yang dapat memperburuk
keadaan bayi dengan berat badan lahir pada saat dilahirkan seperti partus lama dan
plasenta previa juga dapat berdampak langsung pada bayi karena dapat menghambat
aliran nutrisi serta oksigen kepada janin.
Penelitian ini bertolak belakang dengan peneltian yang di dapatkan oleh Erlita,
(2013) didapatkan ada hubungan antara berat badan lahir dengan kejadian RDN.
Dimana jumlah bayi yang berisiko dan terjadi RDN sebanyak 12,7% dan bayi yang
tidak berisiko tetapi mengalami RDN sebesar 37,3%.
4. Asfiksia Neonatorum
Hasil pengamatan tabel 14 menunjukkan bahwa dari 33 orang yang terdiagnosa
Asfiksia, tertinggi yang tidak mengalami RDN yaitu 24 orang (10,30%) dan terendah
yang mengalami RDN yaitu 9 orang (3,91%). Sedangkan dari 197 orang yang
terdiagnosa tidak asfiksia, mayoritas yang tidak mengalami RDN yaitu 166 orang
(72,17%) dan minoritas yang mengalami RDN yaitu 31 orang (13,48%). Berdasarkan
hasil uji statistik dengan menggunakan chi-square didapatkan χ2 hitung = 2,27. Oleh
karena nilai χ2 hitung lebih kecil dari pada χ2 tabel, maka H0 diterima dan Ha ditolak.
Hal ini menunjukkan tidak ada hubungan asfiksia dengan kejadian RDN.
Berdasarkan teori menurut Erlita, (2013) bahwa asfiksia pada bayi dapat
menyebabkan hipoksia dan menurunkan kadar oksigen darah, asidosis dan atelektasis.
Aliran darah ke paru akan berkurang dan terjadi hambatan pembentukan surfaktan oleh
sel pneumosit tipe II yang sangat sensitive dan berkurang pada bayi dengan asfiksia
64
pada periode perinatal. Nilai apgar merupakan metode praktis yang digunakan secara
sistematis untuk menilai bayi baru lahir segera setelah lahir untuk membantu
mengidentifikasi bayi yang memerlukan resusitasi akibat asidosis hipoksik. Terjadinya
RDN pada bayi yang mengalami asfiksia tergantung dari apgar score atau ringan
beratnya asfiksia itu sendiri.
Hal ini tidak sesuai dengan hasil yang didapatkan oleh peneliti bahwa tidak ada
hubungan antara asfiksia dengan kejadian RDN pada bayi dimana didapatkan data
responden 40 bayi yang mengalami RDN seperti yang dikemukakan oleh Erlita (2009)
bahwa terjadinya RDN pada bayi yang mengalami asfiksia tergantung dari apgar score
atau ringan beratnya asfiksia itu sendiri sementara dari data peneliti tidak di tentukan
dengan apgar skor hanya berupa asfiksia ringan, sedang dan berat dan hanya 3 bayi
yang mengalami asfiksia berat dari 9 bayi asfiksia yang mengalami RDN. Selain itu
faktor bayi yang lain kebanyakan yaitu curiga sepsis dimana salah satu penyebab
curiga sepsis adalah ibu yang mengalami perdarahan yang diakibatkan oleh plasenta
previa dan solusio plasenta. Dimana perdarahan pada ibu selama persalinan merupakan
salah satu faktor yang dapat menyebabkan RDN pada bayi itu sendiri. Selain itu itu
juga disebabkan karena ketidaksesuaian data antara jumlah sampel dengan kejadian
kasus yang diteliti yang jumlahnya sediktit.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian menurut Damanik & Indarso (2008)
bahwa asfiksia merupakan salah satu faktor yang tidak memiliki hubungan dengan
kejadian RDN. Hal ini dikarenakan menurut penelitian yang dilakukannya, asfiksia
neonatorum merupakan manifestasi dari RDN itu sendiri. Hal ini sesuai dengan teori
yang di utarakan oleh Erlita (2013) bahwa manifestasi dari asfiksia yaitu terjadinya
hipoksia, asidosis metabolik dan atelektasis. Hipoksia akan menyebabkan terjadinya
oksigenasi jaringan menurun dan mengakibatkan metabolisme anaerobik dengan
65
penimbunan asam laktat asam organik sehingga terjadi asidosis metabolik. Kemudian
kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolaris menyebabkan transudasi
kedalam alveoli dan terbentuk fibrin, lalu fibrin dan jaringan epitel yang nekrotik
menyebabkan terbentuknya lapisan membran hialin.
Penelitian ini bertolak belakang dengan hasil penelitian dari Hasan, (2013)
menemukan adanya hubungan dari asfiksia neonatorum dengan kejadian RDN di
RS.Wahidin Sudirohusodo. Dalam penelitiannya mengatakan bahwa dari bayi yang
mengalami asfiksia terjadinya RDN disebabkan karena pengaruh faktor lain dalam hal
ini faktor bayi dan faktor ibu yang mendukung untuk terjadinya RDN pada bayi
tersebut.
5. Jenis kelamin
Hasil pengamatan tabel 15 menunjukkan bahwa dari 100 orang yang terdiagnosa
berisiko, terbanyak yang tidak mengalami RDN yaitu 76 orang (33,04%), dan yang
terendah yang mengalami RDN yaitu 24 orang (10,43%). Sedangkan dari 130 orang
yang terdiagnosa tidak berisiko, terbanyak yang tidak mengalami RDN yaitu 114 orang
(49,56%) dan terendah yang mengalami RDN yaitu 16 orang (6,95%). Berdasarkan
hasil uji statistik dengan menggunakan chi-square didapatkan χ2 hitung = 5,5. Oleh
karena nilai χ2 hitung lebih besar dari pada χ2 tabel , maka H0 ditolak dan Ha diterima.
Hal ini menunjukkan ada hubungan jenis kelamin dengan kejadian RDN
Kelamin janin sudah ditentukan sejak awal konsepsi. Secara normal
perkembangan prenatal organ genital laki-laki dan perempuan merupakan proses yang
sangat kompleks. Pada individu dengan kromosom seks XY, gonad indiferen akan
berkembang menjadi testis dan akan menimbulkan maskulinisasi. Sedangkan pada
individu XX akan terbentuk ovarium
66
Hal ini sesuai dengan yang di utarakan oleh Erlita, (2013) hormon androgen
pada laki-laki dapat menunda terjadinya maturasi paru dengan menurunkan produksi
surfaktan oleh sel pneumosit tipe II. Kortisol meningkat secara dramatis dalam cairan
amnion dimulai minggu 34-36 dan dihubungkan dengan kematangan paru-paru. Paru-
paru janin mempunyai kemampuan dalam merubah kortison menjadi kortisol dan ini
mungkin sebagai sumber kortisol yang penting untuk paru-paru. Pada kejadian RDN,
hormon androgen mengahambat perkembangan paru dan menurun produksi surfaktan
oleh sel pneumosit tipe II dengan mempengaruhi reseptor kortisol pada sel pneumosit
tipe II .
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ratnaningrum dan
Sentosa (2012) menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan
kejadian gawat nafas pada bayi baru lahir di RS.Muhammadiyah Yogyakarta.
67
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis data hasil penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa :
1. Tidak ada hubungan usia gestasi dengan kejadian Respiratory Distress of Newborn
(RDN) pada bayi di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun 2015
2. Ada hubungan jenis persalinan dengan kejadian Respiratory Distress of Newborn
(RDN) pada bayi di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun 2015
3. Tidak ada hubungan berat badan lahir dengan kejadian Respiratory Distress of
Newborn (RDN) pada bayi di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun 2015
4. Tidak ada hubungan asfiksia neonatorum dengan kejadian Respiratory Distress of
Newborn (RDN) pada bayi di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun 2015
5. Ada hubungan jenis kelamin dengan kejadian Respiratory Distress of Newborn
(RDN) pada bayi di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun 2015
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan serta kesimpulan yang telah diuraikan dapat
diberikan beberapa saran kepada pihak yang terkait antara lain :
1. Dari penelitian didapatkan hasil tidak ada hubungan usia gestasi, berta badan lahir
dan asfiksia neonatorum dengan kejadian Respiratory Distress of Newborn (RDN)
pada bayi di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun 2015, hal ini dikarenakan
jumlah sampel yang tidak sesuai dengan jumlah pembanding, maka di harapkan
kepada peneliti selanjutnya bisa mengambil judul yang sesuai dengan kasus dan
pembandingnya.
2. Dari penelitian didapatkan hasil ada hubungan jenis persalinan dan jenis kelamin
68
dengan kejadian Respiratory Distress of Newborn (RDN) pada bayi di Ruang Teratai
RSUD Kabupaten Muna tahun 2015, di harapakan kepada peneliti selanjutnya bisa di
jadikan acuan untuk pembuatan karya tulis selanjutnya
3. Bagi Rumah Sakit perlu adanya peningkatan sumber daya manusia utamanya tenaga
kesehatan melalui peningkatan pendidikan serta pelatihan – pelatihan untuk
peningkatan pengetahuan dan ketrampilan khususnya dalam melakukan intervensi bayi
baru lahir terutama BBLR dan Asfiksia sehingga dapat mengurangi angka morbiditas
dan mortalitas bayi.
4. Bagi tenaga kesehatan khususnya bidan seharusnya memberikan informasi kepada ibu
hamil maupun keluarga mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian
RDN seperti ibu yang mengidap diabetes melitus dan perdarahan antepartum, bagi ibu
yang mengalami kehamilan mengancam dan di prediksi akan melahirkan bayi prematur
dan bidan harus lebih tanggap untuk memperhatikan ibu-ibu hamil yang berisiko.
69
DAFTAR PUSTAKA
Ariani, A.P (2014) Aplikasi Metodologi Penelitian Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi.Jakarta : Nuha Medika
Erlita, R (2013) Faktor – Factor Yang Berhubungan Dengan Kejadian RespiratoryDistress Of Newborn di BRSD Luwuk Kabupaten Banggai Provinsi SulawesiTengah. http://www.rizkaerlit-3412-1-14-rizka-7/ diakses tanggal 19 juni 2016
Hamzah, A (2013) Sosiologis Pengasuhan Anak. Makassar : Masagena Press
Hivanyislamaulita (2014) Gangguan Pernapasan.https://hivanyislamaulita041.wordpress.com/2014/06/27/gangguan-pernafasan/diakses tanggal 18 Juli 2016
Lissauer, T & fanaroff, A. (2009). At a Glance Neonatolgi. Jakarta : Erlangga
Maternity, D., Yantina Y., Putri, RD. (2014). Asuhan Kebidanan Patologis. BandarLampung : Binarupa Aksara Publisher
Muslihatun, WN. (2010) Asuhan Neonatus Bayi Dan Balita. Yogyakarta : Fitramaya
Nugroho, T. (2012) Patologi Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika
Nursalam, (2016) Metodologi Penelitian Ilmu keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Profil Kesehatan Sulawesi Tenggara (2012) Angka Kematian Bayi di Provinsi SulawesiTenggara Tahun 2014 http://sultra.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/20 di aksestanggal 21 juni 2016
Sangadah, S (2014) Asuhan Keperawatan Anak Dengan RDS.http://sitisangadah25.blogspot.co.id/2014/04/asuhan-keperawatan-anak-dengan-rds.html=2 di akses tanggal 18 Juli 2016
Silumut, P. (2013). Faktor - Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian RDN Pada Bayi,http://puputsilumut.blogspot.com/2014/03/rds-respiratory-distress-syndrome_6.html di akses tanggal 20 juni 2016
Sudarti & fauziah, A. (2013). Asuhan Kebidanan Neonatus Risiko Tinggi Dan Kegawatan .Yogyakarta: Nuha Medika
Sukarni, I,. Sudarti. (2014) Patologi Kehamilan, Persalinan, Nifas Dan Neonatus ResikoTinggi . Yogyakrata : Nuha Medika
Sukarni, IK,. Wahyu, P. (2013) Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Yogyakrata : NuhaMedika
William & Wilkins (2011). Nursing Memahami Berbagai Macam Penyakit . Jakarta barat :PT Indeks Jakarta
Lampiran 1.PEMERINTAH KABUPATEN MUNA
BADAN KESATUAN BANGSA DAN POLITIKJLN. M.H THAMRIN NO.8 TELP/FAKS. (0403) 2521 427
R A H A
Raha, 06 Juli 2016
Nomor : 070/230 KepadaLampiran : Yth. Direktur RSUD Kab. MunaPerihal : Izin Penelitian di –
R a h a
Menunjuk surat Direktur AKBID Paramata Raha Nomor 256.B/AKBID-PM/VIII/2016Tanggal 4 Juli 2016 perihal Izin Penelitian, maka dengan ini memberikan izin penelitiankepada :
Nama : S A R N I ANIM : PSW.B.2013.IB.0082Jurusan : DIII Kebidanan Akademi Kebidanan Paramata Raha Kab.
Muna
Yang bersangkutan di atas akan mengadakan penelitian/pengambilan data dalam rangkapenyusunan Skripsi/Tesis dengan Judul :
“FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN RESPIRATORYDISTRESS OF NEWBORN (RDN) PADA NEONATUS DI RUANG TERATAI RUMAHSAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN MUNA TAHUN 2015”
Lokasi Penelitian : RSUD Kab. MunaWaktu Penelitian : 06 Juli 2016 sampai selesai
Kepada yang bersangkutan agar memperhatikan hal – hal sebagai berikut :
1. Senantiasa menjaga keamanan dan ketertiban serta mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Tidak mengadakan kegiatan lain yang bertentangan dengan rencana semula.3. Dalam setiap kegiatan di lapangan, agar pihak Peneliti senantiasa koordinasi dengan
pemerintah setempat.4. Wajib menghormati adat istiadat yang berlaku didaerah setempat.5. Menyerahkan 1 (satu) examplar copy hasil penelitian kepada bupati Muna Cq. Kepala
Badan Kesbang dan Politik Kab. Muna.6. Surat izin akan dicabut kembali dan dinyatakan tidak berlaku apabila ternyata surat
pemegang surat izin ini tidak mentaati ketentuan tersebut diatas.
Demikian disampaikan untuk menjadi perhatian dan maklum.
Tembusan : Disampaikan Kepada :1. Bupati Muna (Sebagai Laporan di Raha) ;2. Kepala Dinas Kesehatan Kab. Muna di Raha ;3. Direktur AKBID Paramata Raha Kab. Muna di Raha ;4. Mahasiswa yang bersangkutan ( S A R N I A ).
Lampiran 2.DAFTAR CHEKLIST
FACTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN RESPIRATORY DISTRESS OF NEWBORN (RDN)PADA BAYI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN MUNA
TAHUN 2015
SPT/Rujukan
1 By.Ny I √ √ √ √ √ √2 By Ny. R √ √ √ √ √ √3 By Ny. J √ √ √ √ √ √4 By Ny. M √ √ √ √ √ √5 By.Ny.V √ √ √ √ √ √6 by. Ny. S √ √ √ √ √ √7 By. A √ √ √ √ √ √8 By Ny. L √ √ √ √ √ √9 By MW √ √ √ √ √ √10 By. Ny H √ √ √ √ √ √11 By Hr √ √ √ √ √ √12 By. Ny Hs √ √ √ √ √ √13 By Ny. Sr √ √ √ √ √ √14 By. Ny Lt √ √ √ √ √ √15 By Ny. Ai √ √ √ √ √ √16 By. Ny H √ √ √ √ √ √17 By Ny. Nr √ √ √ √ √ √18 By. Ny Sd √ √ √ √ √ √19 By.Ny SR √ √ √ √ √ √20 By Ny. NH √ √ √ √ √ √21 By Ny. HR √ √ √ √ √ √22 By Ny. TM √ √ √ √ √ √23 By.Ny.FM √ √ √ √ √ √24 by. Ny. SM √ √ √ √ √ √
BBLRTidakBBLR
asfiksiaNo Nama
RDN Usia getasi Jenis Berat badan lahir
Ya Tidak BCB BKB SCTidak
asfiksiaBeresiko(L)
Tidakberesiko
Jenis kelaminAsfiksia
25 By. Ny. LW √ √ √ √ √ √26 By Ny. RS √ √ √ √ √ √27 By Ny. RM √ √ √ √ √ √28 By. AR √ √ √ √ √ √29 By Ny. NB √ √ √ √ √ √30 By. Ny IR √ √ √ √ √ √31 By Ny. ST √ √ √ √ √ √32 By. Ny AD √ √ √ √ √ √ √33 By Ny. AD 2 √ √ √ √ √ √34 By. Ny NL √ √ √ √ √ √35 By Ny. ND √ √ √ √ √ √36 By. Ny SL √ √ √ √ √ √37 By Ny. IM √ √ √ √ √ √38 By. Ny NB √ √ √ √ √ √39 By Ny. IK √ √ √ √ √ √40 By. Ny SN √ √ √ √ √ √41 By Ny. HM √ √ √ √ √ √42 By Ny. HB √ √ √ √ √ √43 By.Ny.FM √ √ √ √ √ √44 by. Ny. SD √ √ √ √ √ √45 By. Ny. LW √ √ √ √ √ √46 By Ny. RS √ √ √ √ √ √47 By Ny. RM √ √ √ √ √ √48 By.Ny.FM √ √ √ √ √ √49 by. Ny. SM √ √ √ √ √ √50 By. Ny. LD √ √ √ √ √ √51 By Ny. RM √ √ √ √ √ √52 By Ny. RM √ √ √ √ √ √53 By. Ny. KAR √ √ √ √ √ √54 By Ny. NB √ √ √ √ √ √55 By. Ny IR √ √ √ √ √ √56 By Ny. ST √ √ √ √ √ √57 By. Ny AW √ √ √ √ √ √
58 By Ny. ADQ √ √ √ √ √ √59 By. Ny WE √ √ √ √ √ √60 By Ny. ND √ √ √ √ √ √61 By. Ny OP √ √ √ √ √ √62 By Ny. LM √ √ √ √ √ √63 By. Ny NB √ √ √ √ √ √64 By Ny. GB √ √ √ √ √ √65 By. Ny FH √ √ √ √ √ √66 By Ny. JU √ √ √ √ √ √67 By Ny. KY √ √ √ √ √ √68 By Ny. KD √ √ √ √ √ √69 By Ny. DG √ √ √ √ √ √70 By Ny. OK √ √ √ √ √ √71 By Ny. BH √ √ √ √ √ √72 By. Ny DF √ √ √ √ √ √73 By .Ny. GG √ √ √ √ √ √74 By. Ny Hs √ √ √ √ √ √75 By Ny. Sr √ √ √ √ √ √76 By. Ny Lt √ √ √ √ √ √77 By Ny. Ai √ √ √ √ √ √78 By. Ny H √ √ √ √ √ √79 By Ny. Nr √ √ √ √ √ √80 By. Ny Sd √ √ √ √ √ √81 By.Ny SR √ √ √ √ √ √82 By. Ny Hr √ √ √ √ √ √83 By Ny. Srt √ √ √ √ √ √84 By. Ny Hn √ √ √ √ √ √85 By Ny. AKL √ √ √ √ √ √86 By. Ny K √ √ √ √ √ √87 By Ny. Nr √ √ √ √ √ √88 By. Ny Sw √ √ √ √ √ √89 By.Ny SR √ √ √ √ √ √90 By Ny. NH √ √ √ √ √ √
91 By Ny. HR √ √ √ √ √ √92 By Ny. Tn √ √ √ √ √ √93 By.Ny.Gn √ √ √ √ √ √94 By.Ny.LM √ √ √ √ √ √ √95 By. Ny. LW √ √ √ √ √ √96 By Ny. LP √ √ √ √ √ √97 By Ny. FK √ √ √ √ √ √98 By Ny. ML √ √ √ √ √ √99 By Ny. RK √ √ √ √ √ √100 By Ny. VB √ √ √ √ √ √101 By Ny. VG √ √ √ √ √ √102 By Ny. DR √ √ √ √ √ √103 By Ny. PO √ √ √ √ √ √104 By Ny. LP √ √ √ √ √ √105 By Ny. DE √ √ √ √ √ √106 By Ny. GT √ √ √ √ √ √107 By Ny. MK √ √ √ √ √ √108 By Ny. LO √ √ √ √ √ √109 By Ny. GY √ √ √ √ √ √110 By Ny. DR √ √ √ √ √ √111 By Ny. SD √ √ √ √ √ √112 By Ny. WE √ √ √ √ √ √113 By Ny. QW √ √ √ √ √ √114 By Ny. SA √ √ √ √ √ √115 By Ny. SD √ √ √ √ √ √116 By Ny. FT √ √ √ √ √ √117 By Ny. HF √ √ √ √ √ √118 By Ny. RT √ √ √ √ √ √119 By Ny. RL √ √ √ √ √ √120 By. Ny Hr √ √ √ √ √ √121 By Ny. SRT √ √ √ √ √ √122 By. Ny Hn √ √ √ √ √ √123 By Ny. AD √ √ √ √ √ √
124 By. Ny KD √ √ √ √ √ √125 By Ny. Nr √ √ √ √ √ √126 By. Ny SS √ √ √ √ √ √127 By.Ny WE √ √ √ √ √ √128 By Ny. NH √ √ √ √ √ √129 By Ny. HR √ √ √ √ √ √130 By Ny. TT √ √ √ √ √ √131 By.Ny.GR √ √ √ √ √ √132 By.Ny.LM √ √ √ √ √ √133 By. Ny. LW √ √ √ √ √ √134 By Ny. LP √ √ √ √ √ √135 By Ny. FK √ √ √ √ √ √136 By Ny. NH √ √ √ √ √ √137 By Ny. BG √ √ √ √ √ √138 By Ny. FD √ √ √ √ √ √139 By Ny. DW √ √ √ √ √ √140 By Ny. WR √ √ √ √ √ √141 By Ny. YU √ √ √ √ √ √142 By Ny. OU √ √ √ √ √ √143 By Ny. PG √ √ √ √ √ √144 By Ny. GB √ √ √ √ √ √145 By Ny. DW √ √ √ √ √ √146 By Ny. SW √ √ √ √ √ √147 By Ny. CD √ √ √ √ √ √148 By Ny. RFR √ √ √ √ √ √149 By Ny. GTU √ √ √ √ √ √150 By Ny. JL √ √ √ √ √ √151 By Ny. LM √ √ √ √ √ √152 By. Ny NB √ √ √ √ √ √153 By Ny. GB √ √ √ √ √ √154 By. Ny FH √ √ √ √ √ √155 By Ny. JU √ √ √ √ √ √156 By Ny. KY √ √ √ √ √ √
157 By Ny. KD √ √ √ √ √ √158 By Ny. DG √ √ √ √ √ √159 By Ny. OK √ √ √ √ √ √160 By. Ny SL √ √ √ √ √ √161 By Ny. IM √ √ √ √ √ √162 By. Ny NB √ √ √ √ √ √163 By Ny. IK √ √ √ √ √ √164 By. Ny SN √ √ √ √ √ √165 By Ny. HM √ √ √ √ √ √166 By Ny. HB √ √ √ √ √ √167 By.Ny.FM √ √ √ √ √ √168 by. Ny. SD √ √ √ √ √ √169 By. Ny. LW √ √ √ √ √ √170 By Ny. RS √ √ √ √ √ √171 By Ny. RM √ √ √ √ √ √172 By.Ny.FM √ √ √ √ √ √173 by. Ny. SM √ √ √ √ √ √174 By. Ny H √ √ √ √ √ √175 By Ny. HRS √ √ √ √ √ √176 By. Ny Hs √ √ √ √ √ √177 By Ny. SRW √ √ √ √ √ √178 By. Ny Lt √ √ √ √ √ √179 By Ny. AGH √ √ √ √ √ √180 By. Ny HRT √ √ √ √ √ √181 By Ny. Nr √ √ √ √ √ √182 By. Ny Sd √ √ √ √ √ √183 By.Ny SR √ √ √ √ √ √184 By Ny. NH √ √ √ √ √185 By Ny. HR √ √ √ √ √ √186 By Ny. TM √ √ √ √ √ √187 By. Ny SN √ √ √ √ √ √188 By Ny. HM √ √ √ √ √ √189 By Ny. HB √ √ √ √ √ √
190 By.Ny.FM √ √ √ √ √ √191 by. Ny. SD √ √ √ √ √ √192 By. Ny. LW √ √ √ √ √ √193 By Ny. RS √ √ √ √ √ √194 By Ny. RM √ √ √ √ √ √195 By.Ny.FM √ √ √ √ √ √196 by. Ny. SM √ √ √ √ √ √197 By. Ny. LD √ √ √ √ √ √198 By Ny. RM √ √ √ √ √ √199 By Ny. RM √ √ √ √ √ √200 By. Ny. KAR √ √ √ √ √ √201 By Ny. NB √ √ √ √ √ √202 By. Ny IR √ √ √ √ √ √203 By Ny. ST √ √ √ √ √ √204 By. Ny AW √ √ √ √ √ √205 By Ny. ADQ √ √ √ √ √ √206 By. Ny WE √ √ √ √ √ √207 By Ny. ND √ √ √ √ √ √208 By Ny. AKL √ √ √ √ √ √209 By. Ny K √ √ √ √ √ √210 By Ny. Nr √ √ √ √ √ √211 By. Ny Sw √ √ √ √ √ √212 By.Ny SR √ √ √ √ √ √213 By Ny. NH √ √ √ √ √ √214 By Ny. HR √ √ √ √ √ √215 By Ny. Tn √ √ √ √ √ √216 By.Ny.Gn √ √ √ √ √ √217 By.Ny.LM √ √ √ √ √ √218 By. Ny. LW √ √ √ √ √ √219 By. Ny. L √ √ √ √ √ √220 By Ny. FK √ √ √ √ √ √221 By Ny. ML √ √ √ √ √ √222 By Ny. LO √ √ √ √ √ √
223 By Ny. SW √ √ √ √ √ √224 By Ny. CD √ √ √ √ √ √225 By Ny. RFR √ √ √ √ √ √226 By Ny. GTU √ √ √ √ √ √227 By Ny. JL √ √ √ √ √ √228 By Ny. LM √ √ √ √ √ √229 By. Ny NB √ √ √ √ √ √230 By Ny. GB √ √ √ √ √ √
Lampiran 3.Hasil Perhitungan Uji Statistik
1. Hubungan kejadian RDN dengan Usia GestasiKejadian
RDNUsia gestasi Jumlah
BCB BKBRDN 35 5 40
Tidak RDN 162 28 190Jumlah 197 33 230
E hitung adalah:
Ea =( )( )
Eb =( )( )
Ec=( )( )
Ed =( )( )
Maka E hitung :
Ea =( )( )
= = = 34,2
Eb =( )( )
= = = 5,74
Ec =( )( )
= = = 162,74
Ed =( )( )
= = = 27,26
X2= ∑ ( ) = ( ) + ( ) + ( ) + ( )=( , ) + ( , ) + ( , ) + ( , )
=( , ) + ( , ) + ( , ) + ( , )
= 0,02+ 0,11+0,003+ 0,02
= 0,153
2. Hubungan kejadian RDN dengan jenis persalinanKejadian
RDNJenis persalinan Jumlah
SPT SCRDN 25 15 40
Tidak RDN 66 124 190Jumlah 91 139 230
E hitung adalah:
Ea =( )( )
Eb =( )( )
Ec=( )( )
Ed =( )( )
Maka E hitung :
Ea =( )( )
= = = 15,83
Eb =( )( )
= = = 24,17
Ec =( )( )
= = = 75,17
Ed =( )( )
= = = 114,83
X2= ∑ ( ) = ( ) + ( ) + ( ) + ( )=( , ) + ( , ) + ( , ) + ( , )
=( , ) + ( , ) + ( , ) + ( , )
= 3,36+ 0,04+1,27+ 0,68
= 5,35
3. Hubungan kejadian RDN dengan Berat Badan LahirKejadian
RDNBerat badan lahir Jumlah
BBLR Tidak BBLRRDN 8 32 40
Tidak RDN 30 160 190Jumlah 38 192 230
E hitung adalah:
Ea =( )( )
Eb =( )( )
Ec=( )( )
Ed =( )( )
Maka E hitung :
Ea =( )( )
= = = 6,61
Eb =( )( )
= = = 33,39
Ec =( )( )
= = = 31,39
Ed =( )( )
= = = 158,61
X2= ∑ ( ) = ( ) + ( ) + ( ) + ( )=( , ) + ( , ) + ( , ) + ( , )
=( , ) + ( , ) + ( , ) + ( , )
= 0,24+ 0,06+0,06+ 0,01
= 0,37
4. Hubungan kejadian RDN dengan AsfiksiaKejadian
RDNAsfiksia Jumlah
Asfiksia Tidak asfiksiaRDN 9 31 40
Tidak RDN 24 166 190Jumlah 33 197 230
E hitung adalah:
Ea =( )( )
Eb =( )( )
Ec=( )( )
Ed =( )( )
Maka E hitung :
Ea =( )( )
= = = 5,56
Eb =( )( )
= = = 34,43
Ec =( )( )
= = = 26,43
Ed =( )( )
= = = 163,56
X2= ∑ ( ) = ( ) + ( ) + ( ) + ( )=( , ) + ( , ) + ( , ) + ( , )
=( , ) + ( , ) + ( , ) + ( , )
= 1,31+ 0,38+0,51+ 0,07
= 2,27
5. Hubungan kejadian RDN dengan jenis kelaminKejadian
RDNJenis kelamin Jumlah
Berisiko Tidak berisikoRDN 24 16 40
Tidak RDN 76 114 190Jumlah 100 130 230
E hitung adalah:
Ea =( )( )
Eb =( )( )
Ec=( )( )
Ed =( )( )
Maka E hitung :
Ea =( )( )
= = = 17,39
Eb =( )( )
= = = 22,61
Ec =( )( )
= = = 82,61
Ed =( )( )
= = = 107,39
X2= ∑ ( ) = ( ) + ( ) + ( ) + ( )=( , ) + ( , ) + ( , ) + ( , )
=( , ) + ( , ) + ( , ) + ( , )
= 1,82+ 2,73+0,57+0,38
= 5,5
Lampiran 4.Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Kejadian RDN * Usia gestasi 230 100,0% 0 0,0% 230 100,0%
Kejadian RDN * Jenis
Persalinan
230 100,0% 0 0,0% 230 100,0%
Kejadian RDN * Berat badan
Lahir
230 100,0% 0 0,0% 230 100,0%
Kejadian RDN * Asfiksia 230 100,0% 0 0,0% 230 100,0%
Kejadian RDN * Jenis kelamin 230 100,0% 0 0,0% 230 100,0%
Kejadian RDN * Usia gestasi
Crosstab
Count
Usia gestasi Total
BCB BKB
Kejadian RDNRDN 35 5 40
Tidak RDN 162 28 190
Total 197 33 230
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square ,154a 1 ,714
Continuity Correctionb ,014 1 ,906
Likelihood Ratio ,139 1 ,710
Fisher's Exact Test ,809 ,468
Linear-by-Linear Association ,153 1 ,714
N of Valid Cases 230
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,74.
b. Computed only for a 2x2 table
Kejadian RDN * Jenis Persalinan
Crosstab
Count
Jenis Persalinan Total
SC SPT
Kejadian RDNRDN 15 25 40
Tidak RDN 124 66 190
Total 139 91 230
Chi-Square Tests
Value Df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 5,348a 1 ,001
Continuity Correctionb 6,522 1 ,002
Likelihood Ratio 8,426 1 ,001
Fisher's Exact Test ,001 ,001
Linear-by-Linear Association 5,351 1 ,001
N of Valid Cases 230
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15,83.
b. Computed only for a 2x2 table
Kejadian RDN * Berat badan Lahir
Crosstab
Count
Berat badan Lahir Total
BBLR Tidak BBLR
Kejadian RDNRDN 8 32 40
Tidak RDN 30 160 190
Total 38 192 230
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square ,375a 1 ,515
Continuity Correctionb ,474 1 ,676
Likelihood Ratio ,408 1 ,523
Fisher's Exact Test ,490 ,328
Linear-by-Linear Association ,371 1 ,515
N of Valid Cases 230
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,61.
b. Computed only for a 2x2 table
Kejadian RDN * Asfiksia
Crosstab
Count
Asfiksia Total
Asfiksia Tidak asfiksia
Kejadian RDNRDN 9 31 40
Tidak RDN 24 166 190
Total 33 197 230
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 2,271a 1 ,084
Continuity Correctionb 2,176 1 ,140
Likelihood Ratio 2,676 1 ,102
Fisher's Exact Test ,127 ,075
Linear-by-Linear Association 2,271 1 ,085
N of Valid Cases 230
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,57.
b. Computed only for a 2x2 table
Kejadian RDN * Jenis kelamin
Crosstab
Count
Jenis kelamin Total
Beresiko Tidak beresiko
Kejadian RDNRDN 24 16 40
Tidak RDN 76 114 190
Total 100 130 230
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 5,507a 1 ,028
Continuity Correctionb 4,069 1 ,044
Likelihood Ratio 4,783 1 ,029
Fisher's Exact Test ,035 ,022
Linear-by-Linear Association 5,512 1 ,029
N of Valid Cases 230
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17,74.
b. Computed only for a 2x2 table
Lampiran 1. Tabel Nilai – Nilai Chi Kuadrat