Transcript
Page 1: Keracunan CO Referat Anestesia

BAB I

PENDAHULUAN

A. Pendahuluan

Karbon monoksida (CO) adalah racun yang tertua dalam sejarah manusia. Efek

mematikan dari gas CO sudah diketahui sejak terdahulu di masa Yunani dan Roma,

saat gas ini digunakan untuk eksekusi. Claude Bernard pada tahun 1857 menemukan

efek racun karbon monoksida yang disebabkan oleh karena pelepasan ikatan oksigen

dari hemoglobin menjadi bentuk carboxyhaemoglobin. Warberg pada tahun 1926

memakai kultur jamur yeast untuk menunjukan asupan oksogen yang dihambat oleh

paparan karbon monoksida dalam jumlah yang besar. Di Amerika Serikat terdapat

50.000 kunjungan ke instalasi gawat darurat terkait 600 kematian kaibat keracunan

karbon monoksida. Karbon monoksida adalah gas yang tidak berwarna, tidak berbau

yang dihasilkan dari proses pembakaran yang tidak sempurna dari material berbahan

dasar karbon misalnya kayu, batu bara, bahan bakar minyak. Setiap korban kebakaran

api harus dicurigai adanya intoksikasi gas CO. Sekitar 50% kematian akibat luka bakar

berhubungan dengan trauma inhalasi dan hipoksia dini. Intoksikasi gas Co merupakan

akibat yang serius dari kasus inhalasi asap dan diperkirakan 80% penyebab kefatalan

disebabkan oleh trauma inhalasi. Setiap tahun di Inggris, terdapat 50 orang meninggal

dan 200 orang cedera parah akibat keracunan gas CO. Misdiagnosis tidak jarang terjadi

karena gejala yang tidak khas dan banyak manifestasi klinis yag timbul, sehingga

diperlukan ketelitian yang tinggi dalam menangani pasien intoksiakasi gas CO.

Banyak pembakaran yang menggunakan bahan bakar seperti alat pemanas dengan

menggunakan minyak tanah, gas, kayu dan arang yaitu kompor, pemanas air, alat

pembuangan hasil pembakaran dan lain-lainnya yang dapat menghasilkan karbon

monoksida. Pembuangan asap mobil mengandung 9% karbon monoksida. Pada daerah

yang macet tingkat bahayanya cukup tinggi terhadap kasus keracunan. Asap rokok juga

mengandung gas CO, pada orang dewasa yang tidak merokok biasanya terbentuk

karboksihaemoglobin tidak lebih dari 1% sedangkan pada perokok berat bisa lebih

tinggi yaitu 5-10%. Pada wanita hamil yang merokok, kemungkinan dapat

membahayakan janinnya. Karbo monoksida disebut juga sebagai “silent killer” karena

tidak berwarna, tidak berbau tidak merangsang selaput lendir. Campuran 1 volume CO

dengan 0,5 volume O2 atau campuran 1 volume CO dan 2,5 volume udara dan bertemu

1

Page 2: Keracunan CO Referat Anestesia

api akan meledak. CO dapat bersenyawa dengan logam atau non logam, misalnya

klorin akan terbentuk karbonil klorida (COCI) yaitu fosfogen, gas beracun yang pernah

dipakai dalam peperangan.

2

Page 3: Keracunan CO Referat Anestesia

BAB II

TINJUAN PUSTAKA

A. Definisi dan Etiologi

Karbon monoksida adalah gas yang tidak berwarna, tidak berbau, dan berasa. Gas

ini terdiri dari atom karbon yang secara kovalen berikatan dengan satu atom oksigen.

Dalam ikatan ini,terdapat dua ikatan kovalen berkordinasi antara atom karbon dan

oksigen. Gas ini dihasilkan dari pembakaran tidak smpurna dari senyawa karbon, sering

terjadu pada mesin pembakaran. Karbon monoksida muda terbakar dan menghasilkan

lidah api berwarna biru menghasilkan karbon dioksida. Walaupun gas CO bersifat

racun, namun CO memainkan peran penting dalam dunia teknologi yaitu dapat

digunakan sebagai prekursor banyak senyawa karbon.

Sumber karbon monoksida diproduksi di alam dari sumber alami misalnya gunung

berapi, kabakaran hutan, sumber endogen berupa penghancuran haemoglobin dalam

badan yang menghasilkan CO ±0,4 ml per jam, yang menyebabkan darah akan

mempunyai kadar normal CO 0,5-0,8%. Sumber CO terbesar dalam alam ini berasal

dari man made CO yaitu dari proses teknologi. Tiap tahun manusia akan menghasilkan

kira-kira 250 ton man made CO sebagai hasil pembakaran tidak sempurna dari bahan-

bahan organik seperti minyak bumi, kayu, gas alam maupun buatan, bahan peledak dan

batu bara.

Efek toksis dari karbon monoksida disebabkan oleh pengikatan haemoglobin, dam

membentuk kompleks karboksihaemoglobin. Dalam bentuk baru ini, haemnoglobin

tidak dapat lagi melakukan fungsinya yaitu transportasi oksigen ke jaringan-jaringan

tubuh. Haemoglobin dapat mengikat molekul CO sama banyak seperti molekul

oksigen. Kedua gas ini diikat pada gugus yang sama dalam molekul haemoglobin.

Dengan cara yang sama, CO juga dapat bereaksi dengan myoglobin, cytochrome

oxidase serta cytochrome P-450. Kecepatan pengikatan CO oleh haemoglobin adalah

1/10 x kecepatan oksigen, kecepatan dissosiasinya adalh 1/2100 x kecepatan oksigen.

Oleh karena itu afinitas haemoglobin terhadapat CO lebih besar dapa pada terhadap

oksigen, yaitu 1/10 x 2100 = 210 x afinitas oksigen. Bila seseorang menghirup gas CO,

maka dengan cepat gas CO akan pindah dari plasma ke sel-sel darah merah untuk

bergabung dengan haemoglobin. Pembentuk COHb yang cepat dan terus menerus ini,

menyebabkan PCO plasma tetap rendah sehingga CO dari alveolus selalu mengalir

3

Page 4: Keracunan CO Referat Anestesia

dengan capat kedalam darah di paru-paru. Seperti halnya dengan HBO2, COHb ini

selalu berada di dissosiasi sebagai berikut :

HbCO + O2 HbO2 + CO

Jika expose CO ini terhenti maka COHn akan diuraikan menjadi HbO2 dan CO

selanjutnya akan larut dalam plasma dan dikeluarkan melalui paru-paru. Reaksi toksi

yang timbul setelah penghirupan CO pada dasarnya disebabkan oleh hipoksia jaringan

karena darah tidak cukup mengandung O2.

Penyebab keracunan CO dapat berasal dari kerusakan gas pemanas air, gas

perapian, tungku atau cerobong asap yang tersumbat, ventilasi yang buruk pada

penggunaan gas pemanas, pembakaran batu bara atau kayu, emisi mobil; mesin yang

meyala dalam ruangan yang tertutup.

B. Epidemiologi

Gas CO merupakan penyebab utama dari kematian akibat keracunan di Amerika

Serikat dan lebih dari separu penyebab keracunan fatas lainnya di seluruh dunia.

Terhitung 40.000 kunjungan pasien pertahun di unit gawat darurat di Amerika

berhubungan dengan kasus intoksikasi gas CO dengan angka kematian 500-600

pertahun yang terjadi sekitar tahun 1990an. Di salah satu RS di Singapura pernah

dilaporkan 12 kasus intoksikasi gas CO dalam 4 tahun (1999-2003). Di Indonesia

belum ada data berupa kasus keracunan gas CO yang dilaporkan.

Kelompok resiko tinggi pada kasus intoksikasi gas CO adalah pada kasus

kebakaran gedung pada petugas pemadam kebakaran, pengecat yang menggunakan cat

yang mengandung metilim klorida karena asapnya mudah diserap ke paru-paru dan

masuk ke peredaran darah, perokok, sertai bayi atau anak-anak yang mengalami

masalah kardiovaskuler.

C. Struktur kimia, Farmakokinetik, dan Patofisiologi

CO hanya diserap melalui paru dan sebagian besar diikat oleh heamoglobin secara

reversibel dan membentuk carboksihaemoglobin. Selebihnya mengikat diri dengan

mioglobin dan beberapa protein heme ekstravaskuler lain. Ikatan CO dan haemoglobin

tidak tetap atau reversibel dikarenakan setelah CO dilepaskan oleh Hb, sel darah tidak

mengalami kerusakan. Batas pemaparan CO menurut Occupational Safety and Healt

Administration adalah 35 ppm untuk waktu 8 jam/hari kerja. Kadar CO yang dianggap

berbahaya bagi kehidupan dan kesehatan adalah 1500 ppm. Paparan CO 1000 ppm

4

Page 5: Keracunan CO Referat Anestesia

selama beberapa menit dapat menyebabkan 50% kejenuhan dari karboksihaemoglobin

dan dapat berakibat fatal.

Absorbsi atau eksresi CO ditentukan oleh kadar CO dalam udara lingkungan

(ambien air), kadar CO sebelum pemaparan (kadar COHb inisial), lamanya pemaparan

dan ventilasi paru.

Bila orang yang telah mengabsorbsi CO dipindahkan ke udara bersih dan berada

dalam keadaan istirahat, maka kadar COHb semula akan berkuran 50% dalam waktu 4-

5 jam. Dalam waktu 6-8 jam darahnya tidak mengandung COHb lagi. Inhalasi COHb

akan berkurang 8-10% setiap jamnya. Hal ini penting untuk dapat mengerti mengapa

kadar COHb dalam darah korban rendah atau negatif pada saat diperiksa sedangkan

pasien menunjukan gejala atau kelainan histopatoogis yang lazim ditemukan pada

keracunan CO akut.

CO bereaksi dengan Fe dari porfirin dan karena itu CO bersaing dengan O2 dalam

mengikat protein heme yaitu heameoglobin, mioglobin, sitokrom oksidase (sitokrom

a,a3) dan sitokrom P-450, peroksidase dan katalase. Yang terpenting adalah pengikatan

CO dengan Hb dan sitokrom a3. Dengan diikatnya Hb dan CO menjadi COHb,

mengakibatkan Hb menjadi inaktif sehingga darah berkurang kemampuannya untuk

mengangkut O2. Selain itu, COHb dalam darah akan mengjambat disosiasi Oxi-Hb.

Dengan demikian akan mengalami hipoksia. Reaksi CO dengan sitiokrom a3 yang

merupakan link yang penting dalam sistim enzim pernapasan sel yang terdapat pada

mitokondria akan menghambar pernapasan sel dan mengakibatkan hipoksia jaringan.

Hipoksia jaringan inni akan mempresipitasi sel endothelial dan platelet untuk

melepaskan nitrit oxide yang kemudian membentuk radikal bebas peroxynitrate. Lebih

jauh pada otak, kejadian ini menyebabkan gangguan mitokondria, kebocoran kapiler,

apoptosis. Perubahan paling sering pada fase pemulihan (reperfusi) saat peroksidase

lipid (degenerasi unsaturated fatty acids) terjadi. Kejadian ini kemudian menyebabkan

demielinisasi reversibel pada otak. Perubahan ini dapat dilihat dengan menggunakan

MRI. Karbon monoksida memiliki predileksi untuk membentuk daerah “batas

pemisah” pada otak saat disana terjadi kekurangan suplai darah. Ganglia basalis adalah

bagian yang paili sering terkana karena konsumsi oksigennya yang sangat tinggi.

Daerah lain yang bisa terkena efek gas CO adalah bagian putih dari otak, hipokampus,

dan serebelum.

Konsentrasi CO di udara dan lamanya pemaparan CO menentukan kecepatan

timbulnya gejala dan atau bahkan kematian. 50 ppm adalah TLV (Treshold Limit

5

Page 6: Keracunan CO Referat Anestesia

Value) gas CO yaitu konsentrasi CO dalam udara lingkungan yang dianggap aman pada

inhalasi selama 8 jam setiap hari dan 5 hari setip minggu untuk jumlah tahun yang

terbatas. Pada pemaparan CO 220 ppm, inhalasi 1-3 jam akan mengakibatkan kadar

COHb mencapai 15-20% saturasi dan gejala keracunan CO mulai timbul. Pada

pemaparan CO 1000 ppm, inhalasi 3 jam akan menyebabkan kematian, sedangkan pada

3000 ppm inhalasi selama 2 jam sudah menyebabkan kematian. Pada pemaparan CO

10.000 ppm inhalasi 15 menit dapat menyebabkan kehilangan kesadaran denganCOHb

50% saturasi, sedangkan inhalasi 20 menit menyebabkan kematian dengan COHb 80%

saturasi.

Rumus Handerson dan Haggard berlaku bagi orang dalam keadaan istirahat.

Konsentrasi CO dalam udara dinyatakan dalam ppm dan lama inhalasi dalam jam. Bila

hasil perkalian (Waktu) dan (Konsentrasi) = 300, tidak ada gejala yang muncul. Bila

hasil perkalian adalah 900, telah timbul gejala sakit kepala, rasa lelah dan mual,

sedangkan bila hasil mencapai 1500 menandakan bahaya dan berakibat fatal.

Selain konsentrasi CO dalam udara, lamanya inhalasi, ventilasi paru dan kadar

COHb sebelum terkena CO, terdapat faktor lain yang mendukung atau mempengaruhi

toksisitas CO yakni aktifitas fisik, penyakit yang menyebabkan gangguan oksigenasi

jaringan seperti atherosklerosis pembuluh darah otak dan jantung, emfisema paru, asma

bronkial, TB paru, dan penyakit hipermetabolik. Saat konsentrasi CO meningkat

dengan signifikan, akan terjadi penigkatan ventilasi juga akan menyebabkan

peningkatan pengikatan CO. Pada kasus ini, mekanisme kontrol pusat pernapasan

berusaha meningkatan PaO2 sebagai respon untuk menyebabkan lingkaran setan yang

meningkatkan respirasi yang mengakibatkan ambilan CO menjadi lebih besar. Kondisi

ini kemudian menyebabkan hipoksia yang lebih parah.

Ada 3 mekanisme yang menyebabkan cedera pada trauma inhalasi, yaitu keusakan

jaringan karena suhu yang sangat tinggi, iritasi paru-paru dan asfiksia. Hipoksia

jaringan terjadi karena sebab sekunder. Proses pembakaran menyerap banyak oksigen,

dimana didalam ruangan sempit seseorang akan menghirup udara dengan konsentrasi

O2 yang rendah sekitar 10-13%. Penurunan fraksi osigen yang diinspirasi (FiO2) akan

menyebabkan hipoksia. Keracunan CO dapat menyebabkan turunnya kapasitas

transportasi oksigen dalam darah oleh haemoglobin dan penggunaan oksigen tingkat

seluler. Hipoksia memanjang akibat peningkatan kadar CO dapat mengakibatkan

aritmia atau gagal jantung dan berbagai macam sekuel neurologis.

6

Page 7: Keracunan CO Referat Anestesia

Efek toksisitas utama adalah hasil dari hipoksia seluler yang disebabkan oleh

gangguan transportasi oksigen. CO mengikat haemoglobin secara reversibel yang

menyebabkan anemia relatif karena CO mengikat haemoglobin 230-270 kali lebih kuat

dari pada oksigen. Peningkatan konsentrasi CO menyebabkan oksigen tidak memiliki

tempat di haemoglobin kemudian membuat kurva disosiasi oksihemohlobin bergeser ke

kiri mengasilkan penurunan PaO2 disetiap level kadar saturasi haemoglobin dan ini

kemudian menyebabkan penurunan oksigen yang diantar ke jaringan.

Ikatan antara CO dengan haemoglobin membuat perubhan alosterik pada kompleks

oksihemoglobin dan menggeser kurva disosiasi oksigen ke kiri. Pergeseran ini

menyebabkan peningkatan afinitas hemoglobin terhadap setiap oksigen yang terikat

yang kemudian menyebabkan penurunan desaturasi hemoglobin dan pelepasan oksigen

di perifer. Karena itu, hipoksia jaringan akibat keracunan CO lebih besar daripada yang

diharapkan pada penurunan PaO2 sederhana. Selain haemoglobin, protein yang

mengandung heme lainnya juga terpengaruh oleh CO. Terletak pada jaringan

ekstravaskuler, protein ini mengandung sekitar 10%-15% dari total CO yang terdapat

di dalam tubuh. Di dalamnya termasuk adalah sitokrom oksidase dan mioglobin.

Penghambatan respirasi seluler akibat pengikatan CO dengan sitokrom oksidase

dianggap memainkan peran penting terhadap kerusakan jaringan. Ikatan CO terhadap

mioglobin tidak diragukan lagi menyebabkan penurunan persediaan oksigen di otot.

Pada miokardium, ini dapat menjadi bencana besar yang kemudian dapat berubah

menjadi aritmia dan gagal jantung. Lebih jauh lagi, iskemik cerebral yang diakibatkan

7

Page 8: Keracunan CO Referat Anestesia

oleh penurunan fungsi jantung mungkin menjadi penyebab beberapa sekuel neurologiv

dari intoksikasi CO.

CO mengikat myoglobin jantung lebih kuat daropada mengikat haemoglobin yang

menyebabkan depresi miokard dan hipotensi yang menyebabkan hipoksia ringan.

Keadaan klinis sering tidak sesuai dengan kadar COHb yang menyebabkan kegagalan

respirasi di tingkat seluler. CO mengikat sitokrom c dan P450 yang mempunyai daya

ikat lebih lemah dari oksigen yang diduga menyebabkan defisit neuropsikiatri.

Beberapa penelitain mengindikasikan bila CO dapat menyebabkan peroksidasi lipid

otak dan perubahan inflamasi di otak yang dimediasi oleh leukosit. Proses tersebut

dapat dihambat dengan terapi hiperbarik oksigen. Pada intoksikasi berat, pasien

menunjukan gangguan sistem saraf pusat termasuk demyelisasi substansia alba. Hal ini

menyebabkan edema dan nekrosis fokal. Penelitian terakhir menunjukan bahwa adanya

pelepasan radikal bebas nitric oxide dari platelet dan lapisan endothelium vaskuler pada

keadaan keracunan CO pada konsentrasi 100 ppm yang dapat menyebabkan

vasodilatasi dan edema cerebri. CO di eleminasi di paru-paru. Waktu paruh dari CO

pada temperatur ruangan adalah 3-4 jam. Oksigen 100% menurunkan waktu menjadi

30-90 menit, sedangkan dengan hiperbarik oksigen pada tekanan 2,5 atm dengan

oksigen 100% dapat menurunkan waktu paruh sampai 15-23 menit.

8

Page 9: Keracunan CO Referat Anestesia

9

Page 10: Keracunan CO Referat Anestesia

D. Manifestasi klinis dan Diagnosis

Presentasi klinis dari keracunan CO akut sangat bervariasi dapat ringan, sedang

dan berat tetapi secara umum, keparahan dari gejala yang muncul berkorelasi dengan

level COHb. Walaupun begitu, dalam mendiagnosis agaklah sulit dikarenakan tidak ada

gejala yang spesifik. Pada kasus keracunan kronik biasanya berbahaya dan seringkali

salah diagnosis dengan flu, depresi, keracunan makanan, atau gastroenteritis pada anak.

Oleh sebab itu, perhatian khusus terhadap riwayat pasien sangatlah penting. Jikat tidak

diketahui riwayat paparan, maka perlu mengenali gejala keracunan pada seluruh sistem

tubuh.

10

Page 11: Keracunan CO Referat Anestesia

Fakta yang paling sering terekspose dimana terdapat kasus banyak orang uang

memiliki gejala dan paparan lingkungan yang sama. Yang lainnya menyatakan bahwa

kejadian sakitnya hewan peliharaan terjadi bersamaan atau mendahului kejadian sakit

pemiliknya. Banyak kasus keracunan CO terkait dengan pekerjaan.

Efek yang paling seringd ari keracunan CO adalah hipoksia jaringan. Efek ini akan

lebih signifikan pada daerah dengan aliran darah dan penggunaan oksigen yang banyak.

Atas alasan ini, tidak terlalu mengejutkan manifestasi pada sistem saraf dan

kardiovaskular menjadi gejala yang biasa muncul karena saraf, jantung dan pembuluh

darah adalah jaringan yang memiliki resiko terbesar pada kasus intoksikasi CO.

11

Page 12: Keracunan CO Referat Anestesia

Gejala yang bisa muncul adalah kelelahan, sakit kepala, pusingm kesulitan

berpikir, mual, dispneu, dan lemah. Diare, nyeri perut, gangguan penglihatan, dan

nyeri dada lebih jarang di temukan. Dari gejala-gejala ini, kita dapat melihat kenapa

diagnosis influenza karena virus sering ditegakan. Perlu diketahui bahwa kejadian

keracunan CO cenderung meningkat saat bulan-bulan musim dingin dikarenakan

penggunaan pemanas ruangan.

Kesalahan diagnosis sering terjadi karena beragam keluhan dan gejala pada pasien

dimana gelaja yang muncul mirip dengan gejala pada penyakit lain. Pada anamnesa

spesifik didapatkan riwayat pemaparan CO. Gejala-gejala yang sering muncul sering

tidak sesuai dengan kadar HbCO dalam darah. Penderita trauma inhalasi atau penderita

luka bakar harus dicurigai kemungkinan pemaparan gas CO. Pada pemeriksaan tanda

vitalo akan ditemukan takikardi, hipertensi atau hipotensi, hipertemia, takipnea. Pada

kulit biasanya didapatkan warna kulit yang merah seperti buah cherry, bisa juga

didapatkan lesi kulit berupa eritema dan bula.

Gejala keracunan CO berkaitan dengan kadar COHb di dalam darah.

12

Page 13: Keracunan CO Referat Anestesia

Pada pemeriksaan fisik seperti gejala dapat membantu menegakan diagnosis.

Takikardi dan takipneu bisa muncul sebagai cara sistem respirasi dan kardiovaskuler

untuk mengkompensasi penurunan pengangkutan oksigen ke perifer. Hipertensi ringan

dapat muncul pada beberapa pasien, sedangkan pada pasien yang lain dapat muncul

hipotensi akibat hipoksia miokardium. Pada manusia yang sehat, peningkatan aliran

darah akibat kompensasi dilatasi arteri koroner cukup untuk memenuhi kebutuhan

jantung. Pada pasien aterosklerosis mungkin tidak bisa memenuhi kebutuhan jantung.

Edema pulmoner juga dapar muncul pada pasien dengan keracunan CO.

Penemuan neurologis yang bisa ditemukan adalah sakit kepala, mual, muntah,

pusing, letargi dan kelemahan. Pada bayi, mungkin muncul iritabilitas dan tidak mau

makan, pingsan dan kejang. Pada kasus akut, abnormalitas yang biasa muncul adalah

coghweel rigidity, opitotonus, dan flasiditas atau spastisitas.

Selain itu bisa juga didapatkan kelainan pada audiovestibuler. Tinnitus dan tuli

sensorineural dapat ditemukan. Nistagmus dan ataksia juga dapat muncul. Pada kasus

keracunan yang ekstrim dapat menyebabkan edema cerebri. CT scan dan MRI

menunjukan bagian putih lebih sensitif terhadap hipoksia serebral pada keracunan CO,

meskipun bagian abu-abu memiliki metabolisme oksigen yang lebih besar, bagian putih

memiliki limit toleransi suplai vaskuler yang terbatas akibat penurunan tekanan oksigen

dan ini meningkatkan kerentanan akan kerusakan selama terjadi hipoksia jaringan.

Sekuel yang terlambat, muncul pada 45% pasien yang muncul secara perlahan dari tiga

hari sampai tiga minggu setelah paparan awal dan terapi keracunan akut. Pembentukan

sekuel yang terlambat dapat diprediksikan dengan munculnya perubahan neurologis

yang dilihat dengan CT scan dalam waktu 24 jam setelah pemaparan, hasilnya berupa

gangguan neurologis berupa deteriorasi intelektual, gangguan memori, dan perubahan

kepribadian dengan manifestasi berupa peningkatan iritabilitas, agresivitas dan

kekerasan. Kejadian sekuel yang terlamabt ini, bias terjadi pada pasien dengan

penurunan level kesadaran saat pemaparan. Jika diberikan terapi yang tepat, saat terapi

awal, banyak sekuel ini dapat dicegah.

Warna merah (cherry red) pada kulit menjadi tanda spesifik pada keracunan CO,

tetapi jarang ditemukan. Perdarahan retina juga jarang ditemui namun dapat dipakai

untuk menegakan diagnosis. Penemuan tanda inhalasi asap seperti rambut hidung yang

terbakar, mucus yang hangus atau trauma pada mukosa hidung dapat menjadi perhatian

karena jika tanda ini ditemukan, kemungkinan pasien menderita keracunan CO yang

berat.

13

Page 14: Keracunan CO Referat Anestesia

Pada korban koma dapat ditemukan sianosis dan pucar, pernapasan cepat, mungkin

pernapasan cheyne-stokes menjelang kematian pernapasan menjadi lambat. Nadi cepat

dan lemah, tekanan darah rendah, pupil melebar, dan reaksi cahaya menghilang, suhu

badan dibawah normal, tetapi pada keadaan terminal mungkin bisa terjadi hipertermia.

Pada elektrokardiogram (EKG) mungkin ditemukan gelombang T mendatar atau

negatif, tanda insufisiensi koroner, ekstrasistole, dan fibrilasi atrium. Pada pemeriksaan

laboratorium mungkin ditemukan leukositosis, hiperglikemia dengan glukosuria,

albuminuria, dan peninggian SGOT, MDH, dan SDH serum.perubahan kadar

gammaglobulin juga pernah dilaporkan. Peningkatan kratin fosfokinase mengikuti

nekrosis otot. Hipoksemia jaringan menyebabkan asidemia laktat. Keracunan kronik

pada ibu hamil dapat menyebabkan retardasi pertumbuhan, fetal distress, dan kematian.

Bila bisa bertahan, mungkin dapat terjadi gangguan pada perkembangan dan kerusakan

otak.

Keracunan kronik dalam arti penimbunan CO didalam tubuh tidak terjadi, akan

tetapi pemaparan CO berulang-ulang yang menyebabkan hipoksia berulang-ulang pada

susunan saraf pusat akan menyebabkan kerusakan yang berangsur-angsur bertambah

berat. Gejala yang mungkin ditemukan adalah anastesia pada jari-jari tangan, daya ingat

berkurang, romberg sign, dan gangguan mental. Diagnosis kematian akibat keracunan

gas CO ditegakan dengan gambaran klinik saat korban baru di rawan dan dari

anamnesis ditanyakan riwayat pemaparan CO.

E. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium

Analisis kadar HbCO membutuhkan alat ukur spectrophotometric yang khusus.

Kadar HbCO yang meningkat menjadi signifikan terhadap paparan gas tersebut

sedangkan kadar yang rendah belum tentu dapat menyingkirkan kemungkinan terpapar,

khususnya bila pasien telah mendapat terapi oksigen 100% sebelumnya atau jarak

pemaparan dengan pemeriksaan terlalu lama. Pada beberapa perokok, terjadi

penigkatan ringan kadar CO sampai 10%. Pemeriksaan gas darah arteri juga diperlukan.

Tingkat tekanan oksigen arteri (PaO2) harus tetap normal. Walaupun begitu, PaO2 tidak

akurat menggambarkan derajat keracunan CO atau terjadinya hipoksia seluler. Saturasi

oksigen hanya akurat bila diperiksa langsung, tidak melalui PaO2 yang sering dilakukan

dengan analisa gas darah. PaO2 menggambarkan oksigen terlarut dalam darah yang

tidak terganggu oleh haemoglobin yang mengikat CO.

14

Page 15: Keracunan CO Referat Anestesia

Untuk penentuan COHb kualitatif dapat digunakan uji dilusi alkali. Selain itu juga

dapat digunakan uji formalin yakni darah yang akan diperiksa di tambahkan larutan

formalin 40% sama banyaknya. Bila darah mengandung COHb sebanya 25% saturasi

maka akan terbentuk koagulat berwarna merah yang mengendap pada dasar tabung

reaksi. Semakin tinggi kadar COHb, semakin merah warna kaogulatnya, sedangkan

pada darah normal akan terbentuk koagulat warna cokelat. Cara spektrofotometrik

adalah cara terbaik untuk melakukan analisis CO atas darah segar korban keracunan

CO yang masih hidup, karena hanya dengan cara ini dapat ditemukan rasio COHb :

OxiHb.

2. Pemeriksaan pencitraan

X-Foto thorax. Pemeriksaan X-foto thorax perlu dilakukan pada kasus keracunan

gas dan saat terapi oksigen hiperbarik diperlukan. Hasil pemeriksaan xfoto thorax

biasanya dalam batas normal. Adanya gambaran ground-glass appearance, perkabutan

parahiler, dan intra alveolar edema menunjukan prognosis yang jelek.

CT-Scan. CT-scan kepala perlu dilakukan pada kasus keracunan berat CO atau bila

terdapat perubahan status mental yang tidak pulih dengan cepat. Edema serebri dan lesi

fokal dengan densisitas rendah pada basal ganglia bisa didapatkan dan halo tersebut

dapat memprediksi adanya komplikasi neurologis. Pemeriksaan MRI lebih akurat

dibandingkan dengan CT scan untuk mendeteksi lesi fokal dan demyelinasi substansia

alba dan MRI sering digunakan untuk follow up pasien. Pemeriksaan CT scan serial

diperlukan jika terjadi gangguan status mental yang menetap.

3. Pemeriksaan lainnya

Elektrokardogram (EKG). Sinus takikardi adalah kettidak normalan yang sering

didapatkan. Adanya aritmia mungkin dapat disebabkan oleh hipoksia iskemia atau

infark. Bahkan pasien dengan kadar COHb rendah dapat menyebabkan kerusakan yang

serius pada pasien yang menderita penyakit kardiovaskular.

Pulse Oximetry. Cutaneus pulse tidak akurat dalam mengukur saturasi hemoglobis

yang dapat naik secara semu karena CO yang mengikat haemoglobin. Cooximetry

(darah arteri) menggunakan tehnik refraksi 4 panjang gelombang dapat secara akurat

mengukur kadar HbCO.

F. Komplikasi

Keracunan ringan dari CO dapat meninggalkan sisa nyeri di kepala pada korban

yang telah disembuhkan. Ini tidak perlu mendapatkan pengobatan khusus karena akan

hilang dengan sendirinya. Hal ini berbeda pada orang yang keracunan karbon

15

Page 16: Keracunan CO Referat Anestesia

monoksida yang sempat mengalami koma, bila kemudian sembuh mungkin penderita

akan menderita gejala sisa akibat kerusakan yang terjadi pada sel-sel susunan saraf

pusat, yang dapat berupa gejala disorientasi, amnesia retrograde, parkinsomnisme, atau

sindroma post ensefalitis.

G. Penanganan dan Terapi

Penanganan pada kasus keracunan karbon monoksida diarahkan kepada perbaikan

hipoksia jaringan dan menghilangkan karbon monoksida dari tubuh. Pemberian oksigen

100% oksigen normobarik direkomendasikan pada banyak kasus, sedangkan terapi

oksihen hiperbarik digunakan pada keracunan yang parah

1. Perawatan sebelum tiba di Rumah Sakit

Memindahkan pasien dari paparan gas CO dan memberikan terapi oksigen dengan

masker nonrebreathing adalah hal yang pentimg. Intubasi diperlukan pada pasien

dengan penurunan kesadaran dan untuk proteksi jalan nafas. Kecurigaan terhadap

peningkatan kadar COHb diperlukan pada semua pasien korban kebakaran dan inhalasi

asap. Pemeriksaan dini darah dapat memberikan kolerasi yang lebih akurat anrtara

kadar COHb dan status klinis pasien. Walaupun begitu jangan tunda pemberian oksigen

untuk melakukan tindakan tersebut. Jika mungkin perkirakan berapa lama pasien

mengalami paparan CO. Keracunan CO tidak hanya menjadi penyebab tersering

kematian pada pasien sebelum sampai di rumah sakit juga dapat menjadi penyebab

utama kecacatan.

2. Perawatan saat di unit gawat darurat

Target terapi pada keracunan CO adalah mereduksi kadar COHb di dalam darah ke

level dasar dengan pemeberian oksigen dengan konsentrasi tinggi membantu setiap

sistem yang terpengaruh akibat hipoksia. Pemberian oksigen 100% dilanjutkan sampai

pasien tidak menunjukan gejala dan tanda keracunan dan kadar COHb turun dibawah

10%. Pada pasien yang mengalami gangguan jantung dan paru sebaiknya kadar COHb

dibawah 2%. Lama durasi pemberian oksigen berdasarkan waktu paruh COHb dengan

pemberian oksigen 100% adalah 30-90 menit. Pertimbangakan untuk segera merujuk

pasien ke unit terapi oksigen hiperbarik, jika kadara COHb diatas 40% atau adanya

ganggaun kardiovaskuler dan neurologis. Apabila pasien tidak membaik dalam waktu 4

jam setelah pemberian oksigen dengan tekanan normobarik, sebaiknya dikirim ke unit

hiperbarik. Edema serebri memerlukan monitoring tekanan intra cranial dan tekanan

darah yang tepat. Elevasi kepala, pemberian manitol dan pemberian hiperventilasi

sampai kadar PCO2 mencapai 28-30 mmHg dapat dilakukan bila tidak tersedia alat dan

16

Page 17: Keracunan CO Referat Anestesia

tenaga unutk memonitor TIK. Pada umumnya asidosis akan membaik dengan

pemberian terapi oksigen.

3. Terapi oksigen hiperbarik

Terapi oksigen hiperbarik (HBO) masih menjadi kontroversi dalam

penatalaksanaan keracunan gas CO. Meningkatnya eliminasi COHb jelas terjadi, pada

beberapa penelitian terbukti dapat nmengurangi dan menunda defek neurologis, edema

serebri, perubahan patologis sistem saraf pusat. Secara teori HBO bermanfaat untuk

terapi keracunan CO karena oksigen bertekanan tinggi dapat mengurangi dengan cepat

kadar COHb dalam darah, meningkatkan transportasi oksigen intraseluler, mengurangi

aktifitas-daya adhesi neurofil dan dapat mengurangi peroksidase lipid.

Saat ini, indikasi absolut terapi oksigen hiperbarik untuk kasus keracunan gas CO

masih dalam kontroversi. Alasan utama memakai HBO adalah untuk mencegah defisit

neurologis yang tertunda. Suatu penelitian yang dilakukan yang dilakukan perkumpulan

HBO di Amerika menunjukan kriteria untuk HBO adalah pasien koma, riwayat

kehilangan kesadaran, gambaran iskemia pada EKG, defisit neurologis fokal, test

neuropsikiatri yang abnormal, kadar COHb diatas 40%, kehamilan dengan adar COHb

> 25% dan gejala yang menetap setelah pemberian oksigen normobarik.

17

Page 18: Keracunan CO Referat Anestesia

BAB III

PENUTUP

Karbon monoksida (CO) adalah gas yang yang tidak berbau, tidak berwarna dan tidak berasa

mudah terbakan dan sangat beracun. Gas karbon monoksida merupakan bahan yang umum

ditemui di industri. Gas ini merupakan hasil dari pembakaran yang tidak sempurna dari

kendaraan bermotor, alat pemanas, peralatan yang menggunakan bahan api berasaskan

karbon dan nyala api (seperti tungku kayu) asap dari kerta api, pembakaran gas, dan asap

tembakau. Namun sumber yang paling sering ditemui berupa residu pembakaran bensin.

Karbon monoksida di sebut sebagai “silent killer” karena tidak mengiritasi tetapi sangat

berbahaya. Karbon monoksida sendiri menjadi penyebab kematian terbanyak di Amerika

Serikat. Paparan sublethal sangat sulit dibedakan sehingga menyebabkan kesalahan dalam

diagnosis pada kasus keracunan CO yang akut. Gas CO meracuni manusia dengan berikatan

dengan haemoglobin yang kemudian menyebabkan hipoksia jaringan. Diagnosis keracunan

CO sangat sulit ditegakan akibat tanda dan gejala yang tidak spesifik. Keparahan gas CO

dapat dinilai dengan ditemukannya kadar CO dalam darah.

18

Page 19: Keracunan CO Referat Anestesia

DAFTAR PUSTAKA

1. Benneto,L., Powter, L., & Neil, S. (2008). Accidential carbon monoxide poisoning

precenting without a history of exposure : A case report. Journal od medical case

report, UK. Pg 1-4.

2. Handa,P. (2005). Carbon monoxide poisoning : A five-Year Review at Tan Tock

Seng Hospital, Singapore. Ann acad Med Singapore. Pg. 611-614.

3. Soekamto,T.H. Intoksikasi Karbon Monoksida. Departemen / SMF Ilmu Bedah

Plastik FK. Unair.

4. Lane, T., Williamson, W.J., & Brostoff, J. M. (2008). Carbon monoxide posoning in a

patien with carbon dioxide retention : A therapeutic challange. Cases Journal, UK.

Pg. 1-4

5. Hudgson, E. (2004). A Textbook of Modern Toxicology, Third Edition. New Jersey,

USA: Jhon Wiley & Sons, Inc Publication.

6. Weaver, L.K. (2009). Carbon Monoxide Poisoning. The New England Journal of

Medicine, UK. Pg.1217-25.

19


Top Related