Download - Kel 8 Emfisema Paru
KEPERAWATAN KLINIK IIB
MAKALAH
oleh :
Kelompok 8
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
i
ASUHAN KEPEAWATAN TERHADAP PASIEN EMFIISEMA PARU
MAKALAH
diajukan guna melengkapi tugas kelompok mata kuliah Keperawatan Klinik IIB
dengan dosen Iis Rahmawati S.Kp., M.Kes
oleh :
Kelompok 8
Ria Agustina NIM 132310101016
Indra Kurniawan NIM 132310101021
Windi Noviani NIM 132310101036
Siti Aisyah Dwi Asri NIM 132310101050
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
ii
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah Swt. atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan
Keperawatan terhadap Pasien Emfisema Paru” tepat pada waktunya. Makalah ini
disusun untuk melengkapi serta memenuhi tugas kelompok mata kuliah
Keperawatan Klinik IIB yang telah diberikan oleh dosen pengajar.
Penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan
hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa
teratasi. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah
ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha
Esa.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik
dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca
sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita
sekalian.
Jember, Oktober 2014
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i
PRAKATA ............................................................................................................ ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii
BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 2
1.3 Tujuan .................................................................................................. 2
1.4 Manfaat ................................................................................................ 2
BAB 2. TINJAUAN TEORI ................................................................................ 3
2.1 Pengertian............................................................................................. 3
2.2 Epidemiologi......................................................................................... 4
2.3 Etiologi.................................................................................................. 4
2.4 Tanda dan Gejala…………………………………………………….. .5
2.5 Patofisiologi.......................................................................................... 7
2.6 Komplikasi dan Prognosis.................................................................... 8
2.7 Pengobatan………………………………………………………….....8
2.8 Pencegeahan……………………………………………………….....10
2.9 Pemeriksaan Penunjang……………………………………………... 10
BAB 3. PATHWAY ........................................................................................... 12
BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN............................................................... 14
BAB 5. PENUTUP ............................................................................................. 29
5.1 Kesimpulan ........................................................................................ 29
5.2 Saran .................................................................................................. 29
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 30
1
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada era globalisasi ini, banyak sekali masalah kesehatan yang terjadi.
Masalah yang sering muncul diperkotaan adalah gangguan fungsi pernapasan.
Gangguan ini terjadi karena semakin banyaknya jumlah polusi yang ada di daerah
perkotaan. Namun, gangguan fungsi pernapasan yang sering terjadi tidak hanya di
dapatkan di daerah perkotaan saja, di daerah pedesaanpun juga terjadi. Semua
orang dapat mengalami gangguan pernapasan, baik dalam kalangan bawah
maupun kalangan atas. Salah satu masalah pernapasaan yang sering terjadi yaitu
emfisema paru. Emfisema merupakan suatu Penyakit Paru Obstruksi Kronik
(PPOK) akibat berkurangnya elastisitas paru dan luas permukaan alveolus.
Kerusakan dapat terbatas hanya dibagian sentral lobus, dimana dalam hal
ini yang paling terpengaruh adalah integritas dinding bronkhiolus, atau dapat
mengenai bagian paru secara keseluruhan, yang dapat menyebabkan
kerusakan bronkus dan alveolus.
Angka kesakitan penderita PPOK laki-laki mencapai 4%, angka kematian
mencapai 6% dan angka kesakitan wanita 2% angka kematian 4%, umur di atas
45 tahun. Polusi merupakan penyebab utama terjadinya emfisema. Penderita
emfisema mengalami kemajuan seiring dengan kemajuan teknologi. Tidak hanya
kemajuan teknologi yang dapat menyebabkan terjadinya emfisema, gaya hidup
juga dapat menyebabkan terjadinya emfisema seperti merokok. Asap rokok dapat
mengganggu fungsi dari silia. Selain itu faktor genetik dan infeksi juga berperan
sebagai pendukung terjadinya emfisema.
Dari penjelasan di atas, kami akan membahas lebih lanjut mengenai
emfisema paru yang merupakan salah satu bagian dari PPOK khususnya
mengenai asuhan keperawatan pada pasien emfisema paru. Sehingga diharapkan
perawat mampu memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada klien
emfisema.
2
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa yang dimaksud emfisema paru?
1.2.2 Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien emfisema paru?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui emfisema paru
1.3.2 Untuk mengetahui pemberian asuhan keperawatan pada pasien
emfisema paru
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Pembaca
Pembaca dapat menambah pengetahuan dan wawasan mengenai
emfisema paru dan asuhan keperawatannya
1.4.2 Bagi Mahasiswa
Mahasiswa dapat lebih memahami mengenai asuhan keperawatan pada
pasien emfisema paru
1.4.3 Bagi Perawat
Dapat digunakan sebagai bahan observasi untuk meningkatkan
pelayanan kesehatan dan menambah keterampilan dalam pemberian
layanan asuhan keperawatan enfisema paru
1.4.4 Manfaat Bagi Institusi
Dapat digunakan sebagai bahan referensi dan bahan bacaan dalam
perpustakaan
3
BAB 2. TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian
Emphysema (emfisema) adalah penyakit paru kronis yang dicirikan oleh
kerusakan pada jaringan paru, sehingga paru kehilangan keelastisannya. Gejala
utamanya adalah penyempitan (obstruksi) saluran napas, karena kantung udara di
paru menggelembung secara berlebihan dan mengalami kerusakan yang luas.
Definisi emfisema menurut Kus Irianto, Robbins, Corwin, dan The
American Thorack society:
1. Emfisema merupakan keadaan dimana alveoli menjadi kaku mengembang
dan terus menerus terisi udara walaupun setelah ekspirasi.(Kus Irianto)
2. Emfisema merupakan morfologik didefisiensi sebagai pembesaran
abnormal ruang-ruang udara distal dari bronkiolus terminal dengan
desruksi dindingnya.(Robbins)
3. Emfisema adalah penyakit obtruktif kronik akibat kurangnya elastisitas
paru dan luas permukaan alveoli.(Corwin)
4. Suatu perubahan anatomis paru yang ditandai dengan melebarnya secara
abnormal saluran udara bagian distal bronkus terminal, yang disertai
kerusakan dinding alveolus. (The American Thorack society)
Emfisema merupakan gangguan pengembangan paru-paru yang ditandai
oleh pelebaran ruang udara di dalam paru-paru disertai destruksi jaringan. Sesuai
dengan definisi tersebut, maka dapat dikatakan bahwa, jika ditemukan kelainan
berupa pelebaran ruang udara (alveolus) tanpa disertai adanya destruksi jaringan,
maka itu “bukan termasuk emfisema”. Namun, keadaan tersebut hanya sebagai
‘overinflation’.
Emfisema adalah jenis penyakit paru obstruktif kronik yang melibatkan
kerusakan pada kantung udara (alveoli) di paru-paru. Akibatnya, tubuh tidak
mendapatkan oksigen yang diperlukan. Emfisema membuat penderita sulit
bernafas. Penderita mengalami batuk kronis dan sesak napas. Penyebab paling
umum adalah merokok.
4
Emfisema paru dibagi menjadi tiga tipe, yaitu :
a. Emfisema sentriolobular
Merupakan tipe yang sering muncul dan memperlihatkan kerusakn
bronkhiolus, biasanya pada daerah paru-paru atas. Inflamasi
merambah sampah bronkhiolus tetapi biasanya kantung alveolus tetap
bersisa.
b. Emfisema panlobular (Panacinar)
Merupakan tipe yang merusak ruan udara pada seluruh asinus dan
umumnya juga merusak paru-paru bagian bawah. Tipe ini sering
disebut centriacinar emfisema, sering kali timbul pada perokok.
Panacinar timbul pada orang tua dan pasien dengan defisiensi enzim
alpha-antitripsin.
c. Emfisema paraseptal
Merupakan tipe yang merusak alveoli lobus bagian bawah yang
mengakibatkan isolasi blebs (udara dalam alveoli) sepanjang perifer
paru-paru. Paraseptal emfisema dipercaya sebagai sebab dari
pneumotorak spontan.
2.2 Epidemiologi
Di Amerika Serikat kurang lebih 2 juta orang menderita emfisema.
Emfisema menduduki peringkat ke-9 diantara penyakit kronis yang dapat
menimbulkan gangguan aktifitas. Kejadian emfisema hamper terjadi pada 65 %
laki-laki dan 15 % wanita. Nawas dkk melakukan penelitian di poliklinik paru RS
Persahabatan Jakarta dan mendapatkan prevalensi PPOK sebanyak 26 %, kedua
terbanyak setelah tuberkulosis paru (65 %), namun di Indonesia belum ada data
mengenai emfisema paru.
2.3 Etiologi
Emfisema disebabkan karena hilangnya elastisitas alveolus. Alveolus
adalah gelembung-gelembung yang terdapat dalam paru-paru. Pada penderita
emfisema, volume paru-paru lebih besar dibandingkan dengan orang yang sehat
5
karena karbondioksida yang seharusnya dikeluarkan dari paru-paru terperangkap
didalamnya. Asap rokok dan kekurangan enzim alfa-1-antitripsin adalah penyebab
kehilangan elastisitas pada paru-paru ini. Selain itu emfisema juga disebabkan
oleh:
a. Faktor Genetik
Faktor genetik mempunyai peran pada penyakit emfisema. Faktor genetik
diataranya adalah atopi yang ditandai dengan adanya eosinifilia atau
peningkatan kadar imonoglobulin E (IgE) serum, adanya hiper responsive
bronkus, riwayat penyakit obstruksi paru pada keluarga, dan defisiensi
protein alfa – 1 anti tripsin.
b. Hipotesis Elastase-Anti Elastase
Di dalam paru terdapat keseimbangan antara enzim proteolitik elastase dan
anti elastase supaya tidak terjadi kerusakan jaringan.Perubahan
keseimbangan menimbulkan jaringan elastik paru rusak. Arsitektur paru
akan berubah dan timbul emfisema.
c. Rokok
Rokok adalah penyebab utama timbulnya emfisema paru. Rokok secara
patologis dapat menyebabkan gangguan pergerakan silia pada jalan nafas,
menghambat fungsi makrofag alveolar, menyebabkan hipertrofi dan
hiperplasia kelenjar mukus bronkus dan metaplasia epitel skuamus saluran
pernapasan.
d. Infeksi
Infeksi saluran nafas akan menyebabkan kerusakan paru lebih hebat
sehingga gejalanya lebih berat. Penyakit infeksi saluran nafas seperti
pneumonia, bronkiolitis akut dan asma bronkiale, dapat mengarah pada
obstruksi jalan nafas, yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya
emfisema. Infeksi pernapasan bagian atas pasien bronkitis kronik selalu
menyebabkan infeksi paru bagian dalam, serta menyebabkan kerusakan
paru bertambah. Bakteri yang di isolasi paling banyak adalah haemophilus
influenzae dan streptococcus pneumoniae.
6
e. Polusi
Polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan emfisema. Insiden dan
angka kematian emfisema bisa dikatakan selalu lebih tinggi di daerah yang
padat industrialisasi, polusi udara seperti halnya asap tembakau, dapat
menyebabkan gangguan pada silia menghambat fungsi makrofag alveolar.
Sebagai faktor penyebab penyakit, polusi tidak begitu besar pengaruhnya
tetapi bila ditambah merokok resiko akan lebih tinggi.
f. Faktor Sosial Ekonomi
Emfisema lebih banyak didapat pada golongan sosial ekonomi rendah,
mungkin kerena perbedaan pola merokok, selain itu mungkin disebabkan
faktor lingkungan dan ekonomi yang lebih jelek.
g. Pengaruh usia
2.4 Tanda dan Gejala
Adapun gejala dari penyakit emfisema paru-paru diantaranya adalah:
1) Pada awal gejalanya serupa dengan bronkhitis kronis
2) Napas terengah-engah disertai dengan suara seperti peluit
3) Dada berbentuk seperti tong, otot leher tampak menonjol, penderita
sampai membungkuk
4) Sianosis/bibir tampak kebiruan
5) Berat badan menurun akibat nafsu makan menurun
6) Batuk menahun
7) Dispnea
8) Takipnea
9) Inspeksi : barrel chest, penggunaan otot bantu pernapasan
10) Perkusi : hiperresonan, penurunan fremitus pada seluruh bidang paru
11) Auskultasi bunyi napas : crachles, ronchi, perpanjangan ekspirasi
12) Hipoksemia
13) Hiperkapnia
14) Anoreksia
15) Kelemahan
7
2.5 Patofisiologi
Pada emfisema beberapa faktor penyebab obstruksi jalan napas yaitu :
inflamasi dan pembengkakan bronki; produksi lendir yang berlebihan;
kehilangan rekoil elastik jalan napas; dan kolaps bronkiolus serta redistribusi
udara ke alveoli yang berfungsi. Karena dinding alveoli mengalami kerusakan,
area permukaan alveolar yang kontak langsung dengan kapiler paru secara
kontinu berkurang, menyebabkan peningkatan ruang rugi (area paru dimana
tidak ada pertukaran gas yang dapat terjadi) dan mengakibatkan kerusakan
difusi oksigen. Kerusakan difusi oksigen mengakibatkan hipoksemia. Pada
tahap akhir penyakit, eliminasi karbondioksida mengalami kerusakan,
mengakibatkan peningkatan tekanan karbondioksida dalam darah arteri
(hiperkapnia) dan menyebabkan asidosis respiratorius. Karena dinding
alveolar terus mengalami kerusakan, jaring kapiler pulmonal berkurang.
Aliran darah pulmonal meningkat dan ventrikel kanan dipaksa untuk
mempertahankan tekanan darah yang tinggi dalam arteri pulmonal. Dengan
demikian, gagal jantung sebelah kanan (kor pulmonal) adalah salah satu
komplikasai emfisema. Terdapatnya kongesti, edema tungkai, distensi vena
leher atau nyeri pada region hepar menandakan terjadinya gagal jantung.
Sekresi meningkat dan tertahan menyebabkan individu tidak mampu untuk
membangkitkan batuk yang kuat untuk mengeluarkan sekresi. Infeksi akut dan
kronis dengan demikian menetap dalam paru yang mengalami emfisema
memperberat masalah. Individu dengan emfisema mengalami obstruksi kronik
ke aliran masuk dan aliran keluar udara dari paru. Paru-paru dalam keadaan
heperekspansi kronik. Untuk mengalirkan udara kedalam dan keluar paru-
paru, dibutuhkan tekanan negatif selama inspirasi dan tekanan positif dalam
tingkat yang adekuat harus dicapai dan dipertahankan selama ekspirasi.
Daripada menjalani aksi pasif involunter, ekspirasi menjadi aktif dan
membutuhkan upaya otot. Sesak napas pasien terus meningkat, dada menjadi
kaku,dan iga terfiksaksi pada persendiannya. Dada seperti tong (barrel chest)
ini terjadi akibat kehilangan elastisitas paru karena adanya kecenderungan
yang berkelanjutan pada dinding dada untuk mengembang.
8
2.6 Komplikasi dan Prognosis
Komplikasi yang sering terjadi pada penyakit emfisema yaitu:
1) Gagal jantung kanan
2) Cor Pulmonal
3) Pneumonia
4) Atelaktasis
5) Pneumothoraks
6) Sering mengalami infeksi ulang pada saluran pernapasan
Prognosis jangka pendek maupun jangka panjang bergantung pada umur
dan gejala klinis pada waktu berobat. Penderita dengan penyakit yang lebih
banyak emfisema paru, akan lebih baik daripada penderita yang penyakitnya
lebih banyak bronkitis kronik. Penderita dengan sesak nafas ringan (<50
tahun), 5 tahun kemudian akan terlihat ada perbaikan. Tetapi bila penderita
datang dengan sesak sedang, maka 5 tahun kemudian 42% penderita akan
sesak lebih berat dan meninggal.
2.7 Pengobatan
1. Terapi Farmakologi
Tujuan utama adalah untuk mengurangi obstruksi jalan nafas yang masih
mempunyai komponen reversible meskipun sedikit. Hal ini dapat
dilakukan dengan:
a. Pemberian Bronkodilator,
Golongan teofilin, biasanya diberikan dengan dosis 10-15 mg/kg BB
per oral dengan memperhatikan kadar teofilin dalam darah.
Konsentrasi dalam darah yang baik antara 10-15mg/L.
Golongan agonis B2, biasanya diberikan secara aerosol/nebuliser. Efek
samping utama adalah tremor,tetapi menghilang dengan pemberian
agak lama.
b. Pemberian Kortikosteroid, pada beberapa pasien, pemberian
kortikosteroid akan berhasil mengurangi obstruksi saluran nafas.
Hinshaw dan Murry menganjurkan untuk mencoba pemberian
9
kortikosteroid selama 3-4 minggu. Kalau tidak ada respon baru
dihentikan.
c. Mengurangi sekresi mukus
Minum cukup, supaya tidak dehidrasi dan mukus lebih encer sehingga
urine tetap kuning pucat. Ekspektoran, yang sering digunakan ialah
gliseril guaiakolat, kalium yodida, dan amonium klorida. Nebulisasi
dan humidifikasi dengan uap air menurunkan viskositas dan
mengencerkan sputum. Mukolitik dapat digunakan asetilsistein atau
bromheksin.
2. Fisioterapi dan Rehabilitasi
Tujuan fisioterapi dan rehabilitasi adalah meningkatkan kapasitas
fungsional dan kualitas hidup dan memenuhi kebutuhan pasien dari segi
social, emosional dan vokasional. Program fisioterapi yang dilaksanakan
berguna untuk :
a. Mengeluarkan mukus dari saluran nafas.
b. Memperbaiki efisiensi ventilasi.
c. Memperbaiki dan meningkatkan kekuatan fisis
3. Pemberian O2 dalam jangka panjang, akan memperbaiki emfisema disertai
kenaikan toleransi latihan. Biasanya diberikan pada pasien hipoksia yang
timbul pada waktu tidur atau waktu latihan. Menurut Make, pemberian O2
selama 19 jam/hari akan mempunyai hasil lebih baik dari pada pemberian
12 jam/hari.
4. Terapi aerosol.
Terapi aerosolisasi ( proses membagi partikel menjadi serbuk yang sangat
halus ) dari bronkodilator salin dan mukolitik sering kali digunakan untuk
membantu dalam bronkodilatasi.
10
2.8 Pencegahan
a. Rokok, merokok harus dihentikan meskipun sukar. Penyuluhan dan usaha
yang optimal harus dilakukan.
b. Menghindari lingkungan polusi, sebaiknya dilakukan penyuluhan secara
berkala pada pekerja pabrik, terutama pada pabrik-pabrik yang
mengeluarkan zat-zat polutan yang berbahaya terhadap saluran nafas.
c. Vaksin, dianjurkan vaksinasi untuk mencegah eksaserbasi, terutama
terhadap influenza dan infeksi pneumokokus.
2.9 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksan radiologis
Pemeriksaan foto dada sangat membantu dalam menegakkan diagnosis
dan menyingkirkan penyakit-penyakit lain. Foto dada pada emfisema paru
terdapat dua bentuk kelainan, yaitu:
a. Gambaran defisiensi arteri
b. Overinflasi, terlihat diafragma yang rendah dan datar,kadang-kadang
terlihat konkaf. Oligoemia, penyempitan pembuluh darah pulmonal
dan penambahan corakan kedistal.
c. Corakan paru yang bertambah, sering terdapat pada kor pulmonal,
emfisema sentrilobular dan blue bloaters. Overinflasi tidak begitu
hebat.
2. Pemeriksaan fungsi paru
Pada emfisema paru kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli
untuk difusi berkurang.
3. Analisis Gas Darah Ventilasi, yang hampir adekuat masih sering dapat
dipertahankan oleh pasien emvisema paru. Sehingga PaCO2 rendah atau
normal. Saturasi hemoglobin pasien hampir mencukupi.
4. Pemeriksaan EKG, Kelainan EKG yang paling dini adalah rotasi clock
wise jantung. Bila sudah terdapat kor pulmonal terdapat defiasi aksis ke
kanan dan P-pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF.Voltase QRS
rendah.Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan di V6 rasio R/S kurang dari 1.
11
a. Sinar x dada: dapat menyatakan hiperinflasi paru-paru; mendatarnya
diafragma; peningkatan area udara retrosternal; penurunan tanda
vaskularisasi/bula (emfisema); peningkatan tanda bronkovaskuler
(bronkitis), hasil normal selama periode remisi (asma).
b. Tes fungsi paru: dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea, untuk
menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstruksi atau restriksi,
untuk memperkirakan derajat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek
terapi, misalnya bronkodilator.
c. Kapasitas inspirasi: menurun pada emfisema.
d. Volume residu: meningkat pada emfisema, bronkitis kronis, dan asma.
e. Bronkogram: dapat menunjukkan dilatasi silindris bronkus pada
inspirasi, kollaps bronkial pada ekspirasi kuat (emfisema); pembesaran
duktus mukosa yang terlihat pada bronchitis.
f. Kimia darah: Alfa 1-antitripsin dilakukan untuk meyakinkan defisiensi
dan diagnosa emfisema primer.
g. Sputum: kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi
patogen; pemeriksaan sitolitik untuk mengetahui keganasan atau
gangguan alergi.
h. EKG: deviasi aksis kanan, peninggian gelombang P (asma berat);
disritmia atrial (bronkitis), peninggian gelombang P pada lead II, III,
AVF (bronkitis, emfisema); aksis vertikal QRS (emfisema).
i. EKG latihan, tes stres: membantu dalam mengkaji derajat disfungsi
paru, mengevaluasi keefektifan terapi bronkodilator,
perencanaan/evaluasi program latihan.
12
BAB 3. PATHWAYS
Batuk tidak efektif
Bersihan Jalan Nafas
Tidakefektif
Batuk Menetap
Pertanyaan tentang
kurangnya info penyakit
Defisit Pengetahuan
Pe↑ ruang rugi
Serabut elastisitas paru
rusak
Recoil me↓
Pe↓ difusi O2
PO2 me↓
Eliminasi CO2 me↓
Pe↑ CO2 di darah
Pe↓ ventilasi
CO2 terperangkap dalam paru
Pe↑ upaya menangkap O2
Retraksi otot bantu nafas, RR
me↑
Inflamasi
Faktor Predisposisi : merokok, polusi, udara, agen infeksius, allergen, lingkungan kerja
Faktor Predisposisi :
Genetik
EMFISEMADefisiensi enzim alpha-antitripsin
Kehilangan recoil elastisitas jalan nafas, kolaps bronkiolus, dan pe↓ redistribusi udara ke alveoli
Pembengkakan alveolus di bronkiolus
Bronkokontriksi
Penumpukan sekret
HIpersekresi mukus
Bunyi nafas abnormal (krakles, mengi, ronkhi
Destruksi jaringan dan kapiler paru
Dinding alveoli rusak
Pe↓ perfusi O2
Sianosis
13
Hipoksemic Hipercanic
Hipoksia jaringan
me↓ supplay O2 ke
gastrointestinal tractus
Asidosis Respiratorik
me↓ mobilitas
Anoreksia
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Gangguan Pertukaran Gas
Dispneu
Pola Nafas Tidak Efektif
Kelelahan / Kelemahan
Fatigue
Intoleran Aktivitas
14
BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1. Anamnesa
a. Data Demografi
Identitas Pasien (nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan,
agama, suku bangsa, pendidikan, bahasa yang digunakan, pekerjaan,
alamat, diagnosa medis, sumber biaya, dan sumber informasi).
b. Keluhan Utama: pasien dengan emfisema biasanya
mengeluh dispnea dan mempunyai serangan (onset) yang
membahayakan.
c. Riwayat Penyakit Sekarang: Klien biasanya dibawa ke rumah sakit
setelah mengeluh sesak napas, batuk, dan nyeri di daerah dada
sebelah kanan pada saat bernafas. Banyak sekret keluar ketika batuk,
berwarna kuning kental.
d. Riwayat Penyakit Dahulu: Klien pernah menderita penyakit PPOM
sebelumnya.
e. Riwayat Penyakit Keluarga: ada faktor herediter yang
mempengaruhi terjadinya emfisema yaitu defisiensi alfa 1-
antitripsin.
2. Pemeriksaan Fisik Fokus
a. Inspeksi
Pada klien dengan emfisema terlihat adanya peningkatan usaha dan
frekuensi pernafasan serta penggunaan otot bantu nafas. Pada
inspeksi, klien biasanya tampak mempunyai bentuk dada barrel chest
(akibat udara yang terperangkap), penipisan massa otot, dan
pernafasan dengan bibir dirapatkan. Pernafasan abnormal tidak
efektif dan penggunaan otot - otot bantu nafas
(sternokleidomastoideus). Pada tahap lanjut, dipsnea terjadi pada
saat aktivitas kehidupan sehari – hari seperti makan dan mandi.
15
Pengkajian batuk produktif dengan sputum purulen disertai demam
mengindikasikan adanya tanda pertama infeksi pernafasan.
b. Palpasi
Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus biasanya
menurun.
c. Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan
diafragma menurun.
d. Auskultasi
Sering didapatkan adanya bunyi napas ronkhi dan wheezing sesuai
tingkat beratnya obstruktif pada bronkhiolus. Pada pengkajian lain,
didapatkan kadar oksigen yang rendah (hipoksemia) dan kadar
karbon dioksida yang tinggi (hiperkapnea) terjadi pada tahap lanjut
penyakit. Pada wakyunya, bahkan gerakan ringan sekali pun seperti
membungkuk untuk mengikat tali sepatu, mengakibatkan dipsnea
dan keletihan (dipsnea eksersional). Paru yang mengalami
emfisematosa tidak berkontraksi saat ekspirasi dan bronkhiolus tidak
dikosongkan secara efektif dari sekresi yang dihasilkannya. Klien
rentan terhadap reaksi inflamasi dan infeksi akibat pengumpulan
sekresi ini. Setelah infeksi terjadi, klien mengalami mengi yang
berkepanjangan saat ekspirasi. Anoreksia, penurunan berat badan,
dan kelemahan merupakan hal yang umum terjadi. Vena jugularis
mungkin mengalami distensi selama ekspirasi.
3. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pengukuran fungsi paru (spinometri)
Pengukuran fungsi paru biasanya menunjukkan peningkatan
kapasitas paru total (TLC) dan volume residual (RV). Terjadi
penurunan dalam kapasitas vital (VC) dan volume ekspirasi paksa
(FEV). Temuan – temuan ini menegaskan kesulitan yang dialami
klien dalam mendorong udara keluar dari paru.
16
b. Pemeriksaan laboratorium
Hemoglobin dan hematokrit mungkin normal pada tahap awal
penyakit. Dengan berkembangnya penyakit, pemeriksaan gas darah
arteri dapat menunjukkan adanya hipoksia ringan dengan
hiperkapnea.
c. Pemeriksaan radiologis
Rontgen thoraks menunjukkan adanya hiperinflasi, pendataran
diafragma, pelebaran margin interkosta dan jantung sering
ditemukan bagai tergantung (heart till drop).
4. Penatalaksanaan Medis
Klien dengan emfisema rentan terhadap infeksi paru dan harus diobati
pada awal timbulnya ranch – ranch infeksi. Organisme yang paling
umum menyebabkan infeksi tersebut adalah S. pneumonia, dan H.
influenza, Branhamella catarrhalis. Terapi antimikroba dengan
tetrasiklin, amficilin, amoxcilin, atau trimetoprim-sulfametoxazol
(bactrim) biasanya diresepkan. Regimen antimikroba digunakan pada
tanda pertama infeksi pernafasan seperti yang dibuktikan dengan
adanya sputum purulen, batuk meningkat dan demam.
Penatalaksanaan utama pada klien emfisema adalah meningkatkan
kualitas hidup, memperlambat perkembangan proses penyakit, dan
mengobati obstruksi saluran napas agar tidak terjadi hipoksia. Jenis
obat yang diberikan berupa:
a. Bronkodilators
b. Terapi aerosol
b. Terapi infeksi
c. Kortikosteroid
d. Oksigenasi
17
5. Observasi Pemeriksaan Fisik
a. Pengkajian 11 Pola fungsional Gordon
1. Pola Persepsi dan Penanganan Kesehatan
Bagaimana pendapat pasien tentang penyakit yang diderita.
2. Pola Nutrisi/Metabolisme
Bagaimana diet yang dilakukan oleh pasien. Apa saja yang
dikonsumsi pasien setiap harinya.
3. Pola Eliminasi
Bagaimana pengeluaran urine dan feses pasien setiap harinya
4. Pola Aktivitas
Bagaimana pasien melakukan pekerjaan. Sebelum sesak
kegiatan apa saja yang dilakukan pasien setiap harinya.
5. Pola Istirahat Tidur
Apakah tidur pasien setiap harinya cukup. Apakah sesak
nafas yang diderita pasien mengganggu pola tidurnya.
6. Pola Kognitif-Persepsi
Apakah pasien mengalami gangguan dengan fungsi indra.
7. Pola Peran Hubungan
Bagaimana pola dan peran pasien dalam keluarga dan
masyarakat disekitarnya. Apakah sesak nafas yang
dideritanya mengganggu pola dan peran tersebut.
8. Pola Seksualitas/Reproduksi
Bagaimana respon seksualitas pasien.
9. Pola Koping Toleransi Stress
Apakah pasien menkonsumsi obat untuk menghilangkan
stres. Bagaimana keadaan emosi pasien sehari-hari.
10. Pola Keyakinan Nilai
Apa dan bagaimana keyakinan pasien.
11. Pola Konsep diri
Bagaimana pasien menilai dirinya sendiri.
18
b. Pengkajian Review of System
1. Pernafasan B1 (breath)
a. Bentuk dada : barrel chest
b. Pola nafas : tidak teratur
c. Suara napas : mengi
d. Batuk : ya, ada sekret
e. Retraksi otot bantu napas : ada
f. Alat bantu pernapasan : O2 masker 6 lpm
2. Kardiovaskular B2 (blood)
a. Irama jantung : regular; S1,S2 tunggal.
b. Nyeri dada : ada, skala 6
c. Akral : lembab
d. Tekanan darah: 130/80 mmHg (hipertensi)
e. Saturasi Hb O2 : hipoksia
3. Persyarafan B3 (brain)
a. Keluhan pusing (-)
b. Gangguan tidur (-)
4. Perkemihan B4 (bladder)
a. Kebersihan : normal
b. Bentuk alat kelamin : normal
c. Uretra : normal
5. Pencernaan B5 (bowel)
a. Nafsu makan : anoreksi disertai mual
b. BB : menurun
c. Porsi makan : tidak habis, 3 kali sehari
d. Mulut : bersih
e. Mukosa : lembab
6. Muskuloskeletal/integument B6 (bone)
a. Turgor kulit : Berkeringat
b. Massa otot : menurun
19
2. Masalah Keperawatan
No. Data EtiologiMasalah
Keperawatan
1. DO :1. Gas darah arteri tidak
normal2. pH tidak normal.3. Ketidaknormalan
frekuensi, irama, dan kedalaman pernapasan.
4. Warna kulit tidak normal.
5. Sianosis6. Hiperkapneu7. Hipoksia8. Hipoksemia9. Takikardia
Gangguan Pertukaran Gas↑
Hipoksemic↑
PO2 me↓↑
Pe↓ difusi O2
↑Recoil me↓
↑Serabut elastisitas paru rusak
↑Pe↑ ruang rugi
↑Dinding alveoli rusak
↑Destruksi jaringan dan kapiler paru
↑Pembengkakan alveolus di bronkiolus
↑Faktor Predisposisi
Gangguan pertukaran gas
2. DO : Pola Nafas Tidak Efektif Pola pernapasan tidak
20
1. Penurunan ventilasi.2. Penurunan kapasitas vital3. Nafas dalam4. Ortopneu5. Kecepatan respirasi6. Penggunaan otot bantu
asesoris untuk bernapas
↑Dispneu
↑Retraksi otot bantu nafas, RR me↑
↑Pe↑ upaya menangkap O2
↑CO2 terperangkap dalam paru
↑Pe↓ ventilasi
↑Sianosis
↑Pe↓ perfusi O2
↑Destruksi jaringan dan kapiler paru
↑Pembengkakan alveolus di bronkiolus
↑Faktor Predisposisi
efektif .
3. DO :1. Suara nafas tambahan
(ronki, krakles, dan mengi)
2. Batuk tidak efektif.3. Perubahan pada irama
dan frekuensi pernapasan.
Bersihan Jalan Nafas Tidakefektif↑
Batuk tidak efektif↑
Penumpukan sekret↑
Bronkokontriksi↑
Bersihan jalan nafas tidak efektif.
21
4. Sianosis.5. Penurusan suara nafas.6. Sputum berlebih.
Pembengkakan alveolus di bronkiolus↑
Faktor Predisposisi
4. DO :
1. Frekuensi jantung atau tekanan darah tidak normal sebagai respon terhadap aktivitas.
2. Perubahan EKG yang menunjukkan aritmia atau iskemia.
Intoleran Aktivitas↑
Fatigue↑
Kelelahan / Kelemahan↑
Retraksi otot bantu nafas, RR me↑↑
Pe↑ upaya menangkap O2
↑CO2 terperangkap dalam paru
↑Pe↓ ventilasi
↑Sianosis
↑Pe↓ perfusi O2
↑Destruksi jaringan dan kapiler paru
↑Pembengkakan alveolus di bronkiolus
↑Faktor Predisposisi
Intoleransi aktivitas.
5. DO : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Ketidakseimbangan
22
1. Bising usus hiperaktif2. Pembuluh kapiler rapuh3. Adanya bukti
kekurangan makan
↑Anoreksia
↑me↓ morbilitas
↑me↓ supplay O2 ke gastrointestinal tractus
↑Hipoksia jaringan
↑Hipoksemic
↑PO2 me↓
↑Pe↓ difusi O2
↑Recoil me↓
↑Serabut elastisitas paru rusak
↑Pe↑ ruang rugi
↑Dinding alveoli rusak
↑Destruksi jaringan dan kapiler paru
↑Pembengkakan alveolus di bronkiolus
↑Faktor Predisposisi
nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
23
6. DO :1. Tidak mengikuti
instruksi yang diberikan secara adekuat.
2. Performa uji tidak akurat3. Perilaku yang tidak
sesuai atau berlebihan.
Defisit Pengetahuan↑
Pertanyaan tentang kurangnya info penyakit↑
Batuk Menetap↑
Bunyi nafas abnormal (krakles, mengi, ronkhi↑
HIpersekresi mukus↑
Penumpukan sekret↑
Bronkokontriksi↑
Pembengkakan alveolus di bronkiolus↑
Faktor Predisposisi
Defisit pengetahuan.
24
2. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran
kapiler dan alveolar
2. Pola pernapasan tidak efektif berhubungan dengan penurunan
ventilasi alveoli
3. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan meningkatnya
sekret atau produksi mukus.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
kebutuhan dan suplai oksigen.
5. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan menurunnya nafsu makan
6. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang perhatian di dalam melakukan latihan-latihan.
25
3. Intervensi Keperawatan dan Evaluasi (NANDA, NIC, NOC)
No. Data Diagnosa (NANDA) Intervensi (NIC) Evaluasi (NOC)
1. 1. DO :1. Gas darah arteri
tidak normal2. pH tidak normal.3. Ketidaknormalan
frekuensi, irama, dan kedalaman pernapasan.
4. Warna kulit tidak normal.
5. Sianosis6. Hiperkapneu7. Hipoksia8. Hipoksemia9. Takikardia
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran kapiler dan alveolar
1. Kaji suara paru; frekuensi, kedalaman, usaha nafas; dan produksi sputum.
2. Pantau saturasi O2 dengan oksimeter nadi.
3. Pantau hasil gas darah arteri.4. Observasi terhadap sianosis.5. Auskultasi suara paru dan
jantung.6. Ajarkan pasien teknik bernapas
dan relaksasi7. Ajarkan batuk efektif.8. Atur posisi pasien untuk
mengurangi dispneu dan memaksimalkan potensial ventilasi.
9. Kolaborasi dalam pemberian obat dan pemasangan alat bantu pernapasan.
Pasien akan :1. Menunjukkan fungsi paru dalam
batas normal2. Tidak mengalami nafas dangkal3. Tidak menggunakan otot
aksesoris untuk bernapas.
2. 2. DO :1. Penurunan
ventilasi.2. Penurunan
kapasitas vital
Pola pernapasan tidak
efektif berhubungan
dengan penurunan
1. Kaji kebutuhan insersi jalan nafas.
2. Observasi dan dokumentasikan ekspansi dada bilateral pada pasien yang terpasang ventilator.
Pasien akan :1. Menunjukkan pernapasan
optimal.2. Mempunyai kecepatan dan
irama pernapasan dalam batas
26
3. Nafas dalam4. Ortopneu5. Kecepatan
respirasi6. Penggunaan otot
bantu asesoris untuk bernapas
ventilasi alveoli. 3. Pantau kecepatan, irama, kedalaman dan upaya pernapasan.
4. Auskultasi suara nafas.5. Ajarkan teknik relaksasi untuk
memperbaiki pola pernapasan
normal3. Mempunyai fungsi paru dalam
batas normal.
3. DO :1. Suara nafas
tambahan (ronki, krakles, dan mengi)
2. Batuk tidak efektif.
3. Perubahan pada irama dan frekuensi pernapasan.
4. Sianosis.5. Penurusan suara
nafas.6. Sputum berlebih.
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan meningkatnya sekret atau produksi mukus.
1. Berikan posisi yang nyaman (fowler/ semi fowler)
2. Anjurkan untuk minum air hangat.
3. Anjurkan aktivitas fisik untuk memfasilitasi pengeluaran secret.
4. Ajarkan pasien dan keluarga tentang makna perubahan pada sputum.
5. Bantu klien untuk melakukan latihan batuk efektif bila memungkinkan
6. Lakukan suction bila diperlukan, batasi lamanya suction kurang dari 15 detik dan lakukan pemberian oksigen 100% sebelum melakukan suction
7. Kolaborasikan dengan ahli terapi pernapasan.
8. Kolaborasikan dengan tenaga kesehatan lain dalam melakukan
Pasien akan :1. Menunjukkan batuk efektif.2. Mengeluarkan secret secara
efektif.3. Mempunyai jalan nafas paten4. Memiliki suara nafas jernih.5. Mempunyai irama dan
frekuensi pernapasan batas normal.
6. Mempunyai fungsi paru dalam batas normal
27
terapi aerosol, nebulizer ultrasonic.
9. Beri tahu dokter tentang hasil gas darah yang abnormal.
4. 4. DO :
1. Frekuensi jantung atau tekanan darah tidak normal sebagai respon terhadap aktivitas.
2. Perubahan EKG yang menunjukkan aritmia atau iskemia.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen.
1. Kaji tingkat kemampuan pasien untuk berpindah dari tempat tidur, berdiri, melakukan AKS.
2. Kaji respon emosi, social, dan spiritual terhadap aktivitas.
3. Tentukan penyebab keletihan.4. Bantu pasien untuk mengubah
posisi secara berkala.5. Pantau tanda-tanda vital
sebelum, selama, dan setelah aktivitas.
6. Anjurkan periode untuk istirahat dan aktivitas secara bergantian.
7. Bantu pasien untuk mengidentifikasi pilihan aktivitas.
8. Kolaborasikan dengan ahli terapi okupasi.
9. Rujuk pasien ke ahli gizi untuk perencanaan diet guna meningkatan asupan makanan yang kaya energy.
Pasien akan :1. Mengidentifikasi aktivitas yang
menimbulkan kecemasan yang dapat mengakibatkan intoleran aktivitas.
2. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik yang dibutuhkan dengan peningkatan normal denyut jantung, frekuensi pernapasan, dan tekanan darah serta memantau pola dalam batas normal.
3. Menampilkan aktivitas kehidupan sehari-hari dengan beberapa bantuan.
28
5. DO :1. Bising usus
hiperaktif2. Pembuluh kapiler
rapuh3. Adanya bukti
kekurangan makan
Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan menurunnya nafsu makan
1. Identifikasi factor yang mempengaruhi kehilangan nafsu makan.
2. Kaji dan dokumentasikan derajat kesulitan mengunyah dan menelan.
3. Ubah posisi pasien semi-fowler atau fowler untuk memudahkan menelan; biarkan pasien pada posisi ini selama 30 menit setelah makan untuk mencegah aspirasi.
4. Pantau nilai laboratorium5. Tentukan kemampuan pasien
untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
6. Ajarkan metode untuk perencanaan makanan.
Pasien akan :1. Melaporkan tingkat energy
yang adekuat.2. Memiliki nilai laboratorium
dalam batas normal3. Mempertahankan berat badan
dan massa tubuh.
6. DO :1. Tidak mengikuti
instruksi yang diberikan secara adekuat.
2. Performa uji tidak akurat
3. Perilaku yang tidak sesuai atau berlebihan.
Defisit pengetahuan
berhubungan dengan
kurang perhatian di
dalam melakukan
latihan-latihan.
1. Tentukan kebutuhan belajar pasien.
2. Berikan informasi secara berulang dan beri penekanan , persingkat waktu pertemuan.
3. Beri penyuluhan sesuai dengan tingkat pemahaman pasien
4. Ikutsertakan keluarga atau orang terdekat.
Pasien akan :1. Mengidentifikasi kebutuhan
terhadap informasi tambahan tentang program terapi.
2. Memperlihatkan kemampuan dalam melakukan teknik relaksasi
3. Memperlihatkan kemampuan dalam melakukan latihan batuk efektif
29
29
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Emphysema (emfisema) adalah penyakit paru kronis yang dicirikan oleh
kerusakan pada jaringan paru, sehingga paru kehilangan keelastisannya. Gejala
utamanya adalah penyempitan (obstruksi) saluran napas, karena kantung udara di
paru menggelembung secara berlebihan dan mengalami kerusakan yang luas.
Penyebab dari penyakit ini yaitu faktor genetik, hipotesis elastase-anti elastase,
rokok, infeksi, polusi, sosial ekonomi, dan pengaruh usia. Gejala dari penyakit ini
adalah Pada awal gejalanya serupa dengan bronkhitis kronis, Napas terengah-
engah disertai dengan suara seperti peluit, Dada berbentuk seperti tong, otot leher
tampak menonjol, penderita sampai membungkuk, Sianosis/bibir tampak
kebiruan, Berat badan menurun akibat nafsu makan menurun, Batuk menahun,
Dispnea, Takipnea, Inspeksi : barrel chest, penggunaan otot bantu pernapasan,
Perkusi : hiperresonan, penurunan fremitus pada seluruh bidang paru, Auskultasi
bunyi napas : crachles, ronchi, perpanjangan ekspirasi, Hipoksemia, Hiperkapnia,
Anoreksia, dan Kelemahan. Komplikasi yang sering terjadi pada penyakit ini
yaitu Sering mengalami infeksi pada saluran pernafasan, Daya tahan tubuh kurang
sempurna, Tingkat kerusakan paru semakin parah, Proses peradangan yang kronis
pada saluran nafas, Pneumonia, Atelaktasis, Pneumothoraks, Meningkatkan resiko
gagal nafas pada pasien, dan Sering mengalami infeksi ulang pada saluran
pernapasan.
5.2 Saran
Perawat harus lebih memahami mengenai emfisema paru dan asuhan
keperawatan yang harus diberikan kepada pasien agar tidak terjadi kesalahan
ketika akan melakukan tindakan keperawatan kepada pasien.
30
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Keperawatan Klien dengan Pasien Gangguan
Sistem Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika
Baughman,D.C& Hackley,J.C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Djojodibroto,R Darmanto.2009.Respirologi (Respiratory Madicine). Jakarta: EGC
Doengoes, Marilynn, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta :
EGC
Kumar, dkk. 2009. Dasar Patologi Penyakit. Jakarta: EGC
Patel,Pradip. 2006. Radiologi. Jakarta: Erlangga
Price & Wilson. 2012. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne. C, Bare, Brenda. G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-
Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol. 1. Jakarta: EGC.
Somantri, Irman.2009.Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan
Sistem Pernapasan.Edisi 2.Jakarta:Salemba medika.
Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC
Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan : Diagnosis
NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Jakarta : EGC
http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35528-Kep%20Respirasi-
Askep%20Emfisema.html (diakses pada jumat, 24 oktober 2014)
http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-ppok/ppok.pdf (diakses pada
jumat, 24 oktober 2014)
http://kamuskesehatan.com/arti/emfisema/ (diakses pada tanggal 1 November
2014 pukul 15.00 WIB)
http://paru-paru.com/mengenal-penyakit-emfisema-paru-paru/ (diakses pada
tanggal 1 November 2014 pukul 15.00 WIB)