KEBIJAKAN PEMERINTAH MENGENAI PENETAPAN UPAH MINIMUM
MAKALAH
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik
Oleh:
R. AJU EKO SUPRAPTI NPM.6699220712
UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS EKONOMI
PASCASARJANA
Jakarta, Desember 2003
LEMBAR PENGESAHAN MAKALAH
Nama : Raden Aju Eko Suprapti
Tempat/tanggal lahir : Sampang, 27 September 1969
NPM : 6699220712
Judul Makalah : KEBIJAKAN PEMERINTAH MENGENAI
PENETAPAN UPAH MINIMUM
MENYETUJUI :
PEMBIMBING,
~ (BE Y. GITAHARIE, SE., ME.)
MENGETAHUI :
MAGISTER PERENCANAAN DAN KEBIJAKAN PUBLIK KETUA PROGRAM STUDI,
( Dr. ROBERT A. SIMANJUNTAK )
ABSTRAK
Krisis moneter yang melanda Indonesia telah memberi dampak negatif bagi semua pelaku ekonomi. Bukan cuma importir dan eksportir yang masih bertumpu pada komponen impor yang merasa risau, tapi berjuta rakyat jelata harus menjerit-jerit karena naiknya harga barang dan bahkan mengalami PHK akibat perusahaan tempat mereka bekerja tidak mampu lagi membiayai kegiatan produksi.
Pemerintah melalui Departemen Tenaga Kerja R.I. sudah berupaya melindungi pekerja dalam hal pengupahan, yaitu tertuang dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER-01/MEN/1999 tentang Upah Minimum yang wajib dilakukan oleh semua pengusaha.
Untuk penyesuaian besarnya upah minimum dalam PERMENAKER tersebut dalam pasal 4 ayat (5) dijelaskan bahwa besarnya upah minimum tersebut diadakan peninjauan kembali selambat-lambatnya 2 (dua) tahun sekali. Dalam pasal 6 ayat (1) dise:butkan bahwa UMR tersebut ditetapkan dengan mempertimbangkan kebutuhan hidup, indeks harga konsumen, kemampuan, perkembangan dan kelangsungan perusahaan, upah pada umumnya, kondisi pasar dan tingkat perkembangan perekonomian serta pendapatan perkapita.
Tujuan peraturan upah minimum adalah untuk meningkatkan upah para pekerja yang masih berpendapatan di bawah upah minimum. Jika tidak ada hal lain yang berubah, maka upah rata-rata semua pekerja juga akan meningkat. Sayangnya, kenyataan tidaklah sesederhana itu. Penerapan upah minimum oleh pemerintah mempengaruhi pasokan maupun permintaan dalam pasar tenaga kerja. Karena .itu dampak upah minimum tidak terbatas hanya pada masalah upah, tetapi juga pada penyerapan tenaga kerja.
Upah bagi pekerja memiliki manfaat sebagai imbalan terhadap output produksi yang dihasilkan dan sepagai perangsang bagi peningkatan produktifitas. Bagi perusahaan, upah merupakan salah satu komponen biaya produksi yang dipandang dapat mengurangi tingkaat laba yang dihasilkan. Oleh karena dipandang sebagai biaya faktor produksi, maka pengusaha berusaha untuk menekan upah tersebut sampai pada tingkat yang paling minimum, sehingga laba perusahaan dapat ditingkatkan.
Dampak positif dari kebijakan upah minimum adalah upah yang diterima oleh pekerja akan meningkat. Ini akan meningkatkan taraf hidup pekerja tersebut. Namun karena upah oleh perusahaan dianggap sebagai salah satu faktor produksi yang harus ditekan pengeluarannya, maka perusahaan akan mengurangi jumlah pekerjanya dengan cara memberhentikan tenaga kerja yang kurang/tidak produktif untuk mengurangi biaya produksi.
Dampak negatifnya, jumlah pengangguran akan semakin besar, hal ini akan menambah beban bagi pemerintah, kemiskinan akan bertambah banyak. Padahal tujuan dari upah minimum adalah meningkatkan kehidupan pekerja, sementara dengan adanya PHK terhadap pekerja-pekerja yang tidak berpotensi oleh perusahaan yang tidak mampu membayar sesuai ketentuan upah minimum akan menyebabkan penganguran semakin meningkat.
- I -
DAFTAR- ISI
COVER MAKALAH .................................................................................................. .
LEMBAR PENGESAHAN MAKALAH ..................................................................... .
ABSTRAK ................................................................................................................ .
DAFTAR ISI ............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2. Metodologi Penelitian .............................................................. 6
1.3. Kerangka Tulisan ...................................................................... 6
1.4. Sistematika Penulisan .............................................................. 6
BAB II LANDASAN HUKUM PENGUPAHAN DI INDONESIA .......... 8
2.1. Undang-Undang Dasar 1945 .......... ....................................... 8
2.2. GBHN Tahun 1999 ................................................................... 8
2.3. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 ................................... 9
2.4. PER-01/MEN/1999 .................................................................... 10
BAB III UPAH MINIMUM............................................................................... 12
3.1. Kebijakan Mengenai Upah Minimum .................................. 12
3.2. Metode Penetapan Upah ........................................................ 14
3.3. Penyesuaian Upah ................................................................... 16
-11-
3.4. Pelaksanaan Ketentuan Upah Minimum .............................. 19
3.5. Mekanisme Penetapan Upah Minimum ................................ 20
3.6. Kondisi UMP Di DKI Jakarta .................................................... 21
BAB IV ANALISA KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG UPAH 24 MINIMUM ........................................................................................ : ..
BAB V PENUTUP ............................................................................................ 28
5.1. Kesimpulan ................................................................................. 28
5.2. Saran ........................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA ................................................................. :............................... 30
- lll -
1.1. Latar Belakang
BAB- I
PENDAHULUAN
Krisis perekonomian dan gejolak politik yang mendera Indonesia
semenjak tahun 1997 masih saja terus berlanjut hingga saat ini.
Kondisi ini telah mengakibatkan pertumbuhan ekonomi mengalami
penurunan sebesar 15 persen pada tahun 1998. Dalam kondisi ini
tidak sedikit perusahaan yang menutup usahanya. Kamar Dagang dan
Industri (KADIN) memperkirakan perusahaan di Indonesia pada tahun
1998 yang lalu hanya berproduksi sekitar 50 persen dari kapasitas
terpasang 1• Bagi yang masih dapat bertahan~ pemilik atau manajemen
harus melakukan berbagai langkah efisiensi antara lain dengan tidak
menaikkan gaji karyawan, meniadakan jam lembur, menutup pos-pos
pengeluaran yang dianggap tidak perlu atau bahkan sampai pada
pemutusan hubungan kerja (PHK). Data Sensus Angkatan Kerja
Nasional (Sakernas) 1998 memperlihatkan bahwa telah terjadi 4,2 juta
pengangguran sebagai akibat krisis ekonomi yang diantaranya
sebanyak 1,2 juta adalah akibat pemutusan hubungan kerja, 0,9 juta
karena bisnis yang terhenti, 0,8 juta karena gaji yang tidak memadai,
0,2 juta karena kerja yang tidak sesuai dan 1,1 karen a alasan-alasan
lainnya.
Dampak dari krisis ekonomi ini juga mengakibatkan peningkatan
angka inflasi di dalam negeri sehingga pengeluaran untuk kebutuhan
hidup pekerja mengalami peningkatan drastis. Data Sakernas 1998
memperlihatkan bahwa upah riil tenaga kerja Indonesia menurun
sekitar 41,2 persen. Penurunan daya beli hingga hampir setengah dari
nilai awal ini mendorong karyawan untuk meminta peningkatan upah
karena upah yang ada kini tidak lagi mencukupi pemenuhan
Prijono Tjiptoherijanto,Kebijakan Upah:Tantangan ditengah Krisis Ekonomi,Jurnal Kependudukan Padjajaran,Vol.3 No.2 Juli 2001.p.123.
- 1 -
kebutuhan hidup mereka. Situasi ini menimbulkan konflik antara
pekerja dan buruh, yang jika dibiarkan akan kian meruncing dan
memperburuk kondisi perekonomian Indonesia yang saat ini telah
turun peringkatnya dari negara berpendapatan menengah menjadi
negara berpendapatan rendah.
Bagi perusahaan upah merupakan salah satu komponen biaya
produksi yang dipandang dapat mengurangi tingkat laba yang
dihasilkan. Oleh karen a dipandang sebagai biaya faktor produksi,
pengusaha berusaha untuk menekan upah hingga tingkat minimum
sehingga diharapkan laba perusahaan dapat ditir:-'gkatkan. Peningkatan
upah akan mengakibatkan biaya produsi perusahaan mengalami
peningkatart, harga jual-pun akan mengalami peningkatan, dan lebih
jauh lagi akan menurunkan daya saing perusahaan di pasar.
Penelitian yang pernah dilakukan oleh Werner Internasional (1996),
menunjukkan bahwa terdapat korelasi negatif antara upah pekerja
dengan proporsi ekspor Indonesia pada tahun berikutnya di pasar
internasional. 2
Dihadapkan pada situasi yang sulit dan mendesak, yaitu antara
pilihan mencapai tujuan meningkatkan kesejahteraan pekerja dengan
masalah kepentingan pengusaha serta pemulihan kondisi
perekonomian, sangat diharapkan pemerintah dapat mengambil
kebijakan yang tepat agar dapat mencapai tujuan yang diharapkan
secara efektif agar kebijakan yang ditujukan untuk meningkatkan
kesejahteraan pekerja terutama yang berupah rendah tidak justru
merugikan pekerja secara keseluruhan, kelompok pengusaha, dan
lebih jauh mempersulit usaha perbaikan kondisi perekonomian.
Telah banyak analisis dan pendapat yang dikemukakan baik
oleh pengamat, pakar, praktisi mengena·i sebab-sebab terjadinya krisis
multi dimensi dimaksud. Suatu hal yang dapat dipastikan adalah krisis
tersebut sampai saat ini masih terus berlangsung, meskipun tetap ada
2 Ibid. p.125.
- 2 -
optimisme bahwa krisis akan berangsur pulih namun kenyataannya
dalam proses pemulihannya Indonesia masih kalah jauh apabila
dibandingkan dengan negara Asia lainnya yang juga telah mengalami
krisis serupa seperti Korea Selatan, Thailand dan Malaysia.
Dalam suatu studi yang telah dilakukan oleh East Environment
Sector Unit - World Bank dengan judul "Environmental Implication of
The Economics Crisis Adjustment in Asia" dikemukakan bahwa sumber
krisis ekonomi di Asis disebabkan beberapa faktor penyebab antara
lain:
1. perluasan kegiatan ekonomi yang sangat ekspansif yang
mendorong peningkatan utang luar negeri bag1 pengusaha
swasta;
2. kelemahan pada sektor keuangan yang disebabkan oleh
ketiadaan manajemen risiko, kelemahan regulasi, dan
pengawasan terhadap lembaga keuangan (khususnya
lembaga perbankan);
3. kelemahan struktural, penundaan agenda reformasi dan
ketidakadaan transparansi dalam hubungan antara
pemerintah dengan kalangan pebisnis;
4. efek eksternal dan ketidakpastian politik.
Dari keempat faktor tersebut di atas adalah sangat relevan
menunjukkan penyebab krisis ekonomi di Indonesia adalah
pembangunan ekonomi yang ekspansif dan eksesif yang mengabaikan
aspek Good Corporate Governance. 3 Krisis moneter yang melanda
Indonesia telah memberi dampak negatif bagi semua pelaku ekonomi.
Bukan cuma importir dan eksportir yang masih bertumpu pada
komponen impor yang merasa risau, tapi berjuta rakyat jelata harus
menjerit-jerit karena naiknya harga barang dan bahkan mengalami
PHK akibat perusahaan tempat mereka bekerja tidak mampu lagi
. 3Andi Akbar, et. al, Pokok-Pokok Pikiran bagl Pemerintahan Baru Hasil PEMILU 1999 Llngkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Pasca Orde Baru, Potensi dan Harapan Menuju Good Environmental Governance, Jakarta: ICEL, hal. 1 - 2.
- 3 -
membiayai kegiatan produksi. Ternyata krisis moneter tidak berhenti -
pada persoalan nilai tukar rupiah semata-mata, namun melebar ke
seluruh se:ndi-sendi perekonomian.
Menurut Kurva Phillips inflasi berhubungan terbalik dengan
pengangguran, kalau pengangguran meningkat, inflasi akan menurun,
sebaliknya bila inflasi meningkat maka pengangguran akan menurun.
Untuk mengatasi masalah jumlah pengangguran yang semakln
meningkat tersebut kita harus menurunkan inflasi. Padahal di masa
sekarang ini inflasi sedang berada pada tingkat yang tinggi,
seharusnya jumlah pengangguran menurun, tapi kenyataannya jumlah
pengangguran juga tinggi dan tingkat upah yang diterima oleh pekerja
yang bekerjapun sudah tidak sesuai lagi dengan tingkat harga yang
terjadi sekarang ini.
Sehubungan dengan adanya laju inflasi tersebut, sebenarnya
pemerintah melalui Departemen Tenaga Kerja sudah berupaya
melindungi pekerja dalam hal pengupahan, yaitu tertuang dalam
Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER-01/MEN/1999 tentang Upah
Minimum yang wajib dilakukan oleh semua pengusaha.
Untuk penyesuaian besarnya upah minimum dengan adanya
inflasi, dalam Permenaker tersebut dalam pasal 4 ayat (5) dijelaskan
bahwa besarnya upah minimum tersebut diadakan peninjauan kembali
selambat-lambatnya 2 (dua) tahun sekali. Dalam pasal 6 ayat (1)
disebutkan bahwa UMR tersebut ditetapkan dengan
mempertimbangkan kebutuhan hidup, indeks harga konsumen,
kemampuan, perkembangan dan kelangsungan perusahaan, upah
pada umumnya, kondisi pasar dan tingkat perkembangan
perekonomian serta pendapatan perkapita.
Namun perbaikan terhadap nasib buruh tersebut dirasakan
sangat lambat dalam menyesuaikan diri dengan keadaan yang terjadi
sekarang ini. Inilah yang kemudian membuat pekerja/buruh tersebut
merasa tidak puas dan menimbulkan protes dikalangan mereka.
--4-
Situasi yang seperti itu seringkali dimanfaatkan oleh pihak
pihak yang tidak berkepentingan untuk membuat onar dan kerusuhan.
Tentu saja keadaan seperti ini akan menambah parah situasi Indonesia
yang saat ini sedang mengalami krisis moneter yang berkepanjangan.
1.1.1. Permasalahan
Dari latar belakang di atas penulis akan melihat apakah
kebijakan Pemerintah dalam hal pengupahan dapat memperbaiki
kehidupan para pekerja.
1.1.2. Ruang Lingkup Penelitian
Untuk melihat permasalahan dengan lebih jelas penulis
mengambil wilayah Indonesia di mana Undang-undang mengenai
ketenagakerjaan tersebut berlaku untuk seluruh Indonesia. Undang
undang harus dilakukan /dilaksanakan sebagaimana yang sudah
ditetapkan, jika tidak maka pelanggarnya akan dikenakan sanksi.
1.1.3. Tujuan Penelitian
Mengetahui sejauh mana kebijakan pemerintah dalam hal upah
dapat menaikkan taraf hidup pekerja.
1.1.4. Manfaat dan Kegunaan Penulisan
1.1.4.1. Dari segi teoritis penulisan ini diharapkan dapat bermanfaat
bagi pengembangan ilmu perencanaan dan kebijakan publik.
1.1.4.2. Dari segi praktis penulisan ini diharapkan dapat berguna
sebagai bahan masukan bagi pihak-pihak yang terkait
penggunaan lahan/ruang di wilayah Republik Indonesia,
termasuk diantaranya Pemerintah dan penduduk yang
berdiam di wilayah Republik Indonesia.
- 5 -
1.2. METODOLOGI PENELITIAN
Dalam penyusunan laporan penelitian ini sebagian besar
menggunakan metode penelitian normatif yang bersifat deskriptif.
Dalam penelitian ini dilakukan analisis terhadap data yang
dikumpulkan dan diolah atas data kepustakaan yang terbatas. Dengan
demikian penelitian ini mempergunakan metode penelitian normatif
deskriptif.
Penelitian normatif deskriptif dilakukan terhadap bahan-bahan
kepustakaan yang meliputi:
1. UUD 1945 pasal 27 (2),
2. GBHN 1999 dalam Bab IV Arah dan Kebijakan Ekonomi,
3. UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan,
4. Per-01/MEN/1999 tentang Upah Minimum.
1.3. KERANGKA.TULISAN
BERDASARKAN PASAL27 (2) UUD 1945 DIATUR BAHWA TIAP
WARGA NEGARA BERHAKATAS PEKERJAAN & ___.
PENGHIDUPAN YG LA YAK
1.4. SISTEMATIKA PENULISAN
KEBUTUHAN HIDUP YG
LA YAK
STRA TEGI/ KEBIJAKAI PEMERINTAH
TERHADAP UMR
Untuk mempermudah dalam memahami tulisan yang akan
dituangkan dalam bentuk makalah ini, maka pembahasannya akan
disusun dalam sistematika sebagai berikut :
BAS I P E N D A H U L U A N
1.1. Latar Belakang
1.2. Metodologi Penelitian
1.3. Kerangka tulisan
1.4. Sistematika Penulisan
- 6 -
BAB II LANDASAN HUKUM PENGUPAHAN DIINDONESIA
2.1. Undang-undang Dasar 1945
2.2. GBHN Tahun 1999
2.3. UU No. 13/2003
2.4. PER-01/MEN/1999
BAB III UPAH MINIMUM
3.1. Kebijakan Mengenai Upah Minimum
3.2. Metode Penetapan Upah
3.3. Penyesuaian Upah
3.4. Pelaksanaan Ketentuan Upah Minimum
3.5. Mekanisme Penetapan Upah Minimum
3.6. Kondisi UMP Di DKI Jakarta
BAB IV ANALISA KEBIJAKAN · PEMERINTAH TENTANG UPAH
MINIMUM
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan
5.2. Saran
- 7 -
BABD
LANDASAN HUKUM PENGUPAHAN Dl INDONESIA
Pengupahan di Indonesia diatur dalam beberapa peraturan dan
Undang-Undang. Dalam bab ini akan diuraikan landasan hukum yang
dipakai dalam menetapkan hal-hal yang berhubungan dengan
pengupahan, yaitu:
2.1. Undanq-Undanq Dasar 1945
Di dalam Undang-Undang Dasar 1945, hal-hal yang
berhubungan dengan ketenagakerjaan terdapat dalam pasal :
Pasal 27 ayat (2) :
tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan
yang layak bagi kemanusiaan.
2.2. Garis-Garis Besar Haluan Neqara Tahun 1999
Pembangunan yang terpusat dan tidak merata yang
dilaksanakan selama ini ternyata hanya mengutamakan pertumbuhan
ekonomi serta tidak diimbangi kehidupan sosial, politik, ekonomi yang
demokratis dan berkeadilan. Fundamental pembangunan ekonomi yang
rapuh, penyelenggaraan negara yang sangat birokratis dan cenderung
korup, serta tidak demokratis telah menyebabkan krisis moneter dan
ekonomi, yang nyaris berlanjut dengan moral yang memprihatinkan. Hal
tersebut kemudian menjadi penyebab timbulnya krisis nasional yang
berkepanjangan, telah membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa.
Upaya mengatasi krisis ekonomi beserta dampak yang
ditimbulkannya telah dilakukan melalui proses reformasi bidang
ekonomi, tetapi hasilnya belum memadai karena :
1. Penyelenggaraan negara di bidang ekonomi selalu dilakukan atas
dasar kekuasaaan yang terpusat dengan campur tangan
pemerintah yang terlalu besar, sehingga kedaulatari ekonomi tidak
berada di tangan rakyat dan mekanisme pasar tidak berfungsi
secara efektif;
- 8 -
2. Kesenjangan ekonomi yang meliputi kesenjangan antara pusat dan
daerah, antar daerah, antar pelaku dan antar golongan
pendapatan, telah meluas ke seluruh aspek kehidupan sehingga
struktur ekonomi tidak kuat yang ditandai dengan berkembangnya
monopoli serta pemusatan kekuatan ekonomi di tangan
sekelompok kecil masyarakat dan daerah tertentu.
Dalam bidang ekonomi GBHN menyebutkan ketenagakerjaan
akan dikembangkan secara menyeluruh dan terpadu yang diarahkan
pada peningkatan kompetensi dan kemandirian tenaga kerja,
peningkatan pengupahan, penjaminan kesejahteraan, perlindungan
kerja dan kebebasan berserikat. Selain itu akan meningkatkan kualitas
penempatan tenaga kerja ke luar negeri dengan memperhatikan
kompetensi, perlindungan dan pembelaan tenaga kerja yang dikelola
secara terpadu dan mencegah timbunya eksploitasi tenaga kerja.
Kemudian melakukan upaya terpadu untuk mempercepat proses
pengentasan masyarakat dari keiskinan, mengurangi pengangguran
yang merupakan dampak krisis ekonomi.
2.3. Undanq-Undanq No. 13 Tahun 2003
Undang-undang No. 13 Tahun 2003 ini adalah tentang
Ketenagakerjaan. Dalam bab I pasal 1 disebutkan bahwa yang
dimaksud dengan ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan
dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama dan sesudah masa
kerja. Sedangkan tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu
melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik
untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.
Bab X dari Undang-Undang ini membahas tentang perlindungan,
pengupahan dan kesejahteraan pekerja. Perlindungan di sini meliputi
perlindungan terhadap penyandang cacat, anak dan perempuan serta
ketentuan waktu kerja. Pengupahan dibahas dalam pasal 88, di mana
setiap buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi
penghidupan yang layak bagi kemanusian. Untuk itu Pemerintah
- 9 -
menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh
yang meliputi :
a. Upah minimum;
b. Upah kerja lembur;
c. Upah tidak rnasuk kerja karena berhalangan;
d. Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar
pekerjaa n nya;
e. Upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya;
f. bentuk dan cara pembayaran upah;
g. Denda dan pemotongan upah;
h. Hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan uapah;
1. Struktur dan skala pengupahan;
J. Upah untuk pembayaran pesangon; dan upah untuk perhitungan
pajak penghasilan.
Pemerintah menetapkan upah minimum berdasarkan kebutuhan
hidup layak dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan
ekonomi.
2.4. PER-01/MEN/1999
Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER-01/MEN/1999 adalah
tentang Upah Minimum yang wajib dilakukan oleh semua pengusaha.
Untuk penyesuaian besarnya upah minimum, dalam pasal 4 ayat (5)
Permenaker itu dijelaskan bahwa besarnya upah minimum tersebut
diadakan peninjauan kembali selambat-lambatnya 2 (dua) tahun
sekali. Dalam pasal 6 ayat (1) disebutkan bahwa UMR tersebut
ditetapkan dengan mempertimbangkan kebutuhan hidup, indeks harga
konsumen, kemampuan, perkembangan dan kelangsungan
perusahaan, upah pada umumnya, kondisi pasar dan tingkat
perkembangan perekonomian serta pendapatan perkapita.
Namun perbaikan terhadap nasib buruh tersebut dirasakan
sangat lam bat dalam menyesuaikan diri dengan keadaan yang terjadi
sekarang ini. Inilah yang kemudian membuat pekerja/buruh tersebut
merasa tidak puas dan menimbulkan prates di kalangan mereka.
- 10 -
Situasi yang seperti itu seringkali dimanfaatkan oleh pihak
pihak yang tidak berkepentingan untuk membuat onar dan kerusuhan.
Tentu saja keadaan seperti ini akan menambah parah situasi Indonesia
yang saat ini sedang mengalami krisis moneter yang berkepanjangan.
- 11 -
BAB -Ill
UPAH MINIMUM
Dalam menentukan upah minimum terdapat 4 (empat) pihak
yang saling terkait yaitu Pemerintah dalam hal ini Departemen Tenaga
Kerja, Dewan Pengupahan Nasional yang merupakan lembaga
independen terdiri dari pakar, praktisi yang bertugas memberikan
masukan kepada pemerintah, Federasi serikat Pekerja Seluruh
Indonesia (FSPSI) sebagai penyalur aspirasi pekerja dan wakil
pengusaha melalui APINDO (Assosiasi Pengusaha Indonesia). Mereka
bertugas mengevaluasi tingkat upah minimum yang berlaku pada saat
tertentu dan memutuskan apakah tingkat upah tersebut sudah saatnya
untuk dinaikkan atau belum. Untuk menghindari perbedaan
kepentingan antara pengusaha dan pekerja, maka Pemerintah
memandang perlu untuk mengatur masalah pengupahan ini.
3.1. Kebijakan Upah Minimum
Dalam hal ini Pemerintah ~engupayakan tingkat upah
minimum berada sedikit di atas dari kemampuan perusahaan yang
paling tidak efisien. Sehingga perusahaan tersebut akan didorong
memperbaiki dirinya. Satu hal lagi masalah yang harus mendapat
perhatian dalam hal mengukur kemampuan perusahaan dalam
membayar upah, yaitu perusahaan yang tidak mencari untung seperti
yang masih berstatus PERUM, PERJAN, atau yayasan yang kegiatanya
murni sosial. Untuk mengukur kemampuan membayar upah
perusahaan/badan hukum tersebut sangat sulit, karena
keberadaannya berhubungan dengan hajad hidup orang banyak tidak
dibayar sama dengan perusahaan-perusahaan lain. Oleh karena itu
perlu ada kebijaksanaan serta fasilitas yang diberikan oleh Pemerintah,
bahkan kalau perlu berupa subsidi, agar perusahaan/badan hukum
tersebut dapat membayar upah pekerjanya dengan wajar.
- 12 -
Di atas telah dijelaskan dasar-dasar yang digunakan dalam
menentukan tingkat upah adalah kebutuhan hidup pekerja,
perbandingan upah, serta kemampuan membayar perusahaan.
Disamping itu semua, masih ada yang perlu diperhatikan dan harus
dijadikan dasar dalam menetapkan tingkat upah di perusahaan, yaitu
Peraturan Pemerintah. Peraturan Pemerintah mengenai pengupahan
bertujuan untuk melindungi para pekerja, karena posisi mereka lemah.
Peraturan Pemerintah itu harus diperhatikan dan dipertimbangkan oleh
Pengusaha, karena akan berpengaruh besar terhadap pengupahan
dalam perusahaan.
Peraturan Pemerintah tersebut antara lain, adalah :
a. Peraturan Upah Minimum
Agar upah para pekerja tidak merosot turun, karena timpangnya
pasar kerja, maka Pemerintah menetapkan upah minimum yang
harus dilaksanakan oleh setiap perusahaan. Dengan adanya
peraturan upah minimum, maka perusahaan tidak dapat
membayarkan upah di bawah dari peraturan upah minimum.
Walaupun mungkin kemampuan perusahaan berada di bawah
peraturan tersebut. Peraturan upah minimum secara periodik
dilakukan peninjauan. Hal tersebut akan dapat mempengaruhi
struktur upah di dalam perusahaan. Oleh karena itu pengusaha
harus telah memperhitungkan kebijaksanaan upah minimum dan
kebijaksanaan pengupahan lainnya.
b. Pembayaran Jaminan Sosial
Sesuai dengan peraturan-perundangan yang berlaku, pengusaha
harus membayar iuran jaminan sosial yang bersifat wajib untuk
pekerjanya. Hal ini harus diperhitungkan oleh perusahaan dalam
kebijakan pengupahan perusahaan.
c. Pembayaran Upah Lembur
Pemerintah menetapkan pembayaran upah lembur bagi pekerja
yang bekerja melebihi jam kerja normal. Cara perhitungan
pembayaran upah lembur ini ditetapkan oleh Pemerintah, dan
- 13 -
tentunya akan mempengaruhi k~mampuan bayar perusahaan.
Oleh karena itu harus diperhitungkan dalam kebijaksanaan
pengupahan perusahaan.
3.2. Metode Penetaoan Upah
3.2.1. Secara Sepihak Coleh Pengusahal Berdasarkan
Perjanjian Kerja
Penetapan upah yang dilakukan secara sepihak oleh
perusahaan dalam hubungan kerja, biasanya perusahaan terlebih
dahulu melihat bagaimana keadaan pasar tenaga kerja sehingga
dik~tahui berapa tingkat upah yang berlaku di pasaran bagi pekerjaan- .
pekerjaan yang membutuhkan tenaga perusahaan. Perusahaan tidak
akan menetapkan upah di bawah dari harga pasaran, karena dengan
hal yang demikian tidak akan mendapatkan tenaga yang diinginkan.
Jadi walaupun perusahaan menentukan sepihak upah yang ditawarkan,
akan tetapi telah mempertimbangkan lebih dulu harga pasaran upah
yang berlaku. Hal ini umumnya dilakukan pekerja yang tidak terlatih
(unskill) atau tenaga kerja terlatih tetapi persediaannya cukup banyak
di pasaran.
Bagi pekerja yang terdidik yang tidak banyak di pasaran,
penetapan upah sepihak oleh perusahaan tidak akan menarik mereka.
Oleh karena itu bagi pekerja terdidik proses penentuan upah harus
dilakukan melalui tawar menawar antara pengusaha dan pekerja.
Kesepakatan yang terjadi antara kedua pihak, akan menjadi perjanjian
kerja bagi kedua pihak baik tertulis maupun tidak tertulis.
3.2.2. Penetapan Upah Melalui Kesepakatan Kerja Bersama
Dalam menetapkan upah melalui tawar menawar antara
pekerja dan pengusaha bagaimanapun juga akan sukar bagi pekerja
untuk memperoleh upah yang lebih baik. Apabila pekerja secara
perorangan berhadapan dengan pengusaha, mereka akan berada
dalam posisi yang lemah. Sering orang mengatakan kekuatan
pengusaha akan seimbang dengan kekuatan seluruh pekerja di
perusahaan. Untuk mengatasi hal ini pekerja membentuk organisasi
- 14-
yang dinamakan Serikat Pekerja. Serikat Pekerja dapat membuat
Kesepakatan Kerja Bersama (KKB), baik di dalam perusahaan, per
sektor, per daerah, bahkan dapat secara nasional. Di dalam KKB ini
dapat dirundingkan mengenai upah baik standar upah minimum,
maksimum, skala upah, kenaikan upah, upah lembur, dan lain-lain
sebagainya.
Dalam merundingkan KKB baik Serikat Pekerja maupun
pengusaha harus memiliki data, terutama yang bersifat kuantitatif
yang diperlukan di dalam perundingan. Pihak yang memiliki data
lengkap akan lebih mudah memberikan argumen-argumen bagi
pendapat yang dikemukakannya. Sementara pihak yang pendapatnya
kurang didukung oleh data yang akurat akan dapat terpojok dalam
perundingan tersebut. Dalam teknik berunding biasanya pihak Serikat
Pekerja selalu mengemukakan tuntutan yang lebih tinggi dari yang
diinginkannya agar ada keleluasaan di dalam berunding untuk
mencapai tingkat yang diinginkan. Bagi pengusaha biasanya selalu
mengemukakan kesediaan yang minim dari tingkat yang diperkirakan
agar perusahaan mempunyai keleluasan pula dalam berunding.
Perundingan upah selalu merupakan perundingan yang sangat
pelik, karena menyangkut kepentingan langsung dari kedua belah
pihak, sehingga dalam merundingkan upah kedua belah pihak selalu
serius dan perundingannya cenderung menjadi alot. Pemogokon, unjuk
rasa, dan lain-lain sejenisnya sering disebabkan oleh perundingan
mengenai upah ini.
3.2.3. Penetapan Upah Melalui Intervensi Pemerintah
Penetapan upah yang ditetapkan oleh Pemerintah adalah
ketentuan upah minimum yang berlaku secara regional, sektoral
regional atau sub sektoral regional wajib dilaksanakan oleh setiap
perusahaan dengan pengertian bahwa perusahaan tidak boleh
membayar upah pekerjanya di bawah Ketentuan Upah Minimum.
Apabila Pemerintah mengeluarkan Ketetapan Upah Minimum yang
baru yang jumlahnya meningkat dari yang lama maka akan terjadi
- 15 -
perubahan upah di dalam perusahaan. Mereka yang berada pada
tingkat upah minimum yang lama akan mengalami kenaikan upah
minimal sama dengan kenaikan di dalam Ketetapan Upah Minimum.
Dengan naiknya upah pekerja yang paling bawah dapat mendekati
atau menyamai tingkat upah pekerja di atasnya. Pekerja yang berada
di atas Ketentuan Upah Minimum Pemerintah.
3.3. Penyesuaian Uoah
Faktor-faktor penyesuaian upah dilakukan apabila terjadi
perubahan terhadap kondisi yang mempengaruhi penetapan upah,
seperti perubahan terhadap harga kebutuhan pekerja, perubahan upah
di pasaran, kemampuan perusahaan untuk membayar, kesepakatan,
dan ketetapan Pemerintah. Oleh sebab itu penyesuaian upah
merupakan kegiatan yang dilaksanakan terus menerus oleh
perusahaan. Jika tidak demikian pekerja merasa kesejahteraannya
tidak berubah bahkan mungkin bertambah menurun, karena nilai upah
riil yang diperoleh menjadi lebih rendah. Pengusaha harus mempunyai
perhatian terhadap penyesuaian upah di dalam perusahaan.
3.3.1. Penyesuaian Uoah Berdasarkan Tinqkat Kebutuhan
Pekerja
Penyesuaian upah dilakukan berdasarkan kenaikan biaya hidup
pekerja, yaitu dengan membandingkan kenaikan biaya hidup pekerja
dengan kenaikan upah. Untuk mengetahui kenaikan biaya hidup
pekerja, perusahaan biasanya menggunakan Indeks Harga
Konsumen (IHK) dan Kebutuhan Hidup Minimum (KHM).
Pemerintah setiap bulannya mengumumkan kenaikan IHK yang dapat
dijadikan pedoman oleh semua pihak. IHK diperoleh Pemerintah
dengan menghimpun ± 250 (dua ratus lima puluh) macam kebutuhan
seseorang menurut harga-harga yang berlaku di pasaran. Apabila
terjadi kenaikan harga-harga di pasaran maka akan mempengaruhi
IHK. Di Indonesia, Pemerintah telah mengusahakan agar kenaikan IHK
dalam waktu 1 (satu) tahun kurang dari 10 °/o (dua digit). Perusahaan
akan mengupayakan kenaikan upah berdasarkan IHK tersebut. Jika hal
- 16-
tersebut yang diberlakukan akan sangat memberatkan pengusaha
terutama mengenai pengaturan adniinistrasinya. Biasanya diambil
jalan musyawarah yaitu dengan mengadakan penyesuaian upah pada
pertengahan tahun atau pada saat kenaikan IHK telah mencapai
jumlah tertentu.
Di samping perusahaan menggunakan IHK sebagai tolok ukur
kenaikan upah pada perusahaan berdasarkan kesepakatan dengan
pekerja, perusahaan tidak menggunakan tolok ukur IHK, tetapi
menggunakan indeks Kebutuhan Hidup Minimum (KHM). Kenaikan
upah berdasarkan kenaikan harga kebutuhan pekerja ini adalah
kenaikan upah yang bersifat umum yang tidak· dikaitkan dengan
prestasi seseorang atau kelompok. Bagi perusahaan yang
menggunakan tolok ukur IHK atau KHM dalam menaikkan upah berarti
hanya dapat rnempertahankan kebutuhan atau kehidupan para
pekerja. Dengan demikian berarti tidak terdapat perbaikan terhadap
kebutuhan atau kehidupan para pekerja. Hal yang demikian sering
disebut dengan ungkapan bahwa kehidupan pekerja masih berjalan di
tempat. Penyesuaian upah berdasarkan indeks tersebut sering disebut
dengan indeksasi dari upah. Cara indeksasi upah ini secara umum
melindungi para pekerja, tetapi dalam hal-hal tertentu tidak efektif
untuk dilakukan. Contoh apabila terjadi gagal panen, maka IHK akan
cenderung meningkat. Berdasarkan indeksasi upah, maka otomatis
akan terjadi kenaikan upah. Akibatnya akan meningkatkan daya beli.
Namun produksi pangan menurun, sehingga kenaikan upah karena
indeks IHK tadi akhirnya tidak mempunyai dampak. Disamping itu,
kelemahan lain dari indeksasi upah adalah apabila terjadi kenaikan
produktifitas pekerja, dan kenaikan kemampuan perusahaan, pekerja
tidak akan mendapat manfaat karena kenaikan upahnya telah
disesuaikan dengan indeks kebutuhan hidup pekerja. Dengan demikian
kemajuan perusahaan tidak akan banyak pengaruhnya terhadap
pekerja.
- 17 -
3.3.2. Penyesuaian Uoah Karena Perubahan Upah di Pasaran
Apabila terjadi perubahan upah di pasaran, maka perlu
diadakan penyesuaian upah oleh perusahaan. Apabila di pasaran upah
telah meningkat cukup besar dan perusahaan kurang tanggap di dalam
penyesuaian ini, maka akan banyak pekerja yang pindah ke
perusahaan lain untuk mendapatkan upah yang lebih baik. Perusahaan
terpaksa mengganti tenaga kerja yang pindah. Untuk mendapatkan
tenaga yang sama mutunya perlu diberikan upah yang lebih baik dari
pekerja yang pindah.
Agar perusahaan selalu mengetahui keadaan upah di pasaran
atau di perusahaan sejenis, maka perusahaan perlu memantau
perkembangan pengupahan secara terus menerus. Perkembangan
upah di pasaran, tidak hanya diperlukan untuk penyesuaian upah,
akan tetapi juga digunakan untuk mengatur struktur upah perusahaan
dibandingkan dengan rata-rata perusahaan dalam industri yang sama.
Dari perbandingan ini akan diketahui efisiensi penggunaan biaya oleh
perusahaan. Hasil survey yang terbuka bagi Serikat Pekerja akan
bermanfaat bagi mereka dalam menilai posisi pembiayaan perusahaan,
maka tidak akan ada lagi tuntutan tidak wajar dari Serikat Pekerja.
3.3.3. Penyesuaian Upah Berdasarkan Kesepakatan
Penyesuaian upah juga dapat dilakukan mela.lui kesepakatan
antara Serikat Pekerja dengan Pengusaha. Berdasarkan kesepakatan
antara pekerja dan pengusaha dicari suatu tolok ukur untuk dijadikan
dasar dalam menyusun upah. Hal tersebut dapat berjalan apabila di
dalam perusahaan telah ada Serikat Pekerja yang mampu
merundingkannya dengan Pengusaha.
Penyesuaian upah berdasarkan kesepakatan ini sangat besar
manfaatnya, karena dilaksanakan secara musyawarah dan mufakat
bersama, yang dapat menghindari terjadinya perselisihan-perselisihan
karena upah.
- 18-
3.3.4. Penyesuaian Uoah Berdasarkan Ketentuan Pemerintah
Apabila terjadi perubahan Peraturan Pemerintah yang
mengatur mengenai Upah, maka perusahaan harus mengadakan
penyesuaian upah. Kadang-kadang penyesuaian itu tidak hanya untuk
lapisan bawah saja, tetapi juga akan mempengaruhi seluruh lapisan.
3.4. Pelaksanaan Ketentuan Upah Minimum
Pelaksanaan Ketetapan Upah Minimum bertujuan untuk :
3.4.1. Mengurangi persaingan yang tidak sehat antara pekerja dalam
pasar kerja disebabkan karena tidak sempurnanya pasar kerja.
3.4.2. Melindungi daya beli pekerja yang berpenghasilan rendah
karena tingkat inflasi yang tinggi menyebabkan menurunnya
day a beli pekerja.
3.4.3. Mengurangi kemiskinan, karena adanya kenaikan upah
minimum set~hap demi setahap pekerja yang miskin akan
berkurang.
3.4.4. Meningkatkan produ~tifitas kerja, karena dengan adanya upah
minimum maka pengusaha yang membayar upah rendah akan
didorong menaikkan upah pekerjanya. Hal tersebut akan
mendorong pula pengusaha untuk meningkatkan efisiensi dan
produktifitas perusahaan agar mampu membayar upah
minimum.
3.4.5. Lebih menjamin upah yang sama bagi pekerjaan yang sama,
sehingga perbedaan upah antara perusahaan yang satu dengan
yang lain untuk pekerjaan yang sama akan berkurang.
3.4.6. Mencegah terjadinya perselisihan, karena dengan ketetapan
upah minimum akan mempengaruhi perubahan
struktur/tingkat upah di perusahaan.
3.4. 7. Mencegah melorotnya upah ke bawah bagi pekerja lapisan
bawah karena tidak seimbangnya pasar kerja, disebabkan
- 19 -
penawaran tenaga kerja melebihi dari permintaan tenaga
kerja.
Pada dasarnya tingkat upah atau besarnya upah yang diterima
oleh seorang pekerja termasuk upah terendah adalah hasil
kesepakatan atau perjanjian antara pekerja dan pengusaha. Dengan
perkataan lain upah adalah merupakan hasil kesepakatan perdata
biasa. Walaupun pekerja mau menerima tingkat upah dibawah
ketetapan upah minimum (karena terpaksa), pengusaha tidak boleh
membayar demikian. Inilah intervensi pemerintah terhadap upah.
3.5. Mekanisme Penetapan Upah Minimum
Di Indonesia ketetapan upah minimum ditetapkan oleh Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Mekanisme penetapan upah minimum
di Indonesia adalah sebagai berikut :
3.5.1. Melaksanakan survey pasar, yaitu mengumpulkan bahan
bahan dan data mengenai pengupahan oleh Komisi
Pengupahan dan JAMSOSTEK.
3.5.2. Komisi Pengupahan dan JAMSOSTEK mengusulkan tingkat
upah minimum kepada Gubernur Kepala Daerah setempat.
3.5.3. Gubernur meneliti kembali usul tersebut dengan staf dan
menyampaikan rekomendasi persetu-juan kepada Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
3.5.4. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi setelah menerima usul
Dewan Penelitian Pengupahan Daerah (DPPD} yang disertai
rekomendasi Gubernur tersebut, meminta kepada Dewan
Penelitian Pengupahan Nasional (DPPN) untuk membahas
kembali dan memberikan rekomendasi kepada Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi.
3.5.5. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi setelah menerima
rekomendasi dari DPPN baru mengeluarkan ketetapan upah
minimum yang berlaku bagi propinsi yang bersangkutan.
- 20-
Dalam mengusulkan ketetapan. upah minimum DPPD harus
mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut :
o Tingkat biaya hidup pekerja;
o Tingkat Kehidupan Hidup Minimum (KHM);
o Keadaan Pengupahan yang berlaku;
o Kemampuan Perusahaan;
o Keadaan ekonomi Daerah dan Nasional;
o Perluasan Lapangan Kerja.
Faktor-faktor yang dipertimbangkan tersebut tidak sama
bobotnya dal~m pertimbangan, karena .. akan sangat tergantung dari
kondisi daerah yang bersangkutan.
3.6. Kondisi UMP Di DKI Jakarta
Tahun 2001, UMP DKI Jakarta sebesar Rp 426.000/bulan dan
tahun 2002 naik sebesar 38,7 persen menjadi Rp 591.266/bulan. Jika
buruh menginginkan kenaikan lagi dalam kondisi ekonomi yang berat
seperti sekarang akan sangat menyulitkan pengusaha. Wajar jika
buruh menginginkan kenaikan upah mengingat kian meningkatnya
biaya kebutuhan hidup. Namun dalam kondisi ekonomi seperti
sekarang tidak memungkinkan bagi pengusaha untuk menaikkan
upah. Setiap persen kenaikan UMP akan berdampak langsung terhadap
pemutusan hubungan kerja. Ketua Umum Kadin Provinsi DKI Jakarta,
Pungky Bambang Purwadi, menyatakan bahwa kenaikan UMP paling
maksimal adalah sebesar angka inflasi karena inflasi menyebabkan
harga barang membumbung. (Kompas, 8 Januari 2002).
Penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta tahun
2003 sebesar Rp. 631.554/bulan disetujui Gubernur DKI Jakarta
tanggal 24 Oktober 2002 dan diberlakukan per 1 Januari 2003.
Perusahaan yang tidak sanggup menaikkan UMP dapat
mengajukan penangguhan pelaksanaan kebijakan tersebut kepada
gubernur melalui Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi
- 21 -
DKI Jakarta selambat - selambatnya 10 hari (21 Desember 2002),
sebelum UMP berlaku 1 Januari 2003.
Kenaikan UMP sebesar 7 persen dari tahun 2002 ke 2003
bukan merupakan faktor utama yang menyebabkan sebagian tenaga
kerja mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Ada kondisi
perekonomian yang belum pulih, faktor-faktor lain yang
mengakibatkan buruh terkena PHK, antara lain kesalahan manajemen
perusahaan sehingga perusahaan mengalami kerugian, kenaikan
komponen operasional (listrik, telepon, BBM), atau tiadanya jaminan
keamanan.
Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta mulai 1 Januari
2004 ditetapkan sebesar Rp 671.550/bulan. Ini merupakan kenaikan
6,3 °/o dari tahun sebelumnya. UMP 2004 telah ditetapkan berdasarkan
Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 3654 Tahun 2003
tanggal 31 Oktober 2003. Sedangkan Upah Minimum Sektoral Provinsi
(UMSP) diusulkan penetapannya berdasarkan kesepakatan asosiasi
perusahaan dengan serikat pekerja/serikat buruh (SP/SB) yang terkait
dengan sektor tersebut.
Berdasarkan peraturan, UMP hanya berlaku bagi pekerja lajang
dengan masa kerja nol tahun. Sedangkan UMP sektoral harus lebih
tinggi lima persen daripada UMP wilayah, tetapi ketentuan ini
cenderung dilanggar sendiri oleh pengusaha. Masih banyak
perusahaan yang memberikan UMP bagi pekerja yang sudah
berkeluarga dengan masa kerja hingga lima tahun.
Dengan kenaikan UMP di atas, ada sejumlah sektor yang
merasa tidak keberatan. Namun, ada juga sektor yang keberatan
dengan kenaikan upah yang 6,3 persen tersebut. Jika UMP dipaksakan
naik sampai mencapai Rp 700.000 lebih, maka akan banyak
perusahaan yang tidak mampu untuk membayarnya. Sektor yang
keberatan dengan kenaikan UMP itu adalah perusahaan yang bersifat
- 22-
padat karya, seperti tekstil, garmen, sepatu, mainan anak, dan jasa
kebersihan. Khususnya untuk sektor jasa kebersihan, dasar
keberatannya adalah ongkos borongan masih rendah, yakni Rp 800 -
Rp 1.000 per meter persegi dan ditambah jasa Rp 400 per meter
persegi. (Kompas, 7 Nopember 2003).
Berdasarkan data Bappenas, masih banyak pekerja ya11g
mendapat upah di bawah UMP. Sebanyak 66,6 persen pekerja di
sektor garmen, tekstil, dan kulit mendapat upah di bawah UMP.
Sebanyak 60 persen pekerja UKM, 20 persen pekerja di industri padat
modal, 50 persen pekerja di perusahaan asing, dan 14 persen pekerja
di industri yang berorientasi ekspor yang masih ·mendapatkan upah di
bawah UMP.
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Nomor KEP-226/men/ 2000 menyebutkan bahwa perusahaan yang
tidak memberlakukan UMP akan dituntut di pengadilan dengan sanksi
tiga bulan penjara. Untuk meminimumkan pelanggaran yang terjadi
dalam pelaksanaan penetapan UMP di DKI Jakarta, pemerintah DKI
Jakarta hendaknya bersikap tegas terhadap perusahaan yang
melanggar. Hal ini bertujuan agar peraturan yang ada. bukan hanya
sekedar aturan tapi secara konsisten diterapkan dan dipatuhi.
- 23-
BABIY
ANALISA KEBIJAKAN PEMERINTAH
TENTANG UPAH MINIMUM
Upah bagi pekerja memiliki manfaat sebagai imbalan terhadap
output produksi yang dihasilkan dan sebagai perangsang bagi
peningkatan produktifitas. Bagi perusahaan, upah merupakan salah
satu komponen biaya produksi yang dipandang dapat mengurangi
tingkat laba yang dihasilkan. Oleh karena dipandang sebagai biaya
faktor produksi, maka pengusaha berusaha ~ntuk menekan upah
tersebut sampai pada tingkat yang paling minimum, sehingga laba
perusahaan dapat ditingkatkan.
Untuk menghindari perbedaan kepentingan antara pengusaha
dan pekerja, maka pemerintah memandang perlu untuk mengatur
masalah pengupahan ini. Tujuannya adalah untuk :
Menjaga agar tingkat upah tidak merosot ke bawah
(berfungsi sebagai jaring pengaman);
Meningkatkan daya beli peketja yang paling bawah;
Mempersempit kesenjangan secara bertahap antara mereka
yang berpenghasilan tinggi dan rendah.
Situasi ketenagakerjaan merupakan salah satu faktor yang
turut mempengaruhi tingkat upah. Tingginya permintaan tenaga kerja
(apalagi jika tidak dapat terserap seluruhnya dalam kegiatan ekonomi)
akan berdampak pada penurunan tingkat upah. Sebaliknya rendahnya
kesempatan kerja .akan menyebabkan terbatasnya penduduk yang
dapat memenuhi Kebutuhan Fisik Minimum (KFM) dan Kebutuhan
Hidup minimum (KHM) yang merupakan perhitungan pendekatan atas
biaya yang harus dikeluarkan oleh pekerja guna ·. memenuhi
kebutuhan hidupnya yang paling minimum. Di dalam KFM ataupun
KHM tercakup perkiraan biaya makanan, perumahan, pakaian,
penerangan, dan lain-lain kebutuhan hidup yang dianggap sebagai
- 24-
kebutuhan paling mendasar bagi pekerja. Perbedaannya adalah
Kebutuhan Fisik Minimum (KFM) kura.ng memperhatikan kebutuhan
non fisik, seperti agama, pendidikan, rekreasi, sedangkan Kebutuhan
Hidup Minimum (KHM) memberikan perhatian yang besar kepada
pemenuhan kebutuhan non fisik di samping kebutuhan fisik.
Perhitungan biaya hidup pekerja dengan mempergunakan KFM adalah
lebih rendah dibandingkan KHM. Hal ini disebabkan KHM menetapkan
standar hidup minimum pekerja pada tingkat yang lebih tinggi
dibandingkan dengan KFM.
Hingga awal pelita V nilai upah minimum secara riil terus
merosot, sebagai contoh upah minimum tahun 1985 dapat memenuhi
kebutuhan fisik minimum (KFM) seorang pekerja lajang sebesar 49%
sedangkan pada tahun 1985 upah minimum hanya dapat memenuhi
kebutuhan minimum sebesar 45%. Untuk mengatasi permasalahan
tersebut pada tahun 1989 pemerintah menetapkan kewajiban
penerapan upah minimum disamping merubah patokan upah
minimum dari Kebutuhan Fisik minimum (KFM) menjadi kebutuhan
hidup minimum {KHM) secara bertahap. Kebijakan ini mengakibatkan
terjadinya peningkatan UMR sebesar 30°/o pada tahun 1990 dan
dengan nilai UMR yang baru ini kebutuhan fisik minimum pekerja
dapat dipenuhi sebesar 58°/o. Selama 5 tahun berikutnya kemampuan
UMR untuk memenuhi kebutuhan fisik minimum terus meningkat
hingga akhirnya dapat mencapai 108°/o dari nilai KFM pada tahun
19954 •
Peningkatan Upah minimum merupakan berkah bagi kelompok
pekerja yang menikmati peningkatan upah, namun menimbulkan
kecemasan bagi kelompok lain yang terancam kehilangan pekerjaan
sebagai akibat penurunan permintaan akan tenaga kerja. Perhatian
dan kecemasan akan munculnya dampak negatif dari peningkatan
upah minimum yang meningkat dengan cukup tinggi bukan tidak
4 Departeman Tenaga Kerja R.I., Pedoman Pelaksanaan Ketetapan Upah Minimum.Jakarta 1995.
- 25-
beralasan, hal ini terlihat dari hasil penelitian Martin Rama {1996)5
yang menemukan bahwa peningkatan UMR akan mengakibatkan
penurunan tingkat permintaan akan tenaga kerja sebesar 2 persen dan
penurunan investasi sebesar 5 persen di Indonesia
Laporan World Bank6 {1996) yang kemudian menjadi sumber
referensi utama dari beberapa tulisan tentang upah minimum di
Indonesia juga menyatakan bahwa peningkatan UMR hingga tiga kali
lipat secara nominal dan dua kali lipat secara riil selama periode 1989-
1995, mengakibatkan peningkatan upah rata-rata namun
menimbulkan penurunan permintaan akan tenaga kerja sebesar 2-3%,
penurunan ini terutama terjadi pada kelompok pekerja usia muda (15-
24 tahun) dan pekerja wanita.
Penemuan dari penelitian-penelitian di atas tentu saja
menimbulkan keresahan, karena sebagai sebuah kebijakan yang
bertujuan untuk. meningkatkan taraf hid up para pekerja, maka
kebijakan upah minimum baru dikatakan berhasil jika dampak positif
berupa peningkatan kesejahteraan yang dinikmati pekerja lebih besar
dibandingkan dengan penderitaan yang ditimbulkan sebagai akibat
kehilangan pekerjaan yang dialami oleh sebagian pekerja.
Pada kenyataannya kebijakan upah minimum tersebut tidak
seperti yang diharapkan. Sebab upah minimum ditetapkan di atas
upah perusahaan yang terkecil, sehingga pada perusahaan yang
dipaksakan membayar upah melebihi dari kemampuan bayarnya maka
dapat terjadi hal-hal sebagai berikut :
o Bagi perusahaan yang tidak dapat meningkatkan
produktifitasnya, kenaikan upah akan meningkatkan biaya
produksi dan mengurangi daya saing, yang akhirnya akan
5 Rama, Martin, The Consequences of Doubling the Minimum Wage: The Case of Indonesia, mimeo, March and June, Washington D.C: World Bank, (1996).
6 World Bank 1996, Indonesia; Dimension of Growth, Report No: 15383-IND, May, Country Department III, East Asia and Pacific Region, Washington DC: World bank.(chp.3, p.81)
- 26-
terpaksa mengurangi produksi yang berakibat terjadinya
pemutusan hubungan kerja (PHK):
o Kenaikan upah yang melebihi kemampuan perusahaan akan
meningkatkan biaya produksi. Sehingga akan mengakibatkan
keuntungan perusahaan menurun. Akibat terburuk yang mungkin
timbul dari hal tersebut, pemilik/pemegang saham cenderung
untuk menarik modalnya.
Upah minimum yang meningkat relatif tinggi ini mengurangi
kesempatan kerja di sektor formal. Peningkatan upah minimum yang
terus menerus mengakibatkan kenaikan upah meningkat lebih cepat
daripada peningkatan produktivitas pekerjanya. Dengan kata lain
tingkat upah minimum berada di atas keseimbangan tingkat upah
yang terjadi di pasar tenaga kerja. Bila upah dinaikkan lagi, akan
terjadi penggangguran.
Dampak positif dari kebijakan upah minimum adalah hanya
orang-orang yang berpotensi yang dapat bekerja dengan upah yang
bagus. Akibatnya perusahaan akan memberhentikan tenaga kerja
yang tidak produktif untuk mengurangi biaya produksi. Pekerja yang
diberhentikan dapat menjadi penganggur atau mencari pekerjaan di
sektor informal, dengan upah yang lebih rendah. Selain itu, pekerja
yang kehilangan pekerjaan di sektor formal ini kehilangan akses
terhadap berbagai macam jaminan, seperti jaminan kesehatan, tenaga
kerja dan lain sebagainya.
Dampak negatif dari kebijakan upah minimum adalah jumlah
pengangguran yang akan semakin besar. Hal ini akan menambah
beban bagi pemerintah, kemiskinan akan bertambah banyak. Padahal
tujuan dari upah minimum adalah meningkatkan kehidupan pekerja,
sementara dengan adanya PHK terhadap pekerja-pekerja yang tidak
berpotensi oleh perusahaan yang tidak mampu membayar sesuai
ketentuan upah minimum akan menyebabkan penganguran semakin
meningkat.
- 27-
5.1. KESIMPULAN
BAB-Y
PENUTUP
Kebijakan upah minimum bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan dari para pekerja, terutama pekerja yang karena sifat
sifat khususnya berada dalam posisi penawaran yang sangat lemah di
pasar kerja. Usaha peningkatan kesejahteraan ini dilakukan dengan
cara memastikan mereka menerima tingkat upah yang cukup
dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak.
Dalam menetapkan upah minimum Pemerintah
mempergunakan beberapa pedoman yang dipergunakan sebagai dasar
pertimbangan. Secara garis besar dasar pertimbangan penetapan
upah minimum tersebut adalah: kebutuhan fisik minimum (KFM) atau
kebutuhan hidup minimum (KHM) pekerja, tingkat upah yang berlaku
di daerah yang bersangkutan, Indeks Harga Konsumen (IHK),
Kemampuan membayar dari perusahaan, tingkat perkembangan
perekonomian regional atau nasional serta perluasan kesempatan
kerja.
Namun upah minimum yang meningkat relatif tinggi akan
mengurangi kesempatan kerja sektor formal. Peningkatan upah
minimum yang terus menerus mengakibatkan kenaikan upah
meningkat lebih cepat daripada peningkatan produktivitas pekerjanya.
Dengan kata lain, tingkat upah minimum berada di atas keseimbangan
tingkat upah yang terjadi di pasar tenaga kerja. Bila upah dinaikkan
lagi, akan terjadi penggangguran lapangan pekerjaan.
Dampak positif dari kebijakan upah minimum adalah upah
yang diterima oleh pekerja akan meningkat. Ini akan meningkatkan
taraf hidup pekerja tersebut. Namun karena upah oleh perusahaan
dianggap sebagai salah satu faktor produksi yang harus ditekan
pengeluarannya, maka perusahaan akan mengurangi jumlah
- 28-
pekerjanya dengan cara memberhentikan tenaga kerja yang
kurang/tidak produktif untuk mengurangi biaya produksi. Pekerja yang
diberhentikan dapat menjadi penganggur atau rnencari pekerjaan di
sektor informal, dengan upah yang lebih rendah. Pekerja yang
kehilangan pekerjaan di sektor formal ini kehilangan akses terhadap
berbagai macam jaminan, seperti jaminan kesehatan, tenaga kerja
dan lain sebagainya. Selain itu peningkatan upah minimum
mempunyai dampak yang besar pada kesempatan kelompok-kelompok
pekerja tertentu, seperti pekerja wanita, pekerja usia muda dan
pekerja kurang terdidik.
Dampak negatifnya, jumlah pengangguran akan semakin besar
karena lapangan pekerjaan yang tersedia tidak bertambah bahkan
berkurang dengan adanya krisis ekonomi yang berkepanjangan. Hal ini
akan menambah beban bagi pemerintah, kemiskinan akan bertambah
banyak. Padahal tujuan dari upah minimum adalah meningkatkan
kehidupan pekerja, sementara dengan adanya PHK terhadap pekerja
pekerja yang tidak berpotensi oleh perusahaan yang tidak mampu
membayar sesuai ketentuan upah minimum akan menyebabkan
penganguran semakin meningkat.
5.2. SARAN
Agar kebijakan upah minimum dapat meningkatkan taraf hidup
pekerja sebaiknya monitoring ~erhadap pelaksanaan UMR oleh
perusahaan-perusahaan disertai juga dengan penerapan sanksi yang
tegas terhadap pelanggaran perusahaan yang membayar upah buruh
di bawah ketentuan yang telah ditetapkan. Sehingga kebijakan upah
minimum yang tertuang dalam Undang-undang itu dapat dilaksanakan
dengan baik.
- 29-
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, Andi, et. al, Pokok-Pokok Pikiran bagi Pemerintahan Baru Hasil PEMILU 1999 Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Pasca Orde Baru, Potensi dan Harapan Menuju Good Environmental Governance, Jakarta.
Anwar, M. Arsjad, Thee Kian Wie dan Iwan Azis (Editor), Pemikiran Pelaksanaan dan Perintisan Pembangunan Ekonomi, Jakarta· : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Putratama, Bambang, Bsc, Nilai Tukar, Suatu Alternatif Bagi Penetapan Tingkat Upah, Jakarta, 1988.
Gaol, Lumban,S, M. Ec., Pengaturan Upah di Perusahaan, Lembaga Pendidikcfn Lanjutan Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Gaol, M.L. Jhingan, Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999.
Pedoman Pengupahan Perusahaan Swasta , Departemen Tenaga Kerja 1992/1993
Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No.:PER-01/MEN/1999 tentang Upah Minimum, Edisi Indcinesia-Inggris, 1999.
Tjiptoherijanto, Priyono,S.E, Prof.Dr.(2000), Pengupahan, Lembaga Pendidikan Lanjutan Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
___ , Kebijakan Upah : Tantangan ditengah Krisis Ekonomi,Jurnal Kependudukan Padjaj3ran,Vol.3 No.2 Juli 2001.
Rama, Martin, The Consequences of Doubling the Minimum Wage: The Case of Indonesia, mimeo, March and June, Washington D.C: World Bank, (1996).
Dornbusch, Rudiger, Stanley Fischer, J. Mulyadi, Makroekonomi, Penerbit Erlangga, 1996.
Sukirno, Sadono, Pengantar Teori Mikroekonomi, Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000.
World Bank 1996, Indonesia; Dimension of Growth, Report No: 15383-IND, May, Country Department III, East Asia and Pacific Region, Washington DC: World bank.
- 30-
FAKTOR-FAKTOR PENENTU UPAH DI DKI JAKARTA
MAKALAH
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik
Oleh:
R. AJU EKO SUPRAPTI NPM.6699220712
UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS EKONOMI
PASCASARJANA
Jakarta, Desember 2003
LEMBAR PENGESAHAN MAKALAH
Nama : Raden Aju Eko Suprapti
Tempat/tanggal lahir : Sampang, 27 September 1969
NPM : 6699220712
Judul Makalah : FAKTOR-FAKTOR PENENTU UPAH Dl DKI
JAKARTA
MENYETUJUI :
PEMBIMBING,
MENGETAHUI:
MAGISTER PERENCANAAN DAN KEBIJAKAN PUBLIK KETUA PROGRAM STUD!,
( Dr. ROBERT A. SIMANJUNTAK )
ABSTRAK
Krisis moneter yang melanda Indonesia telah memberi dampak negatif bagi semua pelaku ekonomi. Bukan cuma importir dan eksportir yang masih bertumpu pada komponen impor yang merasa risau, tapi berjuta rakyat jelata harus menjerit-jerit karena naiknya harga barang dan bahkan mengalami PHK akibat perusahaan tempat mereka bekerja tidak mampu lagi membiayai kegiatan produksi.
Pemerintah melalui Departemen Tenaga Kerja R.I. sudah berupaya melindungi pekerja dalam hal pengupahan, yaitu tertuang dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER-01/MEN/1999 tentang Upah Minimum yang wajib dilakukan oleh semua pengusaha.
Untuk penyesuaian besarnya upah minimum dalam Permenaker tersebut dalam pasal 4 ayat (5) dijelaskan bahwa besarnya upah minimum tersebut diadakan peninjauan kembali selambat-lambatnya 2 (dua) tahun sekali. Dalam pasal 6 ayat (1) disebutkan bahwa UMR tersebut ditetapkan dengan mempertimbangkan kebutuhan hidup, indeks harga konsumen, kemampuan, perkembangan dan kelangsungan perusahaan, upah pada umumnya, kondisi pasar dan tingkat perkembangan perekonomian serta pendapatan perkapita.
Tujuan peraturan upah minimum adalah untuk meningkatkan upah para pekerja yang masih berpendapatan di bawah upah minimum. Jika tidak ada hal lain yang berubah, maka upah rata-rata semua pekerja juga akan meningkat. Sayangnya, kenyataan tidaklah sesederhana itu. Penerapan upah minimum oleh pemerintah mempengaruhi pasokan maupun permintaan dalam pasar tenaga kerja. Karena itu dampak upah minimum tidak terbatas hanya pada masalah upah, tetapi juga pada penyerapan tenaga kerja.
Pekerja yang diberhentikan dapat menjadi penganggur atau mencari pekerjaan di sektor informal, dengan upah yang lebih rendah. Selain itu peningkatan upah minimum mempunyai dampak yang besar pada kesempatan kelompok-kelompok pekerja tertentu, seperti pekerja wanita, pekerja usia muda dan pekerja kurang terdidik.
Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi upah di sektor formal, penulis akan melihat dari 3 (tiga) variable, yaitu pendidikan, upah tenaga kerja skiled dan upah tenaga kerja unskiled. Untuk mengestimasi model digunakan metode OLS (Ordinary Least Squares). Dengan metode OLS, penulis akan dapat mengetahui besaran arah dan keeratan hubungan variable bebas (Xi) dan variable terikat ('r!). Metode ini meminimumkan L el,.
Dalam OLS terdapat 5 (lima) asumsi, yaitu : 1. Tidak ada Autocorrelation 2. Homoschedasticity 3. Non Stochastic (X variable fixed) 4. No Multicollinearity 5. Error normal
Setelah dilakukan beberapa pengujian model di atas memenuhi semua asumsi OLS, dan dari hasil estimasi nilai R2 = 0,97 ini berarti 97 % total variasi dapat dijelaskan oleh model.
- 1 -
DAFTAR- TABEL
1. l"abel Hasil Regresi ....................................................................................... 21
2. Uji Q.................................................................................................................. 23
3. Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test.. ...................................... ;.. 23
- 11-
DAFTAR- GAMBAR
1. Keseimbangan Pasar Tenaga Kerja ........................................................ 8
2. Kesimbangan Upah ..................................................................................... 9
3. Faktor Produksi dan Distribusi Pendapatan ........................................ :.. 10
-lll-
DAFTAR- lSI
COVER MAKALAH .................................................................................................. .
LEMBAR PENGESAHAN MAKALAH ..................................................................... .
ABSTRAK ....................................•.............................................................................
DAFT.A.R TABEL ...................................................................................................... ii
DAFTAR GAM BAR ................................................................................................... iii
DAFTAR lSI............................................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN ....................... :............................................................ 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2. Permasalahan ............................................................................ 4
1.3. Metodologi Penelitian ................................................................ 5
1.4. Kerangka Tulisan ....................................................................... 5
1.5. Hipotesa ....................................................................................... 5
1.6. Sistematika Penulisan .............................................................. 6
BAB II LANDASAN TEORI 7
2.1. Keseimbangan Pasar Tenaga Kerja .................................... 7
2.2. Konsep Upah ............................................................................... 12
BAB III PENETAPAN UPAH DAN PERBANDINGAN SISTEM UPAH ............ 15
3.1. Pertimbangan Dalam Menetapkan Upah ............................. 15
-IV-
3.2. Perbandingan Sistem Pengupahan di Beberapa Negara .. 19
Bab IV RANCANGAN MODEL........................................................................... 23
BAB V ANALISA HASIL REGRESI .................................................................. 26
BAB VI PENUTUP .............................................................................................. 29
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. .-... 30
- v-
1.1. LATAR BELAKANG
BAB- I
PENDAHULUAN
Krisis moneter yang melanda Indonesia telah memberi dampak
negatif bagi semua pelaku ekonomi. Bukan cuma importir dan
eksportir yang masih bertumpu pada komponen impor yang merasa
risau, tapi berjuta rakyat jelata harus menjerit-jerit karena naiknya
harga barang dan bahkan mengalami PHK akibat perusahaan tempat
mereka bekerja tidak mampu lagi membiayai kegiatan produksi.
Ternyata krisis moneter tidak berhenti pada persoalan nilai tukar
rupiah semata-mata, namun melebar ke seluruh sendi-sendi
perekonomian.
Namun dalam kondisi krisis seperti sekarang ini pengusaha
akan melakukan upaya-upaya yang dapat menyelamatkan
perusahaannya, antara lain dengan pengurangan jumlah pekerja.
Dengan besarnya jumlah pekerja yang di PHK, maka pengangguran
semakin meningkat yang mengkibatkan tarif upah (upah riil) akan
semakin rendah. Seharusnya pada kondisi seperti ini menurut analisis
ekonomi tentang pasar tenaga kerja makin rendah tarif upah, makin
besar jumlah tenaga kerja yang diminta. Namun pada kenyataannya
pihak pengusaha yang sedang dilanda krisis selain mengadakan
pengurangan tenaga kerja, juga melakukan pembayaran upah dibawah
upah minimum yang telah ditetapkan.
Tingkat pengangguran yang tinggi merupakan pemborosan
potensi nasional dan memperlambat pertumbuhan ekonomi. Para
penggangur tidak mempunyai sumber penghasilan untuk memenuhi
kebutuhannya dan kebutuhan keluarganya. Pengangguran dalam
jumlah besar akan memperkecil daya beli masyarakat dan
memperlambat pertumbuhan ekonomi. Pengangguran dalam jumlah
- 1 -
besar dapat menimbulkan keresahan sosial dan memperlemah
ketahanan nasional.
Pemerintah melalui Departemen Tenaga Kerja R.I. sudah
berupaya melindungi pekerja dalam hal pengupahan, yaitu tertuang
dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER-01/MEN/1999 tentang
Upah Minimum yang wajib dilakukan oleh semua pengusaha.
Untuk penyesuaian besarnya upah minimum, dalam
Permenaker tersebut dalam pasal 4 ayat (5) dijelaskan bahwa
besarnya upah minimum tersebut diadakan peninjauan kembali
selambat-lambatnya 2 (dua) tahun sekali. Dalam pas~l 6 ayat (1)
disebutkan bahwa UMR tersebut ditetapkan dengan
mempertimbangkan kebutuhan hidup, indeks harga konsumen,
kemampuan, perkembangan dan kelangsungan perusahaan, upah
pada umumnya, kondisi pasar dan tingkat perkembangan
perekonomian serta pendapatan perkapita.
Namun perbaikan terhadap nasib buruh tersebut dirasakan
sangat lambat dalam menyesuaikan diri dengan keadaan yang terjadi
sekarang ini. Inilah yang kemudian membuat pekerja/buruh tersebut
merasa tidak puas dan menimbulkan prates dikalangan mereka.
Situasi yang seperti itu seringkali dimanfaatkan oleh pihak
pihak yang tidak berkepentingan untuk membuat onar dan kerusuhan.
Tentu saja keadaan seperti ini akan menambah parah situasi Indonesia
yang saat ini sedang mengalami krisis moneter yang berkepanjangan.
Tujuan peruturan upah minimum adalah untuk meningkatkan
upah para pekerja yang masih berpendapatan di bawah upah
minimum. Jika tidak ada hal lain yang berubah, maka upah rata-rata
semua pekerja juga akan meningkat. Sayangnya, kenyataan tidaklah
sesederhana itu. Penerapan upah minimum oleh pemerintah
mempengaruhi pasokan maupun permintaan dala~· pasar tenaga
kerja. Karena itu dampak upah minimum tidak terbatas hanya pada
masalah upah, tetapi juga pada penyerapan tenaga kerja. Yang tidak
- 2 -
kalah penting, upah minimum juga .dapat memiliki dampak yang
berbeda terhadap berbagai kelompok kerja.
Satu-satunya kelompok pekerja yang diuntungkan oleh
kebijakan upah minimum dalam hal penerapan tenaga kerjanya adalah
pekerja kerah putih. Mungkin hal ini menunjukkan adanya efek
substitusi dari upah minimum dalam penyerapan berbagai jenis
pekerja. Pada saat tingkat upah minimum dinaikkan, maka perusahaan
akan mengurangi tenaga kerja dari jenis pekerja tertentu dan
mengganti mereka dengan menggunakan lebih sedikit tenaga 1$-erja
kerah putih. Ini juga menunjukkan indikasi bahwa perusahaan
perusahaan mengganti teknologi yang digunakan sebagai respon
terhadap kenaikan upah minimum. Karena adanya saling melengkapi
antara modal dan ketrampilan, meningkatnya proporsi pekerja kerah
putih yang digunakan biasanya menunjukkan bahwa perusahaan
beralih menggunakan teknologi yang lebih padat modal.
Upah minimum di DKI Jakarta secara riil meningkat lebih besar
dibandingkan rata-rata nasional tahun 2001. Upah minimum yang
meningkat relatif tinggi ini mengurangi kesempatan kerja sektor
formal. Peningkatan upah minimum yang terus menerus
mengakibatkan kenaikan upah meningkat lebih cepat daripada
peningkatan produktivitas pekerjanya .. Dengan kata lain tingkat upah
minimum berada di atas keseimbangan tingkat upah yang terjadi di
pasar tenaga kerja. Bila upah dinaikkan lagi,· akan terjadi
penggangguran lapangan pekerjaan.
Pekerja yang diberhentikan dapat menjadi penganggur atau
mencari pekerjaan di sektor informal, dengan upah yang lebih rendah.
Pekerja yang kehilangan pekerjaan di sektor formal ini kehilangan
akses terhadap berbagai macam jaminan, seperti jaminan kesehatan,
tenaga kerja dan lain sebagainya. Selain itu peningkatan upah
minimum mempunyai dampak yang besar pada kesempatan
kelompok-kelompok pekerja tertentu, seperti pekerja wanita, pekerja
usia muda dan pekerja kurang terdidik.
- 3 -
Berdasarkan tingkat pendidikan terlihat bahwa angkatan kerja
di Indonesia masih di dominasi oleh pekerja dengan tingkat
pendidikan rendah. Data Sakernas 1997 ·mem·p:ertlh'atkarr bahwa 65
persen dari total angkatan kerja kita masih memiliki pendidikan
Sekolah Dasar (SD) ke bawah. Angka i11i telah mengalami penurunan
dari 65,82 persen di tahun 1996 dan 78,91% pada tahun 1994.
Namun dari masih besarnya proporsi angkatan kerja yang termasuk
kelompok berpendidikan rendah maka masih diperlukan usaha keras
untuk meningkatkan taraf pendidikan angkatan kerja sehingga tidak
lagi di dominasi oleh kelompok pendidikan rendah.
1.2. PERMASALAHAN
Sebenarnya faktor-faktor apa saja yang berpengaruh dalam
menentukan upah. Beberapa pengusaha sudah berusaha untuk
memperbaiki kehidupan buruh/pekerja, namun karena upah hanya
satu bagian dari total biaya produksi yang terus melambung harganya,
maka kalau upah naik, produksi akan semakin sulit bersaing. Namun
ada juga pengusaha yang tidak menempatkan buruh sebagai
komponen terpenting dalam kegiatan usahanya, sehingga upah
merekapun tetap merupakan sebuah komponen yang harus ditekan
dengan alasan dia tidak mampu membayar sesuai UMP yang berlaku.
1.2.1. Ruang Lingkup Penelitian
Untuk melihat permasalahan dengan lebih jelas dan karena
terbatasnya dana, penulis merasa perlu untuk membatasi wilayah
penelitian. Penulis mengambil DKI Jakarta sebagai unit observasi. Data
yang diambil adalah tahunan dari tahun 1986 sampai tahun 1997.
Penulis mengambil DKI sebagai daerah observasi dengan alasan daya
tarik ibukota dan anggapan tersedianya banyak lapangan pekerjaan,
menyebabkan banyak sekali warga dari luar daerah datang untuk
mengadu nasib dan keberuntungan di DKI Jakarta. Namun banyaknya
orang yang datang ke Jakarta juga membuat jumlah pengangguran di
Jakarta semakin meningkat, sebab lapangan pekerjaan yang tersedia
tidak bertambah jumlahnya.
- 4 -
1.2.2. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan adalah melakukan econometric exercise untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh dalam menentukan
upah.
1.3. METODOLOGI PENELITIAN
Untuk mengetahui faktor-faktor yang menentukan upah, metode
yang digunakan adalah metode Regresi Linear Berganda (OLS).
1.3.1. Data dan Sumber data
Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari data
core hasil Survey Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS),
sehingga data merupakan data primer. Adapun data yang
digunakan dari tahun 1986 sampai tahun 1997.
1.4. Kerangka Tulisan
FAKTOR-FAKTOR PENENTU UPAH DIDUGA ADALAH: 0 PENDIDIKAN 0 POPULASI URBAN
(PENDUDUK KOTA) 0 SEKTOR JASA
1.5. Hipotesis
ANAUSA REGRESI LINEAR
Diduga pendidikan berhubungan positif dengan upah, yaitu
semakin tinggi pendidikan seseorang maka upah yang akan
diterimanya semakin besar.
Diduga ~pah seseorang yang mempunyai skilled (keahlian)
berhubungan positif dengan upah total, semakin ahli
seseorang di bidangnya maka akan semakin besar upah yang
diterima.
- 5 -
Diduga upah pekerja yang tidak mempunyai keahlian
(unskilled) berhubungan positif dengan upah total, semakin
pekerja itu tidak mempunyai keahlian maka upah yang
diterima semakin kecil.
1.6. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah dalam memahami tulisan yang akan
dituangkan dalam bentuk makalah ini, pembahasan akan disusun
dalam sistematika sebagai berikut :
BAB I P E N D A H U L U A N
1.1. U\TAR BELAKANG
1.2. METODOLOGI PENELITIAN
1.3. KERANGKA TULISAN
1.4. SISTEMATIKA PENULISAN
BAB II PENGERTIAN DAN KONSEP UPAH
2.1. KONSEP UPAH
2.2. PERTIMBANGAN DALAM MENETAPKAN UPAH
BAB III RANCANGAN MODEL
BAB IV ANALISA HASIL REGRESI
BAB V P E N U T U P
- 6 -
BAB- II
PENGERTIAN DAN KONSEP UPAH
2.1. KESEIMBANGAN PASAR TENAGA KERJA
Teori pengupahan akan menjelaskan bagaimana upah dan
perubahan upah ditentukan. Tingkat upah dipengaruhi oleh banyak
faktor seperti tingkat pendidikan, akumulasi latihan dan pengalaman
pekerja yang bersangkutan, kondisi perusahaan, teknologi, harga
barang-barang masukan, harga jual produksi, kemampuan manajerial
pimpinan, peranan Serikat Pekerja dan lain-lain. Dengan demikian,
penentuan tingkat upah tersebut cukup kompleks.
Teori pengupahan pada dasamya masih tetap berlandaskan
hukum penawaran dan permintaan yang dikembangkan oleh Adam
Smith (1723-1790). Teori Adam Smith termasuk dalam teori klasik
yang didasarkan pada pertumbuhan penyediaan atau penawaran
faktor produks. Teori dan hukum penawaran dan permintaan tersebut
didasarkan pada asumsi pasar sempurna dan mobilitas tenaga kerja
secara sempurna.
Hukum Permintaan tenaga kerja pada hakekatnya adalah
semakin rendah upah dari tenaga kerja maka semakin banyak
permintaan atas tenaga kerja tersebut. Apabila upah yang diminta
besar maka perusahaan akan mencari tenaga kerja lain yang upahnya
lebih rendah dari yang pertama. Ini dipengaruhi oleh banyak faktor
diantaranya adalah besarnya jumlah penduduk, harga dari tenaga
kerja (upah), dan skill yang dimiliki oleh tenaga kerja tersebut.
Hukum Penawaran tenaga kerja pada dasarnya menyatakan
makin tinggi upah yang ditawarkan maka semakin banyak tenaga
kerja yang bersedia untuk bekerja di suatu perusahaan, sebaliknya
semakin sedikit upah yang ditawarkan maka semakin sedikit tenaga
- 7 -
kerja yang menawarkan dirinya. Ini dipengaruhi oleh jenis pekerjaan
yang ditawarkan dan berapa besar jumlah upahnya.
Keseimbangan dalam pasar tenaga kerja akan terjadi apabila
antara permintaan dan penawaran tenaga kerja berada pada satu titik
keseimbangan. Apabila upah di pasar melebihi tingkat upah
keseimbangan, maka akan terjadi exces supply tenaga kerja.
Sebaliknya, apabila upah di pasar lebih rendah daripada upah
keseimbangan akan mengakibatkan exes demand tenaga kerja.
LS w
We
LD
Le L
Gam bar 1 : Keseimbangan Pasar Tenaga Kerja
Bila upah di satu sektor ekonomi atau di satu daerah tertentu
(sektor X) lebih rendah dari upah di sektor atau di daerah lain (sektor
Y), maka sebagian pekerja akan berpindah dari sektor X ke sektor Y
untuk memperoleh upah yang lebih besar. Di sektor Y penyediaan
tenaga kerja (supply) bertambah sehingga pengusaha dapat menerima
pekerja baru dengan tingkat upah yang lebih rendah dari upah yang
- 8 -
sedang berlaku. Sebaliknya di sekt~r X, pengusaha menghadapi
pengurangan persediaan tenaga. Untuk mempertahankan tenaga yang
ada, pengusaha harus menaikkan tingkat upah. Pada satu saat
tertentu akan terdapat titik keseimbangan di mana tingkat upah di
sektor X dan di sektor Y menjadi sama.
Sebagai contoh dapat dilihat pada gambar 2. Di sektor X, upah
keseimbangan mula-mula adalah Wx dan jumlah pekerja adalah Lx. Di
sektor Y, upah mula-mula adalah Wy yang lebih tinggi dari Wx.,
akibatnya sebagian pekerja dari sektor X berpindah ke sektor Y. Di
sektor Y, pengusaha menerima tambahan penawaran pekerja sehingga
terdorong untuk berangsur-angsur menurunkan upah. Di sektor X,
pengusaha merasakan pengurangan tenaga dan sebab itu berangsur
angsur menaikkan upah, hingga pada satu saat upah di sektor X sama
dengan upah di sektor Y yaitu sama dengan We. Pada saat itu pekerja
di sektor X telah berkurang dari Lx menjadi Lxe dan pekerja di sektor
Y bertambah dari Ly menjadi Lye. Tingkat upah We disebut upah
ekwilibrium.
LxeLx
Sektor X
Gambar 2 : Keseimbangan Upah
Ly Lye
Sektor Y
Upah juga dapat dilihat dalam arus faktor produksi dan arus
pendapatan nasional. Pendapatan nasional didistribusikan kepada
- 9 -
pekerja, pemilik tanah dan pemilik modal. Jasa kerja, tanah dan modal
disediakan rumah tangga menjadi faktor produksi atau masukan dalam
unit produksi atau perusahaan. Sebagai imbalan atas jasa kerja,
pekerja menerima upah, sebagai imbaian atas tanah, pemilik tanah
menerima sewa dan sebagai imbalan atas modal pemilik modal
menerima deviden. Dengan kata lain, hasil atau pendapatan suatu
perusahaan didistribusikan dalam bentuk upah, sewa dan deviden·.
Semakin besar faktor produksi yang disediakan, semakin besar
pendapatan yang diperoleh pemilik faktor produksi tersebut. Arus
faktor produksi dan arus pendapatan dapat dilihat pada gambar 3.
B danJ arang a sa
Uang
RUMAH : UNIT
TANGGA PRODUKSI :
(PERUSAHAAN)
Jasa Keria
Upah
Tanah Modal
Sewa Deviden
Gambar 3 : Faktor Produksi dan Distribusi Pendapatan
Produktivitas kerja atau produk yang dihasilkan oleh seseorang,
berbanding lurus dengan akumulasi investasi sumber daya manusia
yang dialami oleh orang tersebut. Semakin besar akumulasi investasi
sumberdaya manusia yang dialami seseorang, semakin tinggi
produktivitas kerjanya. Upah merupakan imbalan atas nilai produk
yang dihasilkan oleh seseorang. Semakin tinggi. produktivitas kerja
seseorang, semakin tinggi upahnya.
- 10-
Tingkat upah dipengaruhi oleh kondisi pekerja, kondisi
perusahaan dan berbagai faktor ekonomi dan sosial dalam
masyarakat. Tingkat upah dipengaruhi oleh kualitas atau produktivitas
pekerja sebagai wujud dari akumulasi pendidikan, latihan dan
pengalaman kerjanya. Tingkat upah juga dipengaruhi olell kondisi
perusahaan, teknologi yang digunakan dan kualitas manajemen di
perusahaan tersebut. Peranan Serikat Pekerja, tingkat upah di
perusahaan lain dan kebijaksanaan Pemerintah dapat pula
mempengaruhi pengupahan di suatu perusahaan.
Hubungan negatif antara tingkat upah dan tingkat permintaan
akan tenaga kerja telah menjadi topik perdebatan. Perbedaan hasil
penelitian yang timbul dapat terjadi karena adanya hal lain yang
mempengaruhi pasar, seperti ketidaksempurnaan pasar yang
mengakibatkan pengusaha memiliki kekuatan untuk menetapkan
upah, peningkatan produktivitas, sert:a aliran investasi. Disamping itu
juga dapat terjadi karena perbedaan dalam cara pandang masing
masing peneliti terhadap kebijakan ini.
Menurut David Neumark1 (1999) penyebab dari kegagalan
melihat hubungan negatif antara tingkat upah dan tingkat permintaan
akan tenaga kerja ini dapat terjadi karena beberapa hal:
1. Karena penelitian dilakukan untuk seluruh tenaga kerja padahal
tenaga kerja yang bekerja di sektor formal dimana upah
minimum diberlakukan hanyalah sebagian kecil dari tenaga kerja
pada perekonomian.
2. Upah minimum tidak mempengaruhi secara signifikan kelompok
yang telah menerima upah yang lebih tinggi dari upah minimum,
karenanya dampak upah minimum harus dilihat pada kelompok
yang paling sensitif terhadap perubahan upah, yaitu kelompok
pekerja usia muda yang tidak terdidik/terlatih.
1Neumark, David. and William Wascher, "Employment Effect of Recent Minimum Wages Increase: Evidance from a Pre-specified Research Design" NBER Working Paper Series No. W7171, June 1999.p.1-4.
- 11-
3. Dampak dari perubahan upah minimum memerlukan waktu untuk
muncul.
4. Terjadi perubahan tingkat produktivitas pekerja yang
memungkinkan penyerapan efek unemployment dari perubahan
upah minimum.
2.2. KONSEP UPAH
Upah memiliki arti yang penting bagi pekerja, karena upah
merupakan imbalan/kontra prestasi atas pelaksanaan suatu pekerjaan
atau jasa yang dilakukannya dan merupakan jaminan bagi pekerja dan
keluarganya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan demikian
upah pada dasarnya harus sebanding dengan kontribusi yang diberikan
seseorang dalam menghasilkan barang/jasa tertentu. Upah dapat
ditentukan menurut satuan waktu atau satuan hasil. Berdasarkan
satuan waktu (time rates), upah dapat ditentukan per jam, per hari,
per minggu, atau per bulan. Berdasarkan satuan hasil (piece rates),
upah ditentukan menurut jumlah produk yang dihasilkan. Untuk
mengukur penerimaan pekerja sering dirancukan dalam pengertian
sehari-hari, antara pengertian gaji (salary), upah (wage), penghasilan
(earning), pendapatan (income) dan biaya pekerja (labor costs).
Dalam mengukur upah atau gaji pekerja, haruslah dibedakan
antara istilah gaji atau upah itu sendiri, penghasilan (earnings) dan
pendapatan (income). Pendapatan mempunyai pengertian yang lebih
luas daripada penghasilan. Penghasilan menggambarkan pembayaran
gaji/upah pekerja (yaitu gaji dan upah). Pendapatan menggambarkan
penerimaan yang diterima dari berbagai sumber, yang didalamnya
termasuk keuntungan perusahaan (profit), penghasilan bunga
(interest), penghasilan sewa (rent), dan sebagainya.
Sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 8 tahun
1981 tentang Perlindungan Upah, upah adalah suatu penerimaan
pekerja untuk sesuatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan
dilakukan atau dinilai, dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut
suatu persetujuan atau peraturan perundangan dan dibayarkan atas
- 12-
dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja, termasuk
tunjangan, baik pekerja sendiri mauputi keluarganya.
Pendapatan yang diterima pekerja dapat berbentuk
pendapatan upah dan pendapatan non upah. Pendapatan upah
biasanya termasuk upah pokok dan tunjangan-tunjangan, baik
tunjangan tetap dan tunjangan tidak tetap. Tunjangan tetap
merupakan tunjangan yang diterima tenaga kerja dan tidak
tergantung atas kehadiran tenaga kerja yang bersangkutan.
Sedangkan komponen pendapatan non upah di dalamnya termasuk
fasilitas, seperti fasiiitas perumahan, transpotasi, fasilitas rumah
tangga, dan pendapatan non upah yang berupa bonus. 'Namun, bonus
tidak dimasukkan sebagai komponen upah, karena bonus mempunyai
kaitan dengan keuntungan perusahaan dan tidak dibayarkan seperti
halnya upah.
Dalam pengertian yang lebih luas, terutama dalam konteks
makro, pendapatan dihitung berdasarkan nilai tambah bruto yang
tidak lain merupakan selisih antara output dan input. Perhitungan nilai
tambah bruto dalam hal ini didasarkan pada pendekatan perhitungan
penawaran agregat. Dalam pendekatan ini nilai tambah bruto terdiri
dari komponen :
o Upah atau gaji;
Upah dan gaji mencakup semua balas jasa dalam bentuk uang
maupun barang dan jasa tenaga kerja yang ikut dalam kegiatan
produksi selain pekerja keluarga yang tidak dibayar.
o Surplus usaha; 2
Surplus usaha adalah balas jasa atas kewiraswastaan dan
pendapatan atas pemilikan modal. Surplus usaha antara lain
terdiri dari keuntungan sebelum dipotong pajak penghasilan,
bunga atas modal, sewa tanah, dan pendapatan atas hak
2Konsep dan Sistem Upah, Lembaga Penelitian UI dan Proyek Penelitian dan Pengembanagan Ketenagakerjaan Pusat Litbang Tenaga Kerja Departemen Tenaga Kerja, 1995, hal. 16.
- 13 -
kepemilikan lainnya. Besarnya nilai surplus usaha adalah sama
dengan nilai tambah bruto dikurangi dengan upah/gaji,
penyusutan dan pajak tidak langsung netto.
o Penyusutan barang modal;
Penyusutan merupakan nilai penggantian terhadap penurunan
nilai barang modal tetap yang digunakan dalam proses produksi.
o Pajak tidak langsung netto. 3
Pajak tidak langsung netto adalah selisih antara pajak tidak
langsung dengan subsidi. Pajak tidak langsung mencakup pajak
impor, pajak ekspor, bea masuk, pajak pertambahan nilai, cukai,
dan sebagainya. Sedangkan subsidi adalah bantuan yang
diberikan pemerintah kepada produsen. Oleh karena itu subsidi
disebut juga sebagai pajak tidak langsung negatif. Subsidi pada
umumnya dimaksudkan untuk mempertahankan harga pada
tingkat tertentu.
3Idem, hal. 17
- 14-
BAB- III
PENETAPAN UPAH DAN PERBANDINGAN SISTEM
UPAH
Dalam bab ini akan dibahas beberapa faktor yang dipakai
dalam menetapkan upah dan juga akan melihat bagaimana sistem
pengupahan di beberapa negara untuk dapat membendingkannya
dengan sistem pengupahan di Indonesia.
3.1. PERTIMBANGAN DALAt.JI MENETAPKAN UPAH
3.1.1.Uoah Perbandingan
Salah satu faktor pertimbangan yang sangat penting dalarn
menetapkan upah adalah perbandingan upah yang dibayar oleh
perusahaan lain di pasar atau industri sejenis. Faktor ini menjadi
sangat penting dipertimbangkan dalam menetapkan tingkat upah
umum dalam perusahaan karena alasan sebagai berikut :
o Apabila perusahaan memberikan tingkat upah yang lebih rendah
dari tingkat upah umum yang berlaku di pasar, maka besar
kemungkinan tenaga-tenaga trampil di perusahaan akan pindah
ke perusahaan lain dengan upah yang lebih baik. Apabila
perusahaan tidak menaikkan tingkat upahnya, maka perusahaan
terpaksa menerima tenaga-tenaga kurang trampil, yang
membutuhkan latihan dan memerlukan biaya.
o Apabila perusahaan membayar jauh lebih tinggi dari harga pasar
yang berlaku, pekerja akan senang sekali, akan tetapi
perusahaan akan berkurang daya saingnya, karena membayar
biaya yang lebih tinggi.
o Faktor perbandingan upah ini menjadi bertambah penting apabila
di perusahaan terdapat serikat pekerja. Serikat Pekerja akan
selalu berjuang agar upah pada gilirannya dapat dinaikkan paling
kurang sama dengan tingkat upah yang berlaku di pasar.
- 15-
Keinginan inilah yang ikut mendorong berkembangnya
Kesepakatan Kerja Bersama.
Mengingat demikian pentingnya perbandingan upah ini, maka
perusahaan haruslah secara periodik mengadakan penelitian mengenai
tingkat upah umum yang dibayar oleh perusahaan lain, baik
perusahaan tetangga maupun perusahaan sejenis.
Apabila perusahaan dipaksakan untuk membayar upah
melebihi dari kemampuan bayarnya maka dapat terjadi hal-hal sebagai
berikut :
0 Bagi perusahaan yang tidak dapat meningkatkan
prod u ktifitasnya, kenaikan upah akan meningkatkan biaya
produksi dan mengurangi daya saing, yang akhirnya akan
terpaksa mengurangi produksi yang berakibat terjadinya
pemutusan hubungan kerja {PHK).
o Kenaikan upc;~h yang melebihi kemampuan perusahaan akan
meningkatkan biaya produksi. Karena harga dari jumlah
penjualan tidak dapat dipengaruhi, maka akan mengakibatkan
menurunnya keuntungan perusahaan. Dengan demikian
perusahaan tidak akan mampu membayar, sehingga
pemilik/pemegang saham cenderung untuk menarik modalnya.
Cara terbaik untuk meningkatkan upah adalah dengan jalan
meningkatkan produktifitas pekerja. Perlu diingat bahwa produktifitas
pekerja adalah output per pekerja, sedangkan produksi adalah hasil
total keseluruhan. Untuk meningkatkan produktifitas pekerja banyak
yang harus dilaksanakan oleh pengusaha seperti perbaikan
ketrampilan, cara kerja, lingkungan kerja, hubungan industrial serta
kondisi pekerja.
Selain itu Pemerintah mengupayakan tingkat upah minimum
berada sedikit di atas dari kemampuan perusahaan yang paling tidak
efisien. Sehingga perusahaan tersebut akan didorong untuk
memperbaiki dirinya. Satu hal lagi masalah yang harus mendapat
perhatian dalam hal mengukur kemampuan perusahaan dalam
- 16 -
membayar upah, yaitu perusahaan yang tidak mencari untung seperti
yang masih berstatus PERUM, PERJAN,· atau yayasan yang kegiatanya
murni sosial. Untuk mengukur kemampuan membayar upah
perusahaan/badan hukum tersebut sangat sulit, karena
keberadaannya berhubungan dengan hajad hidup orang banyak tidak
dibayar sama dengan perusahaan-perusahaan lain. Oleh karena itu
perlu ada kebijaksanaan serta fasilitas yang diberikan oleh Pemerintah,
bahkan kalau perlu berupa subsidi, agar perusahaan/badan hukum
tersebut dapat membayar upah pekerjanya dengan wajar.
3.1.2.Peraturan Pemerintah
Di atas telah dijelaskan dasar-dasar yang digunakan dalam
menentukan tingkat upah adalah kebutuhan hidup pekerja,
perbandingan upah, serta kemampuan membayar perusahaan.
Disamping itu semua, masih ada yang perlu diperhatikan dan harus
dijadikan dasar dalam menetapkan tingkat upah di perusahaan, yaitu
Peraturan Pemerintah. Peraturan Pemerintah mengenai pengupahan
bertujuan untuk melindungi para pekerja, karena posisi mereka lemah.
Peraturan Pemerintah itu harus diperhatikan dan dipertimbangkan oleh
Pengusaha, karena akan berpengaruh besar terhadap pengupahan
dalam perusahaan.
Peraturan Pemerintah tersebut antara lain, adalah :
0 Peraturan Upah Minimum
Kebijakan upah minimum bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan dari para pekerja,
terutama pekerja yang karena sifat-sifat khususnya
berada dalam posisi penawaran yang sangat lemah di
pasar kerja. Usaha peningkatan kesejahteraan ini
dilakukan dengan cara memastikan mereka menerima
tingkat upah yang cukup dipergunakan untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak.
Dalam menetapkan upah minimum pemerintah
mempergunakan beberapa pedoman yang
- 17 -
dipergunakan sebagai dasar pertimbangan. Secara
garis besar dasar pertimbangan penetapan upah
minimum tersebut adalah : kebutuhan fisik minimum
(KFM) atau kebutuhan hidup minimum (KHM) pekerja,
tingkat upah yang berlaku di daerah yang
bersangkutan, Indeks Harga Konsumen (IHK),
Kemampuan membayar dari perusahaan, tingkat
perkembangan perekonomian regional atau nasional
serta perluasan kesempatan kerja4 •
Kebutuhan fisik minimum (KFM) dan kebutuhan hidup
minimum (KHM) merupakan sebuah perhitungan
pendekatan atas biaya yang harus dikeluarkan oleh
pekerja guna memenuhi kebutuhan hidupnya yang
paling minimum. Di dalam KFM ataupun KHM tercakup
perkiraan biaya makanan, perumahan, pakaian,
penerangan,dan lain-lain kebutuhan hidup yang
dianggap sebagai kebutuhan paling mendasar bagi
pekerja. Perhitungan biaya hidup pekerja dengan
mempergunakan KFM adalah lebih rendah dibandingkan
KHM. Hal ini disebabkan KHM menetapkan standar
hidup minimum pekerja pada tingkat yang lebih tinggi
dibandingkan dengan KFM.
Agar upah para pekerja tidak merosot turun, karena
timpangnya pasar kerja, maka Pemerintah menetapkan
upah minimum yang harus dilaksanakan oleh setiap
perusahaan. Dengan adanya peraturan upah minimum,
maka perusahaan tidak dapat membayarkan upah di
bawah dari peraturan upah minimum. Walaupun
mungkin kemampuan perusahaan berada di bawah
peraturan tersebut. Peraturan upah minimum secara
4 Departeman Tenaga Kerja R.I.,.Pedoman Pelaksanaan Ketetapan Upah Minimum.Jakarta 1995.
- 18 -
periodik dilakukan peninjauan. Hal tersebut akan dapat
mempengaruhi struktur upah di dalam perusahaan.
Oleh karena itu pengusaha harus telah
memperhitungkan kebijaksanaan upah minimum dan
kebijaksanaan pengupahan lainnya.
o Pembayaran Jaminan Sosial
Sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku,
pengusaha harus membayar iuran jaminan sosial yang
bersifat wajib untuk pekerjanya. Hal ini harus
diperhitungkan oleh perusahaan dalam kebijakan
pengupahan perusahaan. ·
o Pembayaran Upah Lembur
Pemerintah menetapkan pembayaran upah lembur bagi
pekerja yang bekerja melebihi jam kerja normal. Cara
perhitungan pembayaran upah lembur ini ditetapkan
oleh Pemerintah, dan tentunya akan mempengaruhi
kemampuan bayar perusahaan. Oleh karena itu harus
diperhitungkan dalam kebijaksanaan pengupahan
perusahaan.
3.2. PERBANDINGAN SISTEM PENGUPAHAN DI BEBERAPA
NEGARA
3.2.1. Singapura
Sebagai perbandingan di Singapura, penetapan komponen
upah mempunyai sistem yang berbeda dengan yang diterapkan di
Indonesia. Komponen total upah atau gaji merupakan
pendapatan yang diterima pekerja sebelum dipotong sumbangan
dana risiko yang kemungkinan dialami pekerja dan pajak
pendapatan. Komponen upah didalamnya mencakup :
a. Upah pokok (basic wage);
b. Pembayaran uang kas secara teratur (regular cash
payment);
- 19 -
o Pembayaran uang lembur (overtime payment);
o Uang komisi (commission);
o Pemberian uang transpor, makanan, shift
(allowances);
o Service point;
c. Bonus dan pembayaran lumpsum lainnya;
o Tambahan gaj tahunan (annual wag_e
supplement);
o Bonus yang tidak tetap (variable bonus);
o Bonus perangsang dar. kinerja kerja (incentive
and performance bonus);
o Pembayaran lumpsum lainnya (other lump-sum
payments).
Untuk mengidentifikasi pengertian pendapatan dan upah,
dalam hal ini penetapan komponen upah pekerja
diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Rata-rata penghasilan per bulan (average monthly
earning). Komponen upah yang dikategorikan dalam
klasifikasi ini mencak.up upah pokok, pembayaran
uang kas secara teratur, serta bonus dan
pembayaran lumpsum lainnya.
b. Upah kotor per bulan (monthly gross wage).
Komponen upah yang dikategorikan dalam klasifikasi
ini adalah mencakup pengertian upah pokok.
c. Upah pokok bulanan (monthly basic wage).
Komponen upah yang dikategorikan dalam klasifikasi
ini adalah mencakup pengertian upah pokok.
d. Monthly commencing basic wage. Klasifikasi upah ini
menggambarkan upah pokok yang dibayarkan
kepada pekerja baru yang sedang memasuki
(memulai) pekerjaannya tanpa terlebih dahulu
mengkaitkan dengan pengalaman kerja.
- 20-
3.2.2. Australia
Upah dalam pengertian lain juga sering dikaitkan
dengan biaya pekerja. Di Australia, identifikasi upah tampak
semakin jelas batasannya. Upah yang diterima pekerja dapat
dikategorikan dalam 2 (dua) hal, yaitu :
a. Penghasilan pekerja (earnings of employees),
mencakup penghasilan berupa gaji dan upah pekerja
(earning of salary and wage earners);
b. Manfaat-manfaat yang diterima pekerja
(employment benefits), mencakup penghasilan
(remuneration) dan manfaat-manfaat (lain daripada
pembayaran yang biasanya) yang diterima oleh
pekerja.
Penghasilan (earnings) menggambarkan gaji dan upah
langsung (sebelum dikurangi pajak) yang dibayarkan oleh
pengusaha kepada pekerja selama waktu jam kerja yang
dilakukan oleh pekerja. Menurut survey yang dilakukan oleh
Australia Bureau of Statistic (ABS), cakupan penghasilan ·ini
meliputi penghasilan selama waktu kerja normal (ordinary time
earnings). Ordinary time earnings menggambarkan bagian dari
total pendapatan (misalnya mingguan) sebagai penghargaan
yang didasarkan atas standar dan perjanjian jam kerja.
Sedangkan overtime earnings menggambarkan pendapatan
yang diterima selama jam kerja yang dipergunakan melebihi
dari jam kerja yang telah disepakati.
Disamping itu, gaji dan upah langsung pekerja juga sering
dalam bentuk berbagai macam manfaat yang berbentuk non
wage benefits (fringe benefits) yang dapat dinikmati oleh
mereka yang bekerja. Contoh upah atau gaji dalam bentuk
non-wage benefit adalah seperti cuti tahunan, cuti sakit, cuti
belajar, cuti karena alasan penting, uang untuk hiburan, uang
pensiun, barang-barang dan fasilitas rumah tangga, suku
- 21 -
bunga pinjaman yang rendah, bagian keuntungan dari
perusahaan transpor, telepon, listrik, kesehatan, dan biaya
club, dan sebagainya.
Labor cost bersama-sama penghasilan dan non wage benefit
merupakan penghasilan selama menyewakan tenaganya ke
pengusaha. Labor cost (biaya tenaga kerja) merupakan
pengadaan biaya pengusaha dalam mempekerjakan
pekerjanya. Bagaimanapun, pengusaha mempunyai biaya
biaya yang tidak diperhitungkan secara normal sebagai bagian
dari pemberian upah/gaji pekerja sedang berjalar:l (contoh
sumbangan pensiun oleh pengusaha, pajak upah). Berbagai
biaya-biaya pQkok (labor cost) yang biasanya dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
o Gaji atau upah;
o Pajak upah;
o Sumbangan pengusaha sebagai dana pensiun;
o Premi pengusaha kepada pola jaminan kompensasi
pekerja;
o Pembayaran pajak non-upah;
o Cuti tahunan, bonus, uang pesangon;
o Pelatihan kejuruan, dan sebagainya.
- 22-
BAB- IV
RANCANGAN MODEL
Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
upah di sektor formal, penulis akan melihat dari 3 (tiga) variable, yaitu
pendidikan, upah pekerja yang mempunyai skilled dan upah pekerja
yang tidak mempunyai skilled. Untuk itu penulis merancang model
sebagai berikut :
\rV_Tot 31t
Dimana:
W_tot31 t
Po+ Pt Edu_ SMA 31t + P2 Edu SD 31t + p3 w_skilled 31 t + P4 w_unsk 31 t + e t
: logaritma dari upah total secara umum yang diterima
oleh tenaga kerja di DKI Jakarta tanpa
membedakan jenis kelamin.
Edu_SMA 31 t : merupakan logaritma dari proporsi tenaga kerja yang
berpendidikan SMA dibagi dengan total angkatan
kerja
Edu_SD 31 t : merupakan logaritma dari proporsi tenaga kerja yang
berpendidikan SD dibagi dengan total angkatan kerja
W_skilled 31 t : logaritma dari upah tenaga kerja di DKI Jakarta yang
bekerja dengan mempunyai keahlian.
W_unsk 31 t : logaritma dari upah tenaga kerja di DKI Jakarta yang
bekerja dengan tidak mempunyai keahlian.
E t : galat tahun t
Po, P1, P2, P3. P4 : parameter yang akan diestimasikan
Hipotesa :
o Diduga variable edu_SMA 31 mempunyai hubungan positif
dengan upah. Artinya semakin tinggi tingkat pendidikan maka
diduga semakin tinggi upah yang diterima;
- 23-
o Diduga variable edu_SD31 mempunyai hubungan positif dengan
upah. Artinya semakin rendah tingkat pendidikan maka diduga
semakin kecil upah yang diterima;
o Diduga variable w_skilled31 mempunyai hubungan positif dengan
upah. Artinya apabila pekerja mempunyai skilled (keahlian)
dibidangnya maka upah yang diterima akan semakin besar;
o Diduga variable w_unsk31 mempunyai hubungan positif dengan
upah total. Artinya upah pekerja yang tidak mempunyai skilled
(keahlian) dibidangnya maka upah yang diterima akan semakin
kecil.
o Elastisitas tenaga kerja yang berpendidikan SD lebih rendah
daripada tenaga kerja yang berpendidikan SMA. Elastisitas tenaga
kerja yang mempunyai keahlian lebih tinggi daripada tenaga
kerja yang tidak berkeahlian.
Metode
Untuk mengestimasi model di atas digunakan metode OLS
(Ordinary Least Squares). Dengan metode OLS, penulis akan dapat
mengetahui besaran arah dan keeratan hubungan variable bebas (Xi)
dan variable terikat (Yi). Metode ini meminimumkan L: e2;.
Fungsi Regresi Populasi :Yj
Fungsi Regresi Sampel : Yi = a + bXi + ei
Persamaan Garis Duga : Yi = a + bXi
Dari (lb) - (lc) didapat : ei = Yi- ~, sehingga : ei = Yi - a - bXi
(la)
(lb)
( lc)
Dengan demikian maka : L: e2 i = L:(\'i- a - bXi) 2 (ld)
Arah dan besar hubungan antara variable X dan Y yang
diperoleh dari metode OLS dinyatakan dalam sebuah persamaan garis
(lc). Dengan demikian kita akan mencari sebuah persamaan garis
yang menjamin nilai L: e2i yang minimum. Ini berarti bahwa di antara
- 24-
berbagai persamaan garis yang dapat dibuat untuk menyatakan
hubungan X dan Y, ada sebuah persamaan garis mempunyai I e2 i
minimum.
Asumsi-asumsi OLS :
1. Tidak ada Autocorrelation :
antara eror yang satu dengan eror yang lain tidak ada hubungan
(independent) atau korelasi antara anggota serangkaian observasi
yang diurutkan menurut waktu atau ruang tidak dipengaruhi oleh
disturbansi atau gangguan yang berhubungan dengan pengamatan
lain manapun.
2. Homoschedasticity :
semua eror atau gangguan setiap observasi mempunyai varians
atau penyebaran yang sama.
3. Non Stochastic (X variable fixed)
variable X tidak boleh mengandung error, kalau mengandung error
OLS tidak bisa digunakan.
4. No Multicollinearity
berhubungan dengan situasi di mana ada hubungan linear baik
yang pasti atau mendekati pasti di antara variable X atau antara
variable X tidak saling berhubungan. Multicollinearity dapat dilihat
dari nilai, R2 yang tinggi dan nilai t statistiknya tidak signifikan.
5. Error normal
distribusi error adalah normal, ini diperlukan apabila melakukan
pengujian.
- 25 -
BAB -V
ANALISA HASIL REGRESI
Setelah dilakukan pengolahan data melalui komputer dengan
menggunakan program Eviews, maka diperoleh hasil regresi sebagai
berikut :
Dependent Variable: W_TOT31 Method: Least Squares Date: 11/30/03 Time: 14:48 Sample: 1986 1997 Included observations: 12
Variable
c EDU_SMA31 LEDU_SD1
W_SKILLED31 W UNSK31
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
Coefficient
2.619284 0.116602 0.006257 0.533503 0.220890
0.970938 0.954331 0.028094 0.005525 29.07304 2.307981
Std. Error
0.755285 0.020840 0.007000 0.070268 0.074692
t-Statistic
3.467942 5.595096 0.893920 7.592406 2.957334
Mean dependent var S.D. dependent va r Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
Pro b.
0.0104 0.0008 0.4011 0.0001 0.0212
12.29360 0.131463
-4.012173 -3.810129 58.46525 0.000018
Koefficient Edu_SMA31 menunjukkan bahwa kenaikan sebesar 1 %
proporsi tenaga kerja berpendidikan SMA akan menaikkan upah
sebesar 0,12 °/o. Proporsi angkatan kerja dengan tingkat pendidikan
SMA dianggap berpengaruh secara signifikan terhadap upah total. Hal
ini ditunjukkan oleh nilai statistik t sebesar 6,0. Koefficient LEdu_SD1
menunjukkan kenaikan sebesar 1 % proporsi tenaga kerja
berpendidikan SD akan menaikkan upah sebesar 0,01 %. Hubungan
tingkat pendidikan dan upah terlihat bahwa semakin tinggi tingkat
pendidikan, semakin tinggi pula tingkat partisipasi dalam angkatan
kerja dan karena pendidikan yang dimiliki tingkat upahpun akan lebih
tinggi pada kelompok ini. Hal ini sesuai dengan hipotesa bahwa
elastisitas tenaga kerja berpendidikan SMA lebih tinggi daripada
elastisitas tenaga kerja berpendidikan SD. Jika dilihat dari nilai t
- 26-
statistik, ternyata semua variable bebas mempunyai nilai t stat di atas
1,96. Kecuali Ledu_SD31 nilai t statistiknya di bawah 1,96. Ini berarti
variable pendidikan (SMA), upah skilled dan upah tenaga kerja
unskilled secara individual signifikan mempengaruhi total upah kecuali
variable pendidikan SD tidak signifikan mempengaruhi upah.
Koefficient W_skilled31 menunjukkan pengaruh positif dan
signifikan terhadap upah, kenaikan 1 % upah pekerja yang
mempunyai skilled akan meningkatkan total upah sebesar 0,533 % di
DKI. Kenaikan 1 % upah pekerja tidak berkeahlian akan menaikkan
upah total sebesar 0,22 °/o. Hal ini sesuai dengan dugaan semula.
Hubungan ini menunjukkan bahwa keahlian yang dimiliki seorang
pekerja akan menambah nilai lebih bagi dirinya sehingga balas jasa
yang diterima akan juga akan lebih besar.
Untuk menentukan seberapa fit in-nya model tersebut dengan
data yang tersedia, kriteria yang dapat digunakan adalah R2 • R2
merupakan ukuran goodness of fit dari suatu model. R2 merupakan
ukuran tentang seberapa besar variasi yang dapat dijelaskan oleh
model. Semakin besar nilai R2 maka semakin baik model yang
dihasilkan. Dari hasil estimasi diperoleh nilai R2 =0,97, ini berarti 97 %
total variasi dapat dijelaskan oleh model. Dengan kata lain nilai R
square memperlihatkan bahwa model yang diestimasi valid dan
mampu menjelaskan 97 °/o dari keseluruhan variasi yang ada dalam
model.
Uji statistik F memperlihatkan nilai prob < 5 %(oc = 0,05), yaitu
0,00018 % . Ini berarti variable pendidikan, upah tenaga kerja skilled
dan upah tenaga kerja unskilled secara bersama-sama mempengaruhi
upar1 total.
Nilai DW sebesar 2.307981 estimasi dicurigai adanya masalah
autocorrelaticn karena nilainya lebih dari 2. Untuk mengetahui ada
atau tidaknya autocorrelation dilakukan dengan 2 (dua) jenis
pengujian, yaitu :
- 27-
1. Uji statistik Q : jika nilai statistik Q tidak signifikan
yang terlihat dari nilai probabilitas (p) yang besar maka
tidak ada autocorrelation.
2. Uji Breusch - Godfrey LM : jika nilai probabilitas dari
Obs*-R Squared tidak signifikan, maka Ho : tidak ada
autocorrelation diterima
Uji Q
Date: 11/30/03 Time: 14:52 Sample: 1986 1997 Included observations: 12
Autocorrelation Partial Correlation AC PAC Q-Stat
. **I I . **I I 1 -0.236 -0.236 0.8494 I* I I I 2 0.106 0.054 1.0392 I I I I 3 -0.001 0.038 1.0392
****I I ****I I 4 -0.495 -0.524 6.1907 I I . **I I 5 0.060 -0.230 6.2773
*I I . I I 6 -0.099 -0.055 6.5528 I I *I I 7 0.000 -0.084 6.5528
. I**. I I I 8 0.265 -0.033 9.5064
. **I I .***1 I 9 -0.207 -0.332 11.916 I* I *I I 10 0.189 -0.080 14.909 - -
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa nilai probabilitas Q statistik
besar, berarti nilai statistik Q tidak signifikan. Artinya tidak ada
masalah autocorrelation di sini
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
Prob
0.357 0.595 0.792 0.185 0.280 0.364 0.477 0.301 0.218 0.135
F-statistic 0.578256 Probability Obs*R-squared 2.254223 Probability
0.594413 0.323968
Demikian juga dengan hasil pengujian Breusch - Godfrey, nilai
probabilitasnya tinggi atau tidak signifikan pada a = 5 %. Jadi tidak
ada masalah autocorrelation
- 28-
BAB- VI
PENUTUP
Penerapan upah minimum oleh pemerintah mempengaruhi
pasokan maupun permintaan dalam pasar tenaga kerja. Karena itu
dampak upah minimum tidak terbatas hanya pada masalah upah,
tetapi juga pada penyerapan tenaga kerja. Yang tidak kalah penting,
upah minimum juga dapat memiliki dampak yang berbeda terhadap
berbagai kelompok kerja.
Upah minimum yang meningkat relatif tjnggi mengurangi
kesempatan kerja sektor formal. Peningkatan upah minimum yang
terus menerus mengakibatkan kenaikan upah meningkat lebih cepat
daripada peningkatan produktivitas pekerjanya. Dengan kata lain
tingkat upah minimum berada di atas keseimbangan tingkat upah
yang terjadi di pasar tenaga kerja. Bila upah dinaikkan lagi, akan
terjadi penggangguran lapangan pekerjaan.
Dari faktor-faktor yang diduga mempengaruhi upah di sektor
formal, yaitu pendidikan, upah tenaga kerja skilled dan upah tenaga
kerja unskilled, ternyata setelah diestimasi hubungan tenaga kerja
yang berpendidikan SD dengan total upah tidak signifikan. Meskipun
demikian semua arah dari koefisien adalah positif, ini berarti
penambahan masing-masing variable sebesar 1 % meningkatkan total
upah sebesar 1 %.
Setelah dilakukan beberapa pengujian, model di atas
memenuhi semua asumsi OLS. Dan dari hasil estimasi diperoleh nilai
R2 =0,97, ini berarti 97 % total vcriasi dapat dijelaskan oleh model.
Dengan kata lain nilai R square memperlihatkan bahwa model yang
diestimasi valid dan mampu menjelaskan 97 % dari keseluruhan
variasi yang ada dalam model.
- 29 -
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, M. Arsjad, Thee Kian Wie dan !wan Azis (Editor), Pemikiran Pelaksanaan dan Perintisan Pembangunan Ekonomi, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Dornbusch, Rudiger, Stanley Fischer, J. Mulyadi, Makroekonomi, Penerbit Erlangga, 1996.
Eviews User's Guide, 2"d Edition, Copyright 1994-1998 Quantitative Micro Software, USA.
Gaol, Lumban,S, M. Ec., Pengaturan Upah di Perusahaan, Lembaga Pendidikan Lanjutan IlmLi Hukum, Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
M.L. Jhingan, Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999.
Pedoman Pengupahan Perusahaan Swasta , Departemen Tenaga Kerja 1992/1993
Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No.: PER-01/MEN/1999 tentang Upah lv1inimum, Edisi Incionesia-Inggris, 1999.
Putratama, Bambang, Bsc, Nilai Tukar, Suatu Alternatif Bagi Penetapan Tingkat Upah, Jakarta, 1988.
Sukirno, Sadono, Pengantar Teori Mikroekonomi, Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000.
Tjiptoherijanto, Priyono,S. E, Prof. Dr.(2000), Pengupahan, Lembaga Pendidikan Lanjutan Ilmu Hukum, Fakultas Huku111 Universitas Indonesia.
Undang-undang RI Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan, Penerbit CV.Mini Jaya Abadi.
- 30 -