Download - Kajian Pustaka
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Review Penelitian Sejenis
2.1.1. Deskripsi Review Penelitian Sejenis
1. Penelitian sejenis pertama dilakukan oleh Adhyra Yudhi FM (210110090012)
pada tahun 2013 yang diberi judul “Hubungan antara Kredibilitas Pemateri
dalam Kegiatan Media Gathering ‘Uji Kendaraan Listrik Nasional’ dengan
Sikap Wartawan terhadap Kendaraan Listrik di Kota Bandung”. Peneliti
menggunakan Teori Kredibilitas Sumber (Source Credibility Theory) yang
dikemukakan oleh Hovland, Janis, dan Kelly. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui bagaimana hubungan kredibilitas pemateri dengan sikap
wartawan terhadap kendaraan listrik di kota Bandung. Untuk melakukan
penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian kuantitatif
(korelasional) dengan teknik pengumpulan data menggunakan angket,
wawancara, observasi, serta studi pustaka. Sampel yang diteliti menggunakan
teknik simple random sampling berjumlah 49 orang. Data yang diperoleh
kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik analisis deskriptif dan
analisis inferensial dengan menggunakan rank spearman. Hasil dari penelitian
49
50
ini adalah terdapat hubungan antara kredibilitas pemateri dengan sikap
wartawan terhadap kendaraan listrik di kota Bandung.
2. Penelitian sejenis kedua yang pernah dilakukan sebelumnya dilakukan oleh
Muhammad Fario Pb (210110100116) pada tahun 2014 dengan judul “Hubungan
Kredibilitas Penyuluh Program Penanaman 25.000 Pohon dengan Sikap Peserta
terhadap Lingkungan Hidup”. Peneliti menggunakan Teori Kredibilitas Sumber
(Source Credibility Theory) yang dikemukakan oleh Hovland, Janis, dan Kelly.
Tujuan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sejauhmana hubungan antara
kredibilitas penyuluh program penanaman 25.000 pohon PT. Indonesia Power
UBP Kamojang dengan sikap peserta terhadap lingkungan hidup. Metode
penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kuantitatif dengan
menggunakan angket, wawancara, observasi, serta kepustakaan (menganalisis
arsip terkait dengan objek penelitian) sebagai teknik pengumpulan data. Sampel
yang diteliti berjumlah 95 orang dari 126 peserta penyuluhan. Sedangkan teknik
analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif dan diferensial. Hasil
penelitian ini menyatakan bahwa semakin tinggi kredibilitas penyuluh, semakin
besar pula perubahan sikap peserta terhadap lingkungan hidup.
3. Penelitian berikutnya dilakukan oleh Alan Setia Suganda (210110090016) pada
tahun 2014. Penelitian yang diberi judul “Hubungan Kredibilitas General
Manager dengan Sikap Kerja Karyawan di Telkomsel Kantor Cabang Regional
Jawa Barat” ini dilakukan dengan menggunakan metode korelasi dengan teknik
51
korelasi uji statistik rank Spearman order correlation yang digunakan untuk
menghitung skala ordinal. Untuk mendukung metode tersebut, peneliti
menggunakan angket, wawancara, observasi, dan studi pustaka sebagai metode
pengumpulan datanya. Penelitian dengan 36 orang responden yang merupakan
karyawan di Telkomsel Jawa Barat ini menggunakan teknik sampling strata
proposional. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana
hubungan kredibilitas general manager dengan sikap kerja karyawan Telkomsel
kantor cabang regional Jawa Barat. Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang rendah tapi pasti antara kredibilitas General Manager
dengan sikap kerja karyawan di Telkomsel kantor cabang Jawa Barat. Setelah
penelitian dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara
kredibilitas general manager dengan sikap kerja karyawan Telkomsel kantor
cabang Regional Jawa Barat.
4. Penelitian ketiga dilakukan oleh Zulfan Nursyamsu (210110100111) pada tahun
2014. Penelitian yang diberi judul “Hubungan antara Kredibilitas Asgar Muda
Melakukan Program Pemberdayaan Masyarakat PT. Chevron Geothermal
Indonesia Ltd. Darajat dengan Sikap Masyarakat Pasir Wangi terhadap
Perusahaan” ini bertujuan untuk mengetahui sejauhmana hubungan antara
kredibilitas asgar muda sebagai komunikator dengan sikap masyarakat pasir
wangi terhadap PT. Chevron Geothermal Indonesia Ltd. Darajat. Peneliti
menggunakan Teori Kredibilitas Sumber (Source Credibility Theory) yang
52
dikemukakan oleh Hovland, Janis, dan Kelly. Metode yang digunakan dalam
melakukan penelitian ini adalah kuantitatif dengan teknik analisis korelasional.
Sampel yang diteliti berjumlah 197 orang yang dipilih dengan menggunakan
teknik simple random sampling. Sementara untuk pengumpulan data, peneliti
melakukan penyebaran angket, wawancara, observasi, dan studi kepustakaan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang cukup berarti antara
kredibilitas asgar muda melakukan program pemberdayaan masyarakat PT.
Chevron Geothermal Ltd. Darajat dengan sikap masyarakat pasir wangi terhadap
perusahaan. Kesimpulan yang dapat diambil adalah semakin kredibel asgar muda,
semakin erat pula hubungannya dengan perubahan sikap masyarakat pasir wangi
penerima manfaat program CSR PT. Chevron.
53
2.1.2. Tabel Review Penelitian Sejenis
54
2.2. Teori Kredibilitas Sumber
Penelitian berjudul “Hubungan Kredibilitas ELT dalam
Menyampaikan Company Engagement dengan Sikap Pekerja PHE WMO” ini
dilakukan dengan berlandaskan Teori Kredibilitas Sumber (Source Credibility
Theory) yang dikemukakan oleh Hovland, Janis, dan Kelly di dalam bukunya
COMMUNICATION AND PERSUASION: Phsycological Studies of Opinion
Change yang pertama kali diterbitkan pada tahun 1953.
Asumsi dasar teori ini menyatakan bahwa seseorang mungkin lebih mudah
dipersuasi jika sumber-sumber persuasinya cukup kredibel. Seseorang biasanya
akan lebih percaya dan cenderung menerima dengan baik pesan-pesan yang
disampaikan oleh orang yang memiliki kredibilitas di bidangnya.
Menurut Hovland, efektivitas komunikasi biasanya tergantung kepada
siapa yang menyampaikan pesan. Untuk mendukung tercapainya perubahan sikap
audiens, komunikator dapat memengaruhi prosesnya dengan berbagai cara.
Sehingga kita akan berasumsi bahwa berbagai efek dari komunikator dimediasi
oleh sikap terhadap dirinya yang dipegang oleh anggota audiens. (Hovland, 1953:
19-20)
Secara nyata teori ini memberikan penjelasan tentang eratnya hubungan
antara kredibilitas seseorang dengan kepercayaan audiens terhadap isi pesan yang
ia sampaikan, yaitu semakin kredibel sumber maka akan semakin mudah
mempengaruhi cara pandang audiens. Dengan kata lain, kredibilitas seseorang
55
mempunyai peranan yang penting dalam mempersuasi audiens untuk menentukan
pandangannya.
Menurut Hovland, sumber dengan kredibilitas tinggi memiliki dampak
besar terhadap opini audiens daripada sumber dengan kredibilitas rendah. Sumber
yang memiliki kredibilitas tinggi lebih banyak menghasilkan perubahan sikap
dibandingkan dengan sumber yang memiliki kredibilitas rendah. (Azwar, 2011:
64-65).
Hovland dalam Azwar (2011) menjelaskan bahwa perubahan sikap
meliputi perubahan opini (opinion change), perubahan persepsi (perception
change), perubahan perasaan atau emosi dan perubahan perilaku (affect change).
Hovland menggambarkan peranan kredibilitas dalam proses penerimaan
pesan dengan mengemukakan bahwa para ahli akan lebih persuasif dibandingkan
dengan bukan ahli. Suatu pesan persuasif akan lebih efektif apabila kita
mengetahui bahwa penyampai pesan adalah orang yang ahli di bidangnya (Azwar,
2011: 64-65).
Dua komponen kredibilitas yang paling penting adalah keahlian dan kejujuran. Keahlian adalah kesan yang dibentuk komunikate tentang kemampuan komunikator dalam hubungannya dengan topik yang dibicarakan. Komunikator dinilai tinggi pada keahlian dianggap sebagai cerdas, mampu, ahli, tahu banyak, berpengalaman atau terlatih. Sebaliknya, komunikator yang dinilai rendah pada keahlian dianggap tidak berpengalaman, tidak tahu dan bodoh. Kejujuran adalah kesan komunikate tentang komunikator berkaitan dengan wataknya. (Rakhmat, 2009: 260)
Pendapat serupa juga disampaikan oleh Venus (2009), yaitu keahlian dan
kehandalan komunikator bisa menentukan kepercayaan yang diberikan
56
kepadanya. Keahlian komunikator adalah kesan yang dibentuk komunikan tentang
kemampuan komunikator dalam hubungannya dengan topik yang dibicarakan.
Komunikator yang dinilai tinggi pada keahlian dianggap sebagai cerdas, mampu,
ahli, tahu banyak, berpengalaman, atau terlatih. Kepercayaan, kesan komunikan
tentang komunikator yang berkaitan dengan sumber informasi yang dianggap
tulus, jujur, bijak dan adil, objektif, memiliki integritas pribadi, serta memiliki
tanggung jawab sosial yang tinggi.
Seorang komunikator dalam proses komunikasi akan sukses apabila
berhasil menunjukan source credibility, artinya menjadi sumber kepercayaan bagi
komunikan. Kepercayaan kepada komunikator mencerminkan bahwa pesan yang
diterima komunikan dianggap benar dan sesuai dengan kenyataan. Kepercayaan
tersebut ditentukan oleh keahlian komunikator dalam profesinya. Kredibilitas
tersebut terbentuk dari keahlian komunikator dalam menguasai informasi
mengenai objek yang dimaksud dan memiliki keterpercayaan terhadap derajat
kebenaran informasi yang disampaikan.
Rakhmat mengatakan bahwa seorang komunikator menjadi source of
credibility disebabkan adanya “ethos” pada dirinya, yaitu apa yang dikatakan oleh
Aristoteles, dan yang hingga kini tetap dijadikan pedoman, adalah good sense,
good moral character dan goodwill. Daya tarik merupakan salah satu komponen
pelengkap dalam pembentukan kredibilitas sumber. Apabila sumber merupakan
individu yang tidak menarik atau tidak disukai, persuasi biasanya tidak efektif.
Kadang-kadang efek persuasi yang disampaikan komunikator yang tidak menarik
bahkan dapat mengubah ke arah yang berlawanan. (Azwar, 2011: 76).
57
2.3. Kajian tentang Kredibilitas Komunikator
Kredibilitas (Kre.di.bi.li.tas) dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) adalah perihal dapat dipercaya.
Kredibilitas adalah seperangkat persepi komunikate tentang sifat-sifat komunikator. Dalam definisi ini terkandung dua hal: (1) kredibilitas adalah persepsi komunikate, jadi tidak inheren dalam diri komunikator; (2) kredibilitas berkenaan dengan sifat-sifat komunikator, yang selanjutnya akan kita sebut sebagai komponen-komponen kredibilitas. (Rakhmat, 2011: 254)
Kredibilitas menurut Aristoteles bisa diperoleh jika seorang komunikator
memiliki ethos, pathos dan logos. Ethos adalah kekuatan yang dimiliki pembicara
dari karakter pribadinya, sehingga ucapan-ucapannya dapat dipercaya. Pathos
adalah kekuatan yang dimiliki seorang pembicara dalam mengendalikan emosi
pendengarnya. Logos adalah kekuatan yang dimiliki komunikator melalui
argumentasinya (Cangara, 2002: 96).
Sedangkan komunikator menurut adalah individu yang berkomunikasi
secara langsung kepada audiens dan menyampaikan pandangannya terhadap suatu
maasalah. Dengan demikian, komunikator atau sumber memiliki tujuan dalam
berkomunikasi dengan audiensnya. (Hovland, 1953: 19)
Menurut Harold Laswell, komunikator atau sering disebut juga sumber (source), pengirim (sender), penyandi (encoder), pembicara (speaker), atau originator. Komunikator adalah pihak yang berinisiatif atau mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi. Sumber boleh jadi seorang individu, kelompok, organisasi, perusahaan atau bahkan suatu negara. Seorang sumber bisa jadi komunikator/pembicara. Sebaliknya, seorang komunikator/sumber tidak selalu sebagai sumber. Bisa jadi ia menjadi pelaksana (eksekutor) dari seorang untuk menyampaikan pesan kepada khalayak ramai atau individu. (Mulyana, 2007)
58
Dengan demikian, kredibilitas komunikator adalah seperangkat persepsi
komunikan mengenai sifat-sifat komunikator. Dalam definisi ini terkandung dua
hal, yakni: (1) Kredibilitas adalah persepsi komunikan; (2) Kredibilitas adalah
segala sesuatu berkenaan dengan sifat-sifat komunikator yang selanjutnya akan
kita sebut sebagai komponen-komponen kredibilitas. (Rakhmat, 2009: 257)
2.3.1. Jenis-jenis Kredibilitas
Menurut Cangara (2002: 97), kredibilitas dapat dibedakan atas tiga macam, yaitu:
▫ Initial Credibility: Kredibilitas yang diperoleh komunikator sebelum
proses komunikasi berlangsung, misalnya seorang pembicara yang sudah
punya nama bisa mendatangkan banyak pendengar.
▫ Derivied Credibility: Kredibilitas yang diperoleh seseorang pada saat
komunikasi berlangsung, misalnya pembicara memperoleh tepuk tangan
pendengar karena pidatonya masuk akal atau menarik.
▫ Terminal Credibility: Kredibilitas yang diperoleh seorang komunikator
setelah pendengar atau pembaca mengikuti ulasannya.
2.3.2. Komponen Kredibilitas
Seorang komunikator dianggap memiliki kredibilitas apabila ia telah
memenuhi kriteria sebagai berikut:
▫ Keahlian Komunikator (expertise), dapat didefinisikan sebagai penguasaan
materi yang dimiliki komunikator terhadap pesan yang akan disampaikan.
Menurut Tan, sejauh mana penonton menganggap bahwa sumber
59
mengetahui "jawaban yang benar" untuk pertanyaan atau "tepat" untuk
menjelaskan permasalahan terkait. Keahlian tergantung pada pelatihan,
pengalaman, kemampuan, kecerdasan, pencapaian profesional, dan status
sosial. (Tan, 1981: 104)
▫ Keterpercayaan Komunikator (trustworthiness), berkaitan dengan sejauh
mana sumber dianggap mampu mengkomunikasikan pernyataannya
dengan benar tanpa diragukan. Sumber yang terpercaya adalah sumber
yang menyampaikan pesannya secara objektif. Sumber terpercaya juga
dapat dirasakan oleh penonton bahwa ia tidak memiliki niat untuk
memanipulasi pesannya. (Tan, 1981: 105)
Selain kedua komponen tersebut, kredibilitas juga seringkali diperkuat
oleh faktor daya tarik komunikator (attractiveness) adalah komponen yang
dianggap paling menentukan berhasil atau tidaknya proses penyampaian pesan
kepada komunikan. Pendengar atau pembaca bisa dengan mudah mengikuti
pandangan yang dikemukakan oleh komunikator hanya karena daya tarik yang
dimilikinya.
Menurut Tan (1981), daya tarik didukung oleh hal-hal berikut:
▫ Kesamaan (similiarity). Audiens akan tertarik kepada komunikator yang
memiliki kesamaan karakteristik demografi seperti usia, pendidikan,
pekerjaan, tingkat penghasilan, agama, tempat tinggal, dan ideologi.
▫ Keakraban (familiarity). Komunikator yang sudah dikenal, baik secara
langsung maupun melalui media massa akan dapat mempersuasi audiens
60
secara lebih efektif karena interaksinya lebih dapat diprediksi, dan lebih
diperhatikan dibandingkan dengan komunikator yang belum familiar.
▫ Kesukaan (liking). Kesamaan dan keakrban menuntun seseorang kepada
kesukaan. Audiens menyukai komunikator yang memberi mereka
penghargaan dan tidak menyukai komunikator yang menghakimi mereka.
Berscheid dan Walster, komunikator (atau orang lain secara umum) dapat
memberikan kita penghargaan sebagai berikut: (1) pengurangan
kecemasan, stres, kesepian, atau kecemasan; (2) penerimaan sosial; (3)
kedekatan; dan (4) kerjasama.
▫ Daya tarik fisik (physical attractiveness). Penelitian menyatakan bahwa
daya tarik fisik memengaruhi penilaian kita mengenai hasil kerja sesorang.
(Tan, 1981: 106-110)
Pendapat lain datang dari McCtoskey dalam Cangara (2002: 96) yang
menjelaskan bahwa komunikator memiliki lima dimensi, yaitu:
▫ Kompetensi (Competence), yaitu penguasaan yang dimiliki komunikator
pada masalah yang dibahasnya.
▫ Karakter (Character), karakter menunjukkan kepribadian komunikator
tentang ketegaran atau toleransi dalam prinsip.
▫ Tujuan (Intention), menunjukkan apakah hal-hal yang disampaikan
memiliki maksud yang baik atau tidak.
▫ Kepribadian (personality), menunjukkan apakah pembicara memiliki
pribadi yang hangat dan bersahabat.
61
▫ Dinamisme (dynamism), menunjukkan apakah hal yang disampaikan
menarik atau sebaliknya justru membosankan.
2.4. Kajian tentang Sikap
Seseorang akan mengevaluasi segala sesuatu yang dilihat dan dialami
hingga memengaruhi kecenderungan perilakunya. Kemudian ia menunjukkan
reaksi atas terpaan aksi yang diterimanya, yang disebut dengan sikap. Untuk itu,
sikap dikatakan sebagai respon evaluatif. Respons hanya akan timbul apabila
individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya reaksi
individual. Respons evaluatif berarti bahwa timbulnya bentuk reaksi yang
dinyatakan sebagai sikap didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu yang
memberi kesimpulan terhadap stimulus dalam bentuk nilai baik-buruk, positif-
negatif, menyenangkan-tidak menyenangkan, yang kemudian mengkristal sebagai
potensi reaksi terhadap objek sikap. (Azwar, 2011:15)
2.4.1. Definisi Sikap
Thurstone memformulasikan sikap sebagai derajat afek positif atau afek
negatif terhadap suatu objek psikologis. La Pierre (1934) juga mendefinisikan
sikap sebagai suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi
untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana; sikap adalah
respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan. Sedangkan Secord &
Backman (1964) mendefinisikan sikap sebagai keteraturan tertentu dalam hal
62
perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan tindakan (konasi) sesorang terhadap
suatu aspek di lingkungan sekitarnya. (Azwar, 2013: 5)
Sikap dikatakan sebagai suatu respons evaluatif. Respons hanya akan timbul apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya rekasi individual. Respons evaluatif berarti bahwa bentuk reaksi yang dinyatakan sebagai sikap itu timbulnya didasari oleh proses evaluatif dalam diri individu yang memberi kesimpulan terhadap stimulus dalam bentuk nilai baik-buruk, positif-negatif, menyenangkan-tidak menyenangkan, yang kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap objek sikap. (Azwar, 2013: 15)
2.4.2. Struktur Sikap
Menurut Azwar (2013), struktur sikap terdiri atas tiga komponen yang
saling menunjang, yaitu:
▫ Kognitif (cognitive), yaitu kepercayaan seseorang mengenai apa yang
berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap. Sekali kepercayaan itu telah
terbentuk, maka ia akan menjadi dasar pengetahuan seseorang mengenai
apa yang dapat diharapkan dari objek tertentu.
▫ Afektif (affective) yaitu aspek emosional subjektif terhadap suatu objek
sikap. Secara umum, komponen ini disamakan dengan perasaan yang
dimiliki terhadap sesuatu. Reaksi emosional yang merupakan komponen
afektif banyak dipengaruhi oleh kepercayaan atau yang kita percayai
sebagai benar dan berlaku bagi objek termaksud.
▫ Konatif (conative) menunjukkan bagaimana kecenderungan berperilaku
seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya. Kaitan ini
didasari oleh asumsi bahwa kerpercayaan dan perasaan ini membentuk
63
sikap individual. Sikap seseorang akan dicerminkan dalam bentuk tendensi
perilaku terhadap objek.
64
2.4.3. Pembentukan Sikap
Azwar (2013: 30-38) menjelaskan bahwa sikap sosial terbentuk dari
adanya interaksi sosial yang dialami individu. Dalam suatu interaksi sosial, terjadi
hubungan saling memengaruhi di antarindividu sehingga terjadi hubungan timbal-
balik yang memengaruhi pola perilaku masing-masing individu. Interaksi sosial
tersebut memungkinkan individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu
terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya. Pembentukan sikap tersebut
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
▫ Pengalaman Pribadi. Pengalaman memengaruhi penghayatan seseorang
terhadap suatu stimulus sosial yang kemudian menjadi dasar pembentukan
sikap dalam diri individu. Sikap lebih mudah dibentuk jika seseorang
mengalami suatu peristiwa yang melibatkan faktor emosionalnya.
▫ Pengaruh Orang Lain yang Dianggap Penting. Kecenderungan ini pada
dasarnya dimotivasi oleh keinginan seseorang untuk berafiliasi dan
menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut.
▫ Pengaruh Kebudayaan. Tanpa disadari, kebudayaan telah menanamkan
garis pengarah sikap dalam diri setiap individu serta pemberi corak
pengalaman individu yang menjadi anggota kelompok masyarakat.
▫ Media Massa. Media massa membawa pesan-pesan berisi sugesti yang
mengarahkan pada opini seseorang dan selanjutnya akan memberikan
landasan kognitif dan afektif bagi seseorang dalam menilai suatu hal.
▫ Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama. Kedua lembaga tersebut
menanamkan pengertian, konsep moral, dan ajaran agama ke dalam diri
65
inividu yang memengaruhi kepercayaan seseorang terhadap suatu objek
atau hal.
▫ Pengaruh Faktor Emosional. Sikap yang terbentuk dari emosi ini
merupakan sikap yang sementara dan segera berlalu setelah frustasi hilang
dari diri individu.
2.4.4. Dimensi Sikap
Azwar (2011) mengutip penjelasan Sax dalam bukunya Principal and
Psychological Measurement and Evaluation, tentang dimensi sikap, yaitu:
▫ Arah, artinya sikap terpilah menjadi dua arah dalam hal kesetujuan
(setuju-tidak setuju)
▫ Intensitas, artinya sikap memiliki kekuatan yang belum tentu sama
terhadap sesuatu hal atau objeknya meskipun arahnya mungkin tidak jauh
berbeda.
▫ Keluasan, artinya kesetujuan atau ketidaksetujuan yang ditunjukkan
dalam sikap seseorang dapat mencakup banyak aspek yang menyangkut
pada objek yang dinilai.
▫ Konsistensi, artinya sikap memiliki kesesuaian antara pernyataan sikap
tang dikemukakan responnya terhadap objek yang dimaksud yang dapat
dilihat berdasarkan kesesuaian sikap antarwaktu dan ketahanan sikap
dalam individu itu sendiri.
66
▫ Spontanitas, hal ini menyangkut sejauhmana kesiapan individu untuk
menyatakan sikapnya secara spontan tanpa harus melakukan
pengungkapan lebih dahulu agar individu mengemukakannya.
2.5. Tinjauan tentang Komunikasi
2.5.1. Definisi Komunikasi
Secara epistimologis, komunikasi atau dalam bahasa Inggris
commumunication berasal dari bahasa latin, communicatio, dan bersumber dari
kata communis yang berarti sama yang digunakan untuk menjelaskan persamaan
makna. Kata tersebut kemudian dikembangkan dalam bahasa Inggris, yang
didefinisikan dalam Oxford Essential Dictionary sebagai
Communication /kəmjuːnɪˈkeɪʃ(ə)n/ noun
▫ Communication (tidak jamak): berbagi atau bertukar informasi, perasaan
atau ide dengan seseorang.
▫ Communications (jamak): cara mengirim atau menerima informasi,
terutama telepon, radio, komputer, dan sebagainya.
Berdasarkan asal katanya yang berarti sama, komunikasi minimal harus
mengandung kesamaan antara dua pihak yang terlibat. Dikatakan minimal karena
kegiatan komunikasi tidak hanya bersifat informatif, yakni agar orang lain tahu
dan mengerti; tetapi juga persuasif, yaitu agar orang lain bersedia menerima suatu
paham atau keyakinan, melakukan suatu perbuatan atau kegiatan, dan sebagainya.
(Effendy, 2005: 9)
67
Beberapa pengertian komunikasi terkadang terlalu sempit, seperti
komunikasi adalah “penyampaian pesan”, ataupun terlalu luas seperti
“komunikasi adalah proses interaksi antara dua makhluk”, sehingga pelaku
komunikasi tersebut dapat termasuk hewan, tumbuhan, bahkan jin. Sebagaimana
dikemukakan oleh John R. Wenburg dan William W. Wilmot juga Kenneth K.
Sereno dan Edward M. Bodaken, setidaknya ada tiga pemahaman mengenai
komunikasi sebagai tindakan, komunikasi sebagai interaksi, dan komunikasi
sebagai interaksi. (Mulyana, 2010: 60)
Cangara menjelaskan bahwa komunikasi adalah suatu proses interaksi,
proses simbolik yang menghendaki orang-orang mengatur lingkungannya dengan
(1) membangun hubungan antarsesama (2) melalui pertukaran informasi (3) untuk
menguatkan sikap dan tingkah laku orang lain (4) serta berusaha mengubah sikap
dan tingkah laku itu. (Komala, 2009: 23)
Salah satu paradigma komunikasi yang paling populer diungkapkan oleh
Harold Laswell dalam karyanya, The Strutcure and Function of Communication
in Society. Laswell mengatakan bahwa cara yang baik untuk menjelaskan
komunikasi ialah menjawab pertanyaan: “Who Says What in Which Channel to
Whom with What Effect?”
2.5.2. Proses Komunikasi
Proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Pikiran bisa merupakan gagasan, informasi, opini yang muncul dari benaknya. Perasaan bisa berupa keyakinan, kepastian, keragu-
68
raguan, kekhawatiran, kemarahan, keberanian, kegairahan, yang timbul dari lubuk hati. (Effendy, 2005: 11)
Proses komunikasi terbagi menjadi dua tahap, yakni:
▫ Proses primer adalah proses penyampaian pikiran dan atau perasaan
seseorang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa,
kial, (gesture), isyarat, gambar, warna dan lainnya yang secara langsung
mampu “menerjemahkan” pikiran dan atau perasaan komunikator kepada
komunikan.
▫ Proses sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada
orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua
(telepon, suratkabar, majalah, radio, televisi, film, internet), setelah
memakai lambang sebagai media pertama.
(Komala, 2009: 83)
2.5.3. Komunikasi Organisasi
Wiryanto menjelaskan bahwa komunikasi organisasi adalah pengiriman
dan penerimaan berbagai pesan organisasi di dalam kelompok formal maupun
informal dari suatu organisasi. Komunikasi formal adalah komunikasi yang
disetujui oleh organisasi itu sendiri dan sifatnya berorientasi kepentingan
organisasi. Sedangkan komunikasi informal adalah komunikasi yang disetujui
secara sosial. Orientasinya bukan pada organisasi, tetapi lebih kepada anggotanya
secara individual. (Romli, 2014: 2)
69
Goldhaber dalam Romli (2014: 13) memberikan mendefinisikan
komunikasi organisasi sebagai proses menciptakan saling menukar pesan dalam
satu jaringan hubungan yang saling tergantung satu sama lain untuk mengatasi
lingkungan yang tidak pasti atau yang selalu berubah-ubah.
Korelasi antara ilmu komunikasi dengan organisasi terletak pada peninjauannya yang terfokus kepada manusia-manusia yang terlibat dalam mencapai tujuan organisasi tersebut. Ilmu komunikasi mempertanyakan bentuk komunikasi apa yang berlangsung dalam organisasi, metode dan teknik apa yang digunakan, media apa yang dipakai, bagaimana prosesnya, faktor-faktor apa saja yang menjadi penghambat, dan sebagainya. Jawaban-jawaban bagi pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah untuk bahan telaah untuk selanjutnya menyajikan suatu konsepsi komunikasi bagi suatu organisasi tertentu berdasarkan jenis organisasi, sifat organisasi, dan lingkup organisasi dengan memperhitungkan situasi tertentu pada saat komunikasi dilancarkan. (Romli, 2014: 2)
Romli mengutip Conrad (dalam Tubbs dan Moss, 2005) dalam
mengidentifikasikan tiga komunikasi sebagai berikut:
▫ Fungsi perintah, berkenaan dengan anggota-anggota organisasi
mempunyai hak dan kewajiban membicarakan, menerima, menafsirkan,
dan bertindak atas suatu perintah. Tujuan dari fungsi perintah adalah
koordinasi di antara sejumlah anggota yang bergantung dalam organisasi
tersebut.
▫ Fungsi relasional, yaitu berkenaan dengan komunikasi memperbolehkan
anggota-anggota menciptakan dan mempertahankan bisnis produktif,
hubungan personal dengan anggota organisasi lain. Hubungan dalam
pekerjaan memengaruhi kinerja pekerjaan (job performance) dalam
berbagai cara.
70
▫ Fungsi manajemen ambigu, berkenaan dengan pilihan dalam situasi
organisasi sering dibuat dalam keadaan yang sangat ambigu. Komunikasi
adalah alat untuk mengatasi dan mengurangi ketidakjelasan (ambiguity)
yang melekat dalam organisasi.
71
Romli (2014) membagi dimensi komunikasi organisasi secara internal dan
eksternal dengan penjabaran sebagai berikut:
A. Komunikasi Internal
Komunikasi internal organisasi adalah proses penyampaian pesan antara
anggota-anggota organisasi yang terjadi untuk kepentingan organisasi. Proses
komunikasi internal bisa berwujud komunikasi antarpribadi maupun komunikasi
kelompok, atau merupakan komunikasi primer maupun sekunder (menggunakan
media nirmassa). Komunikasi internal lazim dibedakan menjadi dua, yaitu:
▫ Komunikasi vertikal, yaitu komunikasi dari atas ke bawah dan sebaliknya.
Dalam komunikasi vertikal, pimpinan memberikan instruksi, petunjuk,
atau informasi kepada bawahannya. Sedangkan bawahan memberi laporan,
saran, pengaduan, dan sebagainya kepada pimpinan.
▫ Komunikasi horizontal, yaitu komunikasi antara sesama karyawan, atau
sesama manajer, dan sebagainya. Pesan dalam komunikasi ini dapat
mengalir di bagian yang sama di dalam organisasi atau mengalir antar-
bagian. Komunikasi lateral ini memperlancar pertukaran pengetahuan,
metode dan masalah. Hal ini membantu organisasi untuk menghindari
beberapa masalah dan memecahkan yang lainnya, serta membangun
semangat dan kepuasan kerja.
B. Komunikasi Eksternal
Komunikasi eksternal organisasi adalah komunikasi antara pimpinan
organisasi dengan khalayak luar organisasi. Pada organisasi besar, komunikasi ini
72
lebih banyak dilakukan oleh Humas, sedangkan pemimpin terbatas pada hal-hal
yang dianggap penting.
▫ Komunikasi dari organisasi kepada khalayak. Komunikasi ini umumnya
bersifat informatif, yang dilakukan sedemikian rupa sehingga khalayak
merasa memiliki keterlibatan. Komunikasi ini dapat melalui berbagai
bentuk, antara lain: majalah organisasi, press release, artikel surat kabar
atau majalah, film dokumenter, brosur, poster, konferensi pers, dan
sebagainya.
▫ Komunikasi dari khalayak kepada organisasi. Komunikasi ini merupakan
bentuk umpan balik (feedback) dari kegiatan dan komunikasi yang
dilakukan oleh organisasi.
2.6. Tinjauan tentang Public Relations
2.6.1 Definisi Public Relations
Scott M. Cutlip, Aleen H. Center dan Glen M. Broom dalam bukunya
Effective Public Relations menulis salah satu definisi PR, yakni Public Relations
(PR) adalah fungsi manajemen yang membangun dan mempertahankan hubungan
yang baik dan bermanfaat antara organisasi dengan publik yang memengaruhi
kesuksesan atau kegagalan organisasi tersebut. (Cutlip, Center & Broom, 2006: 6)
73
Selain definisi dari Cutlip, Center and Broom, terdapat pula beberapa
definisi PR sebagai berikut:
▫ Hubungan Masyarakat (Humas) adalah komunikasi dua arah antara
organisasi dengan publik secara timbal balik dalam rangka mendukung
fungsi dan tujuan manajemen dengan meningkatkan pembinaan kerjasama
dan pemenuhan kepentingan bersama. (Effendy, 2009)
▫ Menurut Edward L. Bernays, PR mempunyai tiga arti: (1) penerangan
kepada publik, (2) persuasi kepada publik untuk mengubah sikap dan
tingkah laku, (3) upaya untuk menyatukan sikap dan perilaku suatu
lembaga. (Ardianto, 2011: 10)
▫ J.C. Seidel mendefinisikan PR sebagai proses kontinu dari usaha-usaha
manajemen untuk memeroleh goodwill (itikad baik) dan pengertian dari
pelanggan, pegawai, dan publik yang lebih luas; ke dalam mengadakan
analisis, sedangkan ke luar memberikan pernyataan-pernyataan. (Ardianto,
2011: 9)
▫ Seitel menjelaskan bahwa Public Relations merupakan fungsi menejemen
yang membantu menciptakan dan saling memelihara alur komunikasi,
pengertian, dukungan, serta kerjasama suatu organisasi/ perusahaan
dengan publiknya dan ikut terlibat dalam menangani masalah-masalah
atau isu-isu manajemen. PR membantu manajemen dalam penyampaian
informasi dan tanggap terhadap opini publik, sehingga PR membantu
memantau berbagai perubahan secara efektif. (Soemirat dan Ardianto,
2010: 13)
74
▫ Dr. Rex Harlow menjelaskan bahwa Public Relations adalah fungsi
manajemen yang khas dan mendukung pembinaan, pemeliharaan jalur
bersama antara organisasi dengan publiknya, menyangkut aktivitas
komunikasi, pengertian, penerimaan dan kerja sama; melibatkan
manajemen dalam menghadapi persoalan/permasalahan, membantu
manajemen dalam mengikuti dan memenfaatkan perubahan secara efektif;
bertindak sebagai sistem peringatan dini dalam mengantisipasi
kecenderungan penggunaan penelitian serta teknik komunikasi yang sehat
dan etis sebagai sarana utama. (Ruslan, 2010: 16)
▫ Grunig and Hunt mendefinisikan PR sebagai manajemen komunikasi
antara organisasi dengan publiknya. (Johnston & Zawawi, 2004: 6)
▫ Menurut (British) Institute of Public Relations (IPR), PR adalah
keseluruhan upaya yang dilakukan secara terencana dan
berkesinambungan dalam rangka menciptakan dan memelihara niat baik
(good-will) dan saling pengertian (mutual understanding) antara suatu
organisasi dengan segenap khalayak. (Jeffkins, 2003:9)
▫ Sedangkan Frank Jefkins sendiri mendefinisikan PR sebagai semua bentuk
komunikasi yang terencana, baik itu ke dalam maupun ke luar, antara
suatu organisasi dengan semua khalayaknya dalam rangka mencapai
tujuan-tujuan spesifik yang berlandaskan pada saling pengertian. (Jeffkins,
2003: 9)
75
Intinya, PR adalah good image (citra baik), goodwill (itikad baik), mutual understanding (saling pengertian), mutual confidence (saling mempercayai), mutual appreciation (saling menghargai) dan tolerance (toleransi). (Ardianto, 2011: 10)
Menurut Cutlip Center & Brown, terdapat dua konsep dasar PR, yaitu
konsep satu arah dan konsep dua arah. Konsep PR satu arah hampir sepenuhnya
didasarkan pada propaganda dan komunikasi persuasif, biasanya dalam bentuk
publisitas. Sedangkan konsep dua arah menekankan pada pertukaran komunikasi,
resiprositas, dan pemahaman bersama. Selain itu, konsep dua arah mencakup
manajemen konseling terhadap perubahan yang dibutuhkan dalam organisasi.
Presiden New South Wales dari Public Relations Institute of Australia,
Don Barnes (1967) mendeskripsikan bahwa tujuan dari petugas dan konsultan PR
adalah menjaga relasi antara organisasi dengan publiknya yang beragam. Barnes
juga menjelaskan fungsi dari praktisi PR adalah:
▫ Untuk memberikan masukan kepada manajemen tentang kebijakan dan
efeknya dalam Public Relations;
▫ Untuk menghubungkan dan mengkoordinasikan aktivitas organisasi yang
memengaruhi publik;
▫ Untuk menjelaskan organisasi dan kebijakannya kepada publik yang
beragam melalui media;
▫ Untuk menjelaskan kepada manajemen apa yang publik pikirkan tentang
organisasi
(Johnston & Zawawi, 2004: 4-5)
76
2.6.2 Tujuan dan Fungsi Public Relations
2.6.2.1. Tujuan Public Relations
Tujuan PR untuk mengembangkan pengertian dan kemauan baik
(goodwill) publiknya serta untuk memperoleh opini publik yang menguntungkan
atau untuk menciptakan kerjasama berdasarkan hubungan yang harmonis dengan
publik (Soemirat dan Ardianto, 2010: 89).
Frank Jeffkins, dalam bukunya Public Relations mengemukakan bahwa
ruang lingkup tujuan Public Relations sangatlah luas. Namun terdapat beberapa
tujuan pokok yang dapat diambil, sebagai berikut:
▫ Untuk mengubah citra umum di mata khalayak sehubungan dengan adanya
kegiatan-kegiatan baru yang dilakukan perusahaan;
▫ Untuk menyebarluaskan cerita sukses yang telah dicapai oleh perusahaan
kepada masyarakat dalam rangka mendapatkan pengakuan;
▫ Untuk meningkatkan bobot kualitas calon pegawai;
▫ Untuk memperbaiki hubungan antara perusahaan itu dengan khalayaknya,
sehubungan dengan telah terjadinya suatu peristiwa yang mengakibatkan
kecaman, kesangsian, atau salah paham di kalangan khalayak terhadap niat
baik perusahaan;
▫ Untuk mendidik para pengguna atau konsumen agar mereka lebih efektif
dan mengerti dalam memanfaatkan produk-produk perusahaan;
▫ Untuk mendukung keterlibatan perusahaan sebagai sponsor dari
penyelengaraan suatu acara;
77
▫ Untuk memperkenalkan perusahaan kepada masyarakat luas,serta
membuka pasar-pasar ekspor baru;
▫ Untuk mempersiapkan penerbitan saham tambahan atau karena adanya
perusahaan yang go public;
▫ Untuk meyakinkan khalayak bahwa perusahaan mampu bertahan atau
bangkit setelah krisis;
▫ Untuk meningkatkan kemampuan dan ketahanan perusahaan dalam rangka
menghadapi risiko pengambil alihan;
▫ Untuk menciptakan identitas perusahaan yang baru;
▫ Untuk menyebarluaskan informasi mengenai aktivitas dan partisipasi para
pimpinan perusahaan organisasi dalam kehidupan sosial sehari-hari;
▫ Untuk memastikan para politisi bener-benar memahami kegiatan-kegiatan
atau produk perusahaan yang positif, agar perusahaan yang bersangkutan
terhindar dari peraturan, undang-undang, dan kebijakan pemerintah yang
merugikan;
▫ Untuk menyebarluaskan kegiatan-kegiatan riset yang telah dilakukan
perusahaan.
2.6.2.2 Fungsi Public Relations
▫ Menjembatani antara lembaga/perusahaan di satu pihak dan masyarakat/
publik di pihak lain.
▫ Sebagai juru bicara lembaga/perusahaan untuk menyampaikan pesan-
pesan/ide untuk kepentingan publik/masyarakat.
78
▫ Mengabdi kepada kepentingan publik agar segala upaya yang telah
dilakukan oleh lembaga/perusahaan dapat disampaikan/disebarluaskan
kepada publik.
▫ Memelihara komunikasi yang baik untuk kepentingan publik.
▫ Memelihara hubungan yang baik antara lembaga dengan publiknya untuk
memperoleh citra yang positif.
2.6.3 Proses Public Relations
“Proses PR selalu dimulai dan diakhiri dengan penelitian.” (Jeffkins,
2003: 57)
▫ Defining Problem (Definisikan Permasalahan)
Seorang PR harus dapat mengenal masalah dan penyebabnya. Maka dalam
tahap ini praktisi PR perlu melibatkan diri dalam penelitian dan
pengumpulan fakta. Selain itu PR perlu memantau dan membaca terus
pengertian, opini, sikap, dan perilaku mereka yang berkepentingan dan
terpengaruh oleh sikap dan tindakan perusahaan. Singkat kata, tahap ini
merupakan penerapan dan fungsi intelejen perusahaan. Pada tahap ini
ditentukan “What’s happening now?”. Perlu diketahui bahwa langkah ini
dilakukan oleh seseorang praktisi PR setiap saat secara kontinu, bukan
hanya pada saat krisis terjadi.
▫ Planning & Programming (Perencanaan dan Program)
Pada tahap ini seorang praktisi PR sudah menemukan penyebab timbulnya
permasalahan dan sudah siap dengan langkah-langkah pemecahan atau
79
pencegahan. Langkah-langkah itu dirumuskan dalam bentuk rencana dan
program, termasuk anggarannya. Tercakup dalam tahap ini adalah
objective, prosedur, dan strategi yang diarahkan pada masing-masing
khalayak sasaran. Tahap ini akan memberi jawaban atas pertanyaan:
“What should we do and why?”.
▫ Acting & Communicating (Aksi dan Komunikasi)
Banyak praktisi PR yang sering melupakan kedua proses diatas dan
langsung masuk ke tahap tiga, yakni langsung melakukan aksi dan
komunikasi berdasarkan asumsi pribadi. Meski tidak jarang tindakan itu
membawa hasil yang tidak buruk, langkah ini sama sekali tidak disarankan
karena terlau beresiko tinggi bagi citra perusahaan. Manajer PR yang
melakukan hal ini biasanya kurang paham ke mana citra perusahaan
hendak diarahkan dan di mana ia berada kini. Sekali lagi aksi dan
komunikasi harus dikaitkan dengan objective dan goals yang spesifik.
Tahap ini menjawab pertanyaan: “How we do it and say it?”.
▫ Evaluating (Evaluasi Program)
Proses PR selalu dimulai dengan mengumpulkan fakta dan diakhiri pula
dengan pengumpulan fakta. Untuk mengetahui apakah prosesnya sudah
selesai atau belum, seorang praktisi PR perlu melakukan evaluasi atas
langkah-langkah yang telah diambil. Seperti biasa, selesainya suatu
permasalahan selalu akan diikuti oleh permasalah baru (krisis baru). Maka,
tahap ini akan melibatkan pengurkuran hasil tindakan di masa lalu.
80
Penyesuaian dapat dibuat dalam program yang sama, atau setelah suatu
masa berakhir. Pengukuran ini menjawab perntanyaan: “How did we do?”.
2.6.4 Peran Praktisi Public Relations
Dua peran utama praktisi PR adalah sebagai teknisi dan problem solver.
▫ Teknisi menyediakan publikasi (misalnya news release dan newsletter).
Teknisi berada di posisi yang lebih rendah di dalam organisasi
dibandingkan dengan problem-solvers;
▫ Problem-solvers meminta klien atau manajemen untuk memikirkan
kembali atau mengklarifikasi masalah dan mencari solusi. Problem-solvers
bersama manajemen, dengan tanggung jawab bersama untuk membuat
keputusan dan membentuk kebijakan.
2.6.5 Aktivitas Public Relations
PR dapat bekerja sebagai konsultan ataupun sebagai praktisi internal.
Sebagai konsultan, praktisi memiliki banyak klien dalam melakukan
pekerjaannya. Keuntungannya adalah keberagaman pekerjaan tersebut
memungkinkan untuk bekerja di berbagai lokasi, mengenal banyak orang, dan
dapat merancang program yang berbeda-beda. Sedangkan praktisi internal bekerja
untuk satu organisasi. Keuntungannya adalah dapat mengenal organisasi secara
mendalam dan kemudahan dalam mengakses manajemen, fasilitas, dan
sebagainya.
81
Di dalam kapasitasnya masing-masing, pekerjaan praktisi PR adalah salah
satu pekerjaan di mana banyak peran yang tumpang tindih. Peran dan aktivitas
kunci tersebut berada di sekitar area:
▫ Communication menanamkan atau pertukaran pikiran, pendapat atau
pesan melalui visual, lisan, atau tulisan;
▫ Publicity menyebarluaskan dengan tujuan terencana dan executed pesan
melalui media yang dipilih, tanpa biaya, untuk sebagian ketertarikan
organisasi;
▫ Promotions aktivitas yang didesain untuk menciptakan dan
menstimulasi ketertarikan terhadap seseorang, produk, organisasi, atau
kasus;
▫ Press Agentry generasi cerita ‘berita halus’ biasanya terasosiasi dengan
industri hiburan;
▫ Integerated Marketing fungsi PR yang mendukung tujuan marketing
atau iklan organisasi;
▫ Issues Management Identifikasi, memonitori dan bertindak dalam
masalah kebijakan publik yang peduli terhadap organisasi;
▫ Crisis Management berurusan dengan krisis, bencana atau kejadian
negatif tak terduga dan memaksimalkan positif hasil these yang mungkin
dimiliki;
▫ Press Secretary/Public Information Officer bertindak sebagai
penghubung antara representatif politik atau departemen pemerintah dan
media;
82
▫ Public Affairs/Lobbyist bekerja atas nama organisasi pribadi dalam
berurusan dengan politikus dan pelayan publik who determine kebijakan
dan legalisasi untuk either maintain status quo atau perubahan efek;
▫ Financial Relations berurusan dengan dan mengkomunikasikan
informasi kepada stakeholder dari organisasi dan komunitas investasi;
▫ Community Relations membangun dan menjaga relasi antara organisasi
dengan kelompok komunitas yang saling memengaruhi;
▫ Internal Relations membangun dan menjaga relasi dengan orang-orang
yang terlibat dalam organisasi yang sama;
▫ Industry Relations membangun dan menjaga relasi antara organisasi
dengan, atau atas nama, perusahaan dalam kelompok industri;
▫ Minority Relations membangun dan menjaga relasi dengan, atau atas
nama, kelompok minoritas dan individual;
▫ Media Relations membangun dan menjaga relasi antara media dengan
organisasi;
▫ Public Diplomacy membangun dan menjaga relasi untuk menambah
perdagangan, pariwisata dan itikad baik antar bangsa;
▫ Event Management menyiapkan, merencanakan, dan melaksanakan
event signifikan yang mencakup bingkau terbatas;
▫ Sponsorship menawarkan dan menerima keuangan atau dalam bentuk
dukungan dalam mencari public exposure;
▫ Cause/Relationship Marketing membangun dan menjaga relasi untuk
engender kesetiaan dan dukungan pelanggan;
83
▫ Fundraising membangun dan menjaga relasi atas nama sektor non-
profit untuk menstimulasi donasi dan dukungan publik;
2.6.6 Publik dalam Public Relations
Publik adalah sekelompok orang yang saling berbagi ketertarikan dan
kepeduliaan. Publik dapat aktif ataupun pasif. Publik aktif terdiri dari individu
yang mengetahui bahwa mereka berbagi ketertarikan atau kepedulian dengan
sesama. Terkadang suatu grup yang disebut stakeholder disamakan dengan
publik. Istilah ini cenderun untuk digunakan untuk mendeskripsikan orang-orang
yang memiliki ketertarikan terhadap organisasi atau kegiatannya. Namun, Salah
satu atribut penting dari publikdapat berubah dari aktif menjadi pasif dan kembali
lagitidak berlaku bagi stakeholders. Stakeholders selalu aktif. (Johnston &
Zawawi, 2004: 15)
Ardianto (2009: 124-125) menjelaskan bahwa publik dalam Public
Relations dapat diklasifikasikan dalam beberapa kategori, yaitu:
▫ Publik Internal dan publik eksternal: Internal publik yaitu publik yang
berada di dalam perusahaan. Misalnya karyawan, satpam, penerima
telepon, supervisor, klerk, manajer, para pemegang saham, dan direksi
perusahaan. Sedangkan publik eksternal adalah mereka yang
bekerpentingan terhadap perusahaan, dan berada di luar perusahaan.
Misalnya: penyalur, pemasok, bank, pemerintah, pelanggan, komunitas,
dan pers.
84
▫ Publik primer, sekuder, dan marginal. Tidak semua elemen dan
stakeholders perlu diperhatikan perusahaan. Perusahaan perlu menyusun
suatu kerangka prioritas. Publik primer dianggap paling penting karena
dapat sangat membantu atau merintangi upaya suatu perusahaan. Publik
sekunder adalah publik yang dianggap tidak begitu penting. Sedangkan
publik marginal adalah publik yang tidak berpengaruh terhdap perusahaan.
Urutan dan prioritas publik setiap perusahaan berbeda-beda dan
kemungkinan dapat berubah setiap tahunnya.
▫ Publik tradisional dan publik masa depan: Karyawan dan pelanggan
adalah publik adalah publik tradisional. Sedangkan mahasiswa/pelajar,
peneliti, konsumen potensial, dosen, dan pejabat pemerintah (madya)
adalah publik masa depan.
▫ Proponents, opponents, dan uncommitted: Di antara publik terdapat
kelompok yang menetang perusahaan (opponents), yang memihak
(proponents), dan ada yang tidak peduli ( uncommitted). Perusahaan perlu
mengenal publik yang berbeda-beda ini agar dapat denga melihat jernih
permasalahan
▫ Silent majority dan vocal minority: Dilihat dari aktivitas publik dalam
mengajukan complaint (keluhan) atau mendukung perusahaan, dapat
dibedakan antara yang vokal (aktif) dan yang silent (pasif). Publik penulis
di surat kabar umumnya adalah vocal minority, yaitu aktif menyuarakan
85
pendapatnya, namun jumlahnya tidak banyak. Sedangkan mayoritas
pembaca adalah pasif sehingga tidak keliatan suara atau pendapatnya.