Download - Kajian Penyakit Mata. Gab
TUGAS KHUSUS KAJIAN PENYAKIT PADA MATA
KONJUNGTIVITIS
APOTEK KIMIA FARMA 78, 49 dan 48
Apotek
Apotek
Disusun Oleh :
Ana Rachmurti, S. Farm 2014000008 Universitas Pancasila
Fatimah Bakriyyah, S. Farm 2014000053 Universitas Pancasila
Fifi Puspita Sari, S. Farm 2014000056 Universitas Pancasila
Mediasti Aditiani, S. Farm 2014000089 Universitas Pancasila
Putri Karimah, S. Farm 2014000116 Universitas Pancasila
Delvina Ginting, S. Farm 260112140017 Universitas Padjadjaran
Pramelita Indriasari Palupi, S. Farm 260112140112 Universitas Padjadjaran
PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
PERIODE 2-28 FEBRUARI 2015
JAKARTA
2015
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..............................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................1
1.1. Latar Belakang................................................................................................1
1.2. Tujuan penulisan.............................................................................................2
1.3. Manfaat penulisan...........................................................................................2
BAB II LANDASAN TEORI....................................................................................3
2.1. Anatomi Konjungtiva......................................................................................3
2.2. Definisi Konjungtivitis....................................................................................4
2.3. Klasifikasi........................................................................................................4
2.4. Etiologi............................................................................................................6
2.5. Patofisiologi.....................................................................................................7
2.6. Gejala...............................................................................................................9
2.7. Penatalaksanaan...............................................................................................9
BAB III KAJIAN RESEP..........................................................................................11
3.1. Kajian Resep Apotek Kimia Farma 78............................................................11
3.2. Kajian Resep Apotek Kimia Farma 49............................................................24
3.3. Kajian Resep Apotek Kimia Farma 48............................................................28
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN...................................................................37
4.1. Kesimpulan......................................................................................................37
4.2. Saran................................................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................38
i
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Mata adalah organ penglihatan. Suatu struktur yang sangat kompleks,
menerima dan mengirimkan data ke korteks serebral. Seluruh lobus otak, lobus
oksipital, ditujukan khusus untuk menterjemahkan citra visual. Selain itu,
adatujuh saraf kranial yang memilki hubungan dengan mata dan hubungan
batang otak memungkinkan koordinasi gerakan mata.Konjungtiva merupakan
membrane mucus yang tipis dan transparan. Permukaan dalam kolopak mata
disebut konjungtiva palpebra, merupakan lapisanmukosa. Bagian yang
membelok dan kemudian melekat pada bola mata disebutkonjungtiva bulbi.
Pada konjungtiva ini banyak sekali kelenjar-kelenjar limfe dan pembuluh darah.
Peradangan pada konjungtiva disebut konjungtivitis, penyakit ini
bervariasi mulai dari hiperemia ringan dengan mata berair sampai konjungtivitis
berat dengan sekret purulen (Garcia et al, 2010). Konjungtivitis umumnya
disebabkan oleh reaksi alergi, infeksi bakteri dan virus, serta dapat bersifat akut
atau menahun (Ilyas, 2009). Penelitian yang dilakukan di Belanda menunjukkan
penyakit ini tidak hanya mengenai satu mata saja, tetapi bisa mengenai kedua
mata, dengan rasio 2,96 pada satu mata dan 14,99 pada kedua mata (Majmudar,
2010).
Konjungtivitis dapat dijumpai di seluruh dunia, pada berbagai ras, usia,
jenis kelamin dan strata sosial. Walaupun tidak ada data yang akurat mengenai
insidensi konjungtivitis, penyakit ini diestimasi sebagai salah satu penyakit mata
yang paling umum (Qinn et al, 2010). Pada 3% kunjungan di departemen
penyakit mata di Amerika serikat, 30% adalah keluhan konjungtivitis akibat
bakteri dan virus, dan 15% adalah keluhan konjungtivitis alergi (Marlin, 2009).
Konjungtivitis juga diestimasi sebagai salah satu penyakit mata yang paling
umum di Nigeria bagian timur, dengan insidensi 32,9% dari 949 kunjungan di
departemen mata Aba Metropolis, Nigeria, pada tahun 2004 hingga 2006
(Amadi, 2009).
Di Indonesia dari 135.749 kunjungan ke departemen mata, total kasus
konjungtivitis dan gangguan lain pada konjungtiva sebanyak 99.195 kasus
dengan jumlah 46.380 kasus pada laki-laki dan 52.815 kasus pada perempuan.
Konjungtivitis termasuk dalam 10 besar penyakit rawat jalan terbanyak pada
1
tahun 2009, tetapi belum ada data statistik mengenai jenis konjungtivitis yang
paling banyak yang akurat (Kemkes RI, 2010).
1.2. Tujuan penulisan
a. Mengkaji penyakit konjungtivitis
b. Menjelaskan tentang patofisiologi konjungtivitis
c. Menjelaskan tentang penatalaksanaan pada pasien penderita Konjungtivitis
d. Mengkaji resep yang dituliskan oleh dokter kepada pasien konjungtivitis
e. Mempelajari komunikasi, informasi dan edukasi serta monitoring pada
pasien konjungtivitis
1.3. Manfaat penulisan
a. Dengan mengetahui definisi konjungtivitis, diharapkan makalah ini
bermanfaat untuk mengetahui apa itu konjungtivitis
b. Dengan mengetahui patofisiologi dari konjungtivitis, diharapkan makalah
ini bermanfaat untuk mengetahui perjalannan penyakit konjungtivitis
c. Dengan mengetahui penatalaksanaan konjungtivitis, diharapkan makalah
ini bermanfaat untuk mengetahui penatalaksanaan dari penyakit
konjungtivitis.
d. Dapat memahami pengobatan yang diberikan kepada pasien konjungtivitis
melalui kajian resep yang dilakukan
e. Dapat memberikan komunikasi, informasi dan edukasi serta dapat
melakukan monitoring pada pasien konjungtivitis
2
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Anatomi Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran mukosa tipis yang membatasi permukaan
dalam dari kelopak mata dan melipat ke belakang membungkus permukaan
depan dari bola mata, kecuali bagian jernih di tengah-tengah mata (kornea).
Membran ini berisi banyak pembuluh darah dan berubah merah saat terjadi
inflamasi. Lapisan epitel konjungtiva terdiri dari dua hingga lima lapisan epitel
silinder bertingkat, superfisial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat
limbus, di atas karunkula dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi
kelopak mata terdiri dari sel-sel epitel skuamosa. Sel-sel epitel superfisial
mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi mukus. Mukus
mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan untuk dispersi lapisan air mata
secara merata di seluruh prekornea.
Gambar 1. Anatomi Konjungtiva
3
2.2. Definisi Konjungtivitis
Konjungtivitis merupakan peradangan pada konjungtiva (lapisan luar mata
dan lapisan dalam kelopak mata) yang disebabkan oleh mikro-organisme (virus,
bakteri, jamur, chlamidia), alergi, iritasi bahan-bahan kimia.
2.3. Klasifikasi
Berdasarkan penyababnya, konjungtivitis dibedakan menjadi beberapa jenis:
a. Konjungtivitis bacterial
Konjungtivitis blenore
Blenore neonaturum merupakan konjungtivitis pada bayi yang baru lahir.
Penyebabnya adalah Gonococcus, Clamidia dan Stapilococcus.
Konjungtivitis gonore
Radang konjungtiva akut yang disertai dengan sekret purulen. Pada
neonatus infeksi ini terjadi pada saat berada dijalan lahir. Pada orang
dewasa penyakit ini didapatkan dari penularan penyakit kelamin pada
kontak dengan penderita uretritis atau gonore. Manifestasi klinis yang
muncul pada bayi baru lahir adanya sekret kuning kental, pada orang
dewasa terdapat perasan sakit pada mata yang dapat disertai dengan
tanda-tanda infeksi umum
Konjungtivitis difteri
Radang konjungtiva yang disebabkan oleh bakteri difteri memberikan
gambaran khusus berupa terbentuknya membran pada konjungtiva
Konjungtivitis folikuler
Konjungtivitis angular
Peradangan konjungtiva yang terutama didapatkan didaerah kantus
interpalpebra disertai ekskoriasi kulit disekitar daerah peradangan,
kongjungtivitis ini disebabkan oleh basil Moraxella axenfeld.
Konjungtivitis mukopurulen
Kongjungtivitis ini disebabkan oleh Staphylococcus, Pneumococus,
Haemophylus aegepty. Gejala yang muncul adalah terdapatnya hiperemia
konjungtiva dengan sekret berlendir yang mengakibatkan kedua kelopak
mata lengket, pasien merasa seperti kelilipan, adanya gambaran pelangi
(halo).
4
Blefarokonjungivitis
Radang kelopak dan konjungtiva ini disebabkan oleh Staphilococcus
dengan keluhan utama gatal pada mata disertai terbentuknya krusta pada
tepi kelopak
b. Konjungtivitis viral
Konjungtivitis viral dapat disebabkan oleh adenovirus, herpes simplex,
Epstein-Barr, varicella zoster, molluscum contagiosum, coxsackie, dan
enterovirus. Adenoviral konjungtivitis biasanya menyebabkan epidemik
keratokonjungtivitis, follikular konjungtivitis, dan nonspesifik konjungtivitis.
Virus picorna, atau enterovirus 70 menyebabkan konjungtivitis hemoragik
epidemik akut.
Keratokonjungtivitis epidemika
Radang yang berjalan akut, disebabkan oleh adenovirus tipe 3,7,8 dan 19.
Konjuntivitis ini bisa timbul sebagai suatu epidemi. Penularan bisa
melalui kolam renang selain dari pada wabah. Gejala klinis berupa
demam dengan mata seperti kelilipan, mata berair berat
Demam faringokonjungtiva
Kongjungtivitis demam faringokonjungtiva disebabkan infeksi virus.
Kelainan ini akan memberikan gejala demam, faringitis, sekret berair dan
sedikit, yang mengenai satu atau kedua mata. Biasanya disebabkan
adenovirus tipe 2,4 dan 7 terutama mengenai remaja, yang disebarkan
melalui sekret atau kolam renang.
Keratokonjungtivitis herpetik
Konjungtivitis herpetik biasanya ditemukan pada anak dibawah usia 2
tahun yang disertai ginggivostomatitis, disebabkan oleh virus herpes
simpleks.
Keratokonjungtivitis New Castle
Konjungtivitis new castle merupakan bentuk konjungtivitis yang
ditemukan pada peternak unggas, yang disebabkan oileh virus new castle.
Gejala awal timbul perasaan adanya benda asing, silau dan berai pada
mata, kelopak mata membengkak
Konjungtivitis hemoragik akut
5
c. Konjungtivitis jamur
Infeksi jamur jarang terjadi, sedangkan 50% infeksi jamur yang terjadi tidak
memperlihatkan gejala. Jamur yang dapat memberikan infeksi pada
konjungtivitis jamur adalah candida albicans dan actinomyces.
d. Konjungtivitis alergik
Konjungtivitis alergi merupakan konjungtivitis noninfeksi, dapat berupa
reaksi cepat seperti alergi biasa dan reaksi terlambat sesudah beberapa hari
kontak seperti pada reaksi terhadap obat, bakteri dan toksik. Umumnya
disebabkan oleh bahan kimia dan mudah diobati dengan antihistamin atau
bahan vasokonstriktor. Dikenal beberapa macam bentuk konjungtivitis alergi
seperti konjungtivitis flikten, konjungtivitis vernal, konjungtivitis atopi,
konjungtivitis alergi bakteri, konjungtivitis alergi akut, konjungtivitis alergi
kronik, sindrom Stevens Johnson, pemfigoid okuli, dan sindrom Sjogren.
Konjungtivitis vernal
Termasuk reaksi hipersensitif musiman, ada hubungan dengan sensitivitas
terhadap tepung sari rumput – rumput pada iklim panas. Keluhannya
berupa gatal, kadang -kadang panas, lakrimasi, menjadi buruk pada cuaca
panas dan berkurang pada cuaca dingin
Konjungtivitis flikten
Bakteri patogen yang paling umum pada konjungtivitis infeksi meliputi
Pneumococcus, Staphylococcus aureus, Moraxella catarrhalis, dan
Haemophilus influenzae. Sedangkan yang jarang adalah Neisseria
gonorrhoeae menyebabkan konjungtivitis hiperakut purulenta,
organismenya ditularkan dari genitalia ke tangan lalu ke mata. Chlamydia
adalah penyebab tersering dari konjungtivitis persisten
2.4. Etiologi
Konjungtivitis dapat disebabkan oleh berbagai macam hal, seperti :
a. Infeksi oleh virus atau bakteri.
b. Reaksi alergi terhadap debu, serbuk sari, bulu binatang.
c. Iritasi oleh angin, debu, asap dan polusi udara lainnya; sinar ultravioletdari
las listrik atau sinar matahari yang dipantulkan oleh salju.
d. Pemakaian lensa kontak, terutama dalam jangka panjang, juga bisa
menyebabkan konjungtivitis. Kadang konjungtivitis bisa berlangsung
6
selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Konjungtivitis semacam ini
bisa disebabkan oleh:
1) Entropion atau ektropion.
2) Kelainan saluran air mata.
3) Kepekaan terhadap bahan kimia, pemaparan oleh iritan.
4) Infeksi oleh bakteri tertentu (terutama klamidia). Frekuensi
kemunculannya pada anak meningkat bila si kecil mengalami gejala
alergi lainnya seperti demam. Pencetus alergi konjungtivitis meliputi
rumput, serbuk bunga, hewan dan debu. Substansi lain yang dapat
mengiritasi mata dan menyebabkan timbulnya konjungtivitis yaitu
bahan kimia (seperti klorin dan sabun) dan polutan udara (seperti asap
dan cairan fumigasi).
2.5. Patofisiologi
Jaringan pada permukaan mata dikolonisasi oleh flora normal seperti
Streptococus, Staphylococcus dan jenis Corynebacterium. Perubahan pada
mekanisme pertahanan tubuh ataupun pada jumlah koloni flora normal tersebut dapat
menyebabkan infeksi klinis. Perubahan pada flora normal dapat terjadi karena
adanya kontaminasi eksternal, penyebaran dari organ sekitar ataupun melalui aliran
darah (Rapuano, 2008). Mekanisme pertahanan primer terhadap infeksi adalah
lapisan epitel yang meliputi konjungtiva sedangkan mekanisme pertahanan
sekundernya adalah sistem imun yang berasal dari perdarahan konjungtiva, lisozim
dan imunoglobulin yang terdapat pada lapisan air mata, mekanisme pembersihan
oleh lakrimasi dan berkedip. Adanya gangguan atau kerusakan pada mekanisme
pertahanan ini dapat menyebabkan infeksi pada konjungtiva (Amadi, 2009).
Mikroorganisme (virus, bakteri, jamur), bahan alergen, iritasi menyebabkan
kelopak mata terinfeksi sehingga kelopak mata tidak dapat menutup dan membuka
sempurna, karena mata menjadi kering sehingga terjadi iritasi menyebabkan
konjungtivitis. Pelebaran pembuluh darah disebabkan karena adanya peradangan
ditandai dengan konjungtiva dan sclera yang merah, edema, rasa nyeri, dan adanya
secret mukopurulent. Akibat jangka panjang dari konjungtivitis yang dapat bersifat
kronis yaitu mikroorganisme, bahan allergen, dan iritatif menginfeksi kelenjar air
mata sehingga fungsi sekresi juga terganggu menyebabkan hipersekresi. Pada
konjungtivitis ditemukan lakrimasi, apabila pengeluaran cairan berlebihan akan
7
meningkatkan tekanan intra okuler yang lama kelamaan menyebabkan saluran air
mata atau kanal schlemm tersumbat. Aliran air mata yang terganggu akan
menyebabkan iskemia syaraf optik dan terjadi ulkus kornea yang dapat menyebabkan
kebutaan. Kelainan lapang pandang yang disebabkan kurangnya aliran air mata
sehingga pandangan menjadi kabur dan rasa pusing (Kadek, 2012)
Jalur Patofisiologi Konjungtivitis
8
Mikroorganisme(bakteri, virus,jamur)
Kelopak mata terinfeksi
Masuk kedalam mata
Tdk bisa menutup dan membuka dgn smprna
Mata kering (iritasi)
KonjungtivitisMikroorganisme, allergen, iritatif
Peradangan
Dilatasi pembuluh darah
Lakrimasi Kelenjar air mata terinfeksi
Fungsi sekresi terganggu
Hipersekresi
Resiko infeksi
Pengeluaran cairan meningkat
Nyeri Sclera merah Edema
Granulasi disertai sensai benda asing
Gangguan rasa nyaman
TIO meningkat
Kanal schlemm tersumbat
Iskemia syaraf optik
Ulkus kornea Gangguan persepsi sensori
2.6. Gejala
Penglihatan kabur
Sakit mata
Terbentuk kerak pada kelopak mata pada malam hari
Peningkatan air mata
Terasa seperti ada pasir di mata
Gatal di mata
Kemerahan pada mata
Peka terhadap cahaya
2.7. Penatalaksanaan
Bila konjungtivitis disebabkan oleh mikroorganisme, pasien harus diajari
bagaimana cara menghindari kontraminasi mata yang sehat atau mata orang lain.
Perawat dapat memberikan intruksi pada pasien untuk tidak menggosok mata
yang sakit dan kemudian menyentuh mata yang sehat, mencuci tangan setelah
setiap kali memegang mata yang sakit, dan menggunakan kain lap, handuk, dan
sapu tangan baru yang terpisah untuk membersihkan mata yang sakit. Asuhan
khusus harus dilakukan oleh personal asuhan kesehatan guna mengindari
penyebaran konjungtivitis antar pasien (Kadek, 2012)
Pengobatan spesifik tergantung dari identifikasi penyebab.
Konjungtivitis karena bakteri dapat diobati dengan sulfonamide (sulfacetamide
15 %) atau antibiotika (Gentamycine 0,3 %; chlorampenicol 0,5 %).
Konjungtivitis karena jamur sangat jarang sedangkan konjungtivitis karena virus
pengobatan terutama ditujukan untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder,
konjungtivitis karena alergi di obati dengan antihistamin (antazidine 0,5 %,
rapazoline 0,05 %) atau kortikosteroid (misalnya dexametazone 0,1 %).
Penanganannya dimulai dengan edukasi pasien untuk memperbaiki higiene
kelopak mata. Pembersihan kelopak 2 sampai 3 kali sehari dengan artifisial tears
dan salep dapat menyegarkan dan mengurangi gejala pada kasus ringan (Kadek,
2012)
Pada kasus yang lebih berat dibutuhkan steroid topikal atau kombinasi
antibiotik-steroid. Sikloplegik hanya dibutuhkan apabila dicurigai adanya iritis.
Pada banyak kasus Prednisolon asetat (Pred forte), satu tetes, QID cukup efektif,
tanpa adanya kontraindikasi. Apabila etiologinya dicurigai reaksi
9
Staphylococcus atau acne rosasea, diberikan Tetracycline oral 250 mg atau
erythromycin 250 mg QID PO, bersama dengan pemberian salep antibiotik
topikal seperti bacitracin atau erythromycin sebelum tidur. Metronidazole
topikal (Metrogel) diberikan pada kulit TID juga efektif. Karena tetracycline
dapat merusak gigi pada anak-anak, sehingga kontraindikasi untuk usia di
bawah 10 tahun. Pada kasus ini, diganti dengan doxycycline 100 mg TID atau
erythromycin 250 mg QID PO. Terapi dilanjutkan 2 sampai 4 minggu. Pada
kasus yang dicurigai, pemeriksaan X-ray dada untuk menyingkirkan
tuberkulosis (Kadek, 2012)
10
BAB III
KAJIAN RESEP
3.1. Kajian Resep Apotek Kimia Farma 78
a.
11
b. Skrining Administratif
No. URAIAN PADA RESEPADA TIDAK
InscriptionIdentitas dokter
1 Nama dokter 2 SIP dokter 3 Alamat dokter/klinik 4 Nomor telepon/klinik 5 Tempat dan tanggal penulisan resep
Invocatio6 Tanda resep diawal penulisan resep (R/)
Prescriptio/Ordonatio7 Nama Obat 8 Kekuatan obat 9 Jumlah obat
Signatura10 Nama pasien 11 Jenis kelamin 12 Umur pasien 13 Barat badan 14 Alamat pasien 15 Aturan pakai obat 16 Iter/tanda lain
Subscriptio17 Tanda tangan/paraf dokter
Kesimpulan:
Resep tersebut tidak lengkap karena tidak mencantumkan kekuatan obat, berat
badan dan alamat pasien, serta tidak ada tanda tangan atau paraf dokter
c. Skrining Farmasetis
Cravox (Levofloksasin)
Bentuk sediaan : Tablet
Potensi : 500 mg
Stabilitas : Simpan di tempat yang sejuk dan terlindung dari cahaya
12
Cara penggunaan : Dapat dikonsumsi bersamaan dengan makanan atau tidak
Kemasan : Tablet salut selaput 1 strip @10 tablet
Produsen : Lapi
(MIMS, 2015)
Salep mata gentamisin
Bentuk sediaan : Salep
Potensi : 0,3%
Dosis : 3-4 kali sehari
Stabilitas : Simpan di tempat yang sejuk dan terlindung dari cahaya
Cara penggunaan : Digunakan pada area mata yang terinfeksi atau dekat mata
Kemasan : Tube @ 3,5 gram
Produsen : Cendo
(Medicastore, 2015)
Cendo Xitrol
Bentuk sediaan : Obat tetes
Dosis : 4-6 kali sehari 1-2 tetes
Stabilitas : Simpan di tempat yang sejuk dan terlindung dari cahaya
Cara penggunaan : Diteteskan pada mata yang terinfeksi
Kemasan : Botol tetes mata 5 mL
Produsen : Cendo
(Medicastore, 2015)
13
Aerius
Bentuk sediaan : Tablet
Potensi : 5 mg
Dosis : 1 kali sehari 1 tablet
Stabilitas : Simpan di tempat yang sejuk dan terlindung dari cahaya
Cara penggunaan : Berikan sesudah makan
Kemasan : 1 dus 3 blister @10 tablet
Produsen : Schering-Plough
(MIMS, 2015)
d. Skrining Farmakologis
Cravox (Levofloksasin)
Zat aktif
Levofloxacin 500 mg
Indikasi
Sinusitis maksilaris akut, eksaserbasi (kumatnya penyakit atau gejala penyakit
secara mendadak) akut bronkhitis kronik, pneumonia yang didapat dari
komunitas, infeksi saluran kemih terkomplikasi, infeksi kulit dan struktur kulit
tak berkomplikasi, pielonefritis (radang ginjal serentak dengan radang pasu
ginjal) akut.
Dosis
Dewasa :
o Eksaserbasi akut bronkhitis kronik : 500 mg per hari selama 7 hari.
o Pneumonia yang didapat dari komunitas : 500 mg per hari selama 7-14 hari.
o Sinusitis maksilaris akut : 500 mg per hari selama 10-14 hari.
o Infeksi kulit dan struktur kulit tak berkomplikasi : 500 mg per hari selama
7-10 hari.
14
o Infeksi saluran kemih berkomplikasi, pielonefritis akut : 250 mg per hari
selama 10 hari.
o Dapat diberikan dengan atau tanpa makanan. Pastikan kecukupan asupan
cairan.
Kontraindikasi
Hipersensitif, hamil, menyusui, anak berusia kurang dari 18 tahun.
Efek samping
Mual, muntah, diare, susah buang air besar, nyeri perut, kembung, kehilangan
nafsu makan), sakit kepala, insomnia (susah tidur), mengantuk, gangguan tidur,
kecemasan, depresi, halusinasi, reaksi psikotik, gemetar, penyimpangan
pengecapan, ruam kulit, gatal-gatal, urtikaria (biduran), edema, keringat
berlebihan, vaginitis, moniliasis genital, keputihan, perasaan tidak enak badan
yang tidak jelas, kelelahan.
Mekanisme kerja
Levofloksasin menghambat DNA gyrase bakteri (DNA topoisomerase II), yaitu
enzim yang diperlukan untuk replikasi, transkripsi, perbaikan (repair), dan
rekombinasi DNA bakteri. Levofloksasin seringkali bersifat bakterisidal, aktif
terhadap bakteri gram positif dan negatif, termasuk bakteri anaerob.
Perhatian
Kerusakan ginjal, usia lanjut, dehidrasi, pemakaian jangka panjang, diberikan
bersamaan dengan alkohol atau hipoglikemik oral, superinfeksi, gangguan
sistem saraf pusat. Dianjurkan memonitor secara teratur fungsi ginjal, hati, dan
hematopoietik. Dapat mempengaruhi kemampuan untuk mengemudi atau
mengoperasikan mesin. Reaksi hipersensitif, syok, atau gejala menyerupai syok
(bila terjadi, hentikan penggunaan obat ini). Monitor kadar gula darah.
Interaksi
Antasida yang mengandung Al dan Mg, sukralfat, kation logam, multivitamin,
AINS, teofilin, obat antidiabetes (MIMS, 2015)
Salep mata gentamisin
Zat aktif
Tiap gram Cendo Gentamycin mengandung Gentamisin sulfat 0,3 %.
15
Indikasi
Konjungtivits, Blefaritis, Blefarokonjungtivitis, Keratitis, tukak kornea,
Keratokonjungtivitis, Dakriosistitis.
Dosis
Dioleskan 2 – 3 kali/hari.
Kontraindikasi
Penderita dengan hipersensitivitas atau alergi gentamicin, tidak boleh diberi
Cendo Gentamisin
Efek samping
Hipersensitivitas dan alergi dapat terjadi meskipun jarang
Mekanisme kerja
Gentamisin merupakan suatu antibiotika golongan aminoglikosida yang aktif
menghambat sintesa protein kuman-kuman gram-positif maupun kuman gram-
negatif termasuk kuman-kuman yang resisten terhadap antimikroba lain.
Perhatian
Penggunaan antibiotik yang tidak tepat atau jangka panjang dapat
menyebabkan pertumbuhan yang berlebihan mikroorganisme yang tidak peka
(Medicastore, 2015).
Cendo Xitrol
Zat aktif
Dexamethasone/Deksametason 0,1 %
Neomisin sulfat 3,5 mg/mL
Polimiksin B sulfat 6000 iu/mL.
Indikasi
Pengobatan infeksi mata yang meradang, konjungtivitis (radang selaput ikat
mata) akut atau kronis yang tak bernanah, blefarokonjungtivitis dan
keratokonjungtivitis, keratitissuperfisial (radang pada permukaan
kornea/selaput bening mata) non-spesifik, radang padakornea bagian dalam,
keratitis akne rosase, iridosiklitis (radang selaput pelangi dan badan siliar),iritis
(radang iris/selaput pelangi) akut yang ringan, blefaritis (radang kelopak mata)
yang tak bernanah, skleritis (radang selaput mata keras), epiekleritis (radang
permukaan selaput matakeras), sklerokonjungtivitis, herpes zoster pada mata,
pencegahan infeksi setelah operasi mata.
16
Dosis
4-6 kali sehari 1-2 tetes. (6 dd gtt I)
Kontraindikasi
Tuberkulosa mata, lesi mata akibat jamur & virus yang umum terjadi,
vaksinia/cacar sapi(penyakit virus pada sapi yang dapat menular kepada
manusia dan menimbulkan kekebalan terhadap cacar),cacar air, konjungtivitis
(radang selaput ikat mata) akut yang bernanah, blefaritis (radang kelopak mata)
akut yang bernanah.
Efek samping
Hipersensitivitas
Mekanisme kerja
Mengandung kortikosteroid yang mempunyai aktivitas sebagai antiinflamasi
atau menekan peradangan serta neomisina dan polimisina yang mempunyai
efek antibakterial
Perhatian
Pertumbuhan organisme yang resisten terhadap Cendo Xitrol secara berlebihan
(Medicastore, 2015)
Aerius
Zat aktif
Desloratadine 5 mg
Indikasi
Meredakan gejala-gejala nasal & non nasal dr rinitis alergi, termasuk kongesti
nasal (hidung tersumbat).
Dosis
Dewasa dan remaja ≥12 tahun 1 tablet 2 kali/hari.
Kontraindikasi
Hipersensitivitas terhadap adrenergik atau loratadin. Terapi bersama dengan
MAOI atau dalam waktu 14 hari sesudah terapi dihentikan. Glaukoma sudut
sempit, retensi urin, hipertensi berat, penyakit arteri koroner berat, pernah atau
berisiko lebih tinggi mengalami stroke hemoragik.
Efek samping
Takikardi, mulut kering, pusing, hiperaktivitas psikomotor, faringitis,
anoreksia, konstipasi, sakit kepala, kelelahan menyeluruh, insomnia, somnolen,
17
gangguan tidur, gugup.
Mekanisme kerja
Desloratadine membantu mengurangi gejala buruk yang ditimbulkan akibat
adanya reaksi alergi dengan cara berkompetisi dengan molekul-molekul
histamine bebas yang akan berikatan dengan reseptor. Desloratadine
memblokir histamine endogen yang dihasilkan oleh sel mast sebagai bentuk
dari hasil reaksi alergi.
Perhatian
Hentikan terapi pd kasus hipertensi, takikardi, palpitasi, atau aritmia jantung,
mual, sakit kepala. Riwayat infark miokard, DM, obstruksi leher kandung
kemih atau adanya bronkospasme dlm pemeriksaan anamnesis. Stenosis tukak
peptik, obstruksi piloroduodenum & leher kandung kemih. Terapi dg digitalis,
simpatomimetik termasuk dekongestan, anoreksogenik atau psikostimulan tipe
amfetamin, obat antihipertensi, antidepresan trisiklik & antihistamin lain.
pasien dg migren yg mendapat terapi vasokonstriktor alkaloid ergot; hipertensi
akut peri op. Hentikan penggunaan selama 24 jam sblm anestesi. Hentikan
penggunaan selama 48 jam sblm dilakukan tes kulit. Dapat menyebabkan hasil
positif pd tes doping. Hamil & laktasi (MIMS, 2015)
e. Mekanisme Kerja Obat dalam Resep
Obat yang tercantum dalam resep ada 4 jenis, yaitu antara lain:
Cravox (Levofloksasin)
Levofloksasin adalah bentuk (S)-enansiomer yang murni dari campuran
rasemat ofloksasin. Levofloksasin memiliki spektrum antibakteri yang luas.
Levofloksasin aktif terhadap bakteri gram positif dan negatif, termasuk bakteri
anaerob. Levofloksasin seringkali bersifat bakterisidal pada kadar yang sama
dengan atau sedikit lebih tinggi dari kadar hambat minimal. Mekanisme kerja
levofloksasin yang utama adalah melalui penghambatan DNA gyrase bakteri
(DNA topoisomerase II), yaitu enzim yang diperlukan untuk replikasi,
transkripsi, perbaikan (repair), dan rekombinasi DNA bakteri (Tanujaya, 2009)
Salep mata gentamisin
Gentamisin merupakan suatu antibiotika golongan aminoglikosida yang aktif
menghambat kuman-kuman gram-positif maupun kuman gram-negatif
termasuk kuman-kuman yang resisten terhadap antimikroba lain, seperti
18
Staphylococcus penghasil penisilinase; Pseudomonas aeruginosa; Proteus;
Klebsiella; E.coli. Mekanisme kerja antibiotik gentamisin sama seperti
mekanisme kerja antibiotik golongan aminoglikosida lainnya yaitu dengan
menghambat sintesis protein bakteri. Dalam hal ini, antibiotik golongan
aminoglikosida terikat pada sub unit 30 S ribosom yang akan mengakibatkan
kode genetika pada mRNA tidak terbaca dengan baik sehingga tidak terbentuk
sub unit 70 S, akibatnya biosintesis protein bakteri dikacaukan. Efek ini terjadi
tidak hanya pada fase pertumbuhan bakteri melainkan bila bakteri tidak
membelah diri. Semua aminoglikosida terikat pada sub unit 30 S dari ribosom
secara selektif (Tjay dan Rahardja, 2002).
Cendo Xitrol
Cendo Xitrol adalah obat tetes mata yang mengandung kombinasi obat
kortikosteroid (deksametason) dan antibiotik (neomisina dan polimisina).
Kortikosteroid mempunyai efek antiinflamasi atau menekan peradangan.
Sedangkan neomisina dan polimisina mempunyai efek antibacterial (Bayu,
2013)
Aerius
Desloratadine adalah long-acting, trisiklik, non-sedatif, selektif antagonis
histamin H1-reseptor perifer yang menghambat pelepasan pro-inflamasi
mediator dari sel mast dan basofil manusia. Mekanisme kerja desloratadine
dimulai dengan berkompetisi dengan molekul-molekul histamine bebas yang
akan berikatan dengan reseptor yang terdapat pada gastrointestinal tract, uterus,
pembuluh darah besar, serta otot polos bronkus. Desloratadine akan memblokir
histamine endogen yang dihasilkan oleh sel mast sebagai bentuk dari hasil
reaksi alergi. Dengan demikian Desloratadine membantu
mengurangi gejala buruk yang ditimbulkan akibat adanya reaksi alergi
(Nilawati, 2011)
f. DRP (Drug-Related Problems)
Indikasi yang tidak ditangani (Untreated Indication)
Tidak adanya indikasi penyakit/keluhan pasien yang belum ditangani dalam
resep tersebut. Pasien telah menerima obat untuk menangani keluhan
konjungtivitis yang diderita.
19
Pilihan Obat yang Kurang Tepat (Improper Drug Selection)
Tidak terjadi kesalahan dalam pemilihan obat. Obat yang telah dipilih untuk
diberikan kepada pasien tidak memiliki kontraindikasi atau perhatian (caution)
terhadap pasien.
Penggunaan Obat Tanpa Indikasi (Drug Use Without Indication)
Tidak terdapat penggunaan obat tanpa indikasi. Obat yang ada dalam resep,
telah sesuai dengan indikasi keluhan penyakit pada pasien.
Dosis Terlalu Kecil (Sub-Therapeutic Dosage)
Dosis obat yang diberikan telah sesuai dengan dosis lazim pemberian masing-
masing obat (tidak terlalu kecil), sehingga efek terapi telah memadai untuk
mengobati penyakit konjungtivitis pasien. Hal ini terjadi pada pemberian obat
cendo xitrol dimana dosis dalam resep = 3 kali sehari 2 tetes, sedangkan dosis
lazim = 4 -6 kali sehari 1-2 tetes
Dosis Terlalu Besar (Over Dosage)
Dosis obat yang diberikan telah sesuai dengan dosis lazim pemberian masing-
masing obat (tidak terlalu besar), sehingga efek terapi telah memadai untuk
mengobati penyakit konjungtivitis tanpa memberikan akibatyang fatal bagi
pasien.
Reaksi Obat Merugikan (Adverse Drug Reactions)
Reaksi obat yang merugikan dapat dilihat dari obat yang diberikan, apakah
memberikan efek samping yang memberatkan kondisi pasien atau tidak. Dalam
pengobatan pasien ini, terdapat reaksi obat yang tidak diharapkan dari aerius
seperti mulut kering dan mual dari cravox, namun tidak berakibat fatal pada
pasien.
Interaksi Obat (Drug Interactions)
Obat-obatan dalam resep tidak saling memiliki interaksi yang dapat
mengganggu kerja obat satu sama lain. Obat juga tidak mengalami interaksi
dengan makanan.
Gagal Menerima Obat (Failure to receive medication)
Pasien tidak mengalami kegagalan menerima obat karena seluruh obat dalam
resep tersedia di apotek dan pasien mampu dalam menebusnya. Selain itu
pasien kepatuhan pasien juga menentukan dalam keberhasilan pengobatan.
g. Medication Error
20
Prescribing
Incorrect diagnosis
Dokter mendiagnosa pasien tersebut dengan penyakit konjungtivitis
berdasarkan gejala yang dialami oleh pasien.
Prescribing error
Dokter meresepkan obat sesuai dengan gejala dan penyakit yang dialami oleh
pasien adapun obat yang diberikan adalah :
o Cravox (levofloksasin )
o Salep mata gentamisin
o Cendo Xitrol
o Aerius
Miscalculation dose
o Cravox (levofloksasin) 500 mg
Dosis Lazim = 500 mg /hari (Sweetman, 2009)
Dosis dalam resep :
x p = 500 mg (sesuai dengan dosis lazim)
h p = 500 mg x 1 = 500 mg (sesuai dengan dosis lazim)
o Salep mata Gentamisin
Dosis Lazim = topical mata 0,3 % (Sweetman, 2009)
Dosis dalam resep = 0,3 % (sesuai dengan dosis lazim)
o Cendo Xitrol (deksametason 0,1 %, neomisin (sulfat) 3,5 g, polimiksin B-
Sulfat 6000 UI/ml. (Ikatan Apoteker Indonesia, 2014)
Dosis Lazim = 4 -6 kali sehari 1-2 tetes
Dosis dalam resep = 3 kali sehari 2 tetes (dosis dalam resep < dosis lazim)
o Aerius ( Desloratadin) (Ikatan Apoteker Indonesia, 2014)
Dosis Lazim = 5 mg (Sweetman, 2009)
Dosis dalam resep :
1x pakai = 5 mg (sesuai dengan dosis lazim )
1 hari = 5 mg (sesuai dengan dosis lazim)
21
Dispensing
Apoteker memberikan obat berdasarkan yang diresepkan oleh dokter, etiket
yang ditulis sudah sesuai dengan ketentuan berdasarkan resep, penyerahan
resep dilakukan oleh apoteker selain itu apoteker menginformasikan kepada
pasien bagaimana cara penyimpanan obat yang benar, dimana obat tetes mata
merupakan produk yang steril (agar tidak terjadi kontaminasi) sehingga setelah
penggunaan harus segera ditutup rapat kemudian disimpan jangan langsung
terpapar dengan cahaya matahari, kemudian apoteker memberikan saran
bagaimana cara pemakaian obat dengan baik.
Administration
Incorrect drug administration
Dimana dalam pemberian obat harus sesuai dengan nama pasien yang terdapat
didalam resep selain itu umur juga memiliki peranan penting dalam pemberian
obat yang diberikan.
Failed communication
Apoteker harus mampu berkomunikasi baik dengan pasien, dimana ketika
menjelaskan cara pemakaian, cara pennyimpanan pastikan pasien benar-benar
mendengarkan dan mengerti dengan apa yang sudah dijelaskan, dalam failed
communication sering sekali terjadi medication error. Oleh karena itu apoteker
harus berusaha untuk mencegah terjadinya medication error dengan
menggunakan metode 3 prime question show and tell, dan melakukan
verification.
Lack of patient education
Latar belakang pendidikan pasien menentukan bagaimana cara seorang
apoteker dalam menyampaikan informasi tentang obat yang diterimanya,
seorang apoteker harus menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh
pasien, karena tidak semua dari pasien mengerti tentang ilmu kesehatan dan
pengobatan. Kurangnya pendidikan dari pasien sering kali menyebabkan
terjadinya medication error seperti ketidaktahuan pasien tentang obat tersebut
dan penggunaan obat yang diterimanya.
22
h. KIE
Adapun komunikasi, informasi dan edukasi yang dapat diberikan kepada pasien
adaklah sebagai berikut:
Obat cravox (levofloksasin) sebagai antibiotic diminum satu kali sehari sesudah
makan malam, dan obat harus dihabiskan.
Salep mata gentamisin berisi antibiotika gentamisin, dimana digunakan dengan
cara di oleskan di sekitar mata yang sakit dengan tipis, merata, dan pada malam
hari.
Cara penggunaan obat tetes mata:
o Cuci tangan sebelum menyentuh mata
o Bersihkan mata sebelum di obati
o Anjurkan pasien mengadah atau melihat ke atas
o Tarik mata bagian bawah tekan tube salep dan arahkan ke sakus
konjungtivita
o Hindarkan menyentuh bola mata
Obat tetes mata cendo xitrol berisi kortikosterioid (antiradang), neomisin dan
polomiksin (antibiotic), obat digunakan tiga kali sehari dua tetes pada mata
kanan. Diberitahukan cara penggunaan obat tetes mata yang baik, yaitu:
o Bacalah petunjuk obat tetes mata pada kemasan. Ada beberapa jenis obat
tetes mata yang harus dikocok terlebih dahulu sebelum digunakan.
o Cuci tangan.
o Sebaiknya duduk di depan cermin sehingga Anda bisa melihat apa yang
Anda lakukan.
o Bersihkan mata dari seluruh sisa-sisa air mata atau kotoran mata dengan
tisu bersih.
o Buka tutup botol obat tetes mata.
o Condongkan kepala Anda ke belakang.
o Tarik dengan lembut kelopak mata bawah, sehingga membentuk kantung
dan melihatlah ke atas (ke arah kelopak mata atas).
o Pegang botol atau pipet obat tetes mata, lalu remas dengan lembut sehingga
satu tetesan jatuh ke mata. Remas lagi botol obat jika dosis yang disarankan
lebih dari satu tetes. Perlu diperhatikan, lokasi meneteskannya adalah pada
23
kelopak mata bawah (pada kantung), bukan pada mata hitam. Dan jangan
sampai ujung botol mengenai mata Anda.
o Kedip-kedipkan mata sehingga cairan menyebar ke seluruh permukaan bola
mata.
o Bersihkan sisa cairan obat tetes mata yang keluar dari mata dengan tisu
bersih.
o Ulangi langkah ini pada mata yang satu lagi (jika pengobatan untuk dua
mata).
o Tutup kembali botol.
o Berhati-hatilah agar jangan sampai ujung botol atau pipet obat tetes mata
tersentuh dengan apapun, termasuk jari Anda.
o Jika Anda menggunakan lebih dari satu jenis obat tetes mata. Tunggulah
sekitar 5 menit setelah menggunakan tetes mata yang pertama.
Obat Aerius (antialergi) diminum satu kali sehari satu tablet.
Lakukan perawatan peradangan mata dengan cara kompres hangat untuk
membantu proses penyembuhan dan mengurangi nyeri.
i. Monitoring
Pantau keadaan pasien dengan cara menelpon ketika obat 2 atau 3 hari setelah
pemberian, tanyakan kepada pasien apakah terjadi perubahan setelah pengobatan
dengan merasakan rasa nyeri yang dialami sudah berkurang, kemudian tanyakan
pula kepada pasien apakah mata pasien sudah tidak merah, bengkak, tidak gatal,
dan lakrimasi.
3.2. Kajian Resep Apotek Kimia Farma 49
24
a. Skrining resep
Persyaratan administrative Ada Tidak ada Keterangan
Nama dokter √
Alamat lengkap √
No. izin praktek dokter (SIP) √
Tempat, tanggal, bulan, tahun penulisan
R/
√
Tanda tangan/paraf dokter √
Tanda R/ √
Nama pasien √
Alamat pasien √
Umur pasien √
Berat badan pasien √
Jenis kelamin pasien √
Nama obat √
Potensi obat √
Dosis obat √
Jumlah yang diminta √
Cara pemakaian yang jelas √ Tidak
menyatakan
bagian mata
mana yang
harus
25
Mrs. X
Mr. Y
Tgl. Resep : 03-02-2015
dari Dokter : Mrs. X
Nama Pasien :Mr. Y Umur : 45 tahun
R/ Kloramfenikol ED I
S 3 dd gtt II
diteteskan
Kesesuaian farmasetik
Bentuk sediaan √
Dosis √
Potensi √
Stabilitas √
Inkompatibilitas √
Cara dan lama pemberian √
Pertimbangan klinis √
Adanya alergi √
Efek samping √ Hipersensitif,
rasa gatal
Interaksi √
Kesesuaian dosis √
Kesesuaian durasi √
Kesesuaian jumlah obat √
Resep Nama obat Komposisi Indikasi Dosis Efek samping
R/ Kloramfenikol ED I
S 3 dd gtt II
Pro: Tn. Edi S (45 th)
Kloramfenik
ol eye drop
Kloramfenikol
0,5%
Iritasi,
konjungtivitas,
keratitis,
konjungtiva
akut, dan kronis
trakoma
4-6 dd 2-3
gtt Selama
15-30
menit
Hipersensitifitas
, gatal dan
terasa terbakar,
optic neuritis
b. Mekanisme kerja obat dalam resep
Kloramfenikol
Kloramfenikol merupakan bakteriostatik yang memiliki spektrum luas terhadap
berbagai jenis bakteri gram negate dan positif. Kloramfenikol memberikan efek
antibakteri dengan cara mengikat ribosom bakteri dan menghambat sintesa
protein bakteri penyebab. Umumnya bakteri yang menyebabkan konjungtivitis
adalah streptokoci, Moraxella catarrhalis dan haemophilus influenza.
c. DRP (Drug Related Problem)
Indikasi yang tidak ditangani; Indikasi tertangani seluruhnya
26
Pilihan obat yang kurang tepat; pemilihan obat tepat
Penggunaan obat tanpa indikasi; obat sesuai dengan indikasi
Dosis sub-terapi; dosis yang diberikan tidak tercantum,dosis lebih rendah
daripada dosis lazim
Overdosis; dosis yang diberikan tidak teidak tercantum
Reaksi obat yang tidak dikehendaki ; dapat terjadi hipersensitifitas, gatal dan
rasa terbakat
Interaksi obat; tidak ada onteraksi obat.
Gagal menerima obat; tidak terdapat resiko gagal penerimaan obat oleh pasien.
d. Medication Error
Prescribing; obat yang diresepkan tidak tercantum dosis yang diberikan
umumya dosis untuk eye drop kloramfenikol adalah 0,5%
Dispensing; tidak terdapat interaksi obat, obat yang diberikan sudah dalam
kemasan eye drop.
Adminitratif; kelengkapan resep yang masih kurang lengkap dimana alamat
praktek dokter dan SIP dokter tidak ada, serta alamat, berat badan, dan jenis
kelamin pasien juga tidak ada pada resep, dapat dikatakan bahwa resep tidak
lengkap.
e. Komunikasi, Informasi, dan Edukasi kepada pasien
Sebagai apoteker ada beberapa hal yang dapat disampaikan kepada pasien
mengenai obat yang didapatkan pasien. Obat kloramfenikol yang didapat pasien
merupakan obat eye drop atau tetes mata yang berisikian antibiotik kloramfenikol.
Obat ini digunakan untuk mengatasi keluhan seperti mata merah/konjungtivitis
dan iritasi akibat infeksi oleh bakteri atau virus. Obat tersebut digunakan tiga kali
sehari dua tetes pada mata yang sakit/mata merah. Selain itu apoteker juga dapat
mengajarkan cara pemakaian obat tetes mata tersebut dengan cara yang benar dan
tepat. Awalnya sebelum meneteskan obat kemata, pasien diminta untuk
membersihkan tangannya atau mencuci tangan dengan benar, setelah itu buku
tutup botol obat dan jangan menyentuh lubang penetes obat. Tarik kelopak mata
bawah ke bawah agar membentuk cekungan atau dapat pula menarik kelopak mata
atas, setelah itu dekatkan alat penates sedekat mungkin kecekungan tanpa
menyentuh mata, lalu teteskan obat kloramfenikol sebanyak dua tetes secara tegak
lurus sehingga mengenai seluruh permukaan kornea mata. Kemudian pejamkan
27
mata kira-kira 2 menit dan jangan memejamkan mata terlalu kuat. Bersihkan
kelebihan cairan menggunakan kasa steril. Selain mengedukasi pasien tentang
cara pemakaian obat tetes mata yang benar, apoteker juga dapat meminta pasien
untuk melakukan pola hidup bersih terutama yang berhubungan dengan mata
seperti pola hidup bersih dengan mencuci tangan yang tertur dan benar setelah
berpergian atau menyentuh benda-benda kotor selain itu pasien diminta untuk
menghindari agen-agen atau penyebab terjadinya konjungtivitis, saat merasa mata
sudah lelah sebaiknya istirahatkan mata sejenak agar mata tidak merasa tegang.
3.3. Kajian Resep Apotek Kimia Farma 48
Resep Nama obat
Komposisi
Indikasi Dosis Efek samping
R/ Cendo fenicol ED fl I S 4 dd I gtt
R/ Amoxsan 500 mg XV
Cendo fenicol eyedrops
Kloramfenikol
Trachoma, keratitis (radang selaput bening mata), konjungtivis (radang selaput ikat mata),
2 tetes atau lebih setiap 3 jam
Hipoplasia sumsum tulang termasuk anemia aplastik
28
SIP. 1.1.01.3172.3442/5.10.02/03.16.1dr. E. WIRADIAN
Jl. Matraman Raya 55(Apotik KIMIA FARMA)
Jakarta-Timur
Jakarta, 13-01-2015
R/ Cendo Fenicol eye drops fl IS 4 dd 1
R/ Amoxsan 500mg XVS 3 dd 1
Pro: Tn. Chang, umur……………………Alamat…………………………...............Obat tsb, tidak boleh diganti tanpa sepengetahuan Dokter.
S 3 dd I
Pro : Tn X
Umur : -
dakriosistitis (radang kantung air mata) uveitis (radang uvea)
Amoxsan
Amoxicillin (trihidrat) 500 mg /kapsul
Infeksi saluran pernapasan atas (tonsilitis,sinusitis,laringitis,dan faringitis), Infeksi saluran pernapasan bawah (bronkitis, bronkiolitis, dan pneumonia), Infeksi telinga tengah (otitis media);Infeksi saluran kemih, seperti pielonefritis, sistitis, dan uretritis;Infeksi kulit, seperti luka terbuka, selulitis, bisul, dan pioderma;Infeksi lambung oleh bakteri Helicobater pylori
250-500 mg tiap 8 jam
Reaksi alergi (nyeri kepala, kulit kemerahan, bengkak, gatal), gangguan saluran cerna, penggunaan jangka panjang menyebabkan superinfeksi
a. Kajian Administratif
Isi Resep AdaTidak Ada
Keterangan
Administrasi: Nama, SIP dan alamat dokter Tanggal penulisan resep Tanda tangan/ paraf dokter
penulis resep Nama pasien Alamat pasien
√√√
√√
29
Umur pasien Jenis kelamin pasien Berat badan pasien Nama obat Potensi obat
Dosis obat Jumlah yang diminta Cara pemakaian yang jelas
√
√
√√
√
√
√
√
Pada bentuk sediaan tidak dijelaskan cendo fenicol yang diminta yang 0,25% atau 0,5%
b. Kajian Kesesuaian Farmasetik
Isi Resep AdaTidak Ada
Keterangan
Farmasetika- Bentuk sediaan- Dosis- Potensi
- Stabilitas- Inkompatibilitas- Cara dan lama pemberian
√√
√
√
√
√
Pada bentuk sediaan tidak dijelaskan cendo fenicol yang diminta yang 0,25% atau 0,5%
c. Kajian Klinis
Isi Resep Ada Tidak Ada KeteranganKlinis- Adanya alergi- Efek samping
- Interaksi- Kesesuaian dosis- Kesesuaian durasi- Kesesuaian jumlah obat
√
√√√
√
√
Hipoplasia sumsum tulang
d. Mekanisme kerja obat di dalam resep
Cendo fenicol (kloramfenikol)
Kloramfenikol adalah antibiotik yang mempunyai aktifitas bakteriostatik, dan
pada dosis tinggi bersifat bakterisid. Aktivitas antibakterinya dengan
menghambat sintesa protein dengan jalan mengikat ribosom subunit 50S, yang
merupakan langkah penting dalam pembentukan ikatan peptida. Kloramfenikol
30
efektif terhadap bakteri aerob gram-positif, termasuk Streptococcus
pneumoniae, dan beberapa bakteri aerob gram-negatif, termasuk Haemophilus
influenzae, Neisseria meningitidis, Salmonella, Proteus mirabilis, Pseudomonas
mallei, Ps. cepacia, Vibrio cholerae, Francisella tularensis, Yersinia pestis,
Brucella dan Shigella
Amoxsan (amoxicillin trihidrat 500 mg)
Amoxicillin adalah antibiotika yang termasuk ke dalam golongan penisilin .
Amoxicillin adalah obat yang membunuh atau memperlambat pertumbuhan
bakteri dan stabil dalam suasana asam lambungAmoxicillin tidak membunuh
bakteri secara langsung tetapi dengan cara mencegah bakteri membentuk
semacam lapisan yang melekat disekujur tubuhnya. Lapisan ini bagi bakteri
berfungsi sangat vital yaitu untuk melindungi bakteri dari perubahan
lingkungan dan menjaga agar tubuh bakteri tidak tercerai berai. Bakteri tidak
akan mampu bertahan hidup tanpa adanya lapisan ini. Amoxicillin sangat
efektif untuk beberapa bakteri seperti dan beberapa strain dari Staphylococci.
Amoxicillin diabsorbsi dengan cepat dan baik pada saluran pencernaan
makanan. Amokxicillin terutama diekskresi dalam bentuk tidak berubah
didalam urin. Amoxicillin aktif terhadap bakteri Gram positif dan Gram
negatif.
e. Drug Related Problem (DRP)
No Jenis DRP Keterangan1 Indikasi yang tidak ditangani Indikasi tertangani2 Pilihan obat yang kurang tepat Kombinasi tetes mata kloramfenikaol
dengan amoxicillin sudah benar, amoxicillin digunakan untuk mempercepat penyembuhan konjungtivitis yang mungkin saja disebabkan oleh bakteri. Amoxicillin merupakan antibiotic berpektrum luas yang mampu menghambar pertumbuhan bakteri Gram positif dan Gram negatif.
3 Penggunaan obat tanpa indikasi Obat yang digunakan sesuai dengan indikasi
4 Dosis sub-terapi Dosis cendo fonicol berada dibawah
31
dosis terapi, menyebabkan efek terapi akan tidak tercapai.
5 Overdosis Dosis tidak melebihi dosis lazim6 Reaksi obat yang tidak
dikehendakiReaksi dari penggunaan cendo fonicol (kloramfenikol) dapat menyebabkan aplastik anemia yang dapat menjadi serius dan fatal, reaksi hipersensitif lainnya seperti anafilaktik dan urtikaria, syndroma gray pada bayi prematur atau bayi yang baru lahir dan gangguan gastrointestinal seperti misalnya mual, muntah dan diare, penggunaan amoxsan (amoxicillin) dapat menyebabkan gangguan pencernaan
7 Interaksi obat Kombinasi obat tersebut tidak menyebebkan interaksi obat
8 Gagal menerima obat Tidak terdapat resiko pasien gagal menerima obat
f. Medication Error (ME)
Prescribing
No. Jenis ME Ada / Tidak Keterangan1. Incorrect diagnosis Tidak Tidak terdapat data yang
cukup mengenai penyakit atau gejala yang dialami pasien. Jika dilihat dari obat-obatan yang diresepkan, maka diduga bahwa pasien menderita penyakit infeksi pada mata.
2. Prescribing error Ada 1. Cendo Fenicol
32
Pada bentuk sediaan tidak dijelaskan cendo fenicol yang diminta yang 0,25% atau 0,5%
Pada resep dokter menjelaskan bentuk sediaan adalah eye drop, namun pada aturan pakai, tidak terdapat penjelasan bahwa obat ini diberikan dengan cara diteteskan.
Pada aturan pakai tidak diberikan perintah apakah obat diteteskan pada mata sebelah kanan saja (OD), sebelah kiri saja (OS), atau diteteskan pada keduanya (ODS).
Penulisan aturan pakai obat tetes mata yang dianjurkan adalah:S 4 dd gtt 1 OS atauS 4 dd gtt 1 OD atauS 4 dd gtt 1 ODS
1. Amoxsan Penulisan dosis sediaan
kurang jelas, namun masih dapat terbaca
Penulisan aturan pakai kurang jelas, hanya terlihat angka 3 namun kurang begitu jelas apakah 3x1 tablet atau bukan.
33
3. Miscalculation dose Tidak Dosis masing-masing obat yang diberikan tidak melebihi dosis maksimal.a. Dosis Cendo Fenicol
2 tetes atau lebih tiap 3 jam
b. Dosis Amoxsan250-500 setiap 8 jam
Dispensing
No. Jenis ME Ada / Tidak Keterangan1. Poor drug distribution
practiceAda Pada resep ini dapat terjadi
kemungkinan kesalahan pemberian obat. Hal ini dikarenakan pada resep tidak dicantumkan sediaan cendo fenicol yang dibutuhkan 0,25% atau 0,5%. Untuk menghindari kesalahan pemberian obat, maka apotek harus melakukan konfirmasi kepada dokter yang bersangkutan. Pada saat pemberian etiket harus dicantumkan nama dan aturan pakai yang jelas. Jika terdapat prescribing error terkait aturan pakai maka harus dilakukan konfirmasi kepada dokter.
2. Drug and drug devices related problem
Tidak ada Pada apotek kimia farma sebelum obat diserahkan dilakukan pemeriksaan akhir antara resep dengan obat yang telah disiapkan. Selanjutnya memanggil nama pasien, dan selanjutnya menyerahkan obat dengan menyampaikan nama obat, indikasi, dan aturan pakai obat.Pada saat proses pembayaran dilakukan pencatatan nama,
34
alamat dan usia pasien untuk mencegah terjadinya kesalahan.
Etiket cendo fenicol
Etiket amoxsan
Administration
No. Jenis ME Ada / Tidak Keterangan1. Incorrect drug
administrationTidak Obat cendo fenicol diberikan
dengan cara diteteskan pada mata yang sakit. Untuk mengoptimalkan pemakaian obat, apoteker atau AA dapat pula menjelaskan mengenai penggunaan tetes mata yang mata benar.
35
Obat amoxsan diberikan dengan cara diminum 3 x sehari setiap 8 jam dapat diberikan bersamaan dengan makanan untuk menghindari gangguan GI. Obat harus dihabiskan.
2. Failed communication Ada Pada umumnya pada saat penyerahan obat amoxsan, hanya dijelaskan aturan pakai 3 x sehari 1 tablet. Sebaiknya dijelaskan pula bahwa pemakaian amoxsan setiap 8 jam. Jika perlu petugas yang menyerahkan obat membantu menyesuaikan jadwal pasien dengan jadwal minum obat yang seharusnya untuk mencegah resistensi obat dan mengoptimalkan penggunaan obat.
3. Lack of patient education
Tidak Jika terdapat pasien yang memerlukan edukasi tambahan, seperti pasien yang tidak mengetahui cara penggunaan obat tetes mata, pasien yang ingin menanyakan mengenai penyakit atau obatnya, maka apoteker harus dapat memberikan informasi atau edukasi mengenai hal tersebut.
g. KIE
Menyampaikan informasi mengenai bentuk sediaan obat, dosis obat, indikasi
obat, dan cara penggunaan obat sesuai dengan aturan pakai masing-masing obat
Menyampaikan informasi mengenai cara penyimpanan obat
Menyampaikan cara penggunaan obat tetes mata yang benar.
Menjelaskan efek samping obat yang mungkin terjadi
Menanyakan apakah pasien memiliki alergi terhadap obat yan diberikan.
36
Menganjurkan pasien untuk tidak menggosok-gosok mata yang sakit. Setiap
kali pasien ingin memegang mata yang sakit, pasien harus mencuci tangan
terlebih dahulu.
Pasien juga dapat menggunakan kacamata untuk melindungi mata dari debu
dan angina yang dapat memperparah gejala.
h. Monitoring
Melakukan pemantaun terhadap gejala pasien. Jika kondisi pasien tidak
mengalami perbaikan maka harus dilakukan evaluasi terhadap obat yang
digunakan.
Melakukan pemantauan terhadap kemungkinan efek samping obat yang dapat
terjadi
Melakukan pemantauan terhadap cara penggunaan obat.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
Konjungtivitis lebih dikenal sebagai pink eye, yaitu adanya inflamasi pada
konjungtiva atau peradangan pada konjungtiva, selaput bening yang menutupi
bagian berwarna putih pada mata dan permukaan bagian dalam kelopak mata.
Konjungtivitis terkadang dapat ditandai dengan mata berwarna sangat merah
danmenyebar begitu cepat dan biasanya menyebabkan mata rusak.
Berdasarkan resep yang dikaji, resep KF No. 78 pasien diberikan 4 jenis
obat, yaitu cravox, salep mata gentamisin, cendo xitrol, dan aerius. Masalah
drug-related problem dapat terlihat pada dosis cendo xitrol yang diberikan, yaitu
dosis yang diberikan lebih rendah daripada dosis lazim. Dalam resep KF No. 49,
pasien diberikan kloramfenikol. Masalah drug-related problem terlihat pada
dosis kloramfenikol yang diberikan lebih rendah dari dosis lazim. Resep pada
KF No. 48, pasien diberikan Cendo Fenicol eye drop dan amoxsan. Masalah
drug-related problem terdapat pada dosis cendo fenicol yang berada dibawah
dosis lazim. Dalam menunjang pemulihan kondisi pasien dibutuhkan
komunikasi, informasi dan edukasi mengenai pengobatan yang disertai dengan
monitoring oleh apoteker.
37
4.2. Saran
Dengan adanya pengkajian terhadap penyakit dan pengobatan
konjungtivitis, diharapkan penanggulangan penyakit ini dapat lebih berhati-hati
agar tidak terjadi masalah terkait drug-related problem. Peran apoteker sangat
dibutuhkan dalam pemberian komunikasi, informasi dan edukasi mengenai
pengobatan pasien yang disertai dengan monitoring selama berjalannya terapi.
38
DAFTAR PUSTAKA
Amadi, A., et al., 2009. Common Ocular Problems in Aba Metropolis of Albia State,
Eastern Nigeria. Federal Medical Center Owerri. Tersedia secara online di
http://docsdrive.com/pdfs/medwelljournals/pjssci/2009/32-35.pdf.
Bayu.2013. Obat Mata Cendo Xitrol. Tersedia secara online di : http://obat-
mata.org/obat-mata-cendo/
Brunner dan Suddarth, 2000. Buku Saku Kperawatan Medikal Bedah, terjemahan,
EGC, Jakarta
Departemen Farmakologi FKUI. 2009. Farmakologi dan Terapi Ed 5. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI
Garcia-Ferrer, F.J., Schwab, I.R., Shetlar, D.J., 2010. Konjungtiva. Dalam: Vaughan
& Asbury. Oftalmologi Umum. Edisi 17. EGC. Jakarta
Ikatan Apoteker Indonesia. 2010. ISO Indonesia Vol 45. Jakarta: ISFI Indonesia
Ikatan Apoteker Indonesia. 2014. Informasi Spesialite Obat Indonesia. Volume 48.
PT ISFI Penerbitan. Jakarta
Ilyas DSM, Sidarta,. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta. 1998
Ilyas, S., 2009. Konjungtiva. Dalam: Ilyas, S. (ed). Ikhtisar Ilmu Penyakit Mata.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Kadek, Ni. 2012. Laporan Pendahuluan pada Pasien Gangguan Konjungtiva.
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES WIRAMEDIKA PPNI. Bali
Kemkes RI, 2010. 10 Besar Penyakit Rawat Jalan Tahun 2009. Profil Kesehatan
Indonesia Tahun 2009. Tersedia secara online di: http://www.depkes.go.id.
Majmudar, P.A., 2010. Allergic Conjunctivitis. Rush-Presbyterian-St Luke’s Medical
Center. Tersedia secara online di: http://emedicine.medscape.com/
article/1191467-overview. [Accessed 3 March 2011]
Marlin, D.S., 2009. Bacterial Conjunctivitis. Penn State College of Medicine.
Tersedia secara online di: http://emedicine.medscape.com/article/1191370-
overview. [Accessed 3 March 2011].
Medicastore. 2015. Cendo Xitrol Tetes Mata 5 mL. Tersedia secara online di
http://medicastore.com/obat/1067/CENDO_XITROL_TETES_MATA_5_M
L.html
39
MIMS. 2005. Aerius. Tersedia secara online di
http://www.mims.com/Indonesia/Drug/Info/Aerius%20D12/Aerius%20D12?
type=brief&= ID
MIMS. 2015. Cravox. Tersedia secara online di
http://www.mims.com/Indonesia/Drug/info/cravox-cravox%20iv/?type=brief
Nilawati, Indah. 2011. Antihistaminic, Anti-Inflammatory, and Antiallergic
Properties of the Nonsedating Second-Generation Antihistamine
Desloratadine: A Review of the Evidence. Universitas Negeri Sebelas Maret.
Surakarta
Quinn, C.J., et al., 2010. Care of Patient with Conjunctivitis. American Optometric
Association. Tersedia secara online di: http://doccpc.file/19007/2010/
pdfs.aoa.
Rapuano, C.J., et al., 2008. Conjunctivitis. American Academy of Ophthalmology.
Tersedia secara online di: http://one.aao.org/asset.axd.
RSUD Dokter Soetomo, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, Lap/UPF Ilmu
Bedah, FKU Airlangga, Surabaya
Sweetman SC. 2009. Martindale the complete drug reference 36th edition.
Pharmaceutical Press. London
Tanujaya, Candrasa. 2009. Levofloxacin. Departemen Medical PT. Kalbe Farma tbk.
Pusat. Jakarta
Tjay, T.H., Rahardja, K. 2002. Obat-obat Penting : Khasiat, Penggunaan, dan Efek-
Efek Sampingnya. Edisi VI. Penerbit PT. Elex Media Komputindo. Jakarta
40