KAJIAN MORFOMETRI, KUALITAS AIR
DAN NILAI SIMPANAN/STOK KARBON TANAMAN SEROJA
(Nelumbo nucifera) DI SITU BURUNG
KABUPATEN BOGOR.
DIAN ISKANDAR
SKRIPSI
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:
Kajian Morfometri, Kualitas Air dan Nilai Simpanan/Stok Karbon Tanaman
Seroja (Nelumbo nucifera) di Situ Burung Kabupaten Bogor adalah benar
merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Bogor, September 2010
Dian Iskandar
C24053486
KAJIAN MORFOMETRI, KUALITAS AIR
DAN NILAI SIMPANAN/STOK KARBON TANAMAN
SEROJA (Nelumbo nucifera) DI SITU BURUNG
KABUPATEN BOGOR
DIAN ISKANDAR
C24050384
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
i
PENGESAHAN SKRIPSI
Judul : Kajian Morfometri, Kualitas Air dan Nilai
Simpanan/Stok Karbon Tanaman Seroja (Nelumbo
nucifera) di Situ Burung, Kabupaten Bogor
Nama Mahasiswa : Dian Iskandar
NRP : C24050384
Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan
Menyetujui:
Pembimbing,
Ir. I Nyoman N. Suryadiputra
NIP 19561121 198111 1 001
Mengetahui:
Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan
Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc
NIP 19660728 199103 1 002
Tanggal Ujian: 5 Oktober 2010
ii
RINGKASAN
Dian Iskandar. C24050384. Kajian Morfometri, Kualitas air dan Nilai
Simpanan/Stok Karbon Tanaman Seroja (Nelumbo nucifera) di Situ Burung,
Kabupaten Bogor. Makalah Riset. Dibawah bimbingan I Nyoman N. Suryadiputra
Penelitian ini yang berlangsung di Situ Burung bertujuan untuk : (a)
mengkaji kondisi morfometri dan kualitas perairan (b) mengkaji persentase
penutupan tanaman Seroja (Nelumbo nucifera) (c) dan membuat persamaan
allometrik untuk tanaman Seroja terkait dengan simpanan/stok karbon. Penelitian ini
dilaksanakan di Situ Burung pada akhir Bulan November 2009 – awal Bulan Januari
2010. Metode pengambilan contoh dalam penelitian ini mengacu pada 3 aspek yaitu
(1) morfometri : dimensi permukaan (Surface dimensions) dan dimensi bawah
permukaan (Sub surface dimensions) (2) kualitas perairan : enam parameter fiska
dan empat parameter kimia dan (3) biomassa tanaman Seroja (Nelumbo nucifera) :
pengukuran berat basah, berat kering, kandungan % C-organik dan pendugaan stok
karbon melalui pendekatan persamaan allometrik.
Pada hasil penelitian ini didapatkan bahwa Situ Burung telah mengalami
proses sedimentasi (sekitar0,34 ha) pada bagian yang tertutup oleh tanaman Seroja,.
Pada musim hujan luas permukaan air Situ Burung mencapai ± 4,05 ha dan
keberadaan Seroja seluas 0,46 ha cukup berpengaruh terhadap beberapa paremeter
morfometri yakni panjang maksimum, Shore line, kedalaman rata-rata, volume total
air dan perkembangan volume situ dll.
Dari sudut pandang penilaian kualitas air, dan telah ditetapkan oleh
Peraturan Pemerintah (PP) No 82 tahun 2001, perairan Situ Burung relatif cocok
untuk kedua keperluan yaitu perikanan dan pertanian.
Ditinjau dari keberadaan Seroja, diperoleh hasil sebagai berikut: sekitar 12,5
% dari permukaan air Situ Burung (atau 0,46 Ha) telah ditutupi oleh 3006 individu
Seroja, kadar air dari tanaman Seroja berkisar antara 77,25-88,25% dengan rata-rata
82,65%, dan kadar karbon organik berkisar antara 36% - 50% dan sedikit bervariasi
di bagian daun dan batang. Untuk menentukan berat kering batang dan daun
tanaman Seroja, telah ditetapkan persamaan alometrik sebagai berikut:
a) untuk batang; Log Y = 0,840Log [X] - 1,039 (dengan R2 = 0,755),
dimana Y adalah berat kering batang (gram) dan X adalah panjang
batang (cm).
b) untuk daun; Y = 0,451X - 11,79 (dengan R2 = 0,957), dimana Y adalah
berat kering daun ( gram) dan X adalah diameter daun (cm).
Dari berat kering kedua komponen (batang dan daun) diatas, didapatkan
nilai simpanan stok karbon dengan mengalikan berat kering (batang dan daun)
dengan kadar % karbon organik. Dari perhitungan ini terungkap bahwa dari 3006
tanaman Seroja yang ditemukan di Situ Burung selama penelitian, jumlah stok
karbon totalnya adalah 23.927,76 gr C atau 23,93 kgC (atau setara dengan 87,74
kgCO2eq).
Kata Kunci: Morfometri, kualitas air berat basah dan berat kering, persamaan
allometri, stok karbon Nelumbo nucifera.
iii
SUMARRY
Dian Iskandar. C24050384. Study of Morphometry, Water Quality and Carbon
Stock of Nelumbo nucifera in Situ Burung Lake, Bogor Regency. Student
Research paper, supervised by I Nyoman N. Suryadiputra
This study aims to assess: (a) The morphometry and water quality conditions
in Situ Burung (b) assess the Situ Burung’s surface water cover by aquatic plant
(Nelumbo nucifera) (c) Establish allometric equation in order to determine carbon
stock in the plant. This research was carried out at the end of November 2009 –
until the beginning of January 2010. Sampling methods in this study is related to
three aspects, namely: (1) morphometry, Which covers surface and sub-surface
dimension (2) water quality, which cover six physic and four chemical parameters
and (3) plant biomass, which include wet and dry weight, its organic carbon
contents, and its carbon stock calculating using allometric equation.
The results of this study showed that in Situ Burung has undergone a process
of sedimentation in the (0,46 ha) area where aquatic plant was found,. In the rainy
season the water surface area of Situ Burung was ± 4,05 ha, and the presence of
aquatic plants have been suspected to change its morphometry (e.g. maximum
length, Shore line length, average and maximum depth, volume and total water
volume, etc.)
From the water quality assessment’s point of view, and as it was stipulated
by the Government Regulation (PP) No. 82/2001, the water of Situ Burung was
relatively suitable for both fishery and agriculture purposes. The research has
revealed the followings: about 12,5% of the lake surface water (or 0,46 Ha) was
covered by 3006 individuals of Nelumbo, the water content of the individual plant
was ranging between 77,25 – 88,25% with an average of 82,65%, and its organic
carbon content between 36% - 50% and slightly varied in the plant’s leave and stem.
In order to determine the dry of weigth of the individual plant’s stem and leave, the
following allometric equations have been established:
a) For the stem; Log Y= 0,840Log[X] – 1,039 (with R2 = 0,755), where Y
is dry weight of the individual plant (in gram) and X is the length of stem
(in cm).
b) For the leave; Y = 0,451X – 11.79 (with R2 = 0,957), where Y is dry
weight of the individual leave (in gram) and X is the diameter of the
leave (in cm).
From the dry weigth of both components, the carbon content of the
individual plant is then calculated by multiplying the dry weight of stem and leave
with its % organic carbon content. From this calculation it was revealed that from
3006 Nelumbo plants found in the lake during the study, the amount of total carbon
stock was 23927.76 grC or 23.93kgC (or 87.74 kgCO2eq, were preserved within
plant).
Keywords: Morphometry, water quality, dry and wet weight, allometric
equation and Carbon stock Nelumbo nucifera.
iv
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
limpahn rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi
yang berjudul Kajian Morfometri, Kualitas air dan Nilai simpanan/stok karbon
tanaman Seroja (Nelumbo nucifera) di Situ Burung, Kabupaten Bogor.
Penulis menyadari adanya ketidaksempurnaan dalam penulisan skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat menjadi alternatif informasi pemanfaatan Seroja dalam
upaya mitigasi iklim global dan memberi sumbangsih bagi ilmu pengetahuan.
Bogor, September 2010
Penulis
v
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ir. I Nyoman N. Suryadiputra selaku dosen pembimbing I sekaligus
Pembimbing Akademik yang telah banyak memberikan bimbingan serta
masukan selama perkuliahan hingga pelaksanaan penelitian dan penyusunan
skripsi.
2. Dr. Ir. Achmad Fachrudin, M.S selaku penguji dari komisi pendidikan dan
Majariana Krisanti, S.Pi, M.Si selaku penguji tamu.
3. Keluarga tercinta; Bapak (Hanafi Hafidz), Mama (Asnal Kiromah), adikku yang
tercinta Fathur Rahman dan Najwa Amini Hafidz, dan pamanku (M Iqbal dan
M Irfan) atas kasih sayang, doa, pengorbanan, serta dukungan semangatnya.
4. Seluruh staf Laboratorium Produktivitas Lingkungan dan Perairan Departemen
Manajemen Sumberdaya Perairan Seluruh staff Tata Usaha dan civitas
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan.
5. Teman-teman MSP 42 (Diana Sumolang, Priyasmoro K. Y, Bonit N, Daniyal H,
Novita Suryani, Mulyani), Agus M dan Erliyani atas kesetiannya dalam
membantu penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir.
6. Teman-teman dari Komunitas Seni Budaya Masyarakat Roempoet yang tidak
bisa disebutkan satu-persatu.
7. Teman-teman dari Wisma Saung Kuring yang selalu siap direpotkan dan selalu
setia memberikan semangat dan inspirasi yang tak pernah berhenti kepada
penulis
vi
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 23 Febuari 1988,
merupakan anak pertama dari dari pasangan Bapak Hanafi
Hafidz dan Ibu Asnal Kiromah. Pendidikan formal pertama
diawali dari TK Jamiat Kheir (1993), SDN Cempaka Baru 05
pagi (1999), Mts Jamiat Kheir Jakarta (2002), dan SMAN 5
Jakarta (2005). Pada tahun 2005 penulis diterima di IPB melalui
jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru). Setelah setahun melewati tahap
Tingkat Persiapan Bersama, penulis diterima di Departemen Manajemen
Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor.
Selama mengikuti perkuliahan penulis berkesempatan menjadi Penanggung
Jawab kelas untuk Mata Kuliah Limnologi(2007/2008). Penulis aktif di berbagai
organisasi seperti HIMASPER (Himpunan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya
Perairan) 2007/2008 dan Komunitas Seni Budaya Masyarakat Roempoet
2008/sekarang. Penulis juga aktif mengikuti seminar dan berpartisipasi dalam
berbagai kepanitiaan seminar di lingkungan kampus IPB.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, penulis menyusun skripsi
dengan judul Kajian Morfometri, Kualitas air dan Nilai simpanan/stok karbon
tanaman Seroja (Nelumbo nucifera) di Situ Burung, Kabupaten Bogor.
vii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ....................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xi
1. PENDAHULUAN ................................................................................. 2
1.1. Latar Belakang ............................................................................. 2
1.2. Perumusan Masalah ...................................................................... 4
1.3. Tujuan ........................................................................................... 5
1.4. Manfaat .......................................................................................... 5
2. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 6
2.1. Situ................................................................................................. 6
2.2. Morfometri Danau ......................................................................... 6
2.3. Sedimentasi Danau ........................................................................ 7
2.4. Siklus Karbon ................................................................................ 8
2.5. Biomassa ....................................................................................... 9
2.6. Kualitas Air yang Mendukung Tanaman Air ................................ 10
2.7. Tanaman Air .................................................................................. 14
2.8. Cara Tumbuh Tanaman Air ........................................................... 15
2.9. Pertumbuhan dan Reproduksi Tanaman Air ................................. 16
2.10. Jenis-jenis Tanaman Air ................................................................ 17
2.11. Botani dan Ekologi Tanaman Air .................................................. 17
2.11.1 Klasifikasi Seroja .................................................................... 17
2.11.2 Manfaat Seroja ........................................................................ 19
3. METODOLOGI .................................................................................... 22
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................ 22
3.2. Alat dan Bahan .............................................................................. 23
3.3. Metode Pengambilan Contoh ........................................................ 24
3.3.1 Morfometri Danau ............................................................... 24
3.3.2 Pertumbuhan Tanaman Air ................................................. 24
3.3.3 Kualitas Air ......................................................................... 23
3.4. Analisis Data ................................................................................. 27
3.4.1 Perhitungan Morfometri Danau.......................................... 27
3.4.2 Penentuan Stok Karbon dalam Persamaan Allometrik
Seroja (Nelumbo nucifera) ................................................ 30
viii
4. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ................................... 32
4.1 Perairan Situ Burung ....................................................................... 32
4.2 Vegetasi tanaman air Situ Burung .................................................. 33
4.3 Organisasi yang dapat ditemukan di Situ Burung .......................... 34
5. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 35
5.1 Morfometri Situ Burung ................................................................ 35
5.2. Kualitas Perairan ........................................................................... 38
5.3.1 Parameter Fisika Perairan ..................................................... 39
5.3.2 Parameter Kimia Perairan .................................................... 42
5.3. Situ Burung dan Luas Penutupan Seroja ....................................... 46
5.4. Biomassa Gabungan Batang dan Daun Seroja .............................. 48
5.4.1Biomassa dan Kandungan Karbon Organik pada
Masing-masing batang dan daun Seroja ............................... 49
5.4.2 Penentuan Stok Karbon dalam Persamaan Allometri Seroja 51
5.4.3 Hubungan panjang batang dan daun Seroja dengan
dengan berat kering (batang dan daun)
Seroja (Nelumbo nucifera) ................................................... 53
5.5. Estimasi Nilai Simpanan/Stok Karbon Total dari Seroja
Pada Perairan Situ Burung ............................................................ 55
5.6. Perbandingan Nilai simpanan/ Stok Karbon dari
beberapa vegetasi .......................................................................... 56
5.7. Pengelolaan Seroja di Situ Burung ................................................ 57
6. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 61
6.1. Kesimpulan ...................................................................................... 61
6.2. Saran ................................................................................................ 62
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 63
LAMPIRAN.................................................................................................. 67
DAFTAR ISTILAH ..................................................................................... 78
ix
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Manfaat dari bagian tanaman Seroja ...................................................... 20
2. Alat dan Bahan dalam Penelitian di Situ Burung ................................... 23
3. Dimensi morfometri Situ Burung ........................................................... 36
4. Parameter Fisika Kimia Perairan ............................................................ 38
5 Hasil pengukuran diameter sampel daun Seroja ..................................... 47
6. Jumlah total individu seroja .................................................................... 47
7. Data masing-masing dari bagian tanaman Seroja ................................... 48
8. Perbandingan Biomassa Seroja (Nelumbo nucifera) per bagian ............ 49
9. Hubungan Simpanan/stok karbon dengan panjang batang,
diamenter daun dan berat kering seroja .................................................. 52
10. Data berat kering dan Panjang Batang yang digunakan dalam
penentuan persamaan allometrik Seroja ................................................. 53
11. Data berat kering dan diameter daun yang digunakan dalam penentuan
Persamaan allometri Seroja ..................................................................... 54
12. Estimasi berat karbon total dari Seroja pada Perairan Situ Burung ........ 55
13. Perbandingan nilai berat karbon dari beberapa vegetasi......................... 56
14. Estimasi nilai ekonomi dari tanaman Seroja........................................... 58
x
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Skema sederhana aliran karbon pada tumbuhan air di
diperairan tawar .................................................................................. 3
2. Diagram alir perumusan masalah ........................................................ 5
3. Siklus karbon di alam .......................................................................... 8
4. Biomassa tanaman Seroja (Nelumbo nucifera) diatas permukaan tanah
(above ground biomass) dan dibawah permukaan tanah
(below ground biomass) ..................................................................... 10
5. Berbagai macam habitat tanaman air .................................................. 16
6. Seroja (Nelumbo nucifera) .................................................................. 18
7. Situ Burung dan Lokasi stasiun pengamatan ...................................... 22
8. Bagian tanaman air Seroja untuk analaisi Biomassa total .................. 26
9. Peta Situ Burung pada Musim Hujan.................................................. 35
10. Nilai DO (Dissolved Oxygen) ............................................................. 43
11. Nilai BOD (Biochemical Oxygen Demand) ........................................ 44
12. Situ Burung dan luas persentase penutupan tanaman Seroja .............. 46
13. Grafik hubungan antara panjang dan berat kering batang seroja ........ 53
14. Grafik hubungan antara diameter dan berat kering daun seroja ........ 54
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Contoh Perhitungan ....................................................................... 68
2. Peraturan Pemerintah No.82 tahun 2001 ..................................... 70
3. Hasil analisis C-organik contoh daun dan batang Seroja .............. 72
4. Data biomassa Seroja .................................................................... 73
5. Keadaan lokasi dan alat yang digunakan selama penelitian ......... 74
6. Pemanfaatan Seroja ....................................................................... 77
1.PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Meningkatnya perkembangan perekonomian Indonesia dalam beberapa
dekade belakangan ini dapat dilihat dari pesatnya perkembangan infrastruktur,
industri dan pemukiman penduduk. Konsekuensi yang ditimbulkan dari keadaan ini
adalah semakin berkurangnya tutupan lahan oleh vegetasi/tanaman dan terjadinya
degradasi lahan. Kondisi demikian tidak hanya terjadi di Indonesia tapi di berbagai
belahan bumi lainnya.
Degradasi dan berkurangnya tutupan lahan hijau selanjutnya mengakibatkan
berkurangnya jumlah vegetasi yang melakukan fotosintesa (sebagai penyerap salah
satu gas rumah kaca, seperti CO2) dan akhirnya akumulasi gas ini di atmosfer
menimbulkan pemanasan bumi yang kini dikenal sebagai global warming.
Sementara ini banyak pihak diberbagai negara beranggapan bahwa hutan/vegetasi
daratan (pepohonan) merupakan satu-satunya ‘pemain’ yang dianggap mampu
meredam (mitigate) perubahan iklim melalui kemampuannya menyerap CO2. Hal
demikian tidak sepenuhnya benar, karena selain pohon di daratan, ‘mahluk berhijau
daun’ perairan (terutama fitoplankton dan tanaman air) juga memiliki kemampuan
dalam menyerap CO2 dan bahkan diduga dalam laju yang lebih cepat dan jumlah
lebih besar untuk kurun waktu singkat. Waktu yang dibutuhkan untuk
menggandakan diri oleh kedua kelompok mahluk ini jauh lebih cepat dibandingkan
tanaman/pepohonan di darat.
Ekosistem perairan merupakan media untuk tumbuh kembangnya berbagai
jenis organisme, baik hewan maupun tanaman air (termasuk plankton). Berdasarkan
aliran airnya, ekosistem perairan tawar dapat dibedakan menjadi lotik (mengalir)
seperti sungai dan lentik (tergenang) seperti danau, waduk, dan Situ. Pada perairan
tergenang terdapat organisme-organisme akuatik yang hidup, mulai dari organisme
autotroph, heterotroph sampai pada tingkat dekomposer.
Situ adalah suatu ekosistem perairan tergenang berukuran relatif kecil,
terbentuk secara alami maupun buatan. Sumber airnya berasal dari mata air, air
hujan dan atau limpasan air permukaan (Suryadiputra 2005). Salah satu contoh dari
ekosistem Situ adalah Situ Burung yang terletak di Desa Cikarawang, Kecamatan
2
Dramaga, Kabupaten Bogor. Situ ini telah mengalami pendangkalan yang
diakibatkan oleh tumbuhnya berbagai tanaman air termasuk kayu apu (Pistia
stratiotes), Seroja atau lotus (Nelumbo nucifera Gaertn.), eceng gondok (Eicchornia
crassipes) dan rumput-rumput akuatik yang tumbuh mencuat. Untuk mengatasi
pendangkalan ini, pada tahun 2002-2003 telah dilakukan pengerukan dasar Situ dan
pembersihan Situ dari tanaman air.
Pada saat ini Seroja tumbuh dominan dan membentuk vegetasi litoral di Situ
Burung, akan tetapi ada juga beberapa vegetasi/tanaman air lainnya yang tumbuh di
perairan ini. Keberadaan vegetasi air secara berlebihan di Situ Burung sangatlah
merugikan karena dapat menyebabkan kembali terjadinya pendangkalan Situ.
Namun jika ditinjau dari sisi kemampuannya menyerap CO2 (berfotosintesa), maka
keberadaan vegetasi ini justru menguntungkan, karena ia ikut meredam laju
perubahan iklim global, terutama jika produk ini dipanen lalu dijadikan bahan baku
kerajinan (handy craft) atau furniture (seperti eceng gondok yang kini banyak
dijumpai di pasaran). Dengan tersimpannya biomasa tanaman ini dalam bentuk lain
(handy craft), atau dalam bentuk produk yang diawetkan/tahan lama maka ia akan
akan menahan (preserve) CO2 untuk tidak lepas ke atmosfer; seperti halnya produk
furniture yang terbuat dari bahan baku kayu. Terkait dengan hal di atas, maka perlu
dikaji besarnya simpanan/stok karbon dalam Tanaman Air di Situ Burung termasuk
kajian terhadap faktor pendukung (kualitas air dan morfometri Situ) sebagai media
tumbuhnya. Berikut ini adalah skema sederhana aliran karbon pada tumbuhan air di
perairan tawar.
3
Gambar 1. Skema sederhana aliran karbon pada tumbuhan air di perairan tawar.
Gambar 1 memperlihatkan aliran karbon yang disederhanakan, mulai dari
sumbernya hingga pemanfaatannya oleh organisme fotosintesis (misal oleh tanaman
air dan fitoplankton). Fotosintesa yang lebih besar dari respirasi akan menjadikan
pertambahan biomassa fitoplankton dan tanaman air, selanjutnya nasib biomassa ini
akan terurai atau tidak terurai tergantung kondisi perairan dan atau pemanfaatannya
oleh manusia atau makhluk lainnya. Pada kondisi terurai dengan adanya oksigen di
air (dekomposisi aerobik), akan dilepaskan unsur N, P (sebagai hara) dan senyawa
CO2 yang mendukung proses pembentukkan biomassa baru melalui fotosintesa.
Pada kondisi tanpa oksigen (anaerobik), bahan organik (dari biomassa tanaman air
dan plankton yang mati) akan sulit terurai dan tertimbun di dasar perairan sebagai
karbon tanah (soil carbon). Tapi jika biomassa dipanen, baik oleh manusia dan/atau
makhluk lain (misal ikan) maka karbon akan berpindah menjadi bentuk lain.
Pemanenan oleh manusia (misal tanaman air dijadikan produk handy craft, furniture
atau lainnya), akan menyebabkan tertahannya karbon dalam bentuk handy craft.
Semakin lama karbon tersimpan dalam handy craft atau furniture maka selama
itulah ia tidak akan terlepas ke atmosfer. Suatu ekosistem Situ bisa saja menjadi
carbon sink, jika jumlah CO2 yang tersimpan (terakumulasi) pada reservoir
melampaui jumlah yang dilepaskan oleh proses dekomposisi maupun panen. Tapi
jika yang terjadi adalah sebaliknya, misal CO2 yang tersimpan dalam vegetasi terurai
Disimpan di
dasar perairan
Dipanen
Sumber karbon
alami lainnya (dari
luar perairan)
Pembakaran
Pelapukan
Aktivitas
vulkanik dll
Fotosintesis
tanam
Tanaman air
Fitoplankton
Reservoir karbon
(biomassa tumbuhan
air dan fitoplankton)
Terurai Tidak Terurai
Lepasnya N, P,
CO2 dsb
4
atau terbakar/dibakar, maka Situ tersebut dapat dikatakan menjadi sumber karbon
(carbon sources).
Karbondioksida di atmosfer diserap oleh tumbuhan (baik yang berada di
darat maupun di perairan) melalui proses fotosintesis lalu diubah menjadi
karbohidrat (karbon yang berikatan dengan unsur lain) dan membentuk biomassa
tumbuhan. Karbon yang terikat dalam biomassa dapat kembali ke atmosfer melalui
proses dekomposisi, terakumulasi di tanah berupa karbon organik (misal tanah
gambut), termakan oleh mahluk herbivora atau omnivora atau terbawa ke perairan
berupa karbon organik terlarut ataupun partikulat. Penghitungan
perubahan/perpindahan nilai kandungan karbon dari satu tempat ke tempat lain
disebut bujet karbon (carbon budget) yaitu menghitung lamanya karbon tersimpan
dalam suatu tempat, dan jumlah yang diterima ke tempat lain serta jumlah yang
dilepaskan. Jika suatu tempat menampung/menyerap lebih banyak daripada
melepaskan karbon maka biasa disebut karbon rosot (carbon sink) dan sebaliknya
disebut sumber karbon (carbon sources).
1.2. Perumusan Masalah
Situ Burung merupakan Situ yang dimanfaatkan oleh masyarakat di desa
Cikarawang untuk irigasi pertanian dan kegiatan perikanan. Namun didalam Situ ini
(di bagian selatan) terdapat suatu tanaman air yaitu Seroja (Nelumbo nucifera) yang
tumbuh dominan dan membentuk vegetasi litoral. Keberadaan Seroja dapat
memberikan dampak negatif dan positif pada Situ Burung. Dampak negatif yang
diberikan tanaman Seroja adalah kemungkinan mengakibatkan terjadinya perubahan
morfometri Situ Burung (misalnya berupa pendangkalan /sedimentasi pada bagian
selatan Situ ini). Adapun dampak positif yang diberikan adalah mampu
memperbaiki kualitas air siru, yaitu mengurangi tingkat kekeruhan air, tempat
bersembunyinya larva ikan dari predator, terserapnya bahan-bahan toksik di air, dll.
Selain itu dampak positif lainnya adalah dapat menyerap karbon dioksida di dalam
air dan di atmosfer melalui proses fotosintesis. Kemampuan Seroja dalam menyerap
CO2 terlihat dari jumlah nilai simpanan stok/karbon didalam bagian-bagian tanaman
Seroja (batang dan daun). Dengan mengetahui kondisi morfometri, kualitas air dan
keberadaan tanaman Seroja di Situ Burung, diharapkan pengelolaan terhadap Situ ini
5
ke depan dapat ditingkatkan sesuai prioritas peruntukkannya. Berikut ini adalah
diagram alir dalam perumusan masalah dari penelitian ini.
Gambar 2. Diagram alir perumusan masalah kajian morfometri, kualitas air dan nilai
simpanan/stok karbon di Situ Burung.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengkaji kondisi morfometri dan kualitas perairan Situ Burung.
2. Mengkaji persentase luas penutupan area tanaman Seroja (Nelumbo
nucifera) di perairan Situ Burung.
3. Membuat persamaan allometrik untuk Seroja (Nelumbo nucifera) yang
terdapat di perairan Situ Burung untuk dugaan stok karbon.
1.4. Manfaat
Hasil dari penelitian ini diharapkan akan memberikan :
1. Gambaran umum tentang kondisi fisik (morfometri) dan kualitas air Situ
Burung dalam mendukung keberadaan tanaman air di dalamnya.
2. Informasi tentang persamaan allometrik yang dapat digunakan untuk
menduga nilai stok/simpanan karbon Seroja (Nelumbo nucifera) di Situ
Burung.
3. Masukkan tentang pengelolaan Situ terkait dengan kondisi fisik saat ini dan
peran/kontribusinya dalam meredam perubahan iklim global.
Situ Burung
Berat Kering
batang dan
daun
Kondisi
morfometri
Morfometri
Situ, Kualitas
air Situ dan
Seroja
tanam
Kondisi
Kualitas Air
Situ
Terjadi
sedimentasi
atau tidak
Sesuai
dengan baku
mutu
Nilai
simpanan
stok/karbon
Pengelolaan
Situ Burung
6
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Situ
Menurut Suryadiputra (2005), Situ dikategorikan sebagai salah satu jenis
lahan basah (umumnya berair tawar) berukuran relatif kecil, dengan sistem perairan
yang tergenang. Situ dapat terbentuk secara alami dan secara buatan. Situ yang
terbentuk secara buatan yaitu berasal dari dibendungnya suatu cekungan sedangkan
Situ alami terbentuk karena kondisi topografi yang memungkinkan terperangkapnya
sejumlah air.
Wilayah Jabotabek merupakan kawasan yang memiliki banyak Situ baik
yang terbentuk secara alami maupun buatan. Keberadaan Situ sangat penting dalam
menjaga kelestarian sumberdaya air dan keseimbangan ekosistem. Situ-Situ
memiliki fungsi dan manfaat yang sangat penting diantaranya adalah sebagai daerah
resapan air tanah, peredam banjir, mencegah intrusi air laut, irigasi, kegiatan
perikanan, dan tandon air/ reseirvoir (Suryadiputra 2005). Ekosistem Situ memiliki
berbagai fungsi dan manfaat bagi makhluk hidup. Fungsi dan manfaat tersebut
antara lain: fungsi ekologis (habitat bagi berbagai jenis tumbuhan dan hewan,
pengatur fungsi hidrologis, menjaga sistem, dan proses-proses alami) dan manfaat
ekonomis (penghasil berbagai jenis sumber daya alam bernilai ekonomis, penghasil
energi, sarana wisata, dan olah raga serta sumber air) serta manfaat sosial budaya.
2.2. Morfometri Danau
Morfometri adalah suatu metoda pengukuran dan analisa secara kuantitatif
dimensi-dimensi fisik suatu badan perairan misalnya danau. Analisa-analisa
limnologi suatu danau sering memerlukan pengetahuan atau data-data morfometri
secara detail seperti data kedalaman, luasan atau area permukaan bentuk kontur
dasar, dan volume air pada masing-masing strata. Sedangkan kondisi sempadan
danau dapat juga digunakan dalam menganalisa sifat-sifat kimia, fisika dan biologi
suatu perairan tawar. Parameter-parameter morfometri biasanya diperlukan untuk
menilai atau mengetahui ada tidaknya erosi pada danau, menghitung beban atau total
kandungan unsur hara, massa bahan-bahan kimia, kandungan panas, stabilitas panas,
7
dan berbagai indeks tingkat kesuburan perairan. Aspek morfometri dapat dibedakan
menjadi dimensi permukaan (surface dimension), dan dimensi bawah permukaan
(subsurface dimension). Dimensi permukaan terdiri dari panjang maksimum,
panjang maksimum efektif, lebar maksimum, lebar maksimum efektif, lebar rata-
rata, shore line, shore line development index, luas permukaan, insolusity. Dimensi
bawah permukaan terdiri dari kedalaman maksimum, kedalaman relatif, kedalaman
rata-rata, kedalaman median, kedalaman kuartil, volume, dan perkembangan volume
danau (Hakanson 1981 in Hoerunnisa 2004). Nilai-nilai parameter morfometri yang
akurat/tetap dari sebuah danau jarang ditemukan karena kedalaman maupun luas
permukaan suatu perairan selalu berubah. Perubahan ini diantaranya dapat
disebabkan oleh perubahan iklim, peristiwa vulkanis, peristiwa geologis, erosi dan
sedimentasi (Wetzel 1983).
2.3. Sedimentasi Danau
Sedimen yang dihasilkan oleh proses erosi akan terbawa oleh aliran, dan
diendapkan pada suatu tempat yang kecepatannya melambat atau terhenti. Proses
ini dikenal dengan sedimentasi atau pengendapan. Sedimen hasil erosi terjadi
sebagai akibat proses pengolahan tanah yang tidak memenuhi kaidah-kaidah
konservasi pada daerah tangkapan air di bagian hulu. Kandungan sedimen pada
hampir semua sungai meningkat terus karena erosi dari tanah pertanian,
kehutanan, konstruksi, dan pertambangan.
Hasil sedimen (sediment yield) adalah besarnya sedimen yang berasal dari
erosi yang terjadi di daerah tangkapan air yang dapat diukur pada periode waktu
dan tempat tertentu. Hal ini biasanya diperoleh dari pengukuran padatan
tersuspensi di dalam perairan danau. Berdasarkan pada jenis dan ukuran partikel-
partikel tanah serta komposisi bahan, sedimen dapat dibagi atas beberapa
klasifikasi yaitu gravels (kerikil), medium sand (pasir), silt (lumpur), clay
(liat), dan dissolved material (bahan terlarut). Ukuran partikel memiliki
hubungan dengan kandungan bahan organik sedimen. Sedimen dengan ukuran
partikel halus memiliki kandungan bahan organik yang lebih tinggi
dibandingkan dengan sedimen dengan ukuran partikel yang lebih kasar.
8
Hal ini berhubungan dengan kondisi lingkungan yang tenang, sehingga
memungkinkan pengendapan sedimen lumpur yang diikuti oleh akumulasi bahan
organik ke dasar perairan. Pada sedimen kasar, kandungan bahan organik biasanya
rendah karena partikel yang halus tidak mengendap. Selain itu, tingginya kadar
bahan organik pada sedimen dengan ukuran butir lebih halus disebabkan oleh
adanya gaya kohesi (tarik menarik) antara partikel sedimen dengan partikel
mineral, pengikatan oleh partikel organik, dan pengikatan oleh sekresi lendir
organisme (Scribd 2010).
2.4. Siklus karbon
Siklus karbon adalah siklus biogeokimia dimana karbon dipertukarkan antara
biosfer, geosfer, hidrosfer, dan atmosfer Bumi. Dalam siklus ini terdapat empat
reservoir karbon utama yang dihubungkan oleh jalur pertukaran (lihat Gambar 3).
Reservoir-reservoir tersebut adalah atmosfer, biosfer teresterial (biasanya termasuk
pula freshwater system, dan material non-hayati organik seperti karbon tanah),
lautan termasuk karbon anorganik terlarut, biota laut hayati dan non-hayati, serta
sedimen termasuk bahan bakar fosil (Wikipedia 2009).
Gambar 3. Siklus karbon di alam. (www.wikipedia.com).
9
Siklus karbon ditunjukkan dalam gambar diatas. Sumber utama karbon di bumi
adalah atmosfer dan perairan, terutama lautan. Laut mengandung karbon lima puluh
kali lebih banyak daripada karbon di atmosfer. Perpindahan karbon dari atmosfer ke
laut terjadi melalui proses difusi. Karbon yang terdapat di laut cenderung mengatur
karbondioksida di atmosfer. Karbon yang terdapat di atmosfer dan perairan diubah
menjadi karbon organik melalui proses fotosintesis kemudian masuk kembali ke
atmosfer melalui proses respirasi dan dekomposisi yang merupakan proses biologis
makhluk hidup (Effendi 2003). Umumnya karbon menyusun 45 – 50 % dari
biomassa berat kering tumbuhan sehingga karbon dapat diduga dari setengah jumlah
biomassa (Brown & Gatot 1996 in Irawan 2009). Karbondioksida yang terdapat di
perairan berasal dari berbagai sumber yaitu:
a. Difusi dari atmosfer. Karbondioksida yang terdapat di atmosfer mengalami
difusi secara langsung ke dalam air.
b. Air hujan. Air hujan yang jatuh ke permukaan bumi secara teoritis memiliki
kandungan karbondioksida sebesar 0,55 – 0,60 mg/l, berasal dari
karbondioksida yang terdapat di atmosfer.
c. Air yang melewati tanah organik. Tanah organik (misal gambut) yang
mengalami dekomposisi mengandung relatif banyak karbondioksida sebagai
hasil proses dekomposisi. Karbondioksida hasil dekomposisi ini akan larut
ke dalam air dan akhirnya (sebagian) keluar dari sistem perairan.
d. Respirasi tumbuhan, hewan, dan bakteri aerob maupun anaerob. Respirasi
tumbuhan dan hewan mengeluarkan karbondioksida. Dekomposisi bahan
organik pada kondisi aerob menghasilkan karbondioksida sebagai salah satu
produk akhir. Demikian juga, dekomposisi anaerob karbohidrat pada bagian
dasar perairan akan menghasilkan karbondioksida sebagai produk akhir.
2.5. Biomassa
Biomassa merupakan jumlah total dari bahan organik yang dinyatakan dalam
berat kering oven dalam satuan ton per unit area (Brown 1997). Menurut Whitten et
al., (1984) in Irawan (2009) menyatakan bahwa biomassa adalah jumlah ton bobot
kering semua bagian tumbuhan hidup baik untuk seluruh atau sebagian tubuh
organisme, produksi atau komunitas dan dinyatakan dalam berat kering per satuan
10
luas (ton/ha). Biomassa dapat dibedakan dalam dua kategori yaitu biomassa
tumbuhan di atas permukaan tanah (above ground biomass), missal batang, ranting
daun dan biomassa di bawah permukaan tanah (below ground biomass) terdiri dari
perakaran (lihat Gambar 4).
Gambar 4. Bagian tanaman Seroja (Nelumbo nucifera): diatas permukaan tanah (above
ground biomass) dan di bawah permukaan tanah (below ground biomass).
2.6. Kualitas Air yang mendukung kehidupan tanaman air
Suatu organisme untuk dapat hidup dan tumbuh dengan baik memerlukan
kondisi lingkungan yang sesuai. Berikut ini beberapa parameter fisika dan kimia
yang mempengaruhi kondisi lingkungan hidup dan kehidupan berbagai organisme
perairan termasuk tanaman air.
1. Temperatur air
Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude), ketinggian
dari permukaan laut (altitude), waktu dalam suatu hari, penutupan awan, aliran serta
kedalaman dari badan air. Suhu yang terukur di perairan merupakan fungsi dari
intensitas energi panas yang merambat dalam air. Danau-danau di daerah tropis
jarang sekali mengalami stratifikasi karena keseimbangan antara pancaran sinar
matahari dan hujan berlangsung sepanjang tahun. Peningkatan suhu mengakibatkan
peningkatan reaksi kimia, evaporasi dan volatilisasi. Selain itu peningkatan suhu
menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air seperti gas-gas O2, CO2, N2, CH4
Di atas permukaan
tanah (above ground
biomass)
Di bawah permukaan
tanah (below ground
biomass)
Batang
Daun
akar
Bunga
Penampang
melintang batang
11
dan sebagainya (Goldman & Horne 1983). Suhu yang sangat rendah menyebabkan
proses biologi sangat lambat, dan jika sebaliknya akan menjadi hal yang sangat fatal
bagi kebanyakan organisme (Saeni 1989).
Hal tersebut menunjukkan bahwa suhu merupakan faktor pembatas utama
karena organisme akuatik sering kali memiliki toleransi suhu yang sempit
(McNaughton 1990). Menurut Slocum & Robinson (1996) in Naibaho (2004)
mengatakan bahwa suhu yang baik untuk pertumbuhan Seroja adalah 24o – 29
o C.
Kisaran rata-rata suhu di perairan tropis berkisar antara 21o – 35
o C sepanjang
tahunnya (Wetzel 1983). Boyd (1990) menyatakan bahwa di perairan tropis ikan
akan tumbuh dengan baik pada kisaran suhu 25o – 32
o C.
2. Kecerahan, kekeruhan dan warna air
Kecerahan air merupakan bagian cahaya yang diteruskan ke dalam air dan
dinyatakan dalam persen. Pengukuran dengan keping Secchi adalah cara yang
paling sederhana. Kedalaman yang dicapai dengan keping Secchi disebut sebagai
kedalaman Secchi. Pada kedalaman tersebut, intensitas cahaya matahari yang
sampai adalah sekitar sepuluh persen. Oleh karena itu dikatakan bahwa kedalaman
Secchi menunjukkan kecerahan sebesar sepuluh persen. Nilai kecerahan sangat
dipengaruhi oleh padatan tersuspensi, kekeruhan, partikel koloid, kepadatan
plankton, waktu pengukuran dan ketelitian orang yang melakukan penelitian
(Goldman & Horne 1983). Batas terbawah dari rata-rata kesetimbangan fotosintesis
yang positif terjadi pada kedalaman 1 % dari permukaan. Kedalaman 1 % ini dapat
diduga dengan rumus (Frey 1975 in Hoerunnisa 2004).
Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan
banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat di
dalam air. Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan organik dan anorganik yang
tersuspensi dan terlarut, maupun bahan organik dan anorganik berupa plankton dan
mikroorganisme lain (APHA 1976 in Watironna 2005).
Warna air mengacu pada warna yang terpaut dalam air yang dihasilkan oleh
zat dan bahan koloid dalam air. Warna air mempengaruhi penembusan cahaya
sehingga secara tak langsung menghambat pertumbuhan tumbuhan (Michael 1994).
Tingkat kesuburan perairan dapat dipengaruhi oleh nilai kecerahan. Menurut
12
Henderson & Markland (1986) tingkat kesuburan perairan dapat diklasifikasikan
yaitu : perairan dengan kecerahan > 6 m tergolong perairan oligotrofik, kecerahan 3
– 6 m tergolong perairan mesotrofik dan kecerahan < 3 m tergolong perairan
eutrofik.
3.Padatan tersuspensi total (TSS)
Padatan tersuspensi total adalah bahan-bahan tersuspensi (diameter > 1
µmeter) yang tertahan pada saringan Milliophore dengan pori-pori 0,45 mikrometer
(Effendi 2003). Padatan ini terdiri atas bahan organik dan anorganik. Bahan-bahan
tersuspensi tidak harus bersifat toksik akan tetapi jika berlebihan dapat
menyebabkan kekeruhan air kemudian pendangkalan pada badan air serta penurunan
kualitas air akibat penguraian (dekomposisi) jika yang terendapkan adalah mahluk
hidup seperti plankton atau organisme lainnya.
4.Daya Hantar Listrik
Daya hantar listrik menunjukkan kemampuan air untuk menghantarkan arus
listrik (APHA 2005). Kemampuan ini tergantung adanya ion-ion, total konsentrasi
ion-ion, bilangan valensi serta suhu pada saat pengukuran (APHA 2005). Pada
umumnya nilai DHL diatas 50 µmhos/cm akan mengakibatkan ikan air tawar mulai
mengalami tekanan fisiologis dan bila nilai DHL mencapai 1000 µmhos/cm atau
lebih maka ikan air tawar tidak dapat bertahan lagi (Wardoyo 1981 in Hoerunnisa
2004).
5.Derajat Keasaman (pH)
Tebutt (1992) menyatakan bahwa derajat keasaman menggambarkan
kosentrasi ion hidrogen yang terkandung dalam perairan. Nilai pH air akan
berpengaruh pada reaksi biokimia dalam air. pH mempunyai pengaruh yang besar
terhadap kehidupan organisme akuatik sehingga seringkali pH suatu perairan
digunakan sebagai petunjuk baik buruknya kualitas suatu perairan, nilai pH perairan
tawar berkisar antara 5-9 (Saeni 1989). pH air dapat mempengaruhi tersedianya
nutrien serta toksisitas dari unsur-unsur renik. Perairan yang bersifat asam lebih
banyak dibandingkan dengan perairan alkalis. Menurut Islami & Utomo in
13
Widaryanti (2002), pH yang baik untuk pertumbuhan tanaman ada pada kisaran pH
netral, akan menurun pada pH 4 ke bawah dan pH 9 ke atas.
6. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen, DO)
Oksigen terlarut dalam air dapat berasal dari hasil proses fotosintesa oleh
fitoplankton atau tanaman air lainnya dan difusi dari udara (Hariyadi et al., 1992).
Menurut Fardiaz (1992) oksigen yang tersedia di dalam air dimanfaatkan oleh
bakteri yang aktif menguraikan/dekomposisi bahan organik secara aerobik dan
akibatnya semakin tinggi kandungan bahan organik di air maka semakin berkurang
kosentrasi oksigen terlarut.
Kadar oksigen terlarut berfluktuasi secara harian dan musiman tergantung
pada percampuran dan pergerakan massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi dan air
limbah yang masuk ke badan air (Effendi 2003). Pada perairan tawar, nilai
kejenuhan (saturation) kadar oksigen terlarut berkisar antara 15 mg/l pada suhu 0o
C
dan 8 mg/l pada suhu 25o
C (McNeely et al., 1979 in Effendi 2003).
7. Kebutuhan Oksigen Biokimia (Biochemical Oxygen Demand, BOD)
Kebutuhan Oksigen Biokimiawi adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan
bakteri untuk menguraikan zat-zat organik yang ada dalam limbah selama waktu
tertentu pada suhu 20o
C (Alerts & Santika 1987). Prinsip penetapan BOD adalah
oksidasi zat organik dengan memanfaatkan oksigen terlarut dalam air oleh bakteri
aerob dalam waktu lima hari pada suhu inkubasi 20o
C tanpa cahaya (Boyd 1988 in
Effendi 2003).
Oksigen yang digunakan mikroorganisme ditentukan dengan mengukur
selisih oksigen terlarut dalam blanko dan contoh yang telah diinkubasi. BOD hanya
menggambarkan bahan organik yang dapat didekomposisi secara biologis. Bahan
organik ini dapat berupa lemak, protein, kanji, glukosa, aldehida, ester, dsb. Kondisi
yang harus dipenuhi dalam penetapan BOD adalah bebas bahan beracun sehingga
tidak mengganggu pertumbuhan dan kehidupan mikroorganisme, pH yang sesuai,
cukup hara yang diperlukan oleh mikroorganisme, suhu standar (20o
C), ada
mikroorganisme dalam jumlah yang cukup (Saeni 1989).
14
8. Kebutuhan Oksigen Kimia (Chemical Oxygen Demand, COD)
Menurut Effendi (2003) COD atau Kebutuhan Oksigen Kimia merupakan
jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara
kimiawi, baik yang dapat didegradasi secara biologi maupun yang sukar didegradasi
menjadi CO2 dan H2O. Berdasarkan kemampuan oksidasi, penentuan nilai COD
dianggap paling baik dalam menggambarkan keberadaan bahan organik baik yang
dapat didekomposisi secara biologis maupun yang tidak.
2.7. Tanaman Air
Tanaman air adalah tumbuhan yang beradaptasi terhadap keberadaan air
secara kontinyu atau toleran terhadap kondisi tanah berair untuk selama periode
waktu hidupnya (Yakup 1991). Dalam beberapa hal, tanaman air dianggap sebagai
pengganggu atau gulma karena dapat menimbulkan kerugian. Keberadaan gulma
yang berlimpah pada suatu waduk atau Situ, dapat menimbulkan dampak negatif
berupa gangguan terhadap pemanfaatan perairan secara optimal misalnya
mempercepat pendangkalan, menyumbat saluran irigasi, memperbesar kehilangan
air melalui proses evapotranspirasi (proses hilangnya air melalui permukaan air dan
tumbuhan), mempersulit transportasi perairan, dan menurunkan hasil perikanan
(Dhahiyat 1989).
Tanaman air biasanya disebut tanaman hydrophytic atau hydrophyte,
merupakan tanaman yang telah disesuaikan untuk tinggal di atau pada lingkungan
perairan. Berikut ini adalah karakteristik hydrophytes (www.wikipedia.com):
a. Kutikula tipis. Kutikula berfungsi untuk mengurangi kehilangan air.
Kebanyakan hidrofita tidak membutuhkan kutikula.
b. Stomata selalu membuka setiap saat karena jumlah air yang begitu banyak
dilingkungannya sehingga air tidak harus disimpan pada bagian/tubuh dari
tanaman air. Ini berarti sel pelindung dalam stomata tidak aktif.
c. Peningkatan jumlah stomata yang bisa ditemukan di kedua sisi daun.
d. Struktur tumbuhan yang tidak kaku yang disebabkan oleh tekanan air.
e. Daun yang datar berfungsi untuk mengapung di atas permukaan air.
f. Akar lebih kecil karena air dapat didifusikan secara langsung ke daun.
g. Akar berbulu, tidak dibutuhkan untuk mendukung tanaman air.
15
h. Mempunyai akar khusus yang dapat mengambil oksigen dari dalam kolom
perairan.
Adaptasi dari hidrofita antara lain (www.wikipedia.com) :
a. Tanaman air yang bersifat mengapung mempunyai rongga udara yang ada
diakar atau rongga udara yang lebih besar. Rongga udara itu biasanya
disebut dengan Aerenchyma yang berfungsi untuk membantu hidrofita
mengapung dan melakukan pertukaran gas serta mendapatkan cahaya
matahari. Dalam komunits kolam, tanaman air mengapung menerima sinar
matahari yang lebih banyak dibandingkan dengan tanaman air yang bersifat
tenggelam/sub-merged. Akan tetapi tanaman air mengapung juga harus
berkompetisi dengan tanaman yang sejenisnya dalam hal mendapatkan
cahaya matahari.
b. Tanaman air yang bersifat tenggelam sub-merged plant mempunyai
ruang/rongga udara dan jaringan untuk menjaga keseimbangan daun yang
akan selalu berada diatas permukaan kolom, untuk memaksimalkan jumlah
cahaya matahari yang diterima. Daunnya akan menerima kadar cahaya
matahari yang lebih rendah karena semakin dalam suatu perairan maka
tingkat penetrasi cahaya matahari juga akan semakin berkurang.
2.8. Cara tumbuh Tanaman air
Odum (1971) membagi cara hidup produsen (tanaman air) di zona litoral
menjadi 3 (tiga) zona:
a. Zona vegetasi tersembul, emerged plants, yaitu seluruh bagian tumbuhan
terapung dan daunnya muncul di permukaan. Contohnya Typha sp.
b. Zona vegetasi dengan akar menempel di dasar dan daunnya mengapung
(floating plants). Contohnya teratai (Nymphaea).
c. Zona vegetasi terendam, tumbuhan berakar yang seluruh atau sebagian besar
bagian tubuhnya terendam di dalam air (submerged plants). Contohnya
Ceratophylum, Hydrilla.
Untuk lebih jelasnya akan telihat pada Gambar 5 (www.epa.gov).
16
Gambar 5. Berbagai macam habitat tanaman air.
2.9. Pertumbuhan dan Reproduksi Tanaman air
Pertumbuhan tanaman merupakan suatu proses pertambahan jumlah dan
ukuran daun atau batang melalui fotosintesa. Fotosintesa adalah proses penyerapan
energi matahari oleh zat hijau daun dan digunakan secara bersama-sama dengan air
dan CO2 untuk pembentukkan gula sederhana dan oksigen. Gula tersebut kemudian
digunakan untuk proses pertumbuhan, pembentukkan selulosa dan hemiselulosa,
sedangkan sebagian lainnya disimpan sebagai cadangan energi bagi tumbuhan itu
sendiri (Rayburn 1993 in Naibaho 2004). Tanaman air mempunyai sifat
pertumbuhan dan regenerasi yang cepat. Berkembang biak dengan vegetatif.
Potongan-potongan vegetatif yang terbawa air akan terus berkembang, serta dapat
juga berkembang biak secara generatif yaitu perkawinan bunga jantan dan betina
(Dhahiyat 1989). Keberadaan makrofita di perairan terutama yang memiliki
produktivitas tinggi dapat memberikan permasalahan yang tidak diinginkan.
Pertumbuhan tanaman air yang lajunya pesat akan menjadi gulma dan
akhirnya dapat menimbulkan masalah terhadap ekosistem tersebut. Jika kecepatan
laju pertumbuhan tanaman air tersebut telah menutupi luas permukaan area
ekosistem tergenang lebih dari 25 %, maka tanaman air ini dapat dikategorikan
sebagai tanaman pengganggu (gulma air). Hal ini perlu segera ditanggulangi karena
berbagai kepentingan bertumpu pada keberadaan perairan tersebut (Helfrich 2000 in
Naibaho 2004).
17
2.10. Jenis-jenis Tanaman air
Soerjani et al., (1984) in Dhahiyat (1989) menyatakan bahwa terdapat 9
jenis tanaman air terpenting di Indonesia dan juga di Asia Tenggara, yaitu Eichornia
crassipes/eceng gondok, Salvinia molesta/kiambang, Scirpus grossus/bundung,
Najas indica/lumut siarang, Ceratophylum demersum, Nelumbo nucifera/ Seroja,
Panicum repens/lampuyangan, Potamogeton malaianus dan Mimosa pigra/kayu
duri. Uraian di bawah ini hanya akan membahas sifat botani dan ekologi Seroja,
karena hanya jenis ini yang dijumpai lokasi penelitian.
2.11. Botani dan Ekologi Seroja (Nelumbo nucifera)
Berdasarkan siklus hidupnya Seroja merupakan tanaman air yang bersifat
emerged plant yaitu mencuat ke permukaan, akarnya berada pada bagian dasar,
batang menopang daun dan bunga untuk sampai ke bagian permukaan perairan.
Tanaman Seroja tumbuh di bagian zona litoral danau. Zona litoral merupakan daerah
yang berada di tepi danau memiliki produktivitas yang tinggi karena daerah ini
mempunyai kedalaman yang dangkal dengan penetrasi cahaya sampai ke dasar
(Naibaho 2004).
Seroja merupakan salah satu organisme yang bersifat autotrof sehingga
memiliki peranan yang penting dalam ekosistem perairan tergenang. Fungsi Seroja
terhadap perairan tergenang (seperti Situ) yaitu menyumbangkan nilai produktivitas
perairan dan tempat tinggalnya organisme-organisme akuatik di perairan Situ untuk
berpijah dan mencari makan, selain itu fungsi Seroja lainnya adalah sebagai bahan
detritus. Ketika daun Seroja terurai maka daun Seroja akan menjadi serasah yang
akan dimanfaatkan oleh detritivor sebagai bahan makanan (Widaryanti 2001).
2.11.1. Klasifikasi Seroja
Nelumbo nucifera ( di Indonesia dikenal dengan nama Seroja) merupakan
suatu jenis tanaman air tahunan yang indah. Seroja tumbuh liar di perairan danau,
rawa, atau dapat ditanam sebagai tanaman hias di kolam (lihat Gambar 6). Menurut
Pancho & Soerjani (1978), klasifikasi tumbuhan Seroja yaitu:
18
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Proteales
Famili : Nelumbonaceae
Genus : Nelumbo
Spesies : Nelumbo nucifera
Gambar 6. Seroja. www.id.wikipedia.org.(2/12/2009).
Seroja atau lotus (Nelumbo nucifera Gaertn.) adalah spesies tanaman air
tahunan dari genus Nelumbo yang berasal dari India. Di Indonesia tanaman ini
sering kali disebut teratai (Nymphaea) walaupun sebenarnya keduanya tidak
berkerabat. Seroja memiliki tangkai bunga tegak dan bunganya tidak mengapung di
permukaan air, sebagaimana pada teratai. Seroja pernah dikenal dengan nama
binomial Nelumbium speciosum (Willd.) atau Nymphaea nelumbo. Tangkai
berbentuk tabung yang kosong di tengahnya untuk jalan lewat udara. Daun terdapat
di permukaan air, keluar dari tangkai yang berasal dari rimpang yang berada di
dalam lumpur pada dasar kolam, sungai, atau rawa. Daun Seroja ada dua macam,
yaitu berbentuk datar, mengapung tepat di permukaan dan yang berbentuk cekungan
tidak dalam, muncul keluar mencuat dari air di atas tangkai yang kaku serta berbintil
tegas jika airnya cukup dangkal. Tangkai daun Seroja memiliki panjang 75 – 150
cm dan bergetah putih susu. Helaian daun berbentuk bulat dan berukuran besar
dengan garis tengah sampai 60 cm. Bagian sisi atas daun dilapisi oleh zat lilin yang
19
berfungsi sebagai pelindung dari kekeringan saat kondisi cuaca yang buruk. Sisi
atas berwarna hijau kebiruan dan sisi bawahnya berwarna ungu. Daun Seroja
didukung oleh tangkai daun yang muncul dari akar rimpangnya. Tiap tangkai daun
menempel pada bagian daun tepat di bagian tengah, dan akan mendukung satu daun
Seroja saja (van Steins 1975 in Naibaho 2004; Sastrapradja & Bimantoro 1981).
Tinggi tanaman sekitar satu meter hingga satu setengah meter. Daun tumbuh
ke atas, tinggi di atas permukaan air. Daun berbentuk bundaran penuh tanpa
potongan, bergelombang di bagian tepi, dengan urat daun berkumpul ke tengah
daun. Bunga dengan diameter sampai 20 cm, berwarna putih bersih, kuning atau
merah jambu, keluar dari tangkai yang kuat menjulang di atas permukaan air.
Bunga mekar di bulan Juli hingga Agustus. Seroja ditanam di genangan atau di
kolam dan dapat menjadi liar di dataran rendah. Seroja dapat tumbuh dengan baik
pada temperatur perairan yang hangat (23,9o – 29,4
o C) dengan substrat yang
berlumpur. Dalam kondisi cahaya matahari yang sedikit, Seroja tidak akan
berbunga dan tangkai daun memanjang secara cepat mencapai beberapa cm per hari
(El-hamdani & Francko 1992 in Naibaho 2004). Menurut La-Ongsri (2008)
menyatakan bahwa laju pertumbuhan tanaman Seroja mulai dari benih/biji menjadi
tanaman dewasa membutuhkan waktu sekitar 2 bulan dengan ciri tanaman dewasa
yaitu mempunyai bunga yang sudah mekar.
2.11.2. Manfaat Seroja (Nelumbo nucifera)
Menurut La-Ongsri (2008) menyatakan bahwa ada 20 manfaat dari Seroja.
Pada pemanfaatan ini dibagi dalam 4 kategori (upacara keagamaan, makanan dan
minuman, obat-obatan, dan bermacam-macam lainnya), berikut ini adalah manfaat
dari tanaman Seroja yaitu (lihat Lampiran 6):
a. Ritual keagamaan
Bunga digunakan dalam upacara keagamaan dengan tujuan untuk penyembahan
sang Budha, bunga untuk pemujaan dipilih dengan tunas bunga memiliki panjang
berkisar antara 40—50 cm pada saat musim berbunga, sedangkan daun digunakan
untuk membungkus rambut yang telah di gunting sebelum upacara berlangsung
yakni ketika sang imam membacakan doa-doa untuk sang Budha, tujuan dari
pembungkusan rambut dengan daun Seroja karena daun Seroja merupakan lambang
20
dari kekuatan, kemurnian dan kebaikan, menurut ajaran Budha daun dan bunga
Seroja merupakan simbol dari kemakmuran dan kebaikan.
b. Makanan dan minuman
Akar rizoma dari Seroja biasanya digunakan sebagai sayuran dan biasa disebut
dengan pong bua, akar rizoma biasanya dimasak dengan cara disup sebagai bahan
sayuran untuk percampuran dengan daging dan tulang-tulang babi. Daun biasanya
digunakan sebagai sayuran, biasanya dimakan dengan cara langsung dimakan,
direbus terlebih dahulu atau dicampur dengan kari ikan dan minyak kelapa di dalam
sup. Daun bunga juga biasanya digunakan sebagai sayuran dan dimakan dengan
cara langsung dimakan dengan pasta saus udang dan sambal. Buah digunakan juga
sebagai sayuran sedangkan biji Seroja digunakan sebagai makanan penutup.
c. Obat-obatan
Sehelai daun biasanya digunakan sebagai rokok untuk menyembuhkan sinusitis
dan rhinitis sedangkan ekstrak dari daun digunakan sebagai teh untuk
menyembuhkan sakit tenggorokan. Kadang-kadang ramuan ini juga bisa dipakai
untuk menyembuhkan penyakit diabetes sedangkan benang sari dipakai untuk
penyembuhan alergi.
d. Bermacam-macam lainnya
Bubuk biji biasanya digunakan sebagai media tumbuh dari budidaya jamur.
Berikut ini adalah manfaat dari bagian-bagian tanaman Seroja yang dapat dilihat
pada Tabel 1:
Tabel 1. Manfaat dari bagian-bagian tanaman Seroja (La-Ongsri 2008).
Kategori Bagian yang digunakan Manfaat
Ritual keagamaaan Bunga dan daun Ritual keagamaan
(Upacara) dan melindungi
rumah dari bencana
Makanan Akar rizoma, stolon, buah,
biji, benih, bunga daun dan
daun
Makanan (sebagai sayuran
dan dessert)
21
Tabel 1 (Lanjutan).
Obat-obatan Stolon, benih, biji, benang
sari, daun, batang, Alergi, demam, sinusitis
dan rhinitis
Bermacam-macam lainnya Daun, biji, daun bunga Pembungkus makanan,
pembungkus rokok,
dekorasi, media tumbuh
jamur
Ganesapillai et al., (2007) in Ramesh dan Srikumar (2008) menyatakan
bahwa ekstraksi senyawa alkohol dalam tanaman Seroja terutama bagian daunnya
dapat dijadikan sebagai bahan campuran untuk biodiesel. Hasil penelitiannya
mengemukakan bahwa dari bagian daun Seroja mengandung senyawa Trigliserida.
Hasil ini dipilih untuk produksi biodiesel dan studi optimisasi dimana asam lemak
dari golongan metil dan ester dihasilkan dari proses transesterification. Dari 40 gr
berat trigliserida dari sampel daun Seroja telah ditemukan 24,15 gr (60,37 %)
senyawa asam lemak dari golongan methyl ester. Kadar maksimum dari proses
transesterification ini adalah sebesar 26,34 gr (65,85 %). Proses transesterification
ini membutuhkan 3 mol alkohol untuk setiap mol trigliserida untuk menghasilkan 1
mol gliserol dan mol metil ester. Tanaman air (Seroja) termasuk jenis sumberdaya
alam yang dapat menjanjikan dalam hal produksi biodiesel karena ketersediaannya
di alam sangat melimpah dan mudah dalam hal ekstraksi lemak dan asam lemak.
22
3. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Situ Burung pada musim hujan, yaitu pada akhir
bulan November 2009 hingga awal bulan Januari 2010. Peta lokasi penelitian dapat
dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Situ burung dan Lokasi stasiun pengamatan. Sumber peta
(www.maps.google.com ; Surfer 8.0).
Penelitian di Situ Burung mencakup tiga aspek yaitu: (a) morfometri Situ (b)
kualitas fisika dan kimia air Situ, serta (c) biomassa tanaman air berikut estimasi
kandungan karbon di dalamnya.
23
3.2. Alat dan Bahan
Alat-alat dan bahan-bahan yang digunakan untuk penelitian morfometri Situ,
kualitas air dan biomassa tanaman air tercantum pada Tabel 2.
Tabel 2. Alat-alat dan bahan dalam penelitian di Situ burung.
No Parameter Alat Bahan
I. Morfometri
Pemetaan dimesni
permukaan
GPS
Peta dasar, citra landsat,
Kertas grafik
Pengukuran dimensi
bawah permukaan
Tali dengan pemberat untuk mengukur
kedalaman
II. Kualitas Air Pengambilan contoh air menggunakan Van
dorn water sampler
Fisika *)
1 Warna Visual
2 Kecerahan (m) Secchi disk
3 Temperatur (ºC) thermometer
4 TSS (mg/l) vacuum pump, dessikator, timbangan Kertas filter millipore,
5 TDS (mg/l) Spektofotometri
6 DHL (µmhos/cm) SCT meter
Kimia *)
1 DO (mg/l) Botol BOD, gelas ukur, erlenmeyer, pipet dan
syringe (sebagai pengganti buret)
Sulfamic acid, MnSO4,
NaOH+KI, H2SO4 pekat,
Na2S2O3, amylum
2 BOD (mg/l) Botol BOD, gelas ukur, erlenmeyer, buret,
plastik hitam, inkubator
s.d.a
3 COD (mg/l) Titrasi/“Heat of dilution Procedure” HCl, K2Cr2O7, H2SO4, FAS
4 pH pH Stick
III.Biomasa &
Kandungan Karbon
Seroja (Nelumbo
nucifera)
1 Berat basah Alat timbang
2 Berat Kering Oven dan alat timbang
3 Nilai % karbon organik Potassium dichromate
(K2Cr2O7), dan HCL.
*) pengukuran parameter Fisika dan Kimia mengacu pada Haryadi et al., (1992)
24
3.3 Metode Pengambilan Contoh
3.3.1. Morfometri
Pemetaan Situ Burung dilakukan dengan mengelilingi garis pantai Situ
tersebut (dengan berjalan kaki) disertai dengan pengukuran bentuk garis pantai
menggunakan alat GPS (Global Positioning System). Setelah bentuk garis pantai
Situ Burung diukur, selanjutnya dilakukan pengukuran kontur kedalaman dengan
menggunakan alat berupa tali berskala dan dilakukan secara sistematis/ dengan
sistem grid kotak-kotak di atas sampan. Pengambilan data dimensi permukaan yaitu
pada tanggal 25 November 2009 dan pengambilan data dimensi bawah permukaan
yaitu pada tanggal 5 Desember 2009.
3.3.2. Kualitas air
Lokasi/stasiun pengukuran kualitas air berada di inlet, tengah dan outlet dari
aliran Situ Burung. Air contoh diambil pada tanggal 12 Desember 2009 antara pukul
09.00 WIB hingga pukul 11.30 WIB, di empat buah stasiun (lihat Gambar 7).
Pengambilan air contoh dilakukan pada masing-masing stasiun pengamatan secara
vertikal yaitu pada bagian permukaan dan dekat dasar perairan. Titik koordinat
stasiun pengamatan air contoh (stasiun 1 ditengah, stasiun 2 dekat dengan outlet,
stasiun 3 di tengah dan stasiun 4 dekat dengan inlet) sebagai berikut:
Stasiun 1: 106o43’55.90” BT dan 6
o32’46” LS.
Stasiun 2: 106o44’2.40” BT dan 6
o32’50.60” LS.
Stasiun 3: 106o43’59.50” BT dan 6
o32’51.18” LS.
Stasiun 4: 106o43’57” BT dan 6
o32’49.63” LS.
3.3.3. Tanaman air
Pada pengamatan tanggal 5 Januari 2010, diambil sampel Seroja sebanyak 12
sampel dari 2 stasiun pengamatan. Pengukuran Seroja meliputi panjang batang,
diameter daun (lihat Gambar 8), dan berat basah setiap sampel. Setelah itu, sampel
dianalisis untuk mengetahui berat kering dan kadar C- organiknya. Pada analisis
berat kering dan kadar air, sampel dikeringkan dengan menggunakan oven. Proses
pengovenan dilakukan selama satu hari dengan suhu 75oC dan setiap 4 jam diukur
25
berat keringnya, untuk melihat kestabilan dari berat kering dari setiap sampel Seroja.
setelah berat sampel itu stabil pada 4 jam berikutnya, maka dapat dinyatakan hasil
itu sebagai data berat kering. Setelah mendapatkan data berat kering dan kadar air,
sampel tersebut kemudian dibawa ke pusat laboratorium tanah untuk mengetahui
kandungan C-organiknya.
Pengukuran berat basah
Pengukuran biomassa berat basah tanaman air pada setiap stasiun dilakukan
dengan menimbang berat basah seluruh tanaman tersebut. Sebelum penimbangan
berat basah, setiap perakaran tanaman air dibilas air bersih sampai tanah yang
melekat diperakaran hilang. Selanjutnya tanaman dengan perakaran yang sudah
bersih ini ditiriskan di udara terbuka hingga air di bagian luar tubuhnya (external
water) hilang. Penirisan ini dilakukan selama 3-5 menit sampai air tidak menetes
lagi. Selain mengukur berat basah keseluruhan tubuh tanaman air tersebut,
pengukuran berat basah terhadap bagian-bagian tanaman (akar, batang dan daun)
juga dilakukan:
Pengukuran berat kering
Selanjutnya masing-masing bagian tanaman yang telah diukur berat basahnya,
ditentukan berat keringnya dengan cara di oven pada suhu 70oC (Losidan Sicama
2002) selama 18 jam (hingga tercapai berat kering yang stabil).
Kandungan karbon pada Seroja dan di Situ Burung
Untuk mengetahui kandungan karbon organik pada tanaman air Seroja
digunakan nilai karbon organik antara 36,53 % – 50,12 % atau dengan rata-rata
sebesar 45,06%, sehingga untuk menentukkan nilai simpanan karbon dalam satu
tanaman Seroja dapat ditentukkan sebagai berikut:
Keterangan
Gr C/sampel : berat C yang terkandung pada bagian batang atau daun Seroja.
% C organik : 43,79 % untuk batang dan 46,33 % untuk daun.
BK : berat kering yang ada pada bagian batang atau daun Seroja.
26
Sedangkan untuk menghitung stok karbon di Situ Burung dapat dihitung dengan
rumus sebagai berikut:
Keterangan:
C :Total karbon yang terkandung pada seluruh tanaman air Seroja (grC)
di Situ Burung.
% C-organik : 45,06 %.
Yn : Total berat kering seluruh tanaman air Seroja (gr) di Situ Burung.
Kuantifikasi penyimpanan CO2 di dalam tubuh Seroja diperoleh dengan
mengkonversi nilai karbon yang terkandung dalam tanaman menjadi setara karbon
dioksida (CO2 equivalent) yaitu dengan rumus sebagai berikut (Basuki 2004):
CO2 = 44/12 X C
Dimana:
44 adalah berat molekul CO2 (grCO2).
12 adalah berat atom C (grC).
Gambar 8. Bagian tanaman air Seroja (Nelumbo nucifera) untuk analisis biomasa
total.
Daun
Bunga
Batang
27
Kandungan Air
Menurut Haygreen & Bowyer (1989) in Irawan (2009), kadar air dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
%KA : persentase kadar air.
BBc : berat basah contoh (gr).
BKc : berat kering contoh (gr).
3.4. Analisis Data
3.4.1. Perhitungan Morfometri Danau
Analisa-analisa limnologi suatu danau sering memerlukan pengetahuan atau
data-data morfometri secara detail. Parameter-parameter morfometri biasanya
diperlukan untuk menilai ada tidaknya erosi danau, menghitung beban atau total
kandungan unsur hara, massa bahan-bahan kimia, kandungan panas, stabilitas panas
dan beberapa indeks tingkat kesuburan perairan. Morfometri yaitu suatu metoda
pengukuran dan analisa secara kuantitatif dimensi-dimensi fisik suatu badan perairan
misalnya danau. Untuk menggambar peta permukaan dan dibawah permukaan
menggunakan software surfer 8.0. Aspek morfometri danau dibedakan atas
dimensi-dimensi permukaan (surface dimensions) dan dimensi-dimensi bawah
permukaan (subsurface dimensions) (Haryadi et al., 1997). Ukuran-ukuran yang
termasuk dimensi permukaan antara lain:
1. Panjang maksimum (Maximum length=Lmax) merupakan jarak antara dua
titik terjauh pada tepi suatu danau.
2. Panjang maksimum efektif (Maximum effective length = Le) merupakan
panjang permukaan danau maksimum tanpa melintasi suatu pulau atau
daratan yang mungkin teradapat di danau.
3. Lebar maksimum (Maximum width = Wmax) merupakan jarak maksimum dua
titik terjauh pada permukaan tepi danau yang ditarik secara tegak lurus
terhadap panjang maksimum (Lmax).
28
4. Lebar rata-rata (Mean Width = W) merupakan rasio antara luas permukaan
danau (Ao) dengan panjang maksimum (Lmax) yang dinyatakan dalam rumus.
5. Lebar maksimum efektif (Maximum effective width = We) merupakan lebar
maksimum danau tanpa melintasi pulau atau daratan yang mungkin terdapat
di danau dan ditarik tegak lurus terhadap Le.
6. Luas permukaan (Surface area = Ao) merupakan luas wilayah permukaan
danau yang tertutup oleh air. Nilainya bervariasi tergantung musim.
7. Panjang garis keliling pantai (Shore line =SL) pengukuran dimensi ini dapat
dilakukan dari peta yang telah tersedia dengan memperhatikan skalanya.
8. Indeks perkembangan garis pantai (Shore line development index = SDI)
dimensi ini digunakan untuk mencerminkan bentuk keteraturan danau. Nilai
SDI dirumuskan sebagai berikut:
Kriteria:
a) SDI mendekati 1 : Danau berbentuk lingkaran teratur.
b) 1<SDI<2 : Danau berbentuk subsircular atau elips.
c) SDI>2 : Danau berbentuk tidak beraturan.
9. Insolusity (In) merupakan luas total dari pulau-pulau daratan yang ada di
tengah danau terhadap luas total permukaan danau.
10. Ketinggian dari permukaan laut dan kedalaman kriptodesi.
Sedangkan untuk ukuran-ukuran yang termasuk dimensi bawah permukaan antara
lain:
1. Kedalaman Maksimum (Zm) merupakan kedalaman suatu danau pada titik
terdalam.
2. Kedalaman relatif (Zr) penentuan kedalaman relatif untuk menggambarkan
tingkat stabilitas stratifikasi atau kemantapan pelapisan massa air danau,
dinyatakan dalam rumus:
29
3. Kedalaman rata-rata (z) lebih bersifat informatif daripada kedalaman
maksimum.
4. Kemiringan rata-rata (s) dapat menggambarkan luas atau tidaknya daerah
yang berair dangkal, yang akhirnya mempengaruhi nilai kekeruhan,
kedalaman penetrasi cahaya, kelimpahan biota. Perhitungannya adalah
sebagai berikut:
Keterangan:
S: Kemiringan rata-rata (%).
L: Panjang garis keliling dari masing-masing kontur (m).
n : Jumlah kontur pada peta batimetri.
Zm : Kedalaman maksimum (m).
Ao : Luas permukaan air (m2).
5. Volume total air danau (V) didasarkan pada asumsi bahwa umumnya danau
berbentuk sebagai kerucut terpancung dan volume totalnya merupakan dari
volume air pada masing-masing strata.
Keterangan:
V1, V2 : Volume total air pada strata 1, 2, …dst (m3).
h1 : Kedalaman atau interval atau kontur (m).
A1, A2 : Luas kumulatif strata 1, 2, … dst (m).
n : Jumlah kontur.
6. Perkembangan volume danau (VD) merupakan ukuran atau nilai yang
digunakan untuk menggambarkan bentuk dasar danau secara umum.
30
Perairan yang landai biasanya memiliki luasan daerah litoral yang lebih besar
yang biasanya memiliki produktivitas yang tinggi.
Keterangan:
Ao : luas permukaan air danau (m2).
Z : Kedalaman rata-rata (m).
Zm
: Kedalaman maksimum (m).
3.4.2. Penentuan biomassa tanaman Seroja melalui pendekatan persamaan
alometrik
Allometrik dapat didefinisikan sebagai suatu studi yang mengindikasikan
adanya hubunganantara salah satu atau lebih dimensi bagian-bagian tubuh
organisme dengan pertumbuhan atau ukuran dari keseluruhan organisme. Dalam
studi biomassa Seroja persamaan allometrik digunakan untuk mengetahui hubungan
antara diameter, daun dan panjang batang dengan berat kering Seroja secara
keseluruhan. Persamaan allometrik ini dibuat untuk mengestimasi berat kering
Seroja. Berikut ini adalah penyajian dari persamaan allometrik dinyatakan dengan
persamaan umum (Sutaryo 2009):
Y = a + bX
Dalam hal ini, Y mewakili ukuran yang diprediksi (yaitu biomassa berat kering
tanaman Seroja), X adalah bagian yang diukur (daun dan batang), b merupakan
slope/kemiringan atau koefisien regresi dan a merupakan nilai perpotongan dengan
sumbu vertikal (Y). Untuk mencari nilai a dan b dalam persamaan liner di atas
digunakan metode kuadrat terkecil (least square). Rumus yang digunakan adalah
sebagai berikut :
31
Bentuk persamaan Y = a + bX, kemudian ditransformasikan ke dalam bentuk
logaritma menjadi log(Y) = log(a) + b[log(X)]. Jika diperhatikan, persamaan log(Y)
= log(a) + b[log(X)] adalah identik dengan persamaan Y = a + bX. Dengan
demikian setelah melalui transformasi, untuk mencari nilai log (a) dan b juga dapat
dilakukan dengan menggunakan metode kuadrat terkecil (least square). Berikut ini
adalah tahapan yang dilakukan untuk menentukan persamaan alometrik yaitu :
1. Memilih sampel tanaman air yang akan diukur diameter daun dan
panjang batang sebagai data (X), dalam penelitian ini diambil unit sampel
berjumlah n ≥ 10.
2. Kemudian mengukur berat kering dari sampel tanaman air (Y) yang
sebelumnya telah diukur panjang batang dan diameter daun.
3. Setelah itu dicari nilai a dan b dari rumusan metode kuadrat terkecil atau
dapat dilakukan regresi terhadap nilai X dan Y yang telah didefinisikan
diatas. Sebagai catatan jika data belum menyebar normal harus
dilakukan konversi data dalam bentuk logaritmik.
4. Setelah diperoleh nilai a dan b tersebut, maka dapat dibentuk persamaan
allometrik secara umum Y = a + bX atau dapat juga dituliskan dalam
bentuk pangkat Y = a X b
.
32
4. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1. Perairan Situ Burung
Situ merupakan suatu wadah genangan air di atas permukaan seperti danau
yang terbentuk secara alami atau buatan yang airnya berasal dari air tanah atau
permukaan. Situ merupakan istilah yang digunakan oleh masyarakat Jawa Barat
untuk menyebut danau yang berukuran relatif kecil dan dangkal. Secara
adminisratif, Situ Burung terletak di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga,
Kabupaten Bogor. Secara geografis Situ ini terletak di koordinat 106o44
’3.3
” BT dan
06o32
’55.8
” LS. Adapun batas-batas wilayah dari Situ Burung adalah
Utara : Kawasan pertanian dan pemukiman penduduk.
Barat : Kawasan pertanian, pemukiman penduduk dan ICDF (Indonesia China
Development Farm).
Timur : Kawasan pemukiman penduduk.
Selatan : Kawasan pemukiman dan Kampus IPB Dramaga.
Situ ini dikelilingi oleh jalan beraspal di sebelah selatan dan areal pertanian
serta pepohonan di sisi lainnya. Lokasi pemukiman penduduk cukup jauh dari Situ
dan dibatasi oleh areal pertanian. Situ Burung merupakan Situ buatan yang terletak
± 8 km dari kota Bogor ke arah barat, dengan ketinggian 210 m dari pemukaan laut.
Pengelolaannya di bawah Dinas Pekerjaan Umum (PU) ranting Ciampea. Situ
Burung saat ini tengah mengalami penurunan fungsi yang disebabkan oleh:
a) Berkurangnya volume air dalam Situ karena kurangnya suplai air atau
sumber air.
b) Kurangnya pemeliharaan terhadap Situ, akibatnya populasi tanaman air
seperti Seroja (Nelumbo nucifera) tidak terkendali.
c) Status pemilikan yang tidak jelas merangsang penggunaan tanah pada areal
tepi Situ yang dikonversi menjadi lahan pertanian.
d) Batas-batas Situ yang tidak jelas sehingga sulit dalam pengendalian dan
pengelolaannya jika terjadi perambahan oleh masyarakat.
e) Perubahan catchment area di sekitar Situ (Bapeda Provinsi Jawa Barat
1986).
33
Luas Situ burung adalah 4,05 Ha, dengan Kedalaman rata-rata 2,38 m dan
memiliki kedalaman maksimum 4,98 m. Bentuk garis tepi yang tidak beraturan dan
cukup berbelok-belok. Sumber air Situ Burung adalah air buangan dari Situ
panjang, air hujan dan mata air. Di sekitar Situ tidak dijumpai adanya sungai yang
dapat menyuplai air ke dalam Situ. Kegunaan utama dari Situ ini adalah untuk
pengairan sistem irigasi pertanian, areal pertanian tersebut mencakup luasan 40 ha,
kegunaan lain dari Situ Burung adalah untuk area pemancingan, rekreasi oleh
masyarakat sekitar, penangkapan ikan dengan menggunakan jala.
Situ Burung saat ini tidak/ belum dijadikan lokasi tempat pembuangan
limbah domestik karena letak Situ yang cukup jauh dari pemukiman. Situ ini telah
mengalami perkembangan kondisi melalui beberapa kali perbaikan. Kegiatan
perbaikan tersebut dilakukan oleh Kimpraswil Pusat pada tahun 2002 dan
Perlengkapan PSDA pada tahun 2003. Bentuk perbaikan yang dilakukan antara lain
pengerukan dasar Situ dan pembersihan Situ dari tanaman air seperti Seroja
(Nelumbo nucifera). Untuk menekan laju pertumbuhan dari vegetasi air ini maka
untuk beberapa bulan sekali vegetasi ini dipanen oleh pihak PSDA Bogor.
4.2. Vegetasi Tanaman Air Situ Burung
Situ Burung telah mengalami perkembangan kondisi melalui beberapa kali
perbaikan. Kegiatan perbaikan tersebut dilakukan oleh Kimpraswil pusat pada tahun
2002 dan bagian perlengkapan PSDA pada tahun 2003. Seroja merupakan salah
satu vegetasi litoral yang tumbuh diperairan tawar yang tergenang seperti danau,
kolam dan Situ. Pada perairan Situ Burung, Seroja tumbuh dan tersebar hampir di
seluruh tepian Situ. Seroja yang ditemukan di Situ Burung adalah jenis Seroja
berbunga merah jambu dengan pangkal berwarna putih dan merupakan Seroja
berbunga tunggal. Seroja dengan daun yang mencuat berada di zona litoral yang
lebih dangkal sedangkan pada kolom air yang makin dalam, Seroja yang ditemukan
adalah berdaun terapung. Kepadatannya juga semakin menurun sesuai dengan
kedalaman Situ.
34
4.3. Organisme yang dapat Ditemukan di Situ Burung
Jenis ikan yang ada dalam Situ adalah jenisi ikan nila (Oreochromis niloticus),
ikan mujair (Oreochromis mosambicus), ikan mas (Cyprinus carpio), ikan paray
(Rasbora sp), ikan tawes (Puntius javanicus), dan ikan lele (Clarias batracus). Ikan
lele merupakan ikan hasil introduksi yang ditebar oleh pihak ICDF, pada bulan juli
tahun 2009 pihak ICDF telah menebar beberapa spesies ikan dengan padat tebar
sekitar 2 kuintal, tidak hanya itu pihak ICDF juga telah melepaskan beberapa spesies
reptil (kuya/kura-kura), dan amphibi (Rana sp/kodok) (Komunikasi pribadi 2010).
35
5. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Morfometri Situ Burung
Pada Tabel 3 diperlihatkan hasil pengukuran dimensi permukaan (surface
dimension) dan bawah permukaan (subsurface dimension) dari Situ Burung pada
musim hujan, sedangkan Gambar 9 memperlihatkan peta batimetri Situ Burung pada
musim hujan. Pada bagian selatan situ ini (lihat Gambar 12) dijumpai tanaman air
Seroja yang berlimpah, hingga menutupi sekitar 0,46 Ha permukaan air Situ.
Keberadaan tanaman air di bagian ini, dari pengamatan secara visual, cenderung
menyebabkan terjadinya pendangkalan Situ.
Gambar 9. Peta Situ Burung pada musim hujan (www.map.google.com ; surfer 8.0)
36
Tabel 3. Dimensi Morfometri Situ Burung pada musim Hujan
Parameter Nilai
A. Dimensi Permukaan
*Luas Permukaan (Ao) 4,05 ha
Panjang garis tepi pantai (SL) 1291,75 m
SDI 1,81
Panjang maksimum (Lmax) 247,85 m
Panjang maksimum efektif (Le) Idem
Lebar maksimum (Wmax) 203,74 m
Lebar maksimum efektif (We) Idem
Lebar rata-rata (w) 163,41 m
B. Dimensi bawah Permukaan
Kedalaman Maksimum (Zmax) 4,98 m
Kedalaman rata-rata (Z) 2,38 m
Kedalaman relative (Zr) 2,19 %
Kemiringan rata-rata (s) 9,33 %
*Volume total air (Vtotal) 96427,86 m3
Perkembangan volume Situ (VD) 1,43
*) Untuk mendapatkan nilai dari dua parameter ini dapat dilihat pada Lampiran 1.
Berdasarkan analisis peta bathimetri, diketahui nilai-nilai dimensi permukaan
dan bawah permukaan perairan Situ Burung yang bisa dilihat pada Tabel 3. Situ
burung memiliki luas permukaan air (Ao) ± 4,05 ha dengan panjang garis tepi (SL)
sebesar 1.291,75 meter. Nilai garis tepi ini akan terus mengalami perubahan yang
disebabkan oleh erosi karena air hujan, masuknya air yang membawa partikel
lumpur dan terakumulasinya limbah pertanian seperti pupuk dapat berpengaruh
terhadap proses pendangkalan. Welch (1952) in Hoerunnisa (2004) menyatakan
semakin panjang garis pantai maka kesempatan untuk berhubungan dengan daratan
akan semakin besar dan hal ini akan berpotensi meningkatkan produktivitas
perairan.
Nilai indeks perkembangan garis tepi (SDI) Situ burung sebesar 1,81 meter.
Menurut Wetzel (1983), nilai ini menunjukkan bentuk Situ adalah lonjong (subcircle
atau elipsc). Semakin besar nilainya maka bentuk danau semakin tidak beraturan dan
diduga perairannya memiliki potensi produktivitas yang tinggi karena hubungan
antara daratan semakin besar sehingga masuknya bahan organik ke dalam perairan
semakin tinggi.
37
Panjang maksimum merupakan jarak antara dua titik terjauh pada permukaan
tepi suatu danau (Hakanson 1981 in Hoerunnisa, 2004 ). Pada perairan Situ Burung
panjang maksimumnya (Lm) sebesar 247,85 meter, karena di dalam Situ Burung
tidak terdapat pulau maka panjang maksimum efektif (Le) sama dengan panjang
maksimumnya (Lm) yaitu sebesar 247,85 meter. Lebar maksimum (Wm) pada Situ
Burung sebesar 203,74 meter, karena di dalam Situ Burung tidak terdapat pulau
maka lebar maksimum efektif (We) sama dengan lebar maksimumnya (Wm) yaitu
sebesar 203,74 meter. Sedangkan untuk lebar rata-rata perairan (W) Situ Burung
sebesar 163,41 meter. Panjang maksimum dan lebar maksimum suatu danau dapat
mempengaruhi besar kecilnya wilayah perairan yang dapat berhubungan dengan
udara atau angin. Hal ini berpengaruh pada peningkatan difusi oksigen dari udara
serta sebaran organisme di permukaan perairan. Sehingga pengadukan massa air di
Situ Burung diduga besar karena pergerakan angin tidak terhambat oleh pulau atau
daratan yang ada di tengah perairan.
Berdasarkan tabel diatas perairan Situ Burung memiliki kedalaman
maksimum (Zm) sebesar 4,98 meter dengan kedalaman rata-rata (Z) sebesar 2,38
meter. Untuk kedalaman relatifnya (Zr) perairan Situ burung memilki nilai sebesar
2,19 %. Dengan menggunakan kriteria Zr menurut Hakanson (1981) in Hoerunnisa
(2004), nilai ini akan menggambarkan tingkat stabilitas stratifikasinya tinggi (Zr > 2
%). Hal ini menunjukkan bahwa perairan ini tidak mudah mengalami proses
pengadukan massa air oleh angin sehingga lapisan permukaan perairan sampai ke
dasar perairan cenderung heterogen dan nutrien dari hasil dekomposisi hanya ada
pada lapisan dasar (profundal) dan hanya dapat dimanfaatkan oleh organisme yang
berada di dasar perairan saja seperti dekomposer. Untuk nilai volume total air
perairan Situ Burung diperoleh sebesar 96.427,86 m3, volume ini akan mengalami
perubahan akibat pengaruh musim, evaporasi, presipitasi, run-off dan sedimentasi.
Nilai perkembangan volume danau (VD) Situ Burung adalah 1,43. Menurut Cole
(1983) nilai VD > 1 menunjukkan bahwa bentuk dasar Situ memiliki bentuk seperti
kaldera. Perkembangan volume danau dapat menggambarkan kelandaian tepi
perairan, perairan yang landai biasanya memiliki luasan daerah litoral yang besar
yang biasanya memiliki produktivitas yang tinggi (Hakanson 1981 in Hoerunnisa
2004).
38
5.2. Kualitas Perairan
Tabel 4. Parameter Fisika Kimia Perairan: Sumber PP No.82 tahun 2001 kelas 2 dan Data primer, 2010 (diolah)
No
Parameter
Satuan
Baku mutu
Kelas 2, 3,
4
Stasiun
1 2 3 4
Permukaan
(40 cm)
Kolom
(150 cm)
Permukaan
(40 cm)
Kolom
(150 cm)
Permukaan
(40 cm)
Kolom
(100 cm)
Permukaan
(40 cm)
Kolom
(120 cm)
I Fisika
1 Warna (Visual) Tidak
tercantum
Hijau Hijau Hijau Hijau
2 Kekeruhan NTU Tidak
tercantum
7,50 10 8,30 8.50 9 13 11 16
3 Suhu ºC ±3 29 28 29,50 28 29,50 28,50 29,50 28
4 TSS mg/l 400 4 8 2 2 2 18 2 20
5 TDS mg/l 1000 40,60 42,40 39,80 43,50 40,30 42,70 41,60 41,70
6 DHL µmhos/cm Tidak
tercantum
81 85,50 79,70 85,30 80,60 85,20 83,10 83,30
7 Kecerahan Persen (%) 23,08 25 11,76 25
II Kimia
1 DO mg/l 4 7,35 5,37 7,35 5,47 7,16 5,28 7,54 5,37
2 BOD mg/l 3 – 12 3,64 4,52 2,07 3,77 2,64 5,09 2,26 3,96
3 pH 6 s/d 9 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00
4 COD mg/l 25 – 100 44,88 87,72 83,64 73,44 65,28 75,48 73,44 69,36
1 Kedalaman Cm 280
300
160
210
*catatan: nilai pH yang seragam diduga karena pada waktu pengukuran menggunakan pH stick karena pH stick memiliki sensitivitas yang rendah.
39
5.2.1. Parameter Fisika Perairan
1. Suhu
Berdasarkan pengukuran di delapan titik pengamatan yaitu di stasiun satu, dua, tiga
dan empat yang terdiri dari dua titik pengamatan, yakni bagian permukaan dan kolom
perairan, maka diketahui suhu perairan Situ burung berkisar antara 29o – 29.5
o C untuk
bagian permukaan dan 28o
– 28.5o C untuk bagian kolom perairan Situ Burung. Pengukuran
suhu dilakukan pada pukul 09.30 – 11.30 WIB pada tanggal 12 Desember 2009. Berdasarkan
PP No. 82 Tahun 2001 untuk kelas III (lihat Lampiran 2), suhu perairan Situ Burung masih
dalam kisaran yang layak untuk kepentingan pemeliharaan ikan air tawar, irigasi pertanian
dan kegiatan pertanian (deviasinya masih dalam kisaran ±3oC), sedangkan menurut Boyd
(1990); Slocum & Robinson, 1996 in Naibaho (2004) kisaran suhu tersebut, selain masih
layak bagi kehidupan ikan juga layak bagi pertumbuhan Seroja di Situ Burung.
2. Warna
Berdasarkan pengamatan pada tanggal 12 Desember 2009, perairan Situ burung
memiliki warna perairan hijau kecoklatan. Warna perairan disebabkan oleh bahan organik
dan bahan anorganik, keberadaan plankton, humus dan ion-ion logam seperti besi dan
mangan serta bahan-bahan lain yang dapat menimbulkan warna pada perairan (Effendi,
2003). Pengamatan warna perairan Situ burung dilakukan secara visual melalui indra
penglihatan. Menurut Peavy et al., (1985) in Effendi (2003) oksida mangan menyebabkan air
berwarna kecoklatan atau kehitaman, serta bahan-bahan organik misalnya tannin, lignin dan
asam humus yang berasal dari dekomposisi tumbuhan yang telah mati menimbulkan warna
perairan menjadi kecoklatan. Berdasarkan data tersebut, dapat dinyatakan bahwa perairan
Situ Burung memiliki warna perairan hijau kecoklatan.
40
3. Kecerahan, Kekeruhan dan Kedalaman
Nilai kecerahan hasil pengukuran di empat stasiun pengamatan (I, II, III dan IV) Situ
Burung berkisar antara 0,18 m – 0,25 m dengan rata-rata sebesar 0.18 m. Nilai kecerahan
tertinggi terdapat pada stasiun III, sedangkan nilai kecerahan terendah terdapat pada stasiun I.
Nilai kecerahan sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan,
padatan tersuspensi dan ketelitian orang yang mengukurnya. Pengukuran kecerahan
sebaiknya dilakukan pada saat cuaca cerah (Effendi 2003).
Berdasarkan pengamatan tanggal 12 Desember 2009, nilai pengamatan pada setiap
stasiun berkisar antara 7,5 NTU – 11 NTU untuk bagian permukaan dan 8,5 NTU – 16 NTU
untuk bagian kolom Situ Burung. Untuk bagian permukaan, kekeruhan tertinggi terdapat
pada stasiun IV dengan nilai 11 NTU, sedangkan kekeruhan terendah terdapat pada stasiun I
dengan nilai 7,5 NTU. Selanjutnya untuk bagian kolom perairan, kekeruhan tertinggi
terdapat pada stasiun IV dengan nilai 16 NTU, sedangkan kekeruhan terendah terdapat pada
stasiun II dengan nilai 8,5 NTU.
Kekeruhan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya limpasan (run off)
yang terbawa oleh air hujan dalam Situ, selain karena faktor run off peningkatan kekeruhan
juga disebabkan oleh faktor biologi seperti plankton dan serasah. Tingginya nilai kekeruhan
di stasiun IV disebabkan adanya tanaman air karena letak stasiun IV dekat dengan tanaman
air, semakin banyak tanaman air yang menjadi serasah (daun), serasah tersebut akan
didekomposisi oleh dekomposer menjadi bahan organik (padatan tersuspensi dan terlarut)
sebagai bahan makanan dari organisme akuatik. Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan
organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut, maupun bahan organik dan anorganik
berupa plankton dan mikroorganisme lain (APHA 1976 in Watironna 2005).
Berdasarkan pengamatan tanggal 12 Desember 2009, nilai kedalaman pada setiap
stasiun pengamatan (Stasiun I, II, III, dan IV) berkisar antara 1,6 m – 3 m. Kedalaman
tertinggi terletak di stasiun II yaitu sebesar 3 meter, sedangkan terendah terletak di stasiun III
yaitu sebesar 1,6 meter.
41
4. Padatan Tersuspensi, Padatan Terlarut dan Daya Hantar Listrik (DHL)
Berdasarkan pengamatan tanggal 12 Desember 2009, nilai TSS (Total suspended
solids) pada stasiun pengamatan (I, II, III, IV) berkisar antara 2 mg/l – 4 mg/l untuk bagian
permukaan dan untuk bagian kolom berkisar antara 4 mg/l – 20 mg/l. Untuk bagian
permukaan nilai TSS tertinggi terdapat pada stasiun I yaitu 4 mg/l. Sedangkan untuk bagian
kolom nilai TSS tertinggi terdapat pada stasiun IV sebesar 20 mg/l dan terendah terdapat
pada stasiun IV sebesar 4 mg/l. Tingginya nilai TSS di stasiun IV pada bagian kolom
disebabkan oleh terakumulasinya padatan tersuspensi yang berasal dari serasah dari tanaman
air dan sisa metabolisme dari organisme akuatik seperti ikan dan plankton. Hal ini
berhubungan dengan lokasi stasiun IV yang mewakili bagian dekat dengan keberadaan dari
tanaman air di Situ Burung. Padatan tersuspensi berkorelasi positif dengan kekeruhan.
Semakin tinggi nilai TSS, nilai kekeruhan juga semakin tinggi.
Berdasarkan pengamatan tanggal 12 Desember 2009, nilai TDS (Total Disolved
solids) pada stasiun pengamatan (I, II, III, IV) berkisar antara 39,8 mg/l – 41,6 mg/l untuk
bagian permukaan dan untuk bagian kolom berkisar antara 41,7 mg/l – 43,5 mg/l. Untuk
bagian permukaan nilai TDS tertinggi terdapat pada stasiun IV yaitu 41,6 mg/l dan terendah
pada stasiun II dengan nilai sebesar 39,8 mg/l. Sedangkan untuk bagian kolom nilai TDS
tertinggi terdapat pada stasiun II sebesar 43,5 mg/l dan terendah terdapat pada stasiun IV
sebesar 41,7 mg/l. TDS adalah bahan-bahan terlarut (diameter < 10-6
mm) dan koloid (10-6
mm ≤ diameter ≤ 10-3
mm) yang berupa senyawa-senyawa kimia dan bahan-bahan yang tidak
tersaring pada kertas saring miliophore (Rao 1992 in Effendi 2003). TDS biasanya
disebabkan oleh bahan anorganik yang berupa ion-ion yang biasa ditemukan di perairan.
Menurut Effendi (2003) nilai TDS di perairan sangat dipengaruhi oleh pelapukan batuan,
limpasan dari tanah, dan pengaruh antropogenik (limbah domestik dan limbah industri).
Berdasarkan pengamatan tanggal 12 Desember 2009, nilai DHL (Daya Hantar Listrik)
pada stasiun pengamatan (I, II, III, IV) berkisar antara 79,7 µmhos/cm – 83,1 µmhos/cm
untuk bagian permukaan dan untuk bagian kolom berkisar antara 83,3 µmhos/cm – 85,5
µmhos/cm. Untuk bagian permukaan, nilai DHL tertinggi terdapat pada stasiun IV yaitu 83.1
µmhos/cm dan terendah pada stasiun II dengan nilai sebesar 79,7 µmhos/cm. Sedangkan
untuk bagian kolom nilai DHL tertinggi terdapat pada stasiun I sebesar 85,5 µmhos/cm dan
terendah terdapat pada stasiun IV sebesar 83,3 µmhos/cm. Nilai DHL pada kisaran 79,7
µmhos/cm – 83,1 µmhos/cm untuk bagian permukaan dan untuk bagian kolom berkisar
antara 83,3 µmhos/cm – 85,5 µmhos/cm. Menurut Wardoyo (1981) in Hoerunnisa (2004)
42
nilai tersebut akan mempengaruhi tekanan fisiologi pada ikan namun ikan masih dapat
bertahan hidup. Berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 untuk kelas III (lihat Lampiran 2),
kisaran nilai TSS dan TDS di perairan Situ Burung masih berada pada kisaran yang layak
untuk kepentingan perikanan dan irigasi pertanian.
5.2.2. Parameter Kimia Perairan
1. pH
Berdasarkan pengamatan tanggal 12 Desember 2009, nilai pH (power of Hidrogen)
pada stasiun pengamatan (I, II, III, IV) bernilai 6 baik untuk bagian permukaan maupun
kolom perairan Situ Burung. Nilai pH air akan berpengaruh pada reaksi biokimia dalam air.
pH mempunyai pengaruh yang besar terhadap kehidupan organisme akuatik sehingga
seringkali pH suatu perairan digunakan sebagai petunjuk baik buruknya kualitas suatu
perairan, nilai pH perairan tawar berkisar antara 5-9 (Saeni, 1989). Menurut Islami dan
Utomo in Widaryanti (2002), pH yang baik untuk pertumbuhan tanaman ada pada kisaran
pH netral, akan menurun pada pH 4 ke bawah dan pH 9 ke atas. Berdasarkan PP No. 82
Tahun 2001 untuk kelas III (lihat Lampiran 2), nilai pH di perairan Situ Burung masih berada
pada kisaran yang layak untuk kepentingan perikanan dan irigasi pertanian.
2. Dissolved Oxygen (DO) dan BOD (Biochemical Oxygen Demand)
Pada Gambar 10 diperlihatkan data hasil pengukuran nilai DO di 8 pengamatan yaitu
4 stasiun pengamatan dan setiap stasiun terdiri dari 2 titik pengamatan yaitu bagian
permukaan dan kolom perairan. Untuk bagian permukaan perairan, nilai DO tertinggi
terdapat pada stasiun 4 sebesar 7,54 mg/l sedangkan yang terendah terdapat pada stasiun 3
sebesar 7,16 mg/l. Untuk bagian kolom perairan, nilai DO tertinggi terdapat pada stasiun 2
sebesar 5.47 mg/l, sedangkan yang terendah terdapat pada stasiun 3 sebesar 5.28 mg/l.
43
Gambar 10. Nilai DO (Dissolved Oxygen) di setiap stasiun pengamatan pada bagian
permukaan dan kolom perairan.
Berdasarkan pengamatan tanggal 12 Desember 2009, nilai oksigen terlarut (Dissolved
Oxygen) pada stasiun pengamatan (I, II, III, IV) berkisar antara 7,35 mg/l – 7,54 mg/l untuk
bagian permukaan dan untuk bagian kolom berkisar antara 5,37 mg/l – 5,47 mg/l. Besarnya
nilai oksigen terlarut pada bagian permukaan disebabkan oleh proses fotosintesis, karena
menurut Effendi (2003) sumber utama oksigen di perairan adalah fotosintesis. Akan tetapi
Jumlah oksigen terlarut sangat dipengaruhi oleh suhu, pH, difusi udara, respirasi organisme,
kandungan bahan organik, fotosintesis plankton dan tanaman air. Kadar oksigen berfluktuasi
secara harian dan musim tergantung pada percampuran, pergerakan massa air, limbah yang
masuk ke badan air.
Selain kedalaman, faktor yang juga dapat mempengaruhi nilai oksigen terlarut adalah
waktu pengukuran. Pada tanggal 12 Desember 2009, dilakukan pengambilan sampel untuk
analisis kualitas air. Waktu untuk pengambilan sampel dan mengukur kualitas air secara ex-
Situ dimulai dari pukul 09.30 – 11.00 WIB. Menurut Boyd (1988) in Effendi (2003) kadar
oksigen maksimum terjadi pada sore hari sedangkan kadar minimum terjadi pada pagi hari.
Berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 untuk kelas III (lihat Lampiran 2), kisaran nilai oksigen
terlarut di perairan Situ Burung masih berada pada kisaran yang layak bagi perikanan.
44
Gambar 11. Nilai BOD (Biochemical Oxygen Demand) di setiap stasiun pengamatan pada
bagian permukaan dan kolom perairan.
Berdasarkan pengamatan tanggal 12 Desember 2009, nilai kebutuhan oksigen
biokimiawi (BOD) pada stasiun pengamatan (I, II, III, IV) berkisar antara 2.07 mg/l – 3.64
mg/l untuk bagian permukaan dan untuk bagian kolom berkisar antara 5.09 mg/l – 3.77 mg/l.
Untuk bagian permukaan, nilai BOD tertinggi terdapat pada stasiun I sebesar 4.52 mg/l dan
terendah pada stasiun I dan II dengan nilai sebesar 7.35 mg/l. Sedangkan untuk bagian kolom
nilai oksigen terlarut tertinggi terdapat pada stasiun II sebesar 5.47 mg/l dan terendah terdapat
pada stasiun I dan IV sebesar 5.37 mg/l. Prinsip penetapan BOD adalah oksidasi zat organik
dengan oksigen terlarut dalam air dengan adanya bakteri aerob dalam waktu lima hari
inkubasi pada suhu 200C tanpa cahaya (Boyd, 1988 in Effendi, 2003).
Pada Gambar 10 dapat disimpulkan bahwa nilai DO (Dissolved oxygen) akan
cenderung menurun seiring dengan peningkatan kedalaman dari Situ Burung. Sedangkan
nilai BOD (Biochemical Oxygen Demand) akan cenderung meningkat seiring dengan
peningkatan kedalaman (Lihat Gambar 11). Hal ini dikarenakan adanya proses respirasi dari
organisme akuatik (ikan, zooplankton dan tanaman air) dan dekomposisi dari organisme
akuatik lainnya (dekomposer).
Pada dasarnya proses dekomposisi bahan organik terjadi melalui dua tahap yaitu
pertama, bahan organik diuraikan menjadi bahan anorganik. Proses ini berlangsung secara
aerob karena ketersediaan oksigen masih ada sehingga mikroba menggunakan oksigen
tersebut untuk mendekomposisi bahan organik menjadi bahan anorganik. Kedua, bahan
anorganik yang tidak stabil diuraikan menjadi bahan anorganik yang lebih stabil. Proses ini
45
berlangsung secara anaerob karena ketersediaan oksigen sedikit sehingga mikroba
menggunakan oksigen berasal dari senyawa yang mempunyai ikatan dengan oksigen seperti
nitrat, nitrit, CO2, SO2, PO4, dsb. Ketika proses tersebut berlangsung, produk dari proses
tersebut terdiri dari energi dan bahan atau senyawa yang beracun. Dengan demikian, hanya
dekomposisi pada tahap pertama yang berperan dalam menentukan nilai BOD. Besarnya
nilai BOD di bagian kolom perairan menggambarkan bahwa bahan-bahan organik yang ada
di lapisan tersebut hanya mampu didekomposisi secara biologis melalui proses katabolisme
dan anabolisme. Berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 untuk kelas III (lihat Lampiran 2),
kisaran nilai BOD di perairan Situ Burung masih berada pada kisaran yang layak bagi
kehidupan ikan di dalamnya maupun bagi irigasi.
3. Chemical Oxygen Demand (COD)
Berdasarkan pengamatan tanggal 12 Desember 2009, nilai kebutuhan oksigen
kimiawi (COD) pada stasiun pengamatan (I, II, III, IV) berkisar antara 83,64 mg/l – 44,88
mg/l untuk bagian permukaan dan untuk bagian kolom berkisar antara 87,72 mg/l – 69,36
mg/l. Besarnya nilai COD pada stasiun pengamatan II di bagian permukaan diduga
disebabkan oleh banyaknya bahan organik yang terdapat di bagian permukaan stasiun
pengamatan II.
Besarnya nilai COD dapat menggambarkan jumlah total oksigen yang dibutuhkan
untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi baik yang dapat didegradasi secara biologi
(biodegradable) maupun yang sukar didegradasi secara biologi (non biodegradable). Pada
prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang
diperlukan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd 1988 in Effendi 2003). Berdasarkan PP
No. 82 Tahun 2001 untuk kelas III (lihat Lampiran 2), kisaran nilai COD di perairan Situ
Burung masih berada pada kisaran yang masih layak untuk digunakan bagi kepentingan
perikanan dan irigasi pertanian.
46
5.3. Situ Burung dan Luas Penutupan Seroja
Pengamatan jumlah Seroja yang di jumpai di perairan Situ Burung menggunakan
metode sensus yaitu dengan cara menghitung jumlah Seroja yang dijumpai/ditemukan
didalam perairan Situ Burung, sedangkan untuk pengukuran diameter daun Seroja dibagi
dalam 5 blok dimana setiap wilayah dibuat garis khayal dan sampel yang diambil untuk
setiap blok berjumlah 10 sampel (lihat Gambar 12).
Gambar 12. Situ Burung dan Persentase Luas penutupan permukaan air oleh tanaman air
Seroja (Nelumbo nucifera).
Pada Tabel 5 diperlihatkan data hasil pengukuran Diameter sampel Seroja di setiap
Blok. Penentuan blok dilakukan dengan cara melihat tanaman Seroja yang tumbuh didalam
perairan Situ Burung. Sampel daun Seroja yang diukur berjumlah 10 untuk setiap blok.
Pengukuran diameter daun Seroja diambil secara seragam karena dapat diasumsikan bahwa
sampel daun Seroja yang diukur berada dalam kelompok umur yang sama. Berdasarkan
Tabel 5 didapatkan nilai diameter pada blok 1 berkisar antara 40 – 43 cm, blok 2 berkisar
antara 40 – 54 cm, blok 3 berkisar antara 42 – 54 cm, blok 4 berkisar antara 48 – 57,6 cm dan
blok 5 berkisar antara 49 – 56 cm. Diameter daun rata-rata tertinggi terdapat pada blok 4
sebesar 52,45 cm, sedangkan terendah terdapat pada blok 1 sebesar 42 cm.
47
Tabel 5. Hasil pengukuran Diameter sampel daun Seroja di setiap Blok.
No
sampel
Blok 1
(cm)
Blok 2
(cm)
Blok 3
(cm)
Blok 4
(cm)
Blok 5
(cm)
1 43 45 50 52 51
2 41 43 51 53 53
3 43 45 53 51 50
4 42 43 52 50 51
5 43 42 54 57,6 55
6 42 41 45 53,4 52
7 43 42 44 55,5 50
8 42 45 42 52 49
9 41 40 43 48 52
10 40 41 44 52 56
rata-rata 42 42,7 47,8 52,45 51,9
Tabel 6. Jumlah total individu Seroja per Lokasi Pengamatan.
Blok tanaman Seroja Jumlah (Individu) Diameter
rata2 daun
(cm)
1 145 42
2 301 42,7
3 553 47,8
4 1665 52,45
5 342 51,9
Jumlah 3006
Pada pengamatan tanggal 5 Januari 2010, tanaman air yang dijumpai di Situ Burung
hanya Seroja (Nelumbo nucifera). Tanaman air ini paling banyak dijumpai dibagian selatan
Situ Burung. Untuk bagian utara Situ Burung Seroja tidak terlalu banyak jumlahnya, karena
sebelum datang ke lokasi, tanaman Seroja telah dipanen seminggu sebelum peneliti
melakukan pengamatan. Hal ini bertujuan untuk mengendalikan laju pertumbuhan dari
tanaman Seroja. Secara keseluruhan jumlah Seroja yang ada di perairan Situ burung
mencapai 3006 individu dan menutupi permukaan Situ seluas ±0,46 ha (atau sekitar 11,35%
dari luas permukaan air Situ Burung yaitu sebesar 4,05 ha). Menurut Naibaho (2004) jika
persentase penutupan permukaan air oleh tanaman air mencapai lebih dari 25%, maka
keberadaan vegetasi Seroja telah menjadi gulma perairan. Jumlah Seroja yang terbanyak
terdapat di stasiun 4, sebesar 1665 individu, sedangkan jumlah Seroja yang tersedikit terdapat
di stasiun 1 sebesar 145 individu (lihat Tabel 6). Dengan demikian didapatkan hasil untuk
48
Diameter rata-rata daun Seroja yang ada di dalam perairan Situ Burung berkisar antara 42 –
52,45 cm.
5.4. Biomassa gabungan batang dan daun Seroja (Nelumbo nucifera)
Pada Tabel 7 diperlihatkan data hasil pengukuran panjang batang, diameter daun,
berat basah dan berat kering, serta kandungan air yang ada pada setiap masing-masing contoh
tanaman air Seroja. Berat basah dan berat kering yang diukur merupakan berat gabungan
antara batang dan daun tanaman akan tetapi pada bagian akar tidak diukur berat basah dan
berat keringnya yang dikarenakan berat basah dari akar kurang dari 1 gr.
Tabel 7. Data masing-masing dari bagian tanaman Seroja (panjang batang, lebar daun, berat
kering, berat basah dan kandungan air) (lihat Lampiran 4).
Nomor
contoh Seroja
Panjang
batang (cm)
Diameter
daun (cm)
Berat masing-masing
contoh tanaman Seroja
(gr), gabungan batang dan
daun (akar tidak termasuk)
Kadar air
(%)
berat basah berat kering
1 76,70 31,90 31,00 6,30 79,68
2 125,50 35,60 56,00 12,20 78,21
3 82,30 36,80 41,00 8,30 79,76
4 93,30 40,80 51,00 11,60 77,25
5 155,00 39,10 67,00 10,20 84,78
6 76,50 32,90 31,00 6,00 80,65
7 134,50 46,20 91,00 19,10 79,01
8 334,00 60,00 249,00 31,20 87,47
9 321,00 54,30 171,00 20,10 88,25
10 274,00 65,50 187,00 26,10 86,04
11 373,00 71,50 316,00 41,80 86,77
12 362,00 58,50 126,00 20,30 83,89
Rata-rata 200,65 47,76 118,08 17,77 82,65
Total Seroja
di Situ (ind)
3006 53416,62
(gr)
Dari Tabel 7 terlihat bahwa dari 12 contoh tanaman yang diukur, panjang batang
Seroja berkisar antara 76,5 – 373 cm dengan panjang rata-rata sebesar 200,65 cm, sedangkan
diameter daunnya berkisar antara 31,9 – 71,5 cm dengan diameter rata-rata sebesar 47,76
cm. Sedangkan nilai berat basah (batang dan daun) individu tanaman berkisar antara 31 –
316 gr dengan rata-rata sebesar 118,08 gr/ind dan berat kering (batang dan daun) individu
tanaman berkisar antara 6 – 41,8 gr dengan rata-rata sebesar 17,77 gr/ind. Kandungan air
berkisar antara 77,25 – 88,25% dengan rata-rata sebesar 82,65%. Jika di Situ Burung
49
terdapat 3006 individu tanaman Seroja, maka berat kering untuk seluruh tanaman Seroja
berkisar antara 18036 – 125.650,8 gr atau 18,03 – 125,65 kg sehingga berat kering rata-rata
untuk 3006 tanaman Seroja sebesar 53.416,62 gr atau 53,42 kg.
5.4.1. Biomassa dan kandungan karbon organik pada masing-masing batang dan daun
Seroja (Nelumbo nucifera)
Pada Tabel 8 diperlihatkan data perbandingan biomassa Seroja per bagian (batang dan
daun). Nilai simpanan stok karbon didapatkan dari hasil perkalian antara berat kering dengan
persentase kandungan C-organik di dalam setiap bagian (batang dan daun), sedangkan total
simpanan stok karbon didapatkan dari hasil penjumlahan antara nilai simpanan stok karbon
pada batang dengan nila simpanan stok karbon pada daun. Sedangkan untuk mendapatkan
total simpanan stok CO2 melalui perkalian antara total simpanan stok karbon dengan berat
molekul CO2 yang kemudian dibagi dengan berat atom C.
Tabel 8. Perbandingan Biomassa Seroja (Nelumbo nucifera) per Bagian.
Sampel Bagian
Seroja
Bb Bk KA C
Organik
Nilai
simpanan
stok
Karbon
total
simpanan
stok
karbon
Total
simpanan
stok CO2
I II III IV V= II x
IV
VI=
Batang +
daun
VII=
44/12x VI
Seroja (gr) (gr) (% ) (% ) (gr C) (gr C) (grCO2)
1 Batang 16 2,80 82,50 36,49 1,02 2,44 8,94
Daun 12 3,50 70,83 40,50 1,42
2 Batang 36 7,40 79,44 36,71 2,72 4,40 16,36
Daun 14 4,80 65,71 36,35 1,74
3 Batang 19 3,40 82,10 48,37 1,64 4,09 15,02
Daun 18 4,90 72,78 50,05 2,45
4 Batang 29 4,90 83,10 41,64 2,04 5,41 19,87
Daun 20 6,70 66,50 50,42 3,37
5 Batang 47 5,20 88,94 44,42 2,30 4,92 18,07
Daun 19 5,00 73,68 52,40 2,62
6 Batang 14 2,70 80,71 50,26 1,36 3,01 11,02
Daun 10 3,30 67,00 49,99 1,65
7 Batang 56 9,50 83,03 44,43 4,22 8,54 31,32
Daun 30 9,60 68,00 45,00 4,32
8 Batang 170 15,00 91,17 40,30 6,05 12,61 46,22
Daun 76 16,20 78,68 40,49 6,56
9 Batang 94 9,20 90,21 46,32 4,26 10,12 37,12
Daun 73 10,90 85,06 53,78 5,86
50
Tabel 8 (Lanjutan). 10 Batang 75 9,20 87,73 51,45 4,73 12,26 44,95
Daun 85 16,90 80,12 44,53 7,53
11 Batang 203 18,80 90,74 40,44 7,60 18,46 67,71
Daun 109 23,00 78,89 47,23 10,86
12 Batang 68 8,00 44,63 44,63 3,57 9,14 33,50
Daun 53 12,30 45,25 45,25 5,57
Rata-rata 7,96 29,17
Keterangan : bagian Seroja dibagi menjadi dua: batang dan daun; bk = berat kering, bb =
berat basah, gr = gram, KA = kadar air, 44/12 adalah berat molekul CO2 dibagi berat atom
karbon (untuk mengkonversi nilai C ke dalam CO2), untuk mendapatkan nilai c-organik bisa
dilihat pada Lampiran 3.
Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat bahwa nilai simpanan stok karbon pada daun lebih
besar dari nilai simpanan stok karbon pada batang. Nilai ini memberikan gambaran bahwa
daun Seroja merupakan bagian penting dalam menyerap CO2 dari atmosfer karena di dalam
daun terdapat organ klorofil yang berfungsi untuk melakukan proses fotosintesis. Hal ini bisa
dilihat pada Tabel 8 dibagian kolom persentase kandungan C-organik. Terlihat bahwa nilai
C-oganik pada daun lebih besar dibandingkan dengan nilai C-organik pada batang. Nilai C-
organik yang ada pada bagian batang Seroja (Nelumbo nucifera) memiliki kisaran nilai
sebesar 36,49 – 51,45% dari berat keringnya. Sedangkan untuk bagian daun Seroja (Nelumbo
nucifera) memiliki kisaran nilai C-organik sebesar 36,35 – 52,4% dari berat keringnya.
Untuk nilai simpanan karbon pada bagian batang nilainya berkisar antara 1,02 – 7,60
gr. Sedangkan untuk nilai simpanan karbon pada bagian daun nilainya berkisar antara 1,42 –
10,86 gr. Untuk total simpanan karbon (batang dan daun) nilainya berkisar antara 2,44 –
18,46 gr dengan rata-rata sebesar 7,96 gr/individu tanaman Seroja. Sedangkan untuk nilai
simpanan setara CO2 pada masing-masing tanaman Seroja berkisar antara 8,94 – 67,71 gr
CO2eq dengan rata-rata sebesar 29,18 gr CO2eq. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa berat
kering berkorelasi positif dengan nilai nilai simpanan/ stok karbon dari Seroja. Semakin
besar berat keringnya maka semakin besar pula nilai simpanan/ stok karbon dari Seroja.
51
5.4.2. Penentuan Stok Karbon dalam Persamaan Allometrik Seroja (Nelumbo
nucifera).
Allometrik dapat didefinisikan sebagai studi yang memperlihatkan adanya suatu
hubungan antara parameter pertumbuhan dengan ukuran (morfometri) dari salah satu atau
lebih bagian-bagian tubuh organisme. Hubungan antara kedua (atau lebih) parameter tersebut
dapat disajikan dalam persamaan alometrik, misalnya menduga berat individu suatu mahluk
dapat diduga dengan mengetahui satu atau lebih parameter terukur lainnya (misal tinggi
badan). Pada penentuan persamaan alometrik antara dua parameter, harus berdasarkan pada
kedua atau lebih parameter yang memiliki hubungan atau korelasi satu sama lain. Hal
tersebut menentukan akurasi persamaan alometrik yang dibentuk dalam menduga nilai suatu
parameter.
Pada penelitian ini, telah dikembangkan suatu persamaan allometrik yang
menggambarkan hubungan antara panjang dan berat kering batang, hubungan antara diameter
dan berat kering daun Seroja. Selanjutnya setelah nilai berat kering telah diketahui, maka
kandungan karbon pada batang Seroja dapat juga dihitung dengan cara sebagai berikut :
1. Nilai stok karbon per batang Seroja (gr C) = berat kering batang Seroja per sampel
(gr) x % C organik batang Seroja.
2. Stok karbon per daun Seroja (gr C) = berat kering daun Seroja per sampel (gr) x % C
organik daun Seroja.
(catatan: karena nilai % C organik di atas dalam bentuk kisaran, maka dalam perhitungan
nilai stok karbon dapat saja menggunakan nilai rata-ratanya; yaitu 43,78 % untuk batang
dan 46,33 % untuk daun).
Pada tahap diatas diharapkan, untuk peneliti selanjutnya dapat memakai nilai % C organik
sebagai nilai acuan untuk mengukur nilai simpanan/ stok karbon Seroja di suatu ekosistem
perairan tergenang. Pendugaan nilai simpanan/ stok karbon untuk bagian batang dan daun
dapat dilakukan melalui pendekatan parameter panjang batang dan diameter daun Seroja.
Berikut ini adalah data mengenai hubungan nilai simpanan/ stok karbon dengan panjang
batang, diameter daun dan berat kering Seroja yang disajikan dalam Tabel 9:
52
Tabel 9. Hubungan simpanan/stok karbon dengan panjang batang, diameter daun dan berat
kering Seroja (lihat Lampiran 4).
Sampel Panjang
batang
(cm)
Diameter
daun (cm)
Batang Daun
Seroja
Berat
kering
(gr)
Simpanan
stok
karbon (gr)
Berat
kering
(gr)
Simpanan
stok karbon
(gr)
1 76,70 31,90 2,80 1,02 3,50 1,42
2 125,50 35,60 7,40 2,72 4,80 1,74
3 82,30 36,80 3,40 1,64 4,90 2,45
4 93,30 40,80 4,90 2,04 6,70 3,37
5 155,00 39,10 5,20 2,31 5,00 2,62
6 76,50 32,90 2,70 1,36 3,30 1,65
7 134,50 46,20 9,50 4,22 9,60 4,32
8 334,00 60,00 15,00 6,05 16,20 6,56
9 321,00 54,30 9,20 4,26 10,90 5,86
10 274,00 65,50 9,20 4,73 16,90 7,53
11 373,00 71,50 18,80 7,60 23,00 10,86
12 362,00 58,50 8,00 3,58 12,30 5,57
5.4.3. Hubungan Panjang batang dan Diameter daun Seroja dengan Berat Kering
(batang dan daun) Seroja (Nelumbo nucifera)
Pada Tabel 10 diperlihatkan data berat kering dan panjang batang yang digunakan
dalam penentuan persamaan allometrik Seroja. Nilai x didapatkan dari konversi nilai panjang
batang (cm) ke dalam bentuk logaritma sedangkan nilai y didapatkan dari konversi nilai berat
kering batang (gr) ke dalam bentuk logaritma. Data ini dikonversi dalam bentuk fungsi
persamaan logaritma dengan tujuan agar sebaran data memiliki sebaran normal.
53
Tabel 10. Data berat kering dan Panjang Batang yang digunakan dalam penentuan
persamaan allometrik Seroja.
Sampel Panjang Batang (cm) Berat Kering Batang (gr)
Seroja Log (X) Berat Kering (Log); (Y)
1 1,88 0,45
2 2,10 0,87
3 1,92 0,53
4 1,97 0,69
5 2,19 0,72
6 1,88 0,43
7 2,13 0,98
8 2,52 1,18
9 2,51 0,96
10 2,44 0,96
11 2,57 1,27
12 2,56 0,90
Gambar 13. Grafik Hubungan antara panjang dan berat kering batang Seroja (Nelumbo
nucifera).
Berdasarkan Tabel 10 dapat diperoleh informasi bahwa pendugaan nilai simpanan/
stok karbon dengan berat kering batang Seroja melalui persamaan Log[Y]= 0,840Log[X] –
1,039 dengan a = 0,091 dan b = 0,804 (lihat Gambar 13). Hubungan antara berat kering dan
nilai simpanan/ stok karbon batang Seroja memiliki koefisien determinasi (R2) sebesar 0,755.
Ini menggambarkan bahwa penggambaran model di alam sangat sesuai (R2
> 0,75). Untuk
koefisien korelasi hubungan antara berat kering dan nilai simpanan/ stok karbon batang
Seroja memiliki nilai sebesar 0,868. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara berat
54
kering dan nilai simpanan/ stok karbon batang Seroja sangat erat dan mempengaruhi satu
sama lain.
Pada Tabel 11 diperlihatkan data berat kering dan diameter daun yang digunakan
dalam penentuan persamaan allometrik Seroja. Persamaan allometrik pada bagian daun
menggunakan persamaan regresi linear dengan diameter daun sebagai x dan berat kering
sebagai y.
Tabel 11. Data Berat Kering dan diameter Daun yang digunakan dalam penentuan persamaan
allometrik Seroja. Sampel
Seroja
Diameter daun
(cm)
Berat kering
daun (gr)
1 31,90 3,50
2 35,60 4,80
3 36,80 4,90
4 40,80 6,70
5 39,10 5,00
6 32,90 3,30
7 46,20 9,60
8 60,00 16,20
9 54,30 10,90
10 65,50 16,90
11 71,50 23,00
12 58,50 12,30
Gambar 14. Grafik Hubungan antara diameter dan berat kering daun Seroja (Nelumbo
nucifera).
55
Untuk pendugaan nilai simpanan/ stok karbon dengan berat kering daun Seroja dapat
dilihat melalui persamaan Y = 0,415X – 11,79 dengan a = 11,79 dan b = 0,415 (lihat Gambar
14). Hubungan antara berat kering dan nilai simpanan/ stok karbon daun Seroja memiliki
koefisisen determinasi (R2) sebesar 0,957. Ini menunjukkan bahwa penggambaran model di
alam sangat sesuai (R2 > 0,75). Untuk koefisien korelasi hubungan antara berat kering dan
berat batang Seroja memiliki nilai sebesar 0,978. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan
antara berat kering dan nilai simpanan/ stok karbon daun Seroja sangat erat dan
mempengaruhi satu sama lain.
5.5. Estimasi Nilai simpanan/ Stok karbon Total dari Seroja (Nelumbo nucifera) pada
perairan Situ Burung
Pada Tabel 12 diperlihatkan data estimasi nilai simpanan/stok karbon total dari Seroja
pada perairan Situ Burung pada tanggal 5 januari 2010. Jumlah total individu Seroja dalam
perairan Situ Burung sebesar 3006 ind dengan luas persentase penutupan permukaannya
sebesar ± 0.46 ha.
Tabel 12. Estimasi nilai simpanan/ stok karbon total dari Seroja pada Perairan Situ Burung pada
tanggal 5 Januari 2010. No. Jumlah
Seroja (ind)
C organik
(%)
BK rata-rata
(grC)
BK Total (grC)
Nilai
Simpanan/stok
Karbon dari Seroja
Pada perairan Situ
Burung (grCO2eq)
1. 3006 45,06 7,96 23.927,76 87.735,12
Keterangan: BK: Berat Karbon.
Berdasarkan Tabel 12, jumlah tanaman Seroja yang ada di Situ Burung sebesar 3006
individu dengan berat kering rata-ratanya sebesar 7,96 grC, sehingga didapatkan nilai Berat
karbon total tanaman Seroja di perairan Situ Burung sebesar 23.927,76 grC atau 23,93 kgC,
nilai ini didapatkan dari perkalian antara nilai berat kering rata-rata dengan jumlah Seroja
yang dijumpai di perairan Situ Burung pada tanggal 5 Januari 2010. Sehingga nilai
simpanan/stok karbon dari Seroja pada perairan Situ Burung sebesar 87,74 kgCO2eq.
Menurut La-Ongsri (2008), waktu yang dibutuhkan/Doubling time (DT) benih
tanaman Seroja menjadi tanaman dewasa adalah 2 bulan, artinya bahwa pemanenan tanaman
dewasa untuk Seroja dapat di panen sebanyak enam kali dalam kurun waktu satu tahun,
56
sehingga jumlah tanaman Seroja pada 5 januari 2011 sebesar 18036 individu/tahun. Dengan
asumsi bahwa rata-rata berat karbon dalam tanaman Seroja sebesar 7,96 grC, maka nilai berat
karbon total tanaman Seroja di perairan Situ Burung pada tahun berikutnya sebesar 143,57
kgC/tahun. Jadi estimasi nilai simpanan/stok karbon dari Seroja untuk tahun berikutnya
adalah sebesar 526.42 KgCO2eq per tahun.
Jika dalam pemaparan sebelumnya telah disebutkan bahwa luas penutupan Seroja di
Situ burung adalah ± 0,46 ha, maka nilai simpanan/ stok karbon tanaman Seroja untuk satu ha
adalah 1.144,39 KgCO2eq/ha/tahun atau 1,14 TonCO2eq/ha/tahun, dengan begitu dapat
disimpulkan bahwa tanaman Seroja di perairan Situ Burung berpotensi untuk mengurangi
kandungan karbondioksida di atmosfer khususnya di wilayah desa Cikarawang.
5.6. Perbandingan Nilai simpanan/ stok karbon dari Beberapa Vegetasi
Pada Tabel 13 diperlihatkan data perbandingan nilai simpanan/stok karbon dari
beberapa vegetasi. Data tersebut membandingkan nilai simpanan/stok karbon dari vegetasi
darat terutama vegetasi hutan hujan tropis dengan vegetasi yang hidup di dalam perairan atau
makrofita akuatik.
Tabel 13. Perbandingan nilai simpanan/ stok karbon dari beberapa vegetasi. Jenis Berat Karbon
(TonC/ha/tahun)
Nilai Simpanan/Stok
Karbon
(TonCO2eq/ha/tahun)
Sumber
Pinus (Pinus merkusii) 7,93 29,6 (Basuki
2004)
Damar (Agathis loranthifolia) 2,4 8,8 (Basuki
2004)
Eceng gondok (Eichornia
crassipes)
4,12 15,11 (Sumolang
2009)
Seroja (Nelumbo nucifera) 0,312 1,14 Penulis
Berdasarkan Tabel 13 dapat dilihat bahwa nilai simpanan karbon untuk setiap jenis
tanaman berbeda, hal ini dapat dilihat dari habitat dari ekosistem ditiap tanaman. Untuk
vegetasi yang berada pada ekosistem perairan tergenang dapat dilihat bahwa nilai nilai
simpanan/ stok karbon dari tanaman Seroja lebih kecil daripada tanaman Eceng gondok.
57
Nilai simpanan/ stok karbon Seroja sebesar 0,312 TonC/ha/tahun atau setara dengan 1,14
TonCO2eq/ha/tahun, sedangkan nilai simpanan/stok karbon eceng gondok sebesar 4,12
TonC/ha/tahun atau setara dengan 15,11 TonCO2eq/ha/tahun. Dapat disimpulkan bahwa
perbedaan nilai nilai simpanan/stok karbon dari kedua jenis vegetasi tersebut bergantung
pada cara hidup dan tumbuh dari tanaman air.
Selanjutnya untuk vegetasi yang berada pada ekosistem terestial, nilai berat karbon
dan nilai simpanan/stok karbon tertinggi terdapat pada jenis vegetasi pinus sebesar 7,93
TonC/ha/tahun dan 29,6 TonCO2eq/ha/tahun. Sedangkan nilai berat karbon dan nilai
simpanan/stok karbon terendah terdapat pada jenis vegetasi Agathis loranthifolia sebesar 2,4
TonC/ha/tahun dan 8,8 TonCO2eq/ha/tahun. Dari data perbandingan tersebut dapat
disimpulkan bahwa penyerapan karbon oleh jenis tanaman air bisa dimanfaatkan untuk
menjadi pertimbangan solusi dalam mitigasi perubahan iklim global.
5.7. Pengelolaan Seroja di Situ Burung
Keberadaan vegetasi air/Seroja (Nelumbo nucifera) di Situ Burung memberikan
pengaruh yang besar terhadap keberadaan Situ Burung, karena keberadaan tanaman ini dapat
mempengaruhi fungsi dan peranan dari Situ Burung. Seroja (Nelumbo nucifera) merupakan
vegetasi air yang dominan di Situ Burung. Keberadaan Seroja mempunyai pengaruh positif
dan juga pengaruh negatif. Pengaruh positif yang diberikan Seroja terhadap Situ burung
adalah dapat meningkatkan kualitas perairan Situ burung. Hasil ini mengacu kepada PP No.
81 tahun 2001 karena seluruh nilai parameter fisika dan kimia masuk ke dalam batas normal
yang dikeluarkan oleh pemerintah.
Meningkatnya kualitas (kejernihan) perairan Situ burung karena Seroja dapat pula
berfungsi sebagai penjebak sedimen atau sediment trap. Hal disebabkan oleh kemampuan
Seroja dalam menghilangkan beban pencemaran yang ada di dalam perairan Situ burung
melalui mekanisme koagulasi dan flokulasi (Khiatuddin 2003). Di samping itu, vegetasi
Seroja memberikan tempat tinggal bagi organisme akuatik untuk mencari makan dan tempat
berpijah bagi ikan. Dampak positif lainnya yang diberikan tanaman Seroja adalah mampu
menyerap karbondioksida secara langsung dari atmosfer. Hal ini dikarenakan secara umum
tanaman merupakan organisme autotroph yaitu mampu menghasilkan makanannya sendiri
melalui proses fotosintesis. Kegiatan fotosintesis dalam tanaman Seroja dilakukan di dalam
daun karena daun Seroja mempunyai organ chlorenchyme (Vogel 2004). Chlorenchyme
merupakan rongga di dalam daun Seroja yang mempunyai pigmen zat hijau daun
58
(chlorophyl), pigmen inilah yang bertugas dalam melakukan proses fotosintesis di dalam
tanaman Seroja.
Pada urairan sebelumnya dijelaskan bahwa Seroja berpotensi sebagai agen penyerap
karbondioksida dari atmosfer, karena bagian Seroja yang berkontribusi besar dalam
menyerap karbon dari atmosfer adalah daun. Hal ini didasarkan pada ukuran diameter daun
yang berkorelasi positif dengan berat kering daun Seroja. Semakin lebar ukuran diameter
daunnya maka nilai berat kering daun Seroja juga semakin besar sehingga nantinya nilai berat
kering daun Seroja dapat digunakan dalam menentukkan nilai simpanan/stok karbon. Hal ini
berbeda dengan tanaman eceng gondok (Eichornia crassipes). Menurut Sumolang (2009)
organ pada eceng gondok yang berkontribusi besar dalam menyerap karbondioksida dari
atmosfer adalah bagian batang. Semakin panjang batang/petiole dalam tanaman eceng
gondok maka nilai berat keringnya akan semakin besar sehingga nantinya nilai berat kering
batang/petiole dapat digunakan dalam menentukkan nilai simpanan/stok karbon.
Dampak positif yang lainnya yang diberikan tanaman Seroja yaitu bisa dimanfaatkan
untuk bidang kesehatan dan dapat dikonsumsi sebagai makanan. Menurut (La-ongsri 2008)
semua bagian dari tanaman Seroja bisa dikonsumsi terutama di negara Thailand. Hal ini
dikarenakan tanaman Seroja sudah dianggap sebagai komoditi yang memiliki aspek nilai
ekonomis penting. Berikut ini adalah estimasi nilai ekonomi dari tanaman Seroja (La-Ongsri
2008):
Tabel 14. Estimasi nilai ekonomi dari tanaman Seroja
Bagian yang
dijual
Unit Harga per unit (US
dollars)
Stolon Kg 0,6-0,9
Rhizoma Kg 0,3
Dedaunan Kg 0,45
Bunga 1 bunga 0,3
Benang sari Kg 7,5-9,00
Benih Kg 6,00
Catatan: asumsi kurs 1 US dollar=Rp. 10.000,-
59
Dampak negatif yang diberikan tanaman Seroja kepada Situ Burung yaitu dapat
mengakibatkan peristiwa sedimentasi. Keberadaan vegetasi Seroja memberikan pengaruh
langsung terhadap keadaan substrat dasar perairan karena bertipe tanaman air yang mencuat
ke atas permukaan. Hal ini berdasarkan atas bentuk morfologi akarnya yang bersifat akar
rimpang. Ketika Seroja mengalami siklus hidup biologi yaitu menjadi serasah, maka serasah-
serasah ini akan terdekomposisi menjadi bahan organik melalui proses aerob oleh mikroba,
sehingga akan meningkatkan kosentrasi bahan organik yang ada di Situ Burung. Tingginya
bahan organik ini akan berdampak pada kondisi fisik dari Situ yaitu adanya sedimentasi.
Faktor yang menyebabkan terjadinya sedimentasi di Situ burung bukan hanya dari
adanya tanaman Seroja yang dominan melainkan juga adanya proses erosi tanah di bagian
tepi Situ. Dilihat dari bentuk Situ, pada bagian utara Situ, tepiannya sudah dilakukan upaya
betonisasi, tetapi pada bagian Selatan belum dilakukan upaya tersebut. Sehingga pada saat
hujan, limpasan (run off) bahan organik yang masuk dari daratan menuju badan/kolom Situ
akan lebih cepat pada bagian Selatan. Hal ini akan berdampak pada kelimpahan bahan
organik meningkat dan secara langsung akan mempercepat proses sedimentasi di Situ
Burung.
Keberadaan Seroja juga dapat mempengaruhi volume total air yang ada di danau,
karena Seroja memiliki diameter daun yang cukup besar sehingga akan memperbesar jumlah
air yang lepas ke udara melalui proses evapotranspirasi. Evapotranspirasi adalah gabungan
dari dua istilah, yakni evaporasi dan transpirasi. Peristiwa evaporasi air dari permukaan tanah
ke atmosfer dan transpirasi tanaman (proses kehilangan air dalam bentuk uap dalam jaringan
tanaman melalui organ yang ada di bagian daun). Proses ini berlangsung secara bersama-
sama.
Organ yang berkontribusi dalam peristiwa evapotranspirasi pada tanaman seroja yaitu
aerenchyme dan stomata daun. Penguapan air diakibatkan oleh pergerakan massa air dari
sumbernya seperti tanah dan badan air sedangkan transpirasi diakibatkan oleh peristiwa
pertukaran gas dan uap air yang hilang di dalam tubuh tanaman menuju atmosfer akibat
adanya uap air yang hilang di dalam bagian stomata pada daun tanaman (Wikipedia 2010).
Organ tanaman Seroja yang mampu menjaga ketersedian air didalam tubuh seroja adalah
aerencyme. Aerenchyme bertugas sebagai rongga udara di bagian batang sebagai jalur
penghubung antara akar dan daun untuk jalur transportasi gas dan air, sedangkan stomata
berfungsi sebagai tempat keluar masuknya gas dan uap air yang ada di dalam tanaman seroja
(Vogel 2004).
60
Ketika tanaman seroja menjadi dominan di perairan Situ Burung, maka laju
evapotranspirasi di dalam perairan Situ Burung akan semakin besar. Hal ini akan
menyebabkan berkurangnya volume air di dalam perairan Situ Burung karena tanaman Seroja
merupakan tanaman yang berumur pendek. Menurut Chang (1974) in Usman (2004)
tanaman yang berumur pendek mempunyai evapotranspirasi potensial (ETp) yang tinggi yang
akan mengakibatkan laju dari evapotranspirasi dari tanaman tersebut menjadi maksimum.
Hal ini akan mengakibatkan berkurangnya volume air yang ada di perairan danau atau situ.
Berkurangnya volume air di Situ burung tidak hanya disebabkan oleh efek evapotranspirasi
melainkan juga disebabkan oleh intensitas sinar matahari, karena letak Situ burung berada
dekat dengan garis ekuator sehingga intensitas sinar matahari tersedia sepanjang tahun.
Efek negatif yang diberikan oleh tanaman Seroja adalah seroja dapat menjadi gulma
perairan. Menurut Naibaho (2004) tanaman Seroja dapat menjadi gulma perairan jika
memiliki luas persentase penutupa lebih dari 25 % dari luas permukaan perairan danau.
Ketika Seroja menjadi gulma perairan maka cara yang dipakai adalah dengan pemanenan
secara berkala. Pemanenan itu bertujuan untuk menghindari tanaman Seroja menjadi gulma.
Pemanenan itu dilakukan sesuai dengan siklus hidup tanaman Seroja. Hal ini bertujuan untuk
menjaga status keberadaan tanaman Seroja sehingga dapat terjaga dalam jangka panjang.
Akan tetapi, hasil pemanenan dari tanaman Seroja belum bisa dimanfaatkan lebih lanjut. Hal
tersebut dikarenakan keterbatasan informasi mengenai manfaat dari tanaman Seroja, karena
sebagian besar masyarakat Indonesia khususnya warga desa Cikarawang, Kabupaten Bogor
yang masih menganggap bahwa seroja merupakan tanaman yang bersifat pengganggu/gulma
perairan. Dengan demikian diperlukan adanya suatu strategi pengelolaan Situ Burung yang
tepat untuk menjaga keberadaan Situ Burung dan Tanaman Seroja dalam jangka waktu yang
lama.
61
6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Luas Situ Burung sebesar ± 4,05 ha, dengan kedalaman rata-rata sebesar 2,71 m, dan
memiliki kedalaman maksimum sebesar 4,98 m. Keberadaan tanaman air Seroja dibagian
selatan Situ (seluas 0,46 ha) diduga telah menyebabkan pendangkalan Situ. Kualitas
perairan, Situ Burung, relatif masih baik atau tidak mengalami pencemaran sehingga layak
digunakan untuk perikanan dan kegiatan irigasi pertanian. Berdasarkan hasil uji analisis
kualitas air baik parameter Fisika perairan maupun Kimia perairan, Situ Burung masuk ke
dalam kelas tiga yaitu cocok bagi kegiatan perikanan. Hasil ini mengacu Peraturan
Pemerintah (PP) No. 8 Tahun 2001 (lihat Lampiran 2).
Jumlah total tanaman Seroja (Nelumbo nucifera) di Situ Burung pada pengamatan
tanggal 5 Januari 2009 adalah sebanyak 3006 individu dengan luas penutupan 0,46 ha (atau
sekitar 11,35 % dari total luas permukaan air Situ Burung). Kadar air tanaman Seroja berkisar
antara 77,25 – 88,25% dengan rata-rata sebesar 82,65%. Sedangkan nilai persentase C-
Organiknya (36 % – 50 %) hampir sama dengan yang terkandung pada tanaman darat yang
berkisar antara (45 % – 50 %). Untuk menentukan berat kering batang dan daun tanaman
Seroja, telah dihasilkan persamaan alometrik sebagai berikut:
a) untuk batang; Log Y = 0,840Log[X] – 1,039 (dengan R2=0.755), dimana Y adalah
berat kering batang (gram) dan X adalah panjang batang (cm).
b) untuk daun; Y = 0.451X – 11,79 (dengan R2=0,957), dimana Y adalah berat kering
daun (gram) dan X adalah diameter daun (cm).
Dari berat kering kedua komponen (batang dan daun) diatas, didapatkan nilai simpanan stok
karbon dengan menglikan berat kering (batang dan daun) dengan kadar % C-organik. Dari
perhitungan ini terungkap bahwa dari 3006 individu tanaman Seroja yang ditemui di Situ
Burung selama penelitian, jumlah stok karbon totalnya adalah 23.927,76 grC atau 23,93 kgC
(atau setara dengan 87,74 kgCO2eq).
62
6.2. Saran
a. Keberadaan tanaman air Seroja, diduga telah menyebabkan pendangkalan disisi
selatan Situ Burung, oleh karena itu keberadaannya perlu dikendalikan agar tidak
meluas ke bagian lain dari Situ dengan cara di panen secara rutin, tetapi tidak perlu
dimusnahkan semuanya karena tanaman ini juga berperan secara ekologis maupun
klimatoligis.
b. Perlu dicari/ditelusuri tentang pemanfaatan alternatif dari tanaman Seroja sehingga
kandungan karbonnya dapat disimpan pada beberapa waktu dan berguna untuk
mitigasi perubahan iklim.
63
DAFTAR PUSTAKA
Alerts G, dan SS Santika. 1987. Metode Penelitian Air. Usaha Nasional. Surabaya.
[APHA]. 2005. Standard Methods for Exemination of Water and Wastewater. 21 st ed.
APHA (American Public Health Association), AWWA (American Water Works
Association), and WPCF (Water Pollution Control Federation): Washington D.C.
Association Official Agriculture Chemist. 2002. Official Methods of Analysis AOAC
International. Volume I. p. 2.5 – 2.37. In Horwitz, W. (Ed). Agricultural Chemicals,
Contaminants, Drugs. AOAC International, Maryland, USA. 17th
edition.
Basuki TM, RN Adi dan Sukresno. 2004. Informasi Teknis Stok Karbon Organik Dalam
Tegakkan Pinus merkusii, Agathis loranthifolia dan Tanah. Prosiding Ekspos.
Kebumen 3 Agustus 2004. BP2TPDAS Surakarta. (Abstract).
Boyd CE. 1990. Water quality in ponds for aquaculture. Birmingham Publishing Company.
Birmingham, Alabama.
Brown S. 1997. Estimating Biomass and Biomass Change of Tropical Forest. A Primer.
FAO. Forestry Paper. USA.
Cole GA. 1988. Text Book of Limnology. 3rd
edition. Waveland Press, Inc. Illinois, USA.
Dhahiyat Y. 1989. Masalah Gulma air dan Pengendalian Pertumbuhannya. Makalah dalam
Kursus Pengelolaan Kualitas Air Situ 19 April – 5 Mei 1989. Pusat Penelitian Sumber
Daya Alam dan Lingkungan. Unpad Bandung.
Effendi H. 2003. Telaah Kualita Air: Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan
Perairan. Kanisius. Yogyakarta.
EPA. Limnology. 2009. www.epa.gov/watertrain/pdf/limnology.pdf. (2 September 2009).
Fardiaz S. 1992. Polusi Air dan Polusi Udara. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Goldman CR, AJ Horne. 1983. Limnology. McGraw-Hill International Book Company.
Tokyo.
Google. Peta Situ Burung. 2009. http://www.maps.google.com. (4 Agustus 2009)
. Peta Situ Burung Terbaru.2010. http://www.googleearth.com. (2 Januari 2010)
Hariyadi S, I NN Suryadiputra, dan B Widigdo. 1992. Limnologi: metoda kualitas air . Lab
Limnologi FPIK IPB. Bogor.
Henderson SB, Markland. 1986. Decaying lakes the origin and control cultural
eutrophication. Jhon Willeys and Sons. Chisester. New York.
64
Hidayat R. 2005. Seri Panduan Pemetaan Partisipatif: No 4-Geografi dan Koordinat Peta.
Garis Pergerakan. Bandung.
Hoerunnisa I. 2004. Kajian Morfometri dan Karakteristik Kualitas Air Perairan Situ
Malangnengah, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. [Skripsi].
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. IPB. Bogor. (Tidak dipublikasikan).
Indiamart. Kerajinan Tangan dari Seroja. 2010. http://handicraft.indiamart.com/products/
decorative-items/dry-flowers/lotus-pods.html. (12 Juni 2010).
. Manfaat Seroja. 2010. http://handicraft.indiamart.com/products/decorative-
items/dry-flowers/lotus-petals.html. (12Juni 2010).
Irawan DJ. 2009. Pendugaan Kandungan Karbon Pada Tegakan Jati (Tectona grandis) Tidak
Terbakar dan Pasca Kebakaran Permukaan di KPH Malang, Perum Perhutami Unit II
Jawa Timur. [Skripsi]. Departemen Silvikultur. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor.
(Tidak dipublikasikan).
Khiatuddin M. 2003. Melestarikan Sumber Daya Air dengan Teknologi Rawa Buatan.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
La-ongsri W, C Trisonthi dan H Bolslev. 2009. Management and Use of Nelumbo nucifera
Gaertn. in Thai Wetlands. Wetland Ecol Manage. (Abstract).
http://www.springerlink.com/content/q80373316287n667/fulltext.pdf. (2 Januari
2010).
Losi CJ, GT Sicama. 2002. Analysis of alternative methods for estimating carbon stock in
Young tropical plantations. Yale School of Forestry and Environmental Studies, 205
Prospect St., New Haven, CT 06511, USA Smithsonian Tropical Research Institute,
Unit 0948, APO AA, 34002-0948, USA .
McNaughton SJ, L Wolf. 1990. Ekologi Umum. UGM Press. Yogyakarta.
Michael P. 1994. Metode Ekologi untuk Penyelidikan Lapangan dan Laboratorium.
Diterjemahkan oleh Yanti R. Koester. UIPress. Jakarta.
Naibaho SD. 2004. Studi Keberadaan Seroja (Nelumbo nucifera Gaertn.) dan Faktor Fisika –
Kimia di Perairan Situ Burung, Dramaga, Kabupaten Bogor. [Skripsi]. Departeman
Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB.
Bogor. (Tidak dipublikasikan).
Odum 1971. Dasar-dasar Ekologi. Gadjah Mada Press. Yogyakarta.
Pancho JV, M Soerjani. 1978. Aquatic Weeds of Southeast Asia. BIOTROP – SEAMEO.
Bogor.
65
Peraturan Daerah Jawa Barat Nomor 39 Tahun 2000 tentang Peruntukan Air dan Baku Mutu
Air pada Sungai Citarum dan Anak-Anak Sungainya di Jawa Barat. Sekertaris Daerah
Provinsi Jawa Barat.
[PP-RI] Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 82 Tahun 2001 tentang pengelolaan
kualitas air dan pengendalian pencemaran air. Sekretaris Negara Republik Indonesia
Jakarta.
Prahasta E. 2008. Model Permukaan Dijital. Informatika. Bandung.
Saeni MS. 1989. Kimia Lingkungan. Bogor. IPB-Press.
Sastrapradja S, R. Bimantoro. 1981. Tumbuhan Air. Lembaga Biologi Nasional – LIPI.
Bogor.
Scribd. Manfaat Seroja. 2010. http://www.scribd.com/nelumbo-nucifera. (15 Januari 2010).
. Sedimentasi Perairan. 2010. http://www.scribd.com/doc/27063850/Dampak-
Sedimentasi-Terhadap-Kualitas-Perairan. (15 Juni 2010).
Srikumar M & Ramesh B. Direct Transesterification of Nelumbo nucifera Gaertn
Triglycerides For Biodiesel Studies: Optimisation Studies. International Seminar and
Workshop Suistanable Utilization of Tropical Plant Biomass (Thirruvanantaphuram,
15-16 Desember 2008) Center for Bioinformatics, Kerala University Campus. India.
p135. (Abstract)
Suharsono. 2009. Terumbu Karang dan Perubahan Iklim. Dalam Laut Sebagai Pengendali
Perubahan Iklim: Peran Laut Indonesia dalam Mereduksi Percepatan Proses
Pemanasan Global. Workshop Ocean and Climate Change. Bogor, 4 Agustus 2009.
Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Bogor.
Sumolang D. 2009. Peranan Eceng Gondok (Eichornia crassipes) dalam Menyimpan Karbon
dan Meningkatkan Kualitas Air Irigasi di Lahan Pertanian Ranca Bungur, Bogor.
[Skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. (Tidak dipublikasikan).
Suryadiputra I N.N. 2005. Lahan Basah Buatan di Indonesia. Wetlands International –
Indonesia Programme. Bogor.
Sutaryo D. 2009. Penghitungan Biomassa, Sebuah Pengantar Untuk Studi Karbon dan
Perdagangan Karbon. Wetlands International Indonesia Programme. Bogor.
Tebutt THY. 1992. Principles of Water Quality Control. 4th
edition. Pergamon Press. Oxford.
251 hal.
Usman. 2004. Analisis Kepekaan Beberapa Metode Penggunaan Evapotranspirasi Potensial
Terhadap Perubahan Iklim. Universitas Riau. Pekanbaru. Jurnal Natur Indonesia.
(Abstrak).
66
Vogel S. 2004. Contribution to The Functional Anatomy and Biology of Nelumbo nucifera.
Plant Systematic and Evolution. Springer – Verlag. Institute of Botany. University of
Vienna. Austria. (Abstract).
Watironna RS. 2005. Pengaruh Musim Terhadap Kuantitas, Kontinuitas dan Kualitas Air di
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Sukabumi Periode 2002-2004.
[Skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. (Tidak dipublikasikan).
Widaryanti. 2001. Studi Pertumbuhan Lotus (Nelumbo nucifera Gaertner) Pada Beberapa
Jenis Media Tanam. [Skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor. (Tidak dipublikasikan).
Wikipedia. Pemanasan global. 2009. http://id.wikipedia.org. (4 Agustus 2009)
. Seroja. 2009. http://id.wikipedia.org. (4 Agustus 2009)
. Tanaman air. 2009. http://id.wikipedia.org. (4 Agustus 2009)
Yakup YS. 1991. Gulma dan Teknik Pengendaliannya. Raja Grafindo. Jakarta.
68
Lampiran 1. Contoh perhitungan
1. Perhitungan Morfometri Danau
a. Luas Situ Burung
106.732 106.7325 106.733 106.7335 106.734
-6.549
-6.5485
-6.548
-6.5475
-6.547
-6.5465
-6.546
-6.5455
0 m 55.64 m 111.28 m 166.92 m 222.56 m
Missal 1 kotak kecil= 0.5 cm x 0.5cm = 0,25 cm2.
Luas persegi besar = 13,5 cm x 21cm = 287,7 cm2.
Jumlah kotak yang diluar garis keliling pantai Situ = 195,9 cm2.
Luas Situ Burug di Peta = 91,8 cm
2.
Misalkan panjang garis koordinat ab (106,732oBT – 106,7325
oBT) = 2,65 cm.
Misalkan luas persegi abcd di dalam peta:
= (2,65 cm)2 = 7,0225 cm
2.
Misalkan 1o sebenarnya = 11,32 km.
Maka panjang garis koordinat ab yang sebenarnya
= (106,7325o – 106,732
o) x 11,32 km.
= 5.566,1 cm.
Sehingga luas persegi abcd yang sebenarnya= (5.566,1 cm)2
= 30.981.469,21 cm2.
Jadi skala perbandingan untuk peta Situ Burung = 1 : 4.411.743,569.
Jadi Luas Situ Burung yang sebenarnya
= 91,8 cm2 x 4.411.743,569.
= 404.998.059,6 cm2.
= 4,05 ha.
= ± 4,05 ha.
Kotak
kecil
69
b. Volume Danau
Keterangan:
V1, V2 : Volume total air pada strata 1, 2, …dst (m3).
h1 : Kedalaman atau interval atau kontur (m).
A1, A2 : Luas kumulatif strata 1, 2, … dst (m).
n : Jumlah kontur.
Strata
Kedalaman
(m)
Luas tiap
Strata
Kedalaman Ai-1+Ai Ai-1xAi (Ai-1xAi)^0.5
Vn
(0)
40.499,81
(Ao) 62.728,38 900.252.771 30.004,21 15.455,43
1(0.5) 22.228,57 37.232,91 333.525.019 18.262,67 27.747,79
2(1.5) 15.004,34 22.676,36 115.113.627 10.729,10 27.837,89
3(2.5) 7.672.02 10.519,80 21.848.234,60 4.674,21 17.726,35
4(3.5) 2.847,78 3.622,04 2.204.925,35 1.484,89 7.660,41
5(4.5) 774,26
Jumlah 96.427,86
2. Perhitungan Biomassa
Perhitungan Kadar Air dan Berat Karbon
Misalkan diketahui:
Bb = 16 gr.
Bk = 2,8 gr.
% C-organik = 36,49.
Kadar air ? BK ?
Jawab:
KA= (16 2,8)/16* 100 % = 82,50 %.
BK = 2,8 gr * 36,49 % = 1,02 grC. Keterangan : BK (Berat Karbon); Bk (Berat kering); Bb (Berat basah); KA (Kadar Air).
3. Estimasi Nilai Simpanan/ Stok Karbon
Misalkan jumlah tanaman Seroja di dalam Situ Burung = 3006 Ind.
Misalkan berat Karbon rata-rata = 7,96 grC/ind dari Berat Kering rata-rata (8,83 gr/ind)
dengan %C-organik rata-rata = 45,06 %.
Misalkan Luas persentase penutupan tanaman Seroja di Situ Burung = 0,46 ha.
Maka Estimasi Nilai Simpanan/ Stok Karbon
= 3006 Ind*7,96 grC/ind* 44 grCO2eq÷ 12 grC.
= 87.735,12 grCO2eq atau 87,73 kgCO2eq.
Sehingga Estimasi Nilai Simpanan/ Stok Karbon per ha adalah
= 87,73 kgCO2eq ÷ 0,46 * 1 ha.
= 190,72 kgCO2eq/ha.
Menurut La-ongsri (2009) Doubling Time untuk tanaman Seroja adalah 2 bulan
Sehingga Estimasi Nilai Simpanan/ Stok Karbon dalam satu tahun adalah
= 190,72 kgCOeq/ha* 6 kali pemanenan selama satu tahun.
= 1.144,30 kgCO2eq/ha/tahun atau 1.14 TonCO2eq/ha/tahun.
70
Lampiran 2. Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001, tentang Pengelolaan Kualitas
Air dan Pengendalian Pencemaran Air
PARAMETER SATUAN KELAS KETERANGAN
I II III IV
FISIKA
Temperatur °C
Dev
3 dev 3 dev 3 dev 3 Deviasi temperatur dari kondisi alamiahnya
Residu terlarut mg/L 1000 1000 1000 1000
Residu
tersusupensi mg/L 50 50 400 400
Bagi pengolahan air minum secara
konvensional, residu tersuspensi ≤5000
mg/L
KIMIA ANORGANIK
Ph mg/L 6-9 6-9 6-9 5-9
Apabila secara alamiah dan rentang waktu
tersebut, maka ditentukan berdasarkan
kondisi alamiah
BOD mg/L 2 3 6 12
COD mg/L 10 25 50 100
DO mg/L 6 4 3 0 Angka batas minimum
Total fosfat
sebagai P mg/L 0,2 0,2 1 5
NO3 sebagai N mg/L 10 10 20 20
NH3 mg/L 0,5 (-) (-) (-)
Bagi perikanan, kandungan amonia bebas
untuk ikan peka ≤ 0,02 mg/L
Arsen mg/L 0,05 1 1 1
Kobalt mg/L 0,2 0,2 0,2 0,2
Barium mg/L 1 (-) (-) (-)
Boron mg/L 1 1 1 1
Selenium mg/L 0,01 0,05 0,05 0,05
Kadmium mg/L 0,01 0,01 0,01 0,01
Khrom (VI) mg/L 0,05 0,05 0,05 0,01
Tembaga mg/L 0,02 0,02 0,02 0,02
Bagi pengolahan air minum konvensional,
Cu ≤ 1 mg/L
Besi mg/L 0,3 (-) (-) (-)
Bagi pengolahan air minum konvensional,
Fe ≤ 5 mg/L
Timbal mg/L 0,03 0,03 0,03 (-)
Bagi pengolahan air minum konvensional,
Pb ≤ 0,1 mg/L
Mangan mg/L 0,1 (-) (-) (-)
Air raksa mg/L 0,001 0,002 0,002 0,005
Seng mg/L 0,05 0,05 0,05 2
Bagi pengolahan air minum konvensional,
Zn≤5 mg/L
Khlorida mg/L 600 (-) (-) (-)
Sianida mg/L 0,02 0,02 0,02 (-)
Fluorida mg/L 0,5 1,5 1,5 (-)
Nitrit sebagai
N mg/L 0,06 0,06 0,06 (-)
Bagi pengolahan air minum secara
konvensional, NO2N≤1 mg/L
Sulfat mg/L 400 (-) (-) (-)
Khlorin bebas mg/L 0,03 0,03 0,03 (-) Bagi ABAM tidak dipersyaratkan
Belerang
sebagai H2S mg/L 0,002 0,002 0,002 (-)
Bagi pengolahan air minum secara
konvensional, S sebagai H2S <0,1 mg/L
Keterangan:
Mg : milligram
µg/L : microgram
mL : milliliter
L : liter
Bq : bequerel
MBAS : Methylene Blue Activa Sunstance
71
ABAM : Air Baku Untuk Air Minum
Logam berat merupakan logam terlarut, kecuali untuk pH dan DO
Bagi pH merupakan nilai rentang yang tidak boleh kurang atau lebih dari nilai yang tercantum
Nilai DO merupakan batas minimum
Arti (-) di atas menyatakan bahwa untuk kelas termasuk, parameter tersebut tidak dipersyaratkan
Tanda ≤ adalah lebih kecil atau sama dengan
Tanda < adalah lebih kecil
Presiden Republik Indonesia
Ttd
Megawati Soekarno Putri
Kelas I :air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau
peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
Kelas II :air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air,
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau
peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
Kelas III :air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar,
peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan air yang sama dengan kegunaan tersebut.
Kelas IV :air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau
peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut.
72
Lampiran 3. Hasil Analisis Kandungan C-organik didalam contoh daun dan batang
Seroja.
Sampel
Seroja
Batang
(%) Daun (%)
C Organik
(%)
1 36,49 40,50 38,49
2 36,71 36,35 36,53
3 48,37 50,05 49,21
4 41,64 50,42 46,03
5 44,42 52,40 48,41
6 50,26 49,99 50,12
7 44,43 45,00 44,71
8 40,30 40,49 40,39
9 46,32 53,78 50,05
10 51,45 44,53 47,99
11 40,44 47,23 43,83
12 44,63 45,25 44,94
Rata-rata 45,06
73
Lampiran 4. Data Biomassa Seroja (Nelumbo nucifera) sumber: data primer
Sampel
Batang
Daun
Panjang
batang
(cm)
Diameter
daun (cm)
Berat
basah
total
(gr)
Berat
kering
total
(gr)
Kadar
air
total
(%) Seroja
Berat
basah
(gr)
Berat
kering
(gr)
%
Corganik
Kadar
air (%)
Berat
karbon
(grC)
Berat
basah
(gr)
Berat
kering
(gr)
% C
organik
Kadar
air (gr)
Berat
karbon
(grC)
1 16 2,80 36,49 82,50 1,02 12 3,50 40,50 70,83 1,42 76,70 31,90 31 6,30 79,68
2 36 7,40 36,71 79,44 2,72 14 4,80 36,35 65,71 1,74 125,50 35,60 56 12,20 78,21
3 19 3,40 48,37 82,11 1,64 18 4,90 50,05 72,78 2,45 82,30 36,80 41 8,30 79,76
4 29 4,90 41,64 83,10 2,04 20 6,70 50,42 66,50 3,38 93,30 40,80 51 11,60 77,25
5 47 5,20 44,42 88,94 2,31 19 5,00 52,40 73,68 2,62 155 39,10 67 10,20 84,78
6 14 2,70 50,26 80,71 1,36 10 3,30 49,99 67,00 1,65 76,50 32,90 31 6,00 80,65
7 56 9,50 44,43 83,04 4,22 30 9,60 45,00 68,00 4,32 134,50 46,20 91 19,10 79,01
8 170 15,00 40,30 91,18 6,05 76 16,20 40,49 78,68 6,56 334 60,00 249 31,20 87,47
9 94 9,20 46,32 90,21 4,26 73 10,90 53,78 85,07 5,86 321 54,30 171 20,10 88,25
10 75 9,20 51,45 87,73 4,73 85 16,90 44,53 80,12 7,53 274 65,50 187 26,10 86,04
11 203 18,80 40,44 90,74 7,60 109 23,00 47,23 78,90 10,86 373 71,50 316 41,80 86,77
12 68 8,00 44,63 88,24 3,57 53 12,3 45,25 76,79 5,57 362 58,50 126 20,30 83,89
Jumlah 827 96,10 41,52 519 117,1 53,96
74
Lampiran 5. Keadaan lokasi dan alat yang digunakan selama penelitan
Gambar 15. Lokasi Situ Burung. Gambar 16. Saluran
pembuangan air Situ Burung.
Gambar 17. Saluran pembuangan air Gambar 18. Bagian tengah
Situ Burung. Situ Burung.
Gambar 19. Vegetasi Seroja di Situ Burung. Gambar 20. Seroja di Situ
Burung.
75
Gambar 21. Pengambilan sampel Kualitas Air. Gambar 22. Pengukuran
diameter daun dan
pengambilan Sampel Seroja.
Gambar 23. Penimbangan Sampel Seroja. Gambar 24. Sampel Seroja.
Gambar 25. Pengambilan data Morfometri. Gambar 26. Alat dan bahan
pada pengamatan data
morfometri.
76
Gambar 27. Sampel Seroja dalam amplop Gambar 28. Sampel Seroja
sebelum Pengovenan. dalam pengovenan.
77
Lampiran 6. Pemanfaatan Seroja
No Nama Tumbuhan Herbal Berat (mg)
1 Daun Seroja (Nelumbo Nucifera) 525
2 Biji Casia (Casia obSitufolia) 300
3 Teh Oolong (Camelia sinesis) 255
4 Batang Alisma (Alisma orientalis) 180
5 Chinese Holy (Ilex cornuta) 105
6 Rhubarb (Rheum parmatrum) 90
7 Tangerine (Citrus reticulate) 45 Catatan: satu box teh mempunyai berat sebesar 60 gr dimana didalamnya berisi 40 kantong
teh yang mempunyai berat sebesar 1,5 gr per kantong teh (gambar 23).
(www.scribd.com/nelumbo-nucifera).
Gambar 28. Teh Seroja. Gambar 29. Garnish Seroja.
Gambar 30. Hiasan Seroja. Gambar 31. Daun Bunga
Seroja untuk bahan makanan.
78
DAFTAR ISTILAH
Above Ground Biomass :Bagian dari biomassa tanaman yang berada diatas
permukaan tanah.
Aerenchyma :Bagian rongga udara yang terdapat pada bagian petiole
(batang) dan akar di dalam tanaman Seroja.
Allometri :Suatu fungsi atau persamaan matematika yang
menunjukkan hubungan antara bagian tertentu dari
makhluk hidup dengan bagian lain atau fungsi tertentu
dari makhluk hidup tersebut. Persamaan tersebut
digunakan untuk menduga parameter tertentu dengan
menggunakan parameter lainnya yang lebih mudah
diukur.
Autotroph :Organisme yang memiliki klorofil dapat berfotosintesis
dapat menghasilkan makanannya sendiri.
Biomassa :Total berat / massa atau volume organisme dalam area
atau volume tertentu. (IPCC glossary)
Below Ground Biomass :Bagian dari biomassa tanaman yang berada dibawah
permukaan tanah.
BOD :(Biochemical Oxygen Demand) Jumlah oksigen yang
dipakai/dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk
mendekomposisi bahan organik yang bersifat
biodegradable.
C :Inisial dari unsur Karbon di dalam sistem periodik
unsur kimia
Carbon Sink :Bahan/materi yang dapat menyerap karbon.
Carbon Source :Bahan/materi yang dapat menghasilkan karbon.
Chlorenchyma :Suatu rongga yang terdapat pada daun seroja yang
didalamnya terdapat pigmen zat hijau daun/chlorophyll.
CO2 :Suatu senyawa kimia yang dihasilkan melalui proses
respirasi, vulkanik, pembakaran dll.
COD :(Chemical Oxygen Demand) Jumlah oksigen yang
dipakai/dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik
yang bersifat biodegradable ataupun nonbiodegradable
menjadi CO2 dan H2O.
79
Dekomposer :Organisme yang dapat menguraikan bahan organik
menjadi bahan anorganik melalui proses fisika, kimia
atau biologi.
Dekomposisi :Penguraian. Dalam hal ini penguraian bahan organik
menjadi bahan anorganik melalui proses fisika, kimia
atau biologi. Pembusukan bahan organic diamati.
DHL :(Daya Hantar Listrik) Gambaran numerik dari
kemampuan air untuk meneruskan aliran listrik, dilihat
dari banyaknya garam-garam terlarut yang dapat
terionisasi.
Dimensi Permukaan :Bagian fisik dari morfometri danau yang bersifat dua
dimensi.
Dimensi Bawah Permukaan :Bagian fisik dari morfometri danau yang bersifat tiga
dimensi.
DO :(Dissolved Oxygen) Jumlah oksigen terlarut yang
terkandung didalam perairan.
Eceng Gondok :Suatu jenis tanaman air yang siklus hidupnya
mengapung diatas permukaan perairan.
Evapotranspirasi :Penguapan air melalui evaporasi langsung dan
transpirasi melalui daun tumbuh-tumbuhan secara
bersama.
Fotosintesa :Suatu proses biokimia yang dilakukan organisme
Autotroph dalam hal memproduksi makanan yang
berasal dari karbondioksida dan air dengan bantuan
cahaya matahari dengan menggunakan zat hijau daun
(Chlorophyl).
Global Warming :Meningkatnya suhu bumi akibat adanya GRK (Gas
Rumah Kaca).
GPS :Suatu alat yang digunakan dalam menentukkan
koordinat di suatu wilayah yang ada di bumi melalui
model lintang-bujur.
Heterotroph :Organisme yang tidak mengahsilkan makanannya
sendiri.
Kayu Apu :Suatu jenis tanaman air yang hidupnya mengapung
diatas permukaan perairan.
Limbah Domestik :Limbah yang berasal dari rumah-rumah.
80
Limbah Industri :Limbah yang berasal dari Industri.
Mitigasi :Upaya untuk penanggulangan/meredam kerusakan
lingkungan.
Morfometri Danau :Suatu metode pengukuran dan analisa secara kuantitatif
dimensi-dimensi fisik suatu badan perairan.
pH :Derajat keasaman. Gambaran konsentrasi ion hidrogen
suatu perairan.
Pong bua :Nama lokal untuk masakan yang bahan utamanya
berasal tanaman Seroja di Negara Thailand.
Sedimentasi :Proses pendangkalan suatu perairan yang biasanya
disebabkan oleh erosi tanah yang ada di bagian tepi
perairan.
Seroja :Suatu jenis tanaman air yang siklus hidupnya mencuat
ke atas permukaan perairan.
Siklus Karbon :Siklus biogeokimia dimana karbon dipertukarkan
antara biosfer, geosfer, hidrosfer, dan atmosfer Bumi.
Tanaman Air :Tumbuhan yang beradaptasi terhadap keberadaan air
secara kontinyu atau toleran terhadap kondisi tanah
berair untuk selama periode waktu hidupnya.
TDS :(Total Dissolved Solid) Jumlah partikel terlarut
berukuran lebih dari 1 m yang lolos pada kertas saring
dengan diameter pori 0,45 µm.
TSS :(Total Suspended Solid) Jumlah partikel tersuspensi
berukuran lebih dari 1 m yang tertahan pada kertas
saring dengan diameter pori 0,45 µm.
Transesterification :Proses perubahan senyawa trigliserida untuk
menghasilkan senyawa gliserol dan metil ester.
Transpirasi :Proses kehilangan air dalam bentuk uap dari jaringan
tumbuhan melalui stomata.