Nama: adzanny Belina Nusha
NIM : 201466043
Fakultas: Fisioterapi
Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di IndonesiaI. Latar Belakang
Keberhasilan pembangunan adalah cita-cita suatu bangsa yang terlihat dari
peningkatan taraf hidup dan Umur Harapan Hidup (UHH)/Angka Harapan Hidup (AHH).
Namun peningkatan UHH ini dapat mengakibatkan terjadinya transisi epidemiologi dalam
bidang kesehatan akibat meningkatnya jumlah angka kesakitan karena penyakit degeneratif.
Perubahan struk-tur demografi ini diakibatkan oleh peningkatan populasi lanjut usia (lansia)
dengan menurunnya angka kematian serta pe-nurunan jumlah kelahiran.
Seiring meningkatnya derajat kesehatan dan kesejahteraan penduduk akan
berpengaruh pada peningkatan UHH di Indonesia. Berdasarkan laporan Perserikatan Bangsa-
Bangsa 2011, pada tahun 2000-2005 UHH adalah 66,4 tahun (dengan persentase populasi
lansia tahun 2000 adalah 7,74%), angka ini akan meningkat pada tahun 2045-2050 yang
diperkirakan UHH menjadi 77,6 tahun (dengan persentase populasi lansia tahun 2045 adalah
28,68%). Begitu pula dengan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) terjadi peningkatan UHH.
Pada tahun 2000 UHH di Indonesia adalah 64,5 tahun (dengan persentase populasi lansia
adalah 7,18%). Angka ini meningkat menjadi 69,43 tahun pada tahun 2010 (dengan
persentase populasi lansia adalah 7,56%) dan pada tahun 2011 menjadi 69,65 tahun (dengan
persentase populasi lansia adalah 7,58%).
Meningkatnya populasi lansia ini membuat pemerintah perlu merumuskan kebijakan dan
program yang ditujukan kepada kelompok penduduk lansia sehingga dapat berperan dalam
pembangunan dan tidak menjadi beban bagi masyarakat. Undang-Undang Nomor 13 Tahun
1998 tentang kesejahteraan lansia menetapkan, bahwa batasan umur lansia di Indonesia
adalah 60 tahun ke atas. Berbagai kebijakan dan program yang dijalankan pemerintah di
antaranya tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2004 tentang Pelaksanaan
Upaya Peningkatan Kesejahteraan Lanjut Usia, yang antara lain meliputi: 1) Pelayanan
keagamaan dan mental spiritual seperti pembangunan sarana ibadah dengan pelayanan
aksesibilitas bagi lanjut usia; 2) Pelayanan kesehatan melalui peningkatan upaya
penyembuhan (kuratif), diperluas pada bidang pelayanan geriatrik/gerontologik; 3) Pelayanan
untuk prasarana umum, yaitu mendapatkan kemudahan dalam penggunaan fasilitas umum,
keringanan biaya, kemudahan dalam melakukan perjalanan, penyediaan fasilitas rekreasi dan
olahraga khusus; 4) Kemudahan dalam penggunaan fasilitas umum, seperti pelayanan
administrasi pemerintah (Kartu Tanda Penduduk seumur hidup), pelayanan kesehatan pada
sarana kesehatan milik pemerintah, pelayanan dan keringanan biaya untuk pembelian tiket
perjalanan, akomodasi, pembayaran pajak, pembelian tiket rekreasi, penyediaan tempat
duduk khusus, penyediaan loket khusus, penyediaan kartu wisata khusus, mendahulukan para
lanjut usia.
Tujuan dari penulisan ini adalah menyajikan kondisi dan posisi lansia di berbagai bidang
sehingga diharapkan dapat dijadi-kan sebagai bahan masukan dalam penyusunan dan
perencanaan program, kebijakan maupun kegiatan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan
lansia
II. Bahan dan Cara
Kajian ini menggunakan sumber data dari laporan rutin Kementerian Kesehatan, Sensus
Penduduk (SP) tahun 2010, Sur-vei Ekonomi Nasional (SUSENAS), Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2007, Riset Fasilitas Kesehatan (Rifaskes) tahun 2011, dan dokumen-
dokumen kebijakan yang terkait dengan lansia. Setiap topik permasalahan didiskusikan oleh
tim dalam memperoleh kesepakatan hasil yang perlu disajikan. Analisis untuk memperdalam
kajian diperlukan untuk mendu-kung bahan yang disajikan.
III. Situasi Global
Secara global diprediksi populasi lansia terus mengalami peningkatan seperti tampak pada
gambar di bawah ini. Populasi lansia di Indonesia diprediksi meningkat lebih tinggi dari pada
populasi lansia di wilayah Asia dan global setelah tahun 2050.
Bila dilihat dari struktur kependudukannya, secara global berstruktur tua dari tahun 1950.
Sedangkan Asia dan Indonesia berstruktur tua dimulai dari tahun 1990 dan 2000. Walaupun
dikatakan berstruktur tua tetapi jumlah penduduk <15 tahun lebih besar dari penduduk lansia
(60+ tahun), tetapi pada tahun 2040 baik global/dunia, Asia dan Indonesia diprediksikan
jumlah penduduk lansia sudah lebih besar dari jumlah penduduk <15 tahun.
IV. Situasi Indonesia
A. Gambaran Umum
Indonesia termasuk negara berstruktur tua, hal ini dapat dilihat dari persentase penduduk
lansia tahun 2008, 2009 dan 2012 telah mencapai di atas 7% dari keseluruhan penduduk,
seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut ini. Struktur penduduk yang menua tersebut
merupakan salah satu indikator keberhasilan pencapaian pembangunan manusia secara global
dan nasional. Keadaan ini berkaitan dengan adanya perbaikan kualitas kesehatan dan kondisi
sosial masyarakat yang meningkat. Dengan demikian, peningkatan jumlah penduduk lanjut
usia menjadi salah satu indikator keberhasilan pembangunan sekaligus sebagai tantangan
dalam pembangunan.
Bila dilihat lansia berdasarkan jenis kelamin, penduduk lansia yang paling banyak adalah
perempuan, seperti tampak pada gambar di bawah ini. Hal ini menunjukkan bahwa umur
harapan hidup yang paling tinggi adalah perempuan.
Berdasarkan tipe daerah, penduduk lansia lebih banyak tinggal di perdesaan daripada di
perkotaan yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 4: Penduduk Lanjut Usia Menurut Tipe Daerah Sumber : Susenas Tahun 2012, Badan Pusat Statistik RI
Jika dilihat sebaran penduduk lansia menurut provinsi, persentase penduduk lansia di atas
10% sekaligus paling tinggi ada di Provinsi DI Yogyakarta (13,04%), Jawa Timur (10,40%)
dan Jawa Tengah (10,34%).
Gambar 5 : Penduduk Lanjut Usia Menurut ProvinsiSumber : Susenas Tahun 2012, Badan Pusat Statistik RI
Perubahan struktur penduduk mempengaruhi angka beban ketergantungan, terutama bagi penduduk
lansia. Perubahan ini menyebabkan angka ketergantungan lansia menjadi meningkat. Rasio
ketergantungan penduduk tua (old dependency ratio) adalah angka yang menunjukkan tingkat
ketergantungan penduduk tua terhadap penduduk usia produktif. Angka tersebut merupakan
perbandingan antara jumlah penduduk tua (60 tahun ke atas) dengan jumlah penduduk produktif (15-
59 tahun). Angka ini mencerminkan besarnya beban ekonomi yang harus ditanggung penduduk
produktif untuk membiayai penduduk tua.
Hasil dari data Susenas menunjukkan bahwa angka rasio ketergantungan penduduk lansia pada tahun
2012 adalah sebe-sar 11,90 seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1. Angka rasio sebesar 11,90
menunjukkan bahwa setiap 100 orang pen-duduk usia produktif harus menanggung sekitar 12 orang
penduduk lansia. Namun bila dibandingkan per jenis kelamin, angka rasio ketergantungan penduduk
lansia perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk lansia laki-laki (12,95 berbanding
10,86) seperti tampak pada tabel di bawah ini.
Hasil Susenas tahun 2012 memperlihatkan pendidikan penduduk lansia yang relatif masih
rendah karena persentase tidak/belum pernah sekolah dan tidak tamat SD lebih dari separuh
penduduk lansia (tidak/belum pernah sekolah 26,84%; tidak tamat SD 32,32%) seperti
tampak pada gambar di bawah ini. Rendahnya tingkat pendidikan penduduk lansia serta ban-
yaknya penduduk lansia di perdesaan mungkin dapat mempengaruhi aksesibilitas lansia ke
fasilitas kesehatan.
Walaupun tingkat pendidikan lansia relatif masih rendah namun terjadi peningkatan tingkat
pendidikan yang ditamatkan lansia selama kurun waktu tahun 2005 sampai dengan 2012.
Persentase penduduk lansia yang tidak/belum pernah sekolah turun dari 38,53% pada tahun
2005 menjadi 26,84% pada tahun 2012.
Gambar 6 : Persentase Penduduk Lansia Menurut Pendidikan
Sumber : Susenas Tahun 2005, 2007, 2009, 2011, 2012, Badan Pusat Statistik RI
Pada gambar di bawah ini memperlihatkan persentase penduduk lansia menurut status
perkawinan. Sebagian besar lansia berstatus kawin (57,81%), dan cerai mati (39,06%).
Gambar 7 : Penduduk Lanjut Usia Menurut Status PerkawinanSumber : Susenas Tahun 2012, Badan Pusat Statistik RI
Menurut jenis kelamin, pola status perkawinan penduduk lansia laki-laki berbeda dengan
lansia perempuan. Lansia perempuan lebih banyak yang berstatus cerai mati (59,15%),
sedangkan lansia laki-laki lebih banyak yang berstatus kawin (82,71%). Hal ini disebabkan
usia harapan hidup perempuan yang lebih tinggi dibandingkan dengan usia harapan hidup
laki-laki, sehingga per-sentase lansia perempuan yang berstatus cerai mati lebih banyak
dibandingkan dengan lansia laki-laki. Satu hal yang menarik dari status perkawinan lansia
adalah persentase yang cukup tinggi dari lansia perempuan yang berstatus cerai. Hal ini
mungkin disebabkan sebagian besar perempuan setelah cerai tidak kawin lagi dalam jangka
waktu yang relatif lama. Sebaliknya lansia laki-laki yang bercerai umumnya segera kawin
lagi.
Kepala rumah tangga adalah orang yang bertanggung jawab terhadap rumah tangganya.
Kedudukan kepala rumah tangga sangat penting dalam menentukan kelangsungan rumah
tangga. Selain bertanggung jawab secara ekonomi untuk memenuhi kebutuhan seluruh
anggota keluarga, kepala rumah tangga juga berperan sebagai pengambil keputusan.
Tanggung jawab kepala rumah tangga yang sangat besar dari sisi psikologis maupun
ekonomis, ternyata masih banyak diemban oleh penduduk lansia yang seharusnya menikmati
hari tua tanpa beban berat. Gambar berikut ini menunjukkan bahwa dari tahun 2005 – 2012
sebagian besar penduduk lansia (sekitar 90%) masih memegang peranan penting di dalam
lingkungan rumah tangga berstatus sebagai kepala rumah tangga.
Menurut jenis kelamin dari tahun 2005-2012, persentase penduduk laki-laki lansia yang
menjadi kepala rumah tangga lebih tinggi dibandingkan perempuan. Hal ini mungkin
disebabkan budaya patriarkhi di masyarakat bahwa laki-laki adalah pemimpin dalam rumah
tangga.
Gambar 9 : Persentase Penduduk Lansia yang Menjadi Kepala RumahTangga Menurut Jenis
Kelamin Tahun 2005, 2007, 2009, 2011 dan 2012
Sumber : Susenas Tahun 2005, 2007, 2009, 2011 dan 2012, Badan Pusat Statistik RI
Penduduk lansia yang termasuk dalam angkatan kerja merupakan lansia potensial. Lansia
potensial banyak ditemukan di negara berkembang dan negara yang belum memiliki
tunjangan sosial untuk hari tua. Mereka berusaha bekerja untuk mencapai kebutuhan keluarga
yang menjadi tanggungannya. Berdasarkan hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas)
tahun 2011 hampir separuh (45,41%) lansia di Indonesia memiliki kegiatan utama bekerja
dan sebesar 28,69% mengurus rumah tangga, kemudian 1,67% termasuk
menganggur/mencari kerja, dan kegiatan lainnya sekitar 24,24% seperti tampak pada gambar
di bawah ini. Tingginya persentase lansia yang bekerja dapat dimaknai bahwa sebenarnya
lansia masih mampu bekerja secara produktif untuk membiayai kehidupan rumah tangganya,
namun di sisi lain mengindikasikan bahwa tingkat kesejahteraan lansia masih rendah,
sehingga meskipun usia sudah lanjut, lansia terpaksa bekerja untuk membiayai kehidupan
rumah tangganya.
Gambar 10 : Persentase Penduduk Lansia Menurut Jenis Kegiatan Tahun 2011
Sumber : Sakernas Tahun 2011, Badan Pusat Statistik RI
Bila ditinjau menurut tipe daerah, persentase lansia yang bekerja di daerah perkotaan
(51,46%) lebih tinggi dibandingkan lansia perdesaan (38,99%). Kondisi ini kemungkinan
disebabkan oleh jenis pekerjaan di perdesaan bersifat informal yang tidak memiliki
persyaratan yang umumnya tidak dapat dipenuhi oleh penduduk lansia, seperti faktor umur
dan pendidikan.
Gambar 11 : Persentase Penduduk Lansia Bekerja Menurut Tipe Daerah Tahun 2011
Sumber : Sakernas Tahun 2011, Badan Pusat Statistik RI
Untuk penduduk lansia yang bekerja menurut jenis kelamin, persentase penduduk lansia laki-
laki yang bekerja (61,47%) lebih tinggi dibandingkan lansia perempuan (31,39%) seperti
tampak pada gambar di bawah ini
Komposisi lansia yang bekerja menurut lapangan usaha mencerminkan struktur
perekonomian dan potensi sektor perekonomian dalam menyerap tenaga kerja lansia.
Informasi tersebut juga dapat memberikan gambaran kasar mengenai kualitas sumber daya
lansia terutama tingkat keterampilan yang dikuasai. Semakin tinggi keterampilan yang
dikuasai lansia, semakin tinggi minat untuk bekerja di luar sektor pertanian. Sektor pertanian
masih menjadi tumpuan sebagian besar pekerja lansia (60,92%), kemudian jasa (28,80%) dan
industri (10,28%). Tingginya persentase yang bekerja di sektor pertanian antara lain terkait
dengan tingkat pendidikan penduduk lansia yang pada umumnya masih rendah. Lapangan
usaha sektor pertanian terbuka untuk semua kalangan dan tanpa prasyarat pendidikan..
Dari tabel di atas ditunjukkan pula perbedaan struktur lapangan usaha penduduk lansia di
daerah perkotaan dan perdesaan. Di daerah perkotaan mayoritas lansia bekerja pada sektor
jasa (51,06%) sedangkan di daerah perdesaan hampir 80% lansia bekerja pada sektor
pertanian.
Berdasarkan Sakernas tahun 2009, hampir 11% lansia miskin. Penduduk lansia miskin yang
tinggal di desa lebih banyak (13,55%) dari penduduk lansia miskin yang tinggal di kota
(7,8%) seperti tampak pada gambar di bawah ini.
Gambar 13: Persentase Penduduk Lansia Bekerja Menurut Jenis Kelamin Tahun 2009
Sumber : Sakernas Tahun 2009, Badan Pusat Statistik RI
B. Status Kesehatan Lansia
Dengan bertambahnya umur, fungsi fisiologis mengalami penurunan akibat proses
degeneratif (penuaan) sehingga penyakit tidak menular banyak muncul pada usia lanjut.
Selain itu masalah degeneratif menurunkan daya tahan tubuh sehingga ren-tan terkena infeksi
penyakit menular. Penyakit tidak menular pada lansia di antaranya hipertensi, stroke, diabetes
mellitus dan radang sendi atau rematik. Sedangkan penyakit menular yang diderita adalah
tuberkulosis, diare, pneumonia dan hepa-titis.
Angka kesakitan (morbidity rates) lansia adalah proporsi penduduk lansia yang mengalami
masalah kesehatan hingga mengganggu aktivitas sehari-hari selama satu bulan terakhir.
Angka kesakitan merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur derajat
kesehatan penduduk. Angka kesakitan tergolong sebagai indikator kesehatan negatif.
Semakin rendah angka kesakitan, menunjukkan derajat kesehatan penduduk yang semakin
baik.
Angka kesakitan penduduk lansia tahun 2012 sebesar 26,93% artinya bahwa dari setiap 100
orang lansia terdapat 27 orang di antaranya mengalami sakit. Bila dilihat perkembangannya
dari tahun 2005-2012, derajat kesehatan penduduk lansia men-galami peningkatan yang
ditandai dengan menurunnya angka kesakitan pada lansia seperti tampak pada gambar di
bawah ini.
Gambar 14 : Angka Kesakitan Penduduk Lansia Tahun 2005, 2007, 2009, dan 2012
Sumber : Susenas Tahun 2005, 2007 dan 2009, dan 2012, Badan Pusat Statistik RI
Keluhan kesehatan adalah keadaan seseorang yang mengalami gangguan kesehatan atau
kejiwaan, baik karena penyakit akut/kronis, kecelakaan, kriminalitas atau sebab lainnya.
Keluhan kesehatan tidak selalu mengakibatkan terganggunya aktivitas sehari-hari, namun
terjadinya keluhan kesehatan dan jenis keluhan yang dialami oleh penduduk dapat
menggambarkan tingkat/derajat kesehatan secara kasar.
Berdasarkan Susenas 2012, separuh lebih lansia (52,12%) mengalami keluhan kesehatan
sebulan terakhir, dan tidak ada perbedaan lansia yang mengalami keluhan kesehatan
berdasarkan jenis kelamin (laki-laki 50,22%; perempuan 53,74%). Dari gambar di bawah ini
juga memperlihatkan perkembangan kondisi penduduk lansia yang mengalami keluhan
kesehatan selama sebulan terakhir pada tahun 2005-2012. Secara umum derajat kesehatan
penduduk lansia masih rendah, yang dapat dilihat dengan peningkatan persentase penduduk
lansia yang mengalami keluhan kesehatan dari tahun 2005-2012.
Faktor yang juga mempengaruhi kondisi fisik dan daya tahan tubuh lansia adalah pola hidup
yang dijalaninya sejak usia balita. Pola hidup yang kurang sehat berdampak pada penurunan
daya tahan tubuh, masalah umum yang dialami adalah rentannya terhadap berbagai penyakit.
Di dalam Susenas dikumpulkan informasi mengenai jenis keluhan kesehatan yang umum
seperti pada gambar di bawah ini. Keluhan kesehatan yang paling tinggi adalah jenis keluhan
lainnya (32,99%). Jenis keluhan lainnya di antaranya keluhan yang merupakan efek dari
penyakit kronis seperti asam urat, darah tinggi, rematik, darah rendah dan diabetes.
Kemudian jenis keluhan yang juga banyak dialami lansia adalah batuk (17,81%) dan pilek
(11,75%).
Gambar 16 : Proporsi Penduduk Lansia yang Mempunyai Keluhan Kesehatan Selama
Sebulan Terakhir Tahun 2012
Sumber : Susenas Tahun 2012, Badan Pusat Statistik RI
Penyakit Tidak Menular adalah penyakit degeneratif karena berhubungan dengan proses
degenerasi (ketuaan). Selain itu Penyakit Tidak Menular disebut juga new communicable
disease karena dianggap dapat menular melalui gaya hidup dimana gaya hidup dapat
menyangkut pola makan, kehidupan seksual dan komunikasi global. Inti atau substansi dalam
epidemi-ologi penyakit tidak menular adalah ditemukannya penyebab dalam hal ini atau yang
dipakai adalah istilah ditemukannya faktor resiko sebagai faktor penyebab.
Obesitas sentral dianggap sebagai faktor risiko yang erat kaitannya dengan beberapa penyakit
degeneratif. Untuk laki-laki dengan Lingkar Perut (LP) di atas 90 cm atau perempuan dengan
LP di atas 80 cm dinyatakan sebagai obesitas sentral (WHO Asia-Pasifik, 2005).
Prevalensi obesitas sentral untuk tingkat nasional adalah 18,8%. Dari gambar berikut ini
tampak bahwa obesitas sentral cenderung meningkat sampai umur 45-54 tahun, selanjutnya
berangsur menurun kembali. Bila kita lihat prevalensi obesitas menjelang lansia sampai
lansia (kelompok umur 55-64 tahun, 65-74 tahun dan 75+ tahun), kelompok umur 55-64
tahun yang obesitasnya paling tinggi.
Faktor risiko lain yang erat kaitannya dengan beberapa penyakit degeneratif adalah merokok.
Prevalensi merokok lansia pada kelompok umur 55-64, 65-74 dan 75+ cukup tinggi yaitu di
atas 30%, dan paling tinggi pada kelompok umur 55-64 tahun (37,5%) dengan rerata jumlah
batang rokok/hari sebanyak 13 batang rokok.
Penyakit pada lanjut usia (lansia) sering berbeda dengan dewasa muda, karena penyakit pada
lansia merupakan gabun-gan dari kelainan-kelainan yang timbul akibat penyakit dan proses
menua, yaitu proses menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki
diri atau mengganti diri serta mempertahankan struktur dan fungsi normalnya, sehingga tidak
dapat bertahan terhadap penyakit (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang
diderita.
Berdasarkan laporan rumah sakit melalui Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun 2010
(rumah sakit yang mengirim laporan untuk rawat jalan (RL2B) adalah 41,05% dari total
jumlah RS yang teregistrasi dalam SIRS), 10 peringkat terbesar penyakit penyebab rawat
jalan dari seluruh penyakit rawat jalan pada kelompok usia 45-64 tahun dan 65+ tahun yang
pal-ing tingggi adalah hipertensi esensial sedang sebab sakit lainnya hampir sama kecuali
pada kelompok umur 45-64 tahun terdapat gangguan refraksi, penyakit kulit dan pulpa
sedangkan pada kelompok umur >65 tahun terdapat katarak, penun-jang sarana kesehatan dan
penyakit jantung iskemik lainnya dengan persentase terhadap seluruh penyakit rawat jalan
dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Pemerintah akan meningkatkan pola pelayanan kesehatan jemaah haji pada musim terkait
kebijakan Kementerian Agama (Kemenag) memprioritaskan jemaah haji lansia. Peningkatan
pelayanan kesehatan ini karena jemaah lansia memiliki karakter kondisi kesehatan yang
komplek.
Bersumber dari Sistem Informasi Kesehatan Haji Indonesia (Siskohatkes) tahun 2012,
jemaah haji lansia yang di embarkasi penyakit yang terbanyak berdasarkan hasil pemeriksaan
terakhir adalah Essential (primary) hypertension (40,12%) dan Non-insulin-dependent
diabetes mellitus (9,21%) seperti tampak pada tabel di bawah ini.
Untuk penyakit jemaah haji yang dirawat inap di Indonesia dan Arab Saudi yang paling
banyak adalah Non-insulin-dependent diabetes mellitus (12,30%) dan Essential (primary)
hypertension (8,91%). Hal ini sesuai dengan penyakit terbanyak yang diperiksa terakhir di
embarkasi yaitu Essential (primary) hypertension dan Non-insulin-dependent diabetes
mellitus.
Untuk jemaah haji lansia penyebab kematian yang paling tinggi adalah Cardiac arrest
(20,87%) dan Septicaemia (10,28%) seperti tampak pada Tabel 5 di bawah ini.
Informasi peristiwa dan penyebab kematian di masyarakat sangat penting untuk memperoleh
data dasar di bidang kesehatan, dimana data tersebut dapat dipakai sebagai indikator untuk
menyusun kebijakan kesehatan, mengevaluasi efektifitas dan efisiensi program yang sudah
berjalan serta menunjang penelitian-penelitaian yang dilakukan.
Dari hasil laporan Badan Litbangkes untuk registrasi penyebab kematian di 15
kabupaten/kota tahun 2011, proporsi penyebab kematian kelompok lansia (umur 55-64 tahun
dan >65) yang paling tinggi adalah Stroke dan Ischaemic heart diseases.
Penduduk lansia hasil pengolahan SP 2010 sebanyak 18.043.712 orang, dari jumlah tersebut
sekitar 18.028.271 orang ditanyakan mengenai kesulitan fungsional dengan menggunakan
kuesioner C1, sisanya sebesar 15.441 penduduk tidak ditanyakan mengenai kesulitan
fungsional bagi mereka penghuni flat/apartemen/perumahan sangat eksklusif, atau
masyarakat terpencil (akses sangat sulit), atau rumah tangga di kolong jembatan (bangunan
sangat tidak layak huni), atau pengungsi tenda, tunawisma, awak kapal, orang tinggal di
gerbong kereta api, suku terasing, penghuni penjara dan barak militer, serta pasien rumah
sakit jiwa. Dari data dalam gambar di bawah ini tampak jenis kesulitan yang dialami lansia
yang paling tinggi adalah kesulitan dalam melihat (17,57%), kemudian kesulitan dalam hal
mendengar (12,77%).
Gambar 20 : Persentase Disabilitas pada Lansia Tahun 2010
Sumber : Sensus Penduduk Tahun 2010, Badan Pusat Statistik RI
Berobat jalan dapat dilakukan dengan mendatangi tempat-tempat pelayanan kesehatan baik
modern ataupun tradisional, tanpa menginap, termasuk mendatangkan petugas kesehatan.
Gambar di bawah ini menunjukkan proporsi penduduk lansia yang berobat jalan menurut
jenis tempat berobat. Tiga tempat yang paling banyak didatangi oleh penduduk lansia untuk
berobat jalan adalah praktek tenaga kesehatan sebesar 33,2%, praktek dokter/poliklinik
sebesar 30,56%, dan puskesmas/pustu sebesar 29,31%.
Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) adalah sebuah program jaminan kesehatan
untuk warga Indonesia yang memberikan perlindungan sosial di bidang kesehatan untuk
menjamin masyarakat miskin dan tidak mampu yang iurannya dibayar oleh pemerintah agar
kebutuhan dasar kesehatannya yang layak dapat terpenuhi. Pada tahun 2011 dan 2012 pro-
gram ini mendanai biaya kesehatan yang paling tinggi pada kelompok umur 15-60 tahun, dan
yang paling rendah adalah kelompok lansia (> 60 tahun) seperti tampak pada gambar di
bawah ini.
C. Upaya Kesehatan Lansia
Kementerian Kesehatan dalam upaya untuk meningkatkan status kesehatan para lanjut usia,
melakukan beberapa program yaitu:
1. Peningkatan dan pemantapan upaya kesehatan para lansia di pelayanan kesehatan dasar,
khususnya Puskesmas dan kelompok lansia melalui program Puskesmas Santun Lanjut Usia.
Puskesmas Santun Usia Lanjut adalah Puskesmas yang melaksanakan pelayanan kepada
lansia dengan mengutamakan aspek promotif dan preventif di samping aspek kuratif dan
rehabilitatif, secara pro-aktif, baik dan sopan serta memberikan kemudahan dan dukungan
bagi lansia.
Puskesmas Santun Usia Lanjut menyediakan loket, ruang tunggu dan ruang pemeriksaan
khusus bagi lansia serta mempunyai tenaga yang sudah terlatih di bidang kesehatan lansia
dengan target Rencana Strategis Kesehatan tahun 2012 adalah 352 dan tahun 2014 sebanyak
602.
Berdasarkan Riset Fasilitas Kesehatan (Rifaskes) tahun 2011 secara nasional persentase
puskesmas yang memiliki posyandu lansia adalah 78,8%. Provinsi dengan persentase
puskesmas tertinggi yang memiliki posyandu lansia adalah Provinsi DI Yogyakarta (100%)
diikuti Jawa Tengah (97,1%) dan Jawa Timur (95,2%). Sedangkan persentase terendah ada di
Papua (15%), Papua Barat (18,2%) dan Sulawesi Barat (22,2%). Bila dilihat dari lokasi,
persentase puskesmas di perkotaan yang memiliki posyandu lansia 80,9%, sementara di
perdesaan 78,3%.
Untuk puskesmas yang memiliki Kelompok Peduli Lansia secara nasional persentasenya
hanya 25,5%. Provinsi de-ngan persentase puskesmas tertinggi yang memiliki Kelompok
Peduli Lansia adalah DI Yogyakarta (53,6%) diikuti Su-matera Selatan (44%) dan DKI
Jakarta (41,7%). Sedangkan persentase terendah ada di Provinsi Maluku (0%), Papua (2,5%)
dan Nusa Tenggara Timur (4,5%). Berdasarkan lokasi, persentase puskesmas yang memiliki
Kelompok Peduli Lansia di perkotaan 32,2%, sementara di perdesaan 23,8%.
2. Peningkatan upaya rujukan kesehatan bagi lansia melalui pengembangan Poliklinik
Geriatri di Rumah Sakit. Saat ini baru ada 8 Rumah Sakit Umum tipe A dan B yang memiliki
Klinik Geriatri Terpadu yaitu RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta; RSUP Karyadi,
Semarang; RSUP Sardjito, Yogyakarta; RSUP Sanglah, Denpasar; RSUP Hasan Sadikin
Bandung; RSUP Wahidin, Makassar; RSUD Soetomo, Surabaya dan RSUD Moewardi, Solo.
Untuk Rumah Sakit Khusus pada rumah sakit jiwa yang melayani geriatri sudah ada 16
rumah sakit yaitu: RSJ Dr. Rad-jiman Wediodoningrat, Lawang, RSJ Dr. H. Marzoeki
Mahdi, Bogor, RSJ Provinsi Jawa Barat, Mataram, RSJ Nusa Tenggara Barat, RSJ Aceh, RSJ
Jambi, RSJKO Soeprapto, Bengkulu, RSJ Menur, Surabaya, Jawa Timur, RSJ Lam-pung,
RSJ Ambon, RSJ Dr. Suparto Hardjo Husodo, Kendari, Sulawesi Tenggara, RSJ Prof. Dr.
Hb. Saanin, Padang, Sumatera Barat, RSJ Daerah Dr. Amino Gondohutomo, RSJ Daerah
Surakarta, Jawa Tengah, RSJ Daerah Madani Propinsi Sulawesi Tengah, RSJ Sambang
Lihum, Kalimantan Selatan, Rumah Sakit Khusus Daerah Atma Husada Ma-hakam,
Kalimantan Timur, Rumah Sakit Khusus Daerah Prof. Dr. V.L Ratumbuysang.
Berdasarkan Rifaskes tahun 2011 ketersediaan klinik geriatri masih sangat rendah yaitu
sekitar 5% dari semua RSU Pemerintah. Sebagian besar provinsi tidak memiliki RSU
Pemerintah yang memberikan pelayanan klinik geriatri.
3. Peningkatan penyuluhan dan penyebarluasan informasi kesehatan dan gizi bagi usia lanjut.
Program kesehatan lansia adalah upaya kesehatan berupa promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif untuk meningkatkan status kesehatan lansia. Kegiatan program kesehatan lansia
terdiri dari: 1) Kegiatan promotif penyuluhan tentang Perilaku Hidup Sehat dan Gizi Lansia;
2) Deteksi Dini dan Pemantauan Kesehatan Lansia; 3) Pengobatan Ringan bagi Lansia dan 4)
Kegiatan Rehabilitatif berupa Upaya Medis, Psikososial dan Edukatif. Berdasarkan Rifaskes
2011 persentase Puskesmas dengan kegiatan promotif penyuluhan tentang perilaku hidup
sehat dan gizi lansia secara nasional 75,7%. Provinsi dengan persentase puskesmas tertinggi
adalah Jawa Timur (93,8%), Jawa Tengah (93,6%) dan DI Yogyakarta (93,4%). Sedangkan
persentase terendah ada di Provinsi Papua (6,5%), Papua Barat (10.6%) dan Sulawesi
Tenggara (31,8%). Bila dilihat dari lokasi, persentase puskesmas di perkotaan yang
melaksanakan kegiatan promotif penyuluhan tentang perilaku hidup sehat dan gizi lansia
85,1%, sementara di perdesaan 72,4%.
Kesimpulan
1. Persentase penduduk lansia tahun 2012 adalah 7,56% yang berarti termasuk negara
berstruktur tua.
2. Penduduk lansia berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2012 yang paling banyak adalah
perempuan (Perempuan = 8,2%; Laki-laki = 6,9%).
3. Penduduk lansia berdasarkan wilayah tahun 2012 lebih banyak tinggal di perdesaan
(7,63%) daripada di perkotaan (7,49%).
4. Penduduk lansia paling tinggi pada tahun 2012 adalah di provinsi D.I. Yogyakarta
(13,04%), Jawa Timur (10,40%), Jawa Tengah (10,34%).
5. Angka rasio ketergantungan penduduk lansia pada tahun 2012 adalah sebesar 11,90.
6. Pendidikan penduduk lansia pada tahun 2012 relatif masih rendah karena persentase
tidak/belum pernah sekolah dan tidak tamat SD lebih dari separuh penduduk lansia
(tidak/belum pernah sekolah = 26,84%; tidak tamat SD = 32,32%).
7. Sebagian besar lansia pada tahun 2012 berstatus kawin (57,81%) dan cerai mati (39,06 %).
8. Pada tahun 2005 – 2012 sebagian besar penduduk lansia (sekitar 90%) masih memegang
peranan penting di dalam ling-kungan rumah tangga berstatus sebagai kepala rumah tangga
dan persentase penduduk laki-laki lansia (61,17%) yang men-jadi kepala rumah tangga lebih
tinggi dibandingkan penduduk perempuan lansia (37,05).
9. Berdasarkan hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) tahun 2011 hampir separuh
(45,41%) lansia di Indonesia memiliki kegiatan utama bekerja.
10. Berdasarkan lapangan pekerjaan, pekerja lansia yang paling banyak bekerja pada sektor
pertanian (60,92), kemudian Jasa (28,80%) dan industri (10,28%).
11. Angka kesakitan penduduk lansia tahun 2012 sebesar 26,93% dan dari tahun 2005-2012,
derajat kesehatan penduduk lan-sia mengalami peningkatan yang ditandai dengan
menurunnya angka kesakitan
12. Keluhan kesehatan lansia yang paling tinggi adalah keluhan yang merupakan efek dari
penyakit kronis seperti asam urat, darah tinggi, rematik, darah rendah dan diabetes (32,99%),
Kemudian jenis keluhan yang juga banyak dialami lansia adalah batuk (17,81%) dan pilek
(11,75%).
13. Prevalensi obesitas yang paling tinggi menjelang lansia sampai lansia (kelompok umur
55-64 tahun, 65-74 tahun dan 75+ tahun) adalah kelompok umur 55-64 tahun (23,1%).
14. Prevalensi merokok lansia paling tinggi pada kelompok umur 55-64 tahun (37,5%)
dengan rerata jumlah batang rokok/hari sebanyak 13 batang rokok.
15. Berdasarkan laporan rumah sakit melalui Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun
2010, 10 peringkat terbesar penyakit penyebab rawat jalan dari seluruh penyakit rawat jalan
pada kelompok usia 45-64 tahun dan 65+ tahun yang paling tingggi adalah hipertensi esensial
(primer).
16. Penyakit jemaah haji la nsia tahun 2012 yang di embarkasi yang terbanyak berdasarkan
hasil pemeriksaan terakhir adalah Essential (primary) hypertension(40,12%) dan Non-
insulin-dependent diabetes mellitus (9,21%).
17. Penyakit jemaah haji lansia tahun 2012 yang dirawat inap di Indonesia dan Arab Saudi
yang paling banyak adalah Non-insulin-dependent diabetes mellitus (12,30%) dan Essential
(primary) hypertension (8,91%).
18. Penyakit penyebab kematian jemaah haji lansia tahun 2012 tertinggi adalah Cardiac
arrest (20,87%) dan Septicaemia (10,28%).
19. Hasil laporan registrasi penyebab kematian di 15 kabupaten/kota pada tahun 2011,
proporsi penyebab kematian kelompok lansia (umur 55-64 tahun dan 65+) yang paling tinggi
adalah Stroke dan Ischaemic heart diseases.
20. Jenis kesulitan yang dialami lansia berdasarkan sensus penduduk tahun 2010 yang paling
tinggi adalah kesulitan dalam melihat (17,57%), kemudian kesulitan dalam hal mendengar
(12,77%).
21. Tiga tempat yang paling banyak didatangi oleh penduduk lansia untuk berobat jalan tahun
2012 adalah praktek tenaga kesehatan sebesar 33,2%, praktek dokter/poliklinik sebesar
30,56%, dan puskesmas/pustu sebesar 29,31%.
22. Jamkesmas pada tahun 2011 dan 2021 mendanai biaya kesehatan yang paling tinggi pada
kelompok umur 15-60 tahun (65,85% dan 68,08%), kemudian kelompok umur <15 (20,89%
dan 18,93%) dan yang paling rendah adalah kelompok lansia (12,26% dan 12,99%)
Daftar Pustaka
1. UN, World Population Prospects: The 2010 Revision, 2011.
2. www.haryono.com.
3. Laporan registrasi penyebab kematian di 15 kabupaten/kota, Badan Litbangkes tahun 2011.
4. Sistem Informasi Kesehatan Haji Indonesia (Siskohatkes), Pusat Kesehatan Haji,
Kementerian Kesehatan RI, tahun 2012
5. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2007, Badan Litbangkes RI.
6. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2010, Badan Litbangkes RI.
7. Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Tahun 2011 dan 2012, Kementerian Kesehatan
RI.
8. Sensus Penduduk Tahun 2010, Badan Pusat Statistik RI.
9. Survei Ekonomi Nasional (Susenas) Tahun 2005, Badan Pusat Statistik RI.
10. Survei Ekonomi Nasional (Susenas)Tahun 2007, Badan Pusat Statistik RI.
11. Survei Ekonomi Nasional (Susenas)Tahun 2009, Badan Pusat Statistik RI.
12. Survei Ekonomi Nasional (Susenas)Tahun 2012, Badan Pusat Statistik RI.
13. Survei Angkatan Kerja Nasional Tahun 2009, Badan Pusat Statistik RI.
14. Survei Angkatan Kerja Nasional Tahun 2009, Badan Pusat Statistik RI.
15. http://www.depkes.go.id/folder/view/01/structure-publikasi-pusdatin-buletin.html