ISSN : 1979-9101
MELATI
JURNAL MEDIA KOMUNIKASI ILMU EKONOMI
Diterbitkan Oleh : Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) KH. Ahmad Dahlan
Lamongan JL. Ahmad Dahlan Lamongan Telp/Fax (0322) 315 987
Terbit tiga kali setahun (April, Agustus dan Desember): 1979-9101 berisi tentang hasil
penelitian, gagasan konseptual, kajian dan aplikasi teori, resensi buku dan tulisan praktis
dalam bidang Ilmu Ekonomi.
Pelindung/Penasehat
Drs. H. Munadji
(Ketua BPH PT Muhammadiyah Lamongan)
Drs. H. Mustofa Nur, MM
(Ketua STIE KH. Ahmad Dahlan Lamongan)
Ketua Pengarah:
Dr. H. Masram, MM., M.Pd., MMKes
Drs. Arfian Mudayan, SE., M.Pd
Ketua Penyunting:
Dr. Hj. Mu’ah, MM., M.Pd
Penyunting Pelaksana:
Drs. Sugeng Utomo., M.Pd
Drs. Matali, MM
Annita Mahmudah, SE., S.Pd., M.Ak
Drs. Salamun, M.Pd
Drs. Maghfur, M.Pd
Drs. Sukahar, MM
Dra. Yulis Saidah, M.Pd
Heti Nur Aini, SE., M.Si
Drs. H. Muhammad Mahbub, MM
Penyunting Ahli/Mitra Bestari:
Dr. Supriyanto, MM (Dosen FE-Universitas Negeri Malang)
Dr. Anang Kistyanto, MM (Dosen FE-Universitas Negeri Surabaya
Alamat Penyunting Pelaksana dan Tata Usaha: Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) KH.
Ahmad Dahlan Lamongan, JL. KH. Ahmad Dahlan Lamongan, Telp/Fax (0322) 315987.
Jurnal ini diterbitkan di bawah pembinaan Ketua BPH PT Muhammadiyah Lamongan (Drs.
H. Munadji) dan Ketua STIE KH. Ahmad Dahlan Lamongan (Drs. H. Mustofa Nur, MM).
ISSN: 1979-9101
DAFTAR ISI
Efektifitas Dan Efisiensi Metode Penyusutan Aktiva Berdasarkan Faktor Waktu 1
Terhadap Peningkatan Laba Pt. Graha Agung Propertindo Gresik
Masram STIE KH. Ahmad Dahlan Lamongan Akuntansi
Analisis Pelayanan Pegawai Dan Kualitas Hasil Percetakan Terhadap 12
Kepuasan Pelanggan Pada Percetakan Kurnia Multimedia Celluler
Tunjungmekar – Kalitengah – Lamongan
Annita Mahmudah STIE KH. Ahmad Dahlan Lamongan
The Influence Of Service Quality To Patient’s Perceived Value In Private 18
Hospital Surabaya
Mu'ah STIE KH. Ahmad Dahlan Lamongan Manajemen
Pengaruh Penjualan Kredit Dan Perputaran Piutang Terhadap Laba Pada 38
Pt. Continental Cargo Carrier Indotrans
Ninik Masadah STIE KH. Ahmad Dahlan Lamongan Akuntansi
Analisis Biaya Bahan Baku Dan Gaji Karyawan Terhadap Pendapatan 50
Perusahaan Pada Pt. Es Batu Dumpi Agung Lamongan
Mustofa Nur STIE KH. Ahmad Dahlan Lamongan Manajemen
Analisis Pengaruh Jumlah Wisatawan Dan Tingkat Hunian Hotel Terhadap 59
Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Lamongan Tahun 2013-2015
Mukhtar STIE KH. Ahmad Dahlan Lamongan Perpajakan
1
EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI METODE PENYUSUTAN AKTIVA BERDASARKAN FAKTOR WAKTU
TERHADAP PENINGKATAN LABA PT. GRAHA AGUNG PROPERTINDO GRESIK
MASRAM
ABSTRAK
Perusahaan didirikan adalah untuk memperoleh laba yang optimal. Untuk mencapai tujuannya dalam
memperoleh laba yang optimal atas investasi yang telah ditanamkan dalam perusahaan. Salah satu bentuk investasi
tersebut adalah aktiva tetap yang digunakan dalam kegiatan normal perusahaan yaitu aktiva yang mempunyai umur
ekonomis lebih dari satu tahun atau satu periode akuntansi. Untuk itu diperlukan pengelolaan yang efektif dan efisien
dalam penggunaan metode penyusutan aktiva. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah : (1) Bagaimana
efektivitas metode penyusutan aktiva tetap berdasarkan faktor waktu yang diterapkan terhadap peningkatan laba PT.
Graha Agung Propertindo Gresik? (2) Bagaimana efisiensi metode penyusutan aktiva tetap berdasarkan faktor waktu
yang diterapkan terhadap peningkatan laba PT. Graha Agung Propertindo Gresik?.
Tujuan penelitian ini adalah (1) Untuk mengetahui efektivitas metode penyusutan aktiva berdasarkan faktor
waktu terhadap peningkatan laba PT. Graha Agung Propertindo Gresik. (2) Untuk mengetahui efisiensi metode
penyusutan aktiva berdasarkan faktor waktu terhadap peningkatan laba PT. Graha Agung Propertindo Gresik. Dalam
penelitian ini populasi yang dimaksud adalah Laporan keuangan (neraca dan laba rugi) PT. Graha Agung Propertindo
selama 3 periode dari tahun 2012-2014. Dengan mengambil sampel menggunakan teknik total sampling.
Penelitian ini ada dua variabel independent yaitu efektivitas metode penyusutan aktiva berdasarkan faktor
waktu dan efisiensi metode penyusutan aktiva berdasarkan faktor waktu. Sedangkan variabel dependent yaitu laba.
Penelitian ini indikator efektivitas metode penyusutan aktiva tetap diukur dengan masa manfaat aktiva menggunakan
metode penyusutan aktiva tetap berdasarkan faktor waktu. Indikator efisiensi metode penyusutan aktiva tetap diukur
dengan biaya penyusutan menggunakan metode penyusutan berdsarkan faktor waktu. Sedangkan indikator laba diukur
dengan laporan laba rugi dengan menggunakan metode penyusutan yang berbeda yaitu dengan menggunakan metode
penyusutan garis lurus, metode penyusutan saldo menurun berganda, dan metode penyusutan jumlah angka tahun.
Instrument penelitian ini menggunakan dokumentasi. Teknik analisa data yang dipergunakan adalah menggunakan
rumus perhitungan penyusutan aktiva tetap sesuai dengan standart akuntansi keuangan yang berlaku.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa efektivitas penyusutan aktiva tetap dan efisiensi penyusutan aktiva tetap
memiliki pengaruh terhadap peningkatan laba perusahaan. Secara perhitungan penggunaan metode penyusutan aktiva
tetap pada perusahaan berdampak terhadap besarnya laba bersih perusahaan. Hal ini ditunjukkan bahwa penggunaan
metode penyusutan garis lurus lebih tinggi sebesar 17,38% dibandingkan dengan metode saldo menurun berganda dan
dengan kenaikan sebesar 17,48% dibandingkan dengan metode jumlah angka tahun. Sehingga dapat diketahui bahwa
laba yang dilaporkan oleh PT. Graha Agung Propertindo Gresik dengan menggunakan metode penyusutan garis lurus
dibandingkan dengan metode saldo menurun berganda yang seharusnya diterapkan adalah lebih tinggi.
Kata Kunci : Efektivitas, Efisiensi, Aktiva Tetap, Metode Penyusutan Aktiva Berdasarkan Faktor Waktu, Laba.
PENDAHULUAN
Perusahaan didirikan dengan beberapa tujuan yang
ingin dicapai seperti, memperoleh laba yang optimal,
pertumbuhan terus menerus, dan kelangsungan hidup
perusahaan. Untuk mencapai tujuan tersebut,
perusahaan memerlukan elemen pendukung usaha
seperti modal, tenaga kerja yang berkualitas, dan
faktor-faktor produksi lainnya.
Setiap tahun perkembangan dunia bisnis yang
semakin maju menuntut para pengelola perusahaaan
untuk lebih baik dalam sistem pengelolaan
perusahaan, terutama dalam pengelolaan faktor-faktor
produksi. Untuk mencapai tujuannya dalam
memperoleh laba yang optimal atas investasi yang
telah ditanamkan dalam perusahaan. Salah satu bentuk
investasi tersebut adalah aktiva tetap yang digunakan
dalam kegiatan normal perusahaan yaitu aktiva yang
mempunyai umur ekonomis lebih dari satu tahun atau
satu periode akuntansi.
Pada umumnya aktiva yang dimiliki oleh
perusahaan adalah aktiva lancar atau aktiva tetap,
dimana kedua aktiva ini masing-masing mempunyai
peranan sangat penting bagi perusahaan, aktiva lancar
merupakan harta yang dapat dikomsumsi atau mudah
dicairkan sedangkan aktiva tetap adalah sarana
penunjang yang dimiliki perusahaan untuk
mempelancar kegiatan operasional perusahaan, tidak
untuk diperjual belikan dan merupakan pengeluaran
perusahaan yang relatif besar. Aktiva tetap berwujud
2
(Tangible fixed asset) adalah aktiva berwujud yang
sifatnya relatif permanen dan dapat diamati secara
fisik yang dapat memberikan manfaat ekonomi pada
masa mendatang bagi perusahaan seperti tanah,
bangunan, mesin, peralatan pabrik maupun kantor atau
kendaraan. Aktiva tetap berfungsi untuk menjalankan
kegiatan perusahaan, untuk itu diperlukan pengolaan
yang efektif dan efisien dalam penggunaan,
pemeliharaan, maupun pencatatan. Nilai ekonomis
suatu aktiva tetap dapat dibebankan secara tepat dan
salah satu caranya adalah dengan menentukan metode
penyusutan.
Pada umumnya aktiva tetap merupakan harta
perusahaan yang nilainya materil dibandingkan harta
lainnya. Investasi yang tertanam dalam aktiva tetap
cukup besar nilainya, sehingga mutlak diperlukan
pengelolaan yang baik. Untuk mencapai hasil
maksimal yang diinginkan penggunaan aktiva tetap
harus secara efektif dan efisien. Penggunaan yang
efektif dengan memanfaatkan aktiva tetap yang ada
dalam jumlah tertentu untuk menghasilkan sejumlah
barang dan jasa tepat pada waktunya. Jadi efektivitas
adalah perbandingan antara pemanfaatan sumber daya
dengan waktu yang dicapai untuk mendapatkan hasil
yang telah ditetapkan. Penggunaan yang efisien
dengan sedikit kegiatan operasional aktiva tetap
namun memberi manfaat yang besar bagi perusahaan.
Sehinggga efektivitas dan efisiensi penggunaan aktiva
tetap sangat bermanfaat bagi perusahaan untuk
pengelolaan dan pemeliharaan secara optimal guna
memaksimalkan besar kecilnya laba yang didapat
perusahaan. Sedangkan dari segi pencatatan, metode
penyusutan yang diterapkan perusahaan telah
memperhatikan perubahan nilai aktiva yang menurun
disebabkan karena berlalunya waktu atau menurunnya
manfaat yang telah diberikan aktiva tetap tersebut.
Menurut Warren, Reeve dan Fess (2005 : 395)
“Penurunan harga perolehan karena menurunnya
kegunaan sejalan dengan berlalunya waktu dalam
penggunaan disebut penyusutan (Depreciation)”.
Perusahaan harus mampu menerapkan metode
penyusutan aktiva yang tetap pada aktiva tertentu.
Metode penyusutan yang berbeda akan menghasilkan
alokasi biaya penyusutan yang berbeda sehingga akan
mempengaruhi harga pokok penjualan dan beban
usahan yang akan mempengaruhi besar kecilnya laba
yang akan diperoleh perusahaan dan mempengaruhi
besarnya biaya operasional yang harus dikeluarkan
oleh perusahaan tersebut. Oleh sebab itu, metode
penyusutan aktiva tetap harus ditentukan secara tepat
agar biaya penyusutan yang dibebankan dapat
mencerminkan kewajaran nilai aktiva tetap pada
neraca. Pada umumnya nilai ekonomis suatu aktiva
tetap akan mengalami penurunan yang disebabkan
pemakaian dan kerusakan, keusangan karena faktor
ekonomis dan teknis. Nilai perolehan pada suatu
aktiva tetap berwujud akan mengalami penurunan
karena adanya pemakaian atas aktiva tetap berwujud
tersebut. Dalam hal ini perusahaan harus
memperhatikan masalah pada biaya reparasi atau
pemeliharaan apakah relatif konstan sepanjang umur
aktiva tetap atau semakin meningkat. Karena itu pihak
manajemen harus berhati-hati dalam menerapkan
kebijakan khususnya jumlah pengeluaran pendapatan
(revenue expenditure), sebaliknya pengeluaran untuk
aktiva diatas jumlah minimal yang harus dikapitalisasi
sebagai pengeluaran modal (capital expenditure).
Pengaturan aktiva tetap dalam ketentuan PSAK
nomor 16 (2007) yang sudah direvisi IFRS dapat
menjadi dasar perusahaan untuk meningkatkan
kualiatas standar akuntansi keuangan yang digunakan
dan hendaknya pihak manajemen mampu mendorong
kreatifitas pekerja dan sering melakukan evaluasi hasil
kerja. Kondisi seperti ini yang selanjutnya
menciptakan efektivitas dan efisiensi penggunaan
aktiva tetap, serta pemilihan yang tepat metode
penyusutan aktiva tetap pada PT Graha Agung
Propertindo. Dari evaluasi yang dilakukan, diharapkan
kegiatan operasional perusahaan yang berhubungan
dengan aktiva tetap berjalan dengan tepat sesuai
tujuan yang ingin dicapai yaitu memperoleh laba yang
optimal.
METODE PENELITIANN
Pengertian Penelitian
Narbuko dan Achmadi (2010) mendefinisikan,
penelitian adalah suatu kegiatan untuk mencari,
mencatat, merumuskan dan menganalisis sampai
menyusun laporannya.
Menurut Suryabrata (2010) penelitian adalah suatu
proses yaitu rangkaian langkah-langkah yang
dilakukan secara terencana dan sistematis guna
mendapatkan pemecahan masalah atau mendapatkan
jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan tertentu.
Jenis Penelitian
Berdasarkan jenis data dan analisisnya metode
penelitian diklasifikasikan menjadi dua yaitu:
a) Metode penelitian yang bersifat kuantitatif
Metode kuantitatif menurut Sugiyono (2011), disebut
sebagai positivistic karena berlandaskan pada filsafat
positivistic. Metode ini juga dikenal sebagai metode
ilmiah atau metode scientific karena telah memenuhi
kaidah-kaidah ilmiah yaitu konkrit/empiris, objektif,
terukur, rasional, dan sistematis, karena proses
penelitian lebih bersifat seni (kurang terpola).
b). Metode penelitian yang bersifat kualitatif
3
Metode penelitian kualitatif menurut Sugiyono (2011),
sering disebut metode penelitian naturalistic karena
penelitiannya dilakukan pada kondisi yang ilmiah,
metode ini lebih banyak digunakan untuk penelitian
bidang antropologi budaya, disebut metode kualitatif
karena data yang terkumpul dan analisisnya lebih
bersifat kualitatif
Susunan Kerangka Kerja
Gambar 2.1. Kerangka Kerja
Variabel Operasional
Definisi operasional merupakan penyebaran
dari variabel penelitian, menggambarkan hubungan
antara variabel tertentu serta menguji kebenaran suatu
hipotesis. Disamping itu definisi operasional variabel
dimaksudkan untuk memudahkan pengukuran masing-
masing variabel dalam penelitian melalui indikator-
indikatornya. Adapun definisi operasional variabel
dalam penelitian ini adalah :
Tabel 2.1 Variabel Operasional
Tabel 2.4.1. Variabel Operasional
2.1. Tabel Variabel Operasional
4
HASIL PENELITIAN
Analisis Data
1. Efektivitas Metode Penyusutan Aktiva
Berdasarkan Faktor Waktu
Berdasarkan pengambilan data yang diperoleh dari
perusahaan, analisis terhadap penerapan metode
penyusutan aktiva tetap dapat dilakukan berdasarkan
laporan keuangan perusahaan (neraca dan laporan
nilai aktiva tetap) selama 3 tahun mulai tahun 2012-
2014 sebagai berikut:
Tabel 3.2 Neraca PT. Graha Agung Propertindo
Gresik periode 2012-2014
Perhitungan penyusutan perusahaan menggunakan
metode garis lurus. Biaya penyusutan selama tahun
2012-2014 dapat dilihat pada tabel 4.2 sebagai
berikut: pada tahun 2012 besar biaya penyusutan Rp
430.191.025, tahun 2013 besar biaya penyusutan Rp
430.191.025, tahun 2014 besar biaya penyusutan Rp
430.191.025.
Tabel 3.3 Laporan Nilai Aktiva Tetap PT. Graha
Agung Propertindo Gresik Periode 2012-2014
Dari data laporan keuangan neraca dan laporan nilai
aktiva PT. Graha Agung Propertindo Gresik periode
2012-2014 dapat digunakan untuk menghitung biaya
penyusutan tiap aktiva tetap. Sesuai dengan Standar
Akuntansi Keuangan 2004 ada beberapa metode
penyusutan yang dapat digunakan oleh perusahaan,
namun berkaitan dengan UU No.10/1994 serta
Keputusan Mentri Keuangan (KMK) No 82/1995
untuk perusahaan sektor Real Estate and Property
menggunakan metode penyusutan berdasarkan waktu,
karena metode ini metode paling tepat dan konseptual.
Metode penyusutan berdasarkan waktu terdiri dari
metode penyusutan garis lurus, metode saldo menurun
berganda dan metode jumlah angka tahun.
a. Menghitung Masa Manfaat Aktiva
Menggunakan Metode Penyusutan Garis
Lurus.
Tabel 3.4 Laporan Nilai Aktiva Pada Akhir Masa
Manfaat menggunakan Metode Garis Lurus
Berdasarkan tabel 3.4 nilai aktiva pada akhir masa
manfaat menggunakan metode penyusutan garis lurus.
Nilai bangunan Rp 895.114.453 habis disusutkan
selama 20 tahun dengan tarif penyusutan 5%. Nilai
perabot kantor Rp 285.875.400 habis disusutkan
selama 10 tahun dengan tarif penyusutan 10%. Nilai
kendaraan kantor Rp 793.245.000 habis disusutkan
selama 8 tahun dengan tarif penyusutan 12,5%. Nilai
kendaraan proyek Rp 585.254.100 habis disusutkan
selama 8 tahun dengan tarif penyusutan 12,5%. Nilai
peralatan kantor Rp 395.982.540 habis disusutkan
selama 4 tahun dengan tarif penyusutan 25%. Nilai
peralatan proyek Rp 342.158.961 habis disusutkan
selama 4 tahun dengan tarif penyusutan 25%.
Tabel 3.6 Rincian biaya penyusutan bangunan selama
masa manfaat (20 tahun) menggunakan metode garis
lurus
Berdasarkan tabel 3.6 rincian biaya penyusutan
bangunan selama masa manfaat yaitu selama 20 tahun.
5
Tahun ke-1 disusutkan Rp 44.755.723, tahun ke-2
disusutkan Rp 44.755.723, tahun ke-3 disusutkan Rp
44.755.723 dan seterusnya sampai tahun ke-20 dengan
biaya penyusutan yang sama. Total biaya penyusutan
selama 20 tahun sebesar Rp 895.114.453. Nilai aktiva
bangunan habis dengan masa 20 tahun menggunakan
metode penyusutan garis lurus karena nilai aktiva awal
bangunan Rp 895.114.453 dikurangi biaya penyusutan
Rp 895.114.453.
b. Menghitung Masa Manfaat Aktiva
Menggunakan Metode Penyusutan Saldo
Menurun Beganda.
Tabel 3.6 Laporan Nilai Aktiva Pada Akhir Masa
Manfaat menggunakan Metode Saldo Menurun
Berganda
Berdasarkan tabel 3.6 Nilai aktiva pada akhir masa
manfaat menggunakan metode penyusutan saldo
menurun berganda. Nilai bangunan Rp 895.114.453
disusutkan selama 20 tahun, tarif penyusutan 5%
dengan sisa Rp 108.825.020. Nilai perabot kantor Rp
285.875.400 disusutkan selama 10 tahun, tarif
penyusutan 10% dengan sisa Rp 30.695.638. Nilai
kendaraan kantor Rp 793.245.000 disusutkan selama 8
tahun, tarif penyusutan 12,5% dengan sisa Rp
79.414.069. Nilai kendaraan proyek Rp 585.254.100
disusutkan selama 8 tahun, tarif penyusutan 12,5%
dengan sisa Rp 58.591.494. Nilai peralatan kantor Rp
395.982.540 disusutkan selama 4 tahun, tarif
penyusutan 25% dengan sisa Rp 24.748.908. Nilai
peralatan proyek Rp 342.158.961 disusutkan selama 4
tahun, tarif penyusutan 25% dengan sisa Rp
21.384.935.
Tabel 3.7 Rincian biaya penyusutan bangunan selama
masa manfaat menggunakan metode saldo menurun
berganda
Berdasarkan tabel 3.7 rincian biaya penyusutan
bangunan selama masa manfaat yaitu selama 20 tahun.
Setiap tahun biaya penyusutannya mengalami
penurunan. Tahun ke-1 biaya penyusutan sebesar Rp
89.511.445, tahun ke-2 sebesar Rp 80.560.301, tahun
ke-3 sebesar Rp 72.504.271, dan seterusnya sampai
tahun ke-20. Nilai aktiva bangunan dengan masa 20
tahun menggunakan metode penyusutan saldo
menurun berganda masih terdapat nilai perolehan
karena nilai aktiva awal bangunan Rp 895.114.453
dikurangi biaya penyusutan Rp 786.289.433.
Tabel 3.7 Laporan Nilai Aktiva Pada Akhir Masa
Manfaat menggunakan Metode Jumlah Angka tahun
Berdasarkan tabel 3.7 Nilai aktiva pada akhir masa
manfaat menggunakan metode penyusutan jumlah
angka tahun. Nilai bangunan Rp 895.114.453 habis
disusutkan selama 20 tahun dengan tarif penyusutan
5%. Nilai perabot kantor Rp 285.875.400 habis
disusutkan selama 10 tahun dengan tarif penyusutan
10%. Nilai kendaraan kantor Rp 793.245.000 habis
disusutkan selama 8 tahun dengan tarif penyusutan
12,5%. Nilai kendaraan proyek Rp 585.254.100 habis
disusutkan selama 8 tahun dengan tarif penyusutan
12,5%. Nilai peralatan kantor Rp 395.982.540 habis
disusutkan selama 4 tahun dengan tarif penyusutan
25%. Nilai peralatan proyek Rp 342.158.961 habis
disusutkan selama 4 tahun dengan tarif penyusutan
25%.
Tabel 3.9 Rincian biaya penyusutan bangunan selama
masa manfaat menggunakan metode saldo menurun
berganda
Berdasarkan tabel 3.9 rincian biaya penyusutan
bangunan selama masa manfaat yaitu selama 20 tahun.
6
Setiap tahun biaya penyusutannya mengalami
penurunan. Tahun ke-1 biaya penyusutan sebesar Rp
89.511.445, tahun ke-2 sebesar Rp 80.560.301, tahun
ke-3 sebesar Rp 72.504.271, dan seterusnya sampai
tahun ke-20. Nilai aktiva bangunan dengan masa 20
tahun menggunakan metode penyusutan saldo
menurun berganda masih terdapat nilai perolehan
karena nilai aktiva awal bangunan Rp 895.114.453
dikurangi biaya penyusutan Rp 786.289.433.
c. Menghitung Masa Manfaat Aktiva
Menggunakan Metode Penyusutan Jumlah Angka
Tahun.
Tabel 3.10 Laporan Nilai Aktiva Pada Akhir Masa
Manfaat menggunakan Metode Jumlah Angka tahun
Berdasarkan tabel 3.10 Nilai aktiva pada
akhir masa manfaat menggunakan metode penyusutan
jumlah angka tahun. Nilai bangunan Rp 895.114.453
habis disusutkan selama 20 tahun dengan tarif
penyusutan 5%. Nilai perabot kantor Rp 285.875.400
habis disusutkan selama 10 tahun dengan tarif
penyusutan 10%. Nilai kendaraan kantor Rp
793.245.000 habis disusutkan selama 8 tahun dengan
tarif penyusutan 12,5%. Nilai kendaraan proyek Rp
585.254.100 habis disusutkan selama 8 tahun dengan
tarif penyusutan 12,5%. Nilai peralatan kantor Rp
395.982.540 habis disusutkan selama 4 tahun dengan
tarif penyusutan 25%. Nilai peralatan proyek Rp
342.158.961 habis disusutkan selama 4 tahun dengan
tarif penyusutan 25%.
Tabel 3.11 Rincian biaya penyusutan bangunan
selama masa manfaat (20 tahun) menggunakan jumlah
angka tahun
Berdasarkan tabel 3.11 rincian biaya penyusutan
bangunan selama masa manfaat yaitu selama 20 tahun.
Setiap tahun biaya penyusutannya mengalami
penurunan. Tahun ke-1 biaya penyusutan sebesar Rp
85.248.996, tahun ke-2 sebesar Rp 80.986.546, tahun
ke-3 sebesar Rp 76.724.096, dan seterusnya sampai
tahun ke-20. Nilai aktiva bangunan dengan masa 20
tahun menggunakan metode penyusutan jumlah angka
tahun habis disusutkan. Nilai aktiva awal bangunan
Rp 895.114.453 dikurangi biaya penyusutan Rp
895.114.453.
Efisiensi Metode Penyusutan Aktiva Berdasarkan
Faktor Waktu
Berdasarkan data yang diperoleh dari perusahaan,
untuk menilai tingkat efisiensi aktiva tetap dapat
dilihat dari biaya penyusutan aktiva dengan
menggunakan 3 metode berdasarkan faktor waktu,
yaitu terdiri dari metode penyusutan garis lurus,
matode penyusutan saldo menurun berganda, dan
metode penyusutan jumlah angka tahun.
a. Menghitung Penyusutan Aktiva Tetap
Menggunakan Metode Garis Lurus.
Dalam metode penyusutan garis lurus, beban
penyusutan untuk tiap tahun nilainya sama besar dan
tidak dipengaruhi dengan hasil atau outputyang
diproduksi. Berikut perhitungan alokasi biaya
penyusutan garis lurus, tiap aktiva dapat dilakukan
dengan cara perhitungan yang sama. Aktiva yang
dimiliki PT. Graha Agung Propertindo dan disusutkan
terdiri dari bangunan, perabot kantor, kendaraan
kantor, kendaraan proyek, peralatan kantor dan
peralatan proyek. Berikut salah satu contoh
perhitungan aktiva bangunan, untuk perhitungan
aktiva lainnya dapat dilakukan dengan cara yang
sama.
Bangunan = tarif penyusutan x nilai aktiva
bangunan = 5 % x Rp 895.114.453
= Rp 44.755.723
Tarif penyusutan bangunan sebesar 5% dan nilai
bangunan sebesar Rp 895.114.453 dapat dilihat pada
tabel 4.3, kemudian dihitung berdasarkan rumus
metode penyusutan metode garis lurus. Untuk tarif
penyusutan dan nilai aktiva lain juga dapat dilihat
pada tabel 4.3 dan dihitung berdasarkan rumus yang
sama. Jadi biaya penyusutan menggunakan metode
penyusutan garis lurus sebagai berikut:
Tabel 3.12 Alokasi Biaya Penyusutan Metode Garis
Lurus
b. Menghitung Penyusutan Aktiva Tetap
Menggunakan Metode Saldo Menurun Berganda.
Perhitungan penyusutan aktiva tetap menggunakan
metode saldo menurun berganda, beban penyusutan
7
diperoleh dengan mengalikan tarif penyusutan dengan
nilai perolehan tahun pertama dan nilai buku tahun-
tahun selanjutnya sehingga menghasilkan beban
penyusutan yang makin menurun tiap tahunnya
selama umur ekonomis aktiva tersebut.
Rumus :
Aktiva yang dimiliki PT. Graha Agung Propertindo
dan disusutkan terdiri dari bangunan, perabot kantor,
kendaraan kantor, kendaraan proyek, peralatan kantor
dan peralatan proyek. Berikut salah satu contoh
perhitungan aktiva bangunan, untuk perhitungan
aktiva lainnya dapat dilakukan dengan cara yang
sama.
Tabel 3.13 Alokasi Biaya Penyusutan Metode Saldo
Menurun Berganda
c. Menghitung Penyusutan Aktiva Tetap
Menggunakan Metode Penyusutan Jumlah Angka
Tahun.
Metode penyusutan ini menghasilkan tarif penyusutan
yang menurun dengan dasar penurunan pecahan dari
nilai yang dapat disusutkan (harga perolehan
dikurangi dengan nilai sisa).Setiap pecahan
menggunakan jumlah tahun sebagai bilangan penyebut
dan jumlah tahun akhir dari estimasi umur kegunaan.
Rumus :
Aktiva yang dimiliki PT. Graha Agung Propertindo
dan disusutkan terdiri dari bangunan, perabot kantor,
kendaraan kantor, kendaraan proyek, peralatan kantor
dan peralatan proyek. Berikut salah satu contoh
perhitungan aktiva bangunan, untuk perhitungan
aktiva lainnya dapat dilakukan dengan cara yang
sama.
3.14. Hasil Uji Heterokedastisitas
Tabel 3.14 Alokasi Biaya Penyusutan Metode Jumlah
Angka Tahun
c. Menghitung Selisih Perbandingan Biaya
d. Penyusutan Aktiva Tetap Menggunakan
Metode Garis Lurus, Metode Saldo
Menurun Berganda dan Metode Jumlah
Angka Tahun.
Tabel 3.15 Total Biaya Penyusutan Tahun 2012-2014
Berdasarkan tabel 3.15 total biaya penyusutan aktiva
tetap menggunakan metode garis lurus pada tahun
2012 sebesar Rp 430.191.025, tahun 2013 sebesar Rp
430.191.025, tahun 2014 sebesar Rp 430.191.025.
Menggunakan metode saldo menurun berganda pada
tahun 2012 sebesar Rp 860.382.051, tahun 2013
sebesar Rp 569.304.321, tahun 2014 sebesar Rp
395.215.445. Menggunakan metode jumlah angka
tahun pada tahun 2012 sebesar Rp 738.816.075, tahun
2013 sebesar Rp 617.250.099, tahun 2014 sebesar Rp
495.684.123. Berikut grafik yang menggambarkan
tingkat kenaikan biaya penyusutan selama tahun 2012-
2014.
Gambar 3.1 Grafik biaya penyusutan menggunakan
metode garis lurus tahun 2012-2014.
Berdasarkan gambar 3.1 biaya penyusutan
menggunakan metode penyusutan garis lurus pada
tahun 2012 sebesar Rp 430.191.025, tahun 2013
sebesar Rp 430.191.025, dan tahun 2014 sebesar Rp
430.191.025. Besarnya biaya penyusutan tiap
tahunnya sama.
Kriteria pengambilan keputusan adalah jika Fhitung >
Ftabel maka Ha diterima. Untuk itu dalam penelitian
ini disertakan uji F seperti yang terlihat dalam tabel
berikut:
8
Gambar 3.2 Grafik biaya penyusutan menggunakan
metode saldo menurun berganda tahun 2012-2014
Berdasarkan gambar 3.2 biaya penyusutan
menggunakan metode saldo menurun berganda pada
tahun 2012 sebesar Rp 860.382.051 mengalami
penurunan pada tahun 2013 sebesar Rp 569.304.321.
Pada tahun 2014 mengalami penurunan lagi sebesar
Rp 395.215.445. Menggunakan metode penyusutan
saldo menurun berganda biaya penyusutan mengalami
penurunan tiap tahunnya.
Gambar 3.3 Grafik biaya penyusutan menggunakan
metode jumlah angka tahun pada tahun 2012-2014
Berdasarkan gambar 4.4 biaya enyusutan
menggunakan metode jumlah angka tahun, pada tahun
2012 biaya penyusutan sebesar Rp 738.816.075,
mengalami penurunan pada tahun 2013 sebesar Rp
617.250.099. Pada tahun 2014 mengalami penurunan
lagi sebesar Rp 495.684.123. Biaya penyusutan tiap
tahunnya mengalami penurunan.
Untuk menghitung selisih biaya penyusutan dapat
dihitung dengan menggunakan cara sebagai berikut :
Tahun 2012 =
= -99,9 %
Tabel 3.17 Selisih Biaya Penyusutan Tahun 2012-
2014
Laba
Berdasarkan pengambilan data yang diperoleh dari
perusahaan, Laporan Laba Rugi tahun 2012 s/d 2014
sebagai berikut:
Tabel 3.17 PT. Graha Agung Propertindo Laporan
Laba / Rugi Periode 2012 s/d 2014
Hubungan Efektivitas Metode Penyusutan Aktiva
Berdasarkan Faktor Waktu dan Efisiensi Metode
Penyusutan Aktiva Berdasarkan Faktor Waktu
Terhadap Peningkatan Laba.
Hubungan efektivitas metode penyusutan aktiva
berdasarkan faktor waktu dan efisiensi metode
penyusutan aktiva berdasarkan faktor waktu terhadap
peningkatan laba dapat dilihat dari total laba yang
dihasilkan tiap tahun dengan menggunakan metode
penyusutan yang berbeda. Besar biaya penyusutan
aktiva tetap akan mempengaruhi masa manfaat aktiva
tetap dan mempengaruhi besar laba yang diperoleh
perusahaan. Semakin besar biaya penyusutan semakin
kecil masa manfaat aktiva dan semakin kecil laba
yang diperoleh, namun dengan adanya reparasi dan
pemeliharaan aktiva tetap dapat menambah masa
manfaat aktiva tetap dan dapat meningkatkan laba
perusahaan.
Untuk reparasi dan pemeliharaan aktiva tetap
perusahaan mengeluarkan biaya reparasi dan
pemeliharaan yang relatif konstan untuk semua aktiva
tetap secara rutin. Hal itu dilakukan untuk efisiensi
operasi aktiva, apabila terjadi penurunan efisiensi
operasi aktiva dapat menyebabkan menurunnya
konstribusi pendapatan yang akan diterima.
Hasil penilaian laba yang diperoleh PT. Graha Agung
Propertindo dengan menggunakan metode penyusutan
yang berbeda selama tahun 2012-2014 dapat dilihat
pada tabel 4.46.
Metode garis lurus lebih tinggi 27,07% sebesar Rp
860.382.051 dari metode saldo menurun berganda
pada tahun 2012. Metode garis lurus lebih tinggi
13,13% sebesar Rp 569.304.321 dari metode saldo
menurun berganda pada tahun 2013. Metode garis
lurus lebih tinggi 11,94% sebesar Rp 395.215.445 dari
metode saldo menurun berganda pada tahun 2014.
Metode garis lurus lebih tinggi 23,24% sebesar Rp
738.816.075 dari metode jumlah angka tahun pada
9
tahun 2012. Metode garis lurus lebih tinggi 14,23%
sebesar Rp 617.250.099 dari metode jumlah angka
tahun pada tahun 2013. Metode garis lurus lebih tinggi
14,97% sebesar Rp 495.684.123 dari metode jumlah
angka tahun pada tahun 2014.
Rata-rata laba pada tahun 2012-2014 metode garis
lurus lebih tinggi 17,38% sebesar Rp 608.300.606 dari
metode saldo menurun berganda dan dengan kenaikan
sebesar Rp 17,48% sebesar Rp 617.250.099 dari
metode jumlah angka tahun.
Berdasarkan hasil perhitungan metode penyusutan
aktiva tetap yang efektif adalah metode garis lurus
karena selama 3 periode jumlah biaya penyusutan
lebih kecil dari penggunaan metode saldo menurun
berganda dan metode jumlah angka tahun. Untuk
masa manfaat aktiva juga bertambah karena adanya
reparasi dan pemeliharaan secara rutin. Biaya yang
dikeluarkan juga efisien karena relatif konstan tiap
bulannya. Biaya penyusutan menggunakan metode
garis lurus selama tahun 2012-2014 sebesar Rp
1.290.573.075, mengalami kenaikan bila
menggunakan metode saldo menurun berganda
sebesar Rp 1.824.901.817, dan mengalami kanaikan
kembali jika menggunakan metode jumlah angka
tahun sebesar Rp 1.851.750.297. Semakin besar biaya
penyusutan semakin kecil laba yang diperoleh dan
sebaliknya semakin kecil biaya penyusutan maka
semakin besar laba yang diperoleh. Dengan demikian
penggunaan metode penyusutan sangat berpengaruh
terhadap peningkatan laba perusahaan. Laba paling
besar yang diperoleh dengan menggunakan metode
penyusutan garis lurus karena biaya yang dikeluarkan
relatif konstan.
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
Penelitian yang dilakukan oleh peneliti bertujuan
untuk mengetahui seberapa besar laba yang diperoleh
dengan menggunakan metode penyusutan aktiva tetap
yang berbeda pada PT. Graha Agung Propertindo
Gresik. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
oleh peneliti pada PT. Graha Agung Propertindo
Gresik dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Akuntansi perusahaan mengenai aktiva tetap
tidak menyimpang dari Standart Akuntansi Keuangan.
Untuk perusahaan yang bergerak dibidang Real Estate
and Property sesuai dengan UU No 10/1994 serta
KMK No 82/1995 dapat menggunakan metode
penyusutan berdasarkan waktu antara lain metode
penyusutan garis lurus, metode penyusutan saldo
menurun berganda dan metode penyusutan jumlah
angka tahun.
2. Metode penyusutan garis lurus yang
diterapkan perusahaan pada aktiva tetap yang dimiliki
sangat efektif. Hal ini dapat dilihat dari perhitungan
menggunakan metode ini lebih cepat dan mudah
karena cara perhitungan lebih sederhana dan beban
penyusutan yang dihasilkan relatif konstan.
3. Tingkat efektivitas metode penyusutan aktiva
berdasarkan faktor waktu yaitu metode penyusutan
garis lurus, saldo menurun berganda, jumlah angka
tahun dilihat dari masa manfaat aktiva tetap. Masa
manfaat dari penggunaan metode tersebut efektif
semua namun ada salah satu metode penyusutan yang
lebih efektif yaitu metode saldo menurun berganda.
4. Tingkat efisiensi metode penyusutan aktiva
berdasarkan faktor waktu dilihat dari biaya
penyusutan tiap penggunaan metode penyusutan.
Biaya penyusutan menggunakan metode penyusutan
garis lurus lebih kecil dari penggunaan metode
penyusutan saldo menurun berganda dan jumlah
angka tahun.
5. Analisis data menunjukkan besarnya biaya
penyusutan menggunakan metode garis lurus pada
tahun 2012 sebesar Rp 430.191.025, tahun 2013
sebesar Rp 430.191.025 dan tahun 2014 sebesar Rp
430.191.025. Biaya penyusutan menggunakan metode
saldo menurun berganda pada tahun 2012 sebesar RP
860.382.051, tahun 2013 sebesar Rp 569.304.321, dan
tahun 2014 Rp 395.215.445. Sedangkan menggunakan
metode jumlah angka tahun biaya penyusutan tahun
2012 sebesar Rp 738.816.075, tahun 2013 sebesar Rp
617.250.099 dan tahun 2014 sebesar Rp 495.684.123.
6. Beban penyusutan tahun 2012 metode garis
lurus lebih kecil 99,9 % dari metode saldo menurun
berganda dan lebih kecil 72 % dari metode jumlah
angka tahun. Untuk metode saldo menurun berganda
lebih besar 14% dari metode jumlah angka tahun.
7. Beban penyusutan tahun 2013 metode garis
lurus lebih kecil 32 % dari metode saldo menurun
berganda dan lebih kecil 42 % dari metode jumlah
angka tahun. Untuk metode saldo menurun berganda
lebih kecil 8% dari metode jumlah angka tahun.
8. Beban penyusutan tahun 2014 metode garis
lurus lebih besar 8 % dari metode saldo menurun
berganda dan lebih kecil 15 % dari metode jumlah
angka tahun. Untuk metode saldo menurun berganda
lebih kecil 25% dari metode jumlah angka tahun.
9. Analisis data menunjukkan besarnya laba
pada dengan menggunakan metode penyusutan garis
lurus tahun 2012 sebesar Rp 3.178.800.000, tahun
2013 Rp 4.337.359.478, dan tahun 2014 sebesar Rp
3.311.359.102. Laba dengan menggunakan metode
penyusutan saldo menurun berganda tahun 2012
sebesar Rp 2.318.417.949, tahun 2013 Rp
3.768.055.157, dan tahun 2014 Rp 2.916.143.657.
Sedangkan menggunakan metode penyusuatan jumlah
angka tahun, laba tahun 2012 sebesar Rp
10
2.439.983.925, tahun 2013 sebesar Rp 3.720.109.379
dan tahun 2014 Rp 2.815.674.979.
10. Penggunaan metode penyusutan aktiva tetap
pada perusahaan berdampak terhadap besarnya laba
bersih perusahaan. Hal ini ditunjukkan bahwa
penggunaan metode penyusutan garis lurus lebih
tinggi sebesar 17,38% dibandingkan dengan metode
saldo menurun berganda dan dengan kenaikan sebesar
17,48% dibandingkan dengan metode jumlah angka
tahun. Sehingga dapat diketahui bahwa laba yang
dilaporkan oleh PT. Graha Agung Propertindo Gresik
dengan menggunakan metode penyusutan garis lurus
dibandingkan dengan metode saldo menurun
berganda yang seharusnya diterapkan adalah lebih
tinggi.
SARAN
Saran yang bisa disampaikan dari hasil
penelitian yang didapat sebagai berikut:
1. Metode penyusutan garis lurus yang
diterapkan pada PT. Graha Agung Propertindo Gresik
untuk jenis aktiva bangunan, mesin, inventaris kantor,
dan inventaris proyek sudah tepat. Sehingga
perusahaan dapat terus menggunakan metode
penyusutan garis lurus atas jenis aktiva tersebut untuk
secara berkelanjutan, selama tidak terdapat perubahan
tingkat efisiensi operasi dan pemeliharaan yang relatif
konstan. Tetapi pada penyusutan jenis aktiva alat
berat, kendaraan proyek dan kendaraan kantor PT.
Graha Agung Propertindo Gresik sebaiknya mengubah
metode penyusutannya menjadi metode penyusutan
saldo menurun berganda agar sesuai penerapannya
dengan PSAK.
2. Sebaiknya PT. Graha Agung Propertindo
lebih memperhatikan penerapan atas metode
penyusutan aktiva tetap, karena penerapan
penyusutan aktiva tetap berdampak terhadap laba
bersih perusahaan dan harus diterapkan sesuai PSAK
DAFTAR PUSTAKA
Adisasmita, H.R. 2010. Pembangunan Kota Optimum,
Efisien dan Mandiri. Graha Ilmu.
Yogyakarta.
Agung, Kurniawan. 2005. Transformasi Pelayanan
Publik. Pembaruan. Yogyakarta
Agus, Maulana. 1997. Komunikasi Antar Manusia.
Professional Book. Jakarta.
Anoraga, Pandji. 2000. Manajemen Bisnis. Edisi
Kedua. Rineka Cipta. Jakarta.
Baridwan, Zaki. 2004. Intermediate Accounting. Edisi
Kedelapan. BPFE. Yogyakarta.
Belkaoui, Ahmed Riahi, dialih bahasakan oleh
Martawa Dkk. 2001. Teori Akuntansi.
Buku Dua. Salemba Empat. Jakarta.
Cholid, Narbuko, Achmadi, Abu. 2010. Metode
Penelitian. Bumi Aksara. Jakarta.
Depdiknas. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Balai Pustaka. Jakarta.
Dunia, A. Firdaus. 2010. Pengantar Akuntansi. Edisi
Kedua. FEUI. Yogyakarta.
Gani, Kartiah. 2012. Analisis Efisiensi Pelayanan
Terhadap Kepuasan Mahasiswa Para
Fakultas Kedokteran Gigi. Universitas
Hasanuddin.
Gie, The Liang. 2002. Analisis Administrasi Dan
Manajemen. Gramedia. Jakarta.
Handayaningrat, S. 2002. Pengantar Suatu Ilmu
Administrasi Dan Manajemen. Gunung
Agung. Jakarta.
Harbani, Pasolong. 2007. Teori Adminitrasi Publik.
Alfabeta. Bandung.
Hendriksen, Eldon. S, dialih bahasakan oleh Nugroho
W. 1991. Teori Akuntansi. Edisi
Keempat. Jilid Dua. Erlangga. Jakarta.
Hery, Widyawati, Lekok. 2011. Akuntansi Keuangan
Menengah 2. Bumi Aksara. Jakarta.
Horngren, Ct, dkk. 1997. Akuntansi di Indonesia.
Edisi 3. Penerbit Salemba Empat.
Jakarta.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2012. Standar Akuntansi
Keuangan. Salemba Empat. Jakarta.
Kasmir. 2012. Analisis Laporan Keuangan. PT Raja
Grafindo Persada. Jakarta.
Kusnadi, 2000. Akuntansi Keuangan Menengah.
Universitas Brawijaya. Malang.
Machfoeds, Mas’ud. 1990. Akuntansi Manajemen.
Buku Satu. Edisi Keempat. BPFE.
Yogyakarta.
Martani, Lubis. 1987. Teori Organisasi. Ghalia
Indonesia. Bandung.
Martoyo, S. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia.
Edisi 2. BPFE. Yogyakarta.
Marzuki. 2003. Statistik Terapan Untuk Penelitian
Ilmu-Ilmu Sosial. Gajah Mada
University Press. Yogyakarta.
Masruri. 2014. Analisis Efektifitas Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat Mandiri
Pertokoan (PNPM-MP). (Studi Kasus
Pada Kecamatan Bunyu Kabupaten
Bulungan Tahun 2010). Governance and
publick policy.
Mulyadi. 2001. Sistem Akuntansi. Salemba Empat.
Jakarta.
Nugroho, Harom, Andy. 2006. Analisis Penerapan
Metode Penyusutan Aktiva Tetap Dan
Pengaruhnya Terhadap Laba
Perusahaan.Universitas Widyatama.
11
P, Tika. 2008. Budaya Organisasi dan Peningkatan
Kinerja Perusahaan. Bumi Aksara.
Jakarta.
Rudianto. 2008. Pengantar Akuntansi. Erlangga.
Jakarta.
Rukman, Mullins. 2006. Efektivitas Kerja Karyawan.
Budi Mulia. Bandung.
Rusdi, Akbar. 2004. Akuntansi Pengantar. UPP
STIM YKPN. Yogyakarta.
Robbins, Stephen P, Jusuf, Udaya. 1994. Teori
Organisasi, Stuktur, desain dan Aplikasi.
Edisi 3. Arcan. Jakarta.
Saifuddin, Azwar. 2009. Metode Penelitian. Pustaka
Pelajar. Yogyakarta.
Siagian, Sondang P. 2001. Efektivitas Kinerja Yang
baik Bagi Perusahaan Sinar Offset.
Bandung.
Simamora, Henry. 2000. Akuntansi Basis
Pengambilan Kuputusan. Jilid 1.
Salemba Empat. Jakarta
Steers, M. Richard. 2005. Efektivitas Organisasi
Perusahaan. Erlangga. Jakarta.
Subramanyam, KR. john, J. Wild. 2003. Analisis
Laporan Keuangan. Edisi Kesepuluh.
Salemba Empat. Jakarta.
Sugiri, Slamet. 2009. Pengantar Akuntansi. Edisi
Revisi. UPP-AMP YKPN. Yogyakarta.
Sugiyono. 2004. Statistik Untuk Penelitian. Cetakan
Keenam. Penerbit Alfabeta. Bandung.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif dan
Kualitatif. CV. Alfabeta. Bandung.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif dan
Kualitatif dan RND. CV. Alfabeta.
Bandung.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kualitatif.
Kuantitatif. dan R&D. Cetakan
Ketigabelas. Alfabeta. Bandung.
Suharsimi, Arikunto. 2001. Prosedur Suatu Penelitian
Pendekatan Praktik. Edisi Revisi
Kelima. Penerbit renika Cipta. Jakarta.
Suharsimi, Arikunto. 2006. Buku Pelengkap Metode
Peniliti Akuntansi. Penerbit BPFE.
Yogyakarta.
Suharsimi, Arikunto. 2010. Prosedur Suatu
Pendekatan Praktik. PT. Rineka Cipta.
Jakarta.
Supriyono, R.A. 1997. Akuntansi Manajemen I
(Konsep Dasar Akuntansi Manajemen
dan Proses Perencanaan). Edisi
Pertama. BPFE. Yogyakarta.
Susanto, Bambang. 1995. Manajemen Akuntansi.
Penerbit PT. Sansu Moto. Jakarta.
Sutrisno, Edy. 2007. Manajemen Sumber Daya
Manusia. Kencana. Jakarta
Sutrisno, Hadi. 2004. Analisis Regresi. Andi Offset.
Yogyakarta.
Suryabrata, Sumadi. 2010. Metodologi Penelitian.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
S.R, Soemarso. 2002. Akuntansi Suatu Pengantar.
Edisi Kelima. Salemba Empat. Jakarta.
S.R, Soemarso. 2005. Akuntansi Suatu Pengantar
Buku 2. Edisi Kelima. Salemba Empat.
Jakarta.
Syamsi, Ibnu. 2004. Efisiensi, Sistem, dan Prosedur
Kerja. PT Bumi Aksara. Jakarta.
Tangkilisan, Hessel Nogi S. 2005. Manajemen Publik.
Grasindo. Jakarta.
Warren, Reeve, Fess. 2005. Pengantar
Akuntansi. Edisi Keduapuluhsatu. Salemba Empat.
Jakarta.
12
ANALISIS PELAYANAN PEGAWAI DAN KUALITAS HASIL PERCETAKAN
TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN PADA PERCETAKAN KURNIA
MULTIMEDIA CELLULER TUNJUNGMEKAR – KALITENGAH – LAMONGAN
ANNITA MAHMUDAH
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh Pelayanan pegawai dan kualitas hasil
percetakan terhadap kepuasan pelanggan. Tingkat kualitas pelayanan dan kualitas hasil
percetakan dijadikan latar belakang masalah dalam penelitian ini.
Dalam penelitian ini menggunakan pengumpulan data dengan metode kuesioner dengan
jumlah sampel 50 responden, teknik pengambilan sampel menggunakan accidental sampling
dan metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji asumsi klasik, uji
validitas dan reliabilitas, analisis regresi linier berganda, pengujian hipotesis melalui uji t dan
uji F, serta analisis koefisien determinasi (R2).
Dimana variabel Kepuasan Pelanggan (Y), variabel Pelayanan (X1) dan variabel
kualitas hasil cetak (X2). Pengujian hipotesis menggunakan uji t menunjukkan bahwa kedua
variabel independen yang diteliti terbukti secara signifikan berpengaruh secara parsial
terhadap variabel dependen Kepuasan Pengguna. Kemudian melalui uji F dapat diketahui
bahwa kedua variabel independen yang diteliti secara simultan berpengaruh terhadap variabel
dependen Kepuasan Pengguna.
Kata kunci : Pelayanan, kualitas hasil cetak, dan Kepuasan Pengguna.
PENDAHULUAN
Pembangunan usaha di jaman
modern ini yang di tandai dengan
kemajuaan ilmu pengetahuan dan
teknologi mengakibatkan keinginan dan
kebutuhan manusia mengalami perubahan.
Setiap orang bebas memilih yang mereka
inginkan guna memenuhi keinginan dan
kebutuhanya. Masalahnya sekarang adalah
tergantung bagaimana kemampuan
produsen dalam memasarkan produk agar
dapat meraih konsumen sebanyak-
banyaknya.
Kondisi persaingan antara
perusahaan saat ini semakin kompetitif,
mengharuskan setiap pengusaha mengkaji
ulang strategi yang digunakan agar tidak
kehilangan pelanggan dan demi mencapai
daya saing yang berkelanjutan. Kepuasan
pelanggan yaitu respon atau tanggapan
yang diberikan para konsumen setelah
terpenuhi kebutuhan mereka akan sebuah
produk ataupun jasa, sehingga para
konsumen memperoleh rasa nyaman dan
senang karena harapannya terpenuhi.
Selain itu kepuasan pelanggan juga sering
dijadikan salah satu tujuan utama dari
strategi pemasaran bisnis, baik bisnis yang
dijalankan memproduksi barang maupun
jasa.
Untuk mencapai keberasilan strategi
pemasaran suatu usaha dapat dicapai jika
kepuasan pelangan telah terpenuhi. Namun
untuk memperoleh kepuasan pelanggan
tidak begitu mudah, karena tiap pelanggan
memiliki tingkat kepuasan yang berbeda
walaupun membutuhkan produk yang
sama. Proses pemenuhan kepuasan
pelanggan tidak hanya membutuhkan
produk atau jasa yang berkualitas saja,
namun juga membutuhkan adanya sistem
pelayanan yang mendukung. Sehingga
para pelanggan akan merasa senang dan
13
5 4 3 2 1 5 4 3 2 1
Q1 15 25 6 4 0 201 30,00 50,00 12,00 8,00 0,00 100,00
Q2 12 22 11 5 0 191 24,00 44,00 22,00 10,00 0,00 100,00
Q3 16 30 3 1 0 211 32,00 60,00 6,00 2,00 0,00 100,00
Q4 15 11 19 5 0 186 30,00 22,00 38,00 10,00 0,00 100,00
789 100,00
total
TOTAL TOTAL
SKORNO TOTAL
PERSENTASE (%)
5 4 3 2 1 5 4 3 2 1
Q1 9 28 7 6 0 190 18,00 56,00 14,00 12,00 0,00 100,00
Q2 16 15 18 1 0 196 32,00 30,00 36,00 2,00 0,00 100,00
Q3 9 27 8 3 3 186 18,00 54,00 16,00 6,00 6,00 100,00
Q4 12 26 9 3 0 197 24,00 52,00 18,00 6,00 0,00 100,00
769 100,00
total
TOTAL TOTAL
SKORNO TOTAL
PERSENTASE (%)
puas atas pelayanan yang diberikan, karena
terpenuhi kebutuhan atau jasa dan
pelayanan yang memuaskan.
Usaha dalam memasarkan hasil
produksi tak bisa lepas dari kualitas
pelayanan yang diberikan kepada
konsumen. Persoalan kualitas dalam dunia
bisnis kini sudah menjadi suatu keharusan
bagi perusahaan agar tetap bertahan dalam
berbisnis. Apabila dulu kualitas masih
menjadi senjata agar perusahaan
perusahaan memenangkan persaingan,
namun kini hampir semua perusahaan
dapat memberikan kualitas yang sama,
tentu saja persoalan kualitas bukan
menjadi salah satu senjata andalan
bersaing. Karena demi mendapat
pelanggan perusahaan harus memberkan
servis lebih agar kepuasan pelanggan dapat
terpenuhi dan perusahaan bisa tetap
bertahan dan bersaing.
Percetakan Kurnia Multimedia
Celluler dipilih sebagai obyek penelitian
ini, dikarenakan lebih banyak dikunjungi
oleh pelanggannya dari pada percetakan di
sekitarnya. Karena pelayanan dan hasil
percetakan cukup memuaskan padahal
ditinjau dari segi persaingan sebenarnya
sudah banyak percetakan yang sebelumnya
sudah bermunculan. Awal mula berdirinya
hinga saat ini Percetakan Kurnia
Multimedia menampakkan perkembangan
begitu pesat dengan terbukti banyaknya
konsumen yang datang.
METODE PENLITIAN
Jenis penelitian yang digunakan
adalah pendekatan kuantitatif atau
kualitatif research yaitu jenis penelitian
yang berusaha menentukan teori, yaitu
teori subtantif atau formal, yang semuanya
jelas berasal dari data (Sadjana, 1996:160).
Data penelitian ini menggunakan
pendekatan kuantitatif deskriptif. Metode
statistik deskriptif ialah statistik yang
digunakan untuk menganalisa data dengan
cara mendeskripsikan atau menggambarkan
data yang telah terkumpul sebagaimana
adanya tanpa bermaksud membuat
kesimpulan yang berlaku untuk umum atau
generalisasi (Sugiyono, 2008:147).
Penelitian deskriptif disini menggunakan
metode survei yaitu penyelidikan yang
diadakan untuk memperoleh fakta-fakta
dari gejala-gejala yang ada dan mencari
ketrangan-keterangan secara faktual, baik
tentang institusi sosial, ekonomi atau
politik dari suatu kelompok ataupun suatu
daerah (Nazir, 1988:65).
Populasi dalam penelitian ini adalah
pelanggan peretakan sebayak 50 orang.
Tehnik penganbilan sampel menggunakan
aksidental sampling.
HASIL PENELITIAN
DISKRIPSI VARIABEL PENELITIAN
1. Tanggapan Responden terhadap
Variabel Pelayanan (X1)
Tabel Tanggapan Responden terhadap
Variabel Pelayanan (X1
Berdasarkan tabel di atas
memperlihatkan bahwa yang memilih
jawaban baik sebanyak 25 orang atau
50,00%, kemudian pada tingkat
kesopanan pegawai dinilai baik
sebanyak 22 orang atau 44%. Pada
tingkat keramahan pegawai dinilai
baik dengan jumlah 30 orang atau
60%. Kemudian pada tingkat
keseriussan pegawai dalam menangani
keluhan pelanggan dinilai cukup baik
dengan jumlah 19 orang atau 38%.
2. Tanggapan responden terhadap
variabel kualitas x2
14
Berdasarkan tabel di atas
menunjukkan hasil bahwa
pengetahuan dan kemampuan
karyawan dalam menjelaskan jasa
yang ditawarkan responden menilai
baim dengan jumlah 28 orang atau
56%. Kemudian dalam menyampaikan
kualitas jasa responden menilai cukup
baik dengan jumlah 36% atau 18
orang. Pada kualitas hsil jasa
percetakan responden menilai baik
dengan jumlah 54% atau 27 orang.
Dan pada tanggapan responden
terhadap jasa yang sudah dilakukan
responden menilai baik dengan jumlah
26 orang atau 52%. Hal ini
menunjukkan bahwa faktor kualitas
hasil percetakan mempengaruhi
kepuasan pelanggan.
3. Tanggapan Responden terhadap
Variabel Kepuasan (Y)
Tabel tanggapan responden terhadap
variabel kepuasan Y
Berdasarkan tabel di atas
menunjukkan bahwa kualitas
pelayanan percetakan dinilai baik
dengan jumlah 19 orang atau 38%.
Tanggapan pegawai terhadap keluhan
pelanggan dinilai cukup baik dengan
jumlah 20 orang atau 40%. Responden
menilai kebersihan dan kenyamanan
pada percetakan cukup baik dengan
jumlah 17 orang atau 34%. Kemudian
suasana kerja pada percetakan dinilai
baik dengan jumlah 19 orang atau
38%.
HIPOTESIS
UJI HIPOTESIS I
Untuk menguji pengaruh variabel pelayaan
dan fasilitas kualitas hasil cetak pada
percetakan kurnia multi media. Dengan
menggunakan uji t atau parsial. Apabila
nilai thitung > ttabel maka Ho ditolak dan Ha
diterima. Sebaliknya apabila thitung < ttabel
maka Ho diterima Ha ditolak maka
pengujian hiposesis secara parsial dapat
dilihat pada tabel dibawah ini:
VARIABEL t
hitung t tabel KETERANGAN
X1
Pelayanan 0.583
2.011 Tidak Signifikan
X2 Kualitas
Hasil 2.924
2.011 Signifikan
Adapun langkah – langkah dalam uji t
adalah :
a) Pengaruh Pelayanan (X1)
terhadap Kepuasan (Y) 1. Nilai thitung = 0.583
Tingkat signifikan = 5%
dengan derajat bebas (degree of
freedom/df) = (n-2) = 50-2 = 48
ttabel = 2/ = (0,025 : 48) ≈ 2.011
2. Kesimpulan :
Karena thitung lebih kecil dari
ttabel pada tingkat = 5%
maka H0 diterima dan H1
ditolak. Hal ini menunjukkan
bahwa variabel Pelayanan
(X1) secara parsial tidak
berpengaruh signifikan
terhadap Kepuasan (Y).
2. Pengaruh kualitas hasil (X2)
terhadap kepuasan (Y) 1. Nilai thitung = 2.924
Tingkat signifikan = 5%
dengan derajat bebas (degree
of freedom/df) = (n-2) = 50-2
= 48
ttabel = 2/ = (0,025 : 48)
≈ 2.011
2. Kesimpulan :
Karena thitung lebih besar dari
ttabel pada tingkat = 5%
maka H0 ditolak dan H1
5 4 3 2 1 5 4 3 2 1
Q1 8 19 18 4 1 179 16,00 38,00 36,00 8,00 2,00 100,00
Q2 12 14 20 3 1 183 24,00 28,00 40,00 6,00 2,00 100,00
Q3 11 16 17 4 2 180 22,00 32,00 34,00 8,00 4,00 100,00
Q4 14 19 9 6 2 187 28,00 38,00 18,00 12,00 4,00 100,00
729 100,00
total
TOTAL TOTAL
SKORNO TOTAL
PERSENTASE (%)
15
diterima. Hal ini
menunjukkan bahwa variabel
Kualitas Hasil Percetakan
(X2) secara parsial
berpengaruh signifikan
terhadap Kepuasan (Y).
UJI HIPOTESIS II
Untuk menguji pengaruh variabel pelayaan
dan kualitas hasil terhadap kepuasan pada
percetakan kurnia multi media . Dengan
menggunakan uji F Atau simultan. Apabila
nilai Fhitung > Ftabel maka Ho ditolak dan Ha
diterima. Sebaliknya apabila Fhitung < Ftabel
maka Ho diterima Ha ditolak maka
pengujian hiposesis secara simultan dapat
dilihat pada tabel dibawah ini:
dapat diperoleh gambaran bahwa
nilai F hitung sebesar 5.835 sedangkan
nilai F tabel sebesar 3.195, angka ini
didapat dari tabel F dengan nilai v1
sebesar 2 sebagai residual dan v2
sebesar 47 sebagai df (derajat
kebebasan) dengan taraf kesalahan 0,05
(5%),
Adapun langkah-langkah dalam uji F
adalah :
1. Nilai Fhitung = 5.835
` Ftabel (df pembilang/k ; df penyebut/
n-(k+1)
Ftabel (2 ; 47; 0.05) = 3.195
2. Kesimpulan :
Karena Fhitung lebih besar dari
Ftabel pada tingkat = 5% (5.835
> 3.195) maka H0 ditolak dan H1
diterima. Hal ini menunjukkan
bahwa variabel X1 Pelayanan, X2
Kualitas, secara simultan
berpengaruh signifikan terhadap
Kepuasan (Y), sehingga hipotesis
pertama teruji kebenarannya.
PEMBAHASAN
1. Pengaruh Kualitas Pelayanan
Terhadap Perilaku Konsumen pada
pembelian barang di percetakan
Kurnia Multimedia Celluler.
Dari hasil penelitian yang peneliti
lakukan, menurut tingkat
signifikansi yang diperoleh dengan
menggunakan statistik uji t
(parsial) yaitu 0,000 > 0,05, maka
maka H0 ada pada daerah
penerimaan yang berarti Ha
diterima atau Kualitas Pelayanan
berpengaruh terhadap Perilaku
konsumen pada pembelian barang
di percetakan Kurnia Multimedia
Celluler
Menurut hipotesis berdasarkan
daerah penerimaan dan daerah
penolakan yaitu thitung (0.583) > ttabel
(2,011), maka H0 diterima dan H1
ditolak. Hal ini menunjukkan
bahwa hasil Kualitas pelayanan
berpenaruh signifikan terhadap
Kepuasan konsumn pada
percetakan Kurnia Multimedia
Cellulrer.
Hasil penelitian ini tidak sesuai
dengan teori bahwa hubungan
Kualitas Pelayanan Terhadap
Perilaku Konsumen, dapat dilihat
dari salah satu faktor yang
mempengaruhi Perilaku Konsumen
yaitu sikap cepat dan ramah dalam
melayani konsumen.
Kualitas pelayanan tidak
berpengaruh signifikan terhadap
kepuasan konsumen.
ANOVAb
Model
Sum of
Squares Df
Mean
Square F Sig.
1 Regress
ion 58.974 2 29.487 5.835 .005a
Residua
l 237.526 47 5.054
Total 296.500 49
a. Predictors: (Constant), Kualitas (X2),
Pelayanan (X1)
b. Dependent Variable:
Kepuasan (Y)
16
2. Pengaruh kepuasan dan kuwalitas
hasil percetakan terhadap Perilaku
konsumen pada pembelian barang
di Kurnia Multimedia Celluler Dari
hasil penelitian yang peneliti
lakukan, menurut tingkat
signifikansi yang diperoleh dengan
menggunakan statistik uji t
(parsial) yaitu 0,03 > 0,05, maka H0
ada pada daerah penolakan yang
berarti Ha ditolak atau kuwalitas
hasil percetakan tidak berpengaruh
terhadap Perilaku konsumen pada
pembelian barang di percetakan
Kurnia Multimedia Celluler
Menurut hipotesis
berdasarkan daerah penerimaan
dan daerah penolakan yaitu thitung
(2,924) < ttabel (2,011), maka H0 ada
pada daerah penolakan yang berarti
Ha ditolak atau kualitas pelayanan
tidak berpengaruh terhadap
Perilaku konsumen pada pembelian
barang di Kurnia Multimedia
Celluler.
3. Pengaruh Kualitas kepuasan dan
kuwalitas hasil percetakan terhadap
Perilaku konsumen pada
pembeliaan barang di percetakan
Kurnia Multimedia Celluler.
Dari hasil penelitian yang
peneliti lakukan, menurut tingkat
signifikansi yang diperoleh dengan
menggunakan statistik uji f
(simultan) yaitu 0,000 < 0,05,
maka H0 ada pada daerah
penolakan yang berarti Ha diterima
atau Kualitas pelayanan dan
kuwalitas hasil percetakan
berpengaruh terhadap Perilaku
konsumen pada pembelian barang
di percetakan Kurnia Multimedia
Celluler Menurut hipotesis
berdasarkan daerah penerimaan
dan daerah penolakan yaitu fhitung
(67,524) > ftabel (2,87), maka H0 ada
pada daerah penolakan yang berarti
Ha diterima atau Perputaran
Kualitas kepuasan dan kuwalitas
hasil percetakan berpengaruh
terhadap Perilaku konsumen pada
pembelian barang di percetakan
Kurnia Multimedia Celluler.
Kualitas kepuasan dan
kuwalitas hasil percetakan secara
simultan berpengaruh terhadap
Perilaku konsumen pada
pembelian barang di percetakan
Kurnia Multimedia Celluler.
KESIMPULAN DAN ASARAN
KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas maka dapat di
ambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa variabel
pelayanan tidak berpenaruh
signifikan terhadap kepuasan
konsumen.
2. Kualitas hasil percetakan
mempengaruhi perilaku
konsumen pada pembelian
barang di percetakan Kurnia
Multimedia Celluler , Semakin
baik kualitas pelayanan yang
diberikan maka semakin
banyak konsumen yang
membeli barang.
3. Kualitas kepuasan dan
kuwalitas hasil percetakan
secara simultan berpengaruh
terhadap Perilaku konsumen
pada pembelian barang di
percetakan Kurnia Multimedia
Celluler. Maka daerah
penerimaan dan daerah
penolakan yaitu fhitung (5.835 >
ftabel 3.195), maka H0 ada pada
daerah penolakan yang berarti
Ha diterima atau Perputaran
Kualitas kepuasan dan
kuwalitas hasil percetakan
berpengaruh terhadap Perilaku
konsumen pada pembelian
17
barang di Kurnia Multimedia
Celluler.
SARAN
Dari hasil pembahasan dan kesimpulan
maka dapat diambil saran sebagai berikut:
1. Dari kesimpulan yang didapat
penelitian ini, yakni
meningkaktkan kepuasan terhadap
pelanggan dapat dilakukan dengan,
dengan pelayanan yang ramah dan
selalu siap menolong yang dapat
memenuhi kebutuhan dan produk
ataupun jasa yang diberikan oleh
percetakan Kurnia Multimedia
Celluler sehinnga akan menjadi
pelanggan tetap dengan hasil yang
memuaskan.
2. Dalam penelitian ini terdapat
kendala yang menjadikan
penelitian ini sedikit terhambat
dalam pengisian angket, untuk
penelitian mendatang diharapkan
lebih teliti lagi, dan dalam
mengembangkan pembahasan,
tidak hanya pada sistim pelayanan
dan kepuasan saja, yang
mempengaruhi kepuasan pelanggan
tetapi fakto-faktor lain yang dapat
mempengaruhi loyalitas pelanggan,
misalnya; dari faktor percetakan
Kurnia Multimedia Celuller
ataupun profitabilitasnya.
DAFTAR PUSTAKA
Kotler, Philip Dan Kevin Lane Keller.
2007. Manajemen Pemasaran.
Edisi Kedua Belas. Indeks :
Jakarta
Umar, Husein. 1997. Study Kelayakan
Bisnis. Edisi Ketiga. Gramedia
Pustaka Utama : Jakarta
Tjiptono, Fandy dan Anastasia Diana.
2003. Total Quality Manajemen.
Edisi Revisi. Andy: Yogyakarta
Tjiptono, Fandy dan Anastasia Diana.
2003. Total Quality Manajemen.
Edisi Revisi. Andy: Yogyakarta
Tjiptono, Fandy. (2008), “Strategi
Pemasaran Edisi : 3”, Yogyakarta,
ANDI.
Suharsaputra, Uhar., (2012), “Metode
Penelitian”, Bandung, Refika
Aditama.
Soewadji, Jusuf., (2012), “Pengantar
Metodologi Penelitian”, Jakarta,
Mitra Wacana Media.
Masyhuri dan M. Zainudin, (2011), “
Metodologi Penelitian Pendekatan
Praktis dan Aplikatif”, Bandung,
Refika Aditama.
Sunyoto, Danang., (2013), “Metodologi
Penelitian Akuntansi”, Bandung,
Refika Aditama.
https://sites.google.com/site/kelolakualitas/
model-kualitas-jasa/diambil-pada-
tanggal17/2/2015
https://sugithewae.wordpress.com/2012/11
/13/pengertian-populasi-dan-
sampel-dalam-penelitian/diambil
pada tanggal 09/03/2015
http://pustakabakul.blogspot.com/2013/05/
pengertian-dan-definisi-
kepuasan_8.html/diambil pada
tanggal 20/2/2015
18
THE INFLUENCE OF SERVICE QUALITY TO PATIENT’S PERCEIVED VALUE IN PRIVATE HOSPITAL SURABAYA
MU’AH [email protected]
STIE KH. Ahmad Dahlan Lamongan
ABSTRACT
One of service quality assessment is patient satisfaction. Perceived value will affect patient
satisfaction (customer satisfaction). This research aimed to examine and analyze the effect of
service quality to perceived value of impatiens at private hospitals in Surabaya. It was
explanatory research. The population was 162 patients with 140 samples at 4 private
hospitals type B in Surabaya taken using proportional random sampling in each hospital.
The data was analysed using analysis techniques of regression weight, standardized
regression weight, and Confirmatory Factor Analysis (CFA) through multi-group or multi-
sample analysis approach to test the effect of exogenous and endogenous. Results of the
variable parameter estimation Service Quality to the perceived value based on the indicators
showed significant results in value CR 2.264. This value is greater than 1.96. Besides, it was
acquired a significance level 0.024 (P <0.05). So it was substantiated that the hypothetical of
service quality had significant effect to the perceived value. The perceived value was the
patient's perception to the value of quality offered being higher than competitors will affect
the levels of consumer loyalty. The higher the value perceived, the higher the relation
happened in the hospital (transaction).
Keywords: Service, Quality, Perceived Value, Hospital, Private
ABSTRAK
Salah satu penilaian kualitas suatu pelayanan yakni kepuasan pasien. Nilai yang dirasakan (perceived value) mempengaruhi kepuasan pasien (customer satisfaction). Penelitian bertujuan untuk menganalisis pengaruh service quality terhadap perceived value pasien rawat inap rumah sakit swasta di Surabaya. Penelitian ini merupakan penelitian explanatory. Populasi penelitian sejumlah 162 pasien dengan sampel 140 pasien di 4 Rumah Sakit swasta tipe B di Surabaya. Teknik pengambilan sampel dengan cara proposional random sampling setiap rumah sakit. Dengan menggunakan teknik analisis data regression weight, standardized regression weight, dan Confirmatory Factor Analisis (CFA) melalui pendekatan multigroup atau multisample analysis untuk menguji ada tidaknya pengaruh antara variabel eksogen dan endogen. Hasil estimasi parameter variabel Service Quality terhadap perceived value
berdasarkan indikator – indikatornya menunjukkan hasil yang signifikan dengan nilai CR 2,264. Nilai ini lebih besar dari 1,96. Disamping itu diperoleh taraf signifikansi 0,024 (P < 0,05). Sehingga hipotesis service quality berpengaruh signfikan terhadap perceived value terbukti kebenarannya. Nilai yang dirasakan adalah persepsi pasien terhadap nilai atas kualitas yang ditawarkan relatif lebih tinggi dari pesaing akan mempengaruhi tingkat loyalitas konsumen, semakin tinggi persepsi nilai yang dirasakan oleh konsumen, maka semakin besar kemungkinan terjadinya hubungan (transaksi).
Kata Kunci : Layanan , Kualitas, Perceived Value, Rumah Sakit, Swasta
19
PENDAHULUAN
Kualitas merupakan inti kelangsungan
hidup sebuah lembaga. Gerakan revolusi
mutu melalui pendekatan manajemen mutu
terpadu menjadi tuntutan yang tidak boleh
diabaikan jika suatu lembaga ingin hidup
dan berkembang. Persaingan yang semakin
ketat akhir-akhir ini menuntut lembaga
penyedia jasa layanan untuk pasien dengan
memberikan pelayanan yang terbaik
kepadanya (Assauri, 2003).
Untuk mempertahankan pasien pihak
rumah sakit dituntut selalu menjaga
kepercayaan pasien dengan memperhatikan
secara cermat kebutuhan pasien sebagai
upaya untuk memenuhi keinginan dan
harapan atas pelayanan yang diberikan.
Pasien rumah sakit dalam hal ini pasien yang
mengharapkan pelayanan di rumah sakit,
bukan saja mengharapkan pelayanan medik
tetapi juga mengharapkan kenyamanan,
akomodasi yang baik, dan hubungan yang
harmonis antara staf rumah sakit dengan
pasien. Dengan demikian perlu adanya
peningkatan kualitas layanan kesehatan di
rumah sakit.
Menurut Data Rumah Sakit swasta di
Surabaya keluhan para pasien dari tahun ke
tahun ada peningkatan dan keluhan yang di
sampaikan itu bermacam-macam dari mulai
masuk tempat parkir sampai pada pelayanan
yang lain yang langsung digunakan pasien
atau yang di sebut dengan pelayanan inti dan
pelayanan penunjang semua ada komplain
sampai pasien keluar. Sebagian besar
keluhan terkait kualitas layanan.
Perusahaan perlu untuk mengelola
emosi pasien agar dapat menciptakan emosi
yang positif dan mengurangi emosi negatif.
Penilaian emosi pasien ini dapat meliputi
perasaan marah, senang, takut, cemas,
bahagia, puas atau bosan. pasien yang
memiliki emosi positif cenderung akan
memberikan evaluasi yang baik sementara
pasien yang tidak puas cenderung akan
memberikan evaluasi yang jelek.
Nilai yang dirasakan merupakan
bentuk evaluasi pasien. Nilai yang di rasakan
pasien adalah penilaian keseluruhan dari
kegunaan (utility) dari produk yang
didasarkan pada persepsi dari apa yang
diterima dan apa yang diberikan (Sawyer
dan Dickson`s.,1984) Nilai yang Dirasakan
(perceived value) mempengaruhi kepuasan
pasien (customer satisfaction). Kotler (Tjiptono,
2002) menandaskan bahwa kepuasan
pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang
setelah membandingkan kinerja atau hasil
yang ia rasakan dibandingkan dengan
harapannya. Apabila biaya yang dikeluarkan
oleh pasien sesuai dengan harapan atau
melebihi harapan maka pasien merasa puas
dan demikian pula sebaliknya.
Menurut Parasuraman et al. (1998)
kualitas jasa dibangun atas adanya
perbandingan dua faktor utama yaitu
persepsi pelanggan atas jasa yang secara
nyata mereka terima (perceived service)
dengan jasa yang sesungguhnya diharapkan
atau diinginkan (expected service), apabila jasa
yang diterima atau dirasakan sesuai dengan
yang diharapkan, maka kualitas jasa yang
dipersepsikan baik dan memuaskan. Jika jasa
yang diterima melampaui harapan pasien,
maka kualitas jasa dipersepsikan sebagai
kualitas jasa yang ideal. Sebaliknya jika jasa
yang diterima lebih rendah dari yang
diharapkan, maka kualitas jasa yang
dipersepsikan buruk. Dengan demikian baik
tidaknya kualitas jasa tergantung pada
kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi
harapan pasiennya dengan konsisten.
Semakin tinggi persepsi pasien atas layanan
yang di terima dari Rumah Sakit, maka
semakin tinggi penilaian emosi positif.
Dengan demikian, pasien yang memiliki
20
emosi positif cenderung memberikan
evaluasi yang baik terhadap rumah sakit.
Berdasarkan pada latar belakang di
atas, maka permasalahan dalam penelitian
ini adalah apakah service quality berpengaruh
signifikan terhadap perceived value pasien
rawat inap rumah sakit swasta di Surabaya ?
Tujuan penelitian ini untuk menguji
dan menganalisis pengaruh service quality
terhadap perceived value pasien rawat inap
rumah sakit swasta di Surabaya.
RUMAH SAKIT
Menurut Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang
rumah sakit, rumah sakit adalah institusi
pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan rawat inap,
rawat jalan, dan gawat darurat.
Rumah sakit juga merupakan tempat
menyelenggarakan upaya kesehatan yaitu
setiap kegiatan untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan serta bertujuan
untuk mewujudkan derajat kesehatan yang
optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan
dilakukan dengan pendekatan pemeliharaan,
peningkatan kesehatan (promotif),
pencegahan penyakit (preventif),
penyembuhan penyakit (kuratif) dan
pemulihan (rehabilitatif) yang dilaksanakan
secara serasi dan terpadu serta
berkesinambungan (Siregar, 2004).
Menurut Undang – Undang Republik
Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang
rumah sakit, rumah sakit mempunyai tugas
memberikan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna. Pelayanan
kesehatan paripurna adalah pelayanan
kesehatan yang meliputi promotif, preventif,
kuratif, dan rehabilitatif.
Fungsi rumah sakit mengalami
beberapa perkembangan dimana pada
awalnya rumah sakit hanya berfungsi untuk
menyembuhkan orang sakit, maka pada saat
ini telah berkembang menjadi suatu pusat
kesehatan, pendidikan dan penelitian.
SK Menkes Nomor 436/93
mengemukakan tentang berlakunya Standar
Pelayanan Rumah Sakit dan Standar
Pelayanan Medis. Dalam SK tersebut, pada
awalnya Rumah Sakit dinilai dalam 5 bidang
pelayanan (tingkat dasar), kemudian
berkembang menjadi 12 pelayanan hingga
yang terbaru terdiri atas 16 pelayanan. Lima
jenis pelayanan dasar yang dinilai melalui
system akreditasi tersebut adalah:
1.Administrasi dan Manajemen, 2. Pelayanan
medis, 3. Pelayanan gawat darurat, 4.
Pelayanan keperawatan, 5. Rekam medis.
Pada tahap berikutnya menjadi 12
pelayanan dengan menambahkan 7
pelayanan yaitu: 1. Pelayanan Farmasi, 2.
Keselamatan kerja, Kebakaran Kewaspadaan
Bencana (K3). 3. Pelayanan Radiologi,
4.Pelayanan Laboratorium, 5. Pelayanan
Kamar Operasi, 6.Pengendalian Infeksi, dan 7
Pelayanan Perinatal Resiko Tinggi.
Terakhir menjadi 16 Pelayanan dengan
4 tambahan pelayanan lagi yaitu 1.
Pelayanan Rehabilitasi medis, 2. Pelayanan
Gizi, 3. Pelayanan Intensif dan yang terakhir
adalah 4. Pelayanan darah.
Sebagaimana ketentuan yang berlaku,
rumah sakit di Indonesia dapat dibedakan
menjadi beberapa macam. Dilihat dari
kepemilikannya, maka rumah sakit dapat
dibedakan menjadi dua macam yakni rumah
sakit pemerintah dan swasta. Peran
pemerintah dalam hal ini adalah
merumuskan kebijakan pokok bidang
kesehatan yang harus dipakai sebagai
landasan dalam melaksanakan setiap upaya
kesehatan terhadap masyarakat.
Apabila ditinjau dari klasifikasi Rumah
Sakit menurut Undang – Undang No.44
tahun 2009 ayat 2, rumah sakit di Indonesia
dibedakan atas 4 (empat) macam yakni :
21
a. Rumah sakit kelas A atau rumah sakit
umum adalah rumah sakit umum yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 4 (empat)
spesialis dasar, 5 (lima) spesialis
penunjang medik, 12 (duabelas) spesialis
lain dan 13 (tigabelas) subspesialis.
b. Rumah sakit kelas B atau rumah sakit
umum adalah rumah sakit umum yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 4 (empat)
spesialis dasar, 4 (empat) spesialis
penunjang medik, 8 (delapan) spesialis
lain, dan 2 (dua) subspesialis dasar.
c. Rumah sakit kelas C atau rumah sakit
umum adalah rumah sakit yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan
medik paling sedikit 4 (empat) spesialis
dasar, dan 4 (empat) spesialis penunjang
medik.
d. Rumah sakit kelas D atau rumah sakit
umum adalah rumah sakit yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 2 (dua)
spesialis dasar.
Berdasarkan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang
rumah sakit, dalam rangka penyelenggaraan
pelayanan kesehatan secara berjenjang dan
fungsi rujukan, rumah sakit umum di
klasifikasikan berdasarkan fasilitas dan
kemampuan pelayanan rumah sakit :
a. Rumah sakit umum kelas A, adalah
rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan
medik spesialis dan subspesialis yang
luas. Pemerintah menetapkan bahwa
rumah sakit kelas A sebagai tempat
pelayanan rumah sakit rujukan tertinggi
(Top Refferal Hospital) atau disebut sebagai
rumah sakit pusat.
b. Rumah sakit umum kelas B, adalah rumah
sakit umum yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik spesialis
luas dan subspesialis terbatas. Rumah
sakit propinsi menampung rujukan dari
rumah sakit kabupaten.
c. Rumah sakit umum kelas C, adalah rumah
sakit umum yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik spesialis
dasar dan spesialis penunjang medik.
d. Rumah sakit umum kelas D, adalah
rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan
medik dan spesialis dasar (Depkes RI,
2009 ; Siregar, 2004).
PERILAKU PASIEN DAN PERSEPSI
PELANGGAN
Perilaku konsumen adalah aktivitas
seseorang saat mendapatkan,
mengkonsumsi, dan membuang barang atau
jasa (Engel, Blackwell, & Miniard, 2001).
Sedangkan The American Marketing
Association mendefinisikan perilaku
konsumen sebagai interaksi dinamis dari
pengaruh dan kesadaran, perilaku, dan
lingkungan dimana manusia melakukan
pertukaran aspek hidupnya. Dalam kata lain
perilaku konsumen mengikutkan pikiran dan
perasaan yang dialami manusia dan aksi
yang dilakukan saat proses konsumsi (Peter
& Olson, 2005). Perilaku konsumen
menitikberatkan pada aktivitas yang
berhubungan dengan konsumsi dari
individu. Perilaku konsumen berhubungan
dengan alasan dan tekanan yang
mempengaruhi pemilihan, pembelian,
penggunaan, dan pembuangan barang dan
jasa yang bertujuan untuk memuaskan
kebutuhan dan keinginan pribadi (Hanna &
Wozniak, 2001).
Perilaku pasien (Consumer behavior)
merupakan perilaku yang ditampilkan oleh
pasienuntuk mencari, membeli,
menggunakan, mengevaulasi dan
menentukan produk dan jasa yang mereka
22
harapkan dapat memenuhi kebutuhan
mereka (Schiffman dan Kanuk, 2004). Oleh
karena itu marketer harus lebih focus kepada
cara-cara bagaimana pasienmelakukan
keputusan pembelian dengan menggunakan
yang ada pada mereka (seperti waktu, uang,
dan usaha) untuk mengkonsumsi produk
yang dapat memenuhi kebutuhan mereka.
Solomon (2007), menyampaikan
perilaku pasien sebagai suatu pembelajaran
terhadap proses seseorang atau kelompok
memilih, membeli, menggunakan atau
menentukan produk, jasa, ide, atau
pengalaman untuk memenuhi kebutuhan
dan keiginan. Schiffman dan Kanuk (2004),
mengatakan bahwa perilaku pasien terbagi
atas dua tipe konsumsi, yaitu the personal
consumer dan the organizational consumer.
Pasien individu membeli produk dan jasa
untuk keperluan mereka sendiri (sebagai end
users), baik untuk keperluan rumah tangga
ataupun untuk hadiah kepada teman.
Berbeda halnya dengan the organizational
consumer, yaitu produk dan jasa dibeli untuk
menjalankan suatu organisasi, baik itu
organisasi pemerintahan, institusi, organisasi
yang menghasilkan profit ataupun organisasi
yang tidak menghasilkan profit (seperti
lembaga sosial).
Menurut Zithaml dan Bitner (2000)
ada faktor utama yang mempengaruhi
persepsi pelanggan terhadap layanan yang
diterima, yaitu :
a. Service Encounters (moments of truth)
Dari sudut pandang pelanggan, kesan
yang paling penting dari layanan terbentuk
pada saat terjadinya kontak (service encounter
atau moment of truth). Dengan kata lain pada
saat pelanggan berinteraksi dengan
pelayanan perusahaan. Ada 3 jenis kontak
pelayanan, yaitu (1) remote encounters, kontak
yang terjadi tanpa adanya hubungan
langsung dengan manusia, misalnya pada
saat pelanggan suatu rumah sakit tersebut
melalui ATM atau automatic teller machine, (2)
phone encounters, kontak yang terjadi antara
pelanggan dengan perusahaan melalui
telepon, dan (3) face to face encounters, kontak
yang terjadi antara pelanggan dengan
personil perusahaan.
b. The Evidence of Service
Karena layanan jasa bersifat tidak
nyata, maka pelanggan bersifat tidak nyata,
maka pelanggan berusaha untuk mencari
kehadiran layanan dalam setiap interaksi
dengan organisasi. Ada 3 variabel yang
termasuk kategori ini, yaitu : (a) people,
termasuk : kontak personil dari perusahaan
yang bersangkutan, pelanggan itu sendiri,
dan pelayanan lainnya. (b) process, termasuk :
aliran operasi dari kegiatan, langkah dalam
proses layanan, teknologi vs manusia,
fleksibilitas vs standar dan (c) physical
evidence, termasuk : komunikasi nyata,
garansi, teknologi dan peralatan.
c. Image
Yang di maksud image dalam hal ini
adalah persepsi terhadap organisasi yang
direfleksikan dalam asosiasi yang ada dalam
ingatan pelanggan. Citra pelanggan dapat
bersifat sangat nyata, misalnya : jam kerja,
berapa kali rit perjalanan bus per hari, dan
lain-lain. Citra itu dapat juga kurang konkrit
dan bahkan emosional, misalnya :
kepercayaan terhadap perusahaan,
tradisional, keramahan, keandalan, dan
sebagainya. Citra dapat berhubungan dengan
pengalaman seseorang pada waktu
menerima layanan, image terhadap
perusahaan, atau image terhadap pengguna
jasa sendiri. Image di bentuk dalam benak
pasienmelalui komunikasi (iklan, public
relations, citra fisik, word of mouth
communication) yang dikombinasikan dengan
pengalaman sendiri.
23
d. Price
Harga dari layanan dapat berpengaruh
sangat besar terhadap persepsi pelanggan
terhadap kualitas, kepuasan dan nilai.
Karena jasa bersifat tidak nyata dan kadang –
kadang sangat sulit untuk dinilai sebelum
terjadi transaksi layanan, harga itu kadang-
kadang tergantung dari wakil (surrogate)
indikator yang mempengaruhi persepsi dan
harapan kualitas.
KUALITAS LAYANAN
Kualitas menurut Feigenbaum (dalam
Wiyono, 2004) adalah seluruh gabungan
sifat-sifat produk atau jasa pelayanan dari
pemasaran, engineering, manufaktur, dan
pemeliharaan dimana produk atau jasa
pelayanan dalam penggunaannya akan
bertemu dengan harapan pelanggan.
Parasuraman et, al. (1998) berpendapat
bahwa kualitas pelayanan dapat
didefinisikan sebagai Perbedaan antara
prediksi, atau suatu yang diharapkan,
pelayanan (harapan pelanggan) dan yang
dirasakan oleh penerima pelayanan (persepsi
pelanggan). Harapan adalah keinginan dari
konsumen bahwa mereka merasa penyedia
layanan harus menawarkan. Persepsi
mengacu pada evaluasi konsumen dari
penyedia layanan (Lim dan Tang, 2000).
Perspektif kualitas menurut Gavin
dalam Tjiptono (2004) terbagi dalam lima
pendekatan, yaitu :
1. Transcendental approach, yang berarti dapat
dirasakan atau diketahui, tetapi sulit
didefinisikan atau dioperasionalkan.
2. Product-based approach, atau berarti
karakteristik atau atribut yang dapat
dikuantitatifkan dan dapat diukur.
3. Used based-approach, adalah bergantung
pada cara orang memandang dan bernilai
subyektifitas yang tinggi.
4. Manufacturing-based approach, atau
memperlihatkan kesesuaian atau sama
dengan persyaratan melalui standar-
standar tertentu.
5. Value-based approach, yaitu melihat dari
segi nilai dan harga. Mempertimbangkan
trade off antara kinerja dan harga. Barang
berkualitas belum tentu bernilai, namun
definisi bernilai adalah yang paling tepat
dibeli.
Pelayanan menurut Kotler (2006)
adalah aktifitas atau manfaat yang
ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak
lain yang pada dasarnya tidak berwujud dan
tidak menghasilkan kepemilikan apapun.
Produknya mungkin terikat atau tidak terikat
pada produk fisik.
Kualitas pelayanan atau jasa menurut
Gummeson (2006 dalam Ratminto, 2008)
memiliki empat sumber, yaitu :
1. Design quality; atau bergantung waktu
pertama jasa didesain untuk memenuhi
kebutuhan pelanggan.
2. Production quality; atau bergantung pada
kerjasama antara departemen produksi
dan departemen pemasaran.
3. Delivery quality; atau berkaitan dengan
janji perusahaan kepada pelanggan.
4. Relationship quality; atau hubungan dengan
profesional dan sosial antara perusahaan
dengan stakeholder (pelanggan, pemasok,
agen, pemerintah dan karyawan
perusahaan.
Untuk mengukur kualitas layanan
seperti yang diharapkan oleh pelanggan,
perlu diketahui kriteria (dimensi) yang
dipakai oleh pelanggan dalam menilai
pelayanan tersebut. Parasuraman et al. (1990)
menyimpulkan kelima dimensi kualitas
layanan tersebut adalah : Tangible, Reliable,
Responsiveness, Empathy dan Assurance.
24
1. Tangibility, yaitu penampilan fisik,
peralatan, personil dan materi
komunikasi.
2. Reliable, yaitu kemampuan untuk
memberikan layanan yang menjajikan
secara akurat, tepat waktu dan dapat
dipercaya.
3. Responsiveness, yaitu kemauan untuk
membantu pelanggan dengan
memberikan layanan yang baik dan cepat.
4. Empathy, yaitu berusaha untuk
mengetahui dan mengerti kebutuhan
pelanggan secara invidual.
5. Assurance, yaitu pengetahuan dan
keramah tamahan personil dan
kemampuan personil untuk dapat di
percaya dan diyakini.
Dalam konteks kualitas pelayanan
rumah sakit, tangibility mengacu pada
lingkungan fisik rumah sakit dan kualitas
diagnostik fungsional dan komunikasi yang
baik. Keandalan menunjukkan kepercayaan
layanan; yaitu menepati janji, simpati,
kepastian dan memelihara catatan yang
akurat. Tanggap rumah sakit didefinisikan
sebagai pemberian layanan yang tepat,
kemauan untuk membantu dan
mengalokasikan waktu secara efisien.
Jaminan pelayanan rumah sakit meliputi
akurasi diagnostik, kesopanan staf dan
pengetahuan khusus mereka Polsa, et. al.
(2013).
Kualitas layanan dikatakan baik
apabila dapat memenuhi atau melampaui
apa yang diharapakan pelanggan dari
layanan tersebut. Oleh karena itu, kualitas
layanan dapat didefinisikan seberapa jauh
perbedaan (selisih) antara harapan dan
persepsi pelanggan. Jika harapan tidak
realistis, maka mungkin saja terjadi kualitas
layanan yang dirasakan menjadi tidak baik.
Kualitas layanan yang diharapkan pelanggan
(expected service) dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor internal antara lain : market
communications (iklan, direct mail, public
relation), citra perusahaan, sedangkan
kebutuhan pelanggan (customer needs)
termasuk faktor internal (Zeithaml and
Bitner, 2000).
Kualitas pelayanan rumah sakit dan
pelayanan kesehatan secara umum dibagi
menjadi struktur, proses dan hasil (Bowers &
Kiefe, 2002; Donabedian, 1988, 1992).
Struktur mengacu pada pengaturan di mana
perawatan diberikan; Proses menunjukkan
pemberian dan menerima perawatan; yaitu
interaksi pemberi perawatan dan pasien, dan
hasil adalah efek perawatan pada kesehatan
pasien '(Mainz, 2003). Hasil yaitu pasien yang
sehat, adalah dimensi kualitas paling penting
dan faktor-faktor lain yang mendukung
(Mainz, 2003). Pengukuran pemasaran dan
kualitas pelayanan kesehatan ditunjukkan
oleh kepuasan pelanggan yang dirasakan
yang membawanya kembali ke penyedia
layanan yang sama (Bowers dan Kiefe, 2002).
Namun, kepuasan yang dirasakan dan
kualitas pelayanan kesehatan itu berbeda.
Selain itu, kepuasan tidak tepat digunakan
sebagai proxy pasien untuk menilai kualitas
(Turris, 2005).
Menurut Rashid & Jusoff (2009),
kualitas pelayanan kesehatan dapat dibagi
menjadi teknis dan fungsional. Berdasarkan
Lam (1997), Rashid & Jusoff (2009)
mendefinisikan kualitas kesehatan teknis
merupakan kualitas teknis medis dan
professional kompetensi. Mereka
mendefinisikan kualitas pelayanan kesehatan
fungsional sebagai aspek fungsional (fasilitas,
kebersihan, kualitas rumah sakit makanan,
petugas rumah sakit sikap) yaitu cara dimana
layanan itu diberikan. Karena kebanyakan
pasien tidak memiliki cukup pengetahuan
dan keahlian untuk menilai kualitas
pelayanan teknis, mereka mendasarkan
25
evaluasi mereka pada aspek fungsional. Hasil
kesehatan dan kualitas pelayanan teknis
tidak identik tetapi mereka menganalogikan.
Kualitas pelayanan teknis mengacu pada
penyembuhan (Ware dan Snyder, 1975),
sedangkan hasil mengikuti proses
penyembuhan. Jadi, jika pasien tidak
memiliki keahlian untuk mengevaluasi
kualitas pelayanan teknis maka mereka tidak
boleh, namun dalam banyak kasus, mampu
menilai hasil. Hal yang sama berlaku untuk
kualitas pelayanan kesehatan fungsional dan
kualitas proses kesehatan. Hal itu terkait erat
dan keduanya merujuk pada proses
perawatan. Berbeda dengan kualitas teknis
dan hasil, pasien merasa lebih mudah untuk
menilai kualitas fungsional dan proses
kesehatan.
Hasil penelitian Polsa, et.al (2013)
menyatakan bahwa hasil penelitiannya tidak
mempengaruhi kesehatan pasien yaitu hasil
kesehatan atau kualitas layanan teknis, tetapi
penelitian tersebut penting untuk memahami
persepsi pelayanan kesehatan. Banyak
penelitian menunjukkan bahwa persepsi
kesehatan individu mungkin tergantung
pada kesejahteraan psikologis yang tidak
berhubungan langsung dengan penyakit fisik
(Duglacz, 2006). Ini juga telah menunjukkan
bahwa keseluruhan evaluasi kualitas
kesehatan pasien dipengaruhi oleh kualitas
fungsional (Soliman, 1992).
Menurut Utama (2003) prioritas
indikator kualitas layanan kesehatan
menurut pasien adalah suatu faktor utama
yang menjadi petunjuk atau pedoman
ukuran yang penting dan berkualitas, yang
semestinya berhubungan dengan
penyelenggaraan layanan kesehatan rumah
sakit akan menjadi bagian dari pengalaman
atau yang dirasakan pasien rumah sakit.
Dimensi layanan kesehatan yang dapat
menjadi prioritas adalah : persepsi tenaga
dokter, persepsi tenaga perawat, kondisi
fisik, makanan dan menu, sistem
administrasi pelayanan, pembiayaan, dan
rekam medis.
Menurut Lovelock (1992) kualitas
layanan (service quality) dibagi menjadi dua
macam, yaitu :
1. Kualitas layanan inti (core service quality).
Kualitas layanan inti (core service quality)
merupakan pelayanan utama perusahaan
untuk berada di pasar dan mewakili
kemampuan dasar perusahaan dalam
meningkatkan nilai (Ferguson et al. 1999).
2. Kualitas layanan penunjang (peripheral
service quality) adalah pelayanan yang
mendukung dan memfasilitasi kualitas
layanan inti (Lovelock, 1992).
Pengukuran kualitas layanan inti (core
service quality) menurut Hume et. al. (2008)
yaitu rumah sakit, dokter, perawat, bidan,
IGD, dan alat medis. Sedangkan pengukuran
kualitas layanan penunjang (peripheral service
quality) menurut Hume et. al. (2008) yaitu
tempat parkir, ruang tunggu, antrian tiket,
akses tranportasi, front office, poli, apotik,
kamar pasien dan menu makanan.
PERCEIVED VALUE ( Nilai yang
Dirasakan)
Nilai yang dirasakan (Perceived Value)
merupakan akibat atau keuntungan-
keuntungan yang diterima pelanggan dalam
kaitannya dengan total biaya (termasuk
didalamnya adalah harga yang dibayarkan
ditambah biaya-biaya lain terkait dengan
pembelian). Dengan kata lain, McDougall
dan Levesque (2000) menyatakan value
adalah perbedaan antara manfaat-manfaat
yang diterima dengan biaya-biaya yang
dikeluarkan.
Menurut Kotler (2006) nilai yang
dirasakan (perceived value) adalah selisih nilai
yang dirasakan total dan biaya pelanggan
total dimana nilai yang dirasakan total
26
adalah sekumpulan manfaat yang
diharapkan oleh pelanggan dari produk atau
jasa tertentu dan biaya pelanggan total
adalah sekumpulan biaya yang diharapkan
oleh pasien yang dikeluarkan untuk
mengevaluasi, mendapatkan, menggunakan
dan membuang produk atau jasa.
Nilai yang dirasakan (perceived value)
yaitu persepsi pelanggan terhadap nilai
dimana perusahaan harus
mempertimbangkan nilai dalam
mengembangkan produk dan jasanya
sehingga sesuai dengan apa yang diharapkan
pelanggan (Vanessa, 2005).
Monroe dalam Vanessa (2007)
menyatakan bahwa nilai yang dirasakan
adalah rasio antara keuntungan atau manfaat
yang dirasakan dengan pengorbanan yang
dikeluarkan. Dimana keuntungan yang
dirasakan adalah kombinasi dari atribut fisik,
atribut jasa dan teknik pendukung dalam
pemanfaatan produk. Pengorbanan yang
dikeluarkan adalah total biaya yang
dikeluarkan pasien termasuk biaya
pembelian dan biaya tambahan (seperti biaya
pemesanan, transportasi, instalasi,
penanganan pesanan) serta biaya diluar
pembelian (mengganti kerusakan, resiko
kegagalan atau pelayanan yang buruk).
Buchari (2007) menyatakan bahwa nilai yang
dirasakan ialah selisih antara total nilai
tambah yang diperoleh pasien dibandingkan
dengan total biaya yang dikeluarkan.
Menurut Hanny dalam Vanessa (2007)
nilai adalah harga murah, apapun yang
diinginkan dari suatu produk, kualitas yang
diterima pasien atas biaya yang telah
dikeluarkan dan apa yang diperoleh pasien
dari yang telah mereka berikan. Nilai yang
dirasakan adalah preferensi yang dirasakan
oleh pelanggan atas atribut produk, kinerja,
dan konsekuensi yang timbul dari
pemakaian fasilitas untuk memenuhi sasaran
dan maksudnya (Susanto dalam Vanessa,
2007).
Untuk saat ini, meskipun banyak
penelitian yang telah dilakukan pada
dimensi dan pengukuran nilai yang
dirasakan di bidang pariwisata dan
perhotelan, struktur nilai yang dirasakan
bervariasi dalam literatur yang ada. Dalam
semua studi yang dilakukan di industri
perhotelan dan pariwisata para peneliti telah
mengadopsi pendekatan
multidimensional. Dua hal yang mendasari
dimensi nilai yang dirasakan, kognitif
(fungsional) dan afektif (emosional), telah
diidentifikasi (Eid & El-Gohary, 2014).
Dimensi kognitif mengacu pada penilaian
rasional dan ekonomi dari nilai yang dibuat
oleh wisatawan, seperti kualitas nilai dan
nilai harga (Sweeney & Soutar, 2001). Afektif
atau dimensi emosional menangkap emosi atau
perasaan yang dihasilkan oleh wisatawan
dalam pariwisata, seperti nilai emosional
atau nilai pengalaman. Nilai kualitas,
fungsional dan nilai emosional telah
dikelompokkan sebagai dimensi nilai yang
dirasakan untuk tujuan wisata dalam
beberapa penelitian (Eid & El-Gohary 2014;
Lee, Bendle, Yoon, Kim, 2012; Lee, Yoon, &
Lee, 2007).
Penelitian membuktikan bahwa
pelanggan akan puas apabila menerima
“value for money” dibandingkan pelanggan
yang tidak menerimanya. Nilai yang
dirasakan (perceived value) juga digunakan
oleh pasien untuk menimbang berbagai
aspek layanan berbanding relatif dengan
biaya yang ditawarkan beberapa penyedia
jasa dalam persaingan mereka. Sehingga,
perceived value dapat dipandang sebagai
suatu ukuran relatif dari biaya-biaya dan
aspek keuangan dari layanan suatu
perusahaan dalam perbandingan dengan
pesaing-pesaing yang ada. Dalam hal ini,
27
perceived value akan didefinisikan sebagai
keseluruhan penilaian pasien mengenai apa
yang diberikan.
Keterkaitan antara nilai yang dirasakan
dan kepuasan pelanggan atau intensi masa
depan dijadikan perdebatan di dalam
literatur pemasaran jasa. Ini berisi bahwa
nilai memiliki pengaruh langsung pada
seberapa puas pelanggan dengan supplier
mereka dan bahwa kepuasan tergantung
pada nilai, perhatian kecil yang diberikan
pada nilai yang dirasakan dalam melakukan
evaulasi jasa. Hal tersebut dapat
menunjukkan bahwa itensitas yang akan
datang ditentukan oleh nilai yang dirasakan.
Dalam pembuatan keputusan pada penyedia
jasa, pelanggan mempertimbangkan apa
yang mereka terima sebagai “nilai untuk
uang”. Akan tetapi, untuk investigasi ini,
diajukan bahwa nilai yang dirasakan
memberikan kontribusi secara langsung pada
kepuasan pelanggan, yang kemudian
mengarahkan pada intensitas masa depan.
Untuk manajer jasa, adalah penting
untuk membangun peran, nilai yang
dirasakan perlu dalam menentukan
kepuasan pelanggan. Sebagai contoh, jika
nilai yang dirasakan dapat secara langsung
dihubungkan dengan pelanggan, kemudian
model yang mempertimbangkan hanya
kualitas pelayanan inti dan kualitas
relasional akan menyediakan gambaran tidak
lengkap dorongan kepuasan pelanggan.
Sebagai contoh, pertimbangan situasi dimana
pelanggan mungkin “puas” dengan “apa”
yang disampaikan (inti) dan “bagaimana”
disampaikan (relasional) tetapi mungkin
tidak mersa mereka mendapat “uang yang
berharga”. Jika nilai yang dirasakan adalah
dorongan kepuasan pelanggan dan manajer
mengeluarkan pengukuran ini dari model
kepuasan, mereka akan meningkatkan
kepuasan pelanggan melalui peningkatan di
dalam kualitas pelayanan inti dan relasional.
Hasil taktik ini memiliki efek minimal dalam
kepuasan. Melalui pembangunan peran nilai
yang dirasakan, keputusan didesain untuk
meningkatkan kepuasan pelanggan yang
akan lebih efektif, karena kepuasan
pelanggan merupakan suatu faktor penting,
yang harus mendapat perhatian dan
sekaligus sebagai faktor yang dapat
menentukan loyalitas dari pelanggan.
Sheth et al. (1991) berpendapat bahwa
nilai yang dirasakan memiliki lima aspek
yang berbeda yaitu: nilai epistemik, nilai
sosial, nilai fungsional, nilai emosional, dan
nilai bersyarat. Holbrook (1999) menyajikan
dalam kerangka kerja yang terdiri dari
delapan bagian dari nilai dirasakan
berdasarkan tiga kriteria: nilai ekstrinsik
versus intrinsik, orientasi internal versus
eksternal, dan nilai reaktif versus pasif.
Namun, konsep alternative nilai yang
dirasakan ini, kerangka yang paling umum
digunakan adalah Zeithaml Trade-off Model
(Ruiz et al., 2008).
Jika nilai yang dirasakan adalah
multidimensi, penting untuk menentukan
bagaimana sub-dimensi berhubungan
dengan nilai yang dirasakan tingkat tinggi
(Mackenzie et al., 2011). Para peneliti telah
mengetahui sifat hubungan antara sub-
dimensi dan nilai yang dirasakan
menggunakan tiga pendekatan yang agak
berbeda untuk dianalisis. Salah satu
pendekatan yang menentukan nilai yang
dirasakan sebagai tingkat tinggi yang
dibangun dengan dimensi reflektif yang
berpengaruh lebih rendah (misalnya
Callarisa et. al., 2011; Lapierre, 2000; Petrick,
2002; Liu et al., 2005; Sánchez- Fernández dan
Iniesta-Bonillo, 2009). Dalam model reflektif,
arah kausalitas dari nilai yang dirasakan
berpengaruh terhadap sub-dimensi, dan
perubahan nilai yang dirasakan mendasari
28
perumusan hipotesis yang menyebabkan
perubahan dalam indikator. Pendekatan
kedua adalah bahwa dimensi dengan tingkat
yang lebih rendah dianggap sebagai
indikator formatif dari nilai yang dirasakan
(misalnya Lin et al, 2005; Ulaga and Eggert,
2005; Ruiz et al, 2008; Gipp et al, 2009;.
Blocker, 2011). Model pendekatan ketiga dari
nilai yang dirasakan sebagai tingkat tinggi
berkaitan dengan kedua format dan dimensi
reflektif-tingkat yang lebih rendah (Wu dan
Li, 2011). Jarvis et al. (2003) mengemukakan
bahwa model kesalahan spesifikasi yang
besar dengan estimasi parameter bias
struktural dan dapat menyebabkan
kesimpulan yang tidak sesuai tentang
hubungan antara konstruksi. Oleh karena itu,
hubungan antara sub-dimensi dan nilai yang
dirasakan harus tepat dimodelkan
(Diamantopoulos, 2010; Ulaga, 2011).
Perceived value memiliki beberapa
dimensi nilai menurut Gill et al. (2010), yaitu
Emotional Value, Price Value, Social Value,
Epistemic Value, Quality (kualiatas pelayanan
dan kualitas produk secara umum).
PENELITIAN TERDAHULU
Penelitian terdahulu yang melandasi
penelitian ini yaitu penelitian Skogland dan
Siguaw (2004) yang menemukan kualitas
layanan sebuah prediktor dari keinginan
membeli kembali. Memiliki peranan pada
kualitas layanan inti dimana layanan dalam
kontek penelitian ini, telah diklarifikasi dan
tidak memiliki pengaruh langsung terhadap
keinginan membeli kembali, hanya sebuah
pengaruh tidak langsung melalui penilaian
emosi, nilai yang dirasakan dan kepuasan.
Penelitian Hume and Mort (2010)
dalam penelitiannya yang berjudul
“Konsekuensi kualitas layanan, appraisal
emotion, perceived value, dan Kepuasan
Pelanggan dalam Pembelian”. Penelitian ini
menggunakan Instrumen survey yang
disesuaikan dengan menggunakan sampel
250 responden. Hasil penelitian
mengindikasikan kecenderungan adanya
pembelian kembali atau loyal didasarkan
pada kepuasan diperantarai oleh perceived
value, kualitas layanan inti, kualitas layanan
penunjang, appraisal emotion secara
langsung mempengaruhi kepuasan
pelanggan.
Penelitian Hellier (2003) dengan
penelitiannya hubungan perceived value,
kepuasan pelanggan dan loyalitas pelanggan
untuk melakukan pembelian kembali.
Penelitian ini mengembangkan suatu model
sektor layanan umum mengenai niat
pembelian kembali dari literatur teori
konsumen. Tujuan penelitiannya adalah
untuk menguji suatu model umum yang
bertujuan untuk menggambarkan sejauh
mana niat pelanggan untuk membeli kembali
suatu layanan yang dipengaruhi oleh
persepsi pelanggan mengenai kualitas,
ekuitas dan nilai, kepuasan pelanggan,
loyalitas, perkiraan biaya peralihan dan
preferensi merek. Hasil penelitian ini
menemukan bahwa nilai yang dirasakan
memiliki pengaruh signifikan pada kepuasan
pelanggan, hal tersebut berpengaruh secara
tidak langsung melalui ekuitas pelanggan
dan persepsi nilai.
Penelitian Chen (2008), Investigating
Structural Relationship Between Service Quality,
Perceived Value, Satisfaction, and Behavioral
Intention for Air Passenger : Evidence from
Taiwan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
variabel expectation berpengaruh terhadap
perceived value tetapi tidak berpengaruh
terhadap perceived performance dan overall
satisfaction, sedangkan perceived performance
berpengaruh terhadap perceived value dan
overall satisfaction. Dan variabel perceived
performance berpengaruh terhadap overall
satisfaction dan behavioral intentions.
29
Penelitian Susetiyana (2009) dengan
judul “Analisis Loyalitas Pelanggan Pada
Industri Airfreight Forwarder Dengan
Menggunakan Structural Equation Modeling
(SEM)”. Penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan Structural Equation Modeling
(SEM), dimana diajukan enam konstruk yang
dihipotesiskan memiliki pengaruh terhadap
loyalitas pelanggan. Konstruk-konstruk
tersebut adalah perceived value, perceived
quality, customer satisfaction, trust, customer
complaint, dan image. Setelah diuji didapatkan
hasil bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara kontruks-konstruk tersebut
dengan loyalitas. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa ternyata loyalitas
pelanggan dalam industri airfreight forwarder
dipengaruhi oleh perceived value, perceived
quality, customer satisfaction, trust, customer
complaint, dan image baik secara langsung
maupun tidak langsung.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian
explanatory, yang bermaksud untuk
menjelaskan hubungan antar variabel yakni
variabel kualitas layanan dan perceived value
pasien di Rumah Sakit Swasta tipe B di
Surabaya. Populasi penelitian ini adalah
seluruh pasien rawat inap sebagai pengguna
jasa Rumah Sakit minimal tiga hari di Rumah
Sakit Swasta tipe B di Surabaya yaitu
sejumlah 162 Pasien. Sampel yang akan
digunakan dalam penelitian ini adalah 140
responden atau pasien Rumah Sakit swasta
tipe B di Surabaya yang berjumlah 4 Rumah
Sakit. Teknik pengambilan sampel dengan
cara proposional random sampling setiap
rumah sakit. Pengambilan sampel di tiap
Rumah Sakit presentasinya sama besar
dengan presentasi anggota populasi pada
setiap rumah sakit untuk seluruh populasi
berdasarkan jumlah pasien rawat inap
Rumah Sakit swasta tipe B di Surabaya.
Teknik analisis data dalam penelitian ini
menggunakan regression weight, standardized
regression weight, dan Confirmatory Factor
Analisis (CFA) melalui pendekatan multigroup
atau multisample analysis untuk menguji ada
tidaknya pengaruh antara variabel eksogen
dan endogen.
DEFINISI OPERASIONAL
1. Kualitas Layanan (Service Quality)
Kualitas layanan (Service Quality)
merupakan penilaian konsumen terhadap
kualitas layanan yang telah diberikan oleh
rumah sakit yang merupakan kemampuan
dasar Rumah Sakit. Ferguson et. al. (1999).
Instrumen yang digunakan untuk mengukur
dimensi inti dikembangkan berdasar
pengukuran Hume et. al. (2008). Yang
disesuaikan dengan studi variabel ini diukur
dengan 3 indikator yakni, dokter, perawat,
dan peralatan medis. Dengan 12 pernyataan
yang diukur dengan menggunakan skala
Likert dengan skor 1 – 5 (1 = sangat tidak
setuju sampai dengan 5 = sangat setuju).
2. Nilai yang Dirasakan (Perceived
Value)
Nilai yang dirasakan pelanggan adalah
penilaian keseluruhan dari kegunaan (utility)
dari layanan yang didasarkan atas persepsi
apa yang telah diberikan dari rumah sakit dan
atas apa yang telah diterima oleh pasien
tersebut (Sawyer and Dickson`s (1984)
Instrumen yang di gunakandi adopsi pendapat
Gill, et al. (2010) 3 indikator yakni: nilai
emosional, nilai harga, nilai sosial. Dengan 6
item pernyataan. Nilai yang dirasakan
(perceived value) diukur menggunakan skala
likert dengan skor 1 – 5 (1 = sangat tidak
setuju sampai dengan 5 = sangat setuju).
30
HASIL PENELITIAN
1. Deskripsi Variabel Service Quality (X1)
Penilaian responden atas variabel service
quality dijelaskan sebagai berikut:
Tabel 1. Statistik Deskriptif Variabel Service Quality
No Aitem Pernyataan Mean SD
1 Dokter di rumah sakit ini ramah 4,510 0,543
2 Dokter di rumah sakit ini perhatian
4,610 0,519
3 Dokter di rumah sakit ini trampil 4,540 0,555
4 Dokter di rumah sakit ini sopan 4,560 0,552
5 Perawat di rumah sakit ini ramah
4,590 0,548
6 Perawat di rumah sakit ini perhatian
4,460 0,605
7 Perawat di rumah sakit ini trampil
4,530 0,593
8 Perawat di rumah sakit ini sopan 4,550 0,592
9 Alat medis yang digunakan bersih
4,510 0,543
10 Alat medis yang digunakan baru 4,290 0,651
11 Alat medis yang digunakan berfungsi dengan baik
4,440 0,626
12 Alat medis di rumah sakit lengkap
4,340 0,774
Mean Total 4,494 0,592
2. Deskripsi Variabel Perceived Value (Y2)
Penilaian responden atas variabel perceived
value dijelaskan sebagai berikut:
Tabel 2. Statistik Deskriptif Variabel Perceived
Value (Y2)
No Aitem Pernyataan Mean SD
1 Kenyamanan yang diberikan dari layanan rumah sakit sesuai dengan biaya yang dikeluarkan
4,34 0,621
2 Kecepatan layanan yang diberikan dari rumah sakit sesuai dengan biaya yang dikeluarkan
4,21 0,632
3 Layanan yang diberikan dokter sesuai dengan biaya yang dikeluarkan
4,30 0,596
4 Manfaat obat yang diberikan sesuai dengan biaya yang dikeluarkan
4,37 0,580
5 Fasilitas kamar pasien rawat 4,26 0,604
inap sesuai dengan biaya yang dikeluarkan
6 Image saya meningkat dengan di rawat di rumah sakit ini sesuai dengan biaya yang saya keluarkan
4,28 0,690
Mean Total 4,293 0,621
3. Hasil CFA Pada Variabel Service Quality
Hasil uji CFA pada variabel Service
Quality dengan menggunakan software
AMOS 19 adalah sebagai berikut:
Gambar 1.
Hasil CFA Pada Variabel Service Quality
Gambar di atas yang menampilkan
output CFA terhadap variabel Service
Quality. Nilai factor loading setiap indikator
yang disyaratkan adalah harus mencapai
≥ 0,5, jika factor loading lebih rendah dari
0,5 maka indikator tersebut dianggap
tidak berdimensi sama dengan indikator
lainnya dalam menjelaskan sebuah
variabel laten. Dari gambar di atas terlihat
semua indikator memiliki nilai factor
loading lebih besar dari 0,50, sehingga
semua indikator pada variabel Service
Quality valid dan dapat digunakan untuk
analisis selanjutnya.
31
4. Hasil CFA Pada Variabel Perceived Value
Hasil uji CFA pada variabel Perceived
Value dengan menggunakan software
AMOS 19 adalah sebagai berikut:
Gambar 2.
Hasil CFA Pada Variabel Perceived Value
Gambar di atas yang menampilkan
output CFA terhadap variabel Perceived
Value. Nilai factor loading setiap indikator
yang disyaratkan adalah harus mencapai
≥ 0,5, jika factor loading lebih rendah dari
0,5 maka indikator tersebut dianggap
tidak berdimensi sama dengan indikator
lainnya dalam menjelaskan sebuah
variabel laten. Dari gambar di atas terlihat
semua indikator memiliki nilai factor
loading lebih besar dari 0,50, sehingga
semua indikator pada variabel Perceived
Value valid dan dapat digunakan untuk
analisis selanjutnya.
5. Regression Weight dan Standardized Regression Weight Model Persamaan Struktural yang
Telah Dimodifikasi
Tabel 3. Uji Kausalitas Regression Weight
Path Standardiz
ed Estimate
Unstandardize
d Estimate
Standart
Error (S.E.)
Critical
Ratio
(C.R.)
P-value
(P)
Service Quality (X1)
Perceived Value (Y2)
0,214 0,213 0,094 2,264 0,024
Hasil estimasi parameter variabel
Service Quality terhadap Perceived Value
berdasarkan indikator – indikatornya
menunjukkan hasil yang signifikan dengan
nilai CR 2,264. Nilai ini lebih besar dari 1,96.
Disamping itu diperoleh taraf signifikansi
0,024 (P < 0,05). Sehingga hipotesis Service
Quality berpengaruh signfikan terhadap
Perceived Value terbukti kebenarannya.
PEMBAHASAN
1. Deskripsi Service Quality
Berdasarkan statistik deskriptif variabel
service quality, item yang memiliki skor di
bawah mean total adalah perhatian perawat,
alat medis baru, fungsi alat medis, dan
kelengkapan alat medis, artinya sebagian
besar pasien rawat inap rumah sakit swasta
di Surabaya yang menjadi responden dalam
penelitian ini menilai bahwa perhatian
perawat kepada pasien, serta peralatan
rumah sakit masih perlu ditingkatkan, baik
peremajaan peralatan, keandalan fungsional
serta kelengkapannya. Berdasarkan hasil
observasi peneliti di lapangan terkait aitem
service quality yang memiliki penilaian di
bawah rata-rata, nilai service quality
berdasarkan hasil Confirmatory Factor Analysis
(CFA) pada konstrak service quality, diketahui
indikator yang memiliki factor loading paling
besar adalah perawat (X1.2), artinya
keramahan perawat, perhatian perawat,
keterampilan perawat, dan sopan santun
perawat terhadap pasien merupakan
indikator yang paling besar dalam
membentuk kualitas layanan inti dari suatu
rumah sakit swasta, dibandingkan dokter
dan peralatan medis.
32
2. Deskripsi Perceived Value
Berdasarkan statistik deskriptif variabel
perceived value, aitem yang memiliki skor di
bawah mean total adalah kesesuaian biaya
dengan kecepatan layanan, kesesuaian biaya
dengan fasilitas kamar, dan kesesuaian biaya
dengan image. Hal ini menjelaskan bahwa
sebagian besar pasien rawat inap rumah sakit
swasta tipe B di Surabaya yang menjadi
responden dalam penelitian ini menilai
bahwa kecepatan layanan, fasilitas kamar,
dan image pasien masih perlu disesuaikan
lagi dengan biaya yang dikeluarkan pasien.
Berdasarkan hasil observasi peneliti di
lapangan terkait aitem perceived value yang
memiliki penilaian di bawah rata-rata, nilai
perceived value berdasarkan hasil Confirmatory
Factor Analysis (CFA) pada konstrak perceived
value, diketahui indikator yang memiliki
factor loading paling besar adalah nilai harga
(Y2.2), artinya nilai harga merupakan
indikator yang paling besar dalam
membentuk perceived value dari suatu rumah
sakit swasta, dibandingkan nilai emosional
dan nilai sosial.
3. Pengaruh Service Quality Terhadap
Perceived Value.
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis
diatas (tabel 3.), besarnya koefisien variabel
service quality (X1) yang diterapkan oleh
rumah sakit swasta tipe B di Surabaya
terhadap variabel perceived value (Y2) = 0,214
dengan P < 0,05. Hipotesis yang menyatakan
service quality berpengaruh signifikan
terhadap perceived value pasien rumah sakit
swasta tipe B di Surabaya, terbukti benar
atau diterima. Koefesien jalur yang bertanda
positif, berarti secara teoritis hubungan
pengaruh dari service quality terhadap
perceived value adalah searah. Hal ini
memberi makna, bila persepsi pasien
terhadap service quality yang diterapkan oleh
rumah sakit swasta tipe B di Surabaya
semakin baik (positif), maka perceived value
pasien rumah sakit swasta tipe B di Surabaya
akan semakin meningkat. Sebaliknya, bila
persepsi pasien terhadap service quality yang
diterapkan oleh rumah sakit swasta tipe B di
Surabaya semakin menurun (negatif), maka
perceived value pasien rumah sakit swasta tipe
B di Surabaya akan semakin rendah.
Sebagai temuan dari hasil studi ini
adalah mendukung penelitian-penelitian
yang dikemukakan Davies G, et. al. (2003)
meneliti pentingnya service quality terhadap
perceived value dalam studinya di katakan,
bahwa meneliti peranan pelayanan inti dan
nilai yang dirasakan pasien sangat penting
karena sebagai dasar untuk memuaskan
konsumen. Artinya terdapat hubungan
antara service quality terhadap perceived value
dengan menggunakan pengukuran dokter,
perawat, alat medis, semakin tinggi service
quality, semakin baik perceived value pasien
atas dasar pelayanan dari rumah sakit.
Nilai yang dirasakan adalah persepsi
pasien terhadap nilai atas kualitas yang
ditawarkan relatif lebih tinggi dari pesaing
akan mempengaruhi tingkat loyalitas
konsumen, semakin tinggi persepsi nilai
yang dirasakan oleh konsumen, maka
semakin besar kemungkinan terjadinya
hubungan (transaksi). Hubungan yang
diinginkan adalah hubungan yang bersifat
jangka panjang, sebab usaha dan biaya yang
dikeluarkan oleh perusahaan diyakini akan
jauh lebih besar apabila harus menarik
pelanggan baru atau pelanggan yang sudah
meninggalkan perusahaan dar ipada
mempertahankannya.
Hume (2008), hasil penelitiannya
tersebut menunjukkan adanya keinginan
membeli kembali berdasarkan layanan inti
maupun layanan penunjang yang dimediasi
oleh nilai yang dirasakan dan kepuasan
pelanggan. Sedangkan variabel yang
33
digunakan, perilaku konsumen, kepuasan
konsumen, kualitas layanan, dan seni
pertunjukkan. Hasil penelitian yang
menjelaskan bahwa service quality
berpengaruh positif dan signifikan terhadap
perceived value, konsisten dengan Skogland
dan Siguaw (2004) dalam penelitiannya yang
menjelaskan bahwa kualitas layanan sebuah
prediktor dari keinginan membeli kembali,
memiliki peranan pada kualitas layanan inti,
dimana layanan dalam kontek penelitian ini
telah diklarifikasi dan tidak memiliki
pengaruh langsung terhadap keinginan
membeli kembali, hanya sebuah pengaruh
tidak langsung melalui penilaian emosi, nilai
yang dirasakan dan kepuasan.
Caruana et al. (2000) dalam
penelitiannya juga menyatakan sebuah
hubungan langsung dari nilai yang dirasakan
dengan kepuasan pelanggan, Dengan nilai
yang dirasakan sebagai perantara dari
kualitas layanan inti dan kualitas layanan
penunjang dan kepuasan pelanggan. Sama
halnya dengan Pattersson et al. (1997),
penelitian ini mendukung nilai yang
dirasakan sebagai diperantarai keseluruhan
melalui kepuasan pelanggan terhadap
keinginan membeli kembali. Hubungan
langsung dari kualitas layanan inti, kualitas
layanan penunjang, dan untuk nilai yang
dirasakan.
Semakin baik kualitas inti pelayanan
yang berupa dokter, perawat dan di tunjang
peralatan yang memadai, pasien akan
nyaman karena kebutuhan pasien terpenuhi
dan menjadikan nilai yang dirasakan pasien
menjadi positif dan terpuaskan. Maka ada
hubungan service quality terhadap perceived
value positif. Penelitian tersebut mengandung
makna bahwa service quality yang diukur
dengan menggunakan pelayanan dokter,
perawat, peralatan medis yang memadai
adalah mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap perceived value.
Pelayanan dokter, perawat, dan
peralatan medis yang memadai merupakan
hal yang sangat penting untuk meningkatkan
kualitas inti layanan di rumah sakit. Hal ini
akan menjadikan nilai yang dirasakan pasien
menjadi positif, sehingga dapat digunakan
sebagai dasar untuk menguji dan
menganalisis pengaruh antara ke dua
variabel tersebut.
Pelayanan dokter, perawat yang
ramah, perhatian, trampil, sopan mendorong
terwujudnya nilai yang dirasakan pasien
positif, sehingga sesuai dengan harapan
pasien rumah sakit swasta di surabaya. Alat
medis yang dimiliki lengkap, berfungsi
dengan baik, moderen merupakan penunjang
dari pada kualitas inti layanan, sehingga
terjadi nilai yang dirasakan pasien positif
pada layanan rumah sakit swasta di
Surabaya semakin meningkat. Semakin
tinggi service quality semakin tinggi perceived
value positif pasien rumah sakit swasta di
Surabaya.
Hasil studi ini mendukung hasil studi
yang telah dilakukan dari penelitian-
penelitian sebelumnya, yaitu: Mort (2003),
Hume (2008), Skogland dan Siguaw (2004),
dan Pattersson et al. (1997). Hipotesisnya
menyatakan bahwa service quality
berpengaruh signifikan terhadap perceived
value.
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
Service quality (X1), berpengaruh
dengan arah positif terhadap perceived value
(Y2) pada rumah sakit tipe B di Surabaya.
Hal ini memberi makna, bila persepsi pasien
terhadap service quality yang diterapkan oleh
rumah sakit swasta tipe B di Surabaya
semakin baik (positif), maka Perceived value
34
pasien rumah sakit swasta tipe B di Surabaya
akan semakin meningkat. Dengan demikian,
alat medis harus dapat ditingkatkan, antara
lain dengan memberikan tambahan alat
medis yang baru dan modern. Dengan
adanya penambahan alat medis yang baru
dan modern, sehingga memberikan
pelayanan pasien dengan baik.
SARAN
Penelitian ini tidak mengelompokkan sampel
penelitian berdasarkan usia dan jenis
kelamin, sehingga pengaruh usia dan jenis
kelamin boleh jadi dapat menimbulkan
keanekaragaman pendapat yang dipengaruhi
oleh perbedaan pandangan dan psikologis
laki-laki dan perempuan. Sehingga penelitian
berikutnya hal itu perlu diperhatikan.
Variabel yang ada pada penelitian juga
hanya meliputi service quality dan perceived
value. Hal ini mengingat variabel yang sesuai
dengan karakteristik Surabaya. Dalam
penelitian berikutnya diharapkan adanya
perluasan variabel, sehingga lebih bisa
mencerminkan kondisi penelitian yang lebih
detail.
DAFTAR PUSTAKA
Assauri, S. 2003. Ekonomi dan Keuangan
Indonesia, Volume 50. USA. Michigan
University.
Blocker, C. P. (2011). Modeling customer
value perceptions in cross-cultural
business markets. Journal of Business
Research, 64(5), 533-540.
Bowers, M. R., & Kiefe, C. I. 2002. Measuring
healthcare quality: comparing and
contrasting the medical and the
marketing approaches. American Journal
of Medical Quality, 17(04), 36-44.
Buchari, A. 2007. Manajemen Pemasaran &
Pemasaran Jasa. Bandung. CV. Alfabeta.
Caruana, A., Arthur H.M., & Pierre, R.B.
2000. Service quality and satisfaction-
the moderating role of value. European
Journal of Marketing 34 (11/12) : 1338-
1352.
Callarisa, L. J. F., Moliner, A., & Garcia, S.
(2011). Multidimensional perspective of
perceived value in industrial clusters.
Journal of Business and Industrial
Marketing, 26(2), 132-145.
Chen, C.F. 2008. Investigating structural
relationships between service quality,
perceived value, satisfaction, and
behavioral intentions for air
passengers: evidence from Taiwan.
Transport Research Part A 42 (4): 709-717.
Davies G, Chun R, da Silva R. V. And Roper
S. 2003. A Corporate Character Scale to
Asses Employee and Customer Views
of Organization Reputation. Corporate
Reputation Review 7 (2) : 125 – 146.
Departeman Kesehatan RI .2009. Buku
Pedoman Upaya Peningkatan Mutu
Pelayanan Rumah Sakit. Jakarta. Depkes
RI.
Diamantopoulos, A. (2010). Reflective and
formative metric of relationship value:
response to Baxter's commentary essay.
Journal of Business Research, 63(1), 91-93.
Donabedian, A. 1988. The quality of care:
how can it be assessed? Journal of
American Medical Association, 260, 174-
183.
Donabedian, A. 1992. Quality assurance in
healthcare: consumers role. Quality in
Healthcare, 1(04), 247-251.
Eid, R., & El-Gohary, H. 2014. Muslim tourist
perceived value in the hospitality and
35
tourism industry. Journal of Travel
Research, 21(03), 1-14.
Engel, Blackwell, & Miniard. 2001. Consumer
behavior (9th ed.). Ohio: South Western.
Ferguson, Ronald, J., Paulin, Michele,
Pigeassou, Charles, and Gauduchon, R.
1999. Assessing service management
effectiveness in a health resort:
implication of technical and fuctional
quality. Managing Service Quality. 9(1).
58.
Gill, A. et. al. 2010. The relationship between
transformational leadership and
employed desaire for empowerment.
International Journal of Contemporary
Hospitality Management. 22 (2). 263-273.
Gipp, N., Kalafatis, S. P., & Ledden, L. (2008).
Perceived value of corporate donations:
an empirical investigation. International
Journal of Nonprofit and Voluntary Sector
Marketing, 13(4), 327-346.
Hanna, N., & Wozniak, R. 2001. Consumer
behavior: An applied approach (2nd ed.).
New Jersey: Prentice Hall.
Hellier, P.K. 2003. Customer Repurchase Intention A general Structural Equation Model. Europen Journal of Marketing 37 (11).
Holbrook, M. B. 1999. Introduction to consumer value (1st ed.). London: Routledge.
Hume, M. 2008. Understanding Core and
Peripheral Service Quality in Customer
Repurchase of the Performing Arts.
Managing Service Quality 18 (4).
Hume, M. and Mort, G. S. 2010. The
consequence of appraisal emotion,
service quality, perceived volue and
customer satisfaction on repurchase
intent in the performing arts. Journal of
Services Marketing, 24(2). 123-145.
Kotler and Keller .2006. Marketing
Management. 12th edition. New Jersey.
Pearson Prentice Hall.
Lam, S. S. K. 1997. SERVQUAL: a tool for
measuring patient's opinions of
hospital service quality in Hong Kong.
Total Quality Management, 8(04), 145-
152.
Lapierre, J. (2000). Customer-perceived value
in industrial contexts. Journal of Business
and Industrial Marketing, 15(2), 122-140.
Lee, C.-K., Bendle, L. J., Yoon, Y.-S., & Kim,
M.-J. 2012. Thanatourism or peace
tourism: Perceived value at a North
Korean resort from indigenous
perspective. International Journal of
Tourism Research, 14, 71-90.
Lee, C.-K., Yoon, Y.-S., & Lee, S.-K. 2007.
Investigating the relationship among
perceived value, satisfaction, and
recommendations: The case of the
Korean DMZ Tourism Management, 28,
204-214.
Lim, P. C., & Tang, N. K. H. 2000. A study of
patient's expectations and satisfaction
in Singapore hospitals. International
Journal of Health Care Quality Assurance,
13(07), 9-20.
Lin, C.H., Sher, P.J. and Shih, H.Y. (2005),
Past progress and future directions in
conceptualizing customer perceived
value. International Journal of Service
Industry Management, 16(4), 132-139.
Liu, A. H., Leach, M. P., & Bernhardt, K. L.
(2005). Examining customer value
perceptions of organizational buyers
when sourcing from multiple vendors.
Journal of Business Research, 58(5), 559-
568.
36
Lovelock, C.H. 1992. Seeking synergy in
service operations: seven things
marketers need to know about service
operation. European Management
Journal. 10(1). 22.
Mainz, J. 2003. Defining and classifying
clinical indicators for quality
improvement. International Journal for
Quality in Healthcare, 15(06), 523-530.
McDougall, G.H. and Levesque, T. 2000.
Customer satisfaction with services:
putting perceived value into the
equation. Journal of Services Marketing.
14(5). 392 – 410.
Mort, G.S., and Duncan, M. 2003. The country
of origin effect : A study of the ‘owned
by...’ cue. Journal of Visionary Marketing
for The 21th Century 8 (3): 841-845.
Parasuraman, A, Valerie A. Zeithaml dan
Leonardo L. Berry. 1998. Conceptual
Model Of Service Quality and its
Implications for Future Research.
Journal of Marketing 34 (2): 1332-1345.
Patterson, Paul G., Spreng, and Richard, A.
1997. Modelling the Relationship
Beetwen Perceived Value, Satisfaction
and Repurchase Intentions in Bussines
to Bussines, Service Context: an
Empirical Examination. International
Journal of Service Industry Management 8
(5): 414.
Polsa, P., Fuxiang, W., Saaksjarvi, M., &
Shuyuan, P. 2013. Cultural values and
health service quality in China.
International Journal of Health Care
Quality Assurance, 25(01), 55-73.
Peter, J. P., & Olson, J. C. 2005. Perilaku
konsumen dan strategi pemasaran Jakarta:
Erlangga.
Petrick, J. F. (2002). Development of a multi-
dimensional scale for measuring the
perceived value of a service. Journal of
Leisure Research, 34(2), 119-134.
Rashid, W. E. W., & Jusoff, K. 2009. Service
quality in health care setting.
International Journal of Health Care
Quality Assurance, 22(05), 471-482.
Ratminto .2008. Manajemen Pelayanan
Pengembangan Model Konseptual. Jakarta.
PT Rineka Cipta.
Ruiz, D. M., Gremler, D. D., Washburn, J. H.,
& Carrion, G. C. 2008. Service value
revisited: specifying a higher-order,
formative measure Journal of Business
Research, 61(12), 1278-1291.
Sanchez-Fernandez, R., & Iniesta-Bonillo, M.
A. 2009. Efficiency and quality as
economic dimensions of perceived
value: conceptualitation, measurement,
and effect on satisfaction Journal of
Retailing and Consumer Services, 16(6),
425-433.
Sawyer and Dickson`s. 1984. Effects of Price
Uncertainty on Consumer Purchase
Budget and Price Thresholds. Marketing
Letters 3 (4) : 323 – 329.
Scifmann, L.G. dan Kanuk, L. L .2004.
Perilaku Konsumen. Edisi 7. Jakarta. PT.
Indeks Group Gramedia.
Sheth, J. N., Newman, B. I., & Gross, B. I.
1991. Why we buy what we buy: a
theory of consumption values. Journal of
Business Research, 22(2), 159-170.
Siregar, Charles. JP. 2004. Farmasi Rumah Sakit
Teori dan Penerapan. Cetakan I. Jakarta.
EGC.
Solomon, M. R. 2007. Consumer Behavior:
Buying, Having, and Being. New Jersey,
37
Upper Saddle River: Pearson
Education, Inc.
Skogland, I. and Siguaw, J.A. 2004. Are you
satisfied customer loyal?. Cornell
University 45(3): 221-234.
Susetiyana, H. (2009). Analisis loyalitas
pelanggan pada industri airfreight
forwarder dengan menggunakan Structural
Equation Modeling (SEM). UI, Jakarta.
Sweeney, J. C., & Soutar, G. N. 2001.
Consumer perceived value: the
development of a multiple item scale.
Journal of Retailing, 77, 203-220.
Tjiptono, F. 2002. Strategi Pemasaran. Edisi ke
2. Yogyakarta. Andi Offset.
Tjiptono, F. 2004. Marketing scales.
Yogyakarta. Andi Offset.
Turris, S. A. (2005). Unpacking the concept of
patient satisfaction: a feminist analysis.
Journal of Advanced Nursing, 50(03), 293-
298.
Ulaga, W., & Eggert, A. 2005. Relationship
value in business markets: the construct
and its dimensions. Journal of Business-
to-Business Marketing, 12(1), 73-99.
Ulaga, W. (2011). Investigating customer
value in global business markets:
commentary essay. Journal of Business
Research, 64(8), 928-930.
Utama, A. 2003. Analisis pengaruh persepsi
kualitas pelayanan terhadap kepuasan
pelanggan Rumah Sakit Umum Cakra
Husada Klaten. Jurnal Ilmu Administrasi
dan Organisasi. 1(2).
Vanessa, G. 2005. Pengaruh manajemen
hubungan pelanggan dan hubungan
masyarakat dalam pemasaran terhadap
nilai dan loyalitas pelanggan hotel.
Disertasi. Bandung, UNPAD.
Ware, J. E., & Snyder, M. K. 1975. Dimensions
of patient's attitudes regarding doctors
and medical services. Medical Care,
26(02), 669-673.
Wiyono, D. 2004. Tugas dan Fungsi Rumah
Sakit”. Airlangga University Press.
Surabaya.
Zeithaml and Bitner .2000. Service Marketing
Integrating Customer Across The Firm. 2nd
ed. Baston. Mc Graw Hill.
38
PENGARUH PENJUALAN KREDIT DAN PERPUTARAN PIUTANG TERHADAP LABA
PADA PT. CONTINENTAL CARGO CARRIER INDOTRANS
NINIK MASADAH
ABSTRAK
Di dalam persaingan yang cukup ketat antar perusahaan jasa yang sedang berkembang di
Indonesia mengakibatkan banyaknya beberapa perusahaan jasa yang kalah bersaing akan
mengalami kebangkrutan. Akan tetapi pada PT Continental Cargo Carrier Indotrans yang
merupakan salah satu perusahaan jasa yang ada di Gresik dapat bertahan sampai
sekarang.Walaupun terdapa tbeberapa masalah dalam perusahaan tersebut. Seperti Laba perusahaan
yang naik turun dari tahun ketahun dan juga perputaran piutang yang tidak sehat bagi perusahaan
dikarenakan pembayaran dari Costumer yang cukup lama.
Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk membantu pihak manajemen perusahaan
dalam menentukan kebijakannya dengan cara mengetahui pengaruh penjualan kredit dan perputaran
piutang perusahaan terhadap laba perusahaan. Analisis yang di gunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan dengan metode kuantitatif yaitu regresi linear berganda yang diolah menggunakan
program SPSS for Windows 18.0 dimana untuk menguji seberapa kuat pengaruh variable
independen terhadap variable dependen.
Berdasarkan hasil penelitian secara statistic variable bahwa penjualan kredit mempunyai
pengaruh signifikan terhadap laba perusahaan, sedangkan perputaran piutang tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap laba perusahaan. Dimana pengukura hipotesis berdasarkan daerah
penolakan yang dilakukan menggunakan uji f penjualan kredit dan perputaran piutang berpengaruh
terhadap laba perusahaan.
Kata kunci : Penjualan Kredit , Perputaran Piutang, Laba
PENDAHULUAN
Di bidang perdagangan barang dan
jasa, untuk mencapai pertumbuhan dunia
usaha salah satunya menentukan kebijakan
penjualan yang menguntungkan bagi
perusahaan. Melihat fakta yang terjadi di
pasar bahwa di tengah kondisi ekonomi yang
masih dalam tahap recovery, sebagian besar
perusahaan memiliki tren untuk memberikan
fasilitas kredit bagi pelanggannya. Piutang
adalah asset yang materiil bagi perusahaan,
karena sebagian besar penjualan umumnya
dilakukan secara kredit.
Dengan diterapkannya kebijakan
penjualan secara kredit akan mempermudah
perusahaan dalam menjual produknya dan
juga mempermudah perusahaan untuk
mendapatkan pelanggan yang lebih banyak
serta dapat memperluas pangsa pasarnya
dalam melakukan ekspansi.
Penjualan kredit akan mempengaruhi
permintaan terhadap suatu produk yang
ditawarkan, terutama disaat kondisi
perekonomian yang belum sepenuhnya pulih
seperti sekarang ini, ditambah lagi persaingan
yang semakin ketat. Saat ini pembeli lebih
memilih untuk membeli produk secara kredit,
karena sebagian besar dari mereka tidak
mempunyai kondisi keuangan yang kuat.
Pada dasarnya, setiap perusahaan
dalam menjalankan usahanya bertujuan
memperoleh laba, dan juga perusahaan akan
selalu berusaha agar laba selalu meningkat.
Laporan keuangan dapat menjadi salah satu
alat yang tepat bagi perusahaan untuk menilai
kinerja perusahaan terutama laporan rugi-laba
yang merupakan salah satu satu informasi
yang sangat penting.
Salah satu permasalahan yang perlu
diperhatikan guna menunjang kelancaran dan
aktivitas perusahaan adalah perputaran
piutang, karena hal ini sangat krusial dalam
mempengaruhi laba perusahaan. Dengan
adanya siklus piutang yang baik dan
memenuhi standar, maka hal-hal yang tidak
39
diinginkan perusahaan seperti adanya bad
debt ataupun piutang tak tertagih dapat
dihindari, karena dengan adanya standar yang
ditetapkan, manajemen perusahaan akan lebih
terarah dalam menjalankan kebijakan
perusahaan, terutama hal yang mengenai
penjualan kredit. Karena jika tidak demikian,
hal ini akan mengganggu perputaran piutang
yang dampaknya akan berimbas pada
penurunan laba perusahaan. Perputaran
piutang yang tidak stabil akan berdampak
pada proses cepat atau lambatnya piutang
menjadi kas.
Menurut La Midjan (2001:170)
Penjualan Kredit adalah penjualan dengan
tenggang waktu rata-rata diatas satu bulan.
Dengan diterapkannya kebijakan kredit, maka
akan timbul piutang, sehingga perusahaan
harus menunggu saatnya piutang dilunasi,
karena ada tenggang waktu antara saat
penyerahan barang sampai dengan
diterimanya uang. Apabila pelunasan piutang
tidak lancar, maka akan menggangu posisi
keuangan, (terutama perusahaan yang arus
kasnya kurang baik) karena modal kerja
banyak tertahan dalam bentuk piutang
tersebut. Pengelolaan piutang adalah unsur
penting dalam kelangsungan hidup suatu
usaha, karena piutang adalah sumber
keuangan atau kas perusahaan salah satu
manfaatnya adalah untuk pembiayaan
operasional perusahaan
Menurut Warren Reeve (2005)
perputaran piutang adalah usaha (account
receivable turn over) untuk mengukur
seberapa sering piutang usaha berubah
menjadi kas dalam setahun.
Secara garis besar, penjualan kredit
adalah transaksi penjualan barang atau jasa
yang dilakukan secana non-tunai. Siklus
operasi normal dalam sebuah perusahaan
biasanya melibatkan : pembelian, persediaan
(secara kas maupun kredit) yang kemudian
dijual secara kredit.
Sedangkan perputaran piutang dapat
dijelaskan sebagai perbandingan antara
jumlah penjualan kredit dengan jumlah rata-
rata piutang.
Manajemen piutang sangat penting
bagi perusahaan yang melakukan penjualan
produknya secara kredit terutama bidang jasa,
hal ini menyangkut masalah pengendalian
jumlah piutang, pengendalian dan
pengumpulan piutang, serta evaluasi
kebijakan kredit yang diterapkan perusahaan,
sehingga terhindar dari risiko terjadinya
piutang tak tertagih.
Pada kondisi normal, perputaran
piutang biasanya lebih cepat perputarannya
daripada persediaan, sehingga tingkat
likuiditasnya lebih tinggi. Piutang dapat
diukur likuiditasnya melalui perhitungan
perputaran piutang. Hal ini akan
menunjukkan jangka waktu antara penjualan
kredit dan penarikan kas.
Lalu, laba pun dapat dijelaskan sebagai
laba yang didapat oleh perusahaan setelah
dikurangi oleh biaya-biaya. Laba adalah
peningkatan manfaat ekonomis bagi
perusahaan yang merupakan tujuan utama
dari perusahaan itu sendiri, laba dibagikan
kepada pemilik modal sebagai balas jasa atas
investasi yang ditanamkan pada perusahaan.
Menurut penelitian yang sebelumnya
dilakukan Arwan Nugroho pada tahun 2004.
Mengenai Analisa pengaruh perputaran kas,
perputaran piutang, dan perputaran persediaan
terhadap profitabilitas (studi kasus pada PT.
Ultra Jaya), memberikan kesimpulan, bahwa
perputaran kas, perputaran piutang, dan
perputaran persediaan pada PT Ultra Jaya,
tidak memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap profitabilitas perusahaan. Sedangkan
penelitian yang dilakukan oleh Putra (2012)
menunjukkan bahwa perputaran kas,
perputaran piutang berpengaruh signifikan
terhadap profitabilitas. Pada penelitian yang
dilakukan oleh Julkarnain (2012) memperoleh
hasil di mana Modal Kerja berpengaruh
secara parsial terhadap Profirablititas
perusahaan sedangkan Perputaran Modal
Kerja, Perputaran Kas dan Perputaran Piutang
40
tidak berpengaruh signifikan terhadap
profitabilitas perusahaan.
METODE PENELITIAN
Menurut Sugiyono (2010:2)
menjelaskan bahwa “Metode Penelitian pada
dasarnya merupakan cara ilmiah untuk
mendapatkan data dengan tujuan dan
kegunaan tertentu”. Metode penelitian
merupakan sekumpulan peraturan kegiatan
dan prosedur yang digambarkan oleh pelaku
disiplin ilmu, metode merupakan suatu cara
pemecahan masalah yang sistematis.
Keuangan PT.Continental Cargo Carrier
Indotrans Tahun 2012-2014
HASIL PENELITIAN
DISKRIPSI VARIABEL PENELITIAN
1. Penjualan Kredit (X1)
Untuk mempermudah dalam
proses analisis data, maka peneliti
akan menyajikan tentang
penjualan kredit yang terjadi pada
PT. Continental Cargo Carrier
Indotrans pada periode penelitian
adalah sebagai berikut :
No Tahun Bulan Kegiatan Penjualan
Kredit
1
2012
Januari
Pengepakan, Cleanning,
Inklaring, Eksport
Rp
1.950.320.320
2 Februari
Pengepakan, Cleanning,
Inklaring, Eksport
Rp
5.117.212.393
3 Maret
Pengepakan, Cleanning,
Inklaring, Eksport
Rp
9.386.194.088
4 April
Pengepakan, Cleanning,
Inklaring, Eksport
Rp
7.987.426.649
5 Mei
Pengepakan, Cleanning,
Inklaring, Eksport
Rp
5.779.767.300
6 Juni
Pengepakan, Cleanning,
Inklaring, Eksport
Rp
8.436.821.260
7 Juli
Pengepakan, Cleanning,
Inklaring, Eksport
Rp
9.615.274.597
8 Agustus
Pengepakan, Cleanning,
Inklaring, Eksport
Rp
6.058.387.268
9 September
Pengepakan, Cleanning,
Inklaring, Eksport
Rp
10.983.277.184
10 Oktober
Pengepakan, Cleanning,
Inklaring, Eksport
Rp
9.287.347.427
11 Nopember
Pengepakan, Cleanning,
Inklaring, Eksport
Rp
10.939.572.601
12 Desember
Pengepakan, Cleanning,
Inklaring, Eksport
Rp
3.718.527.716
13 2013
Januari
Pengepakan, Cleanning,
Inklaring, Eksport
Rp
9.216.386.366
14 Februari
Pengepakan, Cleanning,
Inklaring, Eksport
Rp
4.905.523.922
15
Maret
Pengepakan, Cleanning,
Inklaring, Eksport
Rp
6.776.306.791
16
April
Pengepakan, Cleanning,
Inklaring, Eksport
Rp
6.875.612.301
41
17
Mei
Pengepakan, Cleanning,
Inklaring, Eksport
Rp
9.888.495.774
18
Juni
Pengepakan, Cleanning,
Inklaring, Eksport
Rp
9.204.907.937
19 Juli
Pengepakan, Cleanning,
Inklaring, Eksport
Rp
7.530.870.154
20
Agustus
Pengepakan, Cleanning,
Inklaring, Eksport
Rp
6.023.073.576
21
September
Pengepakan, Cleanning,
Inklaring, Eksport
Rp
7.721.387.595
22
Oktober
Pengepakan, Cleanning,
Inklaring, Eksport
Rp
6.708.237.444
23
Nopember
Pengepakan, Cleanning,
Inklaring, Eksport
Rp
5.877.228.317
24
Desember
Pengepakan, Cleanning,
Inklaring, Eksport
Rp
6.000.220.605
25
2014
Januari
Pengepakan, Cleanning,
Inklaring, Eksport
Rp
3.889.813.972
26 Februari
Pengepakan, Cleanning,
Inklaring, Eksport
Rp
8.747.150.952
27 Maret
Pengepakan, Cleanning,
Inklaring, Eksport
Rp
4.097.744.050
28 April
Pengepakan, Cleanning,
Inklaring, Eksport
Rp
8.990.351.214
29 Mei
Pengepakan, Cleanning,
Inklaring, Eksport
Rp
4.656.086.156
30 Juni
Pengepakan, Cleanning,
Inklaring, Eksport
Rp
7.952.112.591
31 Juli
Pengepakan, Cleanning,
Inklaring, Eksport
Rp
8.432.785.891
32 Agustus
Pengepakan, Cleanning,
Inklaring, Eksport
Rp
3.135.463.569
33 September
Pengepakan, Cleanning,
Inklaring, Eksport
Rp
4.989.378.846
34 Oktober
Pengepakan, Cleanning,
Inklaring, Eksport
Rp
5.681.414.412
35 Nopember
Pengepakan, Cleanning,
Inklaring, Eksport
Rp
3.270.972.267
36 Desember
Pengepakan, Cleanning,
Inklaring, Eksport
Rp
3.271.507.569
2. Perputaran Piutang (X2)
Adapun perputaran piutang yang diperoleh pada PT. Continental Cargo Carrier Indotrans
pada periode penelitian adalah sebagai berikut :
No Tahun Bulan Kegiatan Piutang
1
2012
Januari
Pengepakan, Cleanning,
Inklaring, Eksport
Rp
6.123.978.561
2 Februari
Pengepakan, Cleanning,
Inklaring, Eksport
Rp
6.432.911.786
3 Maret Pengepakan, Cleanning, Rp
42
Inklaring, Eksport 10.576.455.300
4 April
Pengepakan, Cleanning,
Inklaring, Eksport
Rp
12.376.550.233
5 Mei
Pengepakan, Cleanning,
Inklaring, Eksport
Rp
14.300.789.564
6 Juni
Pengepakan, Cleanning,
Inklaring, Eksport
Rp
17.656.890.655
7 Juli
Pengepakan, Cleanning,
Inklaring, Eksport
Rp
14.098.790.070
8 Agustus
Pengepakan, Cleanning,
Inklaring, Eksport
Rp
15.489.076.500
9 September
Pengepakan, Cleanning,
Inklaring, Eksport
Rp
15.890.908.765
10 Oktober
Pengepakan, Cleanning,
Inklaring, Eksport
Rp
16.800.302.111
11 Nopember
Pengepakan, Cleanning,
Inklaring, Eksport
Rp
23.980.768.564
12 Desember
Pengepakan, Cleanning,
Inklaring, Eksport
Rp
15.330.981.597
13
2013
Januari
Pengepakan, Cleanning,
Inklaring, Eksport
Rp
11.971.206.155
14 Februari
Pengepakan, Cleanning,
Inklaring, Eksport
Rp
8.884.878.432
15 Maret
Pengepakan, Cleanning,
Inklaring, Eksport
Rp
9.877.890.768
16 April
Pengepakan, Cleanning,
Inklaring, Eksport
Rp
11.908.767.550
17
Mei
Pengepakan, Cleanning,
Inklaring, Eksport
Rp
13.980.665.463
18
Juni
Pengepakan, Cleanning,
Inklaring, Eksport
Rp
8.078.656.456
19
Juli
Pengepakan, Cleanning,
Inklaring, Eksport
Rp
6.564.589.872
20
Agustus
Pengepakan, Cleanning,
Inklaring, Eksport
Rp
4.567.894.530
21
September
Pengepakan, Cleanning,
Inklaring, Eksport
Rp
8.907.678.908
22
Oktober
Pengepakan, Cleanning,
Inklaring, Eksport
Rp
10.987.675.456
23
Nopember
Pengepakan, Cleanning,
Inklaring, Eksport
Rp
8.786.567.890
24
Desember
Pengepakan, Cleanning,
Inklaring, Eksport
Rp
7.788.540.272
25
2014
Januari Pengepakan, Cleanning,
Inklaring, Eksport Rp 4.786.000.986
26 Februari
Pengepakan, Cleanning,
Inklaring, Eksport
Rp
5.678.765.900
27 Maret
Pengepakan, Cleanning,
Inklaring, Eksport
Rp
6.564.987.842
43
28 April
Pengepakan, Cleanning,
Inklaring, Eksport
Rp
5.560.987.890
29 Mei
Pengepakan, Cleanning,
Inklaring, Eksport
Rp
8.478.903.456
30 Juni
Pengepakan, Cleanning,
Inklaring, Eksport
Rp
6.745.689.789
31 Juli
Pengepakan, Cleanning,
Inklaring, Eksport
Rp
5.987.675.002
32 Agustus
Pengepakan, Cleanning,
Inklaring, Eksport
Rp
8.756.908.765
33 September
Pengepakan, Cleanning,
Inklaring, Eksport
Rp
3.202.456.786
34 Oktober
Pengepakan, Cleanning,
Inklaring, Eksport
Rp
5.090.395.699
35 Nopember
Pengepakan, Cleanning,
Inklaring, Eksport
Rp
4.365.789.020
36 Desember
Pengepakan, Cleanning,
Inklaring, Eksport
Rp
4.068.369.839
3. Variabel Terikat Laba
Adapun laba yang diperoleh dari penjualan sepeda motor pada PT. Continental Cargo
Carrier Indotrans adalah sebagai berikut :
No Tahun Bulan Kegiatan Laba
1
2012
Januari
Pengepakan,
Cleanning, Inklaring,
Eksport Rp 8.897.906
2 Februari
Pengepakan,
Cleanning, Inklaring,
Eksport Rp 406.098.789
3 Maret
Pengepakan,
Cleanning, Inklaring,
Eksport Rp 700.989.767
4 April
Pengepakan,
Cleanning, Inklaring,
Eksport Rp 680.876.789
5 Mei
Pengepakan,
Cleanning, Inklaring,
Eksport Rp 546.789.098
6 Juni
Pengepakan,
Cleanning, Inklaring,
Eksport Rp 600.879.065
7 Juli
Pengepakan,
Cleanning, Inklaring,
Eksport Rp 700.987.890
8 Agustus
Pengepakan,
Cleanning, Inklaring,
Eksport Rp 789.876.000
9 September
Pengepakan,
Cleanning, Inklaring, Rp 961.300.319
44
Eksport
10 Oktober
Pengepakan,
Cleanning, Inklaring,
Eksport Rp 708.780.987
11 Nopember
Pengepakan,
Cleanning, Inklaring,
Eksport Rp 894.790.101
12 Desember
Pengepakan,
Cleanning, Inklaring,
Eksport Rp 120.980.789
13
2013
Januari
Pengepakan,
Cleanning, Inklaring,
Eksport Rp 636.503.450
14
Februari
Pengepakan,
Cleanning, Inklaring,
Eksport Rp 234.650.789
15
Maret
Pengepakan,
Cleanning, Inklaring,
Eksport Rp 456.876.345
16
April
Pengepakan,
Cleanning, Inklaring,
Eksport Rp 356.765.420
17
Mei
Pengepakan,
Cleanning, Inklaring,
Eksport Rp 606.890.765
18
Juni
Pengepakan,
Cleanning, Inklaring,
Eksport Rp 602.345.654
19
Juli
Pengepakan,
Cleanning, Inklaring,
Eksport Rp 433.456.870
20
Agustus
Pengepakan,
Cleanning, Inklaring,
Eksport Rp 303.430.456
21
September
Pengepakan,
Cleanning, Inklaring,
Eksport Rp 410.358.858
22
Oktober
Pengepakan,
Cleanning, Inklaring,
Eksport Rp 456.765.989
23
Nopember
Pengepakan,
Cleanning, Inklaring,
Eksport Rp 245.654.345
24
Desember
Pengepakan, Cleanning, Inklaring,
Eksport Rp 330.545.098
25
2014
Januari
Pengepakan,
Cleanning, Inklaring,
Eksport Rp 245.656.099
45
26 Februari
Pengepakan,
Cleanning, Inklaring,
Eksport Rp 1.146.023.311
27 Maret
Pengepakan,
Cleanning, Inklaring,
Eksport Rp 125.098.767
28 April
Pengepakan,
Cleanning, Inklaring,
Eksport Rp 654.987.890
29 Mei
Pengepakan,
Cleanning, Inklaring,
Eksport Rp 170.989.767
30 Juni
Pengepakan,
Cleanning, Inklaring,
Eksport Rp 546.897.564
31 Juli
Pengepakan,
Cleanning, Inklaring,
Eksport Rp 1.189.191.324
32 Agustus
Pengepakan,
Cleanning, Inklaring,
Eksport Rp 213.456.564
33 September
Pengepakan,
Cleanning, Inklaring,
Eksport Rp 245.098.789
34 Oktober
Pengepakan,
Cleanning, Inklaring,
Eksport Rp 456.789.675
35 Nopember
Pengepakan,
Cleanning, Inklaring,
Eksport Rp 256.879.087
36 Desember
Pengepakan,
Cleanning, Inklaring,
Eksport Rp 345.678.767
HIPOTESIS I
Uji ini digunakan untuk melihat
tingkat signifikansi variabelin dependen
mempengaruhi variabel dependen secara
individu atau sendiri – sendiri.
Dari tabel didapatkan nilai
signifikansi pada penjualan kredit
0,000 serta didapatkan nilai thitung
6,949. Standart tingkat signifikansi
yang digunakan peneliti adalah
sebesar 5% (0,05). Sedangkan
ketentuan pada statistik uji t jika
signifikansi < 0,05, maka Ho ada
pada daerah penolakan yang berarti
Ha diterima, sedangkan signikansi >
0,05, maka Ho ada pada daerah
penerimaan yang berarti Ha ditolak.
Dan Jika thitung < ttabel, maka Ho ada
pada daerah penerimaan yang berarti
Ha ditolak, sedangkan Jika thitung >
ttabel, maka Ho ada pada daerah
Variabel thitu
ng
ttabe
l
Sig. Keterangan
X1
Penjualan
Kredit
6,9
49
2,0
3
,000 Signifikan
X2
Perputaran
Piutang
0,4
97
2,0
3
,623 Tidak Signifikan
46
penolakan yang berarti Ha diterima.
Sehingga dari data tersebut
disimpulkan bahwa :
1. Tingkat Signifikansi penjualan
kredit 0,000 < 0,05, maka
penjualan kredit berpengaruh
terhadap laba.
2. Hipotesis penjualan kredit thitung
(6.949) > ttabel (2.03), maka
penjualan kredit berpengaruh
terhadap laba.
HIPOTESIS II
Pengaruh Penjualan Kredit dan
Perputaran Piutang terhadap Laba
PT. Continental Cargo Carrier
Indotrans
Dari tabel didapatkan nilai
signifikansi pada penjualan kredit
dan perputaran piutang terhadap laba
0,000 serta didapatkan nilai fhitung
30.959. F tabel 2,78 , jadi secara
statistik dinyatakan signifikan.
PEMBAHASAN
1. Pengaruh Penjualan Kredit terhadap
Laba pada PT. Continental Cargo Carrier
Indotrans.
Dari hasil penelitian yang
peneliti lakukan, menurut tingkat
signifikansi yang diperoleh dengan
menggunakan statistik uji t (parsial) yaitu
0,000 < 0,05, maka Ho ada pada daerah
penerimaan yang berarti Ha diterima atau
Penjualan Kredit berpengaruh terhadap
Laba pada PT. Continental Cargo Carrier
Indotrans.
Menurut hipotesis berdasarkan
daerah penerimaan dan daerah penolakan
yaitu thitung (6.949) > ttabel (2.36), maka
Ho ada pada daerah penerimaan yang
berarti Ha diterima atau penjualan kredit
berpengaruh terhadap laba pada PT.
Continental Cargo Carrier Indotrans.
Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian yang pernah dilakukan
oleh Titik Indriani (2013) judul
skripsinya Pengaruh Penjualan Kredit
dan Perputaran Piutang terhadap Laba
pada Perusahaan Industri Barang
Konsumsi yang Terdaftar Di BEI. Yang
juga menyatakan bahwa penjualan kredit
sangat berpengaruh signifikan terhadap
laba perusahaan.
Penjualan kredit mempengaruhi
perolehan laba pada PT. Continental
Cargo Carrier Indotrans, semakin sering
penjualan kredit maka semakin besar laba
yang diperoleh PT. Continental Cargo
Carrier Indotrans. Serta pengaruh
penjualan kredit tergolong sangat tinggi
dan secara keseluruhan penjualan kredit
nilai dalam rupiahnya mempengaruhi
laba yang didapat PT. Continental Cargo
Carrier Indotrans. Karena dengan
penjualan kredit keuntungan yang didapat
semakin meningkat.
2. Pengaruh Perputaran Piutang terhadap
Laba pada PT. Continental Cargo Carrier
Indotrans.
Dari hasil penelitian yang
peneliti lakukan, menurut tingkat
signifikansi yang diperoleh dengan
menggunakan statistik uji t (parsial) yaitu
0,623 > 0,05, maka Ho ada pada daerah
penolakan yang berarti Ha ditolak atau
perputaran piutang tidak berpengaruh
terhadap laba pada PT. Continental Cargo
Carrier Indotrans.
ANOVAb
Model Sum of
Squares df
Mean
Square F
Si
g.
1 Regressio
n
1,799E1
8
2 8,996E17 30,95
9
,0
00a
Residual 9,589E1
7
33 2,906E16
Total 2,758E1
8
35
a. Predictors: (Constant), Perputaran_Piutang,
Penjualan_Kredit
b. Dependent Variable: Laba
47
Menurut hipotesis berdasarkan
daerah penerimaan dan daerah penolakan
yaitu thitung (0.497) < ttabel (2.36), maka
Ho ada pada daerah penolakan yang
berarti Ha ditolak atau perputaran piutang
tidak berpengaruh terhadap laba pada PT.
Continental Cargo Carrier Indotrans.
Perputaran piutang tidak begitu
berpengaruh terhadap laba pada PT.
Continental Cargo Carrier Indotrans. Hal
ini berarti perputaran piutang tidak
berperan secara langsung dalam upaya
peningkatan laba pada PT. Continental
Cargo Carrier Indotrans.
Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian yang pernah dilakukan
oleh Titik Indriani (2013) judul
skripsinya Pengaruh Penjualan Kredit
dan Perputaran Piutang terhadap Laba
pada Perusahaan Industri Barang
Konsumsi yang Terdaftar Di BEI. Yang
menyatakan bahwa perputaran piutang
tidak berpengaruh terhadap laba
perusahaan. Serta penelitian yang
dilakukan oleh Julkarnain dalam judul
Pengaruh Modal Kerja, Perputaran Modal
Kerja, Perputaran Kas, dan Perputaran
Piutang Terhadap Profitabilitas Pada
Perusahaan Industri Barang Konsumsi
Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia
Tahun 2008-2011. Yang juga
menyatakan bahwa perputaran piutang
tidak berpengaruh terhadap profitabilitas
( laba ).
Perputaran piutang timbul
karena munculnya piutang. Piutang
adalah aktiva kekayaan yang timbul
sebagai akibat dari adanya kebijakan
penjualan secara kredit.
Pada prinsipnya, perputaran
piutang yang semakin cepat akan
menghasilkan laba yang semakin besar,
walaupun hal itu tidak secara langsung.
Namun, pada kenyataannya yang terjadi
pada sampel sebaliknya. Hal ini mungkin
saja disebabkan oleh beberapa faktor
antara lain :
1). Adanya peningkatan terhadap piutang tak
tertagih
2). Menurunya efektivitas penagihan
perusahaan
3). Terlalu longgarnya kebijakan kredit
4). Kenaikan UMK
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian mengenai
pengaruh penjualan kredit dan perputaran
piutang terhadap laba pada PT.
Continental Cargo Carrier Indotrans.
Dari hasil uji statistik diperoleh
kesimpulan bahwa :
1. Penjualan kredit berpengaruh terhadap
laba pada PT. Continental Cargo
Carrier Indotrans. Hal ini berarti
penjualan kredit berperan secara
langsung dalam upaya peningkatan
laba PT. Continental Cargo Carrier
Indotrans.
2. Perputaran piutang tidak berpengaruh
terhadap laba pada PT. Continental
Cargo Carrier Indotrans Hal ini berarti
perputaran piutang tidak berperan
secara langsung dalam upaya
peningkatan laba PT. Continental
Cargo Carrier Indotrans.
3. Penjualan kredit dan Perputaran
piutang berpengaruh terhadap laba
pada PT. Continental Cargo Carrier
Indotrans. Hal ini berarti penjualan
kredit dan perputaran piutang berperan
secara langsumg dalam upaya
peningkatan laba PT. Continental
Cargo Carrier Indotrans.
SARAN
Setelah mengetahui hasil analisa
tersebut diatas, maka pada kesempatan ini
penulis akan menggunakan saran-saran
yang mungkin bermanfaat :
1. Bagi Akademik ( STIE KH. Ahmad
Dahlan Lamongan ) semoga dengan
analisis yang peneliti lakukan ini bisa
menambah pihak akademik untuk
lebih menjelaskan dan mengajarkan
mahasiswa dalam penggelolaan
piutang dan penjualan kredit pada
perusahaan atau dalam organisasi
besar lainnya, agar mahasiswa dalam
terjun ke lapangan kerja bisa paham
48
dan mengerjakan persoalan ini. Serta
agar dapat menambah bacan
diperpustakaan untuk para mahasiswa.
2. Dengan hasil analisis yang telah
dikemukakan maka diharapkan
perusahaan-perusahaan lebih dapat
meningkatkan efektivitas
pengendalian piutang, terutama untuk
meningkatkan laba perusahaan PT.
Continental Cargo Carrier Indotrans
perlu untuk menyusun kembali sistem
penagihan piutang yang sekarang di
terapkan. Hal tersebut di karenakan
perputaran piutang yang sekarang
digunakan perusahaan tidak begitu
efektif dalam meningkatkan laba di
karenakan modal kerja dari piutang
sangat lamban sehingga perusahaan
harus meminjam dana ke sejumlah
bank. Apabila perputaran piutang
sudah membaik maka dapat
menunjang laba perusahaan di
karenakan dana yang akan di pinjam
dari pihak bank hanya sebagian kecil
dan beban bunga bank juga akan
menurun. Serta untuk penjualan lebih
baik perusahaan mulai melakukan
pengembangan pasar. Dimana
konsumen bukan hanya bergerak di
bidang pupuk tetapi bisa ke sektor lain
seperti gandum, jagung atau gula di
mana setiap tahun import yang masuk
semakin besar dari pelabuhan Tanjung
Perak.
3. Untuk penelitian selanjutnya,
diharapkan untuk dapat menambah
beberapa variabel baru yang
berhubungan dengan Laba seperti
persediaan, Aktiva Tetap, Modal Kerja
dan Lainnya. Dan untuk sampel
penelitian berikutnya penulis berharap
untuk sampel perusahaan yang di ambil
dari perusahaan manufaktur.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulkadir, Muhammad, 2000, Hukum dan
Penelitian Hukum, Citra Aditya
Bakti, Bandung.
Arief Sugiono, Yanuar Nanok Soenarno,
Synthia Madya Kusumawati,
2010, Akuntansi dan pelaporan
keuangan untuk bisnis skala kecil
dan menengah, Penerbit :
Grasindo, Jakarta.
Azhar, La Midjan dan Susanto, 2001, Sistem
Informasi Akuntansi I dan II,
Edisi Kesebelas, Lembaga
Informatika, Bandung.
Chairul Marom, 2002, SistemAkuntansi
Perusahaan Dagang,Edisikedua,
PenerbitGrasindo, Jakarta.
Drs. OP. Simorangkir, 2000, Pengantar
Lembaga Keuangan Bank dan
Non Bank, Cetakan kedua,
Penerbit Ghalia Indonesia.
Fees, Reeve, Warren, dan Niswonger, 1999,
Prinsip – Prinsip Akuntansi, Edisi
Sembilan Belas, Cetakan Pertama,
Erlangga, Jakarta.
Fees, Revee, Wareen, 2005, Accounting
Pengantar Akuntansi, Salemba
Empat, Jakarta.
Henry Simamora, 2000, Akuntansi Basis
Pengambilan Keputusan Bisnis,
Jakarta, Salemba Empat.
Horngren, Charles., et. All, 1997, Akuntansi
di Indonesia, Salemba Empat,
Jakarta.
Julkarnain, 2012, Pengaruh Modal Kerja,
Perputaran Modal Kerja,
Perputaran Kas, dan Perputaran
Piutang Terhadap Profitabilitas
Pada Perusahaan Industri
Barang Konsumsi Yang Terdaftar
Di Bursa Efek Indonesia Tahun
2008-2011, Fakultas Ekonomi,
Universitas Maritim Raja Ali
Haji, Tanjung Pinang.
49
Kieso, Donald E., Weygandt, 2007, Akuntansi
Intermediate, Jilid II, Erlangga,
Jakarta.
M. Munandar, 2006, Pokok – Pokok
Intermadiate Accounting, Penerbit
:Gramedia PustakaUtama, Gajdah
Mada University, Jakarta.
Mulyadi.2008, Sistem Akuntansi, Salemba
Empat, Jakarta.
Mohammad Muslich, 2003, Manajemen
Keuangan Modern: Analisis,
Perencanaan dan Kebijakan,
Cetakan Ketiga, PT. Bumi
Aksara, Jakarta.
Nugroho, Arwan, 2004, Analisis Pengaruh
Perputaran Kas, Perputaran
Piutang dan Perputaran
Persediaan Terhadap
Profitabilitas Perusahaan,
Fakultas Akuntansi, Universitas
Padjajaran Bandung, Bandung.
Putra, Lutfi Jaya. 2012, Pengaruh Perputaran
Modal Kerja Terhadap
Profitabilitas (Studi Kasus : PT.
Indofood Sukses Makmur Tbk.).
Jurnal Ekonomi Gunadarma.
S. Munawir, 2002, Analisa Laporan
Keuangan, Edisi Empat, Liberty,
Yogyakarta.
Sugiyono, 2012, Metode Penelitian
Kuantitatif Kualitatif dan R&B,
Alfabeta, Bandung.
Skousen, Smith., 2000. Akuntansi
Intermediate, Volume
Komprehensif, Jilid 2, Edisi
Sembilan, Erlangga, Jakarta.
Sulistiyowati, Leny, 2010, Panduan Praktis
Memahami Analisis Laporan
Keuangan, PT Elex Media
Komputindo, Jakarta.
Teguh Pudjo Muljono, 2007, Manajemen
Perkreditan Bagi Bank Komersiil.
Edisi 4, Yogyakarta : BPFE.
Titik Indriani, 2013, Pengaruh Penjualan
Kreditdan Perputaran Piutang
Terhadap Laba pada Perusahaan
Industri Barang Konsumsi di BEI,
Fakultas Ekonomi, Universitas
FPS IKIP, Bandung.
Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1998
tentang Perubahan Atas Undang –
Undang Nomor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan.
Warren, Carl S. et. al., 2005, Accounting 21th
Edition.translated by Aria
Farahmita, et. et. al. Pengantar
Akuntansi Edisi 21, Buku 1,
Salemba Empat, Jakarta.
50
ANALIS BIAYA BAHAN BAKU DAN GAJI KARYAWAN
TERHADAP PENDAPATAN PERUSAHAAN PADA
PT. ES BATU DUMPI AGUNG LAMONGAN
MUSTOFA NUR
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis dan membuktikan
pengaruh biaya bahan baku dan gaji karyawan terhadap pendapatan perusahaan
PT. Es Batu Dumpi Agung Lamongan. Dalam penelitian ini metode penelitian
yang digunakan adalah metode kuantitatif, dan jumlah sampel yang digunakan
sebanyak 36 bulan. Hasil penelitian ini menunjukan adanya pengaruh biaya bahan
bahan baku terhadap pendapatan perusahaan ( X1 terhadap Y ) , adanya pengaruh
gaji karyawan terhadap pendapatan perusahaan ( X2 terhadap Y ) . Dan secara
simultan biaya bahan baku dan gaji karyawan berpengaruh terhadap pendapatan
perusahaan ( X1, X2 terhadap Y ) . Tetapi diantara biaya bahan baku dan gaji
karyawan pengaruh yang paling besar yaitu biay bahan baku.
Kata Kunci : Biaya Bahan Baku, Gaji Karyawan dan Pendapatan.
PENDAHULUAN
Saat ini dunia industri di
Indonesia semakin maju dan pesat,
hal ini mendorongg timbulnya
persaingan yang begitu ketat.
Persaingan yang semakin ketat
mengharuskan perusahaan untuk
mengambil tindakan yang tepat agar
dapat tetap eksis sesuai dengan
konsep going concern, sehingga
pihak-pihak perusahaan dituntut agar
bisa beroperasi secara efektif,
efisien, dan hidup bersaing antara
satu dengan yang lain. Oleh karena
itu, untuk menjamin kelangsungan
hidupnya, suatau perusahaan
melaksanakan berbagai kebijakan
untuk mencapai tujuan utamanya.
Tujuan utama suatu perusahaan
secara umum adalah memaksimalkan
laba yang di dapat. Dengan semakin
pesatnya perkembangan di dunia
industri dan timbulnya perusahaan-
perusahaan baru, maka diperlukan
suatu pengelolahan yang sebaik-
baiknya dan selalu mengusahakan
terselenggaranya suatu kegiatan yang
efektif dan efisien. Besar kecilnya
laba yang dicapai suatu perusahaan
merupakan ukuran kesusksesan
menejemen dalam mengelolah
usahanya agar pihak perusahaan
dapat mencapai tujuan yang
dikehendaki.
Dalam situasi sekarang ini
dimana semakin banyaknya pesaing
maka banyak pihak perusahaan yang
berusaha untuk bisa menekan biaya
bahan baku dan tenaga kerja tanpa
harus mengurangi kualitas produk
dan profit dan kelangsungan hidup
perusahaan tetap berjalan dan dapat
dipertahankan.
Oleh karena itu, dalam
melaksanakan tugas tersebut peranan
informasi akuntasi dirasakan sangat
penting bagi menejemen perusahaan,
adapun informasi yang dibutuhkan
yakni informasi biaya yang erat
kaitanya dengan kegiatan operasi
perusahaan.
51
Biaya merupakan salah satu
sumber informasi yang paling
penting dalam analisis strategik
perusahaan. Proses penentuan dan
analisis biaya padaperusahaan dapat
menggambarkan suatu kinerja
perusahaan pada masa yang akan
datang. Pada dasarnya masalah yang
sering timbul dalam suatu
perusahaan adalah perencanaan biaya
oleh suatu perusahaan tidak sesuai
dengan apa yang terjadi
sesungguhnya (realisasi biaya). Oleh
sebab itu untuk dapat mencapai
produksi yang efisien, maka
diperlukan suatu pengendalian
terhadap biaya produksi yang akan
dikeluarkan. Pengendalian biaya
produksi merupakan penggunaan
utama dari akuntansi dan analisis
biaya produksi.
Menurut Subiyanto (1993:39)
bahan langsung adalah bahan yang
digunakan untuk produksi yang
dapat diidentifikasikan dengan
produk, mudah ditelur ke produk,
dan merupakan biaya yang besar atas
produk. Dalam suatu kegiatan
produksi suatu perusahaan harus
dapat mempertimbangkan biaya yang
terdapat di dalamnya salah satunya
adalah biaya bahan baku. Biaya
bahan baku dalam suatu perusahaan
harus efisiensi agar tidak terjadi
pemborosan dalam penggunanaan
bahan baku, cara yang digunakan
yaitu dengan analis selisih biaya
bahan baku.
PT.Es Batu Dumpi Agung
merupakan perusahaan yang
bergerak dalam Pembuatan Es Batu
yang berupa balok’an. PT.Es Batu
Dumpi Agung merupakan
perusahaan daerah yang berada di
wilayah Dumpi Agung Lamongan.
PT.Es Batu Dumpi Agung
merupakan perusahaan yang bersifat
padat karya, yaitu lebih banyak
menggunakan tenaga kerja manusia
daripada tenaga mesin.Tenaga kerja
mempunyai peran penting dalam
melakukan kegiatan utama produksi
Es Batu/Es Balok.Persediaan bahan
baku merupakan salah satu unsur
yang paling penting dalam
perusahaan, persediaan bahan baku
(Air) harus tersedia dalam jumlah
tertentu dan selama periode tertentu
sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan perusahaan.
Menurut Halim (2010:278)
analis selisih biaya bahan baku
adalah selisih biaya bahan baku yang
disebabkan oleh adanya biaya bahan
baku standart dengan biaya bahan
baku yang sesungguhnya. Selain
biaya bahan baku perusahaan juga
memiliki faktor utama lain untuk
menjalankan kegiatan produksinya
yaitu tenaga kerja. Menurut Polimeni
(1985:44) Tenaga kerja merupakan
daya fisik atau mental yang
dikerahkan untuk menghasilkan
suatu produk.
Dalam proses produksi, tenaga
kerja memerlukan biaya dalam
menjalankan kegiatanya, dalam hal
ini digunakan untuk pemberian gaji,
upah maupun bonus kepada tenaga
kerja yang ada dalam suatu
perusahaan.
Menurut Subiyanto (1993:42)
biaya tenaga kerja langsung adalah
kompensasi yang diberikan kepada
semua karyawan yang terlibat
langsung dalam pengolahan produk.
Pengendalian biaya tenaga kerja
dalam suatu perusahaan perlu
dilakukan agar laba yang dihasilkan
dapat maksimal sesuai tujuan yang
ingin dicapai. Menurut Halim (2010 :
52
286) “Analisa selisih biaya tenaga
kerja langsung adalah selisih biaya
tenaga kerja langsung yang
disebabkan oleh adanya biaya tenaga
kerja langsung standar dengan biaya
tenaga kerja langsung yang
sesungguhnya”.Efisiensi biaya
tenaga kerja langsung dapat
diketahui dengan cara
membandingkan antara hasil dari
analisis selisih biaya tenaga kerja
langsung dengan biaya tenaga kerja
langsung sesungguhnya.
Menurut Bhayangkara (2008 :
184) secara umum persediaan pada
industri manufaktur terdiri atas
persediaan bahan baku, barang dalam
proses, dan persediaan perlengkapan.
Ketersediaan atau kuantitas bahan
baku sangat berpengaruh selama
proses produksi berlangsung, harga
biaya bahan baku juga dapat
mempengaruhi proses produksi. Oleh
sebab itu harga yang sesuai serta
kuantitas bahan baku yang memadai
harus dapat terpenuhi, pergantian
musim juga tidak mempengaruhi
persediaan bahan baku, hal ini
dikarenakan kualitas dan kuantitas
bahan baku tidak dipengaruhi oleh
keadaan cuaca.(penyimpangan) biaya
bahan baku.
Menurut Bhayangkara (2008 :
83) pelatihan dan pengembangan
karyawan bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan dalam
melaksanakan tugas dan tanggung
jawabnya. Namun dalam kegiatan
produksi biaya-biaya lain selain
biaya bahan baku dan tenaga kerja
adalah biaya overhead pabrik.
Menurut Halim (2010 : 276 ) biaya
overhead meliputi biaya pembantu,
tenaga kerja tidak langsung,
penyusutan dan lain-lain. Masing-
masing jenis biaya overhead pabrik
tersebut berbeda-beda pengaruhnya
jika dihubungkan dengan naik
turunnya biaya produksi.
Dalam memaksimalkan laba
suatu perusahaan perlu melakukan
efisiensi terhadap berbagai biaya
produksi. Dalam penentuan biaya
produksi sangat diperlukan estimasi-
estimasi yang baik dengan
memperhatikan faktor-faktor yang
mempengaruhi, yaitu kenaikan harga
bahan baku, kenaikan tarif upah
karyawan, dan biaya-biaya dimasa
yang akan datang. Berbagai macam
penyimpangan dalam proses
produksi dapat menimbulkan selisih
biaya, maka oihak menejemen perlu
melakukan analisis terhadap selisih
biaya yang terjadi guna untuk
mengetahui apakah selisih tersebut
menguntungkan atau tidak
menguntungkan bagi perusahaan dan
perlu diketahui apakah yang
menyebabkanya. Berdasarkan analis
tersebut maka dapat diketahu faktor-
faktor yang menyebabkan timbulnya
selisih tersebut.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang
digunakan adalah pendekatan
kuantitatif atau kualitatif
research yaitu jenis penelitian
yang berusaha menentukan teori,
yaitu teori subtantif atau formal,
yang semuanya jelas berasal dari
data (Sadjana, 1996:160).
Data penelitian ini
menggunakan pendekatan
kuantitatif deskriptif. Metode
statistik deskriptif ialah statistik
yang digunakan untuk
menganalisa data dengan cara
mendeskripsikan atau
menggambarkan data yang telah
terkumpul sebagaimana adanya
53
tanpa bermaksud membuat
kesimpulan yang berlaku untuk
umum atau generalisasi
(Sugiyono, 2008:147).
Penelitian deskriptif disini
menggunakan metode survei
yaitu penyelidikan yang
diadakan untuk memperoleh
fakta-fakta dari gejala-gejala
yang ada dan mencari
ketrangan-keterangan secara
faktual, baik tentang institusi
sosial, ekonomi atau politik dari
suatu kelompok ataupun suatu
daerah (Nazir, 1988:65).
DISKRIPSI VARIABEL
PENELITIAN
a. Data Variabel Biaya Bahan
Baku (X1)
Dalam penelitian ini, peneliti
mendapatkan data dari perusahaan
dan selanjutnya diolah sendiri. Data
biaya bahan baku PT. ES BATU
DUMPI AGUNG setiap bulan.
BULAN
Biaya (Rp)
2012 2013 2014
Januari 412.612.000 433.242.600 453.873.200
Februari 395.374.600 415.143.330 434.912.060
Maret 446.992.000 469.341.600 491.691.200
April 498.046.000 522.948.300 547.850.600
Mei 515.760.000 541.548.000 567.336.000
Juni 412.612.000 433.242.600 453.873.200
Juli 412.612.000 433.242.600 453.873.200
Agustus 429.800.000 451.290.000 472.780.000
September 446.992.000 469.341.600 491.691.200
Oktober 481.376.000 505.444.800 529.513.600
November 412.612.000 433.242.600 453.873.200
desember 395.374.600 415.143.330 434.912.060
TOTAL 5.260.163.200 5.523.171.360 5.786.179.520
Sumber : Laporan biaya bahan baku pada PT. Es Batu Dumpi Agung Lamongan
(2015 : data diolah )
54
B. data variabel gaji
Data gaji karyawan PT. ES BATU DUMPI AGUNG setiap bulan
BULAN
Gaji (Rp)
2012 2013 2014
Januari 124.740.000 137.403.000 151.511.000
Februari 124.740.000 137.403.000 151.511.000
Maret 124.740.000 137.403.000 151.511.000
April 124.740.000 137.403.000 151.511.000
Mei 124.740.000 137.403.000 151.511.000
Juni 124.740.000 137.403.000 151.511.000
Juli 124.740.000 137.403.000 151.511.000
Agustus 124.740.000 137.403.000 151.511.000
September 124.740.000 137.403.000 151.511.000
Oktober 124.740.000 137.403.000 151.511.000
November 124.740.000 137.403.000 151.511.000
Desember 124.740.000 137.403.000 151.511.000
TOTAL 1.496.880.000 1.648.836.000 1.818.132.000
c. Data pendapatan perusahaan PT. ES BATU DUMPI AGUNG
setiap bulan
BULAN
Pendapatan
2012 2013 2014
Januari 362.648.000 380.780.400 398.912.800
Februari 342.386.400 359.504.670 376.623.940
Maret 403.268.000 423.431.400 442.594.800
April 464.714.000 487.949.700 463.185.400
Mei 484.500.000 508.725.000 523.950.000
Juni 362.648.000 380.780.400 398.912.800
Juli 362.648.000 380.780.400 398.912.800
55
Agustus 382.960.000 402.108.000 421.256.000
September 403.268.000 423.431.400 442.594.800
Oktober 443.884.000 446.078.200 488.272.400
November 362.648.000 380.780.400 398.912.800
Desember 342.385.400 359.504.670 367.623.940
TOTAL 4.717.956.800 4.933.854.640 5.139.752.480
Sumber : Laporan pendapatan perusahaan PT. Es Batu Dumpi Agung
Lamongan
(2015 : data diolah).
HIPOTESIS I
Untuk menguji pengaruh variabel
pelayaan dan fasilitas terhadap
kepuasan pengguna perpustakaan
daerah lamongan. Dengan
menggunakan uji t atau parsial.
Apabila nilai thitung > ttabel maka Ho
ditolak dan Ha diterima. Sebaliknya
apabila thitung < ttabel maka Ho diterima
Ha ditolak maka pengujian hiposesis
secara parsial dapat dilihat pada tabel
dibawah ini
a Hypothesis berdasarkan daerah
penerimaan dan daerah
penolakan, biaya bahan baku
berpengaruh terhadap
pendapatan perusahaan
dibuktikan dengan thitung
(34,317 ) > ttabel (2,032 ).
b. Hipotesis berdasarkan daerah
penerimaan dan daerah
penolakan gaji karyawan
berpengaruh terhdap
pendapatan perusahaan
dibuktikan dengan thitung (
4,278) > ttabel (2,032).
HIPOTESIS II
Untuk menguji pengaruh variabel
pelayaan dan fasilitas terhadap
kepuasan pengguna perpustakaan
daerah lamongan. Dengan
menggunakan uji F Atau simultan.
Apabila nilai Fhitung > Ftabel maka Ho
ditolak dan Ha diterima. Sebaliknya
apabila Fhitung < Ftabel maka Ho
diterima Ha ditolak maka pengujian
hiposesis secara simultan
. Hipotesis berdasarkan daerah
penerimaan dan daerah
penolakan berdasarkan biaya
bahan baku dan gaji karyawan
berpengaruh terhadap
pendapatan perusahaan
dibuktikan dengan fhitung > ftabel
(643,093) >( 3,275).
Model
Unstandardized
Coefficients
Standa
rdized
Coeffi
cients
t Sig. B
Std.
Error Beta
1 (Consta
nt)
2,322E
7
1,830E
7
1,269 ,213
X1 1,111 ,032 1,032 34,31
7
,000
X2 ,563 ,132 0,129 4,278 ,000
56
PEMBAHASAN
1. Pengaruh biaya bahan baku
terhadap pendapatan perusahaan
PT. Es Batu Dumpi Agung
Lamongan.
Dari hasil penelitian yang
dilakukan peneliti, menurut
tingkat signifikansi yang
diperoleh dengan menggunakan
statistik uji t ( parsial ) yaitu (Sig)
0,000 < 0,05 maka biaya bahan
baku berpengaruh terhadap
pendapatan perusahaan.
Berdasarkan daerah penerimaan
dan daerah penolakan, biaya
bahan baku berpengaruh terhadap
pendapatan perusahaan dibuktikan
dengan thitung (34,317 ) > ttabel
(2,032 ).
2. Pengaruh Gaji Karyawan pada
pendapatan perusahaan PT. Es
Batu Dumpi Agung Lamongan
Tingkat signifikansi diperoleh
dengan menggunakan statistik uji
t gaji karyawan berpengaruh
terhadap pendapatan dibuktikan
dengan tingkat signifikansi (Sig)
0,000 < 0,05.
Hipotesis berdasarkan daerah
penerimaan dan daerah
penolakan, gaji karyawan
berpengaruh terhdap pendapatan
perusahaan dibuktikan dengan
thitung ( 4,278) > ttabel (2,032).
3. Pengaruh biaya bahan baku
dan gaji karyawan pada
pendapatan perusahaan PT. Es
Batu Dumpi Agung Lamongan
Menurut tingkat signifikansi yang
diperoleh dengan menggunakan
statistik uji f (simultan) yaitu
0,000 < 0,05 maka Ho ada pada
daerah penerimaan yang berarti
Ha ditolak atau biaya bahan baku
dan gaji karyawan berpengaruh
terhadap pendapatan perusahaan.
Berdasarkan daerah penerimaan
dan daerah penolakan biaya
bahan baku dan gaji karyawan
berpengaruh terhadap pendapatan
perusahaan dibuktikan dengan
fhitung > ftabel (643,093) > ( 3,275).
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian
yang peneliti lakukan di PT. Es
Batu Dumpi Agung Lamongan,
dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut :
Pengaruh biaya bahan baku
terhadap pendapatan perusahaan
PT. Es Batu Dumpi Agung
Lamongan. Dari hasil penelitian
yang dilakukan peneliti, menurut
tingkat signifikansi yang diperoleh
dengan menggunakan statistik uji t
( parsial ) yaitu (Sig) 0,000 < 0,05
maka biaya bahan baku
berpengaruh terhadap pendapatan
perusahaan. Berdasarkan daerah
penerimaan dan daerah
penolakan,maka biaya bahan baku
berpengaruh terhadap pendapatan
perusahaan dibuktikan dengan thitung
(34,317 ) > ttabel (2,032 ).
Pengaruh Gaji Karyawan pada
pendapatan perusahaan PT. Es Batu
Dumpi Agung Lamongan. Tingkat
signifikansi diperoleh dengan
menggunakan statistik uji t gaji
karyawan berpengaruh terhadap
pendapatan dibuktikan dengan
tingkat signifikansi (Sig) 0,000 <
0,05. Hipotesis berdasarkan daerah
penerimaan dan daerah penolakan
maka gaji karyawan berpengaruh
terhdap pendapatan perusahaan
dibuktikan dengan thitung ( 4,278) >
ttabel (2,032).
57
Pengaruh biaya bahan baku dan
gaji karyawan pada pendapatan
perusahaan PT. Es Batu Dumpi
Agung Lamongan. Menurut tingkat
signifikansi yang diperoleh dengan
menggunakan statistik uji f
(simultan) yaitu 0,000 < 0,05 maka
Ho ada pada daerah penerimaan
yang berarti Ha ditolak atau biaya
bahan baku dan gaji karyawan
berpengaruh terhadap pendapatan
perusahaan. Berdasarkan daerah
penerimaan dan daerah penolakan
biaya bahan baku dan gaji
karyawan berpengaruh terhadap
pendapatan perusahaan dibuktikan
dengan fhitung > ftabel (643,093) > (
3,275).
SARAN
Berdasarkan kesimpulan
diatas, peneliti mengajukan
saran sebagai berikut :
1. Bagi peneliti
Hasil penelitian bisa
menambah dan memperluas
wawasan tentang masalah yang
diteliti sebagi bagian dari ilmu
yang dipelajari.
2. Bagi STIE.KH.Ahmad Dahlan
Lamongan
Sebagai sumbangan pikiran
dari peneliti, untuk menambah
dan melengkapi buku
perpustakaan dan sebagai
pembanding bagi mahasiswa
yang akan mengadakan
penelitian dari sisi dan masalah
penelitian yang sama.
3. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan
berguna sebagai informasi
tentang pendapatan
diperusahaan yang bergerak
pada bidang tersebut.
4. Bagi Perusahaan
Penelitian ini diharapkan dapat
digunakan oleh manajemen
PT.Es Batu Dumpi Agung
terkait dengan pengeloaan dan
efisiensi biaya produksi
sebagai alat pengendalian
biaya.
Perlu adanya kesadaran dan
kedisiplinan dari masing-
masing bagian perusahaan
berkaitan dengan pemakaian
keuangan sehingga segala
bentuk pelaporan, khususnya
laporan keuangan bisa tersusun
dengan rapi dan sesuai dengan
konsep yang telah ditentukan.
DAFTAR PUSTAKA
Aliminsyah dan pandji, 2005, Kamus
Akuntansi, CV. Yrma Wudya,
Bandung.
Alma Buchari, 2006, Manajemen
Pemasaran Dan Jasa, Alfa Beta,
Bandung.
Assaury Sofjan, 2009, Manajemen
Produksi F.E.U.I, Jakarta.
Assegaf Abdullah, 2006, Kamus
Akuntansi, PT. Mario Grafik,
Jakarta.
Hariono Agus, 2014,”Pengaruh
kualitas dan harga barang
toko tiga nada
Lamongan.Skripsi.STIE KH.
Akhmad Dahlan, Lamongan.
Kotler, Philip dan Amstrong, 2008,
Prinsip-prinsip Pemasaran,
Eirlangga, Jakarta.
Kotler, Philip dan Keller Lana
Kevin, 2008, Manajemen
Pemasaran, Eirlangga,
Jakarta.
Maftukha, 2013,”Pengaruh
Penetapan Harga dan Promosi
Terhadap Volume Penjualan
di UD NIZAS
58
Lamongan.Skripsi. STIE KH.
Akhmad Dahlan, Lamongan.
Rangkuti Fredy, 2009, Analisis
SWOT Teknik Membedah
Kasus Bisnis, Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
Stanton William J, 2008, Manajemen
Pemasaran Modern Jilid 2,
Erlangga, Jakarta.
Sugiyono, 2007, Metode Penelitian
Bisnis, CV AlfaBeta,
Bandung. Sugiyono, 2011.
Statistika untuk Penelitian.
Cetakan Ke-19, Alfa Beta,
Bandung.
Sugiyono, 2009. Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif dan
R&D. Cetakan Kedelapan,
Alfa Beta, Bandung.
Swastha, Basu, 2003, Asas-asas
Marketing, Liberty,
Yogyakarta
Swastha, Basu dan Irawan, 2003,
Manajemen Pemasaran
Modern, Liberty, Yogyakarta.
Swasta, Basu dan Irawan, 2008,
Manajemen pemasaran
modern, Liberty,
Yogyakarta.
Tanujaya, Lim,2004, Promosi Dan
Penjualan, Salemba Empat,
Jakarta.
59
ANALISIS PENGARUH JUMLAH WISATAWAN DAN TINGKAT HUNIAN HOTEL
TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN LAMONGAN TAHUN 2013-2015
MUKHTAR
ABSTRAK
Pembangunan ekonomi yang kuat harus di imbangi dengan penerimaan yang kuat. Jumlah Wisatawan
dan Tingkat Hunian Hotel selain sebagai salah satu sumber penerimaan bagi pemerintah daerah juga merupakan
faktor yang dominan peranan dan kontribusinya. Maka dari itu keduanya harus terus di tingkatkan untuk
pertumbuhan ekonomi.
Penelitian ini bertujuan (1) Untuk mengetahui pengaruh Jumlah Wisatawan terhadap Pendapatan Asli
Daerah Kabupaten Lamongan tahun 2013 – 2015.
(2) Untuk mengetahui pengaruh Tingkat Hunian Hotel terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten
Lamongan tahun 2013 – 2015. (3) Untuk mengetahui pengaruh Jumlah Wisatawan dan Tingkat Hunian Hotel
terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Lamongan tahun 2013 - 2015.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan deskriptif kuantitatif yaitu
mempelajari fakta-fakta yang sudah ada. Prosesnya berupa mendiskripsikan dengan cara menginterpretasi data
yang telah di olah. Data yang di gunakan dalam penelitian ini merupakan data time series (runtut waktu) selama
tahun 2013 sampai dengan 2015 mulai bulan Januari sampai bulan Desember meliputi data : Jumlah Wisatawan,
Tingkat Hunian Hotel dan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Lamongan. Analisis yang digunakan adalah
analisis regresi linier berganda.
Hasil regresi linier berganda menunjukkan bahwa Jumlah Wisatawan Kabupaten Lamongan
berpengaruh positif terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Lamongan karena thitung sebesar 3,761 dan
Tingkat Hunian Hotel Kabupaten Lamongan berpengaruh positif terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten
Lamongan karena thitung sebesar 4,746. Berdasarkan penelitian, peneliti menyarankan agar penarikan Jumlah
Wisatawan dan Tingkat Hunian Hotel di awasi penarikannya agar lebih maksimal.
Kata Kunci : Jumlah Wisatawan, Tingkat Hunian Hotel dan Pendapatan Asli Daerah.
PENDAHULUAN
Sektor Pariwisata mempunyai peranan
penting dalam peningkatan perekonomian
Indonesia, baik sebagai salah satu penghasil devisa
maupun dalam perluasan lapangan kerja. Sektor ini
diharapkan dapat menjadi salah satu sektor yang
dapat diperhitungkan untuk memperkuat
perekonomian daerah. Peningkatan pertumbuhan
ekonomi lokal lebih cepat terwujud dan pada
gilirannya dapat meningkatkan kinerja keuangan
daerah. Hal ini berarti, idealnya pelaksanaan
otonomi daerah harus mampu mengurangi
ketergantungan terhadap pemerintah pusat dan
daerah menjadi lebih mandiri, yang salah satunya
diindikasikan dengan meningkatnya kontribusi
pendapatan asli daerah (PAD) dalam hal
pembiayaan daerah.
Menurut Koen Meyers (2009), pariwisata
adalah aktivitas perjalanan yang dilakukan oleh
sementara waktu dari tempat tinggal semula ke
daerah tujuan dengan alasan bukan untuk menetap
atau mencari nafkah melainkan hanya untuk
memenuhi rasa ingin tahu, menghabiskan waktu
senggang atau libur serta tujuan-tujuan lainnya.
Usaha mengembangkan dunia pariwisata
Indonesia didukung dengan UU nomor 10 Tahun
2009 tentang kepariwisataan yang menyebutkan
keberadaan obyek wisata pada suatu daerah akan
sangat menguntungkan, antara lain meningkatnya
pendapatan asli daerah (PAD), meningkatnya taraf
hidup masyarakat, dan memperluas kesempatan
kerja. mengingat semakin banyaknya
pengangguran saat ini, meningkatkan rasa cinta
lingkungan serta melestarikan alam dan budaya
setempat. Keberhasilan pengembangan sektor
kepariwisataan, berarti akan meningkatkan
perannya dalam penerimaan daerah, dimana
kepariwisataan merupakan komponen utamanya
dengan memperhatikan juga faktor-faktor yang
mempengaruhinya, seperti: jumlah wisatawan dan
tingkat hunian hotel yang berkunjung baik
domestik maupun internasional.
Kabupaten Lamongan memiliki objek wisata
yang cukup bervariasi yaitu terdiri dari objek
wisata alam, wisata sejarah, kepurbakalaan serta
60
objek wisata bahari yang sangat menarik untuk
dikunjungi. Dengan adanya berbagai macam obyek
wisata seperti yang dijelaskan sebelumnya, maka
wisatawan mempunyai berbagai macam pilihan
obyek wisata yang ingin mereka kunjungi antara
lain, Wisata Bahari Lamongan, Wisata Religi
Sunan Drajat dan Waduk Gondang.
Wisata Bahari Lamongan (WBL) adalah salah
satu tempat wisata Indonesia yang terletak di desa
Paciran kecamatan Paciran kabupaten Lamongan
yang didirikan pada 14 November 2004. WBL
memiliki kekayaan yang tidak kalah dengan wisata
bahari lainnya. Kawasan WBL merupakan hasil
perpaduan aspek-aspek nature (alam), culture
(budaya), dan architecture (bangunan) yang
bemuansa global tapi tetap mempertahankan ciri
khas lokal. Kehadiran WBL merupakan
penyeimbang wahana wisata di Kabupaten
Lamongan yang telah ada sebelumnya, yaitu Pantai
Tanjung Kodok dan Gua Istana Maharani yang
terletak di pesisir bagian utara Pulau Jawa.
Wisata Bahari Lamongan dibangun guna
memenuhi kebutuhan sarana liburan bagi keluarga
Jawa Timur maupun dari seluruh wilayah
Indonesia. Obyek wisata ini dibangun bertaraf
Internasional dengan manajemen modern dibawah
payung PT Bumi Lamongan Sejati. Sebuah
perusahaan patungan pemerintah kabupaten
Lamongan dengan PT Bunga Wangsa Sejati yang
telah berhasil membangun dan mengembangkan
Jawa Timur Park Batu.
Makam Sunan Drajat adalah salah satu wisata
religi yang sangat terkenal di Jawa Timur dan kerap
penuh sesak dipenuhi oleh peziarah terutama pada
hari libur dan hari minggu. Makam Sunan Drajat
dimakamkan di daerah Paciran, Lamongan, Jawa
Timur. Makam Sunan Drajat ini berada pada bukit
dengan dikelilingi pepohonan yang luas. Di area
Makam Sunan Drajat dibangun Museum Sunan
Drajat dan bisa diakses masyarakat umum secara
gratis, agar mempermudah pengenalan sejarah
budaya bagi dunia pendidikan. Pemerintah
Kabupaten Lamongan juga telah memberikan
berbagai fasititas antara lain : tempat parkir,
masjid, rumah makan dan minum, serta tempat
beristirahat dan kamar mandi untuk
mempermudahkan bagi para peziarah di Makam
Sunan Drajat. Sunan Drajat juga dikenal sebagai
Wali yang menciptakan Tembang Jawa dengan alat
musik gamelan yang kini disimpan baik di Museum
Sunan Drajat, yang juga berada di sekitar kompleks
pemakaman dan bisa dengan bebas diakses oleh
wisatawan yang datang. Museum ini berisi
berbagai macam benda yang Sunan Drajat pakai
pada masa itu, diantaranya ada bedug, serpihan sisa
bangunan masjid, gamelan, dan alat-alat yang biasa
digunakan sehari-hari seperti lampu, kursi dan lain-
lain.
Wisata Waduk Gondang, Wisata Waduk
Gondang ini terletak 19 Km ke arah barat
Lamongan. Tepatnya di desa Gondang Lor dan
Deket Agung Kecamatan Sugio. Untuk menuju
lokasi ini selain dapat ditempuh dengan kendaraan
pribadi dapat juga menggunakan angkutan umum
dari Lamongan menuju Gondang. Tidak jauh dari
lokasi waduk terdapat makam Dewi Sekardadu,
putri Blambangan istri Kanjeng Maulana Iskak
yang juga disebut Mbok Rondo Gondang
merupakan ibu Jaka Samudra atau Sunan Giri.
Ditemukan tahun 1911 dan dipugar tahun 1917
oleh pemerintah.
Oleh karena itu pariwisata merupakan hal
yang komplek dan bersifat unik, karena pariwisata
bersifat multidimensi baik fisik, sosial, ekonomi,
politik dan budaya. Pariwisata adalah salah satu
jenis industri baru yang mampu menghasilkan
pertumbuhan ekonomi yang sangat cepat. Adanya
pariwisata juga akan menumbuhkan usaha-usaha
ekonomi yang saling merangkai dan menunjang
kegiatannya sehingga dapat meningkatkan
pendapatan masyarakat. Segi budaya dalam
pariwisata merupakan sarana untuk
memperkenalkan alam dan kebudayaan daerah
tujuan wisata.
Berdasarkan Survey data awal yang saya
lakukan pada tanggal 12 Januari 2016 di dalam
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
(LAKIP), bahwa untuk evaluasi pencapaian target
Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Lamongan
tahun 2014, realisasi retribusi obyek pariwisata
pada bulan Juli sebesar 0,07% , sedangkan pada
bulan Agustus sebesar 0,12% . Lalu pada bulan
September sebesar 0,07%. Sehingga masalah dalam
penelitian ini pada pencapaian target Pendapatan
Asli Daerah tahun 2014 pada retribusi obyek
pariwisata prosentase perbulan mengalami naik
turun.
Menurut Halim ( 2004 ), Pendapatan asli
daerah (PAD) merupakan semua penerimaan yang
diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam
wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan
peraturan daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Disamping
pengelolaan terhadap sumber pendapatan asli
61
daerah yang sudah ada perlu ditingkatkan dari
daerah juga harus selalu kreatif dan inovatif
dalam mencari dan mengembangkan potensi
sumber-sumber pendapatan asli daerahnya,
sehingga dengan semakin banyak sumber-sumber
pendapatan asli daerah yang dimiliki, daerah akan
semakin banyak memiliki sumber pendapatan
yang akan dipergunakan dalam membangun
daerahnya.
Pembangunan nasional yang sedang
dilaksanakan tidak terlepas dari peran serta daerah
dalam turut mewujudkan tujuan pembangunan
daerah secara utuh dan terpadu. Setiap pemerintah
daerah berupaya keras meningkatkan
perekonomian daerahnya sendiri termasuk
meningkatkan perolehan pendapatan asli daerah.
Salah satu upaya untuk meningkatkan penerimaan
daerah yaitu dengan mengoptimalkan potensi
dalam sektor pariwisata. Pembangunan
kepariwisataan dilanjutkan dan ditingkatkan
dengan mengembangkan dan mendayagunakan
sumber dan potensi kepariwisataan nasional
menjadi kegiatan ekonomi yang dapat diandalkan
untuk memperbesar penerimaan devisa,
memperluas dan meratakan kesempatan berusaha
dan lapangan kerja bagi daerah setempat,
mendorong pembangunan, serta memperkenalkan
nilai budaya bangsa.
METODE PENELITIAN
Pengertian dan Jenis Penelitian
Pengertian penelitian
Menurut Sugiyono (2014: 2) metode
penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah
untuk mendapatkan data dengan tujuan dan
kegunaan tertentu.
Jenis penelitian
Menurut Sugiyono (2010), jenis - jenis penelitian
data ada dua yaitu :
a. Penelitian kuantitatif adalah metode penelitian
yang berlandaskan pada filsafat positivisme,
digunakan untuk meneliti pada populasi atau
sampel tertentu, teknik pengambilan sampel pada
umumnya dilakukan secara random, pengumpulan
data menggunakan instrumen penelitian, analisis
data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan
untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.
b. Penelitian kualitatif adalah metode penelitian
yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme,
digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang
alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen)
dimana peneliti adalah sebagai instrumental kunci,
pengambilan sampel sumber data dilakukan secara
purposive dan snowbaal, teknik pengumpulan
dengan trianggulasi (gabungan), analisis data
bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian
kualitatif lebih menekankan makna dari pada
generalisasi.
Kerangka Kerja
Edytono (2010) Kerangka kerja (Frame
Work) adalah rencana penulisan yang memuat
garis-garis besar dari suatu karangan yang akan
digarap, dan merupakan rangkaian ide-ide yang
disusun secara sistematis, logis, jelas, terstruktur,
dan teratur serta merupakan suatu struktur
konseptual dasar yang digunakan untuk
memecahkan atau menangani suatu masalah
kompleks.
Gambar 2.1 Kerangka Kerja
HASIL PENELITIAN
Penyajian Data Khusus
Data Variabel Bebas (X)
1) Jumlah Wisatawan (X1)
Dalam penelitian ini Jumlah Wisatawan
dianalisis mulai tahun 2013-2015 dan tiap tahunnya
62
diperinci menjadi 12 bulan sesuai tabel dibawah ini
:
Sebelum melakukan perhitungan laju
pertumbuhan dari pajak hotel dan pajak reklame,
maka terlebih dahulu harus dikemukakan jumlah
penerimaan pajak hotel dan pajak reklame selama 5
tahun terakhir. Adapun data yang didapatkan dari
dispenda Kabupaten Lamongan sebagai berikut:
Tabel 3.1 Jumlah Wisatawan (Tahun 2013-
2015)
Untuk memudahkan dapat dilihat pada grafik
histogram dibawah ini :
Gambar 3.1 Grafik Histogram Jumlah Wisatawan
(Tahun 2013-2015)
Dari tabel dan grafik histogram di atas dapat
dijelaskan bahwa untuk Jumlah Wisatawan pada
tahun 2013 adalah terendah terjadi pada bulan
Februari sejumlah 109.079,00 dan tertinggi terjadi
pada bulan November sejumlah 275.926,00. Untuk
Jumlah Wisatawan pada tahun 2014 adalah
terendah terjadi pada bulan Januari sejumlah
143.610,00 dan tertinggi terjadi pada bulan
Desember sejumlah 262.991,00 .
Untuk Jumlah Wisatawan pada tahun 2015
adalah terendah terjadi pada bulan Februari
sejumlah 153.375,00 dan tertinggi terjadi pada
bulan Desember sejumlah 451.245,00. Dapat
dianalisa menurut data yang disajikan di atas
selama tiga tahun adalah jumlah Wisatawan tiap
tahunnya selalu dapat melebihi target yang telah
ditentukan. Jumlah terendah selama tiga tahun
(2013-2015) adalah pada bulan Januari tahun 2013
sejumlah 109.079,00 dan jumlah tertinggi selama
tiga tahun (2013-2015) adalah pada bulan
Desember tahun 2015 sejumlah 451.245,00.
Untuk mempermudah analisa data, maka
peneliti melakukan pengelompokan data dengan
memberi kode sebagai berikut :
n = 36 bulan
(k) = 1 + 3,322 Log 36
(k) = 1 + 3,322 (1,556)
(k) = 1 + 5,169
(k) = 6,169 dibulatkan jadi 6 kelompok.
Sedangkan untuk mencari jarak (interval)
digunakan rumus :
Interval = nilai terbesar – nilai terkecil
kategori
Interval = 451.245,00 - 109.079,00
6
= 57027,67
Jadi pemberian kodenya adalah :
109.079,00 - 166.106,67 Kode : 1
166.107,67 - 223.135,34 Kode : 2
223.136,34 - 337.192,68 Kode : 3
337.193,68 - 394.220,00 Kode : 4
394.221,00 - 451.248,00 Kode : 5
451.249,00 - 508.276,00 Kode : 6
2) Tingkat Hunian Hotel (X2)
Dalam penelitian ini Tingkat Hunian Hotel
dianalisis mulai tahun 2013-2015 dan tiap tahunnya
diperinci menjadi 12 bulan sesuai tabel di bawah
ini :
63
Tabel 3.2 Tingkat Hunian Hotel (Tahun 2013-
2015)
Untuk memudahkan dapat dilihat pada grafik
histogram di bawah ini :
Gambar 3.2 Grafik Histogram Tingkat
Hunian Hotel (Tahun 2013-2015)
Dari tabel dan grafik histogram di atas dapat
dijelaskan bahwa untuk jumlah Tingkat Hunian
Hotel pada tahun 2013 adalah terendah terjadi pada
bulan Januari sejumlah 1.830,00 dan tertinggi
terjadi pada bulan Desember sejumlah 3.121,00.
Untuk jumlah Tingkat Hunian Hotel pada tahun
2014 adalah terendah terjadi pada bulan Mei
sejumlah 2.551,00 dan tertinggi terjadi pada bulan
Desember sejumlah 3.494,00. Untuk jumlah
Tingkat Hunian Hotel pada tahun 2015 adalah
terendah terjadi pada bulan Maret sejumlah
2.176,00 dan tertinggi terjadi pada bulan
Desember sejumlah 4.426,00 Jumlah terendah
selama tiga tahun (2013-2015) adalah pada bulan
Januari tahun 2013 sejumlah 1.830,00 dan jumlah
tertinggi selama tiga tahun (2013-2015) adalah
pada bulan Desember tahun 2015 sejumlah
4.426,00 .
Untuk mempermudah analisa data, maka
peneliti melakukan pengelompokan data dengan
memberi kode sebagai berikut :
n = 36 bulan
(k) = 1 + 3,322 Log 36
(k) = 1 + 3,322 (1,556)
(k) = 1 + 5,169
(k) = 6,169 dibulatkan jadi 6 kelompok.
Sedangkan untuk mencari jarak (interval)
digunakan rumus :
Interval = nilai terbesar – nilai terkecil
kategori
Interval = 4.426,00 - 1.830,00
6
= 432.67
Jadi pemberian kodenya adalah :
1.830,00 - 2262,67 Kode : 1
2263,67 - 2696,34 Kode : 2
2697,34 - 3130,01 Kode : 3
3131,01 - 3563,68 Kode : 4
3564,68 - 3997,35 Kode : 5
3998,35 - 4431,02 Kode : 6
3) Pendapatan Asli Daerah (Y)
Dalam penelitian ini pajak daerah dianalisis
mulai tahun 2013-2015 dan tiap tahunnya diperinci
menjadi 12 bulan sesuai tabel di bawah ini :
Tabel 3.3 Pendapatan Asli Daerah (Tahun 2013-
2015)
Untuk memudahkan dapat dilihat pada grafik
histogram di bawah ini :
Gambar 3.3 Grafik Histogram Pendapatan
Asli Daerah (Tahun 2013-2015)
Dari tabel dan grafik histogramdi atas dapat
dijelaskan bahwa untuk jumlah Pendapatan Asli
Daerah pada tahun 2013 adalah terendah terjadi
pada bulan Februari sejumlah Rp. 9.323.993.007,08
dan tertinggi terjadi pada bulan Desember sejumlah
Rp. 27.668.827.661,21. Untuk jumlah Pendapatan
Asli Daerah pada tahun 2014 adalah terendah
terjadi pada bulan Januari sejumlah Rp.
13.985.678.098,56 dan tertinggi terjadi pada bulan
64
Desember sejumlah Rp. 45.615.081.104,43. Untuk
jumlah Pendapatan Asli Daerah pada tahun 2015
adalah terendah terjadi pada bulan Maret sejumlah
Rp. 18.987.456.867,56dan tertinggi terjadi pada
bulan Desember sejumlah Rp. 45.087.915.896,82.
Dapat dianalisa menurut data yang disajikan
di atas selama tiga tahun adalah jumlah realisasi
Pendapatan Asli Daerah tiap tahunnya selalu dapat
melebihi target yang telah ditentukan. Realisasi
terendah selama tiga tahun (2013-2015) adalah
pada bulan Februari tahun 2013 sejumlah Rp.
9.323.993.007,08 dan realisasi tertinggi selama tiga
tahun (2013-2015) adalah pada bulan Desember
tahun 2014 sejumlah Rp. 45.615.081.104,43.
Untuk mempermudah analisa data, maka
peneliti melakukan pengelompokan data dengan
memberi kode sebagai berikut :
n = 36 bulan
(k) = 1 + 3,322 Log 36
(k) = 1 + 3,322 (1,556)
(k) = 1 + 5,169
(k) = 6,169 dibulatkan jadi 6 kelompok.
Sedangkan untuk mencari jarak (interval)
digunakan rumus :
Interval = nilai terbesar – nilai terkecil
kategori
Interval= 45.615.081.104,43-9.323.993.007,08
6
= 6.048.514.682,89.
Jadi pemberian kodenya adalah :
9.323.993.007,08-15.372.507.689,97
Kode : 1
15.372.507.690,97-21.421.022.373,86
Kode : 2
21.421.022.374,86-27.469.537.057,76
Kode : 3
27.469.537.058,76-33.518.051.741,65
Kode : 4
33.518.051.742,65-39.566.566.425,54
Kode : 5
39.566.566.426,54-45.615.081.109,43
Kode : 6
Analisisa Data
1. Uji Asumsi Klasik
Uji Asumsi Klasik digunakan agar dapat
menghasilkan estimator linier yang akurat dan
mendekati atau sama dengan kenyataan. Uji
Asumsi Klasik terdiri dari :
a. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui
apakah variabel pengganggu atau residual memiliki
distribusi normal. Sebagai dasar bahwa uji t dan uji
F mengasumsikan bahwa nilai residu mengikuti
distribusi normal.
Gambar 3.4 P-P Plot of Regression
Standardized Residual
Dari gambar normal P-P Plot of Regression
Standardized Residual Dependent Variable
Pendapatan Asli Daerah dapat dilihat bahwa
sebaran data mengikuti garis normal, maka dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa data
terdistribusi normal.
b. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji
apakah dalam model regresi linier ada korelasi
antara kesalahan pengganggu pada periode t
dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya).
Pengambilan keputusan ada autokorelasi dengan
cara melihat besarnya Durbin Watson (D-W)
sebagai berikut :
Angka D-W dibawah -2, berarti ada autokorelasi
positif.
Angka D-W diantara -2 sampai +2, berarti tidak
ada autokorelasi.
Angka D-W diatas +2, berarti ada autokorelasi
negatif.
Berdasarkan tabel 3.4 diatas Durbin Watson
(D-W) sebesar 0,487. Jadi angka D-W diantara -2
65
sampai +2, ini berarti tidak terjadi autokorelasi
dalam penelitian ini.
c. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk
melihat apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan variabel dari residual satu
pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika
variance dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain tetap maka disebut
homoskedastisitas, dan jika berbeda disebut
heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah
tidak terjadi heteroskedastisitas. Uji
heteroskedastisitas dalam penelitian ini dengan cara
melihat grafik scatterplot dan uji Gjejser.
Dasar analisis heteroskedastisitas adalah : jika
ada pola tertentu, titik-titik membentuk pola
tertentu yang teratur, maka terjadi
heteroskedastisitas dan jika tidak ada pola titik-titik
menyebar di atas dan di bawah angka nol pada
sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
Gambar 3.5 Scatterplot Dependent
Variable
Dari gambar Scatterplot Dependent Variable
di atas dapat dilihat titik-titik tidak membentuk
pola tertentu dan titik-titik menyebar di atas dan di
bawah angka nol pada sumbu Y sehingga dapat
disimpulkan bahwa model regresi dalam penelitian
ini tidak mengandung heteroskedastisitas.
d. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas untuk mengetahui antar
variabel yang digunakan dalam penelitian ini
mempunyai korelasi. Uji multikolinearitas
dilakukan dengan menghitung nilai Variance
Inflation Factor (VIF) tiap-tiap variabel
independent. Multikolinearitas terjadi jika nilai VIF
melebihi 10. Jika nilai VIF kurang dari 10
menunjukkan bahwa korelasi antar variabel
independent masih dapat ditolerir.
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai
Variance Inflation Factor (VIF) dari masing-
masing variabel independent tidak memiliki nilai
yang lebih dari 10 atau hanya 1,683, sehingga dapat
disimpulkan bahwa model regresi dalam penelitian
ini tidak mengandung multikolinearitas.
2. Analisisa Regresi Linier Berganda
Analisa regresi linier berganda menggunakan
program SPSS untuk mengukur ada tidaknya
pengaruh antara Jumlah Wisatawan dan Tingkat
Hunian Hotel terhadap Pendapatan Asli Daerah
dengan persamaan regresi linier berganda sebagai
berikut :
Y = a + b1X1 + b2X2 + e
Pendapatan Asli Daerah = -1,345E10+
64126,860X1 + 7300163,284X2 + e
Dari persamaan hasil regresi di atas
mempunyai arti yang dapat disampaikan sebagai
berikut :
X1 (Jumlah Wisatawan) = 64126,860
Artinya apabila terjadi kenaikan pada variabel
Jumlah Wisatawan dalam satu satuan, maka dapat
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah sebesar
64126,860 dimana faktor lainnya dalam keadaan
konstan atau nol.
X2 (Tingkat Hunian Hotel) = 7300163,284
Artinya apabila terjadi kenaikan pada variabel
Tingkat Hunian Hotel dalam satu satuan, maka
dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah
sebesar 7300163,284 dimana faktor lainnya dalam
keadaan konstan atau nol.
66
3. Uji Hipotesis
a. Uji t
Uji t merupakan pengujian untuk mengetahui
apakah secara individu variabel bebas mempunyai
pengaruh yang nyata atau tidak terhadap variabel
terikat.
Menurut Yvonne dan Robert (2013:136) dengan
ketentuan α = 0,05 dengan df = n -2
Dimana :
df : degree of freedom
n : jumlah sampel
maka df = 36 – 2 = 34
1) Pengaruh Jumlah Wisatawan terhadap
Pendapatan Asli Daerah
Dari Hasil olah data pada tabel 4.9 di atas
diketahui thitung sebesar 3,761 maka diperoleh
ttabel sebesar 2,032 , sehingga thitung> ttabel dan
diketahui taraf signifikan 0,001 < 0,05 di mana
kriteria uji tes ini adalah H0 ditolak dan Ha
diterima ini berarti Jumlah Wisatawan secara
individu berpengaruh terhadap Pendapatan Asli
Daerah Kabupaten Lamongan Tahun 2013-2015.
2) Pengaruh Tingkat Hunian Hotel terhadap
Pendapatan Asli Daerah
Dari Hasil olah data pada tabel 4.9 di atas
diketahui thitung sebesar 4,746 maka diperoleh
ttabel sebesar 2,032, sehingga thitung> ttabel dan
diketahui taraf signifikan 0,000< 0,05 di mana
kriteria uji tes ini adalah H0 ditolak dan Ha
diterima ini berarti Tingkat Hunian Hotel secara
individu berpengaruh terhadap Pendapatan Asli
Daerah Kabupaten Lamongan Tahun 2013-2015.
b. Uji f
Uji F merupakan pengujian untuk mengetahui
pengaruh secara keseluruhan dari variabel bebas
terhadap variabel terikat.
Dari olah data di atas dapat diketahui bahwa
nilai uji F sebesar 50,016 jadi df1 = 2 dan df2 = 33,
dengan tingkat signifikan 0,05 maka dapat
diketahui Ftabel 3,28 sedangkan Fhitung sebesar 50,016
sehingga Fhitung> Ftabel dan diketahui taraf signifikan
0,000 < 0,05 di mana kriteria uji tes ini adalah H0
ditolak dan Ha diterima ini berarti Jumlah
Wisatawan dan Tingkat Hunian Hotel secara
bersama sama berpengaruh terhadap Pendapatan
Asli Daerah Kabupaten Lamongan Tahun 2013-
2015.
PEMBAHASAN
1. Pengaruh Jumlah Wisatawan Terhadap
Pendapatan Asli Daerah
Dari Hasil olah data diketahui thitung sebesar
3,761 maka diperoleh ttabel sebesar 2,032,
sehingga thitung> ttabel dan diketahui taraf
signifikan 0,001 < 0,05 yang artinya Jumlah
Wisatawan berpengaruh terhadap Pendapatan Asli
Daerah Kabupaten Lamongan Tahun 2013-2015.
Penelitian ini diperkuat dengan penelitian yang
dilakukan oleh Nawawi (2003), pengeluaran
wisatawan tersebut menjadi sumber pendapatan
bagi pemerintah daerah, pengusaha yang bergerak
dibidang pariwisata dan masyarakat yang terlibat
dalam kegiatan kepariwisataan.
Jumlah Wisatawan sangat berpengaruh terhadap
Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Lamongan
Tahun 2013-2015 karena sebagian dari pendapatan
Kabupaten Lamongan berasal dari sektor
Wisatawan sehingga realisasi retribusi yang
diperoleh dari jumlah wisatawan di Kabupaten
Lamongan Tahun 2013-2015 selalu dapat melebihi
target yang telah ditetapkan.
2. Pengaruh Tingkat Hunian Hotel Terhadap
Pendapatan Asli Daerah
Dari Hasil olah data di ketahui thitung sebesar
4,746 maka diperoleh ttabel sebesar 2,032,
sehingga thitung> ttabel dan diketahui taraf
signifikan 0,000 < 0,05 yang artinya Tingkat
Hunian Hotel berpengaruh terhadap Pendapatan
Asli Daerah Kabupaten Lamongan Tahun 2013-
2015.
Penelitian ini diperkuat dengan penelitian yang
dilakukan oleh Lia Ardiani Windriyaningrum
(2013), semakin tinggi tingkat hunian hotel, maka
semakin tinggi Pendapatan Asli Daerah.
Tingkat Hunian Hotel sangat berpengaruh terhadap
Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Lamongan
Tahun 2013-2015 karena sebagian dari pendapatan
Kabupaten Lamongan berasal dari Pajak Hotel
dikarenakan masyarakat Kabupaten Lamongan
banyak yang menggunakan layanan atau jasa dari
Pajak hotel.
3. Pengaruh Jumlah Wisatawan Dan Tingkat
Hunian Hotel Terhadap Pendapatan Asli
Daerah
Dari hasil olah data dapat diketahui bahwa nilai uji
F sebesar 50,016 , dengan tingkat signifikan 0,05
maka dapat diketahui Ftabel 3,28 sedangkan
67
Fhitung sebesar 50,016 sehingga Fhitung> Ftabel
dan diketahui taraf signifikan 0,000 < 0,05 yang
berarti Jumlah Wisatawan dan Tingkat Hunian
Hotel secara bersama sama berpengaruh terhadap
Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Lamongan
Tahun 2013-2015 dengan kata lain Pendapatan Asli
Daerah Kabupaten Lamongan Tahun 2013-2015
dipengaruhi oleh Jumlah Wisatawan dan Tingkat
Hunian Hotel.
Penelitian ini diperkuat dengan penelitian yang
dilakukan oleh Nasrul qoadarohman (2010),
mengenai pengaruh Jumlah kunjungan Wisatawan
dan Tingkat Hunian Hotel berpengaruh signifikan
terhadap Pendapatan Asli Daerah.
Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Lamongan
tahun 2013-2015 dipengaruhi oleh Jumlah
Wisatawan dan Tingkat Hunian Hotel dikarenakan
sebagian dari pendapatan yang didapat dari
Kabupaten Lamongan adalah dari hasil Jumlah
Wisatawan dan Tingkat Hunian Hotel yang
nantinya hasil retribusinya akan digunakan untuk
membiayai belanja daerah.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan
dalam penelitian ini, maka dapat diambil beberapa
kesimpulan, antara lain:
1. Jumlah wisatawan berpengaruh positif dan
signifikan terhadap pendapatan Asli Daerah di
Kabupaten Lamongan tahun 2013-2015. Karena di
ketahui thitung sebesar 3,761 maka di peroleh
ttabel sebesar 2,032 sehingga thitung > ttabel dan
di ketahui taraf signifikan 0,001 < 0,05 di mana
kriteria uji tes ini adalah H0 ditolak dan Ha
diterima Sehingga ketika jumlah wisatawan naik
maka akan diikuti dengan peningkatan jumlah
pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Lamongan.
2. Tingkat hunian hotel berpengaruh positif dan
signifikan terhadap pendapatan Asli Daerah di
Kabupaten Lamongan tahun 2013-2015. Karena di
ketahui thitung sebesar 4,746 maka di peroleh
ttabel sebesar 2,034, sehingga thitung> ttabel dan
di ketahui taraf signifikan 0,000< 0,05 di mana
kriteria uji tes ini adalah H0 ditolak dan Ha
diterima Sehingga ketika tingkat hunian naik maka
akan diikuti dengan peningkatan jumlah
pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Lamongan.
3. Berdasarkan uji secara bersama-sama
menunjukkan bahwa variabel independen jumlah
wisatawan dan tingkat hunian hotel, secara
simultan berpengaruh terhadap pendapatan Asli
Daerah di Kabupaten Lamongan tahun 2013-2015.
Karena di ketahui bahwa nilai uji F sebesar 50,016
jadi df1 = 2 dan df2 = 33, dengan tingkat signifikan
0,05 maka dapat di ketahui Ftabel 3,28 sedangkan
Fhitung sebesar 50,016 sehingga Fhitung> Ftabel
dan di ketahui taraf signifikan 0,000 < 0,05 di mana
kriteria uji tes ini adalah H0 ditolak dan Ha
diterima ini berarti Jumlah Wisatawan dan Tingkat
Hunian Hotel secara bersama sama berpengaruh
terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten
Lamongan Tahun 2013-2015.
Saran
Saran yang bisa disampaikan dari hasil
penelitian yang didapat adalah sebagai berikut:
1. Dilihat dari nilai ketiga variabel tersebut,
variabel yang sangat mempengaruhi pendapatan
Asli Daerah adalah variabel jumlah wisatawan. Hal
yang perlu diperhatikan agar jumlah wisatawan
meningkat adalah dengan meningkatkan fasilitas
dan perawatan obyek wisata serta dapat
menciptakan atau membuka obyek wisata baru
yang memiliki daya tarik untuk didatangi oleh
wisatawan.
2. Perlu adanya pengembangan hotel di Kabupaten
Lamongan, baik hotel kelas melati atau hotel
berbintang, karena penerimaan pajak kontribusinya
terhadap pendapatan Asli Daerah di Kabupaten
Lamongan paling besar dibandingkan penerimaan
pajak yang lainnya.
3. Meningkatkan jumlah kunjungan
wisatawan dengan adanya promosi, serta
komunikasi dan pembinaan terhadap industri
pariwisata, sehingga nantinya kontribusi jumlah
wisatawan terhadap pendapatan Asli Daerah lebih
besar.
4. Melakukan penataan obyek wisata dan
pengembangan obyek wisata dengan melestarikan
tradisi, nilai, dan adat istiadat melalui
penyelenggaraan event-event daerah. Sehingga
obyek wisata yang tersedia dapat optimal menyerap
wisatawan yang tujuannya untuk meningkatkan
pendapatan pariwisata.
5. Pendapatan pariwisata yang dipengaruhi
oleh jumlah wisatawan dan tingkat hunian hotel,
perlu lebih diperhatikan dengan cara menarik
investor untuk berinvestasi dalam sektor pariwisata,
mengembangkan informasi peluang investasi di
bidang pariwisata, dan meningkatkan serta
memberikan kemudahan pemberian perizinan
industri pariwisata serta kemudahan perizinan
pemanfaatan obyek wisata di Kabupaten
Lamongan.
68
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta
:Rineka Cipta.
Arikunto, Suharsimi. 2001. Dasar Dasar
Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bina
Aksara.
Agus sulastiyono, 2006, Manajemen
penyelenggaraan Hotel, Bandung ,
Alfabeta.
Damardjati, R.S. 2006. Istilah-istilah Dunia
Pariwisata. Jakarta: PT. Pradnya
Paramita.
Echols, John M. dan Hassan Shadily. 2005. Kamus
Inggris Indonesia : An English
Indonesian Dictionary. Jakarta: PT
Gramedia.
Halim, Abdul, 2004. Akuntansi Keuangan Daerah,
Penerbit Salemba Empat, Jakarta.
Halim, A., dan Kusufi, S., 2012, Akuntansi Sektor
Publik teori, konsep dan aplikasi,
Salemba Empat, Jakarta.
Koen Meyers, 2009, Pengertian Pariwisata,
Diakses Februari 2015.
Lia Ardiani Windriyaningrum (2013), Referensi
pengaruh tingkat hunian hotel,
jumlah wisatawan, dan jumlah obyek
wisata terhadap pendapatan sektor
pariwisata di kabupaten kudus tahun
1981-2011
Mardiasmo, 2002, Perpajakan, Andi, Yogyakarta.
Nawawi, Hadari. 2003. Manajemen Sumber Daya
Manusia untuk Bisnis Yang Kompetitif.
Cetakan Kedua. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press
Nasrul qoadarohman (2010), mengenai pengaruh
Jumlah kunjungan Wisatawan dan
Tingkat Hunian Hotel berpengaruh
signifikan terhadap Pendapatan Asli
Daerah.
Pleanggra,F. 2012. Analisis Pengaruh Jumlah
Obyek Wisata, Jumlah Wisatawan
dan Pendapatan Perkapita Terhadap
Pendapatan Retribusi Obyek
Pariwisata 35Kabupaten/Kota di
Jawa Tengah. Skripsi. Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Undip,
Semarang.
Pendit (2003) Ilmu Pariwisata sebuah pengantar
perdana, Jakarta Pradnya Paramita.
Sulastiyono, A. 2008. Manajemen
Penyelenggaraan Hotel. Bandung: Alfabeta
Sulastiyono, Agus.2011. Manajemen
Penyelenggaraan Hotel. Seri manajemen
Usaha Jasa Sarana Pariwisata dan
Akomodasi. Alfabeta.
Siahaan, P.M., 2005, Pajak Daerah dan Reetribusi
Daerah, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
Situmorang. (2010). Data Penelitian; Menggunakan
Program SPSS. Medan: USU
Press.
Sugiyono, 2007, Metode Penelitian Administrasi,
Alfabeta, Bandung.
Sugiyono, 2008, Metode Penelitian Kuantitatif
Kualitatif dan R&D, Alfabeta,
Bandung.
Sugiyono, 2011, Statistika Untuk Penelitian, Edisi
19, Alfabeta, Bandung.
Sugiyono, 2012, Memahami Penelitian Kualitatif,
Alfabeta, Bandung.
Sugiyono, 2013, Metode penelitian, Edisi 19,
Alfabeta, Bandung.
Suharsimi, A., 2001, Prosedur Penelitian, Rineka
Cipta, Jakarta.
Suparmoko, 2002, Ekonomi Publik Untuk
Keuangan dan Pembangunan
Daerah, Andi,Yogyakarta.
Undang-undang Pariwisata Nomor 10 tahun 2009
Tentang Industri Pariwisata.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang
Pajak Daerah dan Retribusi.
69
Undang-Undang Nomor No. 23 Tahun 2014
Tentang Pemerintahan Daerah.
Widya, Karisma. 2013. Analisis Peran Industri
Pariwisata Terhadap Pendapatan
Asli Daerah Kabupaten Wonosobo.
Fakultas Ekonomi Dan Bisnis
Universitas Brawijaya Malang.
Widyaningrum, (2013) Bandung-menargetkan
jumlah kunjungan wisatawan
Wijaya, Ida bagus & Made DS Mustika 2014,
Pengaruh jumlah kunjungan wisatawan.
Lama tinggal dan pengeluaran
wisatawan mancanegara terhadap
pendapatan sektor perdagangan. (hotel
dan restoran (PHR) Provinsi Bali tahun
2000-2012.
Arditia, Reza. 2012. Analisis Kontribusi dan
Efektivitas Pajak Daerah Sebagai Sumber
Pendapatan Asli Daerah Kota Surabaya