Download - Isi Patoklin Gabungan_kelompok 2,Bertanda
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Cairan tubuh adalah air beserta unsur-unsur didalamnya diperlukan untuk
kesehatan sel. Cairan ini sebagian berada di luar sel (ekstraselular) dan yang
sebagian lagi berada di dalam sel (intraselular). Cairan sangat penting untuk
semua proses kehidupan,diantaranya untuk kelangsungan proses mtabolisme,dan
media transportasi ion, gizi, dan sisa metabolism, juga untuk sekresi enzim dan
hormone dalam mempertahankan suhu tubuh, volume dan tekanan darah. Rata-
rata makhluk hidup memerlukan sekitar 11 liter cairan tubuh untuk nutrisi sel dan
pembuangan residu jaringan tubuh. Keseimbangan cairan adalah esensial bagi
kesehatan. Dengan kemampuannya yang sangat besar untuk menyesuaikan diri,
tubuh mempertahankan keseimbangan, biasanya dengan proses-proses faal
(fisiologis) yang terintegrasi yang mengakibatkan adanya lingkungan sel yang
relatif konstan tapi dinamis. Keseimbangan cairan tubuh melibatkan distribusi
dan komposisi cairan tubuh. Jika terjadi ganguan pada distribusi dan komposisi
cairan tubuh bisa mengakibatkan ketidakseimbangan cairan dalam tubuh ternak
dan bisa terjadi gangguan metabolisme yang dapat berakibat fatal pada ternak
tersebut.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja ganguan distribusi cairan tubuh pada hewan ternak ?
2. Apa saja gangguan komposisi cairan tubuh pada hewan ternak ?
1.3 TUJUAN
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui apa saja gangguan distribusi cairan pada
hewan ternak
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui apa saja gangguan komposisi cairan tubuh
pada hewan ternak
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Distribusi Cairan Tubuh
Seluruh cairan tubuh didistribusikan diantara dua kompartemen utama,
yaitu : cairan intraselular (CIS) dan cairan ekstra selular (CES). Cairan tubuh dan
zat yang terlarut di dalamnya berada dalam mobilitas konstan dan proses
menerima dan mengeluarkan cairan yang terus menerus. Perpindahan cairan dan
elektrolit tubuh terjadi dalam tiga fase yaitu:
a. Fase I
Plasma darah pindah dari seluruh tubuh ke dalam sistem sirkulasi, nutrisi dan
oksigen diambil dari paru-paru dan dan saluran pencernaan.
b. Fase II
Cairan interselular beserta komponennya pindah dari darah kapiler dan sel.
c. Fase III
Cairan dan substansi yang ada di dalamnya berpindah dari cairan interselular
masuk ke dalam sel. Pembuluh darah kapiler dan membran sel yang
merupakan membran semipermiabel mampu memfilter tidak semua substansi
dan komponen cairan dalam tubuh ikut berpindah. Metode perpindahan
cairan dan elektrolit tubuh dilakukan dengan cara transpor pasif (difusi dan
osmosis), transpor aktif, dan filtrasi.
Komposisi kompartemen cairan
a. CES. Plasma darah dan cairan interstisial memiliki isi yang sama yaitu ion
Natrium dan klorida serta ion bikarbonat dalam jumlah besar, tetapi sedikit ion
kalium, kalsium, magnesium, fosfat, sulfat dan asam organik. Perbedaanya
adalah dalam hal protein; plasma mengandung lebih banyak protein dan cairan
interstisial mengandung sangat sedikit protein.
2
b. CIS. Akibat pompa Natrium-kalium dependen ATP, konsentrasi ion natrium
dan kalium Intraselular berlawanan dengan yang ada dalam CES. Dalam CIS
Ion kalium berkonsentrasi tinggi dan ion natrium berkonsentrasi rendah.
Konsentrasi protein dalam sel tinggi, yaitu sekitar empat kali konsentrasi
dalam plasma.
Difusi merupakan kecenderungan alami dari suatu substansi untuk
bergerak dari suatu area dengan konsentrasi yang lebih tinggi ke daerah
konsentrasi yang lebih rendah. Difusi terjadi melalui perpindahan tidak teratur
dari ion dan molekul. Beberapa factor yang mempengaruhi mudah tidaknya difusi
zat terlarut menembus membran kapiler dan sel yaitu permebilitas membrane
kapiler dan sel, potensial listrik serta perbedaan tekanan.
Osmosis adalah perpindahan air terjadi melalui membran dari daerah
dengan konsentrasi zat terlarut yang rendah ke daerah dengan konsentrasi zat
terlarut tinggi sampai dengan kedua konsentrasi tersebut sama.
Transpor aktif adalah perpindahan zat terlarut melalui sebuah membran sel
yang melawan perbedaan konsentrasi atau muatan listrik. Transpor aktif berbeda
dengan transpor pasif karena memerlukan energi dalam bentuk adenosine triposfat
(ATP). Salah satu contohnya adalah transportasi pompa kalium-natrium.
Konsentrasi natrium lebih besar dalam CES di banding di CIS oleh karena
itu ada kecenderungan natrium untuk memasuki sel dengan cara difusi. Hal ini
diimbangi juga oleh pompa natrium-kalium yang terdapat pada membran sel dan
sel aktif memindahkan natrium dari sel ke dalam CES. Sebaliknya konsentrasi
kalium intraseluler yang terjadi dipertahankan dengan memompakan kalium ke
dalam sel.
Natrium tidak berperan penting dalam perpindahan air di dalam bagian plasma
dan bagian cairan intraselular karena konsentrasi natrium hampir sama pada kedua
bagian itu. Distribusi air dalam kedua bagian itu diatur oleh tekanan hidrostatik
yang dihasilkan oleh darah kapiler, terutama akibat pemompaan oleh jantung dan
tekanan osmotik koloid yang disebabkan oleh albumin serum.
3
Filtrasi adalah tekanan hidrostatik dalam kapiler cenderung untuk menyaring
cairan yang keluar dari kompartemen vascular ke dalam cairan intra seluler.
Contoh proses filtrasi adalah pada glomerulus ginjal.
Meskipun keadaan diatas merupakan proses pertukaran dan pergantian
yang terus menerus namun komposisi dan volume cairan relatif stabil, keadaan ini
disebut keseimbangan dinamis atau homeostatis.
2.2 Komposisi Cairan Tubuh
Tubuh hewan mengandung air sejumlah kurang lebih 60% bobot
badannya. Air tersebut,2/3 berada di intraseluler dan 1/3nya di ekstraseluler. Air
yang ada di ekstraseluler 1/4nya ada di intravascular dan 3/4nya ada interstisial.
Komposisi cairan tubuh
a. Air. Air adalah senyawa utama dalam tubuh. Hampir 60% dari berat badan
hewan adalah air.
b. Solut(terlarut). Selain air, cairan tubuh mengandung dua jenis substansi terlarut
elektrolit dan non-elektrolit.
4
1) Elektrolit : Substansi yang berionisasi (terpisah) di dalam larutan dan akan
menghantarkan arus listrik. Elektrolit berionsasi menjadi ion positif dan
negatif dan diukur dengan kapasitasnya untuk saling berikatan satu sama
lain (miliekuivalen/liter) atau dengan berat molekul dalam garam
(milimol/litermEq/L ). Jumlah kation dan anion, yang diukur dalam
miliekuivalen, mol/L dalam larutan selalu sama.
Elektrolit Plasma Water
(mEq/L)
Interstisial Fluid
(mEq/L)
Intraseluler Fluid
(mEq/L)
Kation 165 156 198
Anion 165 156 198
- Kation
Kation merupaka ion-ion yang mambentuk muatan positif dalam larutan.
Kation ekstraselular utama adalah natrium (Na+), sedangkan kation
intraselular utama adalah kalium (K+). Sistem pompa terdapat di dinding
sel tubuh yang memompa natrium ke luar dan kalium ke dalam
Elektrolit Plasma water
(mEq/L)
Interstisial Fluid
(mEq/L)
Interseluler Fluid
(mEq/L)
Natrium 153 145 10
Kalium 4.3 4 160
Calcium 5.4 5 2
Magnesium 2.2 2 26
Total Kation 165 156 198
- Anion
Anion merupakan ion-ion yang membentuk muatan negatif dalam larutan.
Anion ekstraselular utama adalah klorida ( Clˉ ), sedangkan anion
intraselular utama adalah ion fosfat (PO4-).Karena kandungan elektrolit
dari palsma dan cairan interstisial secara esensial sama, nilai elektrolit
plasma menunjukkan komposisi cairan ekstraselular, yang terdiri atas
5
cairan intraselular dan interstisial. Namun demikian, nilai elektrolit plasma
tidak selalu menunjukkan komposisi elektrolit dari cairan intraselular.
Pemahaman perbedaan antara dua kompartemen ini penting dalam
mengantisipasi gangguan seperti trauma jaringan atau ketidakseimbangan
asam-basa. Pada situasi ini, elektrolit dapat dilepaskan dari atau bergerak
kedalam atau keluar sel, secara bermakna mengubah nilai elektrolit
palsma.
Elektrolit Plasma water
(mEq/L)
Interstisial Fluid
(mEq/L)
Interseluler Fluid
(mEq/L)
Klorida 108.5 114 3
Bikarbonat 29 31 10
Phosfat 2.2 2 100
Sulfat 1 1 20
Asam Organik 6.5 7
Protein 17 1 65
Total Anion 165 156 198
2) Non-elektrolit : Substansi seperti glokusa dan urea yang tidak berionisasi
dalam larutan dan diukur berdasarkan berat (miligram per 100 ml-mg/dl).
Non-elektrolit lainnya yang secara klinis penting mencakup kreatinin dan
bilirubin.
Komposisi Cairan Tubuh Anjing atau Kucing
6
a. Anjing (BB : 10Kg)
Jumlah cairan interselular 40% = 4000cc
Jumlah cairan interstisial 15% = 1500cc
Jumlah cairan intravascular 5% = 500cc
jumlah cairan tubuh 60% = 6000cc
b. Kucing (BB : 5Kg)
Jumlah cairan interselular 40% = 2000cc
Jumlah cairan interstisial 15% = 750cc
Jumlah cairan intravascular 5% = 250cc
jumlah cairan tubuh 60% = 3000cc
BAB III
7
100%
60%(total cairan tubuh)
40%(cairan
intraseluler
20%(cairan
ekstraseluler)
40%(bahan padat)
15% (cairan interstitial)
5% (plasma)
PEMBAHASAN
3.1 Gangguan Distribusi Cairan Tubuh pada Hewan Ternak
3.1.1 ASCITES
Ascites merupakan keadaan yang ditandai dengan adanya akumulasi
cairan baik transudat maupun eksudat di cavum abdominal di antara viscera
parietalis dan viscera peritoneum. Ascites dapat disebabkan oleh beragam factor
seperti CHF (congestive heart failure) dan gangguan pembuluh darah vena,
deplesi protein plasma yang disebabkan oleh hilangnya protein dari ginjal atau
saluran pencernaan, obstruksi vena cava, vena porta atau limfatik drainase karena
adanya neoplasia, peritonitis, ketidakseimbangan elektrolit, terutama kondisi
hypernatremia, sirosis hepatis, Nephrotic syndrome, hipoproteinemia, rupturnya
vesica urinaria, peritonitis, abdominal neoplasia maupun abdominal hemorrhagi.
Asites dapat terjadi melalui beberapa mekanisme, diantaranya :
o Peningkatan tekanan hidrostatik : Sirosis, oklusi vena hepatika (sindrom
Budd-Chiari),obstruksi vena cava inferior, perikarditis konstriktif, penyakit
jantung kongestif.
o Penurunan tekanan osmotik koloid : Penyakit hati stadium lanjut dengan
gangguan sintesis protein, sindrom nefrotik, malnutrisi, protein lossing
enteropathy.
o Peningkatan permeabilitas kapiler peritoneal : Peritonitis TB, peritonitis
bakteri, penyakit keganasan pada peritonium.
o Kebocoran cairan di cavum peritoneal:Bile ascites, pancreatic ascites
(secondary to a leaking pseudocyst), chylous ascites, urine ascites.
o Micellanous : Myxedema, ovarian disease (Meigs' syndrome), chronic
hemodialysis
Tanda –tanda klinis yang dapat teramati dari kejadian ascites adalah
kelemahan, pembesaran abdomen, ketidaknyamanan abdomen saat dipalpasi,
dispnoe karena adanya distensi abdomen, anoreksia, muntah.
8
Berdasarkan tanda-tanda klinis tersebut maka diagnose yang dapat
dilakukan adalah
o Pemeriksaan fisik : Distensi abdomen, bulging flanks, timpani pada puncak
asites, fluid wave, shifting dullness, puddle sign.
o Foto thorax dan foto polos abdomen (BOF) dengan elevasi diaphragma, pada
80% pasien dengan asites, tepi lateral hepar terdorong ke sisi medial dinding
abdomen (Hellmer sign). Terdapat akumulasi cairan dalam rongga
rectovesical dan menyebar pada fossa paravesikal, menghasilkan densitas
yang sama pada kedua sisi kandung kemih. Gambaran ini disebut ”dog’s ear”
atau “Mickey Mouse” appearance. Caecum dan colon ascenden tampak
terletak lebih ke medial dan properitoneal fat line terdorong lebih ke lateral
merupakan gambaran yang tampak pada lebih dari 90% pasien dengan asites.
o Ultrasonografi yakni dengan memeriksa volume cairan asites kurang dari 5-
10 mL dapat terdeteksi dan dapat membedakan penyebab asites oleh karena
infeksi, inflamasi atau keganasan.
o CT scan : asites minimal dapat diketahui dengan jelas pada pemeriksaan CT
scan. Cairan asites dalam jumlah sedikit akan terkumpul di ruang perihepatik
sebelah kanan. Ruang subhepatic bagian posterior (kantung Morison), dan
kantung Douglas.
o Parasentesis abdomen : Analisis cairan asites dilakukan pada onset awal asites,
tindakan tersebut memerlukan rawat inap untuk observasi.
Analisis cairan asites :
1. Perbedaan kadar albumin serum-asites (SAAG)
2. Kadar amilase, meningkat pada asites gangguan pankreas.
3. Kadar trigliserida meningkat pada chylous asites.
4. Lekosit lebih dari 350/mikroliter merupakan tanda infeksi. Dominasi
polimorfonuklear, kemungkinan infeksi bakteri. Dominasi mononuklear,
kemungkinan infeksi tuberkulosis atau jamur.
5. Eritrosit lebih dari 50.000/mikroliter menimbulkan dugaan malignancy,
tuberkulosis atau trauma.
6. Pengecatan gram dan pembiakan untuk konfirmasi infeksi bakterial.
9
7. Apabila pH < 7: tanda suatu infeksi bakterial.
8. Pemeriksaan sitologis pada keganasan.
SAAG(perbedaan kadar albumin serum-kadar albumin asites)
berhubungan langsung dengan tekanan portal: bila lebih besar atau sebesar 1.1
g/dl, hipertensi portal (transudative ascites); SAAG kurang dari 1.1 g/dl bukan
hipertensi portal (exudative ascites).
Tipe asites sesuai dengan SAAG
Tinggi ( > or = 1.1 g/dl) Rendah ( < 1.1 g/dl)
Sirosis Hepatitis alkohol Gagal
jantung
Gagal hati fulminan
Trombosis vena porta
Tumor peritonium Asites pankreas Asites
bilier
TBC peritonium
Sindrom nefrotik
Obstruksi usus
Penanganan asites tergantung dari penyebabnya, diuretik dan diet rendah
garam sangat efektif pada asites karena hipertensi portal. Pada asites karena
inflamasi atau keganasan tidak memberi hasil. Restriksi cairan diperlukan bila
kadar natrium turun hingga < 120 mmol perliter.
Pengobatan yang dapat dilakukan : kombinasi spironolakton dan
furosemid sangat efektif untuk mengatasi asites dalam waktu singkat. Dosis awal
untuk spironolakton adalah 1-3 mg/kg/24 jam dibagi 2-4 dosis dan furosemid
sebesar 1-2 mg/kgBB/dosis 4 kali/hari, dapat ditingkatkan sampai 6
mg/kgBB/dosis. Pada asites yang tidak memberi respon dengan pengobatan
diatas dapat dilakukan cara berikut :
1. Parasentesis
2. Peritoneovenous shunt LeVeen atau Denver
3. Ultrafiltrasi ekstrakorporal dari cairan asites dengan reinfus
10
Pengambilan cairan untuk mengurangi asites masif yang aman untuk anak
adalah sebesar 50 cc/kg berat badan. Disarankan pemberian 10 g albumin
intravena untuk tiap 1 liter cairan yang diaspirasi untuk mencegah penurunan
volume plasma dan gangguan keseimbangan elektrolit.
Monitoring dapat dilakukan dengan rawat inap yang bertujuan untuk
memantau peningkatan berat badan serta pemasukan dan pengeluaran cairan.
Pemantauan keseimbangan natrium dapat diperkirakan dengan monitoring
pemasukan (diet, kadar natrium dalam obat dan cairan infus) dan produksi urin.
Keseimbangan Na negatif adalah prediktor dari penurunan berat badan.
Keberhasilan manajemen pasien dengan asites tanpa edema perifer adalah
keseimbangan Na negatif dengan penurunan berat badan sebesar 0,5 kg per hari.
3.1.2 Cairan Pleura (Efusi Pleura)
Pleura merupakan membran tipis yang terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura
visceralis dan plera parietalis. Kedua lapisan bersatu di hilus arteri dan
mengadakan penetrasi dengan cabang utama bronkus, arteri, dan vena bronkialis,
serabut saraf dan pembuluh limfe (Halim, 2007).
Efusi pleura adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses
penyakit primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit
lain. Efusi dapat berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat,
eksudat, atau dapat berupa darah atau pus (Baughman C Diane, 2000).
Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara
cairan dan protein dalam rongga pleura. Normalnya cairan pleura dibentuk secara
lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Proses penumpukan cairan
bisa terjadi karena radang. Bila proses radang terjadi karena bakteri piogenik akan
terbentuk nanah, sehingga terjadi emfisema/piothoraks. Bila proses ini mengenai
pembuluh darah sekitar pleura dapat menyebabkan hemothoraks (Halim, 2007).
Ada dua penyebab efusi pleura yaitu transudat dan eksudat,
1. Transudat
Pada cairan transudat, selain memiliki serum protein yang rendah (< 0,5) juga
memiliki LDH yang rendah (< 0,6). Penyebab utama terjadinya cairan transudat
11
ini adalah sindrom nefrotik, sirosis hepatis, sindroma Meig’s, tumor
2. Eksudat
Pada cairan eksudat kadar protein lebih tinggi dari 0,5 gram/100 cc cairan
efusi dan kadar LDH lebih tinggi dari 0,6.
Terjadinya eksudat antara lain disebabkan oleh infeksi paru akibat seperti
pneumococcus, staphylococcus, haemophillus, tuberculosa dan kuman gram
negatif yaitu psudomonas aeroginosa, neoplasma, infark paru.
Efusi pleura merupakan penyebab yang paling sering dari kesulitan
bernafas yang dialami oleh anjing dan kucing. Kedua spesies tersebut
memungkinkan untuk mengalami berbagai jenis dari efusi pleura dengan beraneka
ragam jenis penyakit yang mungkin mendasarinya. Pada anjing dan kucing, efusi
pleura paling sering disebabkan karena tuberkulosis. Namun, penyakit lain yang
mungkin mendasari terjadinya efusi pleura antara lain chylothorax, Feline
Infectious Peritonitis ,pyothorax, pneumonia, empiema toraks, sirosis hepatis,
gagal jantung kongestif, dan lain-lain.
Berdasarkan gejala dan pemeriksaan berupa parameter kliniknya yang
sedikit lebih tinggi dan dari pemeriksaan fisik diketahui adanya subcutaneous
emphysema pada rongga thorax, muffled heart sounds, tidak adanya suara paru-
paru pada cranio ventral thorax setelah diauskultasi, serta low-pitched dull sounds
saat dilakukan perkusi, diduga anjing tersebut mengalami efusi pleural, sehingga
perlu dilakukan pemeriksaan radiografi. Namun, anjing tiba-tiba meninggal saat
akan dipersiapkan untuk pemeriksaan radiografi. Sehingga, autopsy dilakukan
segera untuk mencari tahu penyebab kematiannya.
Pada pemeriksaan complete blood picture (CBP), diperoleh hasil: 7.6×106
erythrocytes/mL, 12 g/dL hemoglobin, 42% packed cell volume, 7.4 x 103
leucocytes/mL dengan neutrophilia (82%), Lymphopenia (10%), dan monocytes
(3%) serta eosinophils (5%) pada tingkat yang normal.
Pada analisis biokimia diperoleh hasil: mild hypoglycemia(49 mg/dL),
hypoprotenemia (3.8g/dL) dengan hypoalbuminemia (1.8 g/dL), dan moderate
hyperkalemia (6.2 mEq/L).
12
Pada pemeriksaan autopsy ditemukan akumulasi cairan dalam jumlah yang
besar pada rongga thorax, yang berwarna merah muda-keputihan, keruh, dan tidak
berbau. Setelah disentrifugasi, pada sampel muncul lapisan tipis berwarna merah
pada sedimen dengan akumulasi cairan sangat keruh. Analisis dari cairan pleura
menunjukkan adanya leukocytes (3000/mL) dengan predominan dari neutrophils
(57%) dan lymphocytes (36%), dan 1.6 x 106 erythrocytes/mL. Pada pemeriksaan
ether clearance test, didapati sampel larut dalam ether. Tidak ada abnormalitas
pada jantung, trakea, dan bronchi, tetapi pada pemeriksaan lebih dalam di paru-
paru didapati adanya torsio pada left cranial lobe. Lobe yang terkena menjadi
atrophi dan cyanotic.
Berdasarkan dari seluruh pemeriksaan dan analisis yang dilakukan, baik
secara laboratorium maupun pada pemeriksaan autopsy, didiagnosa anjing
tersebut mengalami efusi pleura dengan chyle, serta chylothorax yang disertai
lung lobe torsion.
Treatment yang dilakukan dalam kasus efusi pleura, yang pertama kali
adalah mencari tahu penyebab dasar dari timbulnya efusi pleura tersebut.
Penanganan pada efusi pleura berbeda-beda tergantung jenis penyakit yang
mendasarinya. Dalam kasus chylothorax, treatment yang dilakukan dapat berupa
penanganan secara medis ataupun operasi, tergantung dari penyebab efusi. Terapi
medis yang dilakukan dapat berupa thoracocentesis yang bertujuan untuk
membuang akumulasi cairan dan mengurangi gangguan klinis dari susah bernafas.
Dietary management juga dapat dilakukan dengan member makanan rendah
lemak untuk mengurangi jumlah lipid yang diserap melalui intestine lymphatic.
Penanganan dengan operasi biasanya dilakukan ketika terapi medis yang
dilakukan tidak berhasil.
3.1.3 Ansasarca
Anasarca adalah istilah medis yang digunakan untuk menggambarkan
pembengkakan umum seluruh tubuh, biasanya karena retensi cairan abnormal
dalam jaringan. Anasarca biasa disebut sebagai oedema besar atau oedema umum
dan biasanya merupakan tanda klinis dari suatu penyakit atau infeksi dalam tubuh.
13
Penyebab dari oedema umum ini adalah meningkatnya tekanan hidrostatik
intravaskuler menimbulkan perembesan cairan plasma darah keluar dan masuk ke
dalam ruang interstisium. Kondisi peningkatan tekanan hidrostatik sering
ditemukan pada pembendungan pada vena (kongesti) dan edema merupakan
resiko paska kongesti. Edema dapat diklasifikasikan dalam empat kategori
patogenetik yaitu:
1. Inflamasi yang berkaitan dengan peningkatan permeabilitas vaskuler
2. Peningkatan tekanan intravena
3. Obtruksi saluran limfatik
4. Hipoalbumin yang berkaitan dengan penurunan tekanan onkotik plasm
Gejala umum dari anasarka adalah pembengkakan diseluruh tubuh, cairan
menumpuk dibawah kulit atau daerah subkutan. Berdasarkan dari gejala tersebut
sebuah pemilihan metode diagnostik dapat digunakan dalam upaya untuk
membuat diagnosis anasarca. Berikut adalah beberapa jenis tes dan metode yang
digunakan:
1. Tes darah albumin - Rendahnya tingkat albumin dapat menyebabkan
pembengkakan. Tes ini dapat melihat apakah ada hipoalbuminemia, atau kadar
darah albumin cukup. Serum albumin adalah protein plasma yang paling umum
dalam tubuh manusia, dan digunakan dalam fungsi yang berbeda seperti menjaga
tekanan osmotik (diperlukan untuk distribusi cairan tubuh yang
tepat),dandenganyangdigunakansebagaipembawaplasma.
2. Ekokardiogram dan elektrokardiogram - Kedua tes jantung, ekokardiogram
adalah sonogram (USG-based), sementara elektrokardiogram menafsirkan
aktivitas listrik jantung selama periode waktu. Echocardiogram dapat dikenal
sebagai ECHO jantung atau USG jantung, sementara elektrokardiogram sering
pergi dengan bentuk disingkat dari ECG atau EKG.
3. Tes fungsi ginjal dan hati - Kedua tes fungsi organ masing-masing. Untuk
ginjal, laju filtrasi glomerulus (GFR) atau tingkat clearance kreatinin (CCR)
adalah dua tes yang mengukur aspek yang berbeda dari fungsi ginjal. Beberapa
umum tes fungsi hati, termasuk enzim-enzim hati, yang alanin transaminase
14
(ALT), alkaline phosphatase (ALP), bilirubin langsung, dan bilirubin total(TBIL).
4. Urinalisis, disingkat sebagai UA sederhana, adalah istilah untuk
menggambarkan koleksi tes yang diberikan pada urin pasien. Beberapa urinalisis
dapat menggunakan dipstik, dan dalam kasus seperti hasil dipandang sebagai
warna pada perubahan tongkat. Pengujian dilakukan dengan menggunakan urine
dapat mencakup orang-orang seperti contoh berikut: pH (keasaman), badan keton
(umumnya tidak ada, atau "negatif"), protein (juga), hipertiroidisme, dan penyakit
kuning,serta yang lain.
Pengobatan dapat dilakukan tergantung penyebab terjadinya anasarka. Bila
anasarka terjadi akibat suatu penyebab spesifik misalnya infeksi atau penyakit
maka dapat dilakukan tergantung penyakit atau infeksi tersebut. Tetapi apabila
tidak ada penyebab spesifik dapat dilakukan pemberian tonik umum. Dan jika
terjadi dalam daging, dapat diberikan pencahar diikuti setengah ons asetat kalium
dua kali sehari.
3.2 Gangguan Komposisi Cairan Tubuh pada Hewan Ternak
3.2.1 Hiponatremia
Hiponatremia merupakan keadaan dimana kadar natrium dalam darah
rendah atau dibawah kadar normal dengan konsentrasi natrium normal 136
mEq/L darah.
Konsentrasi natrium darah menurun jika natrium telah dilarutkan oleh
terlalu banyaknya air dalam tubuh. Jumlah cairan yang masuk melebihi
kemampuan ginjal untuk membuang kelebihannya.Asupan cairan dalam jumlah
yang lebih sedikit (kadang sebanyak 1L/hari), bisa menyebabkan hiponatremia
pada ternak yang ginjalnya tidak berfungsi dengan baik.
Hiponatremia juga sering terjadi pada gagal jantung dan sirosis hati, dimana
volume darah meningkat.Pada keadaan tersebut, kenaikan volume darah
menyebabkan pengenceran natrium, meskipun jumlah natrium total dalam tubuh
biasanya meningkat juga.
Tanda klinis yang muncul biasanya ditentukan oleh kecepatan
menutunnyakadar natrium darah. Jika kadar natrium menurun secara perlahan,
15
gejala cenderung tidak parah dan tidak muncul sampai kadar natrium benar-benar
rendah. Sebaliknya, jika kadar natrium menurun dengan cepat, gejala yang timbul
lebih parah dan meskipun penurunannya sedikit, tetapi gejala cenderung timbul.
Selain itu, otak sangat sensitif terhadap perubahan konsentrasi natrium darah.
Karena itu gejala awal dari hiponatremia adalah letargi (keadaan kesadaran yang
menurun seperti tidur lelap, dapat dibangunkan sebentar, tetapi segera tertidur
kembali). Sejalan dengan makin memburuknya hiponatremia, otot-otot menjadi
kaku dan bisa terjadi kejang. Pada kasus yang sangat berat, akan diikuti dengan
stupor (penurunan kesadaran sebagian) dan koma.
Diagnosis pada kasus ini, dapat ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan
darah dan gejala-gejalanya.
Hiponatremia berat merupakan keadaan darurat yang memerlukan
pengobatan segera. Maka pengobatan dapat dilakukan dengan cara pemberian
cairan intravena untuk meningkatkan konsentrasi natrium darah secara perlahan.
Akan tetapi, kenaikan konsentrasi yang terlalu cepat bisa mengakibatkan
kerusakan otak yang menetap. Karena itu, asupan cairan dapat dibatasi dan
penyebab hiponatremia diatasi.
3.2.2 Hipernatremia
Hipernatremia merupakan keadaan dimana kadar natrium dalam darah
tinggi atau diatas kadar normal dengan kadar natrium normal 145 mEq/L darah.
Pada hipernatremia, tubuh mengandung terlalu sedikit air dibandingkan dengan
jumlah natrium.Konsentrasi natrium darah biasanya meningkat secara tidak
normal jika kehilangan cairan melampaui kehilangan natrium, yang biasanya
terjadi jika minum terlalu sedikit air. Konsentrasi natrium darah yang tinggi secara
tidak langsung menunjukkan bahwa penderita tidak merasakan haus.
Hipernatremia juga terjadi pada kondisi, abnormalitas fungsi ginjal, diare,
muntah, demam, keringat yang berlebihan. Hipernatremia dapat juga terjadi akibat
ginjal mengeluarkan terlalu banyak air, seperti yang terjadi pada penyakit diabetes
insipidus.Kelenjar hipofisa mengeluarkan terlalu sedikit hormon antidiuretik
(hormon antidiuretik menyebabkan ginjal menahan air) atau ginjal tidak
memberikan respon yang semestinya terhadap hormon. Hewan dengan penyakit
16
diabetes insipidus jarang mengalami hiponatremia jika memiliki rasa haus yang
normal dan minum cukup air.
Penyebab utama dari hipernatremi:
1. Cedera kepala atau pembedahan saraf yang melibatkan kelenjar hipofisa
2. Gangguan dari elektrolit lainnya (hiperkalsemia dan hipokalemia)
3. Penggunaan obat (lithium, demeclocycline, diuretik)
4. Kehilangan cairan yang berlebihan (diare, muntah, demam, keringat berlebihan)
5. Penyakit sel sabit
6. Diabetes insipidus.
Tanda klinis hypernatremia biasanya terjadi akibat kerusakan otak
diantaranya: kebingungan, kejang otot, kejang seluruh tubuh, koma dan kematian.
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan darah dan
gejala-gejalanya. Pemeriksaan darah atau air kemih tambahan dilakukan untuk
mengetahui penyebab tingginya konsentrasi natrium
Hipernatremia dapat diobati dengan pemberian cairan. Pada semua kasus
terutama kasus ringan, cairan diberikan secara intravena (melalui infus).Untuk
membantu mengetahui apakah pembelian cairan telah mencukupi, dilakukan
pemeriksaan darah setiap beberapa jam.Konsentrasi natrium darah diturunkan
secara perlahan, karena perbaikan yang terlalu cepat bisa menyebabkan kerusakan
otak yang menetap.
3.2.3 Hiperkalemia
Hiperkalemia (kadar kalium darah yang tinggi) adalah suatu keadaan
dimana konsentrasi kalium darah lebih dari 5 mEq/L darah. Biasanya konsentrasi
kalium yang tinggi adalah lebih berbahaya daripada konsentrasi kalium yang
rendah. Konsentrasi kalium darah yang lebih dari 5.5 mEq/L akan mempengaruhi
sistem konduksi listrik jantung. Bila konsentrasi yang tinggi ini terus berlanjut,
irama jantung menjadi tidak normal dan jantung akan berhenti berdenyut.
17
Hiperkalemia biasanya terjadi jika ginjal tidak mengeluarkan kalium
dengan baik. Hiperkalemia sering terjadi karena penggunaan obat yang
menghambat atau mempengaruhi pembuangan kalium oleh ginjal, seperti
triamterene, spironolactone dan ACE inhibitor. Hiperkalemia juga dapat
disebabkan oleh penyakit Addison, dimana kelenjar adrenal tidak dapat
menghasilkan hormon yang merangsang pembuangan kalium oleh ginjal dalam
jumlah cukup. Gagal ginjal komplit maupun sebagian, bisa menyebabkan
hiperkalemia berat. Karena itu hewan dengan fungsi ginjal yang buruk biasanya
harus menghindari makanan yang kaya akan kalium. Hiperkalemia dapat juga
terjadi akibat sejumlah besar kalium secara tiba-tiba dilepaskan dari
cadangannnya di dalam sel.
Hal lain yang dapat menyebabkan hiperkalemia adalah, kerusakan otot, terjadi
luka bakar hebat, overdosis kokain. Banyaknya kalium yang masuk ke dalam
aliran darah bisa melampaui kemampuan ginjal untuk membuang kalium dan
menyebabkan hiperkalemia yang bisa berakibat fatal.
Gejala yang sering terlihat pada kasus hiperkalemia adalah seperti irama
jantung yang tidak teratur, yang berupa palpitasi (jantung berdebar keras).
Hiperkalemia dapat didiagnosa dengan pemeriksaan darah rutin atau dengan
pemeriksaan EKG.
Pengobatan harus segera dilakukan jika kalium meningkat diatas 5 mEq/L
pada hewan dengan kondisi abnormalitas fungsi ginjal atau di atas 6 mEq/L pada
hewan dengan fungsi ginjal yang normal. Kalium bisa dibuang dari tubuh melalui
saluran pencernaan atau ginjal ataupun melalui dialisa. Kalium dapat dibuang
dengan merangsang terjadinya diare dan dengan menelan sediaan yang
mengandung resin pengisap kalium. Resin ini tidak diserap di saluran pencernaan,
sehingga kalium keluar dari tubuh melalui tinja. Bila ginjal berfungsi dengan baik,
diberikan obat diuretik untuk meningkatkan pengeluaran kalium. Jika diperlukan
pengobatan segera, dapat diberikan larutan intravena yang terdiri dari kalsium,
glukosa atau insulin. Kalsium membantu melindungi jantung dari efek kalium
konsentrasi tinggi, meskipun efek ini hanya berlangsung beberapa menit saja.
Pemberian Glukosa dan insulin juga dapat memindahkan kalium dari darah ke
18
dalam sel, sehingga menurunkan konsentrasi kalium darah. Jika pengobatan ini
gagal atau jika terjadi gagal ginjal, mungkin perlu dilakukan dialisa.
3.2.4 Hipokalemia
Hypokalemia merupakan penurunan kadar kalium darah darah. Beberapa
penyebab dari terjadinya hipokalemia antara lain :
1. Meningkatnya ekskresi kalium yang terbawa pada urin maupun feses.
2. Penurunan asupan kalium oleh tubuh
3. Efek samping obat – obatan yang menyebabkan meningkatnya ekskresi urine
4. Endokrin atau hormonal masalah (seperti tingkat aldosteron meningkat) -
aldosteron adalah hormon yang mengatur kadar potasium. Penyakit tertentu
dari sistem endokrin, seperti aldosteronisme, atau sindrom Cushing, dapat
menyebabkan kehilangan kalium.
5. Intestinal Obstruction
6. Peningkatan produksi sel-sel darah, peningkatan akut produksi sel-sel
hematopoietik dikaitkan dengan peningkatan ambilan kalium oleh sel-sel baru
ini dan mungkin menyebabkan hipokalemia. Hal ini paling sering terjadi pada
saat pemberian vitamin B12 atau asam folat untuk mengobati anemia
megaloblastik atau granulocyte-macrophage-colony stimulation factor (GM-
CSF) untuk mengobati netropenia.
Tanda klinis yang dapat kita amati adalah seperti kelemahan otot berat
atau paralisis, kelemahan otot biasanya tidak timbul pada kadar kalium di atas 2,5
mEq/L apabila hipokalemia terjadi perlahan. Namun, kelemahan yang signifikan
dapat terjadi dengan penurunan tiba-tiba, seperti pada paralisis hipokalemik
periodik, meskipun penyebab kelemahan pada keadaan ini mungkin lebih
kompleks. Pola kelemahan kurang lebih mirip dengan yang diamati pada
hiperkalemia, biasanya dimulai dengan ekstremitas bawa, meningkat sampai ke
batang tubuh dan ekstremitas atas serta dapat memburuk sampai pada titik
paralisis. Hipokalemia juga dapat menyebabkan hal berikut ini: kelemahan otot
pernapasan yang dapat begitu berat sampai menyebabkan kegagalan pernapasan
dan kematian. Keterlibatan otot-otot pencernaan, menyebabkan ileus dan gejala-
19
gejala yang diakibatkannya seperti distensi, anoreksia, nausea dan vomitus. Kram,
parestesia, tetani, nyeri otot dan atrofi.
Aritmia kardiak dan kelainan EKG, beberapa tipe aritmia dapat dilihat
pada pasien dengan hipokalemia. kelainan ini termasuk denyut atrial dan ventrikel
prematur, bradikardia sinus, takikardia atrial atau junctional paroksismal, blok
atrioventrikular sampai kepada takikardi atau fibrilasi ventrikel. Hipokalemia
menghasilkan perubahan-perubahan karakteristik pada EKG. Biasanya dapat
ditemukan depresi segmen ST, penurunan amplitudo gelombang T dan
peningkatan amplitudo gelombang U yang timbul setelah akhir gelombang T.
Kelainan ginjal, hipokalemia dapat menginduksi beberapa kelainan ginjal
yang kebanyakan dapat dipulihkan dengan perbaikan kadar kalium. keadaan-
keadaan ini termasuk gangguan kemampuan konsentrasi urin (dapat timbul
sebagai nokturia, poliuria dan polidipsia), peningkatan produksi amonia renal oleh
karena asidosis intraselular, peningkatan reabsorpsi bikarbonat renal dan juga
nefropati hipokalemik. Hipokalemia dapat menyebabkan polidipsia yang
berkontribusi terhadap poliuria.
Pengobatan yang dapat dilakukan adalah biasanya dengan sediaan kalium,
kalium klorida baik oral maupun intravena secara umum lebih disukai
dibandingkan kalium sitrat atau bikarbonat, terutama pada pasien dengan alkalosis
metabolik oleh karena terapi diuretik, vomitus dan hiperaldosteronisme. Pada
keadaan lain, kalium sitrat atau bikarbonat seringkali disukai pada pasien dengan
hipokalemia dan asidosis metabolik. Keadaan di atas paling sering terjadi pada
asidosis tubular ginjal dan keadaan diare kronik.
Kalium klorida oral dapat diberikan dalam bentuk kristal, cairan atau
dalam bentuk tablet lepas lambat. Kristal pengganti garam mengandung antara 50-
65 mEq tiap sendok teh, secara umum sediaan ini aman, dapat ditoleransi dengan
baik dan lebih murah dibandingkan dengan sediaan lain sehingga dapat menjadi
pilihan apabila biaya menjadi salah satu faktor pertimbangan. Sebagai bandingan
cairan kalium klorida seringkali tidak enak dan tablet lepas lambat pada keadaan-
keadaan tertentu dapat menyebabkan lesi ulseratif atau stenotik pada saluran cerna
oleh karena akumulasi kalium konsentrasi tinggi.
20
Terapi intravena, kalium klodrida dapat diberikan secara intravena untuk
pasien yang tidak dapat makan atau sebagai tambahan terapi orap pada pasien
dengan hipokalemia simtomatik berat. Pada sebagian besar pasien, kalium
intravena diberikan sebagai tambahan cairan infus dengan konsentrasi 20-40 mEq
per liter cairan lewat vena perifer. Konsentrasi sampai 60 mEq/liter juga dapat
digunakan, namun biasanya konsentrasi setinggi ini akan menyakitkan bagi
pasien.
Cairan salin lebih direkomendasikan daripada dekstrosa, oleh karena pemberian
dekstrosa akan menyebabkan penurunan kadar kalium transien sebesar 0,2-1,4
mEq/L. Efek ini dapat menginduksi aritmia pada pasien-pasien dengan risiko
seperti pemakaian digitalis dan diperantarai oleh pelepasan insulin akibat
dekstrosa, yang akan mendorong kalium ke dalam sel dengan meningkatkan
aktivitas pompa Na-K-ATPase selular. Pada pasien yang tidak dapat menoleransi
jumlah cairan besar, larutan dengan konsentrasi lebih tinggi (200-400 mEq/L)
dapat diberikan lewat vena-vena besar apabila pasien tersebut mengalami
hipokalemia berat.
3.2.5 Hipercloraemia
Hipercloraemia disebut juga dengan Pseudohyperchloremia merupakan
kondisi defisiensi atau kelebihan kadar anion klorida serum. Klorida merupakan
anion eksktraselular utama yang mencakup dua-pertiga dari semua semua anion
serum. Klorida disekresi oleh mukosa lambung sebagai asam hidroklorik dan
menyediakan medium asam yang kondusif untuk pencernaan dan pengaktifan
enzim. Klorida juga berpartisipasi dalam mempertahankan asam basa dan
menyeimbangkan air dalam tubuh, mempengaruhi osmolalitas atau tonisitas
cairan ekstraselular berperan dalam pertukaran oksigen dan karbon dioksida
dalam sel darah merah dan membantu mengaktifkan amilase saliva (yang pada
saatnya mengaktifkan proses pencernaan).
Kejadian hyperchloremia sering bersifat asymtomatis. Namun,
hyperchloremia kadang-kadang dikaitkan dengan kehilangan cairan yang
berlebihan seperti muntah dan diare. Jika hewan yang mengalami diabetes,
21
hyperchloremia dapat menyebabkan kontrol yang buruk terhadap konsentrasi gula
darah, yang dapat menyebabkan konsentrasi glukosa dalam darah meningkat.
3.2.6 Hipocloraemia
Hipokloraemia ( Hypochloraemia ) adalah gangguan elektrolit dimana ada
tingkat abnormal rendah dari ion klorida dalam darah. Kisaran normal untuk
klorida adalah 97-107 mEq/L. Secara khusus, kondisi ini disebabkan oleh
kehilangan sekresi gastrointestinal yang berlebihan, seperti muntah, diare,
dieresis, serta pengisapan nasogastrik.
Hipocloraemia jarang terjadi tanpa adanya kelainan lain hal,sehingga
kejadian ini dapat dikaitan dengan Hipoventilasi dan asidosis pernapasan kronis.
Hal ini biasanya merupakan hasil dari Hiponatremia atau konsentrasi bikarbonat
meningkat. Gangguan ini terjadi pada kasus cystic vibrosis.
Tanda klinis yang sering tampak adalah mual, alkalosis metabolic,muntah,
pusing, kejang otot, konstipasi, kelemahan otot, diare, masalah pernafasan.
3.2.7 Bikarbonat Meningkat dan Menurun
Bikarbonat adalah ion yang bertindak sebagai buffer untuk
mempertahankan tingkat normal keasaman (pH) dalam darah dan cairan lain
dalam tubuh. Tingkat bikarbonat diukur untuk memantau keasaman darah dan
cairan tubuh. Bikarbonat yang terdapat di dalam darah sebagai hasil metabolisme
juga dapat dipergunakan untuk menetralisir keasaman darah. Peningkatan
bikarbonat bisa terjadi karna adanya gangguan dalam pH darah. Sedangkan,
penurunan bikarbonat dapat diakibatkan oleh beberapa hal yaitu asidosis
metabolik yang terjadi saat asam metabolik yang diproduksi secara normal tidak
dikeluarakan pada kecepatan yang normal atau basa bikarbonat yang hilang dari
tubuh.
Penyebab paling umum dari penurunan bikarbonan adalah karena
terjadinya ketoasidosis karena DM atau kelaparan, akumulasi peningkatan asam
laktat akibat aktivitas otot rangka yang berlebihan seperti konvolusi,atau penyakit
ginjal. Selain itu, penyebab lain dari menurunnya bikarbonat juga adalah akibat
pengaruh faktor kompensator.
22
Gejala klinis yang dapat ditimbulkan dari bikarbonat menurun yaitu nyeri
dada, sakit kepala, jantung berdebar, nyeri otot dan tulang, kelemahan otot, sakit
perut. Pada kondisi ekstrim dapat menyebabkan komplikasi parah seperti pingsan,
koma dan kejang-kejang. Diagnosa yang dapat dilakukan adalah dengan analisa
darah dan EKG.
Beberapa pencegahan atau pengobatan yang dapat dilakukan :
- Jika pH darah turun hingga dibawah 7,1 pemberian bikarbonat secara
intravena mungkin diperlukan untuk menetralisir asam
- Pada kasus yang berat dialisis diperlukan untuk mengobati asidosis
metabolik
- Ventilasi mekanik juga bisa digunakan untuk meringankan masalah
pernapasan
- Memantau dan mengendalikan faktor yang menyebabkan asidosis
metabolik adalah cara terbaik mencegah memburuknya kondisi yang dapat
mengakibatkan bikarbonat menurun
- Seperti misalnya, mengendalikan penyebab seperti diabetes dapat
membantu mengontrol asidosis metabolik pada pasien diabetes.
- Asidosis metabolik sering merupakan gejala dari beberapa penyakit serius
seperti gagal ginjal, gagal jantung, dan diabetes.
3.2.8 Hipocalsemia
Pada dasarnya penyebab hipocalcemia adalah kehilangan Ca. Konsentrasi
kalsium darah bisa menurun sebagai akibat dari berbagai masalah. Sebagian besar
kalsium dalam darah dibawa oleh protein albumin, karena itu jika terlalu sedikit
albumin dalam darah akan menyebabkan rendahnya konsentrasi kalsium dalam
darah Hipokalsemia paling sering terjadi pada penyakit yang menyebabkan
hilangnya kalsium dalam jangka lama melalui air kemih atau kegagalan untuk
memindahkan kalsium dari tulang . Selain itu penyebab dasar lainnya adalah
insufisien parathyroid. Kadar hormon paratiroid rendah, biasanya terjadi setelah
kerusakan kelenjar paratiroid atau karena kelenjar paratiroid secara tidak sengaja
terangkat pada pembedahan untuk mengangkat tiroid. Absorbsi Ca oleh usus yang
rendah juga menjadi penyebab dasar terjadinya penyakit ini. Hipokalsemia juga
23
bisa terjadi akibat hipofosfatemia (kadar fosfat yang rendah dalam darah.
Hipokalsemia juga dapat disebabkan karena defisiensi vitamin D. Kekurangan
vitamin D biasanya disebabkan oleh asupan yg kurang, kurang terpapar sinar
matahari (pengaktivan vitamin D terjadi jika kulit terpapar sinar matahari),
penyakit hati, penyakit saluran pencernaan yg menghalangi penyerapan vitamin
D, pemakaian barbiturat dan fenitoin, yang mengurangi efektivitas vitamin D.
Tanda klinisnya terbagi menjadi dua yaitu hypocalcemia subklinis dan
hypocalcemia klinis. Pada keadaan subklinis biasanya tidak ada tanda-tanda yang
khas. Hanya meliputi turunnya nafsu makan yang disebabkan turunnya aktivitas /
kontraksi usus, produksi susu rendah serta performa reproduksi yang suboptimal.
Sedangkan gambaran klinis hypocalcemia yang dapat diamati tergantung pada
tingkat dan kecepatan penurunan kadar kalsium di dalam darah.
Pengobatan hipokalsemia dapat dilakukan dengan pemberian garam
kalsium seperti :
- kalsium chloride – mengiritasi dan dapat menimbulkan toksisitas pada cardiac.- kalsium gluconate – tidak begitu stabil pada larutan- kalsium borogluconate – lebih stabil dan level toksisitas di cardiac rendah.
Jumlah yang dianjurkan untuk terapi hipokalsemia dengan kalsium borogluconate adalah :
ProdukJumlah (ml)
Kalsium yang terkandung (g)
Dosis yang dianjurkan untuk sapi 600 kg (ml)
CBG20%CBG30%CBG40%maxacal
400400400100
69124,17
600-800400400200
Untuk menggunakan treatment intravena tidak dapat menggunakan dosis
yang besar, hal ini sangat penting untuk mengembalikan kadar kalsium dalam
darah menjadi normal dengan cepat dan sangat tepat untuk menurunkan cow
syndrome. Hal yang perlu diingat adalah pemberian Ca yang diberikan secara IV
harus perlahan - lahan, karena apabila terlalu cepat maka dapat menimbulkan
aritmia jantung (tidak teratur).
24
3.2.9 Hipercalsemia
Hiperkalsemia terjadi ketika konsentrasi kalsium dalam darah lebih tinggi
dari kemampuan ginjal dalam mengekskresikannya. Konsentrasi kalsium yang
tinggi tersebut bisa berasal dari tulang ataupun berasal dari intestine. Sehingga,
kejadian hiperkalsiuria biasanya merupakan kondisi lanjutan dair hiperkalsemia,
kecuali pada kondisi FHH yang mana ekskresi kalsium melalui urin terganggu.
Hiperkalsemia dapat disebabkan oleh meningkatnya penyerapan pada
saluran pencernaan maupun karena meningkatnya asupan kalsium. Overdosis
vitamin D juga dapat mempengaruhi konsentrasi kalsium dalam darah yaitu
dengan meningkatnya penyerapan pada saluran pencernaan. Selain itu, penyebab
yang juga paling sering dari Hiperkalsemia adalah hiperparatiroidisme.
Gejala paling awal dari hiperkalsemia biasanya adalah konstipasi
(sembelit), kehilangan nafsu makan, mual-muntah dan nyeri perut. Hiperkalsemia
yang sangat berat sering menyebabkan gejala kelainan fungsi otak seperti
kebingungan, gangguan emosi, delirium (penurunan kesadaran), halusinasi,
kelemahan dan koma serta dapat diikuti dengan irama jantung yang abnormal dan
kematian.Pada hiperkalsemia menahun bisa terbentuk batu ginjal yang
mengandung kalsium.Bila terjadi hiperkalsemia berat dan menahun, kristal
kalsium akan terbentuk di dalam ginjal dan menyebabkan kerusakan yang
menetap.
Diagnosa hiperkalsemia dapat dilakukan pemeriksaan darah rutin. Selain
itu untuk menegakkan diagnosa dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium dan
rontgen.
Pengobatan dapat dilakukan tergantung pada tingginya kadar kalsium
darah dan penyebabnya. Jika konsentrasi kalsium tidak lebih dari 11,5 mgr/dL
darah, pengobatannya cukup dengan menghilangkan penyebabnya. Bila
konsentrasi kalsium sangat tinggi (lebih dari 15 mgr/dL darah) atau bila timbul
gejala kelainan fungsi otak, diberikan cairan intravena asalkan ginjalnya berfungsi
dengan baik.Obat-obat diuretik seperti furosemid, meningkatkan pembuangan
kalsium melalui ginjal dan merupakan terapi yang utama. Hiperparatiroidisme
biasanya diatasi dengan pembedahan untuk mengangkat satu atau lebih kelenjar
paratiroid.
25
Beberapa obat lainnya dapat digunakan untuk mengobati hiperkalsem ibila
metode lain gagal dilakukan:plicamycin, galium nitrate, calsitonin,
biphosphonates,corticosteroid. Obat-obat tersebut bekerja dengan memperlambat
pemindahan kalsium dari tulang.
3.2.10 Hiperphosfatemia
Hiperphosfatemia (kadar fosfat yang tinggi dalam darah) adalah suatu
keadaan dimana konsentrasi fosfat dalam darah lebih dari 4,5 mgr/dL darah.
Ginjal yang normal sangat efisien dalam membuang kelebihan phosfat
sehingga hiperphosfatemia jarang terjadi, kecuali pada penderita kelainan fungsi
ginjal yang sangat berat. Pada penderita gagal ginjal, hiperphostatemia merupakan
suatu masalah karena dialisa sangat tidak efektif dalam membuang kelebihan
fosfat.
Pada hewan yang menjalani dialisa, konsentrasi phosfat darahnya
meningkat, maka konsentrasi kalsium darah akan menurun. Hal ini merangsang
kelenjar paratiroid untuk mengeluarkan hormon paratiroid, yang akan
meningkatkan konsentrasi kalsium darah dengan cara mengambil kalsium dari
tulang. Jika keadaan ini terus berlanjut, bisa terjadi kelemahan tulang yang
progresif, mengakibatkan nyeri dan patah tulang karena cedera yang ringan.
Kalsium dan fosfat dapat membentuk kristal pada dinding pembuluh darah dan
jantung, menyebabkan arteriosklerosis yang berat dan memicu terjadinya stroke,
serangan jantung dan sirkulasi darah yang buruk. Kristal tersebut juga dapat
terbentuk di kulit dan menyebabkan rasa gatal yang hebat. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan hasil pemeriksaan darah dan gejala-gejalanya.
Hiperphosfatemia pada hewan dengan kerusakan ginjal diatasi dengan
mengurangi asupan phosfat dan mengurangi penyerapan phosfat dari saluran
pencernaan. Makanan yang kaya akan phosfat harus dihindari dan antasid yang
mengandung kalsium harus diminum bersamaan dengan makanan sehingga
kalsium dapat berikatan dengan phosfat dalam usus dan tidak diserap.
Perangsangan yang terus menerus pada kelenjar paratiroid dapat
menyebabkan hiperparatiroidisme dan biasanya kelenjar paratiroid harus diangkat
melalui pembedahan.
26
3.2.11 Hipophosfatemia
Hiphofosfatemia didefinisikan sebagai konsentrasi fosfor dibawah
normal ( kurang dari 2,5 mgr/dL darah). Hiphofosfatemia dapat terjadi selama
pemberian kalori pada pasien dengan malnutrisi kalori-protein yang parah. Hal ini
paling mungkin untuk terjadi dengan masukan atau pemberian sangat banyak
karbohidrat sederhana. Hiphofosfatemia jelas dapat terjadi pada pasien malnutrisi
yang mendapat nutrisi parenteral total (NPT) jika kehilangan phosfor tidak
diperbaiki secara cepat.
Hiphosfosfatemia menahun terjadi pada:
- Hiperparatiroidisme
- Hipotiroidisme (suatu kelenjar tiroid yang kurang aktif)
- Fungsi ginjal yang buruk
- Penggunaan diuretik dalam waktu lama.
- Dosis racun dari teofilin bisa mengurangi jumlah phosfat dalam tubuh.
- Mengkonsumsi sejumlah besar antacid alumunium hidroksida dalam
waktu yang lama, juga bisa mengurangi phosfat dalam tubuh, terutama
pada penderita yang mengalami dialisa ginjal.
- Cadangan fosfat juga akan berkurang pada malnutrisi berat, ketoasidosis
diabetikum, keracunan alkohol yang berat, luka bakar hebat, magnesium
rendah, kalium rendah.
- Respirasi alkalosis dapat menyebabkan penurunan fosfor karena
perpindahan fosfor interselular.
Gejala akan muncul hanya jika konsentrasi phosfat darah sangat
rendah. Pada awalnya penderita akan mengalami kelemahan otot. Selanjutnya
tulang menjadi rapuh, mengakibatkan nyeri tulang dan fraktur (patah tulang).
Pada konsentrasi yang amat sangat rendah (kurang dari 1.5 mgr/dL darah) dapat
berakibat serius menyebabkan kelemahan otot yang semakin
memburuk, stupor (penurunan kesadaran), koma dan kematian. Diagnosis
ditegakkan berdasarkan pemeriksaan darah dan gejala-gejalanya.
27
3.2.12 Defisien Fe
Defisiensi besi diasosiasi dengan penurunan konsentrasi selenium sama
dengan sintesis dan aktivitas glutation peroksida. Defisiensi besi menyebabkan
enzim yang bertanggung jawab untuk sintesis GABA yaitu Glutamic acid
decarboxylase (GAD)berkurang secara signifikan.
Defisiensi fe disebabkan karena asupan zat besi yang kurang , rendahnya
absorbs (penyerapan) zat besi oleh tubuh, kehilangan darah dan meningkatnya
kebutuhan tubuh. Gejala yang sering muncul adalah lemah, letih, dan penurunan
kekebalan tubuh. diagnosi defisiensi fe dapat anamnesis dan pemerikasaan fisik
dengan tanda-tanda klinis yang muncul.
Pengendalian dan pengobatan dengan melakukan diet zat besi yang
diawasi dengan ketat. Konsumsi makanan kaya zat besi harus ditingkatkan,
sementara makanan dan minuman seperti teh dan kopi harus dihindari karena
dapat mengganggu penyerapan zat besi. Status zat besi harus diperiksa secara
rutin.
28
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Cairan tubuh adalah air beserta unsur-unsur didalamnya diperlukan untuk
kesehatan sel. Cairan ini sebagian berada di luar sel (ekstraselular) dan yang
sebagian lagi berada di dalam sel (intraselular). Cairan sangat penting untuk
semua proses kehidupan,diantaranya untuk kelangsungan proses mtabolisme,dan
media transportasi ion, gizi, dan sisa metabolism, juga untuk sekresi enzim dan
hormone dalam mempertahankan suhu tubuh, volume dan tekanan darah. Hal
penting yang berkaitan dengan cairan tubuh adalah tentang bagaimana penyaluran
cairan ke seluruh dan dan apa saja komposisi dari cairan itu sendiri.
Adanya gangguan terhadap distribusi maupun komposisi cairan tubuh
maka akan berdampak pada kondisi tubuh dari hewan ternak. Beberapa gangguan
distribusi cairan yang sering terjadi pada hewan ternak adalah seperti ascites,
cairan pleura atau efusi pleura,maupun anasarca. Sedangkan beberapa kasus
gangguan komposisi cairan tubuh yang juga sering terjadi hewan ternak adalah
hiponatremia, hipernatremia, hiperkalemia, hipokalemia, hipercloraemia,
hipocloraemia, bilarbonat meningkat maupun menurun, hipercalsemia,
hipocalsemia,hiperphosfatemia, hipophosfatemia dan defisien Fe.
29
DAFTAR PUSTAKA
Darmawan Iyan, 2009. Hipokalemia. Jakarta : Medical Department PT. Otsuka
Indonesia.
Dr Sumantri Stevent. 2009. Pendekatan Diagnostik Hipokalemia. Jakarta :
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK Universitas Indonesia.
Ettinger, Feldman. 2005.Textbook of Veterinary Internal Medicine. Diseases of
the dog and cat. 6th ed. Elsevier Inc. pp.204-207.
Kumar Karlapudi Statish dan Devarakonda Srikala. 2104. Ascites with right heart
failure in a dog: diagnosis and management : Vol 1. Journal of Advenced
Veterinary and Animal Researsh.
Leah Cohn. 2006. Pleural Effusion In The Dog and Cat. International Congress of
the Italian Association of Companion Animal Veterinarians. University of
Missouri. College of Veterinary Medicine, Columbia.
Lorenz, M. D. dan L. M. Cornelius. 2006. Small Animal Medical Diagnosis. 2nd
Ed. Iowa, USA: Blackwell Publishing.
Nugroho.Dimas Tri. 2010. Ascites pada Anjing. [Online]. Tesrsedia :
https://pustakavet.wordpress.com/2010/12/10/ascites-pada-anjing/. html (27
November 2015)
Satjutsi, Dondin. 2015. Cairan tubuh,Keseimbangan Cairan tubuh, Elektrolit,
Asam Basa, Terapi Cairan. Jawa Barat.
Suparsa Adhy. 2012. Amami Klorida. Makassar : Universitas Indonesia Timur.
Tilley LP. dan Smith FWK. 1997. The 5 Minute Veterinary Consult : Canine and
Feline. Williams and Wilkins. USA.(diakses 27 November 2015)
30