Download - Isi laporan kunjungan
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tempe merupakan produk fermentasi oleh kapang, terbuat dari kedelai rebus
setengah matang yang kadar protein dan lemak tak jenuhnya tinggi. Tempe juga
merupakan salah satu makanan tradisional Indonesia yang sudah cukup terkenal
sebagai makanan sehari-hari. Pembuatannya merupakan industri rakyat, sehingga
hampir setiap orang dapat dikatakan mampu membuat tempe sendiri. (Sarwono,
2004). Manfaat tempe bagi tubuh sangat besar sehingga tempe digunakan sebagai
bahan makanan alternatif yang berfungsi ganda yaitu sebagai sumber gizi bagi
tubuh dan sebagai bahan makanan kesehatan. Jenis kapang yang terlibat dalam
fermentasi tempe tidak memproduksi racun (toxin), namun sebaliknya mampu
melindungi tempe terhadap racun aflatoksin dari kapang yang memproduksinya
(Koswara,1995). Proses fermentasi tempe mampu meningkatkan aktifitas dan
jumlah enzim superoksida dismutase, salah satu enzim antioksidan yang
dipergunakan untuk menjaga tubuh dari serangan radikal oksigen bebas yang
tidak terkendali yaitu penyakit kanker (Syarief,1998).
Pengolahan tempe pada umumnya masih terbatas sebagai bahan sayur, digoreng
sebagai lauk-pauk atau dibuat keripik. Sifat tempe yang mudah rusak dengan daya
tahan 2 sampai 3 hari dapat diawetkan dengan cara pengeringan. Tempe kering
yang baik dapat disimpan berbulan-bulan pada suhu ruang tanpa perubahan nyata
pada warna dan rasa. Jika pengeringan dilakuka dengan penjemuran atau dalam
alat pengering pada suhu 60-70oC maka tempe yang telah diiris tipis harus direbus
dulu dalam air pada suhu didih selama 5 menit untuk mematikan cendawan
(Sadikin, 1985).
1
Pembuatan tempe membutuhkan inokulum untuk proses fermentasi. Tanpa
inokulum tempe, kedelai yang difermentasi akan menjadi busuk. Inokulum tempe
disebut juga sebagai starter tempe dan banyak pula yang menyebut dengan ragi
tempe. Inokulum tempe atau laru merupakan sekumpulan spora kapang tempe
yang digunakan untuk bahan pembibitan dalam pembuatan tempe. Tanpa laru
sebagai benih kapangnya, kedelai yang difermentasi akan menjadi bahan busuk
(Sarwono,2004). Ragi tempe yang akan digunakan untuk fermentasi harus benar-
benar kering sehingga siap berperan sebagai bibit kapang yang baru. Ragi yang
belum benar-benar kering apabila disimpan akan menggumpal dan ditumbuhi
spora jamur perusak. Penyimpanan ragi tempe dapat dilakukan pada suhu 5-10°C
dalam plastik tertutup. Inokulum tempe yang disimpan pada suhu kamar dapat
bertahan selama 12-14 minggu dan setelah itu jumlah spora dalam inokulum
tempe akan menurun drastic dan keaktifannya juga akan berkurang
(Suprapti, 2003).
Rhizopus oryzae merupakan jenis kapang dari kelas Zygomycetes ordo Mucorales.
Kapang ini membutuhkan kondisi aerob untuk pertumbuhannya. Pada kondisi
anaerob pertumbuhan kapang ini pada umumnya sangat lambat (Schegel,1994).
Kapang Rhizopus sp. berperan penting dalam proses fermentasi kedelai menjadi
tempe dengan memproduksi enzim amilolitik, lipolitik, dan proteolitik. Pada
proses pembuatan tempe, sedikitnya terdapat empat genus Rhizopus yang dapat
digunakan. Kapang R. oligosporus merupakan genus utama, kemudian R. oryzae
merupakan genus lainnya yang banyak digunakan pada pembuatan tempe
Indonesia (Karmini, 1996).
Rhizopus oryzae mempunyai sifat-sifat antara lain; koloni berwarna putih dan
berangsur-angsur menjadi abu-abu kecoklatan, stolon halus atau sedikit
kasar.Rhizopus oryzae adalah jenis kapang yang juga berpotensi untuk
memfermentasi kedelai menjadi tempe, walaupun kecepatan fermentasinya lebih
lambat dibanding Rhizopus oligosporus, dalam fermentasinya Rhizopus oryzae
lebih banyak mensintesis enzim pemecah pati (alfa-amilase). R. oryzae memiliki
aktivitas protease tertinggi kedua setelah R. oligosporus (Sarwono, 2004). Ukuran
2
miseliumnya lebih panjang dibanding dengan Rhizopus oligosporus, sehingga
tempe yang dihasilkan Rhizopus oryzae tampak lebih padat dibandingkan kapang
Rhizopus oligosporus (Rachman,1992).
B. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan yang menjadi acuan penulis untuk membuat
laporan hasil penelitian ini adalh sebagai berikut:
1. Mengetahui proses langsung pembuatan tempe.
2. Mengetahui peranan kapang dalam proses fermentasi tempe.
C. Waktu, Tempat, dan Metode
1. Waktu dan Tempat pelaksanaan
Penelitian dilakukan pada tanggal 1 November 2014 di indusrti rumahan bapak
Warno yang beralamat di desa Tanjung Baru, Gang TKT RT 002/02, LK IV
kelurahan Kedamaian, Bandar Lampung
2. Metode Pelaksanaan
Metode Penelitian yang digunakan adalah metode Lapang,yaitu dengan terjun
langsung ke lapangan dengan berdialog langsung dengan pemilik pengelola
industri rumahan pembuatan tempe. Metode wawancara dilakukan untuk
memperoleh keterangan lebih jelas dari narasumber tentang proses pembuatan
tempe tersebut.Kunjungan Lapang bertujuan untuk mengamati sesuatu,
mengamati suatu kegiatan atau praktik, atau membawa kelompok menemui
seseorang atau objek yang tidak bisa dibawa ke dalam kelas atau ke tempat
pertemuan. Kunjungan lapangan biasanya berjangka waktu pendek, mungkin
kurang dari satu jam atau tidah lebih dari tiga jam.
3
II. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM
A. Sejarah dan Perkembangan
Industri rumahan bapak Warno dibangun mulai dari tahun 1952 yang berawal dari
ibu Bapak Warno.Kemudian secara turun temurun industri rumahan tersebut
diwariskan kepada anak-anaknya hingga saat ini.Salah satu anaknya yang saat ini
memegang tanggung jawab industri rumahan pembuatan tempe adalah Bapak
Warno. Awalnya Pak Warno belajar mengembangkan proses pembuatan tempe
dari ayahnya.Dalam prosesnya beliau tidak pernah gagal dalam mengembangkan
industri rumahannya itu.Sampai saat ini beliau masih terus mengembangkan
industri rumahannya tersebut di daerah Bandar lampung.
B. Gambaran Umum
1. Lokasi
Lokasi industritempe terletak di RT 002 RW 02, LK IV, Gg. TKT Desa Tanjung
Baru Kelurahan Kedamaian, Bandar Lampung. Kode pos 35122.
4
2. Tata Letak
3. Fasilitas
Industri tempe Pak Warno dilengkapi dengan kompor gas , rak penyimpanan
tempe, dan drum penyimpan air.
C. Struktur Organisasi
Industri tempe Pak Warno tidak memiliki struktur organisasi yang jelas , karena
industri ini hanya dikelola oleh Pak Warno dan Bu Warno saja. Selain itu
pembuatanya yang sudah sistematis dan jumlah produksi dalam skala yang kecil
membuat Bapak dan Ibu Warno tidak melibatkan orang lain sebagai tenaga kerja.
5
III. HASIL KEGIATAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Kegiatan
1. Karakteristik Bahan Baku
a. Kacang Kedelai
Dalam Industri Tempe Pak Warno kacang kedelai yang digunakan adalah kedelai
impor yang ukurannya sedang dan sudah berumur tua.
b. Ragi Tempe
Ragi yang digunakan bermerek RAPRIMA sebagai inokulum tempe dengan
komposisi beras dan jamur tempe, diproduksi oleh PT. ANEKA FERMENTASI
INDONESIA (AFI) di Kota Bandung. BPOM RI MD 256928001051 dengan
berat bersih kemasan 500 gram.
2. Proses Produksi Tempe
a. Bahan Produksi Tempe
Bahan yang digunakan untuk membuat tempe adalah kacang kedelai dan ragi.
6
Gambar 1. Kacang Kedelai
Gambar 2. Ragi RAPRIMA
b. Alat Produksi Tempe
Alat yang digunakan dalam proses pembuatan tempe adalah drum besar, kompor
gas, corong plastik, plastik kemasan, ember besar, rak tempe, penutup tempe,
pisau, dan lilin perekat.
7
c. Proses Produksi
8
c. Faktor yang Mempengaruhi Proses Produksi
Faktor yang mempengaruhi proses produksi tempe adalah pencucian kedelai,
pemberian kadar ragi, dan suhu atau cuaca. Pencucian kacang kedelai merupakan
factor utama yang menentukan kualitas tempe. Pemberian takaran ragi yang
sesuai yakni 1 kemasan ragi RAPRIMA digunakan untuk 10 kali produksi.Dalam
1 kali produksi menggunakan 50 kg kacang kedelai dan 2 sendok ragi. Dalam
pemberian ragi harus menyesuaikan juga dengan keadaan cuaca, jika cuaca dingin
maka jumlah ragi yang diberikan ditambah kadar raginya, kemudian sebaliknya
jika cuaca panas ragi yang diberikan dikurangi kadarnya.
B. Pembahasan
Tempe adalah makanan hasil fermentasi yang sangat terkenal di Indonesia. Tempe
yang biasa dikenal oleh masyarakat Indonesia adalah tempe yang menggunakan
bahan baku kedelai. Fermentasi kedelai dalam proses pembuatan tempe
menyebabkan perubahan kimia maupun fisik pada biji kedelai, menjadikan tempe
lebih mudah dicerna oleh tubuh. Tempe segar tidak dapat disimpan lama, karena
tempe tahan hanya selama 2 x 24 jam, lewat masa itu, kapang tempe mati dan
selanjutnya akan tumbuh bakteri atau mikroba perombak protein, akibatnya tempe
cepat busuk ( Sarwono, 2004)
Proses fermentasi pembuatan tempe memakan waktu 36 – 48 jam. Hal ini ditandai
dengan pertumbuhan kapang yang hampir tetap dan tekstur yang lebih kompak.
Jika proses fermentasi terlalu lama, menyebabkan terjadinya kenaikan jumlah
bakteri, jumlah asam lemak bebas, pertumbuhan jamur juga menurun dan
menyebabkan degradasi protein lanjut sehingga terbentuk amoniak. Akibatnya,
tempe yang dihasilkan mengalami proses pembusukan dan aromanya menjadi
tidak enak. Hal ini terjadi karena senyawa yang dipecah dalam proses fermentasi
adalah karbohidrat (Winarno, 1980). Namun pada industri tempe Bapak Warno
proses fermentasi tempe memakan waktu hingga 72 jam. Tempe segar
mempunyai aroma lembut seperti jamur yang berasal dari aroma miselium kapang
bercampur dengan aroma lezat dari asam amino bebas dan aroma yang
9
ditimbulkan karena penguraian lemak makin lama fermentasi berlangsung, aroma
yang lembut berubah menjadi tajam karena terjadi pelepasan amonia (Astawan,
2004).
Menurut Kasmidjo (1990) tempe yang baik harus memenuhi syarat mutu secara
fisik dan kimiawi. Tempe dikatakan memiliki mutu fisik jika tempe itu sudah
memenuhi ciri-ciri tertentu. Ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut :
a. Warna Putih
Warna putih ini disebabkan adanya miselia kapang yang tumbuh pada permukaan
biji kedelai.
b. Tekstur Tempe Kompak
Tempe yang baik mempunyai bentuk kompak yang terikat oleh miselium
sehingga terlihat berwarna putih dan bila diiris terlihat keeping kedelainya
(Lestari, 2005).
c. Aroma dan Rasa khas tempe
Terbentuk aroma dan rasa yang khas pada tempe disebabkan terjadinya degradasi
komponen – komponen dalam tempe selama berlangsungnya proses fermentasi.
Tempe dengan kualitas baik mempunyai ciri-ciri berwarna putih bersih yang
merata pada permukaannya memiliki struktur yang homogen dan kompak serta
berasa berbau dan beraroma khas tempe. Tempe dengan kualitas buruk ditandai
dengan permukaannya yang basah struktur tidak kompak adanya bercak bercak
hitam, adanya bau amoniak dan alcohol serta beracun (Astawan 2004). Menurut
Bu Warno, tempe dengan kualitas baik adalah tempe yang jamurnya tumbuh dengan baik
dan berwarna putih bersih, serta tahan hingga 4 hari di luar ruangan.
10
Komposisi Kimia dalam 100 gr Tempe Kedelai
Komposisi Jumlah
Kaloro (kal) 149,00
Air (gr) 64,00
Protein kasar (gr) 18,30
Lemak (gr) 4,00
Vitamin A (SI) 50,00
Karbohidrat (gr) 12,70
Kalsium (gr) 129,00
Fosfor (mg) 154,00
Vitamin B1 (mg) 0,17
Besi (mg) 10,00
Sumber : Direktorat Gizi Depkes.RI (1992)
Sedangkan perubahan kandungan asam amino selama proses pembuatan tempe
dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Kandungan Asam Amino Esensial (mg/g Nitrogen)
As. Amino Kedelai Tempe
Metionin - sistein 165 171
Treonin 247 267
Valin 291 349
Lisin 391 404
Leusin 494 538
Fenilalanin - tirosin 506 475
Isoleusin 290 340
Triptofan 76 84
Dalam proses pembuatan tempe pada umumnya meliputi 2 tahap yaitu, tahap
perlakuan pendahuluan dan tahap fermentasi. Perlakuan pendahuluan adalah
11
menyiapkan biji mentah menjadi biji matang tanpa kulit dan cocok untuk
pertumbuhan kapang (Susanto, 1996).Pada tahap fermentasi hal yang perlu
diperhatikan yaitu, pengaturan suhu ruang fermentasi agar mencapai suhu ideal
fermentasi 30º C (Suprapti, 2003).
Menurut Sarwono (2004), proses produksi secara umum seperti yang terlihat pada
Gambar 1 :
Tahap pembuatan tempe diatas secara lebih jelasnya sebagai berikut (Cahyadi,
2006):
a. Biji yang dipilih atau dibersihkan dari kotoran, dicuci dengan air bersih.
b. Masukkan biji kedelai ke dalam panci berisi air, kemudian rebus selama 30
menit.
c. Biji yang direbus kemudian direndam selama ± 24 jam dengan air rebusan tadi.
d. Kedelai ditiriskan dan dicuci dengan air untuk mengupas kulitnya dengan cara
12
diremas - remas hingga akhirnya didapatkan keping - keping kedelai.
e. Kemudian biji kedelai dicuci kembali, lalu direbus lagi selama 20 menit.
f. Biji kedelai rebus ini lalu ditiriskan.
g. Proses selanjutnya pencampuran biji dengan penambahan ragi .Setelah itu
bungkuskedelai yang sudah bercampur rata dengan ragi menggunakan daun
pisang atau plastik yang sebelumnya plastik dilubangi dengan jarak 1-2 cm, untuk
memberikan udara supaya jamur yang tumbuh berwarna putih.
h. Lakukan pemeraman selama 2 hari.
Kapang tempe bersifat aerob obligat membutuhkan oksigen untuk
pertumbuhannya sehingga apabila dalam proses fermentasi itu kurang oksigen,
maka pertumbuhan kapang akan terhambat dan proses fermentasinya pun tidak
berjalan lancar. Oleh karena itu, pada pembungkus tempe biasanya dilakukan
penusukan dengan lidi yang bertujuan agar oksigen dapat masuk dalam bahan
tempe. Sebaliknya, jika dalam proses fermentasinya kelebihan oksigen, dapat
menyebabkan proses metabolismenya terlalu cepat, sehingga suhu naik dan
pertumbuhan kapang terhambat (Kusharyanto dan Budiyanto, 1995).
Pembuatan tempe antara literature yang ada dengan industri tempe Pak Warno
memiliki prose yang sama. Hanya saja pada industri tempe Pak Warno fermentasi
tempe memakan waktu 3 hari, sedangkan pada literature fermentasi tempe
memakan waktu 2 hari.
13
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Pada kegiatan kali ini dapat disimpulkan bahwa:
1. Pencucian kedelai atau kebersihan merupakan hal terpenting, karena jika
steril maka tempe yang dihasilkanpun akan baik dan lebih tahan lama.
2. Pemakaian jenis kedelaipun harus sesuai, karena jika memakai kedelai
yang tidak sesuai tempe akan menghasilkan rasa dan teksture yang
berbeda atau kurang enak.
3. Pada saat tempe didiamkan untuk menghasilkan spora suhunya harus tetap
di jaga, suhu tidak boleh terlalu panas maupun dingin.
4. Pemberian ragi tergantung terhadap cuaca pada saat itu.
B. Saran
Sebaiknya tempat produksi tidak dekat dengan kandang ternak. Di kandang
ternak banyak bakteri yang tumbuh, salah satunya adalah bakteri Echericia
coli yang terdapat pada kotoran ternak. Tempe bisa terkontaminasi oleh
bakteri tersebut, sehingga dapat menimbulkan penyakit bila mengonsumsinya.
Tempat produksi haruslah steril dan jauh dari tempat kotor yang mengandung
berbagai jenis mikroba yang dapat menimbulkan penyakit.
14
DAFTAR PUSTAKA
Astawan M, 2004. Potensi Tempe Ditinjau Dari Segi Gizi dan Medis “
Tetap Sehat Dengan Produk Makanan Olahan. Tiga Serangkai.
Solo.
Cahyadi, W. 2006. Kedelai Khasiat dan Teknologi. Bumi Aksara. Bandung
Departemen Kesehatan RI., 1992. Daftar Komposisi Bahan Makanan.
Bhratara. Karya Aksara, Jakarta.
Kamidjo, R.B. 1990. Tempe Mikrobiologi dan Bokimia Pengolahan
SertaPemanfaatannya. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi
UGM. Yogyakarta.
Karmini, M dan Hermana.1996. Pengembangan Teknologi Pembuatan
Tempe.Bunga Rampai Tempe Indonesia.Yayasan Tempe
Indonesia. Jakarta.
Koswara, S. 1995. Teknologi Pengolahan Kedelai. Pustaka Sinar Harapan.
Jakarta.
Kusharyanto dan Budiyanto. 1995. Upaya Pengembangan Produk Tempe
Dalam Industri Pangan.Di Dalam Prosiding Simposium
Nasional Pengembangan Tempe Dalam Industri Pangan
Modern.Yayasan Tempe Indonesia. Jakarta.
15
Lestari, E. 2005. Pengaruh Penambahan Bekatul Sebagai Bahan Pengisi
Tempe TerhadapKadar Protein Tempe Kedelai. [Skripsi]. UMS.
Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta.
Rachman. A. 1992. Pengantar Teknologi Fermentasi. ITB. Bandung.
Rumah Tangga. Departemen Pertanian RI – UNICEF
Sadikin, S,dkk.1985. Kedelai. Badan Penelitian Dan Pengembangan
Pertanian. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Tanaman
Pangan. Bogor.
Sarwono.2004. Membuat Tempe dan Oncom. Penebar Swadaya. Jakarta.
Schlegel, H. G. (1994). Mikrobiologi Umum. Gadjah Mada University Press
Suprapti, M.L. 2003. Pembuatan Tempe. Kanisius. Yogyakarta
Susanto D. 1996. Aspek Pengetahuan dan Sosio Budaya dalam Rangka
Ketahanan Pangan Rumah tangga. Laporan Lokakarya
Ketahanan Pangan.
Syarief, R dan A.Irawati. 1988. Pengetahuan Bahan Untuk Industri Pertanian.
Winarno, F.G., 1980. Enzim Pangan. Pusbangtepa, Bogor.
16
LAMPIRAN
17