Download - IHTU IRDI 1
PENGENALAN SPESIMEN HAMA ORDO HEMIPTERA DAN THYSANOPTERA
(Laporan Praktikum Ilmu Hama Tumbuhan Umum)
OlehIrdiani Risanda
1114121109
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGIFAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG2013
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hama merupakan binatang perusak tanaman budidaya yang berguna untuk
kesejahteraan manusia. Tanaman yang mudah terserang hama adalah tanaman
sayuran seperti tomat, kol, wortel, sawi dan masih banyak lagi jenis sayuran,
beberapa jenis hama perusak adalah, ulat tritip, ulat titik tumbuh, aphis, ulat buah dan
lain sebagainya yang jumlahnya ribuan. Binatang peliharaan juga dapat berperan
sebagai hama penggangu tanaman, seperti kambing yang dibiarkan berkeliaran dan
tidak dijaga dapat memakan tanaman budidaya yang tentu saja dapat mengakibakan
kerugian bagi para petani, binatang liar yang hidup di hutan seperti monyet juga dapat
menjadi hama, biasanya binatang ini menyrang tanaman budidaya karena sudah tidak
mendapat makanan di hutan karena kurangnya jumlah pohon sebagai tempat mencari
makan bagi binatang-binatang ini. (Semangun, 1991)
Dalam pertanian, hama adalah organisme pengganggu tanaman yang menimbulkan
kerusakan secara fisik, dan ke dalamnya praktis adalah semua hewan yang
menyebabkan kerugian dalam pertanian. Beberapa anggota ordo hemipteradan
thysanoptera seperti walang sangit dan kepik hijau.
Heminoptera, hemi berarti setengah, sedangkan ptera berarti sayap. Berarti sayap
serangga dalam ordo ini setengah tebal dan setengahnya lagi tipis sayap seperti ini
biasa disebut hemelytra, mulutnya berbentuk alat penusuk atau penghisap, ordo ini
dibagi menjadi dua subordo yaitu cryptocerata dan gymnocerata. Yang termasuk
heteroptera biasanya serangga yang pasangan sayap mukanya pada bagian dasarnya
menebal dan bagian ujungnya tipis seperti membrane. Contoh serangga yang masuk
dalam ordo ini adalah kepik-kepikan, kalajengking air dan kutu busuk. Banyak
diantaranya yang menjadi hama tanaman pertanian, ada pula yang bersifat sebagai
predator.
Hemiptera terdiri dari 4 subordo berbeda: Auchenorrhyncha, Coleorrhyncha,
Heteroptera, dan Sternorrhyncha. Subordo penyusun Hemiptera sendiri pada awalnya
dipisahkan ke dalam 2 ordo berbeda, ordo Homoptera dan ordo
Heteroptera/Hemiptera dengan melihat perbedaan pada kedua sayap serangga
anggota penyusun kedua ordo tersebut. Kedua ordo tersebut akhirnya dikombinasikan
menjadi satu ordo, yaitu ordo Hemiptera yang terdiri dari 4 subordo seperti yang
dikenal sekarang dengan subordo Heteroptera memiliki anggota penyusun terbanyak
(mencapai 25.000 spesies) di mana anggotanya umumnya adalah kepik-kepik sejati
besar seperti walang sangit dan kepik pembunuh.
Ordo thysanoptera, kata thysanoptera berasal dari bahasa yunani, yaitu thysano
(rumbai-rumbai) dan ptera (sayap). Artinya, serangga ini memiliki sayap yang
tepinya berumbai-rumbai. Serangga yang termasuk dalam ordo ini disebut thrips.
Panjang thrips sekitar !-2 mm, badanya berwarna hitam, kadang ada titik merah atau
garis merah, datar dan langsing. Sementara itu warna thrips yang masih muda ada
yang pucat keputihan, kekuningan atau jernih, serta kulit mengkilap jingga atau
merah. Bagian mulut thrips digunakan untuk menusuk dan mengisap. Thrips
mengisap cairan dari permukaan daun sehingga akan terjadi bercak yang berwarna
putih, seperti perak. Meskipun umumnya merugikan tetapi ada juga thrips yang tidak
merugikan tetapi ada juga jenis thrips yang memakan madu dari bunga-bungaan atau
terdapat pada cendawan dan ganggang pada kulit pohon. Dan ada juga yang menjadi
predator tungau dan kutu-kutu kecil seperti thrips aleurodothrips yang menyerang
kutu-kutu perisai.
Dari kedua ordo tersebut beberapa diantaranya amat erat kaitannya dengan bidang
pertanian baik dikatakan sebagai hama ataupun predator.
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Mengenal beberapa spesimen hama ordo hemiptera dan thysanoptera.
2. Mengetahui klasifikasi ilmiah tiap spesimen serangga.
3. Mengetahui karakteristik beberapa spesimen hama ordo hemiptera dan
thysanoptera.
II. METODOLOGI PERCOBAAN
2.1 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah spesimen kepik hijau,
walang sangit, giant water bug, serta 10 spesimen lainnya yang telah disediakan dari
ordo hemiptera dan thysanoptera serta alat tulis.
2.2 Prosedur Percobaan
Adapun prosedur percobaan ini adalah sebagai berikut:
1. Mengamati spesimen hama ordo hemiptera dan thysanoptera yang telah
ada.
2. Menggambar spesimen hama ordo hemiptera dan thysanoptera yang
diamati.
3. Menggolongkan spesimen termasuk golongan OPT ataupun predator.
III. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Pengamatan
Berikut ini adalah data yang diperoleh dari pengamatan spesimen hama ordo
hemiptera dan thysanoptera.
a. Predator
No. Gambar Spesimen Klasifikasi Ilmiah
1. Kingdom : Animalia
Phylum :
Arthropoda
Class : Insecta
Order : Hemiptera
Suborder : Heteroptera
Family : Nepidae
Genus : Nepa
Species : Nepa
cinerea
2. Kingdom: Animalia
Phylum: Arthropoda
Class: Insecta
Order: Hemiptera
Suborder: Heteroptera
Infraorder:
Pentatomomorpha
Superfamily:
Pentatomoidea
Family: Pentatomidae
Genus : Andrallus
Species : Andrallus
spinidens
3. Kingdom: Animalia
Phylum: Arthropoda
Class: Insecta
Order: Hemiptera
Suborder: Heteroptera
Family: Gerridae
Genus : Gerris
Species : Gerris remigis
4. Kingdom: Animalia
Phylum: Arthropoda
Class: Insecta
Order: Hemiptera
Suborder: Heteroptera
Superfamily:
Cimicomorpha Family:
Reduviidae
Genus : Gminatus
Species : Gminatus
australis
5. Kingdom: Animalia
Phylum: Arthropoda
Class: Insecta
Order: Hemiptera
Suborder: Heteroptera
Infraorder:
Pentatomomorpha
Superfamily:
Pyrrhocoroidea Family:
Pyrrhocoridae
Genus : Antilochus
Species : Antilochus sp
6. Kingdom: Animalia
Phylum: Arthropoda
Class: Insecta
Order: Hemiptera
Family: Belostomatidae
Genus: Lethocerus
Species: Lethocerus
indicus
b. OPT
No. Gambar Spesimen Klasifikasi Ilmiah
1. Kingdom: Animalia
Phylum: Arthropoda
Class: Insecta
Ordor: Hemiptera
Superfamily:
Coccoidea
Family: Coccidae
Genus: Coccus
Species: Coccus viridis
2. Kingdom: Animalia
Phylum: Arthropoda
Class: Insecta
Ordo: Hemiptera
Subordo: Heteroptera
Infraorder:
Pentatomomorpha
Superfamily:
Pyrrhocoroidea
Family: Pyrrhocoridae
Genus : Dsydercus
Species : Dsydercus
cingulatus
3. Kingdom: Animalia
Phylum: Arthropoda
Class: Insecta
Order: Hemiptera
Suborder: Heteroptera
Infraorder:
Pentatomomorpha
Superfamily:
Pentatomoidea
Family: Pentatomidae
Genus : Nezara
Species : Nezara
viridula
4. Kingdom : Animalia
Phylum: Arthopoda
Class : Hexapoda
Ordo : Hemiptera
Family : Alydidae
Genus : Leptocorixa
Spesies : leptocorixa
acuta
5.
6. Wereng coklat Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Ordo : Hemiptera
Family : Delphacidae
Genus : Nilaparvata
Species : Nilaparvata
lugens
7. Kingdom: Animalia
Phylum: Arthropoda
Class: Insecta
Order: Hemiptera
Suborder: Heteroptera
Family : Miridae
Genus : Helopeltis
Species : Helopeltis sp
3.2 Pembahasan
Dari hasil pengamatan yang telah diperoleh dapat diketahui bahwa ordo
hemiptera mempunyai 4 subordo berbeda: Auchenorrhyncha, Coleorrhyncha,
Heteroptera, dan Sternorrhyncha. Subordo penyusun Hemiptera sendiri pada
awalnya dipisahkan ke dalam 2 ordo berbeda, ordo Homoptera dan ordo
Heteroptera/Hemiptera dengan melihat perbedaan pada kedua sayap serangga
anggota penyusun kedua ordo tersebut. Kedua ordo tersebut akhirnya
dikombinasikan menjadi satu ordo, yaitu ordo Hemiptera yang terdiri dari 4
subordo seperti yang dikenal sekarang dengan subordo Heteroptera memiliki
anggota penyusun terbanyak (mencapai 25.000 spesies) di mana anggotanya
umumnya adalah kepik-kepik sejati besar seperti walang sangit dan kepik
pembunuh.
Alat mulut adalah pintu gerbang bagi serangga untuk mendapatkan pakannya.
Secara umum, alat mulut serangga terletak di bagian depan-bawah kepala, dan
terbentuk dari beberapa bagian. Secara umum, ada dua tipe alat mulut
serangga, yang disesuaikan dengan jenis pakannya, yaitu tipe penggigit-
pengunyah dan pencucuk-pengisap. Oleh para ahli biologi serangga, tipe alat
mulut ini dipelajari secara teliti terutama untuk mengidentifikasi jenis
serangga dengan cara melihat bentuk luka pada tumbuhan atau benda-benda
lain yang menjadi pakan dari serangga. Misalnya, kerusakan berupa hilangnya
beberapa bagian dari tubuh tumbuhan dapat diartikan sebagai kerusakan
akibat serangan serangga dengan alat mulut penggigit-pengunyah (Arie,1994).
a. Tipe penggigit-pengunyah
Tipe alat mulut ini ditandai oleh adanya mandibula dan maksila yang besar,
dan amat jelas bentuknya. Bagian paling depan adalah labrum (diterjemahkan
bebas sebagai bibir atas) yang menutupi mandibula yang terletak di samping,
maksila yang terletak di belakang mandibula, labium (bibir bawah), dan
hipofaring yang terletak di “dalam” rongga (sering pula diterjemahkan
sebagai “lidah”), dan dua pasang palpi (tunggal: palpus) yang masing-masing
melekat pada maksila (palpi maksilaris) dan labium (palpi labialis).
Labrum berfungsi untuk “menuntun” dan “memegang” pakan masuk ke dalam
rongga mulut bersama dengan gerakan mandibula, maksila, labium, dan
hipofaring yang berfungsi sebagai lidah yang mendorong pakan tadi masuk ke
saluran pencernaan.
Mandibula atau disebut pula “rahang atas” berfungsi untuk memotong dan
menggerus makanan, dan pada beberapa serangga, misalnya semut kasta
prajurit atau rayap kasta prajurit, mandibula berfungsi sebagai alat pertahanan
(menyerang musuh atau pengganggu). Mandibula dua serangga ini tidak dapat
digunakan sebagai alat makan, sehingga harus mereka membutuhkan bantuan
dari rayap pekerja untuk mendapatkan. Bagian ujung mandibula berbentuk
runcing (berguna untuk menyayat dan merobek), sedangkan bagian
belakangnya bergerigi dan berguna untuk menggerus.
Maksila atau “rahang bawah” berfungsi membantu mandibula mengunyah
pakan. Maksila nimfa capung berukuran sangat besar dan berfungsi untuk
menangkap mangsa. Pada bagian samping maksila tumbuh palpi (palpi
maksilari) yang bertugas memegang dan menyerpih pakan. Pada palpi juga
tumbuh rambut-rambut berukuran sangat halus yang berfungsi sebagai alat
pengindra.
Alat mulut penggigit-pengunyah dimiliki oleh serangga-serangga dari ordo
Orthoptera (bangsa belalang dan jengkerik), ordo Mantodea (belalang
sembah), ordo Blattodea (bangsa kecoa), ordo Odonata (bangsa capung), ordo
Coleoptera (bangsa kumbang), larva ordo Lepidoptera (bangsa kupu-kupu dan
ngengat), ordo Dermaptera (bangsa cocopet), dan ordo Hymenoptera (semut
dan beberapa tawon).
b. Tipe pencucuk-pengisap
Jika Anda kebetulan dapat menyaksikan seekor nyamuk yang sedang
menusukkan “jarum”-nya ke lengan Anda, maka itulah contoh serangga yang
mempunyai mulut bertipe pencucuk-pengisap. Alat mulut ini terdiri dari
sebuah labium yang berperan sebagai pipa (mengisap atau untuk
mengeluarkan zat anti penggumpalan darah), dan “sarung” yang terdiri dari
mandibula, maksila, dan labrum.
Sementara itu, alat mulut lalat “penggigit” (meskipun sebenarnya adalah
penusuk) atau stable fly (famili Muscidae) hanya terdiri dari labium, labrum
dan hipofaring yang membentuk sebuah pipa untuk mengisap darah mangsa.
Alat mulut kepik, wereng dan sejenisnya terdiri dari mandibula dan maksila
yang membentuk sebuah pipa tajam dan runcing (stilet) dan dibungkus oleh
sarung labium.
c. Tipe pencecap
Lalat rumah (genus Musca) mempunyai alat mulut yang berbentuk unik, yaitu
mirip pengisap debu.
Bagian terbesar dari alat mulut lalat rumah adalah labium yang bagian
ujungnya lebar (disebut labellum) dan pada permukaannya terdapat banyak
sekali rambut-rambut dan lubang-lubang kecil untuk mengisap cairan
pakannya.
d. Tipe pengisap
Kupu-kupu yang sedang menjulurkan “belalai”-nya ke dalam dasar putik
bunga untuk mendapatkan cairan manis pakannya. Inilah contoh alat mulut
bertipe pengisap, yang umum disebut probosis. Belalai ini unik, karena ketika
tidak digunakan akan digulung, kemudian akan dijulurkan jika hendak
digunakan. Dalam hal ini, peranan otot-otot di dalam probosis ini sangat
penting. Ada sekurangnya empat jenis otot yang berperan, yaitu otot
penggulung (retractor), otot elevator dorsal, otot elevator probosis, dan otot
miring yang terdapat di sepanjang saluran proboscis (Semangun,1991).
Thysanos artinya rumbai dan pteron berarti sayap. Serangga dari ordo
Thysanoptera ini berukuran sangat kecil. Sayapnya berjumlah dua pasang
dengan bentuk memanjang, sempit, membranus, dan pada bagian tepinya
terdapat rambut-rambut halus berumbai. Perkembangan hidup serangga
Thysanoptera adalah paurometabola (telur-nimfa-imago). Tipe alat mulut
nimfa dan imago pencucuk-pengisap. Serangga dari ordo ini dapat merusak
daun, bunga, dan buah tanaman. Daun yang terserang menjadi keriting atau
salah bentuk. Bunga yang terserang menjadi salah bentuk atau gugur,
sedangkan serangan pada buah menyebabkan bercak-bercak atau gugur. Jenis
serangga dari ordo Thysanoptera yang sering merusak tanaman antara lain :
Thrips hitam pada tanaman jagung (Heliothrips striatoptera Kob)
Thrips pada bibit padi dan jagung (Thrips oryzae Will)
Thrips bawang (Thrips tabaci Lind)
Walang sangit adalah serangga yang menjadi hama penting pada tanaman
budidaya, terutama padi. Hewan ini mudah dikenali dari bentuknya yang
memanjang, berukuran sekitar 2 cm, berwarna coklat kelabu, dan memiliki
“belalai” (proboscis) untuk menghisap cairan tumbuhan. Walang sangit
adalah anggota ordo Hemiptera (bangsa kepik sejati). Walang sangit
menghisap cairan tanaman dari tangkai bunga (paniculae) dan juga cairan
buah padi yang masih pada tahap masak susu sehingga menyebabkan tanaman
kekurangan hara dan menguning (klorosis), dan perlahan-lahan melemah.
Nama hewan ini menunjukkan bentuk pertahanan dirinya, yaitu mengeluarkan
aroma yang menyengat hidung (sehingga dinamakan “sangit”). Sebenarnya
tidak hanya walang sangit yang mengeluarkan aroma ini, tetapi juga banyak
anggota Alydidae lainnya.
Walang sangit (Leptocorisa acuta) mempunyai daerah sebaran yang sangat
luas, hampir di semua negara produsen padi. Daerah penyebaran L. acuta)
antara Asia Tenggara, Kepulauan Fiji, Australia, Srilangka, India, Jepang,
Cina, Pakistan dan Indonesia . Di Indonesia Leptocorisa acuta tersebar di
daerah Jawa, Bali, Sumatera, dan Sulawesi Walang sangit selain menyerang
tananamn padi yang sudah bermalai dapat pula berkembang pada rumput-
rumputan seperti Panicium crusgalli L., Paspalum dilatatum Scop., rumput
teki (Echinocloa crusgalli dan E. Colonum).
Walang sangit (L. acuta) mengalami metamorfosis sederhana yang
perkembangannya dimulai dari stadia telur, nimfa dan imago. Imago
berbentuk seperti kepik, bertubuh ramping, antena dan tungkai relatif panjang.
Warna tubuh hijau kuning kecoklatan dan panjangnya berkisar antara 15 – 30
mm. Telur berbentuk seperti cakram berwarna merah coklat gelap dan
diletakkan secara berkelompok. Kelompok telur biasanya terdiri dari 10 – 20
butir. Telur-telur tersebut biasanya diletakkan pada permukaan atas daun di
dekat ibu tulang daun. Peletakan telur umumnya dilakukan pada saat padi
berbunga. Telur akan menetas 5 – 8 hari setelah diletakkan. Perkembangan
dari telur sampai imago adalah 25 hari dan satu generasi mencapai 46 hari.
Nimfa berwarna kekuningan, kadang-kadang nimfa tidak terlihat karena
warnanya sama dengan warna daun. Stadium nimfa 17 – 27 hari yang terdiri
dari 5 instar Imago walang sangit yang hidup pada tanaman padi, bagian
ventral abdomennya berwarna coklat kekuning-kuningan dan yang hidup pada
rerumputan bagian ventral abdomennya berwarna hijau keputihan. Bertelur
pada permukaan daun bagian atas padi dan rumput-rumputan lainnya secara
kelompok dalam satu sampai dua baris. Aktif menyerang pada pagi dan sore
hari, sedangkan di siang hari berlindung di bawah pohon yang lembab dan
dingin.
Perkembangan yang baik bagi hama Walang sangit terjadi pada suhu antara
27 – 30 oC. Perkembangan Walang Sangit telah diketahui Gejala Serangan
dan Kerusakan yang ditimbulkan terjadi pada waktu temperatur sedang, curah
hujan rendah dan sinar matahari terang. Walang sangit dapat berkembang biak
di lahan dataran rendah maupun di dataran tinggi.
Wereng coklat berkembang biak secara seksual. Siklus hidup wereng cokelat
semenjak telur hingga umur matinya dapat dijelaskan sebagai berikut :
a.Telur
Masa prapenelurannya 3-4 hari untuk brakiptela (bersayap kerdil) dan 3-8 hari
untuk makroptera (bersayap panjang) (MOCHIDA, 1977). Telur biasanya
diletakan pada jaringan pangkal pelepah daun. Tetapi, kalau populasinya
tinggi, telur diletakan di ujung pelepah daun dan tulang daun. Telur diletakan
berkelompok, satu kelompok telur terdiri dari 3-21 butir. Bentuk telur wereng
coklat lonjong agak melengkung berdiameter 0,067-0,133 milimeter dengan
panjangnya antara 0.830-1,000 milimeter. Dalam waktu sekitar 9 hari telur
telah mulai menetas.Satu wereng betina tidak meletakan telur hanya pada satu
rumpun padi, tetapi dari beberapa rumpun dan berpindah-pindah. Dengan
demikian pada suatu saat nimfa sudah tersebar pada beberapa rumpun.
b.Larva/nimfa
Telur wereng cokelat menetas menjadi nimfa. Metamorfosanya sederhana
atau bertingkat disebut heterometabola. Serangga muda mirip induknya.
Makanannyapun sama dengan serangga induknya. Nimfa mengalami lima
instar dan rata-rata waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan stadium
nimfa beragam, tergantung dari bentuk dari bentuk dewasa ysng muncul.
Nimfa dapat berkembang menjadi dua bentuk wereng dewasa bentuk pertama
adalah makroptera (bersayap kerdil) yaitu wereng cokelat yang mempunyai
sayap depan dan sayap belakang secara normal. Bentuk kedua adalah
brakiptera (bersayap kerdil) yaitu wereng cokelat dewasa yang mempunyai
sayap depan dan sayap belakang yang tumbuh tidak normal, terutama sayap
belakang sangat rudimental. wereng cokelat mulai bersayap dalam umur
sekitar 13 hari. Umumnya wereng brakiptera bertubuh lebih besar,
mempunyai tungkai dan peletak telur lebih panjang (Kisimoto, 1957).
Hasil kopulasi antar jantan brakiptera dengan betina brakiptera, atau betina
makroptera dan hasil kopulasi antar jantan makroptera dengan betina
brakiptera, atau betina makroptera pada generasi ke-1 menghasilkan jantan
makroptera dan brakiptera dari kedua jenis kelamin.
Baehaki (1884) melaporkan bahwa tingkat perkembangan wereng cokelat
brakiptera dapat dibagi menjadi masa prapeneluran 2-8 hari, masa bertelur 9-
20 hari, dan masa pasca peneluran beberapa jam sampai 3 hari, sedangkan
pradewasa adalah 19-23 hari. Lee dan park (1977) melaporkan bahwa umur
serangga dewasa ialah 20-30 hari, tetapi mungkin pada tanaman yang tahan
akan lebih pendek.
Selain dipengaruhi oleh kepadatan populasi munculnya wereng makroptera
juga dipengaruhi oleh umur tanaman dan kurangnya makanan. Pemunculan
makroptera lebih banyak pada tanaman tua daripada tanaman muda dan pada
tanaman setengah rusak (partially hopperburn) dibanding dengan tanaman
sehat.
Faktor alelokemik tanaman merupakan faktor yang agak langsung
mempengaruhi bentuk sayap. Jaringan tanaman hijau kaya bahan kimia mimik
hormon juvenil. Tetapi pada padi yang mengalami penuaan bahan kimia
mimik hormon juenilnya berkurang. Oleh karena itu perkembangan wereng
cokelat pada tanaman tua atau setengah tua banyak muncul makroptera.
Perubahan bentuk sayap ini penting sekali ditinjau dari tersedianya makanan
pokok di lapang. Pada lahan tanaman yang sudah dipanen makanan wereng
menjadi berkurang, sehingga wereng menghadapi katastropi. Sebelum terjadi
bencana tersebut wereng cokelat merubah posisi menjadi wereng makroptera,
lalu bermigrasi mencari tempat baru yang cocok untuk perkembang
biakannya.
c.Kemudian akan mulai bertelur kembali setelah mencapai umur sekitar 2
minggu, dan selanjutnya seperti diatas.
Jadi, dalam waktu yang relative singkat wareng cokelat akan berlipat ganda
mencapai jumlah yang besar. Umur kematiannya yaitu setelah mencapai
sekitar 40-41 hari, tetapi bergantiannya dalam jumlah banyak, sehingga dalam
umur maksimumnya wereng cokelat bertelur sampai 3 kali dan tiap kali
mencapai ratusan telur (Pracaya,2007).
IV. KESIMPULAN
Kesimpulan dari percobaan ini adalah sebagai berikut:
1. Tipe mulut serangga terbagi atas tipe pengecap, tipe penusuk-penghisap, tipe
penjilat, penggigit-pengunyah.
2. Karakteristik ordo hemiptera secara umum adalah bentuk sayap yang setengah
tebal dan setengah tipis.
3. Setiap spesimen hama ordo hemiptera dan thysanoptera memiliki
karakteristik khusus yang berbeda-beda dari segi tipe mulut.
DAFTAR PUSTAKA
Arie, Arifin. 1994. Pelindung Tanaman, Hama, Penyakit dan Gulma. Surabaya:
Usaha Nasional.
Istiqomah, Dewi Nur. 2012. Hama.
http://blog.ub.ac.id/dewinur/2012/06/26/hama/. Diakses pada tanggal 9 April
2013 pukul 22.51.
Matnawy. 1989. Pelindung Tanaman. Yogyakarta: Kanisius
Pracaya. 2007. Hama dan Penyakit Tanaman. Jakarta: Penebar Swadaya
Semangun,H. 1991. Serangga. Yogyakarta: Gajah Mada Univercity press
LAMPIRAN