Download - Herpes Dan Impetigo
I. ANAMNESIS
Identitas
Nama : Bp. Suhardi
Umur : 62 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Afandi No. 19 Mrican Yogyakarta
Pekerjaan : Pensiunan TNI
Keluhan Utama
Plenting-plenting dan nyeri pada dahi dan kelopak mata kiri
Riwayat Penyakit Sekarang :
Sejak tiga hari yang lalu, muncul plenting-plenting di dahi dan kelopak mata kiri.
Mulanya muncul merah dan plenting sedikit di dahi kiri. Lalu bertambah banyak sampai ke
kelopak mata kiri. Kelopak mata terasa nyeri dan berat jika digerakkan. Penderita juga merasakan
nyeri di daerah munculnya plenting. Sehari sebelumnya penderita mengeluh tidak enak badan dan
demam ringan (panas nglempeng). Belum pernah berobat untuk keluhan ini.
Anamnesis Sistem
Saraf : Demam(+) ringan, Kejang (-)
Respirasi : Batuk (-), Pilek (-)
Kardiovaskuler : Tidak ada keluhan
Digestiva : Tidak ada keluhan
Urogenital : Tidak ada keluhan
Muskuloskeletal : Nyeri di daerah munculnya plenting
Integumentum : Plenting di daerah dahi dan kelopak mata kiri
Laporan PPK FK-UII. “Organ Indra”~ tutorial 5 1
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat cacar air sewaktu kecil tidak diketahui. Riwayat DM kontrol teratur sejak 5
tahun yang lalu.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan serupa.
Kebiasaan/ Lingkungan
Penderita mempunyai kebiasaan jalan santai satu jamm setiap hari. Penderita
membatasi makan nasi karena penyakit kencing manisnya dan tidak merok atau minum
alcohol.
II. PEMEERIKSAAN FISIK
- Keadaan umum : Baik
- Vital Sign : Dalam batas normal
- Status dermatologi : Pada regio frontalis dan palpebra sinistra terdapat vesikel
dan bula multiple perkelompok, beberapa pecah menjadi erosi dan krusta kekuningan.
III.DIAGNOSIS
1. Diagnosis Banding :
a. Herpes zoster oftalmika.
b. Impetigo Kontagiosa.
2. Diagnosis Kerja :
a. Herpes zoster oftalmika
IV. Rencana Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium :
Darah lengkap: Hb, leukosit, trombosit, LED, Ig M, Ig G HSV,
Pengecatan T-zank
V. Rencana tindakan terapi
Farmakoterapi :
1. Kortikosteroid
2. Pregabalin
3. Acyclovir
4. Tetes mata metilselulosa
5. Pemberian vitamin C
Laporan PPK FK-UII. “Organ Indra”~ tutorial 5 2
VI. Masalah
a. Masalah aktif :
Herpes zoster oftalmika (keluhan pasien sekarang) dengan gambaran
klinis :
1. Adanya vesikel dan bula multipel berkelompok pada regio frontalis
dan palpebra bagian kanan.
2. Kelopak mata nyeri ketika digerakkan
Diabetes milletus (sudah terkontrol)
b. Masalah passif :
Demam ringan dan tidak tidak enak badan sehari sebelumnya.
VII. Saran kepada pasien /Edukasi & Penatalaksanaan Non Farmakologis :
a. Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang penyakit yang
diderita.
b. Memotivasi pasien dan keluarga, yang berjuan seluruh keluarga pasien
memberikan dukungan dalam mencapai keberhasilan terapi yang diberikan
dokter.
c. Sebagai nutrisi tambahan Og disarankan mengkonsonsumsi makanan yang
mengandung lysyn (NH2-C-C-C-CH(NH2)-COOH, contoh makanan “ daging
ayam, daging sapi, daging kambing, susu, keju, tauge.
Laporan PPK FK-UII. “Organ Indra”~ tutorial 5 3
PEMBAHASAN
I. Definisi, Etiopatogenesis, Gejala/Tanda klinis, Cara diagnosis
Diagnosis Banding :
a. Herpes zoster oftalmika
Definisi
Secara umum herpes zoster adalah radang kulit yang berupa vesikel dan
ditandai dengan adanya nyeri radikuler unilateral serta lesi vesikuler tersebut
terbatas sesaui dengan sesuai dengan persarafan dermatom-nya. Secara anatomi
herpes zoster oftalmika menunjukkan daerah anatomi bagian kulit yang mengalami
peradangan (timbul vesikel) akibat reaktifasi varisela zoster. Infeksi tersebut berasal
dari infeksi endogen yang menetap dalam bentuk laten setelah infeksi primer oleh
varisela (Hartadi & Sumaryo, 2000).
Etiopatogenesis
Herpes zoster disebabkan oleh Varisella Zoster Virus (VZV). VZV
mempunyai kapsid yang tersusun dari 162 subunit protein dan terbentuk simetri
ikosehedral dengan diameter 100nm. Virion lengkapnya berdiameter 150-200nm
dan hanya virion yang berselubung yang bersifat infeksius (Jawetz, Melnick, &
Adelberg, 1996).
Pada infeksi varisela primer dapat terjadi penggabungan antara virus dengan
DNA penderita. Varisela akan mengalami multiplikasi atau replikasi sehingga
menimbulkan reaksi inflamasi berupa tanda kelainan pada permukaan kulit
(vesikel). Varisela zoster virus akan menjalar melalui serabut saraf sensorik ke
ganglion saraf dan bersifat laten (Handoko, 2008).
Reaktivasi virus varicella yang menetap di ganglion sensori setelah infeksi
primer secara pathogenesis belum diketahui dengan pasti tetapi dinyatakan bahwa
factor pemicu reaktivasi virus tersebut adalah menurunnya sistem kekebalan tubuh
Erupsi dimulai dengan makulopapular eritematous. Dua belas hingga 24 jam
kemudian terbentuk vesikula yang dapat berubah menjadi pustula pada hari ke-3.
Seminggu sampai 10 hari kemudian, lesi mengering menjadi krusta. Krusta ini
dapat menetap selama 2-3 minggu (Handoko, 2008; Baratawijaya, 2004).
Laporan PPK FK-UII. “Organ Indra”~ tutorial 5 4
Tanda/Gejala Klinis
Gejala prodormal herpes zoster biasanya parestesi pada dermatom yang
terkena. Gejala tersebut dapat dirasakan beberapa hari menjelang keluarnya erupsi.
Gejala konstitusional seperti malaise, sakit kepala dan demam terjadi 5 % penderita
terutama anak-anak dan timbul 1-2 hari sebelum terjadi erupsi (Hartadi & Sumaryo,
2000).
Gambaran khas pada herpes zoster adalah erupsi terlokalisata yang selalu
unilateral, jarang melewati garis mediana anatomi tubuh. Reaksi peradangan berupa
vesikel hanya terbatas pada daerah kulit yang dipersarafi oleh salah satu ganglion
saraf sensorik (Hartadi & Sumaryo, 2000).
Menurut letak peradangan (lesi) berupa vesikel sesuai persarafan dermatom
anatomi tubuh (Hartadi & Sumaryo, 2000);
1. Herpes zoster oftalmika: menyerang dahi dan sekitar mata.
2. Herpes zoster servikalis: menyerang pundak dan lengan.
3. Herpes zoster torakalis: menyerang dada dan perut.
4. Herpes zoster lumbalis: menyerang bokong dan paha.
5. Herpes otikum: menyerang telinga.
b. Impetigo Kontagiosa.
Definisi
Impetigo kontagiosa adalah infeksi piogenik superfissialis (terbatas pada
epidesmis) dan mudah menular (Sjahrial, 2000; Djuanda, 2008).
Etiopatogenesis
Penyebab impetigo kontagiosa adalah streptokok grup A. Impetigo
merupakan infeksi bakteri dengan proses peradangan pada bagian epidermis
(vesiko-pustula). Pada vesikel biasanya terdapat bakteri, lekosit, dan sisa-sisa sel
epitel. Vesikel pada Impetigo cepat berubah menjadi pustule. Vesikula dan pustule
pada impetigo tersebut sangat mudah untuk pecah sehingga dapat membentuk
krusta berwana kuning, lunak, dan tebal (Sjahrial, 2000; Djuanda, 2008).
Laporan PPK FK-UII. “Organ Indra”~ tutorial 5 5
Tanda/Gejala Klinis
Pada umumnya pendertai Impetigo adalah individu atau kelompok yang
kurang menjaga kebersihan badan dan lingkungan. Infeksi tersebut dapat
menyerang wajah, lengan dan tungkai dan dapat terjadi setelah infeksi saluran
pernapasan atas (John & Gazewood, 2007).
Sebagian besar penderita impetigo mengeluh gatal, rasa terbakar tetapi
penderita tersebut tidak merasakan nyeri (John & Gazewood, 2007; Sjahrial, 2000;
Djuanda, 2008).
Cara Penegakan Diagnosis Banding.
II. RESUME ANAMNESIS
Laporan PPK FK-UII. “Organ Indra”~ tutorial 5 6
Keluhan Utama
Plenting-plenting dan nyeri pada dahi dan kelopak mata kiri.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Sejak tiga hari yang lalu, muncul plenting-plenting di dahi dan kelopak mata kiri.
Mulanya muncul merah dan plenting sedikit di dahi kiri. Lalu bertambah banyak sampai ke
kelopak mata kiri. Kelopak mata terasa nyeri dan berat jika digerakkan. Penderita juga merasakan
nyeri di daerah munculnya plenting. Sehari sebelumnya penderita mengeluh tidak enak badan dan
demam ringan (panas nglempeng). Belum pernah berobat untuk keluhan ini.
Anamnesis Sistem
Saraf : Demam(+)
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat cacar air sewaktu kecil tidak diketahui. Riwayat DM kontrol teratur sejak 5
tahun yang lalu.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan serupa.
Kebiasaan/ Lingkungan
Penderita mempunyai kebiasaan jalan santai satu jamm setiap hari. Penderita
membatasi makan nasi karena penyakit kencing manisnya dan tidak merok atau minum
alcohol.
Analisis Keluhan Utama
Plenting-plenting dan nyeri pada dahi dan kelopak mata kiri.
Bedasarkan keluhan utama dapat diambil kesimpulkan bahwa ujut kelainan kulit
pada dahi dan kelopak mata adalah proses reaksi inflamasi yang merupakan langkah awal
untuk menghancurkan benda asing dan mikroorganisme yang dianggap sebagai patogen.
Vesikel (plenting) adalah tanda klinis dari perjanan penyakit bapak S yang dapat dijadikan
acuan untuk menegakkan diagnosis.
Secara teori dengan adanya mikroorganisme pathogen maka complement system
(C3a, C4a, C5a(anafilaktosin)) akan teraktivasi. Pada aktifitas C3 dan C5 akan
Laporan PPK FK-UII. “Organ Indra”~ tutorial 5 7
menghasilkan fragmen-fragmen kecil berupa C3a dan C5b yang dapat memacu degranulasi
sel mast untuk melepas histamine. Histamine yang dilepas oleh sel mast mempunyai efek
terhadap peningkatan permieabilitas kapiler dan kontraksi otot polos yang bertujuan untuk
memudahkan migrasi sistem kekebalan tubuh spesifik dan keluarnya protein plasma yang
menggandung banyak antibodi. Proses-proses tersebut akan menimbulkan gejala klinis
seperti rubor (merah), dolor (sakit), kalor (panas), tumor (bengkak), dan fungtio laesa
(berkurangnya fungsi) (Sudiono, 2003; karnen, 2004).
Analisis Riwayat Penyakit Sekarang :
Sejak tiga hari yang lalu, muncul plenting-plenting di dahi dan kelopak mata kiri.
Mulanya muncul merah dan plenting sedikit di dahi kiri. Lalu bertambah banyak sampai ke
kelopak mata kiri. Kelopak mata terasa nyeri dan berat jika digerakkan. Penderita juga
merasakan nyeri di daerah munculnya plenting. Sehari sebelumnya penderita mengeluh
tidak enak badan dan demam ringan (panas nglempeng). Belum pernah berobat untuk
keluhan ini.
Berdasarkan analisis Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) terdapat beberapa gejala
klinis yang dapat dijadikan acuan diagnosis :
Sejak tiga hari yang lalu muncul plenting-plenting di dahi kiri dan kelopak mata kiri.
Merah pada kulit yang ditumbuhi plenting.
Keluhan nyeri pada kulit yang ditumbuhi plenting sehingga bapak S tidak sanggup
mengangkat dan menggerakkan kelopak mata.
Sehari sebelumnya mengeluh tidak enak badan dan demam ringan (panas nglemeng).
Analisis Anamnesis Sistem
Saraf : Demam(+)
Bapak S merasakan deman, kemungkinan demam tersebut diakibatkan
oleh mekanisme pertahanan tubuh dalam melawan mikroorganisme asing.
Mekanisme demam secara umum dimulai dengan timbulnya reaksi
tubuh terhadap pirogen. Pada mekanisme ini, bakteri, virus atau pecahan
jaringan akan difagositosis oleh leukosit darah, makrofag jaringan, dan limfosit
pembunuh bergranula besar, selanjutnya mencerna hasil pemecahan bakteri dan
melepaskan zat interleukin-1 ke dalam cairan tubuh, yang disebut juga zat
pirogen leukosit atau pirogen endogen. Interleukin-1 ketika sampai di
hipotalamus akan menimbulkan demam dengan cara meningkatkan temperature
tubuh. Interleukin-1 juga menginduksi pembentukan prostaglandin, terutama
Laporan PPK FK-UII. “Organ Indra”~ tutorial 5 8
prostaglandin E2, atau zat yang mirip dengan zat ini, yang selanjutnya bekerja
di hipotalamus untuk membangkitkan reaksi demam (Pirce & Wilson, 2006).
Analisis Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat cacar air sewaktu kecil tidak diketahui. Riwayat DM kontrol teratur sejak 5
tahun yang lalu.
Riwayat penyakit dahulu dapat dijadikan salah satu acuan dalam penegakan
diagnosis, dalam hal ini riwayat cacar air adalah salah satu indikasi penyakit varisela yang
aktif kembali menjadi herpes zoster virus, namun pada Bapak S tidak diketahui. DM
(diabetes militus) ditanyakan untuk memperoleh diagnosis banding, serta bertujuan untuk
memberikan terapi yang tidak memiliki kontra indikasi terhadap penyakit yang dikeluhkan
sekarang.
Analisi Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan serupa.
Salah satu faktor resiko penyakit infeksi adalah kontak langsung atau tidak
langsung dengan penderita lain (tetangga, keluarga serumah).
Analisis Kebiasaan/ Lingkungan
Penderita mempunyai kebiasaan jalan santai satu jam setiap hari. Penderita
membatasi makan nasi karena penyakit kencing manisnya dan tidak merokok atau minum
alcohol.
Kebiasaan merupakan salah satu faktor pemicu terjadinya infeksi primer. Namun
Informasi kebiasaan yang diperoleh dari Bapak S sangat kurang. Hal yang dibutuhkan
dalam menggali kebiasaan mengenai kasus infeksi antara lain; kebesihan rumah dan
lingkungan, sumber air minum (sumur atau PAM (dimasak atau langsung diminum), air
mineral yang diproduksi oleh pabrik), pemakaian handuk yang bersamaan.
Analisis Pemeriksaan Fisik
- Keadaan umum : Baik
- Vital Sign : Dalam batas normal
- Status dermatologi : Pada regio frontalis dan palpebra sinistra terdapat vesikel
dan bula multiple perkelompok, beberapa pecah menjadi erosi dan krusta kekuningan.
Laporan PPK FK-UII. “Organ Indra”~ tutorial 5 9
Tanda penting yang dapat dijadikan pertimbangan dalam menegakkan diagnosis
adalah status dermatologi. Vesikel dan bula pada regio frontal dan palpebra sinistra
merupakan indikasi adanya reaksi inflamasi. Vesikel dan bula pecah menjadi erosi dan
krusta kekuningan. Secara teori isi vesikel pada herpes zoster bening, warna kuning pada
krusta kemungkinan terdapat infeksi sekunder. Selain herpes zoster vesikel dan bula yang
berwarna kuning adalah infeksi bakteri (staphylococcus aureus) yang dikenal dengan
impetigo kontagiosa (Hartadi & Sumaryo, 2000; Sjahrial, 2000; Handoko, 2008; Djuanda,
2008).
Cara penegakan diagnosis dan menyingkirkan diagnosis banding.
Diagnosis pada bapak S 67 tahun ditegakkan berdasarkan
Laporan PPK FK-UII. “Organ Indra”~ tutorial 5 10
1. Keluhan Utama
2. Riwayat Penyakit Sekarang
3. Anamnesis Sistem
4. Riwayat Penyakit Dahulu
5. Riwayat Penyakit Keluarga
6. Kebiasaan/Lingkungan
7. Pemerisaan Fisik
a. Status Dermatologi
Berdasarkan informasi yang di peroleh dari anamnesis dan pemeriksaan fisik
tersebut telah dicocokkan dengan Texts Book yang dijadikan refensi.
III. Pembahasan Pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan penunjang tersebut meliputi
1. Pemeriksaan Darah Rutin.
Secara umum rencana pemeriksaan laboratorium tersebut berfungsi untuk :
o Sebagai pedoman diagnosis
o Sebagai monitoring perjalanan penyakit
o Sebagai monitoring keberhasilan pengobatan
Pada kasus Bapak S secara khusus bertujuan untuk mengtahui jumlah komponen sel
darah merah dan sel putih. Hal yang mungkin diperoleh dari pemeriksaan tersebut :
Laporan PPK FK-UII. “Organ Indra”~ tutorial 5 11
Angka limfosit meningkat karena infeksi virus, jika terdapat infeksi sekunder angka
netrofil akan meningkat juga (netrofil batang untuk infeksi akut) perkiraan infeksi
sekunder diperoleh dari “status dermatologi dengan indikasi sebagian vesikel/bula
pecah menjadi erosi dan krusta berwarna kekuningan”.
2. Pemriksaan Tzanck
Pemeriksaan tzanck merupakan pemeriksaan sederhana untuk mengetahui
adanya sel datia (raksasa) berinti banyak yang terdapat dipinggir vesikel (Hartadi &
Sumaryo, 2000).
Pemeriksaan penunjang lain pada virus DNA dapat menggunakan pemeriksaan
imunoflurensensi, serologi, dan lain-lain. Namun pemeriksaan imunoflurensensi dan
serologi cukup mahal, maka pemeriksaan yang dianjurkan adalah Tzanck (Hartadi &
Sumaryo, 2000).
IV. Pembahasan Terapi
a. Farmako Terapi :
o Asiklovir
Derivat guanosin yang spesifik terhadat virus herpes tanpa menggangu fisiologi sel
tubuh yang terinfeksi. Asiklovir akan aktif setelah difosforilasi oleh enzim tymidinkinase
dalam sel yang terinfeksi virus, makan akan terbentuk asiklovirtrifosfat. Asiklovirtrifosfat
akan digunakan oleh virus untuk proses replikasi DNA virus. Dengan demikian,
pembentukan DNA virus akan terhenti (Tjay & Rahardja, 2007; Gilman & Goodman,
2007).
Reabsorsi di usus kurang sempurna dengan batas ambang 12-20%, maka takaran
perlu diperhatikan. t-1/2 tiga jam. Ekresi lewat urin 75% (Tjay & Rahardja, 2007).
Indikasi herpes zoster, herpes simplek dan encephalitis herpetica, karena cukup
lipofilik untuk melintasi CCS (Tjay & Rahardja, 2007).
Kontra indikasi hipersensitif terhadap asiklovir atau propilenglikol.
Efek samping berupa gangguan lambung-usus, ruam kulit, dan pusing, jarang
anoreksia, susah tidur, dan nyeri sendi (Tjay & Rahardja, 2007).
Penggunaan lokal dapa menimbulkan nyeri sementara, rasa terbakar, gatal-gatal,
dan erithm (Tjay & Rahardja, 2007).
Dosis salep 5% dan salep mata 3% 5 dd setiap 4 jam selama 5 hari (Tjay &
Rahardja, 2007).
Laporan PPK FK-UII. “Organ Indra”~ tutorial 5 12
o Kortikosteroid
Pemberian kortikosteroid (Methylprednisolone dengan dosis 40 -60 mg/hari
per oral atau 1 mg/kgBB/hari selama 3 hari, diturunkan perlahan-lahan selama 7
hari kemudian), Indikasi pemberian kortikosteroid adalah untuk mengatasi sindrom
Ramsay hunt dengan tujuan untuk mencegah adanya paralisis (Tjay & Rahardja,
2007).
Methylprednisolone adalah suatu glukokortikoid sintetik dan diabsorpsi
secara cepat melalui saluran pencernaan.Methylprednisolone bekerja dengan
menduduki reseptor spesifik dalam sitoplasma sel yang responsif. Ikatan steroid-
reseptor ini lalu berikatan dengan DNA yang kemudian mempengaruhi sintesis
berbagai protein. Beberapa efek penting yang timbul akibat ini yaitu berkurangnya
produksi prostaglandin dan leukotrien, berkurangnya degranulasi mast cell,
berkurangnya sintesis kolagen dan lain-lain (Yildiz et al., 2009; Tjay & Rahardja,
2007).
o Melindungi mata pada saat tidur dan pemberian tetes mata metilselulosa,
Khusus pada herpes zoster oftalmikus pemberian tetes mata menjaga agar
mata tidak kering.
o Pemberian vitamin C
Vitamin C (asam askorbat) dilaporkan dalam beberapa penelitian efek
vitamin C diperkirakan salah satunya memiliki daya imunostimulasi dengan cara
meningkatkan mobilitas dan produksi leukosit serta makrofag (Tjay & Rahardja,
2007).
o Pregabalin
Pregabalin merupakan penemuan baru, sejenis obat yang bekerja pada
presinaptik serabut saraf. Mekanisme kerja dari obat ini berdasarkan pada tingginya
ambang rangsang (hyperexcited) yang menyebabkan meningkatnya produksi
neurotransmitter. Fungsi pregabalin adalah menekan produksi dari neurotransmitter
dengan cara modulasi Ca channel dari neuron saraf presinaptik.
Pregabalin, salah satu first drug yang telah diakui FDA untuk nyeri
neuropatik perifer diabetikum dan neuralgia pasca herpetic. Obat tersebut lebih
baik jika dibandingkan dengan gabapentin yang merupakan analog gaba (Hartadi &
Sumaryo, 2000; Handoko, 2008; Yildiz, 2009).
Laporan PPK FK-UII. “Organ Indra”~ tutorial 5 13
Dosis 2x75 mg sehari, obat dapat dinaikkan menjadi 2x150 sehari.
Dosis maksimal 600mg sehari.
Efek samping ringan berupa dizziness dan somnolen yang akan
menghilang sendiri, jadi obat tidak perlu dihentikan.
b. Edukasi & Penatalaksanaan Non Farmakologis :
Bapak S disarankan untuk melakukan fisio terapi untuk melatih otot yang mengalami
kekakuan. Bapak S diminta untuk menjaga kesehatan yaitu “mengurangi, jika bisa berhenti
merokok, pola makan teratur, istirahat yang cukup”. Beberapa informasi penting yang harus
disampaikan adalah :
I.
a. Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang penyakit yang
diderita.
b. Memotivasi pasien dan keluarga, yang berjuan seluruh keluarga pasien
memberikan dukungan dalam mencapai keberhasilan terapi yang diberikan
dokter.
c. Sebagai nutrisi tambahan Og disarankan mengkonsonsumsi makanan yang
mengandung lysyn (NH2-C-C-C-CH(NH2)-COOH, contoh makanan “ daging
ayam, daging sapi, daging kambing, susu, keju, tauge.
Sebagai nutrisi tambahan Og disarankan mengkonsonsumsi makanan yang
mengandung lysine (NH2-C-C-C-CH(NH2)-COOH, contoh makanan “ daging ayam, daging sapi,
daging kambing, susu, keju, tauge. Daya anti-herpes diperkirakan berdasarkan penyerapan lysine
oleh virus sebagai penganti arginin (asam amino esensial yang menstimulasi hormone
pertumbuhan (GH)) yang rumus kimianya hamper mirip (Tjay & Rahardja, 2007; Gilman &
Goodman, 2007).
Laporan PPK FK-UII. “Organ Indra”~ tutorial 5 14
Penulisa Resep
Laporan PPK FK-UII. “Organ Indra”~ tutorial 5 15
V. Pembahasan Komplikasi dan Pronosis
1. Post Herpetic Neuralgia
Merupakan rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas penyembuhan dapat berlangsung
berbulan-bulan sampai beberapa tahun, cenderung terjadi pada usia >40 tahun dengan
gradasi nyeri yang berbeda. PHN merupakan komplikasi serius dari herpes zoster,
menyebabkan morbiditas dengan manifestasi insomnia, kelelahan, depresi, dan gangguan
aktivitas sehari-hari. Pada pasien ini menunjukkan fungsi yang abnormal dari serat tidak
bermielin nosiseptor, kehilangan sensori, sistem deteksi nyeri dan suhu menjadi lebih
sensitif, peningkatan respon nyeri (allodinia) (Oxman et al., 2005; Manaf, 2005; Yildiz et
al., 2009).
2. Keratokonjunctivitis pada herpes zoster opthalmicus
3. Syndroma Ramsay Hunt pada herpes yang mengenai ganglion genikulatum
4. Herpes zoster generalisata, zoster yang disertai dengan varisela
5. Pada sistem saraf dapat terjadi ensefalitis, aseptic meningitis, myelitis, fasial palsy.
Secara umum komplikasi bergantung pada perwatan secara dini.
Prognosis :
Baik jika pengobatan dijalani sesuai edukasi dokter
Pada dasarnya ajuran dokter merupakan salah satu langkah
penatalaksanaan untuk mengurangi gejala, mengurangi komplikasi,
dan menghilangkan penyebab penyakit berdasarkan keluhan utama,
penyebab utama, hasil pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang, untuk memperoleh keberhasilan pengobatan, maka
kesediaan pasien dalam mengikuti dan mematuhi edukasi sangat
diperlukan.
Buruk jika edukasi tidak dipatuhi, diikuti, dan dilaksanakan
Laporan PPK FK-UII. “Organ Indra”~ tutorial 5 16
Daftar Pustaka
- COLE CHARLES M.D., and GAZEWOOD JOHN, M.D., M.S.P.H. 2007. Diagnosis and
Treatment of Impetigo. Jurnal diakses dari http://www.aafp.org/afp/2007/0315/p859.html
- Djuanda Hadi. 2008. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed5st. FK UI; Jakarta (57-63)
- Gilman & Goodman. 2007. Dasar Farmakologi dan Terapi. ed.10st. vol.2 EGC: Jakarta.
Harsono. 2007. Kapita Selekta Neurologi. Ed 6. UGM: Yogyakarta.
- Handoko P. Ronny. 2008. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed5st. FK UI; Jakarta (110-118)
- Hartadi, sumaryo sugastiasri. 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Hipokrates; Jakarta (88-103)
- Jawezt, Menick & Adelberg. 1996. Ed20st. Mikrobiologi Kedokteran. EGC; Jakarta
- Karnen Garna Baratawijaya. 2004. Imunologi Dasar. Ed4st. FK UI; Jakarta
- M.N. Oxman, M.D., M.J. Levin, M.D., G.R. Johnson, M.S., K.E. Schmader, M.D., S.E. Straus,
M.D., L.D. Gelb, M.D., R.D. Arbeit, M.D., M.S. Simberkoff, M.D., A.A. Gershon, M.D., L.E.
Davis, M.D., A. Weinberg, M.D., K.D. Boardman, R.Ph., H.M. Williams, R.N., M.S.N., J.
Hongyuan Zhang, Ph.D., P.N. Peduzzi, Ph.D., C.E. Beisel, Ph.D., V.A. Morrison, M.D., J.C.
Guatelli, M.D., P.A. Brooks, M.D., C.A. Kauffman, M.D., C.T. Pachucki, M.D., K.M. Neuzil,
M.D., M.P.H., R.F. Betts, M.D., P.F. Wright, M.D., M.R. Griffin, M.D., M.P.H., P. Brunell,
M.D., N.E. Soto, M.D., A.R. Marques, M.D., S.K. Keay, M.D., Ph.D., R.P. Goodman, M.D.,
D.J. Cotton, M.D., M.P.H., J.W. Gnann, Jr., M.D., J. Loutit, M.D., M. Holodniy, M.D., W.A.
Keitel, M.D., G.E. Crawford, M.D., S.-S. Yeh, M.D., Ph.D., Z. Lobo, M.D., J.F. Toney, M.D.,
R.N. Greenberg, M.D., P.M. Keller, Ph.D., R. Harbecke, Ph.D., A.R. Hayward, M.D., Ph.D.,
M.R. Irwin, M.D., T.C. Kyriakides, Ph.D., C.Y. Chan, M.D., I.S.F. Chan, Ph.D., W.W.B.
Wang, Ph.D., P.W. Annunziato, M.D., and J.L. Silber, M.D. 2005. A Vaccine to Prevent
Herpes Zoster and Postherpetic Neuralgia in Older Adults, for the Shingles Prevention Study
Group. Jurnal diakses dari http://clinexpinvest.org/dergiler/1/2010_0001_0002/0103/16.pdf
- Manaf Asman. 2005. NEUROPATHIC PAIN IN DIABETES MELLITUS. Artikel diakses
dari http: // repository.unand.ac.id/93/1/NEUROPATHIC_PAIN_IN_DIABeTES_
MELLITUS .pdf
- Price, Sylvia A & Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit. Ed.6. EGC: Jakarta.
- Sjahrial. 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Hipokrates; Jakarta (46-60)
- Sudiono Janti, Kurniadi Budi, dkk. 2003. Ilmu patologi. EGC; Jakarta
Laporan PPK FK-UII. “Organ Indra”~ tutorial 5 17
- Tjay Hoan Tan & Raharja Kirana. 2007. Obat-obat Penting Kasiat, Penggunaan dan Efek
Sampingnya. Ed6st. PT. Elex Media komputindo; Jakarta
- Yildiz Kayim Ozlem, Segmen Hatice, Bolayir Ertugrul, Topaktas Suat Ahmet. 2009. A Case
of Herpes Zoster Ophthalmicus With Oculomotor Nerve Palsy, Journal of Neurological
Sciences, 26: 21, 500-504. Jurnal diakses dari http://www.jns.dergisi.org/text.php3?id=326
Laporan PPK FK-UII. “Organ Indra”~ tutorial 5 18