1
HASIL PENELITIAN STIMULUS
PENGARUH SENAM LANSIA TERHADAP PENURUNAN TEKANAN
DARAH TINGGI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CIPUTAT TIMUR
PROVINSI BANTEN
PENELITI
Ketua : Ns. Aisyiah, S.Kep., M.Kep., Sp.Kep.Kom
Anggota : Ns. Milla Evelianti Saputri, S.Kep., MKM
Iras Laratmase
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS NASIONAL
2020
DENGAN BANTUAN BIAYA
DARI UNIVERSITAS NASIONAL
2
3
RINGKASAN
Saat memasuki usia lanjut, ada suatu proses dimana terjadi penurunan fungsi tubuh
secara perlahan-lahan. Proses inilah yang disebut proses penuaan. Perubahan yang
terjadi pada lansia meliputi perubahan fisik, sosial, dan psikologis. Dari perubahan
fisik, salah satunya adalah perubahan pada sistem kardiovaskuler. Katup jantung
menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung memompa darah menurun 1% per
tahun, berkurangnya denyut jantung terhadap respon stress, kehilangan elastisitas
pembuluh darah, tekanan darah meningkat atau hipertensi akibat resistensi
pembuluh darah perifer (Mubarak, 2013). Hipertensi telah menjadi masalah utama
dalam kesehatan masyarakat di dunia. Data dari World Health Organization (WHO,
2013) diperkirakan sekitar 80% kenaikan kasus hipertensi terutama di negara
berkembang tahun 2025. Dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000, diperkirakan
menjadi 1,6 milyar kasus di tahun 2025. Upaya yang dapat dilakukan penderita
hipertensi untuk menurunkan tekanan darah adalah dapat dilakukan dengan dua
cara yaitu secara farmakologis dan non farmakologis. Terapi farmakologis dapat
dilakukan dengan menggunakan obat anti hipertensi, sedangkan terapi non
farmakologis dapat dilakukan dengan berbagai upaya yaitu mengatasi obesitas
dengan menurunkan berat badan berlebih, pemberian kalium dalam bentuk
makanan dengan konsumsi buah dan sayur, mengurangi asupan garam dan lemak
jenuh, berhenti merokok, mengurangi konsumsi alkohol, menciptakan keadaan
rileks dan latihan fisik atau olahraga secara teratur. Oleh karena itu, penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh yang signifikan pada senam
lansia terhadap terjadinya penurunan tekanana darah pada lansia. Intervensi yang
diberikan dalam penelitian ini berupa senam lansia yang akan dilakukan sebanyak
2 kali dalam seminggu dalam kurun waktu 5 minggu. Penelitian dilakukan pada
lansia yang berada pada wilayah kerja Puskesmas Ciputat Timur Provinsi Banten.
Hasil penelitian didapatkan bahwa terdapat pengaruh yang siginifikan antara senam
lansia dengan penurunan tekanan darah tinggi di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat
Timur Provinsi Banten, dengan P value < 0,05.
4
SUMMARY
When entering old age, there is a process in which there is a gradual decline in
bodily functions. This process is called the aging process. The changes that occur
in the elderly include physical, social and psychological changes. From physical
changes, one of which is changes in the cardiovascular system. The heart valves
thicken and become stiff, the ability of the heart to pump blood decreases by 1%
per year, reduced heart rate in response to stress, loss of elasticity of blood vessels,
increased blood pressure or hypertension due to peripheral vascular resistance
(Mubarak, 2013). Hypertension has become a major problem in public health in
the world. Data from the World Health Organization (WHO, 2013) is estimated that
around 80% of the increase in cases of hypertension, especially in developing
countries in 2025. Of the 639 million cases in 2000, it is estimated to be 1.6 billion
cases in 2025. Efforts that can be done by people with hypertension to lower blood
pressure can be done in two ways, namely pharmacologically and non
pharmacologically. Pharmacological therapy can be carried out using anti-
hypertensive drugs, while non-pharmacological therapy can be carried out with
various efforts, namely overcoming obesity by losing excess weight, giving
potassium in the form of food with consumption of fruits and vegetables, reducing
salt and saturated fat intake, quitting smoking, reducing consumption of alcohol,
creating a relaxed state and physical exercise or regular exercise. Therefore, this
study was conducted to determine whether there is a significant effect on elderly
exercise on the decrease in blood pressure in the elderly. The intervention given in
this study was in the form of elderly exercise which will be carried out twice a week
for a period of 5 weeks. The research was conducted on the elderly who were in the
working area of the Ciputat Timur Community Health Center, Banten Province.
The results showed that there was a significant effect between elderly exercise and
a reduction in high blood pressure in the Ciputat Timur Public Health Center,
Banten Province, with a P value <0.05.
5
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt, atas kehendakNya kegiatan
Penelitian dengan judul “Pengaruh Senam Lansia Terhadap Penurunan Tekanan
Darah Tinggi Di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Timur Provinsi Banten” dapat
diselesaikan dengan baik. Kegiatan Penelitian ini dilaksanakan dalam rangka
memenuhi salah satu kewajiban yang harus dilakukan oleh dosen yaitu dalam
rangka pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi dalam bidang Penelitian.
Berkaitan dengan selesainya kegiatan ini, penghargaan dan terima kasih yang
sebesar-besarnya disampaikan kepada :
1. Universitas Nasional, atas bantuan dana yang diberikan.
2. Prof. Dr. Ernwati Sinaga, MS. Apt., Warek III Universitas Nasional Bidang Penelitian,
Pengabdian Kepada Masyarakat dan Kerjasama, yang telah memotivasi, mendorong,
dan memberikan semangat kepada dosen-dosen Universitas Nasional untuk melakukan
penelitian dan pengabdian kepada masyarakat sekaligus mengusahakan dana dari
Universitas Nasional.
3. Dr. Retno Widowati, M.Si., Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Nasional atas
ijin dan kesempatan sehingga kegiatan ini berjalan dengan baik dan lancar.
4. Semua pihak yang namanya tidak bisa dicantumkan satu persatu, disampaikan
penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya, akhir kata didalam kegiatan ini
tentu masih banyak kekurangan yang ditemukan, namun demikian kegiatan penelitian
ini dapat dirasakan dan semoga bermanfaat bagi keilmuan.
Jakarta, 24 Agustus 2020
Ketua Tim Penelitian
(Ns. Aisyiah, S.Kep., M.Kep., Sp.Kep.Kom)
6
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL........................................................................ 1
HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………. 2
RINGKASAN ................................................................................. 3
SUMMARY……………………………………………………….. 4
KATA PENGANTAR……………………………………………… 5
DAFTAR ISI ……………………………………………………... 6
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................ 7
B. Kerangka Teori……………....................................... 10
C. Permasalahan ............................................................. 10
D. Urgensi Penelitian ………………………………….. 11
E. Tujuan Penelitian……………………………………. 11
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lansia….. ...................................................................... 12
2.2 Tekanan Darah ……................................................... 13
2.3 Hipertensi ………. ...................................................... 14
2.4 Senam Lansia ………………………………………….. 21
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian ………………………. 30
B. Populasi dan Sampel ………………………………… 31
C. Alat, bahan dan Responden …………………………. 31
D. Cara Kerja ………………………………………… 33
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN…………………..……. 35
V. KESIMPULAN DAN SARAN………………………… 40
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………… 41
7
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Proses penuaan sudah mulai berlangsung sejak seseorang mencapai usia
dewasa, misalnya dengan terjadinya kehilangan jaringan pada otot, susunan saraf,
dan jaringan lain sehingga tubuh ‘mati’ sedikit demi sedikit. Sebenarnya tidak ada
batasan yang tegas, pada usia berapa kondisi kesehatan seseorang mulai menurun
karena setiap orang memiliki fungsi fisiologis alat tubuh yang sangat berbeda, baik
dalam hal pencapaian puncak fungsi tersebut maupun saat menurunnya. Umumnya
fungsi fisiologis tubuh mencapai puncaknya pada usia 20-30 tahun. Setelah
mencapai puncak, fungsi alat tubuh akan berada dalam kondisi tetap utuh beberapa
saat, kemudian menurun sedikit demi sedikit sesuai dengan bertambahnya usia
(Mubarak, 2013).
Menua atau proses penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan
tahapan-tahapan menurunnya berbagai fungsi organ tubuh, yang ditandai dengan
semakin rentannya tubuh terhadap berbagai serangan penyakit yang dapat
menyebabkan kematian misalnya pada sistem kardiovaskuler dan pembuluh darah,
pernafasan, pencernaan, endokrin dan lain sebagainya. Hal tersebut terjadi seiring
meningkatnya usia sehingga terjadi perubahan dalam struktur dan fungsi sel,
jaringan, serta sistem organ. Perubahan tersebut pada umumnya berpengaruh pada
kemunduran kesehatan fisik dan psikis yang pada akhirnya akan berpengaruh pada
ekonomi dan sosial lansia. Sehingga secara umum akan berpengaruh pada activity
of daily living (Fatimah, 2012).
8
Lanjut usia adalah suatu proses yang alami dari tumbuh kembang. Semua
orang akan mengalami proses menjadi tua dan masa tua merupakan masa hidup
manusia yang terakhir (Azizah,2014). Saat memasuki usia lanjut, ada suatu proses
dimana terjadi penurunan fungsi tubuh secara perlahan-lahan. Proses inilah yang
disebut proses penuaan. Perubahan yang terjadi pada lansia meliputi perubahan
fisik, sosial, dan psikologis. Dari perubahan fisik, salah satunya adalah perubahan
pada sistem kardiovaskuler. Katup jantung menebal dan menjadi kaku,
kemampuan jantung memompa darah menurun 1% per tahun, berkurangnya denyut
jantung terhadap respon stress, kehilangan elastisitas pembuluh darah, tekanan
darah meningkat atau hipertensi akibat resistensi pembuluh darah perifer
(Mubarak, 2013).
Hipertensi didefinisikan oleh World Health Organization (WHO, 2013)
adalah suatu kondisi di mana pembuluh darah terus-menerus mengalami
peningkatan tekanan. Darah dibawa dari jantung ke seluruh bagian tubuh melalui
pembuluh darah. Setiap kali jantung berdetak maka akan memompa darah ke dalam
pembuluh darah. Tekanan darah dibuat oleh kekuatan darah yang mendorong
dinding pembuluh darah (arteri). Semakin tinggi tekanan semakin keras jantung
harus memompah. Hipertensi telah menjadi masalah utama dalam kesehatan
masyarakat di dunia. Data dari World Health Organization (WHO, 2013)
diperkirakan sekitar 80% kenaikan kasus hipertensi terutama di negara
berkembang tahun 2025. Dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000, diperkirakan
menjadi 1,6 milyar kasus di tahun 2025.
Upaya yang dapat dilakukan penderita hipertensi untuk menurunkan
tekanan darah adalah dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara farmakologis
9
dan non farmakologis. Terapi farmakologis dapat dilakukan dengan menggunakan
obat anti hipertensi, sedangkan terapi non farmakologis dapat dilakukan dengan
berbagai upaya yaitu mengatasi obesitas dengan menurunkan berat badan berlebih,
pemberian kalium dalam bentuk makanan dengan konsumsi buah dan sayur,
mengurangi asupan garam dan lemak jenuh, berhenti merokok, mengurangi
konsumsi alkohol, menciptakan keadaan rileks dan latihan fisik atau olahraga
secara teratur (Widyanto, 2013).
Jenis latihan fisik atau olahraga yang bisa di lakukan oleh lansia antara lain
adalah senam lansia. Senam lansia dibuat oleh Mentri Negara Pemuda dan
Olahraga yang merupakan upaya peningkatan kesegaran jasmani kelompok lansia
yang jumlahya semakin bertambah, sehingga perlu kiranya diberdayakan dan
dilaksanakan secara benar, teratur, dan terukur (Menpora, 2014). Dengan latihan
fisik atau senam dapat membantu kekuatan pompa jantung agar bertambah,
sehingga aliran darah bisa kembali lancar. Jika dilakukan secara teratur akan
memberikan dampak yang baik bagi lansia terhadap tekanan darahnya (Maryam,
2012).
Senam lansia adalah suatu bentuk latihan fisik yang memberikan pengaruh
baik terhadap fisik dan sering diidentifikasi sebagai suatu kegiatan yang meliputi
aktifitas fisik yang teratur dalam jangka waktu dan intensitas tertentu. Senam lansia
merupakan bagian dari usaha menjaga kebugaran termasuk kesehatan jantung dan
pembuluh darah, dan sebagai bagian dari program pemerintah bagi mereka yang
telah menderita hipertensi (Depkes RI, 2015).
10
B. Kerangka Teori
\\
C. Permasalahan
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di Wilayah Kerja
Puskesmas Ciputat Timur melalui jumlah kasus penderita Hipertensi lansia pada
tahun 2017 sebanyak 35 orang, pada tahun 2018 tercatat kasus penderita hipertensi
sebanyak 46 orang, dan pada tahun 2019 tercatat jumlah kasus penderita sebanyak
26 orang. Pada beberapa kesempatan wawancara didapatkan data bahwa 7 dari 10
lansia ingin mengetahui cara penurunan tekanan darah melalui latihan fisik atau
olah raga yang teratur. Dalam ruang lingkup penelitian, latihan fisik bisa diarahkan
kepada senam lansia yang menjadi salah satu program kerja dari pemerintah.
D. Urgensi Penelitian
Perawat atau tenaga kesehatan sangat berperan penting dalam membantu
memberikan salah satu intervensinya berkaitan dengan masalah hipertensi pada
lansia dalam hal ini untuk membantu menurunkan tekanan darah. Dengan
Melakukan Senam Lansia
a. Pemanasan dilakukan
sebelum latihan. Pemanasan
bertujuan menyiapkan fungsi
organ tubuh
b. Kondisioning / Inti Dilakukan
Setelah pemanasan cukup
c. Peregangan Tahap ini
bertujuan mengembalikan
kondisi tubuh seperti semula
Hipertensi Faktor-Faktor
penyebab yaitu :
1. Faktor
Genetika
2. Faktor
Lingkungan
Jenis-jenis
Hipertensi :
1. Hipertensi
Esensial
2. Hipertensi
Sekunder
11
meningkatnya informasi dan kemampuan pada lansia dalam melakukan salah satu
jenis terapi komplementer yaitu senam lansia ini, diharapkan dapat membantu
lansia dalam upaya penurunan tekanan darah tingginya dan membiasakan lansia
selalu memiliki pola hidup yang sehat.
E. Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat apakah terdapat
pengaruh yang signifikan antara senam lansia terhadap penurunan tekanan
darah. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah
mengenai pentingnya pola hidup sehat melalui senam lansia terhadap
penurunan tekanan darah.
12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Lanjut Usia
Usia lanjut adalah kelompok orang yang sedang mengalami suatu
proses perubahan yang bertahap dalam jangka waktu beberapa dekade. Usia
lanjut merupakan tahap perkembangan normal yang akan dialami oleh setiap
individu yang mencapai usia lanjut dan merupakan kenyataan yang tidak dapat
dihindari (Notoatmodjo, 2012).
Penuaan merupakan proses normal perubahan yang berhubungan
dengan waktu, dan sudah dimulai sejak lahir dan berlanjut sepanjang hidup.
Usia tua adalah fase akhir dari rentang kehidupan (Fatimah, 2012).
B. Tekanan Darah
Menurut Santoso (2012), tekanan darah adalah tekanan dimana darah
beredar dalam pembuluh darah. Tekanan ini terus menerus berada dalam
pembuluh darah dan memungkinkan darah mengalir konstan. Tekanan darah
dalam tubuh pada dasarnya merupakan ukuran tekanan atau gaya di dalam arteri
yang harus seimbang dengan denyut jantung. Melalui denyut jantung, darah
akan dipompa melalui pembuluh darah kemudian dibawa keseluruh bagian
tubuh. Tekanan darah dipengaruhi volume darah dan elastisitas pembuluh darah
(Rusdi, 2013).
Menurut tim peneliti dari Universitas Cambridge dan Nottingham
Inggris, tekanan darah dikontrol oleh hormon yang disebut angiotensis (Anna,
13
2012). Tekanan tertinggi karena jantung bilik kiri memompa darah ke arteri
disebut tekanan sistolik. Tekanan diastolik adalah tekanan terendah saat jantung
beristirahat atau rileks. Tekanan darah digambarkan sebagai rasio tekanan
sistolik terhadap tekanan diastolik. Pada orang dewasa tekanan normal berkisar
120/80 mmHg (Santoso, 2014).
C. Tinjauan Umum Tentang Hipertensi
1. Defenisi Hipertensi
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami
peningkatan tekanan darah diatas normal yang mengakibatkan peningkatan
angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas) (Triyanto, 2014).
Sedangkan menurut Joint National Commite on Detection, Evaluation and
Treatment of High Blood Pressure (JNC VII, 2009) hipertensi didefinisikan
sebagai tekanan yang lebih tinggi atau sama dengan 140/90 mmHg dapat
diklasifikasikan sesuai derajat keparahannya (Ruhyanudin, 2015).
2. Klasifikasi hipertensi
Tabel 2.1 Klasifikasi hipertensi
Klasifikasi hipertensi Menurut JNC VII (2009):
Klasifikasi tekanan
darah
Tekanan darah
sistol (mmHg)
Tekanan darah diastoik
(mmHg)
Normal <120 <80
Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi stage 1 140-159 90-99
Hipertensi stage 2 160 atau >160 100 atau >100
Sumber (JNC VII, 2009)
14
3. Etiologi Hipertensi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:
hipertensi esensial atau hipertensi primer dan hipertensi sekunder atau
hipertensi renal (Guyton, 2013):
a. Hipertensi essensial
Hipertensi essensial atau idiopatik adalah hipertensi tanpa kelainan
dasar patologis yang jelas. Lebih dari 90% kasus merupakan hipertensi
essensial. Penyebab hipertensi meliputi faktor genetik dan lingkungan. Faktor
genetik mempengaruhi kepekaan terhadap natrium, kepekaan terhadap stress,
reaktivitas pembuluh darah terhadap vasokontriktor, resistensi insulin dan lain-
lain. Sedangkan yang termasuk faktor lingkungan antara lain diet, kebiasaan
merokok, stress emosi, obesitas dan lain-lain. Pada sebagian besar pasien,
kenaikan berat badan yang berlebihan dan gaya hidup tampaknya memiliki
peran yang utama dalam menyebabkan hipertensi. Kebanyakan pasien
hipertensi memiliki berat badan yang berlebih dan penelitian pada berbagai
populasi menunjukkan bahwa kenaikan berat badan yang berlebih (obesitas)
memberikan risiko 65-70 % untuk terkena hipertensi primer.
b. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder merupakan penyakit ikutan dari penyakit yang
sebelumnya diderita. Kurang dari 10% penderita hipertensi merupakan
sekunder dari gangguan hormonal, diabetes, ginjal, penyakit pembuluh,
penyakit jantung atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan
darah. Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau
penyakit renovaskular adalah penyebab sekunder yang paling sering. Obat-obat
15
tertentu, baik secara langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau
memperberat hipertensi dengan menaikan tekanan darah. penyebab sekunder
dapat diidentifikasi, maka dengan menghentikan obat yang bersangkutan atau
mengobati/mengoreksi kondisi komorbid yang menyertainya sudah merupakan
tahap pertama dalam penanganan hipertensi sekunder
4. Tanda dan Gejala
Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan
darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti
perdarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada
kasus berat, edema pupil. individu yang menderita hipertensi kadang tidak
menampakan gejala sampai bertahun-tahun.Gejala bila ada menunjukan adanya
kerusakan vaskuler, dengan manifestasi yang khas sesuai sistem organ yang
divaskularisasi oleh pembuluh darah bersangkutan. Perubahan patologis pada ginjal
dapat bermanifestasi sebagai nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) dan
azetoma peningkatan nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin. Keterlibatan
pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke atau serangan iskemik transien
yang bermanifestasi sebagai paralisis sementara pada satu sisi (hemiplegia) atau
gangguan tajam penglihatan (Wijayakusuma,2012).
Crowin (2014) menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis timbul
setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun berupa :Nyeri kepala saat terjaga,
kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan darah
intrakranial, Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi, ayunan
langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat,Nokturia karena
peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus, Edema dependen dan
16
pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler. Gejala lain yang umumnya
terjadi pada penderita hipertensi yaitu pusing, muka merah, sakit kepala, keluaran
darah dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk terasa pegal dan lain-lain
(Wiryowidagdo,2013).
5. Patofisiologi Hipertensi
Kaplan menggambarkan beberapa faktor yang berperan dalam pengendalian
tekanan darah yang mempengaruhi rumus dasar: Tekanan Darah = Curah Jantung
x Tahanan Perifer. (Yogiantoro, 2014). Mekanisme patofisiologi yang berhubungan
dengan peningkatan hipertensi esensial antara lain :
a. Curah jantung dan tahanan perifer
Keseimbangan curah jantung dan tahanan perifer sangat berpengaruh
terhadap kenormalan tekanan darah. Pada sebagian besar kasus hipertensi esensial
curah jantung biasanya normal tetapi tahanan perifernya meningkat. Tekanan darah
ditentukan oleh konsentrasi sel otot halus yang terdapat pada arteriol kecil.
Peningkatan konsentrasi sel otot halus akan berpengaruh pada peningkatan
konsentrasi kalsium intraseluler. Peningkatan konsentrasi otot halus ini semakin
lama akan mengakibatkan penebalan pembuluh darah arteriol yang mungkin
dimediasi oleh angiotensin yang menjadi awal meningkatnya tahanan perifer yang
irreversible (Gray,2015).
b. Sistem Renin-Angiotensin
Ginjal mengontrol tekanan darah melalui pengaturan volume cairan
ekstraseluler dan sekresi renin. Sistem Renin-Angiotensin merupakan sistem
endokrin yang penting dalam pengontrolan tekanan darah. Renin disekresi oleh
juxtaglomerulus aparantus ginjal sebagai respon glomerulus underperfusion atau
17
penurunan asupan garam, ataupun respon dari sistem saraf simpatetik (Gray,2015).
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari
angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). ACE memegang
peranan fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung
angiotensinogen yang diproduksi hati, yang oleh hormon renin (diproduksi oleh
ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I (dekapeptida yang tidak aktif). Oleh ACE
yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II
(oktapeptida yang sangat aktif). Angiotensin II berpotensi besar meningkatkan
tekanan darah karena bersifat sebagai vasoconstrictor melalui dua jalur menurut
(Gray, 2015). yaitu:
1) Meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH
diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk
mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat
sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis) sehingga urin
menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkan, volume cairan
ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian
instraseluler. Akibatnya volume darah meningkat sehingga meningkatkan
tekanan darah (Gray, 2015).
2) Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan
hormon steroid yang berperan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume
cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan
cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan
diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang
pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah (Gray, 2015
18
c. Sistem Saraf Otonom
Sirkulasi sistem saraf simpatetik dapat menyebabkan vasokonstriksi dan
dilatasi arteriol. Sistem saraf otonom ini mempunyai peran yang penting dalam
pempertahankan tekanan darah. Hipertensi dapat terjadi karena interaksi antara
sistem saraf otonom dan sistem renin-angiotensin bersama – sama dengan faktor
lain termasuk natrium, volume sirkulasi, dan beberapa hormon (Gray, 2015).
d. Disfungsi Endotelium
Pembuluh darah sel endotel mempunyai peran yang penting dalam
pengontrolan pembuluh darah jantung dengan memproduksi sejumlah vasoaktif
lokal yaitu molekul oksida nitrit dan peptida endotelium. Disfungsi endotelium
banyak terjad i pada kasus hipertensi primer. Secara klinis pengobatan dengan
antihipertensi menunjukkan perbaikan gangguan produksi dari oksida nitrit (Gray,
2015).
e. Substansi vasoaktif
Banyak sistem vasoaktif yang mempengaruhi transpor natrium dalam
mempertahankan tekanan darah dalam keadaan normal. Bradikinin merupakan
vasodilator yang potensial, begitu juga endothelin. Endothelin dapat meningkatkan
sensitifitas garam pada tekanan darah serta mengaktifkan sistem renin-angiotensin
lokal. Arterial natriuretic peptide merupakan hormon yang diproduksi di atrium
jantung dalam merespon peningkatan volum darah. Hal ini dapat meningkatkan
ekskresi garam dan air dari ginjal yang akhirnya dapat meningkatkan retensi cairan
dan hipertensi (Gray, 2015).
19
f. Hiperkoagulasi
Pasien dengan hipertensi memperlihatkan ketidaknormalan dari dinding
pembuluh darah (disfungsi endotelium atau kerusakan sel endotelium),
ketidaknormalan faktor homeostasis, platelet, dan fibrinolisis. Diduga hipertensi
dapat menyebabkan protombotik dan hiperkoagulasi yang semakin lama akan
semakin parah dan merusak organ target. Beberapa keadaan dapat dicegah dengan
pemberian obat anti-hipertensi (Gray, 2015).
g. Disfungsi diastolik
Hipertropi ventrikel kiri menyebabkan ventrikel tidak dapat beristirahat
ketika terjadi tekanan diastolik. Hal ini untuk memenuhi peningkatan kebutuhan
input ventrikel, terutama pada saat olahraga terjadi peningkatan tekanan atrium kiri
melebihi normal, dan penurunan tekanan ventrikel (Gray, 2015)
20
(Gray, 2015)
6. Komplikasi Hipertensi
Menurut (Hsueh dan Wyne, 2014) komplikasi hipertensi terbagi menjadi
dua :
1. Komplikasi makrovaskuler yaitu terjadinya penyumbatan pada
pembuluh darah besar seperti jantung dan otak yang sering
21
mengakibatkan terjadinya coronary artery disease, stroke dan
peripheral arterial desease
2. Komplikasi mikrovaskuler yaitu terjadinya penyumbatan pada
pembuluh darah kecil seperti diginjal yang dapat menyebabkan
terjadinya nefropati, retinopati dan neuropati
E. Kajian Teori Senam Lansia
1. Defenisi senam lansia
Senam lansia adalah serangkaian gerak nada yang teratur dan terarah serta
terencana yang diikuti oleh orang lanjut usia dalam bentuk latihan fisik yang
berpengaruh terhadap kemampuan fisik lansia. Aktifitas olahraga ini akan
membantu tubuh agar tetap bugar dan tetap segar (Widianti & Atikah, 2012). Dalam
Isesreni (2011) senam lansia merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan
kesegaran jasmani kelompok lansia yang jumlahnya semakin bertambah, sehingga
perlu diberdayakan dan dilaksanakan secara benar, teratur, dan rutin.
Senam lansia yang dibuat oleh Menteri Negara Pemuda dan Olahraga
(MENPORA) merupakan upaya peningkatan kesegaran jasmani kelompok lansia
jumlahnya semakin bertambah.Senam lansia sekarang sudah diberdayakan
diberbagai tempat seperti di panti wredha, posyandu, klinik kesehatan,
danpuskesmas. (Suroto, 2014).
Senam lansia adalah serangkaian gerak nada yang teratur dan terarah serta
terencana yang diikuti oleh orang lanjut usia yang dilakukan dengan maksud
meningkatkan kemampuan fungsional raga. Senam lansia ini dirancang secara
khusus untuk melatih bagian-bagian tubuh serta pinggang, kaki serta tangan agar
mendapatkan peregangan bagi para lansia, namun dengan gerakan yang tidak
22
berlebihan. Senam lansia dapat menjadi program kegiatan olahraga rutin yang dapat
dilakukan di posyandu lansia atau di rumah dalam lingkungan masyarakat. Senam
lansia dilakukan dengan senang hati untuk memperoleh hasil latihan yang lebih baik
yaitu kebugaran tubuh dan kebugaran mental dan un
2. Gerakan Senam Lansia
Tahapan latihan kebugaran jasmani adalah rangkaian proses dalam setiap
latihan, meliputi pemanasan, kondisioning (inti) dan penenangan (pendinginan)
(Sumintarsi, 2016)
1. Pemanasan
Pemanasan dilakukan sebelum latihan. Pemanasan bertujuan menyiapkan
fungsi organ tubuh agar mampu mmenerima pembebanan yang lebih berat pada saat
latihan sebenarnya. Penanda bahwa tubuh siap menerima pembebanan antara lain
detak jantung telah mencapai 60% detak jantung maksimal, suhu tubuh naik 1 C -2
C dan badan berkeringat. Pemanasan yang dilakukan dengan benar akan mengurangi
cidera atau kelelahan (Sumintarsi, 2016)
Gerakan pemanasan pada senam lansia adalah sebagai berikut:
a. Sikap permulaan: berdiri tegak menghadap ke depan
Gambar 2.1
Gerakan permulaan
23
b. Jalan ditempat dengan hitungan 4x8 hitungan
Gambar 2.2
Gerakan jalan di tempat
c. Jalan maju, mundur, gerakan kepala menengok samping, miringkan kepala,
menundukan kepala 8 x 8 hitungan
Gambar 2.3
Gerakan kepala
d. Melangkahkan satu langgkah ke samping dengan menggerakan bahu 8 x 8
hitungan
24
Gamabar 2.4
Gerakan bahu
e. Peregangan dinamis dengan jalan di tempat 8 x 8 hitungan
Gambar 2.5
Gerakan peregangan
2. Kondisioning / Inti
Setelah pemanasan cukup dilanjutkan tahap kondisoniong atau gerakan inti
yakni melakukan berbagai rangkaian gerak dengan model latihan yang sesuai
dengan tujuan program latihan
25
a. Jalan maju dan mundur melatih koordinasi lengan dan tungkai 2 x 8 hitungan
Gambar 2.6
Gerakan lengan dan tungkai
b. Melangkah ke samping dengan mengayun lengan ke depan, menguatkan otot
lengan 2 x 8 hitungan
Gambar 2.7
Gerakan otot lengan
c. Kaki bertumpu pada tumit, tekuk lengan, koordinasi gerakan kaki dengan lengan
2 x 8 hitungan
26
Gambar 2.8
Gerakan koordinasi kaki dan lengan
d. Mengangkat lutut ke depan dengan tangan lurus ke atas, koordinasi dan
menguatkan otot tungkai 2 x 8 hitungan
Gambar 2.9
Gerakan menguatkan otot tungkai
e. Mengangkat kaki ke depan serong dengan tangan tekuk lurus 2 x 8 hitungan
Gambar 2.10
Gerakan tangan
27
f. Gerakan mambo 1 x 8 hitungan, melangkah ke samping 2 langka ke kanan tangan
di ayun ke samping 1 x 8 hitungan, gerakan sebaliknya juga sama 2 x 8 hitunga
Gambar 2.11
Gerakan kaki dan tangan
3. Peregangan
Penenangan merupakan periode yang sangat penting dan esensial. Tahp
ini bertujuan mengembalikan kondisi tubuh seperti sebelum berlatih dengan
melakukan serangkaian gerakan berupa stretching. Tahapan ini ditandai dengan
menurunnya frekwensi dekat jantung, menurunnya suhu tubuh, dan semakin
berkurangnya keringat. Tahap ini juga bertujuan mengembalikan darh ke jantung
untuk reoksigenasi sehingga mencegah genagan darah di otot kaki dan tangan
a. Peregangan dinamis dengan mengangkat lengan bergantian 2 x 8 hitungan
Gambar 2.12
28
Gerakan peregangan
b. Peregangan dinamis dengan mengangkat lengan keduanya 2 x 8 hitungan
Gambar 2.13
Gerakan peregangan lengan
c. Buka kaki kanan, tekuk lutut kanan sambil mengangkat tangan kanan ke atas,
tangan kiri ke samping badan 2 x 8 hitungan
Gambar 2.14
Gerakan peregangan tulut dan tangan
d. Gerakan pernapasan dengan membuka kaki selebar bahu, tangan mendorong
kesamping kanan dan kiri 2 x 8 hitungan
29
Gambar 2.15 Gerakan pernapasan
e. Gerakan pernapasan kaki terbuka selebar bahu tangan diangkat ke atas
membentuk huruf V 2 x 8 hitungan
Gambar 2.16
Gerakan pernapasan terbuka
Indikasi senam lansia adalah lansia dengan tekanan darah sistolik <180
mmHg dan distolik < 120 mmHg, lansia yang tidak memiliki riwayat penyakit
berat, lansia yang mempunyai kualitas tidur baik sedangkan kontraindikasi senam
lansia adalah lansia dengan fraktur ekstremitas bawah, lansia dengan tekanan
darah sistolik > 180 mmHg dan diastolik > 120 mmHg, lansia dengan bedrest total,
dan lansia dengan kualitas tidur tidak baik (Molica, 2013)
30
BAB III
METODA PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian direncanakan akan dilaksanakan di Wilayah kerja Puskesmas
Ciputat Timur Provinsi Banten.
B. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah lansia yang berada di Wilayah Kerja
Puskesmas Ciputat Timur Provinsi Banten sebanyak 1653 Jiwa (Dinas Kesehatan
Tangerang Selatan). Sampel yang digunakan dalam penelitian dihitung dengan
menggunakan rumus Slovin yaitu sebanyak:
n = N
1 + N (d2)
= 1653
1 + 1653 (0,12)
= 94, 3 ≈ 95
Tehnik pengambilan sampel pada penelitian ini dengan menggunakan
random sampling. Pada pelaksanaannya, sampel penelitian akan dibagi kedalam 5
kelompok pelaksanaan (K1- K4 = 20 Lansia dan K5 = 15 Lansia ).
31
C. Alat, Bahan dan Responden
Instrumen Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan beberapa alat
yaitu:
1. Lembaran observasi
Lembar observasi merupakan kumpulan dari pernyataan yang pengisiannya
dilakukan oleh peneliti dengan memberikan tanda centang pada tempat-tempat
yang sudah disediakan
2. Sphygmomanometer
Sphygmomanometer air raksa merupakan sphygmomanometer
konvensional yang menggunakan air raksa sebagai penunjuk tekanan darah yang
telah diukur. Sphygmomanometer air raksa digunakan sebagai standar emas
pengukuran tekanan darah oleh para dokter karena tidak meragukan untuk
menempatkan kepercayaan mereka kepada tensimeter air raksa ini.( Smeltzer,dan
Brenda, 2012).
Kalibrasi pada spygmomanometer air raksa adalah (1) Sebelum dipakai,
air raksa harus selalu tetap berada pada level angka nol 0 mmhg, (2) Pompa manset
sampai 250 mmhg kemudian tutup katup buang rapat-rapat. Setelah beberapa
menit, pembacaan mestinya tidak turun lebih dari 2 mmhg ke 198 mmhg. Disini
kita melihat apakah ada bagian yang bocor, (3) Laju Penurunan kecepatan dari
200 mmhg ke 0 mmhg harus 1 detik, dengan cara melepas selang dari tabung
kontainer air raksa, (4) Jika kecepatan turunnya air raksa di sphygmomanometer
lebih dari 1 detik, berarti harus diperhatikan kendalan dari sphygmomanometer
tersebut. Karena jika kecepatan penurunan terlalu lambat, akan mudah untuk terjadi
32
kesalahan dalam menilai. Biasanya tekanan darah sistolic pasien akan terlalu tinggi
tampilan bukan hasil sebenarnya. Begitu juga dengan diastolic (Soeprijatno, 2013)
3. Stetoskop
Kalibrasi stetoskop ini adalah (1)Periksa stetoskop untuk kualitas dan
kerusakan,(2) Cari tempat yang tenang relatif untuk memastikan bahwa suara tubuh
tidak dikuasai oleh kebisingan latar belakang, (3) Masukkan masing-masing dari
dua buah ke telinga,(4) Miring sedikit ke depan pada beberapa stetoskop untuk
memastikan kesesuaian yang lebih baik,(5) Gunakan stetoskop pada kulit telanjang
untuk menghindari mengangkat suara gemerisik kain dan basah kulit dengan air
hangat untuk menghindari polusi suara dari rambut-rambut kecil di kulit,(6) Pegang
bagian bulat letakan pada bagian tubuh yang di inginkan,(7) Pastikan harus
mendengar Lub-dub suara. Suara pemukulan perjalanan melalui tabung ke telinga
(Nie,2013)
C. Cara Kerja
1. Pelaksanaan Penelitian
a. Peneliti menemui calon respoden dan menjelaskan tentang tujuan dan
manfaat penelitian sekaligus memberikan informed consent.
b. Jika calon responden menyetujui untuk menjadi responden dalam penelitian,
peneliti meminta responden untuk menandatangani lembar informed
consent.
c. Peneliti menjelaskan kepada responden bahwa pengukuran tekanan darah
akan dilakukan sebelum dan setelah senam lansia, dan akan dilakukan 2x
33
seminggu yaitu pada hari selasa dan jumat selama 2 minggu, dengan durasi
waktu 30 menit, pada setiap jam 8 pagi.
d. Setelah melakukan intervensi senam lansia, responden dapat beristirahat
selama 10 menit sambil mengonsumsi bubur kacang hijau
e. Setelah responden beristirahat 10 menit, kemudian peneliti kembali
melakukan pengukuran tekanan darah
2. Pengolahan data
Model atau metode yang digunakan peneliti untuk melakukan suatu penelitian
yang memberikan arah terhadap jalannya penelitian (Dharma, 2013).Penelitian
ini menggunakan rancangan.penelitian pra eksperiment dengan menggunakan
desain penelitian One-group pre-post test. Desain penelitian one group pretest
posttest adalah mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan
satu kelompok subjek. Kelompok subjek diobservasi sebelum dilakukan
intervensi, kemudian diobservasi lagi setelah intervensi (Nursalam, 2013).
Skema rancangan penelitian dapat digambarkan sebagai berikut
Gambar 3.1
Rancangan penelitian one-group pra-test-posttest
Keterangan
O1 : tes awal (pre test) mengukur tekanan darah sebelum intervensi
O2: tes ahir (post test) mengukur tekanan darah sesudah intervensi
diberikan
X : intervensi terhadap sampel penelitian yaitu senam lansia
Pada Analisa univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi
variabel yang diteliti (Arikunto, 2013), yaitu senam lansia dan perubahan tekanan
O1 X O2
34
darah. Setelah nilai persentase dari masing-masing sub variabel (materi)
selanjutnya digabungkan menjadi hasil jawaban responden secara keseluruhan.
Sedangkan Analisa bivariat dilakukan untuk menguji hubungan antara variabel-
variabel independen yaitu menganalisispengaruh senam lansia terhadap perubahan
tekanan darah pada lansia dengan hipertensi.Uji statistik yang digunakan dalam
penelitian adalah uji paired sample t-test (uji t berpasangan), jika distribusi data
normal. Namun jika distribusi data tidak normal, maka dapat digunakan uji
alternatif, yakni Wilcoxon Signed Ranks Test. Untuk melihat kemaknaan (CI)
0,05%, dengan ketentuan bila p < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima, yang
menunjukkan adanya hubungan antara variabel terikat dengan variabel bebas.
35
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Analisis Univariat
Tabel 1. Distribusi Rata-Rata Tekanan Darah Sistolik Sebelum
Dan Setelah Melakukan Senam Lansia Pada Lansia
Penderita Hipertensi
Sistolik Mean S.td
Deviation Minimum Maximum
Sebelum 148,52 8,861 140 165
Setelah 130,12 8,748 120 145
Berdasarkan tabel 1 diperoleh hasil rata-rata tekanan darah sistolik sebelum
dilakukan senam lansia pada lansia dengan hipertensi yaitu sebesar 148 mmHg,
standar deviasi 8,8 mmHg, nilai maximum 165 mmHg, nilai minimum 140
mmHg. Setelah dilakukan senam lansia didapatkan hasil yang baik yaitu
penurunan tekanan darah responden rata-rata sebesar 130 mmHg, standar
deviasi 8,7 mmHg, nilai maximum 145 mmHg, nilai minimum 120 mmHg. Jadi
dapat disimpulkan bahwa rata-rata perubahan tekanan darah sistolik sebelum
dan setelah senam lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Timur sebesar 18
mmHg.
Tabel 2. Distribusi Rata-Rata Tekanan Darah Diastolik Sebelum
Dan Setelah Melakukan Senam Lansia Pada Lansia
Penderita Hipertensi
Diastolik Mean S.td
Deviation Minimum Maximum
Sebelum 97,92 8,888 80 110
Setelah 85,60 5,759 80 100
36
Berdasarkan tabel 2 diperoleh hasil rata-rata tekanan darah diastolik sebelum
dilakukan senam lansia pada lansia dengan hipertensi yaitu sebesar 97 mmHg,
standar deviasi 8,8 mmHg, nilai maximum 110 mmHg, nilai minimum 80
mmHg. Setelah dilakukan senam lansia didapatkan hasil yang baik yaitu
penurunan tekanan darah responden rata-rata sebesar 85 mmHg, standar deviasi
5,7 mmHg, nilai maximum 100 mmHg, nilai minimum 80 mmHg. Jadi dapat
disimpulkan bahwa rata-rata penurunan tekanan darah diastolik sebelum dan
setelah senam lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Timur sebesar 12
mmHg.
B. Hasil Bivariat
Tabel 3. Hasil Uji Wilcoxon Signed Ranks Test Tekanan Darah Sistolik
Test Statisticsb
Sistolik Sesudah - Sistolik Sebelum
Z -4.214a
Asymp. Sig. (2-
tailed) 0,000
Dari tabel 3 terlihat bahwa nilai signifikan yang diperoleh 0.000 (p<0.05),
artinya H0 ditolak dan Ha diterima maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh
senam lansia terhadap perubahan tekanan darah sistolik pada lansia penderita
hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Timur.
Tabel 4. Hasil Uji Wilcoxon Signed Ranks Test Tekanan Darah Diastolik
Test Statisticsb
Diastolik Sesudah - Diastolik
Sebelum
Z -4.033a
Asymp. Sig. (2-
tailed) 0,000
37
Dari tabel 4 terlihat bahwa nilai signifikan yang diperoleh 0.000 (p<0.05),
artinya H0 ditolak dan Ha diterima maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh
senam lansia terhadap penurunan tekanan darah diastolik pada lansia penderita
hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Timur.
c. Pembahasan
Berdasarkan hasil analisa yang dilakukan terhadap perbedaan
tekanan darah sistolik dan diastolik pada lansia penderita hipertensi sebelum
dan setelah diberikan senam lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Timur,
didapatkan hasil uji Wilcoxon Signed Ranks Test tekanan darah sistolik 0,000
sedangkan nilai diastolik 0,000 berarti terdapat pengaruh senam lansia terhadap
penurunan tekanan darah lansia penderita hipertensi di Wilayah Kerja
Puskesmas Ciputat Timur. Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang
mengatakan kurangnya latihan aktivitas fisik dapat mengakibatkan hipertensi
dikarenakan terjadinya penurunan cardiac output(curah jantung) sehingga
pemompaan ke jantung menjadi berkurang. Kurangnya latihan aktivitas fisik
juga dapat menyebabkan terjadinya kekakuan pembuluh darah, sehingga aliran
darah tersumbat dan dapat menyebabkan hipertensi. Hal ini didukung oleh
penelitian yang dikemukakan oleh Putriastuti (2015) yang menunjukan bahwa
jumlah responden yang tidak melakukan aktifitas fisik sebagian besar adalah
penderita hipertensi.
Sherwood (2014) menjelaskan bahwa olahraga aerobik tingkat
sedang yang dilakukan 3 kali seminggu selama 15-60 menit merupakan terapi
efektif untuk hipertensi ringan sampai sedang. Penelitian ini sesuai dengan yang
38
disarankan oleh Kemenkes RI (2006), yakni berolahraga seperti senam aerobik
pada lansiasebanyak 3 hingga 4 kali dalam seminggu dapat menambah
kebugaran dan memperbaiki metabolism tubuh yang ujungnya dapat
mengontrol tekanan darah. Giriwijoyo dan Sidik (2012) juga menyatakan
bahwa olahraga kesehatan sudah sangat memadai bila dilakukan 3 kali
seminggu.
Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang mengatakan aktifitas
fisik atau olahraga misalnya senam lansia dapat membuat kerja jantung efisien,
membakar lemak sehingga lemak yang menyumbat dinding pembuluh darah
dapat berkurang dan hipertensi secara otomatis dapat menurun, pembuluh darah
jantung atau arteri koroneria akan lebih besar dan lebar dibandingkan dengan
orang tidak berolaraga sehingga akan memperlancar aliran darah dan akan
mengakibatkan penurunan tekanan darah( Kuntaraf, 2013).
Berolahraga seperti senam lansia secara teratur dapat menurunkan
tekanan darah tinggi. Hal ini disebabkan karena dinding pembuluh darah
menjadi lebih kuat terhadap perubahan tekanan darah dan kekenyalannya
(elastisitasnya) dapat terpelihara, disertai dengan menjadi lebih longgarnya
(vasodilatasi) bagian arteriol dari susunan pembuluh darah.Jumlah kapiler yang
aktif dalam otot-otot yang diolahragakan adalah lebih banyak. Sehingga,
tekanan darah cenderung lebih normal, peredaran darah dan lintas cairan
menjadi lebih lancar (Giriwijoyo dkk, 2012).
Hal ini didukung oleh penelitian yang dikemukakan oleh Tulak dan
Umar, (2017) yaitu terjadi penurunan tekanan darah pada lansia penderita
hipertensi setelah diberikan intervensi senam lansia. Analisa peneliti
39
berpendapat bahwa, dengan melakukan aktifitas fisik atau olahraga seperti
senam lansia dapat merilekskan pembuluh-pembuluh darah yang dapat
menyebabkan terjadinya penurunan tekanan darah.
40
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Terdapat pengaruh senam lansia terhadap penurunan tekanan darah sistolik
dan diastolik pada lansia penderita hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat
Timur yang bermakna dengan significansy 0,000(pvalue<0,05). Oleh karena itu,
senam lansia yang dilakukan secara teratur dapat menurunkan tekanan darah tinggi.
Hal ini disebabkan karena dinding pembuluh darah menjadi lebih kuat terhadap
perubahan tekanan darah dan kekenyalannya (elastisitasnya) dapat terpelihara,
disertai dengan menjadi lebih longgarnya (vasodilatasi) bagian arteriol dari susunan
pembuluh darah.
41
DAFTAR PUSTAKA
Azizah. L. M. (2014). Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta: Graha Ilmu
Chobanian AV. 2003. The Seventh Report of the Joint National Committee on
Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood
Pressure. United state: Department of Health and Human Services.
Departemen Kesehatan. (2003). Pedoman Kesehatan Usia Lanjut Bagi Petugas
Kesehatan I, Kebijaksanaan Program dan II, Materi Pembinaan, Direktorat
Bina Kesehatan Keluarga, Jakarta.
Depkes RI. (2015). Pedoman Teknis Penemuan dan Tata Laksana Penyakit
Hipertensi. Jakarta: Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular
Depkes RI.
Depkes RI. 2006. Pedoman Teknis Penemuan dan Tata Laksana Penyakit
Hipertensi. Jakarta: Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular
Depkes RI.
Depkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.
Fatimah. (2012). Merawat Lanjut Usia SuatuPendekatan Proses
KeperawatanGerontik. Jakarta: Trans Info Media
Giriwijoyo & Sidik. (2012). Ilmu Faal Olahraga. Jurnal tentang Ilmu
keolahragaan,Vol. 8 No 1 2012
Gray, Huon. 2005. Kardiologi Edisi IV. Jakarta: Erlangga.
Karo SK. 2012. Hipertensi adalah Masalah Kesehatan Masyarakat. Dalam:
Rilantono LI(penyunting). “Penyakit Kardovaskular (PKV) 5 Rahasia”
selected reading, hlm. 235-248. Jakarta. Badan Penerbit Fakultas
Kuntaraf, L. (2013). di akses di http://gi-healthy.blogspot.com/2013/05/olah-
raga-menurunkan-tekanan-darah.htm
Lacerdaa PJ, Lopesb MR, Ferreiraa DP, Fonsecaa FL, Favaro P. 2016.
Descriptive study of the prevalence of anemia, hypertension, diabetes and
quality of life in a randomly selected population of elderly subjects from
São Paulo. Elsevier.
Mateos-C´aceres PJ, Zamorano-Le JJ, Rodr´ıguez-Sierra P,CarlosMacaya,
42
L´opez- Farr´e AJ. 2012. New and Old Mechanisms Associated
withHypertension in the Elderly. International Journal of Hypertension.
2012: hlm. 1-10.
Menpora. (2008). Senam lanjut usia. Jakarta : Kementrian Pendidikan dan
Olahraga.
Mubarak, W. I, dkk. (2013). Ilmu keperawatan komunitas. Jakarta: CV Agung Seto
Price, Wilson. 2006. Patofisiologi Volume 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Rahajeng E, Tuminah S. 2009. Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di
Indonesia. Maj Kedokt Indon. 59(12): hlm. 550-587.
Sherwood, L. (2014). Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, edisi 2, Penerbit
BukuKedokteran EGC, cetakan 1:2001
Sutanto. 2010. Cekal (Cegah dan Tangkal) Penyakit Modern. Yogyakarta : CV.
Andi Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa
Keperawatan Ed-3. Monica Ester, editor. Jakarta: EGC
WHO. 2014. Global target 6: A 25% relative reduction in the prevalence of
raised blood pressure or contain the prevalence of raised blood pressure,
according to national circumstances. Jenewa: World Health
Organization.
Widyanto, F& Triwibowo. (2013). Trend penyakit saat ini. Jakarta : CV. Trans Info
Media
World Health Organization (WHO). (2011). Physical activity. Retrieved from
Institute website: http://www.who.int/en/
Yogiantoro M. 2009. Hipertensi Esensial. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B,
Alwi I, Simadibrata M, Setiati S (penyunting). “Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II edisi V” selected reading, hlm.1079-1086. Jakarta: Interna
Publishing.