gangguan kognitif dan penuaan
DESCRIPTION
gangguan kognitif dan penuaanTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penuaan merupakan suatu proses alami yang dihadapi oleh seluruh
manusia dan tak dapat dihindarkan. Lansia merupakan periode akhir dari
kehidupan seseorang dan setiap individu akan mengalami proses penuaan
dengan terjadinya perubahan pada berbagai aspek fisik/fisiologis, psikologis
dan sosial (Miller, 2004).
Undang-undang No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia
menyatakan bahwa lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke
atas. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam Menkes RI menggolongkan
lanjut usia menjadi 4 yaitu : usia pertengahan (middle age) 45 -59 tahun,
lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun, lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun dan usia
sangat tua (very old) diatas 90 tahun. Secara kronologis, young old secara
umum yaitu usia antara 65-74 tahun, old-old berusia antara 75-84 tahun, dan
oldest old berusia 85 tahun ke atas (Papalia, Olds & Feldman, 2005).
Peningkatan usia harapan hidup tentunya berdampak lebih banyak terjadi
gangguan atau penyakit pada lansia, seperti demensia, delirium dan gangguan
amnestik. Gangguan mental yang sering diderita para lanjut usia adalah
gangguan depresi, gangguan kognitif, fobia dan gangguan pemakaian alkohol
(Kaplan, 2010). Ada pula gangguan psikologis yang terkait dengan penuaan,
seperti gangguan kecemasan dan penuaan, depresi dan penuaan, serta
gangguan tidur dan penuaan. Gangguan kognitif dan gangguan psikologis
yang terkait dengan penuaan itu lah yang akan di bahas dalam makalah ini
2.1 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan gangguan kognitif ?
2. Apa saja faktor yang mempengaruhi gangguan kognitif?
3. Bagaimana gejala umum gangguan kognitif?
4. Bagaimana pengklasifikasian gangguan kognitif?
1
5. Bagaimana pengertian dan diskripsi dari macam macam gangguan
kognitif?
6. Bagaimana penanganan bagi penderita gangguan kognitif?
7. Apa saja gangguan psikologis yang terkait dengan penuaan?
3.1 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu pengertian dari gangguan kognitif.
2. Mengetahui faktor penyebab timbulnya gangguan kognitif.3. Mengetahui gejala-gejala umum gangguan kognitif.4. Mengetahui macam – macam bentuk gangguan kognitif.5. Mengetahui pengertian dan diskripsi macam-macam
gangguan kognitif.6. Mengetahui penangganan bagi penderita gangguan
kognitif.7. Mengetahui gangguan psikologis yang terkait dengan penuaan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Gangguan Kognitif
Gangguan kognitif (cognitive dissorder) meliputi gangguan dalam pikiran
atau ingatan yang menggambarkan perubahan nyata dari tingkat fungsi
individu yang sebelumnya (APA, 2000). Gangguan kognitif tidak memiliki
dasar psikologis; gangguan ini disebabkan oleh kondisi fisik atau medis, atau
penggunaan obat atau putus zat, yang mempengaruhi fungsi dari otak.
Gangguan kognitif terjadi apabila otak mengalami kerusakan atau mengalami
hendaya dalam kemampuannya untuk berfungsi akibat luka-luka, penyakit,
keterpaparan terhadap racun-racun, atau penggunaan atau penyalahgunaan
obat-obat psikoaktif. Orang-orang yang menderita gangguan kognitif
mungkin sepenuhnya menjadi bergantung pada orang lain untuk memenuhi
kebutuhan dasar dalam hal makan, beraktivitas ditoilet, dan berdandan.
2.1.1 Etiologi
1. Faktor Predisposisi
Gangguan kognitif umumnya disebabkan oleh gangguan fungsi
susunan saraf pusat (SSP). SSP memerlukan nutrisi untuk berfungsi,
setiap gangguan pengiriman nutrisi mengakibatkan gangguan fungsi
SSP. Faktor yang dapat menyebabkan adalah penyakit infeksi
sistematik, gangguan peredaran darah, keracunan zat (Beck,
Rawlins dan Williams, 1984, hal 871). Banyak faktor lain yang
menurut beberapa ahli dapat menimbulkan gangguan kognitif,
seperti kekurangan vitamin, malnutrisi, gangguan jiwa fungsional.
2. Faktor Presipitasi
Setiap kejadian diotak dapat berakibat gangguan kognitif.
Hipoksia dapat berupa anemia Hipoksia, Hitoksik Hipoksia,
Hipoksemia Hipoksia, atau Iskemik Hipoksia. Semua Keadaan ini
mengakibatkan distribusi nutrisi ke otak berkurang. Gangguan
metabolisme sering mengganggu fungsi mental, hipotiroidisme,
3
hipoglikemia. Racun, virus dan virus menyerang otak
mengakibatkan gangguan fungsi otak, misalnya sifilis. Perubahan
struktur otak akibat trauma atau tumor juga mengubah fungsi otak.
Stimulus yang kurang atau berlebihan dapat mengganggu fungsi
kognitif. Misalnya ruang ICU dengan cahaya, bunyi yang konstan
merangsang dapat mencetuskan disorientasi, delusi dan halusinasi,
namun belum ada penelitian yang tepat.
2.2 Klasifikasi Gangguan Kognitif
Terdapat tiga jenis utama gangguan kognitif, yaitu delirium, demensia, dan
gangguan amnestik. Adapun tipe-tipe utama dari delirium, demensia dan
gangguan amnestik dalam DSM-IV-TR (APA, 2000) yaitu :
- Delirium : Delirium Akibat Gangguan Medis Umum
Delirium Akibat Intoksikasi Zat
Delirium Akibat Putus Zat
- Demensia : Demensia Tipe Alzheimer
Demensia Vaskular
Demensia Akibat Penyakit HIV
Demensia Akibat Trauma Kepala
Demensia Akibat Penyakit Parkinson
Demensia Akibat Penyakit Huntington
Demensia Akibat Penyakit Pick
Demensia Akibat Penyakit Creutzfeldt-Jakob
Demensia Akibat Kondisi Medis Umum Lainnya
- Gangguan Amnestik: Gangguan Amnestik Akibat Kondisi Medis
Umum
Gangguan Amnestik yang Persisten Akibat
Penggunaan Zat
2.2.1 Delirium
2.2.1.1 Pengertian Delirium
Delirium berasal dari bahasa latin, de berarti dari dan lira
berarti garis atau alur. Hal ini berarti pergeseran dari garis, atau
4
norma, dalam persepsi, kognisi dan perilaku. Delirium
mencakup keadaan kebingungan mental yang ekstreem dimana
orang mengalami kesulitan berkonsentrasi dan berbicara jelas
serta masuk akal. Orang yang terkena delirium mungkin
mengalami kesulitan untuk mengabaikan stimulus yang tidak
sesuai atau mengalihkan perhatian mereka pada tugas yang baru.
Orang-orang dalam kondisi delirium mungkin mengalami
halusinasi yang menakutkan ,terutama halusinasi visual .
Gangguan dalam persepsi juga sering terjadi.
2.2.1.2 Faktor – Faktor Penyebab Delirium
1. Asetilkolin
Data studi mendukung hipotesis bahwa asetilkolin adalah
salah satu dari neurotransmiter yang penting dari
pathogenesis terjadinya delirium. Hal yang mendukung
teori ini adalah bahwa obat antikolinergik diketahui sebagai
penyebab keadaan bingung,pada pasien dengan transmisi
kolinergik yang terganggu juga muncul gejala ini. Pada
pasien post operatif delirium serum antikolinergik juga
meningkat.
2. Dopamine
Pada otak, hubungan muncul antara aktivitas kolinergik
dan dopaminergik. Pada delirium muncul aktivitas berlebih
dari dopaminergik, pengobatan simptomatis muncul pada
pemberian obat antipsikosis seperti haloperidol dan obat
penghambat dopamine.
3. Neurotransmitter lainnya
Serotonin ; terdapat peningkatan serotonin pada pasien
dengan encephalopati hepatikum.
GABA (Gamma-Aminobutyric acid); pada pasien dengan
hepatic encephalopati,peningkatan inhibitor GABA juga
ditemukan. Peningkatan level ammonia terjadi pada pasien
5
hepatic encephalopati,yang menyebabkan peningkatan pada
asam amino glutamat dan glutamine (kedua asam amino ini
merupakan precursor GABA). Penurunan level GABA pada
susunan saraf pusat juga ditemukan pada pasien yang
mengalami gejala putus benzodiazepine dan alkohol.
4. Mekanisme peradangan/inflamasi
Studi terkini menyatakan bahwa peran sitokin, seperti
interleukin-1 dan interleukin-6,dapat menyebabkan
delirium. Mengikuti setelah terjadinya infeksi yang luas dan
paparan toksik,bahan pirogen endogen seperti interleukin-1
dilepaskan dari sel. Trauma kepala dan iskemia, yang sering
dihubungkan dengan delirium,terdapat hubungan respon
otak yang dimediasi oleh interleukin-1 dan interleukin 6.
5. Mekanisme reaksi stress
Stress psikososial dan gangguan tidur mempermudah
terjadinya delirium.
6. Mekanisme struktural
Pada pembelajaran terhadap MRI terdapat data yang
mendukung hipotesis bahwa jalur anatomi tertentu
memainkan peranan yang lebih penting daripada anatomi
yang lainnya. Formatio reticularis dan jalurnya memainkan
peranan penting dari bangkitan delirium. Jalur tegmentum
dorsal diproyeksikan dari formation retikularis
mesensephalon ke tectum dan thalamus adalah struktur
yang terlibat pada delirium. Kerusakan pada sawar darah
otak juga dapat menyebabkan delirium,mekanismenya
karena dapat menyebabkan agen neuro toksik dan sel-sel
peradangan (sitokin) untuk menembus otak.
2.2.1.3 Kriteria Diagnostik Delirium
Kriteria diagnostik DSM IV TR derilium adalah :
6
1. Gangguan kesadaran (penurunan tingkat kewaspadaan
terhadap keadaan sekitar) disertai penurunan kemampuan
memusatkan, mempertahankan atau mengalihkan perhatian.
2. Gangguan Perubahan kognitif (seperti defisit memori,
disorientasi, gangguan berbahasa) atau perkembangan
gangguan persepsi yang tidak berkaitan dengan demensia
sebelumnya, yang sedang berjalan atau memberat.
3. Gangguan ini terjadi dalam waktu yang singkat (biasanya
dalam beberapa jam atau hari) dan cenderung berubah-ubah
sepanjang hari.
4. Adanya bukti dari riwayat, pemeriksaan fisik atau temuan
laboratorium yang menunjukan bahwa gangguan ini adalah
konsekuensi fisiologis dari kondisi medis umum.
2.2.1.4 Diagnosis Banding Delirium
Delirium Demensia
- Onset akut
- Berfluktuasi
- Gangguan kesadaran
- Organisasi pikiran
terganggu
- Sering terjadi gangguan
persepsi
- Kewaspadaan selalu
terganggu
- Onser perlahan-lahan
- Stabil atau progresif
- Kesadaran normal
- Organisasi pikiran
kurang
- Jarang terjadi gangguan
persepsi
- Kewaspadaan normal
2.2.1.5 Contoh Kasus Delirium
Ny.Van Dijk (86 tahun) baru-baru saja diterima di rumah
perawatan psikogeriatrik (kesehatan jiwa pada lansia). Ia
dirawat karena tidak dapat dipertanggung jawabkan bila di
rumah. Gejala yang muncul adalah merasa ketakutan, adanya
7
gangguan memori dan disorientasi. Dia sudah menjanda
beberapa tahun tanpa memiliki anak. Ia mendapat kunjungan
teratur dari keponakan laki-lakinya. Pada umumnya sikap
Ny.Van Dijk mengalami banyak perubahan. Kadang ia ramah
selama beberapa hari lalu kemudian ia berubah menjadi tidak
tenang dan memberontak. Saat malam tidurnya tidak tenang,
ingin bangun dan ingin turun dari tempat tidur. Saat pagi ia
bangun, ia merasa kacau dan mengatakan tadi malam ia merasa
dikejar-kejar laki-laki dan ia merasa ketakutan. Air matanya
berlinang dan tidak ia ingin cepat-cepat pulang. Ia tak dapat
semenit pun duduk tenang di kursi, berjalan hilir mudik kesana
kemari dan berusaha merangkak untuk lari.
2.2.1.6 Penanganan Delirium
Terapi diawali dengan memperbaiki kondisi penyakitnya dan
menghilangkan faktor yang memberatkan seperti:
1. Menghentikan penggunaan obat
2. Obati infeksi
3. Suport pada pasien dan keluanga
4. Mengurangi dan menghentikan agitasi untuk pengamanan
pasien
5. Cukupi cairan dan nutrisi
6. Vitamin yang dibutuhkan
2.2.2 Demensia
2.2.2.1 Pengertian Demensia
Demensia ini biasa disebut kepikunan—merupakan
deskriptif umum bagi kemunduran kemampuan intelektual
hingga ke titik yang melemahkan fungsi sosial dan pekerjaan.
Demensia ini terjadi secara sangat perlahan selama bertahun-
tahun. Kelemahan kognitif dan behavioral yang hampir tidak
terlihat dapat dideteksi jauh sebelum orang yang bersangkutan
8
menunjukan hendaya yang tampak jelas (Small dkk., 2000).
Sedangkan simton utama dari demensia adalah kesulitan dalam
mengingat banyak hal, terutama peristiwa yang baru-baru.
Orang yang mengalami demensia mengabaikan standart
mereka dan kehilangan kendali atas impuls-impuls mereka.
Pasien demensia juga kemungkinan terkena gangguan bicara
seperti pola bicara yang membingungkan.
Perjalanan demensia dapat progress, statis, atau melambat
tergantung pada penyebabnya. Banyak orang yang mengalami
demensia progresif akhirnya menarik diri dan menjadi apatetis.
Pada fase akhir penyakit ini, orang yang bersangkutan
kehilangan kecemerlangan dan integritasnya. Prevalensi
demensia meningkat seiring bertambahnya usia
2.2.2.2 Faktor Penyebab Demensia
Banyak penyakit/sindrom menyebabkan demensia, seperti
stroke, Alzheimer, penyakit Creutzfeldt-Jakob, Penyakit Pick,
Huntington, Parkinson, AIDS, dan lain-lain. Demesia juga dapat
diinduksi oleh defisiensi niasin.
Hidrosefalus ini menyebabkan demensia yang tidak biasa,
dimana tidak hanya menyebabkan hilangnya fungsi mental
tetapi juga terjadi inkontinensia air kemih dan kelainan berjalan.
Orang yang menderita cedera kepala berulang (misalnya petinju)
seringkali mengalami demensia pugilistika (ensefalopati
traumatik progresif kronik); beberapa diantaranya juga
menderita hidrosefalus.
Usia lanjut yang menderita depresi juga mengalami
pseudodemensia. Mereka jarang makan dan tidur serta sering
mengeluh tentang ingatannya yang berkurang; sedangkan pada
demensia sejati, penderita sering memungkiri hilangnya ingatan
mereka.
2.2.2.3 Klasifikasi Demensia
9
2.2.2.2.1 Demensia Akibat Kerusakan Struktur Otak
1. Demensia Tipe Alzheimer
Penyakit Alzheimer (Alzheimer’s Disease/AD)
merupakan penyakit otak degeneratif yang
menyebabakan bentuk demensia yang progresif dan
tidak dapat diperbaiki, ditandai dengan hilangnya
ingatan dan fungsi kognitif lainnya. Sebagaimana
diketahui, hal ini menyebabkan lebih dari setengah
kasus demensia pada populasi umum. Meskipun
berhubungan kuat dengan penuaan, AD merupakan
penyakit dan bukan merupakan konsekuensi dari
penuaan yang normal. Perempuan memiliki resiko
yang lebih tinggi untuk mengalami penyakit ini
dibanding laki-laki, meskipun hal ini mungkin
merupakan konsekuensi dari perempuan yang
cenderung hidup lebih lama.
Demensia yang dikaitkan dengan AD meliputi
suatu deteriorasi progresif dari kemampuan mental
yang meliputi ingatan, bahasa, dan pemecahan
masalah.
Dugaan tentang AD diajukan apabila hendaya
kognitif yang dialami lebih parah dan pervasif,
mempengaruhi kemampuan individu untuk memenuhi
tanggung jawabnya yang biasa dalam pekerjaan
sehari-hari dan peran-peran sosialnya.
Kriteria Diagnostik Demensia Tipe Alzheimer
A. Perkembangan defisit kognitif multipel yang
dimanifestasikan dengan baik :
1. Gangguan daya ingat (gangguan
kemampuan untuk mempelajari informasi
10
baru dan untuk mengingat informasi yang
telah dipelajari sebelumnya)
2. Satu (atau lebih) gangguan kognitif berikut
- Afasia (gangguan bahasa)
- Apraksia (gangguan kemampuan untuk
melakukan aktivitas motorik walaupun
fungsi motorik utuh)
- Agnosia (kegagalan untuk mengenali
atau mengidentifikasi benda walaupun
fungsi sensorik utuh
- Gangguan dalam fungsi eksekutif (yaitu
merencanakan, mengorganisasi,
mengurutkan dan abstrak)
B. Defisit kognitif dalam kriteria A1 dan A2
masing-masing menyebabkan gangguan yang
bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan
dan menunjukkan suatu penurunan bermakna
dari tingkat fungsi sebelumnya.
C. Perjalanan penyakit ditandai oleh onset yang
bertahap dan penurunan kognitif yang terus
menerus.
D. Defisit kognitif dalam kriteria A1 dan A2
bukan karena salah satu berikut :
1. Kondisi sistem saraf pusat lain yang
menyebabkan defisit progresif dalam daya
ingat kognisi misalnya penyakit
serebrovaskuler, penyakit Parkinson,
penyakit Huntington, hematoma subdural,
hidrosefalus tekanan normal, tumor otak
2. Kondisi sistemik yang diketehui
menyebabkan demensia misalnya,
11
hipotiroidisme, defisiensi vitamin B12 atau
asam folat, defisiensi niasin, hiperkalsemia,
neurosifilis, infeksi HIV
3. Kondisi yang berhubungan dengan zat
E. Defisit tidak terjadi semata-mata selama
perjalanan suatu delirium
F. Gangguan tidak lebih baik diterangkan oleh
gangguan aksis lainnya (misalnya, gangguan
depresif berat, Skizofrenia) Kondisi akibat zat
Kode didasarkan pada tipe onset dan ciri yang
menonjol : Tanpa gangguan perilaku ; Jika
ganguan kognitif tidak disertai dengan
gangguan perilaku yang bermakna secara
klinis Dengan gangguan perilaku ; Jika
gangguan kognitif disertai gangguan perilaku
yang bermakna secara klinis (misalnya
keluyuran, agitasi) Subtipe yang spesifik :
- Dengan onset dini : jika onset pada umur <
65 tahun
- Dengan onset lanjut ; jika onset pada usia >
65 tahun
- Catatan cara :
Penyakit Alzheimer ditulis pada aksis 3.
Gejala klinis lain yang menonjol yang
berhubungan dengan penyakit Alzheimer,s
didiagnosis pada aksis I (misalnya
gangguan mood yang berkaitan dengan
penyakit Alzheimer, dengan depresi yang
menonjol, dan perubahan kepribadian yang
berhubungan dengan penyakit Alzheimer,
tipe agresif)
12
Diagnosis Banding
Demensia Tipe Alzheimer lawan Demensia
vaskuler
Secara klasik, demensia vaskuler dibedakan
dengan demensia tipe Alzheimer dengan adanya
perburukan penurunan status mental yang
menyertai penyakit serebrovaskuler seiring
berjalannya waktu. Meskipun hal tersebut adalah
khas, kemerosotan yang bertahap tersebut tidak
secara nyata ditemui pada seluruh kasus. Gejala
neurologis fokal lebih sering ditemui pada
demensia vaskuler daripada demensia tipe
Alzheimer, dimana hal tersebut merupakan patokan
adanya faktor risiko penyakit serebrovaskuler.
Contoh Kasus Demensia Tipe Alzheimer
Seorang pria juru gambar berusia 65 tahun
mulai mengalami masalah dalam mengingat detail
yang penting dalam pekerjaan; di rumah ia mulai
mengalami kesulitan untuk terus memperbarui
catatan keuangannya dan membayar tagihan -
tagihannya tepat waktu. Kemampuan
intelektualnya berkurang secara progresif,
memaksanya untuk akhirnya pensiun dari
pekerjaannya. Masalah perilaku mulai tampak di
rumah, dimana ia menjadi semakin keras kepala
dan bahkan bersikap kasar secara verbal dan fisik
terhadap orang lain ketika ia merasa terganggu.
Pemeriksaan neurologis menunjukkan bahwa
ia mengalami disorientasi terhadap tempat dan
waktu, meyakini bahwa ruang konsltasi merupakan
13
tempat kerjanya dan tahun itu adalah "tahun 1960
atau sekitarnya", ketika sesungguhnya saat itu
adalah tahun 1982. Ia mengalami kesulitan dalam
tes ingatan sederhana, gagal mengingat salah satu
dari enam objek yang diperlihatkan padanya
sepuluh menit sebelumnya, tidak dapat mengingat
nama orang tua atau saudara kandungnya, atau
nama presiden Amerika Serikat. Bicaranya tidak
jelas dan penuh dengan frase yang tidak berarti. Ia
tidak dapat melakukan penghitungan aritmetika
sederhana, tetapi ia dapat menginterpretasikan
peribahasa dengan benar.
Tidak lama setelah konsultasi dengan
neurologis, pria itu ditempatkan di rumah sakit
karena keluarganya tidak lagi dapat mengendalikan
perilaku bermasalahnya yang semakin menjadi -
jadi. Di rumah sakit, penurunan mentalnya terus
berlanjut, sedangkan sebagian besar perilaku
agresifnya dikontrol dengan penenang mayor (obat
- obatan antipsikotik). Ia didiagnosis menderita
demensia degeneratif primer tipe Alzheimer. Ia
meninggal pada usia 74 tahun, sekitar 8 tahun
setelah kemunculan awal simptomnya.
-Diadaptasi dari Spitzer dkk.,1989, hal, 131-
132 (Sumber :
http://goguma-psy.blogspot.co.id/2010/08/contoh-
kasus.html)
Penanganan Demensia Tipe Alzheimer
Penyakit Alzheimer belum dapat
disembuhkan. Cara penanganan yang ada saat ini
hanya bertujuan untuk meredakan gejala,
14
memperlambat perkembangan penyakit, serta
membuat penderita dapat hidup semandiri
mungkin.
Jenis obat-obatan yang biasanya diresepkan
oleh dokter untuk penyakit Alzheimer adalah
rivastigne, galantamine, donepezil, dan memantine.
Keempat obat ini mampu meredakan gejala
demensia dengan cara meningkatkan kadar dan
aktivitas kimia di dalam otak.
Rivastigne, galantamine, dan donepezil
biasanya digunakan untuk menangani penyakit
Alzheimer dengan tingkat gejala awal hingga
menengah. Sedangkan memantine biasanya
diresepkan bagi penderita Alzheimer dengan gejala
tahap menengah yang tidak dapat mengonsumsi
obat-obatan lainnya. Memantine juga dapat
diresepkan pada penderita Alzheimer dengan
gejala yang sudah memasuki tahap akhir.
Efek samping yang mungkin timbul dari
mengonsumsi rivastigne, galantamine, dan
donepezil adalah:
- Kram otot
- Diare
- Mual
- Insomnia
- Rasa lelah
- Sakit kepala
Sedangkan efek samping yang mungkin
timbul dari mengonsumsi memantine adalah:
- Sakit kepala
- Sesak napas
15
- Konstipasi
- Rasa lelah
- Gangguan keseimbangan
Selain melalui obat-obatan, pengobatan
psikologis juga dapat diterapkan untuk menangani
penyakit Alzheimer.
- Stimulasi kognitif. Metode ini bertujuan
meningkatkan daya ingat, kemampuan
berkomunikasi, serta kemampuan dalam
memecahkan masalah.
- Terapi relaksasi dan terapi perilaku
kognitif. Metode ini bertujuan
mengurangi halusinasi, delusi, agitasi,
kecemasan, depresi yang dialami oleh
penderita Alzheimer.
Penurunan kognitif pada penderita penyakit
Alzheimer tidak hanya dapat diperlambat dengan
obat-obatan atau pun terapi psikologis, namun juga
sebaiknya dikombinasikan dengan penerapan pola
hidup sehat di rumah agar hasilnya lebih maksimal.
Seperti rutin berolahraga, mengonsumsi makanan
sehat yang rendah lemak, serta kaya serat dan
omega-3, lebih sering bersosialisasi, melakukan
kegiatan yang dapat menstimulasi pikiran seperti
mengisi teka-teki silang atau membaca buku.
2. Demensia Vaskular
Otak, sebagaimana jaringan-jaringan hidup
lainnya, bergantung pada aliran darah untuk
menyediakan oksigen dan glukosa serta untuk
mengangukut sisa-sisa metabolismenya. Stroke,
juga disebut cerebrovascular accident (CVA),
16
terjadi apabila bagian dari otak menjadi rusak
karena adanya gangguan dalam penyaluran darah,
biasanya sebagai akibat dari gumpalan darah yang
tersangkut pada arteri yang melayani otak dan
mengganggu sirkulasi. Area pada otak yang
terpengaruh dapat menjadi rusak atau hancur,
mengakibatkan orang tersebut mengalami
ketidakmampuan dalam bergerak, berbicara, dan
berfungsi secara kognitif.
Demensia vaskular adalah bentuk demensia
yang merupakan akibat dari stroke yang berulang-
ulang. Demensia vaskular, bentuk demensia paling
umum kedua, kebanyakan menyerang orang pada
usia lanjut, tetapi pada usia yang lebih muda
daripada demensia yang diakibatkan penyakit
Alzheimer. Dan tampaknya lebih umum terjadi
pada laki-laki daripada perempuan (APA, 2000).
Tdak seperti AD, hereditas tampaknya tidak
memainkan peran penting dalam demensia
vaskular.
Stroke tunggal dapat menghasilkan
gangguan nyata dalam fungsi spesifik, seperti
afasia, tetapi stroke tunggal biasanya tidak
menyebabkan penurunan kognitif yang lebih
menyeluruh yang menjadi ciri khas demensia.
Demensia vaskular bisanya diakibatkan oleh stroke
berganda yang terjadi pada waktu yang berbeda
dan memiliki efek kumulatif pada kisaran yang
luas dari kemampuan mental.
Kriteria Diagnostik Demensia Vaskular
17
A. Perkembangan defisit kognitif multipel yang
bermanifestasi oleh baik
1. Gangguan daya ingat (gangguan kemampuan
untuk mempelajari informasi baru dan untuk
mengingat informasi yang telah dipelajari
sebelumnya)
2. Satu atau lebih gangguan kognitif berikut ;
- Afasia ( gangguan bahasa)
- Apraksia (gangguan kemampuan untuk
melakukan aktivitas motorik walaupun
fungsi motorik utuh)
- Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau
mengidentifikasi benda walaupun fungsi
sensorik utuh
- Gangguan dalam fungsi eksekutif (yaitu
merencanakan, mengorganisasi,
mengurutkan dan abstrak)
B. Defisit dalam kognitif dalam kriteria A1 dan A2
masing-masing menyebabkan gangguan yang
bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan
dan menunjukkan suatu penurunan bermakna
dari tingkat fungsi sebelumnya
C. Tanda dan gejala neurologis fokal (misalnya;
peningkatan refleks tendon dalam, respon
ekstensor palntar, palsi pseudobulbar, kelainan
gaya berjalan, kelemahan pada satu ekstremitas)
atau atau tanda-tanda laboratorium adalah
indikatif untuk penyakit serebrovaskuler
(misalnya infark multipel yang mengenai
korteks dan subtannsia putih dibawahnya) yang
18
dianggap berhubungan secara etiologi dengan
gangguan
D. Defisit tidak terjadi semata-mata selama
perjalanan delirium
Contoh Kasus Demensia Vaskular
Tak banyak orang tau bahwa stroke bisa
menyebabkan penderitanya kehilangan sebagian
atau seluruh ingatan..saya pun baru mengetahuinya
saat bapak yang mengalaminya. Awal tahun 2014
ibu yang terlebih dahulu sakit, tapi sebulan
kemudian datanglah telepon Mbak Ida yang
meminta saya untuk segera pulang karena ganti
bapak kondisinya 'gawat'.Ya, bapak yang awalnya
cuma mengeluh sakit perut, 2 hari bapak cuma
terbaring dan esok paginya bapak bangun dengan
kondisi 'blank" tidak ingat apapun meski cuma
namanya, tidak pula mengenali istri dan anak-
anaknya, bicara melantur dan sering menyebut-
nyebut nama teman-temannya sesama anggota
polisi yang telah lama meninggal dunia.
Saya dan kakak-kakak panik, kami menduga,
bapak depresi karena sakitnya ibu. Bukan dokter
saraf yang kami tuju tapi dokter ahli jiwa, obat-
obatan yang diberikan malah semakin membuat
kami khawatir karena kondisi bapak jadi agresif
dan ingin selalu keluar rumah. Saya mencari
informasi dari internet tapi tak ada hasil berarti,
kemudian saya beranikan diri untuk sharing di
salah satu grup facebook yang saya ikuti, berharap
ada teman yang mempunyai pengalaman
19
serupa..sedikit-sedikit mulailah terkuak misteri itu,
teman saya bernama Mbak Dhani bercerita bahwa
ia punya pengalaman serupa, Bapaknya sakit persis
seperti bapak saya, konon itulah yang disebut
demensia vaskuler, penyakit hilang ingatan yang
dipicu oleh stroke, jadi sebenarnya bapak
mengalami serangan stroke ketika tertidur, jelas
sekali kesalahan kami, bapak seharusnya dirujuk
ke dokter spesialis saraf bukan spesialis jiwa.
Kunjungan ke dokter saraf dimulai. Dokter
saraf ini boleh dibilang dokter saraf paling senior
di daerah Madiun dan sekitarnya, tapi sumpah saya
tak mau datang lagi ke kliniknya, jika diibaratkan
dosen dokter ini adalah "dosen killer"..kami (saya
dan mbak Ida) dimarahi karena telat membawa
bapak berobat, tiap kali keluar dari tempat praktek
dokter tersebut badan kami rasanya panas dingin
gak karuan...ah sudahlah cukup bahasan tentang
dokter itu.
Bapak menjalani CT Scan di Rumah sakit
swasta di Madiun, dan hasilnya positif, bapak
terserang stroke dan menyebabkan demensia
vaskuler. Berikut ini definisi demensia vaskuler
hasil googling : Demensia vaskuler adalah
demensia akibat penyakit serebrovaskuler.
Biasanya, demensia vaskuler disebabkan oleh
beberapa stroke ringan dari waktu ke waktu, bukan
satu stroke besar (Sehingga kadang-kadang juga
disebut sebagai demensia multi-infark (multi-infark
dementia/ MID). Jika demensia vaskuler
20
disebabkan oleh satu stroke besar, atau
berkembang dalam waktu kurang dari tiga bulan,
maka disebut demensia veskuler onset akut, sebuah
kondisi yang jarang terjadi.
Penderita demensia vaskuler umumnya
mengalami penurunan proses berpikir (fungsi
kognitif), masalah memori, kesulitan
mengidentifikasi objek, berbicara dan memahami
pembicaraan dan kegiatan motorik.
Penanganan Demensia Vaskular
Mengontrol kondisi yang mempengaruhi
kesehatan jantung dan pembuluh darah biasanya
dapat menurunkan kemungkinan memburuknya
demensia vaskular, dan juga kadang mencegah
penurunan lebih lanjut. Dokter mungkin
meresepkan obat untuk:
- Menurunkan tekanan darah
- Mengurangi kadar kolesterol
- Mencegah darah dari pembekuan dan
menjaga kebersihan arteri
- Membantu mengontrol gula darah jika
Anda memiliki diabetes
2.2.2.2.2 Demensia Akibat Kondisi Medis Umum
1. Demensia Akibat Penyakit Pick
Penyakit Pick menyebabkan demensia
prgresif yang secara simtomatik mirip dengan AD.
Simtom-simtomnya mencakup hilangnya ingatan
dan ketidaklayakan secara sosial, seperti hilangnya
21
kesopanan. Diagnosis hanya dapat dipastikan
melalui otopsi dengan tidak adanya kekusutan
neurofibrilaris dan plak yang ditemukan pada AD
dan munculnya struktur abnormal lainnya—badan
Pick—pada sel-sel saraf. Laki-laki lebih banyak
menderita penyakit Pick daripada perempuan.
Penyakit Pick tampaknya menurun dalam
keluarga, dan komponen genetis dianggap
merupaan penyebabnya (Brun, 1996; Hutton,
2001). Diperkirakan bahwa anggota keluarga
langsung dari penderita penyakit Pick memiliki
resiko keseluruhan sekitar 17% untuk terserang
penyakit tersebut hingga usia 75 tahun.
2. Demensia Akibat Penyakit Parkinson
Penyakit Parkinson merupakan penyakit
neurologis yang berkembang sangat perlahan.
Penyakit ini mempengaruhi baik laki-laki maupun
perempuan dan paling banyak menyerang antara
usia 50 dan 69 tahun.
Penyakit Parkinson ditandai oleh getaran-
getaran anggota badan yang tidak terkontrol atau
tremor kekuan, gangguan dalam postur (condong
ke depan), dan hilangnya kontrol terhadap gerakan
tubuh. Orang-orang dengan penyakit Parkinson
mungkin dapat berlatih untuk mendalikan getaran
atau tremor mereka tetapi hanya sebentar.
Beberapa orang tidak mampu berjalan sama sekali.
Yang lainnya berjalan dengan sangat sulit, dengan
menunduk. Beberapa melakukan gerakan tubuh
yang volunter dengan penuh kesulitan, memiliki
kontrol yang buruk terhadap gerakan motorik
22
halusnya, seperti kontrol jari-jari, dan memiliki
refleks yang buruk.
Meskipun ketidakmampuan motorik parah,
fungsi kognitif tampaknya tetap baik selama tahap
awal penyakit. Demensia lebih umum terjadi pada
tahap lanjut dari penyakit ini atau pada mereka
yang terserang bentuk yang lebih parah (APA,
2000). Bentuk demensia yang dihubungkan dengan
penyakit Parkinson biasanya melibatkan
perlambatan proses berpikir, hendaya kemampuan
untuk berpikir abstrak atau merencanakan atau
mengorganisaskan serangkaian tindakan, dan
kesulitan dalam memgingat kembali sesuatu.
Secara keseluruhan, hendaya kognitif yang terkait
dengan penyakit Parkinson cenderung lebih samar
daripada yang terkait dengan penyakit Alzheimer.
(Knight dkk., 1988)
3. Demensia Akibat Penyakit Hungtinton
Penyakit Hungtinton pertama kali dikenali
oleh seorang neurolog George Hungtinton pada
tahun 1872. Penyakit Hungtinton melibatkan
deteriorasi progresf dari nganglia basalis,
khususnya nukleus kaudatus (coudate nucleus) dan
putamen, yang terutama mempengaruhi neuron-
neuron yang mengahasilkan ACh dan GABA.
Simtom fisik yang paling nyata dari penyakit
ini adalah gerakan-gerakan berkedut yang tidak
disengaja pada wajah (menyeringai), leher,
tungkai, dan badan—yang kontras dengan
minimnya gerakan yang merupakan karakteristik
penyakit Parkinson. Kedutan-kedutan tersebut
23
disebut choreiform, yang berasal dari bahasa
Yunani choreia, artinya “berdansa”. Mood yang
tidak stabil, bergantian dengan keadaan apati,
kecemasan, dan depresi, umum terjadi pada tahap
awal dari penyakit.
Penyakit Hungtington, yang mempengaruhi
sekitar 1 dari 10.000 orang, biasanya berawal
terutama pada masa dewasa, antara usi 30 dan 45
tahun. Laki-laki dan perempuan cenderung
memiliki kemungkinan yang sama untuk terserang
penyakit ini (APA, 2000).
Penyakit Hungtinton disebabkan oleh
kerusakan genetis pada satu gen yang telah
mengalami kerusakan. Penyakit ini diturnkansecara
genetis dari orang tua pada anak-anak dari kedua
gender.
4. Demensia Akibat Penyakit HIV
Human Immunodeficiency Virus (HIV),
virus yang menyebabkan AIDS, dapat menyerang
sistem saraf pusat yang menyebabkan gangguan
kognitif—demensia akibat penyakit HIV. Tanda-
tanda yang paling tipikal dari demensia akibat
penyakit HIV meliputi kepikunan dan hendaya
pada kemampuan berkonsentrasi serta kemampuan
pemecahan masalah (APA, 2000). Ciri-ciri
perilaku yang umum dari demensia adalah sikap
apati dan penarikan diri secara sosial. Ketika AIDS
berkembang, demensia pun berkembang menjadi
semakin parah, dalam bentuk waham, disorientasi,
hendaya yang lebih lanjut dalam hal ingatan dan
proses berpikir, serta bahkan mungkin delirium.
24
Pada tahapan yang lebih lanjut, demensia dapat
menyerupai defisiensi parah yang ditemukan pada
penderita penyakit Alzheimer tingkat lanjut.
Demensia jarang terjadi pada orang dengan
HIV yang belum berkembang menjadi AIDS
sepenuhnya. Tanda-tanda hendaya intelektual
seperti yang terjadi pada demensia yang
berkembang penuh juga dapat terjadi lebih awal
daripada onset AIDS (Baldeweg dkk., 1997).
Orang-orang yang terkena HIV dan menunjukan
tanda-tanda awal dari hendaya intelektual
tampaknya memiliki resiko yang lebih besar
terhadap kematian lebih awal akibat AIDS
(“Cognitive Impairment,” 996; Wilkie dkk., 1998).
5. Demensia Akibat Penyakit Creutzfeldt-Jakob
Penyakit Creutzfeldt-Jakob merupakan
penyakit otak yang jarang terjadi dan fatal
(Cowley, 2001b). Penyakit ini ditandai oleh
pembentukan rongga kecil pada otak yang
menyerupai lubang-lubang pada spons. Demensia
merupakan ciri utama dari penyakit ini. Penyakit
ini biasanya menyerang orang-orang pada rentang
usia 40-60 tahun, meskipun mungkin juga
berkembang pada orang dewasa di segala usia
(APA, 2000). Tidak ada penanganan untuk
penyakit ini dan kematian biasanya terjadi dalam
beberapa bulan setelah onset simtom. Pada sekitar
5% hingga 15% kasus terdapat bukti penularan
dalam keluarga, yang mengindikasikan bahwa
komponen genetis mungkin terlibat dalam
menentukan kerentanan terhadap penyakit ini.
25
Bentuk penyakit sapi gila pada manusia, penyakit
fatal yang tersebar dengan mamakan sapi yang
terinfeksi, merupakan varian dari penyakit
Creutzfeldt-Jakob (Cowan & Kandel, 2001; “How
Mad-Cow Disease Jumped to Humans”, 2001).
6. Demensia Akibat Trauma Kepala
Trauma kepala dapat melukai otak. Sentakan
yang keras, pukulan, atau jaringan-jaringan otak
yang terpotong, biasanya karena kecelakaan atau
akibat serangan, adalah penyebab dari luka pada
otak. Demensia progresif akibat trauma kepala
lebih cenderung merupakan hasil trauma kepala
berulang (seperti pada kasus petinju yang
menerima pukulan berulang di kepala sepanjang
karier mereka) daripada pukulan atau trauma
kepala tunggal (APA, 2000). Namun bahkan
trauma kepala tunggal dapat memiliki efek
psikologis, dan apabila cukup parah, dapat
menyebabkan ketidakmampuan fisik atau
kematian. Perubahan spesifik dalam kepribadian
akibat luka yang traumatik pada otak bervariasi
sesuai dengan tempat dan tingkat keperahan luka,
diantara berbagai faktor lainnya (Prigatano, 1992).
Kerusakan lobus frontal, misalnya dihubungkan
dengan perubahan emosi yang melibatkan
perubahan mood dan kepribadian.
Kriteria Diagnostik Demensia Akibat Kondisi
Medis Umum
A. Perkembangan defisit kognitif yang
dimanifestasikandengan baik
26
1. Gangguan daya ingat (gangguan kemampuan
untuk mempelajari informasi baru dan untuk
mengingat informasi yang telah dipelajari
sebelumnya)
2. Satu atau lebih gangguan kognitif berikut :
- Afasia ( gangguan bahasa)
- Apraksia (gangguan kemampuan untuk
melakukan aktivitas motorik walaupun
fungsi motorik utuh)
- Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau
mengidentifikasi benda walaupun fungsi
sensorik utuh
- Gangguan dalam fungsi eksekutif (yaitu
merencanakan, mengorganisasi,
mengurutkan dan abstrak)
B. Defisit dalam kognitif dalam kriteria A1 dan A2
masing-masing menyebabkan gangguan yang
bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan
dan menunjukkan suatu penurunan bermakna
dari tingkat fungsi sebelumnya.
C. Terdapat bukti dari riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik atau temuan laboratorium
bahwa gangguan adalah akibat fisiologis
langsung dari salah satu kondisi medis selain
penyakit Alzheimer’s atau penyakit
serebrovaskuler (misalnya; Infeksi HIV, Trauma
kepala, penyakit Parkinson, Penyakit
Huntington, penyakit Pick, Penyakit
Creutzfeldt-jakob, Hidrosefalus dengan tekanan
yang normal, hipotiroidism, tumorotak,
ataudefisiensi vitamin B12)
27
D. Defisit tidak terjadi semata-mata selama
perjalanan delirium Kode didasarkan padaada
atau tidaknya gejala klinisyang berhubungan
dengan gangguan perilaku :
1. Tanpa gangguan perilaku : Jika ganguan
kognitif tidak disertai dengan gangguan
perilaku yang bermakna secara klinis
2. Dengan gangguan perilaku : Jika gangguan
kognitif disertai gangguan perilaku yang
bermakna secara klinis (misalnya keluyuran,
agitasi)
Catatan penulisan :
Berikan juga kode dari kondisi medis pada
aksis III (misalnya; infeksi HIV, Trauma
kepala, penyakit Parkinson, Penyakit
Huntington, penyakit Pick, Penyakit
Creutzfeldt-jakob)
Contoh Kasus
Hendaya Motorik pada Kasus Penyakit Parkinson
Seorang laki-laki berusia 58 tahun sedang
berjalan melintasi lobi hotel untuk membayar
tagihannya. Ia menggapai ke dalam kantong
jaketnya untuk mengambil dompet. Ia berhenti
berjalan secara mendadak saat ia melakukannya
dan berdiri tanpa bergerak di lobi, di depan orang-
orang yang asing baginya. Ia menjadi sadar bahwa
gerakannya terhenti dan kemudian mulai berjalan
ke kasir; tetapi, tangannya tetap berada dalam
sakunya, seolah-olah ia sedang membawa senapan
28
yang mungkin akan ditunjukkanmnya saat ia tiba
di kasir.
2.2.3 Gangguan Amnestik
2.2.3.1 Pengertian Gangguan Amnestik
Gangguan amnestik (biasa disebut amnesia) ditandai oleh
penurunan fungsi ingatan secara dramatis yang tidak
berhubungan dengan keadaan delirium atau demensia. Amnesia
meliputi ketidakmampuan untuk mempelajari informasi baru
(defisit ingatan jangka pendek) atau untuk mengingat kembali
informasi yang sebelumnya dapat diakses atau kejadian-kejadian
masa lalu dan kehidupan seseorang (defisit jangka panjang).
Masalah-masalah dengan ingatan jangka pendek mungkin
terungkap dari ketidakmampuan untuk mengingat nama dari,
atau mngenali orang-orang yang ditemui 5 sampai 10 menit
sebelumnya. Ingatan segera (immediate memory), sebagaimana
yang diukur oleh kemampuan untuk emgulang kembali
serangkaian nomor, tampak tidak mengalami hendaya pada
keadaan amnesia. Namun, rangkaian angka tersebut tidak
mungkin dapat diingat kembali kemudian, seberapa pun
seringnya angka-angka tersebut diulang.
Menurut DSM-IV, Gangguan Amnestik adalah
dikarakteristikkan dengan adanya gangguan memory dalam
mana tidak ada didapati kerusakan kognitif yang signifikan yang
lain. Dengan perkataan lain Gangguan Amnestik ini didahului
dengan adanya simtom tunggal dari satu gangguan memory
yang menyebabkan gangguan atau kerusakan signifikan dalam
fungsi sosial atau pekerjaan.
2.2.3.2 Faktor Penyebab Gangguan Amnestik
Penyebab utama dari Gangguan Amnestik :
1. Kondisi medik sistemik :
29
- Defisiensi thiamine (Sindroma Korsakoff)
Suatu penyebab umum gangguan amnestik dalah
kekurangn thiamine yang berhubungan dengan
penyalahgunaan alkohol kronis. Orang yang
menyalahgunakan alkohol cenderung kurang
memperhatikan kebutuhan nutrisi mereka dan mungkin
tidak mengikuti diet yang kaya akan vitamin B1 atau
thiamine. Kekurangan thiamine akan menyebabkan suatu
bentuk kehilangan ingatan yang tidak dapat diperbaiki
yang disebut gangguan amnestik menetap akibat alkohol,
yang lebih umum disebut sebagai sindrom Korsakoff.
Kata menetap digunakan karena kekurangan ingatan ini
sifatnya menetap bahkan sampai bertahun tahun setelah
orang tersebut berhenti meminum alkohol (APA, 2000).
2. Hypoglycaemia
3. Kondisi otak primer :
- Seisure
- Trauma Kapitis
- Tumor Otak (terutama Lobus Thalimic & Lobus
Temporalis)
- Penyakit Cerebrovascular(terutama Lobus Thalamic &
Lobus temporalis)
- Prosedur pembedahan pada otak
- Encephalitis oleh karena Herpes Simpleks
- Hypoxia (termasuk keracunan carbon monoxide)
- Transient Global Amnesia
- E.C.T.
- Multiple sclerisis
4. Penyakit yang berkaitan dengan zat :
- Gangguan penggunaan alkohol
- Neurotoxin
30
- Benzodiazepin dan sedative hypnotika lainnya
- dll.
2.2.3.3 Kriteria Diagnostik Gangguan Amnestik
2.2.3.3.1 Kriteria Diagnostik DSM-IV untuk Gangguan
Amnestik karena Satu Kondisi Medik Umum :
1. Perkembangan kerusakan memory sebagaimana
dimanifestasikan oleh kerusakan dalam
kesanggupan untuk belajar informasi baru atau
ketidaksanggupan untuk me-recall informasi yang
telah dipelajari sebelumnya.
2. Gangguan memory tersebut menyebabkan
kerusakan yang signifikan dalam fungsi sosial atau
pekerjaan dan menggambarkan satu penurunan
yang signifikandari satu level fungsi sebelumnya.
3. Gangguan memory tersebut tidak terjadi secara
eksklusif selama dalam perjalanan penyakit
Delirium atau Dementia.
4. Disana ada tanda dari pemeriksaan riwayat
penyakit, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium bahwa gangguan tersebut adalah
konsekuensi fisiologik langsung dari satu kondisi
medik umum (termasuk trauma fisik).
*) Catatan :
Transient = bila kerusakan memory tersebut berakhir
dalam ≤1 bulan.
Kronik = bila kerusakan memory tersebut berakhir >1
bulan.
2.2.3.3.2 Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Amnestik
menetap yang diinduksikan oleh zat, menurut
DSM-IV
31
1. Perkembangan kerusakan memory sebagai
dimanifestasikan oleh kerusakan dalam
kesanggupan untuk belajar informasi baru atau
ketidaksanggupan untuk me-recall informasi yang
telah dipelajari sebelumnya.
2. Gangguan memory tersebut menyebabkan
kerusakan yang signifikan dalam fungsi sosial dan
pekerjaan, dan menggambarkan satu penurunan
yang signifikan dari level fungsionl sebelumnya.
3. Gangguan memory tersebut tidak terjadi secara
eksklusif selama perjalanan penyakit dari suatu
Delirium atau Dementia dan menetap diluar durasi
yang biasa dari intoksikasi zat atau withdrawalnya.
4. Disana ada tanda dari riwayat, pemeriksaan fisik,
atau hasil laboratorium bahwa gangguan memory
tersebut berhubungan/ berkaitan secara etiologik
dengan efek yang menetap dari penggunaan zat
misal : satu obat dari penyalahgunaan atau
medikasi.
2.2.3.3.3 Gangguan Amnestik yang tidak dispesifikasikan
ditempat lain, menurut DSM-IV :
1. Kategori ini bisa dipakai untuk mendiagnose satu
gangguan amnestik yang tidak ditemukan kriteria
untuk setiap tipe-tipe spesifik yang tergambar pada
seksi ini.
2. Satu contoh adalah satu presentasi klinik dari
amnesia untuk mana disana ada tanda-tanda yang
tidak cukup untuk menetapkan satu etiologi
spesifik (misal : dissosiasi, diinduksi obat atau oleh
karena suatu kondisi medik umum).
2.2.3.4 Diagnosa Banding
32
Termasuk dalam diagnosa banding Gangguan Amnestik adalah :
1. Dementia dan Delerium.
Klinikus harus dapat membedakan Gangguan Amnestik dari
Dementia dan Delirium. Kerusakan memory adalah hal
yang umum dijumpai pada Dementia, tetapi pada Dementia
didapati kekurangan fungsi kognitif.
Kerusakan memory juga umum didapati pada Delirium
tetapi pada Delirium didapati kerusakan pada atensi dan
kesadaran.
2. Usia Normal
Beberapa kerusakan pada memory bisa didapati pada usia
normal. Tetapi dalam DSM-IV dinyatakan bahwa kerusakan
memory pada Gangguan Amnestik menyebabkan kerusakan
yang signifikan dalam fungsi sosial atau pekerjaan, yang
mana hal ini tidak didapati pada usia normal.
3. Gangguan Dissosiatif
Gangguan Dissosiatif kadang-kadang dapat sukar untuk
membedakannya dari Gangguan Amnestik. Pasien dengan
Gangguan Dissosiatif, bagaimanapun lebih mungkin untuk
mempunyai kehilangan orientasi diri dan bisa memiliki
gangguan memory yang lebih selektif dari pada pasien
Gangguan Amnestik. Sebagai contoh, pasien dengan
Gangguan Dissosiatif bisa tidak mengenal namanya sendiri
atau alamat rumahnya,tetapi masih sanggup untuk
mempelajari informasi baru dan mengingat memory yang
lalu yang selektif. Gangguan Dissosiatif juga selalu
berhubungan dengan peristiwa-peristiwa kehidupan yang
penuh stress secara emosional yang melibatkan uang,
hukum atau hubungan yang menyusahkan.
2.2.3.5 Contoh Kasus Gangguan Amnestik
33
Seorang mahasiswa kedokteran dibawa dengan tergesa –
gesa ke rumah sakit setelah terlempar dari sepeda motor. Kedua
orang tuanya sedang menemaninya di rumah sakit ketika ia
bangun. saat orang tuanya sedang menjelaskan apa yang terjadi
dengannya, pintu mendadak terbuka dan istrinya, yang dinikahi
beberapa minggu sebelumnya, tampak cemas dan menyerbu
masuk, menghampirinya dan mulai mengusap – usapinya serta
menunjukkan kelegaan yang besar karena ia tidak terluka parah.
Setelah beberapa menit menunjukkan kecintaan dan
memberikan semangat, istrinya pergi lalu sang mahasiswa
dengan wajah bingung menatap ibunya sambil bertanya :
“Siapakah dia?”
2.2.3.6 Penanganan Gangguan Amnestik
Pendekatan primer untuk mengobati Gangguan Amnestik
adalah mengobati penyebab yang mendasarinya.
Sesudah resolusi dari episode amnestik, maka psikoterapi
dari beberap tipe (cognitive, psikodinamik, atau suportif) bisa
menolong pasien untuk bekerja sama dalam mengatasi
pengalaman amnestik dalam hidup mereka.
2.3 Gangguan Psikologis yang Terkait dengan Penuaan
Banyak perubahan psikologis yang terjadi sejalan dengan penuaan.
Perubahan dalam metabolisme kalsium mengkibatkan tulang menjadi rapuh
dan meningkatkan resiko parah bila terjatuh. Kulit tumbuh kurang elastis,
menyababkan keriput dan lipatan. Indra penglihatan menjadi kurang tajam,
sehingga orang tua kurang dapat melihat dan mendengar secara akurat. Orang
lanjut usia butuh waktu lebih lama untuk berespons terhadap stimulus, baik
ketika mereka mengemudi maupun ketika melakukan tes intelegensi.
Perubahan kognitif terjadi sejalan dengan usia. Sangatlah normal bagi
orang-orang pada usia tua mengalami beberapa penurunan dalam fungsi
memori dan kemampuan kognitif umum, sebagaimana yang diukur oleh tes
intelegensi atau tes IQ. Penelitian menunjukkan bahwa 20% hingga 30%
34
orang pada usia 80-an menunjukkan hasil tes intelegensi sebaik ketika mereka
berusia 30 atau 40 tahunan (Goleman, 1994d). Beberapa kemampuan, seperti
perbendaharaan kata dan perbendaharaan pengetahuan yang terakumulasi
bertahan cukup baik pada kehidupan lanjut. Namun, orang biasanya
mengalami beberapa penurunan dalam ingatan saat mereka menua, terutama
ingatan tentang nama-nama atau peristiwa-peristiwa yang baru. Namum
terlepas dari rasa malu secara sosial akibat melupakan nama seseorang,
penurunan kognitif yang dialami orang-orang saat mereka bertambah tua
tidak secara signifikan mengganggu kemampuan mereka untuk memenuhi
tanggung jawab sosial maupun pekerjaan. Pengurangan dalam fungsi kognitif
pada derajat tertentu mungkin juga dapat diimbangi dengan peningkatan
pengetahuan dan pengalaman.
Hal yang penting disini adalah demensia, atau kepikunan, bukan
merupakan hasil dari proses penuaan yang normal (USDHHS, 1999a). Ini
merupakan tanda dari penyakit otak degeneratif. Penyaringan dan pengujian
dengan mengguanakan tes-tes neurologis dan neuropsikologis dapat
membantu membedakan demensia dengan proses penuaan yang normal.
Biasanya, pengurangan dalam fungsi intelektual pada demensia terjadi lebih
cepat dan parah.
2.3.1 Gangguan Kecemasan dan Penuaan
Gangguan kecemasan dapat menyerang pada berbagai usia, namun
pravalensinya lebih sedikit pada usia tua dibandingkan dengan usia-
usia yang lebih muda. Gangguan kecemasan merupakan jenis
gangguan mental yang umumnya menyerang orang tua dan dua kali
lebih umum dibandingkan dengan gangguan mood seperti depresi.
Kurang lebih 1 dari 10 orang dewasa berusia lebih dari 55 tahun
menderita gangguan kecemasan yang dapat didiagnosis. Perempuan
tua cnderung lebih terpengaruh terhadap kecemasan disbanding
dengan laki-laki tua, dengan ratio dua disbanding satu (2:1) (Stanley
& Beck 2000). Gangguan kecemasan yang paling sering terjadi pada
orang lanjut usia adalah gangguan kecemasan menyeluruh
35
(Generalized Anxiety Disorder : GAD) dan gangguan fobia, gangguan
panic jarang terjadi. Kebanyakan kasus agoraphobia yang menyerang
orang tua cenderung berasal dari hal-hal yang baru terjadi dan
mungkin melibatkan hilangnya sistem dukungan sosial karena
kematian pasangan atau teman-teman dekat. Dan lagi inividu lanjut
usia yang lemah mungkin memiliki kekuatan yang realistis akan
terjatuh di jalanan dan mungkin mengalami salah diagnosis menderita
agarofobia apabila mereka menolak meninggalkan rumah sendiri.
Gangguan kecemasan mungkil timbul dari persepsi bahwa orang
tersebut kehilangan kendali atas kehidupanya, yang miungkin
berkembang pada masa kehidupan lanjut ketika orang itu berusaha
melawan penyakitnya, kehilangan teman-teman dan orang yang
dicintai serta mengalami penurunan kesempatan dalam hal ekonomi.
Penenang ringan seperti benzodiazepine (valium salah satunya),
biasanya digunakan untuk mengatasi kecemasan pada orang usia
lanjut. Demikian intervensi psikologis, seperti terapi kognitif
behavioral mungkin merupakan alternative dari penurunan obat-obat
psikis yang sesuai.
2.3.1.1 Penyebab Gangguan Kecemasan dan Penuaan
Masalah kecemasan sering dihubungkan dengan penyakit
medis dan dapat merupakan reaksi atas kekhawatiran
menderita sakit yang menjadi lemah. Kadang kecemasan
merupakan reaksi terhadap obat-obatan.
Scogin (1998)mencatat bahwa gangguan stress pascatrauma,
dan gangguan stress akut mungkin sangat relevan dengan
kehidupan orang usia lanjut.
2.3.1.2 Penanganan Gangguan Kecemasan dan Penuaan
Masalah kecemasan pada orang lanjut usia dapat ditangani
dengan jenis penanganan psikologis. Dokter biasanya
mendengar berbagai keluhan psikologis dari orang lanjut
usia, obat-obatan psikoaktif banyak diresepkan.
36
2.3.2 Depresi dan Penuaan
Meskipun resiko depresi mayor juga menurun seiring usia, depresi
merupakan masalah umum yang dihdapi oleh orang usia lanjut. Pada
sejumlah kasus, depresi merupakan kelanjutan dari pola yang
berlangsung seumur hidup. Pada kasus lain depresi pertama kali
muncul pada usi lanjut,. Antara 8% dan 20% orang usialanjut
mengalami beberapa simtom depresi, dengan sekitar 3% dari mereka
mengalami gangguan depresi mayor. Tingkat depresi tetap lebih
tinggi. Meskipun lebih sedikit orang usia lanjut yang menderita
depress mayor dibandngkan orang dewasa muda, bunuh diri lebih
sering terjadi pada orang lanjut usia, terutama laki-laki tua.
Depresi pada masa tua juga dihubungkan dengan tingkat
penurunan fisik yang lebih cepat dan tingkat moralitas yang lebih
tinggi. Depresi mungkin dikaitkan dengan tingkat moralitas yang
tinggi karena kondisi medis yang menyertai atau mungkin Karena
hilangnya kepatuhan untuk engkonsumsi obat-obatan yang
dibutuhkan.
Gangguan depresi pada umumnya menyerang pada orang-oranag
yang memiliki gangguan otak. Beberapa diantaranya seperti gangguan
Alzheimer dan strok secara tidak seimbang mempengaruhi orang
lanjut usia.Parapeneliti memperkirakan bahwa gangguan depresi
menyerang setengah dari orang-orang yang menderita penyakit stroke
dan sepertiga hingga setengah dari orang-orang yang menderita
penyakit Alzheimer atau penyakit Parkinson. Pada kasus Parkinson
depresi bukan sekedar reaksi dalam menghadapi penyakit, tetapi juga
merupakan akibat perubahan neurbiologis di otak yang disebabkan
oleh penyakit tersebut.
Ketersdiaan dukungan sosial tampaknya menjadi tameng dai
dampak stress, duka cita, dan penyakit sehingga mengurangi resiko
depresi. Dukungan sosial adalah penting terutama bagi orang tua yang
mmiliki gangguan fisik. Namun, mengahdapi pasangan yang depresi
37
dapat memkana korban, karena dapat menyebabkan resiko depresi
pada orang yang merawatnya.
Di lain pihak, partisipasidalam organisasi sukarela dan intuisi
keagamaan dihubungkan dengan resiko depresi yang lebih rendah
pada orang tua. Bentuk-bentuk partisipasi sosial ini mungkin
memberikan bukan hanya perasaan bermakna dan tujuan tetapi juga
penyaluran sosial yang dibutukan.
Orang lanjut usia mungkin sangat rentan terhadap depresi yang
disebabkan oleh stress dalam menghadapi perubahan-perubahan
kehidupan yang berhubungan dengan apa yang dahulu disebut sebagai
tahun emas-pensiun, penyakit atau ketidakmampuan fisik, penempatan
dalam rumah-rumah jompo, kematian pasangan, saudara kandung,
teman lama dan kenalan-kenalan atau kebutuhan untuk merawat
pasangan yang kessehatnya menurun. Pensiun, baik sukarela maupun
terpaksa, mungkin melemahkan perasaan bermakna dalam hidup dan
menyebabkan hilangnya identitas peran. Kehilangan keluarga dan
teman-teman meninggalkan duka cita dan mengingatkan orang yang
berusia lanjut akan usia mereka yang semakin bertambah serta
semakin berkurangnya keersediaan dukungan sosial. Orang lanjut usia
mungkin merasa tidka mampu untuk membentuk pertemanan yang
baru atau menemukan tujuan baru dalam hidup.
Bukti menunjukan bahwa ketegangan kronis dalam menghadapi
anggota keluarga yang mengalami demensia dapat menyebabkan
depresi pada orang yang merawat, bila sebelumnya tidak ada
kerentanan pada depresi. Hampir setengah dari orang yang merawat
pasien Alzheimer mengalami depresi.
Terlepas dari pravealensi depresi pada orang tua, dokter seringkali
gagal mengenali atau memberikan obat yang sesuai. Pada sebuah
penelitian terhadap lebih dari 500 orang usia lanjut usia tua di Ontario
yang melakukan bunuh diri, hampir dari 9 dari 10 orang ditemukan
meninggal tanpa penanganan. Penyediaan layana kesehatan mungkin
38
cenderung kurang dapat mengenali depresi pada orang yang lebih tua
dibandingkan orang pada usia peretengahan tau orang muda karena
cenderung lebih berfokus pada keluhan-keluhan fisik orang yang lebih
tua atau karena depresi pada orang yang lebih tua seringkali tertutup
oleh keluhan-keluhan fisik atau gangguan tidur.
Kebanyakan orang lanjut usia yang mengalami penuruna ingatan
tidan menderita penyakit Alzheimer. Mereka cnderung mengalami
kehilangan memori akibat depresi atau faktor-faktor lain sebagai
penggunaan alcohol yang kronis atau dampak dari stroke kecil. Berita
baiknya adalah periode hendaya ingatan yang menyertai depresi pada
orang lanjut usia seringkali hilang apabila depresi yang mendasarinya
disembuhkan.
Bukti menunjuka bahwa perawatan untuk orang yang depresi yang
efektif untuk orang yang lebih muda sepert pengobatan antidepresan,
terapi kognitif behavioral, dan piskoterapi interpersonal, demikian
pula ECT juga efektif dalam menangani depresi geriartik. Bahkan,
orang lanjut usia juga memperoleh keuntungan, meskkipun mungkin
lebih perlahan, dari intervensi farmakologis dan psikologis. Seperti
halnya orang pada usia pertengahan atau orang dewasa muda.
Penemuan-penemuan ini seharusnya membantu menghilangkan
keyakinan bahwa psikoterapi tidak sesuai untukorang lanjut usia.
2.3.2.1 Penyebab Depresi dan Penuaan
Kebanyakan orang-orang yang mengalami tersebut menderita
penyakit fisik dan memiliki masalah medis yang lebih banyak
dari orang lain. Obat-obatan yang berfungsi untuk menangani
penyakit kronis tersebut dapat memperparah depresi yang
sudah terjadi.
2.3.2.2 Penanganan Depresi dan Penuaan
Orang-orang lanjut usia yang mengalami depresi dapat
ditolong dengan intervensi psikologis dan farmakologis.
39
Landreville dkk (2001) meneliti penerimaan orang lanjut
usia terhadap penanganan psikologis dan farmakologis bagi
depresi. Terapi kognitif dan biblioterapi diketahui lebih
diterima daripada obat-obatan antidepresan bagi individu yang
mengalami simtom-simtom ringan hingga sedang. Bagi para
pasien yang mengalami depresi parah, terapi kognitif diketahui
lebih dapat diterima daripada diblioterapi.
Psikoterapi interpersonal (ITP) adalah psikoterapi jangka
pendek yang digunakan untuk menangani depresi pada orang
lansia yang diarahkan pada tema-tema seperti kehilangan
peran, transisi peran dan kekecewaan interpersonal yang
merupakan masalah-masalah penting dalam hidup lansia
(Hinrichsen,1999).
2.3.3 Gangguan Tidur dan Penuaan
Gangguan tidur, terutama insomnia, umum terjadi pada lanjut usia
(Lichstein dkk., 2001). Insomnia pada masa dewasa lanjut
sesungguhnya lebih banyak terjadi dibandingakan depresi (Morgan
1996). Orang lebih cenderung mengalami gangguan tidur saat mereka
menua, yang pada derajat tertentu mungkin merefleksikan perubahan-
perubahan yang terkait dengan usia dalam fisiologi tidur (sleep
physiology), seperti kecenderungan bangun lebih awal pada pagi hari
(martin, schochat, & ancoli-israel, 2000). Namun, masalah tidur dapat
merupakan ciri dari psikologis lainnya, seperti depresi, demensia, dan
gangguan kecemasan, sebagai mana penyakit medis (lamberg, 2000).
Faktor-faktor psikososial, sperti kesepian dan kesulitan yangg terkait
dengan tidur sendiri setelah kehilangan pasangan, mungkin juga
terlibat. Disfungsi kognitif, seperti perhatian yang berlebihan terhadap
dampak-dampak negatif dari kurangnya tidur dan persepsi
keputusasaan serta tidak keperdayaan dalam mengendalikan tidur,
dapat memainklan peran dalam memunculkan insomnian pada orang
lanjut usia (Morin dkk., 1993a).
40
Penenang ringan sering digunakan untuk merawat insomnia pada
masa kehidupan lanjut. Namun, masalah-masalah seperti
ketergantungan dan simtom putus zat haruslah diperjhatikan untuk
penggunaan obat dalam jangka panjang.
Sebuah peneliti tentang apnea tidur (terhentinya pernapasan secara
sementara ketika sedang tidur,)pada populasi geriatrik menunjukkan
bahwa antara 25%dan 42% dari orang-orang yangh dipelajari
mengalami lima atau lebih apnea perjam tidur (Ancoli-israel dkk.,
1999). Apnea mungkin mencakup lebih dari sekedar masalah tidur;
hal ini dapat berkaitanb dengan peningkatan risiko terkena demensia
dan gangguan kardiovaskular (Strollo & Rogers, 1996).
2.3.3.1 Penyebab gangguan tidur
Selain hal-hal yang menyangkut penuaan, berbagai macam
penyakit, obat-obatan, kafein, stres, kecemasan, depresi,
kurang beraktifitas dan kebiasaan tidur yang buruk dapat
menyebabkan insomnia.
Rasa sakit karena arthritis merupakan pengganggu tidur
nomor satu pada orang usia lanjut (Prinz & Raskin, 1978).
Apnea tidur adalah gangguan pernapasan dimana berulang
kali berhenti selam beberapa detik hingga setengah menit
ketika orang yang bersangkutan dalam keadaan tidur.
Gangguan ini disebabkan oleh sangat berkembangnya aliran
udara karena adanya hambatan dari jaringan yang lebih
menghasilkan relaksasi otot dibagian belakang tenggorokan.
Gangguan pernapasan ini terjadi 60 kali dalam satu jam.
2.3.3.2 Penanganan gangguan tidur
Obat-obatan yang dijual bebas dan obat-obatan resep dapat
dikonsumsi oleh insomnia lanjut usia. Akan tetapi efektifitas
obat tidur tersebut cepat hilang dan bila digunakan terus
menerus dapat membuat tidur menjadi tidak lelap. Obat yang
dianggap alat bantu tidur tersebut juga daapt menimbulkan
41
rasa lemas dan meningkatkan kesulitan bernapas setelah
minum obat tersebut.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Gangguan kognitif (cognitive dissorder) meliputi gangguan dalam pikiran
atau ingatan yang menggambarkan perubahan nyata dari tingkat fungsi
individu yang sebelumnya. Gangguan kognitif pada penuaan meliputi
delirium, demensia, dan gangguan amnestik lainnya. Demensia mempunyai
beberapa tipe, yang pertama yaitu demensia akibat kerusakan struktur otak
yang meliputi demensia tipe Alzheimer dan demensia Vaskular, dan yang
kedua yaitu demensia akibat kondisi medis umum yang meliputi Demensia
Akibat Penyakit HIV, Demensia Akibat Trauma Kepala, Demensia Akibat
Penyakit Parkinson, Demensia Akibat Penyakit Huntington, Demensia Akibat
Penyakit Pick, dan Demensia Akibat Penyakit Creutzfeldt-Jakob.
Ada pun gangguan psikologis yang terkait dengan penuaan meliputi,
gangguan kecemasan dan penuaan, depresi dan penuaan, serta gangguan tidur
dan penuaan.
3.2 Saran
Penulis bersedia menerima kritik dan saran yang positif dari pembaca.
Penulis akan menerima kritik dan saran tersebut sebagai bahan pertimbangan
dalam memperbaiki makalah ini di kemudian hari. Semoga makalah
berikutnya dapat penulis selesaikan dengan hasil yang lebih baik lagi.
42
DAFTAR PUSTAKA
Durand, V.Mark., Barlow, David H., 2007. Intisari Psikologi Abnormal Edisi
Keempat. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Julianti, Riri., Budiono, Ari., 2008, Demensia. Riau, Universitas Riau
Nevid S, Jeffrey., Spencer A Rathus ., dan Beverly Greeny.
2005. Psikologi Abnormal Jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Nolen Susan, Hoksema. 2011. Abnormal Psychology Fifth Edition. McGrow Hill
Rizkitasari, Nanda., 2013, Gangguan Kognitif dan Gangguan Terkait Penuaan.
Maryati, Heni., Surya Bhakti, Dwi., Dwiningtyas, Mumpuni. 2013. Gambaran
Fungsi Kognitif Pada Lansia Di UPT Panti Werdha Mojopahit Kabupaten
Mojokerto. Jombang : STIKES Pemkab Jombang
43
LAMPIRAN
REVIEW JURNAL 1
JudulGambaran Fungsi Kognitif Pada Lansia Di UPT Panti
Werdha Mojopahit Kabupaten Mojokerto
Vol -
Tahun 2013
PenulisHeni Maryati, Dwi Surya Bhakti, Mumpuni
Dwiningtyas
Latar Belakang
Lanjut usia (lansia) merupakan suatu anugerah. Orang
dikatakan lansia apabila usianya lebih dari 60 tahun
berdasarkan UU No.13 Tahun 1998. Menjadi tua,
dengan segenap keterbatasannya, pasti akan dialami
seseorang bila ia berumur panjang. Umur manusia
sebagai makhluk hidup akan berkurang oleh suatu
peraturan alam dan semua orang akan mengalami
proses menjadi tua dan merasa tua merupakan masa
hidup manusia yang terakhir yang pada masa ini
seseorang mengalami kemunduran fisik/biologis,
mental dan sosial sedikit dem sedikit.1 Gangguan
mental yang sering ditemui pada lansia adalah
gangguan depresi dan kerusakan kognitif. Penelitian
tentang kemampuan aspek kognitif dan kemampuan
memori pada lansia menunjukkan mereka mempunyai
kemampuan memori dan kecerdasan yang kurang,
walaupun mengalami kontroversi, tes intelegensi
dengan jelas memperlihatkan adanya penurunan
kecerdasan pada lansia.
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
gambaran fungsi kognitif pada lansia di UPT Panti
Werdha Mojopahit Kabupaten Mojokerto.
44
Subjek Penelitian
Populasinya adalah lansia yang tinggal di UPT Panti
Werdha Mojopahit Kabupaten Mojokerto. Sampel
berjumlah 30 orang lansia yang sesuai kriteria inklusi
(lansia yang bersedia menjadi responden, kooperatif,
tidak mengalami gangguan saraf dan tidak buta
huruf).
Metode Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah
desain deskriptif yaitu desain yang bertujuan untuk
mendeskripsikan (memaparkan) peristiwa-peristiwa
yang terjadi tentang fungsi kognitif yang terjadi di
UPT Panti Werdha Mojopahit Kabupaten Mojokerto.
Metode Pengumpulan
Data
Dalam penelitian ini pengumpulan data diperoleh dari
hasil wawancara terbimbing dengan kuisioner.
Hasil Penelitian
Dari hasil penelitian diketahui pada table 4 dari 30
orang responden didapatkan data hamper setengahnya
(46,7%) mengalami perubahan fungsi kognitif berat
yaitu sebanyak 14 orang lansia. Berdasarkan tabel 5
dari 30 orang responden didapatkan data sebagian
besar (85,7%) lansia yang berjenis kelamin perempuan
mengalami perubahan fungsi kognitif berat yaitu
sebanyak 12 orang lansia. Berdasarkan hasil penelitian
ini penurunan fungsi kognitif berat lebih banyak
dialami oleh lansia yang berjenis kelamin perempuan
dibandingkan laki-laki. Hasil penelitian ini sesuai
dengan teori yang menyatakan bahwa lansia yang
berjenis kelamin perempuan lebih beresiko mengalami
penurunan fungsi kognitif daripada lansia yang
berjenis kelamin laki-laki
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan fungsi
kognitif pada lansia di UPT Panti Werdha Mojopahit
Kabupaten Mojokerto dapat disimpulkan bahwa
45
sebagian fungsi kognitif pada lansia di UPT Panti
Werdha Mojopahit Kabupaten Mojokerto Tahun 2013
hampir setengahnya mengalami perubahan fungsi
kognitif berat.
REVIE JURNAL 2
46
Judul
Delirium in Early-Stage Alzheimer’s Disease:
Enhancing Cognitive Reserve as a Possible Preventive
Measure
Vol -
Tahun 2010
Penulis
Donna M. Fick, PhD, GCNS-BC, Ann Kolanowski,
PhD, RN, FGSA, FAAN, Elizabeth Beattie,
PhD, RN, FGSA, and Judith McCrow, RN, RM
Latar Belakang
Risiko untuk delirium adalah terbesar dalam individu
dengan demensia, dan kejadian kedua meningkat di
seluruh dunia karena penuaan dari populasi kita.
Meskipun beberapa uji klinis telah diuji intervensi
untuk pencegahan delirium pada individu tanpa
demensia, sedikit yang diketahui tentang mekanisme
pencegahan delirium pada penyakit stadium awal
Alzheimer (AD).
Tujuan
Tujuan artikel ini adalah untuk mengeksplorasi cara-
cara pencegahan delirium dan memperlambat laju
penurunan kognitif pada tahap awal AD dengan
meningkatkan cadangan kognitif.
Subjek Penelitian Individu di stadium awal delirium
Metode Penelitian Studi Longitudinal
Hasil Penelitian Ada implikasi kesehatan publik yang luar biasa untuk
mengembangkan program pencegahan delirium di
tahap awal AD, saat masih ada potensi yang signifikan
untuk rehabilitasi (Yu, Evans, & Sullivan-Marx,
2005). Karena delirium menyebabkan banyak hasil
kesehatan yang buruk (Bellelli, Frisoni, et al., 2007),
pencegahan delirium memiliki potensi untuk
keuntungan pribadi, sosial, dan ekonomi yang
signifikan. Studi prospektif yang menguji model
47
intervensi saat ini dan masa depan akan membantu
pemahaman kebutuhan individu dengan demensia di
seluruh pengaturan perawatan dan memungkinkan
pedoman berbasis bukti untuk dikembangkan dan
diimplementasikan untuk pencegahan delirium dalam
tahap awal AD.
48
HASIL DISKUSI
1. Penanya : Rilla Fauzia Nur Anwary
Pertanyaan : Apa perbedaan dari gangguan kecemasan dan penuaan,
gangguan depresi dan penuaan serta gangguan tidur dan
penuaan dengan gangguan yang sama yang pernah
dijelaskan oleh kelompok sebelumnya?
Jawaban : Perbedaan dengan materi yang sudah oernah diterangkan
oleh kelompok sebelumnya adalah, untuk gangguan
kecemasan dan penuaan disini timbul dari persepsi bahwa
orang tersebut kehilangan kendali atas kehidupannya, yang
mungkin berkembang pada masa kehidupan lanjut ketika
orang itu berusaha melawan penyakit yang di deritanya,
kehilangan teman-teman dan orang yang dicintai serta
mengalami penurunan kesempatan dalam hal ekonomi.
Lalu dalam depresi dan penuuan disini merupakan
kelanjutan dari pola yang berlangsung seumur hidup,
depresi pada masa tua dihubungkan dengan tingkat
penurunan fisik yang lebih cepat dan tingkat mortalitas
yang lebih tinggi karena kondisi medis menyertai atau
mungkin karena hilangnya kepatuhan untuk mengkonsumsi
obat-obatan yang dibutuhkan. Gangguan depresi umumnya
menyerang orang-orang yang menderita berbagai macam
gangguan otak, bebrapa di antaranya, seperti gangguan
Alzheimer dan stroke, yang tidak seimbang mempengaruhi
orang lanjut usia.
Untuk gangguan tidur dan penuaan, orang usia
lanjut memang lebih cenderung mengalami gangguan tidur
yang pada derajat tertentu mungkin merefleksikan
perubahan perubahan yang terkait dengan usia dalam
fisiologi tidur seperti kecenderungan untuk bangun lebih
49
awal di pagi hari. Namun, masalah tidur ini juga dapat
merupakan ciri dari gangguan psikologis lainnya, seperti
depresi, demensia dan gangguan kecemasan. Adapun faktir-
faktor psikososial, seperti kesepian dan kesulitan yang
terkait dengan tidur sendiri setelah kehilangan pasangan.
2. Penanya : Nurlia Damayanti Purnomo
Pertanyaan : Apa sih yang disebut dengan deteriorasi dalam demensia?
Jawaban : Deteriorasi adalah kemuduran atau penuruan, kemunduran
yang dimaksud disini adalah kemunduran dalam fungsi
mental, seperti masalah dalam ingatan dan penurunan dalam
fungsi kognitif.
3. Penanya : Tazkiyatus Sakinah
Pertanyaan : Apa perbedaan lupa dan Alzheimer? Lalu bagaimana
dengan orang dengan usia muda yang sudah terkena
Alzheimer?
Jawaban : Kalau lupa, pasti semua orang pernah mengalami lupa dan
pada kasus lupa yang wajar dan tidak memenuhi kriteria
dignostik. Sedangkan alzheimer juga terdapat lupa, tetapi
penurunan daya ingat yang masuk dalam kriteria DSM
seperti; Gangguan daya ingat (gangguan kemampuan untuk
mempelajari informasi baru dan untuk mengingat informasi
yang telah dipelajari sebelumnya). Alzheimer pasti lupa,
lupa belum tentu Alzheimer.
4. Penanya : Nurlia Damayanti Purnomo
Pertanyaan : mengapa zat psikoaktif itu dapat menyebabkan gangguan
amnestik?
Jawaban : Penyebab umum dari gangguan amnestik adalah
kekurangan thiamine yang berhubungan dengan
50
penyalahgunaan alkohol kronis. Orang yang
menyalahgunakan alkohol cenderung kurang
memperhatikan kebutuhan nutrisi mereka, sehingga mereka
kekurangan vitamin B1 atau thiamine. Lha kekurangan
thiamine ini dapat menyebabkan suatu bentuk kehilangan
ingatan yang tidak dapat diperbaiki, itu juga karena
hilangnya jaringan otak karena pendarahan otak.
5. Penanya : Nailis Sa’adah
Pertanyaan : Demensia lebih banyak di derita oleh laki-laki atau
perempuan? Lalu apa alasannya?
Jawaban :
6. Penanya : Tomy Hari Setiawan
Pertanyaan : Bagaimana cara mencegah penyakit Parkinson?
Jawaban : Ada beberapa cara untuk mencegah penyakit parkinson,
seperti menerapkan pola hidup sehat dan mengkonsumsi
makanan yang bernutrisi, mengkonsumsi teh hijau karena
kandungan polifenol yang ada di dalam teh hijau
menunjukkan bukti bisa membantu untuk mengurangi
senyawa yang mengandung racun dan membuat fungsi sel-
sel saraf di dalam otak mengalami gangguan, serta
melakukan olahraga yang terartur.
7. Penanya : Ririn Fitriyah
Pertanyaan : Apa maksud dari kebingungan mental pada penderita
delirium?
Jawaban : Maksud dari kebinguangan mental pada penderita delirium
ini adalah bahwa orang yang menderita penyakit delirium
akan mengalami kemunduran mental yang ekstrem,
contohnya seperti kesulitan dalam berkonsentrasi, kesulitan
51
dalam berbicara jelas atau masuk akal, dan bisa juga orang
tersebut akan menjadi kurang atau tidak fokus akan suatu
hal.
8. Penanya : Zainal Ahmad
Pertanyaan : Apa yang dimasud dengan “neurotrasnmiter lainnya” pada
penyebab delirium?
Jawaban : Neurotransmiter merupakan sinyal penghantar dalam otak,
yang mengirimkan informasi untuk diproses lebih lanjut di
dalam otak. Jika neurotransmitter terganggu, maka
pengiriman informasi yang didapat dari stimulus luar akan
terganggu. Sehingga informasi mungkin akan sulit diproses
ataupun lambat. Itulah salah satu faktor penyebab delirium.
52