gangguan kognitif dan penuaan

84
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penuaan merupakan suatu proses alami yang dihadapi oleh seluruh manusia dan tak dapat dihindarkan. Lansia merupakan periode akhir dari kehidupan seseorang dan setiap individu akan mengalami proses penuaan dengan terjadinya perubahan pada berbagai aspek fisik/fisiologis, psikologis dan sosial (Miller, 2004). Undang-undang No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia menyatakan bahwa lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam Menkes RI menggolongkan lanjut usia menjadi 4 yaitu : usia pertengahan (middle age) 45 -59 tahun, lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun, lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun. Secara kronologis, young old secara umum yaitu usia antara 65-74 tahun, old-old berusia antara 75-84 tahun, dan oldest old berusia 85 tahun ke atas (Papalia, Olds & Feldman, 2005). Peningkatan usia harapan hidup tentunya berdampak lebih banyak terjadi gangguan atau penyakit pada lansia, seperti demensia, delirium dan gangguan 1

Upload: badbae

Post on 14-Jul-2016

70 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

gangguan kognitif dan penuaan

TRANSCRIPT

Page 1: gangguan kognitif dan penuaan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penuaan merupakan suatu proses alami yang dihadapi oleh seluruh

manusia dan tak dapat dihindarkan. Lansia merupakan periode akhir dari

kehidupan seseorang dan setiap individu akan mengalami proses penuaan

dengan terjadinya perubahan pada berbagai aspek fisik/fisiologis, psikologis

dan sosial (Miller, 2004).

Undang-undang No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia

menyatakan bahwa lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke

atas. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam Menkes RI menggolongkan

lanjut usia menjadi 4 yaitu : usia pertengahan (middle age) 45 -59 tahun,

lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun, lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun dan usia

sangat tua (very old) diatas 90 tahun. Secara kronologis, young old secara

umum yaitu usia antara 65-74 tahun, old-old berusia antara 75-84 tahun, dan

oldest old berusia 85 tahun ke atas (Papalia, Olds & Feldman, 2005).

Peningkatan usia harapan hidup tentunya berdampak lebih banyak terjadi

gangguan atau penyakit pada lansia, seperti demensia, delirium dan gangguan

amnestik. Gangguan mental yang sering diderita para lanjut usia adalah

gangguan depresi, gangguan kognitif, fobia dan gangguan pemakaian alkohol

(Kaplan, 2010). Ada pula gangguan psikologis yang terkait dengan penuaan,

seperti gangguan kecemasan dan penuaan, depresi dan penuaan, serta

gangguan tidur dan penuaan. Gangguan kognitif dan gangguan psikologis

yang terkait dengan penuaan itu lah yang akan di bahas dalam makalah ini

2.1 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan gangguan kognitif ?

2. Apa saja faktor yang mempengaruhi gangguan kognitif?

3. Bagaimana gejala umum gangguan kognitif?

4. Bagaimana pengklasifikasian gangguan kognitif?

1

Page 2: gangguan kognitif dan penuaan

5. Bagaimana pengertian dan diskripsi dari macam macam gangguan

kognitif?

6. Bagaimana penanganan bagi penderita gangguan kognitif?

7. Apa saja gangguan psikologis yang terkait dengan penuaan?

3.1 Tujuan

1. Untuk mengetahui apa itu pengertian dari gangguan kognitif.

2. Mengetahui faktor penyebab timbulnya gangguan kognitif.3. Mengetahui gejala-gejala umum gangguan kognitif.4. Mengetahui macam – macam bentuk gangguan kognitif.5. Mengetahui pengertian dan diskripsi macam-macam

gangguan kognitif.6. Mengetahui penangganan bagi penderita gangguan

kognitif.7. Mengetahui gangguan psikologis yang terkait dengan penuaan.

2

Page 3: gangguan kognitif dan penuaan

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Gangguan Kognitif

Gangguan kognitif (cognitive dissorder) meliputi gangguan dalam pikiran

atau ingatan yang menggambarkan perubahan nyata dari tingkat fungsi

individu yang sebelumnya (APA, 2000). Gangguan kognitif tidak memiliki

dasar psikologis; gangguan ini disebabkan oleh kondisi fisik atau medis, atau

penggunaan obat atau putus zat, yang mempengaruhi fungsi dari otak.

Gangguan kognitif terjadi apabila otak mengalami kerusakan atau mengalami

hendaya dalam kemampuannya untuk berfungsi akibat luka-luka, penyakit,

keterpaparan terhadap racun-racun, atau penggunaan atau penyalahgunaan

obat-obat psikoaktif. Orang-orang yang menderita gangguan kognitif

mungkin sepenuhnya menjadi bergantung pada orang lain untuk memenuhi

kebutuhan dasar dalam hal makan, beraktivitas ditoilet, dan berdandan.

2.1.1 Etiologi

1. Faktor Predisposisi

Gangguan kognitif umumnya disebabkan oleh gangguan fungsi

susunan saraf pusat (SSP). SSP memerlukan nutrisi untuk berfungsi,

setiap gangguan pengiriman nutrisi mengakibatkan gangguan fungsi

SSP. Faktor yang dapat menyebabkan adalah penyakit infeksi

sistematik, gangguan peredaran darah, keracunan zat (Beck,

Rawlins dan Williams, 1984, hal 871). Banyak faktor lain yang

menurut beberapa ahli dapat menimbulkan gangguan kognitif,

seperti kekurangan vitamin, malnutrisi, gangguan jiwa fungsional.

2. Faktor Presipitasi 

Setiap kejadian diotak dapat berakibat gangguan kognitif.

Hipoksia dapat berupa anemia Hipoksia, Hitoksik Hipoksia,

Hipoksemia Hipoksia, atau Iskemik Hipoksia. Semua Keadaan ini

mengakibatkan distribusi nutrisi ke otak berkurang. Gangguan

metabolisme sering mengganggu fungsi mental, hipotiroidisme,

3

Page 4: gangguan kognitif dan penuaan

hipoglikemia. Racun, virus dan virus menyerang otak

mengakibatkan gangguan fungsi otak, misalnya sifilis. Perubahan

struktur otak akibat trauma atau tumor juga mengubah fungsi otak.

Stimulus yang kurang atau berlebihan dapat mengganggu fungsi

kognitif. Misalnya ruang ICU dengan cahaya, bunyi yang konstan

merangsang dapat mencetuskan disorientasi, delusi dan halusinasi,

namun belum ada penelitian yang tepat.        

2.2 Klasifikasi Gangguan Kognitif

Terdapat tiga jenis utama gangguan kognitif, yaitu delirium, demensia, dan

gangguan amnestik. Adapun tipe-tipe utama dari delirium, demensia dan

gangguan amnestik dalam DSM-IV-TR (APA, 2000) yaitu :

- Delirium : Delirium Akibat Gangguan Medis Umum

Delirium Akibat Intoksikasi Zat

Delirium Akibat Putus Zat

- Demensia : Demensia Tipe Alzheimer

Demensia Vaskular

Demensia Akibat Penyakit HIV

Demensia Akibat Trauma Kepala

Demensia Akibat Penyakit Parkinson

Demensia Akibat Penyakit Huntington

Demensia Akibat Penyakit Pick

Demensia Akibat Penyakit Creutzfeldt-Jakob

Demensia Akibat Kondisi Medis Umum Lainnya

- Gangguan Amnestik: Gangguan Amnestik Akibat Kondisi Medis

Umum

Gangguan Amnestik yang Persisten Akibat

Penggunaan Zat

2.2.1 Delirium

2.2.1.1 Pengertian Delirium

Delirium berasal dari bahasa latin, de berarti dari dan lira

berarti garis atau alur. Hal ini berarti pergeseran dari garis, atau

4

Page 5: gangguan kognitif dan penuaan

norma, dalam persepsi, kognisi dan perilaku. Delirium

mencakup keadaan kebingungan mental yang ekstreem dimana

orang mengalami kesulitan berkonsentrasi dan berbicara jelas

serta masuk akal. Orang yang terkena delirium mungkin

mengalami kesulitan untuk mengabaikan stimulus yang  tidak

sesuai atau mengalihkan perhatian mereka pada tugas yang baru.

Orang-orang dalam kondisi delirium mungkin mengalami

halusinasi yang menakutkan ,terutama halusinasi visual .

Gangguan dalam persepsi juga sering terjadi.

2.2.1.2 Faktor – Faktor Penyebab Delirium

1. Asetilkolin

Data studi mendukung hipotesis bahwa asetilkolin adalah

salah satu dari neurotransmiter yang penting dari

pathogenesis terjadinya delirium. Hal yang mendukung

teori ini adalah bahwa obat antikolinergik diketahui sebagai

penyebab keadaan bingung,pada pasien dengan transmisi

kolinergik yang terganggu juga muncul gejala ini. Pada

pasien post operatif delirium serum antikolinergik juga

meningkat.

2. Dopamine

Pada otak, hubungan muncul antara aktivitas  kolinergik

dan dopaminergik. Pada delirium muncul aktivitas berlebih

dari dopaminergik, pengobatan simptomatis muncul pada

pemberian obat antipsikosis seperti haloperidol dan obat

penghambat dopamine.

3. Neurotransmitter lainnya

Serotonin ; terdapat peningkatan serotonin pada pasien

dengan encephalopati hepatikum.

GABA (Gamma-Aminobutyric acid); pada pasien dengan

hepatic encephalopati,peningkatan inhibitor GABA juga

ditemukan. Peningkatan level ammonia terjadi pada pasien

5

Page 6: gangguan kognitif dan penuaan

hepatic encephalopati,yang menyebabkan peningkatan pada

asam amino glutamat dan glutamine (kedua asam amino ini

merupakan precursor GABA). Penurunan level GABA pada

susunan saraf pusat juga ditemukan pada pasien yang

mengalami gejala putus benzodiazepine dan alkohol.

4. Mekanisme peradangan/inflamasi

Studi terkini menyatakan bahwa peran sitokin, seperti

interleukin-1 dan interleukin-6,dapat menyebabkan

delirium. Mengikuti setelah terjadinya infeksi yang luas dan

paparan toksik,bahan pirogen endogen seperti interleukin-1

dilepaskan dari sel. Trauma kepala dan iskemia, yang sering

dihubungkan dengan delirium,terdapat hubungan respon

otak yang dimediasi oleh interleukin-1 dan interleukin 6.

5. Mekanisme reaksi stress

Stress psikososial dan gangguan tidur mempermudah

terjadinya delirium.

6. Mekanisme struktural

Pada pembelajaran terhadap MRI terdapat data yang

mendukung hipotesis bahwa jalur anatomi tertentu

memainkan peranan yang lebih penting daripada anatomi

yang lainnya. Formatio reticularis dan jalurnya memainkan

peranan penting dari bangkitan delirium. Jalur tegmentum

dorsal diproyeksikan dari formation retikularis

mesensephalon ke tectum dan thalamus adalah struktur

yang terlibat pada delirium. Kerusakan pada sawar darah

otak juga dapat menyebabkan delirium,mekanismenya

karena dapat menyebabkan agen neuro toksik dan sel-sel

peradangan (sitokin) untuk menembus otak.

2.2.1.3 Kriteria Diagnostik Delirium

Kriteria diagnostik DSM IV TR derilium adalah :

6

Page 7: gangguan kognitif dan penuaan

1. Gangguan kesadaran (penurunan tingkat kewaspadaan

terhadap keadaan sekitar) disertai penurunan kemampuan

memusatkan, mempertahankan atau mengalihkan perhatian.

2. Gangguan Perubahan kognitif (seperti defisit memori,

disorientasi, gangguan berbahasa) atau perkembangan

gangguan persepsi yang tidak berkaitan dengan demensia

sebelumnya, yang sedang berjalan atau memberat.

3. Gangguan ini terjadi dalam waktu yang singkat (biasanya

dalam beberapa jam atau hari) dan cenderung berubah-ubah

sepanjang hari.

4. Adanya bukti dari riwayat, pemeriksaan fisik atau temuan

laboratorium yang menunjukan bahwa gangguan ini adalah

konsekuensi fisiologis dari kondisi medis umum.

2.2.1.4 Diagnosis Banding Delirium

Delirium Demensia

- Onset akut

- Berfluktuasi

- Gangguan kesadaran

- Organisasi pikiran

terganggu

- Sering terjadi gangguan

persepsi

- Kewaspadaan selalu

terganggu

- Onser perlahan-lahan

- Stabil atau progresif

- Kesadaran normal

- Organisasi pikiran

kurang

- Jarang terjadi gangguan

persepsi

- Kewaspadaan normal

2.2.1.5 Contoh Kasus Delirium

Ny.Van Dijk (86 tahun) baru-baru saja diterima di rumah

perawatan psikogeriatrik (kesehatan jiwa pada lansia). Ia

dirawat karena tidak dapat dipertanggung jawabkan bila di

rumah. Gejala yang muncul adalah merasa ketakutan, adanya

7

Page 8: gangguan kognitif dan penuaan

gangguan memori dan disorientasi. Dia sudah menjanda

beberapa tahun tanpa memiliki anak. Ia mendapat kunjungan

teratur dari keponakan laki-lakinya. Pada umumnya sikap

Ny.Van Dijk mengalami banyak perubahan. Kadang ia ramah

selama beberapa hari lalu kemudian ia berubah menjadi tidak

tenang dan memberontak. Saat malam tidurnya tidak tenang,

ingin bangun dan ingin turun dari tempat tidur. Saat pagi ia

bangun, ia merasa kacau dan mengatakan tadi malam ia merasa

dikejar-kejar laki-laki dan ia merasa ketakutan. Air matanya

berlinang dan tidak ia ingin cepat-cepat pulang. Ia tak dapat

semenit pun duduk tenang di kursi, berjalan hilir mudik kesana

kemari dan berusaha merangkak untuk lari.

2.2.1.6 Penanganan Delirium

Terapi diawali dengan memperbaiki kondisi penyakitnya dan

menghilangkan faktor yang memberatkan seperti:

1. Menghentikan penggunaan obat

2. Obati infeksi

3. Suport pada pasien dan keluanga

4. Mengurangi dan menghentikan agitasi untuk pengamanan

pasien

5. Cukupi cairan dan nutrisi

6. Vitamin yang dibutuhkan

2.2.2 Demensia

2.2.2.1 Pengertian Demensia

Demensia ini biasa disebut kepikunan—merupakan

deskriptif umum bagi kemunduran kemampuan intelektual

hingga ke titik yang melemahkan fungsi sosial dan pekerjaan.

Demensia ini terjadi secara sangat perlahan selama bertahun-

tahun. Kelemahan kognitif dan behavioral yang hampir tidak

terlihat dapat dideteksi jauh sebelum orang yang bersangkutan

8

Page 9: gangguan kognitif dan penuaan

menunjukan hendaya yang tampak jelas (Small dkk., 2000).

Sedangkan simton utama dari demensia adalah kesulitan dalam

mengingat banyak hal, terutama peristiwa yang baru-baru.

Orang yang mengalami demensia mengabaikan standart

mereka dan kehilangan kendali atas impuls-impuls mereka.

Pasien demensia juga kemungkinan terkena gangguan bicara

seperti pola bicara yang membingungkan.

Perjalanan demensia dapat progress, statis, atau melambat

tergantung pada penyebabnya. Banyak orang yang mengalami

demensia progresif akhirnya menarik diri dan menjadi apatetis.

Pada fase akhir penyakit ini, orang yang bersangkutan

kehilangan kecemerlangan dan integritasnya. Prevalensi

demensia meningkat seiring bertambahnya usia

2.2.2.2 Faktor Penyebab Demensia

Banyak penyakit/sindrom menyebabkan demensia, seperti

stroke, Alzheimer, penyakit Creutzfeldt-Jakob, Penyakit Pick,

Huntington, Parkinson, AIDS, dan lain-lain. Demesia juga dapat

diinduksi oleh defisiensi niasin.

Hidrosefalus ini menyebabkan demensia yang tidak biasa,

dimana tidak hanya menyebabkan hilangnya fungsi mental

tetapi juga terjadi inkontinensia air kemih dan kelainan berjalan.

Orang yang menderita cedera kepala berulang (misalnya petinju)

seringkali mengalami demensia pugilistika (ensefalopati

traumatik progresif kronik); beberapa diantaranya juga

menderita hidrosefalus.

Usia lanjut yang menderita depresi juga mengalami

pseudodemensia. Mereka jarang makan dan tidur serta sering

mengeluh tentang ingatannya yang berkurang; sedangkan pada

demensia sejati, penderita sering memungkiri hilangnya ingatan

mereka.

2.2.2.3 Klasifikasi Demensia

9

Page 10: gangguan kognitif dan penuaan

2.2.2.2.1 Demensia Akibat Kerusakan Struktur Otak

1. Demensia Tipe Alzheimer

Penyakit Alzheimer (Alzheimer’s Disease/AD)

merupakan penyakit otak degeneratif yang

menyebabakan bentuk demensia yang progresif dan

tidak dapat diperbaiki, ditandai dengan hilangnya

ingatan dan fungsi kognitif lainnya. Sebagaimana

diketahui, hal ini menyebabkan lebih dari setengah

kasus demensia pada populasi umum. Meskipun

berhubungan kuat dengan penuaan, AD merupakan

penyakit dan bukan merupakan konsekuensi dari

penuaan yang normal. Perempuan memiliki resiko

yang lebih tinggi untuk mengalami penyakit ini

dibanding laki-laki, meskipun hal ini mungkin

merupakan konsekuensi dari perempuan yang

cenderung hidup lebih lama.

Demensia yang dikaitkan dengan AD meliputi

suatu deteriorasi progresif dari kemampuan mental

yang meliputi ingatan, bahasa, dan pemecahan

masalah.

Dugaan tentang AD diajukan apabila hendaya

kognitif yang dialami lebih parah dan pervasif,

mempengaruhi kemampuan individu untuk memenuhi

tanggung jawabnya yang biasa dalam pekerjaan

sehari-hari dan peran-peran sosialnya.

Kriteria Diagnostik Demensia Tipe Alzheimer

A. Perkembangan defisit kognitif multipel yang

dimanifestasikan dengan baik :

1. Gangguan daya ingat (gangguan

kemampuan untuk mempelajari informasi

10

Page 11: gangguan kognitif dan penuaan

baru dan untuk mengingat informasi yang

telah dipelajari sebelumnya)

2. Satu (atau lebih) gangguan kognitif berikut

- Afasia (gangguan bahasa)

- Apraksia (gangguan kemampuan untuk

melakukan aktivitas motorik walaupun

fungsi motorik utuh)

- Agnosia (kegagalan untuk mengenali

atau mengidentifikasi benda walaupun

fungsi sensorik utuh

- Gangguan dalam fungsi eksekutif (yaitu

merencanakan, mengorganisasi,

mengurutkan dan abstrak)

B. Defisit kognitif dalam kriteria A1 dan A2

masing-masing menyebabkan gangguan yang

bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan

dan menunjukkan suatu penurunan bermakna

dari tingkat fungsi sebelumnya.

C. Perjalanan penyakit ditandai oleh onset yang

bertahap dan penurunan kognitif yang terus

menerus.

D. Defisit kognitif dalam kriteria A1 dan A2

bukan karena salah satu berikut :

1. Kondisi sistem saraf pusat lain yang

menyebabkan defisit progresif dalam daya

ingat kognisi misalnya penyakit

serebrovaskuler, penyakit Parkinson,

penyakit Huntington, hematoma subdural,

hidrosefalus tekanan normal, tumor otak

2. Kondisi sistemik yang diketehui

menyebabkan demensia misalnya,

11

Page 12: gangguan kognitif dan penuaan

hipotiroidisme, defisiensi vitamin B12 atau

asam folat, defisiensi niasin, hiperkalsemia,

neurosifilis, infeksi HIV

3. Kondisi yang berhubungan dengan zat

E. Defisit tidak terjadi semata-mata selama

perjalanan suatu delirium

F. Gangguan tidak lebih baik diterangkan oleh

gangguan aksis lainnya (misalnya, gangguan

depresif berat, Skizofrenia) Kondisi akibat zat

Kode didasarkan pada tipe onset dan ciri yang

menonjol : Tanpa gangguan perilaku ; Jika

ganguan kognitif tidak disertai dengan

gangguan perilaku yang bermakna secara

klinis Dengan gangguan perilaku ; Jika

gangguan kognitif disertai gangguan perilaku

yang bermakna secara klinis (misalnya

keluyuran, agitasi) Subtipe yang spesifik :

- Dengan onset dini : jika onset pada umur <

65 tahun

- Dengan onset lanjut ; jika onset pada usia >

65 tahun

- Catatan cara :

Penyakit Alzheimer ditulis pada aksis 3.

Gejala klinis lain yang menonjol yang

berhubungan dengan penyakit Alzheimer,s

didiagnosis pada aksis I (misalnya

gangguan mood yang berkaitan dengan

penyakit Alzheimer, dengan depresi yang

menonjol, dan perubahan kepribadian yang

berhubungan dengan penyakit Alzheimer,

tipe agresif)

12

Page 13: gangguan kognitif dan penuaan

Diagnosis Banding

Demensia Tipe Alzheimer lawan Demensia

vaskuler

Secara klasik, demensia vaskuler dibedakan

dengan demensia tipe Alzheimer dengan adanya

perburukan penurunan status mental yang

menyertai penyakit serebrovaskuler seiring

berjalannya waktu. Meskipun hal tersebut adalah

khas, kemerosotan yang bertahap tersebut tidak

secara nyata ditemui pada seluruh kasus. Gejala

neurologis fokal lebih sering ditemui pada

demensia vaskuler daripada demensia tipe

Alzheimer, dimana hal tersebut merupakan patokan

adanya faktor risiko penyakit serebrovaskuler.

Contoh Kasus Demensia Tipe Alzheimer

Seorang pria juru gambar berusia 65 tahun

mulai mengalami masalah dalam mengingat detail

yang penting dalam pekerjaan; di rumah ia mulai

mengalami kesulitan untuk terus memperbarui

catatan keuangannya dan membayar tagihan -

tagihannya tepat waktu. Kemampuan

intelektualnya berkurang secara progresif,

memaksanya untuk akhirnya pensiun dari

pekerjaannya. Masalah perilaku mulai tampak di

rumah, dimana ia menjadi semakin keras kepala

dan bahkan bersikap kasar secara verbal dan fisik

terhadap orang lain ketika ia merasa terganggu.

Pemeriksaan neurologis menunjukkan bahwa

ia mengalami disorientasi terhadap tempat dan

waktu, meyakini bahwa ruang konsltasi merupakan

13

Page 14: gangguan kognitif dan penuaan

tempat kerjanya dan tahun itu adalah "tahun 1960

atau sekitarnya", ketika sesungguhnya saat itu

adalah tahun 1982. Ia mengalami kesulitan dalam

tes ingatan sederhana, gagal mengingat salah satu

dari enam objek yang diperlihatkan padanya

sepuluh menit sebelumnya, tidak dapat mengingat

nama orang tua atau saudara kandungnya, atau

nama presiden Amerika Serikat. Bicaranya tidak

jelas dan penuh dengan frase yang tidak berarti. Ia

tidak dapat melakukan penghitungan aritmetika

sederhana, tetapi ia dapat menginterpretasikan

peribahasa dengan benar.

Tidak lama setelah konsultasi dengan

neurologis, pria itu ditempatkan di rumah sakit

karena keluarganya tidak lagi dapat mengendalikan

perilaku bermasalahnya yang semakin menjadi -

jadi. Di rumah sakit, penurunan mentalnya terus

berlanjut, sedangkan sebagian besar perilaku

agresifnya dikontrol dengan penenang mayor (obat

- obatan antipsikotik). Ia didiagnosis menderita

demensia degeneratif primer tipe Alzheimer. Ia

meninggal pada usia 74 tahun, sekitar 8 tahun

setelah kemunculan awal simptomnya. 

-Diadaptasi dari Spitzer dkk.,1989, hal, 131-

132 (Sumber :

http://goguma-psy.blogspot.co.id/2010/08/contoh-

kasus.html)

Penanganan Demensia Tipe Alzheimer

Penyakit Alzheimer belum dapat

disembuhkan. Cara penanganan yang ada saat ini

hanya bertujuan untuk meredakan gejala,

14

Page 15: gangguan kognitif dan penuaan

memperlambat perkembangan penyakit, serta

membuat penderita dapat hidup semandiri

mungkin.

Jenis obat-obatan yang biasanya diresepkan

oleh dokter untuk penyakit Alzheimer adalah

rivastigne, galantamine, donepezil, dan memantine.

Keempat obat ini mampu meredakan gejala

demensia dengan cara meningkatkan kadar dan

aktivitas kimia di dalam otak.

Rivastigne, galantamine, dan donepezil

biasanya digunakan untuk menangani penyakit

Alzheimer dengan tingkat gejala awal hingga

menengah. Sedangkan memantine biasanya

diresepkan bagi penderita Alzheimer dengan gejala

tahap menengah yang tidak dapat mengonsumsi

obat-obatan lainnya. Memantine juga dapat

diresepkan pada penderita Alzheimer dengan

gejala yang sudah memasuki tahap akhir.

Efek samping yang mungkin timbul dari

mengonsumsi rivastigne, galantamine, dan

donepezil adalah:

- Kram otot

- Diare

- Mual

- Insomnia

- Rasa lelah

- Sakit kepala

Sedangkan efek samping yang mungkin

timbul dari mengonsumsi memantine adalah:

- Sakit kepala

- Sesak napas

15

Page 16: gangguan kognitif dan penuaan

- Konstipasi

- Rasa lelah

- Gangguan keseimbangan

Selain melalui obat-obatan, pengobatan

psikologis juga dapat diterapkan untuk menangani

penyakit Alzheimer.

- Stimulasi kognitif. Metode ini bertujuan

meningkatkan daya ingat, kemampuan

berkomunikasi, serta kemampuan dalam

memecahkan masalah.

- Terapi relaksasi dan terapi perilaku

kognitif. Metode ini bertujuan

mengurangi halusinasi, delusi, agitasi,

kecemasan, depresi yang dialami oleh

penderita Alzheimer.

Penurunan kognitif pada penderita penyakit

Alzheimer tidak hanya dapat diperlambat dengan

obat-obatan atau pun terapi psikologis, namun juga

sebaiknya dikombinasikan dengan penerapan pola

hidup sehat di rumah agar hasilnya lebih maksimal.

Seperti rutin berolahraga, mengonsumsi makanan

sehat yang rendah lemak, serta kaya serat dan

omega-3, lebih sering bersosialisasi, melakukan

kegiatan yang dapat menstimulasi pikiran seperti

mengisi teka-teki silang atau membaca buku.

2. Demensia Vaskular

Otak, sebagaimana jaringan-jaringan hidup

lainnya, bergantung pada aliran darah untuk

menyediakan oksigen dan glukosa serta untuk

mengangukut sisa-sisa metabolismenya. Stroke,

juga disebut cerebrovascular accident (CVA),

16

Page 17: gangguan kognitif dan penuaan

terjadi apabila bagian dari otak menjadi rusak

karena adanya gangguan dalam penyaluran darah,

biasanya sebagai akibat dari gumpalan darah yang

tersangkut pada arteri yang melayani otak dan

mengganggu sirkulasi. Area pada otak yang

terpengaruh dapat menjadi rusak atau hancur,

mengakibatkan orang tersebut mengalami

ketidakmampuan dalam bergerak, berbicara, dan

berfungsi secara kognitif.

Demensia vaskular adalah bentuk demensia

yang merupakan akibat dari stroke yang berulang-

ulang. Demensia vaskular, bentuk demensia paling

umum kedua, kebanyakan menyerang orang pada

usia lanjut, tetapi pada usia yang lebih muda

daripada demensia yang diakibatkan penyakit

Alzheimer. Dan tampaknya lebih umum terjadi

pada laki-laki daripada perempuan (APA, 2000).

Tdak seperti AD, hereditas tampaknya tidak

memainkan peran penting dalam demensia

vaskular.

Stroke tunggal dapat menghasilkan

gangguan nyata dalam fungsi spesifik, seperti

afasia, tetapi stroke tunggal biasanya tidak

menyebabkan penurunan kognitif yang lebih

menyeluruh yang menjadi ciri khas demensia.

Demensia vaskular bisanya diakibatkan oleh stroke

berganda yang terjadi pada waktu yang berbeda

dan memiliki efek kumulatif pada kisaran yang

luas dari kemampuan mental.

Kriteria Diagnostik Demensia Vaskular

17

Page 18: gangguan kognitif dan penuaan

A. Perkembangan defisit kognitif multipel yang

bermanifestasi oleh baik

1. Gangguan daya ingat (gangguan kemampuan

untuk mempelajari informasi baru dan untuk

mengingat informasi yang telah dipelajari

sebelumnya)

2. Satu atau lebih gangguan kognitif berikut ;

- Afasia ( gangguan bahasa)

- Apraksia (gangguan kemampuan untuk

melakukan aktivitas motorik walaupun

fungsi motorik utuh)

- Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau

mengidentifikasi benda walaupun fungsi

sensorik utuh

- Gangguan dalam fungsi eksekutif (yaitu

merencanakan, mengorganisasi,

mengurutkan dan abstrak)

B. Defisit dalam kognitif dalam kriteria A1 dan A2

masing-masing menyebabkan gangguan yang

bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan

dan menunjukkan suatu penurunan bermakna

dari tingkat fungsi sebelumnya

C. Tanda dan gejala neurologis fokal (misalnya;

peningkatan refleks tendon dalam, respon

ekstensor palntar, palsi pseudobulbar, kelainan

gaya berjalan, kelemahan pada satu ekstremitas)

atau atau tanda-tanda laboratorium adalah

indikatif untuk penyakit serebrovaskuler

(misalnya infark multipel yang mengenai

korteks dan subtannsia putih dibawahnya) yang

18

Page 19: gangguan kognitif dan penuaan

dianggap berhubungan secara etiologi dengan

gangguan

D. Defisit tidak terjadi semata-mata selama

perjalanan delirium

Contoh Kasus Demensia Vaskular

Tak banyak orang tau bahwa stroke bisa

menyebabkan penderitanya kehilangan sebagian

atau seluruh ingatan..saya pun baru mengetahuinya

saat bapak yang mengalaminya. Awal tahun 2014

ibu yang terlebih dahulu sakit, tapi sebulan

kemudian datanglah telepon Mbak Ida yang

meminta saya untuk segera pulang karena ganti

bapak kondisinya 'gawat'.Ya, bapak yang awalnya

cuma mengeluh sakit perut, 2 hari bapak cuma

terbaring dan esok paginya bapak bangun dengan

kondisi 'blank" tidak ingat apapun meski cuma

namanya, tidak pula mengenali istri dan anak-

anaknya, bicara melantur dan sering menyebut-

nyebut nama teman-temannya sesama anggota

polisi yang telah lama meninggal dunia.

Saya dan kakak-kakak panik, kami menduga,

bapak depresi karena sakitnya ibu. Bukan dokter

saraf yang kami tuju tapi dokter ahli jiwa, obat-

obatan yang diberikan malah semakin membuat

kami khawatir karena kondisi bapak jadi agresif

dan ingin selalu keluar rumah. Saya mencari

informasi dari internet tapi tak ada hasil berarti,

kemudian saya beranikan diri untuk sharing di

salah satu grup facebook yang saya ikuti, berharap

ada teman yang mempunyai pengalaman

19

Page 20: gangguan kognitif dan penuaan

serupa..sedikit-sedikit mulailah terkuak misteri itu,

teman saya bernama Mbak Dhani bercerita bahwa

ia punya pengalaman serupa, Bapaknya sakit persis

seperti bapak saya, konon itulah yang disebut

demensia vaskuler, penyakit hilang ingatan yang

dipicu oleh stroke, jadi sebenarnya bapak

mengalami serangan stroke ketika tertidur, jelas

sekali kesalahan kami, bapak seharusnya dirujuk

ke dokter spesialis saraf bukan spesialis jiwa.

Kunjungan ke dokter saraf dimulai. Dokter

saraf ini boleh dibilang dokter saraf paling senior

di daerah Madiun dan sekitarnya, tapi sumpah saya

tak mau datang lagi ke kliniknya, jika diibaratkan

dosen dokter ini adalah "dosen killer"..kami (saya

dan mbak Ida) dimarahi karena telat membawa

bapak berobat, tiap kali keluar dari tempat praktek

dokter tersebut badan kami rasanya panas dingin

gak karuan...ah sudahlah cukup bahasan tentang

dokter itu.

Bapak menjalani CT Scan di Rumah sakit

swasta di Madiun, dan hasilnya positif, bapak

terserang stroke dan menyebabkan demensia

vaskuler. Berikut ini definisi demensia vaskuler

hasil googling : Demensia vaskuler adalah

demensia akibat penyakit serebrovaskuler.

Biasanya, demensia vaskuler disebabkan oleh

beberapa stroke ringan dari waktu ke waktu, bukan

satu stroke besar (Sehingga kadang-kadang juga

disebut sebagai demensia multi-infark (multi-infark

dementia/ MID). Jika demensia vaskuler

20

Page 21: gangguan kognitif dan penuaan

disebabkan oleh satu stroke besar, atau

berkembang dalam waktu kurang dari tiga bulan,

maka disebut demensia veskuler onset akut, sebuah

kondisi yang jarang terjadi.

Penderita demensia vaskuler umumnya

mengalami penurunan proses berpikir (fungsi

kognitif), masalah memori, kesulitan

mengidentifikasi objek, berbicara dan memahami

pembicaraan dan kegiatan motorik.

Penanganan Demensia Vaskular

Mengontrol kondisi yang mempengaruhi

kesehatan jantung dan pembuluh darah biasanya

dapat menurunkan kemungkinan memburuknya

demensia vaskular, dan juga kadang mencegah

penurunan lebih lanjut. Dokter mungkin

meresepkan obat untuk:

- Menurunkan tekanan darah

- Mengurangi kadar kolesterol

- Mencegah darah dari pembekuan dan

menjaga kebersihan arteri

- Membantu mengontrol gula darah jika

Anda memiliki diabetes

2.2.2.2.2 Demensia Akibat Kondisi Medis Umum

1. Demensia Akibat Penyakit Pick

Penyakit Pick menyebabkan demensia

prgresif yang secara simtomatik mirip dengan AD.

Simtom-simtomnya mencakup hilangnya ingatan

dan ketidaklayakan secara sosial, seperti hilangnya

21

Page 22: gangguan kognitif dan penuaan

kesopanan. Diagnosis hanya dapat dipastikan

melalui otopsi dengan tidak adanya kekusutan

neurofibrilaris dan plak yang ditemukan pada AD

dan munculnya struktur abnormal lainnya—badan

Pick—pada sel-sel saraf. Laki-laki lebih banyak

menderita penyakit Pick daripada perempuan.

Penyakit Pick tampaknya menurun dalam

keluarga, dan komponen genetis dianggap

merupaan penyebabnya (Brun, 1996; Hutton,

2001). Diperkirakan bahwa anggota keluarga

langsung dari penderita penyakit Pick memiliki

resiko keseluruhan sekitar 17% untuk terserang

penyakit tersebut hingga usia 75 tahun.

2. Demensia Akibat Penyakit Parkinson

Penyakit Parkinson merupakan penyakit

neurologis yang berkembang sangat perlahan.

Penyakit ini mempengaruhi baik laki-laki maupun

perempuan dan paling banyak menyerang antara

usia 50 dan 69 tahun.

Penyakit Parkinson ditandai oleh getaran-

getaran anggota badan yang tidak terkontrol atau

tremor kekuan, gangguan dalam postur (condong

ke depan), dan hilangnya kontrol terhadap gerakan

tubuh. Orang-orang dengan penyakit Parkinson

mungkin dapat berlatih untuk mendalikan getaran

atau tremor mereka tetapi hanya sebentar.

Beberapa orang tidak mampu berjalan sama sekali.

Yang lainnya berjalan dengan sangat sulit, dengan

menunduk. Beberapa melakukan gerakan tubuh

yang volunter dengan penuh kesulitan, memiliki

kontrol yang buruk terhadap gerakan motorik

22

Page 23: gangguan kognitif dan penuaan

halusnya, seperti kontrol jari-jari, dan memiliki

refleks yang buruk.

Meskipun ketidakmampuan motorik parah,

fungsi kognitif tampaknya tetap baik selama tahap

awal penyakit. Demensia lebih umum terjadi pada

tahap lanjut dari penyakit ini atau pada mereka

yang terserang bentuk yang lebih parah (APA,

2000). Bentuk demensia yang dihubungkan dengan

penyakit Parkinson biasanya melibatkan

perlambatan proses berpikir, hendaya kemampuan

untuk berpikir abstrak atau merencanakan atau

mengorganisaskan serangkaian tindakan, dan

kesulitan dalam memgingat kembali sesuatu.

Secara keseluruhan, hendaya kognitif yang terkait

dengan penyakit Parkinson cenderung lebih samar

daripada yang terkait dengan penyakit Alzheimer.

(Knight dkk., 1988)

3. Demensia Akibat Penyakit Hungtinton

Penyakit Hungtinton pertama kali dikenali

oleh seorang neurolog George Hungtinton pada

tahun 1872. Penyakit Hungtinton melibatkan

deteriorasi progresf dari nganglia basalis,

khususnya nukleus kaudatus (coudate nucleus) dan

putamen, yang terutama mempengaruhi neuron-

neuron yang mengahasilkan ACh dan GABA.

Simtom fisik yang paling nyata dari penyakit

ini adalah gerakan-gerakan berkedut yang tidak

disengaja pada wajah (menyeringai), leher,

tungkai, dan badan—yang kontras dengan

minimnya gerakan yang merupakan karakteristik

penyakit Parkinson. Kedutan-kedutan tersebut

23

Page 24: gangguan kognitif dan penuaan

disebut choreiform, yang berasal dari bahasa

Yunani choreia, artinya “berdansa”. Mood yang

tidak stabil, bergantian dengan keadaan apati,

kecemasan, dan depresi, umum terjadi pada tahap

awal dari penyakit.

Penyakit Hungtington, yang mempengaruhi

sekitar 1 dari 10.000 orang, biasanya berawal

terutama pada masa dewasa, antara usi 30 dan 45

tahun. Laki-laki dan perempuan cenderung

memiliki kemungkinan yang sama untuk terserang

penyakit ini (APA, 2000).

Penyakit Hungtinton disebabkan oleh

kerusakan genetis pada satu gen yang telah

mengalami kerusakan. Penyakit ini diturnkansecara

genetis dari orang tua pada anak-anak dari kedua

gender.

4. Demensia Akibat Penyakit HIV

Human Immunodeficiency Virus (HIV),

virus yang menyebabkan AIDS, dapat menyerang

sistem saraf pusat yang menyebabkan gangguan

kognitif—demensia akibat penyakit HIV. Tanda-

tanda yang paling tipikal dari demensia akibat

penyakit HIV meliputi kepikunan dan hendaya

pada kemampuan berkonsentrasi serta kemampuan

pemecahan masalah (APA, 2000). Ciri-ciri

perilaku yang umum dari demensia adalah sikap

apati dan penarikan diri secara sosial. Ketika AIDS

berkembang, demensia pun berkembang menjadi

semakin parah, dalam bentuk waham, disorientasi,

hendaya yang lebih lanjut dalam hal ingatan dan

proses berpikir, serta bahkan mungkin delirium.

24

Page 25: gangguan kognitif dan penuaan

Pada tahapan yang lebih lanjut, demensia dapat

menyerupai defisiensi parah yang ditemukan pada

penderita penyakit Alzheimer tingkat lanjut.

Demensia jarang terjadi pada orang dengan

HIV yang belum berkembang menjadi AIDS

sepenuhnya. Tanda-tanda hendaya intelektual

seperti yang terjadi pada demensia yang

berkembang penuh juga dapat terjadi lebih awal

daripada onset AIDS (Baldeweg dkk., 1997).

Orang-orang yang terkena HIV dan menunjukan

tanda-tanda awal dari hendaya intelektual

tampaknya memiliki resiko yang lebih besar

terhadap kematian lebih awal akibat AIDS

(“Cognitive Impairment,” 996; Wilkie dkk., 1998).

5. Demensia Akibat Penyakit Creutzfeldt-Jakob

Penyakit Creutzfeldt-Jakob merupakan

penyakit otak yang jarang terjadi dan fatal

(Cowley, 2001b). Penyakit ini ditandai oleh

pembentukan rongga kecil pada otak yang

menyerupai lubang-lubang pada spons. Demensia

merupakan ciri utama dari penyakit ini. Penyakit

ini biasanya menyerang orang-orang pada rentang

usia 40-60 tahun, meskipun mungkin juga

berkembang pada orang dewasa di segala usia

(APA, 2000). Tidak ada penanganan untuk

penyakit ini dan kematian biasanya terjadi dalam

beberapa bulan setelah onset simtom. Pada sekitar

5% hingga 15% kasus terdapat bukti penularan

dalam keluarga, yang mengindikasikan bahwa

komponen genetis mungkin terlibat dalam

menentukan kerentanan terhadap penyakit ini.

25

Page 26: gangguan kognitif dan penuaan

Bentuk penyakit sapi gila pada manusia, penyakit

fatal yang tersebar dengan mamakan sapi yang

terinfeksi, merupakan varian dari penyakit

Creutzfeldt-Jakob (Cowan & Kandel, 2001; “How

Mad-Cow Disease Jumped to Humans”, 2001).

6. Demensia Akibat Trauma Kepala

Trauma kepala dapat melukai otak. Sentakan

yang keras, pukulan, atau jaringan-jaringan otak

yang terpotong, biasanya karena kecelakaan atau

akibat serangan, adalah penyebab dari luka pada

otak. Demensia progresif akibat trauma kepala

lebih cenderung merupakan hasil trauma kepala

berulang (seperti pada kasus petinju yang

menerima pukulan berulang di kepala sepanjang

karier mereka) daripada pukulan atau trauma

kepala tunggal (APA, 2000). Namun bahkan

trauma kepala tunggal dapat memiliki efek

psikologis, dan apabila cukup parah, dapat

menyebabkan ketidakmampuan fisik atau

kematian. Perubahan spesifik dalam kepribadian

akibat luka yang traumatik pada otak bervariasi

sesuai dengan tempat dan tingkat keperahan luka,

diantara berbagai faktor lainnya (Prigatano, 1992).

Kerusakan lobus frontal, misalnya dihubungkan

dengan perubahan emosi yang melibatkan

perubahan mood dan kepribadian.

Kriteria Diagnostik Demensia Akibat Kondisi

Medis Umum

A. Perkembangan defisit kognitif yang

dimanifestasikandengan baik

26

Page 27: gangguan kognitif dan penuaan

1. Gangguan daya ingat (gangguan kemampuan

untuk mempelajari informasi baru dan untuk

mengingat informasi yang telah dipelajari

sebelumnya)

2. Satu atau lebih gangguan kognitif berikut :

- Afasia ( gangguan bahasa)

- Apraksia (gangguan kemampuan untuk

melakukan aktivitas motorik walaupun

fungsi motorik utuh)

- Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau

mengidentifikasi benda walaupun fungsi

sensorik utuh

- Gangguan dalam fungsi eksekutif (yaitu

merencanakan, mengorganisasi,

mengurutkan dan abstrak)

B. Defisit dalam kognitif dalam kriteria A1 dan A2

masing-masing menyebabkan gangguan yang

bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan

dan menunjukkan suatu penurunan bermakna

dari tingkat fungsi sebelumnya.

C. Terdapat bukti dari riwayat penyakit,

pemeriksaan fisik atau temuan laboratorium

bahwa gangguan adalah akibat fisiologis

langsung dari salah satu kondisi medis selain

penyakit Alzheimer’s atau penyakit

serebrovaskuler (misalnya; Infeksi HIV, Trauma

kepala, penyakit Parkinson, Penyakit

Huntington, penyakit Pick, Penyakit

Creutzfeldt-jakob, Hidrosefalus dengan tekanan

yang normal, hipotiroidism, tumorotak,

ataudefisiensi vitamin B12)

27

Page 28: gangguan kognitif dan penuaan

D. Defisit tidak terjadi semata-mata selama

perjalanan delirium Kode didasarkan padaada

atau tidaknya gejala klinisyang berhubungan

dengan gangguan perilaku :

1. Tanpa gangguan perilaku : Jika ganguan

kognitif tidak disertai dengan gangguan

perilaku yang bermakna secara klinis

2. Dengan gangguan perilaku : Jika gangguan

kognitif disertai gangguan perilaku yang

bermakna secara klinis (misalnya keluyuran,

agitasi)

Catatan penulisan :

Berikan juga kode dari kondisi medis pada

aksis III (misalnya; infeksi HIV, Trauma

kepala, penyakit Parkinson, Penyakit

Huntington, penyakit Pick, Penyakit

Creutzfeldt-jakob)

Contoh Kasus

Hendaya Motorik pada Kasus Penyakit Parkinson

Seorang laki-laki berusia 58 tahun sedang

berjalan melintasi lobi hotel untuk membayar

tagihannya. Ia menggapai ke dalam kantong

jaketnya untuk mengambil dompet. Ia berhenti

berjalan secara mendadak saat ia melakukannya

dan berdiri tanpa bergerak di lobi, di depan orang-

orang yang asing baginya. Ia menjadi sadar bahwa

gerakannya terhenti dan kemudian mulai berjalan

ke kasir; tetapi, tangannya tetap berada dalam

sakunya, seolah-olah ia sedang membawa senapan

28

Page 29: gangguan kognitif dan penuaan

yang mungkin akan ditunjukkanmnya saat ia tiba

di kasir.

2.2.3 Gangguan Amnestik

2.2.3.1 Pengertian Gangguan Amnestik

Gangguan amnestik (biasa disebut amnesia) ditandai oleh

penurunan fungsi ingatan secara dramatis yang tidak

berhubungan dengan keadaan delirium atau demensia. Amnesia

meliputi ketidakmampuan untuk mempelajari informasi baru

(defisit ingatan jangka pendek) atau untuk mengingat kembali

informasi yang sebelumnya dapat diakses atau kejadian-kejadian

masa lalu dan kehidupan seseorang (defisit jangka panjang).

Masalah-masalah dengan ingatan jangka pendek mungkin

terungkap dari ketidakmampuan untuk mengingat nama dari,

atau mngenali orang-orang yang ditemui 5 sampai 10 menit

sebelumnya. Ingatan segera (immediate memory), sebagaimana

yang diukur oleh kemampuan untuk emgulang kembali

serangkaian nomor, tampak tidak mengalami hendaya pada

keadaan amnesia. Namun, rangkaian angka tersebut tidak

mungkin dapat diingat kembali kemudian, seberapa pun

seringnya angka-angka tersebut diulang.

Menurut DSM-IV, Gangguan Amnestik adalah

dikarakteristikkan dengan adanya gangguan memory dalam

mana tidak ada didapati kerusakan kognitif yang signifikan yang

lain. Dengan perkataan lain Gangguan Amnestik ini didahului

dengan adanya simtom tunggal dari satu gangguan memory

yang menyebabkan gangguan atau kerusakan signifikan dalam

fungsi sosial atau pekerjaan.

2.2.3.2 Faktor Penyebab Gangguan Amnestik

Penyebab utama dari Gangguan Amnestik :

1. Kondisi medik sistemik :

29

Page 30: gangguan kognitif dan penuaan

- Defisiensi thiamine (Sindroma Korsakoff)

Suatu penyebab umum gangguan amnestik dalah

kekurangn thiamine yang berhubungan dengan

penyalahgunaan alkohol kronis. Orang yang

menyalahgunakan alkohol cenderung kurang

memperhatikan kebutuhan nutrisi mereka dan mungkin

tidak mengikuti diet yang kaya akan vitamin B1 atau

thiamine. Kekurangan thiamine akan menyebabkan suatu

bentuk kehilangan ingatan yang tidak dapat diperbaiki

yang disebut gangguan amnestik menetap akibat alkohol,

yang lebih umum disebut sebagai sindrom Korsakoff.

Kata menetap digunakan karena kekurangan ingatan ini

sifatnya menetap bahkan sampai bertahun tahun setelah

orang tersebut berhenti meminum alkohol (APA, 2000).

2. Hypoglycaemia

3. Kondisi otak primer :

- Seisure

- Trauma Kapitis

- Tumor Otak (terutama Lobus Thalimic & Lobus

Temporalis)

- Penyakit Cerebrovascular(terutama Lobus Thalamic &

Lobus temporalis)

- Prosedur pembedahan pada otak

- Encephalitis oleh karena Herpes Simpleks

- Hypoxia (termasuk keracunan carbon monoxide)

- Transient Global Amnesia

- E.C.T.

- Multiple sclerisis

4. Penyakit yang berkaitan dengan zat :

- Gangguan penggunaan alkohol

- Neurotoxin

30

Page 31: gangguan kognitif dan penuaan

- Benzodiazepin dan sedative hypnotika lainnya

- dll.

2.2.3.3 Kriteria Diagnostik Gangguan Amnestik

2.2.3.3.1 Kriteria Diagnostik DSM-IV untuk Gangguan

Amnestik karena Satu Kondisi Medik Umum :

1. Perkembangan kerusakan memory sebagaimana

dimanifestasikan oleh kerusakan dalam

kesanggupan untuk belajar informasi baru atau

ketidaksanggupan untuk me-recall informasi yang

telah dipelajari sebelumnya.

2. Gangguan memory tersebut menyebabkan

kerusakan yang signifikan dalam fungsi sosial atau

pekerjaan dan menggambarkan satu penurunan

yang signifikandari satu level fungsi sebelumnya.

3. Gangguan memory tersebut tidak terjadi secara

eksklusif selama dalam perjalanan penyakit

Delirium atau Dementia.

4. Disana ada tanda dari pemeriksaan riwayat

penyakit, pemeriksaan fisik, pemeriksaan

laboratorium bahwa gangguan tersebut adalah

konsekuensi fisiologik langsung dari satu kondisi

medik umum (termasuk trauma fisik).

*) Catatan :

Transient = bila kerusakan memory tersebut berakhir

dalam ≤1 bulan.

Kronik = bila kerusakan memory tersebut berakhir >1

bulan.

2.2.3.3.2 Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Amnestik

menetap yang diinduksikan oleh zat, menurut

DSM-IV

31

Page 32: gangguan kognitif dan penuaan

1. Perkembangan kerusakan memory sebagai

dimanifestasikan oleh kerusakan dalam

kesanggupan untuk belajar informasi baru atau

ketidaksanggupan untuk me-recall informasi yang

telah dipelajari sebelumnya.

2. Gangguan memory tersebut menyebabkan

kerusakan yang signifikan dalam fungsi sosial dan

pekerjaan, dan menggambarkan satu penurunan

yang signifikan dari level fungsionl sebelumnya.

3. Gangguan memory tersebut tidak terjadi secara

eksklusif selama perjalanan penyakit dari suatu

Delirium atau Dementia dan menetap diluar durasi

yang biasa dari intoksikasi zat atau withdrawalnya.

4. Disana ada tanda dari riwayat, pemeriksaan fisik,

atau hasil laboratorium bahwa gangguan memory

tersebut berhubungan/ berkaitan secara etiologik

dengan efek yang menetap dari penggunaan zat

misal : satu obat dari penyalahgunaan atau

medikasi.

2.2.3.3.3 Gangguan Amnestik yang tidak dispesifikasikan

ditempat lain, menurut DSM-IV :

1. Kategori ini bisa dipakai untuk mendiagnose satu

gangguan amnestik yang tidak ditemukan kriteria

untuk setiap tipe-tipe spesifik yang tergambar pada

seksi ini.

2. Satu contoh adalah satu presentasi klinik dari

amnesia untuk mana disana ada tanda-tanda yang

tidak cukup untuk menetapkan satu etiologi

spesifik (misal : dissosiasi, diinduksi obat atau oleh

karena suatu kondisi medik umum).

2.2.3.4 Diagnosa Banding

32

Page 33: gangguan kognitif dan penuaan

Termasuk dalam diagnosa banding Gangguan Amnestik adalah :

1. Dementia dan Delerium.

Klinikus harus dapat membedakan Gangguan Amnestik dari

Dementia dan Delirium. Kerusakan memory adalah hal

yang umum dijumpai pada Dementia, tetapi pada Dementia

didapati kekurangan fungsi kognitif.

Kerusakan memory juga umum didapati pada Delirium

tetapi pada Delirium didapati kerusakan pada atensi dan

kesadaran.

2. Usia Normal

Beberapa kerusakan pada memory bisa didapati pada usia

normal. Tetapi dalam DSM-IV dinyatakan bahwa kerusakan

memory pada Gangguan Amnestik menyebabkan kerusakan

yang signifikan dalam fungsi sosial atau pekerjaan, yang

mana hal ini tidak didapati pada usia normal.

3. Gangguan Dissosiatif

Gangguan Dissosiatif kadang-kadang dapat sukar untuk

membedakannya dari Gangguan Amnestik. Pasien dengan

Gangguan Dissosiatif, bagaimanapun lebih mungkin untuk

mempunyai kehilangan orientasi diri dan bisa memiliki

gangguan memory yang lebih selektif dari pada pasien

Gangguan Amnestik. Sebagai contoh, pasien dengan

Gangguan Dissosiatif bisa tidak mengenal namanya sendiri

atau alamat rumahnya,tetapi masih sanggup untuk

mempelajari informasi baru dan mengingat memory yang

lalu yang selektif. Gangguan Dissosiatif juga selalu

berhubungan dengan peristiwa-peristiwa kehidupan yang

penuh stress secara emosional yang melibatkan uang,

hukum atau hubungan yang menyusahkan.

2.2.3.5 Contoh Kasus Gangguan Amnestik

33

Page 34: gangguan kognitif dan penuaan

Seorang mahasiswa kedokteran dibawa dengan tergesa –

gesa ke rumah sakit setelah terlempar dari sepeda motor. Kedua

orang tuanya sedang menemaninya di rumah sakit ketika ia

bangun. saat orang tuanya sedang menjelaskan apa yang terjadi

dengannya, pintu mendadak terbuka dan istrinya, yang dinikahi

beberapa minggu sebelumnya, tampak cemas dan menyerbu

masuk, menghampirinya dan mulai mengusap – usapinya serta

menunjukkan kelegaan yang besar karena ia tidak terluka parah.

Setelah beberapa menit menunjukkan kecintaan dan

memberikan semangat, istrinya pergi lalu sang mahasiswa

dengan wajah bingung menatap ibunya sambil bertanya :

“Siapakah dia?”

2.2.3.6 Penanganan Gangguan Amnestik

Pendekatan primer untuk mengobati Gangguan Amnestik

adalah mengobati penyebab yang mendasarinya.

Sesudah resolusi dari episode amnestik, maka psikoterapi

dari beberap tipe (cognitive, psikodinamik, atau suportif) bisa

menolong pasien untuk bekerja sama dalam mengatasi

pengalaman amnestik dalam hidup mereka.

2.3 Gangguan Psikologis yang Terkait dengan Penuaan

Banyak perubahan psikologis yang terjadi sejalan dengan penuaan.

Perubahan dalam metabolisme kalsium mengkibatkan tulang menjadi rapuh

dan meningkatkan resiko parah bila terjatuh. Kulit tumbuh kurang elastis,

menyababkan keriput dan lipatan. Indra penglihatan menjadi kurang tajam,

sehingga orang tua kurang dapat melihat dan mendengar secara akurat. Orang

lanjut usia butuh waktu lebih lama untuk berespons terhadap stimulus, baik

ketika mereka mengemudi maupun ketika melakukan tes intelegensi.

Perubahan kognitif terjadi sejalan dengan usia. Sangatlah normal bagi

orang-orang pada usia tua mengalami beberapa penurunan dalam fungsi

memori dan kemampuan kognitif umum, sebagaimana yang diukur oleh tes

intelegensi atau tes IQ. Penelitian menunjukkan bahwa 20% hingga 30%

34

Page 35: gangguan kognitif dan penuaan

orang pada usia 80-an menunjukkan hasil tes intelegensi sebaik ketika mereka

berusia 30 atau 40 tahunan (Goleman, 1994d). Beberapa kemampuan, seperti

perbendaharaan kata dan perbendaharaan pengetahuan yang terakumulasi

bertahan cukup baik pada kehidupan lanjut. Namun, orang biasanya

mengalami beberapa penurunan dalam ingatan saat mereka menua, terutama

ingatan tentang nama-nama atau peristiwa-peristiwa yang baru. Namum

terlepas dari rasa malu secara sosial akibat melupakan nama seseorang,

penurunan kognitif yang dialami orang-orang saat mereka bertambah tua

tidak secara signifikan mengganggu kemampuan mereka untuk memenuhi

tanggung jawab sosial maupun pekerjaan. Pengurangan dalam fungsi kognitif

pada derajat tertentu mungkin juga dapat diimbangi dengan peningkatan

pengetahuan dan pengalaman.

Hal yang penting disini adalah demensia, atau kepikunan, bukan

merupakan hasil dari proses penuaan yang normal (USDHHS, 1999a). Ini

merupakan tanda dari penyakit otak degeneratif. Penyaringan dan pengujian

dengan mengguanakan tes-tes neurologis dan neuropsikologis dapat

membantu membedakan demensia dengan proses penuaan yang normal.

Biasanya, pengurangan dalam fungsi intelektual pada demensia terjadi lebih

cepat dan parah.

2.3.1 Gangguan Kecemasan dan Penuaan

Gangguan kecemasan dapat menyerang pada berbagai usia, namun

pravalensinya lebih sedikit pada usia tua dibandingkan dengan usia-

usia yang lebih muda. Gangguan kecemasan merupakan jenis

gangguan mental yang umumnya menyerang orang tua dan dua kali

lebih umum dibandingkan dengan gangguan mood seperti depresi.

Kurang lebih 1 dari 10 orang dewasa berusia lebih dari 55 tahun

menderita gangguan kecemasan yang dapat didiagnosis. Perempuan

tua cnderung lebih terpengaruh terhadap kecemasan disbanding

dengan laki-laki tua, dengan ratio dua disbanding satu (2:1) (Stanley

& Beck 2000). Gangguan kecemasan yang paling sering terjadi pada

orang lanjut usia adalah gangguan kecemasan menyeluruh

35

Page 36: gangguan kognitif dan penuaan

(Generalized Anxiety Disorder : GAD) dan gangguan fobia, gangguan

panic jarang terjadi. Kebanyakan kasus agoraphobia yang menyerang

orang tua cenderung berasal dari hal-hal yang baru terjadi dan

mungkin melibatkan hilangnya sistem dukungan sosial karena

kematian pasangan atau teman-teman dekat. Dan lagi inividu lanjut

usia yang lemah mungkin memiliki kekuatan yang realistis akan

terjatuh di jalanan dan mungkin mengalami salah diagnosis menderita

agarofobia apabila mereka menolak meninggalkan rumah sendiri.

Gangguan kecemasan mungkil timbul dari persepsi bahwa orang

tersebut kehilangan kendali atas kehidupanya, yang miungkin

berkembang pada masa kehidupan lanjut ketika orang itu berusaha

melawan penyakitnya, kehilangan teman-teman dan orang yang

dicintai serta mengalami penurunan kesempatan dalam hal ekonomi.

Penenang ringan seperti benzodiazepine (valium salah satunya),

biasanya digunakan untuk mengatasi kecemasan pada orang usia

lanjut. Demikian intervensi psikologis, seperti terapi kognitif

behavioral mungkin merupakan alternative dari penurunan obat-obat

psikis yang sesuai.

2.3.1.1 Penyebab Gangguan Kecemasan dan Penuaan

Masalah kecemasan sering dihubungkan dengan penyakit

medis dan dapat merupakan reaksi atas kekhawatiran

menderita sakit yang menjadi lemah. Kadang kecemasan

merupakan reaksi terhadap obat-obatan.

Scogin (1998)mencatat bahwa gangguan stress pascatrauma,

dan gangguan stress akut mungkin sangat relevan dengan

kehidupan orang usia lanjut.

2.3.1.2 Penanganan Gangguan Kecemasan dan Penuaan

Masalah kecemasan pada orang lanjut usia dapat ditangani

dengan jenis penanganan psikologis. Dokter biasanya

mendengar berbagai keluhan psikologis dari orang lanjut

usia, obat-obatan psikoaktif banyak diresepkan.

36

Page 37: gangguan kognitif dan penuaan

2.3.2 Depresi dan Penuaan

Meskipun resiko depresi mayor juga menurun seiring usia, depresi

merupakan masalah umum yang dihdapi oleh orang usia lanjut. Pada

sejumlah kasus, depresi merupakan kelanjutan dari pola yang

berlangsung seumur hidup. Pada kasus lain depresi pertama kali

muncul pada usi lanjut,. Antara 8% dan 20% orang usialanjut

mengalami beberapa simtom depresi, dengan sekitar 3% dari mereka

mengalami gangguan depresi mayor. Tingkat depresi tetap lebih

tinggi. Meskipun lebih sedikit orang usia lanjut yang menderita

depress mayor dibandngkan  orang dewasa muda, bunuh diri lebih

sering terjadi pada orang lanjut usia, terutama laki-laki tua.

Depresi pada masa tua juga dihubungkan dengan tingkat

penurunan fisik yang lebih cepat dan tingkat moralitas yang lebih

tinggi. Depresi mungkin dikaitkan dengan tingkat moralitas yang

tinggi karena kondisi medis yang menyertai atau mungkin Karena

hilangnya kepatuhan untuk engkonsumsi obat-obatan yang

dibutuhkan.

Gangguan depresi pada umumnya menyerang pada orang-oranag

yang memiliki gangguan otak. Beberapa diantaranya seperti gangguan

Alzheimer dan strok secara tidak seimbang mempengaruhi orang

lanjut usia.Parapeneliti memperkirakan bahwa gangguan depresi

menyerang setengah dari orang-orang yang menderita penyakit stroke

dan sepertiga hingga setengah dari orang-orang yang menderita

penyakit Alzheimer atau penyakit Parkinson. Pada kasus Parkinson

depresi bukan sekedar reaksi dalam menghadapi penyakit, tetapi juga

merupakan akibat perubahan neurbiologis di otak yang disebabkan

oleh penyakit tersebut.

Ketersdiaan dukungan sosial tampaknya menjadi tameng dai

dampak stress, duka cita, dan penyakit sehingga mengurangi resiko

depresi. Dukungan sosial adalah penting terutama bagi orang tua yang

mmiliki gangguan fisik. Namun, mengahdapi pasangan yang depresi

37

Page 38: gangguan kognitif dan penuaan

dapat memkana korban, karena dapat menyebabkan resiko depresi

pada orang yang merawatnya.

Di lain pihak, partisipasidalam organisasi sukarela dan intuisi

keagamaan dihubungkan dengan resiko depresi yang lebih rendah

pada orang tua. Bentuk-bentuk partisipasi sosial ini mungkin

memberikan bukan hanya perasaan bermakna dan tujuan tetapi juga

penyaluran sosial yang dibutukan.

Orang lanjut usia mungkin sangat rentan terhadap depresi yang

disebabkan oleh stress dalam menghadapi perubahan-perubahan

kehidupan yang berhubungan dengan apa yang dahulu disebut sebagai

tahun emas-pensiun, penyakit atau ketidakmampuan fisik, penempatan

dalam rumah-rumah jompo, kematian pasangan, saudara kandung,

teman lama dan kenalan-kenalan atau kebutuhan untuk merawat

pasangan yang kessehatnya menurun. Pensiun, baik sukarela maupun

terpaksa, mungkin melemahkan perasaan bermakna dalam hidup dan

menyebabkan hilangnya identitas peran. Kehilangan keluarga dan

teman-teman meninggalkan duka cita dan mengingatkan orang yang

berusia lanjut akan usia mereka yang semakin bertambah serta

semakin berkurangnya keersediaan dukungan sosial. Orang lanjut usia

mungkin merasa tidka mampu untuk membentuk pertemanan yang

baru atau menemukan tujuan baru dalam hidup.

Bukti menunjukan bahwa ketegangan kronis dalam menghadapi

anggota keluarga yang mengalami demensia dapat menyebabkan

depresi pada orang yang merawat, bila sebelumnya tidak ada

kerentanan pada depresi. Hampir setengah dari orang yang merawat

pasien Alzheimer mengalami depresi.

Terlepas dari pravealensi depresi pada orang tua, dokter seringkali

gagal mengenali atau memberikan obat yang sesuai. Pada sebuah

penelitian terhadap lebih dari 500 orang usia lanjut usia tua di Ontario

yang melakukan bunuh diri, hampir dari 9 dari 10 orang ditemukan

meninggal tanpa penanganan. Penyediaan layana kesehatan mungkin

38

Page 39: gangguan kognitif dan penuaan

cenderung kurang dapat mengenali depresi pada orang yang lebih tua

dibandingkan orang pada usia peretengahan tau orang muda karena

cenderung lebih berfokus pada keluhan-keluhan fisik orang yang lebih

tua atau karena depresi pada orang yang lebih tua seringkali tertutup

oleh keluhan-keluhan fisik atau gangguan tidur.

Kebanyakan orang lanjut usia yang mengalami penuruna ingatan

tidan menderita penyakit Alzheimer. Mereka cnderung mengalami

kehilangan memori akibat depresi atau faktor-faktor lain sebagai

penggunaan alcohol yang kronis atau dampak dari stroke kecil. Berita

baiknya adalah periode hendaya ingatan yang menyertai depresi pada

orang lanjut usia  seringkali hilang apabila depresi yang mendasarinya

disembuhkan.

Bukti menunjuka bahwa perawatan untuk orang yang depresi yang

efektif untuk orang yang lebih muda sepert pengobatan antidepresan,

terapi kognitif behavioral, dan piskoterapi interpersonal, demikian

pula ECT juga efektif dalam menangani depresi geriartik. Bahkan,

orang lanjut usia juga memperoleh keuntungan, meskkipun mungkin

lebih perlahan, dari intervensi farmakologis dan psikologis. Seperti

halnya orang pada usia pertengahan atau orang dewasa muda.

Penemuan-penemuan ini seharusnya membantu menghilangkan

keyakinan bahwa psikoterapi tidak sesuai untukorang lanjut usia.

2.3.2.1 Penyebab Depresi dan Penuaan

Kebanyakan orang-orang yang mengalami tersebut menderita

penyakit fisik dan memiliki masalah medis yang lebih banyak

dari orang lain. Obat-obatan yang berfungsi untuk menangani

penyakit kronis tersebut dapat memperparah depresi yang

sudah terjadi.

2.3.2.2 Penanganan Depresi dan Penuaan

Orang-orang lanjut usia yang mengalami depresi dapat

ditolong dengan intervensi psikologis dan farmakologis.

39

Page 40: gangguan kognitif dan penuaan

Landreville dkk (2001) meneliti penerimaan orang lanjut

usia terhadap penanganan psikologis dan farmakologis bagi

depresi. Terapi kognitif dan biblioterapi diketahui lebih

diterima daripada obat-obatan antidepresan bagi individu yang

mengalami simtom-simtom ringan hingga sedang. Bagi para

pasien yang mengalami depresi parah, terapi kognitif diketahui

lebih dapat diterima daripada diblioterapi.

Psikoterapi interpersonal (ITP) adalah psikoterapi jangka

pendek yang digunakan untuk menangani depresi pada orang

lansia yang diarahkan pada tema-tema seperti kehilangan

peran, transisi peran dan kekecewaan interpersonal yang

merupakan masalah-masalah penting dalam hidup lansia

(Hinrichsen,1999).

2.3.3 Gangguan Tidur dan Penuaan

Gangguan tidur, terutama insomnia, umum terjadi pada lanjut usia

(Lichstein dkk., 2001). Insomnia pada masa dewasa lanjut

sesungguhnya lebih banyak terjadi dibandingakan depresi (Morgan

1996). Orang lebih cenderung mengalami gangguan tidur saat mereka

menua, yang pada derajat tertentu mungkin merefleksikan perubahan-

perubahan yang terkait dengan usia dalam fisiologi tidur (sleep

physiology), seperti kecenderungan bangun lebih awal pada pagi hari

(martin, schochat, & ancoli-israel, 2000). Namun, masalah tidur dapat

merupakan ciri dari psikologis lainnya, seperti depresi, demensia, dan

gangguan kecemasan, sebagai mana penyakit medis (lamberg, 2000).

Faktor-faktor psikososial, sperti kesepian dan kesulitan yangg terkait

dengan tidur sendiri setelah kehilangan pasangan, mungkin juga

terlibat. Disfungsi kognitif, seperti perhatian yang berlebihan terhadap

dampak-dampak negatif dari kurangnya tidur dan persepsi

keputusasaan serta tidak keperdayaan dalam mengendalikan tidur,

dapat memainklan peran dalam memunculkan insomnian pada orang

lanjut usia (Morin dkk., 1993a).

40

Page 41: gangguan kognitif dan penuaan

Penenang ringan sering digunakan untuk merawat insomnia pada

masa kehidupan lanjut. Namun, masalah-masalah seperti

ketergantungan dan simtom putus zat haruslah diperjhatikan untuk

penggunaan obat dalam jangka panjang.

Sebuah peneliti tentang apnea tidur (terhentinya pernapasan secara

sementara ketika sedang tidur,)pada populasi geriatrik menunjukkan

bahwa antara 25%dan 42% dari orang-orang yangh dipelajari

mengalami lima atau lebih apnea perjam tidur (Ancoli-israel dkk.,

1999). Apnea mungkin mencakup lebih dari sekedar masalah tidur;

hal ini dapat berkaitanb dengan peningkatan risiko terkena demensia

dan gangguan kardiovaskular (Strollo & Rogers, 1996).

2.3.3.1 Penyebab gangguan tidur

Selain hal-hal yang menyangkut penuaan, berbagai macam

penyakit, obat-obatan, kafein, stres, kecemasan, depresi,

kurang beraktifitas dan kebiasaan tidur yang buruk dapat

menyebabkan insomnia.

Rasa sakit karena arthritis merupakan pengganggu tidur

nomor satu pada orang usia lanjut (Prinz & Raskin, 1978).

Apnea tidur adalah gangguan pernapasan dimana berulang

kali berhenti selam beberapa detik hingga setengah menit

ketika orang yang bersangkutan dalam keadaan tidur.

Gangguan ini disebabkan oleh sangat berkembangnya aliran

udara karena adanya hambatan dari jaringan yang lebih

menghasilkan relaksasi otot dibagian belakang tenggorokan.

Gangguan pernapasan ini terjadi 60 kali dalam satu jam.

2.3.3.2 Penanganan gangguan tidur

Obat-obatan yang dijual bebas dan obat-obatan resep dapat

dikonsumsi oleh insomnia lanjut usia. Akan tetapi efektifitas

obat tidur tersebut cepat hilang dan bila digunakan terus

menerus dapat membuat tidur menjadi tidak lelap. Obat yang

dianggap alat bantu tidur tersebut juga daapt menimbulkan

41

Page 42: gangguan kognitif dan penuaan

rasa lemas dan meningkatkan kesulitan bernapas setelah

minum obat tersebut.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Gangguan kognitif (cognitive dissorder) meliputi gangguan dalam pikiran

atau ingatan yang menggambarkan perubahan nyata dari tingkat fungsi

individu yang sebelumnya. Gangguan kognitif pada penuaan meliputi

delirium, demensia, dan gangguan amnestik lainnya. Demensia mempunyai

beberapa tipe, yang pertama yaitu demensia akibat kerusakan struktur otak

yang meliputi demensia tipe Alzheimer dan demensia Vaskular, dan yang

kedua yaitu demensia akibat kondisi medis umum yang meliputi Demensia

Akibat Penyakit HIV, Demensia Akibat Trauma Kepala, Demensia Akibat

Penyakit Parkinson, Demensia Akibat Penyakit Huntington, Demensia Akibat

Penyakit Pick, dan Demensia Akibat Penyakit Creutzfeldt-Jakob.

Ada pun gangguan psikologis yang terkait dengan penuaan meliputi,

gangguan kecemasan dan penuaan, depresi dan penuaan, serta gangguan tidur

dan penuaan.

3.2 Saran

Penulis bersedia menerima kritik dan saran yang positif dari pembaca.

Penulis akan menerima kritik dan saran tersebut sebagai bahan pertimbangan

dalam memperbaiki makalah ini di kemudian hari. Semoga makalah

berikutnya dapat penulis selesaikan dengan hasil yang lebih baik lagi.

42

Page 43: gangguan kognitif dan penuaan

DAFTAR PUSTAKA

Durand, V.Mark., Barlow, David H., 2007. Intisari Psikologi Abnormal Edisi

Keempat. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Julianti, Riri., Budiono, Ari., 2008, Demensia. Riau, Universitas Riau

Nevid S, Jeffrey., Spencer A Rathus ., dan Beverly Greeny.

2005. Psikologi Abnormal Jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Nolen Susan, Hoksema. 2011. Abnormal Psychology Fifth Edition. McGrow Hill

Rizkitasari, Nanda., 2013, Gangguan Kognitif dan Gangguan Terkait Penuaan.

Maryati, Heni., Surya Bhakti, Dwi., Dwiningtyas, Mumpuni. 2013. Gambaran

Fungsi Kognitif Pada Lansia Di UPT Panti Werdha Mojopahit Kabupaten

Mojokerto. Jombang : STIKES Pemkab Jombang

43

Page 44: gangguan kognitif dan penuaan

LAMPIRAN

REVIEW JURNAL 1

JudulGambaran Fungsi Kognitif Pada Lansia Di UPT Panti

Werdha Mojopahit Kabupaten Mojokerto

Vol -

Tahun 2013

PenulisHeni Maryati, Dwi Surya Bhakti, Mumpuni

Dwiningtyas

Latar Belakang

Lanjut usia (lansia) merupakan suatu anugerah. Orang

dikatakan lansia apabila usianya lebih dari 60 tahun

berdasarkan UU No.13 Tahun 1998. Menjadi tua,

dengan segenap keterbatasannya, pasti akan dialami

seseorang bila ia berumur panjang. Umur manusia

sebagai makhluk hidup akan berkurang oleh suatu

peraturan alam dan semua orang akan mengalami

proses menjadi tua dan merasa tua merupakan masa

hidup manusia yang terakhir yang pada masa ini

seseorang mengalami kemunduran fisik/biologis,

mental dan sosial sedikit dem sedikit.1 Gangguan

mental yang sering ditemui pada lansia adalah

gangguan depresi dan kerusakan kognitif. Penelitian

tentang kemampuan aspek kognitif dan kemampuan

memori pada lansia menunjukkan mereka mempunyai

kemampuan memori dan kecerdasan yang kurang,

walaupun mengalami kontroversi, tes intelegensi

dengan jelas memperlihatkan adanya penurunan

kecerdasan pada lansia.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

gambaran fungsi kognitif pada lansia di UPT Panti

Werdha Mojopahit Kabupaten Mojokerto.

44

Page 45: gangguan kognitif dan penuaan

Subjek Penelitian

Populasinya adalah lansia yang tinggal di UPT Panti

Werdha Mojopahit Kabupaten Mojokerto. Sampel

berjumlah 30 orang lansia yang sesuai kriteria inklusi

(lansia yang bersedia menjadi responden, kooperatif,

tidak mengalami gangguan saraf dan tidak buta

huruf).

Metode Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah

desain deskriptif yaitu desain yang bertujuan untuk

mendeskripsikan (memaparkan) peristiwa-peristiwa

yang terjadi tentang fungsi kognitif yang terjadi di

UPT Panti Werdha Mojopahit Kabupaten Mojokerto.

Metode Pengumpulan

Data

Dalam penelitian ini pengumpulan data diperoleh dari

hasil wawancara terbimbing dengan kuisioner.

Hasil Penelitian

Dari hasil penelitian diketahui pada table 4 dari 30

orang responden didapatkan data hamper setengahnya

(46,7%) mengalami perubahan fungsi kognitif berat

yaitu sebanyak 14 orang lansia. Berdasarkan tabel 5

dari 30 orang responden didapatkan data sebagian

besar (85,7%) lansia yang berjenis kelamin perempuan

mengalami perubahan fungsi kognitif berat yaitu

sebanyak 12 orang lansia. Berdasarkan hasil penelitian

ini penurunan fungsi kognitif berat lebih banyak

dialami oleh lansia yang berjenis kelamin perempuan

dibandingkan laki-laki. Hasil penelitian ini sesuai

dengan teori yang menyatakan bahwa lansia yang

berjenis kelamin perempuan lebih beresiko mengalami

penurunan fungsi kognitif daripada lansia yang

berjenis kelamin laki-laki

Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan fungsi

kognitif pada lansia di UPT Panti Werdha Mojopahit

Kabupaten Mojokerto dapat disimpulkan bahwa

45

Page 46: gangguan kognitif dan penuaan

sebagian fungsi kognitif pada lansia di UPT Panti

Werdha Mojopahit Kabupaten Mojokerto Tahun 2013

hampir setengahnya mengalami perubahan fungsi

kognitif berat.

REVIE JURNAL 2

46

Page 47: gangguan kognitif dan penuaan

Judul

Delirium in Early-Stage Alzheimer’s Disease:

Enhancing Cognitive Reserve as a Possible Preventive

Measure

Vol -

Tahun 2010

Penulis

Donna M. Fick, PhD, GCNS-BC, Ann Kolanowski,

PhD, RN, FGSA, FAAN, Elizabeth Beattie,

PhD, RN, FGSA, and Judith McCrow, RN, RM

Latar Belakang

Risiko untuk delirium adalah terbesar dalam individu

dengan demensia, dan kejadian kedua meningkat di

seluruh dunia karena penuaan dari populasi kita.

Meskipun beberapa uji klinis telah diuji intervensi

untuk pencegahan delirium pada individu tanpa

demensia, sedikit yang diketahui tentang mekanisme

pencegahan delirium pada penyakit stadium awal

Alzheimer (AD).

Tujuan

Tujuan artikel ini adalah untuk mengeksplorasi cara-

cara pencegahan delirium dan memperlambat laju

penurunan kognitif pada tahap awal AD dengan

meningkatkan cadangan kognitif.

Subjek Penelitian Individu di stadium awal delirium

Metode Penelitian Studi Longitudinal

Hasil Penelitian Ada implikasi kesehatan publik yang luar biasa untuk

mengembangkan program pencegahan delirium di

tahap awal AD, saat masih ada potensi yang signifikan

untuk rehabilitasi (Yu, Evans, & Sullivan-Marx,

2005). Karena delirium menyebabkan banyak hasil

kesehatan yang buruk (Bellelli, Frisoni, et al., 2007),

pencegahan delirium memiliki potensi untuk

keuntungan pribadi, sosial, dan ekonomi yang

signifikan. Studi prospektif yang menguji model

47

Page 48: gangguan kognitif dan penuaan

intervensi saat ini dan masa depan akan membantu

pemahaman kebutuhan individu dengan demensia di

seluruh pengaturan perawatan dan memungkinkan

pedoman berbasis bukti untuk dikembangkan dan

diimplementasikan untuk pencegahan delirium dalam

tahap awal AD.

48

Page 49: gangguan kognitif dan penuaan

HASIL DISKUSI

1. Penanya : Rilla Fauzia Nur Anwary

Pertanyaan : Apa perbedaan dari gangguan kecemasan dan penuaan,

gangguan depresi dan penuaan serta gangguan tidur dan

penuaan dengan gangguan yang sama yang pernah

dijelaskan oleh kelompok sebelumnya?

Jawaban : Perbedaan dengan materi yang sudah oernah diterangkan

oleh kelompok sebelumnya adalah, untuk gangguan

kecemasan dan penuaan disini timbul dari persepsi bahwa

orang tersebut kehilangan kendali atas kehidupannya, yang

mungkin berkembang pada masa kehidupan lanjut ketika

orang itu berusaha melawan penyakit yang di deritanya,

kehilangan teman-teman dan orang yang dicintai serta

mengalami penurunan kesempatan dalam hal ekonomi.

Lalu dalam depresi dan penuuan disini merupakan

kelanjutan dari pola yang berlangsung seumur hidup,

depresi pada masa tua dihubungkan dengan tingkat

penurunan fisik yang lebih cepat dan tingkat mortalitas

yang lebih tinggi karena kondisi medis menyertai atau

mungkin karena hilangnya kepatuhan untuk mengkonsumsi

obat-obatan yang dibutuhkan. Gangguan depresi umumnya

menyerang orang-orang yang menderita berbagai macam

gangguan otak, bebrapa di antaranya, seperti gangguan

Alzheimer dan stroke, yang tidak seimbang mempengaruhi

orang lanjut usia.

Untuk gangguan tidur dan penuaan, orang usia

lanjut memang lebih cenderung mengalami gangguan tidur

yang pada derajat tertentu mungkin merefleksikan

perubahan perubahan yang terkait dengan usia dalam

fisiologi tidur seperti kecenderungan untuk bangun lebih

49

Page 50: gangguan kognitif dan penuaan

awal di pagi hari. Namun, masalah tidur ini juga dapat

merupakan ciri dari gangguan psikologis lainnya, seperti

depresi, demensia dan gangguan kecemasan. Adapun faktir-

faktor psikososial, seperti kesepian dan kesulitan yang

terkait dengan tidur sendiri setelah kehilangan pasangan.

2. Penanya : Nurlia Damayanti Purnomo

Pertanyaan : Apa sih yang disebut dengan deteriorasi dalam demensia?

Jawaban : Deteriorasi adalah kemuduran atau penuruan, kemunduran

yang dimaksud disini adalah kemunduran dalam fungsi

mental, seperti masalah dalam ingatan dan penurunan dalam

fungsi kognitif.

3. Penanya : Tazkiyatus Sakinah

Pertanyaan : Apa perbedaan lupa dan Alzheimer? Lalu bagaimana

dengan orang dengan usia muda yang sudah terkena

Alzheimer?

Jawaban : Kalau lupa, pasti semua orang pernah mengalami lupa dan

pada kasus lupa yang wajar dan tidak memenuhi kriteria

dignostik. Sedangkan alzheimer juga terdapat lupa, tetapi

penurunan daya ingat yang masuk dalam kriteria DSM

seperti; Gangguan daya ingat (gangguan kemampuan untuk

mempelajari informasi baru dan untuk mengingat informasi

yang telah dipelajari sebelumnya). Alzheimer pasti lupa,

lupa belum tentu Alzheimer.

4. Penanya : Nurlia Damayanti Purnomo

Pertanyaan : mengapa zat psikoaktif itu dapat menyebabkan gangguan

amnestik?

Jawaban : Penyebab umum dari gangguan amnestik adalah

kekurangan thiamine yang berhubungan dengan

50

Page 51: gangguan kognitif dan penuaan

penyalahgunaan alkohol kronis. Orang yang

menyalahgunakan alkohol cenderung kurang

memperhatikan kebutuhan nutrisi mereka, sehingga mereka

kekurangan vitamin B1 atau thiamine. Lha kekurangan

thiamine ini dapat menyebabkan suatu bentuk kehilangan

ingatan yang tidak dapat diperbaiki, itu juga karena

hilangnya jaringan otak karena pendarahan otak.

5. Penanya : Nailis Sa’adah

Pertanyaan : Demensia lebih banyak di derita oleh laki-laki atau

perempuan? Lalu apa alasannya?

Jawaban :

6. Penanya : Tomy Hari Setiawan

Pertanyaan : Bagaimana cara mencegah penyakit Parkinson?

Jawaban : Ada beberapa cara untuk mencegah penyakit parkinson,

seperti menerapkan pola hidup sehat dan mengkonsumsi

makanan yang bernutrisi, mengkonsumsi teh hijau karena

kandungan polifenol yang ada di dalam teh hijau

menunjukkan bukti bisa membantu untuk mengurangi

senyawa yang mengandung racun dan membuat fungsi sel-

sel saraf di dalam otak mengalami gangguan, serta

melakukan olahraga yang terartur.

7. Penanya : Ririn Fitriyah

Pertanyaan : Apa maksud dari kebingungan mental pada penderita

delirium?

Jawaban : Maksud dari kebinguangan mental pada penderita delirium

ini adalah bahwa orang yang menderita penyakit delirium

akan mengalami kemunduran mental yang ekstrem,

contohnya seperti kesulitan dalam berkonsentrasi, kesulitan

51

Page 52: gangguan kognitif dan penuaan

dalam berbicara jelas atau masuk akal, dan bisa juga orang

tersebut akan menjadi kurang atau tidak fokus akan suatu

hal.

8. Penanya : Zainal Ahmad

Pertanyaan : Apa yang dimasud dengan “neurotrasnmiter lainnya” pada

penyebab delirium?

Jawaban : Neurotransmiter merupakan sinyal penghantar dalam otak,

yang mengirimkan informasi untuk diproses lebih lanjut di

dalam otak. Jika neurotransmitter terganggu, maka

pengiriman informasi yang didapat dari stimulus luar akan

terganggu. Sehingga informasi mungkin akan sulit diproses

ataupun lambat. Itulah salah satu faktor penyebab delirium.

52