perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
GROUP INVESTIGATION (GI) DALAM MENINGKATKAN
KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS X
SMK N 1 MONDOKAN SRAGEN TAHUN AJARAN 2011/2012
SKRIPSI
Oleh:
WAHID NURMAWAN K 2505035
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
DESEMBER 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
SKRIPSI
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
GROUP INVESTIGATION (GI) DALAM MENINGKATKAN
KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS X
SMK N 1 MONDOKAN SRAGEN TAHUN AJARAN 2011/2012
Oleh:
WAHID NURMAWAN K 2505035
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar
Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Teknik Mesin
Jurusan Pendidikan Teknik Kejuruan
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
DESEMBER 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini
Nama : Wahid Nurmawan
NIM : K2505035
Jurusan/Program Studi : PTK/Pendidikan Teknik Mesin
PENERAPAN MODEL
PEMBELAJARAN KOOPERATIF GROUP INVESTIGATION (GI)
DALAM MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR
SISWA KELAS X SMK N 1 MONDOKAN SRAGEN TAHUN AJARAN
2011/2012 -benar merupakan hasil karya saya sendiri. Selain itu,
sumber informasi yang dikutip dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam daftar pustaka.
Apabila pada kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil
jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya.
Surakarta, Desember 2012
Yang membuat pernyataan
Wahid Nurmawan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji
Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Persetujuan Pembimbing
Dosen Pembimbing I
Prof. Dr. Muhammad Akhyar, M. Pd NIP. 19610729 199103 1 001
Dosen Pembimbing II
Ngatou Rohman S.Pd, M.Pd NIP. 19800701 200501 1 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRAK Wahid Nurmawan. PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF GROUP INVESTIGATION (GI) DALAM MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS X SMK N 1 MONDOKAN SRAGEN TAHUN AJARAN 2011/2012. Skripsi, Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, Desember 2012
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah : (1) Untuk meningkatkan keaktifan belajar siswa dalam mata pelajaran Dasar Kompetensi Kejuruan Teknik Otomotif Kendaraan Ringan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI); (2) Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI). Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus, masing-masing siklus terdiri dari empat tahapan yaitu tahap perencanaan tindakan, tahap pelaksanaan tindakan, tahap observasi, dan tahap refleksi. Subjek penelitian adalah siswa kelas X SMK Negeri 1 Mondokan Sragen. Sumber data berasal dari guru dan siswa. Teknik pengumpulan data adalah melalui observasi, wawancara dan tes hasil belajar. Validitas data menggunakan triangulasi sumber. Analisis data menggunakan teknik analisis deskriptif komparatif dan analisis data kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif Group Investigation (Gi) dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa pada pembelajaran Teknik Pendingin yaitu dengan adanya peningkatan keaktifan dan hasil belajar siswa pada setiap siklus. Pada kondisi awal diperoleh nilai rata-rata kelas, yaitu rata-rata keaktifan keaktifan adalah 20.17% dan rata-rata nilai hasil belajar adalah 57.18 . Setelah dilakukan tindakan siklus I, keaktifan siswa terjadi peningkatan menjadi 56.53% dan rata-rata hasil belajar siswa terjadi peningkatan menjadi 69.68. Sedangkan pada siklus II, keaktifan siswa terjadi peningkatan menjadi 80.11% dan rata-rata hasil belajar siswa terjadi peningkatan menjadi 77.97 Kata kunci : model, kooperatif, group investigation, keaktifan, hasil belajar .
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
ABSTRACT Wahid Nurmawan. THE IMPLEMENTATION OF COOPERATIVE LEARNING GROUP INVESTIGATION (GI) MODEL IN IMPROVING STUDENT OF ACTIVITY AND THE RESULT OF LEARNING FOR TENTH GRADE LEVEL IN SMK NEGERI 1 MONDOKAN SRAGEN 2011/2012 ACADEMIC YEAR. Thesis, Surakarta: Teaching Training and Education Faculty, Sebelas Maret University, December 2012.
The objectives of this research will be : (1) improving the student activity in learning by using Cooperative Learning Group Investigation Model in Vocational Basic Competence Lesson of Light Vehicle Automotive Engineering; (2) understanding the result of teaching learning by using Cooperative Learning Group Investigation Model.
This study was a classroom action research method which this research was implemented in two cycles, each cycle consisting of four stages, namely the planning stage, the action stage, the observation stage and reflection phase. Subjects of research were students of tenth grade level in SMK Negeri 1 Mondokan Sragen. The data were collected from teacher and students. The techniques of collecting data that the author used were observation, interview and test. The validity of data used the triangulation of sources. The data were analyzed by using descriptive comparative and analytic of qualitative data.
The result of this research showed that the use of cooperative learning group investigation model could improve student of activity and the result of learning in cooling technique learning. It could be seen by the increasing student activity and the result of learning in each cycle. At the initial value average, the average activity is 20.17% and the average learning result is 57.18. After the first cycle of action, student activity increased to 56.53% and average learning result increased to 69.68. While the second cycle, student activity increased to 80.11% and average learning result increased to 77.97.
Key words: model, cooperative, group investigation, activity, learning result
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
MOTTO
Kita bisa bila kita berpikir bisa
(M. Yazid Muttaqien)
Tugas kita adalah untuk mencoba, karena di
dalam mencoba itulah kita menemukan dan belajar membangun kesempatan
(Mario Teguh)
Orang-orang yang berhenti belajar akan menjadi pemilik masa lalu. Orang-
orang yang masih terus belajar, akan m
(Mario Teguh)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
PERSEMBAHAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah penyusun panjatkan kehadirat ALLAH SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga Skripsi dengan judul:
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF GROUP
INVESTIGATION (GI) DALAM MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN
HASIL BELAJAR SISWA KELAS X SMK N 1 MONDOKAN SRAGEN
TAHUN AJARAN 2011/2012 dapat terselesaikan, guna memenuhi sebagian
persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Jurusan Pendidikan Teknik dan Kejuruan Program Studi
Pendidikan Teknik Mesin.
Penyusun dalam kesempatan ini mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada yang terhormat :
1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas
Maret Surakarta yang telah memberikan ijin dalam penyusunan skripsi
ini.
2. Ketua Jurusan Pendidikan Teknik dan Kejuruan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah
memberikan ijin dalam penyusunan skripsi ini.
3. Ketua Program Studi Pendidikan Teknik Mesin Jurusan Pendidikan
Teknik dan Kejuruan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin dalam
penyusunan skripsi ini
4. Bapak Prof. Dr. Muhammad Akhyar, M. Pd selaku Pembimbing I atas
segala arahan dan bimbingannya.
5. Bapak Ngatou Rohman S.Pd, M.Pd selaku Pembimbing II atas segala
arahan dan bimbingannya.
6. Bapak Sukir PS, M.Pd., selaku Kepala SMK Negeri 1 Mondokan Sragen
beserta Dewan Guru dan Staf Karyawan yang telah memberikan ijin
pengambilan data dan informasi yang diperlukan penyusun selama
penyelesaian skripsi ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
7. Siswa kelas X Teknik Otomotif 2 SMK Negeri 1 Mondokan Sragen yang
telah membantu dalam proses pengambilan data yang diperlukan
penyusun selama penyelesaian skripsi ini.
8. Bapak dan Ibu Dosen di lingkungan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan
bekal ilmu pengetahuan yang sangat berguna bagi penyusun.
9. Teman-teman dan semua pihak yang telah memberikan dukungan dan
motivasi kepada penyusun hingga terselesaikannya skripsi ini.
Penyusun menyadari bahwa dalam skripsi ini masih banyak kekurangan
baik dalam penyajian maupun penyusunan, oleh karena itu segala kritik dan saran
yang membangun akan diterima oleh penyusun dengan kerendahan hati. Akhir
kata, penyusun berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Surakarta, Desember 2012
Penyusun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................... i
HALAMAN PENGAJUAN ii
iii
HALAMAN PESETUJUAN ....................................................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN v
ABSTRAK vi
HALAMAN MOTTO i
HALAMAN PERSEMBAHAN ix
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI ............................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ........................................................................ 5
C. Pembatasan Masalah ....................................................................... 6
D. Perumusan Dan Pemecahan Masalah.............................................. 6
E. Tujuan Penelitian ............................................................................ 7
F. Manfaat Penelitian .......................................................................... 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Pustaka ................................................................................ 9
B. Kerangka Berpikir ........................................................................... 41
C. Hipotesis Tindakan ......................................................................... 43
BAB III METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu .......................................................................... 45
B. Subjek Penelitian ............................................................................. 45
C. Sumber Data .................................................................................... 46
D. Pengumpulan Data .......................................................................... 46
E. Validitas 47
F. Analisis Data .................................................................................. 47
G. 48
H. Prosedur Penelitian ......................................................................... 49
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
BAB IV HASIL TINDAKAN DAN PENELITIAN
A.Deskripsi Latar Penelitian .. 54
B. Proses Pelaksanaan Kegiatan Pembelajaran . 58
C. Pembahasan . 77
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan 85
B. Implikasi Hasil Penelitian 86
C. Saran . 86
DAFTAR PUSTAKA . 87
LAMPIRAN LAMPIRAN . 89
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1 Waktu Pelaksanaan Penelitian 45
3.2. Indikator Kinerja Penelitian ............... 48
4.1.Faktor-Faktor Penyebab Permasalahan 60
4.2. Data Pengamatan Setiap Indikator Keaktifan Siswa Pada Kondisi
Awal
62
4.3. Data Pengamatan Persentase Keaktifan Siswa Pada Kondisi
Awal
62
4.4. Hasil Belajar Kondisi Awal 63
4.5. Materi Pembelajaran Siklus I 65
4.6. Data Pengamatan Setiap Aspek Keaktifan Siswa Pada Siklus 68
4.7. Data Pengamatan Keaktifan Siswa Pada Siklus 69
4.8. Data Pengamatan Keaktifan Siswa Pada Siklus I 69
4.9. Ketuntasan Belajar Siswa Pada Siklus I 70
4.10. Materi Pembelajaran Tindakan Siklus II .. 72
4.11. Data Pengamatan Setiap Aspek Keaktifan Siswa Pada Siklus II 75
4.12. Data Pengamatan Keaktifan Siswa Pada Siklus II .. 75
4.13. Ketuntasan Belajar Siswa Pada Siklus II 77
4.14. Persentase Keaktifan Siswa 79
4.15. Persentase Kenaikan Indikator Keaktifan Siswa 81
4.16. Hasil Belajar Siswa Pada Tiap Siklus 82
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman
2.1. Keseimbangan Panas.................................................... 28
2.2. Konstruksi Sistem Pendingin Air...... 31
2.3. Sistem Pendingin Air Saat Mesin Dingin. 32
2.4. Sistem Pendingin Air Saat Mesin Panas .. 32
2.5. Konstruksi Radiator 33
2.6. Tipe Radiator 33
2.7. Tipe SR 34
2.8. Relief Valve 34
2.9. Air Pendingin Saat Panas . 34
2.10. Vacum Valve 35
2.11. Air Pendingin Saat Dingin 35
2.12. Pompa Air 35
2.13. Sistem Pendingin Dengan Termostat di Saluran Air Keluar 36
2.14. Sistem Pendingin Dengan Letak Termostat Pada Saluran Air Masuk 36
2.15. Cara Kerja Termostat 37
2.16. Macam Termostat.. 38
2.17. Kipas Pendingin Yang Digerakkan Poros Engkol 38
2.18. Kipas Pendingin Yang Digerakkan Motor Listrik .. 39
2.19. Cara Kerja Motor Penggerak Kipas Saat Mesin Dingin 40
2.20. Cara Kerja Motor Penggerak Kipas Saat Mesin Panas 40
2.21. Skema Kerangka Berpikir Pelaksanaan Model Group Investigation 43
3.1. Bagan Prosedur Penelitian Tindakan Kelas 53
4.1. Kondisi Sarana Dan Prasarana Pembelajaran ... 57
4.2. Persentase Keaktifan Siswa Pada Kondisi Awal 62
4.3. Histogram Hasil Belajar Siswa Pada Kondisi Awal 64
4.4. Histogram Keaktifan Siswa Pada Siklus I 69
4.5. Histogram Hasil Belajar Siklus I 70
4.6. Histogram Keaktifan Siswa Pada Siklus .. 75
4.7. Histogram Hasil Belajar Siklus . 76
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
4.8. Rerata Keaktifan Siswa 81
4.9. Perbandingan Hasil Belajar Siswa .. 82
4.10. Persentase Ketuntasan Belajar Siswa 83
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Standar Kompetensi Kompetensi Dasar 89
2. RPP Siklus I 95
3. RPP Siklus II ... ............ 103
4. Daftar Hadir Siswa siklus I 111
5. Daftar Hadir Siswa siklus II 112
6. Rekapitulasi Pengamatan Indikator Keaktifan 113
7. Rekapitulasi Pengamatan Indikator Keaktifan Siklus I 114
8. Rekapitulasi Pengamatan Indikator Keaktifan Siklus II 115
9. Rekapitulasi Nilai Hasil Belajar Siswa .............................. 116
10. Hasil Wawancara Dengan Guru Teknik Pendingin SMK N 1
Mondokan Sragen 117
11. Hasil Wawancara Siswa SMK N 1 Mondokan Sragen ....................... 121
12. Gambar Ke 132
13. Periz 136
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan
suatu bangsa. Berbagai kajian di banyak negara menunjukkan kuatnya hubungan
antara pendidikan dengan tingkat perkembangan bangsa-bangsa tersebut yang
ditunjukkan oleh berbagai indikator industri, ekonomi dan sosial budaya.
Pendidikan yang mampu memfasilitasi perubahan adalah pendidikan yang
merata, bermutu, dan relevan dengan kebutuhan masyarakat.
Menyadari peran penting pendidikan tersebut, pemerintah Indonesia
senantiasa mendukung ide yang menempatkan sektor pendidikan sebagai prioritas
dalam pembangunan nasional. Bahkan dalam masa krisis sekalipun, pendidikan
tetap mendapatkan perhatian meskipun fokusnya dibatasi pada upaya
penanggulangan dampak krisis terhadap pendidikan. Mulyasa (2005:3)
Agar pembangunan pendidikan dapat berkontribusi terhadap
peningkatan kualitas sumber daya manusia, terdapat tiga syarat utama yang harus
diperhatikan yaitu : (1) sarana gedung, (2) buku yang memadai dan berkualitas
serta (3) guru dan tenaga kependidikan yang profesional
Pengaruh pendidikan dapat dilihat dan dirasakan secara langsung dalam
perkembangan serta kehidupan masyarakat, kehidupan kelompok dan kehidupan
setiap individu. Jika di bidang-bidang lain seperti ekonomi, pertanian dan
perindustrian berperan menciptakan sarana dan prasarana bagi kepentingan
manusia, maka pendidikan berurusan langsung dengan pembentukan manusia.
Pendidikan menentukan model manusia yang akan dihasilkannya. Pendidikan
juga memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap kemajuan suatu bangsa
dan merupakan wahana dalam menterjemahkan pesan-pesan konstitusi serta
sarana dalam membangun watak bangsa. Masyarakat yang cerdas akan
memberikan nuansa kehidupan suatu bangsa yang cerdas pula dan secara
progresif akan membentuk kemandirian dan kreatifitas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, Pasal 3 menyatakan :
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, beraklak mulia, sehat, berilmmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin berkembang
pesat mempunyai dampak yang sangat besar terhadap konsep dan model proses
belajar mengajar karena kehidupan manusia yang makin berkembang pula.
Dengan demikian pendidikan berlangsung terus menerus seumur hidup.
Pendidikan selalu mengalami pembaharuan dalam rangka mencari
struktur kurikulum, sistem pendidikan dan model pengajaran yang efektif dan
efisien. Upaya tersebut antara lain peningkatan sarana dan prasarana, peningkatan
mutu para pendidik dan peserta didik serta perubahan dan perbaikan kurikulum.
Pendidikan yang mampu mendukung pembangunan di masa mendatang
adalah pendidikan yang mampu mengembangkan potensi peserta didik, sehingga
yang bersangkutan mampu memiliki dan memecahkan problema pendidikan yang
dihadapinya. Pendidikan harus menyentuh potensi nurani maupun potensi
kompetensi peserta didik. Konsep pendidikan tersebut terasa semakin penting
ketika seseorang harus memasuki kehidupan di masyarakat dan dunia kerja,
karena yang bersangkutan harus mampu menerapkan apa yang dipelajari di
sekolah untuk menghadapi problema yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari
saat ini maupun yang akan datang.
Sekolah sebagai suatu institusi atau lembaga pendidikan idealnya harus
mampu melakukan proses edukasi, sosialisasi, dan transformasi. Dengan kata
lain, sekolah yang bermutu adalah sekolah yang mampu berperan sebagai proses
edukasi (proses pendidikan yang menekankan pada kegiatan mendidik dan
mengajar), proses sosialisasi (proses bermasyarakat terutama bagi anak didik),
dan wadah proses transformasi (proses perubahan tingkah laku ke arah yang lebih
baik/ lebih maju).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
SMK Negeri 1 Mondokan Sragen merupakan salah satu sekolah negeri
yang mempunyai input atau masukan siswa yang memiliki prestasi belajar yang
bervariasi. Karena prestasi belajar yang bervariasi inilah maka peran serta atau
keaktifan siswa dalam kegiatan belajar mengajar beraneka ragam.
Masalah proses belajar mengajar pada umumnya terjadi di kelas, kelas
dalam hal ini dapat berarti segala kegiatan yang dilakukan guru dan anak
didiknya di suatu ruangan dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Kelas
dalam arti luas mencakup interaksi guru dan siswa, teknik dan model belajar
mengajar, dan implementasi kurikulum serta evaluasinya. (Kasihani Kasbolah
E.S, 2001 hal: 1)
Proses pembelajaran melalui interaksi guru dan siswa, siswa dan siswa, dan
siswa dengan guru, secara tidak langsung menyangkut berbagai komponen lain
yang saling terkait menjadi satu sistem yang utuh. Perolehan kompetensi sangat
ditentukan oleh baik tidaknya kegiatan dan pembelajaran selama program
pendidikan dilaksanankan di kelas yang pada kenyataannya tidak pernah lepas
dari masalah.
Menurut hasil pengamatan yang dilakukan peneliti melalui observasi kelas
dan wawancara dengan guru mata pelajaranproduktif otomotif kelas X TMO
2SMK Negeri 1 Mondokan tahun ajaran 2011-2012 menunjukkan bahwa
pencapaian kompetensi mata pelajaran Teknik Pendingin siswa kurang optimal
karena nilai rata-rata hasil belajar masih dibawah kriteria ketuntasan minimal
yaitu dengan nilai rata-rata 56,56. Pencapaian kompetensi mata pelajaran Teknik
Pendingin siswa yang kurang optimal dimungkinkan dapat terjadi karena
pemilihan model pembelajaran dan kurangnya peran serta (keaktifan) siswa
dalam KBM.
Pada tahun ajaran 2011/2012 SMK Negeri 1 Mondokan Sragen sudah
mempergunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), namun
pelaksanaannya kurang optimal. Model mengajar guru masih secara
konvensional. Proses belajar mengajar Teknik Pendingin masih terfokus pada
guru dan kurang terfokus pada siswa. Fenomena dan fakta tersebut diatas terjadi
tampaknya disebabkan oleh kegiatan belajar mengajar yang lebih menekankan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
pada pengajaran daripada pembelajaran. Model pembelajaran yang digunakan
lebih didominasi oleh siswa-siswa tertentu saja. Peran serta siswa belum
menyeluruh sehingga menyebabkan diskriminasi dalam kegiatan pembelajaran.
Siswa yang aktif dalam kegiatan belajar mengajar cenderung lebih aktif dalam
bertanya dan menggali informasi dari guru maupun sumber belajar yang lain
sehingga cenderung memiliki pencapaian kompetensi belajar yang lebih tinggi.
Siswa yang kurang aktif cenderung pasif dalam kegiatan belajar mengajar,
mereka hanya menerima pengetahuan yang datang padanya sehingga memiliki
pencapaian kompetensi yang lebih rendah.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut diatas, maka perlu dikembangkan
suatu model pembelajaran yang mampu melibatkan peran serta siswa secara
menyeluruh sehingga kegiatan belajar mengajar tidak hanya didominasi oleh
siswa-siswa tertentu saja. Selain itu, melalui pemilihan model pembelajaran
tersebut diharapkan sumber informasi yang diterima siswa tidak hanya dari guru
melainkan juga dapat meningkatkan peran serta dan keaktifan siswa dalam
mempelajari dan menelaah ilmu yang ada terutama mata pelajaranTeknik
Pendingin.
Salah satu model pembelajaran yang melibatkan peran serta siswa adalah
model pembelajaran kooperatif. Dalam model pembelajaran kooperatif lebih
menitikberatkan pada proses belajar pada kelompok dan bukan mengerjakan
sesuatu bersama kelompok. Proses belajar dalam kelompok akan membantu
siswa menemukan dan membangun sendiri pemahaman mereka tentang materi
mata pelajaranyang tidak dapat ditemui pada model konvensional.
Para siswa dalam kelompok kooperatif belajar bersama-sama dan
memastikan bahwa setiap anggota kelompok telah benar-benar menguasai konsep
yang telah dipelajari, karena keberhasilan mereka sebagai kelompok bergantung
dari pemahaman masing-masing anggota. Ada beberapa keuntungan yang bisa
diperoleh dari penggunaan model pembelajaran kooperatif ini, antara lain siswa
dapat mencapai prestasi belajar yang bagus, menerima mata pelajaran dengan
senang hati atau sebagai hiburan, karena adanya kontak fisik antara mereka, serta
dapat mengembangkan kemampuan siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
Dengan pembelajaran kooperatif peserta didik akan lebih mudah
menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka dapat
mendiskusikan masalah-masalah tersebut dengan temannya. Agar pembelajaran
kooperatif dapat terlaksana dengan baik, peserta didik harus bekerja dengan
lembar kerja yang berisi pertanyaan dan tugas yang telah direncanakan. Selama
bekerja dalam kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan
materi yang disajikan guru dan saling membantu sesama teman.
Dalam penelitian ini peneliti mencoba mengkaji penerapan model
pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) dalam proses pembalajaran.
Group Investigation adalah model pembelajaran yang melibatkan siswa sejak
perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya
melalui investigasi. Model pembelajaran ini menuntut para siswa untuk memiliki
kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam ketrampilan proses
kelompok (group process skills). Para siswa memilih topik yang ingin dipelajari,
mengikuti investigasi mendalam terhadap berbagai subtopik yang telah dipilih,
kemudian menyiapkan dan menyajikan dalam suatu laporan di depan kelas secara
keseluruhan.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka perlu dilakukan penelitian
tentang penerapan model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI)
dalam meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa kelas X SMK Negeri 1
Mondokan Sragen tahun ajaran 2011/2012 menjadi sangat penting untuk
dilakukan.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas dapat
diidentifikasi masalah sebagai berikut:
1. Proses belajar mengajar masih terfokus pada guru belum terfokus pada
siswa sehingga kegiatan belajar mengajar lebih menekankan pada
pengajaran daripada pembelajaran.
2. Hasil belajar mata pelajaranTeknik Pendingin siswa sangat dipengaruhi
oleh model pembelajaran yang digunakan, padahal penerapan model
konvensional kurang efektif dalam kegiatan belajar mengajar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
3. Peran serta atau keaktifan siswa dalam kegiatan belajar mengajar
khususnya di kelas X TMO 2 SMK Negeri 1 Mondokan Sragen belum
menyeluruh sehingga hasil belajar kurang optimal.
Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
membutuhkan penerapan model pembelajaran yang melibatkan peran serta siswa
secara keseluruhan, padahal proses pembelajaran selama ini masih didominasi
oleh siswa-siswa tertentu.
C. Pembatasan Masalah
Sehubungan dengan luasnya permasalahan yang timbul dari topik kajian
maka pembatasan masalah perlu dilakukan guna memperoleh kedalaman kajian
untuk menghindari perluasan masalah. Adapun pembatasan masalah dalam hal ini
adalah:
1. Subjek Penelitian
Siswa kelas X TMO 2 semester genap Smk Negeri 1 Mondokan Sragen
tahun ajaran 2011/2012.
2. Objek Penelitian
Obyek penelitian ini adalah:
a. Model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran kooperatif
Group Investigation (GI).
b. Materi pelajaran yang digunakan adalah : Sistem Pendingin.
D. Perumusan Dan Pemecahan Masalah
1. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah yang telah dikemukakan
di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah penerapan model pembelajaran kooperatif Group Investigation
(GI) dapat meningkatkan keaktifan siswa kelas X TMO 2 semester genap
SMK Negeri 1 Mondokan Sragen tahun ajaran 2011/2012?
2. Apakah penerapan model pembelajaran kooperatif Group Investigation
(GI) dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas X TMO 2 semester
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
genap SMK Negeri 1 Mondokan Sragen tahun ajaran 2011/2012?
2. Pemecahan Masalah
Model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) adalah model
pembelajaran yang melibatkan siswa sejak perencanaan, baik dalam menentukan
topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Model
pembelajaran ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik
dalam berkomunikasi maupun dalam ketrampilan proses kelompok (group
process skills). Para siswa memilih topik yang ingin dipelajari, mengikuti
investigasi mendalam terhadap berbagai subtopik yang telah dipilih, kemudian
menyiapkan dan menyajikan dalam suatu laporan di depan kelas secara
keseluruhan. Melalui penerapan Model pembelajaran kooperatif Group
Investigation (GI) diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap proses
dan hasil pembelajaran.
Dalam pelaksanaan Model pembelajaran kooperatif Group Investigation
(GI), guru berperan dalam pembagian kelompok diskusi dan sebagai penasehat.
Sedangakan siswa berperan penuh mulai dari tahap perencanaan, pemilihan topik,
pelaksanaan dan pada tahap evaluasi. Dengan demikian diharapkan siswa dapat
aktif dalam proses pembelajaran sehingga dapat meningkatkan kompetensi siswa.
E. Tujuan Penelitian
Melalui penerapan model pembelajaran kooperatif Group Investigation
(GI), penelitian ini bertujuan untuk :
1. Memperoleh keberhasilan dalam meningkatkan keaktifan siswa kelas X
TMO 2 semester genap SMK Negeri 1 Mondokan Sragen.
2. Memperoleh keberhasilan dalam meningkatkan kompetensi siswa kelas X
TMO 2 semester genap SMK Negeri 1 Mondokan Sragen tahun ajaran
2011/2012 dalam proses pembelajaran melalui penggunaan model
pembelajaran Group Investigation (GI).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
penerapan model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) dalam
meningaktkan keaktifan dan hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran.
2. Manfaat Praktis
1. Bagi sekolah yaitu sebagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan
dengan model pembelajaran yang sesuai dengan materi mata diklat.
2. Bagi guru memberikan informasi mengenai manfaat pembelajaran
kooperatif Group Investigation (GI) dalam meningkatkan peran serta
siswa dalam proses belajar mengajar.
3. Bagi siswa yaitu untuk lebih meningkatkan kompetensi belajar siswa
dengan perbaikan pembelajaran dan peningkatan mutu proses
pembelajaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Pustaka dan Penelitian Yang Relevan
1. Hakekat Kompetensi
Kurikulum disempurnakan untuk meningkatkan mutu pendidikan secara
nasional. Mutu pendidikan yang tinggi diperlukan untuk menciptakan kehidupan
yang cerdas, damai, terbuka, berdemokrasi, dan mampu bersaing sehingga dapat
meningkatkan kesejahteraan semua warga negara Indonesia. Penyempurnaan
kurikulum dilakukan secara responsif terhadap penerapan hak asasi manusia,
kehidupan berdemokrasi, globalisasi dan otonomi daerah.
Kata kompetensi biasanya diartikan sebagai kecakapan yang memadai
untuk melakukan suatu tugas atau memiliki ketrampilan dan kecakapan yang
disyaratkan. Johnson menyatakan bahwa pengajaran yang berdasarkan pada
kompetensi merupakan suatu sistem bahwa siswa baru dianggap menyelesaikan
mata pelajaranapabila telah melaksanakan tugas yang harus dia pelajari (A.
Suhaenah Suparno, 2001:27).
Kompetensi dirumuskan sebagai suatu kecakapan yang harus dikuasai
untuk dapat melakukan suatu pekerjaan (kegiatan) dengan standar tertentu (A.
Suhaenah Suparno, 2001:29).
Kompetensi menentukan apa yang harus dilakukan siswa untuk mengerti,
menggunakan, meramalkan, menjelaskan, mengapresisasi atau menghargai.
Kompetensi merupakan gambaran umum tentang apa yang dapat dilakukan oleh
siswa (Balitbang, 2002:30). Pendidikan yang berdasarkan pada kompetensi
adalah sistem yang komponen-komponennya terdiri atas masukan, proses,
keluaran dan umpan balik (W.Gulo, 2002:31).
Kompetensi dapat dipahami dalam dua aspek, yaitu aspek yang tampak dan
aspek yang tidak tampak. Kompetensi dalam aspek yang tampak disebut dengan
performance (penampilan) yang tercermin dalam bentuk tingkah laku yang dapat
didemonstrasikan sehingga dapat diamati, dilihat, dan dirasakan. Kompetensi
dalam aspek yang tidak tampak disebut juga dengan kompetensi dalam aspek
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
rasional yang dapat diamati karena tidak tampil dalam bentuk perilaku yang
empiris. Kemampuan dalam aspek rasional ini umumnya dikenal dalam
taksonomi Bloom sebagai kognitif, afektif, dan psikomotorik (W. Gulo,
2002:34).
Taksonomi Bloom terdiri dari tiga kategori yaitu yang dikenal sebagai
domain atau ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik. Yang
dimaksud dengan ranah-ranah ini oleh Bloom adalah perilaku-perilaku yang
memang diniatkan untuk ditujukan oleh peserta didik atau pebelajar dalam cara-
cara tertentu, misalnya bagaimana mereka berpikir (ranah kognitif), bagaimana
mereka bersikap dan merasakan sesuatu (ranah afektif), dan bagaimana berbuat
(ranah psikomotorik) (A. Suhaenah Suparno, 2001:6).
Ditinjau dari dimensi kompetensi yang ingin dicapai, ranah yang perlu
dinilai meliputi ranah kognitif, psikomotor dan afektif. Kompetensi ranah
kognitif meliputi tingkatan menghafal, memahami, mengaplikasikan,
menganalisis, mensintesis dan mengevaluasi. Berkenaan dengan ranah
psikomotor kompetensi yang ingin dicapai meliputi tingkatan gerakan awal, semi
rutin, gerakan rutin. Kompetensi afektif yang ingin dicapai dalam pembelajaran
meliputi tingkatan pemberian respon, penilaian dan internalisasi (Depdiknas,
2002:20-21).
Berdasarkan pengertian kompetensi di atas, kompetensi dapat diartikan
sebagai kemampuan yang memadai dari perpaduan pengetahuan, keterampilan,
nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak.
a. Kompetensi Kognitif
Kompetensi kognitif meliputi pengetahuan hafalan, pemahaman,
penerapan, analisis, sintesa, dan evaluasi.
Ranah psikologi siswa yang terpenting adalah ranah kognitif. Ranah
kejiwaan yang berkedudukan pada otak, dalam perspektif psikologis kognitif,
adalah sumber sekaligus pengendali ranah-ranah kejiwaan lainnya, yakni ranah
afektif (rasa) dan ranah psikomotor (karsa). Sekurang-kurangnya ada dua macam
kecakapan kognitif siswa yang amat perlu dikembangkan segera khususnya oleh
guru, yakni: (1) model belajar memahami isi materi mata diklat, (2) model
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
menyakini arti penting isi materi pembelajaran dan aplikasinya serta menyerap
pesan-pesan moral yang terkandung dalam materi mata pelajarantersebut. Tanpa
pengembangan dua macam kecakapan kognitif ini, siswa sulit diharapkan mampu
mengembangkan ranah afektif dan psikomotornya sendiri.
b. Kompetensi Afektif
Kompetensi afektif adalah tingkah laku yang menyangkut
keanekaragaman perasaan seperti : takut, marah, sedih, gembira, kecewa, senang,
benci, was-was, dan sebagainya. Tingkah laku seperti ini tidak terlepas dari
pengaruh pengalaman belajar. Olehkarena itu juga dapat dianggap sebagai
perwujudan perilaku belajar. Komponen afektif merupakan keyakinan individu
dan penghayatan orang tersebut tentang objek sikap apakah ia merasa senang atau
tidak senang, bahagia atau tidak bahagia. Sikap mempunyai tiga karakteristik: (1)
intensitas yaitu kekuatan perasaan terhadap objek; (2) arah terhadap objek apakah
positif, negatif atau netral; (3) target merupakan sasaran sikap, terhadap apa sikap
ditunjukan.
c. Kompetensi Psikomotorik
Kompetensi psikomotorik menekankan keterampilan motorik yaitu
bekerja dengan benda-benda atau aktivitas yang memerlukan koordinasi syaraf
dan otot. Untuk menjelaskan konsep tersebut digunakan contoh kegiatan
berbicara, menulis, berbagi aktivitas pendidikan jasmani, dan program-program
keterampilan.
Kompetensi bidang psikomotorik tampak dalam bentuk keterampilan
(skill) dan kemampuan bertindak individu (perseorangan). Ada 6 tingkatan
keterampilan, yaitu: (1) gerak refleks; (2) keterampilan pada gerakan-gerakan
sadar; (3) kemampuan perspektual termasuk didalamnya membedakan visual; (4)
kemampuan membedakan auditif (suara), kemampuan dibidang fisik, misalnya
kekuatan, keharmonisan dan ketepatan; (5) gerakan-gerakan skill, mulai dari
keterampilan sederhana sampai pada keterampilan yang kompleks; (6)
kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi. Keberhasilan pengembangan
ranah kognitif juga berdampak positif terhadap perkembangan ranah psikomotor.
Namun kecakapan psikomotor juga tidak terlepas dari kecakapan afektif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
Dalam penelitian ini, penelitian difokuskan pada hasil belajar siswa yang
dapat diperlihatkan dari hasil tes.
2. Keaktifan Belajar
Keaktifan belajar merupakan unsur yang sangat penting bagi keberhasilan
dalam proses pembelajaran. Menurut Mc Keachie dalam Dimyati dan Mudjiono
(1999: 45) berkenaan dengan prinsip keaktifan mengemukakan bahwa individu
merupakan manusia belajar yang selalu ingin tahu.
Menurut Hermawan (2007 : 83) keaktifan siswa dalam kegiatan
pembelajaran tidak lain adalah untuk mengkonstruksi pengetahuan mereka
sendiri. Mereka aktif membangun pemahaman atas persoalan atau segala sesuatu
yang mereka hadapi dalam kegiatan pembelajaran.
Menurut Sriyono (1992: 75) keaktifan adalah pada waktu guru mengajar
ia harus mengusahakan agar murid-muridnya aktif jasmani maupun rohani.
Keaktifan jasmani maupun rohani itu meliputi, antara lain :
a. Keaktifan indera : Pendengaran, penglihatan, peraba dan lain-lain. Murid
harus dirangsang agar dapat menggunakan alat inderanya sebaik mungkin.
b. Keaktifan akal : akal anak-anak harus aktif atau diaktifkan untuk memecahkan
masalah, menimbang-nimbang, menyusun pendapat dan mengambil
keputusan.
c. Keaktifan ingatan : pada waktu mengajari anak harus aktif menerima bahan
pengajaran yang disampaikan guru dan menyimpannya dalam otak, kemudian
pada suatu saat ia siap mengutarakan kembali.
d. Keaktifan emosi : dalam hal ini murid hendaklah senantiasa berusaha
mencintai mata diklatnya.
Menurut Sudjana (1988: 72) mengemukakan keaktifan siswa dalam
mengikuti proses belajar mengajar dapat dilihat dalam :
a. Turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya.
b. Terlibat dalam pemecahan masalah.
c. Bertanya kepada siswa lain atau kepada guru apabila tidak memahami
persoalan yang dihadapinya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
d. Berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk memecahkan
masalah.
e. Melaksanakan diskusi kelompok sesuai dengan petunjuk guru.
f. Menilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil yang diperolehnya.
g. Melatih diri dalam memecahkan soal atau masalah yang sejenis.
h. Kesempatan menggunakan atau menerapkan apa yang telah diperolehnya
dalam menyelesaikan tugas atau persoalan yang dihadapinya.
Dalam mengelola pembelajaran, guru perlu merencanakan tugas dan alat
belajar yang menantang, pemberian umpan balik, belajar kelompok dan
penyediaan program penilaian yang memungkinkan semua siswa mampu unjuk
kemampuan atau mendemonstrasikan kinerja (performance) sebagai kompetensi.
Inti dari penyediaan tugas menantang ini adalah penyediaan seperangkat
pertanyaan yang mendorong siswa aktif dalam bernalar. Para ahli menyebutkan
pengelolaan kegiatan pembelajaran ini guru perlu memiliki kemampuan
merancang pertanyaan produktif dan mampu menyajikan pertanyaan sehingga
memungkinkan semua siswa terlibat baik secara mental maupun secara fisik.
Dengan demikian sedikitnya ada empat hal model yang perlu dikuasai
guru dalam pengelolaan kegiatan pembelajaran yaitu :
a. Penyediaan pertanyaan yang mendorong berfikir dan berproduksi.
b. Penyediaan umpan balik yang bermakna.
c. Belajar secara kelompok.
d. Penyediaan penilaian yang memberi peluang semua siswa mampu melakukan
unjuk perbuatan.
Melibatkan secara aktif dalam pembelajaran teknik pendingin sangat
penting, karena dalam teknik pendingin siswa harus aktif dalam pembelajaran
untuk mendapatkan hasil pembelajaran yang optimal. Siswa sebagai subjek didik
adalah yang merencanakan dan ia sendiri yang melaksanakan belajar. Implikasi
keaktifan bagi siswa terwujud perilaku-perilaku seperti mencari sumber informasi
yang dibutuhkan, menganalisa hasil, ingin mengetahui hasil. Implikasi keaktifan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
guru sebagai pengelola dan penyelenggara dari belajar mengajar adalah
memeberikan kesempatan belajar kepada siswanya.
Untuk dapat menarik keterlibatan siswa dalam pembelajaran, guru harus
membangun hubungan baik yaitu dengan menjalin rasa simpati dan saling
pengertian. Hubungan baik akan membuat jembatan menuju kesusksesan puncak
siswa dalam berbicara dengan bahasa hati siswa. Membina hubungan baik biasa
memudahkan guru melibatkan siswa, memudahkan pengelolaan kelas dan
memperpanjang waktu fokus.
Setelah mencermati berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
keaktifan dalam proses pembelajaran meliputi membangun pemahaman,
partisipasi dalam menyelesaikan tugas, terlibat dalam pemecahan masalah,
menyukai bertanya, giat mencari informasi, berpartisipasi dalam diskusi, suka
berlatih diri dalam menyelesaikan tugas, menerapkan pengetahuan untuk
menyelesaikan tugas, berani menampilkan perasaan, berani untuk berprestasi,
bebas dan leluasa dalam menjalani semua hal tersebut diatas tanpa mengalami
tekanan.
3. Model Pembelajaran
Menurut Ismail (2003), istilah model pembelajaran mempunyai makna
yang lebih luas daripada strategi, model, atau prosedur. Suatu model
pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dipunyai oleh strategi
atau model tertentu, yaitu rasional teoritik yang logis yang disusun oleh
penciptanya, tujuan pembelajaran yang akan dicapai, tingkah laku mengajar yang
diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan, serta lingkungan belajar yang
diperlukan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Ada Berbagai macam model pembelajaran, antara lain:
1) Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning- CTL)
Adalah konsep belajar yang mendorong guru untuk menghubungkan materi
yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa, sehingga siswa dapat
menghubungkan dan menerapkan kompetensi kompetensi dalam kehidupan
sehari-hari. CTL memungkinkan proses belajar yang tenang dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
menyenangkan, karena pembelajaran dilakukan secara alamiah, sehingga
peserta didik dapat mempratekkan secara langsung apa yang dipelajarinya.
Melalui CTL siswa memahami hakekat, makna dan manfaat belajar sehingga
memungkinkan mereka untuk senantiasa belajar.
2) Pengajaran berbasis masalah (Problem- Based Learning)
Adalah pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu
konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan ketrampilan
pemecahan masalah serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang
essensial dari materi mata diklat. Peranm guru dalam pengajaran ini adalah
menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan dan memfasilitasi penyelidikan
dan dialog.
3) Pembelajaran dengan penemuan (Inquiry)
Dalam pembelajaran ini, siswa didorong untuk belajar melalui keterlibatan
aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, sehingga mereka
memperoleh pengalaman belajar yang nyata dan mereka dilatih untuk
memecahkan masalah, membuat keputusan dan memperoleh ketrampilan.
Guru dituntut untuk mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan
melakukan percobaan yang memungkinkan mereka menemukan prinsip-
prinsip untuk diri mereka sendiri, serta tidak terlalu banyak intervensi. Nur
dan Wikandari yang dikutip Nurhadi (2004: 122-123) mengemukakan
n
pengajaran ditujukan untuk membuat siswa berpikir dan mengambil bagian
dalam proses mendapatkan pengetahuan.
4) Pengajaran otentik
Pendekatan pengajaran yang memperkenankan siswa untuk mempelajari
konteks bermakna. Siswa mengembangkan ketrampilan berpikir dan
pemecahan masalah yang penting dalam konteks kehidupan nyata. Guru
dapat membantu siswa untuk belajar memecahakkan masalah dengan
memberi tugas-tugas yang memiliki konteks kehidupan nyata, kaya dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
kandungan akademik serta ketrampilan yang terdapat dalam konteks
kehidupan nyata.
5) Pengajaran berbasis proyek/ tugas (Project-Based Learning)
Dalam pengajaran ini, lingkungan belajar siswa didesain agar siswa dapat
melakukan penyelidikan terhadap masalah-masalah otentik termasuk
pendalaman materi suatu topik mata pelajarandan melaksanakan tugas
bermakna lainnya. Siswa diberi tugas/ proyek yang kompleks, sulit, lengkap
tetapi realistis /otentik dan diberi bantuan secukupnya agar mereka dapat
menyelesaikan tugas. Guru dalam pengajaran ini berperan sebagai pemberi
tugas pekerjaan kelas dan pekerjaan rumah mandiri yang dapat
mempertahankan keterlibatan siswa.
6) Pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning)
Adalah pembelajaran yang memfokuskan pada penggunaan kelompok kecil
siswa untuk bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk
mencapai tujuan belajar. Pembelajaran ini menciptakan interaksi yang saling
mencerdaskan, sehingga tercipta masyarakat belajar. Ada empat model yang
identik dengan pembelajaran ini, yaitu: a) STAD (Student Teams
Achievement Division), merupakan model yang digunakan untuk
mengajarkan informasi akademik baru setiap minggu, baik melalui verbal
maupun tertulis dengan membagi siswa menjadi beberapa kelompok/tim,
kemudian tiap anggota diberi lembar kerja akademik yang akan dikerjakan
bersama dan saling membantu melalui tanya jawab atau diskusi; b) model
Jigsaw, guru mengelompokkan siswa ke beberapa kelompok dimana salah
satu anggota dipilih sebagai kelompok pakar (bertugas mengajarkan materi
kepada anggota kelompoknya) kemudian diadakan penilaian secara
individual; c) model Group Investigation (GI), guru membentuk siswa ke
dalam beberapa kelompok sesuai dengan kesamaan minat terhadap topic
tertentu dan siswa mempunyai kebebasan untuk memilih topik yang akan
dipelajari, menyiapkan dan menyajikan laporannya di depan kelas secara
keseluruhan; d) model Struktural, ditandai dengan adanya pertanyaan oleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
guru kepada peserta didik dalam kelas dan peserta didik menjawabnya
dengan mengacungkan tangannya terlebih dahulu.
(Nurhadi, 2004: 102).
4. Model Pembelajaran Kooperatif
Tugas utama guru adalah menciptakan suasana proses belajar mengajar di
dalam kelas agar terjadi interaksi kegiatan pembelajaran yang dapat memotivasi
siswa untuk belajar dengan baik. Salah satu keberhasilan belajar tergantung pada
model pembelajaran yang diterapkan oleh guru di dalam kelas. Model
pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya guru boleh memilih model
pembelajaran yang sesuai untuk mencapai tujuan pendidikan.
Agar siswa dapat belajar secara efektif dan efisien serta tujuan belajar dapat
tercapai, guru harus memiliki model-model tertentu. Salah satu langkah untuk
memiliki model tersebut adalah penguasaan terhadap teknik-teknik penyajian
atau biasa disebut dengan model mengajar. Teknik penyajian mata
pelajaranadalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang digunakan
oleh guru.
Model atau method secara harfiah berarti cara. Dalam pemakaian yang
umum, model diartikan sebagai cara melakukan suatu kegiatan atau cara
melakukan mata pelajarandengan menggunakan faktor dan konsep secara
sistematis (Muhibbin Syah, 1995: 202). Model mengajar diartikan juga sebagai
teknik guru untuk mengajar atau menyajikan bahan mata pelajarankepada siswa
di dalam kelas, agar mata pelajarantersebut dapat ditangkap, dipahami, dan
digunakan oleh siswa dengan baik (Roestiyah, 2001: 1).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran
adalah cara (langkah) yang ditempuh dan direncanakan sebaik-baiknya untuk
usaha yang bersifat sadar, disengaja, dan bertanggungjawab yang secara
sistematis dan terarah pada pencapaian tujuan pengajaran. Salah satu model yang
perlu dikembangkan seiring dengan penerapan KTSP adalah model pembelajaran
kooperatif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
Pembelajaran kooperatif adalah aktifitas belajar kelompok yang teratur
sehingga ketergantungan pembelajaran pada struktur sosial pertukaran informasi
antara anggota dalam kelompok dan tiap anggota bertanggungjawab untuk
kelompoknya dan dirinya sendiri dan dimotivasi untuk meningkatkan pembelajar
lainnya (Kessler, 1992: 8). Belajar kooperatif merupakan satu model pengajaran
dan pembelajaran yang menggunakan kumpulan-kumpulan kecil pelajar dengan
memberi peluang untuk berinteraksi sesama mereka di dalam proses
pembelajaran (Suhaida Abdul Kadir, 2002: 54).
Model pembelajaran kooperatif menciptakan sebuah revolusi pembelajaran
di kelas. Tidak ada kelas yang sunyi selama proses pembelajaran, karena
pembelajaran dapat dicapai ditengah-tengah percakapan antara siswa. Guru dapat
menciptakan suatu lingkungan kelas yang baru tempat siswa secara rutin dapat
saling membantu satu sama lain, guna menuntaskan bahan ajar pada
akademiknya.
Pengalaman belajar secara kooperatif menghasilkan keyakinan yang lebih
kuat bahwa seseorang merasa disukai, diterima oleh siswa lain, dan menaruh
perhatian tentang bagaimana kawannya belajar, dan ingin membantu kawannya
belajar. Siswa sebagai subjek yang belajar merupakan sumber belajar bagi siswa
lainnya yang dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk kegiatan, misalnya
diskusi, pemberian umpan balik, atau bekerja sama dalam melatih ketrampilan-
ketrampilan tertentu (A. Suhaenah Suparno, 2001: 156).
Belajar kelompok dalam pembelajaran kooperatif berbeda dengan belajar
kelompok biasa. Model pembelajaran kooperatif mempunyai karakteristik
tertentu, yaitu:
a. Tujuan kelompok
Sebagian besar model belajar kelompok ini mempunyai beberapa bentuk
tujuan kelompok.
b. Pertanggung jawaban individu
Pertanggung jawaban individu dicapai dengan dua cara, pertama
memperoleh skor kelompok. Cara yang kedua dengan memberikan tugas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
khusus yaitu setiap siswa diberi tanggung jawab untuk setiap bagian dari
tugas kelompok.
c. Kesempatan untuk sukses
Keunikan dalam model belajar kelompok ini yaitu menggunakan model
scoring yang menjamin setiap siswa memiliki kesempatan untuk berperan
aktif dalam kelompok mereka.
d. Kompetisi antar kelompok
Adanya kompetisi antar kelompok berarti memotivasi siswa untuk ikut aktif
dan berperan dalam pembentukan konsep suatu materi.
(Slavin, 1995: 12).
Ciri-ciri pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:
a. Siswa belajar dalam kelompok, produktif mendengar, mengemukakan
pendapat, dan membuat keputusan sacara bersama.
b. Kelompok siswa terdiri dari siswa-siswa yang memiliki kemampuan tinggi,
sedang dan rendah.
c. Jika dalam kelas terdapat siswa-siswa yang terdiri dari berbagai ras, suku,
agama, budaya dan jenis kelamin yang berbeda, maka diupayakan agar
dalam setiap kelompokpun terdapat ras, suku, agama, dan jenis kelamin
yang berbeda pula.
d. Penghargaan lebih mengutamakan pada kerja kelompok daripada kerja
perorangan.
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai 3 tujuan
utama, yaitu:
a. Pencapaian akademik
Pembelajaran kooperatif dapat memberikan keuntungan pada siswa yang
berpencapaian rendah dan siswa yang berpencapaian tinggi dalam proses
pembelajaran. Siswa yang berpencapaian lebih tinggi dapat mengajari siswa
yang berpencapaian rendah. Ini memberikan keuntungan terhadap siswa
yang berpencapaian tinggi karena dengan membagikan ide atau
pengetahuannya, siswa tersebut menjadi lebih dalam pengetahuannya tentang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
materi atau bahan ajar; sedangkan siswa yang berpencapaian rendah lebih
tertarik dalam belajar.
b. Penerimaan atau perbedaan
Efek atau dampak yang kedua dari pembelajaran kooperatif adalah
penerimaan yang lebih luas terhadap orang lain yang berbeda ras,
kebudayaan, kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuan.
c. Mengembangkan kemampuan sosial
Tujuan yang ketiga dari pembelajaran kooperatif adalah untuk
mengajarkan siswa kemampuan bekerjasama dan berkolaborasi. Keadaan
seperti ini bertujuan untuk memperkecil ketidaksepahaman antara individu
yang dapat memicu tindak kekerasan dan seringnya timbul ketidakpuasan
ketika mereka dituntut untuk bekerjasama (Arends, 1997: 111-112).
Ada beberapa alasan yang mendasari dikembangkan pembelajaran
kooperatif, antara lain:
1) Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial.
2) Memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap, ketrampilan,
informasi, perilaku sosial dan pandangan-pandangan.
3) Memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial.
4) Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai-nilai sosial dan
komitmen.
5) Menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri atau egois.
6) Membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa dewasa.
7) Berbagai ketrampilan sosial yang diperlukan untuk memelihara hubungan
saling membutuhkan dapat diajarkan dan dipraktekkan.
8) Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia.
9) Meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi dari berbagai
perspektif.
10) Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang dirasakan lebih
baik.
11) Meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang perbedaan
kemampuan, jenis kelamin, normal atau cacat, etnis, kelas sosial, agama, dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
orientasinya juga (Nurhadi, 2004: 116).
Roger dan David Johnson dalam Anita Lie (2004: 31-35) mengatakan
bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning. Untuk
mencapai hasil yang maksimal, ada 5 unsur yang harus diterapkan dalam
pembelajaran cooperative, yaitu:
a. Saling ketergantungan positif
Keberhasilan suatu karya sangat tergantung pada anggotanya. Untuk
menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas
sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan
tugasnya sendiri agar yang lain bisa mencapai tujuan mereka.
b. Tanggungjawab perseorangan
Setiap anggota dalam kelompok bertanggungjawab untuk melakukan yang
terbaik. Setiap anggota kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya
sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan.
c. Tatap muka
Setiap anggota kelompok dalam kelompoknya, harus diberi kesempatan
untuk bertatap muka dan berdiskusi. Kegiatan ini akan menguntungkan baik
bagi anggota maupun kelompoknya. Hasil pemikiran beberapa orang akan
lebih baik daripada hasil pemikiran satu orang saja.
d. Komunikasi antar anggota
Unsur ini juga menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan berbagai
ketrampilan berkomunikasi. Sebelum menugaskan siswa dalam kelompok,
pengajar perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi. Tidak setiap siswa
mempunyai keahlian mendengarkan dan berbicara. Keberhasilan suatu
kelompok sangat tergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling
mendengarkan dan kemampuan untuk mengutarakan pendapat mereka.
e. Evaluasi proses kelompok
Evaluasi proses kelompok dalam pembelajaran kooperatif diadakan oleh guru
agar siswa selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih baik. Waktu evaluasi
tidak perlu diadakan setiap kali ada kerja kelompok, tetapi bisa diadakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
selang beberapa waktu setelah beberapa kali pembelajar terlibat dalam
kegiatan pembelajaran.
Dalam praktiknya, kelompok belajar kooperatif berbeda dengan kelompok
belajar tradisional, adapun perbedaan tersebut adalah:
a. Dalam kelompok belajar kooperatif adanya saling ketergantungan positif,
saling membantu, dan saling memberikan motivasi sehingga ada interaksi
promotif. Sedangkan dalam kelompok belajar tradisional guru sering
membiarkan adanya siswa yang mendominasi kelompok atau
menggantungkan diri pada kelompok.
b. Dalam kelompok belajar kooperatif Adanya akuntabilitas individual yang
mengukur penguasaan materi mata pelajarantiap anggota kelompok.
Kelompok diberi umpan balik tentang kompetensi para anggotanya sehingga
dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang
dapat memberikan bantuan. Sedangkan dalam kelompok belajar tradisional
akuntabilitasi individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering
diborong oleh salah seorang anggota kelompok, sedangkan anggota
- ilan
temannya yang dianggap pemborong.
c. Dalam kelompok belajar kooperatif kelompok belajar heterogen, baik dalam
kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik dan sebagainya sehingga
dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang
dapat memberikan bantuan. Sedangkan dalam kelompok belajar tradisional
kelompok belajar biasanya homogen.
d. Dalam kelompok belajar kooperatif pemimpin kelompok dipilih secara
demokratis atau bergilir untuk memberikan pengalaman memimpin bagi para
anggota kelompok. Sedangkan dalam kelompok belajar tradisional Pemimpin
kelompok sering ditentukan oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk
memilih pemimpinnya dengan cara masing-masing.
e. Dalam kelompok belajar kooperatif ketrampilan sosial yang diperlukan
dalam kerja gotong royong seperti kepemimpinan, kemampuan
berkomunikasi, mempercayai orang lain dan mengelola konflik secara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
langsung diajarkan. Sedangkan dalam kelompok belajar tradisional
ketrampilan social sering tidak diajarkan secara langsung.
f. Dalam kelompok belajar kooperatif pada saat belajar kooperatif sedang
berlangsung, guru terus memberikan pemantauan melalui observasi dan
melakukan intervensi jika terjadi masalah dalam kerjasama antar anggota
kelompok. Sedangkan dalam kelompok belajar tradisional Pemantauan
melalui observasi dan intervensi sering tidak dilakukan oleh guru pada saat
belajar kelompok sedang berlangsung.
g. Dalam kelompok belajar kooperatif . Sedangkan dalam kelompok belajar
tradisional
h. Dalam kelompok belajar kooperatif guru memperhatikan secara langsung
proses kelompok, yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.
Sedangkan dalam kelompok belajar tradisional guru sering tidak
memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok
belajar.
i. Dalam kelompok belajar kooperatif penekanan tidak hanya pada
penyelesaian tugas tetapi juga hubungan interpersonal (hubungan antar
pribadi yang saling menghargai). Sedangkan dalam kelompok belajar
tradisional penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas.
(Nurhadi, 2004: 114-115)
Suhaida Abdul Kadir (2002: 59) menyebutkan bahwa berbagai model
belajar kooperatif yang sedang berkembang yaitu:
a) Belajar Bersama (Learning Together) oleh Johnson et al. di University
of Minnesota.
b) Belajar dalam Bentuk Tim Siswa (Student Team Learning) oleh Slavin
et al. di Johns Hopkins University.
c) Jigsaw oleh Aronson et al. di University of Texas.
d) Investigasi Kelompok (Group Investigation) oleh Sharan et al. di Tel
Aviv University.
e) Pendekatan Berstruktur oleh Kagan di University of California,
Riverside.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Belajar kooperatif cenderung menaikkan pencapaian pada semua tugas
sekolah yang terkait, superioritas atas belajar kompetitif dan individualistik yang
lebih jelas tampak dalam belajar konseptual dalam dan tugas-tugas pemecahan
masalah (Usman H.B, 2001: 305).
Model pembelajaran kooperatif mempunyai kelebihan-kelebihan dibanding
model lain, di antaranya:
(a) Meningkatkan kemampuan siswa.
(b) Meningkatkan rasa percaya diri.
(c) Menumbuhkan keinginan untuk menggunakan pengetahuan dan
keahlian.
(d) Memperbaiki hubungan antar kelompok.
Model pembelajaran kooperatif juga mempunyai kelemahan-kelemahan,
antara lain:
(a) Memerlukan persiapan yang rumit untuk melaksanakan.
(b) Bila terjadi persaingan yang negatif maka hasilnya akan buruk.
(c) Bila ada siswa yang malas atau ada yang ingin berkuasa dalam
kelompok mengakibatkan usaha kelompok tidak berjalan sebagaimana
mestinya.
(d) Adanya siswa yang tidak memanfaatkan waktu sebaik-baiknya dalam
kelompok belajar (Slavin, 1995:2).
Melihat kelemahan-kelemahan ini maka dalam pelaksanaan model pembelajaran
kooperatif diperlukan seorang guru yang mampu menjadikan kondisi kelas yang
kondusif dan sepenuhnya menguasai tentang model pembelajaran kooperatif
sehingga proses pelaksanaannya akan menjadi lancar dan siswa dapat berperan
secara aktif dalam proses pembelajaran, serta siswa dapat bersaing secara positif.
5. Model Pembelajaran GI (Group Investigation)
Dasar-dasar model Group Investigation dirancang oleh Herbert Thelen,
selanjutnya diperluas dan diperbaiki oleh Sharan dan teman-temannya dari
Universitas Tel Aviv. Model GI ini melibatkan siswa sejak perencanaan, baik
dalam seleksi topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
Model ini menuntut siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam
berkomunikasi maupun dalam ketrampilan proses kelompok (group process
skills). Dalam menggunakan model GI umumnya kelas dibagi menjadi beberapa
kelompok dengan anggota 5 sampai 6 orang siswa dengan karakteristik yang
heterogen. Pembagian kelompok dapat juga didasarkan atas kesenangan berteman
atau kesamaan minat terhadap suatu topik tertentu. Para siswa memilih topik
yang ingin dipelajari, mengikuti investigasi mendalam terhadap berbagai sub
topik yang telah dipilih, kemudian menyiapkan dan menyajikan suatu laporan di
depan kelas secara keseluruhan (Arends, 1997: 120-121).
Investigasi kelompok adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif, guru
dan siswa bekerja sama membangun pembelajaran. Proses dalam perencanaan
bersama didasarkan pada pengalaman masing-masing siswa, kapasitas, dan
kebutuhan. Siswa aktif berpartisipasi dalam semua aspek, membuat keputusan
untuk menetapkan arah tujuan yang mereka kerjakan. Dalam hal ini kelompok
merupakan wahana sosial yang tepat untuk proses ini. Perencanaan kelompok
merupakan salah satu model untuk menjamin keterlibatan siswa secara maksimal.
Model investigasi kelompok adalah perpaduan sosial dan kemahiran
berkomunikasi dengan intelektual pembelajaran dalam menganalisis dan
mensintesis. Investigasi kelompok tidak dapat diimplementasikan dalam
lingkungan pendidikan yang tidak ada dukungan dialog dari setiap anggota atau
mengabaikan dimensi afektif-sosial dalam pembelajaran kelas (Suhaida Abdul
Kadir, 2002: 67).
Dalam model ini terdapat 3 konsep utama, yaitu:
a. Penelitian (inquiry) yaitu proses perangsangan siswa dengan menghidupkan
suatu masalah. Dalam proses ini siswa merasa dirinya perlu memberikan
reaksi terhadap masalah yang dianggap perlu untuk diselesaikan. Masalah
ini didapat dari siswa sendiri atau diberikan oleh guru.
b. Pengetahuan yaitu pengalaman yang tidak dibawa sejak lahir namun
diperoleh siswa melalui pengalaman baik secara langsung maupun tidak
langsung.
c. Dinamika kelompok, menunjukkan suasana yang menggambarkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
sekelompok individu yang saling berinteraksi mengenai sesuatu yang
sengaja dilihat atau dikaji bersama dengan berbagai ide dan pendapat serta
saling tukar-menukar pengalaman dan saling berargumentasi.
Spencer Kagan (1985: 72) mengemukakan bahwa model GI memiliki
enam tahapan kegiatan seperti berikut:
a) Mengidentifikasikan topik dan pembentukan kelompok
Tingkatan ini menekankan pada permasalahan, siswa meneliti,
mengajukan topik dan saran. Peranan ini dimulai dengan setiap siswa
diberikan modul yang berisikan kisi-kisi; dari langkah ini diharapkan siswa
mampu menebak topik apa yang akan disampaikan kemudian siswa yang
memiliki topik yang sama dikelompokkan menjadi satu kelompok dalam
penyelidikan nanti. Dalam hal ini peran dari guru adalah membatasi jumlah
kelompok serta membantu mengumpulkan informasi dan memudahkan
pengaturan.
b) Merencanakan tugas belajar
Pada tahap ini anggota kelompok menentukan subtopik yang akan
diinvestigasi dengan cara mengisi lembar kerja yang telah tersedia serta
mengumpulkan sumber untuk memecahkan masalah yang tengah
diinvestigasi. Setiap siswa menyumbangkan kontribusinya terhadap
investigasi kelompok kecil. Kemudian setiap kelompok memberikan
kontribusi kepada penelitian untuk seluruh kelas.
c) Menjalankan investigasi
Siswa secara individual atau berpasangan mengumpulkan informasi,
menganalisa dan mengevaluasi serta menarik kesimpulan. Setiap anggota
kelompok memberikan kontribusi satu dari bagian penting yang lain untuk
mendiskusikan pekerjaannya bengan mengadakan saling tukar menukar
informasi dan mengumpulkan ide-ide tersebut untuk menjadi suatu
kesimpulan.
d) Menyiapkan Laporan Akhir
Pada tahap ini merupakan tingkat pengorganisasian dengan
mengintegrasikan semua bagian menjadi keseluruhan dan merencanakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
sebuah presentasi di depan kelas. Setiap kelompok telah menunjuk salah satu
anggota untuk mempresentasikan tentang laporan hasil penyelidikannya yang
kemudian setiap anggotanya mendengarkan. Peran guru di sini sebagai
penasehat, membantu memastikan setiap anggota kelompok ikut andil di
dalamnya.
e) Mempresentasikan hasil akhir
Setiap kelompok telah siap memberikan hasil akhir di depan kelas dengan
berbagai macam bentuk presentasi. Diharapkan dari penyajian presentasi
yang beraneka macam tersebut, kelompok lain dapat aktif mengevaluasi
kejelasan dari laporan setiap kelompok dengan melakukan tanya jawab.
f) Mengevaluasi
Pada tahap ini siswa memberikan tanggapan dari masing-masing topik
dari pengalaman afektif mereka. Sedangkan guru dan siswa yang lain
berkolaborasi mengevaluasi proses belajar sehingga semua siswa diharapkan
menguasai semua subtopik yang disajikan.
Menurut Bruce Joyce, Marsha Weil dan Emily Calhoun (2000: 51) dalam
model Group Investigation ini guru hanya berperan sebagai konselor, konsultan
dan pemberi kritik yang bersahabat. Di dalam model ini seyogyanya guru
membimbing dan mencerminkan kelompok melalui tiga tahap:
1) Tahap pemecahan masalah
2) Tahap pengelolaan kelas
3) Tahap pemaknaan secara perorangan
6. Hakekat Mata pelajaranTeknik Pendingin
Mata pelajaranteknik pendingin masuk dalam program produktif dan
merupakan dasar dari praktek overhaul sistem pendinginan. Adapun materi mata
pelajaran teknik pendingin adalah sebagai berikut:
a.Fungsi Sistem Pendingin
Panas yang dihasilkan oleh proses pembakaran di dalam motor dirubah
menjadi tenaga gerak. Namun kenyataannya hanya sebagian dari panas tersebut
yang dimanfaatkan secara efektif. Panas yang diserap motor harus dengan segera
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
dibuang ke udara luar, sebab jika tidak maka motor akan terlalu panas dan
komponen motor cepat aus. Untuk itu pada motor dilengkapi dengan sistem
pendingin yang berfungsi untuk mencegah panas yang berlebihan.
Pada motor bensin kira-kira hanya 23 % energi panas dari hasil
pembakaran bahan bakar dalam silinder yang dimanfaatkan secara efektif sebagai
tenaga. Sisanya terbuang dalam beberapa bentuk seperti diperlihatkan pada
gambar di bawah ini.
Gambar 2.1 Keseimbangan Panas
Pada gambar 2.1 di atas nampak bahwa dari total energi yang dihasilkan
oleh proses pembakaran, hanya 25 % yang dimanfaatkan menjadi kerja efektif.
Panas yang hilang bersama gas buang kira-kira 34 %, panas yang terbuang akibat
proses pendinginan 32 %, akibat pemompaan 3 %, dan akibat gesekan 6 %.
Secara garis besar fungsi sistem pendingin pada motor adalah sebagai
berikut :
1) Untuk mengurangi panas motor. Panas yang dihasilkan oleh pembakaran
campuran udara dan bahan bakar dapat mencapai sekitar 2500° C. Panas
yang cukup tinggi ini dapat melelehkan logam atau komponen lain yang
digunakan pada motor, sehingga apabila motor tidak dilengkapi dengan
sistem pendingin dapat merusakkan komponen motor tersebut.
2) Untuk mempertahankan agar temperatur motor selalu pada temperatur
kerja yang paling efisien pada berbagai kondisi. Umumnya temperatur
kerja motor antara 82 sampai 99° C. Pada saat komponen motor
mencapai temperatur tersebut, komponen motor akan memuai sehingga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
celah (clearance) pada masing-masing komponen menjadi tepat.
Disamping itu kerja motor menjadi maksimum dan emisi gas buang
yang ditimbulkan menjadi minimum.
3) Untuk mempercepat motor mencapai temperatur kerjanya dengan tujuan
untuk mencegah terjadinya keausan yang berlebihan, kerja motor yang
kurang baik, emisi gas buang yang berlebihan. Hal tersebut dapat terjadi
karena pada saat motor bekerja pada temperatur yang dingin maka
campuran bahan bakar dengan udara yang masuk ke dalam silinder tidak
sesuai dengan campuran yang dapat menghasilkan kerja motor yang
maksimum. Temperatur dinding silinder yang dingin mengakibatkan
pembakaran menjadi tidak sempurna sehingga gas buang banyak
mengandung emisi yang merugikan manusia. Oleh karena itu pada saat
motor hidup temperatur kerja harus segera dicapai. Hal tersebut akan
terpenuhi apabila pada motor terdapat sistem pendingin yang dilengkapi
dengan komponen yang memungkinkan hal tersebut terjadi.
4) Untuk memanaskan ruangan di dalam ruang penumpang, khususnya di
negara-negara yang mengalami musim dingin.
a. Macam Sistem Pendingin
Sistem pendingin yang biasa digunakan pada motor ada dua macam,
yaitu sistem pendingin udara dan sistem pendingin air.
1) Sistem Pendingin Udara
Pada sistem ini panas yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar
dan udara di dalam silinder sebagian dirambatkan keluar melalui sirip-sirip
pendingin yang dipasang di luar silinder dan ruang bakar tersebut. Panas
tersebut selanjutnya diserap oleh udara luar yang temperaturnya jauh lebih
rendah dibanding temperatur sirip pendingin. Untuk daerah mesin yang
temperaturnya tinggi yaitu di sekitar ruang bakar diberi sirip pendingin yang
lebih panjang dibanding di daerah sekitar silinder.
Udara yang menyerap panas dari sirip-sirip pendingin harus
berbentuk aliran atau udaranya harus mengalir agar temperatur di sekitar
sirip tetap rendah sehingga penyerapan panas tetap berlangsung secara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
sempurna. Aliran uadara ini kecepatannya harus sebanding dengan kecepatan
putar mesin agar temperatur ideal mesin dapat tercapai sehingga
pendinginan dapat berlangsung dengan sempurna.
Untuk menciptakan aliran udara, ada dua cara yang dapat ditempuh
yaitu menggerakkan udara atau siripnya. Apabila sirip pendinginnya yang
digerakkan berarti mesinnya harus bergerak seperti mesin yang dipakai pada
sepeda motor. Untuk mesin-mesin stasioner dan mesin-mesin yang
penempatannya sedemikian rupa sehingga sulit untuk mendapatkan aliran
udara, maka diperlukan blower yang fungsinya untuk menghembuskan
udara. Penempatan blower yang digerakkan oleh poros engkol
memungkinkan aliran udara yang sebanding dengan putaran mesin sehingga
proses pendinginan dapat berlangsung sempurna.
2) Sistem Pendingin Air
Pada sistem ini, panas dari hasil proses pembakaran bahan bakar
dan udara dalam ruang bakar dan silinder sebagian diserap oleh air pendingin
setelah melalui dinding silinder dan ruang bakar. Oleh karena itu di bagian
luar dinding silinder dan ruang bakar dibuat mantel-mantel air (water jacket).
Panas yang diserap oleh air pendingin pada water jacket selanjutnya akan
menyebabkan naiknya temperatur air pendingin tersebut. Apabila air
pendingin tersebut tetap berada pada mantel air, maka air akan cenderung
mendidih dan menguap. Hal tersebut dapat dihindari dengan jalan mengganti
air tersebut dengan air yang masih dingin sedangkan air yang telah panas
harus dialirkan keluar dari mantelnya dengan kata lain harus bersirkulasi.
Sirkulasi air tersebut ada dua macam yaitu sirkulasi alam atau thermo syphon
dan sirkulasi dengan tekanan.
Kebanyakan mobil menggunakan sistem pendingin air dengan
sirkulasi tekanan (forced circulation), sedangkan sepedamotor umumnya
menggunakan sistem pendingin udara. Untuk selanjutnya pada modul ini
akan dibahas sistem pendingin air dengan sirkulasi tekanan.
Konstruksi sistem pendingin air lebih rumit dibanding sistem
pendingin udara sehingga biaya produksinya lebih mahal. Secara rinci
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
keunggulan sistem pendingin air antara lain : 1) Temperatur seluruh mesin
lebih seragam sehingga kemungkinan distorsi kecil ; 2) Ukuran kipas relatif
lebih kecil sehingga tenaga yang diperlukan kecil ; 3) Mantel air dan air
dapat meredam getaran ; 4) Kemungkinan overheating kecil, walaupun
dalam kerja yang berat ; 5) Jarak antar silinder dapat diperdekat sehingga
mesin lebih ringkas. Di sisi lain sistem pendingin air mempunyai kerugian
yaitu : 1) Bobot mesin lebih berat (karena adanya air, radiator, dsb.) ; 2)
Waktu pemanasan lebih lama ; 3) Pada temperatur rendah diperlukan
antifreeze ; 4) Kemungkinan terjadinya kebocoran air sehingga
mengakibatkan overheating ; 5) Memerlukan kontrol yang lebih rutin.
Adapun konstruksi sistem pendingin air dengan sirkulasi tekanan
dapat dilihat pada gambar 18. Sistem pendingin air dilengkapi dengan water
jacket, pompa air, radiator, thermostat, kipas, dan selang karet. Masing-
masing komponen sistem pendingin tersebut akan dibahas pada uraian
tersendiri.
Gambar 2.2 Konstruksi Sistem Pendingin Air
Pada saat mesin masih dingin, air hanya bersirkulasi di sekitar
mesin karena thermostat masih menutup. Dalam hal ini thermostat berfungsi
untuk membuka dan menutup saluran air dari mesin ke radiator. Air
mendapat tekanan dari pompa air, tetapi tekanan tersebut tidak mampu
menekan thermostat menjadi terbuka. Untuk mencegah timbulnya tekanan
yang berlebihan akibat proses pemompaan, maka pada sistem pendingin
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
dilengkapi dengan saluran by pass, sehingga air yang bertekanan akan
kembali melalui saluran by pass tersebut.
Gambar 2.3. Sistem Pendingin Air Saat Mesin Dingin
Pada saat mesin panas, thermostat terbuka sehingga air yang telah
panas di dalam water jacket (yang telah menyerap panas dari mesin),
kemudian disalurkan ke radiator untuk didinginkan dengan kipas pendingin
dan aliran udara dengan adanya gerakan maju dari kendaraan. Air pendingin
yang sudah dingin kemudian ditekan kembali ke water jacket oleh pompa air.
Gambar 2.4 Sistem Pendingin Air Saat Mesin Panas
3) Komponen Sistem Pendingin Air
Berbeda dengan sistem pendingin udara, pada sistem pendingin air
jumlah komponennya lebih banyak. Pada umumnya komponen sistem
pendingin air terdiri atas : radiator, pompa air, thermostat, kipas pendingin.
Ada juga sistem pendingin air yang dilengkapi dengan kopling fluida.
a) Radiator
Radiator berfungsi untuk mendinginkan cairan pendingin yang telah
panas setelah melalui saluran water jacket. Bagian-bagian radiator antara lain
: tangki air bagian atas (upper water tank), tangki air bagian bawah (lower
water tank) dan inti radiator (radiator core). Cairan pendingin masuk ke
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
tangki air bagian atas melalui selang atas. Pada tangki air bagian atas
dilengkapi dengan lubang pengisian air dan saluran kecil yang menuju ke
tangki cadangan. Pada tangki air bagian bawah dilengkapi dengan lubang
penguras untuk mengeluarkan air pendingin pada saat mengganti cairan
pendingin. Inti radiator terdiri atas pipa-pipa (tube) yang dapat dilalui air dari
tangki atas ke tangki bawah. Disamping itu juga dilengkapi dengan sirip-sirip
pendingin (fin) yang fungsinya untuk menyerap panas dari air pendingin.
Biasanya radiator terletak di depan kendaraan sehingga radiator dapat
didinginkan oleh gerakan kenadaraan tersebut.
Gambar 2.5 Konstruksi Radiator
Ada dua tipe inti radiator yang perbedaannya tergantung bentuk
sirip-sirip pendinginnya, yaitu tipe plat (flat fin type) dan tipe lekukan
(corrugated fin type) seperti terlihat pada gambar 2.5
a. Tipe plat b. Tipe lekukan
Gambar 2.6 Tipe Radiator
Beberapa kendaaraan modern menggunakan radiator versi terbaru
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Gambar 2.7 Tipe SR
Inti radiator tipe SR (single row) mempunyai susunan pipa tunggal
sehingga bentuk radiator menjadi tipis dan ringan dibanding dengan radiator
tipe lain.
Pada bagian atas tangki radiator dilengkapi dengan lubang pengisian
dan tutup radiator. Dalam hal ini tutup radiator tidak hanya berfungsi untuk
mencegah agar air pendingin tidak tumpah, tetapi berfungsi untuk mengatur
arus lalu lintas air pendingin dari radiator ke tangki cadangan dan sebaliknya.
Dengan demikian jika tutup radiator rusak, maka tidak dapat diganti dengan
sembarang tutup. Pada tutup radiator dilengkapi dengan dua buah katup yaitu
katup relief dan katup vacum.
Apabila volume air pendingin bertambah saat temperaturnya naik,
maka tekanannya juga bertambah. Bila tekanan air pendingin mencapai 0,3
1,0 kg/cm2 pada 110 - 120° C, maka relief valve terbuka dan membebaskan
kelebihan tekanan melalui pipa overflow sehingga sebagian air pendingin
masuk ke dalam tangki cadangan.
Gambar 2.8 Relief valve Gambar 2.9 Air Pendingin Saat Panas
Pada saat temperatur air pendingin berkurang setelah mesin
berhenti, maka dalam radiator terjadi kevacuman. Akibatnya vacum valve
akan terbuka secara otomatis untuk menghisap udara segar mengganti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
kevacuman dalam radiator. Kemudian diikuti dengan cairan pendingin pada
tekanan atmosfer apabila mesin sudah benar-benar dingin.
Gambar 2.10 Vacum Valve
Gambar 2.11 Air Pendingin Saat Dingin
b) Pompa air
Pompa air (water pump) berfungsi memompa air pendingin dari
water jacket ke radiator yaitu dengan cara menekan cairan pendingin. Pada
umumnya pompa air yang digunakan adalah jenis pompa sentrifugal
(centrifugal pump). Pompa air ditempatkan di bagian depan blok silinder dan
digerakkan oleh tali kipas atau timing belt.
Gambar 2.12. Pompa Air
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
c) Thermostat
Pada uraian terdahulu telah dijelaskan bahwa apabila air pendingin
masih dalam keadaan dingin, maka air hanya bersirkulasi dalam water jacket.
Apabila temperatur air pendingin telah panas maka air akan mengalir ke
raditor untuk didinginkan. Komponen yang mengatur arus lalu lintas air dari
water jacket ke radiator dan sebaliknya adalah thermostat. Dalam hal ini
thermostat berfungsi sebagai katup yang tugasnya membuka dan menutup
saluran yang menghubungkan antara water jacket dan radiator.
Letak thermostat ada dua macam yaitu : tehermostat yang letaknya
di saluran air masuk (water inlet) dan thermostat yang letaknya di saluran air
keluar (water outlet).
(1) Thermostat yang letaknya di saluran air keluar.
Apabila temperatur air masih rendah, maka thermostat menutup
aliran air pendingin ke radiator. Air pendingin dipompa oleh pompa air
langsung ke blok mesin dan kepala silinder. Selanjutnya melalui sirkuit by
pass kembali ke pompa air.
Gambar 2.13 Sistem Pendingin Dengan Thermostat Di Saluran Air Keluar
Pada saat temperatur air pendingin telah panas, maka thermostat
membuka sehingga cairan pendingin mengalir melalui thermostat ke radiator
untuk didinginkan dan selanjutnya air kembali ke pompa air. Disamping itu
air juga mengalir melalui sirkuit by pass.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
(2) Thermostat yang letaknya di saluran air masuk
Apabila temperatur air masih rendah, thermostat menutup saluran
dan by pass valve membuka. Air pendingin dipompa ke blok silinder melalui
kepala silinder, selanjutnya kembali ke pompa air melalui sirkuit by pass.
Gambar 2.14 Sistem Pendingin Dengan Letak Termostat
Pada Saluran Air Masuk Pada saat temperatur air pendingin menjadi tinggi, maka thermostat
membuka saluran air dan by pass valve menutup. Air yang telah panas
mengalir ke radiator untuk didinginkan, selanjutnya melalui thermostat dan
kembali ke pompa air.
Thermostat dirancang untuk mempertahankan agar temperatur
cairan pendingin dalam batas yang diijinkan. Pada umumnya efisiensi
operasi mesin yang tertinggi apabila temperaturnya kira-kira pada 80° 90°
C. Kerja thermostat tergantung oleh suhu, apabila suhunya naik maka
thermostat membuka dan sebaliknya. Hal tersebut dapat terjadi karena
didalam thermostat terdapat wax yang volumenya akan berubah apabila
suhunya juga berubah. Perubahan volume akan menyebabkan silinder
bergerak turun atau naik, mengakibatkan katup membuka atau menutup.
Gambar 2.15 Cara Kerja Termostat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
Pada thermostat juga dilengkapi dengan jiggle valve yang digunakan
untuk mengalirkan air pada saat menambahkan cairan pendingin ke dalam
sistem.
a. Dengan katup
bypass
b. Tanpa katup bypass
Gambar 2.16 Macam Termostat
d) Kipas pendingin
Kipas pada sistem pendingin digunakan untuk membantu proses
pendinginan yang sudah dilakukan radiator. Pada proses pendinginan,
radiator didinginkan oleh udara luar, tetapi pendinginannya belum cukup bila
kendaraan tidak bergerak. Kipas pendingin ditempatkan di bagian belakang
radiator. Penggerak kipas pendingin adalah mesin itu sendiri melalui belt
atau motor listrik.
(1) Kipas pendingin yang digerakkan poros engkol
Kipas pendingin jenis ini digerakkan terus menerus oleh poros
engkol melalui tali kipas. Kecepatan kipas berubah sesuai dengan kecepatan
mesin.
Gambar 2.17 Kipas Pendingin Yang Digerakkan Poros Engkol
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Putaran kipas belum cukup besar apabila mesin masih berputar
lambat, tetapi apabila mesin berputar dengan kecepatan tinggi, kipaspun
berputar dengan kecepatan tinggi pula. Hal tersebut akan menambah tahanan
sehingga kehilangan tenaga dan menimbulkan bunyi pada kipas. Untuk
mencegah hal tersebut maka biasanya antara pompa air dan kipas pendingin
dipasang sebuah kopling fluida.
(2) Kipas pendingin yang digerakkan motor listrik
Berputarnya kipas pendingin yang digerakkan oleh motor listrik
terjadi pada saat temperatur air pendingin panas. Temperatur air pendingin
dikirimkan ke motor listrik melalui sinyal yang terdapat pada kepala silinder.
Pada saat temperatur meningkat pada suatu tingkat yang ditetapkan, sinyal
tersebut merangsang motor relay untuk menggerakkan motor listrik yang
kemudian menggerakkan kipas pendingin. Dengan demikian kipas akan
bekerja pada saat yang dibutuhkan, sehingga temperatur mesin dapat dicapai
lebih cepat. Disamping itu juga membantu mengurangi suara bising yang
ditimbulkan kipas pendingin.
Gambar 2.18 Kipas Pendingin Yang Digerakkan Motor Listrik
Berputarnya kipas pendingin apabila temperatur mesin melebihi
93° C . Hal tersebut diatur oleh coolant temperatur switch yang dipasang
pada saluran air keluar dari mesin ke radiator dan relay dari motor listrik.
Apabila kunci kontak pada posisi ON, mesin berputar dan
temperatur air pendingin di bawah 93° C seperti terlihat pada gambar 2.18,
coolant temperatur switch pada keadaan ini titik kontaknya dalam keadaan
tertutup sehingga arus listrik mengalir melalui kunci kontak, relay, titik
kontak coolant temperatur switch dan ke massa. Arus listrik yang mengalir
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
pada relay akan menyebabkan titik kontak pada relay terbuka sehingga arus
listrik yang ke motor listrik tidak mengalir sehingga kipas tidak berputar.
Gambar 2.19 Cara Kerja Motor Penggerak Kipas Saat Mesin Dingin.
Apabila temperatur air pendingin melebihi 93° C, titik kontak
pada coolant temperatur switch akan terbuka yang selanjutnya akan
menyebabkan relay tidak bekerja dan titik kontaknya saling berhubungan.
Pada keadaan ini arus listrik akan mengalir dari baterai ke motor listrik
melalui kunci kontak dan titik kontak relay sehingga motor berputar bersama
dengan kipas yang selanjutnya mengalirkan udara melalui inti radiator
seperti terlihat pada gambar 36.
Gambar 2.20. Cara Kerja Motor Penggerak Kipas Saat Mesin Panas.
Sumber : (Bagian proyek pengembangan kurikulum direktorat pendidikan
menengah kejuruan direktorat jenderal pendidikan dasar dan menengah
departemen pendidikan nasional : 2004)
7. Penelitan Yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini, antara lain:
1) Aninda Ari Susanti dengan judul Penerapan Model Pembelajaran
Kooperatif Group Investigation (Gi) Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan
Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas X-1 Sma Negeri 3 Malang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Kesimpulan dari penelitiannya adalah penerapan model pembelajaran
kooperatif Group Investigation dapat meningkatkan aktivitas dan hasil
belajar biologi siswa kelas X-1 SMA Negeri 3 Malang. Peningkatan
aktivitas belajar siswa ditunjukkan dengan peningkatan rata-rata
persentase aktivitas belajar siswa secara klasikal dari 76,13% pada siklus I
menjadi 82,50% pada siklus II. Peningkatan hasil belajar siswa dapat
diketahui melalui peningkatan persentase hasil belajar pada masing-
masing tingkat kognitif pada siklus I dan siklus II. Pada tingkat kognitif
C2 mengalami peningkatan sebesar 15,6%, pada tingkat kognitif C3
meningkat sebesar 2,3%, pada tingkat kognitif C4 meningkat sebesar
2,6%, dan tingkat kognitif C5 meningkat sebesar 2,8%, sedangkan pada
tingkat kognitif C1 dan C6 tidak mengalami peningkatan hasil belajar.
Peningkatan hasil belajar juga ditunjukkan dengan peningkatan
ketuntasan belajar siswa yaitu pada siklus I sebesar 72,4% kemudian
meningkat menjadi 86,2% pada siklus II.
2) Rizal Syayid Nurdin dengan judul Studi Komparatif Penerapan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe GI Dengan Konvensional Pada
Pembelajaran Ilmu Statika Di Smk N 1 Cilaku. Kesimpulan dari
penelitiannya adalah hasil belajar dengan menggunakan model
pembelajaran GI lebih besar bila dibandingkan dengan menggunakan
model pembelajaran konvensional dengan tingkat signifikan 3,294.
Disarankan agar model pembelajaran GI dijadikan sebagai alternatif
model pembelajaran di kelas untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
B. Kerangka berpikir
1. Peranan Model Pembelajaran Group Investigation (GI) Dalam
Meningkatkan Keaktifan Siswa.
Pencapaian kompetensi merupakan pencerminan dari hasil yang diperoleh
siswa dalam proses pembelajaran. Ada banyak faktor yang mempengaruhi
tercapainya kompetensi siswa, salah satunya adalah faktor sekolah. Komponen
yang termasuk dalam faktor sekolah adalah guru, kurikulum, proses pembelajaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
dan siswa. Kurikulum sebagai rencana tertulis mengenai proses pembelajaran
yang akan dilakukan harus dapat mencerminkan kompetensi-kompetensi yang
harus dikuasai oleh peserta didik dalam ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.
Pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) merupakan salah satu cara
untuk meningkatkan mutu pendidikan, karena Kegiatan Belajar Mengajar
menekankan pada kemampuan melakukan (kompetensi) terhadap tugas-tugas
dengan standart tertentu sebagai hasilnya dapat dirasakan oleh setiap peserta
didik berupa penguasaan seperangkat kompetensi tertentu yang dapat diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pembelajaran KBK, guru menggunakan
strategi mengajar yang berpusat pada siswa sehingga tercipta belajar bermakna,
yaitu siswa mengetahui apa yang ia pelajari, bagaimana ia mempelajarinya dan
apa kaitannya dengan kehidupan sehari-hari sehingga siswa merasa tertarik untuk
mempelajarinya.
Proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif
Group Investigation (GI) diduga dapat meningkatkan peran serta siswa, sebab
dalam pelaksanaannya siswa dilibatkan secara langsung, mulai dari perencanaan,
baik dalam menentukan topik maupun cara mempelajarinya melalui investigasi.
Model pembelajaran ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang
baik dalam berkomunikasi maupun dalam ketrampilan proses kelompok (group
process skil). Dengan demikian siswa selau aktif dan selalu dilibatkan dalam
proses pembelajaran sehingga tercipta belajar bermakna dan siswa termotivasi
untuk belajar, yang kemudian akan dapat meningakatkan kompetensi siswa.
2. Peranan Model Pembelajaran Kooperatif Group Investigation (GI)
Dalam Meningkatkan Kompetensi Siswa.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pencapaian kompetensi siswa
kurang optimal. Asumsi dasar yang menyebabkan kompetensi teknik pendingin
siswa kurang optimal tersebut adalah karena model pembelajaran yang digunakan
dalam kegiatan belajar mengajar belum melibatkan keaktifan siswa secara
keseluruhan. Model pembelajaran yang digunakan lebih didominasi oleh siswa-
siswa yang memiliki pencapaian kompetensi belajar teknik pendingin relatif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
tinggi. Mereka lebih aktif dalam bertanya dan menjawab pertanyaan dari guru.
Sebaliknya siswa yang mempunyai pencapaian kompetensi belajar relatif rendah,
mereka lebih pasif menerima pengetahuan dari guru tanpa berusaha untuk
mencari informasi lebih mendalam.
Pelaksanaan model pembelajaran kooperati Group Investigation (GI) akan
dapat berhasil apabila ada kerjasama antara siswa yang dituntut untuk selalu aktif
dan guru sebagai fasilitator yang memberi kemudahan dalam belajar. Guru
mempersiapkan strategi belajar yang selalu berpusat pada siswa, melakukan
penlaian secara berkesinambungan dan menyeluruh didukung fasilitas sekolah
yang lengkap dan sumber belajar yang diperlukan oleh siswa untuk membantu
memahami materi yang dipelajarinya. Proses pembelajaran dengan model
pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) peserta didik akan lebih mudah
menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit yang dapat mereka
diskusikan dengan siswa yang lain. Siswa yang aktif dalam Kegiatan Belajar
Mengajar cenderung lebih aktif dalam bertanya dan menggali informasi dari
guru maupun sumber belajar yang lain sehingga cenderung memiliki pencapaian
kompetensi yang lebih tinggi, sehingga proses pembelajaran dengan
menggunakan model GI diduga dapat meningkatkan kompetensi siswa dalam
proses pembelajaran.
Gambar 2.21 Skema Kerangka Berpikir Pelaksanaan Model Group Investigation
Pelaksanaan Group Investigation (GI)
Siswa aktif dalam proses pembelajaran
Kompetensi siswa dapat tercapai secara optimal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
C. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori dan kerangka pemikiran di atas, maka dapat
dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut:
1. Model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) dapat
meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dengan:
a. Peran serta siswa dalam menjalankan invetigasi kelompok dan
menyiapkan laporan akhir.
b. Keaktifan dalam presentasi hasil kerja kelompok.
c. Melakukan tanya jawab untuk mengevaluasi kejelasan dari laporan
setiap kelompok.
2. Model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) dapat
meningkatkan kompetensi siswa dengan:
a. Pemahaman konsep siswa tentang materi yang digunakan dalam
proses pembelajaran.
b. Kolaborasi siswa dan guru untuk mengevaluasi proses belajar
sehingga siswa mampu menguasai semua subtopik yang disajikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat Dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMK Negeri 1 Mondokan Sragen yang
beralamat di Jalan Raya Mondokan Sukodono Km 1, Sragen.
2. Waktu Penelitian
Waktu pelaksanaan penelitian ini adalah mulai bulan Januari 2012.
Kegiatan tersebut mulai dari persiapan sampai penyusunan laporan penelitian.
Adapun jadwal kegiatan dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
Tabel 3.1 Waktu Pelaksanaan Penelitian
No. Kegiatan Bulan
Jan Februari Maret April Mei 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Pra Survey 2. Persiapan Penelitian a. Penyusunan Proposal b. Perijinan d. Penyusunan Instrumen d. Penyusunan RPP 3. Pelaksanaan Penelitian a. Pengumpulan data b. Analisis data 4. Penulisan Laporan
B. Subjek Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada kelas X Teknik Otomotif, yang mana kelas
X SMK Negeri 1 Mondokan Sragen dibagi menjadi empat kelas. Dari keempat
kelas tersebut yang menjadi subjek penelitian ini adalah siswa kelas X TMO 2
SMK Negeri 1 Mondokan Sragen.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
C. Sumber Data
Dalam penelitian ini sumber data diperoleh dari:
1. Siswa kelas X TMO 2 SMK Negeri 1 Mondokan yang merupakan subjek
penelitian.
2. Guru mata pelajaranTeknik Pendingin kelas X TMO 2 SMK Negeri 1
Mondokan.
D. Pengumpulan Data
Untuk memecahkan masalah dalam penelitian diperlukan data yang relevan
dengan permasalahannya, sedangkan untuk mendapatkan data tersebut perlu
digunakan teknik pengumpulan data sehingga dapat diperoleh data yang benar-
benar valid dan dapat dipercaya. Teknik pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah:
1. Observasi
Observasi dalam penelitian ini menggunakan model observasi berperan pasif
dan menggunakan jenis observasi terstruktur, karena peneliti hanya berperan
sebagai pengamat pelaksanaan model pembelajaran kooperatif Group
Investigation (GI) yang berpedoman pada lembar observasi yang telah disusun
peneliti.
Teknik observasi digunakan untuk mengumpulkan data mengenai keaktifan
siswa dalam proses pembelajaran dan kegiatan belajar mengajar yang meliputi
model dan model kegiatan belajar mengajar. Observasi merupakan proses
perekaman dengan mengamati semua peristiwa dan kegiatan yang terjadi selama
penelian tindakan kelas berlangsung.
2. Wawancara
Dalam penelitian ini menggunakan pedoman wawancara terstruktur.
Wawancara yang dilakukan peneliti berfokus pada guru dan siswa. Wawancara
dilakukan oleh interviewer kepada guru mata pelajaranTeknik Pendingin dan
siswa terhadap kegiatan belajar mengajar, yang dimaksudkan untuk memperoleh
informasi tentang berbagai hal yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran
teknik kendaraan ringan, penentuan tindakan dan respon yang timbul sebagai
akibat dari tindakan yang dilakukan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
3. Tes Kompetensi
Tes digunakan untuk mengambil data pada siklus I dan siklus II yaitu untuk
mendapatkan data tentang kompetensi yang dicapai siswa selama proses
pembelajaran.
E. Validitas Data
Dalam menguji keabsahan suatu data atau memeriksa kebenaran data
digunakan cara pengamatan langsung yang terus-menerus dan triangulasi sumber.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan peneliti untuk memperoleh data yang
terpercaya melalui:
1. Pengamatan langsung secara terus-menerus dimaksudkan bahwa peneliti
berusaha untuk selalu mengamati prose pelaksanaan pembelajaran yang
berlangsung.
2. Triangulasi sumber digunakan untuk pengumpulan data sejenis dengan
menggunakan berbagai sumber data yang berbeda, yaitu melalui guru dan
siswa.
F. Analisis Data
Dalam penelitian tindakan kelas data yang dikumpulkan dapat berbentuk
data kuantitatif (berupa angka-angka) maupun data kulitatif (berupa kata, kalimat,
wacana). Teknik analisis data yang digunakan sesuai dengan data yang
dikumpulkan. Data penelitian ini dianalisis dengan menggunakan teknik analisis
data sebagai berikut:
1. Analisis deskriptif komparatif
Analisis deskriptif komparatif dilakukan dengan membandingkan antara
kondisi awal sebelum dilakukannya tindakan dengan hasil yang diperoleh
pada siklus I dan siklus II sehingga dapat dilihat adanya perbedaan sebelum
dan sesudah dilakukannya tindakan.
2. Analisis data kualitatif
Analisis kualitatif berupa catatan lapangan yang disajikan secara rinci dan
lengkap selama proses penelitian berlangsung. Analisis data kualitatif
diperoleh berdasarkan hasil observasi, refleksi dari tiap-tiap siklus, dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
membandingkan kinerja siswa maupun guru dalam hasil pengamatan dengan
parameter atau teori tertentu.
G. Indikator Kinerja Penelitian
Indikator keberhasilan siswa dapat dilihat pada table 3.2 berikut ini:
Table 3.2. Indikator Keberhasilan Siswa
No. Permasalahan Indikator Kinerja Ukuran Keberhasilan
1) Rendahnya keaktifan siswa
Keaktifan siswa dalam pembelajaran yang ditunjukkan dengan:
1. Membangun pemahaman
2. partisipasi dalam menyelesaikan tugas
3. terlibat dalam pemecahan masalah
4. menyukai bertanya 5. giat mencari informasi 6. berpartisipasi dalam diskusi 7. suka berlatih diri dalam
menyelesaikan tugas 8. menerapkan pengetahuan
untuk menyelesaikan tugas 9. berani menampilkan
perasaan 10. berani untuk berprestasi 11. bebas dan leluasa dalam
menjalani semua hal tersebut diatas tanpa mengalami tekanan.
Minimal 75% siswa aktif dalam proses pembelajaran, karena pada kondisi awal keaktifan siswa belum mencapai 75%.
2) Rendahnya kompetensi siswa
Kompetensi siswa yang terlihat dari:
a) Siswa dapat memahami materi yang digunakan dalam proses pembelajaran
b) Siswa dan guru mengevaluasi proses pembelajaran sehingga siswa mampu menguasai semua sub topik yang disajikan
Peningkatan kompetensi diukur dari prestasi belajar yang dicapai yaitu minimal 75% dari jumlah siswa memperoleh nilai minimal 70 (KKM).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
H. Prosedur Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan penulis adalah Penelitian Tindakan
Kelas (PTK). Istilah dalam bahasa inggris adalah Classroom Action Research
(CAR) yaitu suatu kegiatan yang dilakukan di kelas. Pengertian kelas di sini
adalah kelas bukan wujud ruang, tetapi sekelompok siswa yang sedang belajar.
Prosedur Penelitian Tindakan Kelas yang akan dilakukan oleh peneliti
direncanakan siklus I sampai siklus ke-n masing-masing siklus dilaksanakan
dalam beberapa tahap yaitu, perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan,
observasi dan interprestasi, serta analisis dan refleksi secara umum masing-
masing siklus melaksanakan kegiatan tersebut. Kegiatan yang akan dilakukan
dalam tahap ini adalah sebagai berikut:
1. Perencanaan Tindakan
Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini adalah:
a. Menyiapkan perangkat pembelajaran yang meliputi: silabus, Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan skenario pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif Group Investigation dimana
siswa dapat mendengar, melihat, mendiskusikan dan menerapkan topik
pembelajaran.
b. Menyusun instrumen penelitian.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi.
Lembar observasi tersebut digunakan untuk mengetahui kondisi belajar
siswa dengan adanya penerapan model pembelajaran Group Investigation
dan mengetahui peran serta atau keaktifan siswa selama proses
pembelajaran berlangsung baik pada siklus I maupun siklus II.
c. Peneliti menyusun dan menyiapkan lembar observasi pengamatan guru dan
siswa, serta pedoman wawancara.
d. Penetapan indikator ketercapaian
Indikator kinerja ketercapaian ditentukan berdasarkan hasil observasi awal
peneliti, dengan tujuan untuk melihat perbedaan kondisi awal dengan
kondisi setelah dilaksanakan tindakan. Selain itu untuk membatasi kapan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
tindakan akan berakhir dilaksanakan, yaitu setelah mencapai indikator
kinerja ketercapaian yang telah ditetapkan.
e. Mendesain alat evaluasi berupa soal tes untuk mengetahui tingkat
kompetensi siswa setelah adanya pelaksanaan model Group Investigation
(GI).
2. Pelaksanaan Tindakan
Dalam penelitian ini yang bertindak sebagai pengajar adalah guru mata
pelajaranTeknik Pendingin. Pada tahap ini dilakukan suatu tindakan untuk
menghasilkan adanya peningkatan dalam proses pembelajaran yang berupa
pembelajaran menjadi lebih efektif, siswa menjadi lebih aktif dan kompetensi
meningkat. Hal-hal yang dilakukan pada tahap pelaksanaan tindakan adalah
implementasi model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) yang telah
disusun oleh peneliti.
Adapun langkah-langkah pelaksanaan tindakan model pembelajaran
kooperatif Group Investigation (GI) pada siklus I dan II secara rinci sebagai
berikut:
a. Membagi siswa menjadi enam kelompok dan setiap kelompok
beranggotakan 5-6 orang.
b. Membagi materi menjadi enam topik, kemudian materi tersebut diberikan
kepada masing-masing kelompok untuk diidentifikasikan.
c. Setiap kelompok merencanakan tugas belajar dan menjalankan investigasi
kelompok.
d. Tiap-tiap kelompok menyiapkan laporan akhir dengan menunjuk salah
satu anggota kelompok untuk mempresentasikan tentang laporan hasil
penyelidikannya yang kemudian setiap anggota mendengarkan.
e. Setiap kelompok mempresentasikan laporan hasil akhirnya di depan kelas,
sedangkan kelompok lain dapat aktif mengevaluasi laporan tiap-tiap
kelompok dengan berbagai tanya jawab, kritik maupun saran.
Dalam pelaksanaannya, antara siklus I dan siklus II terdapat perbedaan
pada penunjukan pemakalah yang akan mempresentasikan hasil diskusi. Pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
siklus I pemakalah langsung ditunjuk oleh guru sebelum proses diskusi,
sedangkan pada siklus II pemakalah ditentukan secara random pada saat
presentasi. Hal ini dilakukan agar seluruh siswa pada siklus II siap untuk
menyampaikan materi diskusi masing-masing kelompok.
3. Observasi
Bersamaan dengan dilaksanakannya tindakan peneliti melakukan observasi
terhadap pelaksanaan dan hasil tindakan dari penerapan model pembelajaran
Group Investigation. Tujuan dari observasi tersebut adalah untuk mengetahui
seberapa jauh pelaksanaan tindakan yang sedang berlangsung dapat diharapkan
akan mengahasilkan perubahan yang diinginkan.
Peneliti bertugas sebagai pengamat pelaksanaan Kegiatan Belajar
Mengajar. Fokus pengamatan ditekankan pada implementasi pembelajaran
kooperatif Group Investigation (GI) terhadap kualitas pembelajaran secara
menyeluruh yang meliputi: peran serta siswa dalam Kegiatan Belajar Mengajar
dan pencapaian kompetensi kognitif siswa.
Observasi yang dilakukan pada setiap siklus adalah sebagai berikut:
b. Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran
c. Kemampuan mengerjakan tugas
d. Tanggapan siswa terhadap model pembelajaran dengan menggunakan
model Group Investigation
e. Suasana kegiatan belajar mengajar
4. Analisis dan Refleksi
Kegiatan analisi ini mencakup kegiatan analisis, interpretasi dan evaluasi
atas informasi yang diperoleh dari kegiatan observasi. Data yang telah terkumpul
dalam kegiatan observasi harus secepatnya dianalisis dan diinterpretasi (diberi
makna) sehingga dapat segera diketahui apakah tindakan yang dilakukan telah
mencapai tujuan. Interpretasi (pemaknaan) hasil observasi ini menjadi dasar
untuk melakukan evaluasi sehingga dapat disusun langkah-langkah berikutnya
dalam pelaksanaan tindakan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Analisis data keaktifan siswa yang terdiri dari beberapa indikator digunakan
metode persentase kemunculan indikator keaktifan siswa dengan rumus:
Keaktifan siswa (dalam persen) = x 100%
Refleksi dalam penelitian ini adalah upaya untuk mengkaji apa yang telah
terjadi dan apa yang telah dihasilkan pada proses tindakan dihubungkan dengan
penyelesaian permasalahan yang ditargetkan pada siklus tersebut. Pada tahap ini
hasil observasi dikumpulkan dan dianalisis oleh peneliti, untuk kemudian
dilakukan refleksi untuk melihat kekurangan atau kelemahan yang telah terjadi.
Pada tahap ini pula dilakukan diskusi oleh siswa mengenai pelaksanaan
pembelajaran yang telah terjadi. Hasil refleksi ini akan digunakan dalam
perencanaan siklus berikutnya.
Berdasarkan pelaksanaan tahap observasi dan evaluasi sebelumnya, data
yang diperoleh selanjutnya menjadi bahan refleksi bagi peneliti untuk perbaikan
model pembelajaran materi pokok berikutnya (pada siklus II). Salah satu aspek
penting dari kegiatan refleksi adalah melakukan evaluasi terhadap keberhasilan
dan pencapaian tujuan tindakan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
Secara skematis prosedur penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:
Siklus I
Siklus II
Gambar 3.2. Bagan Prosedur Penelitian Tindakan Kelas
Perencanaan Tindakan I
Pelaksanaan Tindakan I
Pengamatan/ Pengumpulan data
I
Refleksi I
Perencanaan Tindakan II
Pengamatan/ Pengumpulan data
II
Pelaksanaan Tindakan II
Refleksi II
Dilanjutkan ke siklus berikutnya
Permasalahan
Permasalahan baru hasil refleksi
Apabila Permasalahan
belum terselesaikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
BAB IV
HASIL TINDAKAN DAN PENELITIAN
A. Deskripsi Latar Penelitian
1. Deskripsi Tempat Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SMK Negeri 1 Mondokan
Sragen dengan alamat jalan raya Mondokan - Sukodono Km 1 Kecamatan
Mondokan Kabupaten Sragen.
SMK Negeri 1 Mondokan Sragen berlokasi di pedesaan dengan jarak
dua puluh kilometer dari pusat kota Sragen. SMK Negeri 1 Mondokan Sragen
memiliki luas lahan 11.250 m2 dengan luas bangunan yang berdiri di atasnya
7000 m2. Suasana lingkungan sangat mendukung dalam pembelajaran yang
dikarenakan jauh dari keramaian kota dan kebersihan sekolah yang terjaga.
Masyarakat sekitar sangat mendukung pembelajaran yang dapat dilihat dari sikap
yang sangat terbuka dan ramah kepada semua pegawai dan staf sekolah serta
kepada siswa-siswa SMK Negeri 1 Mondokan. Pada awal berdiri sejak tahun
2004 SMK Negeri 1 Mondokan Sragen mempunyai 3 program keahlian yaitu
Teknik Otomotif, Busana dan Teknik Komputer Jaringan.
Instansi pendidikan ini dibuka dengan tujuan awal dapat menerima
lulusan Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah yang tidak lolos
seleksi di SMA/SMK favorit. Tapi seiring perkembangannya SMK Negeri 1
Mondokan menjadi SMK favorit. SMK Negeri 1 Mondokan Sragen mempunyai
visi dan misi sebagai dasar pelaksanaan setiap kegiatan sekolah. Visi sekolah
tersebut adalah n SMK Negeri 1 Mondokan Sragen sebagai
penghasil sumber daya manusia yang profesional, berbudi luhur, berwawasan
teknologi, dan mandiri dalam bidang Bisnis dan Manajemen yang mampu
Misi SMK Negeri 1 Mondokan Sragen adalah 1).
Membentuk tamatan yang berkhlak mulia, berkeperibadian luhur, dan mampu
beradaptasi, 2). Menyiapkan tenaga yang terampil tingkat menengah yang
berkualitas dan mampu menjawab tantangan zaman, 3). Menyiapkan
wirausahawan yang ulet, cakap, kreatif, dan mandiri dalam bidang Bisnis dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
Manajemen, 4). Menerapkan prinsip pelayanan prima dan jiwa wirausaha, 5).
Meningkatkan peran serta masyarakat, dunia usaha, unit produksi dalam
pengembangan sekolah, 6). Meningkatkan tenaga kependidikan yang memiliki
kompetensi, inovatif, berwawasan luas, dan menguasai perkembangan teknologi.
SMK Negeri 1 Mondokan Sragen mempunyai keunggulan dalam hal
kedisiplinan dan ketertiban siswa yang lebih terjaga. Keadaan ini dapat terlihat
dengan banyaknya orang tua yang lebih memilih anaknya bersekolah di SMK
Negeri 1 mondokan Sragen. Biaya sekolah yang relatif ringan memberikan
kemudahan bagi siswa kurang mampu untuk tetap melanjutkan sekolah
merupakan daya tarik tersendiri bagi siswa khususnya orangtua atau wali murid.
Sistem pelayanan sekolah yang mengutamakan keterbukaan dan kekeluargaan
memberikan dampak positif berupa sikap kerja yang maksimal dan profesional
dari setiap guru, karyawan dan komponen sekolah yang lain. Kerjasama dengan
pihak ketiga antara lain komite sekolah dan pihak lain yang pernah terlibat
langsung dengan sekolah sangat membantu khususnya dalam hal pemasukan
informasi dan pengadaan sarana-prasarana pendukung. Hal-hal tersebut
merupakan aspek positif yang menjadikan SMK Negeri 1 Mondokan Sragen
tetap eksis dalam memberikan pelayanan pendidikan secara maksimal.
SMK Negeri 1 Mondokan Sragen dituntut untuk mengaktualisasikan diri
demi kemajuan dan perkembangan sekolah di wilayah Kecamatan Mondokan dan
sekitarnya. Hal ini dikarenakan persaingan antar sekolah menengah kejuruan di
daerah tersebut sangat ketat. Persaingan berat ini dapat dilihat dari data jumlah
dan jarak antara sekolah menengah kejuruan dengan program keahlian yang sama
maupun berbeda, yaitu dalam radius 4 kilometer bersaing dengan salah satu SMK
negeri dan swasta yang baru berkembang. Kondisi ini dimanfaatkan sekolah
dengan mengembangkan pembelajaran yang berbasis pada kebersamaan,
kekeluargaan dan teknologi. Guru diharapkan dapat menempatkan diri sebagai
teman bagi siswa bukan senior yang banyak memberikan perintah. Pembelajaran
diluar kelas dengan modelpercakapan dan diskusi ringan tanpa mengurangi
kewibawaan guru terus dikembangkan dan juga pembelajaran berbasis IT.
Peningkatan jumlah dan kualitas sarana praktek ditujukan sebagai salah satu cara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
mendapatkan kepercayaan publik untuk memilih bersekolah di SMK Negeri 1
Mondokan. Pada tanggal 27 Agustus 2011 SMK Negeri 1 Mondokan khususnya
program keahlian Teknik Kendaraan Ringan melakukan Akreditasi untuk yang
kedua kalinya dan mendapatkan hasil yang memuaskan yaitu mendapat skor 80
yang berarti terakreditasi B. SMK Negeri 1 Mondokan mendapatkan bantuan dari
pemerintah untuk menuju ISO 9001 : 2008, karena ditahun 2014 seluruh SMK
diharuskan sudah memiliki sertifikat ISO 9001 : 2008.
2. Sarana Dan Prasarana
Sarana pendukung sekolah yang terdapat di SMK Negeri 1 Mondokan
Sragen adalah 16 ruang kelas, 3 ruang praktek otomotif, 1 lab komputer, 1 ruang
kantor dan ruang guru, 1 ruang bimbingan konseling (BK), 1 ruang praktek
komputer dan jaringan, 2 ruang praktek tata busana, kamar mandi, lahan parkir
dan masjid dengan ukuran yang sangat memadai. Sarana lainnya adalah tersedia
tenaga listrik PLN berkapasitas 7.700 watt. SMK Negeri 1 Mondokan Sragen
didukung alat praktek otomotif yang memadai dan kondisi yang baik. Kondisi
fisik sarana pendukung secara keseluruhan dalam keadaan baik dan layak
digunakan dalam proses pembelajaran.
SMK Negeri 1 Mondokan Sragen didukung team pengajar yang masih
muda dengan intelektualitas tinggi. Tenaga guru dan karyawan di SMK Negeri 1
Mondokan Sragen berjumlah 65. Ketenagaan SMK Negeri 1 Mondokan Sragen
terdiri dari 58 orang guru, yaitu 10 guru normatif, 33 guru adaptif dan 7 guru
produktif kompetensi teknik otomotif, 4 guru produktif kompetensi komputer
dan jaringan, 4 guru produktif kompetensi tata busana serta terdiri 7 orang staf
karyawan tata usaha dan penjaga sekolah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Gambar 4.1. Kondisi Sarana Dan Prasarana Pembelajaran.
SMK Negeri 1 Mondokan Sragen sebagai sekolah baru berkembang
memiliki jumlah siswa cukup banyak yaitu 779 siswa terbagi 3 program keahlian
yaitu teknik kendaraan ringan sebanyak 374 siswa, teknik komputer jaringan
sebanyak 228 siswa dan tata busana sebanyak 177 siswa. Siswa kelas X teknik
kendaraan ringan berjumlah 148 siswa yang terbagi menjadi 4 kelas, kelas XI
berjumlah 127 siswa yang terbagi menjadi 4 kelas dan kelas XII berjumlah 99
siswa dan terbagi menjadi 4 kelas. Sekolah ini menggunakan kurikulum KTSP
spektrum 2008 sebagai dasar pembelajaran sesuai dengan keputusan direktorat
jendral manajemen pendidikan dasar dan menengah nomor
:231/C/KEP/MN/2008 tentang spectrum keahlian pendidikan menengah
kejuruan. Sekolah ini telah meluluskan sebanyak 4 angkatan mulai dari tahun
2007 sampai dengan tahun 2011 dengan tingkat kelulusan mencapai 100% pada
tiap tahun pelajaran merupakan prestasi yang membanggakan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
B. Proses Pelaksanaan Penelitian Dalam Kegiatan Pembelajaran
1. Dialog Awal
a. Dialog Awal dengan Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah Bidang
Kurikulum dan Guru Mata Pelajaran
Dialog awal dilaksanakan pada hari kamis tanggal 16 Januari 2012 di
ruang kepala sekolah dengan menyampaikan maksud dan tujuan dilaksanakan
penelitian tindakan kelas dengan bantuan pihak sekolah. Hasil dialog dengan
kepala sekolah bahwa pihak sekolah secara terbuka menerima ijin penelitian dan
membei wewenang sepenuhnya kepada guru pengampu mata pelajaran dan
peneliti menyelesaikan tugas tanpa harus mengurangi hal-hal penting yang dapat
merugikan siswa. Kepala sekolah merekomendasikan peneliti untuk bertemu dan
berdiskusi dengan wakil kepala sekolah bidang kurikulum dan guru pengampu
mata pelajaran yaitu pelajaran dasar-dasar kompetensi kejuruan untuk
membicarakan prosedur penelitian.
Hasil dialog dengan wakil kepala sekolah bidang kurikulum didampingi
guru pengampu mata pelajaran memutuskan jadwal pelaksanaan penelitian yang
diijinkan sesuai dengan kalender pendidikan sekolah dan kompetensi keahlian
yang dikehendaki peneliti adalah hari selasa selama bulan Februari hingga April
2012. Penelitian dilaksanakan dalam 6 kali pertemuan dibagi dalam 2 siklus atau
putaran tindakan dengan durasi 4 x 45 menit tiap pertemuan. Standart kompetensi
atau pokok bahasan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah Sistem Pendingin
Dan Komponen-komponennya, kompetensi dasar yang dilaksanakan yaitu
Memelihara Sistem Pendingin Dan Komponen-komponennya, yang terdiri dari
beberapa indikator. Berdasarkan pemilihan waktu dan kompetensi keahlian
ditetapkan peneliti bekerja sama dengan guru pengampu mata pelajaran dasar-
dasar kompetensi kejuruan yang bernama Bapak Adi Ariyanto, S.Pd. penelitian
tindakan kelas ini dilaksanakan di kelas X TMO 2 dengan jumlah siswa 32 anak.
Dialog awal dengan guru pengampu mata pelajaran dilaksanakan pada
hari yang sama membahas langkah-langkah kegiatan dengan tujuan dapat
terlaksananya penelitian dengan lancar dan baik. Peneliti menjelaskan tahapan
dan langkah yang akan diambil dalam penelitian tindakan kelas ini. Peneliti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
bertindak sebagai subyek yang menjalankan tindakan dengan tugas menggantikan
dan menjalankan tugas guru pengampu mata pelajaran dikelas. Guru bertindak
sebagai mitra peneliti membantu mengamati situasi dan kondisi pembelajaran
dikelas untuk mendapatkan data penelitian. Siswa kelas X TMO 2 SMK Negeri 1
Mondokan Sragen merupakan subyek yang menerima tindakan.
Peneliti bersama guru pengampu mata pelajaran merencanakan kegiatan
awal yaitu pra tindakan, tindakan pada putaran I, dan tindakan putaran II. Pra
tindakan dilaksanakan pada hari selasa tanggal 31 Januari 2012 pukul 07.45
sampai 10.15 WIB di kelas X TOM 2 SMK Negeri 1 Mondokan Sragen untuk
mendapatkan data awal tentang keadaan peserta didik, gaya mengajar guru,
modeldan media pembelajaran yang digunakan guru dan keadaan pendukung
pembelajaran lain. Hasil pengamatan berupa data penelitian ini dijadikan acuan
dalam tindakan-tindakan selanjutnya hingga hasil yang dicapai sesuai dengan
tujuan dan harapan awal.
b. Dialog awal kedua dengan guru mata pelajaran kelas X
Dialog awal kedua dengan guru pengampu mata pelajaran dasar-dasar
kompetensi kejuruan teknik otomotif dilaksanakan hari rabu tanggal 31 Januari
2012 pukul 10.30 WIB setelah proses pembelajaran pra tindakan selesai
dilaksanakan. Hasil pengamatan pra tindakan diperoleh data tentang kondisi
siswa, model pembelajaran, media pembelajaran, dan gaya mengajar guru.
Berdasarkan pengalaman guru dalam mengajar dan mengamati langsung dikelas,
maka guru menyimpulkan permasalahan tersebut adalah siswa kurang aktif dalam
pelajaran yang dapat dilihat dari kondisi dan situasi pembelajaran dan juga hasil
ulangan siswa terdapat nilai dibawah standart ketuntasan minimal yang
ditetapkan guru pengampu mata pelajaran (7,00) dan hal ini disebabkan
kurangnya pemahaman peserta didik terhadap pelajaran.
Permasalahan di atas diidentifikasi ada beberapa faktor penyebabnya.
Faktor penyebab tersebut dapat dilihat seperti dalam tabel 6 berikut ini :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
Tabel 4.1.Faktor-Faktor Penyebab Permasalahan
No. Factor Penyebab
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Peserta didik
Guru
Proses
pembelajaran
Materi ajar
Media
Mengajar
Lain-2
- Siswa kurang aktif dalam proses pembelajaran, merasa
puas oleh jawaban singkat dan tidak mampu menjabarkan
jawaban.
- Pasif dalam menerima informasi maupun dalam proses
pembelajaran
- Sulit mengemukakan ide atau gagasan, kurang inisiatif
- Anggapan pelajaran yang membosankan
- Kurang membantu siswa dalam mencapai tujuan
- Kurang memotivasi siswa
- Tidak bisa mengelola kelas
- Kurang mendorong siswa untuk menyampaikan atau
mengeluarkan pendapat
- Masih berpusat pada guru
- Cenderung satu arah
- Penyampaian materi ajar kurang variatif
- Kompleks
- Masih sering menggunakan whiteboard
- Kebiasaan siswa malas memperhatikan dalam proses
pembelajaran
Faktor penyebab permasalahan utama dalam pembelajaran adalah proses
pembelajaran yang masih berpusat pada guru dengan alur satu arah,siswa kurang
aktif dalam proses pembelajaran, variasi model pembelajaran yang sangat sedikit
dan juga penggunaan media ajar yang kurang tepat. Proses pembelajaran yang
monoton inilah yang menjadi pangkal permasalahan sehingga membuat siswa
jenuh dan bosan. Berdasarkan masalah yang dihadapi dalam penelitian ini
ditawarkan penggunaan media pembelajaran yang berbeda yaitu proses
pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
Model belajar ini menuntut siswa aktif sehingga pembelajaran berpusat pada
siswa, sedangkan guru hanya sebagai fasilitator bagi siswa.
c. Keaktifan siswa dalam pembelajaran
Dalam kegiatan belajar mengajar maupun dalam penugasan siswa
cenderung pasif dan menunggu temannya untuk mengerjakan tugas. Beberapa
siswa bahkan sama sekali tidak mengerjakan tugas dengan alasan tidak bisa atau
tidak membawa buku dan lebih memilih bercakap-cakap atau bermain-main
dengan teman daripada mengerjakan tugas.
Keaktifan siswa dalam pembelajaran pada kondisi awal diamati pada
pembelajaran sebelum dilaksanakan tindakan. Pengamatan dilakukan pada aspek
membangun pemahaman, partisipasi dalam menyelesaikan tugas, terlibat dalam
pemecahan masalah, menyukai bertanya, giat mencari informasi, berpartisipasi
dalam diskusi, suka berlatih diri dalam menyelesaikan tugas, menerapkan
pengetahuan untuk menyelesaikan tugas, berani menampilkan perasaan, berani
untuk berprestasi, bebas dan leluasa dalam menjalani semua hal tersebut diatas
tanpa mengalami tekanan dalam pembelajaran sebelumnya yaitu pada materi
sistem pendingin motor. Pengamatan setiap aspek keaktifan siswa dalam
pembelajaran dilakukan dengan menggunakan lembar observasi dengan metode
check list.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa persentase keaktifan siswa
dalam pembelajaran pada kondisi awal adalah sebesar 20.17%. Hasil pengamatan
keaktifan siswa dalam pembelajaran kondisi awal nampak pada tabel berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
Tabel 4.2. Data Pengamatan Setiap Indikator Keaktifan Siswa Pada Kondisi Awal
No. Indikator Keaktifan Jumlah Indikator keaktifan siswa
Jumlah Indikator ketidakaktifan siswa
1 Membangun pemahaman 8 24 2 Partisipasi dalam tugas 10 22 3 Memecahkan masalah 0 32 4 Suka bertanya 6 26 5 Giat mencari informasi 5 27 6 Partisipasi dalam diskusi 4 28 7 Menyelesaikan tugas 18 14 8 Menerapkan pengetahuan 3 29 9 Menampilkan perasaan 6 26 10 Berani dan kreatif 7 25 11 Bebas dan leluasa 4 28
Jumlah Skor 71 281
Tabel 4.3. Data Pengamatan Persentase Keaktifan Siswa Pada Kondisi Awal
No Kualifikasi Persentase 1 Siswa yang aktif 20.17% 2 Siswa yang tidak aktif 79.83%
Jumlah 100%
Gambar 4.2. Persentase Keaktifan Siswa Pada Kondisi Awal
20.17%
79.83%
0.00%
10.00%20.00%30.00%
40.00%50.00%60.00%
70.00%80.00%90.00%
siswa yang akpf siswa yang pdak akpf
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
Hasil pengamatan menunjukkan hanya terdapat 20.17% siswa yang aktif
dalam proses pembelajaran. Hal ini menunjukkan keaktifan siswa pada kondisi
awal masih rendah.
d. Hasil belajar
Hasil belajar pada kondisi awal diperoleh dari hasil ulangan harian pada
kompetensi dasar memelihara sistem pendingin dan komponennya. Siswa diminta
mengerjakan soal tes tertulis berbentuk uraian untuk mengetahui pemahaman
konsep awal siswa. Ulangan harian terdiri dari 10 soal uraian. Nilai ulangan
harian pada materi sistem pendinginan motor tersebut dianalisis untuk untuk
mengetahui hasil belajar di kondisi awal sebelum tindakan dilakukan.
Hasil ulangan harian materi sistem pendinginan motor pada siswa kelas
x program keahlian teknik kendaraan ringan SMK N Mondokan tahun ajaran
2011/2012 menunjukkan rata-rata nilai 57.18. Dengan menggunakan batas
ketuntasan 70 maka diperoleh 17 siswa (53%) yang tuntas dan 15 siswa (47%)
tidak tuntas. Hal ini menunjukkan bahwa hasil belajar sistem pendinginan motor
masih rendah. Masih rendahnya hasil belajar siswa disebabkan kurangnya
keaktifan siswa dalam proses pembelajaran siswasesuai dengan data pada tabel
4.2. Berikut ini adalah tabel data hasil belajar siswa:
Tabel 4.4. Hasil Belajar Kondisi Awal
No Aspek Nilai
1 Nilai minimum 30
2 Nilai maksimum 90
3 Rerata nilai 57.18
4 Rentangan nilai 60
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Data tersebut dapat divisualisasikan dengan diagram berikut:
Gambar 4.3. Histogram Hasil Belajar Siswa Pada Kondisi Awal
Dari lampiran data hasil belajar siswa (lampiran 8) Ketuntasan hasil
belajar berdasarkan hasil tes kondisi awal adalah sebesar 34.37%(11 siswa),
terdapat 21 siswa dari 32 siswa yang belum tuntas belajar. Pada kondisi awal ini
belum digunakan model pembelajaran kooperatif GI sehingga hasil belajar sistem
pendinginan motor kurang maksimal.
2.Deskripsi Pembelajaran Siklus I
a. Perencanaan Tindakan Pembelajaran
Perencanaan tindakan kelas pada siklus I dilaksanakan berdasarkan hasil
dialog awal dengan guru mata pelajaran dasar kompetensi kejuruan dan hasil
pengamatan pada pra tindakan. Perencanaan tindakan dilaksanakan pada tanggal
1 Februari 2012. Tahap ini membahas pelaksanaan tindakan yang direncanakan
pada hari rabu tanggal 7,14 dan 21 Februari 2012 dengan menyiapkan Rencana
Pelaksaanaan Pembelajaran (RPP) dan alat bantu pembelajaran. Proses
pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif Group Investigation
(GI) sehingga terjadi interaksi lebih antara guru dan siswa, atau siswa dengan
siswa.
Proses pembelajaran yang mengutamakan terwujudnya keaktifan siswa
bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Guru sebagai fasilitator dalam
pelaksanaan dengan membagi siswa menjadi beberapa kelompok untuk
melaksanakan model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI). Guru
berusaha menarik keaktifan siswa dengan menggunakan model pembelajaran
30
90
57.18
020406080
100
Nilai minimum
Nilai maksimum
Rerata nilai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
tersebut, sehingga siswa lebih tertarik pada pembelajaran. Pembelajaran
direncanakan guru menyampaikan garis besar materi yang akan dipelajari dalam
mata pelajaran dasar kompetensi kejuruan yaitu standar kompetensi Sistem
Pendingin dan Komponen-komponennya. Materi pembelajaran tersebut disajikan
dalam Tabel 4.5.
Tabel 4.5.Materi Pembelajaran Siklus I
Standar Kompetensi Kompetensi
Dasar
Materi
Pembelajaran
Alokasi
Waktu
Pemeliharaan/servis
sistem pendingin dan
komponen-
komponennya
- Memelihara
Sistem Pendingin
Dan Komponen-
komponennya
- pengertian sistem
pendingin
- macam sistem
pendingin
- kompone sistem
pendingin
12 Jam
@ 45 menit
b. Pelaksanaan Tindakan
Tindakan penelitian kelas dilaksanakan pada hari selasa 7, 14 dan 21 januari
2012 dalam 4 jam pelajaran setiap tatap muka mulai pukul 07.45 sampai dengan
11.00 WIB.
Pada pelaksanaan tindakan dilakukan suatu tindakan yang dapat
menghasilkan adanya peningkatan dalam proses pembelajaran yang berupa
pembelajaran menjadi lebih efektif, siswa menjadi aktif dalam mengikuti
kegiatan belajar mengajar dan hasil belajar siswa dapat meningkat. Jenis tindakan
beserta kelengkapannya yang telah direncanakan dengan baik oleh guru dan
peneliti, maka guru tinggal melaksanakan skenario tindakan yang telah
ditetapkan. Untuk mengetahui tindakan yang dilakukan oleh guru sesuai dengan
rencana, maka selama guru melaksanakan tindakan peneliti melakukan
pemantauan terhadap proses pembelajaran di kelas.
Pada awal pelaksanaan tindakan diberikan suatu pengarahan tentang model
pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) kepada siswa, hal ini
bertujuan agar dalam pelaksanaan modeltersebut akan dapat berjalan dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
lancar. Pengarahan yang diberikan berupa pengertian dari model pembelajaran
kooperatif Group Investigation (GI). Pengarahan tersebut berupa tahap-tahap
pelaksanaan pada pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI), yang
meliputi mengidentifikasi topik, merencanakan tugas belajar, melaksanakan
investigasi kelompok, menyusun laporan akhir dan melaksanakan presentasi di
depan kelas. Dengan adanya pengarahan tersebut maka siswa akan mendapatkan
gambaran yang jelas tentang modelGroup Investigation (GI) tersebut, sehingga
siswa dapat melaksanakan dengan baik kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan
pada tiap tahapan. Selain itu guru juga memberikan penjelasan tentang aspek-
aspek yang dinilai selama model pembelajaran kooperatif Group Investigation
(GI) dilaksanakan, yaitu keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Secara rinci
tahap-tahap pelaksanaan model pembelajaran kooperatif Group Investigation
(GI) adalah sebagai berikut:
(1) Penjelasan model pembelajaran Group Investigation (GI)
Guru menjelaskan tentang model pembelajaran yang akan digunakan
yaitu model pembelajaran Group Investigation (GI).
(2) Mengidentifikasikan topik dan pembentukan kelompok.
Pembagian kelompok dilakukan secara random. Kelompok untuk
penerapan model pembelajaran Group Investigation (GI) terbagi
menjadi lima kelompok dan setiap kelompok beranggotakan enam
sampai tujuh orang.
Materi / topik yang didiskusikan antara lain:
Kelompok I : Sistem pendingin air dan udara
Kelompok II : Sistem pendingin dengan minyak dan uap
Kelompok III : Bagian dari radiator
Kelompok IV : Thermostat dan kerja katup jinggle
Kelompok V : komponen sistem pendingin
Kelompok VIII : Aplikasi sistem pendingin pada kendaraan
(3) Merencanakan tugas belajar
Pada tahap ini anggota kelompok menentukan sub topik yang akan
diinvestigasi dan masing-masing anggota kelompok mengumpulkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
sumber-sumber untuk memecahkan masalah yang tengah diidentifikasi.
Setiap siswa dituntut untuk menyumbangkan konstribusinya terhadap
investigasi kelompoknya masing-masing kemudian setiap kelompok
memberikan konstribusi terhadap penelitian untuk seluruh kelas.
(4) Menjalankan investigasi
Siswa secara individu atau berpasangan mengumpulkan informasi,
menganalisa dan mengevaluasi serta menarik kesimpulan. Setiap
anggota kelompok memberikan konstribusi satu dari bagian penting
yang lain untuk mendiskusikan pekerjaannya dengan saling
mengadakan tukar menukar informasi dan mengumpulkan ide-ide
tersebut untuk menjadi suatu kesimpulan.
(5) Menyiapkan laporan akhir
Tahap ini merupakan tingkat pengorganisasian dan mengintegrasikan
semua bagian menjadi keseluruhan dan merencanakan sebuah presentasi
di depan kelas. Setiap kelompok telah menunjuk salah satu anggota
untuk mempresentasikan laporan hasil penyelidikannya kemudian setiap
anggota mendengarkan. Peran guru disini sebagai penasehat dan
membantu memastikan setiap anggota kelompok ikut andil didalamnya.
(6) Mempresentasikan laporan hasil akhir
Setiap kelompok telah siap memberikan hasil akhir di depan kelas
dalam bentuk presentasi secara keseluruhan. Diharapkan dari penyajian
presentasi kelompok lain dapat aktif mengevaluasi kejelasan dari
laporan setiap kelompok dengan melakukan tanya jawab. Pada siklus ini
pemakalah ditunjuk sebelum dilaksanakannya proses diskusi.
(7) Mengevaluasi
Pada tahap ini siswa memberikan tanggapan dari masing-masing topik
yang disajikan tiap kelompok. Sedangkan guru dan siswa yang lain
berkolaborasi mengevaluasi proses belajar sehingga semua siswa
diharapkan menguasai semua sub topik yang disajikan.
Pelaksanaan model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI)
yang melalui beberapa tahapan dapat menuntut siswa harus berperan aktif dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
setiap tahapannya. Pada pelaksanaan tindakan ini akan diketahui peran serta
siswa dalam kegiatan pembelajaran. Setelah selesai dilaksanakan model Group
Investigation pada siklus I guru memberikan tugas pada siswa untuk dikerjakan
di rumah, hal ini bertujuan agar siswa dapat lebih memahami materi pelajaran
yang telah dilaksanakan. Kegiatan pelaksanaan siklus I diakhiri dengan ulangan
harian. Ulangan harian ini diadakan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat hasil
belajar siswa setelah adanya penerapan model pembelajaran kooperatif Group
Investigation (GI).
c. Observasi Siklus I
1) Observasi Keaktifan Siswa Siklus I
Pengamatan saat berlangsungnya kegiatan pembelajaran yang dilakukan
guru mata pelajaran sebagai mitra peneliti memberikan hasil yang dapat dijadikan
ukuran tingkat keberhasilan pembelajaran. Peneliti sebagai subyek yang
melaksanakan tindakan dan siswa sebagai subyek yang menerima tindakan dapat
bekerjasama dengan baik. Hasil pengamatan memberikan sumbangan penilaian
terhadap aspek keaktifan siswa, data pengamatan tersebut seperti dalam tabel 4.5
dan 4.6 sebagai berikut:
Tabel 4.6. Data Pengamatan Setiap Aspek Keaktifan Siswa Pada Siklus I
No. Indikator Keaktifan Jumlah Indikator keaktifan siswa
Jumlah Indikator ketidakaktifan siswa
1 Membangun pemahaman 17 15 2 Partisipasi dalam tugas 20 12 3 Memecahkan masalah 18 14 4 Suka bertanya 21 11 5 Giat mencari informasi 13 19 6 Partisipasi dalam diskusi 18 14 7 Menyelesaikan tugas 24 8 8 Menerapkan pengetahuan 16 16 9 Menampilkan perasaan 15 17 10 Berani dan kreatif 17 15 11 Bebas dan leluasa 20 12
Jumlah 199 153
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
Tabel 4.7. Data Pengamatan Keaktifan Siswa Pada Siklus I
No Kualifikasi Persentase 1 Siswa yang aktif 56.53% 2 Siswa yang tidak aktif 43.47%
Jumlah 100%
Gambar 4.4. Histogram Keaktifan Siswa Pada Siklus I
Dari data tersebut diatas dapat dilihat bahwa 56.53% (17 orang) siswa
yang aktif dalam proses pembelajaran dan 43.47% (15 orang) siswa yang tidak
aktif dalam proses pembelajaran.
2) Observasi Hasil Belajar Siklus I
Ulangan harian dalam bentuk tes tertulis terdiri dari 10 soal uraian
dilakukan pada akhir siklus I untuk mendapatkan data hasil belajar siswa.
Dari hasil tes siklus I diperoleh nilai terendah 40, nilai tertinggi 95 dan
rerata nilai 69.69. Hasil belajar pada siklus I dapat divisualisasi dengan
histogram berikut.
56.53%
43.47%
0.00%
10.00%
20.00%
30.00%
40.00%
50.00%
60.00%
siswa yang akpf siswa yang pdak akpf
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
Tabel 4.8. Data Pengamatan Keaktifan Siswa Pada Siklus I
No Aspek Nilai
1 Nilai minimum 40
2 Nilai maksimum 95
3 Rerata nilai 69.69
4 Rentangan nilai 55
Gambar 4.5. Histogram Hasil Belajar Siklus I
Ketuntasan hasil belajar berdasarkan hasil tes kondisi awal adalah
sebesar 18 siswa (56.25%), terdapat 14 siswa dari 32 siswa yang belum
tuntas belajar.
d. Refleksi Siklus I
1) Refleksi Keaktifan Siklus I
Hasil pengamatan terhadap aspek keaktifan belajar dari proses
pembelajaran pada siklus I menunjukkan hasil yang masih belum
memuaskan. Penyebab hal ini dimungkinkan oleh beberapa faktor
penyebab dari guru, siswa, dan model pembelajaran yang belum berjalan
lancar. Model pembelajaran yang diterapkan pada tindakan siklus I masih
kurang menarik perhatian siswa untuk lebih aktif dalam berinteraksi
dikarenakan siswa kurang faham terhadap model pembelajaran yang
masih baru bagi sebagian siswa.
2) Refleksi Hasil Belajar Siklus I
Pada siklus I telah dilaksanakan pembelajaran model pembelajaran
kooperatif . Hasil belajar siswa mengalami peningkatan dibandingkan
40
95
69.69
0
20
40
60
80
100
Nilai minimum Nilai maksimum Rerata nilai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
dengan kondisi awal. Jika dibandingkan dengan kondisi awal, nilai
terendah naik dari 30 menjadi 40, nilai tertinggi naik dari 90 menjadi 95,
rata-rata nilai naik dari 57.18 menjadi 69.69. Persentase jumlah siswa
yang telah tuntas belajar juga meningkat. Adapun ketuntasan belajar
siswa pada siklus I disajikan pada tabel sebagai berikut:
Tabel 4.9. Ketuntasan Belajar Siswa Pada Siklus I
Jumlah siswa Belum tuntas Tuntas Persentase ketuntasan
32 14 18 56.25%
Ketuntasan belajar pada siklus I telah mencapai 56.25%, berarti
belum memenuhi indikator kinerja penelitian yaitu 75% siswa
Dalam pelaksanaan tindakan ada beberapa hal yang menjadi
catatan, yaitu:
1) Siswa kurang antusias dalam mengikuti
pembelajaran dengan model pembelajaran
kooperatif dikarenakan kekurangfahaman siswa
pada modela pembelajaran tersebut.
2) Untuk meningkatkan keaktifan siswa, maka guru
harus bisa memberikan pemahaman lebih kepada
siswa akan model pembelajaran kooperatif .
Pelaksanaan pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif
pada siklus pertama belum memenuhi kriteria ketuntasan minimal dan
juga siswa masih kurang aktif dalam proses pembelajaran sehingga
diperlukan tindak lanjut dengan melaksanakan siklus ke dua.
2. Deskripsi Hasil Siklus II
a. Tahap Perencanaan Siklus II
Perencanaan tindakan pembelajaran pada siklus II dilaksanakan bersama
guru pengamat pada hari Sabtu tanggal 31 Februari 2012 pukul 11.00 WIB.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
Kegiatan ini merumuskan beberapa hal dalam pelaksanaan tindakan penelitian
pada siklus II. Tindakan dilaksanakan pada pertemuan ke-4 yaitu pada hari Selasa
6,13 dan 20 Maret 2012. Proses pembelajaran menggunakan model Pembelajaran
kooperatif Group Investigation (GI).
Materi pembelajaran pada tindakan penelitian siklus II adalah
ditampilkan dalam tabel 4.8.
Tabel 4.10. Materi Pembelajaran Tindakan Siklus II
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Materi
Pembelajaran
Alokasi
Waktu
Mengoverhoul sistem
pendingin dan
komponen-
komponennya
- Mendiagnosis
gangguan sistem
pendingin dan
komponennya
- memahami
gangguan pada
sirkulasi
- melakukan
perawatan pada
system
pindingin
- melakukan
pemeriksaan
tutup radiator
-membersihkan
system
pendingin
12 Jam
@ 45 menit
b. Pelaksanaan Tindakan Siklus II
Tindakan dilaksanakan pada pertemuan ke-4 yaitu pada hari Selasa 6,13
dan 20 Maret 2012 dalam 4 jam pelajaran tatap muka mulai pukul 07.45 sampai
11.00 WIB. Tahap kegiatan dibagi dalam 3 tahapan kegiatan. Kegiatan
pendahuluan guru memberikan apersepsi tentang materi yang telah lalu dan yang
akan dilaksanakan. Guru menjelaskan model pembelajaran yang akan digunakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
dan disepakati bersama agar tidak terjadi kesalahan. Proses pembelajaran dalam
tindakan siklus II adalah sebagai berikut:
(1) Penjelasan model pembelajaran Group Investigation (GI)
Guru menjelaskan kembali tentang model pembelajaran yang akan
digunakan yaitu model pembelajaran Group Investigation (GI) agar
siswa lebih faham dan mudah dalam proses pembelajaran pada siklus ke
2 ini.
(2) Mengidentifikasikan topik dan pembentukan kelompok.
Pembagian kelompok dilakukan secara random. Kelompok untuk
penerapan model pembelajaran Group Investigation (GI) terbagi
menjadi lima kelompok dan setiap kelompok beranggotakan enam
sampai tujuh orang.
Materi / topik yang didiskusikan antara lain:
Kelompok I : Gangguan pada system sirkulasi
Kelompok II : perawatan system pendingin
Kelompok III : memeriksa pompa air
Kelompok IV : pembersihan system pendingin
Kelompok V : pemeriksaan visual
Kelompok VIII : tutup radiator dan belt radiator
(3) Merencanakan tugas belajar
Pada tahap ini anggota kelompok menentukan sub topik yang akan
diinvestigasi dan masing-masing anggota kelompok mengumpulkan
sumber-sumber untuk memecahkan masalah yang tengah diidentifikasi.
Setiap siswa dituntut untuk menyumbangkan konstribusinya terhadap
investigasi kelompoknya masing-masing kemudian setiap kelompok
memberikan konstribusi terhadap penelitian untuk seluruh kelas.
(4) Menjalankan investigasi
Siswa secara individu atau berpasangan mengumpulkan informasi,
menganalisa dan mengevaluasi serta menarik kesimpulan. Setiap
anggota kelompok memberikan konstribusi satu dari bagian penting
yang lain untuk mendiskusikan pekerjaannya dengan saling
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
mengadakan tukar menukar informasi dan mengumpulkan ide-ide
tersebut untuk menjadi suatu kesimpulan.
(5) Menyiapkan laporan akhir
Tahap ini merupakan tingkat pengorganisasian dan mengintegrasikan
semua bagian menjadi keseluruhan dan merencanakan sebuah presentasi
di depan kelas. Setiap kelompok telah menunjuk salah satu anggota
untuk mempresentasikan laporan hasil penyelidikannya kemudian setiap
anggota mendengarkan. Peran guru disini sebagai penasehat dan
membantu memastikan setiap anggota kelompok ikut andil didalamnya.
(6) Mempresentasikan laporan hasil akhir
Setiap kelompok telah siap memberikan hasil akhir di depan kelas
dalam bentuk presentasi secara keseluruhan. Diharapkan dari penyajian
presentasi kelompok lain dapat aktif mengevaluasi kejelasan dari
laporan setiap kelompok dengan melakukan tanya jawab. Pada siklus
ini, pemakalah ditunjuk secara random sesaat sebelum dilaksanakannya
presentasi dari tiap kelompok.
(7) Mengevaluasi
Pada tahap ini siswa memberikan tanggapan dari masing-masing topik
yang disajikan tiap kelompok. Sedangkan guru dan siswa yang lain
berkolaborasi mengevaluasi proses belajar sehingga semua siswa
diharapkan menguasai semua sub topik yang disajikan.
c. Observasi Siklus II
1) Observasi Keaktifan Siklus II
Hasil pengamatan yang diperoleh pada siklus II yang dilakukan
pengamat diperoleh data-data yang sangat penting untuk mengukur tingkat
keberhasilan pembelajaran dalam aspek peningkatan keaktifan siswa dari sebelum
dilaksanakan penelitian hingga dilaksanakan penelitian pada siklus I. Data
pengamatan tersebut dapat dijumpai dalam tabel berikut ini:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
Tabel 4.11. Data Pengamatan Setiap Aspek Keaktifan Siswa Pada Siklus II
No. Indikator Keaktifan Jumlah Indikator keaktifan siswa
Jumlah Indikator ketidakaktifan siswa
1 Membangun pemahaman 25 7 2 Partisipasi dalam tugas 28 4 3 Memecahkan masalah 24 8 4 Suka bertanya 29 3 5 Giat mencari informasi 20 12 6 Partisipasi dalam diskusi 30 2 7 Menyelesaikan tugas 30 2 8 Menerapkan pengetahuan 24 8 9 Menampilkan perasaan 22 10 10 Berani dan kreatif 24 8 11 Bebas dan leluasa 26 6
Jumlah 282 70
Tabel 4.12. Data Pengamatan Keaktifan Siswa Pada Siklus II
No Kualifikasi Persentase 1 Siswa yang aktif 80.11% 2 Siswa yang tidak aktif 19.89%
Jumlah 100%
Gambar 4.6. Histogram Keaktifan Siswa Pada Siklus II
Dari tabel tersebut terdapat 80.11% (26 orang) siswa yang aktif
dalam proses pembelajaran dan 19.89% (6 orang) siswa yang tidak aktif
dalam proses pembelajaran
80.11%
19.89%
0.00%
10.00%
20.00%
30.00%
40.00%
50.00%
60.00%
70.00%
80.00%
90.00%
siswa yang akpf siswa yang pdak akpf
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
2) Observasi Hasil Belajar Siklus II
Ulangan harian dalam bentuk tes tertulis terdiri dari 10 soal
dilakukan pada akhir siklus II untuk mendapatkan data hasil belajar. Dari
hasil tes pada siklus II diperoleh nilai terendah 50, nilai tertinggi 98 dan
rerata nilai 77,3. Hasil belajar siklus II dapat divisualisasi dengan
histogram berikut.
Gambar 4.7. Histogram Hasil Belajar Siklus II
Ketuntasan hasil belajar berdasarkan hasil tes siklus II adalah
sebesar 81%, terdapat 26 siswa tuntas belajar dari 32 siswa.
d. Refleksi Tindakan Siklus II
1) Refleksi Keaktifan Siklus II
Pada siklus II telah dilaksanakan pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran tentang
materi sistem pendingin. Keaktifan siswa mengalami peningkatan
dibandingkan dengan siklus I. Jika dibandingkan dengan siklus I keaktifan
siswa dalam pembelajaran mengalami kenaikan dari 56.53% menjadi
80.11%.
2) Refleksi Hasil Belajar Siklus II
Pada siklus II telah dilaksanakan pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran tentang
materi sistem pendingin. Hasil belajar siswa mengalami peningkatan
40
100
77.97
0
20
40
60
80
100
120
Nilai minimum Nilai maksimum Rerata nilai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
dibandingkan dengan siklus I. Jika dibandingkan dengan siklus I, nilai
terendah naik dari 40 menjadi 60. Nilai tertinggi naik dari 90 menjadi 100.
Rata-rata nilai naik dari 69.69 menjadi 77,97. Persentase jumlah siswa
yang telah tuntas belajar juga meningkat dari 56.25% menjadi 81%.
Ketuntasan belajar siswa pada siklus II adalah:
Tabel 4.13. Ketuntasan Belajar Siswa Pada Siklus II
Jumlah siswa Belum tuntas Tuntas Persentase ketuntasan
32 6 26 81%
Ketuntasan belajar pada siklus II telah mencapai 81%, berarti
telah memenuhi indikator kinerja penelitian yaitu 75% siswa memperoleh
C. Pembahasan
Dari hasil observasi pelaksanaan proses pembelajaran sebelum
diterapkan metode pembelajaran kooperatif (GI)
terdapat beberapa permasalahan yang mendorong untuk pelaksanan
observasi. Permasalahan yang muncul tersebut adalah kurangnya
keaktifan siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar di kelas dan
pencapaian hasil belajar yang kurang optimal. Hal ini menyebabkan
pencapaian kompetensi mata pelajaran system pendingin siswa yang
kurang optimal (lampiran 8). Kegiatan siswa di dalam kelas selama proses
pembelajaran berlangsung hanya mendengarkan penjelasan guru dan
mencatat materi pelajaran. Selama KBM siswa hanya diam dan hanya
terdapat beberapa siswa yang bertanya kepada kepada guru dan
umumnya siswa tersebut adalah siswa yang pandai.
Model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) ini merupakan
salah satu model pembelajaran yang mengupayakan seorang peserta didik mampu
mengajarkan kepada peserta lain dan berusaha mengoptimalkan keseluruhan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
anggota kelas sebagai satu tim yang maju bersama. Di sinilah siswa membangun
pengetahuannya sekaligus perasaan yang diwujudkan dalam perilaku belajar dan
peduli terhadap orang lain (lampiran 11).
Pada pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI), keaktifan siswa
tidak saja dalam menerima informasi tetapi juga dalam memproses informasi
tersebut secara efektif, otak membantu melaksanakan refleksi baik secara
eksternal maupun internal. Belajar secara aktif, siswa dituntut mencari sesuatu
sehingga dalam pembelajaran seluruh potensi siswa akan terlibat secara optimal.
Dengan demikian dalam model pembelajaran kooperatif Group Investigation
(GI), siswa tidak hanya mendengar, melihat, tetapi juga mendiskusikan,
mengerjakan dan megajarkan apa yang dia ketahui kepada teman-temannya
(lampiran 11).
Dari penerapan metode pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI)
pada setiap siklus tersebut akan terlihat beberapa perbedaan yang terjadi pada diri
siswa dalam kegiatan belajar mengajar di kelas dan hasil belajar siswa. Dengan
adanya penerapan metode pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI)
diharapkan akan meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dan
hasil belajar siswapun akan mengalami peningkatan.
Dari hasil observasi, sebelum diterapkannya metode pembelajaran Group
Investigation (GI) peran serta siswa dalam kegiatan belajar mengajar di kelas
belum optimal (lampiran 6). Kebanyakan dari siswa hanya mendengarkan dan
mencatat apa yang dijelaskan oleh guru. Selain itu terlihat bahwa siswa kurang
tertarik dalam mengikuti pelajaran. Selama proses pembelajaran berlangsung
siswa lebih banyak diam dan jarang sekali ada yang bertanya kepada guru,
sehingga kegiatan belajar mengajar menjadi kurang efektif sebab pembelajaran
hanya didominasi untuk pemberian materi oleh guru tanpa adanya keaktifan
siswa.
Pada pembelajaran kooperatif Group Investigation penilaian yang dilakukan
guru meliputi aspek kognitif, keaktifan siswa, nilai tugas, nilai ulangan harian,
dan kemampuan siswa dalam menjawab pertanyaan (lampiran 11-12).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran
kooperatif Group Investigation tentang materi sistem pendingin ternyata
berdampak pada keaktifan dan hasil belajar siswa.
1. Peranan Metode Pembelajaran Kooperatif Group Investigation (GI)
dalam Meningkatkan Keaktifan Siswa
Keaktifan siswa dalam pembelajaran pada kondisi awal diamati
pada pembelajaran sebelum dilaksanakan tindakan. Pengamatan
dilakukan pada aspek membangun pemahaman, partisipasi dalam
menyelesaikan tugas, terlibat dalam pemecahan masalah, menyukai bertanya, giat
mencari informasi, berpartisipasi dalam diskusi, suka berlatih diri dalam
menyelesaikan tugas, menerapkan pengetahuan untuk menyelesaikan tugas,
berani menampilkan perasaan, berani untuk berprestasi, bebas dan leluasa dalam
menjalani semua hal tersebut diatas tanpa mengalami tekanan dalam
pembelajaran sebelumnya yaitu pada materi sistem pendingin motor.
Peningkatan keaktifan siswa dapat dilihat pada table berikut:
Tabel 4.14. Persentase Keaktifan Siswa Tiap Siklus.
No. Indikator Keaktifan Kondisi Awal Siklus I Siklus II
1 Membangun pemahaman 8 Siswa (25.00 %) 17 Siswa (53.12%) 25 Siswa (78.12%)
2 Partisipasi dalam tugas 10 Siswa (31.25 %) 20 Siswa (62.50%) 28 Siswa (87.50%)
3 Memecahkan masalah 0 Siswa ( 0 %) 18 Siswa (56.25%) 24 Siswa (56.25%)
4 Suka bertanya 6 Siswa (18.75%) 21 Siswa (65.62%) 29 Siswa (90.62%)
5 Giat mencari informasi 5 Siswa (15.63%) 13 Siswa (40.62%) 20 Siswa (62.50%)
6 Partisipasi dalam diskusi 4 Siswa (12.50 %) 18 Siswa (56.25%) 30 Siswa (93.75%)
7 Menyelesaikan tugas 18 Siswa (56.25%) 24 Siswa(56.25%) 30 Siswa (93.75%)
8 Menerapkan pengetahuan 3 Siswa (93.75%) 16 Siswa (50.00%) 24 Siswa (56.25%)
9 Menampilkan perasaan 6 Siswa (18.75%) 15 Siswa (46.88%) 22 Siswa (68.75%)
10 Berani dan kreatif 7 Siswa (21.88%) 17 Siswa (53.12%) 24 Siswa (56.25%)
11 Bebas dan leluasa 4 Siswa (12.50%) 20 Siswa (62.50%) 26 Siswa (81.25%)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
Indikator keaktifan siswa dalam membangun pemahaman
mengalami peningkatan dari 8 Siswa (25.00 %) pada kondisi awal naik
menjadi 17 Siswa (53.12%) pada siklus I dan naik lagi menjadi 25 Siswa
(78.12%) pada siklus II. Indikator keaktifan siswa dalam partisipasi dalam
tugas mengalami peningkatan dari 10 Siswa (31.25 %) pada kondisi awal
naik menjadi 20 Siswa (62.50%) pada siklus I dan naik lagi menjadi 28
Siswa (87.50%) pada siklus II. Indikator keaktifan siswa dalam
memecahkan masalah mengalami peningkatan dari 8 Siswa 0 Siswa
( 0 %) pada kondisi awal naik menjadi 18 Siswa (56.25%) pada siklus I
dan naik lagi menjadi 24 Siswa (56.25%) pada siklus II. Indikator
keaktifan siswa dalam suka bertanya mengalami peningkatan dari 6 Siswa
(18.75%) pada kondisi awal naik menjadi 21 Siswa (65.62%) pada siklus
I dan naik lagi menjadi 29 Siswa (90.62%) pada siklus II. Indikator
keaktifan siswa dalam giat mencari informasi mengalami peningkatan dari
5 Siswa (15.63%) pada kondisi awal naik menjadi 13 Siswa (40.62%)
pada siklus I dan naik lagi menjadi 20 Siswa (62.50%) pada siklus II.
Indikator keaktifan siswa dalam Partisipasi dalam diskusi mengalami
peningkatan dari 4 Siswa (12.50 %) pada kondisi awal naik menjadi 18
Siswa (56.25%) pada siklus I dan naik lagi menjadi 30 Siswa (93.75%)
pada siklus II.Indikator keaktifan siswa dalam menyelesaikan tugas
mengalami peningkatan dari 18 Siswa (56.25%) pada kondisi awal naik
menjadi 24 Siswa(56.25%) pada siklus I dan naik lagi menjadi 30 Siswa
(93.75%) pada siklus II. Indikator keaktifan siswa dalam menerapkan
pengetahuan mengalami peningkatan dari 3 Siswa (93.75%) pada kondisi
awal naik menjadi 16 Siswa (50.00%) pada siklus I dan naik lagi menjadi
24 Siswa (56.25%) pada siklus II. Indikator keaktifan siswa dalam
menampilkan perasaan mengalami peningkatan dari 6 Siswa (18.75%)
pada kondisi awal naik menjadi 15 Siswa (46.88%) pada siklus I dan naik
lagi menjadi 22 Siswa (68.75%) pada siklus II. Indikator keaktifan siswa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
dalam berani dan kreatif mengalami peningkatan dari 7 Siswa (21.88%)
pada kondisi awal naik menjadi 17 Siswa (53.12%) pada siklus I dan naik
lagi menjadi 24 Siswa (56.25%) pada siklus II. indikator keaktifan siswa
dalam Bebas dan leluasa mengalami peningkatan dari 4 Siswa (12.50%)
pada kondisi awal naik menjadi 17 Siswa 20 Siswa (62.50%) pada siklus I
dan naik lagi menjadi 26 Siswa (81.25%) pada siklus II.
Kenaikan persentase tiap indikator keaktifan siswa dari konsisi awal
sampai kondisi pada siklus 2 dapat dilihat pada table berikut:
Tabel 4.15. Persentase Kenaikan Indikator Keaktifan Siswa Tiap Siklus.
No. Indikator Keaktifan Kondisi Awal Siklus II Persentase Kenaikan
1 Membangun pemahaman 8 Siswa (25.00 %) 25 Siswa (78.12%) 53.12%
2 Partisipasi dalam tugas 10 Siswa (31.25 %) 28 Siswa (87.50%) 56.25%
3 Memecahkan masalah 0 Siswa ( 0 %) 24 Siswa (56.25%) 56.25%
4 Suka bertanya 6 Siswa (18.75%) 29 Siswa (90.62%) 71.87%
5 Giat mencari informasi 5 Siswa (15.63%) 20 Siswa (62.50%) 46.87%
6 Partisipasi dalam diskusi 4 Siswa (12.50 %) 30 Siswa (93.75%) 81.25%
7 Menyelesaikan tugas 18 Siswa (56.25%) 30 Siswa (93.75%) 37.50%
8 Menerapkan pengetahuan 3 Siswa (9.38%) 24 Siswa (56.25%) 37.55%
9 Menampilkan perasaan 6 Siswa (18.75%) 22 Siswa (68.75%) 50.00%
10 Berani dan kreatif 7 Siswa (21.88%) 24 Siswa (56.25%) 34.37%
11 Bebas dan leluasa 4 Siswa (12.50%) 26 Siswa (81.25%) 68.75%
Dari table diatas, kenaikan indikator keaktifan siswa yang paling
tinggi ada pada indikator partisipasi dalam diskusi sedangkan kenaikan
yang paling rendah ada pada indikator berani dan kreatif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
Rerata kenaikan keaktifan siswa dapat dilihat pada histogram
berikut:
Gambar 4.8. Rerata Keaktifan Siswa
Histogram di atas menunjukan bahwa keaktifan siswa dari kondisi
awal, siklus I dan siklus II mengalamai peningkatan. Pada siklus I nilai
keaktifan siswa naik 36.36% yaitu dari 20.17% menjadi 56.53. Pada
siklus II nilai rerata naik 23.58% yaitu dari 56.53% menjadi 80.11%.
2. Peranan Metode Pembelajaran Kooperatif Group Investigation dalam
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa.
Hasil belajar siswa yang diperoleh dari nilai tes tertulis
menunjukkan peningkatan dari kondisi awal, siklus I dan siklus II.
Peningkatan hasil belajar siswa dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.16. Hasil Belajar Siswa Pada Tiap Siklus
Kondisi
awal
Siklus
I
Siklus
II
Refleksi dari kondisi awal ke
kondisi akhir
Nilai
minimum 30 40 40 Nilai minimum naik 10
Nilai
maksimum 90 95 100 Nilai maksimum naik 10
Rerata
nilai 57.18 59.69 77.97 Rerata nilai naik 20.79
20.17%
56.53%
80.11%
0.00%
20.00%
40.00%
60.00%
80.00%
100.00%
Kondisi awal Siklus I Siklus II
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
Peningkatan rerata hasil belajar tersebut ditunjukkan pada
histogram berikut:
Gambar 4.9. Perbandingan Hasil Belajar Siswa
Ketuntasan hasil belajar juga mengalami kenaikan. Histogram
berikut menggambarkan ketuntasan belajar dalam persentase.
Gambar 4.10. Persentase Ketuntasan Belajar Siswa
Dari kondisi awal 34.37%, pada siklus I ketuntasan naik menjadi
56.25% dan pada siklus II ketuntasan naik dari menjadi 81.25% pada
siklus II. Pada indikator kinerja penelitian, indikator keberhasilan
direfleksikan dengan 75 70. Dengan
melihat ketuntasan belajar maka hasil dari siklus I dan siklus II telah
mencapai indikator tersebut. Dengan demikian model pembelajaran
30
90
57.18
40
95
69.69
40
100
77.97
0
20
40
60
80
100
120
Nilai minimum Nilai maksimum Rerata nilai
Kondisi awal
Siklus I
Siklus II
34.37
56.25
81.25
0102030405060708090
Kondisi awal Siklus I Siklus II
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
kooperatif pada pelajaran sistem pendingin
dapat meningkatkan hasil belajar siswa dari kondisi awal ketuntasan
34.37% menjadi 81.25% pada kondisi akhir.
Dari data siklus I dan siklus II diperoleh hasil belajar yang selalu
mengalami peningkatan. Metode pembelajaran kooperatif Group Investigation
(GI) berdampak positif terhadap kegiatan pembelajaran teknik pendingin. Hal ini
terbukti pada peningkatan proses pembelajaran yaitu peningkatan keaktifan siswa
dan hasil belajar siswa. Temuan yang muncul selama kegiatan belajar mengajar
antara lain:
a) Kegiatan belajar mengajar di kelas didominasi dengan kegiatan
mendengarkan dan memperhatikan penjelasan guru atau teman, mencatat
materi pelajaran yang penting, presentasi kelas, diskusi antar siswa dan
melaksanakan tugas.
b) Pada siklus II antusias siswa dalam mengikuti pelajaran terus mengalami
peningkatan. Keaktifan siswa mengalami peningkatan terbukti sudah
banyak siswa yang mau bertanya kepada guru selama KBM, maupun
selama diskusi dengan teman sekelompok. Selain itu, saat presentasi hampir
semua siswa berani mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan,
memberikan kritik maupun saran tentang materi yang dipresentasikan.
(1) Adanya keleluasaan strategi bagi guru untuk menyajikan materi karena
penerapan metode pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI)
bersifat fleksibel, hal ini memungkinkan strategi penyajian materi guru
bervariasi (ada kesempatan belajar sendiri, diskusi kelompok, presentasi,
tanya jawab dan tugas di rumah).
(2) Kegiatan belajar mengajar yang menerapkan perangkat pembelajaran
dengan metode pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) pada
materi pokok system pendingin dapat meningkatkan pencapaian kompetensi
belajar teknik pendingin siswa. Prestasi belajar tersebut dinyatakan tuntas
karena secara umum pencapaian kompetensi belajar teknik pendingin siswa
berada diatas standar batas tuntas nilai teknik pendingin yaitu 7.0. Hal ini
menunjukkan bahwa secara umum siswa telah memahami materi yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
disajikan dengan baik melalui KBM dengan menggunakan metode
pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat disampaikan berdasarkan hasil penelitian
tindakan kelas dalam penerapan model pembelajaran kooperatif Group
Investigation (GI) untuk meningkatkan keaktifan siswa dan hasil belajar siswa
mata pelajaran sistem pendinginan motor adalah:
1. Pemanfaatan model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) dapat
meningkatkan keaktifan pada siswa kelas X Teknik Mekanik Otomotif SMK
Negeri 1 Mondokan TA 2011/2012. Hal ini berdasarkan data dan temuan
peneliti di lapangan berupa data tertulis yang bersumber dari hasil
pengamatan dan dialog. Penerapan model pembelajaran ini mampu
meningkatkan keaktifan siswa, pada kondisi awal sebesar 20.17%, pada siklus
I meningkat menjadi 56.53% dan pada siklus II meningkat menjadi 80.11%.
Penilaian aspek keaktifan siswa didasarkan pada aspek membangun
pemahaman, partisipasi dalam menyelesaikan tugas, terlibat dalam
pemecahan masalah, menyukai bertanya, giat mencari informasi,
berpartisipasi dalam diskusi, suka berlatih diri dalam menyelesaikan tugas,
menerapkan pengetahuan untuk menyelesaikan tugas, berani menampilkan
perasaan, berani untuk berprestasi, bebas dan leluasa dalam menjalani semua
hal tersebut diatas tanpa mengalami tekanan dalam pembelajaran sebelumnya
yaitu pada materi sistem pendingin motor.
2. Pemanfaatan model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) dapat
meningkatkan hasil belajar sistem pendinginan motor pada siswa kelas X
Teknik Mekanik Otomotif SMK Negeri 1 Mondokan TA 2011/2012. Dari
data empirik menunjukkan penggunaan model pembelajaran kooperatif
Group Investigation (GI) dapat meningkatkan hasil belajar siswa, dari
ketuntasan 34.37% pada kondisi awal menjadi ketuntasan 81.25%, pada
kondisi akhir.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
2. Implikasi
Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian yang telah dikemukakan, maka
implikasi yang dapat disampaikan yaitu:
1. Pembelajaran dapat memberikan dampak positif, yaitu dampak proses bahwa
peningkatan keaktifan siswa berdasarkan penggunaan model pembelajaran
kooperatif Group Investigation (GI).
2. Dampak pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif Group
Investigation (GI) dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam proses
pembelajaran dan juga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
3. Penggunaan model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) dapat
menarik perhatian siswa,
4. model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) memudahkan siswa
menyerap materi pelajaran, karena terjadinya pertukaran pengetahuan antar
siswa.
3. Saran
Saran dari peneliti berdasarkan hasil penelitian yang telah disampaikan
adalah:
1. Bagi guru mata pelajaran untuk memberikan motivasi kepada siswa, dan
mampu bekerjasama dengan guru lain untuk meningkatkan keaktifan siswa
dengan menggunakan media pembelajaran yang menarik sehingga tercapai
hasil belajar siswa yang baik.
2. Bagi sekolah untuk lebih memberikan dorongan kepada guru agar semangat
mengajar dan berprestasi di bidangnya dan juga menyediakan sarana dan
prasarana yang memadahi jumlahnya dan mendukung untuk proses
pembelajaran.
3. Bagi peneliti yang lain untuk selalu mengembangkan penelitian tindakan
kelas dengan penerapan media pembelajaran yang interaktif dan menarik
bagi siswa supaya hasil yang dicapai akan lebih baik lagi pada mata
pelajaran, standar kompetensi ataupun kompetensi dasar yang lain.