Download - GAGAL GINJAL KRONIK ABU.docx
LAPORAN PENDAHULUAN
CRONIK KIDNEY DEASES (CKD) CAUSA SLE + HD
I . KONSEP TEORI
A. Pengertian
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah suatu sindrom yang
disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat
menahun,berlangsung progresif dan cukup lanjut.(Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam,Edisi 3)
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal
yang bersifat persisten dan ireversible.(Kapita Selekta
Kedokteran,Edisi 3;Arif M.Mansjoer).
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah suatu kerusakan
kekurangan fungsi ginjal yang hampir selalu tidak reversibel
dengan sebab yang bermacam-macam.(Ronald H.Sitorus;2006).
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah suatu kondisi klinis yang
terjadi pada ginjal apabila kedua ginjal sudah tidak mampu
mempertahankan lingkungan dalam yang cocok untuk kelangsungan
hidup.(Klien Gangguan Ginjal;Mary Baradero,2008)
Berdasarkan pengertian-pengertian tersabut dapat
disimpulkan bahwa Gagal Ginjal Kronik adalah kegagalan fungsi
ginjal (unit nefron) atau penurunan faal ginjal yang menahun
dimana ginjal tidak mampu lagi mempertahankan lingkungan
internalnya yang berlangsung dari perkembangan gagal ginjal
yang progresif dan lambat yang berlangsung dalam jangka waktu
lama dan menetap sehingga mengakibatkan penumpukan sisa
metabolik (toksik uremik) berakibat ginjal tidak dapat
memenuhi kebutuhan dan pemulihan fungsi lagi yang menimbulkan
respon sakit.
B. Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik
1.Gagal Ginjal Kronik (GGK) Ringan
Adanya penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) 50-30
ml/menit dan disertai tanda-tanda hipertensi dan
hiperparatiroidisme sekunder.
2.Gagal Ginjal Kronik (GGK) Sedang
Adanya penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) 29-10
ml/menit dan disertai tanda-tanda hipertensi,
hiperparatiroidisme sekunder dan anemia.
3.Gagal Ginjal Kronik (GGK) Berat
Adanya penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) 29-10
ml/menit dan disertai tanda-tanda hipertensi,
hiperparatiroidisme sekunder,anemia dan retensi air dan
garam,muntah,nafsu makan hilang,penurunan fungsi mental.
Secara laboratorik gagal ginjal dapat dinilai dari Tes
Klirens Kreatinin(TKK) yang dianggap mendekati laju filtrasi
glomerulus/GFR.Nilai normal Klirens Kreatinin untuk pria 90
– 140 ml/menit; Nilai normal Klirens Kreatinin untuk wanita
85 – 125 ml/menit. Sesuai dengan nilai TKK Gagal Ginjal
Kronik dibagi sebagai berikut :
a. 100-76 ml/mnt, disebut insufisiensi ginjal berkurang.
b. 75-26 ml/mnt, disebut insufisiensi ginjal kronik.
c. 25-5 ml/mnt, disebut Gagal Ginjal Kronik.
d. < 5 ml/mnt, disebut gagal ginjal terminal.
Ureum adalah hasil akhir metabolisme protein.Berasal
dari asam amino yang telah dipindah amonianya di dalam hati
dan mencapai ginjal, dan diekskresikan rata-rata 30 gram
sehari.Kadar ureum darah yang normal adalah 20 mg - 40 mg
setiap 100 ml darah, stetapi hal ini tergantung dari jumlah
normal protein normal yang dimakan dan fungsi hati dalam
pembentukan ureum.
Kreatinin merupakan produk sisa dari perombakan
kreatinin fosfat yang terjadi di otot.Kreatinin adalah zat
racun dalam darah,terdapat pada seseorang yang ginjalnya
sudah tidak berfungsi dengan normal.Kreatinin adalah hasil
katabolisme keratin yang diekskresikan dalam 24 jam/kgBB.
Batas normal kreatinin : 0,5 – 1,5 mg/dl.Ekskresi
kreatinin meningkat pada penyakit otot.
Gagal ginjal kronik terjadi setelah sejumlah keadaan
yang menghancurkan masa nefron ginjal.Keadaan ini mencakup
penyakit parenkim ginjal difus bilateral, juga lesi
obstruksi pada traktus urinarius. Mula-mula terjadi beberapa
serangan penyakit ginjal terutama menyerang glomerulus
(Glumerolunepritis), yang menyerang tubulus ginjal
(Pyelonepritis atau penyakit polikistik) dan yang mengganggu
perfusi fungsi darah pada parenkim ginjal (nefrosklerosis).
Kegagalan ginjal ini bisa terjadi karena serangan
penyakit dengan stadium yang berbeda-beda yaitu sebagai
berikut:
a) Stadium I (Penurunan cadangan ginjal)
Selama stadium ini kreatinine serum dan kadar BUN
normal dan pasien asimtomatik. Homeostsis terpelihara.
Tidak ada keluhan. Cadangan ginjal residu 40 % dari
normal.
b) Stadium II (Insufisiensi Ginjal)
Penurunan kemampuan memelihara homeotasis, azotemia
ringan, anemi. Tidak mampu memekatkan urine dan menyimpan
air, Fungsi ginjal residu 15-40 % dari normal, GFR
menurun menjadi 20 ml/menit (Normal : 100-120 ml/menit).
Lebih dari 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak (GFR
besarnya 25% dari normal), kadar BUN meningkat,
kreatinine serum meningkat melebihi kadar normal. Dan
gejala yang timbul nokturia dan poliuria (akibat
kegagalan pemekatan urine).
c) Stadium III(Payah ginjal stadium akhir)
Kerusakan massa nefron sekitar 90% (nilai GFR 10%
dari normal). BUN meningkat, klieren kreatinin 5- 10
ml/menit. Pasien oliguria. Gejala lebih parah karena
ginjal tak sanggup lagi mempertahankan homeostasis cairan
dan elektrolit dalam tubuh. Azotemia dan anemia lebih
berat, nokturia, gangguan cairan dan elektrolit,
kesulitan dalam beraktivitas.
d) StadiumIV
Tidak terjadi homeotasis,keluhan pada semua
sistem,fungsi ginjal residu kurang dari 5 % dari normal.
C. Etiologi
Gagal ginjal kronis disebabkan oleh hilangnya sejumlah
nefron fungsional yang bersifat ireversibel (menetap/tidak
dapat diubah).
1) Batu Ginjal
Merupakan garam-garam dalam air seni yeng mengendap
menjadi batu dalam saluran kemih. Salah satu penyebabnya
yaitu mengendapnya batu dan terlalu pekatnya kadar garam
dalam air seni.Itulah sebabnya bagi olaragawan, pekerja
yang banyak mengeluarkan keringat, hidup di daerah tropis,
harus banyak minum air putih,supaya air seni menjadi lebih
encer batu pun sulit mengendap.Selain itu,dalam air seni
ada zat (pipotoksit) yang bersifat menghambat pembentukan
batu, jika zat ini berkurang atau hilang, garam pun lebih
mudah mengendap menjadi batu.
Batu ginjal merupakan batu pada saluran kemih
(urolithiasis). Batu saluran kemih dapat diketemukan
sepanjang saluran kemih mulai dari sistem kaliks ginjal,
pielum, ureter, buli-buli dan uretra. Batu ini mungkin
terbentuk di ginjal kemudian turun ke saluran kemih bagian
bawah atau memang terbentuk di saluran kemih bagian bawah
karena adanya stasis urine seperti pada batu buli-buli
karena hiperplasia prostat atau batu uretra yang terbentuk
di dalam divertikel uretra. Batu ginjal adalah batu yang
terbentuk di tubuli ginjal kemudian berada di kaliks,
infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis
serta seluruh kaliks ginjal dan merupakan batu saluran
kemih yang paling sering terjadi.
Batu saluran kemih dapat menimbulkan penyulit berupa
obstruksi dan infeksi saluran kemih (Anuria). Manifestasi
obstruksi pada saluran kemih bagian bawah adalah retensi
urine atau keluhan miksi yang lain sedangkan pada batu
saluran kemih bagian atas dapat menyebabkan hidroureter atau
hidrinefrosis. Batu yang dibiarkan di dalam saluran kemih
dapat menimbulkan infeksi, abses ginjal, pionefrosis,
urosepsis dan kerusakan ginjal permanen (gagal ginjal).
2) Glomerulonefritis
Merupakan proses inflamasi pada glomerulus yang menjadi
penyebab penyakit ginjal kronik karena kerusakan fungsi dan
struktur glomerulus atau merupakan peradangan dan kerusakan
pada glumerulus penyaring darah dan sekaligus kelenjar
ginjal karena penyaring itu rusak maka sel darah,zat putih
telur, yang seharusnya tidak keluar dalam air seni, dapat
ditemukan dalam jumlah cukup banyak dalam air seni
penderita glomerulonefritis.
Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal
bilateral.Rusaknya sel penyaring pada ginjal baik akibat
peradangan oleh infeksi atau dampak dari penyakit darah
tinggi.Peradangan dimulai dalam glomerulus dan
bermanifestasi sebagai proteinuria.Meskipun lesi terutama
ditemukan pada glomerulus,tetapi seluruh nefron pada
akhirnya akan mengalami kerusakan,sehingga terjadi Gagal
Ginjal Kronik.
3) Diabetes Melitus
Nefropati Diabetika adalah penyakit ginjal pada pasien
diabetes dan merupakan salah satu penyebab kematian
terpenting pada diabetes melitus yang lama.Lebih dari
sepertiga dari semua pasien baru yang masuk dalam program
ESRD menderita gagal ginjal.Telah diperkirakan bahwa
sekitar 35% hingga 40% pasien diabetes tipe 1 akan
berkembang menjadi Gagal Ginjal Kronik dalam waktu 15
hingga 25 tahun setelah awitan diabetes.Individu dengan
diabetes tipe 2 lebih sedikit yang berkembang menjadi gagal
ginjal kronik (sekitar 10 hingga 20%).
Diabetes Melitus menyerang strukur dan fungsi ginjal
dalam berbagai bentuk. Pada Diabetes Melitus terjadi
peningkatan kadar glukosa yang menyebabkan kadar glukosa
dalam darah tinggi sehingga merusak glomerulus ginjal yang
pada akhirnya menimbulkan Gagal Ginjal Kronik.
4) Nefropati Toksik
Ginjal khususnya rentan terhadap efek toksik, obat-
obatan dan bahan-bahan kimia karena alasan-alasan berikut:
Interstisium yang hiperosmotik memungkinkan zat kimia
dikonsentrasikan pada daerah yang relatif hipovaskular.
Ginjal merupakan jalur ekskresi obligatorik untuk
kebanyakan obat, sehingga insufisiensi ginjal
mengakibatkan penimbunan obat dan meningkatkan
konsentrasi dalam cairan tubulus. (Price, 2002:944).
Ginjal menerima 25 % dari curah jantung, sehingga sering
dan mudah kontak dengan zat kimia dalam jumlah yang
besar.
Besarnya aliran darah yang menuju ke ginjal ini
menyebabkan keterpaparan ginjal terhadap bahan/zat-zat yang
beredar dalam sirkulasi cukup tinggi.akibatnya bahan-bahan
yang bersifat toksik akan mudah menyebabkan kerusakan
jaringan ginjal dalam bentuk perubahan struktur dan fungsi
ginjal.Keadaan inilah yang disebut sebagai Nefropati Toksik
dan dapat mengenai glomerulus, tubulus, jaringan
vaskuler,maupun jaringan interstitial ginjal.
5) Lupus Eritematosus Sistemik (SLE)
Lupus Eritematosus Sistemik adalah penyakit multisistem
yang tidak diketahui asalnya dan ditandai dengan
autoantibodi dalam sirkulasi terhadap asam deoksiribonukleat
(DNA). Lupus Eritematosus Sistemik lebih sering menyerang
perempuan muda berusia antara 20 dan 40 tahun, jumlahnya
adalah 90% kasus. Keterlibatan ginjal adalah penyebab utama
kematian pada pasien Lupus Eritematosus Sistemik. Walaupun
gagal ginjal lebih jarang terjadi dengan pengobatan modern,
sekitar 25% pasien Lupus Eritematosus Sistemik akhirnya akan
mengalami gagal ginjal.
Nefritis lupus disebabkan oleh kompleks imun dalam
sirkulasi yang terperangkap dalam membran basalis glomerulus
dan menimbulkan kerusakan pada nefron dan jaringan ginjal
sehingga pada akhirnya akan terjadi Gagal Ginjal Kronik.
6) Gangguan kongenital dan herediter
Asidosis tubulus ginjal dan penyakit polikistik ginjal
merupakan penyakit herediter yang terutama mengenai tubulus
ginjal. Keduanya dapat berakhir dengan gagal ginjal meskipun
lebih sering dijumpai pada penyakit polikistik. (Price,
2002: 937).Kelainan ginjal di mana terjadi perkembangan
banyak kista pada organ itu sendiri (Polycystic kidney
disease).
D. Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda GGK sesuai dengan sistem yang timbul.
1) Gangguan pada sistem intestinal
Anoreksia,nausea dan vometing yang berhubungan dengan
gangguan metabolisme protein dalam usus,terbentuknya
zat-zat toksin akibat metabolisme bakteri usus.
Faktor uremik
Disebabkan oleh ureum yang yang berlebihan pada air
liur diubah menjadi amonia sehingga nafas berbau
amonia.
Mulut dapat mengalami peradangan dan ulserasi
(stomatitis) dan lidah dapat menjadi kering dan
berselaput terkadang parotitis (peradangan kelenjar
parotis). Anoreksia, nausea dan muntah dihubungkan dengan
faktor uremikum akibat bau amoniak dari mulut. Bau
amoniak diakibatkan flora normal mulut yang memecah urea
dalam saliva, inilah yang menyebabkan timbulnya bau yang
sering disebut halitosis (factor uremicus) yang dapat
mengubah cita rasa, serta merupakan predisposisi
peradangan / infeksi jaringan, dapat terbentuk tukak pada
mukosa lambung dan usus besar serta kecil, sehingga dapat
menyebabkan perdarahan yang cukup berat. Akibat dari
perdarahan saluran cerna ini sangat serius terjadi
penurunan tekanan darah yang semakin menurunkan GFR,
sedangkan darah yang dicerna akan menyebabkan peningkatan
yang tajam dari kadar BUN dan juga menyebabkan anemia.
2) Kulit
Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-
kuningan akibat penimbunan urokrom.Gatal-gatal dengan
eksoriasi akibat toksin uremik dan pengendapan ureum di
pori-pori kulit.
Ekimosis akibat gangguan metabolisme.
Bekas-bekas garukan karena gatal.
Uremic frosts (kristal deposit yang tampak pada pori-
pori kulit). Sisa metabolisme yang yang tidak dapat
diekskresikan oleh ginjal diekskresikan melalui kapiler
kulit yang halus sehingga tampak uremic frosts.
3) Sistem Hematologi
Anemia,terjadi kerena produksi eritrosit juga
terganggu(sekresi eritropoietin ginjal berkurang)
pasien mengeluh cepat lelah,pusing,dan letargi. Selain
itu, kemungkinan juga disebabkan oleh:
· Berkurangnya eritropoetin,sehingga rangsangan
eritropoesis pada sum-sum tulang menurun.
· Hemolisis akibat masa hidup eritrosit menurun dan
suasana uremie toksik.
· Defisiensi besi, asam folat akibat nafsu makan
yang berkurang.
· Fibrosis sum-sum tulang akibat hiperparatiroidisme
sekunder.
Gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia
mengakibatkan perdarahan akibat agregitasi dan adhesi
trombosit yang berkurang serta menurunnya faktor
trombosit III dan ADP (adenosit difosfat).
Gangguan fungsi lekosit.Fagositosis dan kemotaksis
berkurang,fungsi limfosit menurun sehingga imunitas
menurun.
4) Sistem saraf dan otot
Restles leg sindroma(kaki tak bisa diam)
Pasien merasa pegal sehingga kakinya terus digerakan.
Tanda dan gejala RLS adalah rasa tidak nyaman pada
betis, paha, kaki atau tangan yang sering diekspresikan
dengan :
• Merangkak
• Perasaan geli
• Kejang
• Merayap
• Menarik kaki saat berjalan
• Nyeri
• Perasaan seperti tersetrum
• Tidak nyaman
• Gatal
• Rasa seperti digrogoti
• Sakit
• Rasa seperti terbakar
• Kaku
• Sulit menggerakkan kaki
Burning feet sindroma
Rasa semutan dan seperti terbakar terutama di telapak
kaki.
Ensefalopati metabolik
Lemah,tidak bisa tidur, gangguan konsentrasi, tremor,
kejang.
Miopati
Kelemahan dan hipotropi otot-otot terutama otot-otot
ekstremitas paroksimal.
5) Sistem kardiovaskuler
Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau
peningkatan aktifitas sistem renin angiotensin-
aldosteron.
Nyeri dada dan sesak nafas,efusi perikardial,penyakit
jantung koroner akibat aterosklerosis yang timbul dini
dan gagal jantung akibat penimbunan cairan dan
hipertensi.
Gangguan irama jantung akibat aterosklerosis
dini,gangguan elektrolit.
Edema akibat penimbunan cairan.
Pada gagal ginjal kronik hampir selalu disertai
hypertensi, yang berkaitan dengan penimbunan natrium
(garam), air dan sistem renin angiotensin aldosteron
(RAA). Sesak nafas merupakan gejala yang sering
dijumpai akibat kelebihan cairan tubuh. Gangguan irama
jantung sering dijumpai akibat gangguan
elektrolit.Pernafasan yang berat dan dalam (kussmaul)
pada klien asidosis. Dispnea pada waktu melakukan
aktifitas fisik akibat kelebihan cairan. Edema paru
disertai kelebihan cairan akibat retensi natrium dan
air.
6) Sistem endokrin
Gangguan seksual,libido,fertilitas dan ereksi menurun
akibat produksi testosteron dan spermatogenesis yang
menurun.Pada wanita terdapat gangguan
menstruasi ,gangguan ovulasi sampai amenorea.
Gangguan metabolisme glukosa, resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin.
Gangguan metabolisme lemak.
Gangguan metabolisme vitamin D.
7) Gangguan sistem yang lain
Ganguan elektrolit dan asam basa
Elektrolit : Hiperkalemia,Hipokalsemia karena pada
GGK telah terjadi gangguan keseimbangan homeostatik
pada seluruh tubuh,gangguan pada satu sistem akan
berpengaruh pada sistem yang lain.
Asidosis metabolik, peningkatan ureum dan nitrogen
non-protein lainnya (azotemia), hyperkalsemia,
hyperfosfatemia, hypermagnesemia dan
hyperkalemia.Asidosis metabolik akibat penimbunan asam
organik sebagai hasil metabolisme.
Gangguan kalsium dan rangka
Osteomalasia, keadaan dimana sebagian tulang
diabsorbsi dan karenanya tulang menjadi sangat lemah,
penyebab dari keadaan ini sebagai berikut : Vitamin D
harus diubah melalui dua tahap proses, pertama di hati
dan kemudian di ginjal, menjadi 1,25-
dihidroksikolekalsiferol sebelum mampu menimbulkan
absorbsi kalsium dari usus.Kerusakan serius pada ginjal
menurunkan konsentrasi vitamin D aktif dalam darah,
yang kemudian mengurangi absorbsi kalsium usus dan
ketersediaan kalsium dalam tulang. Penyebab lain
ialah peningkatan konsentrasi fosfat serum akibat
berkurangnya GFR. Meningkatnya fosfat serum menyebabkan
peningkatan pengikatan fosfat dengan kalsium dalam
plasma, sehingga menurunkan konsentrasi kalsium
terionisasi serum plasma, yang kemudian merangsang
sekresi hormon parathyroid. Hyperparatyroidisme
sekunder ini merangsang pelepasan kalsium dari tulang,
menyebabkan demineralisasi tulang lebih lanjut.
Osteitis fibrosa, yang ditandai dengan resorbsi
osteoklastik tulag serta penggantian oleh jaringan
fibrosa, penyebabnya peningkatan kadar hormon
parathyroid.
Osteosklerosis, bermanifestasi pada vertebra yang
tampak berpita atau bergaris (“Rugger-jersey spine”)
disebabkan pengurangan dan peningkatan densitas tulang.
E. Patofisiologi
Dari Etiologi ke GGK
1. Batu Ginjal
Batu ginjal merupakan batu pada saluran kemih
(urolithiasis). Batu saluran kemih dapat menimbulkan
penyulit berupa obstruksi dan infeksi saluran kemih. Batu
yang dibiarkan di dalam saluran kemih dapat menimbulkan
iskemi (kekurangan oksigen di dalam darah) dan infeksi
nerfon ginjal hingga pada akhirnya dapat menyebabkan
kerusakan ginjal permanen (gagal ginjal).
2. Glomerulonefritis
Merupakan peradangan/inflamasi pada glomerulus yang
menjadi penyebab penyakit ginjal kronik karena kerusakan
fungsi dan struktur glomerulus atau merupakan peradangan dan
kerusakan pada glumerulus (penyaring darah).Fungsi
glomerulus menurun hingga akhirnya menyebabkan Gagal Ginjal
Kronik.
3. Diabetes Melitus
Pada diabetes melitus terjadi peningkatan kadar glukosa
dalam aliran darah (sifat glukosa yang banyak pekat atau
lengket),proses filtrasi/penyaringan terjadi di glomerulus
karena viskositas darah yang tinggi yang disebabkan oleh
peningkatan kadar glukosa dalam darah, maka lama-kelamaan
akan menimbulkan kerusakan pada glomerus ginjal hingga pada
akhirnya dapat menyebabkan Gagal Ginjal Kronik.
4. Nefropati Toksik
Ginjal merupakan salah satu yang bekerja sebagai alat
ekskresi utama untuk zat-zat yang tidak dibutuhkan lagi oleh
tubuh.Dalam melaksanakan fungsi ekskresi ini maka ginjal
mendapat tugas mengangkat hampir 25% dari seluruh aliran
darah mengalir ke kedua ginjal. Besarnya aliran darah yang
menuju ke ginjal ini menyebabkan keterpaparan ginjal
terhadap bahan/zat-zat yang beredar dalam sirkulasi cukup
tinggi,akibatnya bahan-bahan yang bersifat toksik akan mudah
menyebabkan kerusakan jaringan ginjal dalam bentuk perubahan
struktur dan fungsi ginjal dan pada akhirnya dapat
menyebabkan Gagal Ginjal Kronik.
5. Lupus Eritematosus Sistemik (SLE)
Merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh kompleks
imun dalam sirkulasi yang terperangkap dalam membran basalis
glomerulus dan menimbulkan kerusakan pada nefron dan
jaringan ginjal sehingga pada akhirnya akan terjadi Gagal
Ginjal Kronik.
6. Gangguan kongenital dan herediter
Kelainan ginjal di mana terjadi perkembangan banyak
kista pada organ itu sendiri (Polycystic kidney
disease).Asidosis tubulus ginjal dan penyakit polikistik
ginjal merupakan penyakit herediter yang terutama mengenai
tubulus ginjal. Keduanya dapat berakhir dengan gagal ginjal
meskipun lebih sering dijumpai pada penyakit polikistik.
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan EKG
Untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri,tanda
perikarditis,aritmia dan gangguan elektrolit (hiper-
hipokalsemia).
2. Ultrasonografi (USG) ginjal
Menilai besar dan bentuk ginjal,tebal korteks
ginjal,kepadatan parenkim ginjal,kandung kemih dan
prostat.Pemeriksaan bertujuan mencari adanya faktor yang
reversible seperti obstruksi oleh karena batu atau tumor.
3. Foto polos abdomen
Sebaiknya tanpa puasa karena dehidrasi akan memperburuk
fungsi ginjal.Menilai besar dan bentuk ginjal apakah ada
batu atau obstruksi lain.
4. Pielo Intra Vena (PIV)
Jarang dilakukan saat ini .Dapat dilakukan dengan cara
intravenous infusion pyelografi untuk menilai sistem
pelviokalises dan ureter.
5. Pemeriksaan pielografi retograd
Dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversible.
6. Pemeriksaan foto dada
Untuk mengetahui tanda-tanda bendungan paru akibat
kelebihan air,efusi pleura,kardiomegali,efusi perikardial.
7. Pemeriksaan radiologi tulang
Untuk mencari osteodistrofi (terutama falang/jari).
8. Pemeriksaan Laboratorium
a) Urine
Volume : kurang dari 400 ml/24 jam(oliguri),50
ml/24 jam (anuria)
Warna : keruh/ kotor
Natrium : lebih besar dari 40 mEq/L.(karena ginjal
tdk mampu mereabsorpsi natrium).
Proteinuria
Berat jenis : kurang dari 1,015
Osmolalitas : <350 mol Osmotik/kg-->kerusakan
tubulus
Protein : <3,apabila>4 terjadi kerusakan
glomerulus
b) Darah
Nitrogen Urea Darah: Meningkat 10 mg/dL.
Hb : kurang dari 7-8 g/dL
G. Penatalaksaan
1. Penatalaksanaan Medik
Mengendalikan Hipertensi dengan pemberian obat
antihipertensif,eritro protein,suplemen besi,agen
pengikat posfat,suplemen dan kalsium.
Penanganan dialisis yang adekuat untuk menurunkan kadar
produk sampah uremik dalam darah.
Intervensi diet yang yang mencakup pengaturan yang cermat
terhadap masukan protein,masukan cairan untuk mengganti
cairan yang hilang dan suplemen vitamin harus dianjurkan.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Mengkaji status nutrisi
Melaksanakan program diet untuk menjamin masukan
nutrisi yang sesuai dalam batas-batas program
penanganan.
Beri masukan intake cairan yang adekuat untuk
mengurangi kesempatan pembentukan batu ginjal akibat
urin yang terlalu pekat.
Meningkatkan rasa positif dengan mendorong peningkatan
perawatan diri.
Memberikan dukungan emosi yang besar bagi pasien dan
keluarga yang berhubungan dengan sejumlah perubahan
yang dialami.
Memberikan penjelasan dan informasi kepada pasien dan
keluarga mengenai penyakit ginjal tahap akhir.
H. Pencegahan
Obstruksi dan infeksi saluran kemih dan penyakit
hipertensi sangat lumrah dan sering kali tidak menimbulkan
gejala yang membawa kerusakan dan kegagalan ginjal.Penurunan
kejadian yang sangat mencolok adalah berkat peningkatan
perhatian terhadap peningkatan kesehatan.Pemeriksaan tahunan
termasuk tekanan darah dan pemeriksaan urinalisis.Pemeriksaan
kesehatan umum dapat menurunkan jumlah individu yang menjadi
insufisiensi sampai menjadi kegagalan ginjal.Perawatan
ditujukan kepada pengobatan masalah medis dengan sempurna
dan mengawasi status kesehatan orang pada waktu mengalami
stress (infeksi, kehamilan). (Barbara C Long, 2001).
Ginjal bisa dicegah dengan berbagai cara, terutama
dengan menerapkan gaya hidup sehat. Berhenti merokok,
memperhatikan kadar kolesterol, kendalikan berat badan,
menghindari kekurangan cairan dengan cukup minum air putih
tidak lebih dari 2 liter setiap hari.Minum air secara
berlebihan justru akan merusak ginjal.
Selain gaya hidup sehat, lakukan pemeriksaan kesehatan
tahunan pada dokter, mintalah pula agar urin diperiksa untuk
melihat adanya darah atau protein dalam urin. Yang tidak kalah
penting, berhati-hatilah dalam menggunakan obat anti nyeri
khususnya jenis obat anti inflamasi non steroid.
I. Komplikasi
1. Hipertensi
Akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi
system rennin angiotensin-aldosteron. Terjadinya hipertensi
pada pasien GGK disebabkan karena tingginya kadar renin
akibat ginjal yang rusak. Tetapi bila LFG menurun dan jumlah
urin berkurang, hipertensi terjadi akibat kelebihan cairan.
Keadaan ini akan menimbulkan keluhan sakit kepala, badan
lemah, gagal jantung bendungan, kejang; sedangkan hipertensi
persisten mungkin terjadi akibat berkurangnya LFG. Pada
pasien hipertensi persisten yang tanpa keluhan harus
dievaluasi secara terus menerus untuk mencari adanya
kerusakan organ target. Pemeriksaan oftamologi perlu selalu
dilakukan pada pasien hipertensi persisten, selain itu
pemeriksaan EKG perlu dilakukan untuk mencari adanya
hipertrofi jantung kiri.
2. Anemia
Dapat disebabkan berbagai faktor, antara lain :
a) Berkurangnya produksi eritropoetin, sehingga ransangan
eritropoesis pada sumsung tulang menurun.
b) Hemolisis , akibat berkurangnya masa hidup eritrosit
dalam suasana toksis uremia.
c) Defisiensi besi, asam folat, akibat nafsu makan yang
berkurang.
d) Pendarahan pada saluran pencernaan dan kulit.
e) Fibrosis sumsum tulang akibat hiperparatiroid sekunder.
3. Gangguan keseimbangan elektolit
Akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme,
dan masukan diet berlebihan.
4. Asidosis metabolik
Akibat penurunan sekresi asam terutama akibat
ketidakmampuan tubulus ginjal untuk menyekresikan ammonia
(NH3) dan mengabsorsi natrium bikarbonat (HCO3), penurunan
ekskresi fosfat dan juga asam organik lainnya. Asidosis
metabolik biasanya ditemukan pada pasien GGK dengan LFG <25%
dari normal, ditandai dengan penurunan kadar bikarbonat
plasma (tCO2 12-15 mEq/L) dan peningkatan senjang anion.
Asidosis metabolik terjadi akibat ketidakmampuan pengeluaran
ion hidrogen atau asam endogen yang dibentuk karena
insufisiensi sintesis amonium pada segmen nefron distal.
Meningkatnya senjang anion terjadi akibat retensi anion
seperti sulfat, fosfat, urat, dan hipurat dalam plasma (pada
ginjal normal anion ini diekskresi oleh filtrasi
glomerulus). Juga ada bukti yang menunjukkan bahwa kebocoran
bikarbonat ginjal berperan dalam menimbulkan asidosis ini,
seperti pada sindrom Fanconi, asidosis tubular ginjal tipe
IV, dan hiperparatiroidisme sekunder.
Asidosis pada GGK dini (LFG 30-50% normal) lebih
sering berupa tipe dengan senjang anion normal
(hiperkloremik) dan sebaliknya pada GGK yang berat (LFG
<20ml/menit/1,73m2) biasanya berupa senjang anion yang
besar. Selain terlibat dalam patogenesis terjadinya gangguan
pertumbuhan dan memperburuk hiperkalemia yang telah ada,
asidosis juga menimbulkan keadaan katabolik pada pasien GGK.
Manifestasi klinis asidosis adalah takipneu, hiperpneu, dan
perburukan hiperkalemia.
5. Osteodistropi ginjal
Akibat klasifikasi metastatik akibat retensi
fosfat,kadar kalsium serum yang rendah, metabolism vitamin D
abnormal, dan peningkatan kadar aluminium. Penimbunan asam
fosfat mengakibatkan terjadi hiperfosfatemia dan menyebabkan
kadar ion kalsium serum menurun. Keadaaan ini merangsang
kelenjar paratiroid untuk mengeluarkan hormon lebih banyak
agar ekskresi fosfor meningkat dan kadar fosfat kembali
normal. Jadi osteodistrofi ginjal adalah kelainan tulang
pada GGK sebagai akibat gangguan absorpsi kalsium,
hiperfungsi paratiroid, dan gangguan pembentukan vitamin D
aktif.
Gejala klinis osteodistrofi ginjal antara lain
gangguan pertumbuhan, gangguan bentuk tulang, fraktur
spontan dan nyeri tulang. Apabila disertai gejala rakitis
yang jelas akan timbul hipotonia umum, lemah otot, dan nyeri
otot. Pada pemeriksaan radiologi dan histologi ditemukan
gambaran tulang yang abnormal dengan ciri khas seperti
osteomalasia dan osteofibrosis. Pemeriksaan yang paling
sederhana untuk melihat gambaran osteodistrofi ginjal adalah
ujung-ujung tulang panjang yaitu foto falangs, sendi lutut,
dan sendi siku.
6. Gastrointestinal
Karena pada ginjal kronik setiap sistem tubuh
dipengaruhi oleh kondisi uremia sehingga mengakibatkan
terjadinya anoreksia, mual, muntah, dan cegukan. Mulut dapat
mengalami peradangan dan ulserasi (stomatitis) dan lidah
dapat menjadi kering dan berselaput terkadang parotitis
(peradangan kelenjar parotis). Anoreksia, nausea dan muntah
dihubungkan dengan faktor uremikum akibat bau amoniak dari
mulut. Bau amoniak diakibatkan flora normal mulut yang
memecah urea dalam saliva, inilah yangmenyebabkan timbulnya
bau yang sering disebut halitosis (fetor uremicus) yang
dapat mengubah cita rasa, serta merupakan predisposisi
peradangan / infeksi jaringan, dapat terbentuk tukak pada
mukosa lambung dan usus besar serta kecil, sehingga dapat
menyebabkan perdarahan yang cukup berat. Akibat dari
perdarahan saluran cerna ini sangat serius terjadi penurunan
tekanan darah yang semakin menurunkan GFR, sedangkan darah
yang dicerna akan menyebabkan peningkatan yang tajam dari
kadar BUN dan juga menyebabkan anemia.
7. Neuromuscular
Mengakibatkan perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu
berkosentrasi, kerutan otot dan kejang.
8. Dermatologi
Pruritus akibat butiran uremik, suatu penumpukan kristal
urea di kulit sehingga mengakibatkan gangguan pada sistem
dermatologi berupa gatal-gatal atau pruritus.
II. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Biodata
Gagal Ginjal Kronik terjadi terutama pada usia lanjut
(50-70 th), usia muda, dapat terjadi pada semua jenis
kelamin tetapi 70 % pada pria.
b. Keluhan utama
Kencing sedikit, tidak dapat kencing, gelisah, tidak
selera makan (anoreksi), mual, muntah, mulut terasa kering,
rasa lelah, nafas berbau (ureum), gatal pada kulit.
c. Riwayat penyakit
1) Sekarang
Diare, muntah, perdarahan, luka bakar, rekasi
anafilaksis, renjatan kardiogenik.
2) Dahulu
Riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran
kemih, payah jantung, hipertensi, penggunaan obat-obat
nefrotoksik, Benign Prostatic Hyperplasia, prostatektomi.
3) Keluarga
Adanya penyakit keturunan Diabetes Mellitus (DM).
d. Tanda vital
Peningkatan suhu tubuh, nadi cepat dan lemah,
hipertensi, nafas cepat dan dalam (Kussmaul), dyspnea.
e. Pemeriksaan Fisik :
1) Pernafasan (B 1 : Breathing)
Gejala:
Nafas pendek, dispnoe nokturnal, paroksismal, batuk
dengan/tanpa sputum, kental dan banyak.
Tanda:
Takhipnoe, dispnoe, peningkatan frekuensi, Batuk
produktif dengan / tanpa sputum.
2) Cardiovascular (B 2 : Bleeding)
Gejala:
Riwayat hipertensi lama atau berat. Palpitasi nyeri dada
atau angina dan sesak nafas, gangguan irama jantung,
edema.
Tanda
Hipertensi, nadi kuat, oedema jaringan umum, piting pada
kaki, telapak tangan, Disritmia jantung, nadi lemah
halus, hipotensi ortostatik, friction rub perikardial,
pucat, kulit coklat kehijauan, kuning.kecendrungan
perdarahan.
3) Persyarafan (B 3 : Brain)
Kesadaran: Disorioentasi, gelisah, apatis, letargi,
somnolent sampai koma.
4) Perkemihan-Eliminasi Uri (B 4 : Bladder)
Gejala:
Penurunan frekuensi urine (Kencing sedikit (kurang dari
400 cc/hari), warna urine kuning tua dan pekat, tidak
dapat kencing), oliguria, anuria (gagal tahap lanjut)
abdomen kembung, diare atau konstipasi.
Tanda:
Perubahan warna urine, (pekat, merah, coklat, berawan)
oliguria atau anuria.
5) Pencernaan - Eliminasi Alvi (B 5 : Bowel)
Anoreksia, nausea, vomiting, fektor uremicum,
hiccup, gastritis erosiva dan Diare
6) Tulang-Otot-Integumen (B 6 : Bone)
Gejala:
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki,
(memburuk saat malam hari), kulit gatal, ada/berulangnya
infeksi.
Tanda:
Pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), ptekie, area
ekimoosis pada kulit, fraktur tulang, defosit fosfat
kalsium,pada kulit, jaringan lunak, sendi keterbatasan
gerak sendi.
f. Pola aktivitas sehari-hari
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada pasien gagal ginjal kronik terjadi perubahan
persepsi dan tata laksana hidup sehat karena kurangnya
pengetahuan tentang dampak gagal ginjal kronik sehingga
menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan
kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan
dan perawatan yang lama, oleh karena itu perlu adanya
penjelasan yang benar dan mudah dimengerti pasien.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Anoreksia, mual, muntah dan rasa pahit pada rongga
mulut, intake minum yang kurang. dan mudah lelah. Keadaan
tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi
dan metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan
klien. Peningkatan berat badan cepat (oedema) penurunan
berat badan (malnutrisi) anoreksia, nyeri ulu hati, mual
muntah, bau mulut (amonia), Penggunaan diuretic, Gangguan
status mental, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan
memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, kejang,
rambut tipis, kuku rapuh.
3) Pola Eliminasi
Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna
urine kuning tua dan pekat, tidak dapat kencing.
Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap
lanjut) abdomen kembung, diare atau konstipasi, Perubahan
warna urine, (pekat, merah, coklat, berawan) oliguria
atau anuria.
4) Pola tidur dan Istirahat
Gelisah, cemas, gangguan tidur.
5) Pola Aktivitas dan latihan
Klien mudah mengalami kelelahan dan lemas
menyebabkan klien tidak mampu melaksanakan aktivitas
sehari-hari secara maksimal, Kelemahan otot, kehilangan
tonus, penurunan rentang gerak.
6) Pola hubungan dan peran
Kesulitan menentukan kondisi. (tidak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran).
7) Pola sensori dan kognitif
Klien dengan gagal ginjal kronik cenderung
mengalami neuropati / mati rasa pada luka sehingga tidak
peka terhadap adanya trauma. Klien mampu melihat dan
mendengar dengan baik/tidak, klien mengalami
disorientasi/ tidak.
8) Pola persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan
menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran
diri. Lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan
pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan
gangguan peran pada keluarga (self esteem).
9) Pola seksual dan reproduksi
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah
di organ reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi
seksual, gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi
dampak pada proses ejakulasi serta orgasme. Penurunan
libido, amenorea, infertilitas.
10) Pola mekanisme / penanggulangan stress dan koping
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang
kronik, faktor stress, perasaan tidak berdaya, tak ada
harapan, tak ada kekuatan, karena ketergantungan
menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah,
kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain, dapat
menyebabkan klien tidak mampu menggunakan mekanisme
koping yang konstruktif / adaptif. Faktor stress,
perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan.
Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang,
perubahan kepribadian.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan
fungsi tubuh serta gagal ginjal kronik dapat menghambat
klien dalam melaksanakan ibadah maupun mempengaruhi pola
ibadah klien
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Doenges (1999) dan Lynda Juall (2000), diagnosa
keperawatan yang muncul pada pasien CKD adalah:
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang
meningkat
b. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
edema sekunder : volume cairan tidak seimbang oleh karena
retensi Na dan H2O)
c. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
anoreksia, mual, muntah
d. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi
sekunder: kompensasi melalui alkalosis respiratorik
e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritis
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan
yang tidak adekuat, keletihan
g. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan tindakan
medis (hemodialisa) b.d salah interpretasi informasi.
3. Intervensi Keperawatan
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang
meningkat
Tujuan:
Penurunan curah jantung tidak terjadi dengan kriteria
hasil : mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan
darah dan frekuensi jantung dalam batas normal, nadi perifer
kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler
Intervensi:
Auskultasi bunyi jantung dan paru
R: Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur
Kaji adanya hipertensi
R: Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem
aldosteron-renin-angiotensin (disebabkan oleh disfungsi
ginjal)
Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi,
beratnya (skala 0-10)
R: HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri
Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas
R: Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia
b. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
edema sekunder : volume cairan tidak seimbang oleh karena
retensi Na dan H2O)
1) Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan
cairan dengan kriteria hasil: tidak ada edema, keseimbangan
antara input dan output
2) Intervensi:
Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari,
keseimbangan masukan dan haluaran, turgor kulit tanda-
tanda vital. Batasi masukan cairan
R: Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal, haluaran
urin, dan respon terhadap terapi
Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan
cairan
R: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga
dalam pembatasan cairan
Anjurkan pasien/ajari pasien untuk mencatat penggunaan
cairan terutama pemasukan dan haluaran
R: Untuk mengetahui keseimbangan input dan output
c. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
anoreksia, mual, muntah
1) Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat dengan
kriteria hasil: menunjukan BB stabil
2) Intervensi:
Awasi konsumsi makanan/cairan
R: Mengidentifikasi kekurangan nutrisi
Perhatikan adanya mual dan muntah
R: Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang
dapat mengubah atau menurunkan pemasukan dan memerlukan
intervensi
Beikan makanan sedikit tapi sering
R: Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan makanan
Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama makan
R: Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek social
Berikan perawatan mulut sering
R: Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa
tak disukai dalam mulut yang dapat mempengaruhi masukan
makanan
d. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi
sekunder: kompensasi melalui alkalosis respiratorik
1) Tujuan: Pola nafas kembali normal/stabil
2) Intervensi:
Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
R: Menyatakan adanya pengumpulan secret
Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalam
R: Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran O2
Atur posisi senyaman mungkin
R: Mencegah terjadinya sesak nafas
Batasi untuk beraktivitas
R: Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak
atau hipoksia
e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritis
1) Tujuan: Integritas kulit dapat terjaga dengan kriteria hasil
:
Mempertahankan kulit utuh
Menunjukan perilaku/teknik untuk mencegah kerusakan kulit
2) Intervensi:
Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor,
vaskuler, perhatikan kadanya kemerahan
R: Menandakan area sirkulasi buruk atau kerusakan yang
dapat menimbulkan pembentukan dekubitus/infeksi.
Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran
mukosa
R: Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan
yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan
Inspeksi area tergantung terhadap udem
R: Jaringan udem lebih cenderung rusak/robek
Ubah posisi sesering mungkin
R: Menurunkan tekanan pada udem , jaringan dengan
perfusi buruk untuk menurunkan iskemia
Berikan perawatan kulit
R: Mengurangi pengeringan , robekan kulit
Pertahankan linen kering
R: Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit
Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin
untuk memberikan tekanan pada area pruritis
R: Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan risiko
cedera
Anjurkan memakai pakaian katun longgar
R: Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan
evaporasi lembab pada kulit
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan
yang tidak adekuat, keletihan
1) Tujuan : dapat menoleransi aktivitas & melakukan ADL dgn
baik dengan criteria Kriteria Hasil:
Berpartisipasi dalam aktivitas fisik dgn TD, HR, RR yang
sesuai
Warna kulit normal,hangat & kering
Memverbalisasikan pentingnya aktivitas secara bertahap
Mengekspresikan pengertian pentingnya keseimbangan
latihan & istirahat
Meningkatkan toleransi aktivitas
2) Intervensi
Tentukan penyebab intoleransi aktivitas & tentukan apakah
penyebab dari fisik, psikis/motivasi
Kaji kesesuaian aktivitas & istirahat klien sehari-hari
Tingkatkan aktivitas secara bertahap, biarkan klien
berpartisipasi dapat perubahan posisi,
berpindah& perawatan diri
Pastikan klien mengubah posisi secara bertahap. Monitor
gejala intoleransi aktivitas
Ketika membantu klien berdiri, observasi gejala
intoleransi spt mual, pucat, pusing, gangguan
kesadaran & tanda vital
Lakukan latihan ROM jika klien tidak dapat menoleransi
aktivitas
g. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan tindakan
medis (hemodialisa) b.d salah interpretasi informasi.
1) Pengetahuan klien / keluarga meningkat dengan kriteria hasil
: Pasien mampu:
Menjelaskan kembali penjelasan yang diberikan
Mengenal kebutuhan perawatan dan pengobatan tanpa cemas
Klien / keluarga kooperatif saat dilakukan tindakan
2) Intervensi
Kaji pengetahuan klien tentang penyakitnya
Jelaskan tentang proses penyakit (tanda dan gejala),
identifikasi kemungkinan penyebab.
Jelaskan kondisi klien
Jelaskan tentang program pengobatan dan alternatif
pengobantan
Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin digunakan
untuk mencegah komplikasi
Diskusikan tentang terapi dan pilihannya
Eksplorasi kemungkinan sumber yang bisa digunakan/
mendukung
Instruksikan kapan harus ke pelayanan
Tanyakan kembali pengetahuan klien tentang penyakit,
prosedur perawatan dan pengobatan
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall.1999.Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan
Edisi 2. EGC: Jakarta.
Price , S.A.S. Wilson, L. M. 1995. Patofisiologi Konsep klinis dan
Proses-proses Penyakit. EGC; Jakarta.
Suparman, 1990. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: FKUI.
SMF UPF Bedah. 1994. Pedoman Diagnosa & Terapi. Surabaya.
Gyton, A,C. & Hall, J.E.1997. Buku Ajar: Patofisiologi Kedokteran,
Edisi 9. EGC: Jakarta.