FORMULASI SEDIAAN SABUN WAJAH MINYAK ATSIRI KAYU MANIS
(Cinnamomum burmanni) DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI
TERHADAP Staphylococcus epidermidis
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada FakultasFarmasi
Oleh:
ANNINDYTA NUR PRAMESTI
K 100 120 157
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2016
i
HALAMAN PERSETUJUAN
FORMULASI SEDIAAN SABUN WAJAH MINYAK ATSIRI KAYU MANIS
(Cinnamomum burmanni) DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI
TERHADAP Staphylococcus epidermidis
PUBLIKASI ILMIAH
oleh:
ANNINDYTA NUR PRAMESTI
K 100 120 157
Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh:
PembimbingUtama
(Dr.T.N. Saifullah S, M.Si., Apt) NIP. 19720327199702101
PembimbingPendamping
(Rima Munawaroh, M.Sc., Apt) NIK. 958
ii
HALAMAN PENGESAHAN
FORMULASI SEDIAAN SABUN WAJAH MINYAK ATSIRI KAYU MANIS
(Cinnamomum burmanni) DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI
TERHADAP Staphylococcus epidermidis
OLEH
ANNINDYTA NUR PRAMESTI
K 100 120 157
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
Fakultas Farmasi
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari Senin, 26 Desember2016
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Dewan Penguji:
1. Erindyah Retno W, Ph.D., Apt (……..……..)
(Ketua Dewan Penguji)
2. Maryati, Ph.D., Apt (……………)
(Anggota I Dewan Penguji)
3. Dr. TN Saifullah S, M.Si., Apt (…………….)
(Anggota II Dewan Penguji)
4. Rima Munawaroh, M.Sc., Apt (…………….)
(Anggota III Dewan Penguji)
Dekan,
Aziz Saifudin, Ph.D., Apt
NIK. 956
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam naskah publikasi ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang
pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang
lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya di atas, maka akan saya
pertanggungjawabkan sepenuhnya.
.
Surakarta, 26 Desember 2016
Penulis
ANNINDYTA NUR PRAMESTI
K 100 120 157
1
FORMULASI SEDIAAN SABUN WAJAH MINYAK ATSIRI KAYU MANIS
(Cinnamomum burmanni) DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI
TERHADAP Staphylococcus epidermidis
ABSTRAK
Minyak atsiri kayu manis (Cinnamomum burmanni) mengandung sinamaldehid dan
eugenol yang berkhasiat sebagai antibakteri. Minyak atsiri diformulasikan dalam bentuk
sabun wajah untuk mempermudah pengaplikasian. Sabun wajah minyak atsiri kayu
manis dapat digunakan untuk mencegah timbulnya jerawat yang disebabkan bakteri
Staphylococcus epidermidis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
penggunaan kokamidopropil betain dan gliserin terhadap sifat fisik dan stabilitas fisik
sediaan sabun wajah, serta aktivitas antibakteri Staphylococcus epidermidis. Formula
sabun wajah dibuat dengan perbandingan komposisi kokamidopropil betain dan gliserin
yaitu Formula 1 (7:3), Formula 2 (6:4), Formula 3 (5:5), Formula 4 (4:6) dan Formula 5
(3:7). Konsentrasi minyak atsiri kayu manis yang digunakan 4%v/v. Uji sifat fisik sabun
wajah meliputi pH, viskositas, tinggi busa, bobot jenis dan kadar alkali bebas. Stabilitas
fisik diuji menggunakan metode freeze thaw cycling. Uji aktivitas bakteri diuji
menggunakan metode difusi sumuran. Hasil penelitian uji sifat fisik menunjukkan
peningkatan komposisi gliserin menyebabkan peningkatan viskositas dan peningkatan
bobot jenis. Hasil uji stabilitas fisik dengan metode freeze thaw cycling mengalami
penurunan yang tidak signifikan (p-value >0,05). Sediaan sabun wajah minyak atsiri
kayu manis mengalami penurunan diameter zona hambat setelah dilakukan dengan
metode freeze thaw cycling.
Kata kunci : Minyak atsiri kayu manis, Staphylococcus epidermidis, Sabun wajah,
Freeze thaw cycling
ABSTRACT
Essential oil of cinnamon (Cinnamomumburmanni) containing sinamaldehid and
eugenol has benefit as antibacterial. The essential oil is formulated in the form of facial
soap to simplify the application. The facial soap of cinnamon essential oil can be used to
prevent acne caused by the bacterium of Staphylococcus epidermidis. The purpose of
this study was to determine the effect of cocamidopropylbetaine and glycerin usage on
the physical properties and the physical stability of facial soap dosage and the
antibacterial activity of Staphylococcus epidermidis.The formula facial of facial soap
was made with a composition ratio of cocamidopropylbetaine and glycerin at Formula 1
(7:3), Formula 2 (6:4), Formula 3 (5:5), Formula 4 (4:6) and Formula 5 (3:7). The
concentration of cinnamon essential oil used was 4%v/v. The test of the facial soap
physical properties consits of pH, viscosity, foam height, specific gravity and alkali-free
levels. The physical stability was tested by using the freeze thaw cycling. The bacterial
activity was tested by using the pitting diffusion method.The research results of the
physical properties test indicated an increase on the composition of glycerine causing an
increase of viscosity and an specific gravity. The results of physical stability test with
the freeze thaw cycling indicated a not significant decline (p-value > 0.05). The dosage
of cinnamon essential oil facial soap indicated a decrease in the diameter of inhibitory
zone after the freeze thaw cycling.
Keywords: Cinnamon essential oils, Staphylococcus epidermidis, Facial soap, Freeze
thaw cycling.
2
1. PENDAHULUAN
Jerawat merupakan penyakit kulit obstruktif dan inflamatif kronik pada polisebasea yang sering
terjadi pada masa remaja (Movita, 2013). Prevalensi tertinggi terkena jerawat yaitu terjadi pada umur
16-17 tahun, dimana pada wanita berkisar 83-85% dan pada pria berkisar 95-100% (Goodman and
Jodie, 2006). Staphylococcus epidermidis merupakan salah satu bakteri yang dapat menyebabkan
jerawat (Rajiv et al., 2013). Bakteri ini merupakan bakteri Gram positif dengan bentuk sel yang
bulat, memiliki koloni berwarna putih atau kuning dan bersifat anaerob fakultatif (Radjii, 2009).
Kandungan terbesar dari minyak atsiri kayu manis yaitu sinamaldehid (55-65%) dan eugenol
(4-8%) yang dapat berkhasiat sebagai antibakteri (Inna et al., 2010). Minyak atsiri kayu manis
memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus epidermidis yang ditunjukkan dengan
diameter zona hambat sebesar 19 mm dengan konsentrasi 1% (Magetsari, 2013). Minyak atsiri
disebut juga volatile oil yang mudah menguap pada suhu kamar tanpa mengalami dekomposisi,
mempunyai rasa getir (pungent taste), berbau wangi sesuai dengan bau tanaman penghasilnya
(Harris, 1990). Oleh karena itu, diperlukan suatu bentuk sediaan antijerawat untuk dapat
memudahkan dalam penggunaanya. Bentuk sediaan yang praktis salah satunya adalah sabun wajah
(Febriyenti et al., 2014).
Sabun wajah lebih sering digunakan karena mudah disimpan dan dibawa, lebih higenis, tidak
mudah rusak serta tidak mudah kotor (Watkinson, 2000). Formula dalam sabun wajah menggunakan
bahan yaitu surfaktan dan humektan. Surfaktan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
kokamidopropil betain. Kokamidopropil betain berfingsi sebagai pembuat busa, stabilizer dan agen
pengontrol viskositas (L. and Hunting, 1983). Selain itu, surfaktan ini juga digunakan untuk
penstabil busa (Maduni et al., 2012). Humektan yang digunakan yaitu gliserin. Gliserin sebagai
humektan mampu meningkatkan viskositas sediaan dan dapat membentuk struktur transparan dalam
sabun cair (Tadros, 2005). Penggunaan surfaktan dengan kadar tinggi dan humektan dengan kadar
rendah akan meningkatkan daya busa pada sabun wajah (Budianto, 2010). Perbedaan komposisi
kokamidopropil betain dan gliserin diduga mampu mempengaruhi sifat fisik dan stabilitas fisik
sediaan sabun wajah.
Sediaan sabun wajah diuji stabilitas fisiknya menggunakan metode freeze thaw cycling.
Metode freeze thaw cycling digunakan untuk mengetahui kestabilan sediaan pada suhu tinggi (beku)
dan suhu rendah (leleh). Pengujian dilakukan dengan menyimpan sediaan pada suhu 4°C dan 40°C
masing-masing selama 24 jam selama 6 siklus untuk diamati perubahan tampilan fisiknya (Warnida
et al., 2014).
3
Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh perbedaan
komposisi kokamidopropil betain dan gliserin terhadap sifat fisik dan stabilitas fisik sediaan sabun
wajah minyak atsiri kayu manis serta uji aktivutas antibakteri terhadap Staphylococcus epidermidis.
2. METODE
2.1 Alat dan Bahan
Alat : Autoklaf (Hiclave HVE-50 Hirayama), oven (Memmert), timbangan analitik (Ohaus), alat
destilasi uap air, inkubator shaker (Excella E24), mikroskop (Olympus), optilab, viskosimeternVT-
06 (RION), hot plate, alat pengukur tinggi busa (alat redispersibilitas), Laminar Air Flow (Astari
Niagara International), dan alat-alat gelas (Pyrex).
Bahan :minyak atsiri kayu manis, asam miristat, asam stearat, setearil alkohol, kalium hidroksida,
propilenglikol, sodium lauril sulfat, kokamidopropil betain, natrium EDTA, akuades, plat KLT Silika
F254 (Merck), pereaksi semprot anisaldehid-asam sulfat, dimetil sulfoksida, cat gram A, cat gram B,
cat gram C, cat gram D, media Mueller Hinton Agar, media Brain Heart Infussion, larutan salin
0,9%, sabun wajah “X” sebagai kontrol positif dan bakteri Staphylococcus epidermidis.
2.2 Jalannya Penelitian
2.2.1 Destilasi Minyak Atsiri Kayu Manis
Kulit batang kayu manis dimasukkan kedalam dandang destilasi. Dandang dihubungkan dengan
pendingin yang selanjutnya dipanasi menggunakan kompor dan dialirkan air dari kran melewati alat
pendingin. Destilat yang dihasilkan menetes kedalam pipa penampung berskala. Kulit batang kayu
manis disuling sampai tidak ada minyak yang masih menetes.
2.2.2 Uji KLT Minyak Atsiri Kayu Manis
Uji KLT minyak atsiri kayu manis dilakukan menggunakan fase diam Silika Gel60 F254. Fase gerak
yang digunakan heksan : etil asetat (93:7). Plat KLT disemprot menggunakan anisaldehid-asam
sulfat dan diamati pada sinar tampak.
2.2.3 Pembuatan Sediaan Sabun Wajah Minyak Atsiri Kayu Manis
Formula sabun wajah mengacu pada formula dari Lubrizol CL-F0016(AP) (Tabel 1). Semua bagian
A dilelehkan pada suhu 75°C. Bagian B, dipanaskan akuades dan KOH pada suhu 75°C,
ditambahkan gliserin dan propilenglikol. Bagian A ditambahkan ke bagian B dengan pengadukan
cepat pada suhu 80-85°C selama 60 menit. Bagian CD ditambahkan ke bagian AB didinginkan pada
suhu 55-60°C. Campuran didinginkan pada suhu ruang kemudian ditambahkan minyak atsiri kayu
manis.
4
Tabel 1. Formula sabun wajah minyak atsiri kayu manis
Bagian Nama bahan Penimbangan bahan (gram)
1 2 3 4 5
A
Asam miristat 4 4 4 4 4
Asam stearat 3 3 3 3 3
Setearil alkohol 2 2 2 2 2
B
Akuades 6 6 6 6 6
Kalium hidroksida 4 4 4 4 4
Gliserin 3 4 5 6 7
Propilenglikol 5 5 5 5 5
C Sodium lauril sulfat 20 20 20 20 20
Kokamidopropil betain 7 6 5 4 3
D Natrium EDTA 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1
Akuades 52 52 52 52 52
E Minyak atsiri kayu manis 4 4 4 4 4
2.2.4 Uji Sifat Fisik dan Stabilitas Fisik Sediaan Sabun Wajah Minyak Atsiri Kayu Manis
Uji organoleptis. Pengujian dilakukan dengan memngamati secara visual sediaan sabun wajah yang
meliputi bentuk, bau, warna dan ada tidaknya pemisahan.
Uji pH. Pengujian dilakukan dengan menggunakan pH stik yang dicelupkan kedalam sediaan
kemudian dicocokan dengan pH indikator standar.
Uji viskositas. Viskositas diukur menggunakan alat Viskosimeter Vt-06. Rotor dicelupkan ditengah
sediaan. Viskositas diketahui dengan mengamati angka yang stabil pada layar.
Uji bobot jenis. Piknometer kering dimasukkan sediaan sabun wajah lalu ditutup. Piknometer
didiamkan pada suhu 25°C kemudian ditimbang bobot piknometer. Nilai bobot jenis didapatkan dari
perbandingan bobot sabun wajah dan bobot akuades.
Uji tinggi busa. Tinggi busa diukur dengan melarutkan sediaan sabun wajah dalam air kemudian
dikocok menggunakan alat redispersibilitas dan tinggi busa diukur 5 menit setelah pengocokan.
Uji kadar alkali bebas. Kadar alkali bebas dilakukan dengan melarutkan sediaan sabun wajah
kedalam alkohol 96% dan 5 tetes fenolftalein. Larutan dipanaskan pada suhu 70°C selama 30 menit
hingga warna merah tepat hilang. Jika warna merah tidak hilang, maka dilakukan titrasi
menggunakan larutan HCL 0,1 N sampai warna tepat hilang.
Uji stabilitas fisik dilakukan dengan menggunakan metode freeze thaw cycling yang meliputi
organoleptis, pH, viskositas, bobot jenis dan tinggi busa. Metode ini dilakukan dengan menyimpan
sediaan pada suhu 4°C dan 40°C masing-masing selama 24 jam (Warnida et al., 2014).
2.2.5 Uji Aktivitas Antibakteri Sediaan Sabun Wajah Minyak Atsiri Kayu Manis
Uji aktivitas antibakteri sediaan sabun wajah minyak atsiri dilakukan menggunakan metode difusi
sumuran. Media Mueller Hinton Agar dituang kedalam cawan petri kemudian diinokulasikan bakteri
Staphylococcus epidermidis sebanyak 150 µL dan diratakan menggunakan spreader glass. Dibuat
lubang sumuran dengan corkborer dan masing-masing sumuran diisi dengan sediaan sabun wajah,
5
basis sediaan, minyak atsiri kayu manis dan sabun wajah “X” sebagai pembanding. Cawan petri
diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 37°C.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Uji Karakterisasi Minyak Atsiri Kayu Manis
Karakterisasi minyak atsiri kayu manis (Cinnamomum burmanni) ditetapkan dengan melakukan
pengujian terhadap warna, bau, bobot jenis dan inseks bias. Pengujian dilakukan oleh Laboratorium
Penelitian Pengujian Terpadu (LPPT) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Hasil pengujian (Tabel
2) yang diperoleh sesuai dengan rentang nilai SNI (06-3734-2006) sebagai syarat mutu perdagangan
di Indonesia (Apriyani et al., 2015).
Tabel 2. Hasil uji karakterisasi minyak atsiri kayu manis
Parameter uji Hasil Persyaratan
Warna Kuning muda Kuning muda-coklat muda
Bau Khas kayu manis Khas kayu manis
Bobot jenis 1,0136 g/Ml 1,008 – 1,030 g/mL
Indeks bias 1,5472 1,559 – 1,595
3.1.1 Uji KLT
Hasil uji KLT minyak atsiri kayu manis didapatkan bahwa mniyak atsiri kayu manis memiliki Rf
bercak dan warna yang sama dengan pembanding yaitu Rf 0,62 untuk eugenol dan Rf 0,68 untuk
sinamaldehid. Warna yang dihasilkan pada sinar tampak yaitu ungu dan pada UV254 terjadi
pemadaman fluororesensi. Hasil dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil uji KLT minyak atsiri kayu manis
Rf Bercak Minyak Atsiri Rf Bercak Pembanding UV 254 Sinar tampak
0,37
0,50
0,62 0,62 (eugenol) Pemadaman
fluororesensi Ungu
0,68 0,68 (sinamaldehid) Pemadaman
fluororesensi Ungu
0,75
3.2 Uji Sifat Fisik Sediaan Sabun Wajah
Uji sifat fisik sediaan sabun wajah minyak atsiri kayu manis bertujuan untuk mengetahui pengaruh
perbedaan komposisi kokamidopropil betain dan gliserin terhadap sifat fisik sediaan. Hasil pengujian
sediaan dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil uji sifat fisik sediaan sabun wajah
Formula Ph Viskositas
(dPa.s)
Bobot jenis
(g/mL)
Tinggi busa
(mm)
Kadar alkali
bebas (%)
1 5 ± 0 53 ± 3,21 0,71 ± 0,00 6,67 ± 2,08 0 ± 0
2 5 ± 0 64 ± 4,51 0,76 ± 0,03 5,67 ± 2,08 0 ± 0
3 5 ± 0 64 ± 2,52 0,77 ± 0,01 5,00 ± 4,36 0 ± 0
4 5 ± 0 69 ± 2,00 0,81 ± 0,00 4,33 ± 1,53 0 ± 0
5 5 ± 0 74 ± 5,00 0,84 ± 0,02 3,33 ± 1,53 0 ± 0
6
Hasil uji organoleptis sediaan sabun wajah berbentuk semi padat warna yang dihasilkan seragam
pada semua formula yaitu berwarna kuning muda akibat penambahan minyak atsiri kayu manis.
Aroma yang timbul berbau khas kayu manis. Semua formula tidak mengalami pemisahan yang
dilihat secara visual.
Uji pH pada sediaan sabun wajah tanpa minyak atsiri kayu manis memiliki pH 6 sedangkan sediaan
sabun wajah dengan minyak atsiri kayu manis memiliki pH 5. Penambahan minyak atsiri kayu manis
dalam sediaan sabun wajah dapat menurunkan pH. Hal ini dikarenakan minyak atsiri kayu manis
bersifat asam (pH 5). Hasil uji pH sesuai dengan rentang nilai pH yaitu 4,5 – 6,5 (Noor and
Nurdyastuti, 2009).
Uji viskositas sediaan sabun wajah dilakukan untuk mengetahui kemudahan sediaan untuk mengalir.
Hasil pengujian menunjukkan kenaikan viskositas seiring dengan kenaikan konsentrasi gliserin
karena peningkatan konsentrasi gliserin mampu meningkatkan viskositas sediaan (Sukmawati et al.,
2013). Hasil analisis menunjukkan nilai yang signifikan (p-value<0,05).
Bobot jenis dapat mencerminkan kemampuan sediaan untuk dapat dibasahi atau dibilas dengan air
(Indrawati and Dovita, 2013). Hasil uji bobot jenis menunjukkan peningkatan bobot jenis seiring
dengan peningkatan viskositasnya. Hal ini dikarenakan bobot jenis berbanding lurus dengan
viskositas. Semakkin tinggi viskositasnya maka akan semakin tinggi pula bobot jenisnya (Moechtar,
1989). Hasil analisis menunjukkan nilai yang signifikan (p-value<0,05).
Uji tinggi busa bertujuan untuk mengetahui pembentukan busa yang diukur dengan tinggi busa
dalam tabung reaksi dengan skala dan rentang waktu tertentu (Febrianti, 2013). Hasil uji
menunjukkan penurunan nilai tinggi busa dikarenakan semakin menurunnya konsentrasi
kokamidopropil sebagai penstabil busa (Maduni et al., 2012). Hal ini juga dapat disebabkan karena
penggunaan surfaktan dengan kadar rendah dan humektan dengan kadar tinggi dapat menurunkan
daya busa pada sabun wajah (Budianto, 2010). Hasil analisis menunjukkan nilai berbeda tidak
signifikan (p-value>0,05).
Uji kadar alkali bebas dilakukan untuk mengetahui jumlah alkali bebas yang terdapat dalam sediaan
sabun wajah. Alkali bebas yang melebihi standar mutu akan menyebabkan iritasi pada kulit. Kadar
alkali bebas pada sabun maksimal adalah 0,1% (Hambali et al., 2003). Hasil penelitian menunjukkan
tidak adanya alkali bebas dalam sediaan dengan kadar 0,0%.
3.3 Uji Stabilitas Fisik Sediaan Sabun Wajah
Uji stabilitas fisik sediaan sabun wajah dilakukan untuk mengetahui kestabilan sediaan dalam
penyimpanan. Pengujian dilakukan selama 14 hari pada suhu 4°C dan 40° masing-masing selama 24
jam yang meliputi organoleptis, pH, viskositas, bobot jenis dan tinggi busa.
7
3.3.1 Organoleptis
Uji organoleptis dilakukan untuk melihat adanya perubahan pada bentuk sediaan selama
penyimpanan. Hasil pengujian menunjukkan semua formula tidak mengalami perubahan bentuk, bau
dan warna, serta tidak terjadi pemisahan (Tabel 5).
Tabel 5. Hasil uji organoleptis sediaan sabun wajah pada siklus 1 hingga 6
Organoleptis F1 F2 F3 F4 F5
Bentuk Kental Kental Kental Kental Kental
Bau Kayu manis Kayu manis Kayu manis Kayu manis Kayu manis
Warna Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning
Pemisahan Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
3.3.2 Uji pH
Sediaan sabun wajah minyak atsiri kayu manis tidak mengalami perubahan pH selama penyimpanan.
Menurut Noor and Nurdyastuti (2009), pH pada sediaan sabun wajah sebaiknya berkisar antara 4,5 –
6,5 agar dapat diterima dengan baik pada kulit. Hasil uji pH pada sediaan seragam pada semua
formula yaitu pH 5. Kestabilan nilai pH ini menunjukkan bahwa lama penyimpanan tidak
mempengaruhi pH sediaan sabun wajah.
3.3.3 Uji viskositas
Gambar 1. Grafik hasil uji viskositas selama 6 siklus
Uji viskositas dilakukan untuk melihar perubahan viskositas sediaan sabun wajah selama
penyimpanan. Gambar 1 menunjukkan adanya penurunan viskositas pada setiap siklus. Penurunan
viskositas ini dapat disebabkan karena pengaruh gliserin yang bersifat higroskopis yaitu mampu
menyerap uap air dari luar sehingga kandungan air dalam sediaan semain banyak (Rowe et al.,
2009). Kandungan air yang banyak menyebabkan sediaan sabun wajah menjadi semakin encer dan
viskositasnya semakin kecil. Hasil analisis menunjukkan nilai yang tidak signifikan (p-value>0,05).
0
20
40
60
80
0 1 2 2 4 5 6Vis
kosi
tas
(dP
a.s)
Siklus ke-
Formula 1
Formula 2
Formula 3
Formula 4
Formula 5
8
3.3.4 Uji bobot jenis
Gambar 2. Grafik hasil uji bobot jenis selama 6 siklus
Uji bobot jenis dilakukan untuk mengetahui nilai bobot jenis sediaan sabun wajah selama
penyimpanan. Hasil uji bobot jenis menunjukkan penurunan nilai bobot jenis pada tiap siklus. Bobot
jenis yang tidak terlalu besar dapat menunjukkan bahwa semua sediaan dapat mengalir dengan baik
dan mudah dituang (Jufri et al., 2006). Penurunan nilai bobot jenis pada formula 1 sampai formula 5
berbeda tidak signifikan (p-value>0,05).
3.3.5 Uji tinggi busa
Gambar 3. Grafik hasil uji tinggi busa selama 6 siklus
Uji tinggi busa dilakukan untuk mengetahui perubahan kemampuan mengahsilkan busa sediaan
sabun wajah selama penyimpanan. Tinggi busa pada semua formula mengalami penurunan (Gambar
3). Semakin banyak busa yang dihasilkan disebabkan karena penambahan kokamidopropil betain
sebagai surfaktan. Hasil analisis menunjukkan nilai tinggi busa berbeda tidak signifikan (p-
value>0,05).
3.4 Uji Aktivitas Antibakteri Sediaan Sabun Wajah
Uji aktivitas antibakteri sediaan sabun wajah minyak atsiri bertujian untuk mengetahui aktivitas
antibakteri sediaan terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus epidermidis sebelum dan setelah
dilakukan metode freeze thaw cycling.
0
0.5
1
0 1 2 3 4 5 6B
ob
ot
jen
is (
g/m
L)
Siklus ke-
Formula 1
Formula 2
Formula 3
Formula 4
Formula 5
0
2
4
6
8
0 1 2 3 4 5 6Tin
ggi b
usa
(m
m)
Siklus ke-
Formula 1
Formula 2
Formula 3
Formula 4
Formula 5
9
Tabel 6. Hasil uji aktivitas antibakteri sediaan sabun wajah minyak atsiri kayu manis
Diameter Zona Hambat (mm)
Sebelum freeze thaw cycling Sesudah freeze thaw cycling
F1 16,33 ± 0,58 13 ± 0
F2 16,33 ± 0,58 13 ± 0
F3 17,00 ± 1,00 13,67 ± 1,53
F4 16,67 ± 1,15 13,67 ± 0,58
F5 15,00 ± 1,00 13 ± 1,00
Hasil uji aktivitas antibakteri sabun wajah mengalami penurunan diameter zona hambat setelah
dilakukan metode freeze thaw cycling (Tabel 6). Hal ini dapat disebabkan karena adanya perubahan
suhu yang sangat ekstrim yaitu dari 4°C ke 40°C. selain itu, penurunan diameter zona hambat dapat
juga disebabkan karena minyak atsiri mengalami penguapan selama penyimpanan karena suhu yang
tinggi (40°C). Selain itu, perbedaan formulasi juga dapat mempengaruhi penurunan diameter zona
hambat. Menurut Rowe et al., (2009), gliserin tidak dapat mengikat minyak sehingga semakin besar
konsentrasi gliserin maka dapat menurunkan aktivitas antibakteri. Namun, hal tersebut tidak terjadi
pada formula 3 dan formula 4 yang mengalami peningkatan. Peningkatan ini dapat disebabkan
karena terbentuknya diameter zona hambat yang tidak beraturan sehingga dapat mempengaruhi cara
pengukuran.
4. PENUTUP
Peningkatan komposisi gliserin pada sediaan sabun wajah minyak atsiri kayu manis dapat
menyebabkan peningkatan viskositas dan bobot jenis. Stabilitas sediaan sabun wajah mengalami
penurunan setelah diuji dengan metode freeze thaw cycling. Sediaan sabun wajah minyak atsiri kayu
manis mengalami penurunan diameter zona hambat setelah dilakukan metode freeze thaw cycling.
DAFTAR PUSTAKA
Apriyani yosi mega, Priani sani ega and Gadri A., 2015, Aktivitas Antibakteri Minyak Batang
Kayu Manis (Cinnamomum burmanni Nees Ex Bl.) terhadap Bakteri Propionibacterium acnes,
Prosiding Penelitian SpeSIA Unisba, 348–353.
Budianto V., 2010, Optimasi formula sabun transparan dengan humectant gliserin dan surfaktan
cocoamidopropyl betaine: aplikasi desain faktorial, Skripsi
Febrianti D.R., 2013, Formulasi sediaan sabun mandi cair minyak atsiri jeruk purut (Citrus hystric
DC. dengan kokamidopropil betain sebagai surfaktan, Naskah Publikasi
Febriyenti, Sari L.I. and Nofita R., 2014, Formulasi Sabun Transparan Minyak Ylang-Ylang dan
Uji Efektivitas terhadap Bakteri Penyebab Jerawat, Journal Sains Farmasi & Klinis, 1 (1), 61–
71.
Goodman G. and Jodie C., 2006, Acne: Natural history, facts and myths, Clinical Practice, 35 (8),
613–616.
Hambali E., Suryani A. and Umiarti E.I., 2003, Kajian Pengaruh Penambahan Lidah Buaya (Aloe
vera) terhadap Mutu Sabun Transparan, Jurnal Teknologi Industri Pertanian, 14 (2), 74–79.
10
Harris R., 1990, Tanaman Minyak Atsiri, Penebar Swadaya, Jakarta.
Indrawati T. and Dovita E., 2013, Formulasi dan Uji Stabilitas Sampo Antiketombe yang
Mengandung Perasan Buah Jeruk Nipus (Citrus aurantifolia) dengan Pengental HPMC,
Program Studi Farmasi
Inna M., Atmania N., Prismasari S., Gigi F.K. and Mada U.G., 2010, Potential Use of
Cinnamomum burmanii Essential Oil-based Chewing Gum as Oral Antibiofilm Agent, Journal
of Dentistry Indonesia, 17 (3), 80–86.
Jufri M., Anwar E. and Utami P.M., 2006, Uji Stabilitas Sediaan Mikroemulsi Menggunakan
Hidrolisat Pati (DE 35-40) sebagai Stabilizer, Majalah Ilmu Kefarmasian, III (1), 8–21.
L. A. and Hunting L., 1983, Encyclopedia of Shampoo Ingredients, Michelle Press, London.
Maduni D., Sak-bosnar M., Mateši R. and Samardži M., 2012, Potentiometric Determination of
Anionic Surfactants in Formulations Containing Cocoamidopropyl Betaine, International
Journal of ELECTROCHEMICAL SCIENCE, 7, 875–885.
Magetsari R., 2013, Effectiveness of Cinnamon Oil Coating on K-wire as an Antimicrobial Agent
against Staphylococcus Epidermidis, Malaysian Orthopedic Journal, 7 (4), 10–14.
Moechtar, 1989, Farmasi Fisika : Bagian Larutan dan Sistem Dispersi, Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
Movita T., 2013, Acne Vulgaris, Continuing Medical Education, 40 (3), 269–272.
Noor S.U. and Nurdyastuti D., 2009, Lauret-7-Sitrat sebagai Detergensia dan Peningkat Busa pada
Sabun Cair Wajah Glysine soja ( Sieb .) Zucc, Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia, 7 (1), 39–
47.
Radjii M., 2009, Buku Ajar Mikrobiologi Panduan Mahasiswa Farmasi dan Kedokteran, Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Rajiv P., Nitesh K., Raj K. and K G.H., 2013, Staphylococcus epidermidis in Human Skin
Microbiome associated with Acne: A Cause of Disease or Defence ?, Research journal of
biotechnology, (November)
Rowe C.R., Paul J.S. and Marian E., 2009, Handbook Of Pharmaceutical Excipients, Sixth Edit.,
London Pharmaceutical Press, London.
Sukmawati N.M.A., Arisanti C.I.S. and Wijayanti N.P.A.D., 2013, Pengaruh Variasi Konsentrasi
PVA, HPMC, dan Gliserin terhadap Sifat Fisika Masker Wajah Gel Peel Off Ekstrak Etanol
96% Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.), Jurnal Farmasi Udayana
Tadros, 2005, Applied Surfaktan : Principles & Application, Wiley-VCH Verlag GmbH & Co,
Weinhem.
Warnida H., Sapri, Sukawaty Y. and Dharma P.A., 2014, Formulasi Mikroemulsi Minyak Ikan
Patin (Pangasius djambal) dengan Variasi Polysorbate 80 Sebagai Surfaktan, Media Sains, 7
(2), 221–226.
Watkinson C., 2000, Liquid Soap Cleaning Up in Market Share, AOAC Press, Champaign.