FERMENTASI SUBSTRAT CAIRFERMENTASI NATA DE COCO
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI
Disusun oleh:
Nama : Allicia Ariesca
Nim : 11.70.0124
Kelompok B4
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG
2014
1. HASIL PENGAMATAN
Tabel 1. Hasil Pengamatan Lapisan Nata de coco
KelTinggi Media
Awal (cm)Tinggi Ketebalan Nata (cm) % Lapisan Nata0 7 14 0 7 14
B1 0,5 0 0,8 0,5 0 160 100B2 1 0 0,9 0,5 0 90 50B3 1,2 0 1,3 1,6 0 108,33 133,33B4 0,5 0 0,8 0,5 0 160 100B5 0,8 0 1 0,7 0 125 87,5
Pada Tabel 1, dapat dilihat data hasil percobaan fermetasi nata de coco kelompok B1-
B5. Ketebalan nata dan persen lapisan nata diukur pada hari ke-0, ke-7 dan ke-14 oleh
masing – masing kelompok. Data hasil pengamatan tiap kelompok pada hari ke-0 untuk
ketebalan nata dan persen lapisan nata adalah 0, nata belum terbentuk. Kelompok B1
hasil pengamatan pada hari ke-7 dan ke-14 untuk tinggi ketebalan nata adalah 0,8 cm
dan 0,5 cm. Persen lapisan nata 160 % dan 100 %. Kelompok B2 hasil pengamatan pada
hari ke-7 dan ke-14 untuk tinggi ketebalan nata adalah 0,9 cm dan 0,5 cm. Persen
lapisan nata 90 % dan 50 %. Kelompok B3 hasil pengamatan pada hari ke-7 dan ke-14
untuk tinggi ketebalan nata adalah 1,3 cm dan 1,6 cm. Persen lapisan nata 108,33 % dan
133,33 %. Kelompok B4 hasil pengamatan pada hari ke-7 dan ke-14 untuk tinggi
ketebalan nata adalah 0,8 cm dan 0,5 cm. Persen lapisan nata 160 % dan 100 %.
Kelompok B5 hasil pengamatan pada hari ke-7 dan ke-14 untuk tinggi ketebalan nata
adalah 1 cm dan 0,7 cm. Persen lapisan nata 125 % dan 87,5 %. Ketebalan nata berkisar
0,5 cm sampai 1,6 cm dan persen lapisan nata berkisar 50 % sampai 160%.
Tabel 2. Hasil Pengamatan Uji Sensoris Nata de coco
Kelompok Aroma Warna Tekstur Rasa B1 ++++ +++ +++ ++B2 ++++ ++++ +++ +B3 ++++ ++++ ++ ++++B4 ++++ ++++ ++ +++B5 ++++ ++++ ++ ++++
Keterangan : Aroma Warna Tekstur Rasa++++ : tidak asam putih sangat kenyal sangat manis +++ : agak asam putih bening kenyal manis ++ : asam putih agak bening agak kenyal agak manis + : sangat asam kuning tidak kenyal tidak manis
Pada Tabel 2, dapat dilihat data hasil pengamatan dari uji sesoris nata de coco
kelompok B1-B5. Kelompok B1 nata yang dihasilkan memiliki aroma tidak asam,
1
2
warna putih bening, tekstur kenyal dan rasa agak manis. Kelompok B2 nata yang
dihasilkan memiliki aroma tidak asam, warna putih, tekstur kenyal dan rasa tidak manis.
Kelompok B3 nata yang dihasilkan memiliki aroma tidak asam, warna putih, tekstur
agak kenyal dan rasa sangat manis. Kelompok B4 nata yang dihasilkan memiliki aroma
tidak asam, warna putih, tekstur agak kenyal dan rasa manis. Kelompok B5 nata yang
dihasilkan memiliki aroma tidak asam, warna putih, tekstur agak kenyal dan rasa sangat
manis.
2. PEMBAHASAN
Pada praktikum ini dilakukan fermentasi nata de coco menggunakan substrat cair.
Praktikum ini bertujuan untuk memahami prinsip pembuatan nata de coco,
memanfaatkan limbah air kelapa sebagai bahan pokok pembuatan nata de coco serta
mengetahui dengan jelas proses fermentasi yang terjadi pada pembuatan nata de coco.
Percobaan ini dilakukan oleh kelompok B1-B5 menggunakan bahan air kelapa, gula
pasir, asam asetat glasial 95%, ammonium sulfat dan starter nata de coco.
Air kelapa apabila tidak dimanfaatkan akan dapat mencemari lingkungan karena cepat
berubah menjadi asam dan berbau menyengat. Air yang bersifat asam dapat merusak
tanah dan menghambat pertumbuhan tanaman. Kandungan kimia air kelapa sangat
beragam tergantung pada jenis atau varietasnya, umur buah, daerah tumbuh, keadaan
tanah, dan intensitas cahaya matahari. komposisi air kelapa muda adalah gula sebanyak
4,4 persen, natrium 42 mg/100 g, kalium 290 mg/100 g, kalsium 44 mg/100 g,
magnesium 10 mg/100 g, besi 106 mg/ 100 g, dan tembaga 26 mg/ 100 g. Selain
glukosa dan elektrolit, air kelapa muda juga mengandung vitamin dan protein yang
sangat diperlukan oleh tubuh. Komposisi kimia air kelapa adalah; specific grafity 1,02,
bahan padat 4,71 persen, gula 2,56 persen, abu 0,46 persen, minyak 0,74 persen, protein
0,55 persen, dan senyawa khlorida 0,17 persen. Kandungan glukosa, elektrolit, vitamin,
dan protein menyebabkan air kelapa bukan saja berfungsi sebagai pengganti air tetapi
juga sebagai sumber energi dan untuk mempercepat fase pemulihan. Air kelapa dapat
dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan sirup, kecap, campuran minuman tuak, pupuk
anggrek, minuman isotonik dan nata de coco (Wrasiati et al, 2013) Hal ini sesuai
dengan teori yang dikatakan dalam jurnal yang berjudul “Mineral Consumption by
Acetobacter xylinum on Cultivation Medium on Cococut Water” oleh Almeida et al
(2013). Dalam penelitiannya produksi optimum dari bakteri selulosa strain Acetobacter
membutuhkan media sebagai sumber yang kaya akan sejumlah karbohidrat, protein,
vitamin, dan garam anorganik.
Nata adalah selulosa hasil sintesis gula oleh bakteri Acetobacter xylinum berbentuk agar
berwarna putih dan mengandung air sekitar 98 %. Mekanisme terbentuknya nata
3
4
berawal dari glukosa yang merupakan substrat pertumbuhan bakteri, akan digunakan
sebagian oleh bakteri untuk aktivitas metabolisme dan sebagian lagi diuraikan menjadi
suatu polisakarida yang dikenal dengan “extracelluler selulose” berbentuk gel.
Polisakarida inilah yang dinamakan nata. Menurut jurnal yang berjudul “Study on the
Production of Bacterial Cellulose from Acetobacter xylinum using Agro-Waste”oleh
Lestari et al (2014) Acetobacter xylinum merupakan jenis bakteri yang menghasilkan
selulosa dengan sifat fisik yang menguntungkan. A. xylinum diidentifikasi sebagai gram
bakteri negatif dengan batang pendek, yang mampu mengoksidasi glukosa menjadi
glukonat dan asam asam organik secara bersamaan.
Praktikum ini diawali dengan pembuatan media cair yang akan digunakan sebagai
substrat. Pertama – tama air kelapa yang akan digunakan disaring untuk memisahkan
kotoran. Tujuan penyaringan agar jika ada ampas kelapa atau kotoran yang terdapat
dalam air kelapa dapat dipisahkan (Pambayun, 2002). Kemudian ditambahkan dengan
gula pasir sebanyak 10% dan diaduk sampai larut. . Menurut Awang (1991) jika substrat
sebanyak 100 ml, maka konsentrasi optimum gula yang ditambahkan yaitu 10 gram atau
10% dari substrat. Setelah itu ditambahkan ammonium sulfat sebanyak 0,5%. Untuk
membuat pH media sekitar pH 4-5 maka ditambahkan secukupnya asam cuka glasial
sampai pH yang diinginkan tercapai. Penambahan ammonium sulfat berfungsi untuk
menyediakan sumber nitrogen anorganik bagi pertumbuhan bakteri Acetobakter
xylinum. Penambahan asam acetat glacial berfungsi untuk membuat pH media dengan
pH 4-5. Berdasarkan jurnal “The effect of pH, sucrose and ammonium sulphate
concentrations on the production of bacterial cellulose (Nata-de-coco) by Acetobacter
xylinum” (Jagannath et al, 2008) untuk memproduksi nata yang optimal biasanya
digunakan konesentrasi sukrosa 10 %, ammonium sulfat 0,5 %, dan pH terbaik adalah
pH 4. Media yang telah ditambahkan beberapa larutan selanjutnya, dipanaskan hingga
gula larut dan disaring lagi dengan kain saring.
Proses fermentasi dalam pembuatan nata de coco menggunakan toples plastik kotak
bening sebagai wadahnya. Sebanyak 100 ml media steril dimasukkan kedalam toples
plastik dan ditutup rapat dengan kertas coklat. Selanjutnya, ditambahkan biang nata
biasa disebut starter sebanyak 10% dari media ke dalam masing – masing wadah plastik
5
secara aseptis dan gojog perlahan hingga seluruh starter bercampur homogen. Menurut
teori Pato & Dwiloka (1994) jumlah starter yang ditambahkan dalam pembuatan nata de
coco berkisar 4-10%. Penambahan starter lebih baik dilakukan secara aseptis untuk
mencegah terjadinya kontaminasi. Setelah bercampur homogen, toples plastik ditutup
kembali dengan kertas coklat. Dapat dilihat pada gambar dibawah ini nata telah selesai
ditambah starter dan ditempatkan dalam toples plastik yang bening.
Gambar 1. Nata ditambah starter dan ditempatkan dalam toples plastik
Toples plastik yang berisi media kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama 2
minggu. Selama proses inkubasi jangan goyang toples plastik yang berisi media, agar
lapisan yang terbentuk tidak terpisah – pisah. Menurut Pambayun (2002) Bakteri
Acetobacter xylinum termasuk bakteri aerob yang butuh oksigen. Oksigen yang masuk
dalam substrat tidak boleh bersentuhan langsung dengan permukaan nata dan tidak
boleh terlalu kencang sehingga tidak mengganggu proses terbentuknya lapisan nata.
Bakteri Acetobacter xylinum biasanya tumbuh pada suhu ruang. Suhu di atas atau
dibawah 28°C dapat menyebabkan pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum
terhambat, sedangkan suhu 40°C dapat membunuh bakteri Acetobacter xylinum. Dilihat
dari teori yang dikatakan oleh Sherif (2014) dalam jurnalnya yang berjudul Bacterial
Cellulose Production and its Industrial Applications, salah satu alasan memilih bakteris
selulosa terutama tergantung pada produktivitasnya. Pilihan desain fermentor sangat
kritis karena harus menahan agitasi mekanik kuat dari A. xylinum berkembang pesat dan
juga mencegah fibril selulosa dari gangguan mekanik. Salah satu kendala utama yang
dihadapi dalam industri adalah adaptasi A. xylinum yang menghasilkan produk
sampingan metabolisme yang berbahaya sehingga dibutuhkan penanganan khusus.
6
Fermentasi nata de coco yang sedang berlangsung diamati mulai dari terbentuknya
lapisan di permukaan cairan hingga ketebalan lapisan. Ketebalan lapisan nata de coco
yang terbentuk diamati pada hari ke-3, ke-7, ke-10, dan ke-14. Persentase kenaikan
ketebalan dihitung setelah dilakukan pengamatan. Setelah diamati sebanyak 4 kali, nata
yang terbentuk menunjukkan proses fermetasi dalam pembuatan nata de coco berhasil.
Pengamatan nata dilihat dari ketebalan nata dan persen lapisan nata. Persentase lapisan
nata dapat dihitung dengan rumus :
Persentase Lapisan Nata =
Tinggi Ketebalan NataTinggi Media Awal
x 100%
Setelah nata jadi kemudian nata dicuci dengan air mengalir dan dimasak dengan
menggunakan air gula. Komposisi konsentrasi gula yang digunakan dibedakan tiap
kelompok. Kelompok yang ketebalan nata nya paling tebal menggunakan konsentrasi
gula yang paling tinggi sedangkan nata yang paling tipis menggunakan konsentrasi gula
yang paling rendah. Setiap kelompok menggunakan konsenentrasi gula yang berbeda
yang dimasak dengan 300 ml air. Kelompok B1 menggunakan gula sebanyak 50 gram,
kelompok B2 sebanyak 25 gram gula, kelompok B3 sebanyak 125 gram gula, kelompok
B4 sebanyak 75 gram gula dan kelompok B5 sebanyak 100 gr gula. Menurut Awang
(1991) penambahan gula bertujuan sebagai substrat pertumbuhan Acetobacter xylinum
sehingga menghasilkan selulosa yang kita sebut sebagai nata de coco. Nata yang telah
dimasak dengan air gula kemudian dilakukan uji sensori terhadap rasa, aroma, tekstur,
serta warna dari nata yang telah dimasak. Dapat dilihat pada gambar dibawah ini proses
nata dicuci dengan air mengalir dan dipotong – potong. Nata ditambahkan gula pasir,
dimasak hingga gula larut dan nata siap untuk dilakukan uji sensori.
Gambar 2. Nata dicuci dengan air mengalir dan dipotong kecil - kecil
7
Gambar 3. Proses penambahan gula pasir dan pemasakan nata
Gambar 4. Nata siap dilakukan uji sensori
Dapat dilihat data hasil percobaan fermetasi nata de coco kelompok B1-B5. Ketebalan
nata dan persen lapisan nata diukur pada hari ke-0, ke-7 dan ke-14 oleh masing –
masing kelompok. Data hasil pengamatan tiap kelompok pada hari ke-0 untuk ketebalan
nata dan persen lapisan nata adalah 0, nata belum terbentuk. Kelompok B1 hasil
pengamatan pada hari ke-7 dan ke-14 untuk tinggi ketebalan nata adalah 0,8 cm dan 0,5
cm. Persen lapisan nata 160 % dan 100 %. Kelompok B2 hasil pengamatan pada hari
ke-7 dan ke-14 untuk tinggi ketebalan nata adalah 0,9 cm dan 0,5 cm. Persen lapisan
nata 90 % dan 50 %. Kelompok B3 hasil pengamatan pada hari ke-7 dan ke-14 untuk
tinggi ketebalan nata adalah 1,3 cm dan 1,6 cm. Persen lapisan nata 108,33 % dan
133,33 %. Kelompok B4 hasil pengamatan pada hari ke-7 dan ke-14 untuk tinggi
ketebalan nata adalah 0,8 cm dan 0,5 cm. Persen lapisan nata 160 % dan 100 %.
Kelompok B5 hasil pengamatan pada hari ke-7 dan ke-14 untuk tinggi ketebalan nata
adalah 1 cm dan 0,7 cm. Persen lapisan nata 125 % dan 87,5 %. Ketebalan nata berkisar
0,5 cm sampai 1,6 cm dan persen lapisan nata berkisar 50 % sampai 160%. Kelompok
yang menghasilkan persentase lapisan nata yang paling besar yaitu 160 % yang paling
8
kecil adalah 50%. Kelompok B1,B2,B4 dan B5 terjadi penurunan persen lapisan nata
dimana pada hari ke-7 persen nata yang dihasilkan lebih besar dibandingkan pada hari
ke-14. Penurunan ketebalan nata disebabkan karena adanya keterbatasan sukrosa dan
pengaruh dari oksigen. Menurut Pambayun (2002) Bakteri Acetobacter xylinum
termasuk bakteri aerob yang butuh oksigen. Oksigen yang masuk dalam substrat tidak
boleh bersentuhan langsung dengan permukaan nata dan tidak boleh terlalu kencang
sehingga tidak mengganggu proses terbentuknya lapisan nata. Bakteri Acetobacter
xylinum biasanya tumbuh optimal pada suhu ruang 28°C, perubahan suhu juga dapat
mempengaruhi kerja bakteri Acetobacter xylinum yang berakibat pada lapisan nata yang
terbentuk jadi terganggu.
Kelompok yang ketebalan natanya paling tebal menggunakan konsentrasi gula yang
paling tinggi sedangkan nata yang paling tipis menggunakan konsentrasi gula yang
paling rendah. Setiap kelompok menggunakan konsenentrasi gula yang berbeda yang
dimasak dengan 300 ml air. Kelompok B1 menggunakan gula sebanyak 50 gram,
kelompok B2 sebanyak 25 gram gula, kelompok B3 sebanyak 125 gram gula, kelompok
B4 sebanyak 75 gram gula dan kelompok B5 sebanyak 100 gr gula. Dilihat dari tingkat
kemanisan kelompok B3 paling manis karena menggunakan gula paling banyak dan
tingkat ketebalan paling tinggi. Dalam percobaan ini disepakati kelompok dengan nata
yang paling tebal menggunakan konsentrasi gula yang paling besar. Media steril yang
digunakan sebanyak 100 ml dimasukkan kedalam toples bening yang dibawah oleh tiap
kelompok. Tinggi nata yang dihasilkan tiap kelompok berbeda. Hal ini dipengaruhi oleh
tidak seragamnya ukuran toples yang digunakan sebagai wadah untuk proses
fermentasi. Kelompok yang menggunakan wadah yang tidak terlalu lebar, tinggi
ketebalan nata nya akan tebal. Kelompok yang menggunakan toples dengan ukuran
yang lebar akan menghasilkan nata dengan ketebalan yang rendah.
Dapat dilihat data hasil pengamatan dari uji sesoris nata de coco kelompok B1-B5.
Kelompok B1 nata yang dihasilkan memiliki aroma tidak asam, warna putih bening,
tekstur kenyal dan rasa agak manis. Kelompok B2 nata yang dihasilkan memiliki aroma
tidak asam, warna putih, tekstur kenyal dan rasa tidak manis. Kelompok B3 nata yang
dihasilkan memiliki aroma tidak asam, warna putih, tekstur agak kenyal dan rasa sangat
9
manis. Kelompok B4 nata yang dihasilkan memiliki aroma tidak asam, warna putih,
tekstur agak kenyal dan rasa manis. Kelompok B5 nata yang dihasilkan memiliki aroma
tidak asam, warna putih, tekstur agak kenyal dan rasa sangat manis. Berdasarkan jurnal
menurut Halib et al (2012) berjudul “Physicochemical Properties and Characterization
of Nata de Coco from Local Food Industries as as Source of Cellulose” Aroma asam ini
berasal dari hasil oksidasi gula oleh bakteri Acetobacter xylinum menjadi asam asetat.
Bakteri Acetobacter xylinum juga dapat mengoksidasi berbagai jenis alkohol menjadi
asam asetat. Menurut teori Rahman (1992), nata de coco berwarna putih transparan.
Sedangkan menurut Tranggono & Sutardi (1990) mikrobia perusak dapat menyebabkan
kebusukan yang ditandai dengan warna kuning keruh dan kuning kecoklatan pada nata
yang terbentuk.
Kekenyalan nata dipengaruhi oleh banyaknya serat yang terbentuk atau persentasi
selulosa yang dibentuk oleh bakteri selama proses fermentasi (Herman,1979). Menurut
teori yang dikatakn dalam jurnal yang berjudul “Evaluation of Physical and
Mechanical Properties Composite of Nata de coco Fibers/Resin Filled SiO2, and
Al2O3” (Saputra et al, 2010) nata de coco adalah hasil dari proses fermentasi air kelapa
dengan menggunakan bakteri Acetobacter xylinum. Serat yang terkandung dalam nata
de coco merupakan selulosa. Penggunaan selulosa banyak diaplikasikan untuk berbagai
keperluan lain seperti untuk kulit buatan, bahan pencampuran kertas, film karbon
elektro-konduktif dan lain-lain Bahan serat yang kuat dari selulosa dapat dihasilkan
dengan diberi perlakuan khusus dengan menambahkan bahan lain seperti nanopartikel
SiO2, Al2O3 dan dapat dikombinasikan dengan macam – macam jenis resin, sehingga
material komposit serat memiliki sifat baru yang lebih kuat daripada beberapa paduan
logam.
3. KESIMPULAN
Nata de coco merupakan hasil fermentasi oleh bakteri Acetobacter xylinum dengan
air kelapa dan gula sebagai substrat cair.
Bakteri Acetobacter membutuhkan media sebagai sumber yang kaya akan sejumlah
karbohidrat, protein, vitamin, dan garam anorganik.
Nata adalah selulosa hasil sintesis gula oleh bakteri Acetobacter xylinum berbentuk
agar berwarna putih dan mengandung air sekitar 98 %.
Penyaringan dilakukan agar jika ada ampas kelapa atau kotoran yang terdapat dalam
air kelapa dapat dipisahkan
Konsentrasi optimum penambahan gula adalah 10%.
Penambahan gula bertujuan sebagai substrat pertumbuhan Acetobacter xylinum
sehingga menghasilkan selulosa yang kita sebut sebagai nata de coco.
Produksi nata yang optimal biasanya digunakan konesentrasi sukrosa 10 %,
ammonium sulfat 0,5 %, dan pH terbaik adalah pH 4.
Penambahan ammonium sulfat berfungsi untuk menyediakan sumber nitrogen
anorganik bagi pertumbuhan bakteri Acetobakter xylinum.
Penambahan asam acetat glacial berfungsi untuk membuat pH media dengan pH 4-5.
Pemanasan air kelapa adalah untuk membunuh mikroorganisme yang tidak
diinginkan
Penambahan starter yang digunakan untuk membuat nata adalah sekitar 4-10%.
Penambahan starter lebih baik dilakukan secara aseptis untuk mencegah terjadinya
kontaminasi.
Bakteri Acetobacter xylinum termasuk bakteri aerob yang butuh oksigen.
Oksigen yang masuk dalam substrat tidak boleh bersentuhan langsung dengan
permukaan nata karena dapat mengganggu proses terbentuknya lapisan nata.
Penurunan ketebalan nata disebabkan karena adanya keterbatasan sukrosa dan
pengaruh dari oksigen.
Suhu di atas atau dibawah 28°C menyebabkan pertumbuhan bakteri Acetobacter
xylinum terhambat dan suhu 40°C dapat membunuh bakteri Acetobacter xylinum
Tujuan dari pencucian pada nata ini adalah untuk menghilangkan rasa dan bau asam.
Faktor-faktor yang mempengaruhi nata adalah pH, temperatur, sumber karbon,
sumber nitrogen dan adanya mikroba pengganggu.
10
11
Tinggi nata yang dihasilkan tiap kelompok berbeda dan tidak seragamnya ukuran
toples yang digunakan sebagai wadah untuk proses fermentasi mempengaruhi
ketebalan nata.
Aroma pada nata de coco didapatkan dari hasil oksidasi gula menjadi asam asetat
yang dilakukan oleh Acetobacter xylinum.
Serat yang terkandung dalam nata de coco merupakan selulosa yang dihasilkan
selama proses fermentasi.
Kekenyalan nata dipengaruhi oleh banyaknya serat yang terbentuk atau persentasi
selulosa yang dibentuk oleh bakteri A. xylinum selama proses fermentasi
Nata yang terkontaminasi mikrobia perusak dapat menyebabkan kebusukan yang
ditandai dengan warna kuning keruh dan kuning kecoklatan pada nata yang
terbentuk.
Semarang, 4 Juni 2014Praktikan, Asisten Dosen,
- Chrysentia Archinita L.M.
Allicia Ariesca11.70.0124
4. DAFTAR PUSTAKA
Almeida et al. (2013). Minerals consumption by Acetobacter xylinum on cultivation medium on coconut water. Brazilian Journal of Microbiology. Vol 44(1) : 197-206
Awang, S. A. (1991). Kelapa Kajian Sosial Ekonomi. Aditya Media. Jakarta.
Halib, N., Mohd Cairul Iqbal Mohd Amin. (2012). Physicochemical Properties and Characterization of Nata de Coco from Local Food Industries as as Source of Cellulose. Sains Malaysiana 41(2)(2012): 205-211.
Herman, A.H. (1979). Pengolahan Air Kelapa. Buletin Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia 4(1) Halaman 9 – 17.
Jagannath,A., Kalaiselvan,A., Manjunatha,S.S., Raju,P.S., Bawa.A.S .(2008). The effect of pH, sucrose and ammonium sulphate concentrations on the production of bacterial cellulose (Nata-de-coco) by Acetobacter xylinum. World J Microbiol Biotechnol (2008) 24:2593–2599.
Lestari,P., Elfrida,N., Suryani,A., Suryadi, Y. (2014). Study on the Production of Bacterial Cellulose from Acetobacter xylinum using Agro-Waste . Jordan Journal of Biological Sciences. Volume 7, Number 1, Pages 75 – 80.
Pambayun, R. (2002). Teknologi Pengolahan Nata de Coco. Kanisius. Yogyakarta.
Pato, U. & Dwiloka, B. (1994). Proses & Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Nata de Coco. Sains Teks I (4) : 70-77.
Rahman, A . (1992). Teknologi Fermentasi. Arcan. Jakarta.
Saputra, A,H. & Darmansyah. (2010). Evaluation of Physical and Mechanical Properties Composite of Nata de coco Fibers/Resin Filled SiO2, and Al2O3. The 1st International Seminar on Fundamental and Application ISFAChE of Chemical Engineering.
Sherif M.K. (2014). Bacterial Cellulose Production and its Industrial Applications. Keshk, J Bioproces Biotechniq 2014, 4:2.
Tranggono & Sutardi. (1990). Biokimia & Teknologi Pasca Panen. PAU Pangan & Gizi UGM. Yogyakarta.
12
13
Wrasiati et al. (2013). Pemanfaatn Limbah Air Kelapa Menjadi Produk Coco Cider : Kajian Penambahan Gula dan Waktu Fermentasi. Jurnal Bumi Lestari, Volume 13 No. 1, Februari 2013, hlm. 106-114
5. LAMPIRAN
5.1. Perhitungan
Rumus
% Lapisan Nata=tinggi ketebalannata (cm)
tinggi mediaawal(cm)x 100 %
Kelompok B1
Hari ke – 0
% Lapisan Nata= 00,5
x 100 %=0%
Hari ke – 7
% Lapisan Nata=0,80,5
x 100 %=160 %
Hari ke – 14
% Lapisan Nata=0,50,5
x 100 %=100%
Kelompok B2
Hari ke – 0
% Lapisan Nata=01
x 100 %=0 %
Hari ke – 7
% Lapisan Nata=0,91
x 100 %=90 %
Hari ke – 14
% Lapisan Nata=0,51
x 100 %=50 %
Kelompok B3
Hari ke – 0
% Lapisan Nata= 01,2
x100 %=0%
Hari ke – 7
% Lapisan Nata=1,31,2
x 100 %=108,33 %
14
15
Hari ke – 14
% Lapisan Nata=1,61,2
x 100 %=133,33 %
Kelompok B4
Hari ke – 0
% Lapisan Nata= 00,5
x 100 %=0 %
Hari ke – 7
% Lapisan Nata=0,80,5
x 100 %=160%
Hari ke – 14
% Lapisan Nata=0,50,5
x 100 %=100 %
Kelompok B5
Hari ke – 0
% Lapisan Nata= 00,8
x 100 %=0%
Hari ke – 7
% Lapisan Nata= 10,8
x 100 %=125 %
Hari ke – 14
% Lapisan Nata=0,70,8
x100 %=87,5%
5.2. Report Viper
5.3. Laporan Sementara
5.4. Jurnal