Draft 8 nov 2011NASKAH AKADEMIK
AKADEMI KOMUNITAS
KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN2011
KATA PENGANTAR
Indonesia dengan wilayah kepulauan dan ditunjang melimpahnya sumber daya manusia, memiliki peluang besar dalam mempersiapkan kebutuhan SDM sangat cepat dan memiliki kompetensi yang relevan. Peluang ini bisa terwujud dengan adanya kerjasama semua institusi baik di pemerintah pusat atau di pemerintah daerah dan industri. Kerjasama dengan pemerintah daerah ini mutlak diperlukan selain untuk ikut berpartisipasinya pemerintah daerah dalam pengembangan sumber daya alam juga sekaligus untuk terciptanya keterkaitan antara tenaga kerja yang dibentuk dengan kebutuhan pada daerah tersebut guna terjadinya percepatan pertumbuhan ekonomi di daerah. Pengembangan tenaga kerja dengan spesifikasi dan keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan daerah terkait salah satu solusinya adalah pendidikan melalui Akademi Komunitas(AK).
AK di definisikan sebagai wahana pendidikan tinggi atau pasca sekolah menengah atas dalam bidang tertentu dengan basis pendidikan vokasi; dilaksanakan dengan konsep modul yang ditempuh dalam waktu satu atau dua tahun bagi peserta didik dengan waktu penuh; atau berdasarkan pencapaian setiap modul dengan minimal jumlah modul tertentu untuk setiap tahun ajaran. Lulusan atau produk akhir dari program ini adalah diploma 1 untuk masa pendidikan satu tahun. Peran utamanya memang untuk meningkatkan dan mengembangkan sumberdaya manusia di komunitas tertentu sesuai dengan potensi yang dimiliki dan berperan untuk meningkatkan kemampuan daya saing komunitas dalam wilayah tertentu. Dengan menyediakan lokasi dan kesempatan untuk sarana pendidikan tinggi, pendidikan tinggi jenis ini juga berperan langsung meningkatkan APK pendidikan tinggi.
AK ini di desain untuk membantu siswa-siswa yang kurang memiliki kompetensi ketrampilan yang dibutuhkan saat ini. Biasanya setiap AK mempunyai relasi atau kesepakatan dengan industry perusahaan sehingga setelah lulus dapat magang disuatu perusahaan. Sehingga dalam mengembangkan AK sangat diperlukan kekuatan jejaring, kolaborasi dan sinergi dalam meningkatkan kualitas ketrampilan kompetensi lulusannya. Pemberdayaan dukungan stakeholders yang mencangkup kolaborasi dan sinergi antara lembaga pemerintah yang terkait antara lain: kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Tenaga Kerja, Kemeterian percepatan daerah tertinggal, kementerian teknis, dan lembaga non kementerian, LPNK lainnya dengan pemerintah propinsi,pemerintah kabupaten/kota, dunia usaha/dunia industry(DU/DI), yayasan atau kelompok masyarakat yang membutuhkan pendidika tersebut serta Perguruan Tinggi yang secara sistematik dan konsisten selalu berupaya dalam meningkatkan dan mengoptimalkan sumber daya secara bersama-sama.
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Dalam master plan kementrian koordinator bidang perekonomian untuk percepatan
dan peluasan pembangunan ekonomi Indonesia(MP3EI) tahun 2011-2025,
menjelaskan pentingnya pengembangan potensi daerah melalui 6 koridor ekonomi
Indonesia Sumatra, Jawa,Kalimantan, Sulawesi, Bali-Nusa Tenggara dan Papua-
Maluku. Dengan wilayah kepulauannya dan ditunjang melimpahnya sumber daya
manusia, memiliki peluang besar dalam mempercepat kemampuan SDM dan IPTEK
Nasional dalam mempersiapkan kebutuhan tenaga terampil di seluruh koridor Indonesia
tersebut. Peluang ini bisa terwujud dengan adanya kerjasama semua element baik di
pemerintah pusat atau di pemerintah daerah.Kerjasama dengan pemerintah daerah ini
mutlak diperlukan selain untuk ikut berpartisipasinya pemerintah daerah dalam
pengembangan sumber daya alam juga sekaligus untuk terciptanya keterkaitan antara
tenaga kerja yang dibentuk dengan kebutuhan pada daerah tersebut guna terjadinya
percepatan pertumbuhan ekonomi di daerahnya.
1 KE Sumatera
2 KE Jawa
5 KE Bali – Nusa Tenggara
6 KE Papua – Kep. Maluku
3 KE Kalimantan
4 KE Sulawesi
Pusat ekonomi
Pusat ekonomi mega
Denpasar
Mataram
Jakarta
Medan
Pekanbaru
Jambi
Lampung
Semarang
Banjarmasin
Palangkaraya
Pontianak
Makassar
Manado
Kendari
GorontaloManokwari
Jayapura
Serang
Mamuju
Surabaya
Merauke
Kupang
SamarindaTernate
Wamena
Sorong
Ambon
Palu
PadangPalembang
Bengkulu
Jogjakarta
Banda Aceh
Pangkal Pinang
Batam
3 4 6
52
1
6 KORIDOR EKONOMI INDONESIA
Maluku Utara diintegrasikan ke dalam Koridor Ekonomi Papua -Maluku, sehingga menjadi Koridor Ekonomi Papua – Kep. Maluku. Mempertimbangkan keterikatan sosial-budaya masyarakat Maluku
Utara dengan Maluku Mempertimbangkan masukan KADIN 15 Maret 2011 dan usulan
Pemerintah Daerah 22 Maret 2011
Slide 16
Gambar 1.1: Koridor Ekonomi Indonesia[4]
Percepatan pengembangan SDM dan IPTEK perlu memperhatikan potensi daerah
terkait. Potensi yang ada perlu dikembangkan dan salah satu cara untuk melihat
potensi daerah terkait adalah melalui sebaran ekonomi utama berdasarkan koridor
ekonomi seperti pada gambar 1.2
Gambar 1.2 Sebaran kegiatan ekonomi utama berdasarkan koridor ekonomi[4]
Pada Gambar 1.2 dapat terlihat, potensi pertanian berada di wilayah Sulawesi,
Papua dan Maluku. Peluang potensi untuk kelapa sawit terletak di wilayah Sumatera
dan Kalimantan. Untuk peluang potensi dibidang pertambangan dan migas terletak di
wilayah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi,Papua dan Maluku. Potensi wisata terletak di
wilayah Bali dan beberapa potensi lainnya yang tersebar di wilayah kepulauan
Indonesia.
Percepatan kemampuan SDM dan IPTEK yang sesuai dengan potensi daerah
tersebut membutuhkan bentuk pendidikan yang berbasis pada peningkatan
kompetensi ketrampilan lokal yang mampu menciptakan ketahanan daerah dalam
mendorong pertumbuhan ekonominya selain menjawab kebutuhan dunia kerja yang
saat ini dibutuhkan. Dalam menjawab permasalahan tersebut, tentunya salah satunya
perlu dikembangkan Pendidikan Tinggi yang memiliki kelenturan dalam
mengembangkan kompetensi ketrampilan khusus didaerahnya dan mampu bersaing di
dunia kerja pada umumnya. Akan tetapi pada saat ini, pendidikan tinggi di Indonesia
sedang menghadapi berbagai tantangan, antara lain:
• Daya saing bangsa masih belum terlalu tinggi, ditunjukkan dengan indikator yang
berlaku internasional.
• Angka partisipasi kasar pendidikan tinggi di Indonesia pada tahun 2010 baru
mencapai 26,34%. dan diharapkan sampai tahun 2015 APK PT di Indonesia adalah
33%, dan pada tahun 2025 APK PT di Indonesia sudah mencapai 53%.
Gambar 1.3. Perbandingan PDB Vs APK PT[3]
Secara khusus, berdasarkan Unesco dan DIKTI 2011, di peroleh data
perbandingan lulusan PT dalam bidang pertanian, teknik dan sains, serta
target Indonesia untuk tahun 2011 dan 2025 adalah sebagai berikut:
P erbandingan P DB /K apita (1000-20000) vs AP K P T (S umber: WE F , G C I R eport 2010-2011, Worl d B ank, B P S , K emdiknas , K emkeu)
Indones ia 2010
2015
2025
Gambar 1.4. Perbandingan Lulusan Pertanian, Teknik dan Sains.[3]
Sementara itu, penelitian menunjukkan bahwa biaya kuliah di pendidikan
tinggi di Indonesia masih relative mahal, padahal ada keterkaitan yang erat
antara faktor status ekonomi sosial dengan angka partisipasi di pendidikan
tinggi. Dinyatakan bahwa, faktor yang berpengaruh bukan hanya biaya
kuliah yang mahal, tetapi juga karena peserta didik miskin pada umumnya
berasal dari lingkungan keluarga dan sekolah yang kurang mempersiapkan
transisi bagi mereka untuk berhasil di perguruan tinggi. Dari lulusan SMA
peringkat 25% teratas, hanya 29% peserta didik dari keluarga miskin yang
sanggup menyelesaikan pendidikan sarjana, sementara 75% peserta didik
dari keluarga mampu sanggup.
P erbandingan L ulus anP ertanian, T eknik, danS ainsS erta T arget Indonesia Untuk T ahun 2015 dan 2025
(S umber: Unes codan DIK T I, 2011)
Indones ia
P ortugal
Malays ia
K uantitas
K ualitas
Gambar 1.5 Jumlah mahasiswa dan jumlah penduduk wilayah kesatuan Republik Indonesia[3]
Peta diatas menggambarkan tentang jumlah peserta didik dan jumlah penduduk
disetiap provinsi. Bila kita mengambil perbandingan antara jumlah peserta didik dan
jumlah penduduk, terlihat kesenjangan antar provinsi cukup tinggi, seperti pada
Tabel 1.3
Tabel 1.3. Tabel Rasio Perguruan Tinggi terhadap[3]
Diantara 7 provinsi pada tabel 1.3., provinsi Banten adalah yang paling rendah rasio
antara jumlah peserta didik dan jumlah penduduknya, diikuti oleh provinsi Jawa
Barat dan Jawa Tengah. DKI dan DIY adalah provinsi yang mempunyai rasio terbaik
di antara 7 provinsi tersebut, dalam arti kesempatan belajar di perguruan tinggi
cukup besar pada 2 provinsi tersebut.
• Globalisasi dan knowledge-based economy menantang manusia Indonesia untuk
memiliki kemampuan memanfaatkan dan mencipta pengetahuan; entrepreneurial
spirit dan profesionalisme tinggi; menguasai soft skills; dan memiliki sertifikasi
profesi. Indonesia memiliki modal sumberdaya manusia yang sangat potencial.
Gambar 1.6. Modal Sumber Daya Manusia[3]
Namun, secara umum, kualitas sumberdaya manusia Indonesia masih belum
mampu bersaing dalam skala global, bahkan Indonesia masih berada pada
peringkat yang relatif rendah dalam Human Development Index dunia, yaitu ranking
108 (Human Development Index - 2010 Rankings, Sumber:
hdr.undp.org/en/statistics/)
Adanya Bonus Demografi..merupakan modaldasarbagipeningkatan produktivitas ekonomi dan pengembanganpasardomestik...
Modal S umber Daya Manus ia(S umber: Menko P erekonomian, 2011)
5
100 tahunkemerdekaan
Dependenc y R atio s emakin kec il (2010-2040):Us ia produktif s emakin bes ar (B onus Demog rafi ~ Demografic Dividen), kes empatan dan
potens i mening katkan produktivitas s emakin ting g i, s emakin ting g i ting kat kes ejahteraan. Akan tetapi kalau tidak dikelola deng an baik akan menjadi B enc ana
Demog rafi~ Demografic Dis as ter.K ualitas S DM s ebag ai kata kunc i, P endidikan dan K es ehatan s ebag ai peran kunc i.
"B onus Demog rafi"
Gambar 1.7. Kualitas sumberdaya manusia Indonesia[5]
• Civil society: tuntutan akan kualitas dan peran perguruan tinggi dalam membentuk
masyarakat yang berkarakter dan masyarakat madani
Sebagai lembaga sosial yang secara tradisional bertugas mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi, perguruan tinggi adalah lembaga yang paling
merasakan tuntutan sosial untuk menghadapi beragam perubahan global tersebut.
Dunia usaha, pemerintah dan masyarakat yang memerlukan ilmu pengetahuan baru
yang berbasis teknologi informasi, bioteknologi serta ilmu-ilmu multidisiplin lainnya
akan menuntut perguruan tinggi untuk memenuhi kebutuhan mereka akan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang lebih tinggi.
Globalisasi ekonomi yang sedang berlangsung dengan cepat pada beberapa
dekade ke depan, di satu fihak akan memberikan kesempatan yang amat besar
kepada perguruan tinggi untuk memberikan pelayanan ilmu pengetahuan dan
teknologi baik kepada pemerintah, masyakarat mau pun kepada dunia usaha. Tetapi
kalau perguruan tinggi terlalu terjerumus pada kegiatan tersebut, peranan perguruan
tinggi selama ini yang hampir monopolisitik dalam pengembangan ilmu pasti akan
mengalami perubahan drastis. Yang tidak kalah pentingnya untuk selalu
diperhatikan adalah peranan perguruan tinggi Indonesia sebagai lembaga
menghasilkan calon pemimpin bangsa yang bermoral dan berbudaya demokratis.
Kalau perguruan tinggi terlalu terjebak dalam arus globalisasi yang merupakan
suatu proses yang nir-demokratis, secara pasti perguruan tinggi akan tidak mampu
melaksanakan salah satu tugas utamanya tersebut.
Secara mikro, tantangan yang dihadapi oleh pendidikan tinggi di Indonesia meliputi:
Digitalisasi proses pembelajaran yang semakin berkembang
Kapasitas daya tampung perguruan tinggi
Pembinaan kualitas perguruan tinggi
Waktu studi di perguruan tinggi yang belum efektif
Masa tunggu lulusan perguruan tinggi untuk mendapat pekerjaan masih tinggi
Minat peserta didik terhadap bidang sains dan teknologi yang relatif masih
rendah
Kualitas tenaga pengajar perguruan tinggi yang belum memadai dan belum
tersebar dengan baik
Krisis sumberdaya keuangan perguruan tinggi.
Tantangan-tantangan tersebut masih ditambah dengan perubahan kebutuhan akan
pendidikan bagi masyarakat era pasca industri, baik dari segi jenis maupun metode. Hal
ini dikarenakan kompetensi yang dituntut oleh dunia kerja juga berubah dengan sangat
pesat. Di masa mendatang, kompetensi seorang lulusan pada jenjang pendidikan tinggi
diharapkan meliputi penguasaan bidang ilmu secara mumpuni dan beberapa
kompetensi lain, yaitu:
• Kemampuan untuk belajar secara berkelanjutan secara mandiri dan otonomi
• Kemampuan berkomunikasi secara jelas melalui berbagai cara dan medium
dengan berbagai khalayak
• Kepekaan sosial (toleransi, ambigu, multibudaya)
• Kemampuan untuk bertanggung jawab secara sosial
• Kemampuan dan kesiapan untuk selalu luwes dalam bertindak.
Pemenuhan tuntutan tersebut menjadikan seorang lulusan pendidikan tinggi yang
kreatif, percaya diri, memiliki integritas dan kesungguhan dalam berkarya, mampu
berkomunikasi, dan kompeten secara sosial.
Tantangan-tantangan tersebut memunculkan beberapa pertanyaan terhadap
tradisi pendidikan tinggi yang sekarang masih terus berlangsung di Indonesia. Apakah
tradisi yang berlangsung dalam dunia pendidikan tinggi, sebagaimana yang sekarang
berjalan, akan tetap berlangsung terus di masa depan untuk menjawab beragam
tantangan yang dihadapi? Untuk menjawab tantangan-tantangan tersebut tentunya
Pendidikan Tinggi saat ini harus berkolaborasi dengan beberapa pihak seperti
industri/instansi terkait, pemerintah daerahnya dalam merancang, mengelola
pendidikannya serta daya serap lulusannya yang berbasis pada kompetensi
kehalian/ketrampilan yang dibutuhkan di daerahnya. Pengembangan Pendidikan Tinggi
yang mampu menjawab tantangan tersebut tentunya Pendidikan Tinggi Vokasi yang
memiliki kelenturan dalam meningkatkan kompetensi ketrampilan sehingga sesuai
kebutuhan potensi daerah dan dunia kerjanya. Di beberapa negara sudah banyak
memiliki Pendidikan Tinggi Vokasi yang berorientasi pada muatan lokal yang seperti ini
yang disebut Akademi Komunitas(AK).
Akademi Komunitas definisikan sebagai wahana pendidikan tinggi atau pasca
sekolah menengah atas dalam bidang tertentu dengan basis pendidikan vokasi;
dilaksanakan dengan konsep modul yang ditempuh dalam waktu satu atau dua tahun
bagi peserta didik dengan waktu penuh; atau berdasarkan pencapaian setiap modul
dengan minimal jumlah modul tertentu untuk setiap tahun ajaran. Lulusan atau produk
akhir dari program ini adalah diploma 1 untuk masa pendidikan satu tahun, diploma 2
untuk masa pendidikan dua tahun. Peran utamanya memang untuk meningkatkan dan
mengembangkan sumberdaya manusia di komunitas tertentu sesuai dengan potensi
yang dimiliki dan berperan untuk meningkatkan kemampuan daya saing komunitas
dalam wilayah tertentu. Dengan menyediakan lokasi dan kesempatan untuk sarana
pendidikan tinggi, pendidikan tinggi jenis ini juga berperan langsung meningkatkan APK
pendidikan tinggi.
Akademi Komunitas ini di desain untuk membantu peserta didik-peserta didik
yang kurang memiliki kompetensi ketrampilan yang dibutuhkan saat ini. Biasanya setiap
Akademi Komunitas mempunyai relasi atau kesepakatan dengan industry perusahaan
sehingga setelah lulus dapat magang disuatu perusahaan. Sehingga dalam
mengembangkan pendidikan Akademi Komunitas(AK) sangat diperlukan kekuatan
jejaring, kolaborasi dan sinergi dalam meningkatkan kualitas ketrampilan kompetensi
lulusannya. Pemberdayaan dukungan stakeholders yang mencangkup kolaborasi dan
sinergi antara lembaga pemerintah yang terkait antara lain: kementerian Pendidikan
Nasional, Kementerian Tenaga Kerja, Kemeterian percepatan daerah tertinggal,
kementerian teknis, dan lembaga non kementerian, LPNK lainnya dengan pemerintah
propinsi,pemerintah kabupaten/kota, dunia usaha/dunia industry(DU/DI), yayasan atau
kelompok masyarakat yang membutuhkan pendidika tersebut serta Perguruan Tinggi
yang secara sistematik dan konsisten selalu berupaya dalam meningkatkan dan
mengoptimalkan sumber daya secara bersama-sama.
I.2.Maksud dan Tujuan
I.2.1. Maksud Akademi Komunitas(AK)
Pengembangan Akademi Komunitas(AK) memiliki peran sebagai berikut:
i) Akademi Komunitas(AK) memberikan kontribusi nyata terhadap perluasan
kesempatan memperoleh pendidikan tinggi, karena biayanya yang murah,
jadwal yang lentur, lokasi yang dekat karena tersebar merata di seluruh negara.
ii) Akademi Komunitas(AK) sangat membantu pemenuhan kebutuhan pelatihan
khusus, pendidikan perbaikan (remedial), dan pendidikan orang dewasa
iii) Pendidikan di AK meningkatkan penghasilan:
• D1 sebesar 9-13 % dari lulusan SMA,
• D2 sebesar 15-27 % dari lulusan SMA. (Sesuai dengan Mincerian Return
sebesar 10 %)
I.2.2. Tujuan Akademi Komunitas(AK)
Tujuan pengembangan Akademi Komunitas(AK) meliputi:
i) Mengembangkan sumber daya manusia yang sesuai kebutuhan daerah masing-
masing
ii) Memperluas akses pendidikan tinggi atau APK perguruan tinggi.
iii) Memberikan kesempatan meningkatkan kompetensi tenaga kerja pada
komunitas tertentu dan tidak tergantung umur.
iv) Mendorong tumbuhnya usaha kecil dan menengah (UKM) di daerah.
1.3Analisis Kebutuhan
Kekuatan, Peluang, dan Ancaman
Berdasarkan draft Peraturan Menteri tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Akademi
Komunitas yang didukung oleh UU Sisdiknas No. 20/2003, PP No. 19/2005, dan PP No.
17/2010, menerangkan bahwa peraturan menteri ini perlu ditetapkan dalam rangka
mencapai tujuan Rencana Strategis Kementerian Pendidikan Nasional, khususnya
untuk meningkatkan angka partisipasi kasar perguruan tinggi dan mengembangkan
program peningkatan akademi komunitas. Pasal 1 pada draft ini, menerangkan bahwa
akademi komunitas merupakan program pendidikan vokasi yang mengedepankan
keberlanjutan kompetensi keahlian yang bertujuan:
a. Meningkatkan angka paritisipasi kasar perguruan tinggi; dan
b. Memberikan keahlian pratama dalam berbagai ilmu pengetahuan, teknologi, dan/
atau seni agar lulusannya memiliki kemampuan dalam mengembangkan usaha
dengan berbasis pada ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni;
c. Mengisi dan menyiapkan Akademi Komunitas(AK).
Akademi Komunitas ini dapat diselenggarakan oleh universitas, institut, sekolah
tinggi, dan/atau akademi. Tempat penyelenggaraan pendidikan ini disebut akademi
komunitas, yaitu dapat dilaksanakan di perguruan tinggi, sekolah menengah kejuruan
(SMK), Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan
(PPPPTK), industri, UKM dan institusi lain. Hal ini akan membuka peluang bagi
penyelenggaraan program pendidikan yang bertujuan untuk memberikan akses yang
lebih luas, pemerataan serta peningkatan kompetensi keahlian di Indonesia, sehingga
mampu bersaing dalam lingkungan global.
Tabel 1.6. Agenda kerja utama – Renstra Kemendikbud sampai tahun 2025.[3]
Tabel 1.6 menerangkan agenda kerja utama dari rencana pengembangan
pendidikan tinggi sains dan teknik dalam menunjang pertumbuhan ekonomi yang
merupakan bagian dari Renstra Kemendikbud sampai tahun 2025 adalah
pengembangan akademi komunitas(AK) atau Community College(CC) yang memiliki
jenjang D1 hingga D2. Sampai dengan tahun 2015 ditargetkan penyelenggaraan 269
Akademi Komunitas dan 824 AK di tahun 2025. Sedangkan rencana aksi implementasi
penambahan/perluasan perguruan tinggi negeri termasuk di dalamnya program
Akademi Komunitas dengan target di bidang teknik, pertanian, dan sains dapat
digambarkan oleh Gambar 2. Terkait dengan penambahan/perluasan program AK,
sampai dengan tahun 2015 ditargetkan di bidang teknik dapat diselenggarakan 155
Akademi Komunitas, 30 dan 32 AK untuk bidang pertanian dan sains. Jumlah ini akan
bertambah menjadi 389 AK di bidang teknik, 66 AK masing-masing di bidang pertanian
dan sains untuk target di tahun 2025. Dari fakta ini, dapat dikatakan bahwa ketiga
bidang inilah yang merupakan bidang-bidang yang paling strategis di Indonesia ke
depan (era globalisasi) yang membutuhkan banyak lulusan pendidikan vokasi dengan
kompetensi keahlian di tiga bidang itu.
Tabel 1.7. Rencana aksi penambahan/perluasan perguruan tinggi negeri.[3]
Terdapat keterkaitan yang erat antara faktor keluarga dan tingkat kepastian lulusan
perguruan tinggi. Faktor yang berpengaruh bukan hanya biaya kuliah yang mahal,
tetapi juga karena peserta didik yang kurang mampu secara ekonomi pada umumnya
berasal dari lingkungan keluarga dan sekolah yang kurang mempersiapkan transisi
mereka untuk berhasil di perguruan tinggi. Ini dibuktikan, dari lulusan SMA peringkat
25% teratas, hanya 29% peserta didik dari keluarga kurang mampu yang sanggup
menyelesaikan pendidikan sarjana, dibandingkan 75% dari keluarga mampu yang
sanggup menyelesaikan pendidikan sarjana. Dengan demikian program AK dapat
membantu peserta didik pandai tapi kurang mampu dalam meningkatkan kompetensi
untuk dapat melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.
AK diharapkan akan mampu memberikan kontribusi nyata terhadap perluasan
kesempatan memperoleh pendidikan tinggi, dengan biaya yang terjangkau, jadwal yang
lentur, lokasi yang dekat karena tersebar merata di seluruh negeri. Di lain pihak, AK
nantinya diharapkan dapat membantu pemenuhan kebutuhan pelatihan khusus,
pendidikan perbaikan, dan pendidikan orang dewasa.
Lagi pula, tidak ada perbedaan yang nyata (signifikan) antara sarjana pendidikan
sepenuhnya 4 tahun di universitas atau yang melalui CC (2 tahun) dan dilanjutkan
dengan di universitas selama 2 tahun, sesuai dengan studi kasus di Amerika Serikat.
Dengan memperhatikan kenyataan ini, jika peluang ini tidak dengan cepat
dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh pemangku kepentingan di negeri ini, kondisi
ini akan berbalik sebagai suatu ancaman bagi negeri ini. Peluang seperti ini akan
dimanfaatkan oleh pemangku kepentingan asing sebagai suatu bentuk terobosan baru
untuk menyediakan kesempatan pendidikan, terutama kalau ditinjau dari potensi bisnis.
Kelemahan, Peluang, dan Ancaman
Perubahan status suatu undang-undang, peraturan menteri, peraturan pemerintah,
atau keputusan presiden dari draft menuju pengesahan merupakan suatu jaminan
bahwa kegiatan atau program yang tertuang secara hukum/legalitas adalah sah dan
resmi untuk diselenggarakan. Kekhawatiran akan payung hukum ini dapat
menyebabkan melemahnya kepercayaan atau ketakutan bagi pemangku kepentingan
di negeri ini untuk menyelenggarakan AK, meskipun kebutuhan pasar akan
terselenggaranya program pendidikan ini memiliki potensi yang sangat besar,
khususnya di bidang teknik, pertanian, dan sains.
Jaminan terhadap kualitas lulusan AK dan penyerapannya di dunia kerja adalah isu-
isu paling penting yang harus mendapatkan perhatian khusus. Berkenaan dengan
kualitas lulusan, yang harus diperhatikan adalah apa saja yang membedakan antara
sistem AK dan sistem pendidikan reguler pada umumnya. Dengan demikian mungkin
saja sistem AK memiliki pola yang berbeda dengan pendidikan reguler dalam mencapai
kompetensi yang setara. Isu berikutnya adalah keseimbangan antara kebutuhan dan
ketersediaan tenaga kerja.
BAB II
LANDASAN HUKUM
2.1. Renstra Kementrian Pendidikan Nasional dan Kebudayaan
Berdasarkan Rencana Strategis Kementrian Pendidikan Nasional tahun 2010
hingga 2015, akan dikembangkan 269 CC baru di seluruh 6 koridor Indonesia (terlihat
pada gambar 1.6). Pada gambar 1.7. menjelaskan sebaran pendirian 155 CC di bidang
teknik, 30 di bidang pertanian dan 32 di bidang sains. Secara statistik peningkatan
kuantitas pengembangan CC ini sangat significant dan berlanjut hingga tahun 2025.
Diharapkan pada tahun 2025 Kemdikbud memiliki telah megembangkan 389 Akademi
Komunitas di bidang Teknik, 66 di bidang Pertanian dan 66 dibidang Sains.
Untuk mendukung kebijakan strategis tersebut, Kemdikbud telah membuat
Rancangan Undang-Undang Perguruan Tinggi pada tahun 2011, yang dalam beberapa
pasal dicantumkan tentang Akademi Komunitas. Untuk mendukung kebijakan strategis
tersebut, Kemdikbud telah membuat Rancangan Undang-Undang Perguruan Tinggi
pada tahun 2011, yang dalam beberapa pasal dicantumkan tentang Akademi
Komunitas. Pada pasal 8 ayat 2 dicantumkan bahwa pada kota atau kabupaten yang
belum terdapat perguruan tinggi, pemerintah kota atau kabupaten mendirikan akademi
atau akademi komunitas dalam bidang yang sesuai dengan kemampuan, potensi, dan
kebutuhan daerah dan dilanjutkan pada ayat 3 bahwa pemerintah dapat memberikan
mandat khusus kepada perguruan tinggi untuk menjadi unggul dalam pengembangan
ilmu, teknologi, dan/atau seni yang berkontribusi secara khusus pada pembangunan
nasional. Pada pasal 11 terdapat bentuk Akademi Komunitas dalam bentuk
penyelenggaraan pendidikan tinggi. Dilanjutkan pada pasal 13 ayat 5 disebutkan bahwa
Akademi Komunitas menyelenggarakan jenis pendidikan tinggi vokasi dalam strata
diploma satu dan diploma dua.
2.2. Undang-Undang dan Peraturan Menteri Pendikan Nasional dan
Kebudayaan
Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 dinyatakan bahwa salah satu tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Sejalan dengan hal tersebut, batang
tubuh UUD itu, di antaranya Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28 C ayat (1), Pasal 31, dan
Pasal 32, juga mengamanatkan bahwa pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional untuk meningkatkan keimanan dan
ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang. Sistem
pendidikan nasional tersebut harus mampu menjamin pemerataan kesempatan
pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan
untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal,
nasional, dan global.
Pendidikan merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia dan untuk itu
setiap warga negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai
dengan minat dan bakat yang dimilikinya tanpa memandang status sosial, status
ekonomi, suku, etnis, agama, dan gender. Pemerataan akses dan peningkatan mutu
pendidikan akan membuat warga negara Indonesia memiliki kecakapan hidup (life
skills) sehingga mendorong tegaknya pembangunan manusia seutuhnya serta
masyarakat madani dan modern yang dijiwai nilai-nilai Pancasila, sebagaimana
diamanatkan dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
2.3. Penugasan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi
Usulan program studi AK disampaikan dalam bentuk kajian kelayakan akademik
dan administratif atau disebut sebagai Naskah Akademik Program Studi yang sudah
dilengkapi dengan lampirannya. AK tersebut akan diberikan SK penugasan dari Dirjen
Dikti bilamana memenuhi persyaratan yang sudah ditentukan.
BAB III
PENYELENGGARAAN AKADEMI KOMUNITAS
3.1. Stategi Pembelajaran Akademi Komunitas.
Model pembelajaran di AK memiliki kesamaan dengan model yang di terapkan di
politeknik yakni 20% - 40% teori dan 60% - 80% praktikum. Peserta didik juga berada
dalam kelas dengan model pembelajaran tatap muka antara dosen dan peserta didik
disatu tempat dan waktu yang sama.
Beberapa model pembelajaran juga diterapkan pada AK diantaranya:
1. Kuliah Tatap Muka
Model perkuliahan ini sama dengan model perkuliahan pada pendidikan
profesional lainnya. Artinya peserta didik dan dosen berada dalam waktu dan
tempat yang sama. Kuliah tatap muka ini mencakup teori dan praktikum. Tatap
muka dapat dilakukan di kampus utama dan atau di AK.
2. Kuliah Tamu
Pada model pembelajaran ini seorang dosen dari kampus mitra/industri akan
datang ke AK yang ada di daerah untuk memberikan perkuliahan selama waktu
tertentu. Para peserta didik yang terdaftar pada AK dapat datang ke kampus
mitra untuk melakukan perkuliahan maupun pemanfaatan fasilitas lainnya. Hal ini
salah satunya untuk mengenalkan kampus mitra kepada para peserta didik AK,
terutama mereka yang ingin melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi.
Gambar 3.2. Kuliah tamu AK.[6]
3. Pembelajaran Berbasis TIK
o Menggunakan Video Conference
Pada model pembelajaran ini, peserta didik dan dosen berada pada waktu yang
sama akan tetapi pada tempat yang berbeda. Dengan menggunakan peralatan
Vcon maupun peralatan yang sejenis seperti media intranet, internet dan satelit,
maka perkuliahan dilakukan dengan dosen pada kampus utama yang
selanjutnya akan langsung diterima para peserta didik dimasing-masing AK di
daerah maupun di tempat lain. Pada model perkuliahan ini materi dan diskusi
bisa dilakukan secara langsung.
Gambar 3.3. Pembelajaran menggunakan Video Conference.[6]
o Menggunakan e-learning
Sistem pendukung lainnya dapat menggunakan e-learning yang memungkinkan
para peserta didik untuk belajar dari mana saja, kapan saja dan dengan siapa
saja. Fasilitas ini memudahkan peserta didik untuk melakukan pembelajaran dari
jarak jauh dengan memanfaatkan teknologi internet untuk mengunduh materi,
mengerjakan tugas dan melakukan tanya jawab baik langsung(chat) dan tidak
langsung(forum dan email) serta membuat laporan/rekaman dengan
mempublikasikan menggunakan web/blog.
3.2. Penerapan Kurikulum Vokasi
Kurikulum merupakan rencana kegiatan akademik yang terprogram untuk
membekali peserta didik dalam upaya memperoleh seperangkat kemampuan
pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan yang dapat digunakan sebagai bekal
awal dalam kehidupan dan fungsinya di masyarakat/industri. Berdasarkan Surat
Keputusan Mendiknas Nomor 232/U/2000, kurikulum inti program diploma 1 tahun dan
diploma 2 tahun rata-rata per semesternya 20 sks dari total 40 sks setiap tahunnya.
o Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) 2 SKS, sesuai dengan
norma masyarakat setempat
o Mata Kuliah Keilmuan dan Keterampilan (MKK) 24 SKS,
Terdiri dari 12 SKS persemester
o Mata Kuliah Keahlian Berkarya (MKB) 8 SKS,
Terdiri dari tugas akhir dan entrepreneur
o Mata Kuliah Perilaku Berkarya (MPB) 2 SKS, yang fokus pada etika
profesi/kerja untuk bidang masing-masing pada saat on job training
(kerjasama, disipilin, pengembangan diri)
o Mata Kuliah Berkehidupan Bermasyarakat (MBB) 4 SKS.
Mampu berkomunikasi menggunakan bahasa asing
Kurikulum inti program diploma sekurang-kurangnya 40% dari jumlah SKS
kurikulum program diploma. Seperti diamanatkan dalam PP Nomor 60 Tahun 1999,
bahwa peranan dan tanggung jawab perguruan tinggi dalam merancang kurikulum
cukup besar. Hal ini erat kaitannya dengan interaksi antara ilmu pengetahuan, teknologi
dan seni, dunia industri, dan kebijaksanaan pemerintah yang selalu mengakibatkan
terjadinya perubahan dalam masyarakat. Persentase perbandingan kurikulum
pengajaran teori dan praktik adalah 40%-50% dan 50%-60%. Akademi Komunitas
menerapkan kurikulum pendidikan vokasi yang berbasis kompetensi yang merujuk
pada Kepmendiknas Nomor 232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum dan
Penilaian Hasil Belajar Peserta didik danNomor 045/U/2002 tentang Kurikulum Inti
Pendidikan Tinggi.
AK dengan target peserta didik yang akan langsung terserap di dunia kerja
sekaligus juga memfasilitasi mereka yang ingin melanjutkan pendidikan, tentunya perlu
didukung oleh desain kurikulum yang tepat. Dengan target segera terserapnya ke
Industri, maka kurikulum yang diterapkan pada AK mirip dengan yang ada di Politeknik
yaitu praktikum lebih mendominasi dibandingkan teori.
Kurikulum yang berbasis kompetensi memiliki ciri-ciri:
a. Dasar Pengembangan Kurikulum merupakan Respon terhadap:
1. Kebijakan pemerintah dan adanya Globalisasi
2. Kemajuan IPTEK (Teknologi Informasi)
3. Memenuhi dunia usaha dan industri terhadap kebutuhan tenaga kerja.
4. Perubahan sosial dan ekonomi.
5. Perubahan idiologi, politik dan tujuan pendidikan (secara filosofis)
6. Kemajuan dalam teknologi pendidikan dan perubahan pendidikan itu sendiri.
Dalam mengembangkan kurikulum AK yang berbasis pada vokasi, diperlukan prinsip-
prinsip sebagai berikut:
a. Orientasi dunia usaha dan dunia industri diperlukan peningkatan kolaborasi.
b. Keunggulan kedaerahan (Potensi daerah yang dimiliki).
c. Sinergi penyusunan (Industri, Institusi, Pakar Kurikulum, Alumni) yang
mempunyai kredibilitas tinggi.
d. Menekankan pada ketrampilan, kejujuran dan kedisiplinan.
e. Orientasi terhadap perkembangan IPTEK (Teknologi Informasi).
f. Mempunyai sifat dan sikap penguatan integritas nasional; keimanan, nilai dan
budi pekerti luhur, keseimbangan etika, logika dan estetika, kesamaan
memperoleh kesempatan/pemerataan, dan belajar sepanjang hayat.
b. Berbasis industry dan pengguna tenaga kerja
Industri dan pengguna tenaga kerja merupakan sumber informasi mengenai
kompetensi dan jumlah SDM yang diperlukan dengan kebutuhan yang ada di
pasaran. Dengan membandingkan apa yang diperlukan oleh masyarakat dengan
apa yang dihasilkan program AK , maka dapat ditentukan kurikulum dan sistem
yang sesuai, maka diperlukan kolaborasi dengan para pemangku kepentingan.
Dengan demikian diharapkan ada keterkaitan antar berbagai lembaga yang
relevan, khususnya yang berhubungan dengan pendidikan vokasi dan profesi,
antara lain:
a) Pendidikan vokasi akan efisien, apabila disediakan lingkungan belajar
yang sesuai dengan lingkungan tempat peserta didik kelak akan bekerja.
b) Latihan vokasi yang efektif hanya dapat diberikan jika tugas yang
diwajibkan dalam bentuk latihan atau uji kompetensi memiliki
kesamaan/kesetaraan dari segi operasional, peralatan, dan perangkat
penunjang lainnya dengan yang akan dipergunakan dalam tempat
kerjanya kelak.
c) Pendidikan vokasi akan efektif jika pembelajaran sudah dibiasakan
dengan perilaku yang akan ditunjukkan dalam pekerjaannya kelak.
d) Pendidikan vokasi akan efektif bila pelatihnya cukup berpengalaman dan
menerapkan kemampuan dan keterampilannya dalam mengajar.
Pendidikan berbasis vokasi harus mengenal kondisi kerja dan memenuhi
harapan “pasar”. Karena pendidikan vokasi (engineering) sangat mahal maka
kolaborasi harus dilakukan antara lembaga pendidikan professional dengan
industri, agar lembaga tersebut mampu mencetak lulusan yang siap kerja,
sehingga proses pendidikannya lebih efektif dan efisien.
Meningkatkan kolaborasi dengan industri dapat dilakukan dengan cara
antara lain :
a. Pendidikan kooperatif (Dual Sistem)
b. Latihan magang kerja / praktek kerja lapangan.
c. Mengangkat dewan penasihat /penyantun.
d. Memperbaiki ketrampilan teknik para dosen (retraining).
e. Pertukaran personil sesuai bidang yang dibutuhkan .
f. Kunjungan secara rutin ke industri.
g. Mendatangkan pembicara tamu(seminar, workshop, stadium general).
h. Penanganan Proyek bersama.
3.3 Kerjasama Industri/Pengguna
Pelaksanaan proses pembelajaran dalam AK diharuskan/disarankan
berkolaborasi dengan industri atau pemangku kepentingan sesuai dengan kebutuhan
dan unggulan lokal (potensi lokal) guna :
- Kolaborasi proses pembelajaran dalam praktik
- Referensi kompetensi industri yang terbarukan setiap saat
- Penyerapan lulusan
- Beapeserta didik
- Ikut serta dalam pengembangan kemitraan dengan UKM yang dihasilkan oleh
program AK.
3.4. Penjaminan mutu
Penjaminan mutu Akademi Komunitas adalah proses perencanaan, penerapan,
pengendalian, dan pengembangan standar mutu pengelolaan pendidikan Akademi
Komunitas secara konsisten dan berkelanjutan, sehingga stakeholders internal
(mahasiswa, tenaga pendidik, dan tenaga kependidikan) dan eksternal (masyarakat,
industri/dunia usaha, asosiasi profesi, pemerintah) memperoleh kepuasan. Penjaminan
mutu Akademi Komunitas bertujuan untuk menjamin mutu pendidikan yang
diselenggarakan oleh Akademi Komunitas dalam rangka mewujudkan visi serta
memenuhi kebutuhan stakeholders. Pelaksanaan penjaminan mutu Akademi
Komunitas diwujudkan dengan adanya dokumen kebijakan mutu, standar mutu, manual
mutu, prosedur mutu, dan formulir mutu.
Kebijakan Mutu merupakan dokumen yang berisi strategi untuk mencapai visi
dan misi Akademi Komunitas. Standar Mutu Akademi Komunitas merupakan dokumen
yang berisi minimum 8 (delapan) standar mutu sebagaimana diatur dalam PP. No.19
tahun 2005 tentang SNP, yaitu:
o Standar Kurikulum
o Standar Proses pembelajaran
o Standar Kompetensi lulusan
o Standar Pendidik dan tenaga kependidikan (SDM)
o Standar Sarana dan prasarana
o Standar Pengelolaan
o Standar Pembiayaan
o Standar Penilaian Pendidikan
o Dan Standar Kerjasama (Dalam/Luar Negeri) serta turunan/substandar dari
kesembilan standar mutu tersebut, maupun penambahan jumlah standar mutu
selain kedelapan standar mutu.
Pedoman Mutu merupakan dokumen yang berisi mekanisme pelaksanaan penjaminan
mutu Akademi Komunitas yang meliputi perencanaan, penerapan, pengendalian, dan
pengembangan atau peningkatan standar mutu. Sedangkan Formulir Mutu merupakan
dokumen yang berisi berbagai formulir yang berfungsi sebagai instrumen untuk
merencanakan, menerapkan, mengendalikan, dan mengembangkan standar mutu
Akademi Komunitas.
Sistem penjaminan mutu Akademi Komunitas dari empat skema yang ada pada
prinsipnya sama, kecuali:
a) Penjaminan mutu Akademi Komunitas yang dinaungi oleh Perguruan Tinggi
dan Akademi Komunitas yang berkolaborasi dengan Industri, selain mengacu
pada penjaminan mutu Akademi Komunitas, dan juga mengikuti kebijakan yang
diberlakukan oleh Perguruan Tinggi induknya.
b) Penjaminan mutu Akademi Komunitas Kolaborasi dengan SMK dan Pendidikan
Tinggi Akademi Komunitas, sesuai dengan Penjaminan mutu yang
diberlakukan di Pendidikan Tinggi Akademi Komunitas
Akademi komunitas dinyatakan bermutu apabila mampu:
a) Menetapkan dan mewujudkan visinya melalui pelaksanaan misinya,
b) Menjabarkan visinya ke dalam sejumlah standar mutu dan standar mutu
turunan
c) Menerapkan, mengendalikan, dan mengembangkan sejumlah standar mutu
dalam butir b) di atas untuk memenuhi kebutuhan stakeholders.
Selain itu mutu pendidikan Akademi Komunitas tersebut sangat tergantung dari
beberapa hal, antara lain:
(1) Penyelenggara AK diharapkan mengembangkan dan melaksanakan sistem
penjaminan mutu internal perguruan tinggi dan industri.
(2) Program studi yang diselenggarakan melalui AK wajib menginduk pada program
studi yang sudah terakreditasi minimal B oleh lembaga akreditasi yang diakui oleh
pemerintah sebelum menghasilkan lulusan pertama.
(3) Penyelenggara AK wajib menyampaikan laporan tertulis tentang
penyelenggaraan pendidikan yang mencakup semua data pokok pendidikan
setiap 1 (satu) tahun yang diatur dalam surat keputusan Direktur Jenderal.
(4) Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi melakukan pengawasan dan pengendalian
secara berkala terhadap pengelolaan dan penyelenggaraan AK.
3.5 Keberlanjutan program
Keberlanjutan program AK dapat dilakukan dengan cara :
c. Meningkatkan animo peserta didik
d. Meningkatkan mutu manajemen
e. Meningkatkan mutu lulusan
f. Meningkatkan kemitraan
g. Meningkatkan daya serap lulusan
h. Meningkatkan jumlah dan pertumbuhan UKM di daerah
i. Meningkatkan dukungan pemerintah, industri dan masyarakat.
Program AK merupakan awal dari peningkatan pertumbuhan ekonomi bangsa
karena berkurangnya pengangguran pada skala nasional dan bahkan terciptanya
lapangan kerja baru dari hasil inovasi lulusan dalam bidangnya. Selain dari kerjasama
dengan industri pengguna dan masyarakat pada umumnya, juga keberlanjutan dapat
terjadi karena adanya produk barang dan jasa yang mempunyai nilai jual dari hasil
karya peserta didik program AK. Transfer teknologi juga sangat diperlukan dalam
rangka menjamin keberlanjutan program AK ini. Karena hal ini merupakan pengelolaan
pengetahuan (knowledge management) yang dapat diturunkan dari masa ke masa
serta dari teknologi ke teknologi terkini.
BAB IV
ASPEK PENDUKUNG AKADEMI KOMUNITAS
4.1Pengembangan Tenaga pendidik dan Tenaga Kependidikan
Salah satu faktor keberhasilan program AK adalah penyiapan SDM yang terlibat
di program ini, khususnya tenaga pendidik. Untuk meningkatkan kualitas pendidikan di
program ini, maka diperlukan tenaga-tenaga pendidik yang professional dan kompeten
di masing-masing bidang keahlian yang ditawarkan. Karena salah satu tujuan dari
diselenggarakannya program ini adalah pembekalan ilmu pengetahuan dan keahlian
(skill) para peserta didik dalam rangka terjun ke dunia kerja, sehingga program AK juga
melibatkan tenaga pendidik yang berasal dari dunia kerja/industri.
Dengan demikian diharapkan nantinya lulusan program AK agar benar-benar
memiliki pemahaman dan pengertian baik tentang keilmuan yang diterimanya maupun
keahlian dan ketrampilan yang dapat diterapkan secara langsung di dunia kerja/industri
dengan bimbingan tenaga pendidik dari dunia kerja/industri. Selain itu untuk
meningkatkan kualitas tenaga pengajar pada program AK ini, dapat dilakukan dengan
melakukan pembekalan kepada tenaga pendidik akan pengetahuan kebutuhan pasar,
sehingga bahan ajar yang diberikan ke peserta didik memiliki proporsi yang cukup
untuk diterapkan di dunia kerja/industri, sehingga diharapkan program AK mampu
menghasilkan lulusan yang berkualitas dan dapat diserap dengan cepat di dunia kerja.
Skema yang lain dalam rangka peningkatan kualitas tenaga pendidik untuk program AK
adalah dengan melibatkan perguruan tinggi. Dalam hal ini perguruan tinggi menyiapkan
training/pembekalan terhadap penguasaan bahan ajar, penambahan ilmu pengetahuan
dan teknologi, keahlian, dan ketrampilan kepada tenaga pendidik.
Pengembangan Tenaga Pendidik dan tenaga kependidikan dapat dilakukan dengan
dua model yaitu:
– Training For Teacher
Training for teacher dapat diadakan secara berkala pada main kampus. Materi
pelatihan untuk pengembangan disesuaikan dengan bidang masing-masing.
Pelatihan secara berkala ini dapat meningkatkan skill sekaligus kekompakan
masing-masing akademi komunitas yang nantinya juga diharapkan akan saling
berkolaborasi.
Pelatihan ini bisa diadakan pada main kampus dengan tenaga pengajar dari main
kampus setempat atau bisa juga mengundang pakar atau ahli di bidang industri
pada bidang yang sejenis. Adanya pengembangan model ini akan menjadikan para
tenaga pendidik dan kependidikan mendapatkan ilmu yang sesuai dengan kondisi
kekinian.
Selain dilakukan secara berkala, pelatihan ini juga diadakan secara bergelombang,
untuk memastikan bahwa semua tenaga pendidik dan tenaga kependidikan
mendapatkan hak yang sama untuk mengembangkan kemampuan mereka yang
nantinya bisa ditularkan kepada para peserta didik mereka
– Sertifikasi Vendor/industri
Sertifikasi vendor merupakan sebuah pengakuan terhadap kemampuan yang telah
dikuasai oleh para tenaga pendidik dan tenaga kependidikan. Dengan adanya
sertifikasi vendor ini akan sangat membantu terhadap adanya jaminan kualitas
pada bidang tersebut. Hal ini tentunya tidak didapatkan secara mudah mengingat
berbagai tahapan yang harus dilewati sebelum mendapatkan pengakuan berupa
sertifikat.
Sertifikasi vendor bagi para tenaga pendidik dan kependidikan bisa berupa
sertifikasi nasional atau bahkan hingga level international. Sertifikasi ini selanjutnya
akan mampu memotivasi para anak didiknya untuk mengikuti langkah yang sama.
Hal ini dikarenakan dengan memegang sertifikasi dari vendor, maka peluang kerja
yang akan mereka dapatkan akan semakin besar pula.
4.2Pemanfaatan TIK
Pemanfaatan TIK merupakan salah satu strategi untuk membantu peningkatan
kualitas pendidikan. Pemanfaatan TIK ini tidak hanya dapat membantu proses
pengelolaan administrasi dan pengelolaan pendidikan, namun pemanfaatan TIK dapat
digunakan untuk membantu dalam proses pembelajaran yang dilakukan secara mandiri
terbimbing, baik secara online maupun offline. Penggunaan modul interaktif akan
memudahkan peserta didik dalam memahami suatu materi bahan ajar. Disamping itu,
pemanfaatan TIK akan menjadikan proses pembelajaran semakin fleksibel karena
proses belajar mengajar dapat dilakukan secara online atau jarak jauh. Misalnya,
proses perkuliahan dengan pengajar dari perguruan tinggi ataupun dari industri dapat
dilakukan secara online melalui video conference atau dengan metode yang sejenis.
Modul-modul interaktif ataupun modul-modul dalam bentuk video, e-learning, tutorial
online, dan perpustakaan online dapat diakses melalui jaringan Internet akan semakin
memudahkan peserta didik dalam proses pembelajaran. Sehingga peserta didik secara
mandiri dapat belajar di mana saja dan kapan saja, tanpa ada batasan ruang dan
waktu.
Dari paparan di atas dapat dikatakan bahwa pendidikan dengan pemanfaatan TIK
mempunyai keuntungan untuk:
1. Meningkatkan akses: artinya mampu membuka akses terhadap pendidikan bagi
siapa saja melintasi ruang dan waktu, serta masalah sosioekonomis. Peserta didik
yang sedang bekerja masih dapat mengikuti perkuliahan tanpa harus meninggalkan
pekerjaan ataupun peserta didik dapat menjalankan perkuliahan tanpa harus
meninggalkan kampung halamannya. Dengan demikian pemanfaatan TIK ini
dianggap sebagai suatu jalan memecahkan masalah pemenuhan kebutuhan tenaga
kerja yang terampil dan mampu memberikan kesempatan pertama maupun
kesempatan kedua bagi masyarakat yang tidak mengikuti pendidikan dengan sistem
tatap muka.
2. Pemerataan pendidikan: artinya masyarakat memiliki hak yang sama untuk
memperoleh kesempatan berpartisipasi dalam proses pendidikan, bagi siapa saja
tanpa batasan masalah apapun. Sistem pendidikan yang fleksibel lintas ruang,
waktu, dan sosioekonomi dalam membuka akses terhadap pendidikan, sehingga
menyebabkan sistem pendidikan dengan memanfaatkan TIK ini menarik bagi
banyak kalangan. Disamping itu, sistem pendidikan dengan pemanfaatan TIK,
setiap orang dapat memperoleh pendidikan berkualitas tanpa harus meninggalkan
keluarga, rumah, pekerjaan, dan tidak kehilangan kesempatan berkarir.
3. Peningkatan kualitas pendidikan: berdasarkan karakteristik proses pembelajaran
dengan pemanfaatan TIK, kurikulum, bahan ajar, proses pembelajaran, dan bahan
ujian biasanya dikemas dalam bentuk standar untuk didistribusikan lintas ruang dan
waktu dengan menggunakan berbagai TIK. Untuk mendukung pencapaian kualitas
yang standar, sistem pendidikan dengan pemanfaatan TIK sangat tergantung pada
pemanfaatan fasilitas belajar bersama berdasarkan kemitraan antar institusi.
Dengan demikian, tenaga pendidik yang berkualitas dapat dikumpulkan menjadi
satu dalam bentuk konsorsium untuk menjadi pengembang bahan ajar dan bahan
ujian. Bahan ajar dan bahan ujian kemudian dikemas untuk didistribusikan ke
berbagai akademi komunitas. Hal ini menjamin terjadinya pemerataan akses
terhadap pendidikan berkualitas lintas ruang, waktu, dan kondisi sosioekonomi.
Untuk menjamin kualitas, secara intrinsik, penyelenggaraan sistem pendidikan
dengan pemanfaatan TIK diharapkan memenuhi persyaratan:
• didasarkan pada kegiatan perencanaan yang sistemik berkenaan dengan
kurrikulum, bahan ajar, proses pembelajaran, alat dan sistem evaluasi
• berbasiskan media dan teknologi informasi dan komunikasi
• memanfaatkan sistem penyampaian yang inovatif dan kreatif
• menyelenggarakan proses pembelajaran interaktif berbasiskan teknologi
informasi dan komunikasi tanpa mengesampingkan kesempatan tatap muka
• mengembangkan dan membina tingkat kemandirian siswa
• menyediakan layanan pendukung yang berkualitas (administrasi akademik,
bantuan belajar siswa, unit sumber belajar untuk layanan administrasi dan
peserta didik, akses, konektivitas, dan infrastruktur).
Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dapat dilakukan dengan cara
memanfaatkan TIK, seperti yang sudah dibahas dalam sub bab 4.2. Khusus untuk mata
kuliah praktikum, tidak semua proses pembelajarannya dapat dilakukan dengan
memanfaatkan TIK. Biasanya mata kuliah praktikum yang hanya membutuhkan
peralatan dan fasilitas yang dapat disediakan oleh peserta didik dapat diselenggarakan
dengan pemanfaatan TIK. Program studi seperti teknologi informasi dan jaringan, baik
teori dan praktikum, 100% proses pembelajarannya dapat dilakukan dengan
pemanfaatan TIK – artinya proses pembelajaran dapat dilakukan secara jarak jauh.
Sistem pembelajaran dengan model seperti ini dapat menekan penambahan jumlah
ruang kelas atau laboratorium. Proses pembelajaran di ruang kelas dan laboratorium
dapat digantikan dengan kelas dan diskusi secara virtual dengan memanfaatkan TIK,
misalnya melalui video conference, instant message, VoIP, video live streaming, dan
software-software yang serupa.
Model pendidikan dengan memanfaatkan TIK dapat diselenggarakan dengan
baik jika dan hanya jika infrastruktur TIK sudah tersedia. Dengan demikian proses
pembelajaran yang dilakukan secara offline (tidak memerlukan koneksi jaringan seperti
Internet) maupun online (memerlukan koneksi jaringan) dapat diselenggarakan dengan
baik. Pembelajaran yang dilakukan secara online sangat bergantung pada infrastruktur
jaringan. Model pembelajaran secara online dapat diselenggarakan melalui Video
Conferencing, VoIP, Video Live Streaming, e-learning, e-library, Video on Demand
(VoD), dan modul-modul interaktif lainnya. Di antara model-model pembelajaran secara
online tersebut, Video Conference adalah model pembelajaran yang dapat
menggantikan model pembelajaran yang lazim diselenggarakan secara umum, dimana
peserta didik dan tenaga pendidik melakukan proses belajar mengajar dalam suatu
ruang kelas. Pembelajaran model seperti ini disebut dengan “kelas virtual”. Syarat
mutlak agar pembelajaran secara virtual ini dapat berjalan dengan lancer adalah
dukungan koneksi jaringan yang handal dan bandwidth yang cukup. Gambar 4.1 adalah
standar perhitungan kebutuhan bandwidth yang diperlukan dalam rangka
penyelenggaraan Video Conferencing dengan protokol standar video conference
berbasis IP. Komunikasi antara kampus utama dengan akademi komunitas pada
umumnya dilakukan melalui jalur Internet melalui jaringan WAN Internet Service
Provider (ISP). Sehingga perhitungan bandwidth untuk WAN adalah:
WAN = (Call Speed + 20%) x 1……………….(4.1.)
Call Speed adalah kecepatan standar yang dibutuhkan untuk komunikasi video
supayan diperoleh dengan hasil video dengan kualitas baik, yaitu 384 Kbps.
20% adalah penambahan bandwidth sebesar 20% dari 384 Kbps sebagai toleransi agar
diperoleh hasil video dengan kualitas bagus, yaitu 20% x 384 Kbps = 76 Kbps.
Gambar 4.1. Kebutuhan bandwidth untuk protokol standar H.323 Video Conferencing
melalui jaringan LAN/WAN[2].
Misalnya, video conference antara dua titik (point-to-point) seperti yang ditunjukkan oleh
Gambar 4.2. Untuk model seperti ini membutuhkan aktual bandwidth minimal dengan
hasil video dengan kualitas bagus sebesar 384 Kbps + 76.8 Kbps = 460.8 Kbps.
Sehingga bandwidth minimal yang dibutuhkan untuk link atau jalur ke ISP adalah 512
Kbps.
Gambar 4.2. Model point-to-point pada protokol standar H.323 Video Conferencing
melalui jaringan LAN/WAN[2].
Untuk kondisi nyata, kampus utama dapat menyelenggarakan pembelajaran
dengan video conference dengan beberapa atau banyak akademi komunitas yang
berada di bawah binaannya. Gambar 4.3 mengilustrasikan komunikasi video antara
satu penyelenggara dengan empat klien (multipoint komunikasi video). Untuk
komunikasi video model ini dibutuhkan peralatan khusus, yaitu MCU (Multipoint Control
Unit). Dalam hal ini penyelenggara merepresentasikan kampus utama dan klien
merepresentasikan akademi komunitas. Sama dengan komunikasi video point-to-point,
untuk masing-masing akademi komunitas dibutuhkan aktual bandwidth minimal 460.8
Kbps atau bandwidth minimal untuk link ke ISP dengan kualitas video yang bagus
adalah sebesar 512 Kbps. Sebaliknya di sisi kampus utama, untuk menangani empat
akademi komunitas dibutuhkan aktual bandwidth minimal sebesar 4 x 384 Kbps = 1536
Kbps ditambah dengan 20% dari 1536 Kbps (307.2 Kbps). Sehingga totalnya
dibutuhkan aktual bandwidth minimal 1843.2 Kbps untuk komunikasi video dengan
empat akademi komunitas. Untuk tujuan ini, maka kampus utama membutuhkan
bandwidth link ke ISP minimal sebesar 2 Mbps.
Gambar 4.3. Model multipoint pada protokol standar H.323 Video Conferencing melalui
jaringan LAN/WAN[2].
Gambar 4.4 menjelaskan cara penempatan peralatan video conference sedemikian
rupa sehingga hasil video dapat dinikmati oleh peserta didik dengan kualitas yang
bagus mendekati kondisi nyata seperti layaknya pembelajaran secara tatap muka di
ruang kelas.
Gambar 4.4. Model penempatan optimal perangkat Video Conferencing berdasarkan standar Polycom[1].
Berdasarkan fakta-fakta teknis di atas, maka rancangan atas kebutuhan infrastruktur
TIK pada kampus utama dapat dijelaskan oleh Gambar 4.5. Misalnya, n adalah jumlah
total akademi komunitas yang berada di bawah binaan kampus utama, maka kampus
utama harus menyediakan aktual bandwidth minimal sebesar n x 384 Kbps = 384n
Kbps ditambah dengan 20% dari 384n Kbps (76.8n Kbps), atau total aktual bandwidth
sebesar 460.8n Kbps. Tabel 4.1 adalah besarnya kebutuhan aktual bandwidth minimal
dan total bandwidth link ke ISP terhadap besarnya jumlah akademi komunitas yang
dibina oleh kampus utama. Sedangkan kebutuhan aktual bandwidth minimal untuk
masing-masing akademi komunitas adalah 460.8 Kbps atau kebutuhan bandwidth link
ke ISP adalah minimal sebesar 512 Kbps (lihat Gambar 4.6).
Int e rne t
e - le a rning,e - lib ra ry,
& int e ra c t iv emodule sSe rve r
Int e rne t Se rv ic e Prov id e r (ISP)
Polyc om
LiveSt re aming,
VoIP,& VoDSe rve r
MISSe rve r
Rout e rSwit c h
Rout e r
Loc a l Are a Ne tworks (LANs )
Re c omme nde d links iz e = 2 Mbp s fo r 4 CCs , 4 Mbps fo r 8 CCs , ...
Mult ipo int Cont ro l Unit
(MCU)
S T U D I OI C T Ce nt e r
Gambar 4.5. Kebutuhan infrastruktur jaringan dan studio pada kampus utama sebagai
institusi penyelenggara model pendidikan berbasis TIK
Tabel 4.1. Kebutuhan bandwidth terhadap jumlah akademi komunitas.Jumlah akademi
komunitas (n)Aktual bandwidth
minimal (460.8n Kbps)Bandwidth link ke ISP
(Kbps)2 921.6 Kbps 1 Mbps4 1843.2 Kbps 2 Mbps8 3686.4 Kbps 4 Mbps
16 7372.8 Kbps 8 Mbps32 14745.6 Kbps 15 Mbps64 29491.2 Kbps 30 Mbps… … …
Disamping kebutuhan akan bandwidth dan peralatan MCU untuk mendukung multipoint
komunikasi video, dibutuhkan juga infrastruktur dan sistem pendukung bahan ajar yang
dikelola oleh ICT Center, seperti server e-learning, e-library, dan modul-modul interaktif
lainnya. Disamping itu, dibutuhkan juga suatu layanan yang menyediakan video
pembelajaran secara online yang dapat diakses sewaktu-waktu melalui sistem Video
on Demand (VoD) dan disediakan pula sistem alternatif Video Conference melalui
layanan Video Live Streaming yang dikombinasikan dengan Audio Streaming seperti
VoIP. Sistem alternatif seperti ini memiliki beberapa keuntungan, misalnya sebagai
sistem pendukung Video Conference dengan infrastruktur yang tidak terlalu mahal
(misalnya tanpa ketergantungan terhadap peralatan Video Conference seperti Polycom)
dan tidak membutuhkan bandwidth yang terlalu besar, misalnya dapat dioperasikan
dengan bandwidth 256 Kbps. Untuk mendukung layanan manajemen pendidikan
akademi komunitas, layanan MIS (Management Information System) adalah syarat
mutlak yang harus dipenuhi oleh kampus utama, misalnya penanganan masalah
registrasi mahasiswa, jadwal perkuliahan, absensi, tugas-tugas perkuliahan, ujian, dan
aktivitas akademis lainnya.
Inte rne t
Int e rne t Se rv ic e Prov id e r (ISP)
Polyc om
Rout e rSwit c h
Rout e r
Loc a l Are a Ne tworks (LANs )
Re c omme nde d links iz e = 512 Kbps
VIRTUAL CLASSI C T CENTER - Le a rning pro c e s s c a n be p e rf o rm e d he re
Gambar 4.6. Kebutuhan infrastruktur jaringan pada akademi komunitas dalam menyelenggarakan pendidikan dengan bantuan TIK
Gambar 4.6 mengilustrasikan kebutuhan infrastruktur ideal di masing-masing akademi
komunitas, seperti kebutuhan bandwidth minimal, peralatan untuk Video Conference,
dan penyediaan fasilitas pembelajaran mandiri untuk peserta didik seperti ICT Center.
4.3 Pengembangan Sistem Penyelenggaraan
Sistem penyelenggaraan program akademi komunitas dapat dijalankan kalau
tersedia infrastruktur dan sistem yang memudahkan proses pembelajaran. Selain
infrastruktur yang lazim disediakan dalam proses pendidikan, seperti gedung,
laboratorium, dan peralatan pendidikan, juga dapat berupa infrastruktur pendukung
kelancaran proses pembelajaran, misalnya infrastruktur jaringan komputer sebagai
pendukung sistem pembelajaran dengan memanfaatkan TIK. Secara umum ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum menyelenggarakan program akademi
komunitas.
- Laboratorium sebagai tempat proses pembelajaran
- SDM sebagai tenaga pendidik
- Penyiapan uji komptensi industri
- Kurikulum
- Silabus
- Materi uji
Dan beberapa syarat yang harus dipenuhi sebelum menyelenggarakan akademi
komunitas di dalam Perguruan Tinggi adalah:
- Perguruan Tinggi penyelenggara harus memiliki jurusan/program studi
sesuai dengan kompetensi yang akan dibuka.
- ICT Center yang beroperasi dengan baik untuk memperoleh akses
informasinya.
- Memiliki MOU dengan industri setempat.
- Memiliki MOU dengan vendor.
- Memiliki bagian administrasi akademik khusus untuk Akademi Komunitas.
- Memiliki SDM yang kompeten dalam bidang yang akan dibuka.
Untuk pengembangan SDM telah dibahas di sub bab 4.1. Pengembangan infrastruktur
gedung, laboratorium, dan peralatan pendukungnya disesuaikan dengan jumlah
program studi yang dibuka. Jumlah ini akan berkorelasi dengan jumlah peserta didik,
jumlah mata kuliah yang masuk dalam kurikulum. Umumnya, dengan bertambahnya
mata kuliah teori, maka dibutuhkan penambahan ruang kelas. Begitu pula dengan
penambahan mata kuliah praktikum, akan dibutuhkan penambahan laboratorium
beserta peralatan pendukungnya. Demikian pula dengan jumlah tenaga pendidik dan
tenaga kependidikan juga dibutuhkan penambahan.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Peter L. Chu, “Polycom Video Communications – Advanced Audio Technology for
Video Conferencing”, September 2004, www.polycom.com.
[2] Timothy M. O’Neil, “Communicate Simply – White Papers by Polycom”, January
2003, www.polycom.com.
[3] Paparan Renstra Kemendikbud 2011 – 2025.
[4] Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)
2011-2025.
[5] Human Development Index - 2010 Rankings, Sumber: hdr.undp.org/en/statistics/).
[6] Best Practice Community College PENS 2002 – 2011.