Desain Set sebagai Simulasi Arsitektural untuk Membangun Hiperrealitas
pada Tayangan Televisi (Studi Kasus: Desain Set Ini Talk Show NET. TV)
Dina Andriani dan Herlily
1. Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia
2. Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia
Abstrak
Tayangan televisi merupakan sebuah bentuk hiburan yang ditonton setiap harinya oleh
sebagian besar masyarakat Indonesia. Namun sesungguhnya tayangan televisi merupakan
bagian dari hiperrealitas, sebuah lapisan kehidupan dimana batas antara kenyataan dan
kepalsuan menjadi kabur. Sadar atau tidak sadar, tayangan televisi menjadi produk yang terus
dikonsumsi oleh masyarakat sehingga produksi tayangan televisi pun semakin berkembang.
Dengan tuntutan tersebut, tayangan televisi dibuat dengan berbagai metode untuk
menghasilkan tontonan yang menarik. Arsitektur memiliki peran dalam produksi tayangan
televisi. Melalui desain set, arsitektur disimulasikan sehingga dapat membangun dan
memperkuat tayangan televisi yang diproduksi.
Set Design as Architectural Simulation to build Hyperreality in Television Shows (Case
Study: Ini Talk Show NET. TV Set Design)
Abstract
Television show is a form of entertainment watched everyday by most Indonesians. However,
television shows actually belong to hyperreality, a layer where the border between reality and
artificiality is blurred. Conciously or not, television show becomes a product that keeps being
consumed by people, thus developing the production of television shows. With that kind of
demand, television shows must be produced in various methods to have interesting results.
Architecture plays a role in television production. Through set design, architecture is
simulated so it can build and strengthen television products.
Desain Set ..., Dina Andriani, FT UI, 2016
1. Pendahuluan
Arsitektur merupakan ilmu yang mempelajari ruang aktivitas manusia. Kebutuhan
manusia akan tempat bernaung dan berlindung dari gejala-gejala alam seperti perubahan
cuaca dan iklim serta kehidupan satwa liar menjadi alasan utama terbangunnya berbagai
macam gedung dan bangunan lainnya. Namun sekarang kebutuhan akan ruang yang spesifik
tidak lagi hanya untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia. Arsitektur sekarang dapat
digunakan sebagai alat untuk membangun sebuah lapisan realita yang dapat dikomersilkan.
Dalam konteks ini, arsitektur yang dimaksud merupakan arsitektur yang hiperrealistis.
Produk tayangan televisi yang disajikan di layar kaca setiap harinya tentu erat
kaitannya dengan hiperrealitas. Berbagai macam tayangan disiarkan melalui pancaran
frekuensi UHF maupun satelit sehingga dapat ditonton oleh puluhan juta konsumen televisi di
Indonesia. Tayangan televisi merupakan sebuah entitas yang kuat dalam lapisan hiperrealitas,
yang diwujudkan dengan melakukan berbagai macam simulasi. Pada proses simulasi tersebut,
arsitektur memiliki peran penting dalam mewujudkan hiperrealitas dalam televisi. Sebagai
cara untuk memenuhi kebutuhan manusia, arsitektur digunakan untuk menyediakan ruang
aktivitas dalam proses produksi tayangan televisi. Namun sebagai sebuah simulasi, arsitektur
dapat dibentuk dan ditampilkan untuk menjadikan tayangan televisi semakin meyakinkan bagi
penonton yang menyaksikannya.
2. Metode Pembahasan
Metode yang digunakan meliputi:
1. Studi Kepustakaan
Mempelajari berbagai macam teori yang dibutuhkan melalui literatur.
2. Pengamatan
Pengamatan dilakukan dengan menyimak berbagai tontonan yang disiarkan di
televisi dan diunggah di media internet. Program yang dipilih merupakan program
yang menggunakan desain set dan secara umum menerima animo besar dari
penonton dalam 10 tahun terakhir.
3. Studi Lapangan
Studi lapangan dilakukan dengan mendatangi langsung sebuah studio televisi
yang menggunakan desain set pada produksi tayangannya. Dengan pengamatan
Desain Set ..., Dina Andriani, FT UI, 2016
secara langsung diharapkan dapat menghasilkan observasi yang lebih maksimal
dan mendetail.
3. Tinjauan Teoritis
Wurtzel dan Rosenbaum (1995) menyebutkan bahwa desain set, bersama dengan
pencahayaan, kostum, tata rias dan sebagainya kerap disebut sebagai “plastik”. Hal ini
mengindikasikan bahwa desain set hanya dianggap sebagai elemen tambahan pada produksi.
Padahal, desain set mempertemukan ilmu arsitektur, desain, dan tata kamera untuk
menghasilkan tayangan dengan kualitas visual tertentu yang ingin direpresentasikan oleh para
pembuatnya. Millerson & Owens (2009) menyebutkan bahwa desain set menyediakan
lingkungan yang sesuai untuk proses produksi dan membuat suasana spesifik terhadap
program yang dibuat.
Wurtzel dan Rosenbaum (1995) menyebutkan ada 4 fungsi dari desain set. Yang
pertama, desain set menyediakan latar dan lingkungan fisik bagi tayangan dan pengisi acara.
Desain set menjadi ruang berkegiatan bagi para pengisi acara dan pembuatnya. Selanjutnya
desain set berfungsi untuk memberi identitas waktu dan tempat serta mood pada suatu
tayangan. Tanpa adanya desain set penonton akan kesulitan memaknai waktu dan tempat,
yang dapat berujung ke tidak sampainya ide acara ke penonton. Kemudian desain set memberi
suatu gaya (style) tertentu yang menyatukan berbagai elemen visual. Style yang digunakan
umumnya ada tiga, style netral, style realis atau representasional (dibuat mirip dengan tempat
yang sudah ada), dan style ekspresionis atau abstrak. Fungsi yang terakhir yaitu desain set
berfungsi sebagai elemen produksi yang efektif yang menyempurnakan keseluruhan acara.
Dengan adanya desain set, tayangan televisi terlihat semakin lengkap dan menarik. Dari
fungsi-fungsi tersebut dapat disimpulkan bahwa meskipun desain set terkesan tidak penting,
ia memiliki peranan besar bagi kualitas visual dari sebuah acara.
Teori simulasi dan simulacra dipopulerkan oleh sosiolog berkebangsaan Prancis, Jean
Baudrillard (1981). Untuk membahas simulasi, ia membandingkannya dengan kepura-puraan,
dalam hal ini ia sebut dengan istilah to dissimulate. Dissimulate mengindikasikan bahwa
seseorang berpura-pura tidak memiliki sesuatu yang sebenarnya ia miliki. Simulasi
mengindikasikan bahwa seseorang berlaku seakan-akan ia memiliki sesuatu yang tidak ia
Desain Set ..., Dina Andriani, FT UI, 2016
miliki. Sepintas terdengar mirip, namun keduanya merupakan hal yang jauh berbeda. Simulasi
mengimplikasikan kehadiran, dan dissimulate mengimplikasikan ketidakhadiran.
Simulasi berbeda dengan representasi. Representasi berakar dari prinsip kesetaraan
antara simbol dengan kenyataan. Representasi berusaha untuk memahami simulasi dengan
menafsirkannya sebagai representasi yang palsu, sedangkan simulasi menyelubungi
keseluruhan representasi sebagai simulacra. Simulacra dapat disimpulkan sebagai produk dari
proses simulasi.
Berikut merupakan fase-fase simulacra yang dijabarkan oleh Baudrillard.
1. Sesuatu menjadi cerminan atas kenyataan
2. Sesuatu menutupi dan mengubah kenyataan
3. Sesuatu menutupi atas ketidakberadaan kenyataan
4. Sesuatu tidak memiliki hubungan apapun dengan kenyataan, kemudian sesuatu
tersebut menjadi simulacra
Di dalam buku Simulacra and Simulation, Baudrillard (1981) juga membahas
mengenai hiperrealitas. Ia mengambil contoh dari cerita seorang penulis berkebangsaan
Argentina, Jorge Luis Borges, mengenai sebuah kekaisaran yang memiliki seorang pembuat
peta. Ia membuat peta akan area kekaisaran tersebut secara detail. Ketika kekaisaran tersebut
runtuh dan area kekaisaran tersebut berubah menjadi area lain, peta tersebut kemudian tidak
lagi merepresentasikan apa-apa. Peta tersebut kemudian menjadi suatu entitas lain, sebuah
hiperrealitas. Baudrillard menjelaskan bahwa hiperrealitas merupakan sebuah generasi dengan
model yang nyata tanpa asal muasal atau realitas. Baudrillard menganggap bahwa dunia yang
kita tinggali saat ini merupakan dunia hiperrealitas, dunia yang sudah disimulasikan dan tidak
lagi nyata. Peta tersebut kemudian ia hubungkan dengan fase kedua simulacra.
Umberto Eco (1990) melihat Disneyland sebagai tempat yang dipenuhi hal-hal yang
direproduksi, dalam hal ini terkesan bahwa Eco percaya bahwa Disneyland penuh dengan
kepalsuan. Jalanan utama (Main Street), bangunan-bangunan, binatang, tanaman, dan
dekorasinya merupakan kopian yang dibuat serealistis mungkin. Ketika kepalsuan itu kita
abaikan, maka kita baru bisa menikmati Disneyland secara realistis. Disneyland mencoba
membangkitkan bahwa cerita fantasi yang kita baca dan tonton semasa kanak-kanak menjadi
sesuatu yang dapat kita alami secara langsung, dan diwujudkan dalam bentuk yang cukup
mendetail. Memasuki Disneyland akan membuat kita merasa di dalam dunia lain yang terasa
nyata, sehingga imajinasi kita akan cerita-cerita masa kecil akan terpuaskan.
Desain Set ..., Dina Andriani, FT UI, 2016
Gambar 1. Kastil Disneyland dan Gambar 2. Jalanan Utama Disneyland
Dari pendapat tokoh-tokoh tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa hiperrealitas
merupakan suatu lapisan kenyataan yang dikonstruksi dari berbagai bentuk reproduksi, atau
simulasi dalam istilah Baudrillard. Manusia membuat duplikasi dan reproduksi akan suatu hal
dengan berbagai alasan. Apapun alasannya, duplikasi, reproduksi, maupun simulasi yang kita
buat telah terjadi berulang-ulang kali sehingga keaslian telah hilang dan tergantikan. Saat ini
kita tengah hidup dalam berbagai bentuk simulacra yang telah membangun hiperrealitas,
sebuah lapisan yang saat ini kita hidup di tengahnya. Simulasi pada Arsitektur
Desain Set ..., Dina Andriani, FT UI, 2016
IKEA merupakan perusahaan multinasional yang menjual berbagai macam furnitur,
perlengkapan, dan aksesoris rumah tangga. Pada toko-toko furnitur yang kerap ditemui di
pinggir jalan, produk yang dipajang biasanya hanya diletakkan berdempetan demi
penghematan ruang. Namun pada toko IKEA, penempatan furnitur diatur sedemikian rupa
sehingga membentuk suasana ruang yang homey dan memiliki kualitas yang menarik
pengunjung. Furnitur yang dipajang tersebut bukan merupakan simulacra, mereka tetap
merupakan produk-produk yang dijual. Namun pengaturan furnitur tersebut, jika mengacu
pada teori Baudrillard, merupakan simulacra fase kedua, yakni sesuatu yang menutupi
kenyataan. Pengaturan yang menarik membuat pengunjung lupa bahwa furnitur tersebut
merupakan produk yang dijual oleh IKEA. Pengunjung seperti “dirayu” untuk membeli
produk IKEA demi mendapatkan sensasi ruang yang menyenangkan seperti yang mereka
rasakan saat melewati ruang display di toko tersebut. Sensasi dan suasana yang tercipta
menjadi elemen yang hiperrealistis karena dapat mengaburkan fakta bahwa sesungguhnya
pengaturan tersebut hanyalah strategi marketing belaka.
Gambar 3. Display Toko Furnitur biasa dan Gambar 4. Display Toko IKEA
Penjelasan mengenai display pada toko IKEA tersebut merupakan salah satu contoh
bagaimana ilmu arsitektur dapat diaplikasikan untuk membuat suatu simulasi. Ternyata
arsitektur tidak hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan ruang pada manusia tetapi dapat
juga menjadi sebuah simulacra untuk berbagai alasan. Masih banyak contoh yang dapat
diambil untuk menggambarkan simulasi pada arsitektur, namun display pada toko IKEA ini
yang paling mudah untuk dijelaskan dan dimengerti.
Desain Set ..., Dina Andriani, FT UI, 2016
Hiperrealitas dalam Televisi
Dalam tulisannya yang berjudul The Gulf War Did Not Take Place (1995), Baudrillard
membahas peran televisi dalam Perang Teluk. Baudrillard berpendapat bahwa Perang Teluk
sebenarnya tidak terjadi. Perang Teluk hanyalah sekedar tontonan yang dilebih-lebihkan
untuk meramaikan media. Baudrillard mengatakan bahwa kita semua adalah sandera racun
media, yang dibuat percaya bahwa perang tersebut benar-benar terjadi. Bukan berarti Perang
Teluk tidak terjadi sama sekali, namun Perang Teluk diliput dan ditayangkan secara
berlebihan. Layar televisi kita pada saat itu dibombardir dengan berbagai liputan mengenai
Perang Teluk. Baudrillard menyebutkan bahwa media mempromosikan perang, dan perang
mempromosikan media. Hal ini menunjukkan bahwa media dan perang sama-sama
diuntungkan. Penonton disuguhkan dengan berbagai liputan perang tersebut sehingga
kemudian menerima kesan bahwa Perang Teluk merupakan perang yang besar, padahal
menurut Baudrillard yang terjadi hanyalah beberapa pertempuran saja. Hal ini menunjukkan
bahwa televisi telah membantu mengkonstruksi informasi yang tidak sepenuhnya nyata.
Pendapat lain datang dari seorang ahli teori Marxisme berkebangsaan Prancis yang
bernama Guy Debord. Dalam tulisannya yang berjudul The Society of Spectacle (1994),
Debord membuat kritikan terhadap masyarakat tontontan. Dalam tesis nomor 24, ia
mendeskripsikan tontonan yang ia maksud adalah media massa. Menurut Debord, media
massa merupakan sebuah badan yang hadir ditengah masyarakat yang bersifat tidak netral.
Media massa hanya akan mengikuti kebutuhan atas dinamika internal yang terjadi. Meskipun
media massa telah menyediakan komunikasi yang “instan”, hal tersebut ia anggap diakibatkan
karena komunikasi yang terjadi merupakan komunikasi satu arah saja. Hal tersebut kemudian
mengarah kepada terjadinya monopoli dalam media massa.
Televisi merupakan salah satu bentuk dari media massa. Televisi yang dianggap
menjadi sumber informasi dapat menjadi tidak netral akibat kepentingan pihak internal. Apa
yang masyarakat tonton dengan harapan menerima informasi sesuai dengan yang sebenarnya
terjadi dapat menjadi bias akibat sudut pandang dan cara menyampaikan informasi tersebut.
Hal ini menunjukkan betapa hiperrealistis informasi yang kita peroleh dari televisi.
Komunikasi yang terjadi pada televisi juga memang terjadi satu arah. Meskipun terdapat
beberapa program yang menghadirkan penonton baik secara langsung maupun dengan
Desain Set ..., Dina Andriani, FT UI, 2016
berbagai media, hal tersebut hanya menjadi sedikit representasi dari banyaknya massa
penonton televisi. Komunikasi dalam televisi pun juga hiperrealistis mengingat seakan-akan
benar terjadi komunikasi dua arah antara setiap penonton yang berada di rumah.
Meskipun begitu, sadar maupun tak sadar, penonton Indonesia masih saja meluangkan
waktu untuk menonton hiperrealitas yang terkonstruksi dalam televisi. Ini tidak terjadi pada
satu atau dua orang, tapi sebagian besar masyarakat Indonesia. Orang-orang berbondong-
bondong menyaksikan sesuatu yang ditawarkan sebagai “kenyataan yang lebih nyata” yang
padahal direkayasa sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Kenyataan kemudian
dikonstruksi, dan bukan direkam. Hal ini ditakutkan dapat membuat masyarakat semakin
sukar untuk menentukan batas antara kebenaran yang nyata dengan suatu cerita yang dibuat-
buat.
4. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Studi kasus yang diambil adalah desain set pada program Ini Talk Show yang
ditayangkan dan diproduksi oleh NET. TV. Ini Talk Show adalah program talk show yang
dikemas dengan suasana santai, membahas isu-isu hangat yang ada di masyarakat dengan cara
sederhana. Di program ini juga akan memperlihatkan suasana rumah dan karakter-karakter
yang ada di rumah tersebut. Dengan peran Sule sebagai Host, Andre Taulany sebagai
Consultant-Host, didukung oleh Yurike sebagai Mama Sule, Sas Widjanarko sebagai Om
Sule, Maya Septha sebagai Asisten Rumah Tangga, dan Haji Bolot sebagai Pak RT
(Netmedia, n.d.). Selain itu program Ini Talk Show juga didukung oleh Parto, Yujeng, serta
Nunung.
Alasan saya memilih set Ini Talk Show sebagai studi kasus saya yang pertama karena
program ini mencampurkan adegan fiktif seperti adegan maling yang dideskripsikan
sebelumnya, dengan wawancara talk show seperti yang umumnya dilakukan. Hal tersebut
mengaburkan batas antara konten acara yang sebenarnya dengan adegan-adegan yang bersifat
gimmick, sehingga program ini terasa hiperrealistis. Yang kedua karena set yang digunakan
memiliki sifat naratif yang mencerminkan karakter-karakter dalam acara. Set tersebut sejalan
dengan konsep acara yang melakukan talk show seperti seorang pemiliki rumah yang sedang
menerima tamu. Sifat naratif tersebut membuat set program Ini Talk Show menjadi menarik.
Desain Set ..., Dina Andriani, FT UI, 2016
Gambar 5. Layout set Ini Talk Show dan Gambar 6. Set Ini Talk Show
Seperti yang telah dideskripsikan sebelumnya, Ini Talk Show memperlihatkan suasana
interior rumah tinggal. Dalam foto tersebut dapat dilihat bahwa set didesain untuk terlihat
seperti suasana rumah di malam hari. Ruang-ruang yang kerap ada pada tipikal rumah tinggal
terlihat pada set Ini Talk Show. Di pojok sebelah kiri kita dapat melihat terdapat dapur yang
lengkap dengan kitchen set serta berbagai perabotannya. Di area tengah bagian belakang
terdapat ruang keluarga dengan televisi, sofa, dan area kerja di belakangnya. Di pojok sebelah
kanan kita dapat melihat pintu masuk dan halaman rumah, serta apa yang terlihat sebagai
sebuah perapian dengan sebuah foto Sule berukuran besar di atasnya. Di tengah panggung
kita dapat melihat ruang tamu yang dijadikan sebagai area talkshow atau tempat di mana
wawancara dilakukan.
Desain Set ..., Dina Andriani, FT UI, 2016
Gambar 7. Area Dapur pada Set Ini Talk Show dan Gambar 8. Pintu Masuk
Set Ini Talk Show
Pada set, area-area yang diadakan berfungsi untuk mengakomodasi berbagai adegan
yang mengisi program di sela-sela wawancara. Keberadaan set dapur pada program Ini Talk
Show diperlukan mengingat acara tersebut memiliki karakter asisten rumah tangga bernama
Maya yang kerap berakting seolah-olah menyiapkan minuman dan cemilan bagi para bintang
tamu yang diundang. Gambar di atas menunjukkan bahwa kitchen set yang dibuat serta
properti yang diletakkan memberi kesan bahwa ini merupakan dapur yang benar-benar
digunakan untuk beraktifitas. Hal yang membuat set ini terlihat artifisial adalah kebersihan
meja konter yang terlihat jarang digunakan serta ketidakhadiran berbagai perlengkapan dapur
seperti kompor, kulkas, bak pencuci piring dan lain sebagainya yang keberadaannya vital
terhadap kegunaan dapur yang asli digunakan. Yang selanjutnya dapat diperhatikan ialah
pintu rumah pada set. “Pintu” rumah ini digunakan sebagai main entrance oleh para bintang
tamu untuk masuk ke tengah-tengah studio. Namun dibalik pintu tersebut terdapat sebuah
backdrop yang menggambarkan suasana perumahan di malam hari. Di belakang pintu tersebut
juga dipasang karpet rumput sintetis untuk mensimulasikan halaman rumput pada rumah
tinggal. Tampilan suasana outdoor yang gelap merupakan simulasi identitas waktu yang
korelatif terhadap jam tayang Ini Talk Show yaitu pukul 19.30 WIB.
Desain Set ..., Dina Andriani, FT UI, 2016
Gambar 9. Perapian palsu pada set Ini Talk Show dan Gambar 10. Area Ruang
Keluarga pada set
Selain bagian-bagian pada set yang sengaja dibuat untuk mengakomodasi adegan,
terdapat berbagai area dan elemen keruangan yang hanya bersifat dekoratif. Pada area ruang
keluarga terdapat sofa dan televisi yang khas ada di tipikal rumah tinggal masyarakat
Indonesia. Ruang ini terlihat cukup kecil untuk mengakomodasi “keluarga” Ini Talk Show
yang terdiri dari banyak karakter. Televisi yang dipajang memutar video berisi iklan-iklan
program NET. TV tanpa henti selama studio Ini Talk Show digunakan. Area ini terlihat jarang
digunakan oleh karakter pengisi acara bahkan untuk berakting gimmick komedi. Kemudian, di
sisi sebelah kanan terdapat sesuatu yang terlihat seperti sebuah perapian dengan berbagai
pajangan serta di atasnya tergantung foto Sule yang berukuran besar. Bagian-bagian pada set
tersebut dirasa tidak memiliki fungsi lain selain pelengkap dan penguat karakter cerita pada
acara, karena ruang keluarga jarang digunakan pada adegan-adegan pengisi, perapian tersebut
bahkan tidak memiliki lubang sehingga tidak bisa menyala, serta foto Sule yang dipajang
memperlihatkan tampilannya dalam karakter host yang ia perankan dan bukan sebagai dirinya
sendiri.
Desain set program Ini Talk Show yang berbentuk seperti rumah terdiri dari bagian-
bagian yang cukup detail. Area-area pada rumah, furnitur, perabotan, pajangan, dan material
yang disimulasikan saling mendukung satu sama lain untuk mewujudkan tampilan set yang
lengkap dan menyeluruh. Merujuk pada teori Baudrillard, set program Ini Talk Show baik
Desain Set ..., Dina Andriani, FT UI, 2016
sebagian maupun keseluruhan dapat disimpulkan sebagai simulacra pada fase ketiga, bahkan
mengarah ke fase keempat. Suasana rumah yang dihasilkan membuat acara Ini Talk Show
semakin hiperrealistis, mengingat elemen-elemen palsu (jendela, buku-buku pada rak, kitchen
set tanpa perlengkapan, wallpaper) bercampur dengan elemen-elemen asli (furnitur seperti
sofa, kursi, meja yang benar-benar digunakan) sehingga sulit untuk dibedakan. Simulasi
kualitas homey pada set juga mendukung berjalannya plot acara yang bersifat naratif
mengingat jumlah adegan-adegan komedi yang menjadi pengisi di antara wawancara dengan
bintang tamu. Desain set Ini Talk Show merupakan contoh simulasi arsitektural yang berhasil
membangun hiperrealitas pada tayangannya.
Desain set sebagai suatu bidang yang terpisah merupakan sebuah simulacra fase ke
empat yang berarti ia merupakan sesuatu yang saat ini sudah dianggap nyata dengan
sendirinya. Namun desain set sebagai elemen pendukung produksi televisi merupakan
simulacra fase ke tiga yang berarti ia menutupi ketidakberadaan akan sebuah tempat yang
nyata. Ketidakberadaan tempat, bersama dengan ketidakberadaan elemen-elemen yang nyata
lainnya pada tayangan televisi membuktikan betapa hiperrealistis tayangan televisi secara
keseluruhan. Hiperrealitas ini menjadi sesuatu yang sangat digemari masyarakat dan
dikonsumsi setiap harinya oleh puluhan juta orang di Indonesia.
5. Kesimpulan
Tayangan televisi merupakan sebuah produk yang bersifat hiperrealistis. Genre
program apapun yang ditonton oleh masyarakat, baik program berita, liputan, dan dokumenter
yang bersifat faktual dan ilmiah, kemudian program drama, sinetron, dan film yang bersifat
fiktif dan telah direkayasa, serta program-program yang mencampurkan elemen faktual dan
fiktif di dalamnya semua berada dalam lapisan hiperrealitas. Merujuk kepada teori produksi
televisi oleh Wurtzel dan Rosenbaum (1995) serta Millerson dan Owens (2009), program
televisi diproduksi dengan berbagai macam upaya untuk menghasilkan tayangan yang
meyakinkan untuk ditonton. Millerson dan Owens sendiri mengakui bahwa kamera dan
mikrofon yang digunakan untuk merekam tayangan dapat mentransformasikan kenyataan.
Elemen-elemen pendukung, dalam konteks penulisan skripsi ini desain set, juga ikut
mengambil peran dalam merekayasa tampilan dalam tayangan televisi.
Desain Set ..., Dina Andriani, FT UI, 2016
Hiperrealitas secara sederhana merupakan lapisan tempat batas antara kenyataan dan
kepalsuan menjadi kabur. Pada tayangan televisi, kenyataan yang disajikan, misalnya berupa
informasi dan berita, diolah dengan berbagai macam rekayasa sesuai dengan arahan sutradara.
Dalam tayangan Ini Talk Show, interview yang dilakukan merupakan elemen yang nyata.
Namun adegan-adegan komedi yang diselipkan merupakan hal yang dibuat-buat demi
menghibur penonton. Sule dan Andre yang menyapa penonton menyadarkan kita bahwa ini
merupakan acara talkshow, namun adegan yang memberikan kesan bahwa Sule dan Andre
berada di rumah dan berinteraksi dengan karakter-karakter keluarganya membuat kita merasa
tayangan tersebut juga bersifat dramatis. Hal tersebut memperkuat lapisan hiperrealitas dalam
tayangan Ini Talkshow.
Hiperrealitas juga diperkuat dengan adanya simulasi. Sesuai dengan pemaparan
Baudrillard (1981), simulasi merupakan upaya mengadakan sesuatu yang tidak nyata.
Sesuatu yang disimulasikan dapat menjadi simulacra melalui replikasi dan duplikasi yang
terjadi dan mengalami pergeseran. Simulasi dan simulacra dapat ditemui di sekitar kita,
dalam bentuk karya seni, teknologi, sistem, termasuk juga arsitektur. Simulasi dalam
arsitektur dapat dilakukan untuk menghadirkan elemen tertentu dalam bentuk keruangan, juga
sebaliknya untuk menghadirkan elemen keruangan yang utuh dalam bentuk yang lain.
Pada tayangan Ini Talk Show, desain set menjadi simulasi untuk menghadirkan
elemen keruangan dalam program televisi. Tayangan tersebut ingin menghadirkan suasana
rumah dalam tampilannya sehingga dibuatlah sebuah desain set yang menyerupai keadaan
interior sebuah rumah. Dalam kasus Ini Talk Show, rumah tersebut bersifat tidak nyata,
namun disimulasikan pada tayangan sehingga terasa nyata. Ketika tayangan tersebut berakhir,
maka keberadaan rumah tersebut pun hilang.
Desain set menjadi sebuah simulasi arsitektural dengan menghadirkan ruang dengan
fungsi tertentu tanpa memfungsikan ruang tersebut sebagaimana yang dimaksudkan. Hal
tersebut menjadikan ruang memiliki bentuk yang terjadi untuk mengakomodasi aktivitas
tertentu namun hanya digunakan untuk menghadirkan identitas keruangan serta suasana
tertentu pada tayangan televisi. Seperti pada studi kasus Ini Talk Show, desain set secara
umum telah berhasil membangun hiperrealitas pada tayangan televisi yang ia dukung.
Desain Set ..., Dina Andriani, FT UI, 2016
6. Daftar Pustaka
Baudrillard, J. (1981). Simulacra and Simulation (S. Glaser, Trans.). Michigan: University of
Michigan Press.
Baudrillard, J. (1995). The Gulf War Did Not Take Place (P. Patton, Trans.). Indianapolis:
Indiana University Press.
Debord, G. (1994). The Society of The Spectacle (D. Nicholson-Smith, Trans.). New York:
Zone Books.
Eco, U. (1990). Travels in Hyperreality (W. Weaver, Trans.). New York: Harcourt Brace &
Company.
Millerson, G. & Owens, J. (2009). Television Production (14th ed.). Oxford: Focal Press.
Netmedia (n.d.). About The Show. Ini Talk Show. December 11, 2015.
http://www.netmedia.co.id/program/107/Ini-Talk-Show
Wicaksono, E. (Producer). (2015, December 8). Ini Talk Show [Television broadcast].
Jakarta: NET. TV.
Wurtzel, A. & Rosenbaum, J. (1995). Television Production (4th ed.). New York: McGraw-
Hill.
Desain Set ..., Dina Andriani, FT UI, 2016