group arsitektural bunaken

35
MINAHASA TRADITIONAL HOUSE

Upload: pribadi-muhammad-dzar

Post on 03-Dec-2015

237 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

asdwdqweqweq

TRANSCRIPT

MINAHASA TRADITIONAL

HOUSE

TIPOLOGI RUMAH TRADISIONAL MINAHASA DAN EVOLUSINYA

• Rumah yang didiami oleh penduduk Minahasa disebut dengan istilah "wale" atau"bale".

• saat ini kita kenal dengan sebutan rumah panggung tradisional Minahasa (Weleneinto'oi).

• Selain bangunan tempat tinggal, ada pula bangunan yang dibangun di areal perkebunan yang disebut "sabua/popollekou/terung", fungsinya lebih bersifat praktis untuk tempat berteduh dan beristirahat / memasak makanan dan menyimpan hasil panen.

• Sebelum mengenal papan atau kayu, penduduk Minahasa menggunakan: 

• bambu untuk membangun rumah, dan 

• daun nipah sebagai atap yang disebut dengan "katu bobo" untuk keluarga yang kurang mampu, dan

• daun rumbia bagi mereka yang lebih mampu.

• Dengan berkembangnya teknologi dan perlatan pertukangan, bahan bambu beralih ke kayu atau papan.

• Pada mulanya

• bangunan dengan denah segi empat yang besar dan luas

• atap yang tinggi tanpa ruang loteng.

• Dalam rumah terdapat sebuah serambi tertutup di bagian depan di mana dari serambi ini terdapat sebuah gang lebar dari ke arah bagian belakang rumah.

• Disamping kiri dan kanan terdapat bilik-bilik yang ukurannya kecil dan dipisahkan satu dengan yang lain oleh kain.

• Setiap bilik didiami oleh satu keluarga dan masing-masing bilik terdapat sebuah dapur (awu) dengan sebuah tungku memasak (reramporan). Pemilik bilik ini disebut satu awu.

RUMAH TRADISIONAL MINAHASA SETELAH PERUBAHAN.

• Dengan terjadinya gempa bumi pada tahun 1845, banyak rumah di Minahasa yang hancur dan rusak. Atas anjuran pemerintah dan para pendeta Kristen terdapat perubahan Bangunan Minahasa.

oPERUBAHAN FISIK

• Masa bangunan menjadi lebih kecil dan dilengkapi dengan lebih banyak balok.

• penghadiran serambi terbuka di bagian depan rumah yang dimana diletakkan satu atau dua buah tangga.

• Dinding serambi terdiri dari sejumlah tiang-tiang atau bilah-bilah papan kecil setinggi ± 75 cm dan bagian atasnya dihubungkan dengan sebuah balok mendatar sebagai pengikat yang biasa disebut dengan "leger".

• kerangka badan bangunan rumah yang terdiri dari kayu dengan sambungan pen, dan kolong rumah terdiri dari 16-18 tiang penyanggah. Perbedaanya hanya tiang penyanggah berukuran lebih kecil dan lebih pendek dari masa sebelumnya, yaitu sebesar 30/30 cm atau 40/40 cm, tinggi 1,5-2,5 meter.

• Bagian kaki rumah (pondasi)

1. Disebut godong

2. Berupa tiang-tiang kayu 

3. Bertumpu diatas batu atau umpak

•Tiang dan Balok Kolong

1. Material dari kayu keras (kayu besi,kayu ebony)

2. Hubungan tiang dan balok dikancing antara 2 ruas kayu dengan

3. Terdapat 16-18 tiang penyanggah.

4. Tinggi tiang 1.5 m-2,5 m.

5. Ukuran 80-200 cm

6. Fungsi kolong sebagai tempat menyimpan binatang peliharaan yaitu kuda.

•Dinding (badan rumah)1. Material dinding dari papan atau anyaman bambu.2. Material dinding penyekat dari kayu lunak (kayu cempaka,kayu merah).3. Mengunakan system sambungan pen.

•Jendela1. Konstruksi jendela 2 sayap2. Terdapat banyak jendela di kiri-kanan.3. Material jendela dari kaca nako/jalusi

• Pintu1. Tinggi pintu sekitar 1 m2. Melambangkan penghrmatan pada tuan rumah3. Material terbuat dari kayu keras

o PERUBAHAN RUANG• Pada serambi dalam ini setiap dinding yang membatasi ruang tersebut

dengan bagian luar rumah di kiri dan kanan serta dengan serambi luar di bagian depan, selalu disediakan bukaan jendela.

• Seperti halnya pada denah rumah besar sebelumnya, dari arah serambi dalam ini terdapat sebuah gang di yang di kiri-kanannya terdapat bilik-bilik tidur yang umumnya sudah berdinding tegas (papan kayu).

• Setiap bilik tidur dihubungkan dengangang tengah oleh sebuah pintu.

• Pada bangunan rumah yang relatif lebih kecil keberadaan bilik-bilik tidur umumnya hanya berada pada satu sisi rumah saja, sehingga gang penghubung menjadi lebih besar.

• Sebuah bilik di bagian belakang rumah tidak disekat penuh dan cenderung terbuka dan difungsikan sebagai bilik makan.

• ruangan dapur terpisah dari bangunan induk, atau merupakan perluasan serambi belakang dengan pengatapan yang secara konstruksi tidak menyatu dengan atap bangunan utama.

• Bagian kolong rumah umumnya dimanfaatkan sebagai tempat penyimpanan pedati serta alat-alat pertanian atau kayu bakar, penyimpanan hasil panen atau ternak peliharaan 

• Pada bentuk bangunan rumah ini juga telah dikenal adanya ruang loteng,yang sering difungsikan sebagai tempat menyimpan hasil panen, khususnya pada musim penghujan karena kondisinya yanglebih "kering" ketimbang ruang yang berada di bagian kolong rumah.

SUSUNAN RUANG

•Loteng

1. Berfungsi sebagai kamar tidur anak laki-laki,tempat menyimpan hasil kebun,menjemur pakaian,menyimpan barang-barang atau gudang.

2. Terletak di bawah atap

• Serambi (setup)

1. Berfungsi sebagai tempat menerima tamu resmi

2. Terletak paling depan bangunan

3. Tempat bersandarnya tangga

• Ruang Tamu (leloangan)

1. Berfungsi sebagai tempat menerima tamu

2. Terletak di bagian depan bangunan

• Ruang Tengah (pores)

1. Berfungsi sebagai ruangan menerima kerabat dekat

2. Terletak di bagian tengah bangunan.

• Kamar Tidur Orang Tua dan Anak

1. Terletak di kanan-kirinya bangunan ruang tengah

2. Berfungsi sebagai ruang tidur

• Dapur

1. Berfungsi sebagai ruang memasak,tempat menyimpan peralatan dapur,tempat ruang makan.

2. Terletak di bagian belakang bangunan.

• Ruang Tengah Belakang

1. Berfungsi sebagai tempat menyimpan padi (sangkor).

o PERUBAHAN ATAP

• Peratapan rumah ini gabungan bentuk pelana dan limas,

• dengan material penutup berupa daun rumbia yang kemudian berganti dengan material seng sejak tahun 1920-an.

KONSTRUKSI BANGUNAN

•Atap (bagian kepala)

1.Atap rumah di sebut Soldor

2.Terdapat loteng yang kokoh berfungsi sebagai lumbung padi.

3.Bagian atap rumah berbentuk pelana dan limas

4.Material dari kayu keras(kayu besi/ebony) atau bambu batangan.

5.Di ikat dengan tali ijuk pada usuk dari bambu.

6.Material penutup/pelapis atap yaitu rumbia

• Perubahan bentuk dan konstruksi atap yang terdapat di Desa Tonsealama terdapat 72,7%, dan di Desa Rurukan terdapat 88,9%. Perubahan fisik rumah tradisional Minahasa nampak pada perubahan konstruksi dan material, sebagai berikut:

1) Perubahan konstruksi atap kasau di Desa Tonsealama menjadi konstruksi atap peran dengan kuda kuda berdiri, perubahan dilakukan setelah 30-40 tahun pembangunan ( pada waktu daya tahan kayu menurun sesuai dengan umur konstruksi kayu).

2). Rangka badan rumah tetap, tetapi perubahan nampak pada pengisi konstruksi dinding dan konstruksi jendela. Perubahan konstruksi dinding terjadi setelah bangunan rumah berumur 70 tahun. Material konstruksi dinding terpasang horisontal dirubah dengan memasang secara vertikal (khususnya di Desa Tonsealama). Konstruksi jendela 2 sayap diubah menjadi jendela kaca nako/ jalusi (di Desa Tonsealama dan Desa Rurukan).

3). Perubahan konstruksi kolong rumah terdapat di Desa Rurukan dan Tonsealama, yaitu perubahan pada peran bantalan bawah yang telah diabaikan, akibat dari pengaruh umur bangunan, kayu lapuk dan hancur. Dampaknya nampak pada struktur rumah yang labil, terutama bila beban hidup yang diterima besar. Perubahan juga nampak pada batu alas watulanei yang sudah tenggelam dalam tanah dan diganti dengan beton cor. Perubahan tiang kolong kayu diganti dengan tiang beton, sehingga tidak memerlukan elemen bantalan bawah, skor dan batu alas.

• Tinggi kolong rumah tetap dipertahankan 1,5-2,5 meter, karena kolong rumah dimanfaatkan untuk kegiatan sehari-hari. Namun demikian beberapa rumah tradisional Minahasa di Desa Rurukan telah merubah tinggi kolong rumah yang sesuai dengan ukuran dan kualitas kayu.

ORNAMEN

• Ornamen hiasan banyak sekali menggunakan warna merah yang mengartikan bahwa keberanian.

• Ornamen ada yang berbentuk naga di samping kanan dan kiri rumah,mengartikan arti tak gentar tidak takut.

• Ornamen Naga berasal dari negara Cina begitu pun warna merah yang identik dengan Cina.

4) Perubahan elemen tangga ditinjau dari posisi/ perletakan tangga dan jumlah anak tangga. Di Desa Tonsealama masih terdapat (54,5%) rumah tradisional Minahasa yang mempertahankan:

• posisi 2 buah tangga di depan rumah,

• terletak di samping kiri dan kanan depan rumah,

• terletak segaris berlawanan arah,

• dengan jumlah anak tangga ganjil.

• tetapi 54,5% rumah tradisional Minahasa di Desa Tonsealama telah mengganti tangga kayu menjadi tangga beton.

Posisi letak tangga di Desa Rurukan berbeda, terdapat 66,7% rumah tradisional yang masih mempertahankan:

• 1 buah tangga yang terletak di depan dan di belakang rumah,

• pada posisi samping kiri atau kanan rumah,

• posisi berlawanan arah dan

• jumlah anak tangga ganjil.

• material kayu untuk tangga tetap dipertahankan di Desa Rurukan,

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN FISIK DAN PERUBAHAN PENGGUNAAN RUANG DALAM RUMAH TRADISIONAL

MINAHASA

1)Faktor status kepemilikan rumah dan lahan mempengaruhi kualitas perawatan fisik rumah,

sesuai Turner (1976), tanpa adanya jaminan kepastian tentang status kepemilikan rumah dan lahan, penghuni rumah tidak merasa aman untuk menginvestasikan dananya pada rumah tempat tinggalnya. Akibatnya kayu lapuk, dan diganti seadanya telah mempengaruhi sistim konstruksi rumah tradisionalnya

2)Faktor ekonomi penghuni

mempengaruhi perubahan material konstruksi rumah. Penggunaan material-material baru pada rumah tinggal menjadi suatu kebanggaan tersendiri bagi penghuninya.

3) Faktor kebutuhan ruang,

karena bagi keluarga di Desa Tonsealama dan Rurukan, rumah tidak hanya untuk pemenuhan kebutuhan fisiologis dan kebutuhan rasa aman saja, tetapi telah meningkat pada kebutuhan untuk bersosialisasi.

Ruang tidur dipindahkan pada satu sisi bangunan, untuk memperoleh ruang tamu yang luas untuk dapat beribadah bersama keluarga dan tetangga di lingkungannya (aktivitas beribadah kolom).

4) Faktor perkembangan teknologi

karena pengolahan hasil produksi padi, jagung sudah mempergunakan mesin pemipil dan mesin pemilah, sehingga penghuni rumah tidak membutuhkan lagi ruang penyimpanan di loteng atau sangkor.

PERLAMBANGAN (SIMBOLISASI KULTUR)

• Berikut ini adalah sejumlah kandungan perlambangan (simbolisasi kultur) yang terindentifikasi pada perwujudan fisik rumah tradisional Minahasa, dalam tinjauan generalis.

1. Komposisi bentuk rumah Minahasa secara keseluruhan dapat dibedakkan atas tiga bagian utama, bagian atap (kepala), badan dan kolong (kaki).

• Bagian atap diidentikkan dengan dunia Tuhan - dimana dipercaya bahwa dunia ini adalah dunia yang paling suci.

• Bagian badan rumah disinkronkan dengan dunia manusia, karena memang pada bagian ini manusia melakukan segala aktivitasnya.

• Bagian kolong diidentikkan sebagai dunia bawah atau tempat roh orang mati / arwah / setan.

2. Hadirnya elemen rongga atap (loteng) dan bagian kolong rumah, secara tidak langsung melambangkan pola kehidupan masyarakat Minahasa yang bercorak agraris.

3. Pola tata letak dan orientasi bangunan rumah dalam wilayah permukiman menyiratkan sistem kemasyarakatan yang demokratis. Hal ini sejalan dengan wujud rumah-rumah warga yang cenderung seragam dan tidak ada yang menonjol secara khusus sebagaimana yang biasanya hadir pada lingkup komunitas masyarakat yang feodalistis

4. Perlambangan status sosial dari pihak pemuka-pemuka masyarakat lebih mengandalkan pada perbedaan unsur-unsur bangunan yang sifatnya dekoratif atau ornamentatif.

Hal serupa termanifestasikan pada bentuk waruga (kubur batu), yang informasi status sosial dari orang yang dikubur hanya diberikan lewat aplikasi ornamen / ragam hias yang berbeda-beda pada bagian penutup waruga, sementara bentukan waruga-nya relatif sama untuk semua orang.

5. Aplikasi ornamen dan corak ragam hias yang bersumber dari bentuk-bentuk alamiah (flora dan fauna) juga menunjukkan tingginya apresiasi masyarakat Minahasa terhadap lingkungan fisik alamiahnya yang dipandang sebagai berkah terindah dari sang Opo Empung.

Adapan corak ornamentasi dan dekorasi geometris yang belakangan mentradisi, pada dasarnya menunjukkan tingkat akseptansi masyarakat Minahasa yang tinggi terhadap introduksi rona kultural yang baru dari komunitas masyarakat / bangsa lain yang berstatus pendatang, sepanjang kultur yang dibawa dipandang positif. Hal ini juga menyiratkan tingginya dinamika kultur masyarakat Minahasa.

6. Pola penataan fasade (tampak) depan bangunan yang setangkup (simetris) juga menyiratkan karakteristik masyarakat Minahasa yang mengutamakan kepraktisan dan idealisme. Belakangan pola simetris ini dihubungkan dengan simbolisasi norma “kesetaraan” atau “keadilan” yang dijunjung tinggi masyarakat Minahasa yang demokratis.

7. Eksistensi beranda depan yang terbuka menyiratkan karakteristik masyarakat Minahasa yang “terbuka” dan menjunjung tinggi ihwal hubungan kekerabatan dan kemasyarakatan.