Download - Cutaneus Lupus Eritematosus
-
7/27/2019 Cutaneus Lupus Eritematosus
1/26
Referat
CUTANEUS LUPUS ERITEMATOSUS
Haris Winanda
I1A006077
Pembimbing:
: dr. I Nyoman Suarjana, Sp.PD ( K) R
SMF ILMU PENYAKIT DALAM/ BAGIAN PENYAKIT DALAM
FK UNLAM/RSUD ULIN
BANJARMASIN
-
7/27/2019 Cutaneus Lupus Eritematosus
2/26
DAFTAR ISI
Halaman Judul i
Daftar Isi ii
Pendahuluan 1
Tinjauan Pustaka 23
Penutup 24
Daftar Pustaka
-
7/27/2019 Cutaneus Lupus Eritematosus
3/26
BAB I
PENDAHULUAN
Lupus eritematosus adalah penyebab dari berbagai penyakit yang
kesemuanya berhubungan akibat perkembangan autoimunitas. Pada beberapa
kasus hanya terdapat gangguan kulit, beberapa kasus lainnya mengalami
manifestasi berupa sistemik LE yang mengancam jiwa.1
Angka kejadiannya berkisar antara 40 kasus/100.000 pada eropa utara,
dan lebih dari 200/100.000 kasus pada kulit hitam. Salah satu hal yang sangat
signifikan dalam observasi klinis dari SLE adalah predileksi pada wanita.
Terdapat rasio kejadian seumur hidup sebesar 9:1 pada wanita dibandingkan pada
laki laki.1,2
Faktor pencetusnya antara lain ada riwayat keluarga;sinar Ultraviolet (
UV ) adalah faktor paling berpengaruh. Pada Sistemik Lupus Eritematosus ( SLE
) sekitar 20% pasien akan mengalami manifestasi pada kulit yaitu Diskoid Lupus
Eritematosus, sedangkan hanya 5% dari pasien dengan DLE yang terkena.1
SLE Istilah Cutaneus LE ( CLE ) sering disamakan dengan penyakit
kulit spesifik LE sebagai payung dari tiga kategori besar penyakit kulit spesifik
LE yaitu: LE kutan akut ( ACLE ), LE subkutan akut ( SCLE ) dan LE kutan
kronik ( CCLE ). Penentuan tipe dari CLE ini dapat memberikan gambaran
keparahan atau keterlibatan dari organ dalam.1
-
7/27/2019 Cutaneus Lupus Eritematosus
4/26
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.DEFINISI DAN KLASIFIKASI
Kata lupus berasal dari bahasa Yunani kuno. Beberapa tulisan
menyebutkan bahwa Hippokrates ( 260 375 S.M) menggambarkan ulkus kutan
dengan nama herpes estiomenos. Definisi awal dari lesi kulit juga akhirnya
menjadi penyakit yang dikenal dengan lupus, yang pertama kali dinamai saat abad
pertengahan. Kata lupus ( latin: serigala ) berasala dari gambaran kulit yang
berubah sesuai jalannya penyakit.3
Berbagai manifestasi kulit dari LE telah diklasifikasikan oleh James N.
Gilliam yang membagi antara LE spesifik dan LE-non spesifik berdasarkan
kriteria histology. LE non spesifik, yang sering dikaitkan dengan SLE termasuk
perubahan vaskularisasi kulit seperti teleangiectasis periungual, livedo racemosa,
tromboflebitis, sindrom Raynaud, dan vaskulopati oklusi akral.3
Sedangkan LE spesifik dibagi atas beberapa subtype dari CLE menjadi
empat subtype berdasarkan genetic, klinis, histologist, dan imunoserologis; LE
kutan akut ( ACLE ); LE kutan subakut ( SCLE ); LE kutan kronik ( CCLE ); dan
LE kutan intermittent ( ICLE ). Berdasarkan klasifikasi ini, yang termasuk dalam
CCLE yaitu LE discoid ( DLE ), LE profundus ( LEP ) dan LE chilblain ( CHLE
).3
-
7/27/2019 Cutaneus Lupus Eritematosus
5/26
Tabel 1. Klasifikasi Cutaneus Lupus menurut Gilliam
LE specific skin disease LE- non spesifik skin diseaseI. LE kutan Akut ( ACLE )
1. ACLE local ( malar rash,butterfly rash )
2. ACLE general (makulopapular rash, SLE
rash, fotosensitif
dermatitis lupus )
II. LE kutan subakut ( SCLE )1. Annular SCLE ( Lupus
marginatus, eritema
simetris sentrifugal)
2. Papuloskuamos SCLE (DLE disseminate,
ptiriasiform LE,
makulopapular
photosensitive LE )
III. LE kutan kronik ( CCLE )1. LE discoid klasik
a. DLE localb. DLE general
2.
DLEhipertropik/verrucous
3. Lupus profundus/lupuspanniculitis
4. DLE mukosaa. DLE oral
b. DLE konjunctiva5. Lupus tumidus6. LE chilblain
I. Penyakit vascular kulita. Vaskulitis
1. Leukocytoclastik2. Periarteritis nodosa
b. Vaskulopati1. Degos disease2. Atropi blanche sekunder
( livedoid vaskulitis,
livedo vaskulitis )
c. Periungual teleangiektasisd. Livedo reticularise. Thromboplebitisf. Fenomena Raynaudg. Eritromelalgia
II. Non-scarring alopeciaa. Rambut lupus
b. Telogen effluviumc. Alopesia areata
III. SclerodactylyIV. Rheumatoid nodulesV.
Calcinosis cutisVI. Lesi bula LE-non spesifik
VII. UrticariaVIII. Papulonodular mucinosisIX. Cutis laxa/anetodermaX. Akantosis nigrikan ( resistensi
insulin tipe B )
XI. Eritema multiformeXII. Ulkus tungkaiXIII. Liken planus
Manifestasi organ sistemik dapat terjadi dalam kemungkinan yang
bervariasi, pada setiap subtype CLE. Kurang dari 5% pasien dengan DLE, subtype
paling sering ditemukan dari CCLE, berkembang menjadi SLE. Sebagai
perbandingan, 10-15% pasien SCLE dapat mendapat gangguan ringan seperti
arthritis. Sekitar 50% dengan SCLE memenuhi criteria ACR, walaupun tidak
menderita SLE.3
-
7/27/2019 Cutaneus Lupus Eritematosus
6/26
Tabel 2. Kriteria untuk SLE4
Kriteria Definisi
1. Malar Rash
2. Diskoid rash
3. Photosensitivitas
4. Ulkus oral
5. Arthritis
6. Serositis
7.
Gangguan ginjal
8. Gangguan neurologis
Eritema menetap, rata atau meninggi,
tidak ada di lipatan nasolabial
Plak eritem dengan krusta keratotik dan
sumbatan folikular; luka yang atropi
yang mungkin diakibatkan oleh lesi
lama
Rash yang diakibatkan reaksi yangtidak biasa terhadap cahaya matahari,
dari anamnesa ataupun pemeriksaan
fisik
Ulkus oral atau nasofaringeal, biasanya
tidak nyeri
Artritis non erosive mengenai dua atau
lebih sendi perifer, disertai nyeri,
bengkakm dan efusi
Pleuritis-riwayat meyakinkan dari nyeri
pleura atau gesekan yang terdengar oleh
doter atau adanya bukti efusi pleura
Atau
Perikarditis-direkam melalui EKG atau
bukti adanya pericardial efusi
Proteinuria persisten- > 0,5 g/hari ataulebih dari 3+
Atau
Selular cast-bisa berupa sel darah
merah, hemoglobin, granular, tubular,
atau campuran
Kejang- tanpa pemberian obat yang
dapat menginduksi atau gangguan
metabolic ( uremia, ketoasidosis,
gangguan elektrolit )
-
7/27/2019 Cutaneus Lupus Eritematosus
7/26
9. Gangguan hematologis
10.Gangguan immunologis
11.Anti-nuklear antibody
Anemia hemolitik- dengan
reikulositosis
AtauLekopenia- < dari 4000 uL
Atau
Limfopenia - < 1500 uL
Atau
Trombositopenia- < 100.000 uL tanpa
pemberian obat yang dapat
menginduksi
AntiDNAantibody terhadap DNA
pada titer abnormal
AtauAnti Sm- adanya antibody terhadap SM
nuclear antigen
Atau
Penemuan adanya antibody anti
phosfolipid berdasarkan (1) kadar IgG
atau IgM antikardiofilin antibody(2)
hasil yang positif terhadap lupus
antikoagulan (3)
Titer ANA abnormal
B. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
Penyebab dan pathogenesis untuk CLE belum dimengerti secara utuh,
walau beberapa penelitian terbaru memberikan sedikit gambaran. Patogenesis dari
penyakit kulit spesifik LE tidak bisa terpisahkan dengan patogenesis dari SLE
sendiri. SLE merupakan penyakit yang diakibatkan oleh gabungan antara factor
host ( susceptibility genes, hormonal milieu ) dan factor lingkungan ( Radiasi
Ultraviolet, virus, obat2an ) yang menyebabkan autoimunitas. Hal ini diikuti oleh
aktivasi dan ekspansi dari system imun, dan berakhir pada cedera imunologis.
1
-
7/27/2019 Cutaneus Lupus Eritematosus
8/26
Gambar 1. Patogenesis Lupus Erythematosus
Hormon Seks
Salah satu hal yang sangat signifikan dalam observasi klinis dari SLE
adalah predileksi pada wanita. Terdapat rasio kejadian seumur hidup sebesar 9:1
pada wanita dibandingkan pada laki laki.1
Hal ini sepertinya karena efek dari hormone sex pada system imun.
Tingginya kadar estrogen dan progesterone membantu terjadinya autoreaktivitas
-
7/27/2019 Cutaneus Lupus Eritematosus
9/26
humoral. Pasien dengan lupus diketahui memetabolisme estrogen secara berbeda
dan terjadi 20 kali peningkatan dari estrogen dibandingkan dengan control.
Tingginya kadar estrogen pada pasien SLE menyebabkan peningkatan pada (1)
jumlah self reactive lymphocytes yang melewati proses delesi (2) Sel CD4/CD8
rasio ( menunjukan respons humoral ) (3) jumlah sel B yang meninggalkan
sumsum tulang yang mengekspresikan afinitas tinggi dari DNA sendiri.1
Androgen pada sisi lain, menyebabkan pergeseran profil sitokin menjadi
respon imun T helper 1 ( Th1 cell-mediater. Baik laki-laki atau wanita dengan
SLE mempunyai penurunan kadar testosterone, dihidrotestosteron,
dehydroepiandrosteron ( DHEA ) dan DHEA sulfat. Sebagai tambahan, defisiensi
androgen pada pria dengan Klinefelter syndrome mempunyai insidensi penyakit
autoimun yang lebih tinggi seperti SLE. 1
Radiasi Ultraviolet
Radiasi ultraviolet mungkin adalah factor lingkungan yang paling penting
pada fase induksi dari SLE dan CLE khususnya. Sebuah studi menyatakan lesi
CLE dapat diprovokasi pada kulit normal dengan pasien baik dengan SLE
maupun CLE dengan pemberian radiasi UVB dosis tinggi yang berulang di tempat
yang sama. 1
Sinar UV menjadikan imunitas self dan hilangnya toleransi akibat
apoptosis dari keratinosit, yang akhirnya membuat peptide cryptic tersedia untuk
imunosurveilans.1
-
7/27/2019 Cutaneus Lupus Eritematosus
10/26
Sinar UV menyebabkan pelepasan dari mediator ini pada pasien dengan
SLE. Studi oleh Meller et al menunjukkan bahwa sinar UVB menginduksi
pelepasan CCL27 ( cutenaneus T-cell attracting chemokines yang mengaktivasi T
cell autoreaktif dan interferon alfa, memproduksi sel dendritik yang mempunyai
peran sentral pada pathogenesis lupus).1
Tembakau
Sebuah studi case control dengan skala besar menunjukkan bahwa peokok
mempunyai resiko yang lebih besar menderita SLE dibandingkan dengan perokok
maupun mantan perokok. Peneliti berpendapat ini mungkin oleh lipogenic
aromatic amin, yang tekandung pada asap tembakau.1
Drug Induced Lupus Erythematosus
Beberapa obat telah diketahui berefek pada SLE. Mekanisme dari drug
induced SLE oleh T cell DNA hipometilasi yang menginduksi ganggaun
perbaikan DNA. Penurunan jumlah metilasi dari DNA berkorelasi dengan
peningkatan autoreaktivitas dari limfosit. Obat yang dapat menginduksi CLE
dapat dihubungkan dengan kandungan photosensitifnya.
1
Sel Dendritik dan Interferon Alfa
Sel Dendritik ( DCs ) mempunyai peran kunci pada pengenalan antigen
dan stimulasi dari system imun. Berperan seperti anjing penjaga pada semua
jaringan perifer pada bentuk imatur. Bentuk imatur DS penting untuk menjaga
-
7/27/2019 Cutaneus Lupus Eritematosus
11/26
toleransi perifer untuk self-antigen. Mereka secara terus menerus mengoleksi
sampel di lingkungannya, menangkan antigen yang dilepaskan pada rusaknya
jaringan normal ( apoptosis ) dan pada tidakadanya inflamasi berperan sebagai
penjaga rumah, menjaga self-antigen. Pada keadaan inflamasi atau adanya
mikroba, DC menjadi matur dan bergerak menuju kelenjar limfe, dimana mereka
mengenalkan antigen tersebut ke limfosit T melalui MHC. Dengan stimulasi
molekul yang sesuai, T dan B cell akan teraktivasi, dengan memberikan respon
immune yang sesuai.1
DC berkembang dari precursor monosit dan mempunyai dua jalur yang
berbeda, DC myeloid yang kemudian berkembang menjadi imatur dan matur DC
dan plasmacytoid DC. Plasmacitoid DC ditemukan pada organ limfoid seperti
sumsum tulang, limpa, tonsil, dan nodus limfatikus, dan dikenal karena
memproduksi IFN alfa dalam jumlah besar pada responnya terhadap banyak virus
dan bakteri tertentu. Mereka juga ditemuakn menginfiltrasi pada lesi CLE. IFN
alfa menyebabkan monosit berdiferensiasi menjadi DC myeloid, yang dapat
menangkap sel apoptotic yang bersirkulasi. Hal ini dapat memberikan self-antifen
kepada CD4 T cell autoreaktif dan juga mendukung proliferasi sel B.1
Toll like receptor
Toll like reseptor ( TLRs) penting pada imunitas dan mempunyai kapasitas
untuk mengenali mikroorganisme. Dengan cara mengenali DNA bakteri .
Tampaknya DNA/anti-DNA kompleks yan bersirkulasi menncetuskan sinyal TLR
yang kemudian menginduksi (1) proliferasi sel B auto reaktif (2)sekresi IFN alfa
-
7/27/2019 Cutaneus Lupus Eritematosus
12/26
dari DCs. Pada mencit yang mempunyai sedikit TLR9 tidak memproduksi
antibody double stranded DNA ( dsDNA ).1
Apoptosis dan komplemen
Pada SLE, tingkat dari apoptosis in vitro pada sel mononuclear perifer
meningkat. Pada CLE, terdapat tambahan adanya keratinosit apoptotic yang
berlimpah, khususnya pada respon terhadap UVR. 1
Sel T
Sel T memainkan peran kunci baik pada fase induksi dan ekspansi pada
perjalanan penyakit SLE. Sel T ikut serta pada toleransi sentral dan perifer.
Antigen self dikenalkan oleh DCs kepada sel T. Pada SLE dan CLE, sel T
menunjukan peningkatan aktivasi, peningkatan jumlah antigen DR+. Sel T juga
menyediakan bantuan kepada sel B autoreaktif yang menyebabkan produksi
antibody. Contohnya, pasien dengan SLE menunjukkan peningkatan produksi sel
T dependent immunoglobulin G ( IgG) anti-dsDNA antibody. Terakhir, sel T
memfasilitasi kerusakan jaringan pada end organ. Studi menunjukan adanya
limfosit sitotoksik pada kerusakan jaringan pada CLE.
1
Sel B
Sel B ikut sera pada fase ekspansi dari pathogenesis LE, dengan
mengenalkan antigen kepada sel T autoreaktif dan lebih jauh memperbesar
aktivasi sel T. Produksi antibody oleh sel B melawan antigen nuclear merupakan
-
7/27/2019 Cutaneus Lupus Eritematosus
13/26
tanda khas dari SLE. Beberapa dari autoantibody diketahui patogenik, misalnya
dsDNA dan Ro/SS-A antibody. Mereka membentuk kompleks imun, yang dapat
menyebabkan kerusakan jaringan termasuk kematian sel, aktivasi selular,
opsonisasi, dan blok dari fungsi target molekul.1
C. GEJALA KLINIS
Sangat penting untuk membedakan tipe dari CLE sendiri, karena tipe dari
CLE yang ada dapat menggambarkan pola aktivitas dari SLE. Faktanya,
pembagian akut, subakut, dan kronik CLE merujuk pada kecepatan dan keparahan
dari SLE dan tidak berhubungan dengan telah berapa lama lesi itu ada. Contohnya
ACLE hampir selalu muncul pada SLE akut, sedangkan CCLE sering muncul
pada pasien tanpa SLE atau SLE ringan.1
Akut kutaneus lupus eritematosus ( ACLE )
ACLE dapat muncul sebagai penyakit local atau generalisata. Bentuk local
paling khas yaitu butterfly eritema yang biasanya menyebar secara simetris
melewati hidung dan pipi, menyisakan lipatan nasolabial. Terjadi pada sekitar 20-
60% dari SLE, 15% pada SCLE. 2
Bentuk general bias berupa exantem; morbiliform atau makulopapular
yang mengenai kulit di seluruh badan, telapak tangan/kaki dan aspek extensor
interphalangeal jari, eritema lipatan kuku dan teleangiektasis, lunula merah; jarang
berubah menjadi TEN. Bisa berupa Enantema, yaitu kemerahan, erosi, ulserasi
-
7/27/2019 Cutaneus Lupus Eritematosus
14/26
superficial pada 7-45% dengan flare akut. Lokalisasi pada palatum durum lebih
sering dibandingkan mukosa bukal. Bisa berupa cheilitis erosi/krusta.3
Khas nya yaitu fotosensitivitas tinggi, sembuh tanpa meninggalkan bekas,
hiperpigmentasi postinflamasi sementara, penebalan difus rambut sepanjang garis
rambut ( rambut lupus). Diasosiasikan dengan aktivitas tinggi SLE. 40-90%
antibody terhadap dsDNA dan 10-30% anti Sm-antibodi.3
Diferensial diagnosisnya pada bentuk local; rosasea, eczema seboroik,
dermatitis perioral, tinea fasialis, erysipelas. Pada bentuk general;
dermatomyositis, viral dan drug induces rash, eritema multiforme, TEN.3
Untuk manifestasi general, ACLE tampak seperti morbili atau erupsi
exantematosa yang terutama pada bagian ekstensor dari lengan dan tangan, dan
biasanya tidak mengenai jari. ACLE biasanya diinduksi oleh oelh paparan sinar
UV. 3
Gambar 2. Malar rash, butterfly rash
-
7/27/2019 Cutaneus Lupus Eritematosus
15/26
Subakut kutaneus Lupus Eritematosus ( SCLE )
SCLE awalnya akan berupa macula eritem dan atau papula yang berubah
menjadi plak. Karakteristik dari SCLE yaitu fotosensitif dan timbul pada bagian
yang terpapar sinar matahari yaitu punggung, bahu, aspek ekstensor dati lengan,
wajah. SCLE biasanya sembuh tanpa meninggalkan bekas. Gejala ekstrakutan
yang sering dikaitkan dengan SCLE adalah arthritis dan myalgia. Manifestasi kulit
menunjukkan distribusi simetris; a) plak anular eritem dengan krusta dan sentral
healing atau b) plak konfluen papuloskuamous, yang mirip dengan psoriasis. 3
Gejala klinis, pada bentuk anular yaitu bulat atau oval, plak eritem dengan
skuama, dan sentral healing. Pada bentuk papulosquamos yaitu plak
papuloskuamous, mungkin dapat berubah menjadi seperti psoriasis. Kombinasi
dari kedua bentuk ini bias terjadi.3
Khasnya yaitu, fotosensitivitas tinggi, lesi soliter polisiklik yang
konfluens, predileksi pada daerah yang terekspos sinar matahari( V area pada
dada atas, punggung, bagian ekstensor tangan, leher lateral dan posterior, wajah
jarang terkena ). Tidak ada scar, mungkin ada hiperpigmentasi atau seringnya
berupa depigmentasi seperti vitiligo. Adanya gejala ringan sistemik ( atrhalgia,
myalgia ).
3
Diferensial diagnosis antara lain psoriasis vulgaris, tinea corporis, mikosis
fungoides, pityriasis rubra pilaris, eczema nummular, drug induce rash, eczema
seboroik, TEN.3
-
7/27/2019 Cutaneus Lupus Eritematosus
16/26
Gambar 3. SCLE: Subtipe anular dengan polisiklik konfluens (a):annular subtype
dengan plak aktif dengan hipopigmentasi seperti vitiligo(b)
Kronik kutaneus lupus eritematosus
CCLE terdiri atas tiga bentuk: LE discoid ( DLE ), LE profundus ( LEP )
dan LE Chilblain ( CHLE )3
Lesi klasik DLE, bentuk paling lazim dari CCLE bermula semagai macula
merah keunguan, papul, atau plak kecil yang secara cepat menjadi hyperkeratosis.
Karakteristiknya yaitu berbatas tegas, eritem, plak keratotik yang tumbuh ke
perifer membentuk seperti koin. Bagian tengah lesi sering mengandung area putih,
dengan hyperkeratosis folikular dengan hiperestesia; nyeri apabila diangkat secara
manual ( carpet tack sign ). Plak DLE menjadi atropi dan scar denga depigmentasi
sentral dan hiperpigmentasi perifer. Folikel rambut rusak ireversibel dan daerah
yang mengandung rambut seperti kulit kepala, alis, dan jambang menjadi scarring
alopecia. Predileksi dari DLE adalah wajah, dan kulit kepala, terutama pipi, dahi,
telinga, hidung, dan bibir atas. 3
-
7/27/2019 Cutaneus Lupus Eritematosus
17/26
Gambar 4. CCLE. Lesi klasik DLE, discoid seperti koin.
Gejala local hampir 80 % terjadi pada wajah dan kulit kepala. Bentuk
diseminata 20% pada badan atas dan lengan. DLE pada mukosa oral lebih sering
terjadi pada mukosa bukal dibandingkan palatum.3
DLE merupakan bentuk paling sering dari CCLE. Diferensial diagnosis
berupa keratosis actinic, tinea fasialis, sarcoidosis, lupus vulgaris.3
Karena lesi discoid terjadi juga pada SLE< penyakit sistemik harus
disingkirkan pada pertama kali kunjungan. Sebuah studi di Jepang melaporkan
perubahan kulit menyerupai DLE pada terapi dengan fluorouracil. Dua bentuk
special tambahan dari DLE yaitu LE hipertropikus/verrucous ( LEHV ), yang
berupa hyperkeratosis parahm kronik, dan sering resisten terhadap terapi. Bentuk
-
7/27/2019 Cutaneus Lupus Eritematosus
18/26
yang sangat jarang yaitu LE teleangiectodes dengan reticular telengiactesis yang
dapat bergabugn membentuk plak besar seperti purpura.3
Lupus eritematosus profundus ( lupus panniculitis ) mempunyai
karaktersitik yaitu nodul dan plak subcutan yang nyeri, yang kemudia dapat
menempel pada kulit diatasnya. Histologi menunjukkan panniculitis lobular
dengan infiltrate inflamasi yang rapat limfosit dan plasma sel seperti juga deposit
musin diantara sel lemak. Predileksinya yaitu daerah gluteal dan paha seperti juga
ekstremitas atas. Wajah, kulit kepala, dan dada juga dapat terkena. Diferensial
diagnosisnya yaitu berbagai macam panniculitis, limfoma maligna, subcutan
sarkoidosis, morphea profunda.3
LE chilblain mempunyai karakteristik plak dan nodul kebiruan yang nyeri
pada daerah yang terpapar dingn. Edema kulit dan nodul mungkin dapat
mempunyai erosi sentral atau ulserasi yang mengenai bagian akral, khususunya
jari tangan, kaki, tumit, hidung dan telinga. CHLE muncul pada udara dingin.
Parameter serologis seperti adanya ANA dan antibody Ro/SSA seperti halnya
adanya rheumatoid factor dan lesional direk immunofluoroessence dan
mendukung diagnosis CHLE. 3
Drug Induce CLE
Beberapa obat diketahui menginduksi terjadi gejala SLE ( ie: prokainamid,
hydralazine, isoniazid, chlorpromazine, phenitoin, minocyclin, anti TNF
medication ). Drug induce SLE klasik diasosiasikan dengan antihiston antibody
dan bermanifestasi sama dengan SLE namun tanpa keterlibatan kulit.1
-
7/27/2019 Cutaneus Lupus Eritematosus
19/26
Obat juga dapat mencetuskan atau eksaserbasi CLE. Drug induce SCLE
telah diketahui berkaitan erat dengan paparan terhadap hidroklorotiazid, CCB,
ACEI, dan cinnarizine. Baru baru ini, obat-obatan lain yang dilaporkan ada yang
menyebabkan SCLE seperti piroxikam, D pennicilamin, sulfonylurea,
griseofulvin, spironolakton, ranitidine, efalizumab, propiltiourasil, lansoprazol.1
Tabel.2. Perbandingan dari Tipe Penyakit Kulit Spesifik Lupus Erythematosus
ACLE SCLE DLE
Indurasi 0 0 +++
Atropi kulit 0 0 +++
Perubahan pigmen + ++ +++
Sumbatan folikel 0 0 +++
Hyperkeratosis + ++ +++
Histopatologi
Membran basal
menebal
0 + +++
Infiltral likenoid + ++ +++
Inflamasi
periapendiks
0 + +++
Lupus band
Lesional ++ ++ +++
Non lesional ++ + 0
Anti-nuclear antibody +++ ++ +
Ro/SS-A antibody
Immunodiffusi + +++ 0
ELISA ++ +++ +
Anti ds-DNA +++ + 0
Hipocomplementemia +++ + +
Resiko terjadinya
SLE
+++ ++ +
-
7/27/2019 Cutaneus Lupus Eritematosus
20/26
D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Karena adanya kaitan yang erat antara ACLE dan SLE maka
pemeriksaannya seperti pada SLE ( ANA, anti ds-DNA, anti-Sm,
hipocomplementemia )1
Pemeriksaan histopatologi pada CLE memberikan gambaran
hyperkeratosis, atropi epidermal, degenerasi vacuolar sel basal, penebalan
membrane dermal-epidermal junction, dermal edema, deposisi musin dermal, dan
infiltrasi sel mononuclear pada dermal-epidermal junction. 1
Direct immunofluorosen merupakan terobosan terbaru dalam diagnosis
penyakit jaringan ikat, khususnya lupus erythematosus, dan pemeriksaan
penunjang yang bermakna selain histopatologi.5
Pohle dan Tuffaneli mempelajari 16 pasien dengan DLE dan 12 dengan
SLE, yang dua tidak mempunyai lesi kulit, menemukan direct immunofluorosen
yang positif. 5
Dari semua test tersedia , ANA test yang menggunakan immunofluoresen
indirek memperoleh 90% positif pada pasien SLE. Sehingga merupakan alat
screening yang berguna untuk penyakit lupus. Test ini sangat sensitive terhadap
lupus, namun tidak spesifik karena antibody ini juga ditemukan pada penyakit
autoimun lainnya atau pada orangtua. 5
E. PENANGANAN
Penanganan pertama pada pasien dengan bentuk CLE bentuk apapun harus
termasuk evaluasi untuk menyingkirkan adanya penyakit SLE saat diagnosis.
-
7/27/2019 Cutaneus Lupus Eritematosus
21/26
Semua pasien dengan CLE harus menerima instruksi untuk melindungi diri dari
sinar matahari dan obat-obatan yang menyebabkan potosensitisasi seperti
hidroklorothiazid, tetrasiklin, griseofluvin, dan piroxicam.1
Lesi ACLE biasanya berespon pada terapi immunosurpresif untuk SLE.
Agen antimalaria hidroxichloroquin dan efek yang hampir sama pada SLE, dan
dapat berguna pada ACLE. 1
Terapi local biasanya diberikan yaitu perlindungan terhadap sinar
ultraviolet. Berikan edukasi pada pasien untuk menghindari paparan langsung
terhadapa sinar matahari, mengenakan pakaian tebal, dan topi yang lebar dan
pelindung sinar matahari. 1
Glukokortikoid lokal
Walau beberapa digunakan preparat dengan potensi intermediate seperti
triamsinolon acetonide 0,1 % untuk area sensitive seperti wajah, agen topical
kelas I superpoten seperti clobetasol propionate 0,05 persen atau betametasin
diproprionat 0,05%. Penggunaan dua kali sehari untuk lesi kulit. 1
Terapi sistemik
-Antimalaria
Satu atau kombinasi dari antimalaria aminoquinolon dapat efektif pada
sekitar 75% pasien dengan CLE yang gagal dengan menggunakan terapi local.
Resiko toksisitas retina harus didiskusikan denga pasien, dan pemeriksaan
ophtalmologis sebelum terapi disarankan. Walaupun begitu, resiko dari retinopati
-
7/27/2019 Cutaneus Lupus Eritematosus
22/26
antimalaria sangat jarang apabila dosis maksimum perhari dari agen ini tidak
berlebihan. ( hidroksi klorokuin 6,5 mg/kgbb/hari, berdasarkan berat badan ideal.
Klorokuin 4 mg.kg.bb.1
Hidroxyklrokouin sulfat 400mg/hari per oral, diberikan selama 6 sampai 8
minggu pertama terapi. Saat respon klinis adekuat tercapai, dosis perhari
diturunkan sampai dosis maintenance perhari 200 mg/hari paling tidak selama
satu tahun untuk minimalisir angka rekurensi. Apabila tidak ada respon terlihat
selama 6-8 minggu terapi, quinacrine hidroklorid dapat ditambahkan. Apabila
setelah 4 sampai 6 minggu, tidak mencapai respon klinis yang adekuat, dapat
mengganti obat dengan klorokuin dipospat, 250 mg/hari.1
Beberapa pasien dengan CLE refrakter memberikan respon terhadap
diaminodiphenilsulfone. Dosis inisial sebesar 25 mg per oral dua kali sehari dapat
ditingkatkan hingga 200 sampai 400 mg/hari apabila diperlukan. 1
-Glukokortikoid sistemik
Dapat diberikan glukokortikoid sistemik pada penyakit kulit berat dan
simptomatik, metiprednisolon dapat diberikan secara intravena. Pada beberapa
kasus akut, dosis moderat dari glukokortikoid oral ( prednisone 20 40 mg/hari
dapat diberikan sebagai single dose pada pagi hari ) dapat digunakan sebagai
terapi suplemen selama loadingfase pada penggunaan agen antimalaria.1
Azatioprin 1,5-2 mg/kgBB/hari per oral atau Mycophenolate mofetil dapat
digunakan sebagai obat-obatan immunosurpresif. 1
-
7/27/2019 Cutaneus Lupus Eritematosus
23/26
Ada laporan mengenai kegunaan anti-TNF ( etanercept, adalimunab,
infliximab ) pada pengobatan CLE, khususnya SCLE. Namun, agen ini juga
dikenal dapat menginduksi SLE maupun CLE.1
-Thalidomid
Thalidomid merupakan agen antiinflamasi dan immunomodulator yang
menghambat produksi TNF alfa. Laporan mengenai penggunaan thalidomide
untuk terapi CLE oleh Barba-Rubio dan Franco-Gonzales. Pada tahun 1983 Knop
et al melaporkan adanya perbaikan komplit atau bermakna pada 54 dari 60 pasien
dengan thalidomide.6
Pada sebuah studi nan random, thalidomide efektif untuk menangani CLE
refrakter yang tidak respon terhadap agen anti malaria, steroid, maupun agen
immunosurpresif lainnya. Respon klinis berkisar antara 84-100% dengan dosis
perhari 50-400mg.7
F. PROGNOSIS
ACLE
Baik pada bentuk local maupun general berkaitan dengan aktivitas SLE.
Sehingga prognosis pasien dengan ACLE mirip dengan pola SLE. Baik 5 year
survival ( 80-90 persen ) dan 10 year survival ( 70-90 persen ) . Survival rate telah
meningkat secara progresif selama empat dekade ini dimungkinkan oleh diagnosis
yang lebih dini dengan pemeriksaan laboratorium, dan kemajuan dalam regimen
immunosurpresif.1
-
7/27/2019 Cutaneus Lupus Eritematosus
24/26
SCLE
Karena SCLE baru dikenal sebagai penyakit yang berbeda selama dua
dekade ini, luaran jangka panjang yang diasosiasikan dengan SCLE belum ada.
Pengalaman penulis bahwa kebanyakan pasien dengan SCLE mempunyai
rekurensi intermiten dari penyakit kulitnya pada waktu yang panjang tanpa
progresi dari keterlibatan sistemik. Dari pengalaman penulis juga, sekitar 15 %
pasien dengan SCLE akan menjadi SLE, termasuk nefritis lupus. Studi jangka
panjang terhadap SCLE diperlukan untuk menentukan resiko sesungguhnya dari
progresi penyakit sistemik pada pasien dengan SCLE.1
CCLE
Hampir semua pasien dengan lesi klasik DLE yang tidak tertangani akan
mengalami lesi yang tidak nyeri, daerah luas dengan distrofi kulit, dan scarring
alopecia yang secara psikososial sangat berpengaruh. Namun dengan penanganan
yang tepat, penyakit kulit ini dapat dikontrol. Kadang bias terjadi remisi spontan.
Kematian akibat SLE tidak biasa pada pasien dengan DLE local. Karena hanya
5% kemungkinan seseorang dengan DLE berkembang menjadi SLE.1
Cutaneus Lupus erythematosus Disease Area and Severity Index( CLASI )
dikembangkan untuk menilai hasil dari terapi pada CLE. Parodi et al menemukan
60 hasil luaran yang tersedia untuk SLE, tidak ada satupun yang cukup sensitive
untuk menilai aktivitas dari CLE. Sebagai tambahan, hanya sedikit yang diketahui
mengenai perkembangan CLE, keparahan dari gejala, dan waktu untuk pasien
merespon terhadap terapi.8
-
7/27/2019 Cutaneus Lupus Eritematosus
25/26
BAB III
PENUTUP
Cutaneus Lupus Erythematosus merupkan manifestasi klinis lupus
erythematosus pada kulit. Pada pasien dengan CLE ada kemungkinan
perkembangan menjadi sistemik menja SLE. Terbagi atas LE spesifik skin disease
dan LE non spesifik skin disease sebagai payung dari banyaknya kelompok dari
CLE, dan dengan manifestasi klinis yang sangat beragam. Pengenalan terhadap
CLE dapat memberikan gambaran tentang keparahan, dan progresi akan menjadi
sistemik, dan prognosis ke depannya. Masih diperlukan penelitian lebih lanjut
terhadap CLE ini karena data-datanya yang masih terbatas.
-
7/27/2019 Cutaneus Lupus Eritematosus
26/26
Daftar Pustaka
1. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, et al. Fitzpatrick:Dermatology in general medicine:seventh edition. McGraw-Hill
companies.
2. Wolff K, Johnson RA. Fitzpatrick color atlas & synopsis of clinicaldermatology:sixth edition. McGraw-Hill companies.
3. Kuhn A, Stitcherling M, Gisela Bonsmann. Clinical manifestations ofcutaneus lupus erythematosus. JDDG;2007 (5):1124-1140.
4. Harrison TR, Resnick WR, Wintrobe MM, et al. Harrison principle ofinternal medicine;16th edition. McGraw-Hill publishing.
5. Berberr ALCV, Mantese SAO. Cutaneus lupus erythematosus-clinicaland laboratory aspects. An Bras Dermatol. 2005:80(2):119-31.
6. Housman TS, Jorizzo JL, McCarty MA, et al. Low-dose thalidomidetherapy for refracter cutaneus lesions of lupus erythematosus. Arch
dermatol. 2003. Vol 139:50-54.
7. Leung M. Use of thalidomide in rheumatic diseases. The Hong KongMedical Diary. 2006. 11(11):20-21.
8. Martinez ZL, Albrecht J, Troxel AB, et al. The cutaneus lupuserythematosus disease area and severity index. Arch dermatol
2008;144(2)173-180.