i
CITRA WANITA TOKOH UTAMA WIANA
DALAM NOVEL CAHAYA SURGA DI WAJAH IBU
KARYA MURA ALFA ZAEZ (SUATU TINJAUAN FEMINISME)
DAN RELEVANSINYA DENGAN PEMBELAJARAN SASTRA
DI SMA KELAS XI SEMESTER II
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia
Oleh
Antonina Lein
091224035
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2016
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
i
CITRA WANITA TOKOH UTAMA WIANA
DALAM NOVEL CAHAYA SURGA DI WAJAH IBU
KARYA MURA ALFA ZAEZ (SUATU TINJAUAN FEMINISME)
DAN RELEVANSINYA DENGAN PEMBELAJARAN SASTRA
DI SMA KELAS XI SEMESTER II
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia
Oleh
Antonina Lein
091224035
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2016
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan kepada:
1. Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria yang selalu dan senantiasa
menuntun, membimbing, dan menyertai setiap langkah hidupku.
2. Kedua orangtuaku: Lukas Lein dan Maria Anastasia Unkok yang tidak
pernah henti mendoakan, membimbing, serta selalu menyayangiku dengan
penuh cinta dan kasih sayang.
3. Kedua kakakku : Kresensiana Don Frai dan Agustinus Karnoto.
4. Keponakan Primo Yoseppe Labora dan Nathan Yoseppe Labora.
5. Segenap keluarga besar di Adonara barat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
HALAMAN MOTO
“Jangan mencari ketakutanmu melainkan carilah harapan dan mimpimu. Jangan
berpikir tentang frustasimu, tetapi tentang potensi yang belum terpenuhi.
Perhatikan dirimu bukan dengan apa yang masih mungkin untuk melakukan
sesuatu”.
(PausYohanes XX III)
“Kemalasan adalah musuh terbesar jiwa”.
(St. Benediktus )
“Mencari kekuatan hanya ada dalam diri sendiri, terus berjuang meskipun
melangkah dengan lambat, tetapi tidak akan berjalan mundur ke belakang”.
(Antonina Lein)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
ABSTRAK
Lein, Antonina. 2016. “Citra Wanita Tokoh Utama Wiana dalam Novel
Cahaya Surga di Wajah Ibu Karya Mura Alfa Zaez (Suatu Tinjauan
Feminisme) dan Relevansinya dengan Pembelajaran Sastra di SMA
Kelas XI Semester II”. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan
Bahasa Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Sanata Dharma.
Tokoh utama Wiana pada novel Cahaya Surga Di Wajah Ibu karya Mura
Alfa Zaez dan relevansinya dengan pembelajaran sastra di SMA kelas XI semester
II.Tujuan penelitian ini ada tiga yaitu: (1) mendeskripsikan tokoh, penokohan, dan
latar dalam novel Cahaya Surga Di Wajah Ibu Karya Mura Afa Zaez, (2)
mendeksripsikan citra wanita tokoh utama Wiana dalam novel Cahaya Surga Di
Wajah Ibu Karya Mura Afa Zaez, (3) mendeskripsikan relevansi citra wanita
pada tokoh utama Wiana dengan pembelajaran sastra di SMA kelas XI semester
II.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif kualitatif
yang digunakan untuk mengungkapkan tokoh, penokohan, latar dan citra wanita
pada tokoh utama Wiana. Langkah yang ditempuh peneliti dalam penelitian ini
yaitu (1) menganalisis tokoh, penokohan, dan latar (2) menganalisis citra wanita
tokoh utama Wiana berdasarkan citra diri dan citra sosial (3) menganalisis citra
wanita pada tokoh utama Wiana dan relevansinya terhadap pembelajaran sastra di
SMA kelas XI smester II.
Hasil analisis disimpulkan bahwa: (1) tokoh Wiana merupakan tokoh utama,
sedangkan tokoh tambahan terdiri dari Arfansah, Mimi, Aldi, Rifka, Kaka, Antoni
dan Nenek. Penokohan menunjukkan karakter para tokoh yang secara langsung
maupun tidak langsung hadir dalam satu peristiwa dan berkaitan dengan tokoh
Wiana. Latar yang terjadi dalam kehidupan Wiana terdiri dari latar tempat, latar
waktu dan latar sosial. (2) perwujudan citra tokoh Wiana meliputi: citra diri dan
citra sosial. (a) citra diri terdiri dari aspek fisik dan psikis. Dalam aspek fisik,
tokoh Wiana digambarkan sebagai wanita muda dan dewasa yang tergambar
melalui peristiwa hamil, melahirkan, menyusui anak, mengurus kerumahtanggaan,
dan menjaga bentuk tubuh agar berpenampilan tetap cantik. Dalam aspek psikis
perwujudan citra Wiana digambarkan sebagai wanita yang kuat, tegar, mandiri,
penyanyang, berani berpendapat, serta selalu bersikap patuh, sabar dan setia
terhadap suaminya. (b) citra sosial terdiri dari citra dalam keluarga dan citra dalam
masyarakat. Citra dalam keluarga, tokoh Wiana berperan sebagai ibu, istri dan
anggota keluarga yang penuh tanggung jawab, sedangkan citra dalam
masyarakat,Wiana berperan sebagai wanita yang tetap aktif, tegas dan disiplin. (3)
ditinjau dari segi bahasa, perkembangan psikologis, dan latar belakang budaya
siswa, maka citra wanita pada tokoh utama Wiana dalam novel Cahaya Surga Di
Wajah Ibu Karya Mura Afa Zaez, dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran
sastra pada siswa SMA kelas XI Semester II).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
ABSTRACT
Lein, Antonina. 2016. “The Woman Image of the Main Figure Wiana in
the Cahaya Surga di Wajah Ibu Novel by Mura Alfa Saez (a Feminism Study)
and Its Relevance to the Literature Learning for the Grade Eleven Students in
Semester Two with Senior High School”. Thesis. Yogyakarta: Indonesia
Literature and Language Education, Faculty of Teachers Training and Education,
Sanata Dharma University.
Figure Wiana in the Cahaya Surga di Wajah Ibu novel by Mura Alfa Saez
and its relevance with literature learning for the grade eleven students in semester
twoof the senior high school. This research had three goals, namely: (1) to
describe the figure, characterization, and the setting in the Cahaya Surga di Wajah
Ibu novel by Mura Alfa Saez, (2) to describe the woman image of the main figure
Wiana in Cahaya Surga di Wajah Ibu novel by Mura Alfa Saez, and (3) to
describe the relevance of the woman image of the main figure Wiana in the
literature learning for the grade eleven students in semester two of the senior high
school.
This research employed qualitative descriptive method which was used to
reveal the figure, characterization, setting, and the woman image of the main
figure Wiana. In doing this research, the researcher had taken some steps, namely
(1) analyzing the figure, characterization, and the setting, (2) analyzing the
woman image of the main figure Wiana based on the self-image and the social
image, and (3) analyzing the woman image of the main figure Wiana and its
relevance to the literature learning for the grade eleven students in semester two of
the senior high school.
Based on the result, the researcher concluded that: (1) Wiana was the main
figure, while the additional figures consisted of Arfansah, Mimi, Aldi, Rifka,
Kaka, Antoni, and the grandmother. The characterization showed the characters of
the figures which directly or not appeared in an event and related to the main
figure Wiana. The settings which happened in Wiana’s life consisted of place,
time, and the social setting. (2) the actualization of the figure Wiana included: the
self-image and the social image. (a) the self-image consisted of physical and
psychological aspects. In the physical aspect, Wiana was describe as a young and
mature woman which depicted through the pregnancy, giving birth, breast
feeding, maintaining the family, and keeping the body shape for being remain
good looking. While in the psychological aspect, Wiana was described as a
woman who was strong, tough, independent, compassionate, dare to argue,
obedient, patient, and loyal to her husband. (b) the social image consisted of the
image in the family and in the society. Related to the image in the family, Wiana
acted as a mother, wife, and a family member who was responsible. While the
image in the society, Wiana acted as woman who was active, firm, and discipline.
(3) by observing the language aspect, psychological development, and the cultural
background of the students,the woman image of the main figure Wiana in Cahaya
Surga di Wajah Ibu novel by Mura Alfa Saez can be used as the literature learning
material for the grade eleven students in semester two of the senior high school.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
berkat rahmat, cinta, kasih, dan perlindungan-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik, yang berjudul: “Citra Wanita Toko Utama
Wiana dalam Novel Cahaya Surga di Wajah Ibu Karya Mura Alfa Zaes (Suatu
Tinjauan Feminisme) dan Relevansinya dengan Pembelajaran Sastra Di SMA
Kelas kelas XI Semester II”.
Skripsi ini disusun untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program
Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Sanata DharmaYogyakarta.
Penulis menyadari begitu banyak hambatan dan kendala yang dihadapi
selama menyusun skripsi ini, namun berkat dukungan, bantuan, dan kerja sama
berbagai pihak akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu
pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan.
2. Ibu Dr. Yuliana Setiyaningsih, M.Pd., selaku Ketua Program Studi
Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia.
3. Drs. B. Rahmanto, M.Hum, selaku dosen pembimbingaI dengan sabar dan
bijaksana membimbing, menuntun, dan memberikan banyak masukan
kepada penulis dalam menyelesaikan skrips iini.
4. Drs. J. Prapta Diharja, S.J., M.Hum. selaku dosen pembimbing II dengan
sabar dan bijaksana membibimbing, menuntun, dan memberikan banyak
masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
5. Semua dosen program studi bahasa sastra indonesia yang memberikan
bekal ilmu pengetauan dan pengalaman kehidupan selama penulis menjadi
mahasiswi Universitas Sanata Dharma.
6. Perpustakaan Universitas Sanata Dharma yang telah menyediakan segala
buku dan sumber informasi yang penulis butuhkan, guna menyelesaikan
skripsi ini.
7. Robertus Marsidig karyawan sekretaris sekretariat PBSI yang selalu sabar
memberikan pelayanan dan membantu kelancaran penulis dalam
menyelesaikan kuliah di PBSI sampai dengan menyelesaikan skripsi ini.
8. Kedua orang tuaku Bapak Lukas Lein dan Ibu Anastasia Ungkok yang
segenap cinta dan kasih sayangnya yang tidak pernah berhenti
memberikan dukungan, motivasi, semangat, dan dukungan moral maupun
material kepada penulis.
9. Kedua kakakku Kresensiana Don Frai dan Agustinus Karnoto yang selalu
memberikan semangat untuk terus berjuang dan doa kepada penulis.
10. Kakak ipar Abang Alek dan Kakak Tuti selalu memberikan dukungan
kepada penulis.
11. Keponakan Primo Yoseppe Labora dan Nathan Yoseppe Labora yang
selalu memberikan warna inspirasi setiap harinya kepada penulis.
12. Teman-temanku: Theodorus Raya Todo Boli, Agnes, Delima Senipar,
Preti Debora, Emi Makyn, Yudi Tone, Jimmy Amres, Vinsen, Fr Herman
Bataona yang selalu setia, sabar, memberikan dukungan dan motivasi.
13. Segenap teman-temanku yang tergabung dalam F-MADORATE yang
selalu memberikan semangat, doa, dan motivasi kepadaku.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iii
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ........................................................ v
MOTO ............................................................................................................. vi
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI HASIL KARYA ILMIAH ..... vii
ABSTRAK ...................................................................................................... viii
ABSTRACT ..................................................................................................... ix
KATA PENGANTAR .................................................................................... x
DAFTAR ISI ................................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................... 4
1.5 Batasan Istilah ................................................................................ 5
1.6 Sistematika Penyajian .................................................................... 7
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
BAB II LANDASAN TEORI ........................................................................ 8
2.1 Penelitian yang Relevan ............................................................... 8
2.2 Kajian Teori .................................................................................. 9
2.2.1 Sturuktur Novel ......................................................................... 9
2.2.1.1 Tokoh ................................................................................ 10
2.2.1.2 Penokohan ....................................................................... 11
2.2.1.3 Latar ................................................................................. 13
2.2.2 Feminisme ................................................................................. 14
2.2.3 Citra Wanita ............................................................................... 18
2.2.3.1 Citra Diri Wanita .............................................................. 19
2.2.3.2 Citra Sosial Wanita ........................................................... 21
2.3 Pembelajaran Sastra SMA ............................................................ 24
2.4 Silabus .......................................................................................... 28
2.5 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) .................................. 30
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................... 33
3.1 Jenis Penelitian ............................................................................. 33
3.2 Sumber Data dan Data Penelitian ................................................. 33
3.3 Metode Penelitian ......................................................................... 34
3.4 Instrumen Penelitian ..................................................................... 34
3.5 Teknik Pengumpulan Data ........................................................... 34
3.6 Teknik Analisis Data .................................................................... 35
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................. 37
4.1 Deskripsi Data ................................................................................ 37
4.2 Analisis Unsur Intrinsik Novel Cahaya Surga di Wajah Ibu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
Karya Mura Alfa Zaez .................................................................... 37
4.2.1 Analisis Tokoh .................................................................... 38
4.2.2 Analisis Penokohan ............................................................. 42
4.2.3 Analisis Latar ...................................................................... 70
4.3 Analisis Citra Wanita Tokoh Wiana Berdasarkan
Pendekatan Feminisme ................................................................. 84
4.3.1 Analisis Citra Diri Tokoh Wiana ........................................ 85
4.3.2 Analisis Citra Sosial Tokoh Wiana ..................................... 94
4.4 Relevansi Novel Cahay Surga di Wajah Ibu
Karya Mura Alfa Zaez................................................................... 109
4.5 Silabus dan Rancangan Pelajaran Pembelajaran (RPP) ................. 117
BAB V PENUTUP .......................................................................................... 118
5.1 Kesimpulan ..................................................................................... 118
5.2 Implikasi ......................................................................................... 122
5.3 Saran ............................................................................................... 122
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 125
Lampiran 1 ........................................................................................... 127
Lampiran 2 ........................................................................................... 129
Lampiran 3 ........................................................................................... 144
Lampiran 4 ........................................................................................... 149
Biodata ................................................................................................. 152
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut Nurgiyantoro (2013: 11) karya sastra merupakan salah
satu hasil seni, dan ada juga yang menyebutnya sebagai salah satu karya
fiksi. Nurgiyantoro mengatakan (2013: 3) fiksi menceritakan berbagai
masalah kehidupan manusia dalam interkasinya dengan lingkungan dan
sesama, interaksinya dengan diri sendiri,serta interaksinya dengan Tuhan.
Sementara itu, Sumardjo (1984: 3) mengatakan bahwa karya sastra pada
dasarnya adalah ungkapan pribadi manusia berupa pengalaman, pikiran,
perasaan, ide, semangat,dan keyakinan dalam suatu bentuk gambaran
konkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa. Dari apa yang
diungkapkan Sumardjo itu terlihat bahwa dalam karya sastra terdapat unsur
isi (apa yang ingin disampaikan oleh sastrawan), ekspresi (cara
pengarangnya), dan bahasa (alat atau media untuk mengungkapkannya).
Ada berbagai bentuk karya sastra, salah satunya adalah novel.
Kusdirantin, dan kawan-kawan (1978: 9) dalam bukunya yang berjudul
Memahami Novel Atheis mengatakan bahwa novel adalah karya sastra
dengan imajinasi dan intelek bergabung untuk menggambarkan kehidupan
dalam bentuk satu cerita dan imajinasi selalu diarahkan, dikontrol oleh
intelek. Budianta (2002: 201) menyebutkan bahwa dalam novel, pengarang
menceritakan bagaimana relasi antara satu tokoh dengan tokoh yang lain,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
tokoh-tokoh dalam cerita dengan masyarakat dan konflik ketidaksetraan
gender. Salah satu konflik ketidaksetraan gender yang sering diangkat
dalam novel-novel Indonesia adalah feminisme.
Cahaya Surga di Wajah Ibu merupakan buku novel karya Mura Alfa
Zaes tahun 2014 yang di dalam novel ini menceritakan ketegaran hati
seorang ibu dalam menghadapi setiap masalah dalam hidupnya. Gambaran
perempuan tercermin melalui tokoh perempuan yang bernama
Wiana.Kehebatan dari seorang ibu Wiana dengan segala kesabaran, keuletan
mampu menghadapi sendiri masalahnya selama bertahun-tahun tanpa
seorang suami yang meninggalkannya dan ketiga anaknya.Meskipun
demikian, Ibu Wiana tidak pernah mengajarkan kepada anak-anaknya
tentang kebencian, melainkan selalu mengajarkan kepada anaknya tentang
kebaikan.Walaupun sosok ayah dalam sebuah novel ini tidak pernah
meletakkan sebuah kebaikan kepada anak-anaknya,namun sosok ibu tetap
menutupi keburukan dari sosok ayah.Supaya anak-anaknya tetap merasa
bahwa mereka mempunyai sosok ayah yang baik hatinya.Novel ini baik
untuk dijadikan relevansi sebagai bahan pembelajaran siswa karena
menceritakan bagaimana perjuangan dari sosok seorang Ibu
Wianamempertahankan keutuhan keluaraganya dan tetap berjuang untuk
meneruskan pendidikan anaknya meskipun tanpa dukungan yang maksimal
dari suaminya. Hingga akhirnya keluarganya yang bermasalah tersebut,
mampu bersatu kembali seperti semula dan kebahagiaanpun dapat
diperolehnya lagi.Semua itu berkat kesabaran yang dimiliki dari sosok Ibu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
Wiana yang tidak pernah untuk menyerah dalam mempertahankan
keluarganya agar tetap bahagia.
Tokoh Ibu Wiana sebagai figur wanita yang mampu menyangkal
anggapan dan pendapat tentang bias gender terhadap kaum wanita, karena
wanita tidak hanya mempunyai peran gender yang lemah, bodoh, tertindas,
dan pasrah terhadap keadaan tetapi mampu bersikap tegas untuk melawan
segala bentuk ketidakadilan. Hal inilah yang mendasari peneliti untuk
menganalisa permasalahan citra wanita tokoh utama Wiana Cahaya Surga
di Wajah Ibu karya Mura Alfa Zaes dengan pendekatan feminisme.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah tokoh, penokohan, dan latar dalam novel Cahaya
Surga di Wajah Ibu karya Mura Alfa Zaes yang terkait dengan tokoh
utama Wiana?
2. Bagaimanakah citra wanita tokoh utama Wiana dalam novel Cahaya
Surga di Wajah Ibu karya Mura Alfa Zaes?
3. Bagaimana relevansi citra wanita tokoh utama Wiana dalam novel
Cahaya Surga di Wajah Ibu karya Mura Alfa Zaes dalam
pembelajaran sastra di SMA kelas X1 Semester II?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas,tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mendeksripsikan tokoh, penokohan, dan latar dalam novel Cahaya
Surga di Wajah Ibu karya Mura Alfa Zaes terkait tokoh utama Wiana.
2. Mendeskripsikan citra wanita tokoh utama Wiana dalam novel
Cahaya Surga di Wajah Ibu karya Mura Alfa Zaes.
3. Mendeskripsikan relevansi citra wanita tokoh utama Wiana dalam
novel Cahaya Surga di Wajah Ibu karya Mura Alfa Zaes dengan
pembelajaran sastra di SMA kelas X1 Semester II.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dan
manfaat praktis sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
Penelitian yang dilakukan penulis diharapkan dapat mengembangkan
ilmu sastra di tanah air, khususnya dalam citra perempuan karya sastra
dalam bentuk novel. Penelitian ini juga diharapkan mampu memberikan
sumbangan pada pembelajaran sastra di sekolah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian dapat menambah referensi penelitian karya sastra
indonesia dan menambah wawasan kepada pembaca tentang citra
wanita dalam karya sastra.
b. Melalui pemahaman mengenai citra wanita dalam kajian feminisme
diharapkan mampu membantu pembaca dalam mengungkapkan
makna dalam novel Cahaya Surga di Wajah Ibu karya Mura Alfa
Zaes.
1.5 Batasan Istilah
Pemahaman terhadap istilah-istilah secara cermat dan jelas yang
berkaitan dengan judul penelitian ini sangat diperlukan untuk diketahui. Hal
ini sangat berpengaruh dalam melakukan analisis.Berkaitan dengan itu,
berikut peneliti akan mengemukakan beberapa istilah yaitu:
1. Novel adalah cerita dalam bentuk prosa dalam ukuran yang luas.
Ukuran yang luas disini dapat berarti cerita dengan plot yang
kompleks, karakter yang banyak,tema yang kompleks dan suasana
yang beragam pula (Sumardjo, 1986: 29).
2. Citra artinya rupa,gambaran, dapat berupa gambaran yang dimilki
oleh banyak mengenai pribadi atau kesan mental (bayangan) visual
yang ditimbulkan oleh sebuah, kata, frase, atau kalimat dan
merupakan unsur dasar yang khas dalam prosa dan puisi (Sugihastuti,
2000: 45)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
3. Citra wanita adalah semua wujud gambaran mental spritual dan
tingkah laku seharian yang terekspresi oleh wanita (Sugihastuti, 2000:
45).
4. Feminisme merupakan gerakan wanita yang menuntut persamaan hak
sepenuhnya antara kaum wanita dan pria (Moeliono via Sugihastuti
2003: 37).
5. Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau
berlakuan dalam berbagai peristiwa dalam cerita (Sudjiman, 1988: 16)
6. Penokohan adalah cara pengarang menampilkan tokoh atau pelaku
(Aminuddin, 1987: 79).
7. Latar adalah sebagai gambaran waktu dan tempat yang melatar
belakangi aksi tokoh-tokoh dalam suatu peristiwa (Sudjiman, 1988:
44).
8. Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu mata pelajaran atau
tema tertentu yang mencakup kompetensi inti,kompetensi dasar,
materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian, alokasi waktu
dan sumber belajar (Faldillah 2014: 135).
9. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rancangan
pembelajaran mata pelajaran per unit yang akan diterapkan guru
dalam pembelajaran di kelas (Muslich, 2007: 45 ).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
1.6 Sistematika Penyajian
Sistematika penyajian penelitian ini terdiri dari lima bab. Bab I pada
penelitian ini berisi pendahuluan. Pada bab ini akan diuraikan 5 hal, yaitu:
(1.1) latar belakang, (1.2) rumusan masalah, (1.3) tujuan penelitian, (1.4)
manfaat penelitian, (1.5) batasan istilah, dan (1.6) sistematika penyajian.
Bab II dalam penelitian ini berisi landasan teori. Pada bab ini, akan
diuraikan mengenai, (2.1) penelitian yang relevan, (2.2) kajian teori. Dalam
kajian teori dipaparkan menjadi 6 sub bab, yaitu (2.2.1) struktur novel.
Terdiri dari (2.2.1.1) tokoh, (2.2.1.2) penokohan, (2.2.1.3) latar.(2.2.2)
feminisme, (2.2.3) citra wanita.Terdiri dari (2.2.3.1) citra diri wanita,
(2.2.3.2) citra sosial wanita.(2.3) pembelajaran sastra di SMA.(2.4) silabus,
(2.5) Rancangan Pelajaran dan Pembelajaran (RPP).
Bab III dalam penelitian ini berisi metodologi penelitian. Pada bab ini
akan diuraikan mengenai, (3.1) jenis penelitian, (3.2) sumber data dan data
penelitian, (3.3) metode penelitian, (3.4) instrumen penelitian, (3.5) teknik
pengumpulan data, (3.6) dan teknik analisis data.
Bab IV dalam penelitian ini berisi hasil penelitian dan pembahasan.
Pada bab ini akan diuraikan mengenai, (4.1) deksripsi data, dan (4.2) hasil
analisispenelitian.
Bab V dalam penelitian ini berisi bagian penutup. Pada bagian ini
akan diuraikan mengenai, (5.1) kesimpulan, (2) implikasi, dan (3) saran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Penelitian Relevan
Penelitian sejenis pernah dilakukan oleh Oktavianus Rendi (2011)
dengan judul feminisme tokoh perempuan dalam kumpulan cerpen Mereka
Bilang Saya Monyet, karya Djenar Maesa Ayu. Penelitian ini merupakan
penelitian kualitatif, peneliti menemukan lima karakter feminisme tokoh
perempuan yaitu berani mengutarakan pendapat, berani bertanya, berani
melawan, berpendidikan dan mandiri. Selain itu,hasil penelitian dapat
diterapkan dalam bidang sastra yaitu dapat menemukan nilai-nilai
moral,dan budaya dalam kehidupan masyarakat.
Kristiyanti (2012) dengan judul citra wanita tokoh “aku” dalam novel
Fontenay Ke Magalianes, karya Nh Dini kajian feminisme. Metode yang
digunakan adalah kualitatif. Pada novel ini, peneliti membicarakan citra
sosial pada tokoh utama yaitu kepedulian terhadap lingkungan sehingga ia
mampu mematahkan anggapan bahwa wanita tidak punya kemampuan,
bodoh acuh tak acuh pada lingkungan. Selain itu, analisis tokoh dan
penokohan dapat di implementasikan dalam pembelajaran sastra di SMA.
Peneliti yang dilakukan Marieta Sri Hermawatiningsih (2010),
berjudulNilai Feminis Tokoh dalam Trilogi Jendela, Jendela Pintu, dan
Atap KaryaFera Basuki. Penelitian ini menggunakan studi pustaka dengan
metode deskriptif kualitatif karena data-data yang diperoleh berupa kata-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
kata tertulis dan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai feminis
tokoh dalam novel. Hasil penelitian menemukan tidak hanya satu tokoh
yang memiliki nilai feminis, sehingga nilaifeminis dapat di klarifikasikan
menjadi beberapa, yaitu: feminis ketulusan, kesabaran, kelembutan,
mandiri, cerdas, berani, mapan, dan pekerja keras.
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan tentang citra
wanita kajian feminisme. Penelitian-penelitian terdahulu kiranya relevan
dengan penelitian ini dan sebagai untuk dijadikan sebagai sumber referensi
dan bahan perbandingan.
2.2 Kajian Teori
2.2.1 Struktur Novel
Karya sastra (novel) merupakan struktur yang bermakna. Novel tidak
sekedar merupakan serangkaian tulisan yang menggairahkan ketika
dibaca,tetapi merupakan struktur pikiran yang tersusun dari unsur-unsur
yang padu. Untuk mengetahui makna-makna atau pikiran tersebut, karya
sastra (novel) harus dianalisis (Sugihastuti Suharto 2002: 43), sedangkan
(Hill via Sugihastuti Suharto, 2002: 44) Novel sebagai salah satu bentuk
cerita rekaan, merupakan sebuah strtuktur yang kompleks. Oleh karena itu,
untuk memahami novel tersebut harus dianalisis .
Analisis strukturalisme merupakan prioritas pertama sebelum
diterapkannya analisis yang lain. Tanpa analisis struktural, kebulatan makna
intrinsik yang hanya dapat digali dari karya tersebut tidak dapat ditangkap.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
Makna unsur-unsur karya sastra hanya dapat ditangkap, dipahami
sepenuhnya, dan dinilai atas dasar pemahaman tempat dan fungsi unsur itu
di dalam keseluruhan karya sastra (Teeuw via Sugihastuti Suharto, 2002:
44).
Analisis struktural tidak sekadar memecah-mecah struktur (novel)
menjadi fragmen-fragmen yang tidak berhubungan tetapi harus dapat
dipahami sebagai bagian dari keseluruhan. Setiap unsur dalam siatuasi
tertentu tidak mempunyai arti dengan sendirinya,melainkan ditentukan
berdasarkan hubungannya dengan unsur-unsur lain yang terlibat dalam
situasi itu. Makna penuh suatu kesatuan atau pengalaman dapat dipahami
hanya jika berintegrasi ke dalam struktur yang merupakan keseluruhan
dalam satuan itu (Hawkes via Sugihastuti Suharto, 2002: 44). Pembahasan
dalam struktur novel Cahaya Surga Di Wajah Ibu karya Mura Alfa Zaes
hanya akan dibatasi pada unsur tokoh, penokohan, latar, karena unsur
tersebut merupakan unsur yang terkait dengan citra wanita.
2.2.1.1 Tokoh
Panuti Sudjiman (1988: 16) mengemukakan tokoh adalah individu
rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan dalam berbagai peristiwa
dalam cerita. Tokoh pada umumnya berwujud manusia, tetapi dapat juga
berwujud binatang atau benda yang diinsankan.
Sebagaimana yang dikemukakan (Abrams via Aminuddin, 1987: 33)
tokoh adalah orang-orang yang ditampilkan dalam sesuatu karya naratif,
atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa
yang dilakukan dalam tindakan.
Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan tokoh adalah orang
yang menjadi pelaku dalam cerita fiksi yang memiliki kualitas moral yang
diekspresikan melalui ucapan atau dialog dan tindakan.
Berdasarkan segi peran atau tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah
cerita, tokoh dibedakan menjadi tokoh utama dan tambahan (Nurgiyantoro,
1995:176 -,177). Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaanya
dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak
diceritakan. Baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian
dan konflik. Ia sangat mempengaruhi perkembangan plot. Di pihak lain,
pemunculan tokoh-tokoh tambahan dalam keseluruhan cerita lebih sedikit,
tidak dipentingkan,dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitan dengan
tokoh utama, secara langsung maupun tak langsung. Tokoh utama adalah
yang dibuat sinopsisnya, yaitu dalam kegiatan pembuatan sinopsis,
sedangkan tokoh tambahan biasanya diabaikan.
2.2.1.2 Penokohan
Penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh
(Sudjiman,1988: 23), Sedangkan Menurut Kusdirantin, dkk (1978: 75)
penokohan adalah cara-cara penampilan pelaku melalui sikap, sifat dan
tingkah laku pelakunya. Penokohan adalah penghadiran tokoh dalam cerita
fiksi atau drama dengan cara langsung atau tidak langsung dan mengundang
pembaca untuk menafsirkan kualitas dirinya lewat kata dan tindakannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa penokohan
adalah cara pengarang menampilkan pelaku melalui sikap dan tingkah
pelakunya yang merupakan sikap batin manusia yang mempengaruhi
seluruh pikirannya dengan cara langsung atau tidak langsung.
Dalam sebuah karya fiksi, pengarang atau penilis cerita karya fiksi
bisa melukiskan penokohan tokoh-tokoh dalam cerita karya fiksinya itu.
Menurut Nurgiyantoro (2005: 194 - 201) beberapa cara pengarang atau
penulis karya fiksi dalam melukiskan atau menggambarkan penokohan
tokoh cerita dalam karya fiksi, yaitu:
1. Teknik ekspositori /analistis : pelukisan tokoh cerita dilakukan dengan
memberikan deskripsi, uraian, atau penjelasan secara langsung.
Tokoh cerita hadir dan dihadirkan oleh pengarang ke hadapan
pembaca secara tidak berbelit- belit, melainkan begitu saja dan
langsung disertai kediriannya, yang mungkin berupa sikap, sifat,
watak, tingkah laku, atau bahkan ciri fisiknya.
2. Teknik dramatik/ tidak langsung: teknik pelukisan tokohnya,
pengarang tidak mendeskripsikan secara eksplisit sifat dan sikap serta
tingkah laku tokoh. Pengarang membiarkan (baca: menyisati) para
tokoh cerita untuk menunjukkan kediriannya sendiri melalui berbagai
aktivitas yang dilakukan, baik secara verbal lewat kata maupun non
verbal lewat tindakan atau tingkah laku, dan juga melalui peristiwa
yang terjadi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
2.2.1.3 Latar
Secara umum latar dapat diartikan sebagai gambaran waktu dan
tempat yang melatar belakangi aksi tokoh-tokoh dalam suatu peristiwa
(Sudjiman, 1984: 120). Latar adalah elemen fiksi yang menunjukkan kepada
kita dimana dan kapan kejadian-kejadian dalam cerita berlangsung (Sayuti,
1999: 110).
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa latar adalah
tempat atau keadaan yang menggambarkan terjadinya peristiwa berlangsung
yang dialami tokoh-tokoh.
Nurgiyantoro (1995: 227 - 233) menjelaskan unsur latar dibedakan
menjadi tiga, yaitu:
1. Latar tempat
Latar tempat tempat menyarankan lokasi terjadinya peristiwa yang
yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan
berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, insial tertentu, mungkin lokasi
tertentu tanpa nama jelas. Penggunaan latar tempat dengan nama-nama
tertentu haruslah mencerminkan, atau tidak bertentangan dengan sifat
keadaan geografis tempat yang bersangkutan.
2. Latar waktu
Latar waktu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa-
peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.Masalah kapan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau
dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah.
3. Latar sosial
Latar sosial menyarankan pada hal-hal yang berhubungan dengan
perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan
dalam karya fiksi.
2.2.2 Feminisme
Kemunculan feminisme diawali dengan gerakan emansipasi
perempuan,yaitu proses pelepasan diri kaum perempuan dari kedudukan
sosial ekonomi yang rendah serta pengekangan hukum yang membatasi
kemungkinan-kemungkinan untuk berkembang dan untuk maju (Moeliono,
dkk 1993: 225 - 226). Sejalan itu, menurut Sugihastuti (2000: 29 - 30)
feminis muncul sebagai akibat dari adanya prasangka gender yang
cenderung menomorduakan kaum perempuan. Perempuan dinomorduakan
karena adanya anggapan bahwa secara universal laki-laki berbeda dengan
perempuan. Perbedaan itu tidak hanya terbatas pada kriteria biologis
melainkan juga pada kriteria sosial dan budaya.
Wolf via Sofia (2009: 13) mengartikan sebagai sebuah teori yang
mengungkapkan harga diri pribadi dan harga diri semua perempuan.
Sementara itu, (Budianta 2002: 201) feminis adalah sebagai suatu kritik
ideologis terhadap cara pandang yang mengabaikaan permasalahn
ketimpangan dan ketidakadilan dalam pemberian peran dan identitas sosial
berdasarkan perbedaan jenis kelamin. Dapat dikatakan bahwa feminis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
berarti kesadaran akan adanya ketidakadilan jender yang menimpa kaum
perempuan, baik dalam keluarga maupun dalam masyrakat. Kesadaran itu
harus diwujudkan dalam tindakan yang dilakukan baik oleh perempuan
maupun laki-laki untuk mengubah suatu keadaan tersebut. Inti tujuan dari
feminisme ini adalah meningkatkan kedudukan dan derajat kaum wanita
agar sama atau sejajar dengan kedudukan serta derajat laki-laki (Sarawasti,
2003: 156 ).
Persoalan yang mengemukaka kini adalah bagaimana penerapan
gerakan feminis dikaji ke dalam karya sastra (novel). Hal inilah yang
kemudian yang memunculkan istilah Kritik Sastra Feminis. Pada intinya
kritik sastra feminis meneliti citra dan streotip perempuan di tengah pusaran
budaya patriarkat,baik perempuan sebagai tokoh dalam sebuah karya
maupun sebagai pengarang (Nurgiyantoro 2013: 109).
Menurut Sarawasti (2003: 161 - 162) jenis-jenis kritik sastra feminis
yang berkembang dimasyarakat sebagai berikut:
1. Kritik Ideologis
Kritik sastra feminis ini melibatkan wanita, khususnya kaum feminis,
sebagai pembaca.Yang menjadi pusat perhatian pembaca adalah citra serta
stereotipe seorang wanita dalam karya sastra. Kritik ini juga meneliti
kesalahpahaman tentang wanita dan sebab-sebab mengapa wanita sering
tidak diperhitungkan, bahkan nyaris diabaikan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
2. Kritik yang Mengkaji Penulis-Penulis Wanita
Dalam ragam ini termasuk penelitian tentang sejarah karya sastra
wanita, gaya penulis, tema genre, dan struktur penulis wanita. Di samping
itu, dikaji kreatifitas penulis wanita, profesi penulis wanita sebagai suatu
perkumpulan, serta perkembangan dan peraturan tradisi penulis wanita.
3. Kritik Sastra Feminis Sosialis
Feminis ini mencoba mengungkapkan bahwa kaum wanita
merupakan kelas masyarakat yang tertindas. Kritik ini meneliti tokoh-tokoh
wanita dari sudut pandang sosialis, yaitu kelas-kelas masyarakat.
4. Kritik Sastra Feminis -Psikoanalistik
Kritik ini diterapkan pada tulisan-tulisan wanita, karena para feminis
percaya bahwa pembaca wanita biasanya mengidentifikasikan dirinya
dengan atau menempatkan dirinya pada si tokoh wanita, sedangkan tokoh
wanita tersebut pada umumnya merupakan cermin penciptanya.
5. Kritik Feminis Lesbian
Pada jenis ini hanya meneliti penulis dan tokoh wanita saja. Ragam
kritik ini masih sangat terbatas karena ada beberapa faktor. Kaum feminis
ini masih kurang menyukai kelompok wanita homoseksual,kurangnya
jurnal-jurnal wanita yang menulis lesbianisme, kaum lesbian sendiri belum
mencapai kesepakatan tentang definisi lesbianisme, kaum lesbian banyak
menggunakan bahasa terselubung. Pada intinya tujuan dari kritik lesbian
adalah pertama-tama mengembangkan suatu definisi yang cermat tentang
makna lesbiakan. Kemudian pengkritik sastra lesbian akan menentukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
apakah definisi ini dapat diterapkan pada diri penulis atau pada teks
karyanya.
6. Kritik Feminis Ras atau Etnik
Kritik feminis ini berusaha mendapatkan pengakuan bagi penulis etnik
dan karyanya baik dalam kajian wanita maupun dalam kanon karya
tradisional dan sastra feminis.
Pada konteks penelitian ini, peneliti hanya menggunakan jenis karya
sastra feminis ideoligis karena peneliti hanya berpusat citra serta stereotipe
seorang wanita dalam karya sastra khususnya novel.
Untuk mengidentifkasi suatu karya sastra menggunakan pendekatan
feminisme, ada beberapa langkah yang dapat digunakan. Sarawasti (2003:
162) mengemukakan bahwa untuk mengidentifikasi satu atau beberapa
tokoh wanita dalam karya sastra peneliti harus mencari kedudukan tokoh-
tokoh itu di dalam masyarakat, tujuan hidupnya, perilaku serta watak tokoh
perempuan dari gambaran yang langsung diberikan penulis, pendirian serta
ucapan tokoh yang bersangkutan, dan hubungan tokoh dengan tokoh-tokoh
lain.
Hampir sama dengan Sarawasti, Soenarjati (2000:51-53)
mengemukakan bahwa langkah-langkah untuk mengkaji sebuah karya sastra
dengan menggunakan pendekatan feminisme sebagai berikut :
a. Mengidentifikasi satu atau beberapa tokoh utama, dan mencari
kedudukan tokoh-tokoh itu di dalam masyarakat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
b. Meneliti tokoh lain, terutama tokoh-tokoh laki-laki yang memiliki
keterkaitan dengan tokoh perempuan yang sedang diamati.
c. Mengamati sikap penulis karya yang sedang dikaji
2.2.3 Citra Wanita
Wolf via Adib Sofia (2009: 18) mengemukakan bahwa pada dekade
1990-an mulai muncul citra perempuan sebagai pemegang kekuasaan yang
telah membebaskan perempuan untuk membayangkan diri mereka sebagai
makhluk yang tidak hanya menarik dan memberi perasaan yang ingin
menyayangi, melainkan juga dapat menimbulkan rasa hormat, bahkan rasa
takut. Sementara itu, citra yang mendorong ke arah aksi adalah citra tentang
agresivitas, keahlian, dan tantangan, ketimbang pencitraan tentang korban.
Sugihastuti (2000: 45) citra artinya rupa, gambaran, dapat berupa
gambaran yang dimilki oleh banyak mengenai pribadi atau kesan mental
(bayangan) visual yang ditimbulkan oleh sebuah, kata, frase, atau kalimat
dan merupakan unsur dasar yang khas dalam prosa dan puisi. Citra wanita
yang dimaksud dalam hal ini ialah semua gambaran mental spritual dan
tingkah laku keseharian wanita (indonesia), yang menunjukkan “wajah” dan
ciri khas wanita sebagai maklhluk individu dan sebagai makhluk sosial
(Sugihastuti, 2000:7). Dengan demikian, wanita dicitrakan sebagai
maklhluk individu beraspek fisik dan psikis dan sebagai makhluk sosial
yang beraspek keluarga dan masyarakat (Sugihastuti, 2000:46).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
Dalam kehidupan sehari-hari, misalnya citra wanita sebagai individu
masih sering ditampilkan sebagai individu yang ragu-ragu atas peranannya
dalam masyarakat dan sebagai anggota keluarga sehingga selalu perlu
diusahakan suatu sikap kompromi. Wanita berada dalam masyarakat sebagai
sumber daya manusia yang potensinya tidak dapat diremehkan,maka sifat
kewanitaannya terlepas dari kata yang harus dipertahankan. Wujud citra itu
dibatasi pada masalah pikiran dan perasaan wanita dalam tingkah laku
keseharian sebagai pribadi,sebagai anggota keluarga, dan sebagai anggota
masyarakat. Wujud citra wanita itu dapat dihubungkan dengan aspek
fisik,psikis,dan sosial budaya dalam kehidupan wanita yang
melatarbelakangi wujud citra wanita (Sugihastuti, 2000: xiii). Citra wanita
dapat diuraikan menjadi dua bagian yaitu :
2.2.3.1 Citra Diri Wanita
Citra diri wanita terwujud sebagai sosok individu yang mempuyai
kemampuan untuk berkembang dan membangun dirinya. Berdasarkan pola
pilihannya sendiri, wanita bertanggung jawab atas potensi diri sendiri
sebagai maklhluk individu. Citra diri wanita memperlihatkan bahwa apa
yang dipandang sebagai perilaku wanita bergantung pada bagaimana aspek
fisik dan aspek psikis diasosiasikan dengan nilai-nilai yang berlaku dalam
masyarakat (Sugihastuti, 2000:113).
Citra diri wanita sebagai makhluk yang feminine ditunjukkan oleh
caranya berhias, berpakaian, dan bertingkah laku. Ciri-ciri feminine
bercitrakan pada diri wanita dengan segala tingkah laku yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
menandaikelembutannya, perhatiannya, dan daya asuh pada orang lain, cara
berpakaian dan berhias, semuanya itu menandai citra diri wanita
(Sugihastuti, 2000:16).
1. Citra Fisik Wanita
Menurut Sugihastuti (2000: 112) dilihat dari aspek fisik, citra diri
wanita yang khas dilihat melalui pengalaman-pengalaman tertentu yang
hanya dialaminya, yang tidak dialami oleh pria seperti sobeknya selaput
dara, melahirkan, menyusui anak. Secara fisik, citra diri wanita berbeda
dengan pria, antara lain ditunjukkan oleh fisik yang lembut, lincah, dan
lemah. Perbedaan ini akan tetap ada karena ada pengalaman-pengalaman
hidup yang diterimanya pun berbeda atas dasar itu, citra diri wanita
terwujud sebagai sosok individu yang mempunyai pendirian dan pilihan
sendiri atas berbagai aktivitasnya berdasarkan kebutuhan-kebutuhan pribadi
maupun sosial.
Citra fisik wanita yang tergambar adalah citra fisik wanita dewasa,
wanita yang sudah berumah tangga. Secara fisiologis,wanita dewasa
dicirikan oleh tanda-tanda jasmani antara lain dengan dialaminya haid dan
perubahan-perubahan fisik lainnya,seperti tumbuhnya bulu dibagian badan
tertentu,perubahan suara dan lain sebagainya. Secara fisis kodrat biologis
sudah tidak dapat diubah. Wanita memiliki fisik yang berbeda dengan laki-
laki, akan tetapi secara psikis dan sosial, kodrat fisik itu dapat
dikembangkan sehingga wanita mencapai martabat yang sesuai (Sugihastuti,
2000: 85).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
2. Citra Psikis Wanita
Ditinjau dari aspek psikisnya, wanita juga makhluk psikologi,
makhluk yang berpikir,berperasaan dan beraspirasi. Hal ini menentukan dan
mempengaruhi citra perilakunya (Sugihastuti, 2000: 95). Dalam aspek
psikis, kejiwaan wanita dewasa ditandai oleh sikap pertanggungajwaban
penuh terhadap diri sendiri, nasib sendiri, dan pembentukan diri sendiri.
Citra wanita itu dapat dtercitrakan dari gambaran pribadi. Gambaran pribadi
wanita dewasa itu secara karakteristik dan normatif telah terbentuk dan
relatif stabil sifatnya (Kartono via Sugihastuti 2000:100 - 101). Dengan
stabilan ini dimungkinkan baginya untuk memilih relasi sosial yang sifatnya
juga stabil. Misalnya perkawinan,pilihan sikap, pilihan pekerjaan, dan
sebagainya (Sughastuti, 2000: 102).
2.2.3.2 Citra Sosial Wanita
Menurut Sugihastuti (2000: 146) citra sosial wanita dalam kerangka
relasinya dengan pria merupakan insan yang berada dalam pertarungan jenis
yang ditentangnya. Penentuan wanita atas sikap pria itu karena berbagai
sebab dalam aspek sosial dan pengalaman budaya. Wanita berada dalam
sistem budaya patriakal,tempat banyak kekuasaan laki-laki mendominasi
kehidupan masyarakat. Dalam sistem ini citra sosial wanita adalah insan
yang diatur oleh kekuasaan tanpa kekuatan fisik,kekuatan budayalah
yangmengaturnya. Citra wanita dalam aspek sosial disederhanakan ke dalam
dua peran, yaitu peran wanita dalam masyarakat dan Peran wanita dalam
keluarga.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
1. Citra Wanita dalam Keluarga
Sugihastuti (2000: 125) citra wanita dalam keluarga menggambarkan
wanita sebagai insan yang secara ekonomi tergantung pada suami karena
pekerjaan pekerjaan yang tidak menghasilkan uang. Perasaan bahagia dalam
rumah tangga muncul karena wanita merasa puas dengan pilihan yang
tersedia baginya. Tugas rutin itu dianggap menyenangkan dan memuaskan
karena tidak diperlukan daya pikir lebih untuk melakukannya. Sikap seperti
ini menutup kemungkinan terhadap gagasan-gagasan lain yang tidak relevan
dengan yang peranannya. Ada wanita yang menerima peran domestik itu
seadanya,namun ada pula yang tidak sepenuhnya rela menerima. Citra
wanita dalam keluaraga ini relatif dinamis.
Citra wanita dalam aspek keluarga berperan sebagai istri, seorang ibu
dari anak-anaknya, dan sebagai anggota keluarga. Sebagai seorang istri dan
kekasih suaminya,wanita bersikap sesuai dengan aspek fisis dan psikis yang
dimilikinya,akan tetapi adakalanya pria yang dikasihi itu menyalahgunakan
citra diri wanita sehingga wanita merasa tersudut ketempat yang tidak
membahagiakan. Dalam perananya sebagai ibu dari anak-anak,wanita tetap
berada dalam peran semestinya sesuai dengan aspek biologisnya, mengasuh,
mendidik, dan memelihara anak-anak. Wanita sebagai anggota keluarga
tercitrakan sebagai makhluk yang disibukkan dengan berbagai aktivitas
domestik rumah tangga, pekerjaan rumah yangga menjadi tanggung jawab
wanita (Sugihastuti, 2000: 129 - 130).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
2. Citra Wanita dalam Masyarakat
Manusia sebagai makhluk sosial dalam kehidupannya memerlukan
manusia lain. Demikian juga wanita, hubungannya dengan manusia lain
dapat bersifat khusus maupun umum tergantung pada bentuk sifat
hubungannya itu. Hubungan manusia dalam masyarakat dimulai dari
hubungan antar orang, termasuk hubungan antara wanita dengan pria
(Sugihastuti, 2000: 132). Banyak gagasan tradisional dan streotip tentang
wanita dalam peran mereka. Ada anggapan bahwa wanita kurang memiliki
kemampuan, bodoh, acuh tak acuh terhadap lingkungan mereka
(Sugihastuti, 2000: 133).
Streotip-streotip tradisional masih menandai citra sosial wanita antara
lain ditunjukkan oleh superioritas pria. Streotip tradisional antara lain
mengatakan bahwa wanita sudah sewajarnya hidup terbatas dalam
lingkungan rumah tangga. Wanita perlu menyuarakan dan memperjuangkan
hak-haknya dan berusaha melawan streotip tersebut (Sugihastuti, 2000:
135).
Dalam citra masyarakat, wanita melihat dan merasakan bahwa ada
superioritas pria, ada kekuasaan laki-laki atas wanita. Dalam posisi
demikian, wanita sadar atau tidak sadar menerima dan menyetujuinya
sebagai sesuatu yang semestinya terjadi. Tiada kuasa bagi wanita untuk
menyingkirkan kekuasaan itu, yang dirasakan hanyalah kegeraman
(Sugihastuti, 2000: 136).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
2.3 Pembelajaran Sastra di SMA
Pembelajaran sastra merupakan salah satu media yang baik untuk
menumbuhkan karakter siswa. Menurut Rahmanto (1988: 16-19)
menyatakan pengajaran sastra dapat membantu pendidikan secara utuh
dengan beberapa cara. Diantaranya, pertama membantu keterampilan
berbahasa yang dikuti dengan keterampilan membaca, dan mungkin
ditambah sedikit keterampilan menyimak, bicara, dan menulis yang masing-
masing saling erat hubungannya. Kedua, meningkatkan pengetahuan
budaya. Pengetahuan tersebut dapat merangsang siswa-siswa untuk
memahami fakta-fakta dalam karya sastra dan dipahami bukan hanya
sekedar fakta-fakta tentang benda, tetapi fakta-fakta tentang kehidupan.
Pemahaman budaya dapat menumbuhkan rasa bangga,percaya diri dan rasa
ikut memiliki. Yang ketiga, mengembangkan cipta dan rasa. Dalam
pengajaran sastra, kecakapan yang perlu dikembangkan adalah kecakapan
yang bersifat indra, bersifat penalaran, afektif, bersifat sosial serta bersifat
yang religius.
Tujuan pengajaran sastra adalah untuk beroleh pengalaman dan
pengetahuan tentang sastra. Tujuan untuk memperoleh pengalaman dalam
pengajaran sastra ada dua, yaitu (1) tujuan untuk memperoleh pengalaman
sastra dan (2) tujuan untuk memperoleh pengetahuan sastra (Rusyana, 1982:
6 - 8).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
Menurut Rahmanto (1988: 27 - 33) ada tiga macam cara dalam
memilih bahan pengajaran yaitu:
1. Bahasa
Penguasaan suatu bahasa sebenarnya tumbuh dan berkembang
melalui tahap-tahap yang nampak jelas pada setiap individu. Sementara
perkembangan karya sastra melewati tahap-tahap yang meliputi banyak
aspek kebahasaan. Aspek kebahasaan dalam sastra tidak hanya ditentukan
oleh masalah-masalah yang dibahas, tetapi juga faktor-faktor lain seperti:
cara penulisan yang dipakai si pengarang, ciri-ciri karya sastra pada waktu
penulisan, dan kelompok pembaca yang ingin di jangkau pengarang. Oleh
karena itu, agar pengajaran sastra dapat lebih berhasil, Guru kiranya perlu
mengembangkan ketrampilan khusus untuk memilih bahan pengajaran
sastra yang bahannya sesuai dengan tingkat penguasaan bahasa siswanya
(Rahmanto, 1988: 27).
Dalam praktek, ketepatan pemilihan bahan ini sering kurang
diperhatikan, dan dalam beberapa hal faktor-faktor kebahasaan memang
sulit dipisahkan dari faktor-faktor lain. Meski demikian, seorang Guru
hendaknya selalu berusaha memahami tingkat kebahasaan siswa-siswanya
sehingga berdasarkan pemahaman itu Guru dapat memilih materi yang
cocok untuk disajikan (Rahmanto, 1988: 28).
2. Psikologi
Perkembangan psikologis dan taraf anak menuju kedewasaan ini
melewati tahap-tahap tertentu yang cukup jelas untuk dipelajari. Dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
memilih pengajaran sastra, tahap-tahap perkembangan psikologis
hendaknya diperhatikan karena tahap-tahap ini sangat berpengaruh
terhadap minat dan keanganan anak didik dalam banyak hal. Tahap
perkembangan psikologis ini sangat berpengaruh besar terhadap daya ingat,
kemauan mengerjakan tugas,kesiapan bekerja sama, dan kemungkinan
pemahaman situasi atau pemecahan problem yang dihadapi (Rahmanto,
1988: 30).
Menurut Rahmanto (1988: 30) ada beberapa pentahapan dalam
memahami tingkat perkembangan psikologi anak-anak yaitu:
1. Tahap Pengkhayal (8-9 Tahun).
Pada tahap ini, imajinasi anak belum banyak diisi hal-hal nyata tetapi
masih penuh dengan berbagai macam fantasi kekanakan.
2. Tahap Romantik (10-12 Tahun).
Pada tahap ini, anak mulai menigkatkan fantasi-fantasi dan mengarah
ke realitas. Meski pandangannya tentang dunia ini masih sangat sederhana,
tetapi pada tahap ini anak telah menyenangi ceritera-ceritera kepahlawanan,
petualangan, dan bahkan kejahatan.
3. Tahap realistik (13-16 tahun).
Sampai pada tahap ini,anak sudah benar-benar terlepas dari dunia
fantasi,dan sangat berminat pada realitas atau apa yang benar-benar terjadi.
Mereka terus berusaha mengetahui dan siap mengikuti dengan teliti fakta-
fakta untuk memahami masalah-masalah dalam kehidupan nyata.
4. Tahap generelisasi (16 tahun dan selanjutnya).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
Pada tahap ini,anak sudah tidak lagi berminat pada hal-hal praktis saja
tetapi juga berminat untuk menemukan konsep-konsep abstrak dengan
menganalisis suatu fonemena. Dengan menganalisis fenomena, mereka
berusaha menemukan dan merumuskan penyebab utama fenomena itu yang
kadang-kadang mengarah ke pemikiran filsafat untuk menemukan
keputusan-keputusan moral.
3. Latar Belakang Budaya
Biasanya, siswa akan mudah tertarik pada karya-karya sastra dengan
latar belakang yang erat hubungannya dengan latar belakang kehidupan
mereka, terutama bila karya sastra itu menghadirkan tokoh yang berasal dari
lingkungan mereka dan mempunyai kesamaan dengan mereka atau orang
yang di sekitar mereka. Dengan demikian, Guru hendaknya memilih bahan
pengajaran dengan menggunakan prinsip mengutamakan karya-karya sastra
yang latar ceritanya dikenal oleh para siswa. Guru sastra hendaklah
memahami apa yang diminati oleh para siswanya sehingga dapat
menyajikan suatu karya sastra yang tidak terlalu menuntut gambaran di luar
jangkauan kemampuan pembayangan yang dimiki oleh para siswanya
(Rahmanto, 1988: 31).
Menurut Rahmanto (1988: 31) situasi yang menyadarkan akan
perlunya karya-karya sastra dengan latar belakang budaya sendiri yang
dikenal siswa faktornya adalah pertama, tuntutan itu mencerminkan adanya
kesadaran bahwa karya sastra hendaknya menghadirkan sesuatu yang erat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
hubungannya dengan kehidupan siswa. Kedua, siswa hendaknya terlebih
dahulu memahami budaya sebelum mencoba mengetahui budaya lain.
2.4 Silabus
Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu mata pelajaran atau
tema tertentu yang mencakup kompetensi inti,kompetensi dasar, materi
pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian, alokasi waktu dan sumber
belajar. (Faldillah 2014: 135).
Mulyasa (2008: 138 - 141) dalam implementasi Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) setiap Sekolah diberi kebebasan dan keluasan
untuk mengembangkan silabus sesuai dengan karakteritik peserta didik serta
kondisi dan kebutuhan masing- masing. Dalam pengembangan silabus,ada
beberapa prinsip yang perlu diperhatikan, diantaranya :
1. Relevansi
Relevansi mengandung arti bahwa cakupan, kedalaman, tingkat
kesulitan, serta urutan penyajian materi dan kompetensi dasar dalam silabus
sesuai dengan karakteristik peserta didik, baik kemampuan spiritual,
intelektual, sosial, emosional, maupun perkembangan fisik.
2. Fleksibilitas
Fleksibilitas merupakan pelaksanaan program, peserta didik, dan
lulusan memiliki ruang gerak dan kebebasan dalam bertindak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
3. Kontinuitas
Kontinuitas dalam pengembangan silabus mengandung arti bahwa
setiap program pembelajaran yang dikemas dalam silabus memiliki
keterkaitan satu sama lain dalam membentuk kompetensi dan kepribadian
peserta didik.
4. Efektivitas
Efektivitas dalam pengembangan silabus berkaitan dengan
terlaksananya dalam pembelajaran, dan tingkat pembentukkan
kompetensinya sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar
(SKKD) dalam standar isi. Silabus yang efektif adalah yang dapat
diwujudkan dalam pembelajaran di kelas, sebaliknya silabus tersebut dapat
dikatakan kurang efektif apabila banyak hal yang tidak dapat dilaksanakan.
5. Efesiensi
Efesiensi berkaitan dengan upaya untuk menghemat penggunaan data,
daya, dan waktu tanpa mengurangi hasil atau kompetensi dasar yang telah
ditetapkan. Efesiensi silabus dapat dilihat dengan cara membandingkan
antara biaya, tenaga, dan waktu yang digunakan untuk pembelajaran
dengan hasil yang dicapai atau kompetensi yang dapat dibentuk oleh peserta
didik. Dengan demikian, setiap guru dituntut untuk dapat mengembangkan
silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang sehemat mungkin,
tetapi dapat menghasilkan hasil belajar dan pembentukkan kompetensi
peserta didik secara optimal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
6. Konsistensi
Yaitu antara kompetensi inti, kompetensi dasar, indikator, materi
pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian memiliki
hubungan yang konsisten dalam membentuk komptensi peserta didik.
7. Memadai
Yaitu ruang lingkup indikator,materi standar, pengalaman belajar,
sumber belajar, dan sistem penilaian yang dilaksanakan dapat mencapai
kompetensi dasar yang telah ditetapkan.
2.5 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Perencanaan merupakan bagian penting yang harus diperhatikan
dalam implementasi KTSP, yang akan menentukan kualitas pendidikan
serta kualitas sumber daya manusia (SDM), baik di masa sekarang maupun
di masa depan. Oleh karena itu, dalam kondisi dan sitausi bagaimanapun,
guru tetap harus membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
(Mulyasa 2008: 153 - 154 ).
Faldillah (2014: 144) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
adalah suatu bentuk perencanaan pembelajaran yang akan dilaksnakan oleh
pendidik dalam kegiatan pembelajaran. Dalam hal ini, seorang pendidik
telah memerhatikan secara cermat, baik materi, penilain, alokasi
waktu,sumber belajar, maupun metode pembelajaran yang akan digunakan
sehingga secara detail kegiatan pembelajaran sudah tersusun secara rapi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
dalam perencanaan pekasanaan pembelajaran). Pendapat lain yang
menyebutkan bahwa rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) adalah
rancangan pembelajaran mata pelajaran per unit yang akan diterapkan guru
dalam pembelajaran di kelas (Muslich, 2007: 45 ).
Menurut Mulyasa (2008: 156 - 166) Pengembangan RPP harus
memperhatikan minat dan perhatian perserta didik terhadap materi standar
kompetensi dan kompetensi dasar yang dijadikan bahan kajian. Dalam hal
ini, harus diperhatikan agar guru jangan hanya berperan sebagai
transformator, tetapi juga harus berperan sebagai motivator yang dapat
membangkitkan dan mendorong peserta didik untuk belajar, dengan
mengggunakan berbagai variasi media dan sumber belajar yang sesuai serta
menunjang pembentukkan kompetensi dasar. Ada beberapa prinsip dalam
pengembangan RPP dalam menyukseskan implementasi KTSP, diantaranya:
1. Kompetensi yang dirumuskan dalam RPP harus jelas, konkret, dan
semakin tepat kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan untuk
membentuk kompetensi tersebut.
2. Rencana pembelajaran harus sederhana dan fleksibel, serta dapat
dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran dan pembentukan
kompetensi peserta didik.
3. Kegiatan-kegiatan yang disusun dan dikembangkan dalam RPP harus
menunjang dan sesuai dengan komnpetensi dasar yang telah
ditetapkan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
4. RPP yang dikembangkan harus utuh dan menyeluruh,serta jelas
pencapaiannya.
5. Harus ada koordinasi antarkomponen pelaksana program di sekolah.
Dari uraian diatas, dapat dipahami bahwa pengembangan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) menutut suatu pemikiran ,pengambilan
keputusan,dan pertimbangan dari seorang guru yang profesional,serta
memerlukan usaha yang intelektual,pengetahuan yang teoritik.Dapat
dikatakan sebagai guru profesional dalam arti bahwa guru bisa
memodifikasi, mengubah serta menyesuaikan dengan kondisi sekolah dan
daerah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian yang berjudulCitra Wanita Tokoh Utama dalam Novel
Cahaya Surga di Wajah Ibu karya Mura Alfa Zaez merupakan penelitian
deskriptif kualitatif. Penelitian deksriptif kualitatif merupakan penelitian
yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan perilaku yang dapat diamati secara holistic (utuh) (Bog
dan Tylor via Moleong 2006:3). Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif
karena data yang diperoleh berupa kata-kata dan bertujuan untuk
mendeskripsikan citra wanita tokoh utama Wiana novel Cahaya Surga di
Wajah Ibu karya Mura Alfa Zaez dengan pendekatan feminisme.
3.2 Sumber Data dan Data Penelitian
Sumber data adalah subjek dari mana data itu diperoleh (Arikunto
2006:129). sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah
novel Cahaya Surga di Wajah Ibu karya Mura Alfa Zaescetakan pertama
tahun 2014 dan diterbitkan olehRumah Orange,Jakarta. Novel ini terdiri dari
312 halaman. Sedangkan data penelitian berupa kutipan-kutipan kalimat dan
paragraph dalam novel Cahaya Surga di Wajah Ibu karya Mura Alfa Zaez
tersebut yang menggambarkan citra wanita yang di fokuskan pada tokoh
utama yaitu tokoh Wiana.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
3.3 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.
Metode deskriptif digunakan untuk melukiskan secara sistematis fakta atau
karakteristik populasi tertentu, atau bidang tertentu, dalam hal ini secara
actual dan cermat (Hasan, 2002: 22). Peneliti memilih metoe deksriptif
karena peneliti penulis ingin mendeksripsikan secara nyata, aspek-aspek
citra wanita tokoh utama dalam novel Cahaya Surga Di Wajah Ibu karya
Mura Alfa Zaez menggunakan pendekatan kritik sastra feminis dalam
pembelajaran sastra di SMAKelas XI Semester II.
3.4 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh
peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan
hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis
sehingga lebih mudah diolah (Arikunto, 2006: 160). Peneliti di sini
berperan sebagai instrument penelitian karena peneliti sendiri yang berusaha
mengumpulkan data, yakni mencatat dan mengolah data yang berkaitan
dengan topik penelitian ini.
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah pencatatan peristiwa-peristiwa hal-
hal atau keterangan-keterangan sebagian atau seluruh elemen populasi yang
akan menunjang atau mendukung penelitian (Hasan, 2002: 83). Teknik
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik baca
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
dan teknik catat. Teknik baca digunakan untuk memperoleh data-data yang
terdapat dalam novel Cahaya Surga Di Wajah Ibu karya Mura Alfa Zaez
dan teknik catat digunakan untuk mencatat kalimat-kalimat dalam noveln
Cahaya Surga Di Wajah Ibu karya Mura Alfa Zaez yang mengandung citra
wanita pada tokoh utama Wiana.
Langkah-lanagkah yang dilakukan peneliti dalam memperoleh data
dalam peneltian ini sebagai berikut :
1. Membaca berulang kali dengan seksama dan memhami isi dari novel
2. Mencari dan mengutip kalimat dan paragraph yang menunjukkan
gambaran tokoh utama, tokoh tambahan, dan citra wanita tokoh utama
Wiana.
3. Mengelompokkan kalimat dan paragraph yang dikutip berdasarkan
tokoh utama, tokoh tambahan, dan citra wanita tokoh utama Wiana
3.6 Teknik Analisis Data
Analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja
dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan
yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola,
menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa
yang dapat diceritakan kepada orang lain. (Bogdan dan Biklen via Moleong,
2006: 248).Analisis yang digunakan dalam penelitian berjudul Citra Wanita
Tokoh Uatama Wiana dalam Novel Cahaya Surga di Wajah Ibu Karya
Mura Alfa Zaez Adalah analisis deskripsi. Langkah kegiatan analisis
sebagai berikut :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
1. Melakukan studi pustaka dengan mencari dan mengumpulkan
teori dari berbagai sumber seperti buku, internet yang berkaitan
dengan penelitian yang relevan ini.
2. Mendeksripiskan pendekatan struktural yaitu unsur intrinsik yang
berupa tokoh, penokohan, dan latar.
3. Menentukan tokoh utama dan tokoh tambahan dalam
novelCahaya Surga di Wajah Ibu karya Mura Alfa Zaez.
4. Mengidentifikasi satu atau beberapa tokoh utama, dan mencari
kedudukan tokoh-tokoh di dalam masyarakat.
5. Mendeksripsikan tokoh utama dalam novel Cahaya Surga di
Wajah Ibu karya Mura Alfa Zaez berdasarkan teori citra wanita
dengan menggunakan pendekatan kritik sastra feminis. Peneliti
memfokuskan tokoh tokoh utama untuk dianalisis berdasarkan
citra wanita yang berupa citra diri wanita dan citra sosial yang
berdasarkan pada kritik sastra feminis yaitu kritik sastra feminis
ideologis.
6. Mengamati sikap penulis karya yang sedang dikaji.
7. Merelevansikan novelCahaya Surga di Wajah Ibu karya Mura
Alfa Zaes di SMA kelas X1 semester 11.
8. Membuat kesimpulan dari keseluruhan hasil penelitian tersebut.
9. Menyajikan dalam bentuk lapora
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Data
Dalam bab ini, secara keseluruhan hasil penelitian dapat
dikelompokkan menjadi tiga bagian. Hasil penelitian tersebut meliputi (1)
Analisis unsur tokoh, Penokohan, dan Latar dalam novel Cahaya Surga di
Wajah Ibu Karya Mura Alfa Zaez. (2) Analisis citra wanita novel Cahaya
Surga di Wajah Ibu Karya Mura Alfa Zaez dengan pendekatan feminisme (3)
Relevansinya sebagai bahan pembelajaran sastra di SMA kelas XI semester
II.
Novel yang akan dianalisis dalam penelitian iniberjudul Cahaya Surga
di Wajah Ibu Karya Mura Alfa Zaez terdiri dari 305 halaman, diterbitkan
Rumah Orange pada tahun 2014.
4.2 Analisis Unsur Intrinsik Novel Cahaya Surga di Wajah Ibu Karya
Mura Alfa Zaez
Tokohadalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau
berlakuan dalam berbagai peristiwa Panuti Sudjiman (1988: 16).Dalam
bagian ini akan dipaparkan analisis tokoh dan penokohan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
4.2.1 Analisis Tokoh
1. Tokoh Wiana
Wiana adalah seorang ibu yang bekerja sebagai tenaga pengajar di
salah satu sekolah SMP. Hal itu ditunjukkan pengarang dalam kalimat
berikut ini:
1. Ibu bekerja sebagai seorang pendidik Pegawai Negeri,Ibu mengajar
di salah satu sekolah SMP ( Zaez, 2014: 8).
2. Ibu mengikuti program sertifikasi, Ibu terlalu sibuk menyibukkan
diri dengan urusan-urusan sekolahnya ( Zaez, 2014: 8).
Wiana memiliki tiga orang anak. Hal ini dapat dibuktikan dalam
kutipan berikut ini :
3. Ibu sekarang sedang bahagia sebab dari pernikahan Ibu bersama
Ayah,Ibu bisa mendapatkan kamu, mendapatkan Aldi, Rifka. Ibu
menghapus air matanya (Zaez, 2014: 62).
Wiana senang menulis.Hal ini dapat dibuktikan dalam kutipan berikut ini :
4. “Wah,Ibu dulu jago buat puisi cinta. Makanya Ayahmu itu bisa
jatuh cinta samaIbu. Padahal hanya ibu kirimkan surat yang isinya
puisi cinta saja.” (Zaez, 2014: 125).
2. Tokoh Arfansah
Arfansah adalah suami dari Wiana. Hal ini dapat dibuktikan dalam
kutipan berikut ini:
5. “MasArfansah sendiri suka kok, Bu, dengan penampilan sederhana
saya.Mas sendiri bilang seperti itu, iya kan Mas, ya!?”Ibu menuntut
pembelaan dari Ayah ( Zaez, 2014: 67).
6. “Kau berdusta,” dia menatapku dengan lurus. Paman Arfansah yang
istrinya bernama Wiana itu? “ya,”! perempuan kemarin saat mengajak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
aku pulang dari belanja itu. Antoni terkejut, dia terdiam cukup lama.
(Zaez, 2014: 255).
Arfansah bekerja di salah kantor swasta. Hal inidapat dibuktikan
dalam kutipan berikut ini :
7. Ayah bekerja di sebuah kantor swasta. Setiap pulang Ayah hanya
membawa tas segi empat dari rumah saja (Zaez, 2014: 30).
8. “Buat apa juga ngoyo-ngoyo kerja?” Kerja di kantor kan sudah
cukup (Zaez, 2014:36).
3. Tokoh “aku”( Mimi)
Tokoh “aku “ yang dimaksud disini adalah Mimi. Hal itu dapat
dibuktikan dalam kutipan berikut ini:
9. Kini Ayah agak menjauh mendekati kulkas. Aku mulai tertawa dan
sedikit bersuara pelan. “ Ayah, Mimi ada disini.....” aku cekikan
(Zaez, 2014: 26).
10. “Mimi kenapa?” wajah Ibu cemas, aku masih tetap menangis
sambil menatap wafer yang telah dibuka Ayah ( Zaez, 2014: 28).
11. Aku mengambilnya dan kutemukan ada tulisan pada secarik kertas
dalam gambarku. Dari ayah. “ AYAH SAYANG MIMI.” Aku
sangat senang dan merasa puas. Aku memeluk kertas itu dan
membawanya tidur kembali (Zaez, 2014: 43).
Mimi adalah anak sulung dari Ibu Wiana . Hal ini dapat dibuktikan
dalam kutipan berikut ini :
12. Sarapan dan makan malam adalah waktu yang paling tepat buat
ibu, adik-adikku,dan aku berkumpul secara utuh (Zaez, 2014:
115).
13. Saat aku pulang sekolah diantar oleh Kaka, adik-adikku itu
langsung menyambutku ( Zaez, 2014:247).
14. Sesampai di rumah aku telah menemukan Ayah bersama Ibu dan
adik-adikku (Zaez, 2014: 299).
15. “Mimi? Anaknya Wiana yang sulung itu ?” perempuan itu
menebak dan menyebut nama ibu. Bagaimana bisa dia tahu?(Zaez,
2014: 295).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
Mimi mempunyai kegemaran membaca buku dan menggambar. Hal
ini dapat dibuktikan dalam kutipan berikut ini :
16. Ibu mengajak aku ke toko buku. Ibu membolehkanku
menginginkan buku apa saja yang aku suka (Zaez, 2014: 21).
17. “Tapi aku menginginkan buku itu. Aku ingin membacanya”(Zaez,
2014: 22).
18. “Bu, aku suku buku ini. Aku ingin membacanya.” Kataku sambil
sedikit berteriak karena kegirangan (Zaez, 2014: 23).
19. Jadwal pelajaran menggambar di sekolah membuat aku semangat
untuk belajar melukis dan mewarnai ( Zaez, 2014: 38).
20. Aku lebih banyak membaca dari pada menulis (Zaez, 2014: 159).
4. Tokoh Aldi
Aldi adalah adik Mimi. Hal ini dapat dibuktikan dalam kutipan
berikut ini :
21. Perut Ibu lebih besar dari kepalaku,kak Mimi! Sambung Aldi.
Caranya masih celat ( Zaez, 2014: 50).
22. Adikku yang satu ini kini telah duduk di kelas enam SD. Sebentar
lagi dia akan menghadapi ujian nasionalnya (Zaez, 2014: 98).
5. Tokoh Rifka
Rifka adalah adik perempuan Mimi. Hal ini dapat dibuktikan dalam
kutipan berikut ini :
23. Pagi ini Rifka sudah ikut rapi dan terlihat cantik sepertiku (Zaez,
2014: 109).
6. Tokoh Kaka
Kaka adalah kakak kelas dan cucu pemilikyayasan sekolah Mimi. Hal
ini dapat dibuktikan dalam kutipan berikut ini :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
24. Aku tau dari banyak siswa di sekolah kalau dia adalah cucu dari
pemilik yayasan sekolah (Zaez, 2014: 105).
25. “Nggak kok Bu. Kaka nolong aku”.
“Siapa Kaka ?”Kaka kelas. Cucu pemilik yayasan ( Zaez, 2014:
111).
26. .“Jangan mentang-mentang kau cucu pemilik yayasan sok belagu di
sini!” ( Zaez, 2014: 106).
Kaka gemar bernyanyi. Hal ini dapat dibuktikan dalam kutipan berikut
ini :
27. Dia menyanyikan lagu tentang cinta dan perasaan yang cukup
mendalam. Aku pikir dia sangat berbakat (Zaez, 2014: 140).
28. Lagu kedua adalah lagu terakhir yang dipersembahkan oleh Kaka,
setelah itu dia minta ijin turun dari panggung dan menemuiku.
(Zaez, 2014: 142)
29. Aku terkagum. Pantas aku tidak pernah mendengar lagu itu di
mana pun sebelumnya. Ternyata lagu bagus itu adalah ciptaan
lagunya (Zaez, 2014: 142).
7. Tokoh Antoni
Antoni adalah keponakan Ayah dari Mimi. Hal ini Hal ini dapat
dibuktikan dalam kutipan berikut ini :
30. Antoni itu kemanakan ayahmu. Aku terkejut. Selama ini aku tidak
pernah tahu siapa kemanakan Ayah. Berarti, Antoni adalah
sepupuku (Zaez, 2014: 217).
31. “Kau kenal Arfansah?” aku melihat wajahnya terkejut saat aku
menyebut nama ayahku. “oh kenal ! Dia pamanku ( Zaez, 2014:
255).
8. Tokoh Nenek
Nenek adalah orang tua dari ayahnya Mimi. Hal ini dapat dibuktikan
dalam kutipan berikut ini :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
32. “Kita mau kemana, Bu? Aku tidak sabar dengan penasaranku. “Mau
kerumah Nenek. Ayah ingin kita jalan-jalan ke rumah nenek dari
Ayah minggu ini.” (Zaez, 2014: 63).
33. Ayah jarang mengajakku untuk bermain ke rumah Nenek, orang tua
Ayah ( Zaez, 2014: 63).
34. Ini pertemuan mendadak, sebab Nenek dan Kakek dari Ayah datang
dengan beralasan liburan disaat sekolah belum libur. ( Zaez, 2014:
77-78).
4.2.2 Analisis Penokohan
Penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh
(Sudjiman, 1986: 58).
1. Penokohan Tokoh Wiana
Pada analisis tokoh utama sudah disebutkan bahwa Wiana adalah
seorang ibu sudah berkeluarga memiliki tiga orang anak dan berkerja
sebagai pengajar di salah satu sekolah. Tokoh Ibu adalah sosok pekerja
keras. Ia mampu menghidupkan anak-anaknya hanya seorang diri. Hal itu
ditunjukkan pengarang dengan teknik dramatik atau tidak langsung dalam
kalimat berikut ini:
35. Bagiku dia adalah perempuan hebat yang mampu berkarir sendiri
untuk menghidupkan tiga orang anaknya dalam sebuah rumah yang
telah dimiliki secara pribadi. Tanpa ada pihak dari siapa pun (
Zaez, 2014: 160).
36. “Tentu Ibu tau sendiri, kan? Suami yang baik tidak akan rela
membiarkan istrinya mencari nafkah seorang diri di luar sana. ”Ibu
mulai membela diri. ( Zaez, 2014: 81).
37. “Aku tidak pernah menyia-nyiakanmu, Mas. Aku kerja juga untuk
membantumu. Meringankan bebanmu dalam urusan ekonomi
rumah tangga kita” ( Zaez, 2014: 16).
Hal itu juga ditunjukkan pengarang dengan menggunakan teknik
ekspositori atau langsung :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
38. Kerja keras Ibu adalah motivasiku. Semangatnya membuatku malu
bila aku harus mengeluh didepannya. Ia tidak pernah mengeluh
untuk mencari nafkah seorang diri ( Zaez, 2014: 160-161).
Tokoh Ibu yang dimaksud di sini adalah Ibu Wiana. Tokoh Wiana
yang merasa cemas dan khawatir terhadap anaknya yang lagi sakit dan
melihat anaknya dalam keadaan menangis. Hal itu ditunjukkan pengarang
dengan teknikekspositori atau langsung dalam kalimat berikut ini:
39. Ibu mendekatiku, wajahnya cemas. Lalu punggung telapak
tangannya didekatkan kekeningku. Cemasnya bertambah. Ibu
melepaskan tangannya. Dia menjauhiku dan ingin keluar (Zaez,
2014: 8).
40. Saat menemui Ibu, Ibu merasa cemas dan khawatir menemukanku
yang menangis. Aku menceritakan semuanya sambil dengan
keadaan menangis ( Zaez, 2014: 12).
41. Mendengar tangisku, Ibu segera datang ke dapur dengan wajah
paniknya. “Mimi kenapa?” wajah Ibu cemas. Aku masih tetap
menangis sambil menatap wafer yang telah dibuka Ayah (Zaez,
2014: 28).
Tokoh Ibu Wiana adalah sosok yang sangat perhatian dan peduli
terhadap anaknya ketika anaknya mengalami kecemasaan. Hal itu
ditunjukkan pengarang dengan teknikdramatik atau tidak langsung dalam
kalimat berikut ini:
42. Ibu mengajarkan banyak cinta darinya padaku sekalipun tak jarang
Ibu menyelipkan pahitnya hidup ini di dalam kasih sayangnya.
Akan ada pembelaan besar dari Ibu untukku ketika aku mulai
cemas dan khawatir sekalipun kecemasan dan kekahawatiran itu
timbul dari kesalahanku sendiri (Zaez, 2014: 10).
43. Aku tidak tahu entah sudah berapa kesabaran yang Ibu tuangkan
untukku ketika aku pernah melakukan kesalahan-kesalahan.
Hingga suatu ketika, pembelaan pertama yang diberikan pada Ibu
ketika Ibu berpikir aku sudah bisa mandiri untuk membeli apa-apa
yang aku suka makan di dekat rumah ( Zaez, 2014: 10 ).
44. “Sudah jangan menangis lagi. Biar Ibu yang mengurus semuanya.
Maafkan Ibu, seharusnya Ibu tidak membiarkanmu sendirian ke
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
kedai buah itu. Sudah, tenanglah, Nak!” Ibu mengecup keningku
(Zaez, 2014: 13).
45. “Aduh panas!” dia agak berteriak. Aku tahu sebentar lagi dia akan
memarahiku. Ibu yang mengetahui itu ikut cemas. “Maafkan anak
saya.” Pembelaan Ibu padaku. Tapi yang diminta maaf tidak
menampakkan wajah maafnya ( Zaez, 2014: 20).
Tokoh Wiana juga memiliki sifat tegas kepada penjaga buku untuk
mengambil buku kesukaan anaknya. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan
teknikdramatik atau tidak langsung dalam kalimat berikut ini:
46. “Saya lebih paham anak saya ketimbang anda. Tolong, ambilkan
saja! Toh bila dia benar-benar tertarik saya akan membayarnya
untuk dibeli. Bukan Anda!” (Zaez, 2014: 23).
Sifat kesabaran ditunjukkan Ibu Wiana ketika anaknya tidak bisa
mengerjakan soal. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknik ekspositori
atau langsung dalam kalimat berikut ini:
47. “Aku tidak tahu mengerjakan soal yang ini, Bu!” aku menunjukkan
soal yang kumaksud. Dengan sabar Ibu menjelaskan padaku cara
penyelesainnya ( Zaez, 2014: 37).
Sifat penyanyang Wiana tunjukkan ketika tokoh aku (Mimi) menangis
karena dimarahi Ayahnya. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknik
dramatik atau tidak langsung dalam kalimat berikut ini:
48. Ibu mengelusnya dan mencium jambang yang ditarik Ayah. “Sudah
tidak apa-apa!”. Ibu mencium keningku dan aku benar-benar diam.
Ibu meninggalkan kami dan melanjutkan masaknya di dapur.
Sementara aku melanjutkan mengecatku lagi ( Zez, 2014: 47).
49. Ibu diam sejenak, “Ayah bukan marah. Itu hanya cara Ayah
mengungkapkan sayangnya padamu.” Jawab Ibu sambil membelai
rambutku. Aku harap Ibu berkata benar ( Zaez, 2014: 62).
50. “Ibu bilang juga apa. Jangan suka bersembunyi di bawah meja.
Jadinya seperti ini, kan?” Ibu mengelus rambutku yang membasah
akibat terkena air mata dan keringat. Tangisku hampir mereda (
Zaez, 2014: 28).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
Selain Ibu Wiana memiliki sifat kesabaran, ia juga sosok wanita yang
pemarah ketika ia dianggap seorang istri yang tidak punya rasa tanggung
jawab terhadap keluarganya oleh Ibu mertuanya. Hal itu ditunjukkan
pengarang dengan teknik dramatik atau tidak langsung dalam kalimat
berikut ini:
51. “Kau tak pantas juga berkata seperti itu padaku. Mengapa kau
harus menungguku untuk makan siang saja? Maaf, aku tidak
sempat melayani semua kebutuhanmu. Terserah kau mau berkata
apa padaku. Tapi aku mohon pengertian darimu, aku bukan enak-
enakkan diluar sana. Aku kerja,cari uang. Cari nafkah untuk bisa
melanjukan hidup,mengertilah!” ( Zaez, 2014: 76).
52. “Lalu siapa yang harus bekerja untuk makan dan kebutuhan anak-
anak saya? Seharusnya Ibu bisa menghargai saya sedikit saja. Apa
yang bisa diberikan Mas Riyan ke saya? Pengangguran seperti dia
bisa apa? Maaf bila saya lancang berbicara seperti ini. Naif sekali
rasanya bila Mas Riyan dan Ibu harus menuntut saya harus
bagaimana bila saya sendiri tidak bisa menuntu hak saya sendiri
kepada kalian!” (Zaez, 2014: 81-82).
Sifat kejengkelan yang ditunjukkan Ibu Wiana ketika ia bertemu
dengan Antoni. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknik ekspositori
atau langsung dalam kalimat berikut ini:
53. Melihat aku ada bersama Antoni, Ibu mengerutkan dahi. Ibu
menatap tidak suka pada Antoni. “Sejak kapan kau kenal dia?
Kenapa kau bisa bersamanya?” nada Ibu terdengar jengkel (Zaez,
2014: 216).
Ibu Wiana yang selalu mengalah dengan sikap suaminya yang selalu
memarahi. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknik dramatik atau tidak
langsung dalam kalimat berikut ini:
54. Sejatinya aku tidak mengerti apa yang dikatakan oleh mereka.
Yang aku tahu Ayah tengah memarah-marahi Ibu. Kadang aku
tidak setuju dengan tindakan Ibu yang hanya diam saja ketika Ibu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
mulai dibentaki Ayah. Seharusnya Ibu melawan. Bukan hanya
diam (Zaez, 2014: 36).
Teknik pelukisan tokoh Wiana yang digunakan dalam novel Cahaya
Surga Di Wajah Ibu Karya Mura Alfa Zaez yaitu teknik dramatik atau tidak
langsung dan teknik ekspositori atau langsung. Dalam pelukisan tokoh
Wiana, teknik ekspositori atau teknik langsung dapat dilihat melalui
kutipan (38-41), (47-50), dan (50) sedangkan teknik dramatik atau tidak
langsung dapat dilihat melalui kutipan 35-37), (42-46), (48-52), dan (54)
Berdasarkan kutipan (35 sampai dengan 38) digambarkan bahwa
Wiana adalah sosok ibu yang pekrja keras yang memberi nafkah anaknya
tanpa suami. Kutipan (39 sampai dengan 41) Wiana yang kuatir dan cemas
terhadap anaknya yang sedang sakit. Kutipan (42 sampai dengan 45)
perhatian dan peduli ketika anaknya mengalami kecemasan. Kutipan (46)
Wiana menujukkan sifat tegas terhadap penjaga tokoh buku. Kutipan (47)
menunjukkan sifat kesabaran Ibu Wiana ketika anaknya tidak bisa
mengerjakan soal. Kutipan (48 sampai dengan 56) menujukkan sifat
penyayang dan lemah lembut terhadap anaknya. Kutipan (52)
menggambarkan Wiana yang emosi karena dianggap tidak bertanggung
jawab untuk mengurusi rumah tangganya dengan baik. Padakutipan (53)
menujukkan sifak kejengkelan dan ketidaksukaan Wiana ketika bertemu
dengan Antoni keponakan suaminya. Kutipan (54) menggambarkan sifat
Wiana yang mengalah terhadap sikap suaminya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
2. Penokohan Tokoh Arfansah
Tokoh Arfansah merupakan tokoh yang pemarah terhadap Ibu dan
tokoh Aku. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknikekspositori atau
langsung dalam kalimat berikut ini:
55. Semakin lama, kulihat Ayah semakin arogan dan mudah
tersinggung lalu marah. Aku tidak menemukan canda Ayah seperti
dulu. Ayah lebih sering memarahi Ibu. Tapi Ayah tidak pernah
memukul Ibu. Tidak ada waktu luang sekalipun hanya sedikit saja
untuk bermain bersama Ayah (Zaez, 2014: 30).
56. “Iya nanti Ayah lihat!” nada Ayah membentak. Aku terlalu sering
mendapat perlakuan Ayah yang seperti ini sehingga tidak jarang
Ayah membuatku menjadi takut dan mati semangat di hadapannya.
Ayah menatapku dengan tajam dan marah (Zaez, 2014: 40).
57. “Benar- benar gila! lekas kau ajak dia keluar dari kamarku
sebelum amarahku benar-benar meledak!.” (Zaez, 2014: 33).
Hal itu juga ditunjukkan Pengarang dengan menggunakan teknik
dramatik :
58. “Diam!” Ayah membentakku. Aku terkejut hebat. Ini kali
pertamanya Ayah melakukan tindakan yang kutakuti darinya.
Wajahku memerah, mataku berasa lembab sebab menahan tangis.
.......................kau ajak dia kedapur! Suruh dia makan
sendiri,terlalu banyak permintaannya! Ayah membentak juga
membentak Ibu. Air mataku menitis tanpa suara. “Apa yang terjadi.
Kenapa Ayah marah-marah? Ibu masuk ke dalam kamar dan
mendekati Ayah (Zaez, 2014: 32)
59. “Ah, dasar bodoh menunggumu berlama-lama masak. Bisa-bisa
aku mati kelaparan gara-gara kecorobohanmu.” (Zaez, 2014: 17).
Meskipun Ayah seorang yang pemarah dibalik itu, Ayah juga
menunjukkan sikap penyanyang terhadap anaknya yang lagi menangis dan
perhatian ketika melihat anaknya belum istrahat. Hal itu ditunjukkan
pengarang dengan teknik dramatik dalam kalimat berikut ini:
60. “Aduh, anak Ayah jadi nangis..cup..cup ..cup” Ayah mengusap-
usao kepalaku. Tetap saja tangisku tidak henti. Ayah membawaku
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
pada kursi yang didudukinya tadi. Ayah memangkuku (Zaez, 2014:
27).
61“Sudah jam berapa sekarang? Kenapa kau juga belum tidur? Lekas
masuk kamar. Besok kau harus pergi sekolah, kan?” ( Zaez, 2014:
40).
Ayah adalah orang yang kasar. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan
teknik dramatik dalam kalimat berikut ini:
62. “Apa yang kau lakukan?” Ayah marah. Ayah mendekatiku. Ayah
mengangkat tangannya, dia berhasrat menampar pipiku, aku
memejamkan mataku sekuat mungkin sambil menekuk tunduk
takut kepalaku sedalam-dalam mungkin (Zaez, 2014: 33).
63. “Kurang ajar...!” Ayah ingin menampar Ibu, tapi tidak kutemukan
rasa takut di wajah Ibu. Malah aku yang takut sehingga membuatku
menjerit histeris lalu menangis ( Zaez, 2014: 77).
Penyesalan ditunjukkan Ayah melihat istrinya tidak mau
meminjamkan sejumlah uang kepadanya dan keterlambatan istrinya
menyiapkan makanan siang untuknya. Hal itu ditunjukkan pengarang
dengan teknik dramatik dalam kalimat berikut ini:
64. “Bukankah seorang pegawai negeri, mana mungkin kau tidak bisa
meminjam pinjaman di koperasi atau bank” (Zaez, 2014: 35).
65. “Tapi kenapa setiap ayahmu mencoba meminjam uang darimu kau
dapat memberinya berapa saja?” Kau memang benar-benar tidak
pernah mendukung tujuanku!” (Zaez, 2014: 36).
66. “Halaaahhh!!! Tidak usah banyak cerita. Kemarin sebelum
diputuskan kerja aku meminta tolongmu untuk meminjam dana dua
ratus juta apa yang kau jawab? Mana? Tidak ada kan? Percuma.
Kau tida akan pernah bisa membantukku” ( Zaez, 2014: 56).
67“Cukup !” Ayah membentak lagi sehingga aku terkejut. Sampai-
sampai aku mundur satu langkah dan hampir menutup pintu
kamarku sendiri (Zaez, 2014: 56).
68. “Terserah kau lah!” Ayah melayangkan tangannya isayarat tidak
peduli lagi apa yang dikatakan oleh Ibu (Zaez, 2014: 57).
69. “Bagaimana kau jadi istri? Menyiapkan makan siang saja harus
sampai sesore ini? Aku sudah lapar.” (Zaez, 2014: 76).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
Teknik pelukisan tokoh Arfansah yang digunakan dalam novel
Cahaya Surga Di Wajah Ibu Karya Mura Alfa Zaez adalah teknik dramatik
atau tidak langsung dan teknik ekspositori atau langsung. Dalam pelukisan
tokoh Arfansah, teknik ekspositori atau teknik langsung dapat dilihat
melalui kutipan (55-57), sedangkan teknik dramatik atau tidak langsung
dapat dilihat melalui kutipan (58-69).
Berdasarkan kutipan (55 sampai dengan 59) digambarkan bahwa
Arfansah adalah sosok ayah yang suka marah kepada istri dan anaknya.
Kutipan (60 dan 61) menjelaskan Arfansah memiliki sifat penyayang
terhadap anaknya yang sedang menangis dan peduli ketika melihat anaknya
belum istrahat. Kutipan (62 dan 63) menujukkan sikap Arfansah yang kasar
terhadap anak dan istrinya. Kutipan (64 sampai dengan 69) menunjukkan
penyesalannya ketika Arfansah tidak dipinjamkan uang istrinya.
3. Penokohan Tokoh Aku (Mimi)
Tokoh aku ini merupakan tokoh yang menceritakan peristiwa yang
terjadi. Akan tetapi tokoh aku ini bukanlah tokoh utama karena tokoh aku
ini banyak menceritakan tentang kehidupan tokoh Ibu dan peristiwa yang
terjadi. Tokoh aku yang dimaksud disini adalah tokoh Mimi. Mimi merasa
dongkol ketika hujan turun yang tidak reda dan melihat seorang laki-laki
yang di sampingnya. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan
teknikekspositori atau langsung dalam kalimat berikut ini:
70. Aku tidak mengubris pertanyaannya. Tentunya aku akan lebih risih
bila aku harus berlama-lama duduk di sampingnya. Aku pikir
dengan berdiri di tempat ini aku merasa lebih nyaman sekalipun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
perasaanku mulai mendongkol. Dongkol pada hujan yang tidak
mencoba untuk redah sebentar dan dongkol pada laki-laki yang
tidak aku kenal di belakangku ini (Zaez, 2014: 3).
Tokoh aku merupakan tokoh yang sifatnya suka membenci terhadap
Ayahnya yang suka kasar. hal itu terjadi ketika orang membicarakan tentang
Ayahnya. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknik dramatik dalam
kalimat berikut ini:
71. Bila orang-orang bertanya tentang Ayah, maka dengan mudah aku
menjawab, “Ayah sudah mati sejak lama. Dia tidak akan pernah
ada lagi. Dan mungkin dia sudah di surga, tempat yang lebih aman
dibanding di rumah bersama anak-anaknya”. Dan aku tidak peduli
orang-orang yang mendengar penjelasanku merasa terkejut. Ketika
mereka ingin tahu lebih tentang Ayah, aku pergi meninggalkannya
atau mengalihkan cerita (Zaez, 2014: 7).
72. Ayah lagi...ayah lagi..lama-lama perasaanku aku akan membeku
bila Ibu selalu berbicara tentang Ayah. Selalu mengundang Ayah
dalam pembicaraan kami sebagai topik sisipan (Zaez, 2014: 190).
73. Secara tidak langsung Ibu mengingatkanku tentang Ayah. Ternyata
topik cinta dan mencintai ini ada hubungannya juga dengan Ayah.
Aku jadi tidak bersemangat mendengar cerita ibu selanjutnya. Bila
aku melanjutkan pertanyaan, tentu Ibu akan membahas Ayah
sampai ke ujung kisahnya. Aku tidak suka. Tapi entah mengapa
sekalipun aku tidak pernah memintannya Ibu selalu bercerita (Zaez,
2014: 125)
Sikap kecerobohan yang dimiliki tokoh aku ketika ia berada pada
suatu tempat. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknik dramatik dalam
kalimat berikut ini:
74. Aku keluar dari tempat duduk. Kami melewati beberapa meja
untuk tiba ke toilet. Saking terburu-buru sebab menahan kencing
aku tidak sengaja menyenggol gelas berisi kopi panas di atas meja
(Zaez, 2014: 20).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
Kesedihan tokoh aku ketika ia tidak bisa bermain dengan Ayahnya
seperti hari- hari kemarin. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknik
dramatik dalam kalimat berikut ini:
75. Aku mulai menangis, bersenggukan tanpa didengar Ayah dan Ibu.
Aku merebah tubuhku di atas tempat tidur. Aku menelungkup dan
menutup wajahku pada bantal. Bantalku basah terkena ingus dan
air mata. Aku sakit hati, sementara aku rindu dengan segala
permainan dan canda dari Ayah (Zaez, 2014: 41).
Tokoh aku merupakan tokoh yang mempunyai sikap pendirian yang
gigih dan optimis. Ia tetap pada pendirian untuk tetap sekolah meskipun ia
dalam keadaan yang kurang sehat dan tetap optimis dengan penampilannya.
Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknik dramatik dalam kalimat
berikut ini
76. Besoknya aku memaksa diri untuk pergi sekolah sekalipun Ibu
sudah melarangku. Aku pikir derita pening yang masih sedikit aku
rasakan terlalu naif bila aku jadikan alasan untuk meliburkan diri
karena sakit. Setelah aku beristirahat cukup sekali lagi saja
mungkin aku akan merasa baik total. Aku meyakinkan Ibu dengan
wajah yang kubuat seceria mungkin agar Ibu tidak merasa cemas
dengan kondisiku (Zaez, 2014: 101).
77. “Ya ampun? Aku mikir apa sih? Belum tentu Kaka juga mau
menilai penampilanku tulus dari hatinya sekalipun penampilanku
entar dapat menarik perhatiaannya.” Aku merebah diri di atas
kasur. Lemari pakaianku masih terbuka lebar. Ini adalah
kebodohan. Aku tidak boleh menghabiskan waktuku dengan
berbiingung diri seperti ini (Zaez, 2014: 133).
Tokoh aku adalah tokoh yang mudah putus asa dan pasrah terhadap
keadaan. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknikdramatik atau tidak
langsung dalam kalimat berikut ini :
78. Aku pasrah ketika Bu Ratna mengambil tasku dan menggeleda.
Aku syok saat Bu Ratna berhasil menemukan dua lembar kertas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
soal kimia dan jawabannya dari dalam tasku. “Bu, saya tidak ada
mengambilnya. Ini fitnah,” aku membela diri (Zaez, 2014: 171).
79. Terserahlah aku pasrah. Apa mau kalian,akan aku ikuti. Tapi aku
yakin pembelaan itu akan ada berpihak bersamaku (Zaez, 2014:
178).
Teknik pelukisan tokoh Mimi yang digunakan dalam novel Cahaya
Surga Di Wajah Ibu Karya Mura Alfa Zaez adalah teknik dramatik atau tidak
langsung dan teknik ekspositori atau langsung. Dalam pelukisan tokoh
Mimi, teknik ekspositori atau teknik langsung dapat dilihat melalui kutipan
(70), sedangkan teknik dramatik atau tidak langsung dapat dilihat melalui
kutipan (71-79).
Berdasarkan kutipan (70) digambarkan bahwa Mimi merasa dongkol
ketika hujan dan harus berhenti di suatu tempat untuk menunggu hujan
redah. Kutipan (71 sampai dengan 73) menujukkan sikap bencinya ketika
orang-orang disekitarnya bercerita dan bertanya tentang keadaan Ayahnya.
Kutipan (74) menujukan sikap cerobohnya yang tidak berhati-hati. Kutipan
(75) menujukkan kesedihan ketika ia tidak bisa bermain bersama Ayahnya
seperti yang dahulu. Kutipan (76 dan 77) menggambarkan sikap Mimi yang
memiliki pendirian yang gigih untuk tetap bersekolah dan kutipan (109-110)
menggambarkan Mimi yang cepat putus asa.
4. Penokohan Tokoh Aldi
Aldi adalah adik Mimi yang suka bercanda. Ketika ia melihat
kakaknya pergi ke sekolah membawa obat-obatan. Hal itu ditunjukkan
pengarang dengan teknikdramatikdalam kalimat berikut ini:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
80. “Masa ke sekolah bawaannya obat-obatan, Nggak keren. Seperti
aku dong! Buah dan biskuit...!” Aldi meledekku (Zaez, 2014: 102).
Tokoh Aldi merupakan seorang yang bertanggung jawab atas
pekerjaan rumah yang dibebankannya. Hal itu ditunjukkan pengarang
dengan teknikekspositoridalam kalimat berikut ini:
81. Sebenarnya aku yakin kalau Aldi dapat berbuat yang terbaik untuk
semua urusan pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Dia dapat
membuktikan tanpa harus disuruh untuk menyelesaikan pekerjaan
rumah (Zaez, 2014: 99).
Hal itu juga ditunjukkan Pengarang dengan menggunakan teknik dramatik:
82. “Siapa yang mencuci piring dan pakaian?”. Aku jawab Aldi. Aku
menatapnya dengan lekat dan memastikan kalau dia benar-benar
tidak berbohong padaku. Aku pikir dia paham dengan tatapanku
yang seperti ini (Zaez, 2014: 98).
83. “Buktinya aku sudah mencuci semuanya. Weeekkk!!!” Aldi
menjulur lidahnya lalu meninggalkan aku sendiri (Zaez, 2014: 99).
Teknik pelukisan tokoh Aldi yang digunakan dalam novel Cahaya
Surga Di Wajah Ibu Karya Mura Alfa Zaez adalah teknik dramatik atau tidak
langsung dan teknik ekspositori atau langsung. Dalam pelukisan tokoh
Aldi, teknik ekspositori atau teknik langsung dapat dilihat melalui kutipan
(81). Teknik dramatik atau tidak langsung dapat dilihat melalui kutipan (80)
dan (82-83).
Berdasarkan kutipan (80) digambarkan bahwa Aldi adalah sosok anak
yang suka becanda. Kutipan (81-843) menujukkan Aldi adalah seorang anak
yang bertanggung jawab terhadap pekerjan rumah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
5. Penokohan Tokoh Rifka
Keingintahuan dan keberanian bertanya Rifka semakin banyak ketika
melihat Ayahnya tidak pernah dia temukan di rumah. Hal itu ditunjukkan
pengarang dengan teknikdramatikdalam kalimat berikut ini:
84. Saat sepulang sekolah diantar oleh Kaka, adikku Rifka langsung
menyambutku. Dia berlari mendekatiku saat aku masuk kedalam
rumah. “Kakak, Ayah kemana sih? Bertanya seperti itu aku
terkejut. Ini adalah awal pertama kali Rifka bertanya dimana Ayah
(Zaez, 2014: 247).
85. “Ibu, Ayah ke mana sih ?” tanya Rifka. Ayah lagi kerja, sayang.”.
“Kok nggak pernah pulang?” Rifka kecil masih belum bisa
memahami perasaan antara Ibu dan aku dimana Ayah (Zaez, 2014:
249).
86. “Ayah masih hidupkan, Kak?” Adikku yang polos membuat
lututku yang menahan tubuhku menjadi melemas (Zaez, 2014:
248).
Rifka adalah anak yang cerdas meskipun usianya masih cukup muda.
Dia selalu memberikan ide-ide kepada Ibu dan Kakaknya untuk bisa
mendatangkan Ayahnya. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknik
dramatik dalam kalimat berikut ini:
87. “Bagaimana kalau kita yang mendatangi Ayah, Bu. Biar Ayah mau
cepat pulang.” Rifka memberi ide. Menurutku itu ide-ide yang sia-
sia. Tapi Ibu tersenyum, lalu mengangguk ( Zaez, 2014: 249).
88“Yuk, ka kita berkunjung ke tempat Ayah. Siapa tahu Ayah memberi
hadiah padaku. Dengan senangnya Rifka mengatakannya (Zaez,
2014: 249).
Teknik pelukisan digunakan dalam novel Cahaya Surga Di Wajah Ibu
Karya Mura Alfa Zaez adalah teknik dramatik atau tidak langsung dan teknik
ekspositori atau langsung. Dalam pelukisan tokoh Rifka, hanya
menggunakan teknik dramatik .
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
Berdasarkan kutipan (84-86) digambarkan bahwa Rifka adalah sosok
anak yang berani bertanya ketika Ayahnya tidak pernah pulang ke rumah.
Kutipan (87-88) menujukkan Rifka merupakan anak yang cerdas yang
memberikan ide-ide kepada Ibu dan kakaknya untuk mencari Ayahnya.
6. Penokohan Tokoh Kaka
Tokoh Kaka adalah orang suka menolong ketika tokoh aku di ganggu
oleh sekelompok geng motor. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknik
dramatik dalam kalimat berikut ini:
89. “lepaskan dia!” seorang cowok mendekati kami dan menepiskan
tangan orang yang berani kurang ajar padaku. Aku tahu dari
banyak siswa di sekolah kalau dia adalah cucu dari pemiliki
yayasan sekolah. Dia pendiam dan bersikap tennag, namanya Kaka
(Zaez, 2014: 105).
90. Tidak ada perlawanan. Orang yang tadinya bersikap kurang ajar
padaku untuk merampas tasku tidak berani melawan. Lalu Kaka
menarik lenganku dan mengajakku agar meninggalkan tempat itu
(Zaez, 2014: 105-106).
Hal itu juga ditunjukkan Pengarang dengan menggunakan teknik
ekspositori :
91. Aku penasaran apa yang dilakukan Kaka padanya. Jarang-jarang
Kaka mau membela dan menolong cewek seperi ini karena
perlakuan geng motor itu semakin kurang ajar (Zaez, 2014: 107).
Tokoh Kaka adalah siswa yang cerdas dan pintar di sekolah, dia
memiliki wajah yang tampan dan penampilan yang menawan. Hal itu
ditunjukkan pengarang dengan teknik ekspositori :
92. Selain Kaka memiliki wajah yang tampan, penampilan yang
menawan. Aku dengar dari beberapa anak di sekolah, Kaka juga
termasuk anak yang pintar dan cerdas (Zaez, 2014: 143-144).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
Tokoh Kaka merupakan orang yang mempunyai sikap peduli dan
perhatian terhadap tokoh aku yang sedang mencari keberadaan Ayahnya.
Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknik dramatik dalam kalimat
berikut ini :
93. Sepertinya aku melakukan tindakan yang nekat untuk bertemu
dengan Ayah. “aku akan membantumu. Tenang saja. Katakan saja
pada ibumu kalau kita mengikuti kegiatan andrenalin dari sekolah.
Soal permisi dari sekolah, aku yang akan mengurusnya (Zaez,
2014: 287).
94. Kaka mengurus izinku, dia memohon pada Papanya. Aku tidak
tahu apa yang dikatakan Kaka pada papanya sampai kami boleh
pergi. Yang aku tau pikirkan sekarang adalah bisa tiba di Riau dan
bertemu dengan Ayah (Zaez, 2014: 289).
Teknik pelukisan yang digunakan dalam novel Cahaya Surga Di
Wajah Ibu Karya Mura Alfa Zaez adalah teknik dramatik atau tidak langsung
dan teknik ekspositori atau langsung. Dalam pelukisan tokoh Kaka,
menggunakan teknik dramatik (89-90), (93-94). Teknik eskpositori atau
langsung kutipan (91-92).
Berdasarkan kutipan (89-91) digambarkan bahwa Kaka adalah sosok
teman yang suka membantu. Kutipan (92) menunjukkan Kaka seorang anak
yang pintar dan cerdas, memiliki wajah yang tampan. Kutipan (93-94)
menujukkan Kaka adalah orang yang peduli dan perhatian terhadap
temannya.
7. Penokohan Tokoh Antoni
Antoni merupakan tokoh yang suka membantu. Antoni memberikan
alamat kepada tokoh aku dan menceritakan keadaan yang terjadi terhadap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
Ayahnya tokoh aku. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan
teknikdramatikdalam kalimat berikut ini:
95. Lalu aku mengambil buku dalam tas dan pulpennya. Aku
memberikan pada Antoni. Dia mencatat alamat Ayah dan di bawah
alamat itu dia mencatat nomor handphone (Zaez, 2014: 256).
96. “Kau tahu dimana alamat ayah?”
“Tahu. Aku juga tahu nomor teleponnya. Mana pulpenmu, biar
aku catat. (Zaez, 2014: 256
97. Aku masih meragu untuk menghubungi nomor telepon yang diberi
Antoni. Aku juga masih belum tahu bagaimana caraku untuk
menemui Ayah ke kota itu (Zaez, 2014: 258).
98. Aku tidak tahu banyak tentang Paman, aku ini hanya
keponakannya. Tapi Paman pernah bercerita tentang istrinya, dia
juga menceritakan tentang kau dan adik-adikmu. Aku pernah
disuruh menyambangi rumahmu. Paman memberi alamat rumah
kalian ( Zaez, 2014: 272).
Sikap keramahan yang dimiliki Antoni saat menyambut tokoh aku
berkunjung ke rumahnya. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan
teknikekspositoridalam kalimat berikut ini:
99 .“Antoni!” aku menyeru namanya saat dia berjalan memasuki
persimpangan. Antoni menoleh ke arahku. Dia orang yang cukup
ramah. Untuk menyambutku saja dia pakai senyum bibirnya (
Zaez, 2014: 268).
Teknik yang digunakan dalam novel Cahaya Surga Di Wajah Ibu
Karya Mura Alfa Zaez adalah teknik dramatik atau tidak langsung dan teknik
ekspositori atau langsung. Dalam pelukisan tokoh Antoni kutipan (99)
teknik eskpositori atau langsung. Kutipan ( 95-98) adalah teknik dramatik.
Berdasarkan kutipan (95 dan 98) digambarkan bahwa Risma adalah
sosok membantu kepada tokoh aku yang kesulitan mendapatkan tempat
tinggal Ayahnya. Kutipan (99) menunjukkan sikap keramahan Antoni
ketika tokoh aku berkunjung ke rumahya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
8. Penokohan Tokoh Nenek
Nenek adalah Ibu dari Ayah. yang berarti Nenek “aku”. Nenek
merupakan seorang yang suka menyindir. Hal itu ditunjukkan pengarang
dengan teknik dramatik dalam kalimat berikut ini:
100.“Jadi istri harus pandai dandan”. Kata Nenek dengan sedikit
melirik pada Ibu sambil menuangkan kuah sop ke atas piringnya (
Zaez, 2014: 66).
101.“Kalau Cuma penampilan begitu-begitu saja bagaimana mungkin
suami bisa betah di rumah .” ( Zaez, 2014: 66).
102.“Istri dan menantu yang baik tentu akan melayani suami dan
mertua dengan kodratnya sendiri. Bukan seperti ini.” ( Zaez, 2014:
81).
Selain Nenek yang suka menyindir, Nenek juga cerewet. Hal itu
ditunjukkan pengarang dengan teknik dramatik dalam kalimat berikut ini:
103. “Baik apanya? Cuma makanan yang dibeli dari luar saja kok sudah
dikatakan baik. Siapa saja juga bisa beli.” ( Zaez, 2014: 80).
Teknik pelukisan yang digunakan dalam novel Cahaya Surga Di
Wajah Ibu Karya Mura Alfa Zaez adalah teknik dramatik atau tidak langsung
dan teknik ekspositori atau langsung. Dalam pelukisan tokoh Nenek hanya
menggunakan teknik dramatik atau tidak langsung
Berdasarkan kutipan (100 sampai 102) digambarkan bahwa Nenek
adalah orang yang suka menyindir terhadap menantunya. Kutipan (103)
menujukkan sikap cerewet Nenek terhadap tokoh Ibu.
Dari uraian tokoh dan penokohan diatas, akan digunakan sebagai
pedoman untuk menentukan tokoh utama dari novelCahaya Surga di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
Wajah Ibu karya Mura Alfa Zaez. Syarat-syarat menjadi tokoh utama dalam
cerita menurut handhout matakuliahPAPyaitu:(1) Menjadi pusat
penceritaan, (2) paling terlibat dalam konflik dan klimaks, (3) paling banyak
berkaitan dengan tokoh-tokoh lain, (4) membawakan moral dan tema cerita,
dan (5) Didukung oleh frekuensi kemunculan tinggi. Dari kelima kriteria
tersebut menunjukkan bahwa tokoh utama dari novel Cahaya Surga di
Wajah Ibu karya Mura Alfa Zaez merupakan tokoh Wiana. Hal ini dapat
dibuktikan dengan melihat kutipan-kutipan yang telah ditulis pada analisis
tokoh dan penokohan.
Dilihat dari Pusat penceritaan pada tokoh Wiana pada novel Cahaya
Surga di Wajah Ibu karya Mura Alfa Zaez di mulai awal mula perannya
seorang istri yang tegar dan sabar dalam menghadapi sikap dan tingkah laku
suaminya. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan berikut ini :
104. Aku tau Ibu akan kelelahan setelah Ibu pulang kerja. Satu hal lagi,
aku tidak pernah tidak tahu di mana letak pengertian Ayah
terhadap Ibu. Ayah pernah memamarahi Ibu ketika dia pulang dari
kerja dan belum menemukan makan siang sementara makan siang
itu di beli Ibu di warung. “aku tidak suka bila begini.”
“Aku juga baru pulang kerja sabarlah, aku tidak sempat mohon,
sabarlah.” (Zaez, 2014: 15).
105. Aku bingung melihatmu, kenapa kau selalu jawab pertayaanku bila
aku meminta. Apakah kau mau menjadi istri yang kualat?
Menyiapkan makan siang saja tidak becus!”. Ibu hanya diam
mendengarkannya (Zaez, 2014: 16).
106. Sejatinya aku tidak mengerti apa yang dikatakan oleh mereka.
Yang aku tahu Ayah tengah memarah-marahi Ibu. Kadang aku
tidak setuju dengan tindakan Ibu yang hanya diam ketika Ibu mulai
dibentaki Ayah. “Maaf aku tidak bisa bantu pinjaman uang, tidak
ada yang bisa dijamin.”
“Ah, sudahlah!!” Ayah membentak lagi. Dia bangkit dan keluar
dari kamar. Di pintu depan, Ayah membanting pintu sekuat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
mungkin sampai terdengar suara keras dan membuatku terkejut.
Ibu mendekatiku sambil memelukku (Zaez, 2014: 36-37).
107. “Aku bisa bantu kamu cari kerjaan lagi.”
“Halaah!!!! Tidak usah banyak cerita. Kemarin sebelum aku
diputuskan kerja aku meminta tolongmu untuk meminjam dana dua
ratus juta apa yang kau lakukan? Mana?? Tidak ada kan? Percuma.
Kau tidak akan pernah bisa membantuku.”
“Untuk sementara ini aku kan masih bisa memenuhi semuanya.
Makan kita masih bisa terpenuhi. Dengan penuh kesabaran Ibu
menjelaskan terhadap Ayah. “Terserah kau lah!” Ayah
melayangkan tangan isyarat tidak peduli lagi apa yang dikatakan
oleh Ibu (Zaez, 2014: 56-57).
Kutipan di atas menunjukkan menjadi pusat dan awal penceritaan
tokoh utama Wiana. Kutipan (104) suami yang tidak terima seorang istri
terlambat menyiapkan makanan siang untuknya.Pada kutipan
(105)menujukkan peristiwa sifat kesabaran seorang istri terhadap suaminya
dalam keadaan emosi karena tidak dipinjamkan uang.Peristiwa kekesalan
yang di terima oleh suami terhadap istrinya yang tidak bisa meminjamkan
uang kembali terhadapnya, dapat terlihat pada kutipan (106 dan 107) .
Tokoh utama Wiana paling terlibat dalam konflik dan klimaks.
Konflik yang terjadi ketika Wiana bertemu dengan mertuanya. Mertuanya
yang menunjukkan ketidaksukaan terhadap dirinya. Hal ini ditunjukkan
dalam kutipan berikut ini :
108. “Jadi istri itu harus pandai dandan”. Kata Nenek dengan sedikit
melirik pada Ibu sambil menuangkan kuah sop ke atas piringnya
(Zaez, 2014: 66).
109. Mas surya sendiri suka kok. Bu. Dengan penampilan sederhana
saya. Mas sendiri bilang seperti itu, iyakan mas? Ibu menuntut
pembelaan dari Ayah. “Mana mungkin suamimu pernah bilang
begitu. Buktinya saja dia jarang tidur di rumah bersamamu. Iya,
kan?” ( Zaez, 2014: 67).
110. “Baik apanya? Cuma makanan yang dibeli dari luar saja kok sudah
dikatakan baik. Siapa saja juga bisa beli”. Aku mulai menduga,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
tentu ini akan menjadi awal konflik argumen bagi antara Nenek
dengan Ibu (Zaez, 2014: 80-81).
111. “Istri dan menantu yang baik tentu akan melayani suami dan
mertua dengan kodratnya sendiri. Bukan seperti ini.” (Zaez, 2014:
81).
Kutipan di atas menunjukkan saat Wiana mengalami konflik dengan
mertuanya. Kutipan (108) menunjukkan peristiwa mertua tidak suka
penampilan menantunya.Peristiwa Wiana mengharapkan pembelaan dari
suaminya ketika mertuanya mengkritik penampilannya, terlihat pada
kutipan (109). Kutipan (110) menunjukkan peristiwa bahwa ketidaksukaan
mertua terhadap menantunya karena membeli makanan di luar.Pada kutipan
(111) menunjukkan peristiwa kekesalan mertua terhadap menantunya Wiana
.
Selain konflik di atas, Tokoh utama Wiana mengalami konflik yang
lainnya yaitu Wiana mengetahui penyebab kekasaran suami terhadap
dirinya dan anak-anaknya. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan berikut ini :
112. Kini Ayah membenarkan posisi duduknya. Ayah menatap Ibu.
“Padahal aku berusaha untuk menarik perhatian Ibu. Tapi sia-sia.”
“Bahkan Ibu berkata, kalau kekuatan ilmunya telah terkalahkan
oleh ilmumu.” (Zaez, 2014: 86).
113. “Ilmu apa?” Ibu mengangkat kepalanya dan menatap Ayah dengan
serius. “persugihan”. Aku begini karena Ibu. Sebenarnya aku tidak
ingin kasar padamu atau pada anak-anak.” Ibu kepalanya lagi pada
sandaran tempat duduk dan terdiam saja mendengarkan penjelasan
Ayah (Zaez, 2014: 86-87).
114. Bila dijelaskan pun juga tidak akan pernah masuk akal. Tapi itulah
yang selama ini aku rasakan dan yang aku tahu dari perlakuan Ibu.
“Ibu mencoba menyingkirkanmu, mengalihkan perhatianku
darimu, dan tetap menginginkan perempuan yang dulu pernah Ibu
jodohkan padaku. Ibu menggunakan setan persugihan .” (Zaez,
2014: 88).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
Kutipan (112) menunjukkan peristiwa bahwa Ayah menceritakan
kalau Ibunya telah melakukan kekuatan ilmu. Kutipan (113) menunjukkan
peristiwa penyebab atau faktor suaminya kasar terhadap dirinya dan anak-
anaknya karena persugihan yang dilakukan mertuanya. Kutipan (114)
menunjukkan peristiwa mertua Wiana menggunakan persugihan mencoba
menyingkirkan Wiana dan menjodohkan dengan perempuan yang lain.
Klimaks dari novel ini adalah Wiana harus rela melepaskan suaminya
demi memenuhi permintaan dari mertuanya yang menjodohkan suaminya
dengan perempuan lain dan pergi meninggalkan dia dan anak-anaknya. Hal
ini ditunjukkan dalam kutipan berikut ini :
115. “Sepeertinya aku yang harus mengalah dari Ibu.” Ayah mulai
membuka suara. “Aku harus meninggalkan kalian.”
“Kau mau kemana?”
“Entah. Yang jelas aku akan pergi jauh. Jauh sekali! Aku tidak bisa
berbuat apa-apa. Sejatinya aku sangat mencintaimu, sangat
menyayangi anak-anak kita. (Zaez, 2014: 88).
116. Aku hanya mohon ridamu. Aku ingin kau mau memaafkan segala
sikap kasarku. Aku akan pergi jauh tanpa diketahui oleh siapa pun.
Aku akan mencoba mencari kehidupan baruku tanpa harus
melupakan kau dan anak-anak.” ( Zaez, 2014: 89).
117. “Aku merasa tidak punya siapa-siapa lagi. Ibu sudah
menghancurkan masa depanku. Ayah sendiri tidak dapat
menolongku dan tidak dapat mencegah Ibu lagi. Kumohon,
sekalipun nanti aku harus pergi, jangan lupakan aku. Aku pasti
kembali” (Zaez, 2014: 90).
Kutipan (115) menunjukkan peristiwa seorang suami ingin pergi
meninggalkan Wiana dan anak-anaknya. Kutipan (116) menunjukkan
peristiwa suaminya ingin istrinya memafkan segala sifat kasarnya dan ingin
pergi dari kehidupan Wiana. Kutipan (117) menunjukkan peristiwa seorang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
suami berharap kepada istrinya untuk tidak melupakannya meskipun mereka
tidak bersama.
Intensitas keterlibatan tokoh Wiana berkaitan dengan tokoh-tokoh
lain, hal itu terbukti bahwa pada setiap dialog antara tokoh satu dengan yang
lain menunjukkan bahwa Wiana selalu turut dalam dialog tersebut.
Tokoh Wiana yang berkaitan dengan tokoh Arfansah sebagai
suaminya. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan berikut ini :
118. . “Aku tidak pernah menyombongkan diriku. Kau saja yang terlalu
picik menilaiku. Kalau aku memang sombong di depanmu, sudah
lama aku mengusirmu sebab kau mengganggu ketenangan batinku
dan anak-anakku. !”
“Kurang ajar...!!” Ayah ingin menampar Ibu, tapi tidak aku temukan
rasa takut di wajah Ibu (Zaez, 2014: 77).
119. “Aku tidak pernah menyia-nyiakanmu, Mas. Aku kerja juga untuk
membantumu. Meringankan bebanmu dalam urusan ekonomi
rumah tangga kita.” Tapi kali ini Ibu berani membela dirinya tanpa
harus menatap perlawanan bola mata Ayah.
“Ah dasar bodoh menunggumu berlama-lama masak. Bisa-bisa aku
mati kelaparan gara-gara kecerobohanmu.” Ayah pergi
meninggalkan kami berdua (Zaez, 2014: 16-17).
Kutipan (118-119) menjelaskan kedekatan tokoh Wiana terdahap
Suaminya. Kutipan (118 dan 119) menunjukkan peristiwa emosi Wiana
terhadap sikap suaminya yang berprasangka buruk terhadapnya.
Tokoh Wiana yang berkaitan dengan tokoh aku (Mimi). Hal ini
ditunjukkan dalam kutipan berikut ini :
120. Mendengar tangisku, Ibu segera datang ke dapur dengan wajah
paniknya. “Mimi kenapa?” Wajah Ibu yang cemas. Aku masih
tetap menangis sambil menatap wafer yang telah dibuka Ayah.
“Kejedut tadi Ayah sama Mimi bermain sembunyi-sembunyian.”
Ayah menjelaskan. “Ibu bilang juga apa. Jangan suka bersembunyi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
di bawah meja. Jadinya seperti ini, kan?” Ibu mengelus rambutku
yang membasah akibat terkena air mata dan keringat. Tangisku
hampir mereda (Zaez, 2014: 27-28).
121. Aku tidak tahu mengerjakan soal yang ini, Bu! Aku menunjukkan
soal yang aku maksud. Dengan sabar Ibu menjelaskan padaku cara
penyelesaiannya (Zaez, 2014: 37).
122. Ibu memang tidak pernah mengajarkanku tentang kebencian.
Kepada siapa pun itu, mungkin Ibu akan benar-benar benci bila Ibu
benar-benar sadar bila aku sudah membenci Ayah. Makanya Ibu
selalu berkata tentang segala kebaikan Ayah sekalipun Ayah tidak
pernah meletakkan kebaikannya kepada kami (Zaez, 2014: 75).
Kutipan (120 dan 121) menjelaskan kedekatan antara Wiana dengan
anaknya aku Mimi. Kutipan (120) menujukkan peristiwa Wiana mengalami
kecemasan ketika tokoh aku (Mimi) ke jedut meja.Peristiwa aku (Mimi)
meminta kepada Ibunya untuk membantu mengerjakan soal yang belum
dipahaminya, terlihat pada kutipan (121). Pada Kutipan (122) menunjukkan
peristiwa seorang Ibu yang tidak pernah mengerjakan kebencian kepada
anaknya tentang Ayahnya.
Tokoh Wiana yang berkaitan dengan tokoh Aldi. Hal ini ditunjukkan
dalam kutipan berikut ini :
123. Kalau perempuan berarti mirip Kak Mimi dong, Bu?.
“Boleh jadi. Tapi hidungnya lebih mirip kamu. Lebih mancung dari
Kak Mimi.” Ibu menarik ujung hidung Aldi. Dia cengar-cengir
sementara aku merasa minder karena Aldi memiliki hidung yang
lebih bagus dari aku (Zaez, 2014: 50).
124. “Kamu naik bus saja,” Kata Ibu sambil memberikan uang jajan
untukku.
“Kak Mimi uang jajannya kok banyak banget sih, Bu?
“Kan udah pernah Ibu billang, sekolah kamu sama sekolahnya Kak
Mimi lebih lama pulang sekolah Kak Mimi,”
“Ntar kalau kamu sudah seperti Kakak akan bakal dikasih uang jajan
yang banyak sama Ibu.” Tetap saja adikku Aldi berwajah cemberut
(Zaez, 2014: 103).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
Kutipan (123 dan 124) menunjukkan peristiwa kedekatan Wiana
terhadap anaknya Aldi. Kutipan (123) menunjukkan peristiwa keakraban
antara Mimi dengan Wiana. Kutipan (124) menunjukkan peristiwa Mimi
protes terhadap uang jajan yang diberikan oleh Ibunya.
Tokoh Wiana berkaitan dengan tokoh Rifka. Hal ini ditunjukkan
dalam kutipan berikut ini :
125. Bagaimana kalau kita yang mendatangi Ayah, Bu. Biar Ayah mau
cepat pulang.” Rifka memberi ide. Menurutku itu ide-ide yang sia-
sia. Tapi Ibu tersenyum, lalu mengangguk ( Zaez, 20145: 249).
126. “Ibu, Ayah kemana sih?” tanya Rifka.
“Ayah lagi kerja sayang.” Aku tahu, Ibu berbohong.
“Kok nggak pernah pulang? Rifka kecil masih belum bisa
memahami perasaan antara Ibu dan aku di mana Ayah. “Iya
sebentar lagi Ayah akan pulang kok”. Aku benci kebohongan
tetang Ayah yang diceritakan Ibu (Zaez, 2014: 249).
Kutipan (125-126) menunjukkan peristiwa kedekatan dan keakraban
yang dimiliki antara Wiana dan anaknya Rifka. Kutipan (125) menunjukkan
peristiwa Rifka yang memberikan ide kepada Ibunya untuk mendatangi
Ayahnya pulang. Kutipan (126) menunjukkan peristiwa Rifka yang selalu
bertanya keberadaan Ayahnya yang tidak pernah pulang.
Tokoh Wiana berkaitan dengan tokoh Nenek. Hal ini ditunjukkan
dalam kutipan berikut ini :
127. “Jadi istri harus pandai dandan”. Kata Nenek dengan sedikit
melirik pada Ibu sambil menuangkan kuah sop ke atas piringnya.“
Kalau Cuma penampilan begitu-begitu saja bagaimana mungkin
suami bisa betah di rumah .” (Zaez, 2014: 66).
128. “Tentu Ibu tahu sendiri, kan? Suami yang baik tidak akan rela
membiarkan istrinya mencari nafkah seorang diri di luar sana,” Ibu
mulai membela diri .
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
“Tidak ada yang menyuruh kamu kamu mencari nafkah.” Nenek
mulai mencari sela Ibu.
“Lalu siapa yang harus bekerja untuk makan dan kebutuhan anak-
anak saya? Seharusnya Ibu bisa menghargai saya sedikit saja (Zaez,
2014: 81).
Kutipan (127 dan 128) menunjukkan peristiwa ketidakharmonisan
antara Wiana dan mertuanya. Kutipan (127) menunjukkan peristiwa
ketidaksukaan mertua terhadap penampilan menantunya Wiana yang tidak
berdandan. Kutipan (128) menunjukkan peristiwa perlawanan yang
ditunjukkan Wiana terhadap mertuanya yang tidak menyukai terhadap
Wiana.
Tokoh Wiana berkaitan dengan penjual buah. Hal ini ditunjukkan
dalam kutipan berikut ini :
129. “Oh ternyata Anda Ibunya. Lihatlah, anak Anda.”
“Cukup! Anak saya sudah menceritakan semua,” Ibu memotong
ucapan laki-laki itu. Ibu memakai sandal dan pergi ke kedai itu.
Ibu ingin melihat kondisi yang pecah (Zaez, 2014: 13).
130. “Seharusnya Bapak tidak memarahi anak kecil saya. Dia tidak
salah.”
“Bagaimana bisa dia tidak salah jelas-jelas dia menyenggol buah
itu.”
“Bapak tahu, tempat ini ramai. Anak saya terlalu kecil. Lihat
siapa yang peduli keamanan di tempat ini sehingga orang-orang
di sini menabrak anak saya sehingga dia jatuh dan tidak sengaja
menyenggol buah itu” Ibu membelaku (Zaez, 2014: 13-14).
131. “Jangan karena dia hanya anak kecil Anda ingin mengelak dan
tidak membayar ganti rugi buah saya!”
“Maaf, sekalipun saya menetapkan anak saya tidak pernah
bersalah, tidak berarti saya tidak mengganti buah itu. Tapi ingat
satu hal, seharusnya Anda tidak patut memarahinya hingga
menangis karena kesalahan yang tidak sengajanya”. Ingat usia
Anda berapa, Pak! Dan berapa usia anak saya lebih dibanding
usia Anda? Bola mata laki-laki gendut itu melotot lebar. Dia
ingin marah, tapi mulutnya terkunci (Zaez, 2014: 14).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
Kutipan (129-131) menunjukkan peristiwa kekesalan dan kemarahan
yang ditunjukkan Wiana kepada penjual buah yang memarahi anaknya
Mimi yang tidak sengaja menjatuhkan buah pemilik penjual buah tersebut.
Tokoh Wiana berkaitan dengan penjaga toko buku. Hal ini
ditunjukkan dalam kutipan berikut ini:
132. “Ambilkan saja untuknya,” aku mendengar suara Ibu. Penjaga buku
itu menatap Ibu dengan serius. “Anda Ibunya?” Ibu hanya
mengangguk.
“Dia tidak mungkin membaca buku setebal itu. Itu bacaan dewasa”.
“Saya lebih paham anak saya ketimbang Anda. Tolong, ambil saja!
Toh bila dia benar-benar tertarik saya akan membayarnya untuk
dibeli. Bukan Anda!” (Zaez, 2014: 22-23).
Kutipan (132) menunjukkan peristiwa Wiana menyuruh
kepadapenjaga toko buku untuk mengambil buku bacaan yang disukai
anaknya.
Dari segi intensitas keterlibatan peristiwa, konflik, dan tema
terlihat bahwa Wiana selalu ada di setiap jalannya cerita. Tema yang ingin
disampaikan dalam novel Surga di Wajah Ibu karya Mura Alfa Zaez adalah
ketegaran yang dimiliki seorang Ibu dalam membangun rumah tangganya.
Hal ini di tunjukkan dalam kutipan berikut ini :
133. Ibu mengajarkan banyak cinta darinya padaku sekalipun tak jarang
Ibu menyelipkan pahitnya hidup di dalam kasih sayang. Akan ada
pembelaan besar dari Ibu untukku ketika aku mulai cemas dan
khawatir sekalipun kecemasan dan kekhawatiran itu timbul dari
kesalahanku sendiri. Aku tidak tahu entah sudah berapa kesabaran
yang dituangkan untukku ketika aku pernah melakukan kesalahan-
kesalahan (Zaez, 2014: 10).
134. Tidak ada minggu damai lagi. Semua suram di dalam rumah yang
masih dikontrak Ibu. Ayah tetap tidak peduli dan masih tetap
memarah-marahi Ibu. Tidak ada hal yang benar yang bernilai baik
di mata Ayah dalam diri Ibu. Ibu selalu tetap sabar dalam sikap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
Ayah. Bahkan aku tidak menemukan kesukaan di wajah Ayah atas
kelahiran Rifka, meskipun hal itu Ibu tetap menunjukkan Ayah
selalu untuk anak-anaknya (Zaez, 2014: 53-54).
135. “Untuk sementara ini aku kan masih bisa memenuhi semuanya.
Makan kita masih terpenuhi, kesehatan masih bisa ditanggung.
Sabarlah, kalau dana sebesar itu yang kau minta, aku benar-benar
tidak dapat membantu”.
“Cukup!” Ayah membentak lagi sehingga aku terkejut. Sampai aku
mundur satu langkah dan hampir menutup pintu kamar sendiri. “
Terserahlah kau lah!” Ayah melayangkan tangan isyarat tidak
peduli lagi apa yang dikatakan oleh Ibu. Ibu tidak bisa menahan
Ayah untuk mendiskusikan apa yang mereka perdebatkan lagi. Ibu
hanya duduk di tempatnya dan aku melihat ada bentuk penyesalan
dari Ibu. Ibu tidak pernah memperlihatkan kesedihannya (Zaez,
2014: 50-51).
Kutipan (133 sampai dengan 135) di atas menunjukkan sikap
ketegaran dan kesabaran yang dimiliki oleh Wiana menghadapi suaminya.
Kutipan (133) menunjukkan sikap kesabaran Wiana ketika anaknya
mengalami permasalahan. Kutipan (134) menunjukkan peristiwa suaminya
tidak menyukai akan kelahiran anaknya tetapi Wiana tetap menunjukkan
kesabaran sebagai seorang istri. Kutipan (135) menunjukkan peristiwa
Wiana dengan penuh kesabaran menjelaskan kepada suaminya tentang dana
yang ingin dipinjamkan oleh suaminya.
Tokoh utama Wiana novel Surga Di Wajah Ibu karya Mura Alfa Zaez
terdapat moral yang dapat dipelajari oleh pembaca. Hal ini ditunjukkan
dalam kutipan berikut ini :
136. Ibu memang tidak pernah mengajarkanku tentang kebencian. Ibu
selalu berkata tentang segala kebaikan Ayah sekalipun Ayah
tidak pernah meletakkan kebaikannya kepada kami. Hal itu tetap
dilakukan Ibu agar aku merasa memiliki Ayah yang baik hati
(Zaez, 2014: 75).
137“Ibu kenapa Ayah sangat kasar pada Ibu?”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
“Ayahmu tidak kasar. Ayah tadi kecapekan, jadinya begitu”. Aku
mengangguk paham. Kutatap bola mata Ibu tanpa
sepengetahuannya. Di sana kutemukan rasa ketidakadanya kasih
sayang didapat Ibu dari Ayah. Apa pun pembelaan Ibu pada
Ayah, aku tetap memutuskan Ayah sangat kasar pada Ibu ( Zaez,
2014: 18).
138. Aku pikir Ibu tahu setiap kali Ibu mencoba membahas dan
menyisipkan tetang Ayah pada topik pembicaraan kami Ibu
melihat keresahanku. Tapi Ibu selalu mencoba tidak peduli dan
yang dipikirkan Ibu bagaimanapun sosok Ayah terhadap Ibu, Ibu
berusaha menyakinkan hatiku, menetapkan pendirianku bahwa
apa pun yang terjadi dia tetaplah Ayahku (Zaez, 2014: 190).
139. “Lalu bagaimana menurut Ibu kalau nanti Reva mencoba membuat
masalah yang baru, Bu?” aku mencoba sharing pada Ibu. “ Yang
penting tidak kamu yang mencoba membuat masalah padanya. Dan
bila nanti dia mencoba membuat masalah baru padamu lebih baik
kamu tinggalkan saja dia. Seperti Ibu yang mencoba untuk tetap
tenang jika dulu Ayahmu mencoba mengeluarkan kesalahan Ibu,
Ibu tetap sabar kok.” (Zaez, 2014: 190).
Kutipan (136 sampai dengan 139) menunjukkan nilai moral yang
dapat diambil dari dalam novel ini yaitu terlihat dari sosok Ibu. Ibu tidak
pernah mengajarkan kepada anak-anaknya tentang kebencian melainkan
selalu mengajarkan kepada anak-anaknya tentang kebaikan. Walaupun
sosok ayah dalam novel tidak pernah meletakkan sebuah kebaikan kepada
anak-anaknya, namun sosok ibu tetap menutupi keburukan dari sosok Ayah
supaya anak-anaknya tetap merasa bahwa mereka mempunyai sosok ayah
yang baik hatinya.
Dari segi kemunculan sangat jelas bahwa Wiana merupakan seorang
tokoh yang selalu diceritakan dari awal sampai akhir cerita. Karena novel
ini menceritakan kehidupan tokoh Wiana.
Dapat disimpulkan bahwa tokoh utama dalam novel Cahaya Surga di
wajah Ibu Karya Mura Alfa Zaez adalah Wiana, sedangkan tokoh Arfansah,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
aku (Mimi), Aldi, Rifka, Kaka dan Antoni merupakan tokoh tambahan yang
mendukung tokoh utama sehingga terjadi suatu peristiwa yang selalu
melibatkan tokoh utama.
4.2.3 Analisis Latar
Secara umum latar dapat diartikan sebagai gambaran waktu dan
tempat yang melatar belakangi aksi tokoh-tokoh dalam suatu peristiwa
(Sudjiman, 1984: 120). Latar pada novel Cahaya Surga di WajahIbu karya
Mura Alfa Zaez meliputi latar tempat,waktu, dan sosial.
1. Analisis Latar Tempat
Latar tempat tempat menyarankan lokasi terjadinya peristiwa yang
yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.Novel Cahaya Surga di Wajah
Ibu karya Mura Alfa Zaez mempunyai beberapa latar, yaitu depan
bangunan, kamar, dapur, pasar, toko buku, Sekolah, rumah sakit, kafe,
perpustakaan, kelas, Riau, Sumatera, dan warung kopi.
a. Depan bangunan
Ketika hujan turun “aku” berteduh dan beristirahat sejenak
menunggu hujan berhenti di salah satu bangunan. Hal ini dapat dibuktikan
dalam kutipan berikut ini :
140.Aku mencoba ingin pergi dari tempat itu ketika manusia kumuh dari
tumpukan kardus ingin keluar dari dalam goni. Tapi hujan mampu
menahan langkahku agar aku tetap berdiri di depan bangunan berpapan
ini (Zaez, 2014: 2).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
b. Di dalam rumah
Latar tempat pada novel ini yang menujukkan di dalam rumah yaitu
kamar, dan di dapur. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan berikut ini :
141. Aku mendengar suara ibu masuk ke dalam kamarku dan dia sudah
berdiri di sampingku (Zaez, 2014: 7).
142. “Apa yang terjadi. Kenapa Ayah marah-marah?” Ibu masuk ke
dalam kamar dan mendekati Ayah (Zaez, 2014: 31).
143. Tapi aku benar-benar ceroboh, aku menyenggol cangkir tinggi
yang berisi kopi hitam buatan Ibu yang telah mendingin. Aku
benar-benar panik dan ingin berlari menemui Ibu, Ayah keburu
masuk ke dalam kamar dan melihat aku dengan tatapan yang
sangat terkejut (Zaez, 2014: 33).
144. “Horeee!” aku meloncat senang dan segera masuk ke dalam kamar
untuk memakai pakaian yang telah disiapkan oleh Ibu (Zaez, 2014:
63).
145. Ayah membawaku pada kursi yang didudukinya tadi. Ayah
memangkuku. Mendengar tangisku,Ibu segera datang ke dapur
dengan wajah paniknya (Zaez, 2014: 27).
146. Aku meneguk air putih, kutatap seisi ruangan yang ada di dapur.
Tidak ada yang terlalu istimewa yang dapat aku lihat (Zaez, 2014:
99).
Kutipan (141-146) menujukkan latar tempat yang terjadi di dalam
kamar dan kutipan (145-146) menunjukkan peristiwa yang terjadi di dapur.
Kutipan (141) menunjukkan peristiwa tokoh aku di hampiri oleh Ibunya di
dalam kamarnya yang sudah duduk di sampingnya. Kutipan (142)
menunjukkan peristiwa Wiana menemui suaminya di dalam kamar yang
sedang emosi. Kutipan (143) menunjukkan peristiwa sifat kecerobohan yang
dimiliki tokoh aku di dalam kamar yang telah menumpahkan kopi yang
dingin di atas meja. Kutipan (144) menunjukkan peristiwa tokoh “aku”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
senang melihat pakaiannya telah disiapkan oleh ibunya di dalam kamar.
Kutipan (145) menunjukkan peristiwa di dapur seorang Ayah yang
memberikan perhatian dan kasih sayang kepada tokoh “aku” yang sedang
menangis. Kutipan (146) menunjukkan peristiwa tidak adanya keistimewaan
yang dilihat di dapur oleh tokoh aku.
c. Pasar
Latar tempat yang ketiga pada novel ini adalah pasar. Tokoh “Aku”
yang diajak oleh Ibunya pergi untuk berkeliling pasar. Hal ini ditunjukkan
dalam kutipan berikut ini :
147. Ibu melihatku kelelahan dan kehausan setelah sekian lama Ibu
mengajakku berkeliling pasar (Zaez, 2014: 19).
148. Sesampai di pasar Ibu tidak pernah membawa masuk motor
menyelinap lingkungan pasar. Ibu akan memakirkannya di tempat
parkiran (Zaez, 2014: 212).
Kutipan (147-148) menujukkan peristiwa yang terjadi di pasar.
Kutipan (147) menunjukkan peristiwa tokoh “aku” di hampiri oleh ibunya
yang lagi kelelahan dan kehausan saat berkeliling pasar. Kutipan (148)
menunjukkan peristiwa Ibu parkir motornya saat berada di pasar.
d. Toko Buku
Latar tempat yang keempat yaitu toko buku. Hal ini ditunjukkan
dalam kutipan berikut ini :
149. Pernah beberapa waktu setelah aku memecahkan gelas dan
menumpahkan kopi panas pada pemilik kopi itu, Ibu mengajak aku
ke toko buku. Ibu membolehkanku menginginkan buku apa saja
yang aku suka, maka aku dengan sepuasku menelusuri rak buku
(Zaez, 2014: 21).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
150. Ada satu buku tebal yang aku tahu isinya tentang seni suara musik.
Aku meminta penjaga rak untuk mengambalikan buku itu untukku
(Zaez, 2014: 22).
Pada kutipan (149) menujukkan peristiwa kecerobohan yang dimiliki
tokoh “aku” yang telah memecahkan gelas kopi pengunjung pada saat ia
memilih buku bersama ibunya di toko buku. Kutipan (150) menujukkan
peristiwa tokoh “aku” pergi ke tokoh buku untuk membeli buku yang
disukainya.
e. Rumah Sakit
Latar tempat yang kelima yaitu rumah sakit. Tokoh “aku”
menunggu Ibunya melahirkan dengan ditemani adik-adiknya. Hal ini
ditunjukkan dalam kutipan berikut ini:
151. Jauh-jauh sebelumnya Ibu mewanti- wanti akan kelahiran Rifka.
Maka aku diliburkan sekolah oleh Ibu. Ibu mengajak Aldi dan aku
menginap di rumah sakit (Zaez, 2014: 51).
Kutipan (151) di atas menunjukkan tokoh aku (Mimi) dan adik Aldi
menunggu kelahiran adiknya di rumah sakit.
f. Sekolah
Latar tempat yang keenam yaitu sekolah. Berikut ini akan dikutipkan
peristiwa dalam cerita yang terjadi di sekolah. Hal ini ditunjukkan
beberapa dalam kutipan berikut ini :
152.Skorsing itu sudah lunas. Reva, Nana, dan Retno sudah aku lihat
mulai aktif lagi di sekolah (Zaez, 2014: 192).
153.Di sudut sekolah aku menepis cengkeraman tangannya hingga
terlepas. Aku tidak bisa mengelak dari Reva sebab ketiga temannya
mengepung aku (Zaez, 2014: 152).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
154.Pagi sebelumnya saat di sekolah aku diberi PR oleh Ibu Guru (Zaez,
2014: 35)
155. Jadwal pelajaran menggambar di Sekolah membuat aku semangat
untuk belajar melukis dan mewarnai (Zaez, 2014: 38).
Kutipan (1152) menunjukkan peristiwa Reva dan teman-temanya
kembali aktif di sekolah. Kutipan (153) menujukkan peristiwa tokoh “aku”
di kepung oleh Reva dan temannya dan tidak bisa berbuat apa-apa di sudut
sekolah. Kutipan (154) menunjukkan peristiwa tokoh aku Mimi di berikan
pekerjaan rumah oleh gurunya. Kutipan (155) menujukkan peristiwa tokoh
“aku” semamgat saat jadwal pelajaran melukis dan mewarnai .
g. Kelas
Latar tempat ketujuh yaitu kelas. Berikut ini akan dikutipkan
peristiwa dalam cerita yang terjadi di dalam kelas. Hal ini ditunjukkan
beberapa dalam kutipan berikut ini :
156. Belum lagi bel masuk bunyi, tiba- tiba Reva masuk begitu saja ke
kelasku bersama ketiga teman ceweknya yang selalu aku lihat
dibawanya kemana-mana di sekolah ini (Zaez, 2014: 152).
157. Sebelum mereka keluar guru bahasa Indonesia di depan kelas
memberikan intruksi agar tugas terakhir yang belum siap
diselesaikan dapat dikerjakan di rumah dan akan diperiksa besok
(Zaez, 2014: 178).
158. Anak- anak masuk ke dalam kelas dengan beiring, padahal waktu
istrahat masih ada sepuluh menit lagi (Zaez, 2014: 169).
Kutipan (156) menujukkan peristiwa tokoh aku Mimi dihampiri oleh
Reva dan temannya di dalam kelas. Kutipan (157) menujukkan peristiwa
guru yang sedang memberikan pengumuman di kelas kepada murid-muridnya
untuk mengerjakan tugas di rumah dan di kumpulkan ke esokan harinya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
Kutipan (158) menujukkan peristiwa murid-murid masuk ke kelas meskipun
masih ada jam istrahat.
h. Kantin
Latar tempat ketujuh yaitu kantin. Tokoh “aku” dan teman-
temannya pergi ke kantin untuk istrahat. Hal ini ditunjukkan beberapa
dalam kutipan berikut ini :
159. Anehnya saat kami akan memasuki kantin anak-anak pada
berlarian menuju kantin, lalu di sudut ada sebuah tembok yang
cukup besar, ada banyak anak-anak berkerumun menghadap kea
rah tembok itu (Zaez, 2014: 182).
160. Seharusnya dari awal aku tahu siapa orang tua Reva, Aku jadi
kecewa waktu istrahat berada di kantin (Zaez, 2014: 228).
Kutipan (159) menunjukkan peristiwa anak berlarian memasuki
kantin. Kutipan (160) menunjukkan peristiwa kekecewaan tokoh aku ketika
berada istrahat di kantin.
i. Perpustakaan
Latar tempat kedelapan yaitu perpustkaan. Tokoh “aku” sebelum
memasuki perpustakaan harus mengisi daftar pengunjung. Hal ini di
tunjukkan dalam kutipan berikut ini :
161. Kami memasuki perpustakaan. Sebelum mengambil buku di rak,
setiap orang diminta untuk mengisi daftar pengunjung (Zaez,
2014: 156).
162. Sesampai di dalam perpustakaan aku mengisi daftar pengunjung
lalu aku menuju rak sastra (Zaez, 2014: 194).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
Kutipan (161) menunjukkan peristiwa untuk memasuki perpustakaan
harus mengisi daftar pengunjung. Kutipan (162) tokoh aku menuju rak
sastra yang ada di dalam perpustakaan.
j. Kafe
Latar tempat kesembilan yaitu kafe. Tokoh “ aku “ menemani
temannya Kaka yang menyanyikan sebuah lagu di dalam sebuah kafe. Hal
ini di tunjukkan dalam kutipan berikut ini :
163. Tidak jarang kaka menoleh ke arahku, lagu yang dibawanya
menarik semua perhatian yang ada di ruang kafe (Zaez, 2014: 140)
k. Riau
Latar tempat kesepuluh yaitu Riau. Tokoh “ aku” dan temannya Kaka
pergi berkunjung ke rumah Makde Nunu. Hal ini di tunjukkan dalam
kutipan berikut ini :
164. Ongkos pergi ke terminal pusat dan ongkos pergi ke Riau memang
membayarnya masing-masing, tapi Kaka menolak uangku saat aku
memberi ongkos pada taksi (Zaez, 2014: 293).
165. “Aku ke Riau bukan untuk mengikuti andrenalin, Bu. Aku ke
rumah Makde Nunu.” Aku menghapus air mata dan mengajak
mereka duduk kembali bersama Aldi dan Rifka (Zaez, 2014: 300).
2. Analisis Latar Waktu
Latar waktu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa-
peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.Masalah kapan
biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah. Pada novel Cahaya Surga di
Wajah Ibu karya Mura Alfa Zaez latar waktu terjadi pada pagi hari, siang,
dan malam hari. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan berikut ini :
a. Pagi hari
Berikut ini akan dikutipkan beberapa peristiwa dalam cerita yang
terjadi pada pagi hari.
166. Pagi sebelumnya saat di sekolah aku diberi PR oleh Ibu Guru
(Zaez, 2014: 35).
167. Dan ini yang kedua kalinya Ibu terlihat buru- buru diwaktu pagi-
pagi sekali (Zaez, 2014: 91).
168. Hari minggu, pagi-pagi sekali Ibu membangunkanku. Tidak ada
sarapan istimewa seperti minggu biasa (Zaez, 2014: 63).
169. Hari ini kuberi nilai plus seratus buat pagiku yang cerah ( Zaez,
2014: 114).
170. Ibu tidak pernah lihat kamu pulang sampai sore”. Topik pagi yang
dibuka ibu sambil menikmati roti bakar membuat aku jadi terkesan
curiga (Zaez, 2014: 116).
171. Senin paginya, aku terbangun lebih cepat lagi. Bahkan sebelum
azan subuh pun aku sudah terbangun ( Zaez, 2014: 150).
172. Anehnya pagi ini tidak ada kabar tentang Risma sampai bel masuk
pun aku tidak melihat Risma (Zaez, 2014: 192).
173. Maka saat sarapan pagi aku menguatkan mental untuk berbohong
pada Ibu (Zaez, 2014: 288).
174. Kami tiba tepat pukul Sembilan pagi, suasana ramah dan cerah.
Kami harus turun dan mencari bus lain untuk menyambung menuju
tempat Ayah ( Zaez, 2014: 292).
Kutipan di atas menunjukkan latar waktu yang terjadi pada pagi hari,
pagi hari pada hari minggu, dan pagi hari di hari senin. Kutipan (166)
menunjukkan peristiwa pagi hari tokoh aku menceritakan mendapatakan
pekerjaan rumah dari gurunya. Pada kutipan (167) melihat ibunya tergesa-
gesa pergi pada pagi hari.Pada kutipan (168) menujukkan peristiwa pada
hari minggu pagi tokoh “aku” dibangunkan oleh ibunya dan tidak ada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
sarapan yang begituistimewa seperti biasanya. Kutipan (169) menujukkan
peristiwa ucapan syukur atas kecerahan pada pagi yang cerah. Kutipan (170)
menujukkan peristiwa kecurigaan yang dimiliki ibu kepada anaknya pada
pagi hari. Kutipan (171) menujukkan peristiwa pada pagi senin tokoh aku
Mimi bangun tidur lebih cepat dari sebelumnya. Kutipan (172) menujukkan
peristiwa pada pagi hari tokoh aku Mimi tidak mendapatkan berita Risma
tidak masuk sekolah. Kutipan (173) menujukkan peristiwa tokoh “aku”
mempunyai rencana untuk berbohong kepada Ibunya saat makan di pagi
hari. Kutipan (174) menujukkan peristiwa tokoh “aku” tiba di rumah
Ayahnya dengan suasana ramah dan cerah pada pagi hari.
b. Siang Hari
Berikut ini akan dikutipkan peristiwa dalam cerita yang terjadi pada
pagi hari.
175. Makan siang ini, adik-adikku, dan aku bisa berkumpul bareng pada satu
meja (Zaez, 2014: 130).
Kutipan (175) menujukkan peristiwa kebersamaan makan siang
tokoh “aku” dan adik-adiknya.
c. Sore Hari
Berikut ini akan dikutipkan peristiwa dalam cerita yang terjadi pada
sore hari :
176. Kaka benar-benar menjemputku selepas magrib. Maka sebelum
magrib tadi aku sudah bilang ke Ibu kalau aku tidak ikut makan
malam bareng ibu dan adik-adikku (Zaez, 2014: 198).
177. Sehabis mandi di sore hari sebelum azan magrib Ibu mulai berhias
wajah di cermin kamarnya (Zaez, 2014: 70).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
Kutipan (176) menujukkan peristiwa tokoh “aku” dijemput
temannya Kaka untuk pergi makan malam diluar rumah. Kutipan (177)
menunjukkan peristiwa Ibu yang berhias diri di cermin ketika habis mandi
di sore hari.
d. Malam Hari
Berikut ini akan dikutipkan peristiwa dalam cerita yang terjadi pada
malam hari.
178. Sarapan dan makan malam adalah waktu yang paling tepat buat
adikku, ibuku, dan aku berkumpul secara utuh ( Zaez, 2014: 115).
179. Malam ini kudekati Ibu duduk sendiri di teras samping
rumah(Zaez, 2014: 160).
180. Makan malam bersama keluarga Kaka buat aku awalnya sedikit
gerogi, Mama Kaka sangat akrab dan juga bersahaja seperti Kaka
(Zaez, 2014: l 199).
181. Sebelum aku berangkat tidur, aku mencium dahi Ibu, mengucapkan
selamat malam dan semoga Ibu dapat mimpi yang indah (Zaez,
2014: 208).
182. “Ayah ada di mana, Bu?” akhirnya setelah sekian lama kalimat itu
tidak tak terucap oleh, kini malam ini aku menanyakannya kembali
pada Ibu (Zaez, 2014: 210)
183. Malam ini setelah acara makan malam bersama keluarga Kaka aku
merasakan Ayah ada di antara kami, Aku juga merasakan Ayah
duduk di sampingku saat makan malam ( Zaez, 2014: 205).
184. Maka selesai makan malam tadi, aku mencoba mendekati Ibu
sekalipun Ibu sibuk di dalam kamarnya untuk menyelesaikan
program mengajarnya (Zaez, 2014: 234).
185. Malam ini Ibu terlalu sibuk sehingga tidak seperti malam kemarin,
Ibu mau membantuku mencarikan baju yang tepat ( Zaez, 2014:
283).
Kutipan (178) menujukkan peristiwa selalu ada kebersaam untuk
makan malam. Kutipan (179) menujukkan peristiwa kedekatan antara
seorang anak dan Ibunya ketika berbincang di teras rumah pada malam hari.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
Kutipan (180) menujukkan peristiwa tokoh “aku” gugup saat berkumpul
untuk makan malam bersama keluarga Kaka. Kutipan (181) menujukkan
peristiwa kasih sayang seorang anak tokoh “aku” kepada ibunya ketika
ingin tidur. Kutipan (182) menujukkan peristiwa tokoh “aku” bertanya
keberadaan Ayahnya kepada Ibu yang telah sekian lama tidak pernah
kembali ke rumah saat makan malam. Kutipan (183) menujukkan peristiwa
malam hari tokoh aku Mimi teringat akan sosok Ayahnya ketika ia
berkumpul bersama keluarga Kaka. Kutipan (184) menujukkan peristiwa
tokoh “aku” mendekati ibunya yang sedang sibuk mengerjakan tugasnya.
Kutipan (185) kesibukan Ibunya di malam hari ketika membantu tokoh aku
Mimi untuk mencarikan salah satu baju yang tepat untuk digunakannya.
3. Analisis Latar Sosial
Latar sosial menyarankan pada hal-hal yang berhubungan dengan
perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yangdiceritakan
dalam karya fiksi. Latar sosial dalam novel ini menujukkan lingkungan yang
tidak nyaman. Kehidupan Ayah yang tidak pernah mendapatkan ketenangan
di dalam keluarganya sehingga menimbulkan rasa tidak suka dan tidak
adanya rasa kasih sayang yang ditunjukkan terhadap anak-anaknya. Hal ini
ditunjukkan dalam kutipan berikut ini :
186. Aku tidak menemukan kesukaan di wajah Ayah atas kelahiran
Rifka bahkan dia juga tidak membencinya. Mungkin dipikir Ayah
tidak ada kami anak-anaknya di rumah ini sehingga dia tidak
memperdulikan semuanya ( Zaez, 2014: 54).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
Latar sosial pada novel ini menujukkan kekayaan dimiliki keluarga
nenek dari Antoni membuat dia mudah untuk keluar dari jeratan hukum. Hal
ini di tunjukkan dalam kutipan berikut ini :
187. “Apakah kau kenal siapa Antoni?” dia penasaran. Aku
menggeleng. Dulu dia itu buronan.”
Aku terkejut.“Tapi dia berhasil keluar dari penjara berkat Neneknya
punya banyak uang makanya dia bisa bebas saat tertangkap. ( Zaez,
2014: 253).
Selain itu, pada novel ini menunjukkan adanya sistem perjodohan
yang tidak diinginkan, sehingga pernikahan tidak sesuai dengan yang
diharapkan oleh orang tua mereka. Hal ini dapat dibuktikan dalam kalimat
berikut ini:
188. Ayah menikahi dengan seorang janda beranak satu. Perempuan itu
dulu adalah pilihan Nenek yang harus dinikahi Ayah. Mereka tidak
saling mencintai dan pernikahan itu hanya bertahan dua puluh
bulan (Zaez, 2014: 296).
Kutipan (186) menunjukkan peristiwa ke tidaksukaan Ayah atas
kelahiran Rifka. Kutipan (187) menunjukkan peristiwa antoni berhasil
keluar dari penjara berkat neneknya. Neneknya punya banyak uang
makanya dia bisa bebas saat tertangkap. Kutipan (188) menunjukkan
peristiwa Ayahnya tokoh aku telah menikahi seorang janda yang dijodohkan
oleh Neneknya.
Dalam kutipan di bawah ini menunjukkan latar sosial sahabat. Mimi
yang tidak hanya disayang keluarganya, tetapi ia juga memiliki sahabat-
sahabat yang sayang padanya. Sahabat Mimi selalu ada di sisi Mimi, mereka
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
selalu memberikan dukungan terhadap Mimi. Hal ini dapat terlihat dalam
kutipan berikut ini:
189. “Sabar aja, aku yakin pasti pembelaan itu ada untukmu.” Aku
berharap apa yang dikatakan Risma itu benar. Tapi aku merasa
tidak yakin pembelaan itu ada untukku kecuali bila Reva mau jujur
siapa yang menaruh lembar ujian dan jawaban itu ke dalam tasku
(Zaez, 2014: 180).
190. “Nggak usah terlalu dipikirin, Mi!
“Terus aku harus apa? Tanyaku lagi.
“Ya aku doakan deh, semoga datang keajaiban atau dapat pembelaan”.
“Aku pikir keajaiban itu ada Cuma didongeng aja Ris,” aku
berkata ketus. Risma tersenyum. Dia tetap sabar.
“Iya aku tahu keajaiban itu memang banyak aku dengar dan aku
baca dari dongeng-donngeng. Tapi setidaknya kan kita bisa
membuktikan bahwa keajaiban itu bisa ada dalam hidup nyata kita.
Ya dalam kehidupan nyata ini (Zaez, 2014: 180-181).
191. “Aku ingin bertemu dengan Ayah. Aku sudah mendapatkan
alamatnya dari Antoni. Tapi aku tidak tahu arah ke alamat rumah
Ayah.”
“Aku tahu. Aku pernah ke sana.” Bagiku ini bukan mukjizat. Ini
kebetulan yang tidak direncanakan. Aku merasa mendapatkan
bintang jatuh dan dapat memeluk harapan untuk bertemu dengan
Ayah dari Kaka (Zaez, 2014: 286-287).
Kutipan di bawah ini menunjukkan latar sosial dalam keluarga Mimi.
Keluarga yang hanya terdiri dari mimi, Ibu, adik-adiknya. Keluarga Mimi
yang selalu meluangkan waktu untuk berkumpul bersama dan menceritakan
keseharian mereka lewati. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut ini :
192. Sarapan dan makan malam adalah waktu yang paling tepat buat
ibu, adik-adikku, dan aku berkumpul secara utuh. Di hadapan meja
makan pula kami sering menceritakan keseharian yang telah kami
lebih sering menceritakan yang telah dan akan kami lewati sambil
menikmati menu yang disiapkan Ibu (Zaez, 2014: 115 ).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
Latar sosial di bawah ini kebencian yang dimiliki oleh Mimi tentang
Ayahnya yang tidak bertanggung jawab sebagai kepala rumah tangga. Hal
ini dapat dilihat dalam kutipan berikut ini :
193. Semakin hari, tidak ada perubahan yang menuju kebahagiaan
dalam hidupku. Bahkan aku bisa semakin membenci Ayah. Tidak
ada cerita menyenangkan setiap kali bertemu dengan Ayah.
Mungkin juga Ibu juga sudah jenuh dengan prianya itu. Sampai
detik lahiran adikku yang nomor dua, aku tidak tau keberadaan
Ayah. Aku menganggap Ayah lari dari kenyataan ini (Zaez, 2014:
49 ).
194. Aku tidak terima dengan pengakuan Antoni tentang Ayah.
Bagiku, Ayah itu laki-laki brengsek, tidak tahu tanggung jawab
sebagai Ayah, Tapi aku tidak menunjukkan kekecewaanku atas
fakta yang sebenarnya (Zaez, 2014: 256).
Latar sosial yang lainnya adalah latar sosial yang menunjukkan
kemudahan untuk memiliki kekayaan dengan melakukan persugihan yang
dilakukan oleh Neneknya Mimi. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut
ini :
195. “Tidak tahu yang jelas tentang kematian Nenek. Perempuan itu
meninggal dalam kondisi yang sangat aneh. Sebelum meninggal
tubuhnya kaku dan menghitam. Dengar-dengar dari Ibu, Ibu bilang
Nenek mengikuti ilmu persugihan maka bisa seperti itu”.
“persugihan itu apa?” Antoni menatapku. “Itu ilmu hitam.
memanfaatkan setan untuk menjadikan hidup kaya. Orang yang
seperti itu diakhir matinya tidak pernah tenang. Dia tidak akan
selamat.” (Zaez, 2014: 273).
196. “Paman Li Wung korban persugihan nenek. Tapi dia sudah
meninggal sebelum nenek meninggal.” Aku menarik napas.
Seburuk inikah peristiwa yang dialami oleh keluarga dan saudara
dari Ayah (Zaez, 2014: 274).
Latar sosial di bawah ini menunjukkan status Ibunya Mimi janda
dianggap sebagai perempuan yang merusak hubungan keluarga orang lain
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
dan menjadi bahan sindiran temannya Reva di sekolah. Hal ini dapat dilihat
dalam kutipan berikut ini :
197. “Bilang sama Ibu kamu” dia membentak. Aku terkejut, lalu
senyumku hilang. Kaka juga bingung. Tapi dia tidak turun, masih
tetap di atas motornya. “Kalau sudah menjanda jangan coba-coba
membawa suami orang sampai pulang malam.” Hatiku terpukul.
Dia menghina Ibu, tapi aku tidak bisa membela Ibu karena terkejut
dan bingung (Zaez, 2014: 223).
198. “Anak janda itu nggak tahu diuntung, Reva melanjutkan
pembicaraannya.
“Ibunya juga tidak tahu diri,” Reva melirik padaku. Hatiku tertusuk
seperti anak panah yang lepas dari busurnya (Zaez, 2014: 229).
199. “Anaknya lumayan cantik, Mamanya yang janda mungkin nggak
kalah cantiknya sama anaknya. Makanya, laki-laki yang digaetnya
itu mau kecantol sama mamanya”. Reva menunjukku. Semua mata
menatap ke arahku. Aku menunduk dan menggenggam kepal
tangan menahan geram (Zaez, 2014: 231).
200. “Dia itu anak janda sekarang ini, berani -beraninya mamanya
menggaet Papa orang, anak janda tidak tau diuntung, malu-maluin
keluarga saja.” (Zaez, 2014: 231).
Kutipan (197) menunjukkan peristiwa seorang perempuan yang tidak
menyukai kedekatan Wiana terhadap suaminya yang bekerja di satu sekolah
yang sama. Kutipan (198-200) menunjukkan peristiwa latar sosial yang
terjadi karena ketidaksukaan Reva terhadap tokoh aku Mimi sehingga Reva
selalu menyindir dengan kehidupan rumah tangga Ibunya Mimi.
4. 3 Analisis Citra Wanita Tokoh Wiana Berdasarkan Pendekatan
Feminisme
Hasil analisis tokoh dan penokohan digunakan untuk membantu dalam
upaya menganalisis citra wanita tokoh utama yaitu Wiana. Analisis citra
wanita dalam hal ini adalah menunjukkan gambaran tentang spritual dan
tingkah laku seharian tokoh utama yang menunjukkan ciri khas wanita.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
Analisis citra wanita dapat dibagi menjadi dua , yaitu analisis diri wanita
dan citra sosial wanita.
4.3.1 Analisis Citra Diri Wanita Tokoh Wiana
Citra diri wanita merupakan sosok individu yang mempunyai
pendirian dan pilihannya sendiri. Wanita juga mempunyai kemampuan
untuk berkembang membangun dirinya. Berdasarkan pola pilihannya
sendiri,wanita bertanggung jawab atas potensi diri sendiri sebagai makhluk
individu (Sugihastuti,2000:113.) Citra diri wanita garis besarnya terbangun
atas citra fisis dan citra psikis (Sugihastuti, 2000: 117 ).
1. Citra fisik wanita tokoh Wiana
Bagian ini akan memaparkan tentang analisis citra fisik tokoh
Wiana. Hasil analisis tersebut dapat dijadikan sebagai penjelasan
penggambaran tokoh Wiana berkaitan dengan fisik tokoh Wiana dalam
novel Cahaya Surga di Wajah Ibu karya Mura Alfa Zaez. Berikut ini
merupakan hasil analisis citra fisis tokoh Wiana.
Berdasarkan aspek fisik, citra diri wanita tokoh Wiana digambarkan
sebagai wanita dewasa. Ketika hidup berkeluarga Wiana digambarkan
sebagai Wanita dengan ciri khas yang hanya dialami oleh wanita, yaitu
hamil, melahirkan, dan menyusui anak-anaknya. Hal ini ditunjukkan dalam
kutipan berikut ini :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
201. Aku melihat Ibu sedang duduk di atas tempat tidur sambil
menyusui Aldi. Ayah duduk di sudut tempat tidur, jauh dari Ibu
dan membelakangi Ibu (Zaez, 2014: 35).
202. Ibu sedang menyusui Aldi. Setelah selesai Ibu meninggalkan Aldi
dan aku di ruang depan. “Kamu jaga Aldi, ya! Jangan kemana-
mana, kalau ada apa-apa panggil Ibu.” Ibu meminjamkan banyak
buku anak-anak dan buku mewarnai agar aku tidak suntuk. Untuk
Aldi, Ibu memberikannya mainan kerincingan-kerincingan agar dia
juga ikut terhibur (Zaez, 2014: 43).
203. Mungkin Ibu sudah jenuh dengan prianya itu, sampai ketika detik-
detik kelahiran adikku yang nomor dua, aku tidak tahu di mana
Ayah berada. Aku menganggap Ayah lari dari kenyataan ini (Zaez,
2014: 49).
204. Perut Ibu lebih besar dari kepalaku, Kak!” sambung Aldi. Caranya
bicaranya masih celat. “Kemungkinan adik kalian yang akan lahir
ini nanti adalah perempuan”. Aku dan Aldi saling bertatap mata
(Zaez, 2014: 50).
205. Dua hari setelahnya, perut Ibu benar-benar seperti ingin pecah.
Jauh-jauh sebelumnya Ibu mewanti-wanti akan kelahiran Rifka.
Maka aku diliburkan sekolah oleh Ibu. Ibu mengajak Aldi dan aku
menginap di rumah sakit. Ibu mengurus segala administrasi karena
Ibu pikir tidak mungkin bila Ibu harus melahirkan di rumah.
Apalagi Ibu memiliki jaminan asuransi kesehatan sehingga semua
biaya tidak terlalu memberat (Zaez, 2014: 51).
206. “Pasti Ibu akan kesakitan. Dia pasti butuh aku untuk menemani.
Biasanya Ibu ditemani Ayah waktu akan melahirkan Aldi.” Aku
mulai menangis. Setidaknya aku tidak sepanik ini bila aku tahu
seumpama Ayah bersama Ibu (Zaez, 2014: 52).
Secara fisik Wiana juga digambarkan sebagai wanita yang ingin
merawat wajahnya. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan berikut ini :
207. Setelah selesai berdandan seadanya, Ibu mengajak kami keluar.
Dandanan Ibu tidak seperti Ibu- Ibu kebanyakan lainnya. Ibu hanya
mewarnai bibirnya sedikit, dan mencelak bagian wajahnya saja.
Bagi Ibu rapi dan memasang kerudung saja sudah cukup. Tidak
perlu berdandan yang berlebihan, yang penitng rapi dan tidak
menor (Zaez, 2014: 65).
208. Ibu mengajakku pada toko kosmetik. Dia membeli bedak, make-up,
juga lipstik. awalnya juga aku bingung mengapa Ibu mau belanja
semua perlengkapan itu. Mengingat celaan nenek kemarin minggu
aku jadi sadar hal apa yang membuat Ibu menginginkan peralatan-
peralatan itu (Zaez, 2014: 68).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
209. Aku hanya mengangguk paham. Tapi aku pikir tanpa make-up
wajah Ibu tetap cantik. Wajah Ibu memang tidak seputih aku, tapi
tetap saja aura cantiknya tidak hilang di balik kerudung putihnya
(Zaez, 2014: 68).
210. Sehabis mandi di sore hari sebelum azn Magrib Ibu mulai berhias
wajah di cermin kamarnya. Aku mendatangi Ibu dan
memperhatikan cara Ibu mengoles semua make-up ke wajahnya.
Jujur aku melihat Ibu sangat cantik tidak seperti biasanya. Sekali-
kali Ibu tersenyum kepadaku ketika Ibu selesai melak pipinya dan
menatap padaku (Zaez, 2014: 70).
Berdasarkan kutipan (201-206) dapat di rangkum bahwa citra diri
wanita tokoh Wiana dalam aspek fisik tergambar melalui peristiwa yang ia
alami, yaitu hamil, melahirkan, dan menyusui anaknya. Pada kutipan (201-
202) menunjukkan peristiwa Wiana sedang menyusui anak yang bernama
Aldi. Kutipan (203) menunjukkan peristiwa kejenuhan ketika penantian
kelahiran anaknya tanpa didampingi suaminya. Kutipan (204 dan 205)
menunjukkan peristiwa Wiana sedang hamil dan menantikan masa kelahiran
anaknya. Kutipan (206) menunjukkan peristiwa kepanikan yang dialami
oleh anaknya ketika melihat ibunya ingin melahirkan. Pada kutipan (207
sampai dengan 210) menunjukkan peristiwa secara fisik Wiana ingin
menjaga dam merawat wajahnya untuk selalu bernampilan cantik. Pada
kutipan di atas sesuai dengan pendapat Suguhastuti (2000: 94) bahwa citra
fisik wanita antara lain diwujudkan ke dalam fiisik wanita. Misalnya
pecahnya selaput dara, melahirkan dan menyusui anak, serta kegiatan-
kegiatan sehari-hari, antara lain kegiatan domestik kerumahtanggaan.
2. Citra psikis wanita tokoh Wiana
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
Selain aspek fisik, wanita pun dapat digambarkan melalui aspek
psikisnya. Melalui gambaran aspek psikis ini kita dapat mengetahui karakter
dan sosok seorang wanita, karena wanita merupakan makhluk psikologis
yang memilki perasaan, pemikiran, aspirasi, dan keinginan (Sugihastuti,
2000: 95). Analisis mengenai aspek psikis ini dapat memberikan gambaran
tentang tokoh Wiana dalam novel Cahaya Surga Di Wajah Ibu karya Mura
Alfa Zaez.
Sebagai seorang wanita dan juga seorang Ibu yang memiliki perasaan,
Wiana selalu merasa cemas dan khawatir jika ada sesuatu yang terjadi pada
anaknya. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan berikut ini :
211. Ibu mendekatiku, wajahnya cemas. Lalu punggung telapak
tangannya didekatkan kekeningku. Cemasnya bertambah. Ibu
melepaskan tangannya. Dia menjauhiku dan ingin keluar (Zaez,
2014: 8).
212. Saat menemui Ibu, Ibu merasa cemas dan khawatir menemukanku
yang menangis. Aku menceritakan semuanya sambil dengan
keadaan menangis ( Zaez, 2014: 12).
213. Mendengar tangisku, Ibu segera datang ke dapur dengan wajah
paniknya. “Mimi kenapa?” wajah Ibu cemas. Aku masih tetap
menangis sambil menatap wafer yang telah dibuka Ayah (Zaez,
2014: 28).
Sebagai seorang Ibu dari anak-anaknya tokoh Wiana
menggambarkan sikap kesabaran ketika anaknya tidak bisa mengerjakan
soal. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan berikut ini:
214. Aku tidak tahu mengerjakan soal yang ini, Bu!” aku menunjukkan
soal yang kumaksud. Dengan sabar Ibu menjelaskan padaku cara
penyelesainnya ( Zaez, 2014: 37).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
Sifat penyanyang Wiana tunjukkan ketika tokoh aku (Mimi )
menangis karena dimarahi Ayahnya. Hal itu ditunjukkan dalam
kutipankalimat berikut ini:
215. Ibu mengelusnya dan mencium jambang yang ditarik Ayah. “Sudah
tidak apa-apa!”. Ibu mencium keningku dan aku benar-benar diam.
Ibu meninggalkan kami dan melanjutkan masaknya di dapur.
Sementara aku melanjutkan mengecatku lagi ( Zez, 2014: 47).
216. Ibu diam sejenak, “Ayah bukan marah. Itu hanya cara Ayah
mengungkapkan sayangnya padamu.” Jawab Ibu sambil membelai
rambutku. Aku harap Ibu berkata benar ( Zaez, 2014: 62).
217. “Ibu bilang juga apa. Jangan suka bersembunyi di bawah meja.
Jadinya seperti ini, kan?” Ibu mengelus rambutku yang membasah
akibat terkena air mata dan keringat. Tangisku hampir mereda (
Zaez, 2014: 28).
Gambaran pribadi dari sosok Tokoh “Wiana” yang merasa sangat
bahagia atas perkawinan dengan suaminya sehingga memiliki anak-anak
yang sangat ia sayangi dan cintai. Hal ini dapat ditunjukan dalam kalimat
berikut ini :
218. “Tidak, Sayang. Tidak! Ibu sekarang sedang bahagia sebab dari
pernikahan Ibu bersama Ayah, Ibu bisa mendapatkan kamu.
Mendapatkan Aldi dan Rifka“ Ibu menghapus air matanya (Zaez,
2014: 62)
Aspek psikis juga tergambar melalui tegar dan kuatnya sikap Wiana
ketika ia diejek karena berpenampilan yang sederhana saja dan kurang
merawat diri oleh mertuanya. Hal ini dapat ditunjukan dalam kalimat
berikut ini:
219. “Jadi istri itu harus pandai dandan.” Kata Nenek dengan sedkit
melirik pada Ibu melirik pada Ibu sambil menungkan sop ke atas
piringnya.
“kalau Cuma berpenampilan begitu-begitu saja bagaimna mungkin
suami bisa betah di rumah.” Aku benci pembicaraan seperti ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
Kulihat Ibu tidak nafsu lagi untuk menyelesaikan makannya. Ibu
meletakkan sendoknya dan meneguk air putih.
“Dibilangi kok malah sakit hati. Perempuan apa seperti itu?” Ibu
menatap Ayah. Tidak ada pembelaan dari Ayah. Bahkan Ayah
tetap tidak peduli dan merasa tidak terjadi apa-apa yang sedang
dibicarakan.
“Mas sendiri suka kok, Bu. Dengan penampilan sederhana saya.
Mas sendiri bilang seperti begitu. Iyakan mas, ya!?” Ibu menuntut
pembelaan dari Aya (Zaez, 2014: 66-67).
Wiana yang berani untuk berpendapat kepada Ibu mertuanya
memarahinya karena tidak menyiapkan makanan buat makan dirumahnya.
Ibu mertua yang menganggap Wiana sebagai perempuan yang tidak becus
dalam mengurus rumah tangganya. Tetapi Wiana tetap kuat dan berani
menunjukan sikapnya kalau ia bukanlah sosok perempuan yang tidak
memperdulikan keluarga. Hal itu ditunjukkan dalam kutipan kalimat
berikut ini :
220. Lalu siapa yang harus bekerja untuk makan dan kebutuhan anak-
anak saya? Seharusnya Ibu bisa menghargai saya sedikit saja. Apa
yang bisa diberikan Mas Arfansah ke saya? Pengangguran seperti
dia bisa apa? Maaf bila saya lancang berbicara seperti ini. Naif
sekali bila Mas Arfansah dan Ibu harus menuntut saya harus
bagaimana bila saya sendiri tidak bisa menuntut hak saya sendiri
kepada kalian!” (Zaez, 2014: 81-82)
221. “Aku bukan membantah. Aku hanya membela diriku. Aku merasa
tidak pantas dibegitukan pada Ibu. Kenyataan memang benar kan
Apa yang bisa kau berikan padakudan anak-anak? Lalu mengapa
Ibu harus mencampuri urusan rumah tanggaku?” (Zaez, 2014: 82)
Sebagai sosok seorang wanita dan juga dalam kedudukannya sebagai
seorang istri, tokoh Wiana menunjukan sikapnya yang patuh dan sabar
kepada sang suami ketika ia dimarahin oleh suami, meskipun sebenarnya ia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
berada pada posisi yang benar. Hal itu dapat ditunjukan pada kalimat
berikut ini :
222. Sejatinya aku tidak mengerti apa yang dikatakan oleh mereka.
Yang aku tahu Ayah tengah memarah-marahi Ibu. Kadang aku
tidak setuju dengan tindakan Ibu yang hanya diam saja ketika Ibu
mulai dibentaki Ayah. Seharusnya Ibu melawan. Bukan hanya
diam (Zaez, 2014: 36).
223. “Aku tidak suka begini.”
“Aku juga baru pulang kerja. sabarlah!”
“Kenapa kau tidak masak di pagi saja?”
“Aku tidak sempat, Aku mohon, sabarlah, Aku juga kerja.”Tidak
ada perlawanan kata-kata dari Ibu. Saat it Ibu sedang merajang
cabai merah. Kutatap wajah Ibu, bola matanya memerah. Ada air
mengambang pada kelopak matanya. Aku tahu, Ibu ingin
menangis. Tapi aku tidak dapat berbuat apa-apa selain
membantunya mengupas bawang putih (Zaez, 2014: 16).
Aspek psikis juga tergambar melalui sikap Wiana yang menunjukkan
kerinduan dan kesetiaan terhadap pasangannnya yang telah lama pergi
meninggalkan ia dan anak-anaknya. Hal itu ditunjukkan dalam kutipan
kalimat berikut ini :
224. Tengah malam aku terbangun. Aku berasa ingin ke kamar mandi.
Aku ingin buang air kecil, lalu aku keluar dari kamar. Setelah
keluar dari kamar kecil ternyata dari awal aku tidak tau bila Ibu
sudah berada di ruang tengah. Di ruang tengah itu Ibu menyalahkan
lampu dengan cahaya yang remang. Ibu duduk seorang diri
membelakangiku. Pelan-pelan aku mendekati Ibu, tapi aku tidak
berani menegur Ibu. Tanpa sepengtahuan Ibu, aku yang sudah
berada di belakang dan melihatnya tengah menatap album
kenangan. Aku melihat Ibu sedang merindukan Ayah yang lama
pergi meninggalkan rumah. Aku mendekat selangkah ke Ibu, lalu
ku lihat ujung kertas album itu membasah oleh air mata Ibu (Zaez,
2014: 208-209).
225. “Ibu selalu merindukan ayahmu”. Setiap kalimat yang keluar dari
bibirnya, Ibu selalu mencoba menghiasinya dengan senyuman.
“Tapi aku nggk, bu.”
“Itulah bedanya kita”.
“Ayah kan membenci kita, Bu!” Aku merasa geram, tapi aku tahan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
“Kamu salah, Ayah tidak pernah membenci kita. Ayah selalu
mengkhwatirkan kita.”
“Kalau Ayah mengkhwatirkan kita, dia tentu untuk kita, Bu.”
“Ayahmu selalu datang untuk kita dan akan kembali bersama kita.”
Ibu selalu membela Ayah” (Zaez, 2014: 209).
Berdasarkan kutipan (211 sampai dengan 225) dapat dirangkum
bahwa citra diri tokoh Wiana sebgai wanita yang dewasa dalam
menjalankan perannya sebagai istri dan Ibu bagi anak-anaknya. Wiana yang
sebagai seorang Wanita dan juga berperan sebagai seorang Ibu dalam
keluarga yang memiliki perasaan, Wiana selalu merasa khawatir dan cemas
apabila anak-anaknya mendapatkan masalah dalam hidup mereka, dapat
dilihat dalam kutipan (211 sampai dengan 213). Pada kutipan (214) Wiana
digambarkan sebagai sosok seorang Ibu yang selalu sabar untuk
memberikan arahan kepada anaknya yang tidak bisa mengerjakan soal.
Kutipan (215 sampai dengan 217) menunjukkan Wiana perannya sebagai
Ibu yang penyanyang kepada anak-anaknya ketika mereka mengalami
kesedihan.Pada kutipan (218) menunjukkan kebahagiaan Wiana atas
pernikahannya memiliki tiga orang anak. Sikap ketegaran dan kesabaran
yang dimiliiki Wiana ketika bertemu dengan mertuanya yang tidak
menyukai dengan penampilannya dapat terlihat pada kutipan (219).
Pada Kutipan Kutipan (220 dan 221) menggambarkan bagaimana
Wiana dengan berani untuk menyampaikan pendapat dan membelah dirinya
ketika ia mendapat sindiran oleh ibu mertuanya.Pada kutipan(222 dan 223)
menggambarkan Wiana sebagai seorang istri mempunyai sifat mengalah yang
masih mempertahankan stereotip yang ada, bahwa seorang istri harus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
mengalah pikiran-pikiranya sendiri dan harus tunduk kepada aturan suami.
Kutipan (224 dan 225) menunjukkan sikap Wiana sebagai istri hanya ingin
menjadi istri yang setia terhadap suaminya meskipun di mata anak-anaknya
suaminya tidak pernah menunjukkan kebaikan.
Berdasarkan aspek fisik dan psikis tersebut dapat dirangkum bahwa
citra diri wanita membentuk konsep diri tokoh Wiana. Konsep diri yang
tergambar adalah Wiana yang sudah berkeluarga dengan menjadi seorang
Ibu dengan melalui proses mengandung, melahirkan, dan membesarkan
anaknya, hal tersebut dapat terlihat dari kutipan (201 sampai dengan 206),
ingin menjaga penampilan agar terlhat cantik di depan suaminya (207 sampai
dengan 210). Wiana menjadi seorang ibu memiliki sikap kecemasan,sabar
dan khwatir terhadap anaknya, hal tersebut dapat terlihat pada kutipan (211
sampai dengan 213).Berdasarkan kutipan 215 sampai dengan 217 terlihat
bahwa Wiana menunjukkan sifat penyanyang kepada anak-anaknya.Wiana
terlihat bahagia karena telah memiliki tiga atas pernikahan yang dijalaninya,
terlihat pada kutipan (218).Selain memiliki sifat penyanyang,Wiana memiliki
sikap sabar dan berani berpendapat untuk menanggapi sindiran mertua
terhadapnya, hal tersebut dapat terlihat pada (kutipan 219). Perannya Wiana
sebagai istri, adanya sikap mengalah dan patuh dalam melaksanakan tugasnya
sebagai seorang istri, hal ini dapat terlihat pada kutipan (222 dan 223).
Meskipun keadaan rumah tangganya tidak seperti yang diharapkan, Wiana
masih bertahan dan setia dalam mengarungi rumah tanggganya, keadaan yang
demikian tidak membuatnya untuk pantang menyerah dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
mempertahankan keadaan dan keutuhan keluarganya.Hal tersebut dapat
terlihat pada kutipan (224 dan 225).
4.3. 2 Citra Sosial Tokoh Wiana
Citra sosial wanita merupakan citra wanita yang erat hubungannya
dengan norma dan sistem nilai yang berlaku dalam satu kelompok
masyarakat, tempat wanita menjadi anggota masyarakat dan berhasrat
mengadakan hubungan antarmanusia. Kelompok masyarakat ini adalah
kelompok keluarga dan kelompok masyarakat luas.(Sugihastuti, 2000:
144).
Citra wanita dalam aspek sosial disederhanakan ke dalam dua peran,
yaitu peran wanita dalam keluarga dan peran wanita dalam masyarakat.
Peran wanita artinya bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan oleh
wanita (Sugihastuti, 2000:121). Berikut ini akan dipaparkan citra wanita
tokoh Wiana baik dalam citra sosial dalam keluarga dan citra sosialnya
dalam masyarakat.
1. Citra Wanita Tokoh Wiana dalam Keluarga
Peran wanita dalam keluarga menyangkut perannya sebagai istri, ibu
dari anak-anak, dan anggota keluarga (Sugihastuti, 2000: 122). Peran tokoh
Wiana dalam keluarga adalah sebagai seorang istri dan Ibu dari anak-
anaknya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
Peran wanita Wiana sebagai istri adalah bersabar dalam menyikapi
sikap suaminya yang marah dan tunduk sebagai peranannya sebagai istri
terhadap suami. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan berikut ini:
226. Sejatinya aku tidak mengerti apa yang dikatakan oleh mereka.
Yang aku tahu Ayah tengah memarah-marahi Ibu. Kadang aku
tidak setuju dengan tindakan Ibu yang hanya diam ketika Ibu mulai
dibentaki Ayah. “Maaf aku tidak bisa bantu pinjaman uang, tidak
ada yang bisa dijamin.”
“Ah, sudahlah!!” Ayah membentak lagi. Dia bangkit dan keluar
dari kamar. Di pintu depan, Ayah membanting pintu sekuat
mungkin sampai terdengar suara keras dan membuatku terkejut.
Ibu mendekatiku sambil memelukku (Zaez, 2014: 36-37).
227. “Lalu bagaimana menurut Ibu kalau nanti Reva mencoba membuat
masalah yang baru, Bu?” aku mencoba sharing pada Ibu. “ Yang
penting tidak kamu yang mencoba membuat masalah padanya. Dan
bila nanti dia mencoba membuat masalah baru padamu lebih baik
kamu tinggalkan saja dia. Seperti Ibu yang mencoba untuk tetap
tenang jika dulu Ayahmu mencoba mengeluarkan kesalahan Ibu,
Ibu tetap sabar kok.” (Zaez, 2014: 190).
228. Aku tau Ibu akan kelelahan setelah Ibu pulang kerja. Satu hal lagi,
aku tidak pernah tidak tahu di mana letak pengertian Ayah terhadap
Ibu. Ayah pernah memamarahi Ibu ketika dia pulang dari kerja dan
belum menemukan makan siang sementara makan siang itu di beli
Ibu di warung. “aku tidak suka bila begini.”
“Aku juga baru pulang kerja sabarlah, aku tidak sempat mohon,
sabarlah.” (Zaez, 2014: 15).
Pada kutipan (226 sampai dengan 229) menunjukkan peristiwa
kesabaran Wiana dalam menjalankan perananya sebagai Istri yang patuh
terhadap suaminya meskipun dengan sikap yang marah ditunjukkan oleh
suaminya. Kutipan di atas menunjukkan menjadi pusat dan awal penceritaan
tokoh utama Wiana. Kutipan (226) menujukkan suami yang tidak terima
Wiana terlambat menyiapkan makanan siang untuknya. Kutipan (227)
menujukkan peristiwa sifat kesabaran seorang istri terhadap suaminya
dalam keadaan emosi karena tidak dipinjamkan uang. Kutipan (228)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
menujukkan peristiwa kekesalan yang di terima oleh suami terhadap istrinya
yang tidak bisa meminjamkan uang kembali terhadapnya
Perannya sebagai seorang istri juga tergambar dari aktivitas domestik
kerumahtanggaan yang ia lakukan. Kegiatan yang biasa ia lakukan adalah
membersihkan rumah, menyiapkan makanan, dan membeli kebutuhan
masak. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan berikut ini :
229. Seharusnya hari minggu adalah hari panjang seharian penuh buat
istrahat dan santai. Tapi bagi Ibu hari minggu adalah hari paling
sibuk diantara hari-hari lainnya. Ibu harus membersihkan
pekarangan rumah, mengelap jendela, cabur rumput, dan
membersihkan bak mandi (Zaez, 2014: 116).
230. Ibu yang telah selesai membuat sarapan dan kami makan bersama
harus melanjutkan masaknya untuk menyiapkan makan siang nanti
(Zaez, 2014: 43).
231. Minggu ini Ibu berencana membuat masakan spesial yang hanya
kami berempat makannya. Bila ingin memasak masak spesial, Ibu
selalu mengajak aku untuk berbelanja ke pasar. Menemaninya dan
membawakan belanjaan yang harus ditenteng nanti (Zaez, 2014:
211).
232. Hari minggu, pagi-pagi sekali Ibu membangunkanku. Tidak ada
yang begitu istimewa sarapan seperti minggu biasa. Ibu hanya
memasak seadanya. Ternyata Ayah mengajak ke rumah Nenek.
Aku meloncat kegirangan dan segera masuk ke dalam kamar untuk
memakai pakaian yang telah disiapkan oleh Ibu. Ayah jarang
mengajakku bermain ke rumah Nenek, orang tua Ayah (Zaez,
2014: 63).
Pada kutipan (229 sampai dengan 232) dapat dirangkum bahwa Wiana
menunjukan dan memperlihatkan tanggung jawab sebagai seorang istri
untuk menjalankan perananya dalam domestik rumah tangga yaitu
membersihkan rumah, menyiapkan makanan, dan membeli kebutuhan
masak untuk keluarganya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
Selain itu, dapat dilihat segi perannya sebagai Ibu, cara Wiana untuk
menunjukkan kasih sayangnya kepada anak-anaknya. Hal ini ditunjukkan
dalam kutipan berikut ini :
233. Kalau begitu bawa obat untuk jaga-jaga. Siapa tahu kamu ngedrop
di sekolah nanti.” Ibu membuka kotak p3k dan mengeluarkan
beberapa pil obat penurun panas dan obat pereda pening. Aku dan
Aldi sarapan bersamaan sama-sama melihat Ibu yang masih dalam
keadaan cemas padaku, padahal aku pikir aku tekah lebih membaik
dan tidak membutuhkan obat-obat itu lagi (Zaez, 2014: 102).
234. Bahkan ketika aku mencoba memilih pakain di lemari Ibu juga
membantu aku, gaun yang bagaimana yang pantas aku pakai untuk
menghadiri acara makan malam di rumah Kaka nanti (Zaez, 2014:
199).
235. Apa yang kau bawa, Nak?” Ibu meletakkan Aldi ke atas tempat
tidur. Dia sudah tertidur lelap denga tenang, Ibu mengangkat
tubuhku yang kecil dan mendudukanku di sampingnya, di atas
tempat tidur. “Ada PR? Tanya Ibu.
Aku tidak tahu mengerjakan soal yang ini, Bu!” aku menunjukkan
soal yang aku maksud. Dengan sabar Ibu menjelaskan padaku cara
penyelesainnya. (Zaez, 2014: 37).
Pada kutipan (233 sampai dengan 235) menunjukkan peristiwa
perananya sebagai sosok seorang Ibu memberikan kasih sayang terhadap
anak-anaknya. Kutipan (233) menunjukkan peristiwa kasih sayang yang
diberikan Wiana kepada anak-anaknya agar membawa obat ke sekolah
untuk persiapan jika sakitnya kambuh. Kutipan (234) menunjukkan
peristiwa peranannya Wiana menjadi seorang Ibu untuk membantu anaknya
dalam memilih pakaian. Kutipan (235) menunjukkan peristiwa perhatian
diberikan Wiana kepada anaknya yang tidak bisa mengerjakan soal.
Peran Wiana sebagai Ibu dari anak-anaknya yaitu selalu memberikan
nasihat kepada anak-anaknya baik dalam pendidikan maupun lingkungan
pergaulan anaknya. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan berikut ini :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
236. Kamu harus bersekolah rajin. Belajar yang tekun biar tidak mudah
dibodoh-bodohi orang.” Kata Ibu suatu ketika, ketika aku masih
SD dulu (Zaez, 2014: 54).
237. “Yang penting kamu ngggak usah terlalu cemas.” Ibu mencoba
menyakinkanku. “Seperti yang pernah Ibu bilang sebelumnya yang
penting kita berusaha berbuat baik kepada siapa saja. Itu sudah
cukup.” Aku tersenyum. Dan aku iyakan dalam hati.Lalu
bagaimana menurut Ibu kalau nanti Reva mencoba membuat
masalah yang baru, Bu?” aku mencoba shariing pada Ibu.
“Yang penting tidak kamu yang mencoba membuat masalah
padanya. Dan bila nanti dia mencoba membuat masalah baru
padamu lebih baik kamu tinggalkan saja dia. Seperti masalah ini,
jangan terlalu dibawa emosi. Santai saja.” (Zaez, 2014: 190).
238. “Bagaimana sekolahnya tadi? Temannya masih ada yang nakal
ngga?” tanya Ibu pada Rifka. Beberapa hari ini Rifka selalu
mengadu pada Ibu tentang seorang teman laki-lakinya yang suka
usil meminjam buku gambar Rifka lalu menggambarkan gambar-
gambar yang tidak jelas. Maka sebagai solusinya Ibu membelikan
Rifka untuk memberikan buku itu langsung kepada temannya
(Zaez, 2014: 227).
Kutipan (236-238) menunjukkan tanggung jawabnya sebagai seorang
Ibu yang berperan dalam mendidik anaknya baik pendidikan dan lingkungan
bermain. Pada kutipan (236) memberikan arahan kepada anaknya untuk
rajin sekolah. Kutipan (237) memberikan nasehat kepada anaknya untuk
selalu berbuat baik dalam berelasi dengan orang di sekitar. Kutipan (238)
memperhatikan perkembangan anaknya Rifka di lingkungan sekolahnya.
Peran Wiana sebagai Ibu dari anak-anak tergambar dari cara Wiana
mendidik anak-anaknya. Hal itu dapat terlihat dalam kutipan berikut ini :
239. Rasa pening yang kuderita sebab kehujanan saat pulang sekolah
tadi masih mendenyut di kepala. Biasa saat hampir Magrib dan bila
Ibu menemukanku masih tidur. Ibu akan segera membangunkanku,
menyuruhku membereskan dapur, membersiihkan ruang depan
(Zaez, 2014: 97).
240. Ibu selalu memperlakukan Aldi untuk tidak termanja dengan sikap
yang santainya dan dapat membuktikan tanpa harus disuruh agar
dia juga ikut menyelesaikan pekerjaan rumah (Zaez, 2014: 99).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
241. “Tapi pulangnya jangan sampai malam-malam banget loh, ya!” Ibu
sudah berdiri di belakangku. Tangannya tidak lagi terlipat di depan
dada. Aku mengangguk cepat pada Ibu. Ternyata Kaka sudah
permisi lebih dulu ijin Ibu (Zaez, 2014: 135).
Pada kutipan (239 sampai dengan 241) menunjukkan peristiwa cara
Wiana menjadi seorang Ibu yang tegas dalam mendidik anak-anaknya baik
dalam lingkungan sekolah, keluarga, dan perkembangan pertumbuhan
dewasa anaknya.
Sebagai seorang Ibu sekaligus menjadi perannya sebagai ayah bagi
anak-anaknya, Wiana sanggup melakukan seorang diri untuk bekerja dan
menafkahi anak-anaknya ketika suaminya meninggalkan ia dan anak-
anaknya. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan berikut ini :
242. Aku meneguk segelas air putih. Kutatap seisi ruangan yang ada di
dapur. Tidak ada yang terlalu istimewa yang dapat aku lihat, tapi
semua dapat memenuhi kebutuhan kami yang telah dilengkapi Ibu
(Zaez, 2014: 99).
243. “Aku salut pada Ibu. Bagiku dia adalah perempuan hebat yang
mampu berkarir sendiri untuk menghidupkan tiga orang anaknya
dalam sebuah rumah yang telah dimiliki secara pribadi. Tanpa ada
pihak dari siapa pun (Zaez, 2014: 160).
244. Kerja keras ibu adalah motivasiku. Semangatnya membuatku malu
bila aku harus mengeluh didepannya. Ia tidak pernah mengeluh
untuk mencari nafkah seorang diri (Zaez, 2014: 160-161).
245. Ibu yang kulihat setiap pagi berangkat kerja dan pulang lewat siang
menjadi seorang yang mandiri, tidak pernah kutemukan aura lelah
pada wajah saat menemukanku. Ibu tetap tersenyum padaku dan
selalu bertanya apa yang sedang aku lakukan dan bagaimana
pelajaran di sekolah tadi pagi (Zaez, 2014: 128).
246. Aku seperti terpenjara bila Ayah menempati rumah yang dikontrak
oleh Ibu, dan Ibu pulalah yang membayar uang sewaannya.
Kadang-kadang bila pemilik rumah tidak sempat datang
mengambil uang sewaan maka Ibu akan mengajakku untuk
menemaniku ke rumahnya pemilik rumah kontrak untuk sewaan
per tahun (Zaez, 2014: 73).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
Kutipan (242 sampai dengan 246) menunjukkan peranannya Wiana
yang menjadi tulang panggung bagi anak-anaknya ketika suaminya pergi
dari rumah. Semangatnya untuk menjadi sosok Ibu yang pekerja keras di
depan anak-anaknya yang tidak pernah mengeluh dengan segala aktifitasnya
demi untuk memperjuangkan kehidupan ia dan anak-anaknya.
Sebagai perannya sebagai istri, Wiana tidak pernah membiarkan
suaminya untuk mencari nafkah hanya seorang diri. Wiana berusaha untuk
menjadi istri yang mandiri. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan berikut ini :
247. Terserah kau mau berkata apa padaku. Tapi aku mohon pengertian
darimu, aku bukan enak-enakkan di luar sana. Aku kerja, cari uang.
Cari nafkah untuk bisa melanjutkan hidup. Mengertilah!” (Zaez,
2014: 76).
248. Aku tau Ibu akan kelelahan setelah Ibu pulang kerja. Satu hal lagi,
aku tidak pernah tidak tahu di mana letak pengertian Ayah terhadap
Ibu. Ayah pernah memamarahi Ibu ketika dia pulang dari kerja dan
belum menemukan makan siang sementara makan siang itu di beli
Ibu di warung. “Aku tidak suka bila begini.”
“Aku juga baru pulang kerja sabarlah, aku tidak sempat mohon,
sabarlah”.
“Aku bingung melihatmu, kenapa kau selalu jawab pertayaanku bila
aku meminta. Apakah kau mau menjadi istri yang kualat?
Menyiapkan makan siang saja tidak becus!”. Ibu hanya diam
mendengarkannya (Zaez, 2014: 15-16).
249. “Aku bisa bantu kamu cari kerjaan lagi.”
“Halaah !!!! Tidak usah banyak cerita. Kemarin sebelum aku
diputuskan kerja aku meminta tolongmu untuk meminjam dana dua
ratus juta apa yang kau lakukan? Mana?? Tidak ada kan? Percuma.
Kau tidak akan pernah bisa membantuku.”.
“Untuk sementara ini aku kan masih bisa memenuhi semuanya.
Makan kita masih bisa terpenuhi. Dengan penuh kesabaran Ibu
menjelaskan terhadap Ayah. “ terserah kau lah!” Ayah
melayangkan tangan isyarat tidak peduli lagi apa yang dikatakan
oleh Ibu. (Zaez, 2014: 56-57).
250. Tentunya Ibu tahu sendiri, kan ? Suami yang baik tidak akan rela
membiarkan istrinya mencari nafkah seorang diri di luar sana.” Ibu
mulai membela diri.
“Tidak ada yang menyuruh kamu mencari nafkah.” Nenek mulai
mencari sela Ibu. “Lalu siapa yang harus bekerja untuk makan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
kebutuhan anak-anak saya? Seharusnya Ibu bisa menghargai saya
sedikit saja. Apa yang bisa diberikan Mas Riyan ke saya?
Pengangguran seperti dia bisa apa? Maaf saya lancang berbicara
seperti ini (Zaez, 2014: 81).
Pada kutipan (247 sampai dengan 250) menunjukkan peranannya
Wiana sebagai seorang istri yang tidak hanya mengurus domestik rumah
tangga saja, tetapi di sini Wiana menjadi seorang perempuan mandiri dan
mempunyai tanggung jawab untuk mencari nafkah tanpa hanya
mengharapkan suaminya.
2. Citra Wanita Tokoh Wiana dalam Masyarakat
Manusia sebagai makhluk sosial dalam kehidupannya memerlukan
manusia lain. Demikian juga wanita, hubungannya dengan manusia lain
dapat bersifat khusus maupun umum tergantung pada bentuk sifat
hubungannya itu. Hubungan manusia dalam masyarakat dimulai dari
hubungan antar orang, termasuk hubungan antara wanita dengan pria
(Sugihastuti, 2000: 132). Pada bagian ini yang akan dikaji citra wanita
Wiana dalam kehidupannya bemrsayarakat. Hasil analisis tersebut dapat
memberikan gambaran peranan dan kedudukannya di masyarakat.
Hubungan antara Wiana dengan orang perorang di antaranya
ditunjukkan bagaimana hubungannya dengan Arfansah suaminya. Awal
pertemuan perkenalan Wiana terhadap suaminya. Hal ini ditunjukkan dalam
kutipan berikut ini :
251. Dulu sebelumnya Ibu dan Ayah sama-sama kuliah pada satu
universitas. Mereka mengambil jurusan yang sama pula di bidang
FKIP Ekonomi. Ketertarikan itu diawali dengan ketika Ayah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
mengalami masalah tugas yang diberikan dosen. Semua data yang
disimpan Ayah dalam laptop hangus terkena virus ketika Flasdisk
temannya masuk ke dalam laptop Ayah. Untungnya saat itu Ibu
mempunyai pertinggalan data-data yang dibutuhkan Ayah untuk
menyelesaikan kerjanya. Ibu menolong kepanikan Ayah. Ayah
menjadi tertarik pada Ibu sebab Ibu cukup baik di mata Ayah
(Zaez, 2014: 58).
252. Ketertarikan berikutnya adalah ketika Ibu merasa kagum kepada
Ayah yang bisa bermain musik. Diam-diam sekalipun sibuk dengan
kuliah ternyata Ayah juga sibuk dengan band yang dirintisnya
bersama teman personil lainnya. Hingga suatu ketika Ayah
mengajak Ibu untuk melihat penampilannya di malam minggu di
sebuah kafe. Lagu terakhir yang dinyanyikan Ayah pada malam itu
dikhususkan Ayah untuk Ibu. Selesai bernyanyi, dengan terang-
terangan kepada tamu yang hadir Ayah mengungkapkan rasa
kagum dalam bentuk cinta pada Ibu (Zaez, 2014: 58-59).
Kutipan (251-252) menunjukkan peristiwa perkenalan antara Wiana
dengan suaminya semasa mereka kuliah di salah satu Universitas. Di sana
mereka akhirnya bertemu dan saling menggumi dengan kelebihan-kelebihan
yang mereka miliki.
Hubungannya dengan masyarakat ditunjukkan dengan
keeksistensiannya dipublik yaitu Wiana sebagai tenaga pengajar dan
dipercayakan di sekolah untuk sebagai bendahara. Hal itu ditunjukkan
dalam kutipan berikut ini :
253. Ibu bekerja sebagai seorang pendidik Pegawai Negeri, Ibu
mengajar di salah satu sekolah SMP ( Zaez, 2014: 8).
254. Ibu mengikuti program sertifikasi, Ibu terlalu sibuk menyibukkan
diri dengan urusan-urusan sekolahnya ( Zaez, 2014: 8).
255. Setelah pulang sekolah Ibu pun Ibu masih belum bisa ikut pulang.
Akan ada beberapa orang anak sekolah yang harus ditanganinya.
Anak-anak itu adalah anak yang bermasalah. Dan kadang-kadang
Ibu memberikan pelajaran tambahan di luar jam sekolah bimbingan
(Zaez, 2014: 242).
256. “Di tempat Ibu mengajar, sekolah kami dapat bantuan dana untuk
merehabilitas sekolah. Juga mendapat bantuan dana sumbangsih
untuk melengkapi perlatan belajar dan mengajar. Di sekolah Ibu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
kan bendahara, jadi untuk urusan ke sana ke mari agar dana itu cair
Ibu harus ikut (Zaez, 2014: 237).
Pada kutipan di atas menunjukkan Wiana adalah wanita yang cerdas
sehingga dapat dipercaya untuk menangani siswa yang bermasalah dan
menjadi bendahara di sekolahnya.
Dalam kehidupan bermasyarakat, Wiana adalah seorang wanita yang
tegas. Hal ini terlihat ketika ia menegur penjual buah yang memarahi
anaknya dan penjaga toko untuk mengambil bahan bacaan yang disukai
anaknya. Hal itu dapat terlihat dalam kutipan berikut ini :
257. Oh ternyata Anda Ibunya. Lihatlah, anak Anda.”
“Cukup! Anak saya sudah menceritakan semua,” Ibu memotong
ucapan laki-laki itu. Ibu memakai sandal dan pergi ke kedai itu. Ibu
ingin melihat kondisi yang pecah (Zaez, 2014: 13).
258. “Seharusnya Bapak tidak memarahi anak kecil saya. Dia tidak
salah.”
“Bagaimana bisa dia tidak salah jelas-jelas dia menyenggol buah
itu.”
“Bapak tahu, tempat ini ramai. Anak saya terlalu kecil. Lihat siapa
yang peduli keamanan di tempat ini sehingga orang-orang di sini
menabrak anak saya sehingga dia jatuh dan tidak sengaja
menyenggol buah itu” Ibu membelaku (Zaez, 2014: 13-14).
259. “Jangan karena dia hanya anak kecil Anda ingin mengelak dan tidak
membayar ganti rugi buah saya!”
“Maaf, sekalipun saya menetapkan anak saya tidak pernah bersalah,
tidak berarti saya tidak mengganti buah itu. Tapi ingat satu hal,
seharusnya Anda tidak patut memarahinya hingga menangis karena
kesalahan yang tidak sengajanya”. Ingat usia Anda berapa, Pak!
Dan berapa usia anak saya lebih dibanding usia Anda? Bola mata
laki-laki gendut itu melotot lebar. Dia ingin marah, tapi mulutnya
terkunci (Zaez, 2014: 14).
260. Ambilkan saja untuknya,” aku mendengar suara Ibu. Penjaga buku
itu menatap Ibu dengan serius. “Anda Ibunya?” Ibu hanya
mengangguk.
“Dia tidak mungkin membaca buku setebal itu. Itu bacaan dewasa”.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
“ Saya lebih paham anak saya ketimbang Anda. Tolong, ambil
saja!Toh bila dia benar-benar tertarik saya akan membayarnya
untuk dibeli. Bukan Anda!” (Zaez, 2014: 22-23).
261. Ambilkan saja untuknya,” aku mendengar suara Ibu. Penjaga buku
itu menatap Ibu dengan serius. “Anda Ibunya?” Ibu hanya
mengangguk.
“Dia tidak mungkin membaca buku setebal itu. Itu bacaan dewasa”.
“Saya lebih paham anak saya ketimbang Anda. Tolong, ambil
saja!Toh bila dia benar-benar tertarik saya akan membayarnya
untuk dibeli. Bukan Anda!” (Zaez, 2014: 22-23).
Pada kutipan (257 sampai dengan 261) menunjukkan Wiana
bersikap tegas kepada penjual buah dan penjaga toko buku. Kutipan (257
sampai dengan 259) menunjukkan sikap ketegasan dan kekesalan Wiana
kepada penjual buah yang telah memarahi anaknya Mimi yang tidak
sengaja menjatuhkan buah pemilik penjual buah tersebut. Peristiwa
ketegasan Wiana menyuruh kepada penjaga toko buku untuk mengambil
buku bacaan yang disukai anaknya, dapat terlihat pada kutipan (260 dan
261).
Kedisiplinan yang ditunjukkan Wiana terhadap peraturan tata tertib
lalu lintas dan tukang parkir ketika ia dan anaknya pergi ke pasar. Hal itu
dapat terlihat pada kutipan berikut ini :
262. Ibu selalu mengingtkan untuk menggunakan helm meskipun jarak
rumah ke pasar hanya sepuluh menit. Sesampai di pasar Ibu tidak
pernah membawa masuk motor menyelinap lingkungan pasar. Ibu
akan memikirkan di tempat parkiran. Di depan gerbang parkir Ibu
menghentikan mesin. Aku turun dan melapaskan helm. Helmnya
masih aku pegang sementara Ibu memasukkan motor dalam ruang
parkir sambil di pandu oleh tukang parkir (Zaez, 2014: 212).
Sebagai makhluk sosial, Wiana menyandang status sebagai seorang
single parent sehingga harus merasakan perbedaan di lingkungan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
masyarakat. Keluarga Wiana sering menjadi sindiran dan dimusuhi oleh
orang yang tidak suka terhadapnya. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan
berikut ini:
263. bilang sama Ibu kamu,” dia membentak. ...... “kalau sudah
menjanda jangan coba-coba membawa suami orang sampai pulang
malam (Zaez, 2014: 223).
264. “ Kamu juga sebagai anaknya berpura-pura bodoh. Bilang sama Ibu
kamu seperti itu! Hermawan yang sering pulang bersamanya itu
adalah suami saya. Gara-gara Ibu kamu, suami saya jadi cuek sama
saya. Suami saya selalu suka pulang malam. Kalau lain waktu lagi
saya menemukan Ibu kamu jalan sama suami saya, maka saya tidak
akan segan-segan melaporkan Ibu kamu ke polisi!” (Zaez, 2014:
223).
265. “Anak janda itu nggak tahu diuntung.” Reva melanjutkan
bicaranya. “Ibunya juga tidak tahu diri, coba bayangin deh
seumpamanya Mama kalian yang masih seorang suami papa kalian,
eh tiba-tiba kalian digaet sama perempuan janda.” (Zaez, 2014:
229).
Pada kutipan (263 sampai dengan 265) di atas menunjukkan
adanya bentuk penolakan orang yang disekitarnya terhadap Wiana karena
status single parentnya. Statusnya sebagai wanita single parent membuat
orang disekitarnya dijadikan sebagai bahan sindiran dan tuduhan untuk
merusak hubungan keluarga orang lain.
Dalam lingkungan keluarga, terjadi adanya superioritas antara suami
dan wiana. Superioritas yang dimaksud di sini adalah superioritas suami
Wiana terhadapnya. Suami Wiana harus memilih wanita atas pilihan orang
tuanya. Wiana dengan kerelaannya hati harus mengikhlaskan suaminya
untuk memilih wanita lain. Hal ini dapat terlihat pada kutipan berikut ini :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
266. “Mencoba menyingkirkanmu, mengalihkan perhatianku darimu,
dan tetap menginginkn perempuan yang dulu pernah ibu jodohkan
padaku” (Zaez, 2014: 88).
267. Aku hanya mohon ridamu. Aku ingin kau mau memaafkan segala
sikap kasarku. Aku akan pergi jauh tanpa diketahui oleh siapa pun.
Aku akan mencoba mencari kehidupan baruku tanpa harus
melupakan kau dan anak-anak.” ( Zaez, 2014: 89).
268. “Aku merasa tidak punya siapa-siapa lagi. Ibu sudah
menghancurkan masa depanku. Ayah sendiri tidak dapat
menolongku dan tidak dapat mencegah Ibu lagi. Kumohon,
sekalipun nanti aku harus pergi, jangan lupakan aku. Aku pasti
kembali” (Zaez, 2014: 90).
Kutipan (266 sampai dengan 268) di atas menunjukkan peristiwa
Wiana melepaskan kepergian suami demi membahagiakan Ibu mertuanya
menjodohkan suaminya dengan perempuan lain. Suaminya tetap pada
pendiriannya untuk meninggalkan Wiana dan menjalankan perintah dan
amanat orang tuanya untuk menikahi perempuan yang lebih kaya dari
Wiana.
Berdasarkan citra sosial, baik dalam keluarga dan masyarakat dapat
dirangkum bahwa Wiana menjalankan perannya dalam keluarga dengan
penuh tanggung jawab baik sebagai istri dan ibu dari anak-anak. Hal itu
juga mempengaruhi kehidupan sosial Wiana dalam perannya di masyarakat.
Di lingkungan keluarga, Wiana berperan sebagai seorang istri tetap
menjalankannya peran sebagai istri yang patuh dan tanggung jawab
terhadap suaminya, dapat terlihat pada kutipan (226 sampai dengan 228).
Perannya sebagai istri, Wiana tidak membiarkan suaminya untuk mencari
nafkah hanya sendiri saja, Wiana selalu membantu suami dalam mencari
pendapatan untuk menafkahi keluarganya. Dalam perannya Wiana sebagai
seorang ibu, Wiana menunjukkan sifat keibuannya terhadap anak-anaknya,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
yaitu memberikan rasa kasih sayang dan cinta terhadap anaknya untuk
mendidik anak-anaknya baik dalam bidang pendidikan dan non pendidikan,
dapat terlihat pada kutipan ( 236 sampai dengan 241). Dalam hubungan di
masyarakat, Wiana dikenal sebagai seorang wanita yang tegas. Ketegasan
yang ditunjukkan Wiana ketika ia melihat anaknya dimarahi oleh seorang
tukang penjual buah yang tidak sengaja menyenggol buah yang dijualnya
dan penjaga tokoh yang meminta untuk mengambilkan bahan bacaan yang
disukai anaknya. Hal tersebut dapat terlihat padakutipan (257 sampai
dengan 261). Di lingkungan masyarakat, Wiana dengan statusnya sebagai
single parent menjadi bahan sindiran bagi sekolompok orang meskipun
demikian Wiana menjadi seorang yang pribadi mandiri ketika suaminya
meninggalkannya, hal tersebut dapat terlihat pada kutipan (263 sampai
dengan 265). Berkat kemandirannya, Wiana menjadi kepercayaan di
sekolah tempatnya mengajar untuk menjadi sebagai bendahara dan
dipercayakan di sekolah tempatnya mengajar untuk menangani siswa yang
bermasalah, hal tersebut dapat terlihat pada kutipan (253 sampai dengan
256).
Dalam citra masyarakat, wanita melihat dan merasakan ada
superioritas, ada kekuasaan laki-laki atas wanita. Dalam posisi demikian,
wanita sadar dan tidak sadar menerima dan menyetujuinya sebagai sesuatu
yang terjadi. Tidak kuasa lagi bagi wanita untuk menyingkirkan kekuasaan
itu, yang dirasakan hanyalah kegeraman (Suguhastuti, 2000:136).Seperti
yang dialami Wiana yaitu bagaimana suaminya memilih wanita atas pilihan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
orang tuanya, hal tersebut dapat terlihat pada kutipan (266 sampai dengan
268).
Berdasarkan analisis citra wanita dalam novel Cahaya Surga di
Wajah Ibu karya Mura Alfa Zaez, ditunjukkan baagimana sikap pengarang
dalam menanggapi masalah wanita. Di sini pengarang mencoba mengangkat
permasalahan yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Perempuan mempunyai
kemampuan untuk berkembang, maju dan membangun dirinya sendiri.
Kemampuan atas pilihannya sendiri perempuan bertanggung jawab atas
potensi diri sendiri sebagai makhluk individu. Seperti yang tampak dalam
diri Wiana bahwa ia memilih sebagai seorang perempuan yang tetap aktif
dalam bekerja, terlihat pada kutipan (247 sampai dengan 250) tanpa tidak
meninggalkan dan melupakan tugas dan kewajibannya sebagai seorang ibu
rumah tangga.
Dalam novel Cahaya Surga Di Wajah Ibu, pengarang dan tokoh tidak
setuju dengan anggapan meremehkan atau merugikan wanita yang pada
umumnya dianggap sebagai makhluk yang lemah dan tak berdaya. Dengan
dasar itulah Mura Alfa Zaez peduli dengan permasalahan yang terjadi di
lingkungannya, terutama masalah wanita. Pengarang mencoba melukiskan
dalam novel ini, perempuan yang optimis dalam mempertahankan hidupnya
dengan segala perjuangan, pantang menyerah baik perannya sebagai
keluarga dan masyarakat. Seperti yang dijelaskan dalam citra Wanita secara
fisik, digambarkan di sana bahwa WianaSebagaisingleparent terlihat
bagaimana kegiatan hidup yang terus menerus dijalani dalam perkembangan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
dirinya untuk tetap penuh semangat dalam menjalani hidupnya bukan
perempuan lemah tetapi perempuan yang kuat, tegar dan mandiri dalam
menghadapi cobaan hidup demi melangsungkan kehidupannya seperti
terlihat pada kutipan (242 sampai dengan 246).
4.4 Relevansi Novel Cahaya Surga di Wajah Ibu Karya Mura Alfa
Zaez dalam Pembelajaran Sastra di SMA
Pembelajaran sastra merupakan salah satu media yang relevan dan
baik dalam membentuk karakter siswa. Dalam proses belajar mengajar,
harus diperhatikan metode dan strategi dalam pemberian materi. Novel
dijadikan sebagai daya kreativitas siswa dan ktiris dalam menganalisis unsur
intrnsik dan ekstrnsik novel. Moody (Rahmanto, 1988: 26) menyatakan
bahwa prinsip penting dalam pengajaran sastra adalah penyajian bahan
pengajaran sesuai dengan kemampuan siswa pada tahap pengajaran.
Pengajaran memerlukan suatu pentahapan agar bahan pengajaran sesuai
dengan tahap-tahap kemamapuan siswa, makan bahan pengajaran harus
diklafikasikan berdasarkan tingkat kesulitan dan kriteria siswa.
Dalam memilih bahan pengajaran sastra, terdapat tiga aspek penting
yang perlu dipertimbangkan. Ketiga aspek tersebut adalah bahasa, psikologi
dan latar belakang budaya (Rahmanto, 1988: 27). Berikut ini hasil analisis
novel Cahaya Surga di Wajah Ibu karya Mura Alfa Zaez dari ketiga aspek
tersebut :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
1. Aspek Bahasa
Aspek kebahasaan dalam sastra tidak hanya ditentukan oleh masalah-
masalah yang dibahas, tetapi juga faktor-faktor lain seperti: cara penulisan
yang dipakai si pengarang,ciri-ciri karya sastra pada waktu penulisan, dan
kelompok pembaca yang ingin di jangkau pengarang (Rahmanto, 1988: 27).
Bahasa yang digunakan dalam novel merupakan bahasa yang
digunakan sehari-hari. Hal tersebut membuat bahasa dalam novel mudah
dipahami. Berikut ini kutipannya:
269. Sepertinya Ibu menginginkan hal yang lebih tentang hubunganku
dengan Kaka. Atau Ibu hanya sekedar ingin tahu atau wanti-wanti
bila sewaktu-waktu memang benar-benar ada hubungan serius
antara Kaka dengan aku (Zaez, 2014: 122).
270. Setelah semua administrasi diurus oleh Ibu. Ibu menyuruh Aldi dan
aku tidur di ruang depan bila merasa lelah. Di situ ada tempatt
duduk empuk, cukup untuk kami berdua (Zaez, 2014: 51).
271. “IPA kan juga bisa bersosilisasi. Bersosialisasi pada alam dengan
makhluk hidup yang lain. Bukan hanya terikta pada manusia saja.
Berbeda dengan IPS? Aku terus membanggakan jurusan IPA yang
aku ambil padanya ( Zaez, 2014:113).
Selain memperhatikan penggunaan kosa kata dan bahasa yang
digunakan, guru harus memperhatikan isi wacana termasuk ungkapan-
ungkapan yang digunakan. Selain itu, hubungan antar kalimat juga perlu
diperhatikan agar pembaca dapat dengan mudah memahami kata-kata
kiasan yang dugunakan. Berikut ini kalimat yang menggunakan kata kiasan:
272. Ayah lagi.....Ayah lagi.. lama-lama perasaan aku akan membeku
bila Ibu selalu berbicara tentang Ayah. Selalu mengundang Ayah
dalam pembicaraan kami sebagai topik sisipan (Zaez, 2014: 190).
273. Benar yang aku rasa. Tidak ada yang istimewa di rumah Nenek
menurutku. Nenek dan Ayah tidak bedanya. Ternyata buah jatuh
tidak jauh dari pohonnya (Zaez, 2014:66).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
274. Mungkin bila aku ada duduk di dekat mereka. Tentu akan kulihat
bola mata Ibu yang berkaca-kaca (Zaez, 2014: 88).
275. Ternyata seorang Reva hanya berani menghujat dan menyinisi
orang dengan lidahnya yang tak bertulang (Zaez, 2014: 233).
Dalam novelnya, pengarang juga menggunakan bahasa jawa dalam
menulis kalimat. Hal itu membuat bahasa yang digunakan dalam novel
beragam. Berikut ini kalimat yang menggunakan bahasa jawa :
276. Buat apa juga ngoyo-ngoyo kerja? Kerja di kantorkan sudah
cukup.” (Zaez, 2014: 36).
Pengarang juga menggunakan bahasa ingris dalam novelnya. Namun
kata dalam bahasa inggris merupakan kata-kata yang mudah untuk
dipahami. Berikut ini kalimat menggunakan bahasa inggris :
277. Memiliki teman baru seperti Kaka ternyata spesial juga untuk
diajak ngobrol. Mungkin Kaka juga sempat yang enak buat diajak
sharing (Zaez, 2014: 115).
278. Kami terlalu sibuk sementara handphone yang kupunya sudah
rusak. Aku lebih sering memanfaatkan telepon rumah atau
handphone Ibu untuk menghubungi seseorang (Zaez, 2014: 121).
279. “Dulu waktu Ibu pertama kali jatuh cinta saat itu Ibu kelas tiga
SMP.” Sepertinya Ibu akan menceritakan pengalaman first love-
nya untukku (Zaez, 2014: 123).
280. “Oh Iya, aku pengen ke toilet.” Mendadak aku merasakan ingin
buang air kecil.
“Ada tuh. Jangan lewat sini saja. Lebih dekat. Ntar belok ke kanan.”
“Thank you.” Aku meninggalkannya sendiri. Aku mengikuti
petunjuknya.
281. Film yang biasa aku tonton disetiap malam tidak mood untuk
melihat sebab kata-kata yang menghinakan perempuan kemarin
siang masih terganggu pikiranku (Zaez, 2014: 226).
Dari kutipan-kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa novel Cahaya
Surga Di Wajah Ibukarya Mura Alfa Zaezdapat digunakan sebagai bahan
pembelajaran di SMA. Hal tersebut dapat dilihat dari penggunaan bahasa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
baik yang mudah dipahami, penggunaan makna kiasan yang mampu
membantu siswa dalam memahami gaya bahasa dalam bahasa indonesia.
Selain itu, pengarang juga menggunakan bahasa yang beragam seperti
bahasa inggris, bahasa jawa yang kiranya dapat menambah pengetahuan
siswa.
2. Aspek Psikologi
Rahmanto (1988: 30) mengemukkan pada jenjang SMA usia siswa
mencapai tahap realistik (130-16 tahun) dan tahap generelasasi (16 tahun
dan selanjutnya). pada tahap relaistik merupakan tahap di mana anak sudah
benar terlepas dari dunia fantasi, dan sangat berminat pada sesuatu yang
benar terjadi. Mereka mengikuti dengan teliti fakta-fakta untuk memahami
masalah dalam kehidupan yang nyata. Tahap generelasasi merupakan tahap
di mana anak berminat untuk menemukan konsep-konsep abstrak dengan
menganalisis suatu fenomena untuk menentukkan keputusan-keputusan
moral.
Kegiatan membaca novel dapat digunakan siswa untuk mengambil
nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Siswa bisa mengambil nilai-nilai
dari tokoh dan penokohan terutama citra wanita dari tokoh Wiana. Nilai-
nilai yang dapat di teladani dari otokoh Wiana sebagai berikut:
1. Wiana seorang yang pekerja keras dan mandiri dalam
membesarkan anak-anaknya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
2. Wiana seorang yang penyayang dan perhatian kepada anak-
anaknya.
3. Wiana seorang yang sabar dalam menghadapi sikap suaminya.
4. Wiana seorang wanita yang setia menunggu suaminya untuk
kembali bersama anak-anaknya.
5. Wiana seorang wanita yang tegar dalam mempertahankan rumah
tangganya.
6. Wiana seorang wanita yang tegas dalam mendidik anak-anaknya.
Berdasarkan analisis perilaku pada tokoh Wiana pada novel Cahaya
Surga di Wajah Ibu, dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran di SMA.
Dapat membantu siswa mengetahui permasalahan-permasalahan yang
kemungkinan terjadi dalam kehidupan nyata, terutama tentang
permasalahan wanita. Kemudian siswa dapat mengambil yang mengandung
nilai-nilai dalam kehidupan sehari-hari, yaitu nilai-nilai kemanusiaan dan
pendidikan nilai yang baik untuk siswa SMA yang sedang mengalami
penyesuaian perubahan psikologis dan siswa diharapkan dapat menemukan
nilai-nilai yang dibutuhkan dan berguna bagi kehidupannya kelak.
3. Aspek Latar Belakang Budaya
Biasanya,siswa akan mudah tertarik pada karya-karya sastra
dengan latar belakang yang erat hubungannya dengan latar belakang
kehidupan mereka, terutama bila karya sastra itu menghadirkan tokoh yang
berasal dari lingkungan mereka dan mempunyai kesamaan dengan mereka
atau orang yang di sekitar mereka.Guru sastra hendaklah memahami apa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
yang diminati oleh para siswanya sehingga dapat menyajikan suatu karya
sastra yang tidak terlalu menuntut gambaran di luar jangkauan kemampuan
pembayangan yang dimiki oleh para siswanya (Rahmanto,1988:31).
Jalan hidup yang dilalui Wiana dapat dijadikan bahan pembelajaran
yang baik. Latar belakang kehidupan Wiana yang penuh tantangan dalam
membangun kehidupan rumah tangganya, Wiana harus merelakan suaminya
untuk pergi untuk memenuhi permintaan mertuanya yang menginginkan
suaminya untuk menikah dengan orang yang lebih kaya darinya seperti pada
kutipan sebelumnya (115-117).
Dalam kehidupannya, Wiana harus menjadi tulang punggung keluarga
ketika suaminya telah meninggalkan Wiana dan anak-anaknya demi
memenuhi permintaan dari mertuanya. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan
berikut ini :
282. Aku salut pada Ibu. Bagiku dia adalah perempuan hebat yang
mampu berkarir sendiri untuk menghidupkan tiga orang anaknya
dalam sebuah rumah yang telah dimiliki secara pribadi. Tanpa ada
pihak dari siapa pun (Zaez, 2014: 160).
283. Kerja keras ibu adalah motivasiku. Semangatnya membuatku malu
bila aku harus mengeluh didepannya. Ia tidak pernah mengeluh
untuk mencari nafkah seorang diri (Zaez, 2014: 160-161).
284. Ibu yang kulihat setiap pagi berangkat kerja dan pulang lewat siang
menjadi seorang yang mandiri, tidak pernah kutemukan aura lelah
pada wajah saat menemukanku. Ibu tetap tersenyum padaku dan
selalu bertanya apa yang sedang aku lakukan dan bagaimana
pelajaran di sekolah tadi pagi (Zaez, 2014: 128).
Latar belakang budaya terjadi ketika orang yang hidup dengan
kekayaan dapat berbagai cara untuk mendapatkan dan mudah untuk keluar
dari jeratan hukum. Seperti yang dialami oleh tokoh Antoni. Antoni dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
mudah keluar dari penjara karena kekayaaan yang dimiliki neneknya. Hal
ini ditunjukkan dalam kutipan berikut ini :
285. Apakah kau kenal siapa Antoni?” dia penasaran. Aku menggeleng.
Dulu dia itu buronan.”Aku terkejut. “Tapi dia berhasil keluar dari
penjara berkat Neneknya punya banyak uang makanya dia bisa
bebas saat tertangkap.” ( Zaez, 2014: 253).
Latar kehidupan mertuanya Wiana yang menginginkan kekayaan
dengan menggunakan persugihan untuk bisa menikmati apa yang
diinginkannya tanpa melihat dampak yang ditimbulkan. Hal ini ditunjukkan
dalam kutipan :
286. Tidak tahu yang jelas tentang kematian Nenek. Perempuan itu
meninggal dalam kondisi yang sangat aneh. Sebelum meninggal
tubuhnya kaku dan menghitam. Dengar-dengar dari Ibu, Ibu bilang
Nenek mengikuti ilmu persugihan maka bisa seperti itu”.
“persugihan itu apa?” Antoni menatapku. “Itu ilmu hitam.
Memanfaatkan setan untuk menjadikan hidup kaya. Orang yang
seperti itu diakhir matinya tidak pernah tenang. Dia tidak akan
selamat.” (Zaez, 2014: 273).
287. “Paman Li Wung korban persugihan nenek. Tapi dia sudah
meninggal sebelum nenek meninggal.” Aku menarik napas.
Seburuk inikah peristiwa yang dialami oleh keluarga dan saudara
dari Ayah (Zaez, 2014: 274).
Dari kutipan di atas, banyak sekali nilai-nilai yang dapat diambil dari
novel ini. Diantaranya latar belakang kehidupan dengan kekayaan
seseorang bisa terlepas dari hukum yang sudah berlaku dan bisa
menghalalkan dengan berbagai cara untuk mencapai kekayaan. Kekayaan
yang dapat menutup mata orang untuk mencapainya dengan berabagai cara
tanpa melihat orang lain disekitarnya merasa dirugikan. Selain itu,
bagaimana seorang bisa menyikapi masalah-masalah di dalam keluarganya
dengan penuh kesabaran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
Berdasarkan uraian analisis di atas, dapat di simpulkan bahwa dari
aspek bahasa, psikologi, dan latar belakang budaya pada novel Cahaya
Surga di Wajah Ibu karya Mura Alfa Zaez dan dapat dijadikan sebagai
bahan pembelajaran sastra di SMA KELAS X1 semester II.
Pertama, jika dilihat dari aspek bahasa, dapat diketahui bahwa bahasa
yang dugunakan pengarang dalam novel Cahaya Surga di Wajah Ibukarya
Mura Alfa Zaez penggunaan kosa kata, struktur kalimat, dan tata
Keduabahasa yang digunakan cukup mudah dimengerti dan dipahami siswa.
Meskipun ada penggunaan bahasa lain yaitu bahasa ingris, bahasa jawa
dan makna kiasan tetapi bahasanya yang digunakan oleh pengarang masih
bisa dipahami oleh siswa tingkat SMA karena bahasanya sederhana dan
lugas.
Kedua, jika dilihat dari aspek psikologis, dapat diketahui bahwa novel
cahaya surga di wajah ibu mempunyai kesesuain antara tahap
perkembangan siswa di SMA, karena siswa sudah memasuki tahap
generalisasi yaitu tahap dimana anak tidak hanya berminta dalam hal-hal
yang praktis saja, tetapi lebih berminat untuk menemukan konsep-konsep
yang nyata dengan menganalisis suatu fenomena yang ada disekitar mereka.
Siswa dapat mengambil nilai kepribadian yang baik bagi diri mereka kelak
jika sudah mempunyai keluarga. Dalam hal ini siswa dapat menemukan
nilai-nilai yang berguna dan sesuai dengan kehidupannya.
Ketiga, jika dilihat dari aspek latar belakang budaya, novel Cahaya
Surga Di Wajah menceritakan kehidupan latar sosial kehidupan keluarga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
dan status sosial yang mudah dipahami siswa karena ceritanya yang
diangkat dari kehidupan keluarga.
4.5 Silabus dan Rancangan Pelajaran Pembelajaran (RPP) terlampir
Pada bagian ini akan dipaparkan silabus dan rancangan pelajaran
pembelajaran (RPP)sebagai bahan ajar yang telah disusun. Pada SK dan
KD yang dipilih untuk relevansi hasil analisis novel cahaya surga di wajah
Ibu karya mura Alfa Zaez, khususnya analisis citra wanita. Sk tersebut ialah
memahami buku geografi, novel, dan hikayat. KD yang dicapai ialah
mengungkapkan hal-hal yang menarik yang dapat diteladani dari tokoh.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dalam novel
Cahaya Surga di Wajah Ibu karya Mura Alfa Zaez, maka dapat diambil
beberapa kesimpulan, yaitu:
Pertama, berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap tokoh
dan penokohan, dan latar dapat diketahui bahwa Wiana merupakan tokoh
utama.. Wiana dapat disimpulkan sebagai tokoh utama karena menjadi pusat
penceritaan, paling banyak berhubungan tokoh lain dan membawakan moral
dan tema cerita. Tokoh tambahan dalam novel ini adalah Arfansah, Mimi,
Rifka, Aldi, Nenek, Kaka,dan Antoni. Peran dan keberadaan mereka sangat
mendukung tokoh utama. Latar dalam novel Cahaya Surga di Wajah Ibu
karya Mura Alfa Zaez dibagi menjadi tiga bagian yaitu latar tempat, latar
waktu, dan latar sosial. Latar tempat yang digambarkan oleh pengarang
yaitu depan bangunan, di dalam rumah (dapur dan kamar), pasar, tokoh
buku, rumah sakit, sekolah, kantin, kelas, perpustakaan, cafe, dan daerah
Riau. Pada latar waktu terjadi pada pagi hari, siang, sore hari dan malam
hari. Namun yang paling dominan digunakan adalah latar waktu pagi hari
dan malam hari.
Latar sosial menujukkan lingkungan yang tidak nyaman. Kehidupan
Ayah yang tidak pernah mendapatkan ketenangan di dalam keluarganya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
119
sehingga menimbulkan rasa tidak suka dan tidak adanya rasa kasih sayang
yang ditunjukkan terhadap anak-anaknya. Kekayaan dapat menjadi
seseorang untuk menghalalkan segala macam cara untuk bisa
mendapatkannya seperti yang dilakukan oleh mertuanya Wiana.PadaLatar
sosial sahabat.Mimi yang tidak hanya disayang keluarganya, tetapi ia juga
memiliki sahabat-sahabat yang sayang padanya yang selalu memberikan
dukungan terhadap Mimi. Pada latar social keluarga, kebencian yang
dimiliki oleh Mimi tentang Ayahnya yang tidak bertanggung jawab sebagai
kepala rumah tangga. Latar sosial di lingkungan masyarakat, menunjukkan
status Wiana sebagaisingle parent dianggap sebagai perempuan yang
merusak hubungan keluarga orang lain dan menjadi bahan sindiran
temannya Mimi di sekolah.
Hasilanalisis secara struktural tersebut dapat digunakan sebagai dasar
untuk mendeskripsikan citra wanita yang ditunjukkan oleh tokoh Wiana
dalam novel Cahaya Surga di Wajah Ibu karya Mura Alfa Zaez.
Pembahasan mengenal citra wanita tokoh Wiana terdiri dua hal, yaitu citra
diri wanita yang beraspek fisik dan psikis dan citra sosial yang beraspek
keluarga dan masyarakat. Dalam pelaksanaanya, kedua hal tersbut saling
berkaitan satu sama lain yang membentuk citra wanita tokoh Wiana.
Kedua, Hasil yang diperoleh dari analisis citra wanita tokoh Wiana
dapat disimpulkan sebagai berikut. (1), citra diri tokoh Wiana dalam aspek
fisik tergambar sebagai wanita yang dewasa dikongkretkan dari ciri-ciri
fisik seperti menikah, hamil, mengandung, melahirkan, menyusui,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
120
membesarkan dan merawat anaknya. Secara fisik pula tokoh Wiana
menjaga penampilan agar terlihat tetap cantik dan melakukan kegiatan
sehari-hari yang menyangkut domestik kerumahtanggaan. (2), citra diri
wanita tokoh Wiana dalam aspek psikis sebagai wanita yang dewasa
memiliki peran sebagai istri dan ibu bagi anak-anaknya. Tokoh Wiana
merupakan perempuan makhluk yang mampu beraspirasi dan mempunyai
perasaan. Sejak kepergian suaminya Wiana dengan status single parent ia
menjadi seorang ibu yang harus mandiri untuk menafkahi semua kebutuhan
anak-anaknya. Wiana menjadi seorang ibu yang tegas dalam mendidik
anak-anaknya baik dalam lingkungan keluarga dan lingkungan pendidikan
anaknya, serta memiliki keputusan yang penuh tanggung jawab dan
kebijaksanaan dalam menyikapi masalah dalam keluarganya.
Citra perempuan dalam aspek sosial di masyarakat, terlihat bahwa
Wiana sebagai makhluk sosial yang mempunyai hubungan dengan pihak
lain baik masih dalam lingkungan keluarganya maupun dengan lingkungan
masyarakat tempat tinggalnya. Dari hubungan kecil, yaitu antara perempuan
dan laki-laki, perempuan masih hidup dalam superioritas laki-laki dimana
kekuasaan lebih didominasi oleh laki-laki seperti yang dialami oleh Wiana
yang harus mengalah terhadap suaminya yang memilih untuk menikahi
perempuan yang lebih kaya dari Wiana. Pada kelompok masyarakat Wiana
tergambar sebagai wanita yang mempunyai peranan besar terhadap
perkembangan di sekolah tempatnya mengajar. Selain itu, Tokoh Wiana
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
121
mampu menempatkan dirinya sebagai anggota masyarakat yang
menghormati aturan lalu lintas yang berlaku di tempat tinggalnya
Ketiga, hasil analisis tokoh, penokohan, dan citra wanita dapat
direlevansikan dalam pembelajaran satra di SMA kelas XI semester II.
Untuk mengetahui novel coock sebagai bahan pembelajaran sastra, maka
digunakan tiga kriteria pemilihan bahan pembelajaran sastra, yaitu bahasa,
perkembangan psikologis, dan latar belakang budaya siswa. Dari analisis
tersebut dapat disimpulkan bahwa (1) dari aspek bahasa, penggunaan bahasa
yang mudah dipahami, penggunaan makna kiasan yang mampu
membantu siswa dalam memahami gaya bahasa dalam bahasa indonesia.
Selain itu, pengarang juga menggunakan bahasa yang beragam seperti
bahasa inggris, bahasa jawa yang kiranya dapat menambah pengetahuan
siswa. (2) dari aspek psikologi, siswa dapat mengambil yang mengandung
nilai-nilai dalam kehidupan sehari-hari, yaitu nilai-nilai kemanusiaan dan
pendidikan nilai yang baik untuk siswa SMA yang sedang mengalami
penyesuaian perubahan psikologis dan siswa diharapkan dapat menemukan
nilai-nilai yang dibutuhkan dan berguna bagi kehidupannya kelak. (3) dari
aspek budaya, menceritakan kehidupan latar sosial kehidupan keluarga dan
status sosial yang mudah dipahami siswa karena ceritanya yang diangkat
dari kehidupan keluarga.
Hasil dari analisis tokoh, penokohan, latar dan citra wanita dapat
digunakan sebagai bahan pembelajaran sastra di sma kelas XI semester II.
Pembeajaran yang dimaksud mengacu pada silabus yang telah ditentukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
122
dengan SK membaca:Memahami buku geografi, novel,dan hikayat.
Kemudian disusun pada RPP yang akan dijadikan pedoman proses
pembelajaran dengan menganalisis unsur intrinsik tokoh, penokohan, dan
latar serta nilai-nilai yang dapat diteladani dari tokoh utama dalam novel
5.2 Implikasi
Penelitian terhadap novel ini membuktikan bahwa citra wanita yang
ditunjukkan Wiana dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran sastra.
Melalui citra wanita yang ditunjukkan oleh tokoh Wiana pada novel Cahaya
Surga di Wajah Ibu karya Mura Alfa Zaez, siswa tidak hanya membaca
karya sastra saja namun mampu memahami karya sastra yang dibacanya.
Oleh karena itu, pengajar diharapkan memperhatikan dalam memberikan
materi pembelajaran terhadap siswa terutama dalam pengetahuan bahasa
dan sastra agar keduanya seimbang. Dengan demikin, pembelajaran sastra
turut serta membekali siswa untuk memahami nilai-nilai moral, sosial, dan
budaya yang tercermin melalui tokoh wiana yang dapat dijadikan teladan
dan pedoman hidup oleh siswaMembaca novel ini, siswa dapat dilatih
untuk peka terhadap perubahan dalam masyarakat dan mampu menghayati
peranannya sebagai makhluk individu dan sebagai makhluk sosial.
5. 3 Saran
Berdasarkan beberapa kesimpulan yang telah dijelaskan, ada beberapa
saran yang diajukan penulis, yaitu :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
123
1. Peneliti berharap karya yang jauh dari kata kesempurnaan ini bisa
memberikan pengetahuan untuk para guru bahasa indonesia.
Peneliti juga berharap penelitian yang direlevansikan ke dalam
pembelajaran sastra ini dapat berguna bagi dunia pendidikan
khususnya pembelajaran sastra di SMA.
2. Pendidik harus meningkatkan komptensi dan kreativitas dalam
pembelajaran sastra untuk menumbuhkan minta belajar sastra
peserta didik, pendidik harus mengajarkan pengkajian unsur-unsur
intrinsik dan ekstrinsik lebih dalam. Selain itu, pendidik harus
memberikan keregaman refrensi karya sastra, tidak monoton pada
karya dan pengarang itu-itu saja.
3. Pendidik sebaiknya memberikan karya sastra yang mengandung
nilai-nilai positif yang dapat diaplikasikan peserta didik ke dalam
kehidupan nyata dengan memperhatikan tiga aspek bahasa, aspek
psikologis, dan latar belakang budaya siswa karena hal tersebut
akan menentukan apakah bahan cocok untuk siswa dalam tingkatan
tertentu.
4. Peserta didik dapat memperhatikan nilai-nilai positif yang ada
dalam novel untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
5. Bagi mahasiswa, diharapkan peneliti ini digunakan sebagai acuan
atau referensi dalam penyusunan skripsi dalam novel tersebut untuk
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Untuk penelitian lain
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
124
dapat menindaklanjuti penelitian yang berhubungan dengan novel
dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
125
DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin. 1987. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktis.
Cetakan Ketigabelas Jakarta: Rineka Cipta.
Budianta, Melani. 2002. “Pendekatan Feminis Terhadap Wacana: Sebuah
Pengantar” dalam Budiman, Kris (Ed). Analisis Wacana: Dari Linguistik
Sampai Dekonstruksi. Yogyakarta: Kanal.
Djajanegara, Soenardjati. 2000. Kritik Sastra Feminis: Sebuah Pengantar.
Jakarta: Gramedia Pustaka Umum.
Fadillah. 2014. Implementasi Kurikulum 2013 dalam Pembelajaran SD/MI,
SMP/MTS & SMA/MA. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Hasan, Iqbal. 2002. Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Bogor: Ghalia
Indonesia.
Kristiyanti. (2012). “Citra Wanita Tokoh “Aku” Novel Fontenay ke Magallianes,
Karya Nh”. Dini”. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
Kusdirantin, dkk. 1978. Memahami Novel Atheis. Sumatera: Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa.
Moleong Lexy. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Mulyasa. 2008. Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta:
Bumi Aksara.
Muslich, Mansnur. 2007. KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: Dasar
Pemahaman dan Pengembangan). Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Nurgiyantoro, Burhan.1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada.
University Press.
__________________. 2013. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Kanisius.
Rahmanto. B. 1988. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius.
Rendi, Oktavianus.2011. “Feminisme Tokoh Perempuan dalam Kumpulan Cerpen
Mereka Bilang Saya Monyet! Karya Djenar Maesa Ayu”. Skripsi.
Yogyakarta : Universitas Sanata Dharma.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
126
Sarawasti, Ekarini. 2003. Sosiologi Sastra: Sebuah Pemahaman Awal. Malang:
UMM Press.
Sayuti, Suminto, A.1988. Dasar - Dasar Analisis Fiksi. Yogyakarta: LP3S.
Sofia, Adib. 2009. Aplikasi Kritik Satra Feminisme (Perempuan dalam Kara-
Karya Kuntowijoyo, Yogyakarta: Citra Pustaka.
Sudjiman, Panuti. 1988. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya.
Sugihastuti. 2000. Wanita di Mata Wanita: Perspektif Sajak - Sajak Teoti Hearty
Bandung: Nuansa.
Suharto dan Sugihastuti. 2002. Kritik Sastra Feminis Teori dan Aplikasinya.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sumardjo, Jakob.1984. Memahami Kesusastraan. Bandung: Alumni.
Zaes, Mura Alfa. 2014. Cahaya Surga di Wajah Ibu. Jakarta: Rumah Orange.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
127
SILABUS
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas / Semester : X1/ 2
Standar Kompetensi : Membaca
1.5 Memahami Buku Geografi, Novel dan Hikayat
Standar
kompetensi
Materi
pembelajaran
Kegiatan
pembelajaran
Indikator penilaian Alokasi
waktu
Sumber bahan/alat
15.1
Mengungkap
-an hal-hal
yang
menarik dan
dapat
diteladani
dari tokoh
Unsur-unsur
intrinsik
(tokoh,
penokohan,
dan latar)
novel Cahaya
Surga di
Wajah Ibu
karya Mura
Alfa Zaez.
Membaca novel
Cahaya Surga di
Wajah Ibu karya
Mura Alfa Zaez.
Menganalisis
tokoh,
penokohan, dan
latar.
Mencari tokoh
utama dan tokoh
tambahan.
Menganalisis
tokoh utama.
Mengambil hal-
hal yang menarik
dan hal-hal yang
perlu diteladani
Menganalisis tokoh,
penokohan, dan latar
yang telah selesai
dibaca.
Mengungkapkan hal
yang menarik dari
tokoh utama.
Mendapatkan dan
menemukan hal-hal
yang dapat
diteladani dari tokoh
utama
Jenis
tagihan:
Tugas
kelompok.
Bentuk
instrumen:
Uraian bebas
2 jp Novel
Cahaya Surga di Wajah Ibu
karya Mura Alfa Zaez
Lampiran 1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
128
dari tokoh
utama.
Citra wanita
tokoh utama
novel Cahaya
Surga di
Wajah Ibu
karya Mura
Alfa Zaez.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
129
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
Sekolah : SMA
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/ Semester : XI/ 2
Standar Komptensi : Membaca
15. Memahami buku geografi, novel,dan hikayat
Kompetensi Dasar :15.1 Mengungkapkan hal menarik yang dapat diteladani
dari tokoh.
Alokasi Waktu : 2 Jam Pelajaran 2 x 45 menit (3 x pertemuan)
Indikator :
Menganalisis tokoh, penokohan, dan latar dalam novel yang
dibaca.
Mengungkapkan hal-hal yang menarik tentang tokoh dalam novel
yang telah dibaca.
Menemukan hal-hal yang bisa diteladani dari tokoh.
Dapat menyimpulkan tentang citra tokoh utama.
1. Tujuan Pembelajaran
Siswa mampu menganalisis tokoh, penokohan, dan latar dalam
novel yang dibaca.
Siswa mampu mengungkapkan kembali hal-hal yang menarik dari
tokoh.
Siswa mampu menemukan hal-hal yang bisa diteladani dari tokoh
utama.
Siswa mampu menyimpulkan citra tokoh utama.
Lampiran 2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
130
2. Materi Pembelajaran
Unsur intrinsik novel (tokoh, penokohan, dan latar)
Kritik sastra feminis (citra wanita)
3. Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajaran
a. Langkah Kegiatan Pertemuan Pertama
No Kegiatan Alokasi
Waktu
Metode
1.
2.
Kegiatan Awal :
Guru membuka pelajaran dengan salam.
Guru menjelaskan standar kompetensi,
kompetensi dasar dan indikator yang
dilakukan.
Guru bertanya kepada siswa novel yang
pernah dibaca.
Guru menanyakan novel yang
terhangat saat ini kepada siswa.
Siswa memberikan pendapatnya.
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran.
Kegiatan Inti
Eksplorasi:
Guru mengajak siswa untuk berdiskusi
mengenai novel.
Guru memberikan pertanyaan secara lisan
kepada siswa tentang unsur-unsur intrinsik
dan citra wanita untuk mengetahui
seberapa jauh siswa mengerti tentang
novel.
Secara acak siswa menjawab pertanyaan
yang diajukan oleh guru.
Elaborasi :
Guru menjelaskan pengertian unsur intrinsik
(tokoh, penokohan,dan latar), citra wanita.
15 menit
60 menit
Ceramah,tanya
jawab
Diskusi,tanya
jawab
Ceramah,
Diskusi,tanya
jawab kooperatif
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
131
3.
Guru meminta siswa untuk bergabung di
kelompok yang sudah dibagikan pada
pertemuan sebelumnya.
Guru memberikan kesempatan kepada siswa
dalam kelompok untuk melanjutkan hasil
diskusinya dalam kelompok untuk
membahas unsure-unsur intrinsik dan citra
wanita
Konfirmasi:
Guru meminta siswa meminta siswa lain
untuk memberi tanggapan atau sanggahan
atas hasil diskusi mengenai unsur-unsur
intrinsik (tokoh, penokohan,dan latar) dan
citra wanita
Guru memberikan apresiasi terhadap siswa
dalam mmeberikan tanggapan terhadap
materi yang disampaikan melalui diskusi.
Guru dapat memberikan bimbingan kepada
siswa jika masih kesalahan mengerjakan di
dalam diskusi.
Guru memberikan kesempatan kepada siswa
untuk bertanya materi yang disampaikan.
Guru memberikan kesimpulan tentang
materi yang disampaikan.
Kegiatan Akhir
Siswa diminta untuk memberi komentar
tentang kegiatan belajar yang telah
berlangsung.
Siswa diajak mefleksikan nilai-nilai yang
terkadung dalam pelajaran ini.
Guru menghimbau siswa untuk dapat
menjadi pembaca yang baik, teliti, cermat
dan apresiatif
15 menit
Tanya jawab dan
diskusi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
132
b. Langkah Kegiatan Pembelajaran Kedua
No Kegiatan Alokasi
Waktu
Metode
1.
2.
Kegiatan Awal :
Guru membuka pelajaran dengan salam.
Guru menjelaskan standar kompetensi,
kompetensi dasar dan indikator yang
dilakukan.
Guru bertanya kepada siswa novel yang
pernah dibaca.
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran.
Kegiatan Inti
Eksplorasi:
Guru mengajak siswa untuk berdiskusi
mengenai novel yang pernah oleh siswa.
Guru memberikan pertanyaan secara lisan
kepada siswa tentang unsur-unsur intrinsik
dan citra wanita pada waktu pertemuan
sebelumnya.
Secara acak siswa menjawab pertanyaan
yang diajukan oleh guru.
Elaborasi :
Guru memberikan kesempatan kepada
murid untuk berkumpul di dalam kelompok
yang dibagikan pada pertemuan
sebelumnya.
Guru menyuruh siswa untuk membaca
novel Cahaya Surga di Wajah Ibu karya
Mura Alfa Zaez di dalam kelompok
Konfirmasi:
15 menit
60 menit
Ceramah,tanya
jawab
Diskusi,tanya
jawab
Ceramah,
Diskusi,tanya
jawab kooperatif
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
133
c. Langkah Kegiatan Pembelajaran Pertemuan Ketiga
Guru meminta siswa untuk bertanya
kesulitan yang dihadapi siswa ketika
membaca novel Cahaya Surga di Wajah
Ibu karya Mura Alfa Zaez.
Guru memberikan penjelasan kepada siswa
penilaian dalam menganalisis novel.
Guru memberikan kepada murid
kesempatan untuk pertemuan selanjutnya
untuk mempersentasikan hasil sinopsis
novel Cahaya Surga di Wajah Ibu karya
Mura Alfa Zaez.
Kegiatan Akhir
Siswa diminta untuk memberi komentar
tentang kegiatan belajar yang telah
berlangsung.
Siswa diajak mefleksikan nilai-nilai yang
terkadung dalam pelajaran ini.
Guru menghimbau siswa untuk dapat
menjadi pembaca yang baik, teliti, cermat
dan apresiatif
15 menit
Tanya jawab dan
diskusi
No Kegiatan Alokasi
Waktu
Metode
1.
Kegiatan Awal :
Guru membuka pelajaran dengan salam.
Guru menjelaskan standar kompetensi,
kompetensi dasar dan indikator yang
dilakukan.
15 menit
Ceramah,tanya
jawab
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
134
2.
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran.
Kegiatan Inti
Eksplorasi:
Guru memberikan kesempatan kepada
siswa untuk berkumpul kembali di dalam
kelompok yang telah dibagikan pada
pertemuan sebelumnya.
Guru mengulang kembali pelajaran
sebelumnya kepada siswa untuk
mengingatkan siswa tentang materi unsur-
unsur intrinsik (tokoh, penokohan, dan
latar) dan citra wanita.
Guru memberikan aspek-aspek yang harus
dianalisis siswa dalam novel Cahaya
Surga di Wajah Ibu karya Mura Alfa Zaez
Guru secara acak memberikan kesempatan
kepada kelompok untuk maju
persentasikan hasil diskusi dan analisis
dalam novel Cahaya Surga di Wajah Ibu
karya Mura Alfa Zaez.
Guru memberikan kesempatan kepada
kelompok lain untuk memberikan
komentar dan penilaian terhadap
kelompok yang mempersentasikan dari
hasil analisis dalam novel Cahaya Surga
di Wajah Ibu karya Mura Alfa Zaez.
Setelah siswa telah diberikan kesempatan
semua telah maju untuk mempersentasikan
hasil analisis, kemudian guru menyuruh
untuk mengumpulkan tugas siswa.
Elaborasi :
Guru memberikan kesempatan kepada
murid untuk berkumpul di dalam kelompok
60 menit
15 menit
Diskusi,tanya
jawab
Ceramah,
Diskusi,tanya
jawab kooperatif
Tanya jawab dan
diskusi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
135
yang dibagikan pada pertemuan
sebelumnya.
Guru menyuruh siswa untuk membaca
novel Cahaya Surga di Wajah Ibu karya
Mura Alfa Zaez di dalam kelompok
Konfirmasi:
Guru meminta siswa untuk bertanya
kesulitan yang dihadapi siswa ketika
membaca novel Cahaya Surga di Wajah
Ibu karya Mura Alfa Zaez.
Guru memberikan penjelasan kepada siswa
penilaian dalam menganalisis novel.
Guru memberikan kepada murid
kesempatan untuk pertemuan selanjutnya
untuk mempersentasikan hasil sinopsis
novel Cahaya Surga di Wajah Ibu karya
Mura Alfa Zaez.
Guru memberikan kesempatan kepada siswa
kesulitan yang dihadapi dalam membaca
dan menganalisis novel Cahaya Surga di
Wajah Ibu karya Mura Alfa Zaez.
Kegiatan Akhir
Siswa diminta untuk memberi komentar
tentang kegiatan belajar yang telah
berlangsung.
Siswa diajak mefleksikan nilai-nilai yang
terkadung dalam pelajaran ini.
Guru menghimbau siswa untuk dapat
menjadi pembaca yang baik, teliti, cermat
dan apresiatif
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
136
4. Metode Pembelajaran
Kooperatif
Diskusi
Tanya jawab
Ceramah.
5. Sumber Pembelajaran
Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah
Madah University Pres.
Sofia, Adib. 2009. Aplikasi Kritik Satra Feminisme (Perempuan Dalam
Kara-Karya Kuntowijoyo, Yogyakarta: Citra Pustaka.
Sugihastuti. 2000. Wanita di Mata Wanita .Yogyakarta: Nuansa.
Sudjiman, Panuti. 1988. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka
Jaya.
Zaes, Mura Alfa. 2014. Cahaya Surga di Wajah Ibu. Jakarta: Rumah
Orange.
6. Penilaian
Tagihan
Tugas kelompok
Teknik :
Lisan, Tulis, dan perbuatan
Bentuk Instrumen
Uaraian bebas, dan tanya jawab
Pertanyaan
1. Sebutkan tokoh utama, tokoh tambahan dan latar dalam novel!
2. Jelaskan penokohan masing-masing tokoh yang ada dalam novel!
3. Sebutkan citra wanita tokoh Wiana dalam novel Cahaya Surga di Wajah
Ibu karya Mura Alfa Zaez !
4. Sebutkan hal-hal yang dapat diteladani dari tokoh Wiana!
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
137
Jawaban :
1. Tokoh utama : Tokoh Wiana
Tokoh tambahan : Tokoh Arfansah, Mimi, Rifka, Nenek, Antoni, Kaka,
dan Aldi.
2. a. Penokohan tokoh Wiana : Sosok seorang Ibu yang pekerja keras,
mandiri, sangat perhatian dan peduli terhadap anaknya dan suaminya,
tegas, dan sabar dalam menghadapi sikap suaminya.
b. Penokohan tokoh Arfansah : Pemarah, kasar, sayang terhadap anaknya
c. Penokohan tokoh Mimi : Pembenci dan pedendam, orang yang suka.
ceroboh, mempunyai sikap yang optimis dalam pendiriannya, dan
mudah putus asa.
d. Penokohan tokoh Aldi : Cerewet, manja, dan bertanggung jawab atas
tugas pekerjaan rumah.
e. Penokohan tokoh Rifka : Berani bertanya dan keingintahuan terhadap
sesuatu sangat tinggi, dan cerdas.
f. Penokohan tokoh Nenek : Cerewet, dan sikapnya suka menyindir
terhadap menantunya Wiana .
g. Penokohan tokoh Kaka : Penolong, dan anak yang cerdas, mempunyai
sikap peduli dan perhatian terhadap mimi
h. Penokohan tokoh Antoni : Ramah, dan suka menolong terhadap Mimi
untuk menemukan alamat rumah Ayahnya.
3. Citra wanita tokoh Wiana
a. Wiana berperan di dalam keluarga dengan penuh tanggung jawab baik
sebagai istri dan Ibu bagi anak-anaknya.
b. Wiana adalah seorang Ibu yang disiplin dalam mendidik anak-anaknya.
c. Wiana yang mandiri dan pekerja keras untuk memenuhi kebutuhan
hidup semenjak suaminya meninggalkannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
138
4. Hal-hal yang dapat diteladani dari tokoh Wiana :
a. Penyabar.
b. Penyayang terhadap anak dan suaminya.
c. Bertanggung jawab atas kewajibannya sebagai istri dan Ibu dari anak-
anaknya.
d. Seorang yang mandiri dan perkerja keras.
e. Seorang yang setia terhadap pasangannya.
f. Memiliki sikap peduli dan perhatian terhadap orang disekitarnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
139
Sekolah : SMA
Kelas/semester : X1/2
Bentuk soal : Uraian
Kompetensi dasar :
15.1 Mengungkapkan hal menarik yang dapat diteladani
dari tokoh.
Kompetensi Dasar :
15.1 Mengungkapkan hal menarik yang dapat diteladani
dari tokoh.
Rubrik Penilaian Kognitif
No Kriteria Skor bobot Skor X
bobot
1. Siswa mampu menjawab tpkoh utama
dan 11 tokoh dalam novel Cahaya
Surga di Wajah Ibu karya Mura Alfa
Zaez. (tidak adanya bentuk kesalahan
penulisan nama ejaannya yang
digunakan tepat).
3 2 6
2. Siswa mampu menjawab dengan benar
tokoh utama tetapi ada kesalahan ejaan
penulisan nama yang kurang tepat.
2 2 4
3. Siswa hanya mampu menjawab
dengan benar tokoh utama dan tokoh
tambahan tambahan kurang dari 3 dan
terdapat kesalahan dalam penulisan
nama dan ejaannya.
1 2 2
4. Siswa sangat mampu menjawab
dengan benar penokohan dari tokoh
utama dan tokoh tambahan (yang
jawabannya sesuai dengan kunci
jawban).
3 3 9
5. Siswa mampu menjawab dengan
benar tokoh utama dan tokoh
tambahan tetapi ada yang tidak sesuai
2 3 6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
140
dengan kunci jawaban.
6. Siswa kurang mampu menjawab
dengan benar penokohan tokoh utama
dan tokoh tambahan .tidak sesuai
dengan penokohan yang dimaksud.
1 3 3
7. Siswa sangat mampu menjawab
dengan benar citra wanita tokoh
Wiana. Ejaan dan struktur yang
digunakan sangat tepat.
3 2 6
8. Siswa mampu menjawab dengan benar
3 citra wanita tokoh Wiana, terdapat
struktur kata yang kurang tepat.
2 2 4
9. Siswa kurang mampu menjawab
dengan benar citra wanita Wiana.
ejaan dan struktur kalimat banyak
yang tidak tepat.
1 2 2
10. Siswa sangat mampu menjawab hal-hal
yang menarik dan dapat diteladani dari
tokoh Wiana sesuai dengan kunci
jawaban, ejaannya yang digunakan tepat.
3 2 6
11. Siswa mampu menjawab dengan benar
dua dari hal-hal yang menarik dan
dapat diteladani dari tokoh Wiana.
Ejaannya tidak diperhatikan dan
kurang tepat.
2 2 4
12. Siswa hanya mampu menjawab hal-
hal yang menarik dari tokoh Wiana .
dan ejaannya tidak diperhatikan dan
banyak kesalahan.
1 2 2
Skor
Nilai akhir siswa diperoleh dari : skor yang diperoleh siswa X100
Skor maksimal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
141
Rubrik Penilaian Afektif
Aspek
yang
dinilai
Deskripsi Skor
Bobot Bobot
X
Skor
1 2 3
Minat Siswa sangat
antusias
mengerjakan tugas.
Hal ini dapat terlihat
sikap antusias siswa
dalam
memperhatikan guru
memberikan materi
dan latihan tugas
yang diberikan
4
Siswa cukup
berminat ketika
diberikan tugas,
tetapi tidak terlalu
semangat dalam
memperhatikan guru
memberikan materi
maupun tugas yang
diberikan.
Siswa tidak berminat
dan semangat dalam
mengerjakan soal
latihan.
Keaktifan Siswa sangat aktif
berpartisipasi dalam
mengerjakan tugas
dan aktif bertanya
jika ada belum
dipahami yang
diberikan oleh guru.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
142
Siswa cukup aktif
dalam mengerjakan
tugas yang diberikan
tetapi tidak aktif
dalam bertanya jika
ada yang kurang
jelas.
Siswa sangat tidak
aktif dalam
mengerjakan tugas
yang diberikan dan
suka mengobrol
dengan teman
sebangkunya.
Kerja
sama
Siswa mampu
bekerja sama dengan
baik bersama teman
kelompoknya dalam
mngerjakan tugas.
Siswa tidak bisa
bekerja sama dengan
kelompoknya untuk
mengerjakan tugas
yang diberikan.
Siswa tidak mampu
untuk bekerja sama
dan siswa asyik
sendiri untuk
mengerjakannya
sendiri tugas yang
diberikan.
Total skor
Nilai siswa yang diperoleh dari:
Jumlah skor siswa yang benar X 100 = Nilai akhir siswa
Jumlah skor total
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
143
Rubrik Psikomotorik
No Kriteria Skor bobot Skor X bobot
3 2 6
1. Siswa mampu
mempersentasikan dengan
baik secara lisan dengan
artikulasi dan intonasi yang
jelas, mampu menjawab
pertanyaa/ tanggapan dari
kelompok lain dengan rasa
percaya diri.
2 2 4
2. siswa mampu
mempersentasikan jawaban
secara lisan dengan
artikulasi dan intonasi cukup
jelas dan bisa menjawab
pertanyaan/ tanggapan yang
diberikan kelompok lain
dengan cukup percaya diri.
1 2 2
3. Siswa mempersentasikan
jawaban secara lisan
,intonasi, dan artikulasi
kurang jelas. Dan siswa
kurang mampu menjawab
pertanyaan/ tanggapan dari
kelompok lain dengan tidak
percaya diri.
3 3
Skor
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
144
Materi Pembelajaran
1. Pengertian Tokoh dan Penokohan
Panuti Sudjiman (1988: 16) mengemukakan tokoh adalah individu rekaan
yang mengalami peristiwa atau berlakuan dalam berbagai peristiwa dalam cerita.
Tokoh pada umumnya berwujud manusia, tetapi dapat juga berwuud binatang
atau benda yang diinsankan.
Sebagaimana yang dikemukakan Abrams (dalam Aminuddin, 1987: 33)
tokoh adalah orang- orang yang ditampilkan dalam sesuatu karya naratif, atau
drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan
tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam
tindakan.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan tokoh adalah orang yang
menjadi pelaku dalam cerita fiksi yang memiliki kualitas moral yang
diekspresikan melalui ucapan atau dialog dan tindakan.
Berdasarkan segi peran atau tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita,
tokoh dibedakan menjadi tokoh utama dan tambahan (Nurgiyantoro, 1995: 176-
177). Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaanya dalam novel
yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan. Baik
sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian dan konflik. Ia sangat
mempengaruhi perkembangan plot. Di pihak lain, pemunculan tokoh-tokoh
tambahan dalam keseluruhan cerita lebih sedikit, tidak dipentingkan,dan
kehadirannya hanya jika ada keterkaitan dengan tokoh utama, secara langsung
maupun tidak langsung.
Lampiran 3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
145
Penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh
(Sudjiman, 1986: 58), Sedangkan Menurut Kusdirantin, dkk (1978: 75)
penokohan adalah cara-cara penampilan pelaku melalui sikap, sifat dan tingkah
laku pelakunya. Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
penokohan adalah cara pengarang menampilkan pelaku melalui sikap dan tingkah
pelakunya yang merupakan sikap batin manusia yang mempengaruhi seluruh
pikirannya dengan cara langsung atau tidak langsung.
Menurut Nurgiyantoro (2005: 194-201) beberapa cara pengarang atau
penulis karya fiksi dalam melukiskan atau menggambarkan penokohan tokoh
cerita dalam karya fiksi, yaitu:
Teknik ekspositori/analistis : Pelukisan tokoh cerita dilakukan dengan
memberikan deskripsi, uraian, atau penjelasan secara langsung. Tokoh
cerita hadir dan dihadirkan oleh pengarang ke hadapan pembaca secara
tidak berbelit- belit, melainkan begitu saja dan langsung disertai
kediriannya, yang mungkin berupa sikap, sifat, watak, tingkah laku, atau
bahkan ciri fisiknya.
Teknik dramatik/tidak langsung : Teknik pelukisan tokohnya, pengarang
tidak mendeskripsikan secara eksplisit sifat dan sikap serta tingkah laku
tokoh. Pengarang membiarkan (baca: menyisati) para tokoh cerita untuk
menunjukkan kediriannya sendiri melalui berbagai aktivitas yang
dilakukan, baik secara verbal lewat kata maupun nonverbal lewat tindakan
atau tingkah laku, dan juga melalui peristiwa yang terjadi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
146
2. Pengertian Latar
Secara umum latar dapat diartikan sebagai gambaran waktu dan tempat yang
melatar belakangi aksi tokoh-tokoh dalam suatu peristiwa (Sudjiman, 1984: 120).
Latar adalah elemen fiksi yang menunjukkan kepada kita dimana dan kapan
kejadian-kejadian dalam cerita berlangsung (Sayuti,1999: 110). Menurut
Suparwoto latar adalah keadaan yang digambarkan diatas pentas (1985: 16). Dari
beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa latar adalah tempat atau
keadaan yang menggambarkan terjadinya peristiwa berlangsung yang dialami
tokoh-tokoh.
Nurgiyantoro (1995: 227-233) menjelaskan unsur latar dibedakan menjadi
tiga, yaitu:
Latar tempat tempat menyarankan lokasi terjadinya peristiwa yang
yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.
Latar waktu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa-
peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah kapan
biasanya dihubungkan dengan waktu factual, waktu yang ada
kaitannya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah.
Latar sosial menyarankan pada hal-hal yang berhubungan dengan
perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan
dalam karya fiksi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
147
3. Pengertian Citra Wanita
Menurut Sugihastuti (2000: 45) citra artinya rupa, gambaran, dapat berupa
gambaran yang dimilki oleh banyak mengenai pribadi atau kesan mental
(bayangan) visual yang ditimbulkan oleh sebuah, kata, frase, atau kalimat dan
merupakan unsur dasar yang khas dalam prosa dan puisi. Yang dimaksud citra
wanita adalah semua wujud gambaran mental spritual dan tingkah laku seharian
yang terekspresi oleh wanita (Heraty, 2000: 45).
Citra diri wanita merupakan sosok individu yang mempunyai pendirian dan
pilihannya sendiri. Wanita juga mempunyai kemampuan untuk berkembang
membangun dirinya. Berdasarkan pola pilihannya sendiri, wanita bertanggung
jawab atas potensi diri sendiri sebagai makhluk individu (Sugihastuti, 2000: 113).
Citra diri wanita terbagi menjadi dua yaitu citra fisis dan citra psikis.
Citra fisis wanita yang tergambar adalah citra fisis wanita dewasa, wanita yang
sudah berumah tangga. Secara fisiologis, wanita dewasa dicirikan oleh tanda-
tanda jasmani antara lain dengan dialaminya haid dan perubahan-perubahan fisik
lainnya, seperti tumbuhnya bulu dibagian badan tertentu, perubahan suara dan lain
sebagainya. Secara fisis kodrat biologis sudah tidak dapat diubah. Wanita
memiliki fisik yang berbeda dengan laki-laki, akan tetapi secara psikis dan sosial,
kodrat fisik itu dapat dikembangkan sehingga wanita mencapai martabat yang
sesuai (Sugihastuti, 2000: 85).
Ditinjau dari aspek psikisnya, wanita juga makhluk psikologi, makhluk yang
berpikir, berperasaan dan beraspirasi. Hal ini menentukan dan mempengaruhi citra
perilakunya (Sugihastuti, 2000: 95).
Selain dari citra diri, adanya citra wanita dalam aspek sosial disederhanakan ke
dalam dua peran, yaitu peran wanita dalam masyarakat dan Peran wanita dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
148
keluarga. Wanita sebagai anggota keluarga tercitrakan sebagai makhluk yang
disibukkan dengan berbagai aktivitas domestik rumah tangga, pekerjaan rumah
yangga menjadi tanggung jawab wanita (Sugihastuti, 2000: 129-130). Hubungan
manusia dalam masyarakat dimulai dari hubungan antar orang, termasuk
hubungan antara wanita dengan pria (Sugihastuti, 2000: 132). Manusia sebagai
makhluk sosial dalam kehidupannya memerlukan manusia lain. Demikian juga
wanita, hubungannya dengan manusia lain dapat bersifat khusus maupun umum
tergantung pada bentuk sifat hubungannya itu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
149
Sinopsis Novel
Novel Cahaya Surga di Wajah Ibu karya Mura Alfa Zaes tahun 2014
menceritakan tentang perjuangan seorang perempuan yang bernama Wiana. Ibu
Wiana berprofesi sebagai guru disalah satu sekolah swasta. Ibu Wiana
mempunyai suami yang bernama Arfansah dan mereka mempunyai tiga orang
anak yang bernama Rifka, Mimi dan Aldi. Kehidupan dalam keluarga Wiana
tidak seperti yang diharapkan. Perpecahan dan ketidakharmonisan kehidupan
keluarganya dipicu dengan berbagai masalah yang datang. Salah satunya adalah
ketidaksukaan orang tua suaminya. Orang tua Arfansah menginginkan agar
anaknya menikah dengan seorang wanita yang lebih kaya dari Wiana. Dari
konflik yang dialami di dalam keluarganya sehingga berdampak kepada
suaminya yang berperilaku kasar terhadap dirinya dan anak-anaknya. Bukan
hanya itu saja, akhirnya suaminya dipecat dari pekerjaannya. Suami Wiana juga
tidak peduli sama kelahiran Rifka sehingga pergi begitu saja. Meskipun banyak
perlakuan yang kurang baik dari suaminya, tetapi Ibu Wiana selalu tetap membela
suaminya dan mengatakan kalau suaminya itu sangat menyayangi anak-anaknya.
Wiana tidak pernah menunjukkan rasa benci dan mengeluh di depan suaminya
maupun anak-anaknya.
Keadaan yang dilalui keluarganya inilah, menjadi pemicu Mimi anaknya
Ibu Wiana yang sulung untuk semakin benci terhadap sosok Ayahnya. Mimi
Lampiran 4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
150
selalu menjadi anak yang pendendam dan pembenci ketika orang selalu bertanya
keberadaan dan keadaan Ayahnya. Ibu Wiana berusaha mengatasi sikap anaknya
yang membenci Ayahnya, walaupun sosok Ayah dalam sebuah novel ini tidak
pernah meletakkan sebuah kebaikan kepada anak-anaknya, namun sosok Ibu
Wiana tetap menutupi keburukan dari sosok suaminya supaya anak-anaknya tetap
merasa bahwa mereka mempunyai sosok Ayah yang baik hati.
Ketegaran dan kesabaran hati seorang Ibu Wiana dalam menghadapi setiap
masalah maupun cobaan yang dialaminya dalam kenyataan hidupnya. Berbagai
upaya yang dilakukannya agar keluarganya tetap bersatu tetapi tidak demikian
suaminya. Arfansah memilih untuk meninggalkan Wiana dan anak-anaknya demi
memenuhi permintaan Ibunya untuk menikahi seorang perempuan janda yang
kaya karena faktor dari persugihan yang dilakukan ibunya. Arfansah terpaksa
memenuhi permintaan ibunya, agar Wiana dan anak-anaknya bisa selamat dari
persugihan ibunya.
Hari-hari kehidupan Wiana yang dilalui tanpa kehadiran sosok suami, tetapi
Wiana selalu menunjukkan sifat semangat dan pantang menyerah untuk
menghidupkan dan memperjuangkan pendidikan anak-anaknya hanya seorang
diri. Wiana menjadi tulang punggung bagi keluarganya. Sindiran selalu
menghampiri keluarga Wiana. Bukan hanya terhadap dirinya tetapi dampak
kepada anaknya bernama Mimi. Di sekolah Mimi menjadi bahan sindirian oleh
teman-temannya. Sindiran menjadi seorang anak janda, membuatnya tidak merasa
nyaman terhadap lingkungan sekolahnya. Meskipun demikan keadaannya, Mimi
mendapatkan teman-teman yaitu Risma dan Kaka yang selalu menolong dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
151
memberikan perhatian kepadanya sehingga ia merasa mampu menghadapi segala
bentuk penghinaan yang di lakukan Reva terhadapnya.
Semua berkat kesabaran yang dimiliki oleh ibu Wiana yang tidak pernah
menyerah dengan kehidupan masalah keluarganya, Hingga akhirnya dia dapat
membuktikan kepada anak-anaknya bahwa pandangan terhadap sosok ayah
mereka itu salah. Wiana dapat menyatukan kembali suaminya dihadapan anak-
anaknya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
152
BIODATA PENULIS
Antonina Lein, lahir di Pinjawan, Kalimantan Barat
pada 14 Februari 1991. Penulis memulai pendidikan
formal di SD No 05 Pinjawan pada tahun 1997 dan
selesai pada tahun 2002. Setelah lulus SD, penulis
melanjutkan pendidikan ke Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama SLTPN 01 Embaloh Hulu dan selesai pada tahun
2006. Selanjutnya, penulis melanjutkan pendidikan ke SMAN 1 Banua Martinus
dan selesai pada tahun 2009. Pada tahun 2009 penulis melanjutkan pendidikan ke
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
(FKIP), Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Program Studi Pendidikan Bahasa
Sastra Indonesia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI