Download - Chapter II-12.pdf
-
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Air Susu Ibu (ASI)
ASI (Air Susu Ibu) merupakan cairan putih yang dihasilkan oleh kelenjar
payudara wanita melalui proses laktasi. ASI adalah satu jenis makanan yang
mencukupi seluruh unsur kebutuhan bayi baik fisik, psikososial maupun spiritual.
ASI mengandung nutrisi, hormon, unsur kekebalan tubuh, anti alergi, serta anti
inflamasi. Nutrisi dalam ASI mencakup hampir 200 unsur zat makanan (Purwanti,
2004).
2.1.1. Fisiologi Laktasi
Proses laktasi dimulai pada saat persalinan, yaitu ketika hormon estrogen dan
progesteron menurun sedangkan prolaktin meningkat. Isapan bayi pada puting susu
memacu atau merangsang kelenjar hipofise anterior untuk memproduksi atau
melepaskan prolaktin sehingga terjadi sekresi ASI (Aprilia, 2010).
Proses menyusui secara penuh tidak segera terjadi setelah persalinan. Selama
dua atau tiga hari pertama sesudah melahirkan dikeluarkan kolostrum dalam jumlah
yang sedikit. Pada hari-hari berikutnya terjadi peningkatan cepat sekresi ASI, yang
umumnya mencapai puncak pada akhir minggu pertama sesudah melahirkan. Pada
ibu yang pertama sekali melahirkan (primipara), hal ini baru terjadi pada minggu
ketiga atau lebih. Oleh sebab itu dua atau tiga minggu pertama merupakan periode
Universitas Sumatera Utara
-
perkenalan yang dilanjutkan dengan periode pemeliharaan yang berlangsung lama
(King, 1993).
ASI diproduksi atas hasil kerja gabungan antara hormon dan refleks. Selama
kehamilan, perubahan pada hormon berfungsi mempersiapkan jaringan kelenjar susu
untuk memproduksi ASI. Segera setelah melahirkan, bahkan mulai pada usia
kehamilan 6 bulan akan terjadi perubahan pada hormon yang menyebabkan payudara
mulai memproduksi ASI. Pada waktu bayi mulai mengisap ASI, akan terjadi dua
refleks pada ibu yang akan menyebabkan ASI keluar pada saat yang tepat dan jumlah
yang tepat pula (Bobak, 2004). Dua refleks tersebut adalah :
a. Refleks Prolaktin (Refleks Pembentukan atau Produksi ASI)
Rangsangan isapan bayi melalui serabut syaraf akan memacu hipofise anterior
untuk mengeluarkan hormon prolaktin ke dalam aliran darah. Prolaktin memacu sel
kelenjar untuk sekresi ASI. Makin sering bayi mengisap makin banyak prolaktin
dilepas oleh hipofise, makin banyak pula ASI yang diproduksi oleh sel kelenjar,
sehingga makin sering isapan bayi, makin banyak produksi ASI. Sebaliknya, jika
berkurang isapan bayi maka produksi ASI semakin kurang. Mekanisme ini disebut
mekanisme supply and demand (Neville, 1983).
b. Refleks Oksitosin (Refleks Pengaliran atau Pelepasan ASI / Let Down Reflex)
Setelah diproduksi oleh sumber pembuat susu, ASI akan dikeluarkan dari
sumber pembuat susu dan dialirkan ke saluran susu. Pengeluaran ASI ini terjadi
karena sel otot halus di sekitar kelenjar payudara mengerut sehingga memeras ASI
Universitas Sumatera Utara
-
untuk keluar. Penyebab otot-otot itu mengerut adalah suatu hormon yang dinamakan
oksitoksin.
Rangsangan isapan bayi melalui serabut syaraf memacu hipofise posterior
untuk melepas hormon oksitosin dalam darah. Oksitosin memacu sel-sel myoepithel
yang mengelilingi alveoli dan duktuli untuk berkontraksi, sehingga mengalirkan ASI
dari alveoli ke duktuli menuju sinus dan puting. Dengan demikian sering menyusui
penting untuk pengosongan payudara agar tidak terjadi engorgement (payudara
bengkak), tetapi justru memperlancar pengaliran ASI.
Hal penting adalah bahwa bayi tidak akan mendapatkan ASI cukup bila hanya
mengandalkan refleks pembentukan ASI atau refleks prolaktin saja. Ia harus dibantu
refleks oksitosin. Bila refleks ini tidak bekerja maka bayi tidak akan mendapatkan
ASI yang memadai, walaupun produksi ASI-nya cukup. Refleks oksitosin lebih rumit
dibanding refleks prolaktin. Pikiran, perasaan dan sensasi seorang ibu akan sangat
memengaruhi refleks ini. Perasaan ibu dapat meningkatkan dan juga menghambat
pengeluaran oksitosin (Neville, 1983).
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan refleks let down adalah : melihat bayi,
mendengarkan suara bayi, mencium bayi, dan memikirkan bayi. Sedangkan faktor-
faktor menghambat refleks let down adalah : stress, seperti keadaan bingung/pikiran
kacau, takut dan cemas (Soetjiningsih, 1997).
2.1.2. Produksi ASI
Menurut Purwanti tahun 2004, pada bulan terakhir kehamilan kelenjar-
kelenjar pembuat ASI mulai memproduksi ASI. Apabila tidak ada kelainan, pada hari
Universitas Sumatera Utara
-
pertama sejak bayi lahir akan dapat menghasilkan 50-100 ml sehari dan jumlah akan
terus bertambah sehingga mencapai 400-450 ml pada waktu mencapai usia minggu
kedua.
Soetjiningsih (1997) menjelaskan bahwa pada hari-hari pertama biasanya ASI
belum keluar, bayi cukup disusui selama 5 menit untuk merangsang produksi ASI
dan membiasakan puting susu diisap oleh bayi. Setelah produksi ASI cukup bayi
dapat menyusu selama 10-15 menit dan jumlah ASI yang terhisap bayi pada 5 menit
pertama adalah 112 ml, 5 menit kedua 64 ml dan 5 menit terakhir hanya 15 ml.
Pada prinsipnya menyusui bayi adalah tanpa jadwal (on demand) karena bayi akan
menentukan sendiri kebutuhannya. Pada awalnya bayi akan menyusu dengan jadwal
yang tidak teratur, tetapi selanjutnya akan memiliki pola tertentu yang dilakukan
dengan frekuensi 2-3 jam sekali, sehingga sedikitnya dilakukan 7 kali menyusui
dalam sehari setelah 1-2 minggu kemudian.
Produksi ASI selama periode menyusui mengalami beberapa perubahan
dengan karakteristik dan komposisi berbeda yaitu kolostrum, ASI transisi, dan ASI
matang (mature). Kolostrum adalah cairan yang dihasilkan oleh kelenjar payudara
setelah melahirkan (4-7 hari) dengan volume 150 300 ml/hari. ASI transisi adalah
ASI yang dihasilkan setelah kolostrum (8-20 hari) dimana kadar lemak, laktosa dan
protein lebih tinggi sedangkan mineral lebih rendah. Sedangkan ASI matang adalah
ASI yang dihasilkan 21 hari setelah melahirkan dengan volume bervariasi yaitu 300
850 ml/hari tergantung pada besarnya stimulasi saat laktasi (Purwanti, 2004).
Universitas Sumatera Utara
-
Untuk menilai produksi ASI dapat merujuk pada volume ASI yang
dikeluarkan oleh payudara. ASI yang telah diproduksi disimpan di dalam gudang
ASI. Selanjutnya ASI dikeluarkan dari payudara kemudian dialirkan ke bayi.
Banyaknya ASI yang dikeluarkan oleh payudara dan diminum oleh bayi, diasumsikan
sama dengan produksi ASI (Lawrence A., 2004 dalam Soetjiningsih, 1997).
Penilaian terhadap produksi ASI dapat menggunakan beberapa kriteria
sebagai acuan untuk mengetahui keluarnya ASI dan jumlahnya mencukupi bagi bayi
pada 2- 3 hari pertama kelahiran, diantaranya adalah sebelum disusui payudara ibu
terasa tegang, ASI yang banyak dapat keluar dari puting dengan sendirinya,
sedangkan ASI yang kurang dapat dilihat saat stimulasi pengeluaran ASI dan ASI
yang keluar hanya sedikit, bayi baru lahir yang cukup mendapatkan ASI maka BAK-
nya selama 24 jam minimal 6-8 kali, warna urin kuning jernih, jika ASI cukup setelah
menyusu maka bayi tertidur atau tenang selama 2- 3 jam (Bobak, 2004).
Indikator lain untuk melihat bahwa produksi ASI mencukupi bagi bayi adalah
karakteristik dari BAB bayi. Pada 24 jam pertama bayi mengeluarkan BAB yang
berwarna hijau pekat, kental dan lengket, yang dinamakan dengan mekonium, BAB
ini berasal dari saluran pencernaan bayi, serta cairan amnion (Hockenberry, 2009
dalam Purnama, 2013).
Pola eliminasi bayi tergantung dari intake yang bayi dapatkan. Bayi yang
meminum ASI, umumnya pola BAB-nya 2-5 kali perhari. BAB yang dihasilkan
adalah berwarna kuning keemasan, tidak terlalu encer dan tidak terlalu pekat,
Universitas Sumatera Utara
-
sedangkan bayi yang mendapatkan susu formula, umumnya pola BAB-nya hanya 1
kali sehari dan BAB berwarna putih pucat (Matteson, 2001 dalam Purnama, 2013).
Pengukuran volume ASI dapat juga dilakukan dengan cara lain yaitu:
a. Memerah ASI dengan Tangan
Memerah ASI dengan tangan disebut juga dengan teknik Marmet. Dengan
pijitan dua jari sendiri, ASI bisa keluar lancar dan membutuhkan waktu sekitar 15
menit pada masing-masing payudara. Cara ini sering disebut juga dengan back to
nature karena caranya sederhana, lebih mudah, lebih cepat dan tidak membutuhkan
biaya. Caranya adalah menyiapkan wadah bersih yang siap pakai untuk
mengumpulkan ASI dan menempatkan tangan ibu di salah satu payudara, tepatnya di
tepi areola untuk melakukan masase ringan dan meregangkan puting sedikit untuk
memungkinkan hormon mengalir. Posisi ibu jari terletak berlawanan dengan jari
telunjuk. Tekan tangan ke arah dada, lalu dengan lembut tekan ibu jari dan telunjuk
bersamaan. Pertahankan agar jari tetap di tepi areola, jangan sampai menggeser ke
puting. Ulangi secara teratur untuk memulai aliran susu. Putar perlahan jari di
sekeliling payudara agar seluruh saluran susu dapat tertekan. Ulangi pada sisi
payudara lain, dan jika diperlukan, pijat payudara di antara waktu-waktu pemerasan.
Ulangi pada payudara pertama, kemudian lakukan lagi pada payudara kedua. Letakan
wadah penampung yang sudah disterilkan di bawah payudara yang diperas, kemudian
diukur menggunakan gelas ukur (Cadwell, 2012).
Universitas Sumatera Utara
-
b. Pemompa ASI
Cara menampung atau mengukur ASI yang paling baik dan efektif dengan
menggunakan alat pemompa ASI elektrik namun harganya relatif mahal. Ada cara
lain yang lebih terjangkau yaitu piston atau pompa berbentuk suntikan. Prinsip kerja
alat ini memang seperti suntikan, hingga memiliki keunggulan, yaitu setiap jaringan
pompa mudah sekali dibersihkan dan tekanannya bisa diatur. Pompa-pompa yang ada
di Indonesia jarang berbentuk suntikan, lebih banyak berbentuk squeeze and bulb.
Bentuk squeeze and bulb tidak dianjurkan oleh banyak ahli ASI. Karena pompa
seperti ini sulit dibersihkan bagian bulb-nya (bagian belakang yang bentuknya
menyerupai bohlam) karena terbuat dari karet hingga tak bisa disterilisasi. Selain itu,
tekanannya tak bisa diatur, hingga tak bisa sama/rata (Maryunani, 2012).
2.1.3. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Produksi ASI
Faktor-faktor yang memengaruhi produksi ASI antara lain : (1) persiapan fisik
dan mental yang baik dari ibu dan memahami manajemen laktasi hingga ibu benar-
benar termotivasi untuk menyusui, (2) isapan segera bayi baru lahir dapat segera
merangsang refleks produksi ASI dan pengeluaran ASI, (3) rawat gabung ibu dengan
bayi memungkinkan ibu melakukan pemberian ASI sesering mungkin untuk
meningkatkan produksi ASI (on deman feeding) dan bukan dijadwal (scheduled), (4)
perawatan puting susu semasa hamil mulai enam minggu terakhir kehamilan
membantu puting susu menonjol keluar sehingga memudahkan bayi untuk menyusu,
(5) pengosongan payudara setiap kali menyusui penting dilakukan agar produksi ASI
Universitas Sumatera Utara
-
tetap lancar, (6) keadaan gizi ibu semasa hamil memengaruhi kelancaran produksi
ASI (Rahmah, 2005).
Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh makanan yang di makan ibu, faktor
psikis dan isapan bayi. Apabila ibu makan secara teratur dan cukup mengandung gizi
yang diperlukan dapat meningkatkan produksi ASI, karena kelenjar pembuat ASI
tidak dapat bekerja dengan sempurna tanpa makanan yang cukup. Kejiwaan ibu yang
selalu dalam keadaan tertekan, sedih, kurang percaya diri dan berbagai bentuk
ketegangan emosional akan menurunkan volume ASI bahkan tidak akan terjadi
produksi ASI. Isapan bayi juga akan merangsang otot polos payudara untuk
berkontraksi yang kemudian merangsang susunan saraf disekitarnya dan meneruskan
rangsangan ini ke otak. Otak akan memerintahkan kelenjar hipofise posterior untuk
mengeluarkan hormon pituitari lebih banyak, sehingga kadar hormon estrogen dan
progesteron yang masih ada menjadi lebih rendah. Pengeluaran hormon pituitari yang
lebih banyak akan memengaruhi kuatnya kontraksi otot-otot polos payudara dan
uterus. Kontraksi otot otot polos payudara berguna mempercepat pembentukan ASI,
sedangkan kontraksi otot otot polos uterus berguna untuk mempercepat involusi
(Rahayu, 2012).
2.2. Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
Inisiasi menyusu dini adalah pemberian air susu ibu yang dimulai segera
setelah bayi lahir. Setelah tali pusat dipotong, bayi diletakkan tengkurap didada ibu
dengan kulit bayi melekat pada kulit ibu. Bayi dibiarkan kontak kulit ke kulit dengan
Universitas Sumatera Utara
-
ibunya dan menetap selama setidaknya 1 jam bahkan lebih sampai bayi dapat
menyusu sendiri / tidak disodorkan ke puting susu ibunya (Depkes RI, 2012).
Inisiasi menyusu dini (early initiation) menurut Roesli tahun 2012 adalah
permulaan kegiatan menyusu dalam satu jam pertama setelah bayi lahir. Inisiasi
menyusu dini juga biasa diartikan sebagai cara bayi menyusu dengan usaha sendiri
dengan kata lain menyusu bukan disusui. Cara bayi melakukan inisiasi menyusui dini
dinamakan The Best Crawl atau merangkak mencari payudara.
Inisiasi menyusu dini dalam satu jam kelahiran adalah salah satu dari sepuluh
langkah untuk sukses menyusui yang menjadi dasar WHO/UNICEF yang
diimplementasikan pada program baby friendly hospital initiatif (BFHI) pada tahun
2009 di Geneva. Sepuluh langkah menuju keberhasilan menyusui menurut WHO
tersebut adalah : 1) menetapkan kebijakan peningkatan pemberian air susu ibu yang
secara rutin dikomunikasikan kepada semua petugas; 2) melakukan pelatihan bagi
petugas untuk menerapkan kebijakan tersebut; 3) memberikan penjelasan kepada ibu
hamil tentang manfaat menyusui dan tatalaksananya dimulai sejak masa kehamilan,
masa bayi lahir, sampai umur 2 tahun; 4) membantu ibu mulai menyusui bayinya
dalam 60 menit setelah melahirkan di ruang bersalin; 5) membantu ibu untuk
memahami cara menyusui yang benar dan cara mempertahankan menyusui meski ibu
dipisah dari bayi atas indikasi medis; 6) tidak memberikan makanan atau minuman
apapun selain ASI kepada bayi baru lahir; 7) melaksanakan rawat gabung dengan
mengupayakan ibu bersama bayi 24 jam sehari; 8) membantu ibu menyusui semau
bayi semau ibu, tanpa pembatasan terhadap lama dan frekuensi menyusu; 9) Tidak
Universitas Sumatera Utara
-
memberikan dot atau kempeng kepada bayi yang diberi ASI; 10) mengupayakan
terbentuknya Kelompok Pendukung ASI di masyarakat dan merujuk ibu kepada
kelompok tersebut ketika pulang dari Rumah Sakit/Rumah Bersalin/Sarana Pelayanan
Kesehatan.
Proses menyusu pada bayi baru lahir merupakan keterpaduan antara tiga
refleks yaitu refleks mencari (Rooting refleks), refleks mengisap (Sucking refleks),
refleks menelan (Swallowing refleks) dan bernafas. Bayi baru lahir yang langsung
dibiarkan menyusu secara dini memiliki refleks menyusu lebih baik. Apabila
dilakukan tindakan terlebih dahulu seperti ditimbang, diukur atau dimandikan, refleks
menyusu akan hilang 50%, apalagi langsung dipisahkan dari ibunya, maka refleks
menyusu akan hilang 100%. Dengan inisiasi menyusu dini akan mencegah
terlewatnya refleks menyusu dan meningkatkan refleks menyusu secara optimal
(Gupta, 2007).
Penelitian yang dilakukan oleh Mashudi tahun 2011, juga menunjukkan
bahwa bayi yang begitu lahir dilakukan teknik IMD pada usia 50 menit mampu
menyusu lebih baik, sedangkan bayi yang tidak dilakukan teknik IMD pada usia yang
sama 50 % tidak dapat menyusu dengan baik. Pada usia enam bulan dan setahun, bayi
yang diberi kesempatan menyusu dini, hasilnya 59% dan 38% yang masih disusui.
Sedangkan bayi yang tidak diberi kesempatan menyusu dini pada usia yang sama
tinggal 29% dan 8% yang masih disusui. Dengan begitu IMD merupakan langkah
awal untuk keberhasilan ASI eksklusif .
Universitas Sumatera Utara
-
2.2.1. Manfaat Inisiasi Menyusui Dini bagi Produksi ASI
Inisiasi menyusu dini merupakan cara yang efektif untuk merangsang
payudara agar lebih cepat memproduksi susu yang sudah dibuktikan oleh beberapa
penelitian. Penundaan proses menyusu pada beberapa jam postpartum dapat
mengahalangi keberhasilan menyusui (Roesli, 2012).
Menurut Bystrova dkk tahun 2007, isapan dini pada payudara menunjukkan
pengaruh positif terhadap produksi ASI terlepas dari berapapun jumlah paritasnya.
Pada primigravida ataupun multigravida yang menyusui dalam 2 jam pertama
persalinan mendapatkan jumlah air susu lebih banyak sampai hari keempat persalinan
dibandingkan yang tidak melakukannya. Banyaknya jumlah ASI yang diproduksi ini
dapat membantu keberhasilan ASI eksklusif.
Nakao dkk tahun 2008, menemukan manfaat dilakukannya inisiasi menyusu
dini melalui penelitiannya yaitu dapat mempertahankan lamanya menyusui oleh
karena produksi ASI yang memadai. Penelitian yang dilakukan pada 318 ibu yang
berpartisipasi dalam pemeriksaan fisik bayi mereka yang berusia empat bulan di
Nagasaki Jepang, menunjukkan hubungan yang signifikan antara waktu pertama
menyusui setelah lahir dikaitkan dengan proporsi ibu menyusui secara penuh selama
mereka tinggal di klinik/rumah sakit (p = 0,006), pada satu bulan (p = 0,004) dan
pada empat bulan setelah kelahiran (p = 0,003).
Wulandari (2009) dalam penelitiannya menemukan ibu yang dilakukan
tindakan IMD pada persalinannya ternyata menunjukkan produksi ASI dengan
kategori cukup mencapai 100 %. Ada hubungan antara IMD (P
-
produksi ASI. Sentuhan dari bayi juga merangsang hormon lain yang membuat ibu
menjadi tenang, relaks dan mencintai bayi, serta merangsang pengaliran ASI dari
payudara.
Melalui sentuhan, isapan dan jilatan bayi pada puting susu ibu akan
merangsang pengeluaran hormon oksitosin secara signifikan yang merangsang
kontraksi rahim, produksi susu untuk memastikan pemberian ASI dalam waktu satu
jam setelah melahirkan dan memberikan manfaat sekaligus bagi ibu dan bayi.
Oksitosin merangsang pengaliran ASI dari payudara dan merangsang hormon lain
yang membantu ibu menjadi lebih tenang, rileks, euphoria, meningkatkan ambang
rasa nyeri, dan mencintai bayinya. (Gupta, 2007).
Menurut Vinther tahun 1997, refleks oksitosin membuat ASI mengalir dan
berkumpul di areola di belakang puting susu. Ketika bayi menyusu, sentuhan mulut
bayi pada puting susu dan areola merangsang kelenjar pituitary posterior yang
menghasilkan oksitosin ke dalam peredaran darah. Hal ini menyebabkan sel mioepitel
sekitar pabrik susu terangsang untuk menghasilkan susu. Semakin cepat dan sering
puting susu mendapatkan rangsangan maka akan semakin cepat menghasilkan ASI
dan meningkatkan produksi ASI.
2.2.2. Langkah-Langkah Inisiasi Menyusu Dini
Menurut Roesli tahun 2012, inisiasi menyusu dini dilakukan segera setelah
bayi lahir dan menangis, bayi diletakkan di perut ibu, kemudian seluruh tubuh bayi
dikeringkan termasuk kepala dengan secepatnya kecuali kedua tangannya. Tali pusat
dipotong, lalu diikat. Verniks (zat lemak putih) yang melekat di tubuh bayi sebaiknya
Universitas Sumatera Utara
-
tidak dibersihkan karena zat ini membuat nyaman kulit bayi. Tanpa dibedong, bayi
langsung ditengkurapkan di dada atau perut ibu dengan kontak kulit bayi dan kulit
ibu. Ibu dan bayi diselimuti bersama-sama. Jika perlu, bayi diberi topi untuk
mengurangi pengeluaran panas dari kepalanya. Jika belum menemukan puting
payudara ibunya dalam satu jam, biarkan kulit bayi tetap bersentuhan dengan kulit
ibunya sampai berhasil menyusu pertama. Bayi dipisahkan dari ibunya untuk
ditimbang, diukur, dan dicap setelah satu jam menyusu awal. Ibu dan bayi dirawat
gabung dalam satu kamar. Selama 24 jam ibu dan bayi tetap tidak dipisahkan dan
bayi selalu dalam jangkauan ibu.
2.2.3. Mekanisme Menyusu
Menurut Soetjiningsih tahun 1997 bayi yang sehat mempunyai tiga refleks
intrinsik yang diperlukan untuk berhasil menyusu seperti :
a. Rooting reflex, yaitu refleks mencari puting. Bila pipi bayi disentuh, ia akan
menoleh ke arah sentuhan. Bila bibir bayi disentuh ia akan membuka mulut dan
berusaha untuk mencari puting untuk menyusu. Lidah keluar dan melengkung
menangkap puting dan areola.
b. Suckling reflex, yaitu refleks menghisap. Refleks terjadi karena rangsangan puting
pada pallatum durum bayi bila aerola masuk ke dalam mulut bayi. Areola dan
puting tertekan gusi, lidah dan langit-langit, sehingga menekan sinus laktiferus
yang berada di bawah areola. Selanjutnya terjadi gerakan peristaltik yang
mengalirkan ASI keluar atau ke mulut bayi.
Universitas Sumatera Utara
-
c. Swallowing reflex, yaitu refleks menelan ASI dalam mulut bayi menyebabkan
gerakan otot menelan. Pada bulan-bulan terakhir kehamilan sering ada sekresi
kolostrum pada payudara ibu hamil.
Pada saat ASI keluar dari puting susu, akan disusul dengan gerakan mengisap
yang ditimbulkan oleh otot-otot pipi, sehingga pengeluaran air susu bertambah dan
diteruskan dengan mekanisme menelan masuk ke lambung. Keadaan yang berbeda
akan terjadi pada bayi yang diberi susu botol dimana rahang mempunyai peranan
sedikit didalam menelan dot botol, sebab susu dengan mudah mengalir dari lubang
dot. Dengan adanya gaya berat yang disebakan oleh posisi botol yang dipegang ke
arah bawah dan selanjutnya dengan adanya isapan pipi, kesemuanya ini akan
membantu aliran susu, sehingga tenaga yang diperlukan oleh bayi untuk mengisap
susu menjadi minimal.
Kebanyakan bayi-bayi yang masih baru belajar menyusu pada ibunya,
kemudian dicoba dengan susu botol secara bergantian, maka bayi tersebut akan
menjadi bingung puting (nipple confusion). Sehingga sering bayi menyusu pada
ibunya dengan cara menyusu seperti mengisap dot botol. Keadaan ini berakibat
kurang baik dalam pengeluaran ASI. Oleh karena itu jika terpaksa bayi tidak bisa
langsung disusui oleh ibunya pada awal kehidupan, sebaiknya bayi diberi minum
melalui sendok, cangkir atau pipet tetes, sehingga bayi tidak mengalami bingung
puting (Neifert, 1995 dalam Soetjiningsih 1997).
Universitas Sumatera Utara
-
2.2.4. Tahapan Perilaku Bayi pada saat Proses Inisiasi Menyusu Dini
Menurut Roesli (2012), jika bayi baru lahir segera dikeringkan dan diletakkan
di perut ibu dengan kontak kulit ke kulit dan tidak dipisahkan dari ibunya setidaknya
satu jam, semua bayi akan melalui lima tahapan perilaku (pre-feeding behaviour)
sebelum ia berhasil menyusu diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Dalam 30 menit pertama; stadium istirahat/diam tidak bergerak. Sesekali matanya
terbuka lebar melihat ibunya. Masa tenang yang istimewa ini merupakan
penyesuaian peralihan dari keadaan dalam kandungan ke keadaan di luar
kandungan. Bonding (hubungan kasih sayang ) ini merupakan dasar pertumbuhan
bayi dalam suasana aman yang dapat meningkatkan kepercayaan diri ibu terhadap
kemampuan menyusui dan mendidik bayinya.
b. Antara 30-40 menit; Mengeluarkan suara, gerakan mulut seperti mau minum,
mencium, dan menjilat tangan. Bayi mencium dan merasakan cairan ketuban yang
ada ditangannya. Bau ini sama dengan bau cairan yang dikeluarkan payudara ibu.
Bau dan rasa ini akan membimbing bayi untuk menemukan payudara dan puting
susu ibu.
c. Mengeluarkan air liur; saat menyadari bahwa ada makanan di sekitarnya, bayi
mulai mengeluarkan air liurnya.
d. Bayi mulai bergerak ke arah payudara; Areola sebagai sasaran, dengan kaki
menekan perut ibu. Ia menjilat-jilat kulit ibu, menghentakan-hentakkan kepala ke
dada ibu, menoleh ke kanan dan kiri, serta menyentuh dan meremas daerah puting
susu dan sekitarnya dengan tangannya.
Universitas Sumatera Utara
-
e. Menemukan, menjilat, membuka mulut lebar, mengulum puting, dan melekat
dengan baik.
UNICEF (2007) menyebutkan inisiasi menyusu dini disebut juga sebagai
proses Breast crawl. Dalam sebuah publikasi yang berjudul Breast Crawl: A
Scientific Overview, ada beberapa hal yang menyebabkan bayi mampu menemukan
sendiri puting Ibunya, dan mulai menyusui, yaitu:
a. Sensory Inputs
Indera yang terdiri dari penciuman; terhadap bau khas Ibunya setelah
melahirkan, penglihatan; karena bayi baru dapat mengenal pola hitam putih, bayi
akan mengenali puting dan wilayah areola ibunya karena warna gelapnya. Berikutnya
adalah indera pengecap; bayi mampu merasakan cairan amniotic yang melekat pada
jari-jari tangannya, sehingga bayi pada saat baru lahir suka menjilati jarinya sendiri.
Kemudian, dari indera pendengaran; sejak dari dalam kandungan suara ibu adalah
suara yang paling dikenalnya. Dan yang terakhir dari indera perasa dengan sentuhan;
sentuhan kulit-ke-kulit antara bayi dengan ibu adalah sensasi pertama yang memberi
kehangatan, dan rangsangan lainnya.
b. Central Component
Otak bayi yang baru lahir sudah siap untuk segera mengeksplorasi
lingkungannya, dan lingkungan yang paling dikenalnya adalah tubuh ibunya.
Rangsangan ini harus segera dilakukan, karena jika terlalu lama dibiarkan, bayi akan
kehilangan kemampuan ini. Inilah yang menyebabkan bayi yang langsung dipisah
Universitas Sumatera Utara
-
dari ibunya, akan lebih sering menangis daripada bayi yang langsung ditempelkan ke
tubuh ibunya.
c. Motor Outputs
Bayi yang merangkak di atas tubuh ibunya, merupakan gerak yang paling
alamiah yang dapat dilakukan bayi setelah lahir. Selain berusaha mencapai puting
ibunya, gerakan ini juga memberi banyak manfaat untuk sang Ibu, misalnya
mendorong pelepasan plasenta dan mengurangi pendarahan pada rahim Ibu.
Tidak semua ibu dapat melakukan inisiasi menyusu dini. Bayi dan ibu yang
dapat melakukan inisiai menyusu dini harus memenuhi syarat/kriteria sebagai berikut
: a) lahir spontan, baik presentasi kepala maupun bokong, b) bila lahir dengan
tindakan, maka inisiasi menyusu dini dilakukan setelah bayi cukup sehat, dan refleks
mengisap baik, c) bayi yang lahir dengan sectio cesarea dengan anestesia umum,
inisiasi menyusu dini dilakukkan segera setelah kondisi ibu dan bayi stabil, d) bayi
tidak asfiksia setelah lima menit pertama (nilai apgar minimal 7), e) umur 37 minggu
atau lebih, f) berat lahir 2500 gram atau lebih, f) tidak terdapat tanda-tanda infeksi
intrapartum, h) bayi dan ibu sehat.
Jika tidak memenuhi kriteria diatas, maka inisiasi menyusu dini tidak bisa
dilakukan misalnya pada : a) bayi yang prematur, b) bayi berat lahir kurang dari
2000-2500 gram, c) bayi dengan sepsis, d) bayi dengan gangguan nafas, e) bayi
dengan cacat bawaan berat, f) ibu dengan infeksi berat.
Universitas Sumatera Utara
-
2.3. Asupan Gizi saat Hamil
Asupan gizi selama kehamilan sangat penting karena tidak hanya berpengaruh
pada kesehatan ibu dan bayinya selama kehamilan tetapi juga memberikan dampak
langsung pada proses laktasi (WHO, 1998). Oleh karena itu persiapan ibu untuk masa
menyusui sudah harus dimulai sejak awal kehamilan. Banyaknya perubahan tubuh
yang terjadi selama kehamilan termasuk membesarnya payudara untuk
mempersiapkan penyediaan air susu ibu, tentu saja perlu disertai dengan bantuan
asupan makanan yang bergizi. Asupan makanan dapat memenuhi kebutuhan zat gizi
dalam ASI, untuk memproduksi ASI dan untuk kesehatan ibu sendiri. (Almatsier,
2011).
Selama kehamilan, ada kecenderungan peningkatan massa jaringan adiposa
pada wanita hamil untuk persiapan menyusui. Sintesis asam lemak pada jaringan
adiposa meningkat selama kehamilan dan menurun selama menyusui. Selama
menyusui, tempat penyimpanan (jaringan adiposa) ini digunakan untuk menyediakan
keperluan untuk sintesis susu. Kekurangan makanan pada tahap ini memiliki tiga efek
yang terjadi pada kelenjar payudara, yaitu : 1) malagizi akut dan kronis diperkirakan
dapat mengurangi volume dan produksi ASI, 2) malagizi akut menurunkan sintesis
asam lemak oleh kelenjar payudara yang mengakibatkan pemanfaatan cadangan
lemak tubuh terhadap sintesis trigliserida menjadi terganggu, 3) ibu hamil dengan
malagizi terbukti mengurangi pertumbuhan jaringan payudara yang tentu saja akan
mengganggu produksi ASI (Neville, 1983).
Universitas Sumatera Utara
-
Menurut Badriah (2011), status gizi ibu yang kurang pada saat menyusui tidak
berpengaruh besar terhadap mutu ASI, tetapi pada volumenya. Kondisi ini karena
proses pembentukan ASI sudah dimulai sejak kehamilan, sehingga gizi pada masa
kehamilan pun turut berpengaruh. Asupan energi ibu menyusui yang kurang dari
1500 kalori per hari dapat menurunkan produksi ASI sebesar 15%. Ibu dengan
masalah gizi kurang tetap mampu memproduksi ASI secara normal, namun jika gizi
kurang ini berlangsung berkepanjangan dapat memengaruhi beberapa zat gizi yang
terdapat pada ASI. Kuantitas komponen imun dalam ASI pun akan menurun seiring
memburuknya status gizi ibu.
Untuk mengevaluasi apakah produksi ASI dapat ditingkatkan dengan
meningkatkan asupan makanan. Secara acak, percobaan suplementasi diberikan pada
102 orang ibu menyusui di Guatemala. Subjek penelitian adalah ibu menyusui yang
mengalami malagizi, yang diketahui melalui nilai lingkar betis mereka yang rendah
dan berat badan bayi saat lahir yang rendah. Suplemen energi tinggi dan rendah
diberikan selama 5 sampai 25 minggu laktasi. Data dianalisis untuk mengukur
signifikansi varians pada peningkatan lingkar betis dari nilai awal untuk setiap
variabel hasil dengan uji statistik satu arah. Penelitian ini dapat menyimpulkan bahwa
produksi ASI dan durasi menyusui secara eksklusif pada wanita yang mengalami
malagizi dapat ditingkatkan dengan pemberian makanan tambahan (Cossio, 1998).
Penelitian Siregar (2004) mengatakan ibu yang kekurangan gizi akan
mengakibatkan menurunnya jumlah ASI dan akhirnya berhenti. Hal ini disebabkan
pada masa kehamilan jumlah pangan yang dikonsumsi ibu tidak memungkinkan
Universitas Sumatera Utara
-
untuk menyimpan cadangan lemak dalam tubuhnya, yang kelak akan digunakan
sebagai salah satu komponen ASI dan sebagai sumber energi selama menyusui.
Menurut International of medicine (IOM) tahun 1990, secara umum cadangan
lemak selama kehamilan dibutuhkan untuk proses laktasi yang optimal. Walaupun
pada beberapa penelitian hanya menemukan hubungan yang sedikit antara produksi
ASI dengan status gizi ibu saat laktasi. Dalam penelitian yang dilakukan di Amerika,
bahwa berat badan selama hamil tidak berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas
ASI. Timbunan lemak tubuh bukan merupakan prasyarat untuk keseimbangan
produksi ASI. Penelitian lain yang juga tidak mendukung hipotesis bahwa cadangan
lemak tubuh selama kehamilan sangat berpengaruh terhadap proses laktasi adalah
penelitian yang dilakukan pada ibu menyusui di Swedia, dimana rerata penambahan
berat badan selama kehamilannya adalah 13.8 kg, termasuk jumlah substansi lemak
tubuhya sebesar 5.8 kg namun seluruh lemak tubuhnya tidak berubah selama 2 bulan
pertama menyusui dan produksi ASI serta komposisinya tetap normal.
Begitu juga penelitian yang dilakukan oleh Steenbergen dkk tahun 1989 di
Indonesia, yang menguji pengaruh suplementasi makanan selama kehamilan pada
volume ASI pada saat pasca persalinan juga menunjukkan hasil yang bertolak
belakang. Dalam penelitian ini 53 orang wanita, diberikan suplemen kalori tingkat
tinggi (465 kkal / hari) selama trimester terakhir kehamilan ternyata tidak
menghasilkan lebih banyak susu daripada 55 perempuan diberi suplemen energi
tingkat rendah (52 kkal / hari).
Universitas Sumatera Utara
-
Menurut WHO/UNICEF (1989), asupan makanan pada ibu umumnya tidak
akan meningkatkan berapa banyak ASI yang bisa ia hasilkan dalam sehari, namun
status gizi nya sebelum dan selama hamil sangat penting dampaknya untuk komposisi
ASI. Jika seorang ibu khawatir apakah dia bisa memberikan ASI yang cukup pada
bayinya, ini dapat dinilai dengan memastikan bahwa bayi tersebut buang air kecil
setidaknya 5-7 kali sehari, dan memproduksi kotoran sesuai dengan umur dan diet.
Ibu harus tahu bahwa memakan makanan yang cukup, memperbanyak variasi
makanan, dan meningkatkan frekuensi menyusui siang dan malam, akan mendukung
dan meningkatkan produksi ASI-nya.
2.3.1. Kebutuhan Makanan bagi Ibu Hamil
Menurut Simanjuntak tahun 2005, kebutuhan tambahan gizi pada ibu hamil
untuk mendapat makanan tambahan setiap hari harus benar benar diperhitungkan
guna mencegah malagizi, serta menghindarkan bayi dengan berat badan lahir rendah.
Demikian juga selama periode menyusui, ibu harus mendapatkan makanan tambahan
karena selama 6 bulan pertama sesudah kelahiran, di mana air susu ibu merupakan
sumber makanan tunggal pertama bagi bayi, jumlah dan kualitas ASI yang dihasilkan
harus tetap cukup sesuai dengan kebutuhan bayi yaitu sekitar 850cc per hari. Adapun
makanan yang sangat dianjurkan pada masa kehamilan adalah : susu, telur, sayur,
buah, mentega, margarin, serta vitamin, terutama vitamin A, D dan C.
Untuk lebih lengkapnya, kebutuhan makanan bagi ibu hamil dapat dilihat
melalui tabel di bawah ini :
Universitas Sumatera Utara
-
Tabel 2.1 Daftar Kebutuhan Makanan Bagi Ibu Hamil
Nama Bahan Berat Ukuran Rumah Tangga Beras Daging Tempe Sayuran Buah Susu Gula Minyak Selingan
300 75 75 300 200 200 10 25 2X
4 gelas nasi 3 potong sedang 3 potong kecil 3 gelas 2 potong 1 gelas 1 sendok makan 5 sendok makan
Nilai gizi : Kalori : 2500 Protein : 85 Lemak: 82 H.A : 41
Sumber : Daftar Komposisi Bahan Makanan 2012, DepKes RI
Menurut WHO (1998), kebutuhan gizi ibu saat hamil meningkat dibandingkan
saat tidak hamil oleh karena selama kehamilan sejumlah adaptasi metabolik dan
fungsional terjadi, khususnya dalam mekanisme pemanfaatan energi. Peningkatkan
asupan lemak di akhir kehamilan sangat dianjurkan oleh karena kebutuhan energi
yang semakin tinggi dan untuk persiapan laktasi. Asupan energi seorang ibu hamil
harus disesuaikan dengan kegiatan fisik untuk mendapatkan status gizi yang baik.
Pada ibu yang gizi buruk, peningkatkan asupan energi harus lebih besar dibandingkan
ibu yang status gizinya sudah baik. Namun demikian pada ibu yang status gizinya
sudah baik dan sehat tidak perlu ada peningkatan yang signifikan dalam asupan
energi karena dapat menyebabkan bayi terlalu besar. Penambahan berat badan selama
hamil secara umum menunjukkan adanya asupan dan status gizi yang baik, dan
sebagai pedoman dalam pengawasan akan kecukupan gizi ibu hamil agar status gizi
janinnya juga baik.
Universitas Sumatera Utara
-
Total penambahan berat badan ibu hamil selama kehamilan yang
direkomendasikan dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2.2. Total Penambahan Berat Badan Selama Kehamilan yang Direkomendasikan dengan Menggunakan Indeks Massa Tubuh
Indeks Massa Tubuh pada
Ibu Hamil Penabahan Berat Badan
Total Dalam Kg Rerata Penambahan
Dalam Kg per Minggu Berat di bawah normal
(
-
disimpan dalam bentuk glikogen. Untuk menghasilkan energi dibutuhkan
metabolisme dari zat gizi makro yaitu dari karbohidrat, protein dan lemak. Dengan
kata lain untuk meningkatkan produksi ASI asupan energi yang berasal dari zat gizi
makro tersebut harus diperhatikan.
Nutrisi dan gizi yang baik sangat dibutuhkan bagi seorang ibu hamil. Karena
makanan yang dikonsumsi ibu bukanlah untuk ibu sendiri tetapi diasup pula oleh
bayi. Sehingga seorang ibu hamil wajib memperhatikan kebutuhan gizinya. Informasi
Angka kecukupan kebutuhan gizi penting selama masa hamil dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 2.3. Angka Kecukupan Gizi pada Ibu tidak Hamil dan Hamil
Zat Gizi Ibu
tidak Hamil
Ibu Hamil (Tambahan)
Trimester Sumber Makanan
I II III
Energi (kkal) 1900 180 300 300 Padi-padian, jagung, umbi-umbian, mi, roti.
Karbohidrat (gram) 323 25 41 41
beras, jagung, oat, serealia lainnya, umbi-umbian, tepung, gula, madu, buah dengan kadar air rendah (pisang, kurma dan lain lain) dan aneka produk turunannya.
Protein (gram) 50 17 17 17
Daging, ikan, telur, kacang-kacangan, tahu,tempe.
Lemak (gram) 60 6 10 10
lemak/gajih dan minyak, buah berlemak (alpokat),biji berminyak (biji wijen, bunga matahari dan kemiri), santan, coklat, kacang-kacangan dengan kadar air rendah (kacang tanah dan kacang kedele), dan aneka pangan produk turunnanya.
Universitas Sumatera Utara
-
Tabel 2.3. (Lanjutan)
Zat Gizi Ibu
Tidak Hamil
Ibu Hamil (Tambahan)
Trimester Sumber Makanan
I II III
Kalsium (mg) 800 150 150 150 Susu, ikan teri, kacang-kacangan, sayuran hijau. Zat besi (mg) 26 0 9 13 Daging, hati, sayuran hijau.
Vit. A (SI) 500 300 300 300 Hati, kuning telur, sayur dan buah berwarna hijau dan kuning kemerahan.
Vit. B1 (mg) 1 0.3 0.3 0.3 Biji-bijian, padi- padian, kacang-kacangan, daging. Vit. B12
(mg) 2.4 0.2 0.2 0.2 Hati, telur, sayur, kacang-kacangan.
Vit. B6 (mg) 1.3 0.4 0.4 0.4 Hati, daging, ikan, biji-bijian, kacang-kacangan. Vit. C (mg) 75 10 10 10 Buah dan sayur.
Sumber : Hardiansyah, dkk., 2013
2.3.3. Penilaian Asupan Gizi
Menurut Yuniastuti (2008) penilaian asupan gizi yang dikonsumsi individu
dikelompokkan menjadi :
a. Food Recall, mengingat makanan yang dimakan selama 24 jam sebelum dilakukan
wawancara. Pewawancara dianjurkan adalah seorang ahli gizi yang terlatih
dalam teknik interview. Jumlah makanan dan minuman yang dikonsumsi
diperkirakan dan dihitung dangan ukuran rumah tangga kemudian dikonversikan
ke dalam ukuran gram.
b. Food Record, pencatatan makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh individu
dalam jangka waktu tertentu. Makanan ditimbang atau diperkirakan, biasanya
Universitas Sumatera Utara
-
dalam ukuran rumah tangga kemudian dikonversikan ke dalam ukuran gram.
Pencatatan biasanya dilakukan selama tiga , lima hingga tujuh hari.
c. Food Frequency Questionnaire, frekuensi asupan makanan dirancang untuk
memperoleh data kualitatif yang memberikan informasi tentang pola asupan
makanan. Kuesioner terdiri dari daftar bahan makanan dan frekuensi
penggunaannya, baik dalam kurun waktu sehari, seminggu, sebulan bahkan
dalam setahun.
d. Dietary History, riwayat makan yang dikonsumsi individu pada waktu lalu,
misalnya 6 bulan atau 1 tahun yang lalu. Biasanya data riwayat makanan terdiri
dari 3 komponen. Pertama menggunakan model food recall, kedua dengan
lembar cross check, yang berisi frekuensi asupan makanan yang bisa digunakan
sebagai pembanding pada model pertama. Model ketiga dengan pencatatan
makanan selama 3 hari, yang pada akhirnya akan didapatkan tentang makanan
yang dikonsumsi, frekuensinya dan kebiasaan makan.
Berdasarkan kandungan gizi yang terdapat dalam Daftar Komposisi Bahan
Makanan (DKBM) maka dapat diketahui jumlah konsumsi zat gizi dari berbagai jenis
dan kelompok pangan (Yuniastuti, 2008).
2.4. Tingkat Kecemasan pada Ibu Pascapersalinan
Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya anxiety berasal dari Bahasa Latin
angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti mencekik. Kecemasan
adalah gangguan alam perasaan yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau
Universitas Sumatera Utara
-
kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan namun tidak mengalami gangguan
dalam menilai realitas (Reality Testing Ability / RTA, masih baik). Kepribadian masih
tetap utuh (tidak mengalami keretakan kepribadian / splitting of personality), perilaku
dapat mengganggu tetapi masih dalam batas-batan normal (Hawari, 2011).
Kecemasan sebagai sesuatu emosi yang muncul dari pengalaman subjektif
individu biasanya tidak dapat dikenali secara nyata. Kecemasan dapat timbul ketika
individu menghadapi pengalaman-pengalaman baru seperti memulai pekerjaan baru
atau baru saja melahirkan bayi (Stuart & Sundeen, 1993).
Individu yang merasa berada pada suatu kondisi yang tidak jelas akan
menimbulkan kecemasan, contohnya : khawatir akan kehilangan orang yang dicintai,
perasaan-perasaan bersalah dan berdosa yang bertentangan dengan hati nurani, dan
sebagainya. Kecemasan merupakan implementasi rasa aman dari situasi yang
mengancam. Kecemasan seperti ini biasanya dialami oleh seorang wanita saat
menjalani kehamilan dan persalinan. Kebutuhan rasa aman ini menyangkut
kegelisahan dan ketakutan yang dialami oleh ibu hamil (Kartono, 1992).
Menurut Walsh (2007), ibu yang baru saja menjalani proses persalinan (pasca
persalinan) sering merasakan keletihan yang dapat menimbulkan kekhawatiran
tentang kemampuannya untuk merawat bayi oleh karena transisi perannya sebagai
seorang ibu yang baru. Keletihan dan kecemasan yang terjadi umumnya disebabkan
oleh masalah menyusui, komplikasi medis yang dialami ibu saat persalinan, depresi,
stres dan kesulitan bayi menyusu. Keadaan ini dikaitkan dengan keadaan postpartum
blues yang digambarkan sebagai perasaan sedih, rasa takut, marah atau kecemasan
Universitas Sumatera Utara
-
yang terjadi kira-kira dalam 3 hari setelah melahirkan dan biasanya menghilang
dalam 1 sampai 2 minggu. Secara defenisi postpartum blues merupakan kecemasan
yang umum terjadi namun dibatasi oleh waktu dan sifatnya yang ringan.
2.4.1. Penyebab Terjadinya Kecemasan pada Ibu Pascapersalinan
Penyebab terjadinya kecemasan pada ibu pascapersalinan masih belum jelas
hingga saat ini. Perubahan hormonal yang terjadi dengan cepat diduga menyebabkan
adanya perubahan psikologis pada ibu pascapersalinan. Ibu yang beresiko tinggi
untuk mengalami gangguan psikologis pascapersalinan menunjukkan adanya riwayat
keluarga dan riwayat depresi yang dimiliki individu dan menunjukkan gejala utama
sesaat atau setelah persalinan, perselisihan dalam keluarga dan kesulitan pada
perawatan anak yang sangat menekan (Hendrick dan Altshuler, 1998 dalam Walsh,
2007).
2.4.2. Reaksi dari Kecemasan
Calhoun dalam Safaria (2009) mengemukakan aspek-aspek kecemasan yang
dikemukakan dalam tiga reaksi yaitu sebagai berikut :
a. Reaksi emosinal, yang berkaitan dengan persepsi individu terhadap pengaruh
psikologis dari kecemasan, seperti perasaan keprihatinan, ketegangan, sedih,
mencela diri sendiri atau orang lain.
b. Reaksi kognitif, yaitu ketakutan dan kekhawatiran yang berpengaruh terhadap
kemampuan berfikir jernih sehingga mengganggu dalam memecahkan masalah
dan mengatasi tuntutan lingkungan sekitarnya.
Universitas Sumatera Utara
-
c. Reaksi fisiologis, yaitu reaksi yang ditampilkan oleh tubuh terhadap sumber
ketakutan dan kekhawatiran. Reaksi yang timbul adalah reaksi dalam bentuk
jantung berdetak lebih keras, nafas bergerak lebih cepat, tekanan darah meningkat.
2.4.3. Tingkat Kecemasan
Tingkat kecemasan menurut Sudden & Stuart adalah dibagi empat tingkatan
yaitu :
a. Cemas ringan (mild anxiety), berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan
sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan
persepsinya. Kemampuan melihat dan mendengar menjadi meningkat. Kecemasan
dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas.
b. Cemas sedang (moderate anxiety), memungkinkan seseorang untuk memusatkan
pada hal yang penting dan mengenyampingkan yang lain sehingga lahan persepsi
menyempit dan kemampuan melihat dan mendengarnya menurun. Sehingga
seseorang mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu
yang lebih terarah.
c. Cemas berat, sangat memengaruhi lahan persepsi seseorang. Seseorang cenderung
untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik dan tidak dapat berpikir
tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Orang
tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area
lain.
d. Panik, pada lahan ini sudah tertutup dan orang bersangkutan tidak dapat
melakukan apa-apa walupun sudah diarahkan. Terjadi peningkatan aktivitas
Universitas Sumatera Utara
-
motorik, penurunan kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, gangguan
persepsi, kehilangan kemampuan berfikir, secara rasional. Panik merupakan
pengalaman yang menakutkan dan bisa melumpuhkan seseorang.
2.4.4. Gejala Klinis Kecemasan
Gejala kecemasan yang bersifat akut maupun menahun (kronik) merupakan
komponen utama bagi hampir semua gangguan kejiwaan atau psyciatric disorder.
Orang dengan tipe kepribadian pencemas tidak selamanya mengeluh hal-hal yang
bersifat psikis tetapi juga disertai dengan keluhan-keluhan fisik (somatik) juga
tumpang tindih dengan kepribadian depresif, dengan kata lain batasannya sering tidak
jelas. Keluhan-keluhan yang sering dialami oleh orang yang mengalami gangguan
kecemasan antara lain : cemas, khawatir, firasat buruk, takut, banyak fikiran, mudah
tersinggung, merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut, takut sendirian,
takut pada keramaian dan banyak orang, gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang
menegangkan, gangguan konsentrasi dan daya ingat, keluhan-keluhan somatik
misalnya rasa sakit pada otot dan tulang, pendengaran berdenging, jantung berdebar,
sesak nafas, gangguan pencernaan, gangguan perkemihan, dan sakit kepala (Hawari,
2011).
Menurut Walsh (2007), Ibu yang cemas saat mengalami postpartum blues
dapat menangis tanpa terduga, mengalami kesulitan tidur, depresi, kelemahan,
suasana hati yang labil, bingung, sering lupa, gelisah, gangguan nafsu makan dan
meragukan kemampuan mereka untuk merawat bayi mereka. Beberapa wanita
biasanya mengungkapkan perasaan negatif mereka tentang bayinya.
Universitas Sumatera Utara
-
2.4.5. Alat Ukur Kecemasan
Untuk mengetahui sejauh mana derajat kecemasan apakah ringan, sedang,
berat atau berat sekali dapat digunakan alat ukur yang dibuat oleh Taylor dikenal
dengan nama Taylor Manifest Anxiety Scale (T-MAS). Alat ukur ini terdiri dari 24
kelompok gejala masing-masing dirinci lebih spesifik. Masing-masing kelompok
gejala diberi penilaian angka (skor). Skor dari ke 24 gejala tersebut, dijumlahkan,
kemudian skor diinterpretasikan sesuai dengan derajat kecemasan (Saryono, 2011).
2.4.6. Hubungan Kecemasan dengan Produksi ASI
Proses laktasi terjadi di bawah pengaruh berbagai kelenjar endokrin, terutama
hormon-hormon hipofisis yang diatur oleh hipotalamus. Hubungan yang utuh antara
hipotalamus dan hiposfise akan mengatur kadar prolaktin dan oksitosin dalam darah.
Hormon-hormon ini sangat perlu untuk pengeluaran, permulaan dan pemeliharaan
persediaan air susu selama menyusui. Proses menyusui secara fisiologis memerlukan
pembuatan dan pengeluaran air susu dari alveoli ke sistem duktus yang disebut
refleks let down. Bila terdapat kecemasan / stress pada ibu yang menyusui maka akan
terjadi suatu blokade dari refleks let down. Hal ini disebabkan oleh karena adanya
pelepasan dari adrenalin (epinefrin) dan kortisol yang menyebabkan penyempitan
(vasokonstriksi) dari pembuluh darah alveoli. Akibat dari tidak sempurnanya refleks
let down maka akan terjadi penumpukan air susu di dalam alveoli yang secara klinis
payudara tampak membesar dan nyeri.
Apabila refleks let down tidak sempurna, maka bayi yang haus menjadi tidak
puas. Ketidakpuasan ini akan merupakan tambahan kecemasan bagi ibunya. Bayi
Universitas Sumatera Utara
-
yang haus dan tidak puas ini, akan berusaha untuk mendapatkan air susu yang cukup
dengan cara menambah kuat isapannya sehingga tak jarang menimbulkan luka-luka
pada puting susu dan sudah barang tentu luka ini akan dirasakan sakit oleh ibunya
yang juga akan menambah semakin cemas. Hal ini akan menyebabkan terbentuknya
satu lingkaran setan yang tertutup (circulus vitious) dengan akibat kegagalan dalam
menyusui (Soetjiningsih, 1997).
Menurut Wilda dkk tahun 2009, faktor psikologis merupakan faktor penentu
keberhasilan menyusui. Sekitar 80% kegagalan ibu menyusui dalam memberikan ASI
adalah faktor psikologis. Apabila ibu cemas atau stres saat menyusui, pada saat
bersamaan ratusan sensor di otak akan menghambat keluarnya hormon oksitosin yang
menurunkan produksi ASI. Selain itu saat ibu cemas kadar estrogen dan progesteron
turun secara tiba-tiba dan berakibat kegagalan pada fungsi-fungsi jasmaniah dari
reproduksi terutama fungsi kelenjar susu. Dampak yang paling sering dirasakan dari
peristiwa itu adalah ASI tidak mau keluar karena kelenjar-kelenjar susu terhalang dan
macet.
Menurut Heinrichs (2001), proses menyusui berhubungan secara signifikan
terhadap bagian dari otak yang fungsinya sangat vital yaitu hipotalamus-pituitary-
adrenal (HPA) selama periode postpartum. Pada manusia, efek kecemasan terhadap
sistem neurohormonal pada proses menyusui telah diteliti untuk membuktikan secara
nyata, dan telah ditemukan secara signifikan respon penurunan adeno cortico thyroid
hormone (ACTH), kortisol, dan glukosa dalam plasma darah terhadap paparan stres
fisik pada saat menyusui dibandingkan dengan tidak menyusui. Pada ibu menyusui,
Universitas Sumatera Utara
-
isapan bayi dapat meningkatkan pengeluaran oksitosin dan prolaktin, dan
menurunkan kadar ACTH dan kortisol dalam plasma, yang mengahambat produksi
susu.
Pada 43 orang ibu menyusui dipilh secara acak untuk menyusui dan
menggendong bayinya dalam waktu 15 menit, kemudian ditest kadar hormonalnya.
Hasilnya adalah pada saat menyusui dan menggendong bayi terdapat penurunan yang
signifikan pada ACTH, jumlah kortisol dalam plasma darah, dan kortisol bebas pada
air liur (saliva). Selama 30 menit kemudian, mereka diberikan paparan stressor
psikososial yang singkat dan hasilnya menunjukkan respon ACTH, jumlah kortisol
dalam plasma darah, kortisol bebas pada air liur, norepinefrin, dan epinefrin secara
signifikan meningkat pada semua ibu menyusui. Reaksi peningkatan jumlah kortisol
dan kortisol bebas pada ibu menyusui yang dipaparkan stressor menunjukkan secara
signifikan menurunnya kadar prolaktin selama ibu terpapar kondisi yang
menyebabkan cemas dan stres. Dapat disimpulkan bahwa menyusui dapat
menurunkan kecemasan, sedangkan paparan stres dapat memperburuk suasana hati,
menimbulkan ketenangan, dan kecemasan pada semua ibu menyusui (Heinrichs,
2001).
Menurut Zanardo (2009), Kecemasan pada ibu pascapersalinan berhubungan
dengan perubahan aktivitas pada respon sistem hormonal di dalam tubuh. Stres fisik
dan emosional ibu mengganggu pelepasan oksitosin, hormon yang bertanggung
jawab untuk hubungan ibu-bayi dan refleks pengeluaran air susu. Jika refleks
pengeluaran air susu terganggu, maka payudara akan mengalami gangguan regulasi
Universitas Sumatera Utara
-
dalam mensintesis susu. Stres ibu juga dapat mempengaruhi kadar hormon lainnya
dan mediator yang terlibat dalam menyusui, seperti prolaktin 1 atau -endorphin.
Penelitian yang dilakukan terhadap 204 orang ibu postpartum diantaranya 101 orang
primipara dan 103 orang multipara yang diteliti pada hari ketiga dan empat pasca
persalinan, menemukan bahwa produksi ASI menurun saat ada peningkatan
kecemasan dan ibu primipara memiliki tingkat kecemasan lebih tinggi secara
signifikan daripada multipara. Dalam masa nifas, kecemasan diperburuk oleh
kurangnya pengalaman primipara, terkait dengan gangguan laktasi.
2.5. Landasan Teori
Keberhasilan menyusui dapat dicapai ketika seluruh proses laktasi berjalan
normal. Prosesnya berawal dari persiapan semasa hamil yang berupa pengetahuan ibu
tentang bagaimana agar nantinya dapat menyusui dengan baik dan memberikan air
susu dengan kualitas dan jumlah yang memadai. Persiapannya adalah menyimpan
cadangan lemak tubuh dengan asupan gizi yang baik, dimulai pada saat kehamilan
agar pertumbuhan payudara ibu memilki kesiapan yang baik dalam memproduksi
ASI.
Melakukan IMD untuk awal menyusui adalah tindakan yang tepat. Kontak
kulit ke kulit antara ibu dan bayinya yang terjadi segera setelah persalinan mampu
memberikan manfaat ganda baik bagi ibu maupun bayinya. Rangsangan isapan yang
dilakukan bayi terhadap puting susu ibu membantu merangsang pengeluaran hormon-
hormon endokrin berupa oksitosin dan prolaktin yang berperan dalam proses
Universitas Sumatera Utara
-
pembentukan dan pengeluaran air susu, sehingga ASI dapat dikeluarkan dengan
cepat. Dengan meningkatnya produksi ASI, maka ASI eksklusif dapat dengan mudah
terlaksana.
Proses laktasi selain membutuhkan persiapan secara fisik harus juga didukung
dengan persiapan psikologis, karena prosesnya juga melibatkan hipotalamus yang
merupakan bagian otak yang mengatur kadar hormonal di dalam tubuh, dimana
proses menyusui juga melibatkan proses hormonal. Oleh karena itu persiapan mental
ibu agar dapat menyusui dengan lancar juga dibutuhkan. Kondisi tenang saat
menyusui dapat membuat kadar hormonal yang dikeluarkan oleh hipotalamus
seimbang dan akhirnya dapat bekerja sebagaimana mestinya dalam memproduksi
hormon. Ketika ibu mengalami kecemasan, akan merangsang keluarnya hormon
adrenalin dan kortisol yang tidak seharusnya ada pada saat menyusui karena dapat
menghambat pengeluaran hormon oksitosin dan prolaktin, yang akan berdampak
terhadap produksi ASI.
Berdasarkan penjelasan landasan teori maka dapat diambil kesimpulan bahwa
untuk dapat menghasilkan ASI yang cukup seorang ibu harus memiliki persiapan
baik fisik maupun mental agar dapat memproduksi ASI dengan baik. Apabila asupan
gizi semasa hamil baik, kemudian dilakukan inisiasi menyusu dini untuk
meningkatkan rangsangan dalam memproduksi ASI, dan meningkatkan ketenangan
saat menyusui, ibu akan cepat memproduksi ASI yang cukup, dan sebaliknya apabila
ibu dalam keadaan malagizi saat hamil, inisiasi menyusu dini tidak dilakukan dan ibu
Universitas Sumatera Utara
-
selalu mengalami kecemasan maka akan memperlambat dan menurunkan produksi
ASI.
2.6. Kerangka Konsep
Berdasarkan landasan teori, maka kerangka konsep dalam penelitian ini
adalah :
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian
Gambar di atas menunjukkan bahwa variabel inisiasi menyusu dini, asupan
gizi saat hamil dan tingkat kecemasan dapat memengaruhi variabel kecepatan
produksi ASI.
2.7. Hipotesis
Ada hubungan positif inisiasi menyusu dini, asupan gizi saat hamil dan tingkat
kecemasan dengan kecepatan produksi ASI pada ibu pascapersalinan di BPM Medan
tahun 2013.
- Inisiasi Menyusu Dini
- Asupan Gizi saat Hamil
- Tingkat Kecemasan
Kecepatan Produksi ASI
Universitas Sumatera Utara