Download - Cash Conversion
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dengan semakin berkembangnya dunia usaha dewasa ini, maka persaingan
antar perusahaan khususnya antar perusahaan yang sejenis akan semakin ketat.
Adapun perusahaan didirikan dengan tujuan meningkatkan nilai perusahaan
sehingga dapat memberikan kemakmuran bagi pemilik atau para pemegang
saham. Untuk menjaga kelangsungan hidup perusahaan dalam menghadapi
persaingan yang ketat tersebut, maka diperlukan suatu pengelolaan finansial dan
perkembangan perusahaan yang sehat. Hal itu akan mencerminkan efisiensi dalam
kinerja perusahaan yang menjadi tuntutan utama untuk bisa bersaing dengan
perusahaan lainnya, dan dapat menghasilkan keputusan-keputusan yang
menunjang terhadap pencapaian tujuan perusahaan di masa yang akan datang.
Modal kerja sangat berpengaruh bagi suatu perusahaan karena diperlukan
untuk membiayai kegiatan operasional sehari-hari seperti pembelian bahan baku,
dan upah pegawai. Modal kerja/net working capital merupakan tolok ukur
keuangan yang mewakili operasi likuiditas yang tersedia untuk bisnis. Saat ini
manajemen modal kerja telah menjadi isu penting untuk semua perusahaan, secara
keseluruhan hal itu dapat meminimalkan risiko perusahaan dan membantu dalam
menyeimbangkan antara profitabilitas dan likuiditas (Modi, 2012). Modal kerja
yang berlebihan menunjukkan adanya dana yang tidak produktif dan hal ini
memberikan kerugian karena dana yang tersedia tidak dipergunakan secara efektif
dalam kegiatan perusahaan. Sebaliknya, kekurangan modal kerja merupakan
penyebab utama kegagalan perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya.
2
Penetapan besarnya modal kerja yang dibutuhkan perusahaan berbeda-
beda, salah satunya tergantung pada jenis perusahaan dan besar kecilnya
perusahaan itu sendiri. Kebijakan perusahaan dalam mengelola jumlah modal
kerja secara tepat akan menghasilkan keuntungan yang benar-benar diharapkan
oleh perusahaan sedangkan akibat pengelolaan modal yang kurang tepat akan
mengakibatkan kerugian. Brigham & Houston (2006) mengungkapkan dua
pertanyaan dasar dalam kebijakan modal kerja yaitu berapa jumlah aktiva lancar
yang layak dimiliki oleh perusahaan baik secara total maupun masing-masing
akun secara spesifik dan bagaimana sebaiknya aktiva lancar tersebut didanai
dalam perusahaan. Penentuan sumber dana tersebut bisa didapat dari faktor
internal maupun eksternal. Dana dari pihak internal meliputi penjualan saham
kepada masyarakat, laba ditahan yang tidak dibagi dan dapat dijadikan modal.
Sedangkan dana dari pihak eksternal meliputi peminjaman dana kepada kreditor
seperti bank.
Perusahaan umumnya terjadi siklus Cash Conversion Cycle/CCC yang
meliputi pembelian persediaan bahan baku, menjual barang secara kredit, dan
menagih piutang (Marcus, 2007). Komponen CCC terdiri dari perioda konversi
persediaan yang merupakan rata-rata untuk mengkonversi bahan baku menjadi
bahan jadi dan kemudian menjual bahan itu (Days Inventory Outstanding/DIO).
Komponen berikutnya adalah perioda penerimaan piutang (Days Sales
Outstanding/DSO) yang merupakan rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk
mengkonversi piutang menjadi kas. Komponen ketiga adalah perioda
penangguhan utang (Days Payable Outstanding/DPO) yang merupakan rata-rata
waktu yang dibutuhkan untuk melunasi utang bahan baku dan tenaga kerjanya.
3
Kebijakan kerja yang baik dibuat untuk meminimalkan waktu di antara
pengeluaran kas untuk bahan baku dan penagihan kas dari penjualan (Syarief &
Wilujeng, 2009). Penelitian yang dilakukan oleh Kamel (2008), Putra (2009),
Caballero et al. (2010), Sufiyanto (2010) menyatakan bahwa cash conversion
cycle dapat meningkatkan laba jika dipersingkat, karena semakin lama proses
konversi pada kas mengakibatkan pembiayaan yang dibutuhkan juga semakin
besar.
Penelitian ini menggunakan ROA (Return On Asset) sebagai alat untuk
mengukur profitabilitas perusahaan atau tingkat kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan laba. “Rasio ini merupakan rasio yang terpenting di antara rasio
rentabilitas yang ada karena menggambarkan kemampuan perusahaan
mendapatkan laba melalui semua kekayaan dan sumber dana yang ada, seperti
kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang, dan
sebagainya” (Harahap, 2004, p. 304). Selain itu rasio ini juga mengukur tingkat
efektivitas manajemen dalam menjalankan kegiatan operasional perusahaan.
“Rasio profitabilitas akan memberikan jawaban akhir tentang efektivitas
manajemen perusahaan dan memberi gambaran tentang tingkat efektivitas
pengelolaan perusahaan”(Sawir, 2005:18). Penggunaan ROA sebagai alat ukur
profitabilitas dikarenakan penelitian ini membahas pengaruh cash conversion
cycle terhadap profitabilitas, dan profitabilitas yang akan diukur juga harus
berhubungan dengan modal kerja. ROA memiliki hubungan yang cukup dekat
dibandingkan dengan rasio-rasio profitabilitas lainnya dan merupakan rasio
profitabilitas yang mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba
dari keseluruhan investasi yang ditanamkan dalam bentuk aset. Aset di sini
4
termasuk modal kerja di dalamnya. Selain itu, ROA juga mengindikasikan
seberapa baik perusahaan tersebut memanfaatkan aset. ROA yang tinggi, selain
menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba yang tinggi dari
keseluruhan investasi yang ditanamkan dalam bentuk aset juga bisa berarti
terjaminnya kebutuhan dana bagi perusahaan dalam operasi di masa yang akan
datang.
Penulis tidak menggunakan ROE sebagai alat ukur tingkat profitabilitas
pada penelitian ini dikarenakan dapat menyebabkan beberapa hal: (1) Extreme
number yaitu terjadi apabila suatu perusahaan memiliki profit yang bernilai
negatife (mengalami kerugian) dan equity yang bernilai negatif (mengalami
defisiensi modal) akan menghasilkan ROE yang bernilai positif. Hal ini akan
memberikan informasi yang tidak akurat. Walaupun ROE yang dihasilkan
memang bernilai positif (menandakan keadaan perusahaan yang baik) tetapi hal
tersebut tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya (keadaan perusahaan yang
buruk dapat dilihat perusahaan mengalami kerugian dan equity yang bernilai
negatif). Sedangkan apabila menggunakan ROA, nilai aset tidak akan pernah
negatif. Apabila perusahaan mengalami kerugian (profit bernilai negatif) dan nilai
aset positif maka ROA yang didapat akan bernilai negatif. Hal tersebut
mencerminkan keadaan yang sebenarnya. (2) Ratio bias yang menunjukkan
komposisi neraca pada posisi pasiva cenderung lebih banyak pada liabilities
perusahaan daripada equity (kondisi 1) maka keadaan perusahaan tidak sebaik
dengan komposisi neraca pada posisi pasiva yang seimbang (balance) antara
liabilities dan equity (kondisi 2). Tetapi apabila diukur dengan rasio ROE, maka
ROE kondisi 1 menunjukkan nilai yang lebih baik dibandingkan ROE kondisi 2,
5
karena ekuitas kondisi 1 sebagai variabel pembagi nilainya lebih kecil
dibandingkan ekuitas di kondisi 2. Hal ini menunjukkan ROE memberikan rasio
yang bersifat bias. Sedangkan rasio ROA akan menunjukkan hasil yang sesuai
dengan kondisi perusahaan yang sebenarnya. ROA kondisi 1 akan lebih kecil
(semakin buruk) dibandingkan ROA kondisi 2.
Beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Caballero et al.
(2010), (2010), Ganesan (2007), Putra (2009), Sari (2006), Sufiyanto (2010),
tidak selalu menunjukkan adanya hubungan atau pengaruh antara modal kerja
dengan profitabilitas. Ketidakkonsistenan hasil yang ada membuat penulis
termotivasi untuk melakukan penelitian ini.
Industri barang konsumsi merupakan suatu cabang perusahaan manufaktur
yang mempunyai peran aktif dalam pasar modal. Pada awal tahun 2011 sektor
barang konsumsi mengalami kenaikan 41,93%, dibandingkan sektor lainnya.
Indonesia merupakan negeri yang kaya akan sumber daya alam sehingga banyak
komoditi yang dapat diproduksi. Dikaitkan dengan kenaikan harga minyak
mentah dunia, industri ini cenderung bertahan karena merupakan industri untuk
memenuhi keutuhan sehari-hari yang dibutuhkan oleh masyarakat. Hal ini juga
didukung dengan sumber daya manusia yang jumlahnnya cukup besar dan
menyebabkan di Indonesia banyak perusahaan yang berkembang di sektor industri
barang konsumsi. Oleh sebab itu investasi pada industri barang konsumsi telah
berkontribusi dalam pembangunan ekonomi Indonesia dan cukup menjanjikan.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dalam penyusunan “Analisis Pengaruh Cash Conversion Cycle Terhadap
6
Profitabilitas Pada Industri Barang Konsumsi Yang Listing di Bursa Efek
Indonesia Tahun 2007-2011”.
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, maka dirumuskan permasalahan sebagai
berikut.
1. Apakah terdapat pengaruh cash conversion cycle terhadap ROA secara
simultan pada industri barang konsumsi yang listing di Bursa Efek Indonesia?
2. Apakah terdapat pengaruh cash conversion cycle terhadap ROA secara parsial
pada industri barang konsumsi yang listing di Bursa Efek Indonesia?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut.
1. Untuk menguji pengaruh cash conversion cycle terhadap ROA secara simultan
pada industri barang konsumsi yang listing di Bursa Efek Indonesia.
2. Untuk menguji pengaruh cash conversion cycle terhadap ROA secara parsial
pada industri barang konsumsi yang listing di Bursa Efek Indonesia.
1.4 Batasan Penelitian
Agar penelitian ini terarah dan tidak terlalu luas, maka perlu adanya batasan
masalah. Dalam penelitian ini penulis tidak meneliti rasio di luar cash conversion
cycle atau faktor-faktor lain yang mempengaruhi kinerja perusahaan karena
ketersediaan data yang terbatas, serta cash conversion cycle dianggap sangat
dominan dalam siklus operasi perusahaan. Adapun variabel dependen yang
digunakan adalah ROA dan variabel independen adalah Days Inventory
7
Outstanding (DIO), Days Sales Outstanding (DSO), Days Payable Outstanding
(DPO).
1.5 Manfaat Penelitian
1. Bagi Emiten
Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat sebagai salah satu dasar
pertimbangan di dalam pengambilan keputusan dalam bidang keuangan
terutama dalam memaksimumkan laba perusahaan dengan memperhatikan
faktor-faktor yang diteliti dalam penelitian ini.
2. Bagi Investor
Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat sebagai pertimbangan di
dalam pengambilan keputusan investasi pada perusahaan barang konsumsi
di Bursa Efek Indonesia.
3. Bagi Akademisi
Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi akademisi sebagai
sumbangsih penulis dalam pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya di
bidang manajemen keuangan dan sebagai pembanding penelitian lainnya
mengenai pengaruh cash conversion cycle terhadap profitabilitas.
8
BAB IILANDASAN TEORI
2.1 Modal Kerja
Modal kerja dibutuhkan oleh suatu perusahaan untuk membiayai kegiatan
operasionalnya baik dalam perusahaan yang bergerak dalam bidang industri
maupun jasa. Cara modal kerja dikelola memiliki dampak signifikan pada
profitabilitas perusahaan. Hasil ini menunjukkan bahwa ada tingkat tertentu
kebutuhan modal kerja yang berpotensi memaksimalkan pengembalian (Deloof,
2003). Dari pengertian tersebut maka unsur-unsur dari modal kerja menurut
Brigham & Houston (2006) adalah sebagai berikut.
1. Kas
Kas adalah aktiva yang paling liquid yang dibutuhkan perusahaan untuk
membayar tenaga kerja, bahan baku, melunasi utang, membeli aktiva tetap,
membayar pajak, membayar deviden, dan kebutuhan lainnya. Namun kas
tersebut tidak menghasilkan bunga sehingga tujuan manajemen kas adalah
untuk meminimalkan jumlah kas pada titik di mana kas tersebut cukup untuk
menjalankan aktivitas bisnis secara normal.
2. Sekuritas
Menurut Bank Indonesia, sekuritas adalah surat berharga dalam bentuk fisik
(warkat) yang mempunyai nilai uang yang dapat diperdagangkan di pasar uang
atau pasar modal. Sekuritas biasa diperlukan perusahaan agar dapat
diperjualbelikan sebagai cadangan bagi akun kas jika kas yang dimiliki kurang
dari yang diperlukan.
9
3. Persediaan
Persediaan merupakan aktiva yang dimiliki oleh perusahaan. Persediaan
merupakan elemen dari aktiva lancar yang paling kurang likuid bila
dibandingkan dengan aktiva lancar lainnya. Persediaan akan menimbulkan
biaya, baik biaya tetap maupun biaya variabel. Biaya tersebut antara lain adalah
biaya sewa gudang, biaya perawatan, biaya asuransi, biaya pengangkutan, dan
lain sebagainya. Selain biaya, persediaan juga akan menimbulkan risiko yang
cukup tinggi yaitu risiko hilang, risiko rusak, dan lain-lain.
Untuk meminimalkan biaya dan resiko, banyak perusahaan berusaha
meminimalkan jumlah persediaannya dengan menggunakan sistem Just-in-
Time (JIT) yang bertujuan untuk memperoleh barang yang diperlukan tepat
waktu. Dengan sistem ini, perusahaan mencari atau memproduksi barang yang
diperlukan hanya pada saat diperlukan saja, sehingga jumlah persediaan dapat
diminimalisir.
4. Piutang
Piutang merupakan hak untuk menerima sejumlah kas pada waktu yang
akan datang karena kejadian yang telah terjadi di masa lalu. Piutang muncul
karena adanya penjualan secara kredit, pemberian pinjaman, dan lain-lain.
Perputaran piutang menjadi kas dipengaruhi oleh syarat pembayaran piutang
tersebut, jika syarat pembayaran lunak maka jumlah piutang akan semakin
besar tetapi perputaran piutang akan semakin rendah. Jika syarat pembayaran
ketat akan berlaku sebaliknya. Syarat pembayaran piutang akan berpengaruh
pada penjualan yang selanjutnya berimbas pada profitabilitas.
10
Riyanto (2001), mengatakan bahwa modal kerja digolongkan dalam
beberapa jenis sebagai berikut.
1. Modal kerja permanen (permanent working capital) yaitu modal kerja yang
ada pada perusahaan untuk dapat menjalankan fungsinya. Modal kerja ini
terdiri dari hal berikut.
a. Modal kerja primer (primary working capital) merupakan jumlah modal
kerja minimum yang harus ada pada perusahaan untuk menjaga
kontinuitas usahanya.
b. Modal kerja normal (normal working capital) adalah modal kerja yang
dibutuhkan untuk menyelenggarakan proses produksi yang normal.
2. Modal kerja variabel (variable working capital) yaitu modal kerja yang
jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan perubahan keadaan. Modal kerja ini
terdiri dari hal berikut.
a. Modal kerja musiman (seasonal working capital) adalah modal kerja
yang jumlahnya berubah-ubah disebabkan oleh fluktuasi musim.
b. Modal kerja siklis (cyclical working capital) adalah modal kerja yang
jumlahnya berubah-ubah disebabkan oleh fluktuasi konjungtur.
c. Modal kerja darurat (emergency working capital) adalah modal kerja
yang jumlahnya berubah-ubah karena keadaan darurat yang tidak
diketahui sebelumnya.
2.2 Siklus Modal Kerja/ Siklus Konversi Kas (Cash Conversion Cycle / CCC)
Cash Conversion Cycle merupakan proses yang akan selalu berjalan
selama perusahaan masih beroperasi dan modal kerja berputar terus-menerus
dalam perusahaan karena dipakai untuk membiayai operasi sehari-harinya.
11
Analisis ini menggunakan pendekatan agar perusahaan meminimalkan modal
kerja dengan syarat modal kerja itu harus cukup membiayai kegiatan operasi
perusahaan. CCC dapat didefinisikan sebagai berikut.
………………………………………….
(2.1)
1. DIO/Days Inventory Outstanding
Merupakan rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk mengkonversi bahan baku
menjadi barang jadi dan kemudian menjual barang tersebut.
2. DSO/Days Sales Outstanding
Merupakan rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk mengkonversi piutang
perusahaan menjadi kas, yaitu untuk menerima kas setelah penjualan.
3. DPO/Days Payable Outstanding
Merupakan rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk membeli bahan baku dan
tenaga kerja dan pembayarannya.
Tujuan perusahaan seharusnya adalah mempersingkat CCC secepat
mungkin tanpa mengganggu operasi. Hal ini akan meningkatkan laba, karena
semakin lama siklus konversi kas, maka akan semakin besar biaya yang
dibutuhkan. Siklus konversi dapat dipersingkat dengan cara:
1. Mempercepat penagihan kas dari penjualan;
2. Meningkatkan perputaran persediaan;
3. Mengurangi pembelanjaan dengan kas.
Sepanjang tindakan-tindakan di atas dapat dilakukan tanpa memperbesar biaya
atau menekan penjualan, maka sebaiknya dilakukan oleh perusahaan (Brigham &
Houston (2006:136).
CCC = DIO + DSO - DPO
12
2.3 Manajemen Kas
Perusahaan memiliki kas dengan alasan transaksi, kompensasi bagi bank
karena telah memberikan pinjaman dan jasanya untuk berjaga-jaga dan untuk
spekulasi (Brigham & Houston, 2006). Selain karena alasan tersebut, perusahaan
mensyaratkan terpeliharanya ketersediaan aktiva kas dengan alasan agar dapat
memperoleh potongan harga, membantu perusahaan mempertahankan peringkat
kreditnya dengan menjaga rasio lancar dan rasio cepat, dan dapat digunakan untuk
memanfaatkan peluang-peluang bisnis yang menguntungkan seperti penawaran
khusus dari pemasok atau kesempatan untuk mengakuisisi perusahaan lain,
menjaga diri dari keadaan - keadaan darurat seperti pemogokan, kebakaran,
kampanye pemasaran dari kompetitor, dsb. Manajemen kas yang efektif terdiri
atas menyinkronkan arus kas, menggunakan ambang (float), mempercepat
penerimaan, mendapatkan ketersediaan dana ke tempat yang membutuhkan dan
mengendalikan pengeluaran.
2.4 Manajemen Persediaan
Persediaan dapat diklasifikasikan sebagai simpanan material yang berupa
bahan mentah, barang dalam proses dan barang jadi. Persediaan perlu dikelola
karena dapat mempengaruhi fungsi operasi, pemasaran, dan fungsi keuangan.
Kesalahan dalam penentuan tingkat persediaan dapat dengan cepat menyebabkan
terjadinya kehilangan penjualan maupun biaya penyimpangan yang berlebihan.
Manajemen persediaan memiliki arti penting yang sama dengan tingkat
kesulitannya. Sistem pengendalian persediaan dapat berbentuk sangat sederhana
13
sampai luar biasa kompleks, tergantung pada ukuran perusahaan dan sifat
persediaannya ( Brigham & Houston, 2006).
Terdapat beberapa metode analisis yang dapat digunakan dalam
manajemen persediaan menurut Heizer & Render (2006), Davis & Chase (2004),
Jacobs & Chase (2008) adalah sebagai berikut.
1. Analisis ABC
Analisis ini merupakan klasifikasi dari suatu kelompok material dalam
susunan menurun berdasarkan biaya penggunaan material itu per periode
waktu (harga per unit dikalikan voluma penggunaan dari material tersebut
dalam perioda tertentu). Analisis ABC ini mengikuti prinsip hukum
Pareto, yaitu sekitar 80% dari nilai total inventori material diwakili oleh
20% material inventori.
2. Safety stock/ buffer stock/ persediaan pengaman
Merupakan persediaan yang disimpan untuk mengantisipasi unsur
ketidakpastian permintaan dari suatu pasokan yang tidak diharapkan.
3. MRP (Material Requirement Planning)
Merupakan suatu sistem perencanaan produksi dan persediaan sistem
kontrol yang digunakan untuk mengelola proses produksi. Suatu sistem
MRP (Material Requirement Planning) dimaksudkan untuk memastikan
bahan yang tersedia untuk produksi dan produk-produk yang tersedia
untuk pengiriman ke pelanggan, mempertahankan tingkat persediaan
serendah mungkin, rencana kegiatan produksi, jadwal pengiriman dan
aktivitas pembelian. Model MRP (Material Requirement Planning) lebih
tepat digunakan pada suatu perusahaan yang memproduksi suatu barang,
14
sehingga semua komponen yang diperlukan untuk kelancaran produksi
dapat tersedia sesuai dengan yang dibutuhkan.
4. EOQ(Economic Order Quantity)
Merupakan metode persediaan yang menentukan jumlah pemesan
berdasarkan biaya pemesanan (ordering cost) dan penyimpanan yang
minimal (holding cost) atau dengan kata lain, EOQ merupakan volume
atas jumlah pembelian yang paling ekonomis untuk dilaksanakan pada
setiap pembelian.
2.5 Manajemen Piutang
Pada umumnya perusahaan akan lebih menyukai penjualan secara tunai
daripada secara kredit, namun tekanan persaingan telah memaksa kebanyakan
perusahaan untuk menawarkan kredit. Maka yang terjadi adalah barang
dikirimkan, persediaan berkurang, dan timbul piutang. Pada akhirnya, pelanggan
akan melunasi akun tersebut. Pada saat itu perusahaan akan menerima kas dan
saldo piutangnya akan menurun. Memiliki piutang akan menimbulkan baik itu
biaya langsung maupun tidak langsung, tetapi perusahaan juga akan mengalami
keuntungan yaitu peningkatan penjualan.
Pentingnya sebuah pengelolaan piutang yang baik memberikan dampak
pada laporan keuangan perusahaan dan kemudian dapat menunjukkan pada suatu
kinerja perusahaan. Menurut Warren (2005), berkaitan dengan proses
pengendalian piutang, perusahaan berupaya membatasi nilai piutang tak tertagih
dengan menerapkan beragam perangkat pengendalian. Pengendalian yang paling
penting berhubungan dengan fungsi pengesahan kredit. Pengendalian ini
melibatkan penyelidikan atas kredibilitas pelanggan. Adapun dua metode
15
akuntansi untuk mencatat piutang yang diperkirakan tidak akan tertagih, yaitu
metode penyisihan dan metode penghapusan langsung. Melihat hal tersebut, maka
peran manajer keuangan sangat berpengaruh dalam pengelolaan piutang yang
berkaitan erat dengan keadaan keuangan perusahaan secara keseluruhan.
2.6 Profitabilitas
Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan menghasilkan laba pada
perioda tertentu dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva, maupun
modal sendiri (Higgins, 2007). Sedangkan menurut Brigham dan Houston (2006),
profitabilitas adalah hasil akhir dari sejumlah kebijakan dan keputusan yang
dilakukan oleh perusahaan. Laba biasanya dijadikan salah satu ukuran dari kinerja
sebuah perusahaan. Ketika laba suatu perusahaan tinggi maka dapat dinilai bahwa
kinerjanya baik, sebaliknya jika laba perusahaan rendah maka menunjukkan
kinerja perusahaan tersebut kurang baik. Salah satu rasio profitabilitas adalah
ROA yang secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:
…………………….(2.2)
Penilaian tingkat keuntungan investasi oleh investor didasarkan oleh
kinerja keuangan perusahaan yang dapat dilihat dari tingkat perubahan laba yang
diperoleh dari tahun ke tahun (Khajar, 2005). Para investor dalam menilai
perusahaan tidak hanya melihat laba yang dihasilkan dalam satu perioda
melainkan terus memantau perubahan laba dari tahun ke tahun.
Return On Asset = Laba Bersih Setelah Pajak
Total Aktiva
16
2.7 Peneliti Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dan digunakan sebagai
bahan acuan sekaligus pertimbangan untuk melakukan penelitian ini dirangkum
dalam tabel berikut.
Tabel 2.7Peneliti Judul Penelitian Variabel Hasil
Sari (2006) Pengaruh Modal
Kerja Terhadap
Profitabilitas PT.
Goodyear Sumatra
Plantation Dolok
Merangir Pada
Tahun 2001-2004.
Variabel independen:
payable turnover,
receivables turnover,
invertory turnover.
Variabel dependen:
Return On Investment
(ROI).
Hasil penelitian secara
parsial menunjukkan bahwa
hanya variabel payables
turnover yang berpengaruh
signifikan terhadap ROI,
secara simultan variabel
payable turnover,
receivables turnover,
invertory turnover tidak
memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap ROI
PT. Goodyear Sumatra
Plantation Dolok Merangir.
Ganesan (2007) An Analysis of
Working Capital
Management
Efficiency in
Telecommunication
Equipment Industry
Variabel independen:
days sales outstanding,
days inventory
outstanding, days
payable outstanding,
days working capital,
current ratio, cash
commersion efficiency
(CCE).
Hasil penelitian ini
menyimpulkan bahwa days
working capital (DWC)
memiliki korelasi negative
dengan profitabilitas dan
likuiditas, IA tidak secara
signifikan memiliki
korelasi dengan DWC,
korelasi antara DSO dan IA
17
Variabel dependen:
Income in Total Asset
dan korelasi antara IA dan
korelasi antara DSO dan IS
tidak signifikan ketika DIO
(IA) dan Income in
Sales (IS).
dan DPO berkolerasi
negatif secara signifikan
terhadap IS dan IA. DSO
tidak memberikan pengaruh
signifikan terhadap
profitabilitas industri
telekomunikasi dan
perlengkapannya pada
tahun 2001-2007.
Putra (2009) Pengaruh Perputaran
Modal Kerja
Terhadap
Profitabilitas (Studi
Kasus: PT Indofood
Sukses Makmur
Tbk)
Variabel independen:
cash turnover,
receivables turnover,
dan inventory turnover.
Variabel dependen:
Return On Asset
(ROA).
Hasil analisis menunjukkan
bahwa secara simultan,
cash turnover, receivable
turnover, inventory
turnover berpengaruh
terhadap profitabilitas PT.
Indofood Sukses Makmur
Tbk, sedangkan secara
parsial hanya cash turnover
dan receivables turnover
yangberpengaruh terhadap
profitabilitas PT. Indofood
Sukses Makmur Tbk.
Caballero et al.
(2010)
Effects of Working
Capital
Management on
SME Profitability
Variabel independen:
cash conversion cycle
(CCC).
Variabel dependen:
Return On Asset
Hasil adalah secara
signifikan terdapat
pengaruh antara CCC
terhadap profitabilitas di
perusahaan ukuran kecil.
Cas
h C
onve
rsio
n C
ycle
(C
CC
)
18
(ROA).
Sufiyanto (2010) Pengaruh
Manajemen Modal
Kerja Terhadap
Profitabilitas
Perusahaan Pada
Industri Cyclical dan
Industri Defensife
yang Terdaftar di
BEI.
Variabel independen:
days sales outstanding,
days inventory
outstanding, days
payable outstanding.
Variabel dependen:
Return On Asset
(ROA).
Hasilnya menyatakan
bahwa baik secara parsial
maupun simultan terhadap
pengaruh yang signifikan
antara manajemen modal
kerja terhadap profitabilitas
perusahaan.
2.8 Kerangka Pikir
Berdasarkan masalah yang ada, maka kerangka pikir yang dibuat adalah sebagai berikut:Gambar 2.8
Manajemen Utang (X3)DPO
Manajemen Persediaan (X1)DIO
Manajemen Piutang (X2)DSO
Profitabilitas (y)ROA
19
2.9 Hipotesis
H1: Terdapat pengaruh signifikan dari DIO, DSO, DPO secara simultan terhadap profitabilitas industri barang konsumsi di BEI.
H2: Terdapat pengaruh signifikan dari DIO terhadap profitabilitas industri barang konsumsi di BEI.
H3: Terdapat pengaruh signifikan dari DSO terhadap profitabilitas industri barang konsumsi di BEI.
H4: Terdapat pengaruh signifikan dari DPO terhadap profitabilitas industri barang konsumsi di BEI.
20
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Berdasarkan tingkat eksplorasinya, penelitian ini termasuk penelitian
asosiatif yang bertujuan untuk membuktikan hubungan antara 2 variabel atau
lebih (Emzir, 2010). Dengan penelitian asosiatif dapat dibangun suatu teori yang
berfungsi untuk menjelaskan, meramalkan dan mengontrol suatu gejala/fenomena.
3.2 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Data yang diperoleh
berupa laporan keuangan tahunan industri barang konsumsi yang listing di BEI.
Sumber data didapat dari Indonesian Capital Market Directory (ICMD).
3.3 Metode Pengumpulan Data
Metoda pengumpulan data ini adalah metoda dokumentasi. Pengumpulan
data dilakukan dengan mencatat atau mengumpulkan data-data yang tercantum
Indonesian Capital Market Directory (ICMD) yang berupa laporan keuangan
perusahaan yang tergabung dalam industri barang konsumsi di BEI tahun 2007-
2011.
3.4 Populasi dan Sampel
Populasi yang digunakan adalah seluruh perusahaan industri barang
konsumsi yang listing di BEI sejak tahun 2007 sampai 2011 yang berjumlah 31
perusahaan. Sedangkan untuk pemilihan sampel ditentukan secara purposive
21
sampling dengan tujuan untuk mendapatkan sampel yang representatif sesuai
dengan kriteria yang ditentukan yaitu sebagai berikut.
1. Perusahaan industri barang konsumsi yang listing di BEI selama perioda
2007-2011.
2. Perusahaan industri barang konsumsi yang menyediakan laporan keuangan
selama kurun waktu 2007-2011.
Berdasarkan pada kriteria tersebut, maka diperoleh jumlah sampel dalam
penelitian ini sebanyak 28 perusahaan perusahaan industri barang konsumsi.
Tabel 3.4
No. Nama Perusahaan
1 GGRM (GudangGaram Tbk)
2 ULTJ (Ultra Jaya Milk Industry & Trading Company Tbk)
3 MYOR (Mayora Indah Tbk)
4 INDF (Indofood Sukses Makmur Tbk)
5 SKLT (Sekar Laut Tbk)
6 KLBF (Kalbe Farma Tbk)
7 MRAT (Mustika Ratu Tbk)
8 UNVR (Unilever Indonesia Tbk)
9 INAF (Indofarma Tbk)
10 STTP (Siantar Top Tbk)
11 MLBI (Multi Bintang Indonesia Tbk)
12 DLTA (Delta Djakarta Tbk)
13 CEKA (Cahaya Kalbar Tbk)
14 DAVO (Davomas Abadi Tbk)
22
15 ROTI (Nippon Indosari Corpindo Tbk)
16 PSDN (Prasidha Aneka Niaga Tbk)
17 ADES (Akasha Wira International Tbk)
18 HMSP (H. M. Sampoerna Tbk)
19 RMBA (Bentoel Internasional Investama Tbk)
20 DVLA (Darya-Varia Laboratoria Tbk)
21 KAEF (Kimia Farma Tbk)
22 PYFA (Pyridam Farma Tbk)
23 SCPI (Schering Plough Indonesia Tbk)
24 TSPC (Tempo Scan Pacific Tbk)
25 TCID (Mandom Indonesia Tbk)
26 KDSI (Kedawung Setia Industrial Tbk)
27 LMPI (Langgeng Makmur Industri Tbk)
28 KICI (Kedaung Indah Can Tbk)
3.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Variabel bebas (X)
Variabel bebas merupakan variabel yang diduga mempengaruhi variabel terikat,
meliputi hal berikut.
1. DIO (X1)
Merupakan rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk mengkonversi bahan baku
menjadi barang jadi dan kemudian menjual barang tersebut.
…………………………………(3.1)DIO = Persediaan
HPP/365
23
2. DSO (X2)
Merupakan rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk mengkonversi piutang
perusahaan menjadi kas, yaitu untuk menerima kas setelah penjualan.
3. DPO (X3). ….……………………………....(3.2)
3. DPO (X3)
Merupakan rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk membeli bahan baku dan
tenaga kerja dan pembayarannya.
…………………………………(3.3)
Variabel terikat (Y)
Variabel terikat merupakan variabel yang diduga dipengaruhi oleh variabel bebas.
Pada penelitian ini, variabel terikat adalah ROA yang merupakan kemampuan
perusahaan untuk menghasilkan laba.
…..……………………………..(2.2)
DSO = Piutang
Penjualan/365
DPO = Utang
HPP/365
ROA = Laba Setelah Pajak
Total Aktiva
24
3.6 Teknik Analisis Data
Analisis yang digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas (x)
terhadap variabel terikat (y) adalah dengan model regresi linier berganda dengan
formula:
…………...……………………(3.5)
dimana:
Y = Return On Assets a = konstanta b1 …......b3 = koefisien regresi dari X1 …… X3
X1 = DIO X2 = DSO X3 = DPOe = Residual error
3.7 Pengujian Asumsi Klasik
3.7.1 Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah variabel terikat dan
variabel bebas dalam model regresi keduanya memiliki distribusi normal
atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal
atau mendekati normal. Deteksi normalitas dapat dilakukan dengan
melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik. Dasar
pengambilan dengan menggunakan normal probability plot adalah sebagai
berikut (Ghozali, 2007).
1. Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis
diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + e
25
2. Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak mengikuti
arah garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi
normalitas.
3.7.2 Uji Multikolinearitas
Dimaksudkan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan
adanya korelasi antar variabel independen. Model regresi yang baik
seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Jika
variabel independen saling berkorelasi maka terdapat masalah
multikolinearitas pada model regresi tersebut. Untuk mendeteksi ada
tidaknya multikolinearitas di dalam model regresi adalah sebagai berikut.
1. Besaran VIF (Variance Inflation Factor) dan Tolerance
Model regresi yang bebas multikolinearitas adalah:
a) mempunyai nilai VIF disekitar angka 1 dan tidak lebih dari 10;
b) mempuyai angka tolerance mendekati 1 dan tidak kurang dari
0,1.
2. Besaran korelasi antar variabel independen.
Pedoman suatu model regresi yang bebas multikolinearitas adalah
koefisien korelasi antar variabel independen haruslah lemah di bawah
0,05. Jika korelasi kuat maka terjadi multikolinearitas (Santoso,
2010).
3.7.3 Uji Heteroskedastisitas
Ditujukan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan variance dan residual satu pengamatan ke pengamatan
26
yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain
tetap, maka disebut homoskedastis dan jika berbeda disebut
heteroskedastisitas (Ghozali, 2007). Model regresi yang baik adalah yang
homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Cara untuk
mendeteksi ada/ tidaknya heteroskedastisitas dapat diketahui dengan
melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID
dan ZPRED di mana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu
X adalah residual (Y prediksi - Y sesungguhnya). Dasar analisis dari uji
heteroskedastisitas melalui grafik plot adalah sebagai berikut (Ghozali,
2007).
1. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola
tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit),
maka diidentifikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.
2. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di
bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
3.7.4 Uji Autokorelasi
Bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi
antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan
pengganggu pada periode t-1. Jika terjadi korelasi, maka ada terjadi
masalah pada autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang
berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lain. Masalah ini timbul
karena residual (kesalahan pengganggu) tidak bebas dari satu observasi ke
observasi lainnya. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari
autokorelasi. Cara mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi dapat
27
dilakukan dengan uji Durbin Watson. Jika nilai Durbin Watson hitung
mendekati atau di sekitar angka 2, maka pada model tersebut tidak
terdapat autokorelasi.
3.8 Pengujian Hipotesis
3.8.1 Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi (R²) dari hasil regresi berganda
menunjukkan seberapa besar variabel dependen bisa dijelaskan oleh
variabel-variabel bebasnya (Santoso, 2010). Nilai R² yang mendekati 1
berarti variabel independen memberikan hampir semua informasi yang
dibutuhkan untuk memprediksi variabel dependen.
Penelitian ini menggunakan regresi linear berganda, maka masing-
masing variabel independen yaitu DIO, DSO, DPO secara parsial dan
secara simultan mempengaruhi variabel dependen yaitu profitabilitas
yang dinyatakan dengan R² untuk menyatakan koefisien determinasi atau
seberapa besar pengaruh variabel DIO, DSO, DPO terhadap variabel
profitabilitas. Sedangkan r² untuk menyatakan koefisien determinasi
parsial variabel independen terhadap variabel dependen. Angka dari R
square didapat dari pengolahan data melalui program SPSS yang bisa
dilihat pada tabel model summary kolom R square.
3.8.2 Uji Statistik F
Uji F menunjukkan apakah semua variabel independen atau bebas
yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-
sama terhadap variabel dependen/ terikat.
28
Pengambilan keputusan didasarkan pada nilai probabilitas yang
didapatkan dari hasil pengolahan data melalui program SPSS Statistik
Parametrik (Santoso, 2010) sebagai berikut:
a) jika probabilitas ≥ 0,05 maka Ho ditolak;
b) jika probabilitas ≤ 0,05 maka Ho diterima.
Nilai probabilitas dari uji F dapat dilihat pada hasil pengolahan dari
program SPSS pada tabel ANOVA kolom sig atau significance.
3.8.3 Uji Statistik t
Uji t digunakan untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu
variabel penjelas/independen secara individual dalam menerangkan
variasi-variasi dependen.
Hipotesis statistik dalam uji t adalah:
Seperti halnya dengan uji hipotesis secara simultan, pengambilan
keputusan uji hipotesis secara parsial juga didasarkan pada nilai
probabilitas yang didapatkan dari hasil pengolahan data melalui program
SPSS Statistik Parametrik sebagai berikut:
a) jika probabilitas ≥ 0,05 maka Ho diterima;
b) jika probabilitas ≤ 0,05 maka Ho ditolak.
Pada uji t, nilai probabilitas dapat dilihat pada hasil pengolahan dari
program SPSS pada tabel coefficients kolom sig atau significance. Untuk
mengetahui variabel bebas apa yang paling berpengaruh secara parsial
terhadap variabel terikat, dapat dilakukan dengan melihat nilai yang paling
besar dalam kolom standardized coefficients (Santoso, 2010).
29
DAFTAR PUSTAKA
Brigham, F, E., & Houston, F, J. 2006. Dasar - Dasar Manajemen Keuangan. Buku 2, Edisi 10. Jakarta: Salemba Empat.
Caballero, S, et all. 2010. Working capital management in SMEs. Accounting and Finance 50 : 511–527
Davis, M. M, Aquilano, N. J & Chase, R. B. 2004. Fundamentals of Operations Management, 4th ed. McGraw Hill.
Deloof, M., Does Working Capital Management Affect Profitability of Belgian Firms?, Journal of Business Finance & Accounting (3 & 4: 2003)
Emzir. 2010. Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif dan Kualitatif. Jakarta: Rajawali Pers.
Ganesan, V. 2007. An Analysis of Working Capital Management Efficiency in Telecommunication Equipment Industry. River Academic Journal, 3(2)
Ghozali, I. 2007. Aplikasi Analisis Multivariate dengan program SPSS, Cetakan IV. Semarang: Badan Penerbit UNDIP.
Harahap, S, S. 2004. Analisis Kritis atas Laporan Keuangan Cetakan ke-empat. Jakarta: Rajawali Pers.
Heizer, J,. & Render, B. 2006. Operation Management, 8th ed. Prentice Hall International.
Horne, J, C, V,. & John, M., W, J, R. 2009. Prinsip-Prinsip Manajemen Keuangan. Jakarta : Salemba Empat.
Jacobs, F. R& Chase, R. B. 2008. Operations and Supply Management: The Core. New York: McGraw Hill.
Kamel, M. 2008. Pengaruh Kebijakan Modal Kerja terhadap Profitabilitas Pada Perusahaan Rokok yang Go-Public di Indonesia. Skripsi. Universitas Sumatera Utara, Medan.
Khajar, I. 2005. Analisis Pengaruh Pengumuman Laba Terhadap Harga Saham (Study Kasus Pada Perusahaan Go Public di BEJ). Jurnal Ekonomi dan Bisnis. Vol 6, No 1
Marcus, Brealey Myers. 2007. Fundamentals of Corporate Finance,5th ed. New York: McGraw-Hill.
Modi, S. 2012. A Study on the Adequacy and Efficacy of Working Capital in Automobile Industry in India. The IUP Journal of Accounting Research & Audit Practices, Vol. XI, No. 2.
30
Putra, L, J. 2009. Pengaruh Perputaran Modal Kerja Terhadap Profitabilitas ( Studi Kasus :PT Indofood Sukses Makmur Tbk). Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma.
Riyanto, B. 2001. Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan. Edisi 4. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.
Santoso, S. 2010. Statistik Parametrik. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Higgins, R.2007. Analysis for Financial Management Eight Edition.New York: McGraw-Hill.
Sari, F, F. 2006. Pengaruh Modal Kerja Terhadap Profitabilitas PT. Goodyear Sumatra Plantations Dolok Merangir. Skripsi. Universitas Sumatra Utara, Medan.
Sawir, A. 2005. Analisa Kinerja Keuangan dan Perencanaan Keuangan Perusahaan, Cetakan Ketiga. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Sufiyanto, A. 2010. Pengaruh Manajemen Modal Kerja Terhadap Profitabilitas Perusahaan Pada Industri Cyclical dan Industri Defensife Yang Terdaftar di Bursa efek Indonesia. Skripsi. Universitas Airlangga, Surabaya.
Syarief, M, E,. & Wilujeng, I, P. 2009. Cash Conversion Cycle dan Hubungannya dengan Ukuran Perusahaan, Profitabilitas dan Manajemen Modal Kerja. Jurnal Ekonomi Bisnis.
Warren, C. S. 2005. Pengantar Akuntansi, Edisi 21, Buku Satu. Jakarta: Salemba Empat.