20
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Parameter Oseanografi Pesisir Kalimantan Barat
Parameter oseanografi sangat berperan penting dalam kajian distribusi
kontaminan yang masuk ke laut karena komponen fisik ekosistem pesisir dan laut
berperan sebagai media transportasi materi dan energi sekaligus media
transportasi dan penyebaran kontaminan yang masuk ke lingkungan laut.
4.1.1 Arus laut
(a)
(b)
Gambar 2. Arus Permukaan Rata-rata di Selat Karimata bulan Juni (a) dan November (b)
(Fathya 2012)
21
Gambar 2 menunjukan arus permukaan rata-rata di Selat Karimata pada
bulan Juni dan November. Pola arus pada bulan Juni (musim timur) menunjukan
pergerakan arus dari arah selatan (Laut Jawa) menuju ke utara (Laut China
Selatan) (Gambar a). Sebaliknya pada bulan November (memasuki musim barat)
pergerakan arus terlihat dominan dari utara (Laut China Selatan) ke selatan (Laut
Jawa) (Gambar b).
Hasil simulasi pembangkit arus permukaan di selat Karimata menunjukkan
pola arus di pesisir Kalimantan Barat pada bulan Juni atau musim timur bergerak
dari arah Laut Jawa menuju Laut China Selatan dengan rata-rata besar arus 0,3-
0.8 m det-1 (Fathya 2012) dan pada bulan November lebih kecil 0,1 m det-1. pada
bulan Juni, kecepatan arus rata-rata yang berasal dari Sungai Kapuas mencapai 0,3
m det-1, sedangkan dari Sungai Kapuas Kecil dapat mencapai 0,5 m det-1. Hal ini
menunjukkan bahwa debit dari sungai-sungai memberikan kontribusi bagi
kontaminan yang dapat terbawa dari sungai menuju pesisir Kalimantan Barat.
4.1.2 Suhu Air Laut
(a)
22
(b)
Gambar 3. Sebaran mendatar suhu permukaan pada bulan Juni 2010 (a) dan November
2010 (b) di perairan Pantai Pontianak.
Pada gambar 3 terlihat bahwa suhu air pada bulan Juni berkisar antara 27,2
oC – 32,3 oC sedangkan suhu air pada bulan November berkisar antara 27,2 oC –
32,62 oC dengan rata-rata sebesar 33,3 oC. Variasi sebaran suhu ini terjadi
dikarenakan morfologi estuaria dengan kedalaman yang relatif dangkal pada
kisaran 1 – 3 m, adanya pertemuan massa air bersuhu rendah dari sungai Kapuas
Kecil dengan massa air bersuhu hangat dari laut.
(a)
23
(b)
Gambar 4. Sebaran mendatar suhu permukaan pada bulan April 2011 (a) dan September
2011 (b) di perairan Pantai Pontianak.
Pada gambar 4 terlihat suhu air pada bulan April berkisar antara 27,26 oC
– 32,14 oC dengan rata-rata sebesar 30,06 oC sedangkan suhu air pada bulan
September berkisar antara 28,66 oC – 32,62 oC dengan rata-rata sebesar 29,55
oC. Kisaran suhu air pada bulan April lebih rendah jika dibandingkan dengan
suhu air pada bulan September. Sebaran horisontal suhu air permukaan di daerah
estuari yang dekat daratan cenderung rendah karena adanya aliran sungai bersuhu
rendah dilapisan permukaan dari Sungai Kapuas. Hujan juga sangat berpengaruh
pada karakteristik suhu dan salinitas di perairan daerah studi. Pada saat hujan
tanggal 29 dan 30 April 2011, suhu air dan salinitas mengalami penurunan
dikarenakan adanya suplai air tawar bersuhu rendah dari hulu sungai Kapuas.
4.1.3 Pasang Surut
Pasang surut memiliki pengaruh besar terhadap suhu air dan salinitas.
Pada waktu air pasang dari laut yang masuk ke ekosistem estuari bercampur
dengan air tawar yang berasal dari sungai, demikian juga sebaliknya pada saat air
surut, sehingga pada saat menuju pasang dan pasang maksimum suhu dan salinitas
meningkat sedangkan pada saat menuju surut dan surut terendah, suhu dan
salinitas menurun.
24
Gambar 5. Elevasi pasang surut di Muara Sungai Kapuas Kecil, Kalimantan Barat selama
pengamatan pada bulan Juni 2010
Pada gambar 5 prediksi pasut yang dilakukan dalam rentang waktu lima
hari pada bulan Juni bersamaan dengan pengukuran kualitas air yaitu pada tanggal
14, 15, 16, 17 dan 18 Juni 2010 di muara sungai Kapuas. Pada gambar 5 terlihat
tipe pasang surut menunjukan tipe campuran condong harian tunggal.
Gambar 6. Elevasi pasang surut di Sungai Kapuas Kecil, Kalimantan Barat selama
pengamatan pada bulan November 2010
Pada gambar 6 prediksi pasut yang dilakukan dalam rentang waktu
empathari pada bulan November 2010 bersamaan dengan pengukuran kualitas air
yaitu pada tanggal 4, 5, 6 dan 7 November 2010 di muara sungai Kapuas. Pada
gambar 6 terlihat tipe pasang surut menunjukan tipe semi diurnal atau harian
ganda.
25
Gambar 7. Elevasi pasang surut di Sungai Kapuas Kecil, Kalimantan Barat selama
pengamatan pada bulan April 2011.
Gambar 8. Elevasi pasang surut di Sungai Kapuas Kecil, Kalimantan Barat selama
pengamatan pada bulan September 2011.
Hasil pengukuran pasang surut (pasut) di Jungkat atau sekitar Muara
Sungai Kapuas Kecil, Kalimantan Barat didominasi oleh pasang surut diurnal
seperti pada Gambar 7 dan 8. Tipe pasang surut di badan Sungai Kapuas Kecil
hasil pengamatan bulan September 2011 menunjukkan tipe semi diurnal seperti
pada Gambar 8. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh debit Sungai Kapuas Kecil
ini mempengaruhi tipe pasang surut di sungai ini, sehingga sedikit bergeser
menjadi campuran cenderung semidiurnal dengan dua kali pasang dan dua kali
surut, dengan puncak maksimum yang berbeda besarnya.
26
4.1.4 Curah Hujan
Faktor curah hujan juga dapat mempengaruhi penyebaran kontaminan
logam berat ke pesisir. Tingginya curah hujan berpotensi menjadi faktor fisik
yang berpengaruh mendorong tingginya beban kontaminan di perairan laut.
(a) (b)
Gambar 9. Curah Hujan pada bulan Juni 2010 (a) dan bulan November 2010 (b)
Gambar 9 menggambarkan curah hujan pada bulan Juni 2010 berkisar
antara 8-11 mm/hari sedangkan curah hujan per bulannya adalah 240-330
mm/bulan. Sedangkan curah hujan pada bulan November 2010 lebih besar
dibandingkan bulan Juni yaitu berkisar antara 11-13 mm/hari atau sekitar 330-390
mm/bulan.
(a) (b)
Gambar 10. Curah Hujan pada Bulan April 2011 (a) dan September 2011 (b)
27
Pada Gambar 10 terlihat bahwa curah hujan bulan April 2011 berkisar
antara 6-9 mm/hari yang berarti curah hujan per bulannya adalah 180-270
mm/bulan. Sedangkan curah hujan pada bulan September 2011 lebih rendah yaitu
6 mm/hari atau 180 mm/bulan.
4.2 Logam Berat di Perairan Pesisir Kalimantan Barat
Logam berat Hg, Pb dan Cd yang tersebar di sepanjang pesisir Kalimantan
Barat sebagian besar bersumber dari kegiatan manusia yang terbawa oleh sungai-
sungai menuju muara hingga ke pesisir. Kegiatan tersebut diantaranya adalah
Pertambangan Emas Tanpa Izin yang marak dilakukan di sepanjang sungai yang
bermuara ke pesisir Kalimantan Barat (Gambar 9).
Gambar 11. Lokasi kegiatan penambangan emas tradisional tanpa ijin dan pembalakan
liar di Kalimantan Barat (Adijaya dan Yamashita, 2004).
Pengambilan sampel air untuk mengukur kadar logam berat Hg, Pb dan Cd
dilakukan dalam dua tahun (2010 dan 2011) pada bulan Juni 2010 untuk mewakili
musim Timur (kemarau) dan bulan November 2010 yang mewakuli musim
28
peralihan II (memasuki musim penghujan). Sedangkan tahun 2011 dilakukan pada
bulan April 2011 yang mewakili musim peralihan I dan bulan September yang
mewakili musim peralihan II.
Pengukuran dilakukan di titik-titik stasiun yang mewakili ekosistem
estuary dan ekosistem sungai, mengingat kontaminan bersumber dari sungai-
sungai yang bermuara kelaut. Pada tahun 2010, terdapat 18 titik stasiun
pengukuran sedangkan pada tahun 2011 terdapat 26 stasiun pengukuran.
4.2.1 Merkuri (Hg)
(a)
(b)
Gambar 12. Sebaran Mendatar Hg pada bulan Juni 2010 (a) dan bulan November 2010
(b)
29
Gambar 12 menunjukkan sebaran kadar Hg terlarut pada bulan Juni dan
November 2010 yang tersebar pada beberapa titik di sungai dan estuari perairan
Kalimantan Barat. Gambar 12 menggambarkan kadar Hg di muara sungai lebih
besar dibandingkan dengan yang ada di sungai. Hal ini disebabkan karena
dinamika air di sungai lebih tinggi di bandingkan keadaan air pada muara sungai
yang cenderung lebih stabil sehingga Hg terakumulasi lebih banyak di muara
sungai.
Tabel 5. Kadar Hg Terlarut Tahun 2010
Kadar Hg terlarut (µg/l) Tahun 2010
Lokasi Stasiun Juni November
Kuala Jungkat
KB 10A 0,26 1,21
KB 10 0,13 0,80
KB 12 0,00 1,00
Peniti Luar KB 09 0,13 0,90
KB 07 0,13 1,00
S. Pinyuh KB 06 0,13 1,00
KB 04 0,13 1,00
Kuala Mempawah
KB 03 0,00 1,11
KB 01 0,13 1,11
KB 01A 0,13 1,31
S. Kakap KB 13 0,00 1,00
KB 15 0,13 1,00
Rasau Jaya KB 17 0,13 0,80
KB 18 0,13 0,70
KB 19 0,13 0,80
Ambawang KB 20 0,13 0,70
S. Landak KB 21 0,13 0,60
Kapuas KB 22 0,52 0,50
Pada Tabel 5 terlihat kadar Hg pada bulan November umumnya lebih
tinggi dibandingkan dengan pada bulan Juni. Kadar Hg tertinggi pada bulan
November adalah sebesar 1,31 µg L-1
. Kadar Hg dalam air ini sudah melebihi
ambang batas menurut Kepmen LH No. 51 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air
Laut untuk Biota Laut sebesar 1 µg L-1
untuk Hg.
30
(a)
(b)
Gambar 13. Sebaran Mendatar Hg pada bulan April (a) dan bulan September 2011 (b)
Gambar 13 menunjukkan konsentrasi Hg terlarut pada bulan April dan
September 2011 di perairan Kalimantan Barat. Kadar Hg pada bulan September
umumnya lebih tinggi dibanding bulan April dengan konsentrasi Hg pada bulan
September di sungai dan estuari sebesar 0,8 µg L-1
. Hal ini menunjukan adanya
efek pengenceran mengingat curah hujan bulan September (180 mm/bulan) lebih
rendah dibanding bulan April (270 mm/bulan) (www.esrl.noaa.gov).
31
Tabel 6. Kadar Hg Terlarut Tahun 2011
Kadar Hg terlarut (µg/l) Tahun 2011
Lokasi Stasiun April September
Ambawang KB-20 0,49 0,18
Sungai Landak KB-21 0,19 0,31
Dermaga Kapuas Kecil KB-22 0,02 0,24
Rasau Jaya
KB-17 0,36
KB-18 0,55
KB-19 0,73
Kuala Mempawah
KB-01A 0,39 0,00
KB-01 0,14 0,00
KB-03 0,19 0,00
Sungai Pinyuh KB-04 0,33 0,24
KB-06 0,06 0,18
Peniti Luar KB-07 0,02 0,18
KB-09 0,19 0,18
Jungkat
KB-10A 0,02 0,18
KB-10 0,19 0,24
KB-12 0,02 0,31
Jungkat offshore
KB-29 0,06 0,00
KB-30 0,02 0,00
KB-31 0,02
KB-32 0,02 0,00
KB-33 0,02 0,00
KB-34 0,02 0,00
KB-35 0,00
KB-36 0,00
Sungai Kakap KB-13 0,05 0,36
KB-15 0,14 0,31
Muara Tanjung Saleh KB-26 0,02 0,80
Muara Selat Bujur KB-27 0,02 0,00
Muara Sepo Laut KB-28 0,06 0,00
Dari Tabel 6 terlihat bahwa kadar Hg pada bulan September umumnya
lebih tinggi dibanding bulan April. Kadar Hg tertinggi dalam air yaitu 0,8 µg L-1
masih berada dibawah ambang batas menurut Kepmen LH No. 51 tahun 2004
tentang Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut sebesar 1 µg L-1
untuk Hg.
32
Perbandingan Hg pada 2011 terlihat mengalami penurunan dibandingkan
dengan tahun 2010. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor musim maupun faktor
sumber terbesar Hg di perairan yaitu maraknya PETI mengalami penurunan di
tahun 2011.
4.2.2 Timbal (Pb)
(a)
(b)
Gambar 14. Sebaran Mendatar Pb pada bulan Juni 2010 (a) dan bulan November 2010 (b)
33
Gambar 14 menunjukkan sebaran konsentrasi Pb terlarut pada bulan Juni
dan November 2010 yang tersebar pada beberapa titik di sungai dan estuari
perairan Kalimantan Barat. Dari gambar 12 terlihat kadar Pb di sungai umumnya
lebih besar pada bulan November dibandingkan dengan bulan Juni begitu pula
kadar Pb di daerah estuari.
Pada Gambar 14 terlihat pula kadar Pb pada bulan Juni di daerah utara
lebih besar dibandingkan daerah selatan, hal ini bisa disebabkan oleh pergerakan
arus permukaan bulan Juni yang bergerak dari arah selatan (Laut Jawa) menuju ke
utara (Laut China Selatan). Berbeda dengan kadar Pb pada bulan November
menunjukan kadar yang lebih rendah di daerah utara karena arus permukaan pada
bulan ini bergerak sebaliknya dari arah utara (Laut China Selatan) menuju ke
selatan (Laut Jawa).
Tabel 7. Kadar Pb Terlarut Tahun 2010
Kadar Pb terlarut (µg/l) Tahun 2010
Lokasi Stasiun Juni November
Kuala Jungkat
KB 10A 2,35 2,66
KB 10 2,35 3,55
KB 12 0,00 4,44
Peniti Luar KB 09 1,17 1,78
KB 07 2,35 6,22
S. Pinyuh KB 06 2,35 3,55
KB 04 3,52 4,44
Kuala Mempawah
KB 03 2,35 2,66
KB 01 0,00 1,78
KB 01A 2,35 1,78
S. Kakap KB 13 2,35 3,55
KB 15 2,35 2,66
Rasau Jaya
KB 17 1,17 4,44
KB 18 2,35 3,55
KB 19 2,35 2,66
Ambawang KB 20 2,35 4,44
S. Landak KB 21 1,17 4,44
Kapuas KB 22 1,17 3,55
34
Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat kadar Pb pada bulan November
umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan pada bulan Juni. kadar Pb tertinggi
adalah sebesar 6,22 µg L-1
yang terdapat di Stasiun Peniti Luar. Kadar Pb dalam
air ini masih berada dibawah ambang batas menurut Kepmen LH No. 51 tahun
2004 tentang Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut yang memberi batas
maksimum untuk Pb senilai 8 µg L-1
(a)
(b)
Gambar 15. Sebaran Mendatar Pb pada bulan April (a) dan bulan September 2011 (b)
35
Gambar 15 menunjukan bahwa konsentrasi Pb pada bulan April lebih
tinggi jika dibandingkan bulan September. Kadar Pb ekosistem sungai bulan
September berkisar antara 2 – 3 µg L-1
dengan kadar tertinggi terdeteksi di Sungai
Landak yang mencapai nilai 3,4 µg L-1
. Hal ini dapat disebabkan oleh debit air
yang relatif rendah pada bulan kemarau (September) sehingga distribusi Pb tidak
banyak terbawa ke muara. Terdapat indikasi bahwa kadar Pb di perairan bagian
selatan relatif tinggi dengan kadar tertinggi terdapat di muara Selat Bujur dengan
nilai 3,8 µg L-1
. Hal ini dapat disebabkan oleh pola pergerakan arus dan debit
sungai yang juga mempengaruhi pola pasang surut campuran cenderung
semidiurnal pada bulan September.
Tabel 8. Kadar Pb Terlarut Tahun 2011
Kadar Pb terlarut (µg/l) Tahun 2011
Lokasi Stasiun April September
Ambawang KB-20 2,9 2,40
Sungai Landak KB-21 2,2 3,44
Dermaga Kapuas Kecil KB-22 2,9 2,64
Rasau Jaya
KB-17 1,36
KB-18 2,16
KB-19 3,20
Kuala Mempawah
KB-01A 2,9 2,40
KB-01 2,9 1,04
KB-03 3,2 0,56
Sungai Pinyuh KB-04 2,9 0,56
KB-06 2,5 0,56
Peniti Luar KB-07 3,2 1,60
KB-09 2,2 1,36
Jungkat
KB-10A 2,9 0,24
KB-10 2,9 1,04
KB-12 2,9 2,64
Jungkat offshore
KB-29 2,9 2,64
KB-30 2,5 1,60
KB-31 2,5
KB-32 2,9 2,16
KB-33 3,2 1,84
KB-34 3,2 2,16
36
KB-35 3,2
KB-36 2,9
Sungai Kakap KB-13 2,5 0,08
KB-15 2,9 0,08
Muara Tanjung Saleh KB-26 2,5 0,80
Muara Selat Bujur KB-27 3,2 3,76
Muara Sepo Laut KB-28 2,2 2,16
Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa kadar Pb tertinggi terdeteksi di Sungai
Landak yang mencapai nilai 3,4 µg L-1
. Konsentrasi Pb dalam air masih berada
dibawah ambang batas menurut Kepmen LH No. 51 tahun 2004 tentang Baku
Mutu Air Laut untuk Biota Laut yang memberi batas maksimum untuk Pb senilai
8 µg L-1
.
4.2.3 Kadmium (Cd)
(a)
37
(b)
Gambar 16. Sebaran Mendatar Cd pada bulan Juni (a) dan bulan November 2010 (b)
Gambar 16 menunjukkan sebaran kadar Cd terlarut pada bulan Juni dan
November 2010 yang tersebar pada beberapa titik di sungai dan estuari perairan
Kalimantan Barat. Terlihat terdapat kadar Cd yang terbesar pada Muara Kuala
Jungkat sebesar 1,16 dibandingkan dengan stasiun yang berada di sungai. Hal ini
dapat disebabkan karena faktor dinamika air sungai yang relatif tinggi sehingga
Cd banyak terbawa ke muara, sedangkan kondisi perairan di muara lebih stabil
sehingga Cd banyak terakumulasi di daerah muara.
Pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa kadar Cd tertinggi pada bulan Juni 1,16
µg L-1
Kadar Cd dalam air ini sudah berada diatas ambang batas menurut Kemen
LH No. 51 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut yang
memberi batas maksimum untuk Cd senilai 1 µg L-1
. Sedangkan kadar Cd pada
bulan November hanya terdapat satu stasiun di muara sungai Kapuas Kecil
sebesar 0,15 µg L-1
sedangkan sisanya
tidak dapat terdeteksi karena
konsentrasinya dibawah limit alat (hanya sampai 3 digit angka di belakang koma).
38
Tabel 9. Kadar Cd Terlarut Tahun 2010
(a)
Kadar Cd terlarut (µg/l) Tahun 2010
Lokasi Stasiun Juni November
Kuala Jungkat
KB 10A 1,16 TD
KB 10 0,39 TD
KB 12 0,26 0,15
Peniti Luar KB 09 0,39 TD
KB 07 0,39 TD
S. Pinyuh KB 06 0,39 TD
KB 04 0,51 TD
Kuala Mempawah
KB 03 0,51 TD
KB 01 0,39 TD
KB 01A 0,39 TD
S. Kakap KB 13 0,39 TD
KB 15 0,39 TD
Rasau Jaya
KB 17 0,39 TD
KB 18 0,39 TD
KB 19 0,51 TD
Ambawang KB 20 0,39 TD
S. Landak KB 21 0,39 TD
Kapuas KB 22 0,39 TD
39
(b)
Gambar 17. Sebaran Mendatar Cd pada bulan April (a) dan bulan September 2011 (b)
Gambar 17 menunjukkan bahwa Cd pada bulan April lebih tinggi jika
dibandingkan bulan September. Kadar Cd dalam ekosistem sungai berada dalam
kisaran 0,05 – 0,16 µg L-1
dengan kadar Cd tertinggi terdapat di Sungai
Ambawang yang nilainya 0,16 µg L-1
sedangkan kadar Cd dalam ekosistem
estuari menunjukkan nilai lebih kecil 0,2 µg L-1
. Hal ini dapat disebabkan oleh
debit air yang relatif kecil pada bulan September sehingga Cd tidak banyak
terbawa ke muara.
Pada Tabel 10 terlihat kadar Cd tertinggi terdapat di Sungai Ambawang
yang nilainya 0,16 µg L-1
. Kadar Cd dalam air ini masih berada dibawah ambang
batas menurut Kepmen LH No. 51 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut untuk
Biota Laut yang memberi batas maksimum untuk Cd senilai 1 µg L-1
.
40
Tabel 10. Kadar Cd Terlarut Tahun 2011
Kadar Cd terlarut (µg/l) Tahun 2011
Lokasi Stasiun April September
Ambawang KB-20 0,6 0,16
Sungai Landak KB-21 0,5 0,11
Dermaga Kapuas Kecil KB-22 0,6 0,05
Rasau Jaya
KB-17 0,02
KB-18 0,11
KB-19 0,21
Kuala Mempawah
KB-01A 0,6 0,16
KB-01 0,5 0,05
KB-03 0,6 0,02
Sungai Pinyuh KB-04 0,6 0,02
KB-06 0,6 0,11
Peniti Luar KB-07 0,6 0,11
KB-09 0,5 0,16
Jungkat
KB-10A 0,5 0,02
KB-10 0,6 0,02
KB-12 0,6 0,02
Jungkat offshore
KB-29 0,7 0,21
KB-30 0,6 0,16
KB-31 0,6
KB-32 0,7 0,16
KB-33 0,6 0,27
KB-34 0,6 0,05
KB-35 0,6
KB-36 0,6
Sungai Kakap KB-13 0,5 0,02
KB-15 0,6 0,02
Muara Tanjung Saleh KB-26 0,6 0,16
Muara Selat Bujur KB-27 0,6 0,00
Muara Sepo Laut KB-28 0,6 0,05
41
4.3 Kualitas Perairan Pesisir Kalimantan Barat
4.3.1 Salinitas
Gambar 16. Sebaran salinitas di perairan Pantai Pontianak.
Fluktuasi perubahan salinitas di daerah studi berhubungan erat dengan
gerakan air pasang dan surut. Pada waktu air pasang dari laut yang masuk ke
ekosistem estuari bercampur dengan air tawar yang berasal dari sungai, demikian
juga sebaliknya pada saat air surut. Proses percampuran air tawar dan air laut
merupakan pencampuran yang kompleks, air tawar yang mempunyai densitas
lebih kecil dari air laut cenderung berada di permukaan. Sifat fisik estuarin yang
mempunyai variasi yang besar dalam banyak parameter (suhu air, padatan
tersuspensi, salinitas, kandungan oksigen terlarut) akan sangat mempengaruhi
nasib kontaminan logam berat. Salinitas merupakan faktor dominan.
Secara definitif, terdapat gradien salinitas yang relatif besar tampak pada
suatu saat tertentu seperti yang terlihat pada Gambar 15. Besarnya gradien
salinitas bervariasi bergantung pada musim, topografi estuaria, pasang surut dan
jumlah air tawar. Perubahan salinitas di wilayah ini terutama disebabkan oleh
pasang surut. Perbedaan pasang surut yang cukup besar akan mendorong air laut
lebih jauh ke hulu estuaria. Selain itu musim juga berpengaruh terhadap variasi
salinitas. Perubahan salinitas musiman diakibatkan karena perubahan penguapan
42
atau perubahan aliran air tawar musiman. Di daerah dimana debit air tawar turun
pada musim kemarau, salinitas tinggi akan bergeser ke hulu sebaliknya di musim
penghujan gradien salinitas bergeser ke hilir. Berdasarkan data yang diperoleh
pada penelitian bulan April dan September 2011, kisaran salinitas permukaan
secara horisontal antara 0,04 psu sampai 26,0 psu sedangkan kisaran salinitas
dasar berada antara 0,62 psu sampai 31,69 psu.
4.3.2 Derajat Keasaman (pH)
Gambar 17. Perbandingan pH pada bulan Juni dan November 2010.
Gambar 18. Perbandingan pH pada bulan April dan September 2011.
43
Derajat keasaman air bervariasi dan semakin membesar ke arah muara.
pH pada bulan April dan September mengindikasikan kenaikan di ekosistem
estuari dengan pH yang terdapat di perairan Jungkat merupakan yang terendah
dari ekosistem estuari. Derajat keasaman (pH) air pada pengambilan sampel bulan
April dan September tidak memiliki perbedaan secara signifikan (p<0,05)
(Gambar 18). pH air pada ekosistem estuari cenderung menurun ketika mendekati
perairan pantai. Sungai Ambawang menunjukkan nilai pH lebih rendah dari 5
untuk bulan April dan September. Hal ini dipengaruhi oleh jenis tanah di sekitar
perairan tersebut, yaitu tanah gambut dengan pH antara 3 – 5 dan mengandung
asam humat. Sungai Kapuas Besar yang melintasi Rasau Jaya menunjukkan nilai
pH yang paling tinggi sebesar 6,19.
Standar pH menurut Kemen LH No. 51 tahun 2004 tentang Baku Mutu
Air Laut untuk Biota Laut yaitu sebesar 7 - 8,5. Sehingga dapat dikatakan pH di
ekosistem estuari Kalimantan Barat pada bulan Juni dan November umumnya
masih dibawah baku mutu untuk biota laut.
4.3.3 Oksigen Terlarut
Gambar 19. Perbandingan DO pada bulan Juni dan November 2010
44
Gambar 20. Perbandingan DO pada bulan April dan September 2011.
Oksigen terlarut akan menurun apabila banyak limbah, terutama limbah
organik, yang masuk ke sistem perairan. Hal ini dikarenakan oksigen tersebut
digunakan oleh bakteri-bakteri aerobik dalam proses pemecahan bahan-bahan
organik yang berasal dari limbah yang mencemari perairan tersebut. Keadaan ini
jelas akan sangat mengganggu kehidupan organisme laut yang lebih lanjut dapat
mengganggu kestabilan ekosistem secara keseluruhan (Mukhtasor 2007).
Kadar oksigen dalam air laut akan bertambah dengan semakin rendahnya
suhu dan berkurang dengan semakin tingginya salinitas. Pada lapisan permukaan,
kadar oksigen akan lebih tinggi, karena adanya proses difusi antara air dengan
udara bebas serta adanya proses fotosintesis. Dengan bertambahnya kedalaman
akan terjadi penurunan kadar oksigen terlarut, karena proses fotosintesis semakin
berkurang dan kadar oksigen yang ada banyak digunakan untuk pernapasan dan
oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik (Odum 1971).
Kemen LH No. 51 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut untuk Biota
Laut menetapkan bahwa kandungan oksigen terlarut minimum adalah 5 ppm
untuk biota laut. Sehingga dapat dikatakan, kadar DO di pesisir Kalimantan Barat
pada tahun 2010 dan 2011 masih diatas standar baku mutu kualitas perairan.
45
4.4 Analisis Korelasi Antara Logam Berat (Hg, Pb, Cd) dengan Kualitas
Perairan
Pencemaran logam berat (Hg, Pb, Cd) di perairan dapat memberikan
pengaruh terhadap kualitas perairan (salinitas, pH dan DO). Dari analisis korelasi
statistik yang dilakukan didapat data bahwa Hg pada bulan Juni 2010 memiliki
angka koefisien determinasi 0,201 yang berarti Hg di perairan memberikan
pengaruh sebesar 20,1% terhadap kualitas perairan Kalimantan Barat, sedangkan
80% sisanya kualitas air dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya seperti
faktor fisika perairan. Hg pada bulan November 2010 menunjukan penurunan
angka koefisien determinasi menjadi sebesar 0,196 yang berarti Hg di perairan
memberikan pengaruh sebesar 19,6% terhadap kualitas perairan Kalimantan barat.
Sedangkan pada bulan April 2011 angka koefisien determinasi Hg mengalami
kenaikan yang cukup signifikan yaitu sebesar 0,424 yang berarti Hg pada bulan
ini memberikan pengaruh sebesar 42,4% terhadap kualitas perairan. Namun pada
bulan September 2011 angka koefisien determinasi Hg kembali menunjukan
penurunan menjadi sebesar 0,261 yang berarti Hg pada bulan ini memberikan
pengaruh sebesar 26,1% terhadap kualitas perairan Kalimantan Barat. Perubahan
pengaruh Hg terhadap kualitas perairan ini dapat disebabkan oleh kadar dan
distribusi Hg yang berubah-ubah setiap musimnya selain itu juga kualitas perairan
dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti faktor oseanografi perairan
Kalimantan Barat.
Pb menunjukan pengaruh yang berbeda terhadap kualitas perairan
dibandingkan dengan Hg. Pada bulan Juni 2010 diperoleh angka koefisien
determinasi sebesar 0,060 yang berarti Pb pada bulan ini memberikan pengarus
sebesar 6% terhadap kualitas perairan. Namun pada bulan November 2010
koefisien determinasi Pb meningkat menjadi 0,128 yang berarti pengaruh Pb
terhadap kualitas air juga meningkat menjadi sebesar 12,8%. Sedangkan Pb pada
tahun 2011 kembali mengalami penurunan, ditunjukan oleh koefisien determinasi
Pb pada bulan April 2011 hanya sebesar 0,005 yang berarti pengaruh Pb terhadap
kualitas perairan hanya sebesar 0,5% dan pada bulan September 2011 Pb
46
memberikan pengaruh sebesar 9,9% dengan koefisien determinasi 0,099.
Perubahan pengaruh Pb terhadap kualitas air ini dapat disebabkan pula oleh kadar
Pb yang berubah-ubah tiap musimnya. Selain itu kualitas perairan juga dapat
dipengaruhi oleh berbagai faktor lain diantaranya faktor oseanografi perairan.
Cd juga memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kualitas perairan
dibandingkan dengan Hg dan Pb. Koefisien determinasi Cd pada bulan Juni 2010
menunjukan angka sebesar 0,174 yang berarti Cd memberikan pengaruh sebesar
17,4% terhadap kualitas perairan, sedangkan pada bulan November 2010 kadar
Cd berada dibawah limit alat sehingga dapat dikatakan Cd pada bulan ini tidak
memberikan pengaruh terhadap kualitas perairan. Pada bulan April 2011 angka
koefisien determinasi Cd menurun menjadi sebesar 0,082 yang berarti pengaruh
Cd terhadap kualitas perairan sebesar 8,2% dan pada bulan September pengaruh
Cd kembali menurun menjadi 3,8% dengan angka koefisien determinasi sebesar
0,038. Perubahan pengaruh Cd terhadap kualitas perairan ini dapat disebabkan
oleh kadar dan distribusi Cd yang berubah-ubah setiap musimnya selain itu juga
kualitas perairan dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti faktor
oseanografi perairan Kalimantan Barat.
Logam Berat Persentase Pengaruh
Hg Juni 2010 20,1%
Hg November 2010 19,6%
Hg April 2011 42,4%
Hg September 2011 26,1%
Pb Juni 2010 6%
Pb November 2010 12,8%.
Pb April 2011 0,5%
Pb September 2011 9,9%
Cd Juni 2010 17,4%
Cd April 2011 8,2%
Cd September 2011 3,8%
47
4.5 Hubungan Kontaminan Logam Berat dengan Kualitas Perairan
Parameter
Kadar Hg Kadar Pb Kadar Cd
2010 2011 2010 2011 2010 2011
Juni Nov April Sept Juni Nov April Sept Juni Nov April Sept
Salinitas
20,1% 19,6% 42,4%
26,1% 6% 12,8%. 0,5%
9,9% 17,4% 8,2%
3,8% pH
DO
Baku
Mutu
Perairan
Untuk
Biota
Laut
Dibawah
baku
mutu
Melebihi
baku
mutu
Dibawah
baku
mutu
Dibawah
baku
mutu
Dibawah
baku
mutu
Dibawah
baku
mutu
Dibawah
baku
mutu
Dibawah
baku
mutu
Melebihi
baku
mutu
Dibawah
baku
mutu
Dibawah
baku
mutu
Dibawah
baku
mutu
Nilai salinitas perairan laut dapat mempengaruhi faktor konsentrasi logam
berat yang mencemari lingkungan laut (Hutagalung 1991 dalam Mukhtasor 2007).
Faktor konsentrasi didefinisikan sebagai perbandingan antara kadar logam berat
dalam tubuh organisme dan dalam perairan. Lebih lanjut dikatakan bahwa
penurunan salinitas pada perairan dapat menyebabkan tingkat bioakumulasi logam
berat pada organisme menjadi semakin besar (Mukhtasor 2007).
Toksisitas logam memperlihatkan peningkatan pada pH rendah (Novotny dan
Olem 1994 dalam Effendi 2003).
Oksigen terlarut akan menurun apabila banyak limbah, terutama limbah
organik, yang masuk ke sistem perairan. Hal ini dikarenakan oksigen tersebut
digunakan oleh bakteri-bakteri aerobik dalam proses pemecahan bahan-bahan
organik yang berasal dari limbah yang mencemari perairan tersebut. Keadaan ini
jelas akan sangat mengganggu kehidupan organisme laut yang lebih lanjut dapat
mengganggu kestabilan ekosistem secara keseluruhan (Mukhtasor 2007).