Download - BAB III CA Cerviks
BAB III
KANKER SERVIKS
DEFINISI
Kanker serviks adalah keganasan primer dari serviks uteri (kanalis
servikalis dan atau porsio). Jenis yang paling umum adalah jenis epitelias
squamous, adenoma, dan jenis campuran.
Kanker serviks (juga disebut kanker leher rahim atau kanker mulut rahim)
dimulai pada lapisan serviks. Kanker ini terbentuk sangat perlahan. Pertama,
beberapa sel berubah dari normal menjadi sel-sel pra-kanker dan kemudian
menjadi sel kanker. Ini dapat terjadi bertahun-tahun, tapi kadang-kadang terjadi
lebih cepat. Perubahan ini sering disebut displasia. Hal ini dapat ditemukan
dengan tes Pap Smear dan dapat diobati untuk mencegah terjadinya kanker.4,10
Ada 2 jenis utama kanker serviks. Sekitar 8-9 dari 10 jenis yang ada
adalah karsinoma sel skuamosa yang berasal dari porsio (cervix pars vaginalis).
Di bawah mikroskop, kanker jenis ini terbentuk dari sel-sel seperti sel-sel
skuamosa yang menutupi permukaan serviks. Sebagian besar sisanya adalah
adenokarsinoma yang berasal dari kanalis servikalis. Kanker ini dimulai pada sel-
sel kelenjar yang membuat lendir. Jarang terjadi, kanker memiliki kedua jenis
gambaran diatas dan disebut karsinoma campuran.
ETIOLOGI
Sebab langsung dari kanker serviks belum diketahui. Terdapat bukti kuat
kejadiannya berhubungan erat dengan sejumlah faktor resiko, diantaranya :
Faktor Resiko Kanker Serviks
Faktor resiko adalah segala sesuatu yang mempengaruhi kemungkinan seseorang
mendapatkan penyakit kanker. Faktor-faktor resiko dibawah ini dapat
meningkatkan peluang seorang wanita terkena kanker serviks:
1. Infeksi Virus Human Papilloma (HPV)9,10
Pada kanker serviks, faktor risiko yang terpenting adalah infeksi HPV
(human papilloma virus). HPV ini ditularkan dari satu orang ke orang lain melalui
kontak kulit seperti vaginal, anal, atau oral seks, kontak kulit ke kulit dengan
daerah tubuh yang terinfeksi HPV.
Studi-studi epidemiologi menunjukkan 90% lebih kanker serviks
dihubungkan dengan jenis human papilomma virus (HPV). Beberapa bukti
menunjukkan kanker dengan HPV negatif ditemukan pada wanita yang lebih tua
dan dikaitkan dengan prognosis yang buruk. HPV merupakan faktor inisiator
kanker serviks. Onkoprotein E6 dan E7 yang berasal dari HPV merupakan
penyebab terjadinya degenerasi keganasan. Onkoprotein E6 akan mengikat p53
sehingga TSG p53 akan kehilangan fungsinya. Sedangkan onkoprotein E7 akan
mengikat TSG Rb, ikatan ini menyebabkan terlepasnya E2F yang merupakan
faktor transkripsi sehingga siklus sel dapat berjalan tanpa kontrol.
Virus HPV berisiko rendah dapat menimbulkan genital warts (penyakit
kutil kelamin) yang dapat sembuh dengan sendirinya dengan kekebalan tubuh.
Namun pada Virus HPV berisiko tinggi, virus ini dapat mengubah permukaan sel-
sel vagina. Bila tidak segera terdeteksi, infeksi Virus HPV dalam jangka panjang
dapat menyebabkan terbentuknya sel-sel pra kanker serviks. Yang termasuk tipe
ini adalah Virus HPV tipe 16, 18, 31, 33 dan 45. Melakukan hubungan seks tidak
aman terutama pada usia muda, memungkinkan terjadinya infeksi HPV. Tiga dari
empat kasus baru infeksi virus HPV menyerang wanita muda (usia 15-24 tahun).
Infeksi Virus HPV dapat terjadi dalam 2-3 tahun pertama mereka aktif secara
seksual. Pada usia remaja (12-20 tahun) organ reproduksi wanita sedang aktif
berkembang. Rangsangan sperma dapat memicu perubahan sifat sel menjadi tidak
normal, apalagi bila terjadi luka saat berhubungan seksual dan kemudian infeksi
Virus HPV. Sel abnormal inilah yang berpotensi tinggi menyebabkan kanker
serviks. Selain itu, wanita yang memiliki banyak pasangan seks (atau yang
berhubungan seks dengan beragam lelaki) memiliki peluang lebih besar untuk
mendapatkan HPV.
Tes Pap smear, dan beberapa tes baru lainnya, dapat menemukan
perubahan yang mengarah ke infeksi HPV. Meskipun tidak ada obat untuk HPV,
sel-sel abnormal yang diakibatkan oleh infeksi virus ini masih dapat diobati. Saat
ini sudah ada beberapa vaksin yang mencegah terjadinya infeksi dari beberapa
jenis HPV.
2. Faktor Resiko Lainnya 4,9,10
Merokok: Wanita yang merokok berada dua kali lebih mungkin mendapat kanker
serviks dibandingkan mereka yang tidak. Rokok mengandung banyak zat
racun/kimia yang dapat menyebabkan kanker paru. Zat-zat berbahaya ini dibawa
ke dalam aliran darah ke seluruh tubuh ke organ lain juga. Produk sampingan (by-
products) rokok seringkali ditemukan pada mukosa
serviks dari para wanita perokok.
Infeksi HIV: HIV (human immunodeficiency virus) adalah virus yang
menyebabkan penyakit AIDS- tidak sama dengan HPV. Ini dapat juga menjadi
faktor resiko kanker serviks. Memiliki HIV agaknya membuat sistem kekebalan
tubuh seorang wanita kurang dapat memerangi baik
infeksi HPV maupun kanker-kanker pada stadium awal.
Infeksi Klamidia : Ini adalah bakteri yang umum menyerang organ wanita,
tersebar melalui hubungan seksual. Beberapa riset menemukan bahwa wanita
yang memiliki sejarah atau infeksi saat ini berada dalam resiko kanker serviks
lebih tinggi.
Diet : Diet rendah sayuran dan buah-buahan dapat dikaitkan dengan
meningkatnya resiko kanker seviks. Juga, wanita yang obesitas berada pada
tingkat resiko lebih tinggi.
Pil KB: Penggunaan pil KB dalam jangka panjang dapat meningkatkan resiko
terjadinya kanker serviks. Riset menemukan bahwa resiko kanker serviks
meningkat sejalan dengan semakin lama wanita tersebut menggunakan pil
kontrasepsi tersebut dan cenderung menurun pada saat pil dihentikan.
Hamil pertama di usia muda: Wanita yang hamil pertama pada usia dibawah 17
tahun hampir selalu 2x lebih mungkin terkena kanker serviks di usia tuanya,
daripada wanita yang menunda kehamilan hingga usia 25 tahun atau lebih tua
Penghasilan rendah: Wanita miskin berada pada tingkat resiko kanker serviks
yang lebih tinggi. Ini mungkin karena mereka tidak mampu untuk memperoleh
perawatan kesehatan yang memadai, seperti tes Pap Smear secara rutin.
DES (diethylstilbestrol): DES adalah obat hormon yang pernah digunakan antara
tahun 1940-1971 untuk beberapa wanita yang berada dalam bahaya keguguran.
Anak-anak wanita dari para wanita yang menggunakan obat ini, ketika mereka
hamil berada dalam resiko terkena kanker serviks dan vagina sedikit lebih tinggi.
Riwayat Keluarga: Kanker serviks dapat berjalan dalam beberapa keluarga. Bila
ibu atau kakak perempuan memiliki kanker serviks, resiko untuk terkena kanker
ini bisa 2 atau 3x lipat.
EPIDEMIOLOGI11
Kanker serviks adalah jenis kanker yang paling sering dijumpai pada
wanita setelah kanker payudara dan dapat menyebabkan kematian. Angka
kejadiannya sekitar 74% dibandingkan kanker ginekologi lainnya. Data WHO
tahun 2003 menyebutkan bahwa sekitar 500.000 wanita setiap tahunnya
didiagnosa menderita kanker serviks, dan hampir 60% diantaranya meninggal
dunia. Jumlah prevalensi wanita pengidap kanker serviks di Indonesia terbilang
cukup besar. Setiap hari, ditemukan 40-45 kasus baru dengan jumlah kematian
mencapai 20-25 orang. Sementara jumlah wanita yang berisiko mengidapnya
mencapai 48 juta orang.
Beberapa peneliti berpikir bahwa kanker serviks non-invasif (yang hanya
terjadi di leher rahim ketika ditemukan) adalah sekitar 4 kali lebih umum daripada
jenis kanker serviks yang invasif. Ketika ditemukan dan diobati secara dini,
kanker serviks seringkali dapat disembuhkan. Kanker serviks cenderung terjadi
pada wanita paruh baya. Kebanyakan kasus ditemukan pada wanita yang dibawah
50 tahun. Ini jarang terjadi pada wanita muda (usia 20 tahunan).
PATOLOGI DAN PATOFISIOLOGI 1
Karsinoma serviks timbul di batas antara epitel yang melapisi ektoserviks
(porsio) dan endoserviks kanalis serviks yang disebut sebagai squamo-columnar
junction (SCJ). Histologik antara epitel gepeng berlapis (squamous complex) dari
porsio dengan epitel kuboid/silindris pendek selapis bersilia dari endoserviks
kanalis serviks. Pada wanita muda SCJ berada di luar ostium uteri eksternum,
sedang pada wanita berumur > 35 tahun, SCJ berada di dalam kanalis serviks.
Maka untuk melakukan Pap smear yang efektif, yang dapat mengusap zona
transformasi, harus dikerjakan dengan skraper dari Ayre atau cytobrush sikat
khusus. Pada awal perkembangannya kanker serviks tak memberi tanda-tanda dan
keluhan. Pada pemeriksaan dengan spekulum, tampak sebagai porsio yang erosif
(metaplasi skuamosa) yang fisiologik atau patologik. Tumor dapat tumbuh : 1)
eksofitik mulai dari SCJ ke arah lumen vagina sebagai masa proliferatif yang
mengalami infeksi sekunder dan nekrosis; 2) endofitik mulai dari SCJ tumbuh ke
dalam stroma serviks dan cenderung untuk mengadakan infiltrasi menjadi ulkus;
3) ulseratif mulai dari SCJ dan cenderung merusak struktur jaringan serviks
dengan melibatkan awal forniks vagina untuk menjadi ulkus yang luas.
Serviks yang normal, secara normal mengalami proses metaplasia (erosio)
akibat saling mendesaknya kedua jenis epitel yang melapisi. Dengan masuknya
mutagen, porsio yang erosif (metaplasia skuamosa) yang semula fisiologik dapat
berubah menjadi patologik (displastik-diskariotik) melalui tingkatan NIS-I, II, III
dan KIS untuk akhirnya menjadi karsinoma invasif. Sekali menjadi mikro invasif
atau invasif, proses keganasan akan berjalan terus.
Periode laten (dari NIS-I sampai dengan KIS) tergantung dari daya tahan
tubuh penderita. Umumnya fase prainvasif berkisar di antara 3-20 tahun (rata-rata
5-10 tahun). Perubahan epitel displastik serviks secara kontinu yang masih
memungkinkan terjadinya regresi spontan dengan pengobatan atau tanpa diobati
itu dikenal dengan unitarian concept dari Richart. Histopatologik sebagian
terbesar (95-97%) berupa epidermoid atau squamous cell carcinoma, sisanya
adenokarsinoma, clearcell carcinoma/mesonephroid carcinoma dan yang paling
jarang adalah sarkoma.
Tingkatan pra-maligna1
Porsio yang erosif dengan ektropion bukanlah termasuk lesi pra-maligna,
selama tidak ada bukti adanya perubahan displastik dari SCJ. Penting untuk dapat
mengambil sel-sel dari SCJ untuk pemeriksaan eksfoliatif sitologi, meskipun pada
pemeriksaan ini ada kemungkinan terjadi negatif palsu atau positif palsu. Perlu
ditekankan bahawa terapi hanya boleh dilakukan atas dasar bukti histopatologik.
Oleh sebab itu, untuk konfirmasi hasil Pap smear, perlu tindak lanjut upaya
diagnostik biopsi serviks.
Penyebaran1
Pada umumnya secara limfogen melalui pembuluh getah bening menuju 3
arah : a) ke arah forniks dan dinding vagina, b) ke arah korpus uterus, c) ke arah
parametrium dan dalam tingkatan yang lanjut menginfiltrasi septum rektovaginal
dan kandung kemih.
Melalui pembuluh getah bening dalam parametrium kanan dan kiri sel
tumor dapat menyebar ke kelenjar iliaka luar dan kelenjar iliaka dalam
(hipogastrika). Penyebaran melalui hematogen adalah tidak lazim. Karsinoma
serviks umumnya terbatas pada daerah panggul saja. Tergantung dari kondisi
imunologik tubuh penderita KIS (karsinoma insitu) akan berkembang menjadi
mikro invasif dengan menembus membrana basalis dengan kedalaman invasi < 1
mm dan sel tumor belum terlihat dalam pembuluh limfa atau darah. Jika sel tumor
sudah > 1 mm dari membrana basalis, atau < 1 mm tetapi sudah tampak berada
dalam pembuluh limfe atau darah, maka prosesnya sudah invasif. Tumor mungkin
telah menginfiltrasi stroma serviks, akan tetapi secara klinis belum tampak
sebagai karsinoma. Tumor yang demikian disebut sebagai ganas praklinik
(stadium IB-occult). Sesudah tumor menjadi invasif, penyebaran secara limfogen
menuju kelenjar limfe regional dan secara perkontinuitatum menuju forniks
vagina, korpus uterus, rektum dan kandung kemih, yang pada stadium akhir dapat
menimbulkan fistula rektum atau kendung kemih. Penyebaran limfogen ke
parametrium akan menuju kelenjar limfa regional melalui ligamentum latum,
kelenjar-kelenjar iliaka, obturator, hipogastrika, prasakral, praaorta, dan
seterusnya secara teoritis dapat lanjut melalui trunkus limfatikus di kanan dan
vena subklavia di kiri mencapai paru-paru, hati, ginjal, tulang dan otak.
Biasanya penderita sudah meninggal lebih dahulu disebabkan oleh
perdarahan yang berlebihan dan gagal ginjal kronis akibat uremia oleh karena
obstruksi ureter di tempat ureter masuk ke dalam kandung kemih.
PEMBAGIAN TINGKAT KEGANASAN1,8
Setelah diagnosis kanker serviks ditegakkan berdasarkan hasil
pemeriksaan histopatologi jaringan biopsi, ditentukan dengan penentuan stadium.
Penentuan stadium klinis ini harus mempunyai hubungan dengan kondisi klinis,
didukung oleh bukti-bukti klinis, dan sederhana.
Pemeriksaan stadium kanker menurut FIGO masih berdasarkan
pemeriksaan klinis praoperatif ditambah dengan foto thorak serta sitoskopi dan
rektoskopi. Penggunaan alat bantu seperti CT-scan, MRI, ataupun PET tidak
dijadikan standar karena sebagian kasus berada di negara berkembang dengan
fasilitas peralatan kesehatan yang masih minim. Sekali stadium ditetapkan tidak
boleh berubah lagi walaupun apa pun hasil akhir terapi yang diberikan.
Temuan dengan pemeriksaan CT-scan, MRI, atau PET tidak mengubah
stadium, tetapi dapat digunakan sebagai informasi untuk rencana terapi yang akan
dilakukan. Kecurigaan adanya metastase ke kelenjar getah bening pelvis atau para
aorta (adenopati) jangan dilanjutkan dengan biopsi kelenjar karena terlalu bahaya.
Stadium Ia yang hanya dapat diketahui dari pemeriksaan mikroskopi, ke
dalam invasi sel tumor ke stroma diukur dari membran basalis atau permukaan
kelenjar dari mana tumor ini berasal. Adanya invasi sel tumor ke dalam pembuluh
darah atau limfe tidak mempengaruhi stadium.
Stadium kanker serviks menurut FIGO 2000 8
Stadium 0 Kasinoma in situ, karsinoma intra epitel
Stadium I Karsinoma masih terbatas di serviks (penyebaran ke korpus uteri
diabaikan)
Stadium Ia Invasi kanker ke stroma hanya dapat dikenali secara mikroskopik,
lesi yang dapat dilihat secara langsung walau dengan invasi
yang sangat superfisial dikelompokkan sebagai stadium Ib.
Kedalaman invasi ke stroma tidak lebih dari 5mm dan lebarnya
lesi tidak lebih dari 7mm
Stadium Ia1 Invasi ke stroma dengan kedalaman tidak lebih dari 3mm dan
lebar tidak lebih dari 7mm
Stadium Ia2 Invasi ke stroma dengan kedalaman lebih dari 3mm tapi kurang
dari 5mm dan lebar tidak lebih dari 7mm
Stadium Ib Lesi terbatas di serviks atau secara mikroskopis tidak lebih dari Ia
Stadium Ib1 Besar lesi secara klinis tidak lebih dari 4cm
Stadium Ib2 Besar lesi secara klinis lebih besar dari 4 cm
Stadium II Telah melibatkan vagina, tapi belum sampai 1/3 bawah atau
infiltrasi ke parametrium belum mencapai dinding panggul
Stadium IIa Telah melibatkan vagina, tapi belum melibatkan parametrium
Stadium IIb Infiltrasi ke parametrium, tetapi belum mencapai dinding
panggul
Stadium III Telah melibatkan 1/3 bawah vagina atau adanya perluasan sampai
dinding panggul. Dengan hidronefrosis atau gangguan fungsi
ginjal dimasukkan dalam stadium ini, kecuali kelainan ginjal
dapat dibuktikan oleh sebab lain.
Stadium IIIa Keterlibatan 1/3 bawah vagina dan infiltrasi parametrium belum
mencapai dinding panggul
Stadium IIIb Perluasan sampai dinding panggul atau adanya hidronefrosis atau
gangguan fungsi ginjal
Stadium IV Perluasan ke luar organ reproduktif
Stadium IVa Keterlibatan mukosa kandung kemih atau mukosa rektum
Stadium IVb Metastase jauh atau telah keluar dari rongga panggul
Gambar 1. Stadium Kanker Serviks
Stadium kanker seviks menurut sistem TNM 1
T Tak ditemukan tumor primer
T1S Karsinoma pra-invasif, ialah KIS (Karsinoma In Situ)
T1 Karsinoma terbatas pada serviks, (walaupun ada perluasan ke korpus uteri)
T1a Pra-klinik adalah karsinoma yang invasif dibuktikan dengan pemeriksaan
histologik
T1b Secara klinis jelas karsinoma yang invasif
T2 Karsinoma telah meluas sampai di luar serviks, tetapi belum sampai
dinding panggul, atau karsinoma telah menjalar sampai dinding vagina,
tetapi belum sampai 1/3 distal
T2a Karsinoma belum menginfiltrasi parametrium
T2b Karsinoma telah menginfiltrasi parametrium
T3 Karsinoma telah melibatkan 1/3 distal vagina atau telah mencapai dinding
panggul (tidak ada celah bebas antara dinding panggul)
NB : Adanya hidronefrosis atau gangguan faal ginjal akibat stenosis
ureter karena infiltrasi tumor, menyebabkan kasus dianggap sebagai
T3 meskipun pada penemuan lain kasus itu seharusnya masuk kategori
yang lebih rendah
T4 Karsinoma telah menginfiltrasi mukosa rektum atau kandung kemih, atau
meluas sampai panggul. (Ditemukannya edema bulosa tidak cukup bukti
untuk mengklasifikasi sebagai T4)
T4a Karsinoma melibatkan kandung kemih atau rektum saja dan dibuktikan
secara histologik
T4b Karsinoma telah meluas sampai di luar panggul
NX Bila tidak memungkinkan untuk menilai kelenjar limfa regional. Tanda -/+
ditambahkan
untuk tambahan ada/tidak adanya informasi mengenai pemeriksaan
histologik, jadi : NX
+ atau NX -
N0 Tidak ada deformitas kelenjar limfa pada limfografi
N1 Kelenjar limfa regional berubah bentuk sebagaimana ditunjukkan oleh
cara-cara diagnostik yang tersedia ( misalnya limfografi, CT-scan
panggul)
N2 Teraba massa yang padat dan melekat pada dinding panggul dengan celah
bebas infiltrat diantara massa ini dengan tumor
M0 Tidak ada metastsis berjarak jauh
M1 Terdapat metastasis berjarak jauh, termasuk kelenjar limfa di atas
bifurkasio arteri iliaka komunis
TANDA DAN GEJALA KLINIS
Walaupun telah terjadi invasi tumor ke dalam stroma, kanker serviks
masih mungkin tidak menimbulkan gejala. Keputihan merupakan gejala yang
paling sering ditemukan. Getah yang keluar dari vagina ini makin lama akan
berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan. Dalam hal demikian,
pertumbuhan tumor menjadi ulseratif. Perdarahan yang dialami pasca koitus
(disebut sebagai perdarahan kontak) merupakan gejala karsinoma serviks (75-
80%). 2
Tanda yang lebih klasik adalah perdarahan bercak yang berulang, atau
perdarahan bercak setelah bersetubuh atau membersihkan vagina. Dengan makin
tumbuhnya penyakit, tanda menjadi semakin jelas. Perdarahan menjadi semakin
banyak, lebih sering, dan berlangsung lebih lama. Namun, terkadang keadaan ini
diartikan penderita sebagai perdarahan yang sering dan banyak. Juga dapat
dijumpai sekret vagina yang berbau terutama dengan massa nekrosis lanjut.
Nekrosis terjadi karena pertumbuhan tumor yang cepat tidak diimbangi dengan
pertumbuhan pembuluh darah (angiogenesis) agar mendapat aliran darah yang
cukup. Nekrosis ini menimbulkan bau yang tidak sedap dan reaksi peradangan
non spesifik. 1
Perdarahan yang timbul akibat terbukanya pembuluh darah makin lama
akan lebih sering terjadi, juga di luar koitus (perdarahan spontan). Perdarahan
spontan umumnya terjadi pada tingkat klinik yang lebih lanjut (II atau III),
terutama pada tumor yang bersifat eksofitik. Pada wanita usia lanjut yang sudah
tidak melayani suami secara seksual, atau menopause bilamana mengidap kanker
serviks sering terlambat datang meminta pertolongan. Perdarahan spontan saat
berdefekasi terjadi akibat tergesernya tumor eksofitik dari serviks oleh skibala,
memaksa mereka datang ke dokter. Adanya perdarahan spontan pervaginam saat
berdefekasi, perlu dicurigai adanya karsinoma serviks tingkat lanjut. Adanya bau
busuk yang khas memperkuat dugaan adanya karsinoma. Anemia akan menyertai
sebagai akibat dari perdarahan pervaginam yang berulang. Rasa nyeri akibat
infiltrasi sel tumor ke serabut saraf, memerlukan pembiusan umum untuk dapat
melakukan pemeriksaan dalam yang cermat, khususnya pada lumen vagina yang
sempit dan dinding sklerotik yang meradang. Gejala lain yang dapat timbul adalah
gejala-gejala yang disebabkan oleh metastasis jauh. Sebelum tingkat akhir
(terminal stage), penderita meninggal akibat perdarahan yang eksesif, kegagalan
faal ginjal (CRF= Chronic Renal Failure) akibat infiltrasi tumor ke ureter
sebelum memasuki kandung kemih, yang menyebabkan obstruksi total.1
Pada hasil pemeriksaan fisik dapat ditemukan serviks yang tampak normal
pada penyakit karsinoma insitu. Apabila penyakit semakin progresif, semakin
dapat ditemukan tanda klinis. Kanker infiltratif akan menyebabkan pembesaran,
irregularitas dan konsistensi yang lunak pada serviks dan kadang pada parametria
yang bersebelahan. Pertumbuhannya dapat berbentuk endofitik yang
menunjukkan pembesaran serviks berbentuk barrel, atau eksofitik di mana lesinya
sangat rapuh, mudah berdarah dan berbentuk bunga kol pada porsio vaginalis.
Ulkus dapat merupakan manifestasi primer pada karsinoma invasif; pada stadium
awal perubahannya sering bersifat superfisial sehingga mirip ektropion atau
servisitis kronik. Dengan meningkatnya progresivitas penyakit, ulkus bertambah
dalam dan menjadi nekrotik dengan pinggir yang berindurasi dan rapuh disertai
permukaan yang berdarah. Forniks vagina yang bersebelahan dapat ikut terkena.
Kadang keterlibatan parametrium yang ekstensif dari proses infiltratif dapat
menyebabkan penebalan nodular dari ligamen uterosakral dan kardinal sehingga
menyebabkan hilangnya mobilisasi dan fiksasi serviks. 2
Membuat diagnosa karsinoma serviks uterus yang sudah agak lanjut
tidaklah sulit. Yang menjadi masalah ialah, bagaimana mendiagnosis dalam
tingkat yang sangat awal, misalnya pada tingkat pra-invasif, lebih baik jika dapat
menangkapnya dalam tingkat pra-maligna (displasia/diskariosis serviks). 2
DIAGNOSIS1,4
Hasil pemeriksaan sitologi eksploratif dari ekto dan endo-serviks yang
positif tidak boleh dianggap diagnosis pasti. Diagnosis harus dapat dipastikan
dengan pemeriksaan histopatologik dari jaringan yang diperoleh dengan
melakukan biopsi.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan berikut:
Pap smear
Pap smear dapat mendeteksi sampai 90% kasus kanker serviks secara
akurat dan dengan biaya yang tidak terlalu mahal. Akibatnya angka kematian
akibat kanker serviks pun menurun sampai lebih dari 50%.
Setiap wanita yang telah aktif secara seksual atau usianya telah mencapai
18 tahun, sebaiknya menjalani tes Pap smear secara teratur yaitu 1 kali/tahun. Jika
selama 3 kali berturut-turut menunjukkan hasil yang normal, Pap smear bisa
dilakukan 1 kali/2-3tahun.
Hasil pemeriksaan Pap smear menunjukkan stadium dari kanker serviks:
- Normal
- Displasia ringan (perubahan dini yang belum bersifat ganas)
- Displasia berat (perubahan lanjut yang belum bersifat ganas)
- Karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks paling
luar)
- Kanker invasif (kanker telah menyebar ke lapisan serviks yang
lebih dalam atau ke organ tubuh lainnya).
Gambar 2. Pemeriksaan Pap Smear
Biopsi
Biopsi dilakukan jika pada pemeriksaan panggul tampak suatu pertumbuhan atau
luka pada serviks, atau jika Pap smear menunjukkan suatu abnormalitas atau
kanker.
Tidak jarang adanya hasil sitologi yang negatif pada karsinoma serviks yang
invasif. Lesi apa pun pada serviks harus di biopsi tanpa memperhitungkan hasil
pemeriksaan sitologi. Biopsi pada area yang positif Shiller atau pada area yang
ulseratif, lesi yang bergranular, nodular atau papillar dapat memberikan diagnosis
pada kebanyakan kasus.
Kolposkopi (pemeriksaan serviks dengan lensa pembesar)
Tanda kanker invasif dini dari pemeriksaan kolposkopi termasuk kapiler-kapiler
yang irregular dan berbengkok-bengkok dan sering mengalami perubahan arah
secara tiba-tiba sehingga menyebabkan terbentuknya sudut yang akut. Ulserasi
atau gambaran serviks yang irregular, mengkilat, permukaan yang kekuning-
kuningan dan pembuluh darah yang atipikal dan banyak adalah sering. Perdarahan
juga dapat terjadi setelah iritasi ringan.
Tes Schiller
Serviks diolesi dengan larutan yodium, sel yang sehat warnanya akan berubah
menjadi coklat, sedangkan sel yang abnormal warnanya menjadi putih atau
kuning.
Konisasi
Konisasi serviks dapat dilakukan untuk mendeteksi ada atau tidaknya invasi. Jika
biopsi serviks menunjukkan kanker mikroinvasif (<3 mm), konisasi harus
dilakukan untuk mencari invasi yang lebih dalam. Spesimen konisasi harus diberi
tanda supaya area yang terkena dapat dilokalisasi secara spesifik dalam arti
mencari sirkumferensi dan margin dari serviks. Konisasi pada karsinoma serviks
yang invasif adalah kontraindikasi karena hanya akan memperlambat terapi dan
sebagai predisposisi terjadinya infeksi pelvik dan perdarahan.
Untuk membantu menentukan stadium kanker, dilakukan beberapa pemeriksan
berikut:
- Sistoskopi
- Rontgen dada
- Urografi intravena – untuk mencari ada atau tidaknya obstruksi ureter
yang dapat menyebabkan terjadinya hidroureter dan hidronefrosis.
- Sigmoidoskopi
- Scanning tulang dan hati
- Barium enema.
MRI, CT, limfangiografi, PET (positron emission tomography) dapat
menunjukkan adanya penyebaran ke pelvis atau nodus limfe periaortik.
Sensitivitas MRI, CT, PET terhadap kanker serviks dalam mencari metastase
nodus limfe masing-masing 60%, 45%, dan 80%. Pemeriksaan radiologi ini
penting untuk merencanakan terapi terutama perluasan lapang terapi radiasi atau
operasi.
PENATALAKSANAAN 2,8
Pemilihan pengobatan untuk kanker serviks tergantung kepada lokasi dan
ukuran tumor, stadium penyakit, usia, keadaan umum penderita dan fungsi
reproduksi. Penatalaksanaan pengobatan kanker serviks uteri dapat dilakukan
dengan berbagai modalitas terapi, diantaranya adalah :
Pembedahan
Pada karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks paling luar),
seluruh kanker seringkali dapat diangkat dengan bantuan pisau bedah ataupun
melalui LEEP (loop electrosurgical excision procedure). Dengan pengobatan
tersebut, penderita masih bisa memiliki anak. Karena kanker bisa kembali
kambuh, dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan ulang dan Pap smear setiap 3
bulan selama 1 tahun pertama dan selanjutnya setiap 6 bulan. Jika penderita tidak
memiliki rencana untuk hamil lagi, dianjurkan untuk menjalani histerektomi.
Pada kanker invasif, dilakukan histerektomi dan pengangkatan struktur di
sekitarnya (prosedur ini disebut histerektomi radikal) serta kelenjar getah bening.
Pada wanita muda, ovarium (indung telur) yang normal dan masih berfungsi tidak
diangkat.
Terapi penyinaran
Terapi penyinaran (radioterapi) efektif untuk mengobati kanker invasif yang
masih terbatas pada daerah panggul. Pada radioterapi digunakan sinar berenergi
tinggi untuk merusak sel-sel kanker dan menghentikan pertumbuhannya.
Ada 2 macam radioterapi:
- Radiasi eksternal : sinar berasal dari sebuah mesin besar
Penderita tidak perlu dirawat di rumah sakit, penyinaran biasanya
dilakukan sebanyak 5 hari/minggu selama 5-6 minggu.
- Radiasi internal : zat radioaktif terdapat di dalam sebuah kapsul
dimasukkan langsung ke dalam serviks. Kapsul ini dibiarkan selama 1-3
hari dan selama itu penderita dirawat di rumah sakit. Pengobatan ini bisa
diulang beberapa kali selama 1-2 minggu.
Efek samping dari terapi penyinaran adalah:
- iritasi rektum dan vagina
- kerusakan kandung kemih dan rektum
- ovarium berhenti berfungsi.
Kemoterapi
Jika kanker telah menyebar ke luar panggul, kadang dianjurkan untuk
menjalani kemoterapi. Kemoterapi merupakan bentuk pengobatan kanker dengan
menggunakan obat sitostatika yaitu suatu zat-zat yang dapat menghambat
proliferasi sel-sel kanker. Kemoterapi diberikan dalam suatu siklus, artinya suatu
periode pengobatan diselingi dengan periode pemulihan, lalu dilakukan
pengobatan, diselingi dengan pemulihan, begitu seterusnya.
Terapi biologis
Pada terapi biologis digunakan zat-zat untuk memperbaiki sistem kekebalan tubuh
dalam melawan penyakit. Terapi biologis dilakukan pada kanker yang telah
menyebar ke bagian tubuh lainnya. Yang paling sering digunakan adalah
interferon, yang bisa dikombinasikan dengan kemoterapi.
Sedangkan berdasarkan dari stadiumnya, penatalaksanaan pada kanker
serviks dapat dilakukan sebagai berikut :
A. Penatalaksanaan pada stadium awal
(Stadium IA2 sampai IIA)
1. Histerektomi radikal dan limfadenektomi terapeutik
Teknik histerektomi radikal (pertama kali diperkenalkan oleh
Weirtheim, Meigs, Okabayashi) disertai limfadenektomi pelvik hanya
dilakukan pada kanker yang terbatas di serviks (stadium I dan II).
Pasien dengan kanker serviks stadium I diindikasikan
untuk Histerektomi tipe I.. Bila fungsi reproduksi masih
diperlukan dapat dilakukan konisasi serviks dilanjutkan dengan
pengamatan lanjut. Pada tingkat klinik (KIS) tidak dibenarkan dilakukan
elektrokoagulasi atau elektrofulgerasi, bedah kryo (cryosurgery) atau
dengan sinar laser, kecuali yang menangani seorang ahli dalam koloskopi
dan penderita masih muda dan belum mempunyai anak. Dengan biopsi
kerucut (conebiopsy) meskipun untuk diagnostik acapkali menjadi
terapeutik. Ostium uteri internum tidak boleh sampai rusak karenanya.
Bila penderitanya telah cukup tua, atau sudah mempunyai cukup anak,
uterus tidak perlu ditinggalkan, agar tidak kambuh (relaps) dapt dilakukan
histerektomi sederhana (simple vaginal hysterectomy). 1
Pada stadium Ia2, dengan invasi stroma lebih dari 3mm, tetapi
kurang dari 5mm, kemungkinan invasi pembuluh darah atau limfe sekitar
7%. Kasus pada stadium ini harus dilakukan histerektomi radikal dengan
limfadenektomi kelenjar getah bening pelvik atau radiasi bila ada
kontraindikasi operasi. Bahkan, limfadenektomi dapat diabaikan bila tidak
ada kecurigaan anak sebar. Bagi penderita yang masih ingin hamil dapat
dilakukan trakhelektomi. Jenis pembedahan lebih bersifat individual. Bila
dijumpai invasi limfe atau vaskular sebaiknya dilakukan histerektomi atau
radiasi karena kemungkinan adanya anak sebar ke kelenjar getah bening.
Pada tingkat klinik Ia, umumnya dianggap dan ditangani sebagai
kanker yang invasif. Bilamana kedalaman invasi kurang dari atau hanya
1mm dan tidak meliputi area yang luas serta tidak melibatkan pembuluh
limfa atau pembuluh darah, penanganannya dilakukan seperti KIS di atas.
Pada stadium Ib pengobatannya adalah histerektomi radikal dengan
limfadenektomi kelenjar getah bening pelvik dengan/tanpa kelenjar getah
bening paraaorta memberikan hasil yang efektif. Sama halnya dengan
diberikan terapi radiasi. Pada penderita yang berusia muda operasi radikal
lebih disukai karena dapat mempertahankan fungsi ovarium. Bagi
penderita yang masih ingin hamil dengan ukuran lesi <2cm dapat
dilakukan operasi trakhelektomi radikal asalkan tidak dijumpai anak sebar
pada kelenjar getah bening pelvik. Disamping dapat mempertahankan
fungsi hormonal, keunggulan lain terapi operatif tidak terjadi stenosis
vagina akibat radiasi yang dapat mengganggu aktivitas seksual, di samping
itu, tidak akan terjadi kekambuhan pada serviks dan uterus. Pemilihan
terapi radiasi lebih ditujukan pada kasus dengan indikasi kontrasepsi.
Pada stadium IIa, jenis terapinya tergantung pada perluasan tumor
ke vagina. Keterlibatan vagina yang minimal dapat dilakukan histerektomi
radikal, limfadenektomi pelvik, dan vaginektomi bagian atas. Terapi yang
optimal pada kebanyakan stadium IIa adalah kombinasi radiasi eksternal
dan radiasi intrakaviter. Operasi radikal dengan pengangkatan kelenjar
getah bening pelvik dan paraaorta serta pengangkatan vagina bagian atas
dapat memberikan hasil yang optimal asalkan tepi sayatan bebas dari
invasi sel tumor.
Tabel 1: Tipe-tipe histerektomi berdasarkan radikalitas.2
Tipe histerektomi Indikasi Prosedur
Tipe I Stadium IA1 Histerektomi ekstrafascial dan
pembuangan jaringan serviks
Tipe II
( radikal termodifikasi)
Stadium IA2
sampai IIA
Arteri uterina yang menyilang
ureter diligasi. Ligamen
uterosakral dan kardinal
dipisahkan di tengah ke arah
perlekatan masing-masing di
dinding sakrum dan pelvik.
Tipe III
( histerektomi radikal)
Stadium IA2
sampai IIA
Arteri uterina diligasi bermula
dari arteri vesika superior dan
arteri iliaka interna. Ligamen
uterisakral dan kardinal
dipisahkan di tengah ke arah
perlekatan masing-masing di
dinding sakrum dan pelvik.
Setengah bagian vagina atas
diangkat.
Tipe IV Diseksi ureter secara total dari
ligamen vesikouterina, arteri
vesika superior diambil dan
tiga perempat dari vagina
diangkat.
Tipe V Melibatkan reseksi tambahan
pada bagian vesika urinaria
atau distal ureter dan
reimplantasi ureter ke vesika
urinaria.
2. Terapi adjuvan kemoterapi pasca bedah
Terapi radiasi adjuvan pasca bedah disertai kemoterapi diindikasikan
pada wanita yang menderita kanker serviks terlokalisasi dengan risiko
tinggi untuk kambuh seperti nodus limfe positif, dan penyebaran ke
parametrium.
3. Radiasi primer dengan gabungan kemoterapi
Pemilihan terapi bergantung pada ukuran tumor, keadaan umum
pasien dan keputusan dari onkologis itu sendiri. Operasi biasanya
diindikasikan pada pasien usia muda dengan harapan dapat
mempertahankan fungsi dari ovarium. Jika pasien memerlukan terapi
radiasi post operatif, dilakukan transposisi ovari ke arah luar dari
daerah radiasi. Untuk radiasi primer pada kanker serviks, pancaran
radiasi eksternal dikombinasikan dengan radiasi intrakaviter. Terdapat
5 hasil penelitian yang menyatakan radiasi yang dikombinasikan
dengan kemoterapi lebih baik dibandingkan hanya dengan
menggunakan radiasi. Hal ini menyebabkan kombinasi dari radiasi
dengan kemoterapi dijadikan standar terapi pada pasien yang
diindikasikan terapi radiasi.
Penatalaksanaan pada Situasi Khusus2
A.Penyakit stadium IA1
Diagnosis definitif pada karsinoma serviks sel skuamosa mikroinvasif
hanya dapat ditegakkan dengan konisasi. Pasien dengan kanker tipe ini dapat
diterapi dengan histerektomi. Untuk wanita usia muda yang masih mau
mempertahankan fertilitas, hanya konisasi yang dapat diterima sebagai
modalitas terapi dengan syarat karsinoma sel skuamosa mikroinvasif dengan
invasi < 3mm dan tidak ada invasi ke ruang limfovaskular. Jika hasil dari
kuretase endoservikal adalah positif (terdapat invasi), resiko untuk terjadinya
residual adalah sebanyak 33 %.
B.Trakelektomi radikal
Sebuah prosedur yang disebut trakelektomi radikal muncul sebagai
terapi alternatif dari histerektomi radikal dan memungkinkan wanita muda
tertentu dengan kanker stadium awal (IA2 atau IB1 kecil) untuk dapat diobati
dan masih dapat mempunyai anak. Metode ini yang juga dikenal dengan nama
radical vaginal trachelectomy (RVT) dan Dargent operation melibatkan
pengangkatan serviks, parametria dan bagian atas vagina dan meletakkannya
pada jahitan berbentuk seperti kantong yang bertindak sebagai pembukaan
leher rahim di dalam rahim. Dilakukan juga pengangkatan terhadap kelenjar
getah bening di dekatnya untuk mencari adanya metastase ke nodus limfe.
Operasi ini dilakukan baik melalui vagina ataupun perabdominal.
Setelah operasi ini, beberapa wanita dapat memiliki kehamilan jangka
panjang dan melahirkan bayi yang sehat melalui operasi sesar. Dalam sebuah
penelitian, tingkat kehamilan setelah 5 tahun lebih dari 50%, namun risiko
keguguran lebih tinggi daripada wanita normal pada umumnya yaitu sebesar
16% pada trimester pertama dan 10% pada trimester kedua. Sebanyak 19%
melahirkan prematur dan 49% melahirkan cukup bulan. Sedangkan risiko
kanker untuk kambuh kembali cukup rendah.
C. Kanker Serviks Bulky
Bulky berarti massa kanker bersifat besar dari segi ukurannya. Juga dikenal
sebagai Bulky Stage IB cervix cancer dan merupakan tipe kanker yang paling
berat dan survival yang paling buruk dibandingkan kanker stadium I yang
lebih kecil. Kanker tipe ini dapat diterapi dengan:
1. Terapi radiasi primer dengan gabungan kemoterapi dan kemudian
dilanjutkan dengan histerektomi ekstrafasial adjuvan.
2. Histerektomi radikal primer dan limfadenektomi terapeutik diikuti
dengan radiasi yang dikombinasi dengan kemoterapi berdasarkan hasil
dari pemeriksaan patologi.
3. Kemoterapi neoadjuvan dilanjutkan dengan histerektomi radikal dan
limfadenektomi kemudian dilanjutkan kemoterapi berdasarkan
indikasi dari pemeriksaan patologi. Neoadjuvan dengan kemoterapi
Cisplatinum, Vinblastin dan Bleomycin sebanyak 3 siklus untuk kasus
kanker serviks stadium awal dengan tumor Bulky sebelum dilakukan
tindakan radikal histerektomi dan limfadenektomi pelvis.
B. Penanganan terhadap perluasan lokal (stadium IIB sampai IVA)
Pasien dengan perluasan kanker serviks lokal diterapi dengan
radiasi primer disertai dengan kemoterapi.
Stadium IIB – IIIB, diberikan radiasi eksternal seluruh panggul 5000
cGy, dilanjutkan dengan radiasi empat arah (box system) 3000cGy.
Pada stadium IIB, III, IVA dilakukan radiasi luar dan brakiterapi serta
pemberian cisplatin 40 mg/m2/minggu selama radiasi luar. Jika sudah
metastase ke kelenjar getah bening iliaka kommunis atau para-aorta
lapangan radiasi diperluas.
Pada kasus-kasus stadium IIB, III dan IVA ini tidak mungkin lagi
dilakukan tindakan operatif karena tumor telah menyebar jauh dari luar
serviks. Pada bulan Februari 1999 National Cancer Institute (NCI) di
Amerika Serikat mengumumkan kemoradiasi berbasis platinum
memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan radiasi saja untuk
penderita kanker serviks stadium IIB-IVA, stadium IA2 –IIA resiko tinggi
dan stadium IB2 lesi besar (bulky tumor). Pemberian Sisplatin tunggal
sama efektifnya dengan kombinasi Ifosfamid, tetapi samping tentunya
sampai 30 %. Bagi penderita dengan gangguan fungsi ginjal tidak
dianjurkan pemberian Sisplatin dan sayangnya sampai saat ini belum ada
kemoterapi penggantinya. Luas lapangan radiasi bergantung pada besar
tumor serta jauhnya keterlibatan vagina. Bila dari hasil pemeriksaan
imaging dicurigai anak sebar sampai kelenjar getah bening paraaorta,
lapangan radiasi harus diperluas sampai mencakup daerah ini.
Khusus stadium IVA dengan penyebaran hanya ke mukosa kandung
kemih lebih disukai operasi eksenterasi daripada radiasi. Terapi
eksenterasi juga menjadi pilihan terapi kuratif atau paliatif pada kasus
persisten sentral setelah mendapat kemoradiasi ataupun bila ada
komplikasi fistula rekto-vaginal atau vesiko-vaginal.
C. Penanganan pada penyakit primer disseminata (stadium IVB) dan
persisten atau rekuren
Pada stadium IVB, kasus dengan stadium terminal prognosisnya sangat
jelek, jarang dapat bertahan hidup sampai setahun semenjak didiagnosis.
Pada penderita stadium IVB bila keadaan umum memungkinkan dapat
diberikan kemoradiasi konkomitan, tetapi hanya bersifat paliatif.
D. Eksenterasi pelvis total
Dapat dipertimbangkan pada stadium IVA bila tidak meluas sampai dinding
panggul, terutama bila ada fistel rektovaginal dan vesikovaginal IVB atau
residif.
E. Terapi paliatif
Perawatan komprehensif termasuk terapi antitumor dan suportif dari
keluarga. Terapi paliatif yang dapat dilakukan adalah pemberian salep
antimikroba jika terdapat keluhan keluarnya cairan yang purulen dan
berbau busuk dari vagina. Pada kasus perdarahan pervaginam dapat
diberikan agen hemostatik. Jika terdapat keluhan nyeri dapat diberikan
analgesik NSAID atau fentanil.
Pengobatan adjuvan 2
Hal penting lain yang harus dipertimbangkan adalah mengevaluasi hasil
operasi, secara komprehensif, karena pengobatan tambahan/adjuvan
didasarkan pada berbagai faktor. Pilihan terapi adjuvan yang bisa diberikan
adalah kemoradiasi, kemoterapi atau hanya radiasi. Faktor prognosis yang
digunakan saat ini meliputi faktor kliniko-patologik yaitu umur, stadium,
limfo besar lesi, jenis histologi, derajat diferensiasi, deep cervical stromal
invasion, invasi -vaskuler, metastase kelenjar getah bening. Sedangkan faktor
biomolekuler yang banyak diteliti adalah molekul adhesi sel E-kaderin dan
katenin, enzim protease MMP, kaptensin D Heparanase,. Petanda
biomolekuler Indeks DNA, Gen supresor p53 dan berbagai proto-onkogen
misalnya epifermal growth factor(EGF).
Efek samping pengobatan 2,4
Selain membunuh sel-sel kanker, pengobatan juga menyebabkan
kerusakan pada sel-sel yang sehat sehingga seringkali menimbulkan efek samping
yang tidak menyenangkan. Efek samping dari pengobatan kanker sangat
tergantung kepada jenis dan luasnya pengobatan. Selain itu, reaksi dari setiap
penderita juga berbeda-beda.
Metoda untuk membuang atau menghancurkan sel-sel kanker pada
permukaan serviks sama dengan metode yang digunakan untuk mengobati lesi
prekanker. Efek samping yang timbul berupa kram atau nyeri lainnya, perdarahan
atau keluar cairan encer dari vagina.
Beberapa hari setelah menjalani histerektomi, penderita bisa mengalami
nyeri di perut bagian bawah. Untuk mengatasinya bisa diberikan obat pereda
nyeri. Penderita juga mungkin akan mengalami kesulitan dalam berkemih dan
buang air besar. Untuk membantu pembuangan air kemih bisa dipasang kateter.
Beberapa saat setelah pembedahan, aktivitas penderita harus dibatasi agar
penyembuhan berjalan lancar. Aktivitas normal (termasuk hubungan seksual)
biasanya bisa kembali dilakukan dalam waktu 4-8 minggu. Setelah menjalani
histerektomi, penderita tidak akan mengalami menstruasi lagi. Histerektomi
biasanya tidak mempengaruhi gairah seksual dan kemampuan untuk melakukan
hubungan seksual. Tetapi banyak penderita yang mengalami gangguan emosional
setelah histerektomi. Pandangan penderita terhadap seksualitasnya bisa berubah
dan penderita merasakan kehilangan karena dia tidak dapat hamil lagi. Saat ini
kadar mortalitas radikal histerektomi dengan limfadenektomi telah berkurang
sebanyak 1%. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah disfungsi kandung
kemih jangka panjang. Kira-kira 75% pasien mengalami perbaikan setelah 1-2
minggu pasca radikal histerektomi. Komplikasi berat lain termasuk terbentuknya
fistula di mana fistula ureterovaginal adalah yang paling sering yaitu sebanyak 1-
2% diikuti dengan fistula vesikovaginal dan rektovaginal. Komplikasi lain
termasuk infeksi saluran kemih, kista limfe dan limfedema, sepsis luka, dehisensi,
penyakit tromboembolik, ileus, perdarahan pascabedah dan obstruksi intestinal.
Selama menjalani radioterapi, penderita mudah mengalami kelelahan yang
luar biasa, terutama seminggu sesudahnya. Istirahat yang cukup merupakan hal
yang penting, tetapi dokter biasanya menganjurkan agar penderita sebisa mungkin
tetap aktif. Pada radiasi eksternal, sering terjadi kerontokan rambut di daerah yang
disinari dan kulit menjadi merah, kering serta gatal-gatal. Mungkin kulit akan
menjadi lebih gelap. Daerah yang disinari sebaiknya mendapatkan udara yang
cukup, tetapi harus terlindung dari sinar matahari dan penderita sebaiknya tidak
menggunakan pakaian yang bisa mengiritasi daerah yang disinari. Biasanya,
selama menjalani radioterapi penderita tidak boleh melakukan hubungan seksual.
Kadang setelah radiasi internal, vagina menjadi lebih sempit dan kurang lentur,
sehingga bisa menyebabkan nyeri ketika melakukan hubungan seksual. Untuk
mengatasi hal ini, penderita diajari untuk menggunakan dilator dan pelumas
dengan bahan dasar air. Pada radioterapi juga bisa timbul diare dan sering
berkemih.
Efek samping dari kemoterapi sangat tergantung kepada jenis dan dosis
obat yang digunakan. Selain itu, efek sampingnya pada setiap penderita berlainan.
Biasanya obat anti-kanker akan mempengaruhi sel-sel yang membelah dengan
cepat, termasuk sel darah (yang berfungsi melawan infeksi, membantu pembekuan
darah atau mengangkut oksigen ke seluruh tubuh). Jika sel darah terkena pengaruh
obat anti-kanker, penderita akan lebih mudah mengalami infeksi, mudah memar
dan mengalami perdarahan serta kekurangan tenaga. Sel-sel pada akar rambut dan
sel-sel yang melapisi saluran pencernaan juga membelah dengan cepat. Jika sel-
sel tersebut terpengaruh oleh kemoterapi, penderita akan mengalami kerontokan
rambut, nafsu makannya berkurang, mual, muntah atau luka terbuka di mulut.
Terapi biologis bisa menyebabkan gejala yang menyerupai flu, yaitu
menggigil, demam, nyeri otot, lemah, nafsu makan berkurang, mual, muntah dan
diare. Kadang timbul ruam, selain
itu penderita juga bisa mudah memar dan mengalami perdarahan
Karsinoma serviks uterus dalam kehamilan 1
Tumor ganas di serviks tidak menghalangi untuk adanya kehamilan.
Terdapat 1 diantara 3000 kehamilan. Tidak ada perbedaan antara karsinoma
serviks di dalam dan di luar kehamilan, mengenai perjalanan penyakitnya, dalam
rasio kesembuhan pada tingkat klinik yang sama. Untuk penanganan primer
dipilih pembedahan, karena penyinaran, mempunyai efek samping yang
merugikan penderita yang berusia muda.
Dalam menghadapi wanita hamil dengan kanker leher-rahim perlu
dibedakan 3 hal, yakni tuanya kehamilan, umur penderita, dan jumlah anak.
Penanganan dengan pembedahan didasarkan atas tingkat klinik penyakit dan umur
kehamilan. Pada tingkat 0 kehamilan diteruskan sampai partus berlangsung
spontan, dan bila 3 bulan pasca persalinan masih tetap ada, maka ditangani seperti
kondisi tidak hamil dengan memperhatikan tingkatan klinik yang ada saat itu.
Pada tingkat klinik I,II,III ke atas dengan kehamilan :
1. Trimester I dan awal trimester II : histerektomi radikal dengan
limfadenektomi panggul dengan janin in utero
2. Trimester II lanjut : ditunggu sampai janin viable (dapat hidup di luar
rahim (kehamilan >34 minggu). Dikerjakan seksio sesarea
klasik/korporal, diteruskan dengan histerektomi radikal dan
limfadenektomi panggul
3. Pasca persalinan : histerektomi radikal dengan limfadenektomi
panggul.
Pengamatan lanjut1
Tiap 3 bulan selama 2 tahun pertama kemudian tiap 6 bulan, tergantung dari
keadaan. Jangan dilupakan meraba kelenjar inguinal dan supraklavikular,
perabaan abdomen, perabaan abdomino-vaginal, dan abdomino-rektal,
pemeriksaan sitologi puncak vagina dan foto rontgen toraks (tiap 6 bulan).
Kolposkopi sangat penting untuk meneliti puncak vagina, untuk menemukan
bentuk-bentuk pra-maligna. Rektoskopi, sitoskopi dan pemeriksaan lain seperti
renogram, IVP (Intravenous Pyelography) dan CT-scan panggul atau limfografi
dilakukan menurut indikasi. Dewasa ini MRI dapat digunakan pula.
PROGNOSIS 5,6
Faktor yang menentukan prognosis diantaranya adalah :
1) Usia penderita
2) Keadaan umum penderita
3) Tingkat klinik keganasan
4) Ciri-ciri histologik sel tumor
5) Kemampuan ahli atau tim ahli yang menangani
6) Sarana pengobatan yang ada
Faktor kliniko-patologik
Kombinasi faktor klinis dan hasil pemeriksaan patologi anatomi dari jaringan
operasi yang disebut sebagai faktor kliniko-patologik saat ini digunakan
sebagai faktor prognosis pada pasien kanker serviks uteri.
Stadium
Angka ketahanan hidup 5 tahun untuk karsinoma serviks adalah 68% pada
wanita kulit putih dan 55% pada wanita kulit hitam di Amerika Serikat,
dimana pada stadium 0, 99-100%; stadium IA, > 95%; stadium IB-IIA, 80-
90%; stadium IIB, 65%; stage III, 40%; dan stadium IV, < 20%. Penelitian di
Memorial Sloan-Kattering Cancer Center pada 431 pasien stadium 1B atau
IIA, didapatkan 71 pasien metastase pada KGB. 2
Ukuran lesi
Ukuran lesi merupakan prediktor pada metastase KGB, invasi limfo-vaskuler
serta survival. Angka ketahanan hidup masing masing 90%, 60%, 40% pada
ukuran lesi < 2cm, > 2cm dan > 4cm.Cut-of point besar lesi adalah 4 cm,
namun analisa multivariat menunjukkan tidak ada perbedaan odd ratio pada
ukuran 3,1-4 cm dengan 4,1-5 cm.
Invasi Limfo-vaskuler
Invasi limfo-vaskuler sampai saat ini masih merupakan kontroversi dan
menjadi perdebatan. Beberapa analisis mendapatkan tidak didapatkan korelasi
bermakna terhadap survival. Laporan lain mendapatkan angka survival 5
tahun sebesar 90% bila tidak ada invasi limfovaskuler, sementara bila ada
invasi sebesar 50-70%. Angka risiko kekambuhan meningkat sesuai dengan
tingkat invasi limfo-vaskuler. Sebuah penelitian mendapatkan angka rekurensi
pada 2 tahun pertama pada invasi-limfovaskuler yang tinggi (45%), sedang
(33%), ringan (15%) dan negatif (7%). Metastase pada kelenjar getah bening
selain berfungsi sebagai faktor prognosis /faktor prediktor bebas terhadap
survival, juga sering digunakan sebagai acuan untuk mengevaluasi faktor
prognosis lain, misalnya besar lesi, invasi limfovaskuler, juga beberapa faktor
biomolekuler misalnya MMP dan VEGF. Pasien tanpa metastase pada KGB
mempunyai angka ketahanan hidup 5 tahun sebesar 85-90%, sedangkan pasien
dengan metastase KGB bervariasi antara 20-74%.
Jenis histologi
Jenis histologi adenokarsinoma meliputi kurang lebih 15 – 25 % dari
keseluruhan keganasan pada serviks uteri. Kasus adenokarsinoma cenderung
meningkat pada wanita usia muda. Analisis multivariat menyimpulkan, secara
keseluruhan survival pasien dengan adenokarsinoma lebih buruk yaitu 59 %
dibanding 73 % pada pasien dengan kanker sel skuamosa.