8
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Hasil-hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian dengan menggunakan pendekatan struktural untuk mengkaji
novel memang telah banyak dilakukan. Pendekatan struktural sebagai pendekatan
yang memahami karya sastra berdasarkan unsur-unsur pembangunnya, memang
dapat digunakan dalam setiap penelitian sastra. Hal ini dikarenakan setiap karya
sastra pasti memiliki struktur pembangun.
Di Universitas Muhammadiyah Purwokerto, ada beberapa judul skripsi
yang telah menggunakan pendekatan struktural untuk menganalisis novel.
Pertama, skripsi berjudul “Tinjauan Novel Ketika Barongsai Menari Karya V.
Lestari (Suatu Pendekatan Struktural)” oleh Priniati Lestari pada tahun 2001, dan
kedua, skripsi dengan judul “ Kajian Struktural Novel Kemilau Kemuning Senja
Karya Mira W” oleh Sabarini pada tahun 2004. Dalam kaitan itu, penulis
menggunakan pendekatan struktural untuk meneliti novel Tanah Tabu karya
Anindita S. Thayf untuk mengidentifikasi praktik-praktik subordinasi yang
terkandung di dalamnya.
Novel Tanah Tabu karya Anindita S. Thayf telah mendapat ulasan dari
beberapa mahasiswa di universitas lain. Penulis menemukan beberapa situs
internet yang memuat ulasan mengenai novel Tanah Tabu diantaranya “
Representasi Perempuan Pinggiran Dalam Novel Tanah Tabu Karya Anindita S.
Thayf: Kajian Semiotik” oleh Budiawan Dwi Santoso yang merupakan tesis di
ANALISIS SUBORDINASI DALAM ...,Desi Wahyu Septiani,pbsi, ump 2012.
9
Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta (Santoso,
2010). Dalam tulisan ini, diungkapkan mengenai unsur-unsur yang membangun
novel Tanah Tabu karya Anindita S. Thayf, mendeskripsikan representasi
perempuan pinggiran pada novel Tanah Tabu karya Anindita S. Thayf. Pertama,
tema utama dari novel Tanah Tabu adalah penindasan perempuan pinggiran,
yakni di Papua. Tema tambahan meliputi persahabatan, perjuangan perempuan
dalam kehidupannya, kekerasan dalam rumah tangga, ketidakberdayaan
perempuan, dan modernitas. Alur yang digunakan Anindita S. Thayf dalam
novelnya adalah plot campuran. Tokoh utama adalah Mabel. Tokoh tambahan
adalah Mace, Leksi, Yosi, Mama Helda, Tuan Piet, dan Nyonya Hermine, Pace
Mauwe, Pace Johanis, Vic dan Ann, Pace Poro Boku, Mama Pembawa Berita
(Mote), Pak Guru Wenas, Pace Gerson, Karel, Mama Kori. Kedua, representasi
perempuan pinggiran dalam novel Tanah Tabu karya Anindita S. Thayf meliputi
perempuan pinggiran yang tertindas dalam hal patriarki, kapitalisme, dan
militerisme; perempuan pinggiran yang tidak berdaya terhadap peristiwa
kehidupan; resistensi perempuan pinggiran terhadap kesewenang-wenangan lelaki
dan kapitalisme; perempuan pinggiran sebagai pekerja; keterbelakangan
perempuan pinggiran dalam pengetahuan; perempuan pinggiran yang
berkewajiban memegang teguh tradisi; perempuan pinggiran yang memiliki
potensi dan prestasi; perempuan pinggiran yang kukuh dan tangguh; perempuan
pinggiran sebagai anggota masyarakat yang melakukan tindakan negatif dan
positif; serta perempuan pinggiran yang hidup sederhana. Hasil analisis semiotik
ANALISIS SUBORDINASI DALAM ...,Desi Wahyu Septiani,pbsi, ump 2012.
10
tersebut ditemukan bahwa representasi perempuan pinggiran didominasi oleh
faktor indeks.
“Tanah Tabu: Hanya Secuil Kisah Teriakan Kaum Hawa” oleh Frans
Agung Setiawan yang mengungkapkan mengenai ketertindasan yang dialami
oleh perempuan di tanah papua. Di sini diceritakan bahwa Anindita telah mencoba
mengungkap tema tentang isu-isu sekitar masyarakat Papua, melalui kacamata
tokoh-tokoh ’aku’ yang melaporkan dan menguping tentang segala hal. "Tokoh-
tokoh ini bukan pria berotot, melainkan anak-anak dan kaum ibu yang mencoba
bertahan dan memahami perubahan di tanah Papua. Oleh karena itu buku ini bisa
membuka jendela kesadaran bahwa tidak jauh dari sini masih ada kaum tertindas
yang butuh perhatian dan bantuan dari kita semua (Setiawan, 2009).
Adapun analisis terhadap Novel Tanah Tabu karya Anindita S. Thayf
yang penulis temukan adalah “Tanah Tabu Dalam Kajian Feminisme” dianalisis
oleh Arum Rini Asih untuk menyelesaikan gelar S1 nya di Universitas
Muhammadiyah Purwokerto pada tahun 2010. Pada analisis tersebut penulis yaitu
Arum mengungkapkan mengenai ketertindasan kaum perempuan dalam keluarga,
bidang pendidikan, pemerintah, dan di bidang politik. Dalam pembahasan yang
ditulis oleh Arum penulis tidak mendapati analisis terhadap subordinasi
perempuan. Walaupun subordinasi mengarah kepada feminisme tetapi pada
dasarnya keduanya berbeda pada hasil analisisnya. Pada skripsi yang berjudul
“Tanah Tabu dalam kajian feminisme” yang ditulis oleh Arum, penulis hanya
menemukan perjuangan-perjuangan kaum wanita karena penindasan yang mereka
alami, kemudian muncul juga tokoh-tokoh yang profeminisme dan
kontrafeminisme.
ANALISIS SUBORDINASI DALAM ...,Desi Wahyu Septiani,pbsi, ump 2012.
11
Adapun pada penelitian ini, penulis akan memaparkan praktik-praktik
subordinasi yaitu perempuann yang dinomorduakan oleh kaum laki-laki dan
dianggap tidak penting. Praktik-praktik subordinasi ini dikhususkan hanya pada
perlakuan laki-laki yang menjadikan perempuan sebagai subordinat saja. Dengan
demikian penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian yang sudah ada.
Penelitian ini justru akan memperkaya dan melengkapi penelitian terdahulu.
B. Struktur Novel
Eksistensi dari karya sastra di tengah masyarakat tidak lepas dari
pengakuan masyarakat itu sendiri. Akan tetapi, masyarakat itu sangatlah
kompleks. Untuk menjadikan karya sastra tetap eksis di tengah masyarakat
diperlukan adanya kompleksitas di dalam karya sastra tersebut. Hal inilah yang
dijadikan sebagai pijakan awal bahwa masyarakat adanya karya sastra.
Karya sastra hendaknya dipahami sebagai sesuatu yang kompleks dan
otonom, yang menuntut pemahaman melalui keseluruhan dari struktur beserta
transformasinya. Hal ini menjadi dasar pemikiran strukturalisme sebagai gerakan
otonom (Suwondo dalam Jabrohim (ed.), 2001:55). Adapun hubungan antara
karya sastra dengan bagian keseluruhan lain tetap menjadi bagian dari penting
karena pemahaman ini meneliti secara keseluruhan unsur-unsurnya.
Struktural adalah konsep yang memandang sesuatu berdasarkan unsur-
unsurnya. Adapun strukturalisme adalah suatu paham yang menitikberatkan
perhatiannya terhadap struktur yang terkandung di dalam teks. Teks, dalam hal
ini, menjadi objek yang dapat diteliti maknanya secara tebuka, yang saling terjalin
antara unsur yang satu dengan unsur yang lainnya (Nurgiyantoro, 2002:37).
ANALISIS SUBORDINASI DALAM ...,Desi Wahyu Septiani,pbsi, ump 2012.
12
Karya sastra diperlukan sebagai teks terbuka, maka makna karya itu tidak
bersifat tunggal, melainkan multi-interpretasi yang akan mengungkapkan
kekayaan makna yang bersangkutan (Mahayana, 2005:52). Dalam kaitan ini, telah
dipahami bahwa setiap karya sastra (baca: novel) memiliki unsur-unsur yang
melingkupinya. Unsur-unsur yang melingkupi inilah yang menjadikan karya
sastra, dalam hal ini novel, memiliki kemandirian sebagai teks. Pendekatan
struktural memandang bahwa karya sastra sebagai sesuatu yang saling terkait
antar unsurnya sehingga menghasilkan makna yang menyeluruh.
Dalam analisis struktural tidak hanya sekadar menjelaskan pengertian
tokoh, penokohan, alur dan setting. Artinya analisis struktural dalam novel tidak
hanya menyebut siapa tokohnya, bagaimana penokohannya, bagaimana alurnya
dan di mana settingnya? Unsur-unsur itu saling terkait dan terjalin untuk
mewujudkan makna agar memberikan pencerahan terhadap pembaca.
Bentuk keterkaitan dan keterjalinan dalam novel mengarahkan pembaca
mengenai suatu realitas yang dibangun oleh pengarang secara fiktif. Bentuk
penceritaan yang naratif mengenai konflik-konflik yang menimpa tokoh, sehingga
menjadikannya terbelenggu suatu permasalahan kehidupan, menjadi rangkaian
yang tidak dapat dipisahkan. Satu kesalahan yang sering terjadi dalam analisis
karya sastra adalah adanya pembatasan terhadap struktur teks itu sendiri. Oleh
karena itu, ketika menganalisis melalui pendekatan strukturalisme, penulis yang
menitikberatkan perhatian pada masalah subordinasi perempuan, tidak ada
pembatasan unsurnya. Meskipun penulis meneliti subordinasi perempuan, tetapi
unsur-unsur tokoh, penokohan, alur dan setting tetap menjadi perhatian dalam
ANALISIS SUBORDINASI DALAM ...,Desi Wahyu Septiani,pbsi, ump 2012.
13
penelitian ini. Unsur-unsur dalam dan luar karya sastra tidak dapat dipisahkan
begitu saja karena keduanya penting sebagai unsur yang menyatukan suat teks.
Apabila penelitian melalui pandangan struktural hanya mencari tokoh,
penokohan, alur dan setting secara dikotomik, maka interpretasi terhadap karaya
sastra itu tidak dihadirkan untuk masyarakat. Dalam hal ini, penelitian terhadap
karya sastra adalah penilaian terhadap keunikan dan kebaruan yang terkandung di
dalamnya sehingga memberikan pencerahan bagi pembaca yang awam. Suatu
penelitian haruslah menemukan sesuatu yang baru, sekaligus bermanfaat bagi
publik. Oleh karena itu, suatu analisis perlu menjalin permasalahan antara hal-hal
yang terkandung di dalam teks sehingga pemahaman dapat mengungkapkan
mengenai realitas di dalam fiksi. Realitas di dalam fiksi, yakni ilusi kenyataan dan
kesan meyakinkan yang ditampilkan kepada pembaca, hal itu tidak selalu
merupakan kenyataan sehari-hari (Wellek dan Werren, 1993:278).
Adapun unsur intrinsik yang akan diuraikan dalam landasan teori adalah
sebagai berikut.
1. Tokoh
“Bentuk penokohan yang paling sederhana di dalam novel adalah
pemberian nama”. Nama-nama di dalam novel dipilih oleh pengarang dengan
cermat sekali. Hanya saja, penokohan juga dapat menggunakan kata ganti orang,
tergantung pengarang menyikapi sudut pandangnya.
Pelaku-pelaku dalam sebuah novel dapat dibagikan menurut kelompok-
kelompok sebagai berikut: tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan
penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang banyak
ANALISIS SUBORDINASI DALAM ...,Desi Wahyu Septiani,pbsi, ump 2012.
14
diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian
(Nurgiyantoro, 2002:177).
Tokoh utama juga mengarah kepada mereka yang melawannya, mereka
yang membantunya, dan seterusnya. Pembagian menurut kelompok-kelompok
didasarkan atas kaitan atau hubungan. Antara pelaku utama dan pelaku
pendukung terdapat hubungan asosiasi (bantuan, dukungan, kepentingan
bersama), antara pelaku utama dan para lawan hubungan oposisi. Hubungan
tersebut bersifat tetap, artinya tidak tergantung pada sebuah novel tertentu
(Luxemburg, (e.d), 1984:36).
2. Penokohan
Dalam novel, pengarang menggunakan beberapa teknik pelukisan tokoh,
seperti: teknik ekspositori atau teknik analitis, teknik dramatik, dan teknik
campuran. Teknik analitik adalah pelukisan tokoh cerita dilakukan dengan
memberikan deskripsi, uraian atau penjelasan secara langsung. Teknik dramatik
adalah pendeskripsian cerita secara eksplisit mengenai sifat dan sikap serta
tingkah laku tokoh (Nurgiyantoro, 2002:195-198). Adapun teknik campuran
dengan menggabungkan kedua teknik tersebut dalam penceritaan.
Penokohan dalam novel dapat dijadikan analisis untuk menentukan
ideologi dari suatu masyarakat. Misalnya, tokoh bernama Suparno, Supangat, dan
Sutrisno, dengan jelas menceritakan orang yang masih sangat kental dengan nilai
jawa. Hal ini memberikan ilustrasi mengenai identitas orang berdasarkan struktur
masyarakatnya.
ANALISIS SUBORDINASI DALAM ...,Desi Wahyu Septiani,pbsi, ump 2012.
15
3. Alur
Alur adalah struktur naratif itu sendiri yang terbentuk atas sejumlah
struktur yang lebih kecil. Hal itu didasarkan pada hakekat novel yang
menggunakan penceritaan dari satu kisah ke kisah yang lain. Ada juga yang
mengatakan bahwa alur adalah jalannya cerita.
Pandangan-pandangan mengenai alur tersebut secara esensinya
sebenarnya sama, yakni ingin mengungkapakan jalinan peristiwa yang terkandung
dalam novel. Jalinan peristiwa tersebut ada yang lurus (terus) maju, ada yang
justru mundur, dan ada yang campuran. Selain itu alur juga bibedakan
berdasarkan kriteria padat atau tidaknya pengembangan dan perkembangan cerita
pada sebuah karya fiksi. Peristiwa demi peristiwa yang dikisahkan mungkin
berlangsung susul-menyusul secara cepat, ini yang dinamakan alur padat. Adapun
alur longgar yaitu pergantian peristiwa demi peristiwa penting berlangsung lambat
di samping hubungan antar peristiwa tersebut pun tidaklah erat benar. Artinya,
anatar peristiwa penting yang satu dengan yang lain diselai oleh berbagai
peristiwa “tambahan”, atau berbagai pelukisan tertentu seperti penyituasian latar
dan suasana, yang semuanya dapat membperlambat ketegangan cerita
(Nurgiyantoro,2002:160).
Alur dalam karya sastra juga ditentukan oleh rangkaian kejadian dari
waktu ke waktu. Biasanya kaidah pemplotan ini menggunakan kaidah
plausibilitas, yaitu pengungkapan cerita dengan mengacu pada kehidupan sehari-
hari karena ada keterkaitan di dalamnya (Nurgiyantoro, 2002:130).
ANALISIS SUBORDINASI DALAM ...,Desi Wahyu Septiani,pbsi, ump 2012.
16
4. Latar
Latar adalah suatu tempat atau kejadian mengenai suatu peristiwa. Latar
merupakan “lingkungan, dan lingkungan terutama interior rumah dapat dianggap
berfungsi sebagai metonimia, atau metafora, ekspresi dari tokohnya”
(Nurgiyantoro, 2002:241). Adanya latar ini mempertegas suatu kejadian mengenai
realitas yang dipresentasikan oleh karya sastra.
Latar ada tiga macam, yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar soaial.
Latar tempat adalah latar yang mengungkapkan lokasi terjadinya peristiwa yang
diceritakan dalam novel. Latar waktu adalah latar yang berhubungan dengan
masalah “kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam novel.
Latar sosial adalah latar yang mengungkapkan hal-hal yang berhubungan dengan
perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam
novel.
Analisis struktural selalu memosisikan teks itu memiliki unsur yang
terkait. Unsur seperti tokoh, penokohan, alur dan setting juga masih terkait dengan
unsur ekstrinsik. Unsur ekstrinsik adalah unsur dari luar teks yang muncul sebagai
nilai. Unsur ekstrinsik dapat berupa nilai psikologi, nilai agama, nilai edukasi
ataupun nilai sosial. Kebanyakan karya sastra lebih kuat dalam nilai sosialnya
karena seorang pengarang berada ditengah realitas dan berusaha untuk
menuliskannya. Dalam beberapa belakangan ini banyak karya sastra yang
memunculkan masalah gender sebagai unsur penarik pada teks tersebut.
Fenomena gender dalam karya sastra dapat dicari berdasarkan keterkaitan yang
melingkupinya.
ANALISIS SUBORDINASI DALAM ...,Desi Wahyu Septiani,pbsi, ump 2012.
17
C. Teori Gender
Menurut Rampan (dalam Sugihastuti dan Itsna hadi, 2007:82),
penciptaan sastra selalu bersumber dari kenyataan-kenyataan yang hidup dalam
masyarakat. Dalam karya sastra hal-hal yang digambarkan tentang masyarakat
dapat berupa struktur sosial masyarakat, fungsi dan peran masing-mmasing
anggota masyarakat, maupun interaksi yang terjalin di antara seluruh anggotanya.
Secara sederhana, karya sastra menggambarkan unsur-unsur masyarakat yang
terdiri dari laki-laki dan perempuan. Interaksi yang terjalin di antara keduanya
merupakan tema yang menarik untuk dikaji sebab menyangkut hubungan antara
dua jenis kelamin yang berbeda, yang membentuk tatanan kehidupan masyarakat,
baik secara sosial maupun budaya.
Dalam sistem yang lebih besar dan kompleks, hubungan antara laki-laki
dan perempuan dimanifestasikan dalam berbagai bentuk dan pola perilaku yang
mencerikan penerimaan dari pihak laki-laki atau perempuan terhadap kedudukan
tiap-tiap jenis kelamin (Sugihastuti dan Itsna Hadi, 2007:82). Proses ini dikuatkan
oleh realitas banyak kebudayaan bahwa posisi laki-laki berada lebih tinggi secara
struktural dibandingkan dengan perempuan. Pihak laki-laki merupakan pemenang,
memiliki kekuasaan yang lebih besar dan peran yang lebih menentukan dalam
berbagai proses sosial dibandingkan dengan perempuan, bahkan pada lingkup
pergaulan sosial yang lebih luas seperti kelompok masyarakat.
Hal ini terus terjadi dan seolah-olah dilegakan oleh konstruksi
kebudayaan setempat. Proses yang berulang akhirnya banyak membentuk
pandangan negatif tentang kaum perempuan yang diantaranya meliputi fungsi,
ANALISIS SUBORDINASI DALAM ...,Desi Wahyu Septiani,pbsi, ump 2012.
18
peran, dan kedudukan mereka dalam kehidupan bermayarakat. Salah satunya ialah
stereotip bahwa perempuan merupakan kaum yang lemah, sedangkan laki-laki
ialah kaum yang kuat (Sugihastuti dan Itsna Hadi, 2007:83). Berdasarkan hal
tersebut, perempuan memiliki kecenderungan yang kuat untuk bergantung kepada
laki-laki. Sebaliknya, laki-laki memiliki kekuasaan untuk mengontrol perempuan
dalam berbagai hal seperti reproduksi, seksualitas, dan sistem pembagian kerja.
Ketika membahas masalah perempuan, satu konsep penting yang tidak boleh
dilupakan ialah konsep gender.
Epistimologi penelitian Gender secara garis besar bertitik tolak pada
paradigma feminisme yang mengikuti dua teori yaitu; fungsionalisme struktural
dan konflik. Aliran fungsionalisme struktural tersebut berangkat dari asumsi
bahwa suatu masyarakat terdiri atas berbagai bagian yang saling mempengaruhi.
Teori tersebut mencari unsur-unsur mendasar yang berpengaruh di dalam
masyarakat. Teori fungsionalis dan sosiologi secara inhern bersifat konservatif
dapat dihubungkan dengan karya-karya August Comte (1798-1857), Herbart
Spincer (1820-1930), dan masih banyak para ilmuwan yang lain (Junaidi, 2011)
Istilah gender berasal dari bahasa Inggris, yang berarti “jenis kelamin”,
sehingga untuk memahami konsep gender perlu dibedakan pengertian antara sex
dan gender. Sex adalah perbedaan jenis kelamin secara biologis, sedangkan
gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan konstruksi sosial atau
konstruksi masyarakat. Gender adalah hubungan antara laki-laki dan perempuan
secara sosial. Definisi gender dari aspek kultural ini diartikan sebagai perbedaan
yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah
ANALISIS SUBORDINASI DALAM ...,Desi Wahyu Septiani,pbsi, ump 2012.
19
laku. Gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan
dalam peran, perilaku, mentalitas dan karakteristik emosional antara laki-laki dan
perempuan yang berkembang dalam masyarakat (Kadarusman, 2005:19).
Definisi gender secara sosiologis merupakan model hubungan sosial
yang terorganisasi antara perempuan dan laki-laki tidak semata-mata hubungan
personal atau kekeluargaan, tapi meliputi institusi sosial yang lebih besar seperti
kelas sosial, hubungan hierarkis dalam organisasi dan struktur pekerjaan (Ridjal,
Margiyani dan Husein, 1993:29)
Menurut Jill Steal, dalam (Kadarusman, 2005:20) term gender tidak
ditujukan kepada perbedaan antara laki-laki dan perempuan secara biologis, tetapi
merupakan hubungan ideologis dan material tentang eksistensi keduanya.
Begitupula term maskulin dan feminim bukan merupakan bawaan alami
melainkan terminologi gender.
Berdasarkan berbagai pemahaman di atas, gender secara umum dapat
didefinisikan sebagai suatu konsep kultural yang membedakan antara laki-laki dan
perempuan dipandang dari segi sosial budaya yang dapat berubah sesuai dengan
perkembangan zaman. Dengan demikian, relasi gender bukan merupakan akibat
dari perbedaan biologis.
Dalam budaya patriarkal, perbedaan peran antara laki-laki dan
perempuan dipandang sebagai akibat dari perbedaan jenis kelamin. Tugas
perempuan seperti memasak di dapur, berhias untuk suami dan mengasuh anak
serta pekerjaan domestik lainnya merupakan konsekuensi dari jenis kelamin.
ANALISIS SUBORDINASI DALAM ...,Desi Wahyu Septiani,pbsi, ump 2012.
20
Tugas domestik perempuan tersebut bersifat abadi sebagaimana keabadian
identitas jenis kelamin yang melekat pada dirinya.
Pemahaman ini berawal dari kerancuan paradigma tentang perbedaan
gender dan sex. Sesungguhnya, gender dan seks itu berbeda. Menurut Fakih
(dalam Elis (e.d), 2002:7) Gender digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan
laki-laki dan perempuan dari aspek soaial dan budaya. Sementara perbedaan seks
digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan secara
anatomis atau biologis.
Gender diartikan sebagai perbedaan-perbedaan sifat, peranan, fungsi, dan
status antara laki-laki dan perempuan yang tidak berdasarkan pada perbedaan
biologis, tetapi berdasarkan pada relasi sosial budaya yang dipengaruhi oleh
struktur masyarakatnya yang lebih luas. Gender merupakan hasil konstruksi
sosial budaya dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman.
Peran gender bersifat dinamis, dipengaruhi oleh umur (generasi tua dan
muda, dewasa dan anak-anak), ras, etnik, agama, lingkungan geografi,
pendidikan, sosial ekonomi dan politik. Oleh itu, karenanya perubahan peran
gender sering terjadi sebagai respon terhadap perubahan kondisi sosial ekonomi,
budaya, sumberdaya alam dan politik termasuk perubahan yang diakibatkan oleh
upaya-upaya pembangunan atau penyesuaian program struktural (structural
adjustment program) maupun pengaruh dari kekuatan-kekuatan di tingkat
nasional dan global (Junaidi, 2011)
Pembedaan inilah yang mengakibatkan adanya ketidakadilan dan
diskriminasi terhadap kaum perempuan. Gender dipersoalkan karena secara sosial
ANALISIS SUBORDINASI DALAM ...,Desi Wahyu Septiani,pbsi, ump 2012.
21
telah melahirkan perbedaan peran, tanggung jawab, hak dan fungsi serta ruang
aktivitas laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Perbedaan tersebut akhirnya
membuat masyarakat cenderung diskriminatif dan pilih-pilih perlakuan akan
akses, partisipasi dan kontrol dalam hasil pembangunan laki-laki dan perempuan.
Contoh dari diskriminasi tersebut adalah marginalisasi perempuan di sektor
ekonomi, subordinasi perempuan dalam keputusan politik, kekerasan terhadap
perempuan, distribusi beban kerja yang tidak adil, serta minimnya sosialisasi
ideologi nilai peran gender (Kadarusman, 2005:22).
Dari sini telah terjadi pergeseran relasi gender yang semula merupakan
inteaksi social yang setara antara laki-laki dan perempuan bergeser menjadi
hegemoni laki-laki terhadap perempuan. Dalam proses yang panjang, hegemoni
laki-laki atas perempuan telah memperoleh legitimasi dari nilai-nilai sosial,
agama, hukum dan sebagainya. Hegemoni ini tersosialisasi secara turun temurun,
dari generasi ke generasi. Hegemoni laki-laki dalam masyarakat tampaknya
menjadi fenomena universal dalam sejarah peradaban manusia di masyarakat
mana pun di dunia ini. Fenomena ini yang banyak membuat perempuan berada
dalam posisi tersubordinasi.
D. Subordinasi
Subordinasi ialah sikap atau tindakan masyarakat yang menempatkan
perempuan pada posisi yang lebih rendah dibanding laki-laki dibangun atas dasar
keyakinan satu jenis kelamin dianggap lebih penting atau lebih utama dibanding
yang lain. Ini mempunyai pendapat bahwa lelaki mempunyai lebih unggul. Hal ini
berkeyakinan bahwa kalau ada laki laki kenapa harus perempuan (Junaidi, 2011)
ANALISIS SUBORDINASI DALAM ...,Desi Wahyu Septiani,pbsi, ump 2012.
22
Subordinasi juga memiliki arti suatu penilaian atau anggapan bahwa
suatu peran yang dilakukan oleh satu jenis kelamin lebih rendah dari yang lain.
Telah diketahui, nilai-nilai yang berlaku di masyarakat, telah memisahkan dan
memilah-milah peran-peran gender, laki-laki dan perempuan. Perempuan
dianggap bertanggung jawab dan memiliki peran dalam urusan domestik atau
reproduksi, sementara laki-laki dalam urusan publik atau produksi. Pertanyaannya
adalah, apakah peran dan fungsi dalam urusan domestik dan reproduksi mendapat
penghargaan yang sama dengan peran publik dan produksi? Jika jawabannya
“tidak sama”, maka itu berarti peran dan fungsi publik laki-laki. Sepanjang
penghargaan sosial terhadap peran domestik dan reproduksi berbeda dengan peran
publik dan reproduksi, sepanjang itu pula ketidakadilan masih berlangsung.
Contoh :
Masih sedikitnya jumlah perempuan yang bekerja pada posisi atau peranpengambil keputusan atau penentu kebijakan disbanding laki-laki.
Dalam pengupahan, perempuan yang menikah dianggap sebagai lajang,karena mendapat nafkah dari suami dan terkadang terkena potongan pajak.
Masih sedikitnya jumlah keterwakilan perempuan dalam dunia politik(anggota legislative dan eksekutif ).
(Kementrian Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak, 2010).
Hal tersebut juga menimbulkan presepsi atau anggapan masyarakat
bahwa perempuan itu emosional, irasional dalam berpikir, perempuan tidak bisa
tampil sebagai pemimpin, akibatnya ditempatkan pada posisi yang tidak penting
dan tidak strategis ( second person atau subordinasi perempuan) (Prodi Kesmas
FKK-UMJ, 2006).
Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa perempuan tidak begitu
diprioritaskan dalam ranah publik, perempuan dianggap remeh dibanding laki-laki
ANALISIS SUBORDINASI DALAM ...,Desi Wahyu Septiani,pbsi, ump 2012.
23
yang selalu dianggap penting dalam setiap perannya. Seperti yang dipaparkan
Relawati (dalam Konsep dan Analisis Penelitian Gender, 2011:9) Subordinasi
adalah anggapan posisi salah satu pihak berada di bawah atau menjadi tidak
penting dibandingkan pihak lain. Perempuan tersubordinasi dari laki-laki berarti
perempuan mempunyai posisi tidak penting dibandingkan laki-laki yang
disebabkan oleh faktor-faktor yang dikonstruksikan secara sosial. Subordinasi
juga terjadi pada berbagai kepentingan publik. Mulai dari tingkat desa hingga
pemerintah pusat maka pembahasan rencana program pembangunan didominasi
peran laki-laki.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa perempuan seolah-olah
tidak penting untuk ikut berpartisipasi dalam menentukan urusan pembangunan
masyarakat dan bangsa. Padahal pembangunan sendiri merupakan kepentingan
laki-laki dan perempuan bersama-sama.
ANALISIS SUBORDINASI DALAM ...,Desi Wahyu Septiani,pbsi, ump 2012.