BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Teori tentang Iklim Organisasi
2.1.1. Pengertian tentang Iklim Organisasi
Organisasi yang dipandang sebagai suatu sistem sosial, dalam perjalanannya
selalu dipengaruhi oleh lingkungannya, baik internal maupun eksternal. Davis dan
Newstorm (2001) mengemukakan bahwa iklim organisasi adalah “Lingkungan
manusia di dalam, dimana para anggota organisasi melakukan pekerjaan mereka”.
Dalam kaitan ini jelas dimaksudkan bahwa iklim organisasi itu adalah yang
menyangkut semua lingkungan yang ada atau dihadapi oleh manusia yang berada di
dalam suatu organisasi yang mempengaruhi seseorang dalam melakukan tugas-tugas
keorganisasiannya.
Menurut Litwin dan R.A. Stringer (dalam Wirawan, 2007) bahwa “Iklim
organisasi merupakan kualitas lingkungan internal organisasi yang secara relatif terus
berlangsung, dialami oleh anggota organisasi, mempengaruhi perilaku mereka dan
dapat dilukiskan dalam pengertian satu set karakteristik atau sifat organisasi”.
Keith Davis (2001) mengemukakan pengertian iklim organisasi sebagai “The
human environment within an organization’s employees do their work”. Pernyataan
Davis tersebut mengandung arti bahwa iklim organisasi itu adalah yang menyangkut
Universitas Sumatera Utara
semua lingkungan yang ada atau yang dihadapi oleh manusia di dalam suatu
organisasi tempat mereka melaksanakan pekerjaannya.
Sedangkan menurut Davis dan Newstorm (2001) bahwa “Iklim organisasi
merupakan sebuah konsep yang menggambarkan suasana internal lingkungan
organisasi yang dirasakan oleh anggotanya selama beraktivitas dalam rangka
tercapainya tujuan organisasi. Davis dan Newstorm (2001) memandang iklim
organisasi sebagai kepribadian sebuah organisasi yang membedakan dengan
organisasi lainnya yang mengarah pada persepsi masing-masing anggota dalam
memandang organisasi. Jadi dapat disimpulkan bahwa iklim organisasi adalah
serangkaian deskripsi dari karakteristik organisasi yang membedakan sebuah
organisasi dengan organisasi lainnya yang mengarah pada persepsi masing-masing
anggota dalam memandang organisasi.
Iklim tidak dapat dilihat dan disentuh, tapi iklim ada dan dapat dirasakan. Iklim
dipengaruhi oleh hampir semua hal yang terjadi dalam suatu organisasi. Jika sebuah
organisasi ingin berhasil dalam mewujudkan cita-cita dan tujuannya secara utuh dan
sempurna, maka dibutuhkan individu-individu yang handal sebagai sumber daya yang
akan memegang kendali tali organisasi. Agar Sumber Daya Manusia di dalam
organisasi dapat bekerja secara optimal dan memiliki loyalitas yang tinggi, maka
organisasi harus dapat menciptakan iklim yang baik dan menyenangkan. Sehingga
Sumber Daya Manusia yang telah terbentuk kualitasnya dapat terus dipertahankan
dan mereka memiliki prestasi kerja yang tinggi.
Universitas Sumatera Utara
2.1.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Iklim Organisasi
Robert Stringer (2002) mengemukakan bahwa terdapat lima faktor yang
mempengaruhi terjadinya iklim suatu organisasi, yaitu lingkungan eksternal, strategi,
praktik kepemimpinan, pengaturan organisasi, dan sejarah organisasi. Masing-masing
faktor ini sangat menentukan, oleh karena itu orang yang ingin mengubah iklim suatu
organisasi harus mengevaluasi masing-masing faktor tersebut.
Sumber: Stringer (2002)
Gambar 2.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Iklim Organisasi
1. Lingkungan Eksternal. Industri atau bisnis yang sama mempunyai iklim organisasi
umum yang sama. Misalnya, iklim organisasi umum perusahaan asuransi
umumnya sama, demikian juga dengan iklim organisasi pemerintah, sekolah
dasar, atau perusahaan industri minyak kelapa sawit di Indonesia, mempunyai
iklim umum yang sama. Kesamaan faktor umum tersebut disebabkan pengaruh
lingkungan eksternal organisasi.
Iklim Organisasi Startegi Organisasi Sejarah Organisasi
Praktik Kepemimpinan
Pengaturan Organisasi
Lingkungan Eksternal
Universitas Sumatera Utara
2. Strategi Organisasi. Kinerja suatu perusahaan bergantung pada strategi (apa yang
diupayakan untuk dilakukan), energi yang dimiliki oleh karyawan untuk
melaksanakan pekerjaan yang diperlukan oleh strategi, dan faktor-faktor
lingkungan penentu dari level energi tersebut. Strategi yang berbeda menimbulkan
pola iklim organisasi yang berbeda. Strategi mempengaruhi iklim organisasi secara
tidak langsung.
3. Pengaturan organisasi. Pengaturan organisasi mempunyai pengaruh paling kuat
terhadap iklim organisasi. Menurut Stringer (2002), banyak sekolah menengah di
Amerika Serikat yang menjadi contoh baik bagaimana pengaturan organisasi
menentukan iklim organisasi.
4. Kekuatan Sejarah. Semakin tua umur suatu organisasi semakin kuat pengaruh
kekuatan sejarahnya. Pengaruh tersebut dalam bentuk tradisi dan ingatan yang
membentuk harapan anggota organisasi dan mempunyai pengaruh terhadap iklim
organisasinya.
5. Kepemimpinan. Perilaku pemimpin mempengaruhi iklim organisasi yang
kemudian mendorong motivasi karyawan. Motivasi karyawan merupakan
pendorong utama terjadinya kinerja.
2.1.3. Dimensi Iklim Organisasi
Robert Stringer (2002) berpendapat bahwa karakteristik atau dimensi iklim
organisasi mempengaruhi motivasi anggota organisasi untuk berperilaku tertentu.
Oleh karena itu, iklim organisasi dapat dilukiskan dan diukur dalam pengertian
Universitas Sumatera Utara
dimensi tersebut. Ia mengatakan bahwa untuk mengukur iklim organisasi terdapat
enam dimensi yang diperlukan, yaitu sebagai berikut :
1. Struktur. Struktur organisasi merefleksikan perasaan dalam organisasi secara baik
dan mempunyai peran dan tanggung jawab yang jelas dalam lingkungan
organisasi. Struktur tinggi jika anggota organisasi merasa pekerjaan mereka
didefenisikan secara baik. Struktur rendah jika mereka merasa tidak ada kejelasan
mengenai siapa yang melakukan tugas dan mempunyai kewenangan mengambil
keputusan.
2. Standar-standar. Standar-standar dalam suatu organisasi mengukur perasaan
tekanan untuk meningkatkan kinerja dan derajat kebanggaan yang dimiliki oleh
anggota organisasi dalam melakukan pekerjaan dengan baik. Standar-standar
tinggi artinya anggota organisasi selalu berupaya mencari jalan untuk
meningkatkan kinerja. Standar-standar rendah merefleksikan harapan yang lebih
rendah untuk kinerja.
3. Tanggung jawab. Tanggung jawab merefleksikan perasaan karyawan bahwa
mereka menjadi “bos diri sendiri” dan tidak memerlukan keputusannya
dilegimitasi oleh anggota organisasi lainnya. Tanggung jawab tinggi menunjukkan
bahwa anggota organisasi merasa didorong untuk memecahkan problemnya
sendiri. Tanggung jawab rendah menunjukkan bahwa pengambilan resiko dan
percobaan terhadap pendekatan baru tidak diharapkan.
4. Penghargaan. Penghargaan mengindikasikan bahwa anggota organisasi merasa
dihargai jika mereka dapat menyelesaikan tugas secara baik. Penghargaan
Universitas Sumatera Utara
merupakan ukuran penghargaan dihadapkan dengan kritik dan hukuman atas
penyelesaian pekerjaan. Iklim organisasi yang menghargai kinerja berkarakteristik
keseimbangan antara imbalan dan kritik. Penghargaan rendah artinya penyelesaian
pekerjaan dengan baik diberi imbalan secara tidak konsisten.
5. Dukungan. Dukungan merefleksikan perasaan percaya dan saling mendukung
yang terus berlangsung di antara anggota kelompok kerja. Dukungan tinggi jika
anggota organisasi merasa bahwa mereka bagian tim yang berfungsi dengan baik
dan merasa memperoleh bantuan dari atasannya, jika mengalami kesulitan dalam
menjalankan tugas. Jika dukungan rendah, anggota organisasi merasa
terisolasiatau tersisih sendiri
6. Komitmen. Komitmen merefleksikan perasaan bangga anggota terhadap
organisasinya dan derajat kesetiaan terhadap pencapaian tujuan organisasi.
Perasaan komitmen kuat berisolasi dengan kesetiaan personal. Level rendah
komitmen artinya karyawan merasa apatis terhadap organisasi dan tujuannya.
Menurut Stringer, iklim organisasi suatu perusahaan dapat diukur berdasarkan
keenam dimensi tersebut. Dengan mengukur keenam dimensi dari iklim organisasi
suatu perusahaan, dapat digambarkan profil iklim organisasi perusahaan tersebut.
Sementara Steve Kelneer dalam Lila (2002) menyebutkan enam dimensi iklim
organisasi sebagai berikut :
1. Flexibility conformity. Flexibility conformity merupakan kondisi organisasi yang
untuk memberikan keleluasaan bertindak bagi karyawan serta melakukan
penyesuaian diri terhadap tugas-tugas yang diberikan. Hal ini berkaitan dengan
Universitas Sumatera Utara
aturan yang ditetapkan organisasi, kebijakan dan prosedur yang ada. Penerimaan
terhadap ide-ide yang baru merupakan nilai pendukung di dalam mengembangkan
iklim organisasi yang kondusif demi tercapainya tujuan organisasi.
2. Responsibility. Hal ini berkaitan dengan perasaan karyawan mengenai pelaksanaan
tugas organisasi yang diemban dengan rasa tanggung jawab atas hasil yang
dicapai, karena mereka terlibat di dalam proses yang sedang berjalan.
3. Standards. Perasaan karyawan tentang kondisi organisasi dimana manajemen
memberikan perhatian kepada pelaksanaan tugas dengan baik, tujuan yang telah
ditentukan serta toleransi terhadap kesalahan atau hal-hal yang kurang sesuai atau
kurang baik.
4. Reward. Hal ini berkaitan dengan perasaan karyawan tentang penghargaan dan
pengakuan atas pekerjaan yang baik.
5. Clarity. Terkait dengan perasaan pegawai bahwa mereka mengetahui apa yang
diharapkan dari mereka berkaitan dengan pekerjaan, peranan dan tujuan
organisasi.
6. Tema commitment. Berkaitan dengan perasaan karyawan mengenai perasaan
bangga mereka memiliki organisasi dan kesediaan untuk berusaha lebih saat
dibutuhkan.
2.2. Teori tentang Kompensasi
2.2.1. Pengertian tentang Kompensasi
Universitas Sumatera Utara
Sistem kompensasi berpotensi sebagai salah satu sarana terpenting dalam
membentuk perilaku dan mempengaruhi kinerja. Namun demikian banyak organisasi
mengabaikan potensi tersebut dengan suatu persepsi bahwa “kompensasi tidak lebih
sekadar a cost yang harus diminimisasi”. Tanpa disadari beberapa organisasi yang
mengabaikan potensi penting dan berpersepsi keliru telah menempatkan sistem
tersebut justru sebagai sarana meningkatkan perilaku yang tidak produktif atau
counier productive. Akibatnya muncul sejumlah persoalan personal misalnya low
employee motivation, poor job performance, high turn over, irresponsible behaviour
dan bahkan employee dishonesty yang diyakini berakar dari sistem kompensasi yang
tidak proporsional. Secara umum kompensasi merupakan sebagian kunci pemecahan
bagaimana membuat anggota berbuat sesuai dengan keinginan organisasi. Sistem
kompensasi ini akan membantu menciptakan kemauan di antara orang-orang yang
berkualitas untuk bergabung dengan organisasi dan melakukan tindakan yang
diperlukan organisasi. Secara umum berarti bahwa karyawan harus merasa bahwa
dengan melakukannya, mereka akan mendapatkan kebutuhan penting yang mereka
perlukan. Dimana didalamnya termasuk interaksi sosial, status, penghargaan,
pertumbuhan dan perkembangannya.
Menurut Singodimedjo dalam Sutrisno (2009), kompensasi adalah semua balas
jasa yang diterima seorang karyawan dari perusahaannya sebagai akibat dari jasa atau
tenaga yang telah diberikannya kepada perusahaan tersebut.
Menurut Werther and Davis dalam Hasibuan (2007), “Compensation is what
employee receive in exchange of their work”. Whether hourly wages or periodic
Universitas Sumatera Utara
salaries, the personnel department usually designs and administers employee
compensation”. (Kompensasi adalah upah yang seorang pekerja terima sebagai
balasan dari pekerjaan yang diberikannya. Baik upah per jam ataupun gaji periodik
didesain dan dikelola oleh bagian personalia).
Selanjutnya Dessler (2005), menyatakan bahwa”Kompensasi karyawan
merujuk kepada semua bentuk bayaran atau imbalan bagi karyawan dan berasal dari
pekerjaan mereka”.
Selanjutnya Hasibuan (2007), menyatakan bahwa,”Kompensasi adalah semua
pendapatan berbentuk uang, barang langsung atau tidak langsung yang diterima
karyawan sebagai imbalan atas jasa yang diberikan perusahaan”.
Menurut Panggabean dalam Sutrisno (2009), kompensasi dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu:
1. Kompensasi langsung, yaitu kompensasi yang langsung dirasakan oleh
penerimanya, yakni berupa gaji, tunjangan, insentif merupakan hak karyawan dan
kewajiban perusahaan untuk membayarnya.
a. Gaji adalah balas jasa yang dibayar secara periodik kepada karyawan tetap
serta mempunyai jaminan yang pasti.
b. Tunjangan adalah kompensasi yang diberikan perusahaan kepada para
karyawannya, karena karyawannya tersebut dianggap telah ikut berpartisipasi
dengan baik dalam mencapai tujuan perusahaan.
c. Insentif adalah kompensasi yang diberikan kepada karyawan tertentu, karena
keberhasilan prestasinya di atas standar.
Universitas Sumatera Utara
2. Kompensasi Tidak Langsung, yaitu kompensasi yang tidak dapat dirasakan secara
langsung oleh karyawan, yakni benefit dan services (tunjangan pelayanan). Benefit
dan services adalah kompensasi tambahan (financial atau non financial) yang
diberikan berdasarkan kebijaksanaan perusahaan terhadap semua karyawan dalam
usaha meningkatkan kesejahteraan mereka. Seperti tunjangan hari raya, uang
pensiun, pakaian dfinas, olahraga dan darma wisata (family gathering)
2.2.2. Tujuan Kompensasi
Menurut Werther and Davis (1996),”The objectives of compensation
management are to help the organization achieve strategic while ensuring internal
and external equity”. (Tujuan kompensasi adalah untuk membantu organisasi
mencapai tujuan keberhasilan strategis organisasi dan menjamin terjadinya keadilan
internal dan eksternal).
Menurut Sofyandi (2008),”Tujuan diadakannya pemberian kompensasi adalah :
1) Untuk menjalin ikatan kerjasama antara pimpinan dengan karyawan. Artinya
bahwa dengan terjalinnya kerjasama secara formal akan terbentuk komitmen yang
jelas mengenai hak dan kewajiban yang harus dipikul masing-masing, 2)
Memberikan kepuasan kepada karyawan. Artinya bahwa melalui kepuasan yang
dirasakan para karyawan, maka karyawan akan memberikan prestasinya yang terbaik,
3) Untuk memotivasi karyawan dalam bekerja, artinya agar karyawan bersemangat
dalam bekerja untuk memenuhi kebutuhannya, 4) Untuk menciptakan disiplin kerja
bagi karyawan.
Universitas Sumatera Utara
2.3. Teori tentang Prestasi Kerja
2.3.1. Pengertian tentang Prestasi Kerja
Pengertian prestasi kerja disebut juga sebagai kinerja atau di dalam bahasa
Inggris disebut dengan performance. Pada prinsipnya ada istilah lain yang lebih
menggambarkan pada prestasi, dalam bahasa Inggris yaitu kata achievement tetapi
karena kata tersebut berasal dari kata to achieve yang berarti mencapai maka dalam
bahasa Indonesia sering diartikan menjadi pencapaian atau apa yang dicapai (Ruky,
2001). Selanjutnya Gomes (2003), menyatakan bahwa, “prestasi kerja adalah catatan
tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi suatu pekerjaan tertentu atau kegiatan
selama periode waktu tertentu”. Prestasi kerja pegawai sangat penting, baik bagi
pegawai itu sendiri maupun bagi perusahaan. Prestasi kerja yang tinggi akan
memberikan rewards yang lebih baik bagi pegawai baik itu mencakup kenaikan
jabatan atau gaji serta meningkatkan produktivitas pegawai.
Sedangkan Rivai (2006) menyatakan bahwa “prestasi kerja adalah hasil kerja
yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu perusahaan
sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya
pencapaian tujuan perusahaan secara legal, tidak melanggar hukum dan tidak
bertentangan dengan moral atau etika.
Menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2009) menyatakan bahwa “prestasi kerja
adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan
dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya”.
Universitas Sumatera Utara
2.3.2. Penilaian Prestasi Kerja
Penilaian prestasi kerja (performance appraisal) adalah proses melalui mana
organisasi-organisasi mengevaluasi dan menilai prestasi kerja pegawai. Apabila
penilaian-penilaian kerja tersebut dilaksanakan dengan baik, tertib dan benar. Dapat
membantu meningkatkan motivasi kerja sekaligus juga meningkatkan loyalitas
organisasional dari para pegawai. Penilaian prestasi kerja pegawai pada dasarnya
merupakan penilaian yang sistematik terhadap penampilan kerja pegawai itu sendiri
dan terhadap tarap potensi pegawai dalam upayanya mengembangkan diri untuk
kepentingan instansi . Dengan pelaksanaan penilaian yang ada akan menimbulkan
suasana kerja yang sehat, bersemangat, saling menghargai bidang-bidang lain.
Menurut Mangkunegara (2009), penilaian prestasi kerja adalah suatu proses
yang digunakan pimpinan untuk menentukan apakah seorang pegawai melakukan
pekerjaannya sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya.
Sedangkan Rahmanto (2008) menyatakan bahwa “penilaian prestasi kerja
adalah suatu proses dimana organisasi mengevaluasi prestasi kerja individu, penilaian
prestasi kerja yang baik haruslah berdasarkan ukuran-ukuran dan standar prestasi
kerja karyawan”.
2.3.3. Faktor-faktor Penilaian Prestasi Kerja
Simamora (2004) menyatakan ada tiga hal yang dimasukkan dalam penilaian
prestasi kerja, yaitu tingkat kedisiplinan, tingkat kemampuan, serta prilaku-prilaku
inovatif dan spontan. Sedangkan Werther dan Davis (2004) menyatakan bahwa
Universitas Sumatera Utara
penilaian prestasi kerja yang dilakukan agar dapat lebih dipercaya dan objektif, maka
perlu dilakukan agar dapat lebih dipercaya dan objektif, maka perlu dilakukan
batasan atau faktor-faktor penilaian prestasi kerja sebagai berikut :
a. Performance, yaitu hasil atau pencapaian tugas dalam jabatan.
b. Competency, kemahiran atau penguasaan pekerjaan sesuai dengan tuntutan
pekerjaan.
c. Job behavior, kesediaan untuk menampilkan perilaku dan mentalitas yang
mendukung peningkatan prestasi kerja.
d. Potency, yaitu kemampuan pribadi yang akan dikembangkan.
Sutrisno (2009) menyatakan bahwa “pengukuran prestasi kerja diarahkan
pada enam aspek yang merupakan bidang prestasi kunci bagi organisasi yang
bersangkutan”. Bidang prestasi kunci tersebut adalah :
a. Hasil kerja : tingkat kuantitas maupun kualitas yang telah dihasilkan dan sejauh
mana pengawasan dilakukan.
b. Pengetahuan pekerjaan : tingkat pengetahuan yang terkait dengan tugas
pekerjaan yang akan berpengaruh langsung terhadap kuantitas dan kualitas dari
hasil kerja.
c. Inisiatif : tingkat inisiatif selama menjalankan tugas pekerjaan khususnya dalam
hal penanganan masalah-masalah yang timbul.
d. Kecakapan mental : tingkat kemampuan dan kecepatan dalam menerima instruksi
kerja dan menyesuaikan dengan cara kerja serta situasi kerja yang ada.
Universitas Sumatera Utara
e. Sikap : tingkat semangat kerja serta sikap positif dalam melaksanakan tugas
pekerjaan.
f. Disiplin waktu dan absensi : tingkat ketepatan waktu dan tingkat kehadiran.
Sedangkan Ruky (2001) menyatakan bahwa indikator prestasi kerja adalah
sebagai berikut:
a. Kualitas kerja: kualitas kerja dilihat dari pemahaman tentang lingkup pekerjaan
uraian tanggung jawab serta wewengan yang diemban.
b. Kuantitas kerja : kuantitas kerja ditunjukkan melalui hasil dan kecepatan dalam
melaksanakan pekerjaan.
c. Konsistensi: konsistensi dilihat dari usaha untuk selalu mengembangkan
kemampuan dan aktualisasi diri, memahami dan mengikuti instruksi yang
diberikan, mempunyai inisiatif, kejujuran, kecerdasan, dan kehati-hatian.
Berdasarkan pengertian dan uraian-uraian di atas, maka indikator-indikator
dalam penilaian prestasi kerja adalah kualitas kerja, inisiatif, kehadiran, sikap,
kerjasama, pengetahuan, tanggung jawab terhadap pekerjaan, pemanfaatan waktu,
kemampuan memecahkan masalah.
2.3.4. Metode Penilaian Prestasi Kerja
Handoko (2000) mengelompokkan penilaian prestasi kerja sebagai berikut :
1. Metode penilaian yang berorientasi pada masa lalu, kemudian dibagi atas :
a. Rating scales, pengukuran dilakukan berdasarkan skala prestai (kuantitatif dan
kualitatif) yang sudah berlaku.
Universitas Sumatera Utara
b. Checklist, pengukuran dilakukan berdasarkan daftar isian yang berisi berbagai
ukuran karakteristik.
c. Critical review method, pengukuran dilakukan dengan langsung meninjau
lapangan agar mendapatkan informasi langsung dari atasan.
d. Performance test and observation, pengukuran dilakukan bila jumlah pekerja
terbatas. Test yang dilakukan bisa berbentuk keterampilan dan pengetahuan.
e. Comparative evaluation approach, pengukuran dilakukan dengan
membandingkan prestasi kerja seorang pegawai dengan pegawai lainnya.
2. Future-oriented appraisal method, merupakan metode penilaian berorientasi
pada prestasi pegawai di masa yang akan datang berdasarkan potensi dan
penentuan tujuan prestasi di masa depan yang dibagi menjadi :
a. Self appraisal, dilakukan secara mandiri oleh pegawai untuk mengevaluasi
pengembangan diri.
e. Management by objectives, pengukuran dilakukan berdasarkan tujuan-tujuan
pekerjaan yang terukur dan disepakati bersama antara pegawai dan atasan.
f. Psychological appraisal, penilaian ini pada umumnya dilakukan oleh para
psikolog untuk menilai potensi pegawai di masa yang akan datang.
g. Assessment center, bentuk penilaian yang distandarisasikan dimana tergantung
pada tipe berbagai penilai.
2.4. Teori tentang Kepemimpinan
2.4.1. Pengertian Kepemimpinan
Universitas Sumatera Utara
Di dalam suatu organisasi keberadaan seorang pemimpin sangat diperlukan
agar kegiatan individu maupun kelompok dapat terarah dan efektif dalam pencapain
tujuan organisasi. Pemimpin yang baik mampu mempengaruhi kinerja pegawai untuk
terus berprestasi dan mengerjakan tanggung jawabnya. Kepemimpinan sangat
mempengaruhi upaya manajemen dalam memperbaiki kinerja manajerial yang buruk.
Menurut Sutrisno (2009) bahwa “kepemimpinan adalah suatu proses kegiatan
seseorang untuk menggerakkan orang lain dengan memimpin, membimbing,
mempengaruhi orang lain untuk melakukan sesuatu agar dicapai hasil yang
diharapkan”.
Handoko (2000) mengatakan bahwa “kepemimpinan merupakan kemampuan
yang dipunyai seseorang untuk mempengaruhi orang lain agar bekerjasama untuk
mencapai tujuan”.
Sementara Anoraga (2005) mengatakan bahwa “kepemimpinan adalah
kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain, melalui komunikasi baik langsung
maupun tidak langsung dengan maksud untuk menggerakkan orang-orang agar
dengan penuh pengertian, kesadaran dan senang hati bersedia mengikuti kehendak
pimpinan itu”.
Menurut Husnan (2000) bahwa “kepemimpinan adalah wewenang yang
dimiliki seseorang untuk melakukan pengorganisasian terhadap karyawan yang
dibawahinya”.
Sementara Manullang (2001) menyatakan bahwa “kepemimpinan adalah
proses mempengaruhi orang lain untuk berbuat guna mewujudkan tujuan-tujuan yang
Universitas Sumatera Utara
sudah ditentukan. Kepemimpinan selalu melibatkan upaya seseorang (pemimpin)
untuk mempengaruhi perilaku seseorang pengikut atau para pengikut dalam suatu
situasi”.
Husnan (2000) mengatakan bahwa ada tiga faktor yang harus dipahami benar-
benar dan penting untuk kepemimpinan. Faktor tersebut adalah penggunaan
pengaruh, kejelasan komunikasi dan pencapaian tujuan tertentu.
a. Penggunaan pengaruh
Pengaruh dari kekuasaan yang melekat pada seorang pemimpin, dan secara
umum dapat dijalankan dengan:
1. Paksaan
Kekuasaan dijalankan dengan rasa takut dari seorang pengikut yang apabila
gagal memenuhi keinginan seorang pemimpin akan mengakibatkan jatuhnya
hukuman.
2. Imbalan
Kekuasaan yang didasarkan atas harapan seseorang akan mendapatkan
pujian, penghargaan bila memenuhi kehendak pemimpin.
3. Sah dan Legitimasi
Kekuasaan yang didasarkan pada posisi dalam hirarki organisasi.
b. Kejelasan komunikasi
Universitas Sumatera Utara
Untuk dapat mempengaruhi orang lain melalui penggunaan kekuasaan seorang
pimpinan harus mampu mengembangkan suatu komunikasi yang efektif.
Komunikasi ini sangat penting karena keberhasilan seorang pimpinan sangat
ditentukan oleh keefektifan komunikasinya.
c. Pencapain tujuan
Pemimpin yang efektif harus menghadapi tujuan individu, kelompok yang
berbeda dengan tujuan organisasi. Efektifitas pemimpin harus
mempertimbangkan tingkat pencapaian tujuan, baik tujuan individu maupun
tujuan kelompok, serta tujuan organisasi itu sendiri. Dalam kenyataan dalam
menerima pengarahan dan instruksi dari seorang pemimpin sebagian besar
tergantung dari harapan karyawan, bahwa apabila mereka menanggapi secara
baik akan mendatangkan hasil yang baik.
2.4.2. Beberapa Pendekatan Teori Kepemimpinan
Sutrisno (2009) menyatakan bahwa secara umum pendekatan teori
kepemimpinan dibagi tiga, yaitu:
1. Pendekatan Teori Sifat (Thrait Theory)
Teori sifat mengatakan bahwa seseorang yang dilahirkan sebagai pemimpin karena
memiliki sifat-sifat sebagai pemimpin. Namun pandangan teori ini juga tidak
memungkiri bahwa siaft-sifat kepemimpinan tidak seluruhnya dilahirkan, tetapi
juga dapat dicapai melalui pendidikan dan pengalaman.
2. Pendekatan Teori Perilaku (Behavior Theory)
Universitas Sumatera Utara
Teori perilaku ini dilandasi pemikiran, bahwa kepemimpinan merupakan integrasi
antara pimpinan dan bawahannya, dan dalam interaksi tersebut bawahanlah yang
menganalisis dan mempersepsikan apakah menerima atau menolak
kepemimpinannya.
3. Pendekatan Teori Situasi (Situation Theory)
Teori situasi mencoba mengembangkan kepemimpinan sesuai dengan situasi dan
kebutuhan. Dalam pandangan ini, hanya pemimpin yang mengetahui situasi dan
kebutuhan organisasi yang dapat menjadi pemimpin yang efektif. Menurut teori
ini, pemimpin yang efektif karena motivasi mereka yang positif, kemampuan
untuk melaksanakan, dan kepuasan pengikutnya.
Seorang pemimpin yang efektif harus memperhatikan dengan baik sumber
daya manusia yang ada dalam organisasi, menciptakan iklim dimana orang dapat
bekerjasama untuk mencapai hasil yang diharapkan. Menurut Timpe (2002),
pemimpin yang efektif adalah sebagai berikut :
1. Bersikap luwes.
2. Sadar mengenai dirinya, kelompok, dan situasi.
3. Memberitahu bawahan pengaruh mereka pada setiap persoalan dan bagaimana
pemimpin menggunakan wewenangnya.
4. Pengawasan umum, bawahan membuat rincian pekerjaan mereka dan
membuat keputusan mengenai pekerjaan dalam batas yang ditentukan.
2.4.3. Tugas-tugas Kepemimpinan
Universitas Sumatera Utara
Sutrisno (2009) menguraikan beberapa tugas-tugas kepemimpinan yang
penting, antara lain:
1. Sebagai konselor
Konselor merupakan tugas seorang pemimpin dalam suatu unit kerja, dengan
membantu atau menolong SDM untuk mengatasi masalah yang dihadapinya
dalam melakukan tugas yang dibebankan kepadanya. Untuk menjadi konselor
yang baik diperlukan keterampilan berkomunikasi yang baik, disamping
pengetahuan tentang teori konseling itu sendiri, agar konseling yang diadakan
menjadi efektif. Dengan keterampilan tersebut, maka sebagai konselor si
pemimpin akan lebih dapat memberikan bantuannya dalam pemecahan masalah-
masalah pribadi, masalah pekerjaan, pengembangan karier, dan sebagainya.
2. Sebagai instruktur
Seorang pemimpin pada peringkat manapun ia berada, sebenarnya pada
jabatannya itu melekat tugas sebagai instruktur atau sebagai pengajar yang baik
terhadap SDM yang ada di bawahnya. Instruktur yang baik akan mempunyai
peran sebagai guru yang bijaksana, yang memungkinkan setiap bawahan semakin
lama semakin pintar dan profesional dalam melaksanakan tugasnya. Seorang
bawahan mustahil dapat bekerja dengan baik tanpa membuat kesalahan-kesalahan
bila tidak diarahkan dan diberi tahu oleh atasannya. Untuk menjadi instruktur
yang baik diperlukan adanya keterampilan berkomunikasi. Namun komunikasi
yang berlangsung haruslah berjalan timbal balik, yang suasananya perlu
diciptakan oleh instruktur yang bersangkutan. Proses pemberian materi oleh
Universitas Sumatera Utara
seorang instruktur bukanlah merupakan penyampaian perintah yang harus
dilaksanakan, tetapi merupakan proses belajar mengajar yang akan dijalankan
dengan penuh kesabaran dan ketekunan, sehingga apa yang dikehendaki dapat
tercapai.
3. Memimpin rapat
Seorang pemimpin pada tingkat manapun, pada suatu waktu perlu mengadakan
rapat dan memimpinnya. Suatu rencana yang akan disusun biasanya didahului
oleh rapat, agar pelaksanaan rencana itu lebih mudah dilaksanakan. Bila pelaksana
mengetahui seluk beluk suatu rencana dan apa sasarannya tentu pelaksanaan
rencana itu tidak akan mengalami hambatan. Oleh sebab itu, suatu rapat bukan
saja menjadi keharusan dalam unit kerja, tetapi sudah menjadi pekerjaan rutin
bagi seorang pemimpin yang ingin berhasil dalam setiap tugasnya.
4. Mengambil keputusan
Di antara seluruh tugas yang disandang oleh pemimpin, maka yang mungkin
terberat adalah tugas mengambil keputusan. Pengambilan keputusan ini
merupakan satu-satunya hal yang membedakan seorang pemimpin. Oleh sebab
itu, keberhasilan seorang pemimpin sangat ditentukan oleh keterampilan
mengambil keputusan. Dikatakan berat, karena pengambilan keputusan akan
mempunyai dampak luas terhadap mekanisme organisasi yang dipimpinnya dan
cenderung mempunyai kadar kerawanan yang tinggi, bila pengambilan keputusan
itu tidak didasarkan pada aturan-aturan yang berlaku.
5. Mendelegasikan wewenang
Universitas Sumatera Utara
Seorang pemimpin tidak mungkin dapat mengerjakan sendiri seluruh
pekerjaannya, karena keterbatasan waktu dan keterbatasan kemampuannya. Oleh
sebab itu, seorang pemimpin yang bijaksana haruslah mendelegasikan sebagian
tugas dan wewenang kepada bawahannya. Dalam pendelegasian wewenang,
tanggung jawab dipikul bersama antara yang mengelegasikan dan yang menerima
delegasi.
Universitas Sumatera Utara