10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Hemoroid
2.1.1 Pengertian Hemoroid
Hemoroid atau lebih dikenal sebagai wasir atau ambeien, bukan
merupakan suatu keadaan yang patologis. Hemoroid berasal dari kata ‘’haima’’
dan ‘’rheo’’ yang dalam ilmu medis berarti pelebaran pembuluh darah
(Sudarsono, 2015). Hemoroid adalah suatu pelebaran dari vena-vena di dalam
pleksus hemoroidalis. Walaupun kondisi ini merupakan suatu kondisi fisiologis,
tetapi karena sering menyebabkan keluhan pada pasien sehingga memberikan
manifestasi untuk diberikan intervensi (Muttaqin & Sari, 2011). Hemoroid
adalah suatu keadaan ketika terdapat bantalan-bantalan vascular yang menonjol
di pertemuan anus dan rektum (anorectal junction). Kondisi ini berhubungan
dengan peningkatan intraluminal yang tinggi sehingga anus terlihat menonjol dan
kongestif dan bahkan dapat disertai prolaps dan ulserasi (Simon, 2014).
Hemoroid merupakan suatu penyakit yang berbahaya dan dapat mengganggu
aktivitas sehari-hari sehingga menyebabkan penurunan kualitas hidup seseorang,
hemoroid juga cenderung memburuk dari tahun ke tahun (Safyudin &
Damayanti, 2017).
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa hemoroid merupakan
suatu keadaan yang patologis, pelebaran vena-vena di dalam pleksus
hemoroidalis yang menyebabkan peningkatan tekanan intraluminal sehingga
anus terlihat menonjol.
11
Gambar 2. 1 Gambaran Hemoroid
2.1.2 Etiologi hemoroid
Kondisi hemoroid biasanya tidak berhubungan dengan kondisi medis atau
penyakit, namun ada beberapa predisposisi penting yang dapat meningkatkan
resiko terjadinya hemoroid seperti berikut ( (Muttaqin & Sari, 2011).
1. Peradangan pada usus
Penyakit crohn adalah proses inflamasi kronis yang dapat mengenai bagian saluran
gastrointestinal manapun, tetapi yang paling umum menyerang ileum terminal,
penyakit ini secara karakteristik melibatkan semua lapisan dinding usus
(transmural) (Sodikin, 2011).
2. Keturunan
Adanya kelemahan dinding vena di daerah anorektal yang didapat sejak lahir
akan memudahkan terjadinya hemoroid setalah mendapatkan paparan tambahan
seperti mengejan terlalu kuat atau terlalu lama, dan kontipasi. Hubungan antara
riwayat penyakit keluarga dimasa lalu tidak memiliki hubungan yang relevan
dengan kejadian hemoroid, akan tetapi kebiasaan yang telah dilakukan oleh
anggota keluarga memiliki peranan yang sangat berpengarah bagi anggota
keluarga lainnya (Ulima, 2012).
12
3. Konsumsi makanan rendah serat
Diet rendah serat dapat menyebabkan fases menjadi kecil dan keras yang dapat
menyebabkan mengejan pada saat buang air besar. Makanan yang mengandung
serat akan mempercepat produksi fases, semakin banyaknya makanan yang
masuk kedalam tubuh juga mempengaruhi proses defekasi (Afifah
Muthmainnah, Masrul, 2015).
4. Obesitas
Obesitas adalah suatu keadaan dimana terdapat penimbunan lemak secara
berlebihan. Obesitas menjadi faktor resiko terjadinya berbagai penyakit, salah
satunya yaitu hemoroid. Hemoroid terjadi karena sirkulasi darah yang buruk
pada penderita obesitas adalah salah satu masalah yang berefek pada kesehatan
sel dan kesehatan vascular. Karena adanya peningkatan tekanan abdominal
abdominal dan tekanan pada daerah pelvic pada vena yang ada dianus (Halik,
2017).
5. Lama duduk
Hemoroid biasnya ditandai dengan rasa gatal dan panas dianus disertai kesulitan
buang air besar. Hal ini disebabkan oleh pelebaran atau pembesaran pembuluh
vena di daerah poros usus atau sekitar dubur akibat tekanan yang terus menerus
karena duduk yang terlalu lama lebih tanpa mengganti posisi atau dengan
istirahat dapat meningkatkan tekanan intra abdominal (Fridolin, Saleh, &
Hernawan, 2015). Duduk lama pada saat buang air besar juga dapat
meningkatkan resiko terjadinya hemoroid. Pemakaian toilet duduk
menyebabkan posisi usus dan anus tidak dalam posisi tegak. Sehingga
menyebabkan tekanan dan gesekan pada vena di daerah rektum dan anus
(Muttaqin & Sari, 2011).
13
6. Mengejan dan kontipasi
Kontipasi adalah kondisi dimana fases menjadi lebih keras sehingga susah
dikeluarkan melalui anus dan menimbulkan rasa tidak nyaman pada rektum
(Kartika Sari & Wirjatmadi, 2018). Kontipasi merupakan pelannya pergerakan
fases melalui usus besar yang disebabkan oleh tinja yang kering dan keras pada
colon descenden yang menumpuk karena absorsi cairan yang berlebihan. Pada
kontipasi diperlukan waktu mengejan terlalu lama membuat tekanan yang keras
sehingga menyebab hemoroid (Ulima, 2012).
7. Alkohol
Pada penelitian yang dilakukan oleh (Fridolin, Saleh, & Hernawan, 2014).
Alkohol dapat menyebabkan tubuh lebih banyak kehilangan air. Alkohol
menghentikan produksi anti diuretic hormone, yang dapat menyebabkan seseorang
lebih sering berkemih, hal ini dapat menyebabkan dehidrasi. Alkohol juga
menarik air dari fases sehingga dapat memicu terjadinya konstipasi, selain itu
terlalu banyak mengkomsumsi alkohol juga dapat menyebabkan diare yang juga
dapat meningkatkan resiko terjadinya hemoroid.
2.1.3 Klasifikasi
Menurut (Sjamsuhidajat, 2016) Sesuai dengan tampilan klinis, hemoroid
dibedakan menjadi 2 yaitu :
1. Hemoroid internal
Hemoroid internal adalah pelebaran vena submukosa di atas linea dentate
(Winangun et al., 2012). Hemoroid internal ini merupakan bantalan vascular di
dalam jaringan sub mukotan pada rektum sebelah bawah. Hemoroid sering
dijumpai pada tiga posisi primer, yaitu kanan-depan, kanan- belakang, dan kiri-
lateral. Hemoroid yang lebih kecil terdapat diantara ketiga letak primer tersebut
14
(Sjamsuhidajat, 2016). Hemoroid internal dapat menjadi prolapss adalah tonjolan
dinding rektum sehingga terlihat menonjol keluar anus (Bordeianou et al., 2014)
dan berdarah terkadang juga menimbulkan rasa nyeri apabila berkembang
menjadi thrombosis dan nekrosis (biasanya menjadi prolapss yang berat,
inkarserasi dan strangulasi) (Margetis, 2019). Hemoroid internal dibedakan
menjadi empat derajat yaitu :
Derajat I menyebabkan perdarahan merah segar tanpa nyeri pada waktu
defekasi. Pada stadium awal seperti ini tidak terdapat prolapss, dan pada
pemeriksaan anoskopi terlihat hemoroid yang membesar menonjol
kedalam lumen.
Derajat II menonjol melalui kanalis analis pada saat mengejan ringan tetapi
dapat masuk kembali secara spontan.
Derajat III pada derajat ini hemoroid menonjol saat mengejan dan harus
didorong kembali sesudah defekasi.
Derajat IV merupakan hemoroid yang menonjol ke luar dan tidak dapat
didorong masuk kembali dan tidak dapat direposisi kembali.
Gambar 2. 2 Derajat Hemoroid Internal Dikutip dari (Carolina, Syamsuri, & Manawan, 2014)
15
2. Hemoroid eksternal
Hemoroid eksternal merupakan pelebaran dan penonjolan pleksus hemoroidalis
inferior disebelah bawah anus (Gebbensleben, Hilger, & Rohde, 2009). Kondisi
hemoroid eksternal memberikan manifestasi kurang higienis akibat kelembapan
dan rangsangan akumulasi mukus. Keluarnya mukus dan adanya fases yang
menempel pada pada pakaian dalam merupakan ciri hemoroid eksternal yang
mengalami prolaps menetap (Muttaqin & Sari, 2011). Hemoroid eksternal dibagi
menjadi 2 yaitu hemoroid eksternal aku dan hemoroid eksternal kronis.
a. Hemoroid eksternal akut merupakan pembengkakan bulat kebiruan pada
pinggiran anus dan sebenarnya merupakan hematoma.
b. Hemoroid eksternal kronik di sebut dengan skin tags yaitu satu atau lebih
lipatan kulit yang terdiri dari jaringan penyambung sedikit pembulu darah,
merupakan kelanjutan hemoroid eksternal yang mengalami trombosi.
Kedua pleksus hemoroid, internus dan eksturnus saling berhubungan
secara longgar dan merupakan awal dari aliran vena yang kembali dari rektum
sebelah bawah dan anus. Pleksus hemoroid internus mengalirkan darah ke vena
hemoroidalis superior dan selanjutnya ke vena porta. Pleksus hemoroid
eksternus mengalirkan darah ke peredaran sistemik melalui darah perineum dan
lipat paha ke vena iliaka (Sjamsuhidajat, 2016)
2.1.4 Tanda gejala
Tanda dan gejala yang umum pada penderita hemoroid menurut
(Handayana, 2017) yaitu keluar darah saat buang air besar, rasa gatal dan perih
dari anus, nyeri dan rasa tidak nyaman karena adanya benjolan dari anus.
16
1. Hemoroid internal
Umumnya perdarahan merupakan tanda pertama pada hemoroid internal yang
diakaibatkan oleh trauma karena fases yang keras (Sudarsono, 2015). Darah yang
keluar berwarna merah segar dan tidak bercampur dengan fases, dapat hanya
berupa garis pada fases atau kertas pembersih (tissue toilet) pada perdarahan
yang terlihat menetes atau mewarnai air toilet menjadi merah. Walaupun berasal
dari vena, darah yang keluar berwarna merah segar karena pleksus vena
berhubungan dengan cabang arteri secara langsung (pintas arteri vena) tanpa
melewati kapiler (Kumala, Ramadhani, & Sumirat, 2016). Hemoroid internal
dapat menyebabkan adanya lendir ke jaringan perianal, lendir pada fases dapat
menyebabkan dermatitis lokal atau biasa disebut dengan pruritus ani (Muttaqin &
Sari, 2011). Tanda gejala hemoroid berdasarkan derajat menurut (Margetis, 2019;
Winangun et al., 2012) yaitu :
a. Derajat I Adanya perdarahan merah segar, Pada stadium awal seperti ini
tidak terdapat prolapsse/penonjolan,
b. Derajat II
- Penonjolan hemoroid melewati linea dentate
- Dapat terlihat saat mengejan
- Dapat kembali secara spontan
- Perdarahan
c. Derajat III
- Penonjolan dapat masuk kembali menggunakan dorangan jari
- Perdarahan
d. Derajat IV
- Penonjolan tidak dapat masuk kembali
17
- Perdarahan
- Terjadi thrombosis dan infar
2. Hemoroid eksternal
Hemoroid eksternal biasanya ditandai dengan adanya penonjolan dibagian
luar anus disebabkan oleh gangguan rotasi bantalan anus dalam keadaan normal
bantalan anus akan menempel secara longgar pada lapisan otot sirkuler, namun
ketika defekasi musculus sphincter ani eksternal akan berelaksasi, bantalan anus
akan berotasi kearah luar membentuk bibir anorektum (ulima, 2012). Gatal, nyeri
pada saat buang air besar, dan tidak ada pendarahan. Tekanan urteri pada rektum
selama kehamilan, tumor intra abdomen, kontipasi, diare, obesitas, gagal jantung
kongesif dan hipertensi portal adalah penyebab utama terjadinya hemoroid
eksternal (Rosdahl & Kowalski, 2017). Thrombosis akut yang mendasari vena
hemoroid eksternal dapat terjadi. Thrombosis akut biasnya berkaitan dengan
peristiwa tertentu, seperti tenaga fisik, berusaha dengan mengejan, diare, atau
perubahan dalam diet (Muttaqin & Sari, 2011). Nyeri dari inervasif saraf oleh
adanya distensi dan edema. Nyeri berlansung selama 7-14 hari sesuai dengan
resolusi trombosi (Muttaqin & Sari, 2011).
2.1.5 Patofisiologi
Diet rendah serat dapat menyebabkan fases menjadi kecil dan keras yang
dapat menyebabkan mengejan pada saat buang air besar. Makanan yang
mengandung serat akan mempercepat produksi fases, semakin banyaknya
makanan yang masuk kedalam tubuh juga mempengaruhi proses defekasi
(Mubarak, Indrawati, & Susanto, 2015). Yang mengakibatkan kondisi mengejan
selama BAB. Mengejan menyebabkan peningkatan tekanan vena lalu
menimbulkan prolapsse bantalan anal. Pada bantalan yang mengalami prolapss
18
terjadi gangguan venouse return sehingga mengakibatkan dilatasi pleksus dan
stastis vena. Inflamasi terjadi akibat erosi epitel bantalan yang menimbulkan
perdarahan (Parathon, 2011). Kehamilan atau obesitas memberikan ketegangan
abnormal dari otot sfingter internal juga dapat menyebabkan masalah hemoroid,
mungkin melalui mekanisme yang sama. Penurunan venous return dianggap
sebagai mekanisme aksi. Terlalu lama duduk di toilet atau pada saat membaca
diyakini menyebabkan penurunan relative venous return di daerah perianal (yang
disebut dengan efek tourniquet), mengakibatkan kongesi vena dan terjadilah
hemoroid. Kondisi penuaan menyebabkan melemahnya struktur pendukung,
yang efasilitasi prolapss. Melemahnya struktur pendukung sudah dapat terjadi
pada awal dekade ketiga. Hipertensi portal telah sering disebutkan dalam
hubungan dengen hemoroid. Perdarahan masif dari hemoroid pada pasien
dengan hipertensi portal biasanya bersifat masif. Varises anorekatal terjadi di
midrekum, di antara system portal dan vena inferior rektal. Varises terjadi lebih
sering pada pasien nonsirosis. Dan mereka jarang mengalami perdarahan
(Muttaqin & Sari, 2011).
2.1.6 Faktor risiko hemoroid
Faktor risiko hemoroid menurut berbagai sumber adalah sebagai berikut:
1. Usia
Usia lebih dari 45 tahun memiliki risiko lebih tinggi terkena hemoroid. Usia yang
semakin tua dapat menyebabkan degenerasi pada jaringan tubuh. Semakin
meningkatnya usia akan memperparah hemoroid, sel secara terus menerus akan
dirusak oleh radikal bebas. Kerusakan sel oleh radikal bebas tidak dapat
diimbangi oleh kemampuan tubuh untuk memperbaiki diri melalui proses
regeneratif karina kemampuannya telah menurun (Dwi Utomo, Virgiandhy, &
19
Rialita, 2016). Menurunnya tonus otot sfingter menyebabkan kelemahan struktur
dinding pembuluh darah dan akan menimbulkan prolapss (penonjolan)
(Nugroho, 2014)
2. Ibu hamil
Hemoroid normalnya terdapat pada individu sehat terdiri dari bantalan
fibromuskuler kemudian bervaskularisasi yang melapisi saluran anus. Pada ibu
hamil tekanan intraabdomen yang meningkat karena pertumbuhan janin dan
juga karena perubahan hormon menyebabkan pelebaran vena hemorroidalis
(Carolina, Syamsuri, & Manawan, 2014).
3. Pekerjaan
Posisi kerja duduk merupakan pilihan utama semua pekerja dan dianggap paling
nyaman serta tidak melelahkan. Dalam perencanaan stasiun kerja duduk,
dimensi-dimensi yang perlu diperhatikan adalah tinggi badan saat duduk, tinggi
mata duduk, tebal paha duduk, jangkauan tangan kedepan, tinggi siku duduk,
dan tinggi popliteal duduk (Iridiastadi & Yassierli, 2017). Duduk memerlukan
lebih sedikit energi dari pada berdiri, karena hal itu dapat mengurangi banyaknya
beban otot. Pekerjaan yang dilakukan sambil duduk memiliki keuntungan
kurangnya kelelahan pada kaki, terhindar dari sikap yang tidak alamiah,
kurangnya tingkat keperluan sirkulasi darah. Namum bekerja dengan sikap
duduk memiliki kerugian untuk melembekan otot-otot perut dan tidak baik bagi
alat dalam khususnya bagian pencernaan jika posisi dilakukan secara
membungkuk (Wardaningsih, 2010).
Salah satu populasi tenaga kerja yang mengerjakan pekerjaan dengan posisi
duduk adalah pekerjaan pada industri yang menghasilkan pakaian jadi. Industry
ini mengerjakan tenaga yang bekerja dengan posisi duduk dan menunduk secara
20
terus menerus selama waktu kerja. Tingginya permintaan produk dari konsumen
menyebabkan para pekerja dituntut untuk melakukan aktifitas fisik secara terus
menerus yang menyebabkan dampak buruk secara fisiologis. Dampak buruk ini
secara konseptual dapat diartikan sebagai rendahnya energi yang dihasilkan
melalui proses metabolisme tubuh bila dibandingkan dengan energi yang
dibutuhkan untuk melalukan suatu aktifitas. Keadaan seperti ini secara kronik
dapat mengakibatkan terjadinya kelelahan secara berlebihan dan dalam jangka
panjang dapat memicu penyakit lain yang berakhir dengan kematian atau
kegagalan fungsi-fungsi penting dalam tubuh lainnya (Iridiastadi & Yassierli,
2017).
2.2 Konsep Lama Duduk
Kebiasaan terlalu duduk menyebabkan timbulnya hemoroid, karena pada
saat duduk dapat menyebabkan tekanan yang terus menerus sehingga
menyebabkan trauma yang berlebihan pada pleksus hemorroidalis dan
mengakibatkan ternyadinya penonjolan pada vena hemorroidalis (Sunarto, 2016).
Penelitian yang telah dilakukan oleh Permana Riswar pada tahun 2014 di
Pool Po Gumarang jaya dalam (Kumala et al., 2016)menunjukkan bahwa 71,2%
sopir bus dengan durasi duduk lebih dari 6 jam menderita hemoroid. Hal ini
dapat terjadi karena pada saat duduk dengan durasi yang lama tanpa mengubah
posisi akan mengakibatkan dapat mengakibatkan tekanan intraabdomen di anus.
Sehingga menyebabkan pelebaran dan pembesaran pembuluh darah vena
hemoroidalis (Halik, 2017).
Lama duduk menyebabkan pembesaran pembuluh darah vena di daerah
poros usus atau di sekitar dubur akibat tekanan yang terus-menurus pada saat
duduk. Hal ini dapat meningkatkan tekanan intra abdominal (Fridolin et al.,
21
2015). Hal ini didukung oleh teori Cameron (1997) yang menyatakan bahwah
tekanan yang terus-menerus dapat mengakibatkan trauma yang berlebihan pada
plexus hemorrhoidalis sehingga menyebabkan hemoroid.
Hemoroid timbul akibat dilatasi, pembengkakan atau inflamasi vena
hemoroidalis yang disebabkan oleh faktor resiko atau pencetus salah satunya adalah
duduk terlalua lama (Kumala et al., 2016). Kebiasaan duduk dengan durasi yang
lama dapat muncul pada seseorang dengan pekerjaan yang membutuhkan
aktivitas duduk yang lama seperti supir bus, programmer dan penjahit.
Keadaan posisi duduk yang salah dalam waktu yang lama akan menyebabkan
ketegangan otot-otot dan perenggangan ligamentum longitudinal posterior pada
tulang belakang. Posisi tubuh yang salah selama duduk membuat tekanan
abnormal dan jaringan sehingga menyebabkan rasa sakit pada punggung bawah.
Bekerja dalam posisi duduk akan menimbulkan kelemahan otot perut dan
punggung. Duduk dalam jangka waktu yang lama menyebabkan peningkatan
tekanan dari punggung, leher, lengan dan kaki, dan dapat menambah sejumlah
besar tekanan otot punggung. duduk yang terlalu lama tanpa mengganti posisi
atau dengan istirahat dapat meningkatkan tekanan intra abdominal (Fridolin et
al., 2015).
2.3 Konsep penjahit
2.3.1 Pengertian Penjahit
Penjahit merupakan salah satu pekerjaan yang ditekuni oleh sebagian besar
masyarakat di Indonesia baik secara individu maupun kelompok (konveksi)
(Rachmat, Utomo, Sambada, & Andyarini, 2019). Pekerjaan menjahit adalah
bekerja dengan aktivitas kedua tangan yang selalu berada diatas meja mesin jahit
untuk memegang objek jahitan dan kedua kaki menekan sedel penggerak
22
dinamo, dengan posisi leher cenderung miring ke depan. Pekerjaan penjahit juga
merupakan pekerjaan yang membutuhkan aktivitas duduk terlalu lama serta
pekerjaan yang banyak berulang (Saputri & Djunaidi, 2013).
2.3.2 Macam-Macam Penjahit
a. Penjahit konveksi adalah penjahit yang bekerja disuatu perusahaan yang
memproduksi berbagai macam pakaian jadi, seperti kaos, kemeja, celana
panjang atau bahan yang pembuatannya perlu dijahit.. Penjahit yang bekerja di
perusahaan-perusahan konveksi biasanya mengikuti peraturan jam kerja yang
telah dibuat oleh menteri tenaga kerja. Peraturan mengenani ketenagakerjaan
telah diatur secara khusus dalam Undang-Undang No.13 Tahun 2003 yang
mewajibkan setiap pengusaha untuk melaksanakan ketentuan jam kerja ini
mengatur 2 sistem yaitu 7 jam kerja dalam 1 atau 40 jam kerja dalam satu
minggu atau 8 jam kerja dalam 1 hari atau 40 jam kerja dalam 1 minggu untuk
5 hari kerja dalam 1 minggu. Penjahit konveksi memproduksi pakaian dalam
jumlah yang banyak sehingga mereka tidak bekerja sesuai dengan waktu yang
telah ditentukan akan tetapi mereka bekerja mengejar target pemasaran yang
harus dicapai (Ahmad & Sukania, 2017)
b. Penjahit rumahan merupakan pekerja yang mampu mencipatakan sebuah
pakaian atau produk jahit lainnya. Jumlah yang diproduksi pada penjahit ini
sesuai dengan pesanan. Tidak harus mencapai target yang telah ditentukan
(Rachmat et al., 2019).
23
2.3.3 Jenis-Jenis Alat Jahit
Alat jahit adalah alat-alat yang digunakan untuk keperluan menjahit, untuk
menghasilkan busana, lenen rumah tangga atau benda lain yang dibuat dengan
cara dijahit baik menggunakan tangan atau mesin jahit. Yang termasuk alat jahit
adalah mesin jahit yang dikelompokkan menjadi 5 jenis yaitu (Saputra &
Taman, 2016) :
1. Mesin jahit manual
Mesin jahit msnual merupakan mesin jahit yang berfungsi untuk menjahit
setikan lurus dan mesin jahit yang terdiri dari mesin engkol tangan dan pedal
kaki.
2. Mesin jahit semi otomatis
Mesin jahit semi otomatis dapat digunakan untuk membuat setikan lurus,
setikan hias, lubang kancing, pasang kancing dan sebagainya. Cara kerja
mesin ini adalah dengan menginjakkan kaki ke pedal mesin (yang
menggunakan motor listrik).
3. Mesin jahit otomatis
Mesin otomatis biasanya terbentuk portable atau tanpa menggunakan meja,
kegunaan mesin jahit ini sama dengan mesin jahit semi otomatis,
perbedaannya adalah mesin jahit otomatis memakai komponen yang lebih
praktis. Pada mesin jahit ini hanya cukup dengan menekan tombol sesuai
dengan desain/motif yang diinginkan.
4. Mesin jahit industri
Mesin jahit industri adalah mesin jahit yang memiliki kecepatan tinggi, dalam
pengoprasiannya menggunakan dynamo dengan daya yang besar sehingga
dapat menggahilkan kecepatan putaran mesin yang lebih cepat. Mesin ini
24
disebut juga dengan mesin jahit high speed dan banyak digunakan di industri
garmen.
5. Mesin jahit khusus/penyelesaian
Mesin jahit ini hanya digunakan untuk satu macam penyelesaian jahitan saja.
Misalnya mesin obras yang digunakan untuk penyelesaian pinggiran busana,
mesin neci untuk membuat jahitan pinggiran neci mesin kelim untuk
membuat keliman pada blouse, rok dan celana, mesin pasang kancing
khusus untuk membuat jahitan lubang kancin dan lain sebagainya.
2.3.4 Ergonomi Penjahit
Berdasarkan pengertian ergonomi menurut Pusat Kesehatan Kerja
Departemen Kesehatan Kerja RI (2013), ergonomi adalah ilmu yang
mempelajari perilaku manusia dalam kaitannya dengan pekerjaan mereka
(Wardaningsih, 2010).
Ergonomi merupakan suatu cabang ilu yang secara sistematis
memanfaatkan informasi-informasi mengenai informasi-informasi mengenai
sifat, kemampuan, dan keterbatasan manusia dalam merancang suatu sistem
kerja sehingga mencapai tujuan yang diinginkan melalui bekerja dengan efektif,
aman dan nyaman. Salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah postur dan
sikap tubuh pada saat bekeja. Hal tersebut sangat penting untuk diperhatikan
agar hasil produksi dapat terpenuhi sesuai dengan target yang harus dicapai.
Bila postur dan sikap tubuh yang digunakan pada saat berkja salah atau tidak
ergonomis, pekerja akan cepat lelah sehingga konsetrasi dan tingkat
ketelitiaannya menurun (Kuswana, 2014).
Ergonomi penjahit adalah pada saat bekerja, dimana sikap duduk penjahit
yaitu kedua tangan selalu berada diatas meja mesin jahit untuk memegang objek
25
jahitan dan kedua kaki menekan sedel penggerak dinamo, dengan leher
cenderung miring ke depan untuk membuat sudut tertentu (Ahmad & Sukania,
2017). Posisi duduk yang tepat pada saat menjahit dalah posisi badan tegak dan
setara dengan posisi jarum, kedua kaki bertumpu pada pedal, dan leher
condong kedepan
Posisi kerja penjahit adalah posisi kerja janggal yang merupakan posisi
tubuh yang tidak sesuai dalam melakukan pekerjaan sehingga dapat
menyebabkan kondisi dimana transfer tenaga dari otot ke jaringan rangka tidak
efisien sehingga mudah menimbulkan kelelaha. Yang termasuk posisi janggal
yakni pengulangan atau membutuhkan waktu yang lama dalam posisi, berputas,
memiringkan badan dan lain sebagainya. Posisi ini melibatkan beberapa area
tubuh seperti bahu, punggung dan lutut (Andini, 2015)
2.3.5 Tipe kursi penjahit
kursi yang digunakan untuk bekerja seharusnya adalah kursi yang
ergonomi yang dapat diatur agar sesuai dengan postur badan pada saat bekerja.
Kita juga dapat menggunakan kursi yang empuk dengan meletakkan busa pada
letak dudukan ini akan membuat pekerja merasa nyama (Ahmad & Sukania,
2017).
a. Memiliki bantalan dari busa yang dilapisi kulit di sintesis peristirahatan punggu
pekerja. Kulit yang melapisi busa tersebut juga berfungsi agar punggu dari tidak
berkeringat.
b. Memiliki bantalan untuk dudukan yang terbuat dari bahan yang sama, bantalan
ini berguna untuk mengurangi atau menghindari cepat pegal karena operator
duduk secara terus menerus selama bekerja.
26
c. Memiliki lebar sandaran yang sesuai dengan lebar bahu penjahit, sehingga jika
penjahit memiliki tubuh yang besar tetap dapat kenyamanan saat bekerja.
2.3.6 Lama bekerja penjahit
Lama bekerja adalah jangka waktu yang diketahui seseorang sejak
menekuni pekerjaan. Lama bekerja dapat menggambarkan pengalaman
seseorang dalam menguasai suatu bidang tugansnya. lama bekerja dapat
menimbulkan kejenuhan dan kelelahan pada pekerja. Pada hasil penelitian
(Frely, Kawatu, & Maddusa, 2018) seseorang yang bekerja >10 tahun
mengalami kelelahan berat. Penelitian lainnya oleh (Kumala et al., 2016)
mengatakan bahwa risiko lama bekerja lebih dari 5 tahun menyebabkan
hemoroid. Hal ini terjadi karena kurangnya melakukan aktivitas fisik seperti
bangun dari duduk dan melakukan perenggangan sehingga mempengaruhi
tonus otot pada pelvis (Kumala et al., 2016).
2.3.7 Penyakit Akibat Kerja Penjahit
Penyakit akibat kerja (PAK) adalah penyakit yang disebabkan oleh
pekerjaan dan lingkungan kerja. Faktor resiko PAK antara lain adalah golongan
fisik, kimiawi, biologis atau psikososial ditempat kerja. Penyakit akibat kerja pada
penjahit yaitu :
1. Kelelahan
Kelelahan kerja sering terjadi pada penjahit karena beberapa faktor yaitu
pekerjaan yang cenderung monoton, postur tubuh yang cenderung
membungkuk kearah mesin jahit/ postur janggal dan kebutuhan visual. Faktor
tersebut disebabkan oleh poster pekerjaannya sendiri, pekerjaan yang berulang
dan desain tempat duduk yang tidak memadai, tinggi meja yang tidak sesuai,
27
kurangnya pencahayaan, penempatan pedal yang membuat postur kaki dan
lutut menjadi salah, dan ukuran mesih yang tidak sesuai (Umyati, 2010) .
2. Carpal tunnel syndrome
Carpal tunnel syndrome merupakan gangguan neopati umum yang
disebabkan karena melakukan pekerjaan secara berulang-ulang dan dengan
posisi yang menetap pada jangka waktu yang lama dan dapat mempengaruhi
saraf suplay darah ke tangan dan pergelangan tangan. Tanda gejala carpal tunnel
syndrome adalah mati rasa, kesemutan dan rasa terbakar di malam hari
(Rohmah, 2016)
3. Muskuloskaletal disorders
Muskuloskaletal disorders (MSDs) adalah keluhan yang mempunyai gejala
yang menyerang saraf, tendon, ligament, tulang sendi, tulang rawan dan syaraf
tulang belakang. Penyakit ini bukanlah hasil dari suatu pekerjaan yang instan
atau bukanlah peristiwa akut seperti kecelakaan tetapi diakibatkan oleh suatu
pekerjaan yang dilakukan secara berulang atau secara terus menerus(M.A. et al.,
2016). MSDs yang sering terjadi pada penjahit adalah nyeri punggu bawah (low
back pain) merupakan masalah kesehatan dunia yang sangat umum terjadi yang
menyebabkan pembatasan aktuvitas dan ketidakhadiran kerja. Faktor resiko
terjadinya NBP adalah usai, indeks massa tubuh, massa kerja, kursi kerja posisi
duduk dan kebiasaan olahraga (Lia Dheka Arwino, 2018).
2.3.8 Faktor Penyakit Akibat Kerja Penjahit
Faktor resiko penyakit akibat kerja pada penjahit adalah faktor
antropometri individu, faktor pekerjaan, faktor kursi kerja dan desain kerja.
28
1. Faktor antropometri individu
Antopometri berasal dari kata anthropos yang artinya tubuh dan metros
artinya ukuran. Jadi antropometri adalah cabang ilmu ergonomi yang berkaitan
pengukuran dimensi dan karakteristik tubuh manusia seperti volume, titik berat
dan masa tubuh. Antropometri dapat digunakan dalam perencanaan suatu
sitem kerja dengan sasaran yaitu sistem kerja yang efektif, aman, sehat, nyaman
dan efisien (Ahmad & Sukania, 2017)
Pada umumnya manusia memiliki karakteristik tubuh yang berbeda-beda,
perbedaan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu jenis
kelamin, usia, suku bangsa, jenis pekerjaan, pakaian, faktor kehamilan pada
wanita, dan cacat tubuh secara fisik. Masyarakat Indonesia memiliki
kecenderungan antropometri seperti masyarakat asia kebanyakan yaitu postur
tubuh lebih kecil dibantdingkan dengan masyarakat Eropa maupun Amerika.
2. Faktor pekerjaan
Faktor pekerjaan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
terjadinya PAK pada penjahit. Jumlah hari dan waktu kerja yang berlebihan
dapat menimbulkan kelelahan pada penjahit. Pekerjaan yang lebih dari 10 jam
perhari menyebabkan terjadinya penurunan dalam total prestasi dan
menurunnya kecepattan kerja karena kelelahan (Umyati, 2010). Untuk itu pelu
dilakukan pengaturan yang sesuai dengan UU No.13 Tahun 2003 yang
mewajibkan setiap pengusaha untuk melaksanakan ketentuan jam kerja ini
mengatur 2 sistem yaitu 7 jam kerja dalam 1 atau 40 jam kerja dalam satu
minggu atau 8 jam kerja dalam 1 hari atau 40 jam kerja dalam 1 minggu untuk
5 hari kerja dalam 1 minggu.
29
3. Faktor kursi kerja
Kursi yang ergonomi adalah kursi yang dapat di atur agar sesuai dengan
kondisi badan baik tinggi maupun sandaranya. Kursi yang ergonomi akan
membuat bagian belakan tubuh seseorang mersakan rileks sebab terdapat
sandaran untuk menopang tubuh bagian belakang (Saputri & Djunaidi, 2013).
Penggunaan kursi kerja yang tidak ergonomi akan menyebabkan keluhan nyeri
pada punggu bagian belakang. Untuk mengurangi timbulnya NBP maka harus
diberikan kursi kerja yang ergonomi atau sesuai dengan desain antropometri
pekerja (Astutik & Sugiharto, 2015). Kursi kerja yang baik dapat memberikan
postur dan sirkulasi yang baik dan akan membantu menghindari
ketidaknyamanan pada penjahi.
4. faktor desain kerja
Desain kerja yang tidak sesuai dengan dengan antropometri tubuh dapat
menyebabkan terjadinya postur janggal saat bekerja. Tinggi meja jahit sebaiknya
sejajar dengan tinggi siku, pinggiran meja jahit tidak boleh terdapat suduk yang
lancip karena akan menekan lengan bagian bawah dan pergelangan tangan
sehingga menyebabkan aliran darah tersumbat (Saputri & Djunaidi, 2013).
Pencahayaan yang cukup agar mata dapat dengan jelas tanpa harus menunduk
saat fokus bekerja. Penerangan yang kurang di tempat kerja dapat
menimbulkan gangguan dan penglihatan pada mata, sehingga dapat
menyebabkan kelelahan pada mata yanga akan mengakibatkan berkurangnya
daya dan efisiensi kerja, kelelahan mental, keluhan pegal dan skit kepala di
sekitar area mata, kerusakan indra mata dan lainnya (Jasna & Dahlan, 2019).
30