15
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Tinjauan tentang Kriminologi
1. Pengertian Kriminologi
Kriminologi sebagai bidang penyelidikan bermula di Eropa pada akhir
1700-an dalam tulisan-tulisan para filsuf, dokter, ilmuwan fisik, sosiolog,
dan ilmuwan sosial. Sebagian besar teori awalnya berakar kuat dalam
kerangka biologis yang pada umumnya sudah ditinggalkan oleh
kriminologi Amerika modern (Gibbons, 1982). Kriminologi muncul
bersama hukum pidana abad ke delapan belas. Walaupun punya akar
Eropa, sebagian besar perkembangan utama dalam kriminologi modern
terjadi di Amerika Serikat. Kriminologi terkait erat dengan perkembangan
sosiologi, memperoleh pijakan di dunia akademis Amerika Serikat antara
1920 dan 1940. Kriminologi umumnya menjadi subdisiplin sosiologi
walaupun fokus kriminologi interdisipliner, para sosiolog mencurahkan
sebagian besar perhatian pada isu-isu kriminalitas. Sejak 1960-an
kriminologi muncul sebagai sebuah disiplin tersendiri.6
Kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang
kejahatan. Nama kriminologi di temukan oleh P. TOPinard (1830-1911)
seorang ahli antropologi Prancis, secara harfiah berasal dari kata (crime)
yang berarti kejahatan atau penjahat dan (logos) yang berarti ilmu
pengetahuan. Maka ilmu kriminologi dapat diartikan sebagai ilmu yang
6 Frank E. Hagan, Edisi Ketujuh Pengantar Kriminologi Teori, Metode, dan Perilaku Kriminal,
Kencana Prenadamedia Group, Jakarta, 2013, hl. 5-6
16
mempelajari tentang kejahatan atau penjahat. Banyak sekali tokoh-tokoh
yang memberikan definisi tentang kriminologi, antara lain sebagai berikut:
a. WME. Noach mendefinisikan kriminologi sebagai ilmu pengetahuan
yang menyelidiki gejala-gejala kejahatan dan tingkah laku yang tidak
senonoh, sebab-musabab serta akibat-akibatnya.
b. J. Constat, Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan
untuk menemukan faktor-faktor yang menjadi sebab musahabab
terjadinya kejahatan dan penjahat.
c. Edwin H. Sutherland mengartikan kriminologi sebagai kumpulan
pengetahuan yang membahas kenakalan remaja dan kejahatan sebagai
gejalah sosial.
d. W.A. Bonger yang mengemukakan bahwa kriminologi adalah ilmu
pengetahuan yang bertujuan untuk menyelidiki gejala kejahatan
seluas-luasnya.
2. Landasan Lahirnya Teori-Teori Kriminologi
a. Spiritualisme
Spiritualisme memiliki perbedaan mendasar dengan metode
penjelasan kriminologi yang ada saat ini. Penjelasan spiritualisme
memfokuskan perhatiannya pada perbedaan antara kebaikan yang
datang dari Tuhan atau dewa dan keburukan yang datang dari setan.
Seseorang yang telah melakukan suatu kejahatan dipandang sebagai
orang yang telah terkena bujukan setan (evil/demon). Dalam
perkembangan selanjutnya aliran spiritualisme ini masuk dalam
lingkup pergaulan politik dan sosial kaum feodal. Landasan pemikiran
17
yang paling rasional dari perkembangan ini adalah bahwa pada
periode sebelumnya kejahatan dianggap sebagai permasalahan antara
korban dan keluarga korban dengan pelaku dan keluarganya.
Akibatnya adalah konflik berkepanjangan antarkeluarga yang dapat
mengakibatkan musnahnya keluarga tersebut, konsep Carok (Madura)
misalnya. Dalam hal ini ada suatu kepercayaan dari masyarakat bahwa
kebenaran akan selalu menang dan kejahatan pasti akan mengalami
kebinasaan.
Metode untuk membuktikan kesalahan seseorang dalam
masyarakat primitif memiliki banyak model. Diyakini bahwa jika
orang itu tidak bersalah, maka Tuhan akan menolongnya dari rasa
sakit atau bahkan kematian. Namun jika orang tersebut bersalah, maka
Tuhan akan memberikan kepadanya rasa sakit dan kematian yang
amat menyiksa. Namun aliran ini memiliki kelemahan, bahwa
penjelasan ini tidak dapat dibuktikan secara ilmiah.
b. Naturalisme
Naturalisme merupakan model pendekatan lain yang sudah ada
sejak berabad-abad yang lalu, adalah “Hippocrates” (460 S.M) yang
menyatakan bahwa “the brain ia organ of the mind”. Perkembangan
paham rasionalisme yang muncul menyebabkan manusia mencari
model penjelasan lain yang lebih rasional dan mampu dibuktikan
secara ilmiah. Dalam perkembangan lahirnya teori-teori tentang
kejahatan, maka dapat dibagi dalam tiga mazhab atau aliran yaitu :
18
1) Aliran Klasik
Dasar pemikiran dari ajaran klasik ini adalah adanya
pemikiran bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk yang
memiliki kehendak bebas (Free Will). Dimana dalam bertingkah
laku, ia memiliki kemampuan untuk memperhitungkan segala
tindakan berdasarkan keinginannya (hedonisme). Dengan kata
lain manusia dalam berperilaku dipandu oleh dua hal yaitu
penderitaan dan kesenangan yang menjadi resiko dari tindakan
yang dilakukannya, bukan kesalahannya.
2) Aliran Neo Klasik
Aliran ini pada dasarnya bertolak pada pemikiran mazhab
klasik. Namun demikian para sarjana mazhab ini justru
menginginkan pembaharuan pemikiran dari mazhab klasik justru
menimbulkan ketidakadilan. Meski mazhab neo klasik tidak
dilandaskan pada pemikiran ilmiah, namun aspek-aspek kondisi
pelaku dan lingkungannya mulai diperhatikan. Hal tersebut yang
membuatnya berbeda dengan mazhab klasik.
3) Aliran Positivis
Secara garis besar aliran aliran positivis membagi dirinya
menjadi dua pandangan yaitu :
a) Determinisme Biologis
Teori-teori yang masuk dalam aliran ini mendasari pemikiran
bahwa perilaku manusia sepenuhnya tergantung pada
pengaruh biologis yang ada dalam dirinya.
19
b) Determinisme Cultural
Teori-teori yang masuk dalam aliran ini mendasari pemikiran
mereka pada pengaruh sosial, budaya dari lingkungan
dimana seseorang itu hidup.7
3. Ruang Lingkup Kriminologi
Menurut Sutherland, Kriminologi terdiri dari tiga bagian utama,
diantaranya yaitu :
a. Penologi, yaitu pengetahuan yang mempelajari tentang sejarah
lahirnya hukuman, perkembangannya serta arti dan faedahnya
b. Sosiologi Hukum (Pidana), yaitu analisis ilmiah terhadap
kondisi-kondisi yang mempengaruhi perkembangan hukum
pidana.
Sedangkan menurut A.S Alam, ruang lingkup pembahasan
kriminologi mencakup tiga hal pokok, yakni :
a) Proses pembuatan hukum pidana dan hukum acara pidana
(making laws). Dalam proses pembuatan hukum pidana (procces
of making laws) meliputi :
1) Definisi kejahatan
2) Unsur-unsur kejahatan
3) Relativitas pengertian kejahatan
4) Penggolongan kejahatan
5) Statistic kejahatan
7 Topo Santoso, S.H., M.H dan Eva Achjani Zulfa, S.H, Kriminologi, Rajawali Pers, Depok, 2019,
hlm. 19-23
20
c. Etiologi Kriminal, yang membahas teori-teori yang menyebabkan
terjadinya kejahatan (breaking of laws). Sedangkan yang dibahas
dalam etiologi kriminal (breaking of laws) meliputi :
a) Aliran-aliran (mahzhab-mahzhab) kriminologi
b) Teori-teori kriminologi
c) Berbagai persfektif kriminologi
d) Reaksi terhadap pelanggaran hukum (reacting toward the
breaking of laws). Reaksi dalam hal ini bukan hanya diajukan
kepada pelanggar hukum berupa tindakan represif tetapi juga
reaksi terhadap pelanggar hukum berupa upaya-upaya
pencegahan kejahatan (criminal prevention). Selanjutnya
yang dalam bagian ketiga adalah perlakuan terhadap
pelanggar-pelanggar hukum (reacting toward the breaking of
laws) meliputi :
1) Teori-teori penghukuman
2) Upaya-upaya penanggulangan/pencegahan kejahatan
baik berupa tindakan pre-emtif, preventif, represif, dan
rehabilitatif.
B. Tinjauan Umum Terkait Tindakan Main Hakim Sendiri
Penggunaan istilah pengadilan jalanan sangat identik dengan istilah
tindakan main hakim sendiri, yang artinya tindakan menghakimi sendiri,
melaksanakan hak menurut kehendak sendiri yang bersifat sewenang-
sewenang, tanpa persetujuan dari pihak lain yang berkepentingan sehingga
akan menimbulkan kerugian atau berbuat sewenang-sewenang terhadap orang
21
yang dianggap bersalah. Tindakan main hakim sendiri bisa dilakukan oleh
orang perorangan atau oleh beberapa orang atau sekelompok orang (massa),
jadi yang dimaksuddengan pengadilan jalanan adalah tindakan main hakim
sendiri, yaitu tindakan main hakim sendiri yang dilakukan oleh beberapa orang
atau sekelompok orang (massa) terhadap orang yang diduga sebagai pelaku
tindak pidana. Tindakan main hakim sendiri, pada dasarnya merupakan
pembalasan yang berawal dari konsep peradilan personal yang memandang
kejahatan sebagai persoalan pribadi atau keluarga tanpa ada campur tangan
penguasa. Individu yang merasa dirinya menjadi korban perbuatan orng lain,
akan mencari balas terhadap pelaku tindak pidana atau keluarga pelaku tindak
pidana.8
Ditinjau dari sudut sosiologis dapat dibedakan menjadi dua aspek, yaitu
aspek positif dan aspek negatif. Aspek positif ialah jika memenuhi syarat
sebagai berikut :
a. Reaksi masyarakat terhadap kejahatan melalui pendekatan
kemasyarakatan sesuai dengan latar belakang terjadinya suatu tindakan
kejahatan.
b. Reaksi masyarakat di dasarkan atas kerja sama dengan aparat keamanan
atau penegak hukum secara resmi.
c. Tinjauan penghukuman adalah pembinaan dan penyadaran atas pelaku
kejahatan.
d. Mempertimbangkan atau memperhitungkan sebab-sebab dilakukannya
suatu tindakan kejahatan.
8 Fathul Achmadi Abby, Pengadilan Jalanan Dalam Dimensi Kebijakan Kriminal, Jala Permata
Aksara, Jakarta, 2016, hlm. 19
22
Sedangkan aspek negatif jika :
a. Reaksi masyarakat adalah serta merta, yaitu dilakukan dengan dasar
luapan emosional.
b. Reaksi masyarakat didasarkan atas ketentuan lokal yang berlaku di dalam
masyarakat yang bersangkutan atau dengan kata lain tidak resmi.
c. Tujuan penghukuman cenderung lebih bersifat pembalasan, penderaan,
paksaan, dan pelampiasan dendam.
d. Relatif lebih sedikit mempertimbangkan dang memperhitungkan latar
belakang mengapa dilakukan suatu tindakan kejahatan. Usaha seseorang
untuk melakukan tindakan main hakim sendiri tidak dilarang selama dalam
usahanya itu tidak melakukan perbuatan yang masuk perumusan tindak
pidana lain. Misalnya, seseorang yang mencuri dengan kekerasan terhadap
korbannya, dan seseorang dengan keberaniannya memukul pelaku dan
mengamankan korban dari tindak kejahatan pencurian tersebut. Maka
perbuatan “menghakimi sendiri” ini tidak dilarang malainkan malah
dianjurkan apabila tidak menimbulkan dampak yang lebih beasr.
Sedangkan tindakan main hakim sendiri yang dimaksud disini adalah
tindakan main hakim sendri yang melanggar hukum, contohnya adalah
mengarak pelaku hubungan seksual di luar nikah di muka umum dengan
diiringi perbuatan yang melanggar hukum lainnya seperti menelanjangi,
menganiaya, dan melecehkan si pelaku perbuatan pelanggaran yang mana
perbuatan yang dilakukan oleh pelaku main hakim sendiri merupakan
suatu perbuatan tindak pidana.
23
C. Tinjauan Umum Tentang Massa
Kata massa dalam khasanah keilmuan hukum pidana tidak dikenal dan
hanya merupakan bahasa yang timbul dan hidup di masyarakat sebagai realitas
sosial. Kata massa menurut kamus ilmiah popular adalah dengan cara
melibatkan banyak orang,bersama-sama/besar-besaran (orang banyak). Biasa
tindakan massa tersebut disertai/ditandai dengan ciri-ciri yaitu :
a. Anonimitas adalah memindah identitas dan tanggung jawab individual ke
dalam identitas dan tanggung jawab individual ke dalam identitas dan
tanggung jawab kelompok.
b. Impersonalitas adalah hubungan antara individu di luar massa maupun di
dalam massa menjadi sangat emosional.
c. Sugestibilitas adalah sifat sugestif dan menularnya.
Dengan mendasarkan ciri-ciri kerumunan massa di atas kemudian
dikomparasikan dengan realitas yang ada tidak semua ciri-ciri tersebut mutlak
terdapat pada semua gerakan/kerumunan massa lebih dari satu orang dan ciri-
ciri tersebut bersifat kumulatif, artinya ciri anonimitas dan sugetibilitas bisa
jadi terdapat pada sebuah kelompok massa, tapi tidak untuk impersonalitas atau
sebaliknya. Perbuatan pidana yang dilakukan oleh massa tidak ada perbendaan
yang signifikan dengan perbuatan pidana yang biasa kita kenal (dilakukan)
orang seorang, hanya saja yang membedakan adalah subyek dari perbuatan
tersebut yang jumlahnya lebih banyak/lebih dari satu orang.9
9 M. Jevi, Skripsi, Penegakan Hukum Terhadap Perilaku Main Hakim Sendiri yang Dilakukan oleh
Masyarakat terhadap Pelaku Hubungan Badan di Luar Nikah Dikaitkan dengan Asas Ketertiban
Umum, Universitas Pasundan, 2018
24
D. Tinjauan tentang Tindak Pidana Pencurian
1. Pengertian Tindak Pidana Pencurian
Kejahatan pencurian adalah salah satu kejahatan terhadap kepentingan
individu yang merupakan kejahatan terhadap benda/kekayaan. Hal ini
termuat dalam Bab XXII Pasal 362-367 KUH Pidana. Kata pencurian
dalam bahasa Indonesia, berasal dari kata dasar “curi” yang memperoleh
imbuhan “pe” diberi akhiran “an” sehingga membentuk kata “pencurian”.
Kata pencurian tersebut memiliki arti proses, perbuatan cara mencuri
dilaksanakan.10 Pencurian adalah suatu perbuatan yang sangat merugikan
orang lain dan juga orang banyak, terutama masyarakat sekitar kita. Maka
dari itu kita harus mencegah terjadinya pencurian yang sering terjadi
dalam kehidupan sehari-hari, karena terkadang pencurian terjadi karena
banyak kesempatan.
Dalam Kamus Bahasa Indonesia, disebutkan bahwa mencuri adalah
suatu perbuatan yang mengambil barang milik orang lain dengan jalan
yang tidak sah. Untuk mendapat batasan yang jelas tentang
pencurian,maka dapat dilihat dari Pasal 362 KUH Pidana yang berbunyi
sebagai berikut :
“Barang siapa mengambil sesuatu barang yang mana sekali atau
sebagian termasuk kepunyaan orang lain, dengan maksud akan memiliki
barang itu dengan melawan hak, dihukum karena pencurian dengan
hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau denda sebanyak-
banyaknya Rp.900,-“.
10 Ridwan Hasibuan, Kriminologi Dalam Arti Sempit dan Ilmu-Ilmu Forensik, USU Press, Medan,
199, Hal.8
25
Berdasarkan pasal di atas, maka dapat diketahui bahwa delik
pencurian adalah salah satu jenis kejahatan terhadap kepentingan individu
yang merupakan kejahatan terhadap harta benda atau kekayaan. Pengertian
pencuri perlu kita bagi menjadi dua golongan, yaitu pencurian pencurian
secara aktif dan pencurian secara pasif :
a. Pencurian secara aktif
Pencurian secara aktif adalah tindakan mengambil hak milik
orang lain tanpa sepengetahuan pemilik.
b. Pencurian secara pasif
Pencurian secara pasif adalah tindakan menahan apa yang
seharusnya menjadi milik orang lain. Seseorang yang melakukan
tindakan atau berkarir dalam pencurian disebut pencuri dan
tindakanya disebut mencuri. Dalam Kamus Hukum Sudarsono
pencurian dikatakan proses, perbuatan atau cara mencuri.
2. Unsur-Unsur Tindak Pidana Pencurian
Berdasarkan bunyi Pasal 362 KUH Pidana tersebut dapat kita lihat
unsur-unsurnya sebagai berikut :
a. Mengambil barang
b. Yang diambil harus sesuatu barang
c. Barang itu harus seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain
d. Pengambilan itu harus dilakukan dengan maksud untuk memiliki
barang itu dengan melawan hukum (melawan hak).
Ad. 1. Perbuatan mengambil Unsur dari tindak pidana pencurian ialah
perbuatan mengambil barang. Kata mengambil dalam arti sempit terbatas
26
pada menggerakkan tangan dan jari-jari memegang barangnya dan
mengalihkannya ketempat lain. Sudah lazim masuk istilah pencurian
apabila orang mencuri barang cair seperti misalnya bir dengan membuka
suatu kran untuk mengalirkannya ke dalam botol yang ditempatkan
dibawah kran itu, bahkan tenaga listrik sekarang dianggap dapat dicuri
dengan sepotong kawat.
Ad.2. Yang diambil harus sesuatu barang. Kita ketahui bersama bahwa
sifat tindak pidana pencurian ialah merugikan kekayaan si korban maka
barang yang diambil haruslah berharga. Harga ini tidak selalu bersifat
ekonomis. Yang dimaksudkan berupa barang ini tentu saja barang yang
dapat dinikmati oleh yang membutuhkanya.
Ad.3. Barang yang diambil harus seluruhnya atau sebagian kepunyaan
orang lain. Yang dimaksudkan kepunyaan orang lain dalam hal ini
dimaksudkan bahwa barang yang diambil itu haruslah kepunyaan orang
lain atau selain kepunyaan orang yang mengambil tersebut.
Ad.4. Pengambilan itu harus dilakukan dengan maksud untuk memiliki
barang itu dengan melawan hukum. Dalam hal ini dimaksudkan bahwa
timbulnya perbuatan itu haruslah berdasarkan adanya keinginan dari si
pelaku untuk memiliki barang tersebut dengan cara melawan hukum,
dimana letak perbuatan melawan hukum dalam hal ini adalah memiliki
barang orang dengan cara mencuri atau mengambil barang orang lain tanpa
sepengetahuan pemiliknya. Jadi dengan demikian kita telah sama-sama
mengetahui bagaimana ilmu hukum pidana mengatur tentang pencurian
ini, akan tetapi secara nyata berdasarkan penjelasan tersebut pengertian
27
pencurian dalam hal ini belum dapat kita lihat secara teliti dan jelas. Dan
tidak ada menentukan bagaimana yang dikatakan pencurian itu akan tetapi
itu diidentikkan dengan perbuatan mengambil jadi dengan demikian
pencurian itu dapat kita artikan ialah perbuatan mengambil suatu benda
atau barang kepunyaan orang lain dengan cara melawan hukum yang dapat
merugikan orang yang memiliki barang atau benda tersebut.11
11 Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, Yogyakarta: Rajawali Pers, 2010, hlm. 39