Download - BAB I Edited Aedo
BAB I
PENDAHULUAN
i. Latar Belakang Permasalahan
Kecamatan Boja memiliki luas wilayah 64,11km2, atau sebesar 6,39% wilayah
Kabupaten Kendal secara administratif. Dilihat dari topografinya Kecamatan Boja
berada di derah perbukitan dengan ketinggian berkisar 250m sampai 370m di atas
permukaan laut. Batas-batas wilayah Kecamatan Boja sebelah utara berbatasan dengan
Kecamatan Kaliwungu Selatan, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan
Limbangan, sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Singorojo, dan sebelah timur
berbatasan dengan Kota Semarang. Jumlah penduduk Kecamatan Boja setiap tahun
mengalami pertumbuhan hingga pada tahun 2011 ditaksir jumlah penduduk Kecamatan
Boja adalah 71.417jiwa atau dengan kata lain kepadatan penduduknya sebesar
1114orang/km2.
Pertumbuhan penduduk Kecamatan Boja dan makin beragamnya aktifitas
kesemuanya memerlukan tempat. Keadaan ini menyebabkan perubahan tata guna lahan,
umumnya berupa lahan terbuka menjadi lahan terbangun. Dampak negatif dari
pembangunan antara lain, kerusakan lingkungan, kebutuhan air bersih meningkat pesat,
penurunan muka air tanah drastis, perubahan iklim (peningkatan suhu udara,
kelembaban udara menurun, dll). Beberapa permasalahan air meliputi pencemaran air,
penggundulan hutan, terganggunya fungsi resapan, berubahnya fungsi tangkapan air
menunjukkan perlu langkah yang strategis dalam pengelolaan sumber daya air
(Kodoatie, 2002). Dalam pengelolaan drainase harus ada pemikiran dan usaha merubah
paradigma lama pengaliran drainase yaitu “mengumpulkan, mengalirkan, dan
membuang air limpasan permukaan secepat dan efisien mungkin” menjadi paradigma
baru “mempertahankan keseimbangan air”. Sistem drainase konvensional yang efisien
kinerjanya akan menurunkan penambahan air tanah, meningkatkan volume limpasan
permukaan, mempersingkat waktu pengaliran, meningkatkan frekuensi, dan menambah
besarnya banjir. Bisa dibayangkan jika pengaliran drainase secapat-secapatnya masih
terus terjadi melalui saluran-saluran maka daerah hilir dalam hal ini Kota Semarang
akan mengalami banjir. Untuk menjawab tantangan tersebut perlu dilakukan upaya
yang sungguh-sungguh dalam pelestarian sumber daya air agar air memperoleh
kesempatan meresap ke dalam tanah (Siswanto, 2001).
Resiko peningkatan limpasan dan perubahan kualitas air akibat perubahan fungsi
lahan dapat dikurangi dengan langkah yang tepat. Teknologi LID diharapkan mampu
untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan akibat pengembangan suatu
daerah dengan mencapai keseimbangan antara konservasi, perkembangan, proteksi
ekosistem, dan kualitas hidup. Konservasi dan peran serta masyarakat untuk
menanggulangi daya rusak air merupakan elemen kunci dari LID.
Dalam kesempatan ini, kami ingin merencanakan pengembangan suatu kawasan
dalam hal ini pengembangan perumahan di Kecamatan Boja yang menggunakan konsep
LID agar dapat mengontrol polusi air limpasan permukaan, mengurangi volumenya,
memperpanjang waktu pengaliran, dan menyelesaikan masalah-masalah yang berkaitan
dengan ekologi.
ii. Tujuan
Tujuan pengembangan perumahan di Kecamatan Boja dengan menggunakan konsep
LID adalah:
a. Mempertahankan kondisi hidrologi suatu daerah yang dikembangkan sama dengan
kondisi hidrologi awal daerah tersebut pada saat sebelum dikembangkan.
b. Mereduksi resiko akibat peningkatan kekedapan permukaan.
c. Menjaga keseimbangan air dengan memasukkan air ke dalam tanah.
d. Mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan akibat pengembangan suatu
daerah dengan mencapai keseimbangan antara konservasi, perkembangan, proteksi
ekosistem, dan kualitas hidup.
e. Mengetahui efektivitas pembangunan perumahan di Kecamatan Boja dengan
menggunakan konsep LID untuk mengurangi debit limpasan, dengan
membandingkan pengurangan debit limpasan perumahan yang menggunakan
konsep LID dan yang tidak menggunakan konsep LID.
BAB II
KAJIAN TEORI
i. Uraian Umum
LID adalah teknik pengelolaan air hujan secara lokal yang ramah lingkungan.
Didalam perencanaan dan pelaksanaannya melibatkan berbagai disiplin ilmu yang
mendukung, seperti ilmu hidrologi, ilmu teknik lingkungan untuk menganalisis sejauh
mana manfaat yang diperoleh dari pembangunan dengan konsep LID ini.
Untuk menunjang proses perencanaan pembangunan perumahan dengan konsep
LID maka berbagai teori dan rumus-rumus dari berbagai studi pustaka sangat
diperlukan, terutama ketika pengolahan data maupun desain rencana bangunan.
ii. Perhitungan Curah Hujan Rencana
a. Pengukuran Dispersi
Setelah mendapatkan curah hujan rata-rata dari beberapa stasiun yang
berpengaruh di daerah aliran sungai, selanjutnya dianalisis secara statistik untuk
mendapatkan pola sebaran yang sesuai dengan sebaran curah hujan rata-rata yang
ada. Pada kenyataannya bahwa tidak semua varian dari suatu variabel hidrologi
terletak atau sama dengan nilai rata-ratanya. Variasi atau dispersi adalah besarnya
derajat atau besaran varian di sekitar nilai rata-ratanya. Cara mengukur besarnya
dispersi disebut pengukuran dispersi (Soewarno, 1995).
Adapun cara pengukuran dispersi antara lain:
a. Deviasi Standar (S)
b. Koefisien Skewness (Cs)
c. Pengukuran Kurtosis (Ck)
d. Koefisien Variasi (Cv)
a. Standar Deviasi (S)
Jika dirumuskan dalam suatu persamaan adalah sebagai berikut (Soewarno,
1995):
dimana,
S = standar deviasi
Xi = curah hujan minimum (mm/hari)
= curah hujan rata-rata (mm/hari)
n = lamanya pengamatan
b. Koefisien Skewness (Cs)
Kemencengan (Skewness) adalah ukuran asimetri atau penyimpangan
kesimetrian suatu distribusi. Jika dirumuskan dalam suatu persamaan adalah
sebagai berikut (Soewarno,1995):
dimana,
Cs = koefisien kemencengan
Xi = nilai variat
= nilai rata-rata
n = jumlah data
S = standar deviasi
c. Koefisien Kurtosis (Ck)
Kurtosis merupakan kepuncakan (peakedness) distribusi. Biasanya hal ini
dibandingkan dengan distribusi normal yang mempunyai Ck = 3 dinamakan
mesokurtik, Ck < 3 berpuncak tajam dinamakan leptokurtik, sedangkan Ck > 3
berpuncak datar dinamakan platikurtik.
Rumus koefisien kurtosis adalah (Soewarno, 1995):
dimana,
Ck = koefisien kurtosis
Xi = nilai variat
= nilai rata-rata
n = jumlah data
S = standar deviasi
d. Koefisien Variasi (Cv)
Koefisien variasi adalah nilai perbandingan antara deviasi standar dengan
nilai rata-rata hitung dari suatu distribusi. Koefisien variasi dapat dihitung
dengan rumus sebagai berikut (Soewarno, 1995):
dimana,
Cv = koefisien variasi
S = standar deviasi
= nilai rata-rata
b. Pemilihan Jenis Sebaran
Pengujian statistik dapat dilakukan untuk masing-masing syarat tersebut (Sri
Harto, 1993)
Tabel 2.1 Tabel Pedoman Pemilihan Sebaran
Didalam statistik dikenal beberapa jenis distribusi, diantaranya yang banyak
digunakan dalam hidrologi adalah:
a. Distribusi normal
b. Distribusi log normal
c. Distribusi gumbel
d. Distribusi log pearson III
Dengan mengikuti pola sebaran yang sesuai selanjutnya dihitung curah hujan
rencana dalam beberapa metode ulang yang akan digunakan untuk mendapatkan
debit banjir rencana.
a. Metode distribusi normal
Dalam analisis hidrologi distribusi normal banyak digunakan untuk
menganilisis frekuensi curah hujan, analisis statistik dari distribusi curah hujan
tahunan, debit rata-rata tahunan. Distribusi normal atau kurva normal disebut
pula distribusi Gauss.
dimana,
Xt = curah hujan rencana (mm/hari)
= curah hujan maksimum rata-rata (mm/hari)
Sx = standar deviasi =
z = faktor frekuensi (Tabel 2.1) (Ir. C. D. Soemarto, 1999)
Tabel 2.2 Nilai Koefisien Untuk Distribusi Normal
b. Metode distribusi log normal
Distribusi log normal, merupakan hasil transformasi dari distribusi normal,
yaitu dengan mengubah varian X menjadi nilai logaritmik varian X.
dimana,
Xt = besarnya curah hujan yang mungkin terjadi pada periode ulang T tahun
(mm/hari)
Sx = standar deviasi =
= curah hujan maksimum rata-rata (mm/hari)
Kt = standar variabel untuk periode ulang tahun (Tabel 2.2) (Ir. C. D. Soemarto,
1999)
Tabel 2.3 Nilai Koefisien Untuk Distribusi Log Normal
c. Metode distribusi gumbel
dimana,
Xt = curah hujan rencana dalam periode ulang T tahun (mm/hari)
= curah hujan rata-rata hasil pengamatan (mm/hari)
Yt = reduced variabel, parameter gumbel untuk periode T tahun (Tabel 2.5)
(Ir.C.D. Soemarto, 1999)
Yn = reduced mean, merupakan fungsi dari banyaknya data (n) (Tabel 2.3)
(Ir.C.D. Soemarto, 1999)
Sn = reduced standar deviasi, merupakan fungsi dari banyaknya data (n) (Tabel
2.4) (Ir.C.D. Soemarto, 1999)
Sx = standar deviasi =
Xi = curah hujan maksimum (mm)
n = lamanya pengamatan
Tabel 2.4 Reduced Mean (Yn)
Tabel 2.5 Reduced Standard Deviasi (Sn)
Tabel 2.6 Reduced Variate (Yt)
d. Metode Distribusi Log Pearson III
Bentuk distribusi log pearson tipe III merupakan hasil transformasi dari
distribusi pearson tipe III dengan menggantikan variat menjadi nilai logiritmik.
Nilai rata-rata :
Standar deviasi :
Koefisien kemencengan :
Logaritma debit dengan waktu balik yang dikehendaki dengan rumus:
dimana,
LogXt = logaritma curah hujan dalam periode ulang T tahun (mm/hari)
= jumlah pengamatan
n = jumlah pengamatan
Cs = koefisien kemencengan (Tabel 2.6) (Ir. C. D. Soemarto, 1999)
Tabel 2.7 Distribusi Log Pearson III untuk Koefisien Kemencengan Cs
c. Pengujian Kecocokan Jenis Sebaran
Pengujian kecocokan sebaran berfungsi untuk menguji apakah sebaran yang dipilih
dalam pembuatan duration curve cocok dengan sebaran empirisnya.
a. Metode Chi Kuadrat
Uji sebaran ini dimaksudkan untuk mengetahui distribusi-distribusi yang
memenuhi syarat untuk dijadikan dasar dalam menentukan debit banjir rencana
dengan periode ulang tertentu. Salah satu metode yang digunakan adalah
metode chi kuadrat.
Metode chi kuadrat ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
Penggambaran distribusi curah hujan dilakukan untuk setiap metode
distribusi.
Penggambaran distribusi ini dilakukan untuk mengetahui beda antara
frekuensi yang diharapkan (Ef) dengan frekuensi yang terbaca.
Sebelum penggambaran terlebih dahulu dihitung peluang (P) masing-
masing curah hujan rata-rata dengan rumus:
dimana,
P = peluang terjadinya curah hujan tertentu
m = nomor ranking curah hujan
n = jumlah data
Setelah plotting data selesai maka dibuat garis yang memotong daerah rata-
rata titik tersebut, nilai titik-titik merupakan nilai frekuensi yang terbaca
(Of), dan nilai pada garis adalah frekuensi yang diharapkan (Ef).
Menentukan parameter uji chi kuadrat hasil plotting data dengan rumus:
Menentukan parameter uji chi kuadrat sesungguhnya berdasarkan nilai
derajat kepercayaan sebesar 0,95 atau 95% (α=0,05 atau 5%) dan derajat
kebebasan (Dk) dimana:
Dk = K – (p+1)
K = jumlah data
P = probabilitas
(C.D. Soemarto, Ir, 1987, Hidrologi Teknik)
b. Metode Smirnov-Kolmogorov
Dikenal dengan uji kecocokan non parametric karena pengujiannya tidak
menggunakan fungsi distribusi tertentu.
Prosedurnya adalah sebagai berikut:
Urutkan data dari besar ke kecil atau sebaliknya dan tentukan peluangnya
dari masing-masing data tersebut.
Tentukan nilai variabel reduksi f(t).
Tentukan peluang teoritis P’(Xi) dari nilai f(t) dengan tabel.
Dari kedua nilai peluang tersebut tentukan selisih antara pengamatan dan
peluang teoritis.
Berdasarkan tabel nilai kritis Smirnov-Kolmogorov tentukan harga Do.
(C.D. Soemarto, Ir, 1987, Hidrologi Teknik)
Tabel 2.8 Wilayah Luas di bawah Kurva Normal Uji Smirnov-Kolmogorov untuk
α=0,05
Tabel 2.9 Nilai Kritis (Do) Smirnov-Kolmogorov
d. Intensitas Curah Hujan
Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan per satuan waktu.
Sifat umum hujan adalah makin singkat hujan berlangsung intensitasnya cenderung
makin tinggi dan makin besar periode ulangnya makin tinggi pula intensitasnya.
Hubungan antara intensitas, lama hujan, dan frekuensi hujan biasanya dinyatakan
dalam lengkung Intensitas – Durasi – Freskuensi (IDF = Intensity – Duration –
Frequency Curve). Diperlukan data hujan jangka pendek, misalnya 5 menit, 10
menit, 30 menit, 60 menit dan jam-jaman untuk membentuk lengkung IDF. Data
hujan jenis ini hanya dapat diperoleh dari pos penakar hujan otomatis. Selanjutnya,
berdasarkan data hujan jangka pendek tersebut lengkung IDF dapat dibuat (Suripin,
2004).
Untuk menentukan debit banjir rencana (design flood) perlu didapatkan
harga suatu intensitas curah hujan terutama bila digunakan metode rasional.
Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada suatu kurun
waktu dimana air tersebut berkonsentrasi. Analisis intensitas curah hujan ini dapat
diproses dari data curah hujan yang telah terjadi pada masa lampau (Loebis, 1987).
Untuk menghitung intensitas curah hujan dapat digunakan beberapa rumus empiris
sebagai berikut:
a. Menurut Dr. Mononobe
Seandainya data curah hujan yang ada hanya curah hujan harian, maka
intensitas curah hujannya dapat dirumuskan (Loebis, 1987):
dimana,
I = intensitas curah hujan (mm/jam)
t = lamanya curah hujan (jam)
R24 = curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)
b. Menurut Sherman
Rumus yang digunakan (Soemarto, 1999):
dimana,
I = intensitas curah hujan (mm/jam)
t = lamanya curah hujan (menit)
a, b= konstanta yang tergantung pada lama curah hujan yang terjadi di daerah
aliran
n = banyaknya pasangan data i dan t
c. Menurut Talbot
Rumus yang dipakai (Soemarto, 1999):
dimana,
I = intensitas curah hujan (mm/jam)
t = lamanya curah hujan (menit)
a, b= konstanta yang terkandung pada lama curah hujan yang terjadi di daerah
aliran
n = banyaknya pasangan data i dan data t
d. Menurut Ishiguro
Rumus yang digunakan (Soemarto, 1999):
dimana,
I = intensitas curah hujan (mm/jam)
t = lamanya curah hujan (menit)
a, b= konstanta yang tergantung pada lama curah hujan yang terjadi di daerah
aliran.
n = banyaknya pasangan data i dan data t
iii. Perhitungan Debit Banjir
Dalam perhitungan debit banjir dalam perencanaan ini menggunakan metode
sebagai berikut:
a. Metode rasional
b. Metode hidrograf satuan sintetik gamma I
c. Metode FSR Jawa Sumatera
a. Metode rasional
Metode untuk memperkirakan laju aliran permukaan puncak yang umum
dipakai adalah metode Rasional USSCS (1973).
Metode ini sangat simpel dan mudah penggunaannya, namun penggunaannya
terbatas untuk DAS-DAS dengan ukuran kecil, kurang dari 300 ha (Goldman et.al.,
1986)
Qp = 0,00278 CIA
dimana,
Qp = laju aliran permukaan (debit) puncak dalam m3/detik.
C = koefisien aliran permukaan (0 ≤ C ≤ 1).
I = intensitas hujan dalam mm/jam, dan
A = luas DAS dalam hektar.
Koefisien limpasan (C), dapat diperkirakan dengan meninjau tata guna lahan.
Harga koefisien limpasan disajikan dalam tabel.
Tabel 2.9 Koefisien Limpasan
Sumber: (Subarkah, 1980)
Sumber: (Subarkah, 1980)
Sumber: (Loebis, 1984)
Metode lainnya yang didasarkan pada metode rasional dalam memperkirakan
puncak debit banjir di sungai adalah sebagai berikut:
a. Metode Melchior
b. Metode haspers
Perhitungan debit banjir untuk metode ini menggunakan persamaan-
persamaan sebagai berikut:
b. Metode hidrograf satuan sintetik Gamma I
Perhitungan hidrograf satuan sintetik gamma I menggunakan persamaan yang
dijelaskan pada langkah-langkah perhitungan sebagai berikut:
1) Menentukan data yang digunakan dalam perhitungan hidrograf sintetik gamma I
Sungai Blorong adalah sebagai berikut:
Luas DAS
Panjang sungai utama
Panjang sungai semua tingkat
Panjang sungai tingkat Satu
Jumlah sungai tingkat Satu
Jumlah sungai semua tingkat
Jumlah pertemuan sungai
Kelandaian sungai
Perhitungan kemiringan dasar sungai:
S = (Elev. Hulu – Elev. Hilir)/Panjang sungai
Indeks kerapatan sungai (D):
D = Panjang sungai semua tingkat/Panjang sungai tingkat Satu
Faktor sumber (SF) yaitu perbandingan antara jumlah panjang sungai tingkat
satu dengan jumlah panjang sungai semua tingkat.
Faktor lebar (WF) adalah perbandingan antara lebar DAS yang diukur dari
titik berjarak ¾ L dengan lebar DAS yang diukur dari titik yang berjarak ¼
L dari tempat pengukuran (WF).
Perbandingan antara luas DAS yang diukur di hulu garis yang ditarik tegak
lurus garis hubung antara stasiun pengukuran dengan titik yang paling dekat
dengan titik berat DAS melewati titik tersebut dengan luas DAS total
(RUA).
Faktor simetri ditetapkan sebagai hasil perkalian antara faktor lebar (WF)
dengan luas relatif DAS sebelah hulu (RUA).
Frekuensi sumber (SN) yaitu perbandingan antara antara jumlah segmen
sungai-sungai tingkat satu dengan jumlah segmen sungai semua tingkat.
2) Menghitung TR (time of resesion) dengan menggunakan persamaan berikut:
3) Menghitung debit puncak Qp dengan menggunakan persamaan berikut:
4) Menghitung waktu dasar TB (time base) dengan menggunakan persamaan
berikut:
5) Menghitung koefisien tampungan k dengan menggunakan persamaan sebagai
berikut:
6) Membuat unit hidrograf dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
c. Metode FSR Jawa Sumatera
iv. Perhitungan kebutuhan fasilitas pereduksi debit
a. Sumur Resapan (Metode PU)
dimana,
D = durasi hujan (jam)
I = intensitas hujan (m/jam)
At = luas tadah hujan (m2), dapat berupa atap rumah atau permukaan tanah
yang diperkeras.
k = permeabilitas tanah (m/jam)
P = keliling penampang sumur (m)
As = luas penampang sumur (m2)
H = kedalaman sumur (m)
b. Sumur Resapan (Sunjoto, 1998)
dimana,
H = tinggi muka air dalam sumur (m)
F = faktor geometrik (m)
Q = debit air masuk (m3/dt)
T = waktu pengaliran (detik)
K = koefisien permeabilitas tanah (m/dt)
R = jari-jari sumur (m)
Qo = F.K.H
BAB III
ANALISA DAN PERHITUNGAN
i. Analisa data hujan, hujan rencana
Pengukuran dispersi
Tabel 3.1 Data Curah Hujan Maksimum
CURAH HUJAN
TAHUN JAN FEB MAR APRL MEI JUN JUL AGT SEPT OKT NOV DES
mm 1989 281 741 176 186 252 256 96 71 30 139 327 330mm 1990 667 82 300 119 98 139 186 172 150 18 120 205
mm 1991 247 662 110 241 87 4 5 1 4 22 208 466
mm 1992 207 137 206 178 163 77 6 186 134 314 257 165
mm 1993 924 184 282 180 50 124 18 47 120 71 20 106
mm 1994 439 160 429 210 26 25 0 1 0 66 178 473
mm 1995 241 325 246 33 308 136 13 0 76 84 474 322
mm 1996 220 400 111 204 104 59 95 141 68 328 300 393
mm 1997 690 212 344 287 73 30 1 6 0 268 109 411
mm 1998 145 140 100 269 88 169 127 108 112 224 102 230
Tabel 3.2 Parameter Statistik Curah Hujan
No Tahun
RH
(Xi-X)(Xi-
X)^2(Xi-X)^3 (Xi-X)^4
rencana
(mm)
Xi
1 1989 741 179.6 32256.2 5793206.34 1040459858
2 1990 667 105.6 11151.4 1177583.62 124352829.8
3 1991 662 100.6 10120.4 1018108.22 102421686.5
4 1992 314 -247 61206.8 -15142552.4 3746267470
5 1993 924 362.6 131479 47674198.4 17286664331
6 1994 473 -88.4 7814.56 -690807.104 61067347.99
7 1995 474 -87.4 7638.76 -667627.624 58350654.34
8 1996 400 -161 26050 -4204463.54 678600416
9 1997 690 128.6 16538 2126781.66 273504121
10 1998 269 -292 85497.8 -24999545 7309866965
Jumlah 5614 0 389752 12084882.5 30681555679
Rata2
(X)561.4
Macam pengukuran dispersi antara lain sebagai berikut:
1. Standar deviasi
Perhitungan standar deviasi digunakan rumus sebagai berikut:
= 208,1
2. Koefisien Skewness
Perhitungan koefisien skewness digunakan rumus sebagai berikut:
= 0,1862
3. Koefisien Kurtosis
Perhitungan koefisien kurtosis digunakan rumus sebagai berikut:
4. Koefisien Variasi
Perhitungan koefisien variasi digunakan rumus sebagai berikut:
= 0,3707
Pemilihan jenis sebaran
Ketentuan dalam pemilihan distribusi tercantum dalam tabel.
Tabel 3.3 Parameter Pemilihan Distribusi Curah Hujan
Jenis Sebaran Kriteria Hasil Keterangan
NormalCs ≈ 0
Ck = 3
Cs = 0,1862
Ck = 3,25Memenuhi
GumbelCs ≤ 1,1396
Ck ≤ 5,4002
Cs = 0,1862
Ck = 3,25Memenuhi
Log Pearson Tipe III Cs ≠ 0 Cs = 0,1862 Memenuhi
Log NormalCs ≈ 3Cv + Cv2 = 3
Ck = 5,383
Cs = 0,1862
Ck = 3,25Tidak memenuhi
Berdasarkan perbandingan hasil perhitungan dan syarat di atas, maka dapat dipilih jenis
distribusi yang memenuhi syarat, yaitu Distribusi Normal.
Pengujian Kecocokan Jenis Sebaran
Dalam hal ini menggunakan metode Chi-Kuadrat.
Perhitungan Chi-Kuadrat:
1. Jumlah kelas = 1 + 3,322 log n
= 1 + 3,322 log 10
= 4,322 ≈ diambil nilai 4 kelas
2. Derajat kebebasan (dk) = k – R – 1
= 4 – 2 – 1
= 1
Untuk dk = 2, signifikan (α) = 5%, maka dari tabel uji chi-kuadrat didapat harga X2
= 3,841.
3. Ef = n / k
= 10 / 4
= 2,5
4. Dx = (Xmax - Xmin) / (k - 1)
= (924 - 269) / (4 - 1)
= 218,333
5. Xawal = Xmin – (0,5 x Dx)
= 269 – (0,5 x 218,333)
= 159,833
6. Tabel perhitungan X2
Tabel 3.4 Perhitungan Uji Chi-Kuadrat
No Nilai Batasan Of Ef (Of - Ef)2
1 159,833 – 378,166 2 2,5 0,25 0,1
2 378,166 – 596,499 3 2,5 0,25 0,1
3 596,499 – 814,832 4 2,5 2,25 0,9
4 814,832 – 1033,165 1 2,5 2,25 0,9
Jumlah 2
Dari hasil perhitungan di atas didapat nilai X2 sebesar 2 yang kurang dari X2 pada
tabel uji chi-kuadrat yang besarnya adalah 3,841. Maka dari pengujian kecocokan
penyebaran distribusi normal dapat diterima.
Perhitungan Curah Hujan Maksimum
Untuk menentukan besarnya debit banjir rencana yang akan terjadi di Boja,
Semarang , maka terlebih dahulu dicari kemungkinan curah hujan harian
maksimum. Metode yang digunakan dalam perhitungan curah hujan maksimum ini
adalah metode normal.
Rumus:
dimana,
Xt = curah hujan rencana (mm/hari)
= curah hujan maksimum rata-rata (mm/hari)
Sx = standar deviasi =
z = faktor frekuensi (Tabel 2.1) (Ir. C. D. Soemarto, 1999)
Tabel 3.5 Nilai Koefisien Untuk Distribusi Normal
Berikut ini adalah salah satu perhitungan curah hujan harian maksimum
dengan menggunakan metode normal pada periode ulang 2 tahun.
Data yang ada:
= 561,4
Sx = 208,1
z = 0,00
Curah hujan maksimum:
= 561,4 mm
Hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada tabel 3.6 di bawah ini:
NoPeriode Ulang
(Tahun)Sx z
Hujan Maksimum
(mm)
1 2 561,4 208,1 0,00 561,4
2 5 561,4 208,1 0,84 736,204
3 10 561,4 208,1 1,28 827,768
4 20 561,4 208,1 1,71 917,251
5 50 561,4 208,1 2,05 988,005
6 100 561,4 208,1 2,33 1046,373
ii. Analisa & Perhitungan Debit Banjir & Hidrograf Banjir Pra Pembangunan
1. Perhitungan Hidrograf Metode Rasional
Luas kawasan pra pembangunan : 100 ha
C : 0,30 (hutan berbukit 10%-30%)
tc = (0,885*L2/ S)0,385
L = 645 m = 0,6449 km
S = (El. Hulu – El. Hilir)/ Panjang Sungai
= (366 - 344)/ 645
= 0,096 m/m
tc = (0,885*0,64492/ 0,096)0,385
= 1,68 jam
I = 50 mm/jam (kala 2 tahunan)
Q = 0,002778 * C * I * A
= 0,002778 * 0,30 * 50 * 100
= 4,167 m3/detik
Untuk kala ulang 5, 25, 100 tahun
Kala ulang
(thn)
tc (jam) I (mm/jam) Q
5 1,68 117 9,7507
25 1,68 123 10,2508
100 1,68 140 11,6676
2. Perhitungan Hidrograf Satuan Sintetik Gamma I
Perhitungan Hidrograf Satuan Sintetik Gamma I menggunakan persamaan yang
dijelaskan pada langkah-langkah perhitungan sebagai berikut :
Menentukan data yang digunakan dalam perhitungan. hidrograf sintetik gamma I
DAS adalah sebagai berikut :
Luas DAS (A) = 0,1459 km²
Panjang sungai utama (L) = 0,649 km
Panjang sungai semua tingkat = 1,526 km
Panjang sungai tingkat satu = 0,877 km
Jumlah sungai tingkat 1 = 7
Jumlah sungai semua tingkat = 14
Jumlah pertemuan sungai (JN) = 6
Kelandaian sungai (S)
Perhitungan kemiringan dasar sungai :
S = (Elev. Hulu – Elev. Hilir)/Panjang sungai.
S = (366 – 304) / 644
S = 0.096
Indeks kerapatan sungai ( D )
D = 1,526 / 0,877
D = 1,74
Faktor sumber (SF) yaitu perbandingan antara jumlah panjang sungai tingkat 1
dengan jumlah panjang sungai semua tingkat
SF =0,877/1,526
SF = 0,5747
Faktor lebar (WF) adalah perbandingan antara lebar DAS yang diukur dari titik
berjarak ¾ L dengan lebar DAS yang diukur dari titik yang berjarak ¼ L dari
tempat pengukuran (WF)
Wu = 0,092 km
Wi = 0,0678 km
WF = 0,092/0,0678
WF = 1,356
Perbandingan antara luas DAS yang diukur di hulu garis yang ditarik tegak
lurus garis hubung antara stasiun pengukuran dengan titik yang paling dekat
dengan titik berat DAS melewati titik tersebut dengan luas
DAS total (RUA)
Au = 0,788 km²
RUA = A/Au
= 0,1459/0,788
= 0,185 km²
Faktor simetri ditetapkan sebagai hasil perkalian antara faktor lebar (WF)
dengan luas relatif DAS sebelah hulu (RUA)
SIM = WF x RUA
SIM = 1,356 × 0,185
SIM = 0,25086
Frekuensi sumber (SN) yaitu perbandingan antara jumlah segmen sungai –
sungai tingkat 1 dengan jumlah segmen sungai semua tingkat.
SN = 7/14
SN = 0,5
Menghitung TR (time of resesion) dengan menggunakan persamaan berikut :
TR = jam
Menghitung debit puncak QP dengan menggunakan persamaan berikut :
QP = 0,1836 . A0,5886 . TR 0,0986 . JN0,2381
= 0,1836 . 0,14590,5886 . 0,0986 . 60,2381
= 0,09456 m³/det
Menghitung waktu dasar TB (time base) dengan menggunakan persamaan
berikut :
TB = 27,4132 . TR 0,1457 . S- 0,0986 . SN 0,7344 . RUA0,2574
= 27,4132 . 1,54508 0,1457 . 0,096-0,0986 . 0,50,7344 . 0,1850,2574
= 14,326 jam
Menghitung koefisien tampungan k dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut :
k = 0,5617 . A0,1798 . S −0,1446 . SF −1,0897 . D0,0452
= 0,5617 . 0,14590,1798 . 0,096-0,1446 . 0,5747-1,0897 . 1,740,0452
= 1,045 jam
Membuat unit hidrograf dengan menggunakan persamaan sebagai
berikut :
Tabel Perhitungan Resesi Unit Hidrograft (Jam) Qp k(Jam) -t/k Qt
0 0,09456 01 0,09456 1,045 -10,5753 2,415,E-06
2 0,09456 1,045 -21,1506 6,168,E-11
3 0,09456 1,045 -31,7259 1,575,E-15
4 0,09456 1,045 -42,3012 4,023,E-20
5 0,09456 1,045 -52,8765 1,027,E-24
6 0,09456 1,045 -63,4518 2,624,E-29
7 0,09456 1,045 -74,0271 6,701,E-34
8 0,09456 1,045 -84,6024 1,711,E-38
9 0,09456 1,045 -95,1777 4,371,E-43
10 0,09456 1,045 -105,753 1,116,E-47
11 0,09456 1,045 -116,328 2,851,E-52
12 0,09456 1,045 -126,904 7,281,E-57
13 0,09456 1,045 -137,479 1,860,E-61
14 0,09456 1,045 -148,054 4,749,E-66
15 0,09456 1,045 -158,629 1,213,E-70
16 0,09456 1,045 -169,205 3,098,E-75
17 0,09456 1,045 -179,78 7,911,E-80
18 0,09456 1,045 -190,355 2,020,E-84
19 0,09456 1,045 -200,931 5,160,E-89
20 0,09456 1,045 -211,506 1,318,E-93
21 0,09456 1,045 -222,081 3,366,E-98
22 0,09456 1,045 -232,657 8,595,E-103
23 0,09456 1,045 -243,232 2,195,E-107
24 0,09456 1,045 -253,807 5,606,E-112
iii. Analisa & Perhitungan Debit Banjir & Hidrograf Banjir Pasca Pembangunan
1. Perhitungan Hidrograf Metode Rasional
Luas kawasan pra pembangunan : 100 ha
C : 0,40 (perkampungan)
: 0,50 (industri ringan)
: (0,40 * 50 + 0,50 * 50)/ 100
: 0,45
tc = (0,885*L2/ S)0,385
L = 645 m = 0,6449 km
S = (El. Hulu – El. Hilir)/ Panjang Sungai
= (366 - 344)/ 645
= 0,096 m/m
tc = (0,885*0,64492/ 0,096)0,385
= 1,68 jam
I = 50 mm/jam (kala 2 tahunan)
Q = 0,002778 * C * I * A
= 0,002778 * 0,45 * 50 * 100
= 6,2505 m3/detik
Untuk kala ulang 5, 25, 100 tahun
Kala ulang
(thn)
tc (jam) I Q
5 1,68 117 14,6262
25 1,68 123 15,3762
100 1,68 140 17,5014
2. Perhitungan Hidrograf Satuan Sintetik Gamma I
Perhitungan Hidrograf Satuan Sintetik Gamma I menggunakan persamaan yang
dijelaskan pada langkah-langkah perhitungan sebagai berikut :
Menentukan data yang digunakan dalam perhitungan. hidrograf sintetik gamma I
DAS Kali Ketro adalah sebagai berikut :
Luas DAS (A) = 0,2084 km²
Panjang sungai utama (L) = 0,649 km
Panjang sungai semua tingkat = 1,526 km
Panjang sungai tingkat satu = 0,877 km
Jumlah sungai tingkat 1 = 7
Jumlah sungai semua tingkat = 14
Jumlah pertemuan sungai (JN) = 6
Kelandaian sungai (S)
Perhitungan kemiringan dasar sungai :
S = (Elev. Hulu – Elev. Hilir)/Panjang sungai.
S = (366 – 304) / 644
S = 0,096
Indeks kerapatan sungai ( D )
D = 1,526 / 0,877
D = 1,74
Faktor sumber (SF) yaitu perbandingan antara jumlah panjang sungai tingkat
1 dengan jumlah panjang sungai semua tingkat
SF =0,877/1,526
SF = 0,5747
Faktor lebar (WF) adalah perbandingan antara lebar DAS yang diukur dari
titik berjarak ¾ L dengan lebar DAS yang diukur dari titik yang berjarak ¼
L dari tempat pengukuran (WF)
Wu = 0,092 km
Wi = 0,0678 km
WF = 0,092/0,0678
WF = 1,356
Perbandingan antara luas DAS yang diukur di hulu garis yang ditarik tegak
lurus garis hubung antara stasiun pengukuran dengan titik yang paling dekat
dengan titik berat DAS melewati titik tersebut dengan luas
DAS total (RUA)
Au = 0,788 km²
RUA = A/Au
= 0,2084/0,788
= 0,2645 km²
Faktor simetri ditetapkan sebagai hasil perkalian antara faktor lebar (WF)
dengan luas relatif DAS sebelah hulu (RUA)
SIM = WF x RUA
SIM = 1,356 × 0,2645
SIM = 0,3587
Frekuensi sumber (SN) yaitu perbandingan antara jumlah segmen sungai –
sungai tingkat 1 dengan jumlah segmen sungai semua tingkat.
SN = 7/14
SN = 0,5
Menghitung TR (time of resesion) dengan menggunakan persamaan berikut :
TR=
jam
Menghitung debit puncak QP dengan menggunakan persamaan berikut :
QP = 0,1836 . A0,5886 . TR 0,0986 . JN0,2381
= 0,1836 . 0,20840,5886 . 0,0986 . 60,2381
= 0,11747 m³/det
Menghitung waktu dasar TB (time base) dengan menggunakan persamaan
berikut :
TB = 27,4132 . TR 0,1457 . S- 0,0986 . SN 0,7344 . RUA0,2574
= 27,4132 . 1,6601 0,1457 . 0,096-0,0986 . 0,50,7344 . 0,26450,2574
= 15,8722 jam
Menghitung koefisien tampungan k dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut :
k = 0,5617 . A0,1798 . S −0,1446 . SF −1,0897 . D0,0452
= 0,5617 . 0,20840,1798 . 0,096-0,1446 . 0,5747-1,0897 . 1,740,0452
= 1,1148 jam
Membuat unit hidrograf dengan menggunakan persamaan
sebagai berikut :
Tabel Perhitungan Resesi Unit Hidrograf
t (Jam) Qp k(Jam) t/k Qt
0 0,11747 0
1 0,11747 1,1148 -8,51281 2,360,E-05
2 0,11747 1,1148 -17,0256 4,740,E-09
3 0,11747 1,1148 -25,5384 9,522,E-13
4 0,11747 1,1148 -34,0512 1,913,E-16
5 0,11747 1,1148 -42,5641 3,842,E-20
6 0,11747 1,1148 -51,0769 7,718,E-24
7 0,11747 1,1148 -59,5897 1,550,E-27
8 0,11747 1,1148 -68,1025 3,115,E-31
9 0,11747 1,1148 -76,6153 6,256,E-35
10 0,11747 1,1148 -85,1281 1,257,E-38
11 0,11747 1,1148 -93,6409 2,525,E-42
12 0,11747 1,1148 -102,154 5,071,E-46
13 0,11747 1,1148 -110,667 1,019,E-49
14 0,11747 1,1148 -119,179 2,046,E-53
15 0,11747 1,1148 -127,692 4,111,E-57
16 0,11747 1,1148 -136,205 8,258,E-61
17 0,11747 1,1148 -144,718 1,659,E-64
18 0,11747 1,1148 -153,231 3,332,E-68
19 0,11747 1,1148 -161,743 6,693,E-72
20 0,11747 1,1148 -170,256 1,345,E-75
21 0,11747 1,1148 -178,769 2,701,E-79
22 0,11747 1,1148 -187,282 5,426,E-83
23 0,11747 1,1148 -195,795 1,090,E-86
24 0,11747 1,1148 -204,307 2,189,E-90
iv. Perhitungan Kebutuhan Fasilitas Pereduksi Debit (Tampungan
dan/ atau Resapan)
Drainase dengan sumur resapan
Air dari atap masuk sumur resapan:
Atap : 70 m2 (per rumah)
C : 0,95 (atap)
Td = 2 jam, I = 48 mm/jam
Q max dari atap = 0,002778 * 0,95 * 48 * 70 * 10-4
= 0,8867 * 10-3 m3/detik
F = 5,5 R
Ambil diameter sumur 1m, jari-jari R = 0,50 m
F = 5,5 * 0,5 = 2,75m
K = 1,5 * 10-4m/detik (permeabilitas tanah)
H = Q/FK (1 – e-FKT/ πR^2)
= 1,27 * 10-3 / 2,75 * 1,5 * 10-4 (1 – e-2,75 * 1,5 * 10^-4 * 7200 / π * 0,5^2)
= 3,0 meter
Jadi sumur yang diperlukan tiap rumah berdiameter 1 meter kedalaman 3 meter.
Air hujan yang masuk ke saluran drainase:
Air berasal dari halaman dan jalan (jalan dibuat dari paving block, C = 0,50):
Luas halaman = 30 m2 (per rumah)
Luas jalan = 35 m2
C gabungan = (30*0,1 + 35*0,5) / 65
= 0,32
Q = 0,002778 * C * I * A
= 0,002778 * 0,32 * 50 * 70
= 3,1114 m3/detik
Pengurangan debitnya sebesar: 6,2505 – 3,1114 = 3,1391 m3/detik, atau 50,22%.
Kala Ulang
(thn)
Tc (jam) I (mm/jam) Q (m3/detik) Pengurangan
5 1,68 117 7,2805 50,22%
25 1,68 123 7,6539 50,22%
100 1,68 140 8,7118 50,22%
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
1. Pengembangan suatu kawasan akan menyebabkan perbedaan debit banjir antara
sebelum adanya pengembangan dan sesudah adanya pengembangan kawasan
tersebut.
2. Dari perhitungan pada bab analisis dan perhitungan didapatkan bahwa limpasan air
hujan sebelum adanya pembangunan adalah 4,167 m3/detik, limpasan air setelah
adanya pembangunan adalah 6,2505 m3/detik, limpasan air setelah adanya fasilitas
pereduksi debit adalah 3,1114 m3/detik.
4.2 Saran
1. Pengembangan suatu kawasan hendaknya disertai dengan pertimbangan adanya
ruang terbuka hijau dan fasilitas pereduksi debit untuk mereduksi adanya limpasan
yang berlebih ketika musim hujan, dan untuk ketersediaan air tanah.