Download - BAB 4.2003
BAB 4
KARAKTERISTIK FISIK AERODROME
4.1 UMUM
Beberapa istilah kebandarudaraan yang perlu diketahui adalah sebagai
berikut:
1. Airport: Area daratan atau air yang secara regular dipergunakan untuk
kegiatan take-off and landing pesawat udara. Diperlengkapi dengan fasilitas
untuk pendaratan, parkir pesawat, perbaikan pesawat, bongkar muat
penumpang dan barang, dilengkapai dengan fasiltas keamanan dan terminal
building untuk mengakomodasi keperluar penumpang dan barang dan sebagai
tempat perpindahan antar moda transportasi.
2. Kebandar udaraan: meliputi segala susuatu yang berkaitan dengan
pennyelenggaraan nadar udara (bandara) dan kegiatan lainnya dalam
melaksanakan fungsi sebagai bandara dalam menunjang kelancaran,
keamanan dan ketertiban arus lalulintas pesawat udara, penumpang, barang
dan pos.
3. Landing area: Bagian dari lapangan terbang yang dipergunakan untuk take
off dan landing. Tidak termasuk terminal area.
4. Landing strip: Bagian yang bebentuk panjang dengan lebar tertentu yang
terdiri atas shoulders dan runway untuk tempat tinggal landas dan mendarat
pesawat terbang.
5. Runway (r/w): Bagian memanjang dari sisi darat aerodrom yang disiapkan
untuk tinggal landas dan mendarat pesawat terbang.
6. Taxiway (t/w): Bagian sisi darat dari aerodrom yang dipergunakan pesawat
untuk berpindah (taxi) dari runway ke apron atau sebaliknya.
7. Apron: Bagian aerodrom yang dipergunakan oleh pesawat terbang untuk
parkir, menunggu, mengisis bahan bakar, mengangkut dan membongkar muat
barang dan penumpang. Perkerasannya dibangun berdampingan dengan
terminal building.
8. Holding apron: Bagian dari aerodrom area yang berada didekat ujung
landasan yang dipergunakan oleh pilot untuk pengecekan terakhir dari semua
instrumen dan mesin pesawat sebelum take off. Dipergunakan juga untuk
tempat menunggu sebelum take off.
9. Holding bay: Area diperuntukkan bagi pesawat untuk melewati pesawat
lainnya saat taxi, atau berhenti saat taxi.
10. Terminal Building: Bagian dari aeroderom difungsikan untuk memenuhi
berbagai keperluan penumpang dan barang, mulai dari tempat pelaporan
ticket, imigrasi, penjualan ticket, ruang tunggu, cafetaria, penjualan souvenir,
informasi, komunikasi, dan sebaginnya.
11. Turning area: Bagian dari area di ujung landasan pacu yang dipergunaka oleh
pesawat untuk berputar sebelum take off.
12. Over run (o/r): Bagian dari ujung landasan yang dipergunakan untuk
mengakomodasi keperluan pesawat gagal lepas landas. Over run biasanya
terbagi 2 (dua) : (i) Stop way : bagian over run yang lebarnya sama dengan
runway dengan diberi perkerasan tertentu, dan (ii) Clear way: bagian over run
yang diperlebar dari stopway, dan biasanya ditanami rumput.
13. Fillet: Bagian tambahan dari pavement yang disediakan pada persimpangan
runway atau taxiway untuk menfasilitasi beloknya pesawat terbang agar tidak
tergelincir keluar jalur perkerasan yang ada.
14. Shoulders: Bagian tepi perkerasan baik sisi kiri kanan maupun muka dan
belakang runway, taxiway dan apron.
4.2 RUNWAY
Runway adalah jalur perkerasan yang dipergunakan oleh pesawat terbang
untuk mendarat (landing) atau lepas landas (take off). Menurut Horonjeff (1994)
sistem runway di suatu bandara terdiri dari perkerasan struktur, bahu landasan
(shoulder), bantal hembusan (blast pad), dan daerah aman runway.
4.2.1 Konfigurasi Runway
Terdapat banyak konfigurasi runway. Kebanyakan merupakan kombinasi
dari konfigurasi dasar. Bentuk-bentuk runway dapat dilihat pada Gambar. Adapun
uraian beberapa bentuk dari konfigurasi dasar runway (Horonjeff, 1994) adalah
sebagai berikut:
1. Runway Tunggal
Runway tunggal merupakan konfigurasi runway yang paling sederhana dan
kapasitas VFR berada antara 50-100 operasi/jam dan kapasitas dari IFR 50-70
operasi/jam.
Sumber: Sandhyavitri dan Taufik, 2009
Gambar 4.1 Single Runway Parallel Concept Aerial View
2. Runway Sejajar
Pada runway sejajar ini kapasitas tergantung pada jumlah runway dan
jarak antaranya. Jarak antar runway dibagi berdasarkan tingkat kebebasan runway
dalam kondisi IFR:
a. Rapat (700 – 2000 feet), operasi salah satu runway tergantung pada operasi
runway lainnya. Kapasitas 50 – 60 operasi/jam
b. Menengah (2500 – 4300 feet), landing pada salah satu runway tidak
tergantung pada take off runway lainnya. Kapasitas 60 – 75 operasi/jam
c. Renggang (≥4300 feet), kedua runway dapat dioperasikan secara mandiri,
baik untuk landing maupun take off. Kapasitas 100 – 125 operasi/jam.
Dalam kondisi VFR, kapasitas per jam dari runway berjarak rapat, menengah,
dan renggang dapat bervariasi antara 100 – 200 operasi tergantung pada
komposisi pesawat.
Sumber: Sandhyavitri dan Taufik, 2009
Gambar 4.2 Open Parallel Concept – Aerial View
3. Runway Dua Jalur
Runway dua jalur dapat menampung lalu lintas paling sedikit 70 persen
lebih banyak dari runway tunggal dalam kondisi VFR dan kira-kira 60 persen
lebih banyak dari runway tunggal dalam kondisi IFR.
Sumber: Sandhyavitri dan Taufik, 2009
Gambar 4.3 Open Parallel Concept – Top View
4. Runway Bersilangan
Runway bersilangan memiliki dua atau lebih landas pacu saling berpotongan.
Runway jenis ini terdapat pada lokasi bandara dengan angin yang relatif kuat yang
bertiup lebih dari satu arah (kemungkinan kekuatan crosswind berlebihan).
Runway bersilangan akan menjadi runway tunggal jika angin bertiup kencang.
Sumber: Sandhyavitri dan Taufik, 2009
Gambar 4.4 Intersecting Runways
5. Runway V Terbuka
Runway V terbuka merupakan runway yang arahnya memencar (divergen)
tetapi tidak berpotongan. Ketika angin bertiup kencang dari satu arah, maka
landasan yang bisa dioperasikan hanya satu arah saja, sedangkan pada keadaan
angin bertiup lembut, kedua landasan bisa dipakai.
Strategi yang menghasilkan kapasitas tertinggi adalah apabila operasi
penerbangan dilakukan menjauhi V. Dalam kondisi IFR, kapasitas per jam untuk
strategi ini berkisar antara 50 sampai 80 operasi tergantung pada campuran
pesawat terbang, dan dalam kondisi VFR antara 60 sampai 180 operasi. Apabila
operasi penerbangan dilakukan menuju V, kapasitasnya berkurang menjadi 50
atau 60 dalam kondisi IFR dan antara 50 sampai 100 dalam VFR.
Sumber: Sandhyavitri dan Taufik, 2009
Gambar 4.5 Non-intersecting Divergent Runways
4.2.2 Kapasitas Runway
Kapasitas runway adalah jumlah take off dan landing per satuan waktu
yang mungkin dilakukan diatas runway. Untuk menghitung kapasitas runway
tersebut diperlukan data data sebagai berikut :
1. Komposisi pesawat yang menggunakan runway.
2. Panjang runway.
3. Jumlah exit dari ujung runway (runway threshold).
4. Tipe exit yang dipakai
Tabel 4.1 Sudut Belok Exit Taxiway
MACAM EXIT SUDUT BELOK
Right angled exits 60o – 90o
Angled exits 31o– 59o
Standart high – speed exits ≤ 30o
Sumber : ICAO, 2005
5. Kondisi penerbangan : VFR ( Visual Flight Rules )/ IFR ( Instrument Flight
Rules ).
6. Tipe operasi pesawat pada runway (campuran atau departure dan arrival
saja)
Di bawah ini adalah perhitungan untuk spesifikasi:
1. Elevasi runway : 300 m
2. Temperatur lokasi : 10o C
3. Temperatur standar : 15o C
4. Slope runway : 0,10%
5. Desain Aircraft : Boeing 787 DREAMLINER
Spesifikasi dari pesawat Boeing 787 DREAMLINER, yaitu:
1. ARFL : 2820 m
2. Wingspan : 60,12 m
3. OMG : 9,80 m
4.2.3 Perhitungan Panjang Runway Akibat Pengaruh Kondisi Lokal
Bandara.
Lingkungan bandara yang berpengaruh terhadap panjang runway adalah
temperatur, angin permukaan (surface wind), kemiringan runway (effective
gradient), elevasi runway dari permukaan laut (altitude) dan kondisi permukaan
runway.
Sesuai dengan rekomendasi dari International Civil Aviation Organization
(ICAO) bahwa perhitungan panjang runway harus disesuaikan dengan kondisi
lokal lokasi bandara. Metoda ini dikenal dengan metoda Aeroplane Reference
Field Length (ARFL). Menurut ICAO, ARFL adalah runway minimum yang
dibutuhkan untuk lepas landas pada maximum sertificated take off weight, elevasi
muka laut, kondisi atmosfir standar, keadaan tanpa angin bertiup, runway tanpa
kemiringan (kemiringan = 0). Jadi didalam perencanaan persyaratan-persyaratan
tersebut harus dipenuhi dengan melakukan koreksi akibat pengaruh dari keadaan
lokal. Adapun uraian dari faktor koreksi tersebut adalah sebagai berikut:
1. Koreksi elevasi
Menurut ICAO bahwa panjang runway bertambah sebesar 7% setiap
kenaikan 300 m (1000 ft) dihitung dari ketinggian di atas permukaan laut. Maka
rumusnya adalah:
Dengan Fe : faktor koreksi elevasi
h : elevasi di atas permukaan laut (meter)
2. Koreksi Temperatur
Pada temperatur yang tinggi dibutuhkan runway yang lebih panjang sebab
temperatur tinggi akan menyebabkan density udara yang rendah. Sebagai
temperatur standar adalah 15oC. Menurut ICAO panjang runway harus dikoreksi
terhadap temperatur sebesar 1% untuk setiap kenaikan 1oC. Sedangkan untuk
setiap kenaikan 1000 m dari permukaaan laut rata-rata temperatur turun 6.5 oC.
Dengan dasar ini ICAO menetapkan hitungan koreksi temperatur dengan rumus:
Ft = 1 + 0,01 (T – (15 – 0,0065 h))
= 1 + 0,01 (10– (15 – 0,0065 x 300))
= 0,9695
Dengan Ft : faktor koreksi temperatur
T : Aerodrome reference temperatur, 0C
3. Koreksi kemiringan runway
Faktor koreksi kemiringan runway dapat dihitung dengan persamaan berikut:
Fs = 1 + 0,1 S
= 1 + 0,1 ( 0,10)
= 1,010
Dengan Fs : faktor koreksi kemiringan
S : kemiringan runway, %
4. Koreksi Angin Permukaan (Surface Wind)
Panjang runway yang diperlukan lebih pendek bila bertiup angin haluan
(head wind) dan sebaliknya bila bertiup angin buritan (tail wind) maka runway
yang diperlukan lebih panjang. Angin haluan maksimum yang diizinkan bertiup
dengan kekuatan 10 knots, dan menurut Basuki (1990) kekuatan maksimum angin
buritan yang diperhitungkan adalah 5 knots. Tabel berikut perkirakan pengaruh
angin terhadap panjang runway.
Tabel 4.2 Perkiraan Pengaruh Angin terhadap Landasan
KEKUATAN
ANGIN
PERSENTASE
PERTAMBAHAN/ PENGURANGAN
+5 -3
+10 -5
-5 +7
Sumber: Heru Basuki, 1986
5. Kondisi Permukaan Runway
Untuk kondisi permukaan runway hal sangat dihindari adalah adanya
genangan tipis air (standing water) karena membahayakan operasi pesawat.
Genangan air mengakibatkan permukaan yang sangat licin bagi roda pesawat
yang membuat daya pengereman menjadi jelek dan yang paling berbahaya lagi
adalah terhadap kemampuan kecepatan pesawat untuk lepas landas. Menurut hasil
penelitian NASA dan FAA tinggi maksimum genangan air adalah 1,27 cm. Oleh
karena itu drainase bandara harus baik untuk membuang air permukaan secepat
mungkin.
Jadi panjang runway minimum dengan metoda ARFL dapat dihitung
dengan persamaan berikut:
ARFL = ARFLada x Ft x Fs x Fe
= 2820 x 0,9695 x 1,010 x 1,070
= 2954,623 meter
Dimana Ft : faktor temperatur
Fs : faktor kemiringan
Fe : faktor elevasi
Setelah panjang runway menurut ARFL diketahui dikontrol lagi dengan
Aerodrome Reference Code (ARC) dengan tujuan untuk mempermudah membaca
hubungan antara beberapa spesifikasi pesawat terbang dengan berbagai
karakteristik bandara. Kontrol dengan ARC dapat dilakukan berdasarkan pada
Tabel 4.3 berikut:
Tabel 4.3 Aerodrome Reference Code
Aerodrome Reference CodeCode Element 1 Code Element 2
Code Number
Aeroplane Reference Field
Length
Code Letter
Wing SpanOuter Main Gear Wheel
Span
1 Less than 800 m Aup to but not
including 15 m
up to but not including 4,5
m
2800 m up to but not including 1200 m
B15 m up to but not
including 24 m
4,5 m up to but not
including 6 m
31200 m up to but
not including 1800 m
C24 m up to but not
including 36 m
6 m up to but not including
9 m
4 1800 m and over D36 m up to but not
including 52 m
9 m up to but not including
14 m
E52 m up to but not
including 65 m
9 m up to but not including
14 m
F65 m up to but not
including 80 m
14 m up to but not including
16 mSumber: ICAO
Sesuai data yang telah diberikan bahwa Boeing 787 DREAMLINER
memiliki Wingspan (Geometric) : 60,12 m, Outer Main Gear adalah 9,80 m dan
ARFL: 2954,623 m. Maka pesawat Boeing 787 DREAMLINER termasuk ke
dalam Kode 4E.
4.2.4 Lebar, Kemiringan, Jarak Pandang Runway dan Penentuan Posisi
Threshold
1. Lebar Runway
Dari ketentuan pada Tabel 4.3 apabila dihubungkan dengan Tabel 4.4
berikut maka dapat ditentukan lebar runway rencana minimum.
Tabel 4.4 Standar Lebar Runway
KODE
NOMOR
KODE HURUF
A B C D E
1a 18 m 18 m 23 m – –
2a 23 m 23 m 30 m – –
3 30 m 30 m 30 m 45 m –
4 – – 45 m 45 m 45 m
a = lebar dari precision approach runway tidak boleh kurang
dari 30 m bila kode angka pesawat 1 atau 2
Sumber : Heru Basuki , 1986
Berdasarkan Tabel 4.3 pesawat Boeing 787 DREAMLINER termasuk ke
dalam kode 4E, sehingga Lebar Minimum Runway 45 m.
2. Kemiringan Memanjang (Longitudinal) Runway
Kemiringan memanjang landasan dapat ditentukan dengan Tabel 4.5
dengan tetap mengacu pada kode angka pada Tabel 4.3.
Tabel 4.5 Kemiringan Memanjang (Longitudinal) Landasan
PERIHAL
KODE ANGKA
LANDASAN
4 3 2 1
Max.Effective Slope
Max.Longitudinal Slope
Max.Longitudinal Slope Change
Slope Change per 30 m
1,0
1,25
1,5
0,1
1,0
1,5
1,5
0,2
1,0
2,0
2,0
0,4
1,0
2,0
2,0
0,4
Sumber: Heru Basuki , 1986
Catatan :
a. Semua kemiringan yang diberikan dalam persen.
b. Untuk landasan dengan kode angka 4 kemiringan memanjang pada
seperempat pertama dan seperempat terakhir dari panjang landasan tidak
boleh lebih 0,8 %.
c. Untuk landasan dengan kode angka 3 kemiringan memanjang pada
seperempat pertama dan seperempat terakhir dari panjang landasan precision
aproach category II and III tidak boleh lebih 0,8 %.
Seperti yang telah diketahui, pesawat Boeing 787 DREAMLINER termasuk
ke dalam kode 4E, sehingga:
a. Max.Effective Slope sebesar 1,0 %
b. Max.Longitudinal Slope sebesar 1,25 %
c. Change Max.Longitudinal Slope sebesar 1,5 %
d. Change Slope Change per 30 m sebesar 0,1 %
3. Kemiringan Transversal
Kemiringan transversal berguna untuk menjaga agar runway tidak
tergenang air, idealnya kemiringan tranversal adalah:
a. 1,5% untuk pesawat dengan kode huruf C, D atau E.
b. 2% untuk pesawat dengan kode huruf A atau B.
Tetapi untuk keadaan tertentu tidak boleh lebih dari 1,5% atau 2% dan
tidak boleh kurang dari 1% kecuali pada persimpangan runway atau taxiway yang
memerlukan permukaan datar. Untuk menjamin agar runway tidak tergenang air,
maka diperlukan saluran drainase yang baik disekitar runway.
Pada beberapa keadaan perlu kemiringan yang lebih kecil tetapi tidak
boleh lebih kecil dari 1 % kecuali pada perpotongan landasan dengan taxiway
yang memerlukan kemiringan yang lebih kecil. Jarak antara titik potong garis
sumbu dan dua gelombang pada landasan tidak boleh kurang dari perubahan
grade yang bersangkutan, dikalikan harga yang tercantum pada Tabel 4.6 berikut
ini :
Tabel 4.6 Jarak Antara Perubahan Kemiringan pada Landasan
KODE ANGKA LANDASAN DIKALIKAN
4 30000 m
3 15000 m
1 or 2 5000 m
Sumber : Heru Basuki, 1986
4. Jarak Pandang
Apabila perubahan kemiringan tidak bisa dihindari maka perubahan harus
sedemikian hingga garis pandangan tidak terhalang dari :
a. Suatu titik setinggi 3 m (10 ft) dari permukaan landasan ke titik lain sejauh
paling kurang setengah panjang landasan yang tingginya 3 m (10 ft) dari
permukaan landasan-landasan berkode huruf C,D, atau E.
b. Suatu titik setinggi 2 m (7 ft) dari permukaan landasan ke titik lain sejauh
paling kurang setengah panjang landasan yang tingginya 2 m (7 ft) dari
permukaan landasan bagi landasan-landasan berkode huruf B.
c. Suatu titik setinggi 1,5 m (5 ft) dari permukaan landasan ke titik lain
sejauh paling kurang setengah panjang landasan yang tingginya 1,5 m (5 ft)
dari permukaan landasan bagi landasan-landasan berkode huruf A.
5. Penentuan Posisi Threshold
Lokasi dari threshold umumnya berada pada ujung runway kecuali jika
ada pertimbangan operasional tertentu sehingga threshold ditempatkan pada
lokasi yang lain. Jarak tambahan juga dapat diberikan agar memenuhi persyaratan
runway dan RESA. Panjang threshold diasumsikan sebesar 450 m.
Bila perlu mengubah lokasi threshold, baik secara permanen untuk
sementara, dari lokasi normal, perlu diperhitungkan dari berbagai faktor yang
mungkin memiliki bantalan pada lokasi ambang pintu. Perpindahan lokasi ini
karena kondisi landasan pacu yang rusak atau yang sedang dibersihkan, sekurang-
kurangnya diperlukan 60 m dengan panjang akan tersedia antara daerah rusak dan
lokasi threshold yang baru. Jarak tambahan juga harus disediakan untuk
memenuhi persyaratan dari ujung landasan pacu kawasan keselamatan sesuai.
Jarak tambahan juga dapat diberikan agar memenuhi persyaratan runway
dan RESA. Threshold marking harus dibuat di ambang sebuah di landasan pacu
dengan instrumen aspal, dan dari landasan non-instrument beraspal dan landasan
ini dimaksudkan untuk digunakan oleh angkutan udara komersial internasional.
Threshold Strip ini seharusnya dibuat dari 6 m dari ambang pintu. Runway
threshold marking harus terdiri dari pola garis-garis longitudinal seragam dengan
garis tengah landasan pacu.
Tabel 4.7 Threshold Strip
LEBAR RUNWAYJUMLAH
THRESHOLD STRIP
18 m 4
23 m 6
30 m 8
45 m 12
60 m 16
Sumber : Annex 14 to the Conventionon International Civil Aviation, 2004
Berdasarkan Tabel 4.4 pesawat Boeing 787 DREAMLINER memiliki
Lebar Minimum Runway 45 m, sehingga jumlah Threshold Strip sebanyak 12.
4.2.5 Panjang, Lebar, Kemiringan dan Perataan Strip Landasan
Persyaratan strip landasan menurut ICAO diberikan pada Tabel 4.8 berikut
Tabel 4.8 Panjang, Lebar, Kemiringan dan Perataan Strip Landasan
PERIHALKODE ANGKA LANDASAN
4 3 2 1
Jarak min.dari ujung landasan atau
Stopway60 m 60 m 60 m
Lihat
catatan a
Lebar strip landasan untuk landasan
Instrumen300 m 300 m 150 m 150 m
Lebar strip landasan untuk landasan
non instrumen150 m 150 m 80 m 60 m
Lebar area yang diratakan untuk
landasan instrumen150 m 150 m 80 m 60 m
Kemiringan memanjang maks.untuk
area yang diratakan1,5% 1,75% 2,0% 2,0%
Kemiringan transversal maks.dari
areal yang diratakan (lihat catatan b
dan c)
2,5% 2,5% 3,0% 3,0%
Sumber: Heru Basuki, 1990
Catatan:
a. 60 m bila landasan berinstrumen, dan 30 m bila landasan tidak berinstrumen.
b. Kemiringan transversal pada tiap bagian dari strip di luar diratakan
kemiringannya tidak boleh lebih dari 5 %.
c. Untuk membuat saluran air kemiringan 3m pertama arah ke luar landasan,
bahu landasan dan stopway harus sebesar 5 %.
4.2.6 Perencanaan Runway Shoulder, Runway Strip, Runway End Safety
Area, Clearway, Stopway, dan Pengoperasian Runway
1. Runway Shoulder
Runway shoulder merupakan area sisi kiri-kanan runway yang
dipersiapkan untuk mengantisipasi kecelakaan pada saat pesawat take-off atau
landing. Runway shoulders disediakan untuk runway yang digunakan untuk
pesawat berkode huruf D atau E, dan lebarnya kurang dari 60 meter.
Runway shoulders dapat ditambahkan secara simetris pada kedua sisi dari
runway, sehingga lebar keseluruhannya (lebar runway + lebar runway shoulders)
tidak kurang dari 60 m. Secara matematis lebar runway shoulder untuk pesawat
Boeing 787 DREAMLINER dapat dihitung seperti dibawah ini.
Lebar Runway Shoulders + lebar runway = 60 m
Lebar Runway Shoulders + 45 m = 60 m
Lebar Runway Shoulders = (60 – lebar runway)
= (60 m – 45 m)
= 15 m
Lebar 1 Runway Shoulders = Lebar Runway Shoulders/ 2
=15 / 2
= 7,5 m
Tabel 4.9 Standard Geometrik Runway
PERIHALAIRPLANE DESIGN GROUP
I II III IV V VI
Runway Width30 m
(100 ft)
30 m
(100 ft)
30 m
(100 ft)
45 m
(150 ft)
45 m
(150 ft)
60 m
(200 ft)
Runway Shoulder Width3 m
(10 ft)
3 m
(10 ft)
6 m
(20 ft)
7.5 m
(25 ft)
10.5 m
(35 ft)
12 m
(40 ft)
Runway Blast Pad Width36 m
(120 ft)
36 m
(120 ft)
42 m
(140 ft)
60 m
(200 ft)
66 m
(220 ft)
84 m
(280 ft)
Runway Blast Pad
Length
30 m
(100 ft)
45 m
(150 ft)
60 m
(200 ft)
60 m
(120 ft)
120 m
(400 ft)
120 m
(400 ft)
Runway Safety Area
Width150 m (500 ft)
Runway Safety Area
Width – beyond RW end300 m (1000 ft)
Obstacle free Zone
Width120 m (400 ft)
Obstacle free Zone
Width - beyond RW end60 m (200 ft)
Runway Object-free
Area Width240 m (800 ft)
Runway Object-free
Area Length300 m (1000 ft)
Sumber : Standard Geometrik Runway berdasarkan FAA, 2008
Permukaan runway shoulders yang berbatasan dengan runway, harus rata
dengan permukaan runway dan kemiringan tranversalnya tidak boleh melebihi
2,5%, sedangkan kemiringan longitudinalnya sama dengan kemiringan runway.
2. Runway Strip
Runway Strip adalah area termasuk runway dan stopway (jika ada) yang
ditujukan untuk mengurangi kerusakan pesawat jika pesawat gagal berhenti dan
sebagai batas dimana pesawat tidak boleh terbang melewati daerah tersebut.
ICAO menyaratkan ukuran runway strip minimum menurut klasifikasi bandara
udara dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.10 Runway Strip Requirement Berdasarkan ICAO
CODE NUMBER 1 2 3 4
Length Strip min (m) 30/60 60 60 60
Width Strip for instrument runaway min (m) 150 150 300 300
Width Strip for non-instrument runaway min (m) 60 80 150 150
Longitudinal slope % 2 2 1.75 1.5
Transverse slope % 3 3 2.5 2.5
Sumber: Aerodhome Design Manual, Part 1 Runway, ICAO,1984
3. Runway End Safety Area (RESA)
Yaitu suatu area yang simetris, merupakan perpanjangan dari sumbu
landasan dan berbatasan dengan ujung strip yang berguna untuk mengurangi
resiko kecelakaan pesawat. RESA dibuat untuk mengurangi kerusakan pada
pesawat pada saat pesawat mengalami undershooting atau over runing dan
sebagai sarana pergerakan pertolongan dan pemadam kebakaran pada saat terjadi
kecelakaan.
Undershooting adalah suatu keadaan dimana pesawat mendarat pada
daerah sebelum runway. Hal ini mungkin terjadi pada saat cuaca buruk atau
pesawat mengalami kerusakan. Overruning adalah suatu keadaan dimana pesawat
terus melaju melewati runway. Hal ini mungkin terjadi karena di sekitar bandara
ada objek yang menghalangi sehingga pesawat mendarat melewati ujung runway,
sehingga memerlukan lintasan yang lebih panjang dari runway untuk
menghentikannya atau pesawat mengalami kerusakan. RESA dipersiapkan pada
kedua sisi dari runway strip dengan kode angka pesawat adalah 3 atau 4 dan 1
atau 2 jika runway merupakan instrumen pertama.
Komponen dari RESA itu sendiri adalah sebagai berikut :
a. Panjang RESA
RESA dapat ditambahkan pada akhir runway strip yang panjangnya sesuai
dengan kebutuhan, tetapi tidak boleh kurang dari 90 m.
b. Lebar RESA
Lebar RESA paling kurang 2 kali landasan, tetapi FAA mensyaratkan lebar
minimum 150 m = 500 feet
c. Objek Pada RESA
Setiap objek yang berada pada RESA yang dapat mengganggu keselamatan
penerbangan sebaiknya dipindahkan.
d. Kemiringan RESA
Kemiringannya harus sedemikian rupa dibawah approach surface atau take
off climb surface. Kemiringan ke bawahnya tidak boleh lebih dari 5%, hindari
kemiringan yang terlalu tajam dan tiba-tiba, usahakan perubahannya tidak
terlalu gradual.
4. Clearway
Yaitu suatu daerah persegi di darat atau laut yang masih berada di bawah
pengawasan bandara udara dan dipilih atau dipersiapkan sebagai daerah dimana di
atasnya pesawat dapat terbang untuk mencapai ketinggian tertentu.
a. Panjang Clearway
Panjang maksimum dari clearway adalah setengah dari panjang runway yang
digunakan untuk take-off run available (TORA).
Clearway = ½ x 2954,623 m
= 1477,312 meter
b. Lebar Clearway
Clearway ditambahkan secara lateral dengan jarak 75 m dari tiap sisi dan
garis tengah runway.
c. Kemiringan Clearway
Kemiringan dari clearway tidak boleh lebih dari 1,25%.
5. Stopway
Stopway adalah suatu area yang merupakan bagian dari runway yang
berbentuk persegi panjang yang terletak di ujung runway sebagai tempat berhenti
pesawat apabila terjadi gagal terbang. Bagian stopway ini dibuat agar memiliki
perkerasan yang lebih lemah dari runway itu sendiri.
Stopway didesain untuk memfasilitasi pesawat yang melakukan
pengereman apabila pesawat batal mengudara tanpa mengakibatkan kerusakan
struktural pada pesawat. Permukaan dari stopway didesain agar mempunyai daya
gesek yang baik walaupun stopway dalam keadaan basah. Namun perkerasannya
dapat dibuat lebih lemah dari perkerasan runway. Gesekan pada stopway yang
tidak beraspal tidak boleh kurang dari daya gesek dari runway yang berhubungan
dengan stopway tersebut.
a. Lebar stopway sama dengan lebar runway yaitu 45 m.
b. Panjang stopway yang biasa digunakan adalah 60 m.
c. Slope maksimum diasosiasikan dengan slope runway. Kemiringan
longitudinalnya adalah 1,5% dan kemiringan transversalnya adalah 2,5%.
Pembatasan kemiringan 0,8% pada seperempat awal dan akhir landasan
tidak berlaku pada stopway. Kemiringan stopway diukur dari ujung sebesar 0,3%
tiap 30 m bagi landasan dengan kode angka 3 atau 4, karena pesawat Boeing 787
DREAMLINER mempunyai kode ARC 4E maka ketentuan ini berlaku.
Tabel 4.11 Stopway
KODE
HURUFPENGGOLONGAN
LEBAR
STOPWAY (m)
PANJANG
STOPWAY (m)
KEMIRINGAN
STOPWAY (%/ m)
A I 18 30 -
B II 23 30 -
C III 30 60 0,3 per 30
D IV 30 60 0,3 per 31
E V 45 60 0,3 per 32
F VI 45 60 0,3 per 33
Sumber: SKEP 77-VI, 2005
6. Pengoperasian Runway
Pada perencanaan bandara ini dirancang untuk tipe pengoperasian non-
precision approach runway, artinya instrumen runway dilengkapi dengan alat
bantu visual maupun tidak visual yang menyediakan minimal panduan langsung
yang memadai untuk kedatangan pesawat.
4.2.7 DECLARED DISTANCE
Yaitu jarak yang diinformasikan pada pilot berkenaan dengan keadaan
suatu landasan yang akan dipergunakan oleh pesawat untuk mendarat maupun
untuk lepas landas. Declaired distance ini terdiri dari TORA, TODA, ASDA dan
LDA.
Sumber : ICAO, 2005
Gambar 4.6 Ilustrasi dari Declared Distance
1. Take off Run Available (TORA)
Adalah panjang bagian runway yang dapat digunakan untuk pergerakan
pesawat yang akan take - off.
TORA = Panjang runway
= 2954,623 m
2. Take off Distance Available (TODA)
Panjang TODA adalah ½ panjang TORA
TODA = 1 ½ panjang TORA
= 1,5 x 2954,623 m
= 4431,935 m
3. Accelerate Stop Distance Available (ASDA)
Adalah panjang TORA ditambah dengan panjang Stopoway, bila ada.
ASDA = TORA + stopway
= 2954,623 m + 60
= 3014,623 m
4. Landing Distance Available (LDA)
Adalah panjang bagian runway yang dinyatakan dapat digunakan untuk
pergerakan pesawat yang akan mendarat.
LDA = panjang runway – panjang threshold
= 2954,623 m – 450 m
= 2504,623 m
4.2.8 Take off Distance
1. Critical Engine Failure
Adalah jarak yang dibutuhkan untuk take–off dimana keadaan mesin
mencapai keadaan kritis pada saat V1 (decision velocity) yaitu kecepatan
untuk siap take – off dimulai dari titik start peswat sampai titik dimana
pesawat sudah mencapai ketinggian 35 fit (10,7 m) di atas permukaan tanah.
Take off distance pada saat critical engine failure untuki desain diambil
sebesar panjang TODA yaitu sebesar 4431,935 m
2. All Engine Operating
Adalah jarak yang dibutuhkan untuk take–off sebesar 1,15 jarak dari titik start
pesawat sampai dimana pesawat sudah mencapai ketinggian 35 fit dan
keadaan mesin pada saat itu semuanya beroperasi pada saat V1 (decision
velocity) yaitu kecepatan untuk siap take – off. Take – off distance pada saat
all engine operating untuk desain diambil sebesar 1,15 ASDA yaitu sebesar
3312 m.
4.3 TAXIWAY
Taxiway merupakan daerah yang digunakan pesawat untuk berpindah dari
lokasi satu ke lokasi lainnya di sisi udara bandar udara. Taxiway diatur sedemikian
rupa sehingga pesawat tidak saling mengganggu ketika melakukan pergerakan.
Sistem taxiway harus mampu melayani pergerakan pesawat dengan maksimal,
baik ketika tingkat penggunaan runway rendah, ataupun ketika penggunaan
runway meningkat.
Sumber: Wardhani Sartono, 1990
Gambar 4.7 Profil Melintang Taxiway
Tabel 4.12 Wheel Clearance Taxiway
ParameterKode Huruf
E D C B A
Jarak bebas
minimum dari sisi
terluar roda utama
dengan perkerasan
4,5 m
(15 ft)
4,5 m
(15 ft)
4,5 m
(15 ft)*
2,25 m
(7,5 ft)
1,5 m
(5 ft)
Taxiway 3 m (10 ft)**
Sumber: Heru Basuki, 1990
4.3.1 Ukuran Taxiway
Ukuran taxiway tergantung dari kode huruf masing-masing pesawat.
Tabel 4.13 Design Criteria for Taxiway
Karakteristik fisikKode Huruf
A B C D E
Lebar minimum dari:
Taxiway pavement
Taxiway pavement & Shoulder
Taxiway Strip
Graded Portion of Taxiway strip
7,5 m
-
27 m
22 m
10,5 m
-
39 m
25 m
18 ma
15 mb
25 m
57 m
25 m
23 mc
18 md
38 m
85 m
38 m
23 m
44 m
93 m
44 m
Jarak minimum dari outer main
wheel ke tepi taxiway1,5 m 2,25 m 4,5 m 4,5 m 4,5 m
Jarak minimum antara pusat
taxiway dan
Garis tengah dari instrument
runway kode angka
1
2
3
4
82,5 m
82,5 m
-
-
87 m
87 m
-
-
-
-
168 m
-
-
-
176 m
176 m
-
-
-
182,5 m
Garis tengah dari non-instrument
runway
kode angka
1
2
3
4
37,5 m
47,5 m
-
-
42 m
52 m
-
-
-
-
93 m
-
-
-
101 m
101 m
-
-
-
107,5 m
Garis tengah taxiway 23,75 m 33,5 m 44 m 66,5 m 80 m
Karakteristik fisik Kode Huruf
A B C D E
Object
Taxiway
Aircraft stand taxilane
16,25 m
12 m
21,5 m
16,5 m
26 m
24,5 m
40,5 m
36 m
47,5 m
42,5 m
Maximum tranverse slope of:
Taxiway pavement
Graded Portion of taxiway strip
Upwards
Graded Portion of taxiway strip
Downwards
Upgraded Portion of strip or
downwards
2%
3%
5%
5%
2%
3%
5%
5%
1,5%
2,5%
5%
5%
1,5%
2,5%
5%
5%
1,5%
2,5%
5%
5%
Minimum radius of Longitudinal
Vertical2500 m 2500 m 3000 m 3000 m 3000 m
Minimum taxiway Sight Distance
150 m
from
1,5 m
200 m
from
2 m
300 m
from
3 m
300 m
from
3 m
300 m
from
3 m
Sumber: ICAO,2005
Seperti yang telah diketahui, pesawat Boeing 787 DREAMLINER termasuk
ke dalam kode 4E, sehingga Design Criteria for Taxiway yang dibutuhkan dapat
dilihat pada kolom yang berwarna kuning.
4.3.2 Jarak Pemisah Taxiway
Dalam menjamin keselamatan semua pesawat yang akan bergerak, tetapi
juga memanfaatkan ruang bandar udara sebesar-besarnya, maka ICAO membuat
syarat pemisahan yang harus dipenuhi. ICAO membuat persyaratan jarak antara
sumbu taxiway dengan sumbu landasan, sumbu taxiway dengan sumbu taxiway,
dan sumbu taxiway dengan objek yang permanen.
4.3.3 Lebar Taxiway
Lebar taxiway dan lebar total taxiway bersama dengan bahu landasan pada
bagian yang lurus tidak boleh kurang dari tabel berikut ini.
Tabel 4.14 Lebar Taxiway
Kode Huruf Taxiway
E D C B A
Lebar Taxiway23 m
(75 ft)
23 ma) (75 ft)
18 mb) (60 ft)
18 mc) (60 ft)
15 md) (50 ft)
10,5 m
(35 ft)
7,5 m
(25 ft)
Lebar Total
Taxiway dan bahu
landasannya
44 m
(145 ft)38 m (125 ft) 25 m (82 ft) - -
Taxiway Strip
Width
93 m
(306 ft)85 m (278 ft) 57 m (188 ft)
39 m
(128
ft)
27 m
(74 ft)
Lebar Area yang
diratakan untuk
Strip Taxiway
44 m
(145 ft)38 m (125) 25 m (82 ft)
25 m
(82 ft)
22 m
(74 ft)
Sumber: Heru Basuki (1990)
Catatan :
a. Untuk pesawat dengan batas sisi luar roda utama ≥ 9 m (30 ft)
b. Untuk pesawat dengan batas sisi luar roda utama < 9 m (30 ft)
c. Untuk pesawat dengan Wheel Base ≥ 18 m (60 ft)
d. Untuk pesawat dengan Wheel Base < 18 m (60 ft)
4.3.4 Kemiringan Taxiway
ICAO membuat persyaratan yang mengatur kemiringan dan jarak
pandangan (sight distance) seperti tabel di bawah ini.
Tabel 4.15 Kemiringan dan Jarak Pandangan Taxiway
KETERANGANKODE HURUF TAXIWAY
E D C B A
Kemiringan memanjang
maksimum1,5% 1,5% 1,5% 3% 3%
Perubahan kemiringan
memanjang maksimum
1% per
30 m
1% per
30 m
1% per
30 m
1% per
25 m
1% per
25 m
Jarak pandangan minimum
300 dari
3 m di
atas
300 dari
3 m di
atas
300 dari
3 m di
atas
200 dari
2 m di
atas
150 dari
1,5 m di
atas
Kemiringan Transversal
maksimum dari Taxiway1,5% 1,5% 1,5% 2% 2%
Kemiringan Transversal maksimum dari bagian yang diratakan pada Strip Taxiway
Miring ke atas 2,5% 2,5% 2,5% 3% 3%
Miring ke bawah 5% 5% 5% 5% 5%
Sumber: Heru Basuki, 1990
Catatan:
a. Kemiringan Transversal dari bagian Strip Taxiway di luar yang diratakan
kemiringan ke atasnya tidak boleh lebih dari 5%.
b. Annex 14 tidak mensyaratkan batasan-batasan untuk kemiringan memanjang
pada bagian yang diratakan dari Strip Taxiway.
c. Annex 14 mensyaratkan batasan-batasan untuk kemiringan bahu Taxiway
(Taxiway Shoulder).
Seperti yang telah diketahui, pesawat Boeing 787 DREAMLINER
termasuk ke dalam kode 4E, sehingga data Kemiringan dan Jarak Pandangan
Taxiway yang dibutuhkan dapat dilihat pada kolom yang berwarna kuning.
4.3.5 Kekuatan Runway
Kekuatan dari taxiway boleh lebih dari kekuatan runway, hal ini
dimungkinkan karena biasanya taxiway mendapatkan tekanan yang lebih
besar jika dibandingkan dengan runway. Hal ini karena biasanya terdapat lebih
dari satu pesawat yang melaluinya dengan kecepatan rendah dan ada juga
peswat yang parkir, sehingga menimbulkan tekanan yang besar pada taxiway.
4.3.6 Permukaan Taxiway
Permukaan dari taxiway harus teratur (rata) agar tidak menyebabkan
kerusakan pada struktur pesawat. Permukaan dari proved taxiway harus
dibangun untuk menyediakan karakteristik gesekan yang baik ketika taxiway
dalam keadaan basah.
4.3.7 Kurva Taxiway
Perubahan di dalam arah taxiway diusahakan sejarang mungkin. Jari-jari
kurvanya harus cukup halus untuk berbelok pesawat. Tabel di bawah ini
memberikan syarat-syarat jari-jari yang akan memenuhi kebutuhan pembelokan
halus bagi berbagai kecepatan pesawat.
Tabel 4.16 Kurva Taxiway
Kecepatan Jari-Jari Kurva
Km/Jam Mil/Hour Meter Feet
16 10 15 50
32 20 60 200
48 30 135 450
64 40 240 800
80 50 375 1250
96 60 540 1800
Sumber: Heru Basuki, 1990
Apabila terpaksa harus membuat belokan tajam, sehingga jari-jari tidak
cukup luas untuk menghindari keluarnya roda-roda pesawat yang sedang taxi,
keluar dari perkerasan, perlu memperluas taxiway sehingga tercapai Wheel
Clearance. Perluasan ini disebut dengan “lebar taxiway tambahan”, seperti
gambar di bawah ini.
Sumber: Sartono, 1992
Gambar 4.8 Kurva Taxiway
4.3.8 Rapid Exit Taxiway
Rapid exit taxiway adalah taxiway yang berhubungan dengan runway
dengan sudut yang kecil dirancang untuk memperbolehkan pesawat yang baru
mendarat agar dapat membelok dengan kecepatan yang lebih tinggi bila
dibandingkan keluar dengan menggunakan exit taxiway yang lain, sehingga
mengurangi waktu penggunaan runway. Bila kepadatan pada jam sibuk kurang
dari 25 pengoperasian (take – off dan landing), maka Right Angle Exit Taxiway
mencukupi. Konstruksi dari taxiway ini lebih murah dan cukup untuk menjaga
agar arus penggunaan runway lebih efisien.
Lokasi dari taxiway yang berkenaan dengan karakteristik operasional
pesawat ditentukan dengan tingkat output dari pesawat setelah melalui threshold.
Untuk menentukan jarak dari threshold, harus diperhitungkan pada jarak berapa
pesawat dapat berbelok tanpa mengambil resiko yang besar. Dalam perencanaan
ini diasumsikan pesawat mendarat tanpa threshold dan proses pengereman
berjalan lancar.
Penempatan Exit Taxiway tergantung kepada pesawat campuran,
kecepatan waktu approach atau waktu menyentuh perkerasan, kecepatan keluar,
tingkat pengereman yang tergantung kepada kondisi permukaan perkerasan basah
atau kering serta jumlah exit taxiway yang direncanakan dibuat.
1. Exit Taxiway Menyudut Siku-Siku
Keputusan untuk merencanakan atau membangun Exit Taxiway menyudut
siku-siku didasarkan kepada analisis lalu lintas yang ada. Apabila lalu lintas
rencana pada jam-jam puncak kurang dari 26 gerakan (memadat dan lepas landas)
Exit taxiway menyudut siku-siku cukup memadai. Exit taxiway menyudut siku-
siku bisa dibangun dengan dana yang lebih murah daripada membangun Exit
taxiway kecepatan tinggi, dan apabila ditempatkan dengan semestinya akan
menghasilkan aliran lalu lintas pesawat yang cukup efisien.
2. Exit Taxiway Kecepatan Tinggi (High Speed Exit Taxiway/Rapid Exit
Taxiway)
Kebutuhan akan adanya High Speed Exit Taxiway dewasa ini berkembang
dengan berkembangnya arus lalu llintas pesawat di bandar udara. Dengan adanya
High Speed Exit Taxiway pada sebuah landasan akan menambah kapasitas
landasan itu untuk menampung arus gerak mendarat dan lepas landas pesawat.
Dengan perkembangan kebutuhan ini banyak keuntungannya dibuat Standard
High Speed Exit Taxiway yang berlaku untuk bandar udara internasional. Pilot
pesawat akan mengenal lebih baik dengan konfigurasi dan mengharapkan hasil
yang sama ketika mendarat di bandar udara mana saja dengan fasilitas ini.
Standard perencanaan untuk High Speed Exit Taxiway yang dibuat ICAO dapat
dilihat pada Tabel 4.17.
Tabel 4.17 Perencanaan Standar untuk Rapid Exit Taxiway
KODE ANGKA
LANDASAN
JARI-JARI KURVA
TAXIWAY
KECEPATAN
KELUAR
1 275 m (900 ft) 65 km/h (35 kt)
2 275 m (900 ft) 65 km/h (35 kt)
3 550 m (1800 ft) 93 km/h (50 kt)
4 550 m (1800 ft) 93 km/h (50 kt)
Sumber: Heru Basuki, 1990
Catatan :
a. Jari-jari dalam fillet pada kurve Rapid Exit Taxiway, harus cukup luasnya,
sehingga muara Taxiway mudah dikenal dan mudah membelokkan Pesawat
masuk Taxiway.
b. Rapid Exit Taxiway harus termasuk satu bagian yang mempunyai jarak lurus
sedemikian hingga pesawat bisa berhenti penuh sebelum mendapatkan
persilangan dengan Taxiway berikutnya.
c. Sudut persilangan dari Rapid Exit Taxiway dan landasan tak boleh lebih 450
dan tidak boleh kurang dari 250 lebih disukai 300.
Seperti yang telah diketahui, pesawat Boeing 787 DREAMLINER
termasuk ke dalam kode 4E, sehingga data perencanaan standar untuk Rapid
Exit Taxiway yang dibutuhkan dapat dilihat pada kolom yang dicetak tebal.
Sumber : Wardhani Sartono (1990)
Gambar 4.9 Penampang Jari-jari Taxiway
3. Jumlah dan Lokasi Exit Taxiway
Lokasi exit taxiway tergantung berdasarkan karakteristik pesawat
rencananya, lokasi ini ditentukan oleh kecepatan pesawat setelah melewati
threshold.
Jarak dari threshold ke Exit Taxiway juga dapat dilihat pada rumus berikut :
Jarak dari threshold ke exit taxiway = Jarak Touchdown + D
Dimana :
D = Jarak dari Touchdown ke titik perpotongan garis singgung antara landasan
dan taxiway.
=
S1 = Kecepatan Touchdown (m/s)
S2 = Kecepatan awal waktu meninggalkan landasan (m/s)
a = perlambatan (m/dt2)
Sumber: Sartono, 1992
Gambar 4.10 Penampang Jari-jari Taxiway
Dalam menentukan jarak dari threshold, ada beberapa kondisi dasar yang
perlu diperhatikan yaitu sebagai berikut :
1. Kecepatan di threshold
2. Initial exit speed atau turn-off at the point of tangency of the central (exit)
curve.
Sumber : Aerodrome Deisgn Manual Part 2, 2005
Gambar 4.11 Design for Rapid Exit Taxiway (untuk kode angka 1 atau 2)
Sumber : Aerodrome Deisgn Manual Part 2, 2005
Gambar 4.12 Design for Rapid Exit Taxiway (untuk kode angka 3 atau 4)
Dalam menentukan lokasi optimal rapid exit taxiway pada tiap grup
pesawat perlu memperhatikan banyak syarat. Parameter opeasional yang perlu
diperhatikan adalah tipe dari pesawat rancana dengan melihat dari besar manuver
pada saat landing dan braked decleration.
Metodelogi yang sudah berkembang dikenal sebagai “Three Segment
Method”, yang dibuat dengan memperhatikan tipe tiga segmen jarak yang
dibutuhkan dari landing threshold sampai turn-off berdasarkan latihan operasi
penerbangan pada masing-masing pesawat. Metodelogi ini didasarkan analisis
yang dilakukan berdasar asumsi empiris. Dalam menggunakan Three Segment
Method, total jarak yang dibutuhkan dari landing threshold sampai turn-off from
runway centre line dapat dihitung berdasarkan gambar ilustrasi di bawah ini.
Sumber : Aerodrome Deisgn Manual Part 2, 2005
Gambar 4.13 Three Segment Method
Total jarak S adalah jumlah dari 3 bagian yang dihitung satu per satu.
Segment 1 : Jarak yang dibutuhkan dari landing threshold sampai maingear
touhdown (S1).
Kategori C dan D : S1=450 m
Koreksi untuk slope : +50 m / - 0,25%
Koreksi untuk tailwind : +50 m / +5 kts
Kategori A dan B : S1=250 m
Koreksi untuk slope : +30 m / - 0,25%
Koreksi untuk tailwind : +30 m / +5 kts
Segment 2 : Jarak yang dibutuhkan untuk transisi dari maingear touchdown
sampai dapat stabilized braking configuration (S2).
Segment 3: Jarak yang dibutuhkan untuk decleration in a normal braking
mode sampai a nominal turn-off speed (S3).
a = 1,5 m/s2, diambil berdasarkan nilai nyata untuk pengereman di
permukaan runway.
Profil Kecepatan
Vth : kecepatan ambang batas berdasarkan 1,3 kali kecepatan massa
pendaratan diasumsikan sama dengan 85 persen dari massa
pendaratan maksimal. Kecepatan dikoreksi untuk elevasi dan
temperatur referensi bandara.
Vtd : Asumsi Vth – 15 kts.
Vba : Asumsi kecepatan pengereman.
Vth : -15 kts
Vex : Nominal turn-off speed
Kode Angka 3 dan 4 : 30 kts
Kode Angka 1 dan 2 : 15 kts
S1 = 450 m
4.3.9 Taxiway Shoulder
Sebuah taxiway adalah area yang bertujuan untuk melindungi pesawat dari
kerusakan yang lebih parah jika pesawat keluar dari taxiway, jadi fungsinya
hampir sama dengan runway shoulder.
Permukaan taxiway shoulder dirancang agar tahan terhadap erosi dan
kerusakan akibat adanya benturan dengan objek-objek yang keras. Ketebalan dari
runway shouder, taxiway shoulder dan blast pads harus dapat dilalui oleh
pesawat. Berikut ini adalah beberapa kriteria yang harus dipenuhi antara lain:
1. Ketebalan minimum untuk shoulder dan blast pads dapat diambil dari
setengah ketebalan yang dibutuhkan oleh pertemuan paved area.
2. Untuk menjaga kesetabilan dari shoulder dan blast pads, material beton
setebal 5 cm dapat digunakan.
3. Adalah keuntungan menggunakan semen konsentrat dan granular sub –
base dengan tebal 15 cm.
4. Kriteria konstruksi yang sama untuk sub grade dan pavement course pada
shoulder dan blast pads harus dapat digunakan secara optimum.
Direkomendasikan sekitar 2,5 cm drop off yang digunakan pada pinggiran
dari kekuatan penuh pavement, shoulder dan blast pads untuk menyediakan
demarkasi.
Tabel 4.18 Taxiway Shoulder
KODE HURUF A B C D E F
Lebar Taxiway
Shoulder – – 25 38 44 60
Sumber : Sartono, 1992
Jika taxiway dipersiapkan untuk pesawat yang menggunakan turbine
engine, permukaan dari taxiway shoulder harus dipersiapkan agar tahan erosi dan
injeksi yang diakibatkan oleh mesin pesawat.
4.3.10 Taxiway Strip
Taxiway strip adalah suatu daerah yang meliputi taxiway yang bertujuan
untuk menjaga operasi pesawat pada taxiway dan mengurangi resiko kecelakaan
pada pesawat jika pesawat keluar dari taxiway. Taxiway strip dapat ditambahkan
secara simetris pada kedua sisi dari garis tengah taxiway.
Tabel 4.19 Taxiway Strip
KODE HURUF A B C D E F
Width of taxiway strips 23,75 33,5 44 66,5 80 97,5
Grading of taxiway strips 11 12,5 12,5 19 22 30
Slopes on taxiway strips 3 3 2,5 2,5 2,5 2,5
Sumber : Sartono, 1992
Pada ujung taxiway atau shoulder, permukaan dari strip tidak harus sama
rata, tetapi kemiringan transversalnya tidak boleh kurang dari:
1. 2,5% untuk strip dengan taxiway dengan kode huruf C, D, atau E.
2. 3% untuk strip dengan taxiway dengan kode huruf A atau B.
Perubahan kemiringan yang ditetapkan untuk kemiringan transversal
berdasarkan kepada permukaan taxiway yang berhubungan tidak berdasar pada
posisi horisontal. Penurunan kemiringan transversalnya tidak boleh kurang dari
5% jika garis horisontal dijadikan sebagai acuan.
4.3.11 Holding Bays dan Posisi Taxi Holding
Holding bay diperlukan pada saat pergerakan pesawat dalam bandara
sangat tinggi. Posisi dari taxi – holding dapat ditempatkan pada pertemuan antara
taxiway dengan runway. Jarak antara holding bay atau taxi – holding dengan garis
tengah runway ditetapkan pada Tabel 4.20.
Tabel 4.20 Jarak Minimum dari Sumbu Landasan ke Holding Bay
TIPE PENGOPERASIAN RUNWAYKODE ANGKA
1 2 3 4
Non – Instrument 30 m 40 m 75 m 75 m
Non – Precision Approach 30 m 40 m 75 m 75 m
Precision Approach kategori I 60 m 60 m 90 m 90 m
Precision Approach kategori II dan III – – 90 m 90 m
Sumber : Heru Basuki (1986)
Catatan :
1. Jika posisi holding mempunyai elevasi lebih rendah dari threshold landasan,
jaraknya ditambah 5 m tiap satu meter posisi holding lebih rendah dari
threshold.
2. Jarak ini bertambah lagi untuk menghindari gangguan alat bantu radio, untuk
landasan precision approach category III pertambahannya bisa mencapai 50
m.
Tabel 4.21 Wing Tip Clearance
CODE LETTER WING TIP CLEARANCE
A 7,25
B 7,25
C 5
D 10
E 10,5
F 13
Sumber : ICAO, 2005
Sumber: Sartono, 1992
Gambar 4.14 Contoh Landasan Holding Bay
4.4 APRON
Apron merupakan penghubung antara gedung terminal dengan bandar
udara, yang digunakan untuk tempat berhenti pesawat, menaikkan atau
menurunkan penumpang dan barang, tempat pelayanan pesawat terbang
misalnya, pengisian bahan bakar, dan fasilitas-fasilitas lainnya. Apron
mencakup daerah parkir pesawat yang disebut ramp dan daerah untuk menuju
ke ramp tersebut. Pada ramp ini, pesawat di parkir di tempat yang disebut gate.
Apron juga merupakan bagian bandar udara yang melayani terminal sehingga
harus dirancang sesuai dengan kebutuhan dan karakteritik terminal tersebut.
Beberapa pertimbangannya antara lain :
1. Menyediakan jarak paling pendek antara landas pacu dan tempat pesawat
berhenti.
2. Memberikan keleluasaan pergerakan pesawat untuk melakukan manuver
sehingga mengurangi tundaan.
3. Memberikan cukup cadangan daerah pengembangan yang dibutuhkan jika
nantinya terjadi peningkatan permintaan penerbangan atau perkembangan
teknologi pesawat terbang.
4. Memberikan efisiensi, keamanan, dan kenyamanan pengguna secara
maksimum.
5. Meminimalkan dampak lingkungan
Sumber : SKEP 77 – VI, 2005
Gambar 4.15 Penampang Samping Apron
Ada beberapa tipe dari apron, yaitu :
1. Passenger Terminal Apron
Area yang didesain untuk manuver pesawat dan parkir yang berdekatan atau
siap diakses pada fasilitas terminal penumpang. Selain itu digunakan untuk
memudahkan pergerakan dari penumpang, passenger terminal apron juga
digunakan untuk pengisian bahan bakar dan pemeliharaan pesawat serta
loading dan unloading muatan, surat-surat/pos dan barang-barang.
2. Cargo Terminal Apron
Pesawat yang hanya membawa muatan dan surat-surat/ pos telah disediakan
cargo terminal apron terpisah untuk memudahkan membangun terminal
muatan. Pemisahan muatan dan penumpang diperlukan karena perbedaan
tipe dari tiap-tiap fasilitas yang diperlukan pada apron dan terminal.
3. Remote Parking Apron
Tambahan dari terminal apron pada bandar udara, dibutuhkan parking apron
yang terpisah agar pesawat dapat parkir pada waktu yang cukup lama.
Apron ini dapat digunakan singgah oleh awak pesawat selama beberapa saat
untuk perbaikan sementara dari pesawat tersebut.
4. Service and Hangar Aprons
Service apron adalah area yang digunakan untuk pesawat agar dapat
dilakukannya perbaikan, sedangkan hangar apron adalah area yang
digunakan untuk keluar masuknya pesawat dari hangar.
5. General Aviation Aprons
Digunakan untuk keperluan bisnis atau penerbangan pribadi.
6. Itinerant Apron
Pesawat penerbangan umum yang singgah untuk sementara menggunakan
itinerant apron sebagai tempat parkir sementara pesawat, untuk pengisian
bahan bakar pesawat, perbaikan pesawat dan penurunan angkutan. Untuk
bandara yang hanya melayani penerbangan umum, itinerant apron selalu
berdekatan atau merupakan bagian dari fixed based operator. Umumnya pada
terminal apron ada daerah untuk itinerant general aviation aircraft (pesawat
penerbangan umum).
7. Based aircraft apron atau tiedown
Pesawat penerbangan umum memerlukan bandara yang memiliki tempat
penyimpanan pesawat atau daerah tiedown di tempat yang terbuka. Tempat
penyimpanan pesawat (hanggar) juga membutuhkan apron didepannya
sebagai tempat pergerakan pesawat.
8. Other ground sercvicing apron
Area untuk pelayanan, pengisian bahan bakar, atau pengisian dan penurunan
muatan.
4.4.1 Ukuran Apron
Beberapa faktor yang harus diperhitungkan dalam menentukan dimensi
apron adalah sebagai berikut :
1. Jumlah Gate
Ukuran gate tergantung ukuran pesawat, turning radius pesawat, dan
konfigurasi parkir pesawat. Seperti halnya dengan fasilitas-fasilitas bandar
udara lainnya, jumlah gate ditetapkan sedemikian sehingga jumlah gerakan
pesawat per jam yang telah ditetapkan lebih dulu dapat ditampung. Jadi, jumlah
gate yang dibutuhkan bergantung pada jumlah pesawat yang harus ditampung
selama jam rencana dan berapa lama pesawat mendiami suatu gate. Dalam
menghitung jumlah gate yang dibutuhkan, langkah-langkah yang harus diikuti
adalah:
a. Tetapkan kelas pesawat yang harus ditampung dan persentase dari
komposisi tersebut.
b. Tetapkan waktu pemakaian gate untuk tiap kelas pesawat.
c. Tetapkan volume total rencana per jam dan persentase pesawat yang
datang.
d. Hitung volume total rencana per jam dari kedatangan dengan
mengalikan persentase kedatangan dengan volume total rencana per
jam.
e. Dengan menggunakan rumus jumlah kedatangan, rumus berikut
ini memberikan jumlah gate yang dibutuhkan, yaitu:
Dimana:
G =jumlah gate
V =volume desain untuk kedatangan (gerakan/jam)
T =waktu pemakaian gate (jam)
U =faktor pemakaian gate (0,5 – 08)
2. Kemiringan Permukaan
Kemiringan apron semaksimal mungkin harus lebih kecil dari 1%, hal ini
bertujuan untuk menghindari adanya genangan air di apron, namun kemiringan
apron tidak diperbolehkan terlalu besar yang dapat menyebabkan pesawat terbang
bergerak saat diparkir di apron.
3. Jarak Antar Pesawat
Jarak antar pesawat merupakan salah satu faktor utama penentu dimensi
apron, karena diperlukan jarak secukupnya agar terjamin tidak ada senggolan di
daerah apron.
4. Jumlah Pesawat Jam Puncak
Untuk menganalisis besarnya penumpang dan pergerakan pesawat pada
jam sibuk perlu dirumuskan terlebih dahulu nilai koefisien permintaan angkutan
lalulintas pada jam sibuk (Cp).
Dimana :
Cp = faktor jam puncak
Md = pergerakan pesawat udara harian
Mp = pergerakan pesawat jam puncak
My = pergerakan pesawat tahunan
Rumus yang digunakan untuk analisis kebutuhan apron adalah :
Dimana :
K = jumlah pesawat yang akan diparkir di apron
N = jumlah gerakan pesawat pada jam sibuk
T = waktu pesawat untuk menempatkan lahan parkir (30 – 60
menit)
A = cadangan pesawat
Tabel 4.22 Jarak Bebas Antar Pesawat di Apron
URAIAN
CODE LETTER / PENGGOLONGAN
PESAWAT
A / I B / II C / III D / IV E / V F / VI
Jarak bebas antar pesawat yang parkir
dengan pesawat yang akan tinggal
landas (A) (m)
10 10 10 15 15 15
jarak bebas antar pesawat yang parkir
dengan pesawat yang berada di taxilane
dan penghalang lain (B) (m)
4,5 4,5 7,5 7,5 10 10
Jarak pesawat yang sedang berjalan
dengan pesawat yang berada di lead –
in garis dan pesawat lain ( C ) (m)
4,5 4,5 7,5 7,5 10 10
Jarak antara pesawat yang sejajar yang
berada di apron dan bangunan lain (D)
(m)
4,5 4,5 7,5 7,5 10 10
Jarak antara pesawat dengan pengisian
bahan bakar dan bangunan (E) (m)15 15 15 15 15 15
Sumber : ICAO, 2005
5. Konfigurasi Parkir Pesawat
Jenis parkir mempengaruhi ukuran gate karena area yang dibutuhkan
untuk manuver menuju/keluar gate bervariasi bergantung cara pesawat diparkir.
Jenis-jenis parkir pesawat, yaitu :
a. Nose – in Parking
Konfigurasi pesawat ini dicirikan dengan parkir tegak lurus garis gedung
terminal dan hidung pesawat sedekat mungkin dengan gedung terminal serta
pesawat bermanuver menuju gate dengan power – nya sendiri, namun waktu
meninggalkan gate pesawat ditarik keluar terlebih dahulu sampai jarak
tertentu baru menggunakan power – nya sendiri.
Keuntungan Nose – in Parking adalah :
1) Membutuhkan gate area yang paling kecil.
2) Tingkat kebisingan rendah karena tidak ada gerakan belok.
3) Tidak ada jet blast terhadap gedung terminal (akibat manuver parkir).
4) Loading dan unloading penumpang melalui jembatan yang pendek
Sedangkan untuk kerugian Nose – in Parking adalah :
1) Membutuhkan peralatan untuk menarik pesawat.
2) Pintu pesawat bagian belakang relatif tidak dapat digunakan karena
terlalu jauh dari gedung terminal.
3) Proses penarikan pesawat memakan waktu sampai 2 menit, dimana
selama waktu tersebut gate tidak dapat digunakan untuk pesawat lain
b. Angle Nose – in
Konfigurasi ini sama dengan konfigurasi nose – in tetapi pesawat diparkir
tidak tegak lurus gedung terminal. Keuntungan Angle Nose – in adalah
Pesawat manuver masuk/keluar gate dengan power – nya sendiri. Sedangkan
kerugian Angle Nose – in adalah Membutuhkan area gate yang lebih besar
dan menyebabkan kebisingan
c. Angle Nose – out
Konfigurasi parkir dicirikan dengan hidung pesawat mengarah ke arah luar
dari gedung terminal. Keuntungan Angle Nose – out adalah pesawat manuver
masuk/keluar gate dengan power – nya sendiri. Sedangkan kerugian Angle
Nose – out adalah membutuhkan area gate yang lebih besar dibandingkan
dengan Nose – in, tetapi masih lebih kecil dibandingkan dengan Angled Nose
– in dan Jetblast mengarah ke gedung.
d. Parallel Parking
Cara parkir termudah dari sisi manuver pesawat. Keuntungan dari Parallel
Parking adalah pintu depan dan belakang pesawat dapat digunakan untuk
loading/unloading. Sedangkan kerugian dari Parallel Parking adalah area
gate lebih besar.
6. Konsep Penanganan Pesawat
a. Gate Arrival
Merupakan konsep yang paing sederhan dan cukup ekonomis, tetapi hanya
dapat diterapkan untuk bandara-bandara kecil. Terminal dibangun sangat
dekat dengan apron atau parkir pesawat agar jarak tempuh penumpang
menjadi sangat pendek.
b. Pier Finger
Merupakan konsep penanganan terpusat. Proses penumpang dan bagasi
dilakukan di bangunan terminal, untuk hal tersebut pesawat harus parkir dekat
sekali dengan terminal penumpang.
c. Pier Satelite
Merupakan konsep penanganan dengan menempatkan suatu bangunan kecil
di apron yang dihubungkan. Konsep ini merupakan pengembangan dari
konsep Pier Finger. Konsep ini cukup menguntungkan karena proses tiket,
bagasi dan lainnya terlah dilakukan di bangunan terminal.
d. Remote Satellite
Merupakan konsep penanganan dengan memanfaatkan suatu bangunan
pelengkap (satellite) untuk proses tunggu penumpang. Dimana satellite
tersebut dapat dihubungkan melalui suatu koridor atau underground tunnel.
e. Mobile Conveyence
Konsep ini merupakan suatu konsep yang banyak digunakan di beberapa
bandara di Indonesia. Proses tiket, check in dan bagasi dilakukan di bangunan
terminal, kemudian penumpang akan diantar dengan kendaraan pengangkut
(mobile conveyence) menuju pesawat.
Tabel 4.23 Dimensi Apron
U R A I A N PENGGOLONGAN PESAWATI II III IV V VI
1. Dimensi untuk satu pesawata. Slef taxing (45° taxiing)
o Panjang (m) 40 40 70 70 – 70–85 70 – o Lebar (m) 25 25 55 55 – 55 – 55 –
b. Nose ino Panjang (m) – – 95 190 190 190o Lebar (m) – – 45 70 70 70
c. Clereance antar pesawat
dengan pesawat di Apron 3 3 4,5 4,5 4,5 4,5
2. Slope/Kemiringana. Ditempat Pesawat Parkir,
Maksimum 1 ≤ 1 ≤ 1 ≤ 1 ≤ 1 ≤ 1 ≤
b. Didaerah Pemuatan Bahan
Bakar Pesawat + 1/2 + 1/2 + 1/2 + 1/2 + 1/2 + ½
Sumber : SKEPP 77 – VI, 2005
4.4.2 Persyaratan Ruang Kosong
Jarak aman (Clearance) antar pesawat terbang atau jarak pemisah
minimum yang dipersyaratkan antara pesawat yang parkir dan antara pesawat
taxing di apron taxiway dan pesawat yang parkir. Suatu stand pesawat harus
menyediakan ruang kosong minimum antar pesawat, demikian pula terhadap
gedung dan objek tetap yang bersebelahan.
Tabel 4.24 Clearance Requirements
KODE HURUF RUANG KOSONG
A 3,0 m
B 3,0 m
C 4,5 m
D 7,5 m
E 7,5 m
Sumber : ICAO, 2005
Ruang kosong ini dapat direncanakan dalam kebijakan dari perencana
bandara, akan diperluas bila dibutuhkan untuk menjamin keselamatan operasi
pada apron. Lokasi stand pesawat taxilines dan taxiways apron harus
menyediakan jarak antara garis tengah dari taxiways dan pesawat dengan tidak
kurang dari dimensi yang diberikan di bawah ini:
Tabel 4.25 Minimum Separations Distance
KODE
HURUF
JARAK PEMISAH MINIMUM
POSISI PESAWAT,
PUSAT GARIS
PUSAT GARIS TAXIWAYS
APRON
TAXILINES KE OBJEK KE OBJEK
(m) (m)
A 12 13,5
B 16,5 19,5
C 24,5 28,5
D 36 42,5
E 40 46,5
Sumber : ICAO, 2005
Sumber : ICAO, 2005
Gambar 4.17 Area Clearance yang dibutuhkan pada terminal untuk masuk dan
keluar pesawat
4.4.3 Perencanaan Apron
Dalam perencanaan apron maka faktor-faktor yang perlu diperhatikan
adalah :
1. Konfigurasi bangunan terminal apakah linear, satelit atau pier finger.
2. Lalu lintas pergerakan campuran pesawat pada jam puncak atau jam sibuk
(peak hour).
3. Sistem parkir pesawat yang dipakai yaitu, keluar masuk dengan tenaga sendiri
(self moving) atau didorong kebelakang dengan menggunakan towing tractor
(push back system).
4. Dimensi pesawat, berat, dan jari-jari belok.
5. Konfigurasi parkir pesawat.
6. Waktu “turn around” operasi pesawat.
7. Ruang gerak manuver pesawat keluar atau masuk.
8. Efek jet blash.
9. Jarak aman (Clearance) antar pesawat terbang atau jarak pemisah minimum
yang dipersyaratkan antara pesawat yang parkir dan antara pesawat taxing di
apron taxiway dan pesawat yang parkir.
10. Areal untuk fasilitas pendukung pelayanan pesawat di darat sehingga dapat
bergerak dengan cukup leluasa, dan areal untuk penempatan peralatan
pelayanan pesawat.
11. Penambahan areal parkir pesawat untuk menampung keadaan darurat seperti
untuk pesawat yang menginap (Remain Overnight Aircraft – RON).
12. Kemiringan apron.
13. Faktor muatan (load factor).
14. Marking Apron
Perencanaan apron dilaksanakan bersamaan dengan perencanaan gedung
terminal untuk dapat melayani volume lalu lintas yang akan menggunakan bandar
udara. Hal- hal yang perlu dipertimbangkan dalam perecnanaan apron antara lain
adalah faktor keamanan, efisiensi, fleksibilitas (kemampuan pengembangan),
ketersediaan lahan, volume lalu lintas peswat serta banyak faktor lain yang
membutuhkan prioritas tersendiri dalam perencanaan tersebut.
Ukuran dari apron dirancang agar apron masih dapat beroperasi dengan
baik pada saat bandara tersebut berada pada kepadatan maksimum yang mungkin
terjadi. Kekuatan setiap bagian dari apron dirancang agar mampu untuk menahan
tekanan yang berasal dari setiap pesawat yang akan melaluinya. Biasanya apron
mempunyai kepadatan yang tertinggi sebagai akibat dari pesawat yang tinggal
atau pesawat yang bergerak dengan lamban, sehingga tekanan pada apron ini
biasanya lebih besar dibandingkan dengan tekanan pada runway.
Perkriaan Jumlah Pintu Dan Pesawat Pada Terminal
Diketahui:
Tabel 4.26 Perencanaan Apron
Parameter Jumlah
Annual Departure 30000 pesawat per tahun
Jumlah hari dalam setahun 365 hari
Waktu okupasi 0,5 jam
Faktor penggunaan 0,8
Jumlah jam pemakaian pesawat 12 jam/hari
Tata letak terminal Sentralisasi-Desentralisasi
Sumber: Hasil Perencanaan
Tabel 4.27 Volume Jam Perencanaan
WAKTU VOLUME
07.00 10
08.00 6
09.00 7
10.00 7
11.00 5
12.00 6
13.00 6
14.00 4
15.00 4
16.00 5
17:00 8
18:00 6
19:00 9
TOTAL 83
VJP 10
Sumber: Hasil Perencanaan
Sumber: Hasil Perhitungan
Gambar 4.17 Grafik Daily Departure
Dapat diperoleh:
a. Jumlah pesawat per jam
b. Jumlah pintu berdasarkan volume perencanaan
Data-data yang diperlukan dalam perencanaan apron
1. Panjang pesawat rencana (Boeing 787 DREAMLINER) = 55,91 m
2. Lebar pesawat rencana = 60,12 m
3. Jarak minimum pesawat yang parkir dengan suatu objek = 4,5 m
4. Safety factor = 1,75
5. Area kosong = 1.000 m2
Luas Gate = D x L
= (clearace + wingspan) x (SF x panjang pesawat)
= (4,5 + 60,12) x (1,75 x 55,91)
= 6322,582 m2
Luas Apron = [jumlah gate x luas gate] + area kosong
= [7 x 6322,582] + 1000
= 45258,074 m2