8
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anggrek Dendrobium
Dendrobium berasal dari kata “dendro” yang berarti pohon dan “bios”
yang berarti hidup. Jadi, dendrobium berarti anggrek yang tumbuh di pohon yang
masih hidup. Anggrek ini memiliki sekitar 1.400 spesies yang tersebar sangat luas
di seluruh dunia, dari Jepang, Cina, India, Semenanjung Malaka, Indonesia, Pulau
Papua, sampai Australia. Anggrek ini mempunyai bunga yang menawan dan
jenisnya juga termasuk yang terbanyak (Parnata, 2007).
Berdasarkan pola pertumbuhannya, tanaman anggrek dibedakan
menjadi dua, yaitu tipe simpodial dan tipe monopodial. Anggrek tipe
simpodial adalah anggrek yang tidak memiliki batang utama, bunga keluar
dari ujung batang, dan akan berbunga kembali pada pertumbuhan anakan atau
tunas baru. Contoh anggrek tipe simpodial adalah Dendrobium. Dendrobium
memiliki kekhasan tersendiri, yaitu dapat mengeluarkan tangkai bunga baru di
sisi-sisi batangnya (Prasetyo, 2009).
Menurut Dressler dan Dodson (2000), klasifikasi anggrek Dendrobium
adalah sebagai berikut.
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Orchidales
9
Famili : Orchidaceae
Subfamili : Epidendroideae
Suku : Epidendreae
Subsuku : Dendrobiinae
Genus : Dendrobium
Spesies : Dendrobium conanthum
Para ahli botani mengelompokkan genus dendrobium dalam beberapa
bagian yang berbeda. Holtum (1965) dalam Widiastoety, et.all (2010)
mengelompokkan genus dendrobium dalam 20 bagian, yaitu; 1) Diplocaulobium,
2) Desmotrichum, 3) Sarcopodium, 4) Bolbidium, 5) Euphlebium, 6) Latourea, 7)
Callista, 8) Eugenanthe, 9) Nigrohirsutae, 10) Phalaenanthe, 11) Ceratobium, 12)
Stachyobium, 13) Pedilonum, 14) Distichophyllum, 15) Rhopalanthe, 16)
Aporum, 17) Oxystophyllum, 18) Strongyle, 19) Grastidium, dan 20) Conostalix.
2.1.1 Morfologi Anggrek Dendobium
Umumnya akar anggrek dendrobium silindris, berdaging, lunak dan mudah
patah. Bagian ujung akar meruncing, licin, dan sedikit lengket. Dalam keadaan
kering akar akan tampak berwarna putih keperak-perakan dan hanya bagian ujung
akar saja yang berwarna hijau kekuningan. Akar yang sudah tua akan kelihatan
coklat dan kering (Widiastoety, 2003).
Batang anggrek dendrobium termasuk simpodial, yaitu batang yang
pertumbuhannya terbatas dan tidak memiliki batang utama. Bunga anggrek tipe
simpodial keluar dari ujung batang dan berbunga kembali dari anakan yang
tumbuh. Batang dendrobium dapat mengeluarkan tangkai bunga baru dari sisi-sisi
batangnya (Agromedia, 2007 dalam Oktavina, 2011).
10
Buah anggrek berbentuk kapsular yang di dalamnya terdapat biji yang
sangat banyak dan berukuran sangat kecil dan halus seperti tepung. Biji-biji
anggrek tersebut tidak memiliki endosperm (cadangan makanan) sehingga dalam
perkecambahannya diperlukan nutrisi dari luar atau lingkungan sekitarnya
(Widiastoety, 2003).
2.1.2 Syarat Tumbuh Anggrek Dendrobium
Ada beberapa kondisi optimal yang menyebabkan anggrek dapat tumbuh
dengan baik. Kondisi tersebut berkaitan dengan cahaya matahari, suhu, angin, dan
air (Parnata, 2007). Pada umumnya kebutuhan cahaya anggrek Dendrobium
sekitar 35- 65%. Namun Dendrobium phalaenopsis yang tergolong anggrek litofit
atau anggrek yang tumbuh pada batu-batuan, dapat tahan terhadap cahaya
matahari penuh (100%). Sedangkan Dendrobium yang tergolong anggrek epifit,
kebutuhan intensitas cahaya hanya sekitar 50-60% (Prasetyo, 2009).
Anggrek membutuhkan sirkulasi udara yang baik. Udara yang baik untuk
pertumbuhan anggrek adalah udara yang berhembus lembut secara terus-menerus
sepanjang hidupnya. Sirkulasi udara yang terlalu kencang bisa menyebabkan
anggrek mengalami dehidrasi karena air di permukaan daun dan akar mudah
terbawa embusan udara. Sebaliknya, jika udara tidak berhembus, proses respirasi
dan fotosintesis tidak berjalan dengan baik (Parnata, 2007).
Semua jenis anggrek memerlukan kelembaban yang cukup tinggi. Di alam
aslinya anggrek mengambil sebagian kebutuhan airnya melalui udara, baik lewat
akar maupun mulut daun. Pada umumnya tanaman anggrek membutuhkan
kelembaban udara pada siang hari berkisar antara 50-80% dan pada musim
berbunga sekitar 50-60% (Prasetyo, 2009). Di alam, saat terjadi hujan, tanaman
11
anggrek akan basah, tetapi dua jam kemudian kering kembali. Ini
mengindikasikan bahwa tanaman anggrek tidak menyukai keadaan becek dan
banyak air. Pada kelembaban yang terlalu kering, kebutuhan tanaman anggrek
terhadap air sulit terpenuhi dan pada keadaan terlalu kering anggrek juga snagat
rentan terhadap serangan penyakit dan dehidrasi (Parnata, 2007).
Tanaman anggrek akan tumbuh dengan baik jika kebutuhan airnya
tercukupi. Sehingga dalam frekuensi dan banyaknya penyiraman sangat
tergantung pada cuaca (suhu, angin, dan cahaya), jenis, ukuran tanaman, serta
keadaan lingkungan tanaman. Penyiraman yang berlebihan akan menyebabkan
penyakit kebusukan yang disebabkan oleh bakteri atau cendawan (Prasetyo,
2009).
2.1.3 Sistem Perbanyakan Anggrek Dendrobium
Perbanyakan tanaman anggrek dilakukan dengan dua cara, yaitu generatif
dan vegetatif. Perbanyakan secara generatif dilakukan dengan cara menanam biji
anggrek yang dihasilkan dari hasil persilangan. Biji-biji ini secara genetik
memiliki sifat heterozigot (beragam), sehingga sangat sulit untuk mendapatkan
anakan anggrek yang sifatnya sama dengan sang induk. Biji yang telah matang
disemai dalam botol secara in vitro (Andiani, Y., 2008).
Perbanyakan secara generatif dilakukan dengan penyerbukan, dimana
benang sari jatuh pada kepala putik. Penyerbukan ini ada dua cara yaitu benang
sari dan kepala putik berasal dari satu tanaman disebut juga penyerbukan sendiri
atau berasal dari tanaman yang berbeda disebut juga penyerbukan silang.
Sementara, perbanyakan vegetatif dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu
dengan penyetekan, pemisahan anakan (spliting), pemotongan anak tanaman yang
12
keluar dari tangkai bunga (keiki) dan kultur jaringan. Perbanyakan anggrek
dengan kultur jaringan merupakan cara yang paling modern dan dapat dilakukan
pada semua jenis anggrek (Andiani, Y., 2008).
Pada perbanyakan bibit anggrek dengan kultur in vitro, dilewati beberapa
tahap-tahap kegiatan. Tahap awal ialah tahap perkecambahan biji menjadi plb
(protocorm like bodies). Perkembangan berikutnya tahap perkembangan plb
membentuk daun, akar, tunas, dalam bentuk mini yang disebut planlet. Setelah
tahap ini planlet dapat di sub kultur untuk membuatnya menjadi banyak tunas atau
langsung dipersiapkan untuk tahap aklimatisasi (Simatupang, 2012).
2.2 Kultur In Vitro
Kultur jaringan atau kultur in vitro adalah suatu teknik untuk mengisolasi
sel, protoplasma, jaringan, dan organ dan menumbuhkan bagian tersebut pada
nutrisi yang mengandung zat pengatur tumbuh tanaman pada kondisi aseptik,
sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi
menjadi tanaman sempurna. Disebut sebagai kultur in vitro (bahasa latin, berarti
“di dalam kaca”) karena jaringan dibiakkan di dalam tabung kaca, botol kaca,
cawan petri atau material tembus pandang lainnya (Nugrahani, et.all., 2011).
Teknik kultur jaringan akan dapat berhasil dengan baik apabila syarat
tumbuh terpenuhi. Syarat-syarat tersebut meliputi pemilihan ekplan sebagai bahan
dasar untuk pembentukan kalus, penggunaan media yang cocok, keadaan yang
aseptik dan pengaturan udara yang baik terutama untuk kultur cair. Meskipun
pada prinsipnya semua jenis sel dapat ditumbuhkan, tetapi sebaiknya dipilih
bagian tanaman yang masih muda dan mudah tumbuh yaitu bagian meristem. Bila
13
menggunakan embrio, yang perlu diperhatikan adalah kemasakan embrio, waktu
imbibisi, temperatur dan dormansi (Hendaryono, 2002).
2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan secara In Vitro
2.3.1 Eksplan
Eksplan adalah bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan untuk
inisiasi suatu kultur. Eksplan yang digunakan harus dalam keadaan aseptik
melalui prosedur sterilisasi dengan berbagai bahan kimia. Dari eksplan aseptik
kemudian diperoleh kultur aseptik yaitu kultur dengan hanya satu macam
organisme yang diinginkan (Gunawan, 1992). Eksplan yang digunakan dapat
berukuran sangat kecil seperti kelompok sel sampai ukuran cukup besar yang
sudah membentuk organ. Eksplan yang berukuran besar mudah terkontaminasi,
sedangkan eksplan yang berukuran kecil tingkat pertumbuhannya lebih rendah
(Maslukhah, 2008).
2.3.2 Sub Kultur
Sub kultur merupakan salah satu kegiatan penting dalam teknik kultur in
vitro. Menurut Gunawan (1992) sub kultur adalah pemindahan kultur aseptik dari
satu media kultur ke dalam media kultur yang lain, baik yang sama maupun
berbeda jenis atau komposisi media kulturnya, dengan jangka waktu tertentu.
Kegiatan sub kultur dilakukan sesuai jenis tanaman yang dikulturkan. Sub kultur
anggrek dilakukan 3-4 kali dari waktu penanaman biji.
Masa saat kultur aseptik berada di dalam media disebut masa inkubasi.
Setiap masa inkubasi disebut passage. Passage pertama adalah sub kultur pertama
dari jaringan yang terbentuk dari eksplan awal. Sedangkan passage kedua berarti
adalah sub kultur kedua, demikian seterusnya (Maslukhah, 2008).
14
Bahan yang diambil dari setiap sub kultur disebut inokulan. Inokulan dapat berupa
eksplan maupun tunas steril. Sub kultur eksplan dilakukan dengan memindahkan
eskplan yang diinginkan yang sebelumnya dipotong terlebih dahulu. Sedangkan
sub kultur tunas steril dilakukan dengan memindahkan tunas yang sebelumnya
telah dipotong daunnya. Tujuannya adalah mengurangi resiko kontaminasi pada
kultur. Tujuan sub kultur yang lain adalah untuk pemantapan kloning (Gunawan,
1992).
2.3.3 Media
Media perumbuhan kultur in vitro adalah media buatan dan semua
kegiatan dilakukan dengan keadaan steril. Soeryowinoto (2000) menyatakan
bahwa media adalah senyawa-senyawa organik maupun anorganik yang
diperlukan untuk pertumbuhan dengan syarat-syarat tertentu. Dalam pembuatan
media yang perlu diperhatikan adalah unsur-unsur makro, mikro, suplemen, dan
zat pengatur tumbuh.
Media merupakan faktor utama dalam perbanyakan tanaman melalui
kultur in vitro. Media dasar yang digunakan adalah VW (Vacin dan Went), MS
(Murashige Skoog), dan KC (Knudson C). Setiap media dasar berisi komponen
bahan kimia yang hampir sama, hanya agak berbeda dalam besarnya kadar untuk
tiap-tiap persenyawaan (Zulkarnain, 2009). Media dasar yang paling banyak
digunakan untuk perbanyakan anggrek secara in vitro adalah media VW.
Media VW diformulasikan dan diperkenalkan oleh E. Vacin dan F. Went
sejak tahun 1949 ini terdiri dari unsur hara makro dan mikro dalam bentuk garam-
garam anorganik dengan jumlah yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman
khususnya anggrek (Rupawan, et.all., 2014). Media Vacin dan Went mengandung
15
unsur hara makro yang meliputi Karbon (C), Hidrogen (H), Oksigen (O),
Nitrogen (N), Sulfur (S), Fosfor (P), Kalium (K), Kalsium (Ca), dan Magnesium
(Mg), serta unsur mikro meliputi Besi (Fe) dan Mangan (Mn) yang semuanya
dalam bentuk garam anorganik. Unsur-unsur hara dalam bentuk garam tersebut
merupakan bahan dasar penyusun protein, asam nukleat, fosfolipid, dan aktivator
enzim yang diperlukan dalam proses fotosintesis dan respirasi, serta berperan
dalam pembelahan dan pembesaran sel (Widiastoety, 2010). Berikut ini adalah
tabel komposisi zat anorganik pada media Vacin dan Went menurut Widiastoety
(2014).
Tabel 1. Komposisi Zat Anorganik pada Media Vacin dan Went
No. Bahan Jumlah per liter media
1. Ca3(PO4)2 (Tricalsium fosfat) 0,200 gr
2. KNO3 (Potassium nitrat) 0,525 gr
3. KH2PO4 (Monopotassium fosfat) 0,250 gr
4. MgSO4.7H2O (Magnesium fosfat) 0,250 gr
5. (NH4)2SO4 (Ammonium fosfat) 0,500 gr
6. MnSO4.4H2O (Mangan sulfat) 0,0075 gr
Komposisi unsur-unsur hara yang terdapat dalam media dasar Vacin and
Went yang digunakan dalam perbanyakan anggrek belum cukup untuk memacu
pertumbuhan anggrek secara optimal. Dengan berkembangnya teknik kultur in
vitro, modifikasi komposisi media tumbuh dilakukan dengan menambahkan
bahan-bahan alami atau senyawa organik seperti „yeast‟, air kelapa, pisang dan
tomat untuk merangsang pertumbuhan bibit dalam botol. Media kultur in vitro
yang memenuhi syarat adalah mengandung unsur hara makro dan mikro dalam
kadar dan perbandingan tertentu, sumber energi seperti sukrosa, vitamin, dan zat
pengatur tumbuh (ZPT) (Wattimena, 1992 dalam Nurhayati, 2004).
16
Menurut Syammiah (2006) menyatakan bahwa modifikasi terhadap
beberapa media standar MS, VW dan KC telah diteliti. Misalnya penelitian
Apriani (1996) menggunakan MS ditambah air kelapa, jus pisang dan tomat, dan
penelitian Yulinda (2003) menggunakan VW ditambah air kelapa, bubur pisang,
bubur ubi kayu, ragi, dan ampas kedelai. Mereka menghasilkan modifikasi yang
cukup baik.
2.4 Tomat
Tomat (Lycopersicum commune) merupakan salah satu jenis buah yang
dapat ditambahkan pada media kultur sebagai bahan alami atau senyawa organik
yang mendukung pertumbuhan. Tomat memiliki komposisi zat yang cukup
lengkap dan baik. Hasil analisis kandungan buah tomat (per 100 gr) yang
didapatkan dari Data Nutrisi USDA adalah energi (74 kJ), karbohidrat (3,9 gr),
lemak (0,2 gr), protein (0,9 gr), kadar air (94,5 gr), vitamin A (42 μg), vitamin B1
(0,037 mg), vitamin B3 (0,594 mg), vitamin B6 (0,08 mg), vitamin C (14 mg),
vitamin E (0,53 mg), vitamin K (7,9 μg), magnesium (11 mg), mangan (0,114
mg), fosfor (24 mg), kalium (273 mg), dan likopen (2573 μg).
2.5 Peranan Tomat dan Media VW terhadap Pertumbuhan Planlet Anggrek
Masalah utama yang berkaitan dengan proses pertumbuhan adalah bila
planlet yang ditanam mengalami stagnasi. Mestinya, pertumbuhan ditandai
dengan pertambahan ukuran. Media kultur merupakan salah satu faktor yang
dapat mengakibatkan staganasi pertumbuhan, karena dari kondisi medialah suatu
sel dapat atau tidak terdorong melakukan proses pembelahan dan pembesaran
dirinya (Nurhayati, 2004).
17
Menurut Widiastoety (2001), penambahan bahan-bahan organik ke dalam
media dasar sebagai sumber gula, vitamin, zat pengatur tumbuh dan asam amino
dapat meningkatkan pertumbuhan dan diferensiasi sel pada tanaman. Buah tomat
mengandung komponen-komponen yang dapat dimanfaatkan sebagai zat organik
tambahan pada media dasar kultur in vitro seperti vitamin (A, B1, B3, B6, C, E,dan
K), kalium, fosfor, magnesium, karbohidrat dan protein. Hasil penelitian
Muharyati, et.all. (2015) menunjukkan bahwa penambahan jus tomat 100 gr/l
pada media Murashige and Skoog (MS) mampu meningkatkan pertumbuhan
anggrek Vanda helvola. Sementara, penelitian oleh Dwiyani, et.all. (2012),
dilakukan variasi pemberian ekstrak tomat dengan kadar 50 gr/l, 100 gr/l, 150 gr/l,
200 gr/l, 250 gr/l ke dalam media NP (New Phalaenopsis) dengan hasil terbaik
dalam perkecambahan anggrek Vanda tricolor Lindl. var suavis adalah 150 gr/l.
Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan planlet adalah vitamin.
Vitamin berperan dalam proses pertumbuhan sebagai katalisator dalam proses
metabolisme. Vitamin B1 (tiamin) yang terkandung dalam buah tomat merupakan
vitamin yang berfungsi untuk mempercepat pembelahan sel pada meristem akar.
Tiamin berfungsi sebagai koenzim dalam metabolisme karbohidrat serta
meningkatkan aktivitas hormon yang terdapat dalam jaringan tanaman,
selanjutnya hormon tersebut akan mendorong pembelahan sel-sel baru (Amalia,
2013). Vitamin C pada tomat bertujuan untuk mencegah terjadinya pencoklatan
pada permukaan irisan jaringan (Hendaryono, 2002).
Kandungan unsur pada buah tomat juga dapat mempengaruhi
pertumbuhan planlet anggrek. Unsur yang paling banyak adalah kalium dan
fosfor. Unsur kalium berperan dalam memperkuat tubuh tanaman, memperlancar
18
metabolisme dan mempengaruhi penyerapan makanan. Sementara unsur fosfor
berperan dalam pembentukan karbohidrat yang dibutuhkan pada saat
pertumbuhan benih (Hendaryono, 2002). Kekurangan unsur fosfor menyebabkan
planlet kerdil dengan warna daun hijau tua, daun tegak dan anakan sedikit
(Dchrmann, 2000 dalam Alfakihuddin, 2013).
Buah tomat yang masak mengandung hormon sitokinin dengan konsentrasi
yang rendah, sitokinin dalam buah tomat berkurang seiring masaknya buah tomat.
Desai dan Chism (2006) menyebutkan bahwa 1000 gr buah tomat hijau
didapatkan 10,35 μg benzylaminopurin, sedangkan dari 1000 gr buah tomat yang
sudah masak merah mengandung 0,15 μg benzylaminopurin. Neumann, et.all.,
(2009) menyebutkan bahwa fitohormon dalam konsentrasi rendah memiliki efek
stimulan yang spesifik pada tanaman, sedangkan pada konsentrasi tinggi memiliki
efek menghambat.
Fosfet (1981 dalam Indriani, 2014) menyatakan bahwa sitokinin dapat
mendorong pembelahan sel dalam jaringan dengan cara meningkatkan peralihan
proses pembelahan dari G2 ke mitosis. Proses peralihan fase ini disebabkan
karena sitokinin mampu menaikkan laju sintesis protein di dalam sel. Protein
tersebut adalah protein pembangun atau enzim yang berperan dalam proses
mitosis. Wijayani, et.all. (2007) menyebutkan bahwa sitokinin juga
memperpendek fase S yaitu dengan cara mengaktifkan DNA, sehingga ukuran
salinan DNA menjadi dua kali lebih besar sehingga menggandakan laju sintesis
DNA. Selain itu, sitokinin dapat mempengaruhi ekspresi gen Knotted Like
Homeobox (KNOX) yang mengkode suatu protein yang berfungsi memacu
pertumbuhan dan pemeliharaan meristem ujung batang (MUB) supaya sel-selnya
19
selalu bersifat meristematik (Harni, 2003 dalam Indriani, 2014). Sehingga dapat
dikatakan bahwa penambahan tomat pada media kultur berpotensi untuk
mempercepat pertumbuhan secara in vitro.
2.6 Sumber Belajar
2.6.1 Pengertian Sumber Belajar
Sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat memberikan kemudahan
kepada peserta didik dalam memperoleh sejumlah informasi, pengetahuan,
pengalaman dan ketrampilan dalam proses belajar mengajar (Mulyasa, 2004).
Selain itu, sumber belajar adalah segala macam sumber yang ada diluar diri
peserta didik dan yang memudahkan terjadinya proses belajar.
Sumber belajar meliputi apa saja dan siapa saja yang memungkinkan
peserta didik dapat belajar. Setiap sumber belajar harus memuat pesan
pembelajaran dan harus ada interaksi timbal balik antara peserta didik dengan
sumber belajar tersebut. Sumber belajar dapat juga berarti satu set bahan atau
situasi yang sengaja diciptakan untuk menunjang peserta didik belajar (Warsita,
2008). Dengan demikian, sumber belajar adalah segala sesuatu yang
mendatangkan manfaat dan memberikan kemudahan kepada peserta didik dalam
memperoleh sejumlah informasi, pengetahuan, pengalaman dan keterampilan
yang dapat memudahkan pencapaian tujuan belajar (Badriyah, 2010).
2.6.2 Klasifikasi Sumber Belajar
Secara garis besar, sumber belajar diklasifikasikan menjadi; manusia,
bahan, lingkungan, alat dan peralatan, aktivitas, pesan dan teknik. Manusia yaitu
orang yang menyampaikan pesan secara langsung. Bahan yaitu sesuatu yang
20
mengandung pesan pembelajaran, seperti film pendidikan, peta, grafik, buku
paket, dan sebagainya yang biasanya disebut sebagai media pengajaran maupun
bahan yang bersifat umum. Lingkungan yaitu ruang dan tempat dimana sumber-
sumber dapat berinteraksi dengan para peserta didik. Alat dan peralatan adalah
perangkat yang digunakan untuk menyampaikan pesan. Aktivitas adalah
pengajaran berprogram dengan kombinasi antar suatu teknik dengan sumber lain
untuk memudahkan belajar. Pesan adalah informasi yang diteruskan oleh
komponen lain dalam bentuk ide, fakta, artu dan data. Teknik adalah prosedur
rutin yang disiapkan untuk menggunakan bahan, peralatan, orang dan lingkungan
untuk menyampaikan pesan (Mulyasa, 2004).
Sedangkan klasifikasi sumber belajar menurut Sudjana, et.all., (2001)
yaitu: sumber belajar tercetak, sumber belajar non cetak, sumber belajar yang
terbentuk fasilitas, sumber belajar yang berupa kegiatan, dan sumber belajar yang
berupa lingkungan di masyarakat. Sumber belajar tercetak berupa buku, brosur,
majalah, kamus, dan lain-lain. Sumber belajar non cetak berupa video, film,
objek, dan lain-lain. Sumber belajar yang terbentuk fasilitas berupa perpustakaan,
laboratorium, studio, lapangan, dan lain-lain. Sumber belajar yang berupa
kegiatan berupa wawancara, kerja, kelompok, observasi, dan lain-lain. sumber
belajar yang berupa lingkungan di masyarakat berupa taman, terminal, toko,
pasar, pabrik, dan lain-lain.
2.6.3 Ciri-ciri Sumber Belajar
Hakikatnya sumber belajar begitu luas dan kompleks, lebih dari sekedar
media pembelajaran. Segala hal yang sekiranya diprediksikan akan mendukung
dan dapat dimanfaatkan untuk keberhasilan pembelajaran dapat dipertimbangkan
21
menjadi sumber belajar. Secara garis besar sumber belajar memiliki ciri-ciri
sebagai berikut; 1) sesuatu daya atau kekuatan yang dapat memberi sesuatu yang
diperlukan dalam rangka proses pembelajaran, 2) mempunyai nilai-nilai belajar
yakni merubah dan membawa perubahan sesuai denga tujuan, 3) dapat
dipergunakan secara keseluruhan ataupun sebagian (Tarmizi, 2012).
2.6.4 Fungsi Sumber Belajar
Menurut Mulyasa (2004) fungsi sumber belajar sebagai berikut; 1)
merupakan pembuka jalan dan pengembangan wawasan terhadap proses belajar
mengajar yang ditempuh, 2) merupakan pemandu teknis dan langkah-langkah
operasional untuk menelusuri secara teliti guna penguasaan keilmuan, 3)
memberikan ilustrasi dan contoh-contoh yang berkaitan dengan aspek-aspek
bidang keilmuan yang dipelajari, 4) memberikan petunjuk dan gambaran kaitan
bidang keilmuan yang sedang dipelajari dengan berbagai bidang keilmuan
lainnya, 5) menginformasikan sejumlah penemuan baru yang pernah diperoleh
orang lain yang berhubungan dengan bidang keilmuan tertentu, 6) menunjukkan
berbagai permasalahan yang timbul dan merupakan konsekuensi logis dalam
suatu bidang keilmuan.
2.6.5 Kriteria Pemilihan Sumber Belajar
Kriteria pemilihan sumber belajar yang perlu diperhatikan meliputi; tujuan
yang ingin dicapai, ekonomis, praktis dan sederhana, gampang didapat dan
fleksibel atau luwes. Tujuan yang ingin dicapai adalah sumber belajar yang
digunakan untuk menimbulkan motivasi, untuk keperluan pengajaran, untuk
keperluan penelitian ataukah untuk pemecahan masalah. Ekonomis adalah sumber
belajar yang dipilih harus murah. Praktis dan sederhana adalah sumber belajar
22
yang sederhana, tidak memerlukan peralatan khusus, tidak mahal dan tidak
membutuhkan tenaga terampil yang khusus. Gampang didapat adalah sumber
belajar yang ada disekitar kita dan mudah mendapatkannya. Fleksibel atau luwes
adalah sumber belajar yang dapat dimanfaatkan dalam berbagai kondisi dan
situasi (Soeharto, 2003).
2.6.6 Syarat Hasil Penelitian sebagai Sumber Belajar
Suatu penelitian dapat dijadikan sebagai sumber belajar harus melalui
kajian proses dan identifikasi hasil penelitian. Agar dapat digunakan sebagai
sumber belajar, maka penelitian tersebut dapat ditinjau dari kajian proses dan hasil
penelitian. Proses kajian penelitian berkaitan dengan pengembangan keterampilan
sedangkan hasil penelitiannya berupa fakta dan konsep (Munajah, 2015).
Menurut (Suhardi, 2012 dalam Munajah, 2015), hasil penelitian dapat
dijadikan sebagai sumber belajar apabila memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-
syarat sumber belajar, yaitu; a) Kejelasan Potensi, besarnya potensi suatu objek
dan gejalanya untuk dapat diangkat sebagai sumber belajar terhadap permasalahan
biologi berdasarkan konsep kurikulum. Potensi suatu objek sendiri ditentukan
oleh ketersediaan objek dan permasalahan yang dapat diungkap untuk
menghasilkan fakta-fakta dan konsep-konsep dari hasil penelitian yang harus
dicapai dalam kurikulum. Kejelasan potensi ditunjukkan oleh ketersediaan objek
dan ragam permasalahan yang dapat diungkapkan dalam penelitian, b) Kesesuaian
dengan tujuan, kesesuaian yang dimaksud adalah hasil penelitian dengan
kompetensi dasar (KD) yang tercantum berdasarkan kurikulum 2013 pada materi
bioteknologi, c) Kejelasan sasaran, sasaran kejelasan penelitian ini adalah objek
dan subjek penelitian, d) Kejelasan informasi yang diungkap, kejelasan informasi
23
dalam penelitian ini dapat dilihat dari 2 aspek yaitu proses dan produk penelitian
yang disesuaikan dengan kurikulum, e) Kejelasan pedoman eksplorasi, kejelasan
pedoman eksplorasi diperlukan dalam prosedur kerja dalam melaksanakan
penelitian yang meliputi peneltuan sampel penelitian, alat dan bahan, cara kerja,
pengolahan data dan penarikan kesimpulan, f) Kejelasan perolehan yang
diharapkan, kejelasan perolehan yang diharapkan kejelasan hasil berupa proses
dan produk penelitian yang dapat digunakan sebagai sumber belajar berdasarkan
aspek-aspek dalam tujuan belajar biologi yang meliputi perolehan kognitif,
perolehan afektif, dan perolehan psikomotorik.
Berdasarkan syarat-syarat sumber belajar yang meliputi kejelasan potensi,
kejelasan tujuan, kejelasan informasi yang diungkap, kejelasan pedoman
eksplorasi, dan kejelasan perolehan yang diharapkan, maka hasil penelitian ini
dapat dijadikan sebagai sumber belajar biologi.
2.6.7 Pemanfaatan Hasil Penelitian dalam Bentuk Jurnal
Jurnal merupakan bentuk publikasi ilmiah yang memuat hasil kegiatan
bidang keilmuan, baik berupa hasil pengamatan empirik maupun kajian
konseptual dan merupakan sarana komunikasi untuk berinteraksi satu sama lain
serta saling mengisi dalam membangun suatu bidang keilmuan (Tim Pascasarjana
UB, 2010).
Jurnal ilmiah mempunyai kaidah-kaidah khusus yang harus diikuti oleh
peneliti. Kaidah-kaidah tersebut sudah terstandarisasi pada setiap kelompok
bidang ilmu. Misalnya untuk bidang kesehatan masuk pada kelompok
“biomedical” sehingga hampir semua jurnal dalam bidang kesehatan mempunyai
kaidah yang sama. Seorang peneliti yang ingin menerbitkan tulisannya, harus
24
mengikuti kaidah-kaidah tersebut yang biasanya terlihat pada Petunjuk Bagi
Penulis (Guidance for Authors), yang ada di setiap jurnal. Pedoman yang dibuat
ini disusun mengikuti petunjuk umum yang telah ada (Anonymous, 2011).
Adapun penulisan artikel jurnal ilmiah atau karya tulis ilmiah harus
memenuhi pedoman yang berlaku di antaranya terdiri atas:
a) Judul
Judul diharapkan mencerminkan dengan tepat masalah yang akan dibahas,
selain itu harus menggambarkan keterkaitan variabel yang digunakan dalam
penelitian.
b) Penulis (Author)
Pakar dalam penelitian ini adalah jelas orang- orang yang melakukan terjun
langsung dalam penelitian, pengamatan, pengujian, serta terlibat dalam
penyusunan laporan.
c) Abstrak
Abstrak merupakan kondensasi singkat dari isi karangan yang dapat
memberikan informasi mengenai isi keseluruhan karangan, yang dalam
penelitian ini berisi; 1) tujuan penelitian, 2) metode penelitian secara ringkas
sesuai dengan rancangan penelitian yang telah disusun, dan 3) hasil penelitian.
Abstrak diketik dengan spasi tunggal dan hendaknya disertai dengan 3-5 kata-
kata kunci.
d) Pendahuluan
Pendahuluan merupakan bagian yang memberikan gambaran ringkas dan jelas
mengenai masalah dan menghadapkan pembaca pada beberapa pustaka yang
relevan.
25
e) Metode Penelitian
Salah satu kriteria utama dalam penulisan metode penelitian yang baik adalah
apabila peneliti lain dapat mengulangi penelitian tersebut setelah membaca
uraian yang ada, dan sebaiknya diuraikan dengan ringkas, lengkap dan tepat.
f) Hasil Penelitian
Hasil penelitian bertujuan untuk mengemukakan bagian yang berisi
penemuan-penemuan penelitian, penjelasan serta penafsiran data, dan
hubungan data yang diperoleh.
g) Pembahasan
Pembahasan disusun dengan berpedoman pada hipotesis dan tujuan penelitian.
Harapan- harapan dalam hipotesis harus disesuaikan dengan hasil-hasil pokok
penelitian.
h) Kesimpulan
Kesimpulan memuat ringkasan uraian, atau jawaban sistematis dari masalah
yang diajukan secara singkat. Kesimpulan dalam penelitian ini, terdiri dari 3
kesimpulan
i) Daftar Pustaka
Daftar pustaka berisi informasi tentang sumber pustaka yang telah dirujuk
dalam tubuh tulisan. Daftar pustaka yang digunakan dalam penyusunan serta
penguatan konsep- konsep yang digunakan berupa buku, jurnal, skripsi, ujian
akhir serta blog dari internet (Tim Pascasarjana UB, 2010).
26
peranan
2.7 Kerangka Konseptual dan Hipotesis Penelitian
2.7.1 Kerangka Konseptual
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
Perbanyakan anggrek secara in vitro
Media VW Media MS Media KC
Penambahan konsentrasi jus tomat
Mempercepat
pembelahan sel
Mempengaruhi proses
fisiologis
Mempercepat
perkembangan akar
Pertumbuhan anggrek dendrobium
menjadi cepat
Jumlah tunas
Persentase
planlet hidup
Tinggi planlet
Jumlah daun
Jumlah akar
Hasil penelitian
Sumber Belajar Biologi
Jurnal Ilmiah
menggunakan
kandungan Vitamin, kalium, fosfor,
hormon sitokinin
Dilihat dari
Biji Jaringan
Planlet
Unsur hara
makro dan
mikro
kandungan
melalui