bab 2 tinjauan pustaka 2.1 anggrek...

20
8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anggrek Dendrobium Dendrobium berasal dari kata “dendro” yang berarti pohon dan “biosyang berarti hidup. Jadi, dendrobium berarti anggrek yang tumbuh di pohon yang masih hidup. Anggrek ini memiliki sekitar 1.400 spesies yang tersebar sangat luas di seluruh dunia, dari Jepang, Cina, India, Semenanjung Malaka, Indonesia, Pulau Papua, sampai Australia. Anggrek ini mempunyai bunga yang menawan dan jenisnya juga termasuk yang terbanyak (Parnata, 2007). Berdasarkan pola pertumbuhannya, tanaman anggrek dibedakan menjadi dua, yaitu tipe simpodial dan tipe monopodial. Anggrek tipe simpodial adalah anggrek yang tidak memiliki batang utama, bunga keluar dari ujung batang, dan akan berbunga kembali pada pertumbuhan anakan atau tunas baru. Contoh anggrek tipe simpodial adalah Dendrobium. Dendrobium memiliki kekhasan tersendiri, yaitu dapat mengeluarkan tangkai bunga baru di sisi-sisi batangnya (Prasetyo, 2009). Menurut Dressler dan Dodson (2000), klasifikasi anggrek Dendrobium adalah sebagai berikut. Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Ordo : Orchidales

Upload: ngodieu

Post on 28-May-2019

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

8

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anggrek Dendrobium

Dendrobium berasal dari kata “dendro” yang berarti pohon dan “bios”

yang berarti hidup. Jadi, dendrobium berarti anggrek yang tumbuh di pohon yang

masih hidup. Anggrek ini memiliki sekitar 1.400 spesies yang tersebar sangat luas

di seluruh dunia, dari Jepang, Cina, India, Semenanjung Malaka, Indonesia, Pulau

Papua, sampai Australia. Anggrek ini mempunyai bunga yang menawan dan

jenisnya juga termasuk yang terbanyak (Parnata, 2007).

Berdasarkan pola pertumbuhannya, tanaman anggrek dibedakan

menjadi dua, yaitu tipe simpodial dan tipe monopodial. Anggrek tipe

simpodial adalah anggrek yang tidak memiliki batang utama, bunga keluar

dari ujung batang, dan akan berbunga kembali pada pertumbuhan anakan atau

tunas baru. Contoh anggrek tipe simpodial adalah Dendrobium. Dendrobium

memiliki kekhasan tersendiri, yaitu dapat mengeluarkan tangkai bunga baru di

sisi-sisi batangnya (Prasetyo, 2009).

Menurut Dressler dan Dodson (2000), klasifikasi anggrek Dendrobium

adalah sebagai berikut.

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Ordo : Orchidales

9

Famili : Orchidaceae

Subfamili : Epidendroideae

Suku : Epidendreae

Subsuku : Dendrobiinae

Genus : Dendrobium

Spesies : Dendrobium conanthum

Para ahli botani mengelompokkan genus dendrobium dalam beberapa

bagian yang berbeda. Holtum (1965) dalam Widiastoety, et.all (2010)

mengelompokkan genus dendrobium dalam 20 bagian, yaitu; 1) Diplocaulobium,

2) Desmotrichum, 3) Sarcopodium, 4) Bolbidium, 5) Euphlebium, 6) Latourea, 7)

Callista, 8) Eugenanthe, 9) Nigrohirsutae, 10) Phalaenanthe, 11) Ceratobium, 12)

Stachyobium, 13) Pedilonum, 14) Distichophyllum, 15) Rhopalanthe, 16)

Aporum, 17) Oxystophyllum, 18) Strongyle, 19) Grastidium, dan 20) Conostalix.

2.1.1 Morfologi Anggrek Dendobium

Umumnya akar anggrek dendrobium silindris, berdaging, lunak dan mudah

patah. Bagian ujung akar meruncing, licin, dan sedikit lengket. Dalam keadaan

kering akar akan tampak berwarna putih keperak-perakan dan hanya bagian ujung

akar saja yang berwarna hijau kekuningan. Akar yang sudah tua akan kelihatan

coklat dan kering (Widiastoety, 2003).

Batang anggrek dendrobium termasuk simpodial, yaitu batang yang

pertumbuhannya terbatas dan tidak memiliki batang utama. Bunga anggrek tipe

simpodial keluar dari ujung batang dan berbunga kembali dari anakan yang

tumbuh. Batang dendrobium dapat mengeluarkan tangkai bunga baru dari sisi-sisi

batangnya (Agromedia, 2007 dalam Oktavina, 2011).

10

Buah anggrek berbentuk kapsular yang di dalamnya terdapat biji yang

sangat banyak dan berukuran sangat kecil dan halus seperti tepung. Biji-biji

anggrek tersebut tidak memiliki endosperm (cadangan makanan) sehingga dalam

perkecambahannya diperlukan nutrisi dari luar atau lingkungan sekitarnya

(Widiastoety, 2003).

2.1.2 Syarat Tumbuh Anggrek Dendrobium

Ada beberapa kondisi optimal yang menyebabkan anggrek dapat tumbuh

dengan baik. Kondisi tersebut berkaitan dengan cahaya matahari, suhu, angin, dan

air (Parnata, 2007). Pada umumnya kebutuhan cahaya anggrek Dendrobium

sekitar 35- 65%. Namun Dendrobium phalaenopsis yang tergolong anggrek litofit

atau anggrek yang tumbuh pada batu-batuan, dapat tahan terhadap cahaya

matahari penuh (100%). Sedangkan Dendrobium yang tergolong anggrek epifit,

kebutuhan intensitas cahaya hanya sekitar 50-60% (Prasetyo, 2009).

Anggrek membutuhkan sirkulasi udara yang baik. Udara yang baik untuk

pertumbuhan anggrek adalah udara yang berhembus lembut secara terus-menerus

sepanjang hidupnya. Sirkulasi udara yang terlalu kencang bisa menyebabkan

anggrek mengalami dehidrasi karena air di permukaan daun dan akar mudah

terbawa embusan udara. Sebaliknya, jika udara tidak berhembus, proses respirasi

dan fotosintesis tidak berjalan dengan baik (Parnata, 2007).

Semua jenis anggrek memerlukan kelembaban yang cukup tinggi. Di alam

aslinya anggrek mengambil sebagian kebutuhan airnya melalui udara, baik lewat

akar maupun mulut daun. Pada umumnya tanaman anggrek membutuhkan

kelembaban udara pada siang hari berkisar antara 50-80% dan pada musim

berbunga sekitar 50-60% (Prasetyo, 2009). Di alam, saat terjadi hujan, tanaman

11

anggrek akan basah, tetapi dua jam kemudian kering kembali. Ini

mengindikasikan bahwa tanaman anggrek tidak menyukai keadaan becek dan

banyak air. Pada kelembaban yang terlalu kering, kebutuhan tanaman anggrek

terhadap air sulit terpenuhi dan pada keadaan terlalu kering anggrek juga snagat

rentan terhadap serangan penyakit dan dehidrasi (Parnata, 2007).

Tanaman anggrek akan tumbuh dengan baik jika kebutuhan airnya

tercukupi. Sehingga dalam frekuensi dan banyaknya penyiraman sangat

tergantung pada cuaca (suhu, angin, dan cahaya), jenis, ukuran tanaman, serta

keadaan lingkungan tanaman. Penyiraman yang berlebihan akan menyebabkan

penyakit kebusukan yang disebabkan oleh bakteri atau cendawan (Prasetyo,

2009).

2.1.3 Sistem Perbanyakan Anggrek Dendrobium

Perbanyakan tanaman anggrek dilakukan dengan dua cara, yaitu generatif

dan vegetatif. Perbanyakan secara generatif dilakukan dengan cara menanam biji

anggrek yang dihasilkan dari hasil persilangan. Biji-biji ini secara genetik

memiliki sifat heterozigot (beragam), sehingga sangat sulit untuk mendapatkan

anakan anggrek yang sifatnya sama dengan sang induk. Biji yang telah matang

disemai dalam botol secara in vitro (Andiani, Y., 2008).

Perbanyakan secara generatif dilakukan dengan penyerbukan, dimana

benang sari jatuh pada kepala putik. Penyerbukan ini ada dua cara yaitu benang

sari dan kepala putik berasal dari satu tanaman disebut juga penyerbukan sendiri

atau berasal dari tanaman yang berbeda disebut juga penyerbukan silang.

Sementara, perbanyakan vegetatif dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu

dengan penyetekan, pemisahan anakan (spliting), pemotongan anak tanaman yang

12

keluar dari tangkai bunga (keiki) dan kultur jaringan. Perbanyakan anggrek

dengan kultur jaringan merupakan cara yang paling modern dan dapat dilakukan

pada semua jenis anggrek (Andiani, Y., 2008).

Pada perbanyakan bibit anggrek dengan kultur in vitro, dilewati beberapa

tahap-tahap kegiatan. Tahap awal ialah tahap perkecambahan biji menjadi plb

(protocorm like bodies). Perkembangan berikutnya tahap perkembangan plb

membentuk daun, akar, tunas, dalam bentuk mini yang disebut planlet. Setelah

tahap ini planlet dapat di sub kultur untuk membuatnya menjadi banyak tunas atau

langsung dipersiapkan untuk tahap aklimatisasi (Simatupang, 2012).

2.2 Kultur In Vitro

Kultur jaringan atau kultur in vitro adalah suatu teknik untuk mengisolasi

sel, protoplasma, jaringan, dan organ dan menumbuhkan bagian tersebut pada

nutrisi yang mengandung zat pengatur tumbuh tanaman pada kondisi aseptik,

sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi

menjadi tanaman sempurna. Disebut sebagai kultur in vitro (bahasa latin, berarti

“di dalam kaca”) karena jaringan dibiakkan di dalam tabung kaca, botol kaca,

cawan petri atau material tembus pandang lainnya (Nugrahani, et.all., 2011).

Teknik kultur jaringan akan dapat berhasil dengan baik apabila syarat

tumbuh terpenuhi. Syarat-syarat tersebut meliputi pemilihan ekplan sebagai bahan

dasar untuk pembentukan kalus, penggunaan media yang cocok, keadaan yang

aseptik dan pengaturan udara yang baik terutama untuk kultur cair. Meskipun

pada prinsipnya semua jenis sel dapat ditumbuhkan, tetapi sebaiknya dipilih

bagian tanaman yang masih muda dan mudah tumbuh yaitu bagian meristem. Bila

13

menggunakan embrio, yang perlu diperhatikan adalah kemasakan embrio, waktu

imbibisi, temperatur dan dormansi (Hendaryono, 2002).

2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan secara In Vitro

2.3.1 Eksplan

Eksplan adalah bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan untuk

inisiasi suatu kultur. Eksplan yang digunakan harus dalam keadaan aseptik

melalui prosedur sterilisasi dengan berbagai bahan kimia. Dari eksplan aseptik

kemudian diperoleh kultur aseptik yaitu kultur dengan hanya satu macam

organisme yang diinginkan (Gunawan, 1992). Eksplan yang digunakan dapat

berukuran sangat kecil seperti kelompok sel sampai ukuran cukup besar yang

sudah membentuk organ. Eksplan yang berukuran besar mudah terkontaminasi,

sedangkan eksplan yang berukuran kecil tingkat pertumbuhannya lebih rendah

(Maslukhah, 2008).

2.3.2 Sub Kultur

Sub kultur merupakan salah satu kegiatan penting dalam teknik kultur in

vitro. Menurut Gunawan (1992) sub kultur adalah pemindahan kultur aseptik dari

satu media kultur ke dalam media kultur yang lain, baik yang sama maupun

berbeda jenis atau komposisi media kulturnya, dengan jangka waktu tertentu.

Kegiatan sub kultur dilakukan sesuai jenis tanaman yang dikulturkan. Sub kultur

anggrek dilakukan 3-4 kali dari waktu penanaman biji.

Masa saat kultur aseptik berada di dalam media disebut masa inkubasi.

Setiap masa inkubasi disebut passage. Passage pertama adalah sub kultur pertama

dari jaringan yang terbentuk dari eksplan awal. Sedangkan passage kedua berarti

adalah sub kultur kedua, demikian seterusnya (Maslukhah, 2008).

14

Bahan yang diambil dari setiap sub kultur disebut inokulan. Inokulan dapat berupa

eksplan maupun tunas steril. Sub kultur eksplan dilakukan dengan memindahkan

eskplan yang diinginkan yang sebelumnya dipotong terlebih dahulu. Sedangkan

sub kultur tunas steril dilakukan dengan memindahkan tunas yang sebelumnya

telah dipotong daunnya. Tujuannya adalah mengurangi resiko kontaminasi pada

kultur. Tujuan sub kultur yang lain adalah untuk pemantapan kloning (Gunawan,

1992).

2.3.3 Media

Media perumbuhan kultur in vitro adalah media buatan dan semua

kegiatan dilakukan dengan keadaan steril. Soeryowinoto (2000) menyatakan

bahwa media adalah senyawa-senyawa organik maupun anorganik yang

diperlukan untuk pertumbuhan dengan syarat-syarat tertentu. Dalam pembuatan

media yang perlu diperhatikan adalah unsur-unsur makro, mikro, suplemen, dan

zat pengatur tumbuh.

Media merupakan faktor utama dalam perbanyakan tanaman melalui

kultur in vitro. Media dasar yang digunakan adalah VW (Vacin dan Went), MS

(Murashige Skoog), dan KC (Knudson C). Setiap media dasar berisi komponen

bahan kimia yang hampir sama, hanya agak berbeda dalam besarnya kadar untuk

tiap-tiap persenyawaan (Zulkarnain, 2009). Media dasar yang paling banyak

digunakan untuk perbanyakan anggrek secara in vitro adalah media VW.

Media VW diformulasikan dan diperkenalkan oleh E. Vacin dan F. Went

sejak tahun 1949 ini terdiri dari unsur hara makro dan mikro dalam bentuk garam-

garam anorganik dengan jumlah yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman

khususnya anggrek (Rupawan, et.all., 2014). Media Vacin dan Went mengandung

15

unsur hara makro yang meliputi Karbon (C), Hidrogen (H), Oksigen (O),

Nitrogen (N), Sulfur (S), Fosfor (P), Kalium (K), Kalsium (Ca), dan Magnesium

(Mg), serta unsur mikro meliputi Besi (Fe) dan Mangan (Mn) yang semuanya

dalam bentuk garam anorganik. Unsur-unsur hara dalam bentuk garam tersebut

merupakan bahan dasar penyusun protein, asam nukleat, fosfolipid, dan aktivator

enzim yang diperlukan dalam proses fotosintesis dan respirasi, serta berperan

dalam pembelahan dan pembesaran sel (Widiastoety, 2010). Berikut ini adalah

tabel komposisi zat anorganik pada media Vacin dan Went menurut Widiastoety

(2014).

Tabel 1. Komposisi Zat Anorganik pada Media Vacin dan Went

No. Bahan Jumlah per liter media

1. Ca3(PO4)2 (Tricalsium fosfat) 0,200 gr

2. KNO3 (Potassium nitrat) 0,525 gr

3. KH2PO4 (Monopotassium fosfat) 0,250 gr

4. MgSO4.7H2O (Magnesium fosfat) 0,250 gr

5. (NH4)2SO4 (Ammonium fosfat) 0,500 gr

6. MnSO4.4H2O (Mangan sulfat) 0,0075 gr

Komposisi unsur-unsur hara yang terdapat dalam media dasar Vacin and

Went yang digunakan dalam perbanyakan anggrek belum cukup untuk memacu

pertumbuhan anggrek secara optimal. Dengan berkembangnya teknik kultur in

vitro, modifikasi komposisi media tumbuh dilakukan dengan menambahkan

bahan-bahan alami atau senyawa organik seperti „yeast‟, air kelapa, pisang dan

tomat untuk merangsang pertumbuhan bibit dalam botol. Media kultur in vitro

yang memenuhi syarat adalah mengandung unsur hara makro dan mikro dalam

kadar dan perbandingan tertentu, sumber energi seperti sukrosa, vitamin, dan zat

pengatur tumbuh (ZPT) (Wattimena, 1992 dalam Nurhayati, 2004).

16

Menurut Syammiah (2006) menyatakan bahwa modifikasi terhadap

beberapa media standar MS, VW dan KC telah diteliti. Misalnya penelitian

Apriani (1996) menggunakan MS ditambah air kelapa, jus pisang dan tomat, dan

penelitian Yulinda (2003) menggunakan VW ditambah air kelapa, bubur pisang,

bubur ubi kayu, ragi, dan ampas kedelai. Mereka menghasilkan modifikasi yang

cukup baik.

2.4 Tomat

Tomat (Lycopersicum commune) merupakan salah satu jenis buah yang

dapat ditambahkan pada media kultur sebagai bahan alami atau senyawa organik

yang mendukung pertumbuhan. Tomat memiliki komposisi zat yang cukup

lengkap dan baik. Hasil analisis kandungan buah tomat (per 100 gr) yang

didapatkan dari Data Nutrisi USDA adalah energi (74 kJ), karbohidrat (3,9 gr),

lemak (0,2 gr), protein (0,9 gr), kadar air (94,5 gr), vitamin A (42 μg), vitamin B1

(0,037 mg), vitamin B3 (0,594 mg), vitamin B6 (0,08 mg), vitamin C (14 mg),

vitamin E (0,53 mg), vitamin K (7,9 μg), magnesium (11 mg), mangan (0,114

mg), fosfor (24 mg), kalium (273 mg), dan likopen (2573 μg).

2.5 Peranan Tomat dan Media VW terhadap Pertumbuhan Planlet Anggrek

Masalah utama yang berkaitan dengan proses pertumbuhan adalah bila

planlet yang ditanam mengalami stagnasi. Mestinya, pertumbuhan ditandai

dengan pertambahan ukuran. Media kultur merupakan salah satu faktor yang

dapat mengakibatkan staganasi pertumbuhan, karena dari kondisi medialah suatu

sel dapat atau tidak terdorong melakukan proses pembelahan dan pembesaran

dirinya (Nurhayati, 2004).

17

Menurut Widiastoety (2001), penambahan bahan-bahan organik ke dalam

media dasar sebagai sumber gula, vitamin, zat pengatur tumbuh dan asam amino

dapat meningkatkan pertumbuhan dan diferensiasi sel pada tanaman. Buah tomat

mengandung komponen-komponen yang dapat dimanfaatkan sebagai zat organik

tambahan pada media dasar kultur in vitro seperti vitamin (A, B1, B3, B6, C, E,dan

K), kalium, fosfor, magnesium, karbohidrat dan protein. Hasil penelitian

Muharyati, et.all. (2015) menunjukkan bahwa penambahan jus tomat 100 gr/l

pada media Murashige and Skoog (MS) mampu meningkatkan pertumbuhan

anggrek Vanda helvola. Sementara, penelitian oleh Dwiyani, et.all. (2012),

dilakukan variasi pemberian ekstrak tomat dengan kadar 50 gr/l, 100 gr/l, 150 gr/l,

200 gr/l, 250 gr/l ke dalam media NP (New Phalaenopsis) dengan hasil terbaik

dalam perkecambahan anggrek Vanda tricolor Lindl. var suavis adalah 150 gr/l.

Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan planlet adalah vitamin.

Vitamin berperan dalam proses pertumbuhan sebagai katalisator dalam proses

metabolisme. Vitamin B1 (tiamin) yang terkandung dalam buah tomat merupakan

vitamin yang berfungsi untuk mempercepat pembelahan sel pada meristem akar.

Tiamin berfungsi sebagai koenzim dalam metabolisme karbohidrat serta

meningkatkan aktivitas hormon yang terdapat dalam jaringan tanaman,

selanjutnya hormon tersebut akan mendorong pembelahan sel-sel baru (Amalia,

2013). Vitamin C pada tomat bertujuan untuk mencegah terjadinya pencoklatan

pada permukaan irisan jaringan (Hendaryono, 2002).

Kandungan unsur pada buah tomat juga dapat mempengaruhi

pertumbuhan planlet anggrek. Unsur yang paling banyak adalah kalium dan

fosfor. Unsur kalium berperan dalam memperkuat tubuh tanaman, memperlancar

18

metabolisme dan mempengaruhi penyerapan makanan. Sementara unsur fosfor

berperan dalam pembentukan karbohidrat yang dibutuhkan pada saat

pertumbuhan benih (Hendaryono, 2002). Kekurangan unsur fosfor menyebabkan

planlet kerdil dengan warna daun hijau tua, daun tegak dan anakan sedikit

(Dchrmann, 2000 dalam Alfakihuddin, 2013).

Buah tomat yang masak mengandung hormon sitokinin dengan konsentrasi

yang rendah, sitokinin dalam buah tomat berkurang seiring masaknya buah tomat.

Desai dan Chism (2006) menyebutkan bahwa 1000 gr buah tomat hijau

didapatkan 10,35 μg benzylaminopurin, sedangkan dari 1000 gr buah tomat yang

sudah masak merah mengandung 0,15 μg benzylaminopurin. Neumann, et.all.,

(2009) menyebutkan bahwa fitohormon dalam konsentrasi rendah memiliki efek

stimulan yang spesifik pada tanaman, sedangkan pada konsentrasi tinggi memiliki

efek menghambat.

Fosfet (1981 dalam Indriani, 2014) menyatakan bahwa sitokinin dapat

mendorong pembelahan sel dalam jaringan dengan cara meningkatkan peralihan

proses pembelahan dari G2 ke mitosis. Proses peralihan fase ini disebabkan

karena sitokinin mampu menaikkan laju sintesis protein di dalam sel. Protein

tersebut adalah protein pembangun atau enzim yang berperan dalam proses

mitosis. Wijayani, et.all. (2007) menyebutkan bahwa sitokinin juga

memperpendek fase S yaitu dengan cara mengaktifkan DNA, sehingga ukuran

salinan DNA menjadi dua kali lebih besar sehingga menggandakan laju sintesis

DNA. Selain itu, sitokinin dapat mempengaruhi ekspresi gen Knotted Like

Homeobox (KNOX) yang mengkode suatu protein yang berfungsi memacu

pertumbuhan dan pemeliharaan meristem ujung batang (MUB) supaya sel-selnya

19

selalu bersifat meristematik (Harni, 2003 dalam Indriani, 2014). Sehingga dapat

dikatakan bahwa penambahan tomat pada media kultur berpotensi untuk

mempercepat pertumbuhan secara in vitro.

2.6 Sumber Belajar

2.6.1 Pengertian Sumber Belajar

Sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat memberikan kemudahan

kepada peserta didik dalam memperoleh sejumlah informasi, pengetahuan,

pengalaman dan ketrampilan dalam proses belajar mengajar (Mulyasa, 2004).

Selain itu, sumber belajar adalah segala macam sumber yang ada diluar diri

peserta didik dan yang memudahkan terjadinya proses belajar.

Sumber belajar meliputi apa saja dan siapa saja yang memungkinkan

peserta didik dapat belajar. Setiap sumber belajar harus memuat pesan

pembelajaran dan harus ada interaksi timbal balik antara peserta didik dengan

sumber belajar tersebut. Sumber belajar dapat juga berarti satu set bahan atau

situasi yang sengaja diciptakan untuk menunjang peserta didik belajar (Warsita,

2008). Dengan demikian, sumber belajar adalah segala sesuatu yang

mendatangkan manfaat dan memberikan kemudahan kepada peserta didik dalam

memperoleh sejumlah informasi, pengetahuan, pengalaman dan keterampilan

yang dapat memudahkan pencapaian tujuan belajar (Badriyah, 2010).

2.6.2 Klasifikasi Sumber Belajar

Secara garis besar, sumber belajar diklasifikasikan menjadi; manusia,

bahan, lingkungan, alat dan peralatan, aktivitas, pesan dan teknik. Manusia yaitu

orang yang menyampaikan pesan secara langsung. Bahan yaitu sesuatu yang

20

mengandung pesan pembelajaran, seperti film pendidikan, peta, grafik, buku

paket, dan sebagainya yang biasanya disebut sebagai media pengajaran maupun

bahan yang bersifat umum. Lingkungan yaitu ruang dan tempat dimana sumber-

sumber dapat berinteraksi dengan para peserta didik. Alat dan peralatan adalah

perangkat yang digunakan untuk menyampaikan pesan. Aktivitas adalah

pengajaran berprogram dengan kombinasi antar suatu teknik dengan sumber lain

untuk memudahkan belajar. Pesan adalah informasi yang diteruskan oleh

komponen lain dalam bentuk ide, fakta, artu dan data. Teknik adalah prosedur

rutin yang disiapkan untuk menggunakan bahan, peralatan, orang dan lingkungan

untuk menyampaikan pesan (Mulyasa, 2004).

Sedangkan klasifikasi sumber belajar menurut Sudjana, et.all., (2001)

yaitu: sumber belajar tercetak, sumber belajar non cetak, sumber belajar yang

terbentuk fasilitas, sumber belajar yang berupa kegiatan, dan sumber belajar yang

berupa lingkungan di masyarakat. Sumber belajar tercetak berupa buku, brosur,

majalah, kamus, dan lain-lain. Sumber belajar non cetak berupa video, film,

objek, dan lain-lain. Sumber belajar yang terbentuk fasilitas berupa perpustakaan,

laboratorium, studio, lapangan, dan lain-lain. Sumber belajar yang berupa

kegiatan berupa wawancara, kerja, kelompok, observasi, dan lain-lain. sumber

belajar yang berupa lingkungan di masyarakat berupa taman, terminal, toko,

pasar, pabrik, dan lain-lain.

2.6.3 Ciri-ciri Sumber Belajar

Hakikatnya sumber belajar begitu luas dan kompleks, lebih dari sekedar

media pembelajaran. Segala hal yang sekiranya diprediksikan akan mendukung

dan dapat dimanfaatkan untuk keberhasilan pembelajaran dapat dipertimbangkan

21

menjadi sumber belajar. Secara garis besar sumber belajar memiliki ciri-ciri

sebagai berikut; 1) sesuatu daya atau kekuatan yang dapat memberi sesuatu yang

diperlukan dalam rangka proses pembelajaran, 2) mempunyai nilai-nilai belajar

yakni merubah dan membawa perubahan sesuai denga tujuan, 3) dapat

dipergunakan secara keseluruhan ataupun sebagian (Tarmizi, 2012).

2.6.4 Fungsi Sumber Belajar

Menurut Mulyasa (2004) fungsi sumber belajar sebagai berikut; 1)

merupakan pembuka jalan dan pengembangan wawasan terhadap proses belajar

mengajar yang ditempuh, 2) merupakan pemandu teknis dan langkah-langkah

operasional untuk menelusuri secara teliti guna penguasaan keilmuan, 3)

memberikan ilustrasi dan contoh-contoh yang berkaitan dengan aspek-aspek

bidang keilmuan yang dipelajari, 4) memberikan petunjuk dan gambaran kaitan

bidang keilmuan yang sedang dipelajari dengan berbagai bidang keilmuan

lainnya, 5) menginformasikan sejumlah penemuan baru yang pernah diperoleh

orang lain yang berhubungan dengan bidang keilmuan tertentu, 6) menunjukkan

berbagai permasalahan yang timbul dan merupakan konsekuensi logis dalam

suatu bidang keilmuan.

2.6.5 Kriteria Pemilihan Sumber Belajar

Kriteria pemilihan sumber belajar yang perlu diperhatikan meliputi; tujuan

yang ingin dicapai, ekonomis, praktis dan sederhana, gampang didapat dan

fleksibel atau luwes. Tujuan yang ingin dicapai adalah sumber belajar yang

digunakan untuk menimbulkan motivasi, untuk keperluan pengajaran, untuk

keperluan penelitian ataukah untuk pemecahan masalah. Ekonomis adalah sumber

belajar yang dipilih harus murah. Praktis dan sederhana adalah sumber belajar

22

yang sederhana, tidak memerlukan peralatan khusus, tidak mahal dan tidak

membutuhkan tenaga terampil yang khusus. Gampang didapat adalah sumber

belajar yang ada disekitar kita dan mudah mendapatkannya. Fleksibel atau luwes

adalah sumber belajar yang dapat dimanfaatkan dalam berbagai kondisi dan

situasi (Soeharto, 2003).

2.6.6 Syarat Hasil Penelitian sebagai Sumber Belajar

Suatu penelitian dapat dijadikan sebagai sumber belajar harus melalui

kajian proses dan identifikasi hasil penelitian. Agar dapat digunakan sebagai

sumber belajar, maka penelitian tersebut dapat ditinjau dari kajian proses dan hasil

penelitian. Proses kajian penelitian berkaitan dengan pengembangan keterampilan

sedangkan hasil penelitiannya berupa fakta dan konsep (Munajah, 2015).

Menurut (Suhardi, 2012 dalam Munajah, 2015), hasil penelitian dapat

dijadikan sebagai sumber belajar apabila memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-

syarat sumber belajar, yaitu; a) Kejelasan Potensi, besarnya potensi suatu objek

dan gejalanya untuk dapat diangkat sebagai sumber belajar terhadap permasalahan

biologi berdasarkan konsep kurikulum. Potensi suatu objek sendiri ditentukan

oleh ketersediaan objek dan permasalahan yang dapat diungkap untuk

menghasilkan fakta-fakta dan konsep-konsep dari hasil penelitian yang harus

dicapai dalam kurikulum. Kejelasan potensi ditunjukkan oleh ketersediaan objek

dan ragam permasalahan yang dapat diungkapkan dalam penelitian, b) Kesesuaian

dengan tujuan, kesesuaian yang dimaksud adalah hasil penelitian dengan

kompetensi dasar (KD) yang tercantum berdasarkan kurikulum 2013 pada materi

bioteknologi, c) Kejelasan sasaran, sasaran kejelasan penelitian ini adalah objek

dan subjek penelitian, d) Kejelasan informasi yang diungkap, kejelasan informasi

23

dalam penelitian ini dapat dilihat dari 2 aspek yaitu proses dan produk penelitian

yang disesuaikan dengan kurikulum, e) Kejelasan pedoman eksplorasi, kejelasan

pedoman eksplorasi diperlukan dalam prosedur kerja dalam melaksanakan

penelitian yang meliputi peneltuan sampel penelitian, alat dan bahan, cara kerja,

pengolahan data dan penarikan kesimpulan, f) Kejelasan perolehan yang

diharapkan, kejelasan perolehan yang diharapkan kejelasan hasil berupa proses

dan produk penelitian yang dapat digunakan sebagai sumber belajar berdasarkan

aspek-aspek dalam tujuan belajar biologi yang meliputi perolehan kognitif,

perolehan afektif, dan perolehan psikomotorik.

Berdasarkan syarat-syarat sumber belajar yang meliputi kejelasan potensi,

kejelasan tujuan, kejelasan informasi yang diungkap, kejelasan pedoman

eksplorasi, dan kejelasan perolehan yang diharapkan, maka hasil penelitian ini

dapat dijadikan sebagai sumber belajar biologi.

2.6.7 Pemanfaatan Hasil Penelitian dalam Bentuk Jurnal

Jurnal merupakan bentuk publikasi ilmiah yang memuat hasil kegiatan

bidang keilmuan, baik berupa hasil pengamatan empirik maupun kajian

konseptual dan merupakan sarana komunikasi untuk berinteraksi satu sama lain

serta saling mengisi dalam membangun suatu bidang keilmuan (Tim Pascasarjana

UB, 2010).

Jurnal ilmiah mempunyai kaidah-kaidah khusus yang harus diikuti oleh

peneliti. Kaidah-kaidah tersebut sudah terstandarisasi pada setiap kelompok

bidang ilmu. Misalnya untuk bidang kesehatan masuk pada kelompok

“biomedical” sehingga hampir semua jurnal dalam bidang kesehatan mempunyai

kaidah yang sama. Seorang peneliti yang ingin menerbitkan tulisannya, harus

24

mengikuti kaidah-kaidah tersebut yang biasanya terlihat pada Petunjuk Bagi

Penulis (Guidance for Authors), yang ada di setiap jurnal. Pedoman yang dibuat

ini disusun mengikuti petunjuk umum yang telah ada (Anonymous, 2011).

Adapun penulisan artikel jurnal ilmiah atau karya tulis ilmiah harus

memenuhi pedoman yang berlaku di antaranya terdiri atas:

a) Judul

Judul diharapkan mencerminkan dengan tepat masalah yang akan dibahas,

selain itu harus menggambarkan keterkaitan variabel yang digunakan dalam

penelitian.

b) Penulis (Author)

Pakar dalam penelitian ini adalah jelas orang- orang yang melakukan terjun

langsung dalam penelitian, pengamatan, pengujian, serta terlibat dalam

penyusunan laporan.

c) Abstrak

Abstrak merupakan kondensasi singkat dari isi karangan yang dapat

memberikan informasi mengenai isi keseluruhan karangan, yang dalam

penelitian ini berisi; 1) tujuan penelitian, 2) metode penelitian secara ringkas

sesuai dengan rancangan penelitian yang telah disusun, dan 3) hasil penelitian.

Abstrak diketik dengan spasi tunggal dan hendaknya disertai dengan 3-5 kata-

kata kunci.

d) Pendahuluan

Pendahuluan merupakan bagian yang memberikan gambaran ringkas dan jelas

mengenai masalah dan menghadapkan pembaca pada beberapa pustaka yang

relevan.

25

e) Metode Penelitian

Salah satu kriteria utama dalam penulisan metode penelitian yang baik adalah

apabila peneliti lain dapat mengulangi penelitian tersebut setelah membaca

uraian yang ada, dan sebaiknya diuraikan dengan ringkas, lengkap dan tepat.

f) Hasil Penelitian

Hasil penelitian bertujuan untuk mengemukakan bagian yang berisi

penemuan-penemuan penelitian, penjelasan serta penafsiran data, dan

hubungan data yang diperoleh.

g) Pembahasan

Pembahasan disusun dengan berpedoman pada hipotesis dan tujuan penelitian.

Harapan- harapan dalam hipotesis harus disesuaikan dengan hasil-hasil pokok

penelitian.

h) Kesimpulan

Kesimpulan memuat ringkasan uraian, atau jawaban sistematis dari masalah

yang diajukan secara singkat. Kesimpulan dalam penelitian ini, terdiri dari 3

kesimpulan

i) Daftar Pustaka

Daftar pustaka berisi informasi tentang sumber pustaka yang telah dirujuk

dalam tubuh tulisan. Daftar pustaka yang digunakan dalam penyusunan serta

penguatan konsep- konsep yang digunakan berupa buku, jurnal, skripsi, ujian

akhir serta blog dari internet (Tim Pascasarjana UB, 2010).

26

peranan

2.7 Kerangka Konseptual dan Hipotesis Penelitian

2.7.1 Kerangka Konseptual

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Perbanyakan anggrek secara in vitro

Media VW Media MS Media KC

Penambahan konsentrasi jus tomat

Mempercepat

pembelahan sel

Mempengaruhi proses

fisiologis

Mempercepat

perkembangan akar

Pertumbuhan anggrek dendrobium

menjadi cepat

Jumlah tunas

Persentase

planlet hidup

Tinggi planlet

Jumlah daun

Jumlah akar

Hasil penelitian

Sumber Belajar Biologi

Jurnal Ilmiah

menggunakan

kandungan Vitamin, kalium, fosfor,

hormon sitokinin

Dilihat dari

Biji Jaringan

Planlet

Unsur hara

makro dan

mikro

kandungan

melalui

27

2.7.2 Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut;

2.7.2.1 Pemberian jus tomat dapat mempengaruhi pertumbuhan planlet anggrek

Dendrobium conanthum.

2.7.2.2 Konsentrasi jus tomat yang optimum adalah 100 gr/l-150 gr/l untuk

pertumbuhan planlet anggrek Dendrobium conanthum.