Download - Bab 1+2 Obesitas
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Negara Republik Indonesia merupakan salah satu negara berkembang
yang mengalami kemajuan di bidang ekonomi akibat pasar global. Kemajuan
ekonomi ini berdampak luas bagi kehidupan sosial masyarakat, termasuk di
antaranya merubah kebiasaan pola hidup masyarakat. Gaya hidup traditional
dianggap tidak lagi relevan untuk kondisi saat ini sehinga pola hidup masyarakat
cencerung bergeser. Buruknya pada pola hidup masa kini proporsi aktifitas fisik
sangat berkurang sementara asupan makanan cenderung tinggi energi (lemak,
protein, dan kharbohidrat) dan rendah serat. Kondisi seperti ini berpeluang besar
meningkatkan kemungkinan penyakit-penyakit akibat penyimpangan pola makan
seperti gizi lebih dan obesitas (Hadi 2004). Prevalensi obesitas pada anak
meningkat dari tahun ke tahun, baik di negara maju maupun negara yang sedang
berkembang. Menurut WHO, obesitas sudah merupakan epidemi global dan
menjadi problem kesehatan yang harus segera diatasi.
Penyakit gizi lebih dan obesitas dapat menyerang siapa saja tanpa
memandang usia dan jenis kelamin. Mirisnya masyarakat menanggapi fenomena
ini sebagai hal yang wajar bahkan menganggap anak obesitas terlihat lebih
menarik dan menggemaskan. Masyarakat belum menyadari resiko kesehatan
sebenarnya pada anak obesitas itu sendiri. Obesitas pada anak akan menjadi
masalah karena sekitar 15% anak dengan kegemukan akan berlanjut ke masa
dewasa (Damayanti 2002). Penelitian di Jepang juga menunjukkan satu dari tiga
anak yang obesitas akan tumbuh menjadi orang dewasa yang obesitas juga (WHO
2000). Sementara itu telah diketahui, seiring bertambah dewasanya seseorang
yang obesitas maka semakin tinggi pula resikonya terhadap penyakit degeneratif
yang terkait dengan obesitas sepeti jantung koroner, diabetes tipe II, gangguan
fungsi paru-paru, peningkatan kadar kolesterol, gangguan fungsi ortopedik, serta
kelainan kulit (Damayanti 2002).
Di Indonesia masalah obesitas pada anak belum mendapat perhatian yang
cukup karena pemerintah masih disibukkan oleh masalah gizi kurang. Meskipun
demikian, obesitas pada anak perlu mendapat perhatian karena prevalensinya
cenderung terus meningkat dan memiliki dampak serius terhadap kesehatan dan
perkembangan psikologi anak. Misalnya menciptakan rasa kurang percaya diri,
depresi, dan pasif karena sering tidak dilibatkan dalam kegiatan yang dilakukan
oleh teman sebayanya. Gangguan kejiwaan ini dapat memperparah obesitas anak
bila anak melampiaskan stress yang dialaminya ke makanan. Selain itu
penanganan obesitas pada anak juga membutuhkan keahlian khusus karena anak
masih dalam masa pertumbuhan, oleh karena itu upaya yang lebih penting adalah
mencegah terjadinya obesitas pada anak sedini mungkin. Untuk itu dibutuhkan
tidak hanya peranan orang tua tetapi juga guru dalam mengawasi petumbuhan
anak. (jurnal: “CD Interaktif untuk Anak Usia Sekolah Sebagai Upaya
Pencegahan Terhadap Obesitas”, Maret 2010).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari obesitas?
2. Apa etiologi dari obesitas pada anak?
3. Bagaimana tanda dan gejala penderita obesitas pada anak?
4. Bagaimana patofisiologi obesitas pada anak?
5. Apa manifestasi klinis penderita obesitas pada anak?
6. Apa faktor predisposisi pada anak obesitas?
7. Bagaimana penatalaksanaan pasien dengan penderita obesitas?
8. Apa komplikasi obesitas pada anak?
9. Bagaimana cara pencegahan obesitas pada anak?
10. Bagaimana cara mendeteksi anak obesitas?
11. Bagaimana asuhan keperawatan pasien dengan penderita obesitas?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui definisi dari obesitas.
2. Mengetahui etiologi obesitas pada anak.
3. Mengetahui tanda dan gejala penderita obesitas pada anak.
4. Mengetahui patofisiologi obesitas pada anak.
5. Mengetahui manifestasi klinis obesitas pada anak.
6. Mengetahui factor predisposisi obesitas pada anak.
7. Mengetahui penatalaksanaan obesitas pada anak.
8. Mengetahui kompikasi obesitas pada anak.
9. Mengetahui cara pencegahan obesitas pada anak.
10. Mengetahui cara mendeteksi anak obesitas
11. Mengetahui asuhan keperawatan obesitas
BAB II ISI
2.1 Definisi
Kegemukan ( obesitas ) didefinisikan sebagai kelebihan akumulasi lemak
rubuh sedikitnya 25% dari berat rata-rata untuk usia., jenis kelamin, dan tinggi
badan. Prognosis umum untuk peningkatan dan mempertahankan penurunan berat
badan buruk. Namun, keinginan pola hidup lebih sehat Dn penurunan factor risiko
sehubungan dengan ancaman penyakit terhadap hidup memotivasi beberapa orang
untuk mengikuti diet dan program penurunan berat badan.
Obesitas juga merupakan suatu keadaan patologis dengan terdapatnya penimbuan
lemak yang berlebihan daripada yang diperlukan untuk fungsi tubuh. Masalah gizi
karena kelebihan kalori biasanya disertai kelebihan lemak dan protein hewani,
kelebihan serat dan mikro nutrien. Nutrien yang kelak dapat merupakan faktor
resiko untuk terjadinya berbagai jenis penyakit degeneratif seperti ; DM,
hipertensi, penyakit jantung koroner, dan berbagai jenis penyakit lainnya. Untuk
menentukan obesitas diperlukan kriteria yang berdasarkan pengukuran
antropometri dan atau pemeriksaan laboratorik, pada umumnya digunakan:
1. Pengukuran berat badan (BB) yang dibandingkan dengan standar dan
disebut obesitas bila BB > 120% BB standar.
2. Pengukuran berat badan dibandingkan tinggi badan (BB/TB). Dikatakan
obesitas bila BB/TB > persentile ke 95 atau > 120%.
3. Pengukuran lemak subkutan dengan mengukur skinfold thickness (tebal
lipatan kulit/TLK). Sebagai indikator obesitas bila TLK Triceps > persentil
ke 85.
4. Pengukuran lemak secara laboratorik, misalnya densitometri, hidrometri
dsb. yang tidak digunakan pada anak karena sulit dan tidak praktis. DXA
adalah metode yang paling akurat, tetapi tidak praktis untuk dilapangan.
5. Indeks Massa Tubuh (IMT), > persentil ke 95 sebagai indikator obesita
2.2 Etiologi
Berdasarkan hukum termodinamika,obesitas disebabkan adanya
keseimbangan energi positif, sebagai akibat ketidak seimbangan antara asupan
energi dengan keluaran energi, sehingga terjadi kelebihan energi yang disimpan
dalam bentuk jaringan lemak. Sebagian besar gangguan keseimbangan energi ini
disebabkan oleh faktor eksogen/nutrisional (obesitas primer) sedang faktor
endogen (obesitas sekunder) akibat kelainan hormonal, sindrom atau defek
genetik hanya sekitar 10%.
Penyebab obesitas belum diketahui secara pasti. Obesitas adalah suatu
penyakit multifaktorial yang diduga bahwa sebagian besar obesitas disebabkan
oleh karena interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan, antara lain
aktifitas, gaya hidup, sosial ekonomi dan nutrisional yaitu perilaku makan dan
pemberian makanan padat terlalu dini pada bayi.
Faktor Genetik .
Parental fatness merupakan faktor genetik yang berperanan besar. Bila kedua
orang tua obesitas, 80% anaknya menjadi obesitas, bila salah satu orang tua
obesitas, kejadian obesitas menjadi 40% dan bila kedua orang tua tidak obesitas,
prevalensi menjadi 14%.
Faktor lingkungan.
Aktifitas fisik.
Aktifitas fisik merupakan komponen utama dari energy expenditure, yaitu
sekitar 20-50% dari total energy expenditure. Penelitian di negara maju
mendapatkan hubungan antara aktifitas fisik yang rendah dengan kejadian
obesitas. Individu dengan aktivitas fisik yang rendah mempunyai risiko
peningkatan berat badan sebesar ≥ 5 kg. Penelitian di Jepang menunjukkan risiko
obesitas yang rendah pada kelompok yang mempunyai kebiasaan olah raga,
sedang penelitian di Amerika menunjukkan penurunan berat badan dengan
jogging aerobik tetapi untuk olah raga tim dan tenis tidak menunjukkan
penurunan berat badan yang signifikan.
Penelitian terhadap anak Amerika dengan tingkat sosial ekonomi yang sama
menunjukkan bahwa mereka yang nonton TV ≥ 5 jam perhari mempunyai risiko
obesitas sebesar 5,3 kali lebih besar dibanding mereka yang nonton TV ≤ 2 jam
setiap harinya.
Faktor nutrisional.
Peranan faktor nutrisi dimulai sejak dalam kandungan dimana jumlah
lemak tubuh dan pertumbuhan bayi dipengaruhi berat badan ibu. Kenaikan berat
badan dan lemak anak dipengaruhi oleh : waktu pertama kali mendapat makanan,
asupan tinggi kalori dari karbohidrat dan lemak serta kebiasaan mengkonsumsi
makanan yang mengandung energi tinggi.
Penelitian di Amerika dan Finlandia menunjukkan bahwa kelompok
dengan asupan tinggi lemak mempunyai risiko peningkatan berat badan lebih
besar dibanding kelompok dengan asupan rendah lemak dengan penelitian lain
menunjukkan peningkatan konsumsi daging akan meningkatkan risiko obesitas
sebesar 1,46 kali. Keadaan ini disebabkan karena makanan berlemak mempunyai
energy density lebih besar dan lebih tidak mengenyangkan serta mempunyai efek
termogenesis yang lebih kecil dibandingkan makanan yang banyak mengandung
protein dan karbohidrat. Makanan berlemak juga mempunyai rasa yang lezat
sehingga akan meningkatkan selera makan yang akhirnya terjadi konsumsi yang
berlebihan. Selain itu kapasitas penyimpanan makronutrien juga menentukan
keseimbangan energi. Protein mempunyai kapasitas penyimpanan sebagai protein
tubuh dalam jumlah terbatas dan metabolisme asam amino di regulasi dengan
ketat, sehingga bila intake protein berlebihan dapat dipastikan akan di oksidasi;
sedang karbohidrat mempunyai kapasitas penyimpanan dalam bentuk glikogen
hanya dalam jumlah kecil. Asupan dan oksidasi karbohidrat di regulasi sangat
ketat dan cepat, sehingga perubahan oksidasi karbohidrat mengakibatkan
perubahan asupan karbohidrat. Bila cadangan lemak tubuh rendah dan asupan
karbohidrat berlebihan, maka kelebihan energi dari karbohidrat sekitar 60-80%
disimpan dalam bentuk lemak tubuh. Lemak mempunyai kapasitas penyimpanan
yang tidak terbatas. Kelebihan asupan lemak tidak diiringi peningkatan oksidasi
lemak sehingga sekitar 96% lemak akan disimpan dalam jaringan lemak.
Faktor sosial ekonomi.
Perubahan pengetahuan, sikap, perilaku dan gaya hidup, pola makan, serta
peningkatan pendapatan mempengaruhi pemilihan jenis dan jumlah makanan
yang dikonsumsi. Suatu data menunjukkan bahwa beberapa tahun terakhir terlihat
adanya perubahan gaya hidup yang menjurus pada penurunan aktifitas fisik,
seperti: ke sekolah dengan naik kendaraan dan kurangnya aktifitas bermain
dengan teman serta lingkungan rumah yang tidak memungkinkan anak-anak
bermain diluar rumah, sehingga anak lebih senang bermain komputer / games,
nonton TV atau video dibanding melakukan aktifitas fisik. Selain itu juga
ketersediaan dan harga dari junk food yang mudah terjangkau akan berisiko
menimbulkan obesitas.
2.3 Tanda dan Gejala
Anak terlihat sangat gemuk dan umunya lebih tinggi daripada anak normal
seumur. Sering terlihat dagu yang berganda (double chin). Buah dada seolah-olah
berkembang. Perut membuncit dan dinding perut berlipat-lipat. Kedua tungkai
umumnya berbentuk huruf x dengan kedua pangkal paha bagian dalam saling
menempelmenyebabkan laserasi dan ulserasi yang dapat menimbulkan bau yang
kurang sedap. Pada anak laki-laki, penisnya terlihat kecil karena sebagian organ
tersebut tersembunyi dalam jaringan lemak pubis.
Penimbunan lemak yang berlebihan dibawah diafragma dan di dalam
dinding dada bisa menekan paru-paru, sehingga timbul gangguan pernafasan dan
sesak nafas, meskipun penderita hanya melakukan aktivitas yang ringan.
Gangguan pernafasan bisa terjadi pada saat tidur dan menyebabkan terhentinya
pernafasan untuk sementara waktu (tidur apneu), sehingga pada siang hari
penderita sering merasa ngantuk.
Obesitas bisa menyebabkan berbagai masalah ortopedik, termasuk nyeri
punggung bawah dan memperburuk osteoartritis (terutama di daerah pinggul, lutut
dan pergelangan kaki). Juga kadang sering ditemukan kelainan kulit. Seseorang
yang menderita obesitas memiliki permukaan tubuh yang relatif lebih sempit
dibandingkan dengan berat badannya, sehingga panas tubuh tidak dapat dibuang
secara efisien dan mengeluarkan keringat yang lebih banyak. Sering ditemukan
edema (pembengkakan akibat penimbunan sejumlah cairan) di daerah tungkai dan
pergelangan kaki.
2.4 Patofisiologi
Obesitas terjadi karena adanya kelebihan energi yang disimpan dalam
bentuk jaringan lemak. Gangguan keseimbangan energi ini dapat disebabkan oleh
faktor eksogen (obesitas primer) sebagai akibat nutrisi (90%) dan faktor endogen
(obesitas sekunder) akibat adanya kelainan hormonal, sindrom atau defek genetik
(meliputi 10%). Pengaturan keseimbangan energi diperankan oleh hipotalamus
melalui 3 proses fisiologis, yaitu : pengendalian rasa lapar dan kenyang,
mempengaruhi laju pengeluaran energi dan regulasi sekresi hormon. Proses dalam
pengaturan penyimpanan energi ini terjadi melalui sinyal-sinyal eferen (yang
berpusat di hipotalamus) setelah mendapatkan sinyal aferen dari perifer (jaringan
adipose, usus dan jaringan otot).
Sinyal-sinyal tersebut bersifat anabolik (meningkatkan rasa lapar serta
menurunkanpengeluaran energi) dan dapat pula bersifat katabolik (anoreksia,
meningkatkan pengeluaran energi) dan dibagi menjadi 2 kategori, yaitu sinyal
pendek dan sinyal panjang. Sinyal pendek mempengaruhi porsi makan dan waktu
makan, serta berhubungan dengan faktor distensi lambung dan peptide
gastrointestinal, yang diperankan oleh kolesistokinin (CCK) sebagai stimulator
dalam peningkatan rasa lapar. Sinyal panjang diperankan oleh fat-derived hormon
leptin dan insulin yang mengatur penyimpanan dan keseimbangan energi. Apabila
asupan energi melebihi dari yang dibutuhkan, maka jaringan adipose meningkat
disertai dengan peningkatan kadar leptin dalam peredaran darah. Leptin kemudian
merangsang anorexigenic center dihipotalamus agar menurunkan produksi Neuro
Peptide Y (NPY), sehingga terjadi penurunan nafsu makan. Demikian pula
sebaliknya bila kebutuhan energi lebih besar dari asupan energi, maka jaringan
adiposa berkurang dan terjadi rangsangan pada orexigenic center di hipotalamus
yang menyebabkan peningkatan nafsu makan. Pada sebagian besar penderita
obesitas terjadi resistensi leptin, sehingga tingginya kadar leptin tidak
menyebabkan penurunan nafsu makan.
2.5 Manifestasi Klinis
Anak dengan obesitas akibat diet kalori tinggi tidak hanya lebih berat
tetapi juga lebih tinggi dari anak seusianya. Di tinjau dari segi diagnostik praktis,
bentuk perawakan tubuh lebih mempunyai nilai diagnostik dari pada berat badan.
Pada raut muka tampak hidung dan mulut yang berbentuk kecil dengan dagu yang
relatif ganda. Bentuk payudara mirip dengan payudara yang telah tumbuh, suatu
keadaan yang menimbulkan perasaan kurang menyenangkan pada anak laki-laki.
Abdomen cenderung membuncit dan menggantung serupa dengan bentuk bandul
lonceng sering disertai dengan adanya stria berwarna putih sampai abu-abu.
Walaupun masih dalam ukuran normal, genetalia eksternal anak lelaki tampak
lebih kecil dan hanya sedikit yang tersembul keluar karena penis tertutup oleh
jaringan lemak. Pertumbuhan alat genetalia perempuan umumnya berjalan normal
begitu pula dengan haid pertama tidak terlambat. Ekstermitas bagian proksimal
terlihat besar, sehingga akan nampak lengan atas yang besar dengan tangan yang
relatif kecil dan cari yang berbentuk runcing. Pada tungkai tampak paha yang
besar. Manifestasi klinis juga berupa sebagai berikut:
1. Wajah membulat
2. Pipi tembem
3. Dagu rangkap
4. Leher relatif pendek
5. Dada membusung dengan payudara yang membesar karena mengandung
jaringan lemak.
6. Perut membuncit disertai dengan dinding perut yang berlipat-lipat.
7. Kedua tungkai umumnya berbentuk X
2.6 Faktor Predisposisi
Banyak faktor yang menyebabkan meningkatnya risiko terjadinya
kelebihan berat badan pada anak:
1. Pola makan.
Mengkonsumsi makanan berkalori tinggi, makanan tinggi lemak biasanya
tinggikalori. Minuman bersoda, kudapan, permen dan makanan penutup
dapat juga menyebabkanterjadinya peningkatan berat badan. Makanan dan
minuman seperti ini biasanya memiliki kandungankalori dan gula atau
garam yang tinggi.
2. Jarang bergerak.
Anak-anak yang jarang bergerak akan lebih mudah mengalami kenaikan
beratbadan karena mereka tidak membakar kalori melalui aktivitas fisik.
3. Masalah genetik.
Bila anak anda datang dari sebuah keluarga yang rata-rata
anggotanyamengalami kegemukan, dia mungkin secara genetik akan
mengalami kelebihan berat badan,terutama bila berada dalam lingkungan
di mana makanan tinggi kalori selalu tersedia dan aktivitasfisik jarang
dilakukan.
4. Faktor psikologis.
Ada sebagian anak-anak yang makan terlalu banyak sebagai pelampiasan
bilaada masalah, terutama masalah emosi, seperti stres atau kebosanan.
5. Faktor keluarga/sosial.
6. Kebiasaan orangtua dalam menyiapkan makanan di rumah.
7. Anak cacat, anak aktivitasnya kurang karena problem fisik atau cara
mengasuh.
2.7 Penatalaksanaan obesitas
Mengingat penyebab obesitas bersifat multifaktor, maka
penatalaksanaan obesitas seharusnya dilaksanakan secara multidisiplin dengan
mengikut sertakan keluarga dalam proses terapi obesitas. Prinsip dari tatalaksana
obesitas adalah mengurangi asupan energi serta meningkatkan keluaran energi,
dengan cara pengaturan diet, peningkatan aktifitas fisik, dan mengubah /
modifikasi pola hidup.
1. Menetapkan target penurunan berat badan
Untuk penurunan berat badan ditetapkan berdasarkan: umur anak, yaitu
usia 2 - 7 tahun dan diatas 7 tahun, derajat obesitas dan ada tidaknya
penyakit penyerta/komplikasi. Pada anak obesitas tanpa komplikasi
dengan usia dibawah 7 tahun, dianjurkan cukup dengan mempertahankan
berat badan, sedang pada obesitas dengan komplikasi pada anak usia
dibawah 7 tahun dan obesitas pada usia diatas 7 tahun dianjurkan untuk
menurunkan berat badan. Target penurunan berat badan sebesar 2,5 - 5 kg
atau dengan kecepatan 0,5 - 2 kg per bulan.
2. Pengaturan diet
Prinsip pengaturan diet pada anak obesitas adalah diet seimbang sesuai
dengan RDA, hal ini karena anak masih mengalami pertumbuhan dan
perkembangan. Intervensi diet harus disesuaikan dengan usia anak, derajat
obesitas dan ada tidaknya penyakit penyerta. Pada obesitas sedang dan
tanpa penyakit penyerta, diberikan diet seimbang rendah kalori dengan
pengurangan asupan kalori sebesar 30%. Sedang pada obesitas berat (IMT
> 97 persentile) dan yang disertai penyakit penyerta, diberikan diet dengan
kalori sangat rendah (very low calorie diet ).
Dalam pengaturan diet ini perlu diperhatikan tentang :
a. Menurunkan berat badan dengan tetap mempertahankan
pertumbuhan normal.
b. Diet seimbang dengan komposisi karbohidrat 50-60%, lemak 20-
30% dengan lemak jenuh < 10% dan protein 15-20% energi total
serta kolesterol < 300 mg per hari.
c. Diet tinggi serat, dianjurkan pada anak usia > 2 tahun dengan
penghitungan dosis menggunakan rumus: (umur dalam tahun + 5)
gram per hari.
3. Pengaturan aktifitas fisik
Peningkatan aktifitas fisik mempunyai pengaruh terhadap laju
metabolisme. Latihan fisik yang diberikan disesuaikan dengan tingkat
perkembangan motorik, kemampuan fisik dan umurnya. Aktifitas fisik
untuk anak usia 6-12 tahun lebih tepat yang menggunakan ketrampilan
otot, seperti bersepeda, berenang, menari dan senam. Dianjurkan untuk
melakukan aktifitas fisik selama 20-30 menit per hari.
Tabel Jenis kegiatan dan jumlah kalori yang dibutuhkan
Jenis kegiatanKalori yang
digunakan/jam
Jalan kaki 3 km/jam
Jalan kaki 6 km/jam
Joging 8 km/jam
Lari 12 km/jam
Tenis tunggal
Tenis ganda
Golf
Berenang
Bersepeda
150
300
480
600
360
240
180
350
660
4. Mengubah pola hidup/perilaku
Untuk perubahan perilaku ini diperlukan peran serta orang tua sebagai
komponen intervensi, dengan cara:
a. Pengawasan sendiri terhadap: berat badan, asupan makanan dan
aktifitas fisik serta mencatat perkembangannya.
b. Mengontrol rangsangan untuk makan. Orang tua diharapkan dapat
menyingkirkan rangsangan disekitar anak yang dapat memicu
keinginan untuk makan.
c. Mengubah perilaku makan, dengan mengontrol porsi dan jenis
makanan yang dikonsumsi dan mengurangi makanan camilan.
d. Memberikan penghargaan dan hukuman.
e. Pengendalian diri, dengan menghindari makanan berkalori tinggi
yang pada umumnya lezat dan memilih makanan berkalori rendah.
5. Peran serta orang tua, anggota keluarga, teman dan guru.
Orang tua menyediakan diet yang seimbang, rendah kalori dan sesuai
petunjuk ahli gizi. Anggota keluarga, guru dan teman ikut berpartisipasi
dalam program diet, mengubah perilaku makan dan aktifitas yang
mendukung program diet.
6. Terapi intensif
Terapi intensif diterapkan pada anak dengan obesitas berat dan yang
disertai komplikasi yang tidak memberikan respon pada terapi
konvensional, terdiri dari diet berkalori sangat rendah (very low calorie
diet), farmakoterapi dan terapi bedah.
a. Indikasi terapi diet dengan kalori sangat rendah bila berat badan >
140% BB Ideal atau IMT > 97 persentile, dengan asupan kalori
hanya 600-800 kkal per hari dan protein hewani 1,5 - 2,5 gram/kg
BB Ideal, dengan suplementasi vitamin dan mineral serta minum >
1,5 L per hari. Terapi ini hanya diberikan selama 12 hari dengan
pengawasan dokter.
b. Farmakoterapi dikelompokkan menjadi 3, yaitu: mempengaruhi
asupan energi dengan menekan nafsu makan, contohnya
sibutramin; mempengaruhi penyimpanan energi dengan
menghambat absorbsi zat-zat gizi contohnya orlistat, leptin,
octreotide dan metformin; meningkatkan penggunaan energi.
Farmakoterapi belum direkomendasikan untuk terapi obesitas pada
anak, karena efek jangka panjang yang masih belum jelas.
c. Terapi bedah di indikasikan bila berat badan > 200% BB Ideal.
Prinsip terapi ini adalah untuk mengurangi asupan makanan atau
memperlambat pengosongan lambung dengan cara gastric
banding, dan mengurangi absorbsi makanan dengan cara membuat
gastric bypass dari lambung ke bagian akhir usus halus. Sampai
saat ini belum banyak penelitian tentang manfaat dan bahaya terapi
ini pada anak.
2.8 Komplikasi obesitas
1. Faktor Risiko Penyakit Kardiovaskuler
Faktor Risiko ini meliputi peningkatan: kadar insulin, trigliserida, LDL-
kolesterol dan tekanan darah sistolik serta penurunan kadar HDL-
kolesterol. Risiko penyakit Kardiovaskuler di usia dewasa pada anak
obesitas sebesar 1,7 - 2,6. IMT mempunyai hubungan yang kuat (r = 0,5)
dengan kadar insulin. Anak dengan IMT > persentile ke 99, 40%
diantaranya mempunyai kadar insulin tinggi, 15% mempunyai kadar
HDL-kolesterol yang rendah dan 33% dengan kadar trigliserida tinggi.
Anak obesitas cenderung mengalami peningkatan tekanan darah dan
denyut jantung, sekitar 20-30% menderita hipertensi.
2. Diabetes Mellitus tipe-2
Diabetes mellitus tipe-2 jarang ditemukan pada anak obesitas. Prevalensi
penurunan glukosa toleran test pada anak obesitas adalah 25% sedang
diabetes mellitus tipe-2 hanya 4%. Hampir semua anak obesitas dengan
diabetes mellitus tipe-2 mempunyai IMT > + 3SD atau > persentile ke 99.
3. Obstruktive sleep apnea
Sering dijumpai pada anak obesitas dengan kejadian 1/100 dengan gejala
mengorok. Penyebabnya adalah penebalan jaringan lemak didaerah
dinding dada dan perut yang mengganggu pergerakan dinding dada dan
diafragma, sehingga terjadi penurunan volume dan perubahan pola
ventilasi paru serta meningkatkan beban kerja otot pernafasan. Pada saat
tidur terjadi penurunan tonus otot dinding dada yang disertai penurunan
saturasi oksigen dan peningkatan kadar CO2, serta penurunan tonus otot
yang mengatur pergerakan lidah yang menyebabkan lidah jatuh kearah
dinding belakang faring yang mengakibatkan obstruksi saluran nafas
intermiten dan menyebabkan tidur gelisah, sehingga keesokan harinya
anak cenderung mengantuk dan hipoventilasi. Gejala ini berkurang seiring
dengan penurunan berat badan.
4. Gangguan ortopedik
Pada anak obesitas cenderung berisiko mengalami gangguan ortopedik
yang disebabkan kelebihan berat badan, yaitu tergelincirnya epifisis kaput
femoris yang menimbulkan gejala nyeri panggul atau lutut dan terbatasnya
gerakan panggul.
5. Pseudotumor serebri
Pseudotumor serebri akibat peningkatan ringan tekanan intrakranial pada
obesitas disebabkan oleh gangguan jantung dan paru-2 yang menyebabkan
peningkatan kadar CO2 dan memberikan gejala sakit kepala, papil edema,
diplopia, kehilangan lapangan pandang perifer dan iritabilitas.
2.9 Cara Pencegahan obesitas
1. Pengawasan kesehatan
a) Mengidentifikasi pasien berisiko kegemukan berdasarkan riwayat
keluarga, berat lahir, sosio ekonomik, etnis, budaya, atau faktor
lingkungan.
b) Menghitung BMI setahun sekali pada semua remaja dan anak.
c) Menggunakan perubahan BMI untuk mengidentifikasi tingkat
kelebihan berat badan relatif terhadap pertumbuhan linier.
d) Mendorong, mendukung, dan melindungi pemberian ASI.
e) Membiasakan pola makan sehat dengan mengkonsumsi snack
bergizi, seperti sayur dan buah-buahan, makanan rendah lemak dan
gandum.
f) Meningkatkan aktivitas fisik pada anak saat bermain di rumah, di
sekolah, dan masyarakat.
g) Membiasakan pembatasan televisi dan video game maksimum 2
jam per hari.
h) Mengenali dan memantau perubahan-faktor obesitas untuk
penyakit kronis dewasa, seperti hipertensi, dislipidemia,
hiperinsulinemia, gangguan toleransi glukosa dan gejala sindrom
apnea tidur obstruktif.
2. Kebijaksanaan Masyarakat
a) Membantu orang tua, guru, pelatih, dan pihak lain yang
berpengaruh terhadap remaja untuk mendiskusikan kebiasaan
kesehatan sebagai bagian dari upaya mereka untuk mengontrol
kelebihan berat badan dan obesitas.
b) Mendorong pembuat kebijakan lokal dan organisasi nasional, serta
sekolah untuk mendukung gaya hidup sehat pada semua anak,
termasuk diet yang tepat dan kesempatan yang memadai untuk
kegiatan fisik secara teratur.
c) Mendorong organisasi yang bertanggung jawab untuk perawatan
kesehatan dan pembiayaan perawatan kesehatan untuk pencegahan
obesitas dan strategi pengobatan.
d) Mendorong sumber-sumber publik dan swasta untuk pendanaan
langsung terhadap penelitian ke dalam strategi yang efektif untuk
mencegah kelebihan berat badan dan obesitas dan memaksimalkan
keluarga terbatas dan kembali komunitas-sumber untuk mencapai
hasil yang sehat bagi para pemuda.
e) Dukungan dan advokasi untuk pemasaran sosial dimaksudkan
untuk meningkatkan pilihan makanan sehat dan meningkatkan
aktivitas fisik
2.10 Mendeteksi anak obesitas
Hal pertama yang perlu dilakukan adalah memastikan berat badan
anak. Secara singkat, berat badan lebih dapat dilihat dengan
memperhatikan KMS anak. Apabila di atas garis hijau, maka
kemungkinan anak memiliki berat badan berlebih. Selanjutnya, melihat
proporsional tinggi badan anak. Dari WHO-NCHS, tidak ada klasifikasi
overweight atau obesitas. Sehingga, indikator ini sulit dilihat secara
objektif. Cara yang lain adalah dengan melihat grafik IMT (BMI, Body
Mass Index)
Klasifikasinya adalah:
Persentil >95 : obesitas
Persentil 75-95 : overweight
Persentil 25 – 75 : normal
Persentil <25 : kurus
2.11 Asuhan Keperawatan obesitas
Referensi