Download - Bab 1+2 Obesitas

Transcript
Page 1: Bab 1+2 Obesitas

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Negara Republik Indonesia merupakan salah satu negara berkembang

yang mengalami kemajuan di bidang ekonomi akibat pasar global. Kemajuan

ekonomi ini berdampak luas bagi kehidupan sosial masyarakat, termasuk di

antaranya merubah kebiasaan pola hidup masyarakat. Gaya hidup traditional

dianggap tidak lagi relevan untuk kondisi saat ini sehinga pola hidup masyarakat

cencerung bergeser. Buruknya pada pola hidup masa kini proporsi aktifitas fisik

sangat berkurang sementara asupan makanan cenderung tinggi energi (lemak,

protein, dan kharbohidrat) dan rendah serat. Kondisi seperti ini berpeluang besar

meningkatkan kemungkinan penyakit-penyakit akibat penyimpangan pola makan

seperti gizi lebih dan obesitas (Hadi 2004). Prevalensi obesitas pada anak

meningkat dari tahun ke tahun, baik di negara maju maupun negara yang sedang

berkembang. Menurut WHO, obesitas sudah merupakan epidemi global dan

menjadi problem kesehatan yang harus segera diatasi.

Penyakit gizi lebih dan obesitas dapat menyerang siapa saja tanpa

memandang usia dan jenis kelamin. Mirisnya masyarakat menanggapi fenomena

ini sebagai hal yang wajar bahkan menganggap anak obesitas terlihat lebih

menarik dan menggemaskan. Masyarakat belum menyadari resiko kesehatan

sebenarnya pada anak obesitas itu sendiri. Obesitas pada anak akan menjadi

masalah karena sekitar 15% anak dengan kegemukan akan berlanjut ke masa

dewasa (Damayanti 2002). Penelitian di Jepang juga menunjukkan satu dari tiga

anak yang obesitas akan tumbuh menjadi orang dewasa yang obesitas juga (WHO

2000). Sementara itu telah diketahui, seiring bertambah dewasanya seseorang

yang obesitas maka semakin tinggi pula resikonya terhadap penyakit degeneratif

yang terkait dengan obesitas sepeti jantung koroner, diabetes tipe II, gangguan

fungsi paru-paru, peningkatan kadar kolesterol, gangguan fungsi ortopedik, serta

kelainan kulit (Damayanti 2002).

Page 2: Bab 1+2 Obesitas

Di Indonesia masalah obesitas pada anak belum mendapat perhatian yang

cukup karena pemerintah masih disibukkan oleh masalah gizi kurang. Meskipun

demikian, obesitas pada anak perlu mendapat perhatian karena prevalensinya

cenderung terus meningkat dan memiliki dampak serius terhadap kesehatan dan

perkembangan psikologi anak. Misalnya menciptakan rasa kurang percaya diri,

depresi, dan pasif karena sering tidak dilibatkan dalam kegiatan yang dilakukan

oleh teman sebayanya. Gangguan kejiwaan ini dapat memperparah obesitas anak

bila anak melampiaskan stress yang dialaminya ke makanan. Selain itu

penanganan obesitas pada anak juga membutuhkan keahlian khusus karena anak

masih dalam masa pertumbuhan, oleh karena itu upaya yang lebih penting adalah

mencegah terjadinya obesitas pada anak sedini mungkin. Untuk itu dibutuhkan

tidak hanya peranan orang tua tetapi juga guru dalam mengawasi petumbuhan

anak. (jurnal: “CD Interaktif untuk Anak Usia Sekolah Sebagai Upaya

Pencegahan Terhadap Obesitas”, Maret 2010).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa definisi dari obesitas?

2. Apa etiologi dari obesitas pada anak?

3. Bagaimana tanda dan gejala penderita obesitas pada anak?

4. Bagaimana patofisiologi obesitas pada anak?

5. Apa manifestasi klinis penderita obesitas pada anak?

6. Apa faktor predisposisi pada anak obesitas?

7. Bagaimana penatalaksanaan pasien dengan penderita obesitas?

8. Apa komplikasi obesitas pada anak?

9. Bagaimana cara pencegahan obesitas pada anak?

10. Bagaimana cara mendeteksi anak obesitas?

11. Bagaimana asuhan keperawatan pasien dengan penderita obesitas?

Page 3: Bab 1+2 Obesitas

1.3 Tujuan

1. Mengetahui definisi dari obesitas.

2. Mengetahui etiologi obesitas pada anak.

3. Mengetahui tanda dan gejala penderita obesitas pada anak.

4. Mengetahui patofisiologi obesitas pada anak.

5. Mengetahui manifestasi klinis obesitas pada anak.

6. Mengetahui factor predisposisi obesitas pada anak.

7. Mengetahui penatalaksanaan obesitas pada anak.

8. Mengetahui kompikasi obesitas pada anak.

9. Mengetahui cara pencegahan obesitas pada anak.

10. Mengetahui cara mendeteksi anak obesitas

11. Mengetahui asuhan keperawatan obesitas

Page 4: Bab 1+2 Obesitas

BAB II ISI

2.1 Definisi

Kegemukan ( obesitas ) didefinisikan sebagai kelebihan akumulasi lemak

rubuh sedikitnya 25% dari berat rata-rata untuk usia., jenis kelamin, dan tinggi

badan. Prognosis umum untuk peningkatan dan mempertahankan penurunan berat

badan buruk. Namun, keinginan pola hidup lebih sehat Dn penurunan factor risiko

sehubungan dengan ancaman penyakit terhadap hidup memotivasi beberapa orang

untuk mengikuti diet dan program penurunan berat badan.

Obesitas juga merupakan suatu keadaan patologis dengan terdapatnya penimbuan

lemak yang berlebihan daripada yang diperlukan untuk fungsi tubuh. Masalah gizi

karena kelebihan kalori biasanya disertai kelebihan lemak dan protein hewani,

kelebihan serat dan mikro nutrien. Nutrien yang kelak dapat merupakan faktor

resiko untuk terjadinya berbagai jenis penyakit degeneratif seperti ; DM,

hipertensi, penyakit jantung koroner, dan berbagai jenis penyakit lainnya. Untuk

menentukan obesitas diperlukan kriteria yang berdasarkan pengukuran

antropometri dan atau pemeriksaan laboratorik, pada umumnya digunakan:

1. Pengukuran berat badan (BB) yang dibandingkan dengan standar dan

disebut obesitas bila BB > 120% BB standar.

2. Pengukuran berat badan dibandingkan tinggi badan (BB/TB). Dikatakan

obesitas bila BB/TB > persentile ke 95 atau > 120%.

3. Pengukuran lemak subkutan dengan mengukur skinfold thickness (tebal

lipatan kulit/TLK). Sebagai indikator obesitas bila TLK Triceps > persentil

ke 85.

4. Pengukuran lemak secara laboratorik, misalnya densitometri, hidrometri

dsb. yang tidak digunakan pada anak karena sulit dan tidak praktis. DXA

adalah metode yang paling akurat, tetapi tidak praktis untuk dilapangan.

5. Indeks Massa Tubuh (IMT), > persentil ke 95 sebagai indikator obesita

Page 5: Bab 1+2 Obesitas

2.2 Etiologi

Berdasarkan hukum termodinamika,obesitas disebabkan adanya

keseimbangan energi positif, sebagai akibat ketidak seimbangan antara asupan

energi dengan keluaran energi, sehingga terjadi kelebihan energi yang disimpan

dalam bentuk jaringan lemak. Sebagian besar gangguan keseimbangan energi ini

disebabkan oleh faktor eksogen/nutrisional (obesitas primer) sedang faktor

endogen (obesitas sekunder) akibat kelainan hormonal, sindrom atau defek

genetik hanya sekitar 10%.

Penyebab obesitas belum diketahui secara pasti. Obesitas adalah suatu

penyakit multifaktorial yang diduga bahwa sebagian besar obesitas disebabkan

oleh karena interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan, antara lain

aktifitas, gaya hidup, sosial ekonomi dan nutrisional yaitu perilaku makan dan

pemberian makanan padat terlalu dini pada bayi.

Faktor Genetik .

Parental fatness merupakan faktor genetik yang berperanan besar. Bila kedua

orang tua obesitas, 80% anaknya menjadi obesitas, bila salah satu orang tua

obesitas, kejadian obesitas menjadi 40% dan bila kedua orang tua tidak obesitas,

prevalensi menjadi 14%.

Faktor lingkungan.

Aktifitas fisik.

Aktifitas fisik merupakan komponen utama dari energy expenditure, yaitu

sekitar 20-50% dari total energy expenditure. Penelitian di negara maju

mendapatkan hubungan antara aktifitas fisik yang rendah dengan kejadian

obesitas. Individu dengan aktivitas fisik yang rendah mempunyai risiko

peningkatan berat badan sebesar ≥ 5 kg. Penelitian di Jepang menunjukkan risiko

obesitas yang rendah pada kelompok yang mempunyai kebiasaan olah raga,

sedang penelitian di Amerika menunjukkan penurunan berat badan dengan

jogging aerobik tetapi untuk olah raga tim dan tenis tidak menunjukkan

penurunan berat badan yang signifikan.

Penelitian terhadap anak Amerika dengan tingkat sosial ekonomi yang sama

menunjukkan bahwa mereka yang nonton TV ≥ 5 jam perhari mempunyai risiko

Page 6: Bab 1+2 Obesitas

obesitas sebesar 5,3 kali lebih besar dibanding mereka yang nonton TV ≤ 2 jam

setiap harinya.

Faktor nutrisional.

Peranan faktor nutrisi dimulai sejak dalam kandungan dimana jumlah

lemak tubuh dan pertumbuhan bayi dipengaruhi berat badan ibu. Kenaikan berat

badan dan lemak anak dipengaruhi oleh : waktu pertama kali mendapat makanan,

asupan tinggi kalori dari karbohidrat dan lemak serta kebiasaan mengkonsumsi

makanan yang mengandung energi tinggi.

Penelitian di Amerika dan Finlandia menunjukkan bahwa kelompok

dengan asupan tinggi lemak mempunyai risiko peningkatan berat badan lebih

besar dibanding kelompok dengan asupan rendah lemak dengan penelitian lain

menunjukkan peningkatan konsumsi daging akan meningkatkan risiko obesitas

sebesar 1,46 kali. Keadaan ini disebabkan karena makanan berlemak mempunyai

energy density lebih besar dan lebih tidak mengenyangkan serta mempunyai efek

termogenesis yang lebih kecil dibandingkan makanan yang banyak mengandung

protein dan karbohidrat. Makanan berlemak juga mempunyai rasa yang lezat

sehingga akan meningkatkan selera makan yang akhirnya terjadi konsumsi yang

berlebihan. Selain itu kapasitas penyimpanan makronutrien juga menentukan

keseimbangan energi. Protein mempunyai kapasitas penyimpanan sebagai protein

tubuh dalam jumlah terbatas dan metabolisme asam amino di regulasi dengan

ketat, sehingga bila intake protein berlebihan dapat dipastikan akan di oksidasi;

sedang karbohidrat mempunyai kapasitas penyimpanan dalam bentuk glikogen

hanya dalam jumlah kecil. Asupan dan oksidasi karbohidrat di regulasi sangat

ketat dan cepat, sehingga perubahan oksidasi karbohidrat mengakibatkan

perubahan asupan karbohidrat. Bila cadangan lemak tubuh rendah dan asupan

karbohidrat berlebihan, maka kelebihan energi dari karbohidrat sekitar 60-80%

disimpan dalam bentuk lemak tubuh. Lemak mempunyai kapasitas penyimpanan

yang tidak terbatas. Kelebihan asupan lemak tidak diiringi peningkatan oksidasi

lemak sehingga sekitar 96% lemak akan disimpan dalam jaringan lemak.

Page 7: Bab 1+2 Obesitas

Faktor sosial ekonomi.

Perubahan pengetahuan, sikap, perilaku dan gaya hidup, pola makan, serta

peningkatan pendapatan mempengaruhi pemilihan jenis dan jumlah makanan

yang dikonsumsi. Suatu data menunjukkan bahwa beberapa tahun terakhir terlihat

adanya perubahan gaya hidup yang menjurus pada penurunan aktifitas fisik,

seperti: ke sekolah dengan naik kendaraan dan kurangnya aktifitas bermain

dengan teman serta lingkungan rumah yang tidak memungkinkan anak-anak

bermain diluar rumah, sehingga anak lebih senang bermain komputer / games,

nonton TV atau video dibanding melakukan aktifitas fisik. Selain itu juga

ketersediaan dan harga dari junk food yang mudah terjangkau akan berisiko

menimbulkan obesitas.

Page 8: Bab 1+2 Obesitas

2.3 Tanda dan Gejala

Anak terlihat sangat gemuk dan umunya lebih tinggi daripada anak normal

seumur. Sering terlihat dagu yang berganda (double chin). Buah dada seolah-olah

berkembang. Perut membuncit dan dinding perut berlipat-lipat. Kedua tungkai

umumnya berbentuk huruf x dengan kedua pangkal paha bagian dalam saling

menempelmenyebabkan laserasi dan ulserasi yang dapat menimbulkan bau yang

kurang sedap. Pada anak laki-laki, penisnya terlihat kecil karena sebagian organ

tersebut tersembunyi dalam jaringan lemak pubis.

Page 9: Bab 1+2 Obesitas

Penimbunan lemak yang berlebihan dibawah diafragma dan di dalam

dinding dada bisa menekan paru-paru, sehingga timbul gangguan pernafasan dan

sesak nafas, meskipun penderita hanya melakukan aktivitas yang ringan.

Gangguan pernafasan bisa terjadi pada saat tidur dan menyebabkan terhentinya

pernafasan untuk sementara waktu (tidur apneu), sehingga pada siang hari

penderita sering merasa ngantuk.

Obesitas bisa menyebabkan berbagai masalah ortopedik, termasuk nyeri

punggung bawah dan memperburuk osteoartritis (terutama di daerah pinggul, lutut

dan pergelangan kaki). Juga kadang sering ditemukan kelainan kulit. Seseorang

yang menderita obesitas memiliki permukaan tubuh yang relatif lebih sempit

dibandingkan dengan berat badannya, sehingga panas tubuh tidak dapat dibuang

secara efisien dan mengeluarkan keringat yang lebih banyak. Sering ditemukan

edema (pembengkakan akibat penimbunan sejumlah cairan) di daerah tungkai dan

pergelangan kaki.

2.4 Patofisiologi

Obesitas terjadi karena adanya kelebihan energi yang disimpan dalam

bentuk jaringan lemak. Gangguan keseimbangan energi ini dapat disebabkan oleh

faktor eksogen (obesitas primer) sebagai akibat nutrisi (90%) dan faktor endogen

(obesitas sekunder) akibat adanya kelainan hormonal, sindrom atau defek genetik

(meliputi 10%). Pengaturan keseimbangan energi diperankan oleh hipotalamus

melalui 3 proses fisiologis, yaitu : pengendalian rasa lapar dan kenyang,

mempengaruhi laju pengeluaran energi dan regulasi sekresi hormon. Proses dalam

pengaturan penyimpanan energi ini terjadi melalui sinyal-sinyal eferen (yang

berpusat di hipotalamus) setelah mendapatkan sinyal aferen dari perifer (jaringan

adipose, usus dan jaringan otot).

Sinyal-sinyal tersebut bersifat anabolik (meningkatkan rasa lapar serta

menurunkanpengeluaran energi) dan dapat pula bersifat katabolik (anoreksia,

meningkatkan pengeluaran energi) dan dibagi menjadi 2 kategori, yaitu sinyal

pendek dan sinyal panjang. Sinyal pendek mempengaruhi porsi makan dan waktu

makan, serta berhubungan dengan faktor distensi lambung dan peptide

Page 10: Bab 1+2 Obesitas

gastrointestinal, yang diperankan oleh kolesistokinin (CCK) sebagai stimulator

dalam peningkatan rasa lapar. Sinyal panjang diperankan oleh fat-derived hormon

leptin dan insulin yang mengatur penyimpanan dan keseimbangan energi. Apabila

asupan energi melebihi dari yang dibutuhkan, maka jaringan adipose meningkat

disertai dengan peningkatan kadar leptin dalam peredaran darah. Leptin kemudian

merangsang anorexigenic center dihipotalamus agar menurunkan produksi Neuro

Peptide Y (NPY), sehingga terjadi penurunan nafsu makan. Demikian pula

sebaliknya bila kebutuhan energi lebih besar dari asupan energi, maka jaringan

adiposa berkurang dan terjadi rangsangan pada orexigenic center di hipotalamus

yang menyebabkan peningkatan nafsu makan. Pada sebagian besar penderita

obesitas terjadi resistensi leptin, sehingga tingginya kadar leptin tidak

menyebabkan penurunan nafsu makan.

Page 11: Bab 1+2 Obesitas

2.5 Manifestasi Klinis

Anak dengan obesitas akibat diet kalori tinggi tidak hanya lebih berat

tetapi juga lebih tinggi dari anak seusianya. Di tinjau dari segi diagnostik praktis,

bentuk perawakan tubuh lebih mempunyai nilai diagnostik dari pada berat badan.

Pada raut muka tampak hidung dan mulut yang berbentuk kecil dengan dagu yang

relatif ganda. Bentuk payudara mirip dengan payudara yang telah tumbuh, suatu

keadaan yang menimbulkan perasaan kurang menyenangkan pada anak laki-laki.

Abdomen cenderung membuncit dan menggantung serupa dengan bentuk bandul

lonceng sering disertai dengan adanya stria berwarna putih sampai abu-abu.

Walaupun masih dalam ukuran normal, genetalia eksternal anak lelaki tampak

lebih kecil dan hanya sedikit yang tersembul keluar karena penis tertutup oleh

jaringan lemak. Pertumbuhan alat genetalia perempuan umumnya berjalan normal

begitu pula dengan haid pertama tidak terlambat. Ekstermitas bagian proksimal

terlihat besar, sehingga akan nampak lengan atas yang besar dengan tangan yang

relatif kecil dan cari yang berbentuk runcing. Pada tungkai tampak paha yang

besar. Manifestasi klinis juga berupa sebagai berikut:

1. Wajah membulat

2. Pipi tembem

3. Dagu rangkap

4. Leher relatif pendek

5. Dada membusung dengan payudara yang membesar karena mengandung

jaringan lemak.

6. Perut membuncit disertai dengan dinding perut yang berlipat-lipat.

7. Kedua tungkai umumnya berbentuk X

2.6 Faktor Predisposisi

Banyak faktor yang menyebabkan meningkatnya risiko terjadinya

kelebihan berat badan pada anak:

1. Pola makan.

Mengkonsumsi makanan berkalori tinggi, makanan tinggi lemak biasanya

tinggikalori. Minuman bersoda, kudapan, permen dan makanan penutup

Page 12: Bab 1+2 Obesitas

dapat juga menyebabkanterjadinya peningkatan berat badan. Makanan dan

minuman seperti ini biasanya memiliki kandungankalori dan gula atau

garam yang tinggi.

2. Jarang bergerak.

Anak-anak yang jarang bergerak akan lebih mudah mengalami kenaikan

beratbadan karena mereka tidak membakar kalori melalui aktivitas fisik.

3. Masalah genetik.

Bila anak anda datang dari sebuah keluarga yang rata-rata

anggotanyamengalami kegemukan, dia mungkin secara genetik akan

mengalami kelebihan berat badan,terutama bila berada dalam lingkungan

di mana makanan tinggi kalori selalu tersedia dan aktivitasfisik jarang

dilakukan.

4. Faktor psikologis.

Ada sebagian anak-anak yang makan terlalu banyak sebagai pelampiasan

bilaada masalah, terutama masalah emosi, seperti stres atau kebosanan.

5. Faktor keluarga/sosial.

6. Kebiasaan orangtua dalam menyiapkan makanan di rumah.

7. Anak cacat, anak aktivitasnya kurang karena problem fisik atau cara

mengasuh.

2.7 Penatalaksanaan obesitas

Mengingat penyebab obesitas bersifat multifaktor, maka

penatalaksanaan obesitas seharusnya dilaksanakan secara multidisiplin dengan

mengikut sertakan keluarga dalam proses terapi obesitas. Prinsip dari tatalaksana

obesitas adalah mengurangi asupan energi serta meningkatkan keluaran energi,

dengan cara pengaturan diet, peningkatan aktifitas fisik, dan mengubah /

modifikasi pola hidup.

1. Menetapkan target penurunan berat badan

Untuk penurunan berat badan ditetapkan berdasarkan: umur anak, yaitu

usia 2 - 7 tahun dan diatas 7 tahun, derajat obesitas dan ada tidaknya

penyakit penyerta/komplikasi. Pada anak obesitas tanpa komplikasi

Page 13: Bab 1+2 Obesitas

dengan usia dibawah 7 tahun, dianjurkan cukup dengan mempertahankan

berat badan, sedang pada obesitas dengan komplikasi pada anak usia

dibawah 7 tahun dan obesitas pada usia diatas 7 tahun dianjurkan untuk

menurunkan berat badan. Target penurunan berat badan sebesar 2,5 - 5 kg

atau dengan kecepatan 0,5 - 2 kg per bulan.

2. Pengaturan diet

Prinsip pengaturan diet pada anak obesitas adalah diet seimbang sesuai

dengan RDA, hal ini karena anak masih mengalami pertumbuhan dan

perkembangan. Intervensi diet harus disesuaikan dengan usia anak, derajat

obesitas dan ada tidaknya penyakit penyerta. Pada obesitas sedang dan

tanpa penyakit penyerta, diberikan diet seimbang rendah kalori dengan

pengurangan asupan kalori sebesar 30%. Sedang pada obesitas berat (IMT

> 97 persentile) dan yang disertai penyakit penyerta, diberikan diet dengan

kalori sangat rendah (very low calorie diet ).

Dalam pengaturan diet ini perlu diperhatikan tentang :

a. Menurunkan berat badan dengan tetap mempertahankan

pertumbuhan normal.

b. Diet seimbang dengan komposisi karbohidrat 50-60%, lemak 20-

30% dengan lemak jenuh < 10% dan protein 15-20% energi total

serta kolesterol < 300 mg per hari.

c. Diet tinggi serat, dianjurkan pada anak usia > 2 tahun dengan

penghitungan dosis menggunakan rumus: (umur dalam tahun + 5)

gram per hari.

3. Pengaturan aktifitas fisik

Peningkatan aktifitas fisik mempunyai pengaruh terhadap laju

metabolisme. Latihan fisik yang diberikan disesuaikan dengan tingkat

perkembangan motorik, kemampuan fisik dan umurnya. Aktifitas fisik

untuk anak usia 6-12 tahun lebih tepat yang menggunakan ketrampilan

otot, seperti bersepeda, berenang, menari dan senam. Dianjurkan untuk

melakukan aktifitas fisik selama 20-30 menit per hari.

Tabel Jenis kegiatan dan jumlah kalori yang dibutuhkan

Page 14: Bab 1+2 Obesitas

Jenis kegiatanKalori yang

digunakan/jam

Jalan kaki 3 km/jam

Jalan kaki 6 km/jam

Joging 8 km/jam

Lari 12 km/jam

Tenis tunggal

Tenis ganda

Golf

Berenang

Bersepeda

150

300

480

600

360

240

180

350

660

4. Mengubah pola hidup/perilaku

Untuk perubahan perilaku ini diperlukan peran serta orang tua sebagai

komponen intervensi, dengan cara:

a. Pengawasan sendiri terhadap: berat badan, asupan makanan dan

aktifitas fisik serta mencatat perkembangannya.

b. Mengontrol rangsangan untuk makan. Orang tua diharapkan dapat

menyingkirkan rangsangan disekitar anak yang dapat memicu

keinginan untuk makan.

c. Mengubah perilaku makan, dengan mengontrol porsi dan jenis

makanan yang dikonsumsi dan mengurangi makanan camilan.

d. Memberikan penghargaan dan hukuman.

e. Pengendalian diri, dengan menghindari makanan berkalori tinggi

yang pada umumnya lezat dan memilih makanan berkalori rendah.

5. Peran serta orang tua, anggota keluarga, teman dan guru.

Orang tua menyediakan diet yang seimbang, rendah kalori dan sesuai

petunjuk ahli gizi. Anggota keluarga, guru dan teman ikut berpartisipasi

dalam program diet, mengubah perilaku makan dan aktifitas yang

mendukung program diet.

Page 15: Bab 1+2 Obesitas

6. Terapi intensif

Terapi intensif diterapkan pada anak dengan obesitas berat dan yang

disertai komplikasi yang tidak memberikan respon pada terapi

konvensional, terdiri dari diet berkalori sangat rendah (very low calorie

diet), farmakoterapi dan terapi bedah.

a. Indikasi terapi diet dengan kalori sangat rendah bila berat badan >

140% BB Ideal atau IMT > 97 persentile, dengan asupan kalori

hanya 600-800 kkal per hari dan protein hewani 1,5 - 2,5 gram/kg

BB Ideal, dengan suplementasi vitamin dan mineral serta minum >

1,5 L per hari. Terapi ini hanya diberikan selama 12 hari dengan

pengawasan dokter.

b. Farmakoterapi dikelompokkan menjadi 3, yaitu: mempengaruhi

asupan energi dengan menekan nafsu makan, contohnya

sibutramin; mempengaruhi penyimpanan energi dengan

menghambat absorbsi zat-zat gizi contohnya orlistat, leptin,

octreotide dan metformin; meningkatkan penggunaan energi.

Farmakoterapi belum direkomendasikan untuk terapi obesitas pada

anak, karena efek jangka panjang yang masih belum jelas.

c. Terapi bedah di indikasikan bila berat badan > 200% BB Ideal.

Prinsip terapi ini adalah untuk mengurangi asupan makanan atau

memperlambat pengosongan lambung dengan cara gastric

banding, dan mengurangi absorbsi makanan dengan cara membuat

gastric bypass dari lambung ke bagian akhir usus halus. Sampai

saat ini belum banyak penelitian tentang manfaat dan bahaya terapi

ini pada anak.

2.8 Komplikasi obesitas

1. Faktor Risiko Penyakit Kardiovaskuler

Faktor Risiko ini meliputi peningkatan: kadar insulin, trigliserida, LDL-

kolesterol dan tekanan darah sistolik serta penurunan kadar HDL-

kolesterol. Risiko penyakit Kardiovaskuler di usia dewasa pada anak

Page 16: Bab 1+2 Obesitas

obesitas sebesar 1,7 - 2,6. IMT mempunyai hubungan yang kuat (r = 0,5)

dengan kadar insulin. Anak dengan IMT > persentile ke 99, 40%

diantaranya mempunyai kadar insulin tinggi, 15% mempunyai kadar

HDL-kolesterol yang rendah dan 33% dengan kadar trigliserida tinggi.

Anak obesitas cenderung mengalami peningkatan tekanan darah dan

denyut jantung, sekitar 20-30% menderita hipertensi.

2. Diabetes Mellitus tipe-2

Diabetes mellitus tipe-2 jarang ditemukan pada anak obesitas. Prevalensi

penurunan glukosa toleran test pada anak obesitas adalah 25% sedang

diabetes mellitus tipe-2 hanya 4%. Hampir semua anak obesitas dengan

diabetes mellitus tipe-2 mempunyai IMT > + 3SD atau > persentile ke 99.

3. Obstruktive sleep apnea

Sering dijumpai pada anak obesitas dengan kejadian 1/100 dengan gejala

mengorok. Penyebabnya adalah penebalan jaringan lemak didaerah

dinding dada dan perut yang mengganggu pergerakan dinding dada dan

diafragma, sehingga terjadi penurunan volume dan perubahan pola

ventilasi paru serta meningkatkan beban kerja otot pernafasan. Pada saat

tidur terjadi penurunan tonus otot dinding dada yang disertai penurunan

saturasi oksigen dan peningkatan kadar CO2, serta penurunan tonus otot

yang mengatur pergerakan lidah yang menyebabkan lidah jatuh kearah

dinding belakang faring yang mengakibatkan obstruksi saluran nafas

intermiten dan menyebabkan tidur gelisah, sehingga keesokan harinya

anak cenderung mengantuk dan hipoventilasi. Gejala ini berkurang seiring

dengan penurunan berat badan.

4. Gangguan ortopedik

Pada anak obesitas cenderung berisiko mengalami gangguan ortopedik

yang disebabkan kelebihan berat badan, yaitu tergelincirnya epifisis kaput

femoris yang menimbulkan gejala nyeri panggul atau lutut dan terbatasnya

gerakan panggul.

Page 17: Bab 1+2 Obesitas

5. Pseudotumor serebri

Pseudotumor serebri akibat peningkatan ringan tekanan intrakranial pada

obesitas disebabkan oleh gangguan jantung dan paru-2 yang menyebabkan

peningkatan kadar CO2 dan memberikan gejala sakit kepala, papil edema,

diplopia, kehilangan lapangan pandang perifer dan iritabilitas.

2.9 Cara Pencegahan obesitas

1. Pengawasan kesehatan

Page 18: Bab 1+2 Obesitas

a) Mengidentifikasi pasien berisiko kegemukan berdasarkan riwayat

keluarga, berat lahir, sosio ekonomik, etnis, budaya, atau faktor

lingkungan.

b) Menghitung BMI setahun sekali pada semua remaja dan anak.

c) Menggunakan perubahan BMI untuk mengidentifikasi tingkat

kelebihan berat badan relatif terhadap pertumbuhan linier.

d) Mendorong, mendukung, dan melindungi pemberian ASI.

e) Membiasakan pola makan sehat dengan mengkonsumsi snack

bergizi, seperti sayur dan buah-buahan, makanan rendah lemak dan

gandum.

f) Meningkatkan aktivitas fisik pada anak saat bermain di rumah, di

sekolah, dan masyarakat.

g) Membiasakan pembatasan televisi dan video game maksimum 2

jam per hari.

h) Mengenali dan memantau perubahan-faktor obesitas untuk

penyakit kronis dewasa, seperti hipertensi, dislipidemia,

hiperinsulinemia, gangguan toleransi glukosa dan gejala sindrom

apnea tidur obstruktif.

2. Kebijaksanaan Masyarakat

a) Membantu orang tua, guru, pelatih, dan pihak lain yang

berpengaruh terhadap remaja untuk mendiskusikan kebiasaan

kesehatan sebagai bagian dari upaya mereka untuk mengontrol

kelebihan berat badan dan obesitas.

b) Mendorong pembuat kebijakan lokal dan organisasi nasional, serta

sekolah untuk mendukung gaya hidup sehat pada semua anak,

termasuk diet yang tepat dan kesempatan yang memadai untuk

kegiatan fisik secara teratur.

c) Mendorong organisasi yang bertanggung jawab untuk perawatan

kesehatan dan pembiayaan perawatan kesehatan untuk pencegahan

obesitas dan strategi pengobatan.

Page 19: Bab 1+2 Obesitas

d) Mendorong sumber-sumber publik dan swasta untuk pendanaan

langsung terhadap penelitian ke dalam strategi yang efektif untuk

mencegah kelebihan berat badan dan obesitas dan memaksimalkan

keluarga terbatas dan kembali komunitas-sumber untuk mencapai

hasil yang sehat bagi para pemuda.

e) Dukungan dan advokasi untuk pemasaran sosial dimaksudkan

untuk meningkatkan pilihan makanan sehat dan meningkatkan

aktivitas fisik

2.10 Mendeteksi anak obesitas

Hal pertama yang perlu dilakukan adalah memastikan berat badan

anak. Secara singkat, berat badan lebih dapat dilihat dengan

memperhatikan KMS anak. Apabila di atas garis hijau, maka

kemungkinan anak memiliki berat badan berlebih. Selanjutnya, melihat

proporsional tinggi badan anak. Dari WHO-NCHS, tidak ada klasifikasi

overweight atau obesitas. Sehingga, indikator ini sulit dilihat secara

objektif. Cara yang lain adalah dengan melihat grafik IMT (BMI, Body

Mass Index)

Klasifikasinya adalah:

Persentil >95 : obesitas

Page 20: Bab 1+2 Obesitas

Persentil 75-95 : overweight

Persentil 25 – 75 : normal

Persentil <25 : kurus

2.11 Asuhan Keperawatan obesitas

Referensi


Top Related