Download - B7 Skenario 4
Suspect Sindrom Down
Oleh
Kelompok B7
Bella Kurnia 102010049
Flavianus Reolelang Wayan 102010237
Rucmana Aga 102010350
Petricia 102010256
Dedeh Anggreyani 102010192
Jacob Benedick Sirait 102010287
Hernita 102010123
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
Pendahuluan
Kita mengenali berbagi macam penyakit yang dapat menyerang tubuh kita, baik penyakit karena
infesksi, degenratif, penyakit congenital, dan juga penyakit keturunan dan penyakit dengan cacat bawaan.
Semua manusia memiliki kromosom dimana kromosom sangat berperan penting dalam menunjang
kehidupan manusia. Penyakit-penyakit kelainan kromosom tidak sedikit seperti sindrom down,sindrom
turner,sindrom marfan dan masih bayak lagi. Pada kesempatan kali ini saya akan membahas mengenai
sindrom down.
John Langdon Down adalah seorang dokter dari Inggris yang pertama kali
menggambarkan kumpulan gejala dari sindrom Down pada tahun 1866. Tetapi sebelumnya
Esquirol pada tahun 1838 dan Seguin pada tahun 1846 telah melaporkan seorang anak yang
mempunyai tanda-tanda mirip dengan sindrom Down. Berdasarkan fenotip dari pasien yang
menunjukkan tanda-tanda tuna mental dan adanya lipatan pada kelopak mata, maka kelainan ini
semla disebut mongolisme. Tetapi agar supaya tidak menyakiti hati bangsa Mongol, maka cacat
ini kemudian dinamakan sindroma Down
Anak dengan sindrom Down adalah individu yang dapat dikenali dari fenotipnya dan
mempunyai kecerdasan yang terbatas, yang terjadi akibat adanya jumlah kromosom 21 yang
berlebih. Diperkirakan bahwa materi genetik yang berlebih tersebut terletka pada bagian lengan
bawah dari kromosom 21 dan interaksinya dengan fungsi gen lainnya menghasilkan suatu
perubahan homeostasis yang memungkinkan terjadinya penyimpangan perkembangan fisik dan
susunan saraf pusat. Oleh karena kelainannya terjadi pada autosom, maka penderita sindroma
Down dapat laki-laki ataupun perempuan. 1
Para individu yang mengalami down syndrome hampir selalu memiliki 47 kromosom,
bukan 46. Ketika terjadi pematangan telur, 2 kromosom pada pasangan kromosom 21, yaitu
kromosom terkecil gagal membelah diri. Jika telur bertemu dengan sperma, akan terdapat
kromosom 21—yang istilah teknisnya adalah trisomi 21. Down syndrome bukanlah suatu
penyakit maka tidak menular, karena sudah terjadi sejak dalam kandungan.
Dalam makalah ini akan dibahas bagaimana sistematika dalam membuat diagnose pasien
yang menderita sindrom down dan bagaimana penatalaksaan, serta prognosis dari seorang
penderita sindrom down.
Pembahasan
Identifikasi Istilah
Kelainan AVSD (atrioventricular septal defect) artinya ada lubang di bagian
bawah sekat serambi (pembatas serambi kiri dan kanan), mungkin disertai lubang di
bagian atas sekat bilik (pembatas bilik kiri dan kanan), sering kali disertai kebocoran
katup-katup jantung di area dekat lubang tersebut.2,3
Anamnesis
Alloanamnesis yang harus ditanyakan adalah : 1
Identitas pasien (alloanamnesis)
Identitas orang tua pasien
- Yang terpenting dari identitas orang tua pasien adalah usia kedua orang
tua pasien, karena semakin lanjut usia orang tua pasien kemungkinan
terjadinya kelainan kromosom akan semakin tinggi
Keluhan utama
- Ibu yang membawa anaknya berusia 3 tahun yang belum bisa duduk sendiri,
kalau menangis sering bibirnya biru.
Riwayat penyakit sekarang
- Anak menderita kelainan jantung bawaan berupa AVSD (diperiksa oleh
dokter spesialis)
Riwayat kehamilan,persalinan dan perkembangan bayi
- Umur berapa ibu ketika mengandung?
- Bagaimana proses persalinan? Normal atau Caesar?
- Bagaimana kehamilan anak sebelumnya?
- Keluhan-keluhan apa saja yang menyertai kehamilan?
- Bagaimana tumbuh kembang anak 0-3 tahun?
Ibu hamil berisiko tinggi :
Usia wanita mempengaruhi resiko kehamilan. Anak perempuan
berusia 15 tahun atau kurang lebih rentan terhadap terjadinya pre-
eklamsi (suatu keadaan yang ditandai dengan tekanan darah tinggi,
protein dalam air kemih dan penimbunan cairan selama kehamilan)
dan eklamsi (kejang akibat pre-eklamsi). Mereka juga lebih mungkin
melahirkan bayi dengan berat badan rendah atau bayi kurang gizi.
Wanita yang berusia 35 tahun atau lebih, lebih rentan terhadap tekanan
darah tinggi, diabetes atau fibroid di dalam rahim serta lebih rentan
terhadap gangguan persalinan. Diatas usia 35 tahun, resiko memiliki
bayi dengan kelainan kromosom (misalnya sindroma Down) semakin
meningkat. Pada wanita hamil yang berusia diatas 35 tahun bisa
dilakukan pemeriksaan cairan ketuban (amniosentesis) untuk menilai
kromosom janin.
Seorang wanita yang pada saat tidak hamil memiliki berat badan
kurang dari 50 kg, lebih mungkin melahirkan bayi yang lebih kecil
dari usia kehamilan (KMK, kecil untuk masa kehamilan). Jika
kenaikan berat badan selama kehamilan kurang dari 7,5 kg, maka
resikonya meningkat sampai 30%. Sebaliknya, seorang wanita gemuk
lebih mungkin melahirkan bayi besar. Obesitas juga menyebabkan
meningkatnya resiko terjadinya diabetes dan tekanan darah tinggi
selama kehamilan.
Seorang wanita yang memiliki tinggi badan kurang dari 1,5 meter,
lebih mungkin memiliki panggul yang sempit. Selain itu, wanita
tersebut juga memiliki resiko yang lebih tinggi untuk mengalami
persalinan prematur dan melahirkan bayi yang sangat kecil.
Riwayat penyakit dahulu
- Riwayat demam anak apakah ada kejang ?
Kejang pada bayi dapat mengakibatkan terjadinya penurunan kemampuan
kognitif pada bayi
- Riwayat ikterus pada waktu bayi dilahirkan ?
Penting untuk diketahui karena kern ikterus yang terjadi pada waktu
lampau dapat mengakibatkan penurunan kemampuan kognitif pasien karena
intoksikasi bilirubin pada otak.
Riwayat keluarga
- Apakah di keluarga ada yang menderita penyakit keturunan?
- Apakah ada anggota keluarga yang menderita sindrom down ?
Riwayat pengobatan
- Apakah saja obat yang ibu minum ketika mengandung?
Obat-obat teratogenik dapat menyebabkan berbagai penyakit kelainan
kromosom termasuk sindrom down.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan untuk mengetahui keadaan seorang penderita down
antara lain
1) Keadaan Umum
Pada pasien dengan sindrom down pada umumnya dapat diketahui dengan melihat keadaan
umum pasien, penderita sindrom Down sering secara umum terlihat memiliki
keterbelakangan mental yang sedang, namun tidak semua penderita down akan mengalami
keterlambatan mental. Penderita sindrom down yang terlihat lemah perlu dicurigai adanya
kelainan jantung bawaan karena sindrom Down sering disertai dengan kelainan jantung
bawaan, dan kelainan jantung ini merupakan penyebab kematian usia muda pada penderita
sindrom down.
2) Tanda tanda vital
Yang perlu diukur pada tanda-tanda vital adalah suhu, denyut nadi, tekanan darah dan frekuensi
nafas.
3) Inspeksi
Inspeksi pada penderita sindrom down harus dilakukan seluruh tubuh karena penderita
Down sering ditemukan dengan berbagai bentuk kelainan, diantaranya adalah
Bentuk wajah yang khas yang disebut bentuk wajah mongoloid
yang terjadi karena hipotonia otot wajah sehingga wajah terlihat datar,
jarak antara kedua mata yang lebar, pada bagian mata tampak adanya
kelainan garis mata yang tampak miring ke atas, juga terdapat lipatan
epichantal, yaitu lipatan palpebra superior yang menutupi bagian
epicanthus medial.
Mata; pada mata pasien selain jaringan penutup mata iris mata
penderita down juga tampak mengalami kelainan yaitu adanya suatu
brushfield spot berupa bercak putih pada iris mata penderita sindrom
Down.
\Kepala; beberapa penderita sindrom down dapat mengalami bentuk
tengkorak yaitu dibagian occiput yang tampak lebih datar dibandingkan
dengan orang normal
Telinga; telinga penderita sindrom down akan tampak kecil dan
memiliki letak yang lebih rendah (low set ear) kira-kira 30 dibandingkan
dengan orang normal.
Gigi dan mulut; gigi dan mulut penderita sindrom Down sering
bermasalah hal ini terjadi karena kelainan bentuk tengkorak pada
penderita sindrom down. Gigi penderita sindrom down sering kali
berukuran kecil dan tidak tumbuh dengan benar, beberapa penderita
sindrom Down juga mengalami keterlambatan pertumbuhan gigi.
Palatum penderita sindrom Down juga akan tampak lebih kecil dan lunak
yang juga merupakan penyebab terjadinya kelainan bentuk gigi pada
penderita Down sindrom. Perlu juga diperhatikan ukuran lidah penderita
sindrom Down, lidah penderita sindrom Down akan tampak lebih besar
dibandingkan lidah bayi normal, tetapi lidah yang berukuran besar
juga mengindikasikan adanya hipotiroidisme konginetal yang dapat
memperberat kemunduran kemampuan kognitif pada penderita sindrom
Down. Tonsil adenoid penderita sindro Down yang masih anak-anak
juga sering membesar dan dapat mengganggu pernapasan penderita
sindrom down bila ukurannya terlalu besar sehingga terjadi sleep apneu
obstruktif disorder
Leher; leher penderita sindrom down akan tampak lebih pendek dan
banyak lemak dibandingkan orang normal, beberapa penderita sindrom
down juga disertai dengan hipotiroidisme yang dapat dicurigai bila
adanya pembesaran kelenjar tiroid.
Tangan; terdapat tanda simian crase yaitu hanya terdapat satu garis
tangan pada penderita sindrom down, tetapi beberapa orang normal juga
memiliki simean crase dan terbukti tidak menderita sindrom down, jari-
jari penderita sindrom down akan tampaklebih pendek dan berukuran
lebih besar, jari ke lima penderita sindrom Down akan mengalami
cianodaktil.
4) Pemeriksaan Jantung
Jantung harus diperiksa secara sistematis yaitu dengan inspeksi, palpasi dan
auskultasi. Dari inspeksi dapat dilihat ada tidaknya benjolan prekordial, benjolan prekordial
menunjukkan adanya pembesaran jantung. Benjoan prekordia disebelah kiri menunjukkan
adanya pembesaran ventrikel kiri sementara dorongan pada daerah sternum menunjukkan
adanya pembesaran ventrikel kanan. Dengan palpasi kita dapat meraba thrills (getaran)
adalah bising yang teraba.4
Dengan tehnik auskultasi yang baik, kelainan jantung bawaan pada penderita
sindrom down dapat segera beberapa kelainan jantung lain yang dapat ditemukan pada
penderita sindrom Down adalah AVSD, VSD, TOF, PDA.
5) Pemeriksaan abdomen
Pada penderita sindrom down juga sering diikuti dengan hernia umbilikalis
sehingga pemeriksaan abdomen perlu dilakukan untuk mengurangi kemungkinan komplikasi
jangka panjang bila hernia tidak segera di obati.
6) Pemeriksaan panggul dan extremitas bawah
Untuk bagian extremitaas inferior distal sering ditemukan adanya jarak yang besar
antara jari 1 dan jari 2 pada kaki penderita sindrom Down.
7) Pemeriksaan refleks-refleks pada bayi
Pada penderita sindrom down akan mengalami penurunan refleks moro yang
terjadi karena gangguan pada kemampuan motorik dan kognitif penderita down sindrom.
8) Pemeriksaan antropometri anak
Penderita Sindrom Down yang mengalami kelainan jantung akan mengalami
hambatan tubuh sehingga pertumbuhannya akan lebih terhambat. Beberapa antropometri
yang sering dilakukan pada anak dibawah usia 2 tahun adalah panjang anak, berat badan dan
lingkar kepala.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Darah Ibu Pranatal.
Darah ibu diperiksa kombinasi dari berbagai marker: alpha-fetoprotein (AFP),
unconjugated estriol (uE3), dan human chorionic gonadotropin (hCG) membuat tes standar, yang
dikenal bersama sebagai “tripel tes.” Tes ini merupakan independen pengukuran, dan ketika
dibawa bersama-sama dengan usia ibu (dibahas di bawah), dapat menghitung risiko memiliki
bayi dengan sindrom Down.
Selama lima belas tahun terakhir, ini dilakukan dalam kehamilan 15 sampai minggu ke-
18. Baru-baru ini, tanda lain yang disebut Papp-A ternyata bisa berguna bahkan lebih awal.
a. Alpha-fetoprotein dibuat di bagian rahim yang disebut yolk sac dan di hati janin, dan
sejumlah AFP masuk ke dalam darah ibu. Pada sindrom Down, AFP menurun dalam
darah ibu, mungkin karena yolk sac dan janin lebih kecil dari biasanya.
b. Estriol adalah hormon yang dihasilkan oleh plasenta, menggunakan bahan yang
dibuat oleh hati janin dan kelenjar adrenal. estriol berkurang dalam sindrom Down
kehamilan.
c. Human chorionic gonadotropin hormon yang dihasilkan oleh plasenta, dan digunakan
untuk menguji adanya kehamilan. bagian yang lebih kecil tertentu dari hormon, yang
disebut subunit beta, adalah sindrom Down meningkat pada kehamilan.
d. Inhibin A adalah protein yang disekresi oleh ovarium, dan dirancang untuk
menghambat produksi hormon FSH oleh kelenjar hipofisis. Tingkat inhibin A
meningkat dalam darah ibu dari janin dengan Down syndrome.
e. PAPP-A , yang dihasilkan oleh selubung telur yang baru dibuahi. Pada trimester
pertama, rendahnya tingkat protein ini terlihat dalam sindrom Down kehamilan.5
2. Ultrasound Screening (USG Screening)
Kegunaan utama USG (juga disebut sonografi) adalah untuk mengkonfirmasi usia
kehamilan janin (dengan cara yang lebih akurat daripada yang berasal dari ibu siklus haid
terakhir).Manfaat lain dari USG juga dapat mengambil masalah-masalah alam medis serius,
seperti penyumbatan usus kecil atau cacat jantung. Mengetahui ada cacat ini sedini mungkin
akan bermanfaat bagi perawatan anak setelah lahir. Pengukuran Nuchal fold juga sangat
direkomendasikan. Ada beberapa item lain yang dapat ditemukan selama pemeriksaan USG
bahwa beberapa peneliti telah merasa bahwa mungkin memiliki hubungan yang bermakna
dengan sindrom Down. Temuan ini dapat dilihat dalam janin normal, tetapi beberapa dokter
kandungan percaya bahwa kehadiran mereka meningkatkan risiko janin mengalami sindrom
Down atau abnormalitas kromosom lain.
Echogenic pada usus, echogenic intracardiac fokus, dan dilitation ginjal (pyelctasis).
marker ini sebagai tanda sindrom Down masih kontroversial, dan orang tua harus diingat bahwa
setiap penanda dapat juga ditemukan dalam persentase kecil janin normal.
Penanda yang lebih spesifik yang sedang diselidiki adalah pengukuran dari hidung janin; janin
dengan Down syndrome tampaknya memiliki hidung lebih kecil dari USG pada janin tanpa
kelainan kromosom. masih belum ada teknik standar untuk mengukur tulang hidung dan
dianggap benar-benar dalam penelitian saat ini. Penting untuk diingat bahwa meskipun
kombinasi terbaik dari temuan USG dan variabel lain hanya prediksi dan tidak diagnostik. Untuk
benar diagnosis, kromosom janin harus diperiksa.5
3. Amniosentesis
Prosedur ini digunakan untuk mengambil cairan ketuban, cairan yang ada di rahim. Ini
dilakukan di tempat praktek dokter atau di rumah sakit. Sebuah jarum dimasukkan melalui
dinding perut ibu ke dalam rahim, menggunakan USG untuk memandu jarum. Sekitar satu cairan
diambil untuk pengujian. Cairan ini mengandung sel-sel janin yang dapat diperiksa untuk tes
kromosom. Dibutuhkan sekitar 2 minggu untuk menentukan apakah janin sindrom Down atau
tidak. Amniocentesis biasanya dilakukan antara 14 dan 18 minggu kehamilan;
beberapa dokter mungkin melakukannya pada awal minggu ke-13. Efek samping kepada ibu
termasuk kejang, perdarahan, infeksi dan bocornya cairan ketuban setelah itu. Ada sedikit
peningkatan risiko keguguran: tingkat normal saat ini keguguran kehamilan adalah 2 sampai 3%,
dan amniosentesis meningkatkan risiko oleh tambahan 1 / 2 sampai 1%. Amniosentesis tidak
dianjurkan sebelum minggu ke-14 kehamilan karena risiko komplikasi lebih tinggi dan
kehilangan kehamilan.
Rekomendasi saat ini wanita dengan risiko memiliki anak dengan sindrom Down dari 1
dalam 250 atau lebih besar harus ditawarkan amniosentesis. Ada kontroversi mengenai apakah
akan menggunakan risiko pada saat penyaringan atau perkiraan resiko pada saat kelahiran.
(Risiko pada saat skrining lebih tinggi karena banyak janin dengan Down syndrome
membatalkan secara spontan sekitar waktu penyaringan atau sesudahnya.5
4. Chorionic Villus Sampling (CVS)
Dalam prosedur ini, bukan cairan ketuban yang diambil, jumlah kecil jaringan diambil
dari plasenta muda (juga disebut lapisan chorionic). Sel-sel ini berisi kromosom janin yang dapat
diuji untuk sindrom Down. Sel dapat dikumpulkan dengan cara yang sama seperti amniosentesis,
tetapi metode lain untuk memasukkan sebuah tabung ke dalam rahim melalui vagina. CVS
biasanya dilakukan antara 10 dan 12 minggu pertama kehamilan. Efek samping kepada ibu
adalah sama dengan amniosentesis. Risiko keguguran setelah CVS sedikit lebih tinggi
dibandingkan dengan amniosentesis, meningkatkan keguguran normal 3 sampai 5%. Penelitian
telah menunjukkan bahwa dokter lebih berpengalaman melakukan CVS, semakin sedikit tingkat
keguguran.5
5. Cytogenetic studi
Diagnosis terhadap sindrom down harus dikonfirmasi dengan karyotyping. Karyotyping
sangat penting dalam menentukan resiko rekurensi Dalam translokasi down syndrome,
pemeriksaan karyotyping pada orang tua atau keluaga lainnya dibutuhkan untuk konseling
genetic terhadap pemeriksaan sindrom down.5
Gambar no.1 G-banded karyotype showing trisomy 21 (47,XY,+21).5
6.Test skrining perkembangan menurut denver (denver developmental screening
test/DDST)
Denver II (DDST II) adalah revisi utama dari standarisasi ulang dari Denver
developmental screening Test (DDST) dan Revised Denver Developmental Screening Test
(DDST-R). DDST adalah salah satu metode skrining terhadap kelainan perkembangan anak.
Tujuan dari DDST II adalah untuk mengetahui dan mengikuti proses perkembangan anak
dan untuk mengatasi secara dini bila ditemukan kelainan perkembangan.
Manfaat dari DDST II adalah untuk mengetahui tahap perkembangan yang telah dicapai
anak, untuk menemukan adanya keterlambatan perkembangan anak sedini mungkin, dan untuk
meningkatkan kesadaran orang tua atau pengasuh anak untuk berusaha menciptakan kondisi
yang menguntungkan bagi perkembangan anak.6
7.Tes fungsi tiroid
Status fungsional kelenjar tiroid dapat dipastikan dengan perantaraan tes-tes fungsi tiroid.
Tes-tes yang sekarang digunakan untuk mendiagnosis penyakit tiroid adalah kadar total tiroksin
dan triiodotironin serum, tiroksin bebas, kadar TSH serum, dan ambilan iodium radioisotop.7
Kadar total tiroksin dan triiodotironin serum diukur dengan radiogland assay. Pengukuran
termasuk hormon terikat dan hormon yang bebas. Kadar normal tiroksin adalah 4 sampai 11
µg/dl; untuk triiodotironin kadarnya berkisara dari 80 samapi 160 ng/dl. Tiroksin bebas serum
mengukur kadar tiroksin dalam sirkulasi yang secara metabolik aktif.7
Diagnosis Kerja
Sindroma Down
Diagnosis kerjanya adalah ‘Suspect’ Sindrom Down. Dikatakan suspect, karena diagnosis
ini ditegakkan hanya berdasarkan gejala klinis yang tampak pada pasien. Oleh karena itu, untuk
memastikannya, diperlukan pemeriksaan kariotiping (analisa kromosom). Sindrom Down ini
memiliki gejala-gejala yang khas, berupa wajah ‘mongoloid’, sehingga disebut juga dengan
‘Mongoloid disease’. Namun sekarang, istilah ini sudah tidak digunakan lagi. Selain pada wajah,
kelainan lainnya juga bisa terdapat pada lidah (membesar dan tampak keluar dari mulut),
terdapat Simian crease (tampak satu garis pada telapak tangan yang lurus, menggambarkan
keadaan hipotoni pada saat di rahim ibu) dan kelainan jantung bawaan berupa ASVD. VSD,
ToF, PDA.1
Down Syndrom (Down syndrome) adalah suatu kondisi keterbelakangan perkembangan
fisik dan mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom.
Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri
saat terjadi pembelahan. Kelainan enetic yang terjadi pada kromosom 21 pada berkas q22 gen
SLC5A3, yang dapat dikenal dengan melihat manifestasi klinis yang cukup khas. 3,4,5
Kromosom adalah merupakan serat-serat khusus yang terdapat didalam setiap sel didalam
badan manusia dimana terdapat bahan-bagan genetik yang menentukan sifat-sifat seseorang.
Selain itu down syndrom disebabkan oleh hasil daripada penyimpangan kromosom semasa
konsepsi. Ciri utama daripada bentuk ini adalah dari segi struktur muka dan satu atau
ketidakmampuan fisik dan juga waktu hidup yang singkat. Sebagai perbandingan, bayi normal
dilahirkan dengan jumlah 46 kromosom (23 pasang) yaitu hanya sepasang kromosom 21 (2
kromosom 21). Sedangkan bayi dengan penyakit down syndrom terjadi disebabkan oleh
kelebihan kromosom 21 dimana 3 kromosom 21 menjadikan jumlah kesemua kromosom ialah
47 kromosom.Keadaan ini boleh melibatkan kedua-dua jantina (lelaki dan perempuan).4,5,6
Kelainan yang berdampak pada keterbelakangan pertumbuhan fisik dan mental ini
pertama kali dikenal pada tahun 1866 oleh Dr.John Longdon Down. Karena ciri-ciri yang
tampak aneh seperti tinggi badan yang relative pendek, kepala mengecil, hidung yang datar
menyerupai orang Mongoloid maka sering juga dikenal dengan mongolisme. Pada tahun 1970an
para ahli dari Amerika dan Eropa merevisi nama dari kelainan yang terjadi pada anak tersebut
dengan merujuk penemu pertama kali sindrom ini dengan istilah sindrom Down dan hingga kini
penyakit ini dikenal dengan istilah yang sama.
Gambar no.2 gambaran kromosom anak dengan sindrom down.2,3,6
Menurut penelitian, down syndrome menimpa satu di antara 700 kelahiran hidup atau 1
diantara 800-1000 kelahiran bayi. Diperkirakan saat ini terdapat empat juta penderita down
syndrome di seluruh dunia, dan 300 ribu kasusnya terjadi di Indonesia. Analisis baru
menunjukkan bahwa dewasa ini lebih banyak bayi dilahirkan dengandown syndrome dibanding
15 tahun lalu. Karena merupakan suatu kelainan yang tersering yang tidak letal pada suatu
kondisi trisomi, maka skrining genetik dan protokol testing menjadi fokus dibidang obstetri.
Kelainan mayor yang sering berhubungan adalah kelainan jantung 30-40%. atresia
gastrointestinal, leukimia dan penyakit tiroid. IQ berkisar 25-50.Insidensnya pada Wanita yang
hamil diatas usia 35 th meningkat dengan cepat menjadi 1 diantara 250 kelahiran bayi. Diatas 40
th semakin meningkat lagi, 1 diantara 69 kelahiran bayi.4,5,6
Diagnosis Banding
Berdasarkan gejala yang diderita, maka sindrom Down ini dapat dibandingkan dengan penyakit
lain yang mirip, yaitu
1. Hipotiroidisme
Hipotiroidisme didiagnosis dengan penurunan T4 bebas dalam serum.Hal ini dapat
diakibatkan oleh penyakit tiroid (hipotiroidisme primer) atau kelainan kelenjar hipofisis
(sekunder) atau akibat kelainan hipotalamus (tersier).Hipotiroidisme dibagi menjadi kelainan
kongenital atau di dapat dan dapat disertai dengan goiter. Hipotiroidisme
kongenital.Hipertiroidisme kongenital terjadi pada sekitar 1: 4000 kelahiran hidup dan biasanya
disebabkan oleh malformasi fisgenetik (agenesis, aplasia, ektopia) kelenjar tiroid.Jaringan tiroid
biasanya tidak dapat diraba pada keadaan non goiter sporadis ini. Kadar T4 bebas rendah dan
kadar TSH meningkat, yang membuktikan hipotiroidisme primer. Program skrining neonatus
rutin untuk mengukut kadar TSH stick pada darah tali pusat atau tumit sekarang tersedia di setiap
negara bagian di Amerika Serikat dan di banyak negara. Sampel serum segera untuk
mengkonfirmasi penyakit ini harus diambil dari setiap bayi yang memiliki hasil positif pada uji
skrining (T$ rendah TSH tinggi mengkonfirmasi temuannya)
Defisiensi TBG kongenital terjadi pada sekitar 1:10.000 kelahiran hidup dan disertai
dengan kadar T4 total serum rendah, TSH normal, dan T$ bebas dalam serum serta status klinis
eutiroid. Hipotiroidisme sekunder atau tersier murni jarang dijumpai, terjadi pada 1:100.000
kelahiran hidup; kadar T4 bebas berkisar dari normal sampai rendah pada keadaan ini. Bila
hipotiroidisme tersier atau sekunder terdeteksi, penilaian hormon hipofisis lain dan pengamatan
anatomi hipofisis-hipotalamus dengan MRI diindikasikan. Hipotiroidisme kongenital dengan
goiter terjadi sekitar 1 dalam 30.000 kelahiran hidup.Goiter menggambarkan kelainan
metabolisme bawaan pada jalur penggabungan iodida atau biosintesis hormon tiroid atau
menggambarkan pasase obat-obat antitiroid transplasenta yang diberikan pada ibu.
Manifestasi klinis hipotiroidisme kongenital pada masa bayi baru lahir biasanya tidak
terlihat jelas , tetapi menjadi lebih nyata beberapa minggu atau beberapa bulan sesudah
lahir.Oleh sebab itu, skrining bayi baru lahir penting untuk membuat diagnosis awal dan
memulai terapi penggantian tiroid tanpa adanya tanda definitif. Namun, temuan pada berbagai
stadium sesudah lahir dapat meliputi kehamilan yang lebih lama dari 42 minggu, berat badan
lahir yang lebih besar dari 4 kg, hipotermia, akrosianosis, distres pernapasan, fontanel posterior
yang besar, distensi perut, letargi dan sulit makan, ikterus lebih dari 3 hari sesudah lahir, edema,
hernia umbilikalis, kulit burik, konstipasi, lidah besar, kulit kering dan tangisan parau (hoarse
cry). Hormon tiroid penting untuk maturasi dan diferensiasi jaringan, seperti tulang (usia tulang
sering terlambat pada saat lahir akibat hipotiroidisme intrauterin) dan otak (kebanyakan maturasi
otak yang bergantung tiroid terjadi pada 2-3 tahun sesudah lahir).
Bila pengobatan dimulai dalam 1 bulan atau kurang sesudah lahir, prognosis untuk
perkembangan intelektual normal sangat baik; program skrining biasanya menawarkan terapi
dalam 1-2 minggu setelah lahir.Jika terapi diberikan sesudah 6 bulan, dan bila terdapat tanda
hipotiroidisme berat (misalnya kreatinisme, istilah yang merendahkan tidak digunakan bila
menyinggung keluatga), kemungkinan fungsi intelektual normal sangat menurun.Pertumbuhan
membaik sesudah penggantian tiroid bahkan pada kasus yang terdiagnosis lambat. Dosis tiroksin
diubah menurut usia; 10-15 μg T4/kg digunakan untuk bati baru lahir, tetapi sekitar 3μg/kg
digunakan nantinya pada masa kanak-kanak. Pada hipotiroidisme neonatus, tujuannya adalah
mempertahankan kadar T4 bebas serum pada pertengahan atas kisaran nilai normal, tetapi
supresi demikian dapat menyebabkan dosis tiroksin menjadi berlebih.9
2. Sindrom Beckwith-Wiedemann
Sindrom Beckwith-Wiedemann ditandai dengan prenatal dan postnatal overgrowth,
macroglossia, dan cacat dinding anterior abdomen yang berkisar dari hernia umbilikalis ringan
sampai exom phalos. Fitur tambahan yang bervariasi hadir termasuk organomegali, hipoglikemia
neonatal, hemihypertrophy dan kelainan urogenital. kecerdasan biasanya normal tetapi
keterlambatan perkembangan kadang-kadang hadir, khususnya jika hipoglikemia terjadi dalam
periode neonatal. Lipatan pada permukaan anterior lobus telinga dan lubang di atas permukaan
posterior pinna dapat membantu dalam membuat diagnosis.Sindrom mempengaruhi sekitar 1
dari 14000 kelahiran. Peningkatan pertumbuhan janin biasanya dicatat pada trimester terakhir
dan bisa disertai dengan polyhidramnion, plasenta besar dan kelahiran prematur. Berat lahir dan
panjang lahir biasanya meningkat, meskipun kadang-kadang penigkatan pertumbuhan mungkin
tidak mulai sampai setelah lahir. Kecepatan pertumbuhan dan usia tulang maju dalam 4-6 tahun
pertama kehidupan, setelah itu mereka dapat kembali normal. Tinggi badan akhir cenderung di
ujung atas dari kisaran normal.
Sekitar 5 persen anak-anak dengan sindrom Beckwith Wiedemann mengembangkan
tumor embrional. Wilms tumor paling sering terjadi tetapi hepatoblastoma juga dapat terjadi.
lebih dari 90 persen tumor berkembang dengan 7 tahun. Risiko tumor lebih besar dalam kasus-
kasus dengan hemihypertrophy dan mungkin berbeda sesuai dengan penyebab yang mendasari.
Ada kontroversi tentang manfaat dari skrining, tapi 3 bulan abdominal ultrasound untuk
sekurangnya 7 tahun umumnya direkomendasikan. Dasar genetik dari sindrom Beckwith
Wiedemann adalah kompleks dan melibatkan fungsi berubah beberapa gen terkait erat di wilayah
yang dicantumkan pada kromosom 11p15.5. Pencetakan merupakan modifikasi epigenetik yang
memungkinkan ekspresi gen untuk diubah sesuai dengan induk Orgin. Gen dicetak terlibat dalam
sindrom Beckwith Wiedeman termasuk paternal diungkapkan IGF2 dan KCNQIOTI (Liti) gen
dan maternal menyatakan H19, CDKINIC (p57KIP2) dan gen KCNQI. Ada tiga sub kelompok
utama dari sindrom Beckwith Wiedemann. kromosom (2 persen, duplikasi 11p15) keluarga (15
persen, yang 40 persen adalah karena mutasi CDKNIC) dan sporadis (83 persen).
Kasus sporadis Wiedemann Beckwith dapat dibagi lagi sesuai dengan yang mendasari
patologi molekuler. Sekitar 5 persen adalah karena mutasi CDKNIC dan 10-20 persen adalah
karena disorny uniparental. Hingga 60 persen dari kasus sporadis disebabkan oleh modifikasi
epigenetik Dikenal sebagai epimutations yang mempengaruhi dua pusat pencetakan separe. Pusat
pencetakan kedua terletak di intron 10 dari gen KCNQ1 dan dikenal sebagai KvDMR1.
Hilangnya metilasi pada KvDMR1 terlihat pada 50 persen dari kasus sporadis Beckwith
Wiedemann dan merupakan yang paling umum diketahui penyebab sindrom.10
Epidemiologi
Sindrom down merupakan kelainan kromosom autosomal yang paling banyak terjadi pada
manusia. Kelainan ini ditemukan di seluruh dunia, pada semua suku bangsa. Insiden sindrom
Down diperkirakan satu per 800 untuk satu per 1000 kelahiran. Sindrom Down terjadi di
seluruh kelompok etnis dan di antara semua kelas ekonomi. Umur ibu mempengaruhi
kemungkinan hamil bayi dengan sindrom Down. Pada ibu usia 20-24, kemungkinan
merupakan pada 1562; pada usia 35-39 kemungkinan adalah satu di 214, dan di atas usia 45
kemungkinan adalah satu di 19. 3,4
Meskipun kemungkinan meningkat dengan umur ibu, 80% dari anak-anak dengan sindrom
Down dilahirkan untuk wanita di bawah usia 35, mencerminkan kesuburan keseluruhan
kelompok usia.Data baru-baru ini juga menyarankan bahwa usia dari, terutama luar 42, juga
meningkatkan risiko mewujudkan sindrom Down. Penelitian saat ini (seperti tahun 2008) telah
menunjukkan bahwa Down syndrome karena untuk acara acak selama pembentukan sel kelamin
atau kehamilan.,6,7
Etiologi
Selama satu abad sebelumnya banyak hipotesis tentang penyebab sindrom Down yang
dilaporkan. Tetapi semenjak ditemukan adanya kelainan kromosom pada sindrom Down pada
tahun 1959, maka sekarang perhatian lebih dipusatkan pada kejadian “non disjunctional” sebagai
penyebabnya, yaitu3,4,6
1. Genetik. Diperkirakan terdapat predisposisi genetik terhadap “non disjucntional”. Bukti
yang mendukung teori ini ad alah berdasarkan atas hasil penelitian epidemiologi yang
menyatakan adanya peningkatan risiko berulang bila dalam keluarga terdapat anak
dengan sindrom Down.
2. Radiasi. Radiasi dikatakan merupakan salah satu penyebab terjadinya “non disjunctional”
pada sindrom Down ini. Uchida 1981 menyatakan bahwa sekitar 30% ibu yang
melahirkan anak dengan sindrom Down, pernah mengalami radiasi didaerah perut
sebelum terjadinya konsepsi. Sedangkan penelitian lain tidak mendapatkan adanya
hubungan antara radiasi dengan penyimpangan kromosom.
3. Infeksi. Infeksi juga dikatakan merupakan salah satu penyebab terjadinya sindrom Down.
Sampai saat ini belum ada peneliti yang mampu memastikan bahwa virus dapat
mengakibatkan terjadinya “non disjunction”.
4. Autoimun. Faktor lain yang juga diperkirakan sebagai etiologi sindrom Down adalah
autoimun. Terutama autoimun tiroid atau penyakit yang dikatikan dengan tiorid.
Penelitian Fialkow 1966 secara konsisten mendapatkan adanya perbedaan autoantibodi
tiroid pada ibu yang melahirkan anak dengan sindrom Down dengan ibu kontrol yang
umurnya sama.
5. Umur ibu. Apabila umur ibu diatas 35 tahun, diperkirakan terdapat perubahan hormonal
yang dapat menyebabkan “non disjunction” pada k romosom. Perubahan endokrin,
seperti meningkatnya sekresi androgen, menurunnya kadar hidroepiandrosteron,
menurunnya konsentrasi estradiol sistemik, perubahan konsentrasi reseptor hormon, dan
peningkatan secara tajam kadar LH (Luteinizing hormon) dan FSJ (Follicular Stimulating
Hormon) secara tiba-tiba sebelum dan selama menopouse, dapat meningkatkan
kemungkinan terjadinya “ non disjunction”.
6. Umur ayah. Selain pengaruh umur ibu terhadap sindrom Down, juga dilaporkan adanya
pengaruh dari umur ayah. Penelitian sitogenetik pada orang tua dari anak dengan sindrom
Down mendapatkan bahwa 20-30% kasus ekstra kromosom 21 bersumber dari ayahnya.
Tetapi korelasinya tidak setinggi dengan umur ibu.
Faktor lain seperti gangguan intragametik, organisasi nukleolus, bahan kimia dan
frekuensi koitus masih di diskusikan kemungkinan sebagai penyebab dari sindrom Down.
Pertumbuhan fisiknya dapat berkisar dari anak yang sangat pendek sampai yang tinggi diatas
rata-rata. Dari anak yang beratnya kurang sampai yang obesitas. Demikian pula dengan
kemampuan intelektual anak, yaitu dari anak yang retardasi mental sampai intelegensinya
normal. Seperti halnya perilaku dan emosinya yang juga bervariasi sangat luas.
Seorang anak dengan sindrom Down dapat lemah dan tidak aktif, sedangkan yang
lainnya agresif dan hiperaktif. Sehingga gambar an stereotipi dimasa lalu tentang anak dengan
sindrom Down yang pendek, gemuk, tak menarik, dengan mulut yang selalu terbuka dan lidah
yang terjulur keluar, serta retardasi mental yang berat adalah deskripsi yang tidak sepenuhnya
benar.
Patofisiologi
Kromosom 21 yang lebih akan memberi efek ke semua sistem organ dan menyebabkan
perubahan sekuensi spektrum fenotip. Hal ini dapat menyebabkan komplikasi yang mengancam
nyawa, dan perubahan proses hidup yang signifikan secara klinis. Sindrom Down akan
menurunkan survival prenatal dan meningkatkan morbiditas prenatal dan postnatal. Anak – anak
yang terkena biasanya mengalami keterlambatan pertumbuhan fisik, maturasi, pertumbuhan
tulang dan pertumbuhan gigi yang lambat. Lokus 21q22.3 pada proksimal lebihan kromosom 21
memberikan tampilan fisik yang tipikal seperti retardasi mental, struktur fasial yang khas,
anomali pada ekstremitas atas, dan penyakit jantung kongenital. Hasil analisis molekular
menunjukkan regio 21q.22.1-q22.3 pada kromosom 21 bertanggungjawab menimbulkan
penyakit jantung kongenital pada penderita sindrom Down. Sementara gen yang baru dikenal,
yaitu DSCR1 yang diidentifikasi pada regio 21q22.1-q22.2, adalah sangat terekspresi pada otak
dan jantung dan menjadi penyebab utama retardasi mental dan defek jantung. Abnormalitas
fungsi fisiologis dapat mempengaruhi metabolisme thiroid dan malabsorpsi intestinal. Infeksi
yang sering terjadi dikatakan akibat dari respons sistem imun yang lemah, dan meningkatnya
insidensi terjadi kondisi aotuimun, termasuk hipothiroidism dan juga penyakit Hashimoto.
Penderita dengan sindrom Down sering kali menderita hipersensitivitas terhadap proses
fisiologis tubuh, seperti hipersensitivitas terhadap pilocarpine dan respons lain yang abnormal.
Sebagai contoh, anak – anak dengan sindrom Down yang menderita leukemia sangat sensitif
terhadap methotrexate. Menurunnya buffer proses metabolik menjadi faktor predisposisi
terjadinya hiperurisemia dan meningkatnya resistensi terhadap insulin. Ini adalah penyebab
peningkatan kasus Diabetes Mellitus pada penderita Sindrom Down. Anak – anak yang
menderita sindrom Down lebih rentan menderita leukemia, seperti Transient Myeloproliferative
Disorder dan Acute Megakaryocytic Leukemia. Hampir keseluruhan anak yang menderita
sindrom Down yang mendapat leukemia terjadi akibat mutasi hematopoietic transcription factor
gene yaitu GATA1. Leukemia pada anak – anak dengan sindrom Down terjadi akibat mutasi
yaitu trisomi 21, mutasi GATA1, dan mutasi ketiga yang berupa proses perubahan genetik yang
belum diketahui pasti.3,5,6,7
Gejala Klinik. 2,3,4,6
Gejala yang muncul akibat sindrom down dapat bervariasi mulai dari yang tidak tampak sama
sekali, tampak minimal sampai muncul tanda yang khas.
Retardasi mental (IQ antara 30 sampai 70)
Berdasarkan skor IQ (Intelligence Quotient), anak sindrom Down digolongkan menjadi :
Retardasi ringan (IQ = 55-65), cukup mampu berbicara untuk komunikasi.
Retardasi sedang (IQ = 40-54), dapat dilatih untuk komunikasi terbatas atau
tingkat dasar.
Retardasi berat (IQ = 25-39), sulit dilatih dan sulit berkomunikasi.
Retardasi sangat berat (IQ<25), tidak dapat dilatih dan tidak mampu
berkomunikasi.
Genitalia berkembang dengan buruk dan pubertas terlambat, menstruasi dan fertilitas
mungkin terjadi pada pasien wanita; infertilitas, kadar testoteron serum dan kemungkinan
testis yang tidak bisa turun (pada pria)
Pada umumnya, sosok tubuh penderita sindrom Down pendek dengan leher pendek dan
bungkuk. Telapak tangan penderita hanya memiliki satu garis tangan melintang dengan jari
pendek dan lebar yang dinamakan simian crease.
Wajah penderita sindrom Down lebih ke arah bentuk bulat dengan kepala brachicephalic
serta pangkal hidung lebar dan datar. Rambut terlihat jarang dan halus.
Telinga pendek dan letak agak rendah. Tulang oksipital penderita datar dan dahinya
menonjol.
Sebanyak sepertiga atau seperempat fontanel besar dan meluas. Sutura sagital yang melebar
lebih dari 5 mm ditemukan 98% kasus.
Mata berbentuk almond dengan fisura palpebra miring ke arah atas, ada bercak brushfield
pada iris mata. Penderita memiliki lipatan mata epikantus karena bagian luar kantus lebih
tinggi dari pada bagian dalam, sehingga mata terlihat sipit dan agak ke atas, secara klinis
memberikan kesan seperti ras Mongol. Karakteristik pada mata lainnya adalah
ditemukannya bintik putih pada iris yang dinamakan brushfield spots, strabismus (juling)
konvergen, nistagmus (gerakan mata yang tak disadari), kelainan refraksi, cacat pembiasan
sinar, dan katarak kongenital. Sinus frontal dan sfenoid tidak terbentuk, sinus maksilaris
hipoplastik pada lebih dari 90% penderita.
Defisiensi tulang pada setengah bagian muka sangat nyata dengan hipertelorisme, dasar
hidung yang rata, dan prognasi mandibula yang ringan. Masalah skeletal berupa hipoplasia
maksila dan tulang sfenoid, anomali iga dan pelvis, dislokasi tulang panggul, dan subluksasi
tulang tempurung. Kerusakan korda spinalis yang irreversibel dapat terjadi selama
manipulasi leher pada penderita yang sedang menjalani terapi dental atau anestesi umum.
Kelainan fungsi sistemis pada penderita sindrom Down dapat berupa kelainan jantung
kongenital (40%) dan kelainan darah termasuk gangguan sistem imun. Yang termasuk
penyakit jantung kongenital di sini adalah gangguan saluran arterioventrikular. Cacat
septum atrium sekunder lebih jarang ditemukan.
Gangguan sistem imun dan rendahnya daya tahan terhadap infeksi dapat disebabkan oleh
leukosit neutrofil yang tidak sempurna dengan masa hidup yang pendek. Penderita rentan
terhadap infeksi. Kerentanan penderita terhadap infeksi bakteri meningkat dengan adanya
defisiensi sel leukosit, dan imunoglobulin yang abnormal baik dalam kualitas maupun
kuantitasnya. Fungsi sel T dan B menyimpang, anak menjadi mudah terkena infeksi. Anak
dengan sindrom Down beresiko tinggi menderita leukemia. Insiden limfositik leukemia akut
meningkat. Lesi yang persisten dan perdarahan spontan pada gingiva dapat menjadi salah
satu indikator dari leukemia. Disfungsi tiroid terjadi pada lebih dari 50% kasus.
Sifat penderita sindrom Down biasanya menyenangkan, meski ada yang perhatiannya
kurang, selalu gelisah, dan bersifat perusak. Kelainan pada sistem saraf mempengaruhi
kemampuan bicara dan tingkah laku penderita. Pengekspresian bahasa yang lambat pada
penderita dapat disebabkan oleh retardasi mental, gangguan pendengaran, hipersalivasi,
keadaan gigi-geligi yang tidak baik, membran mukosa yang kering, mikrostomia disertai
makroglosia dan hipotonus otot.
Manifestasi dalam Mulut. Manifestasi dalam mulut umum ditemukan. Penderita sindrom
down terlihat mempunyai mulut yang selalu terbuka dengan ujung lidah yang besar keluar
dari rongga mulut, kebersihan mulut ysang buruk, dan maloklusi. Hipotonus otot
orbicularis, zygomaticus, masseter, dan temporal menyebabkan perubahan fasial yang
bermakna, seperti sudut mulut turun dan mulut terbuka. Gambaran mulut terbuka umum
ditemukan, karena adanya nasofaring yang dangkal dan hipertrofi tonsil serta adenoid yang
menyebabkan gangguan pada saluran udara bagian atas. Lidah yang protrusif dan
pernapasan melalui mulut cenderung menyebabkan bibir kering dan pecah-pecah. Panjang
dan lebar lengkung palatal berkurang secara signifikan, uvula yang terbelah serta sumbing
bibir dan palatum kadang ditemukan. Konsentrasi ion natrium, kalsium, dan bikarbonat
yang meningkat ditemukan dalam saliva. Palatum berkurang dalam ukuran panjang, lebar,
dan tinggi, sehingga tampak berbentuk anak tangga atau dapat pula berbentuk V.
Gigi-geligi menunjukkan sejumlah anomali yang karakteristik dan sering ditemukan
penyakit periodontal. Kelainan gigi-geligi pada penderita sindrom Down dapat berupa
mikrodonsia, anodonsia parsial, atau taurodonsia. Mikrodonsia dapat terlihat pada gigi
sulung maupun tetap, mahkota klinis berbentuk kerucut, pendek, dan kecil. Hal ini
menyebabkan timbulnya celah antar gigi (spacing). Keadaan gigi berjejal, sering terjadi
pada rahang atas, sedangkan pada rahang bawah sering terjadi spacing. Taurodonsia terjadi
dengan manifestasi perpanjangan ruang pulpa dan perubahan letak apikal, bifurkasi, atau
trifurkasi akar, paling sering terjadi pada molar kedua bawah tetap. Ketidakharmonisan
oklusi berupa mesioklusi dengan sedikit prognatisme, gigitan silang posterior, dan gigi
anterior yang sangat berjejal, umum ditemukan. Gigitan silang posterior berasal dari tulang
basal maksila dengan gigitan terbuka anterior, disebabkan oleh ketidakseimbangan dento
alveolar.
Oral hygiene. Sesuai dengan meningkatnya usia, baik pada lidah maupun bibir terbentuk
celah dan fissure. Ini merupakan hasil dari mouth breathing yang kronis. Pembentukan
fissure pada lidah dapat menjadi berat dan merupakan faktor konstribusi pada terjadinya
halitosis.
Pasien diinstruksikan untuk menyikat pada saat menyikat gigi. Pernapasan mulut kronik
lainnya dapat menurun dalam saliva dengan mengeringnya mulut. Terjadi penurunan
pembersihan alamiah pada kavitas mulut dapat menjadi faktor konstribusi pada
perkembangan karies. Pernapasan melalui mulut dapat menyebabkan iritasi pada sudut
mulut ( angular cheilitis ). 3,5
Keadaan jaringan lunak. Menurunnya muscule tone umumnya ditemukan pada sindroma
down. Hal ini mempengaruhi otot-otot kepala dan rongga mulut sesuai dengan otot-otot
tengkorak yang lebar. Menurunnya muscule tone pada bibir dan pipi memepengaruhi
tekanan yang tidak seimbang pada gigi dan tekanan pada lidah menjadi lebih besar. Hal ini
menyebabkan terjadinya open bite pada penderita sindroma down. Selain itu, berkurangnya
muscule tone menyebabkan efisiensi mengunyah dan natural cleansing dari gigi.
Kemungkinan makanan tertinggal pada gigi setelah makan yang diakibatkan oleh
pengunyahan yang tidak sempurna. Insiden dari mouth breathing sangat tinggi disebabkan
oleh jalan nasal yang kecil. Lidah dapt protrusi dan membesar atau makroglosia atau
berfissura pada permukaan dorsal 2/3 anterior dengan panjang dan kedalaman yang
bervariasi. Pada penderita sindroma down, hal ini dapat terjadi dengan kombinasi
geographic tongue. Permukaan dorsal lidah biasanya kering dan merekah serta tepinya
mempunyai pola cetakan gigi yang dinamakan scalloped tongue. Kebiasaan menjulurkan
lidah selama waktu minum, menghisap dot, makan, dan bicara terjadi pada lidah hipotonus.
Jaringan lidah pada bagian tengah bersifat hipotonus dengan cekungan berlebihan dibagian
2/3 anterior lidah dan hipotonus pada frenulum lidah. Makroglosia sebenarnya sangat jarang
ditemukan, makoglosia hanya relatif ditemukan bilamana lidah berukuran normal tetapi
ukuran rongga mulut yang kecil disebabkan karena tidak berkembangnya pertumbuhan dari
wajah bagian tengah. Pada pemeriksaan palatum penderita sindroma down terlihat sempit
dengan cekungan yang tajam. Cekungan tersebut normal tingginya, namun ukuran dari
palatum durum yang abnormal tebal. Keadaan ini mengakibatkan kurangnya ruangan pada
kavitas oral untuk lidah, yang akan mempengaruhi fungsi bicara dan mastikasi.
Keadaan jaringan keras. Erupsi gigi pada anak sindroma down biasanya tertunda. Waktu
erupsi berbeda-beda bagi anak sindroma down dan beberapa anak, gigi primernya tidak
erupsi hingga berumur 2 tahun. Pada beberapa kasus masalah erupsi dapat disebabkan oleh
gingival hiperplasia yang dihasilkan dari beberapa medikasi seperti phenytoin dan
cyclosporin. Pemeriksaan gigi secara rutin pada saat anak sindroma down berumur satu
tahun dapat membantu dalam mengidentifikasi ketidakteraturan pola erupsi gigi. Bruksism
terjadi pada anak sindroma down dan dapat dipicu oleh maloklusi gigi, disfungsi TMJ dan
tidak berkembangnya nervus kontrol. Mikrodontia dan malformasi gigi juga dapat
ditemukan. Crowding yang berat dapat terjadi pada penderita sindroma down yang telah
erupsi semua gigi permanennya.
Maloklusi
pada sebagian besar penderita sindrom down ditemukan maloklusi karena erupsi dari gigi
permanen yang terganggu dan tidak berkembangnya maksilla. Kecilnya maksilla
menyebabkan terjadinya open bite, posisi gigi yang jelek dan meningkatkan kemungkinan
terjadinya penyakit periodontal dan karies gigi.
Anomali gigi. Keadaan anomali gigi umumnya terjadi pada sindrom down misalnya
kongenitalis missing teeth lebih sering terjadi pada penderita sindrom down daripada
populasi umum. Gigi yang lebih sering tanggal umumnya insisivus lateral dan premolar
kedua rahang bawah.
Ekstremitas pendek, dengan tangan dan kaki bawah yang lebar, datar dan berbentuk persegi
Badan pendek
Perkembangan gigi lambat, dengan gigi yang abnormal atau tidak ada
Penderita dengan tanda khas sangat mudah dikenali dengan adanya penampilan fisik yang
menonjol berupa bentuk kepala yang relatif kecil dari normal (microchephaly) dengan
bagian anteroposterior kepala mendatar.
Penderita memiliki lipatan mata epikantus karena bagian luar kantus lebih tinggi dari pada
bagian dalam, sehingga mata terlihat sipit dan agak ke atas, secara klinis memberikan kesan
seperti ras Mongol.
Pada bagian wajah biasanya tampak sela hidung yang datar. Pangkal hidungnya kemek.
Jarak diantara 2 mata jauh dan berlebihan kulit di sudut dalam. Ukuran mulut adalah kecil
dan ukuran lidah yang besar menyebabkan lidah selalu terjulur. Mulut yang mengecil dan
lidah yang menonjol keluar (macroglossia). Pertumbuhan gigi lambat dan tidak teratur.
Paras telinga adalah lebih rendah. Kepala biasanya lebih kecil dan agak lebar dari bahagian
depan ke belakang. Lehernya agak pendek.
Seringkali mata menjadi sipit dengan sudut bagian tengah membentuk lipatan (epicanthal
folds) (80%), white Brushfield spots di sekililing lingkaran di sekitar iris mata (60%),
medial epicanthal folds, keratoconus, strabismus, katarak (2%), dan retinal detachment.
Gangguan penglihatan karena adanya perubahan pada lensa dan kornea. 2,4,6
Manifestasi mulut : gangguan mengunyah menelan dan bicara. scrotal tongue, rahang atas
kecil (hypoplasia maxilla), keterlambatan pertumbuha gigi, hypodontia, juvenile
periodontitis, dan kadang timbul bibir sumbing
Hypogenitalism (penis0, scrotum, dan testes kecil), hypospadia, cryptorchism, dan
keterlambatan perkembangan pubertas
Manifestasi kulit : kulit lembut, kering dan tipis, Xerosis (70%), atopic dermatitis (50%),
palmoplantar hyperkeratosis (40-75%), dan seborrheic dermatitis (31%), Premature
wrinkling of the skin, cutis marmorata, and acrocyanosis, Bacteria infections, fungal
infections (tinea), and ectoparasitism (scabies), Elastosis perforans serpiginosa, Syringomas,
Alopecia areata (6-8.9%), Vitiligo, Angular cheilitis
Tanda klinis pada bagian tubuh lainnya berupa tangan yang pendek termasuk ruas jari-
jarinya serta jarak antara jari pertama dan kedua baik pada tangan maupun kaki melebar.
Sementara itu lapisan kulit biasanya tampak keriput (dermatoglyphics).
Kelainan kromosom ini juga bisa menyebabkan gangguan atau bahkan kerusakan pada
sistim organ yang lain.Pada bayi baru lahir kelainan dapat berupa congenital heart disease.
kelainan ini yang biasanya berakibat fatal karena bayi dapat meninggal dengan cepat.
Masalah jantung yang paling kerap berlaku ialah jantung berlubang seperti Ventricular
Septal Defect (VSD) yaitu jantung berlubang diantara bilik jantung kiri dan kanan atau
Atrial Septal Defect (ASD) yaitu jantung berlubang diantara atria kiri dan kanan. Masalah
lain adalah termasuk salur ateriosis yang berkekalan (Patent Ductus Ateriosis / PDA). Bagi
kanak-kanak down syndrom boleh mengalami masalah jantung berlubang jenis kebiruan
(cynotic spell) dan susah bernafas.2,4,5
Pada sistim pencernaan dapat ditemui kelainan berupa sumbatan pada esofagus (esophageal
atresia) atau duodenum (duodenal atresia).
Saluran esofagus yang tidak terbuka (atresia) ataupun tiada saluran sama sekali di bahagian
tertentu esofagus. Biasanya ia dapat dekesan semasa berumur 1 – 2 hari dimana bayi
mengalami masalah menelan air liurnya. Saluran usus kecil duodenum yang tidak terbuka
penyempitan yang dinamakan “Hirshprung Disease”. Keadaan ini disebabkan sistem saraf
yang tidak normal di bagian rektum. Biasanya bayi akan mengalami masalah pada hari
kedua dan seterusnya selepas kelahiran di mana perut membuncit dan susah untuk buang air
besar. Saluran usus rectum atau bagian usus yang paling akhir (dubur) yang tidak terbuka
langsung atau penyempitan yang dinamakan “Hirshprung Disease”. Keadaan ini disebabkan
sistem saraf yang tidak normal di bagian rektum. Biasanya bayi akan mengalami masalah
pada hari kedua dan seterusnya selepas kelahiran di mana perut membuncit dan susah untuk
buang air besar Apabila anak sudah mengalami sumbatan pada organ-organ tersebut
biasanya akan diikuti muntah-muntah. Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan
pemeriksaan kromosom melalui amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada bulan-
bulan awal kehamilan. Terlebih lagi ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan
sindrom down atau mereka yang hamil di atas usia 40 tahun harus dengan hati-hati
memantau perkembangan janinnya karena mereka memiliki risiko melahirkan anak dengan
sindrom down lebih tinggi.
Sifat pada tangan dan lengan : Sifat-sifat yang jelas pada tangan adalah mereka mempunyai
jari-jari yang pendek dan jari kelingking membengkok ke dalam. Tapak tangan mereka
biasanya hanya terdapat satu garisan urat dinamakan “simian crease”.
Tampilan kaki : Kaki agak pendek dan jarak di antara ibu jari kaki dan jari kaki kedua
agak jauh terpisah dan tapak kaki.
Tampilan klinis otot : mempunyai otot yang lemah menyebabkan mereka menjadi lembik
dan menghadapi masalah lewat dalam perkembangan motor kasar. Masalah-masalah yang
berkaitan Kanak-kanak down syndrom mungkin mengalami masalah kelainan organ-organ
dalam terutama sekali jantung dan usus.
Down syndrom mungkin mengalami masalah Hipotiroidism yaitu kurang hormon tiroid.
Masalah ini berlaku di kalangan 10 % kanak-kanak down syndrom.
Down syndrom mempunyai ketidakstabilan di tulang-tulang kecil di bagian leher yang
menyebabkan berlakunya penyakit lumpuh (atlantoaxial instability) dimana ini berlaku di
kalangan 10 % kanak-kanak down syndrom.
Sebagian kecil mereka mempunyai risiko untuk mengalami kanker sel darah putih yaitu
leukimia.3,5,8
Pada otak penderita sindrom Down, ditemukan peningkatan rasio APP (amyloid precursor
protein) seperti pada penderita Alzheimer.
Penatalaksanaan3,4,6,7
Sampai saat ini belum ditemukan metode pengobatan yang paling efektif untuk
mengatasi kelainan ini. Pada tahap perkembangannya penderita Down syndrom juga dapat
mengalami kemunduran dari sistim penglihatan, pendengaran maupun kemampuan fisiknya
mengingat tonus otot-otot yang lemah. Dengan demikian penderita harus mendapatkan dukungan
maupun informasi yang cukup serta kemudahan dalam menggunakan sarana atau fasilitas yang
sesuai berkaitan dengan kemunduran perkembangan baik fisik maupun mentalnya.
Walaupun secara jumlah meningkat, namun penderita down syndrome lebih banyak yang
berprestasi dan hidup lebih lama dibanding orang dengan kehidupan yang lebih berkecukupan.
Dengan kata lain, harapan hidup dan mutu kehidupan para penderitadown syndrome jauh
meningkat beberapa tahun terakini. Perbaikan kualitas hidup pengidap down sindrom dapat
terjadi berkat perawatan kesehatan, pendekatan pengajaran, serta penanganan yang efektif.
Stimulasi dini.
Stimulasi sedini mungkin kepada bayi yang DS, terapi bicara, olah tubuh, karena
otot-ototnya cenderung lemah. Memberikan rangsangan-rangsangan dengan permainan-
permainan layaknya pada anak balita normal, walaupun respons dan daya tangkap tidak
sama, bahkan mungkin sangat minim karena keterbatasan intelektualnya. Program ini
dapat dipakai sebagai pedoman bagi orang tua untuk memberi lingkunga yang memeadai
bagi anak dengan syndrom down, bertujuan untuk latihan motorik kasar dan halus serta
petunjuk agar anak mampu berbahasa. Selain itu agar ankak mampu mandiri sperti
berpakaian, makan, belajar, BAB/BAK, mandi,yang akan memberi anak kesempatan. 2,4,5
Pada umumnya kelebihannya adalah penurut, periang, rajin, tepat waktu. Untuk
anak yang sudah mendapat pendidikan atau terapi, mereka sangat menyenangi hal-hal
yang rutin. Jadi, mereka lebih disiplin dari anak-anak biasa sehingga bila sudah diberikan
suatu jadwal kegiatan tiap hari, mereka akan sangat ngotot untuk melakukan jatahnya,
walaupun orang tua berusaha untuk menjelaskan, kadang-kadang malah membuatnya
sedih dan ngambek. Ini juga karena intelektual anak yang kurang sehingga belum
mempunyai pengertian yang baik.
Pembedahan biasanya dilakukan pada penderita untuk mengoreksi adanya defek pada
jantung, mengingat sebagian besar penderita lebih cepat meninggal dunia akibat adanya
kelainan pada jantung tersebut. Dengan adanya leukemia akut menyebabkan penderita
semakin rentan terkena infeksi, sehingga penderita ini memerlukan monitoring serta
pemberian terapi pencegah infeksi yang adekuat.3,5,6
Fisio Terapi.
1. Penanganan fisioterapi menggunakan tahap perkembangan motorik kasar untuk
mencapai manfaat yang maksimal dan menguntungkan untuk tahap perkembangan yang
berkelanjutan. Tujuan dari fisioterapi disini adalah membantu anak mencapai
perkembangan terpenting secara maksimal bagi sang anak, yang berarti bukan untuk
menyembuhkan penyakit down syndromenya. Dan ini harus dikomunikasikan sejak dari
awal antara fisioterapis dengan pengasuhnya supaya tujuan terapi tercapai.
2. Fisioterapi pada Down Syndrom adalah membantu anak belajar untuk menggerakkan
tubuhnya dengan cara/gerakan yang tepat (appropriate ways). Misalkan saja hypotonia
pada anak dengan Down Syndrome dapat menyebabkan pasien berjalan dengan cara yang
salah yang dapat mengganggu posturnya, hal ini disebut sebagai kompensasi.
3. Tanpa fisioterapi sebagian banyak anak dengan Down Syndrome menyesuaikan
gerakannya untuk mengkompensasi otot lemah yang dimilikinya, sehingga selanjutnya
akan timbul nyeri atau salah postur.
4. Tujuan fisioterapi adalah untuk mengajarkan pada anak gerakan fisik yang tepat. Untuk
itu diperlukan seorang fisioterapis yang ahli dan berpengetahuan dalam masalah yang
sering terjadi pada anak Down syndrome seperti low muscle tone, loose joint dan
perbedaan yang terjadi pada otot-tulangnya.
5. Fisioterapi dapat dilakuka seminggu sekali untuk terapi, tetapi terlebih dahulu fisioterapi
melakukan pemeriksaan dan menyesuaikan dengan kebutuhan yang dibutuhkan anak
dalam seminggu. Disini peran orangtua sangat diperlukan karena merekalah nanti yang
paling berperan dalam melakukan latihan dirumah selepas diberikannya terapi. Untuk itu
sangat dianjurkan untuk orangtua atau pengasuh mendampingi anak selama sesi terapi
agar mereka mengetahui apa-apa yg harus dilakukan dirumah.
Terapi Wicara.
Suatu terapi yang di perlukan untuk anak DS yang mengalami keterlambatan bicara dan
pemahaman kosakata
Saat ini sudah banyak sekali jenis-jenis terapi selain di atas yang bisa dimanfaatkan untuk
tumbuh kembang anak DS misalnya Terapi OkupasiTerapi ini diberikan untuk melatih
anak dalam hal kemandirian, kognitif/pemahaman, kemampuan sensorik dan motoriknya.
Kemandirian diberikan kerena pada dasarnya anak DS tergantung pada orang lain atau
bahkan terlalu acuh sehingga beraktifitas tanpa ada komunikasi dan tidak memperdulikan
orang lain. Terapi ini membantu anak mengembangkan kekuatan dan koordinasi dengan
atau tanpa menggunakan alat.
Terapi Remedial.
Terapi ini diberikan bagi anak yang mengalami gangguan kemampuan akademis dan
yang dijadikan acuan terapi ini adalah bahan-bahan pelajaran dari sekolah biasa
Terapi Sensori Integrasi. Sensori Integrasi adalah ketidakmampuan mengolah
rangsangan / sensori yang diterima. Terapi ini diberikan bagi anak DS yang mengalami
gangguan integrasi sensori misalnya pengendalian sikap tubuh, motorik kasar, motorik
halus dll. Dengan terapi ini anak diajarkan melakukan aktivitas dengan terarah sehingga
kemampuan otak akan meningkat.
Terapi Tingkah Laku (Behaviour Theraphy)
Mengajarkan anak DS yang sudah berusia lebih besar agar memahami tingkah laku yang
sesuai dan yang tidak sesuai dengan norma-norma dan aturan yang berlaku di
masyarakat.2,4,5
Terapi alternatif. Penaganan yang dilakukan oleh orangtua tidak hanya penanganan
medis tetapi juga dilakukan penanganan alternatif. hanya saja terapi jenis ini masih belum
pasti manfaatnya secara akurat karena belum banyak penelitian yang membuktikan
manfaatnya, meski tiap pihak mengklaim dapat menyembuhkan DS. Orang tua harus
bijaksana memilih terapi alternatif ini, jangan terjebak dengan janji bahwa DSpada sang
anak akan bisa hilang karena pada kenyataannya tidaklah mungkin DS bisa hilang. DS
akan terus melekat pada sang anak. Yang bisa orang tua lakukan yaitu mempersempit
jarak perbedaan perkembangan antara anak DSdengan anak yang normal. Terapi
alternatif tersebut di antaranya adalah :
1. Terapi Akupuntur
Terapi ini dilakukan dengan cara menusuk titik persarafan pada bagian tubuh tertentu
dengan jarum. Titik syaraf yang ditusuk disesuaikan dengan kondisi sang anak.
2. Terapi Musik
Anak dikenalkan nada, bunyi-bunyian, dll. Anak-anak sangat senang dengan musik maka
kegiatan ini akan sangat menyenangkan bagi mereka dengan begitu stimulasi dan daya
konsentrasi anak akan meningkat dan mengakibatkan fungsi tubuhnya yang lain juga
membaik
3. Terapi Lumba-Lumba
Terapi ini biasanya dipakai bagi anak Autis tapi hasil yang sangat mengembirakan bagi
mereka bisa dicoba untuk anak DOWN SYNDROME. Sel-sel saraf otak yang awalnya
tegang akan menjadi relaks ketika mendengar suara lumba-lumba.
4. Terapi Craniosacral
Terapi dengan sentuhan tangan dengan tekanan yang ringan pada syaraf pusat. Dengan
terapi ini anak DOWN SYNDROME diperbaiki metabolisme tubuhnya sehingga daya
tahan tubuh lebih meningkat. Dan tentu masih banyak lagi terapi-terapi alternatif lainnya,
ada yang berupa vitamin, supplemen maupun dengan pemijatan pada bagian tubuh
tertentu.
Komplikasi
Penyakit jantung kongenital
Insiden penyakit jantung bawaan pada anak-anak dengan sindrom Down hingga 50%.
Sebuah cacat septum atrioventrikular juga dikenal sebagai cacat bantal endocardial adalah
bentuk paling umum sampai dengan 40% dari pasien yang terkena. Hal ini diikuti oleh defek
septum ventrikel yang mempengaruhi sekitar 30% pasien.
Keganasan
Keganasan hematologi seperti leukemia lebih sering terjadi pada anak-anak dengan DS. Secara
khusus, risiko untuk leukemia lymphoblastic akut adalah minimal 10 kali lebih umum pada DS
dan untuk bentuk megakaryoblastic leukemia akut myelogenous minimal 50 kali lebih umum di
DS.
Leukemia transien adalah bentuk leukemia yang jarang terjadi pada individu tanpa DS tetapi
mempengaruhi sampai 20 persen dari bayi yang baru lahir dengan DS. Ini bentuk leukemia
biasanya jinak dan sembuh dengan sendirinya selama beberapa bulan, meskipun dapat
menyebabkan penyakit serius lainnya.
Berbeda dengan keganasan hematologi, keganasan tumor padat yang kurang umum di DS,
mungkin karena peningkatan jumlah gen supresor tumor yang terkandung dalam bahan genetik
tambahan.
Gangguan tiroid
Individu dengan DS akan meningkatkan risiko untuk disfungsi kelenjar tiroid, organ yang
membantu mengontrol metabolisme. Tiroid rendah (hipotiroidisme) adalah yang paling umum,
terjadi pada hampir sepertiga dari mereka dengan DS. Hal ini dapat disebabkan tidak adanya
tiroid pada saat kelahiran (hipotiroidisme kongenital) atau karena serangan terhadap tiroid oleh
sistem kekebalan tubuh.
Reproduksi juga terpengaruh oleh DS.
Gastrointestinal
Sindrom Down meningkatkan risiko penyakit Hirschsprung, di mana sel-sel saraf yang
mengendalikan fungsi bagian-bagian dari usus besar yang tidak hadir. Hal ini menyebabkan
sembelit parah. 2,4,5,8
Anomali kongenital lain yang terjadi lebih sering di DS termasuk atresia duodenum, pankreas
annular, dan anus imperforata. Gastroesophageal reflux disease dan penyakit celiac juga lebih
umum di antara orang dengan DS.
Infertilitas
Ada ketidaksuburan antara laki-laki dan perempuan dengan sindrom Down, pria yang biasanya
tidak untuk anak-anak ayah, sementara perempuan menunjukkan tingkat signifikan lebih rendah
relatif konsepsi untuk individu tidak terpengaruh.
Wanita dengan DS kurang subur dan sering memiliki kesulitan dengan keguguran, kelahiran
prematur, dan tenaga kerja sulit. Tanpa diagnosis praimplantasi genetik, sekitar setengah dari
keturunan seseorang dengan sindrom Down juga memiliki sindrom sendiri.
Pria dengan DS hampir seragam subur, cacat memamerkan di spermatogenesis. Ada hanya tiga
contoh tercatat laki-laki dengan sindrom Down memiliki anak.
Neurologi
Anak-anak dan orang dewasa dengan DS berada pada peningkatan risiko untuk mengembangkan
epilepsi. Risiko untuk penyakit Alzheimer meningkat pada individu dengan DS, dengan 10-25%
dari individu dengan DS menunjukkan tanda-tanda dari AD sebelum usia 50, hingga 50%
dengan gejala klinis pada dekade keenam, dan sampai 75% pada dekade 7 . Hal ini peningkatan
tajam dalam insiden dan prevalensi demensia mungkin salah satu faktor yang mendorong
penurunan harapan hidup orang dengan Sindrom Down.
Oftalmologi dan THT
Gangguan mata lebih umum pada orang dengan DS. Hampir setengah juling, di mana dua mata
tidak bergerak secara bersamaan. Kesalahan bias membutuhkan kacamata atau kontak juga
umum.
Katarak (opacity dari lensa) dan glaukoma (tekanan mata meningkat) juga lebih umum di DS.
Brushfield spot (bintik putih atau keabu-abuan / cokelat kecil di pinggiran iris) dapat hadir.
Pencegahan
Konseling Genetik maupun amniosentesis pada kehamilan yang dicurigai akan sangat
membantu mengurangi angka kejadian Sindrom Down. 2,3,5,6
Dengan Biologi Molekuler, misalnya dengan “ gene targeting “ atau yang dikenal juga
sebagai “ homologous recombination “ sebuah gen dapat dinonaktifkan.
Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kromosom melalui
amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan. Terlebih
lagi ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan sindrom down atau mereka yang
hamil di atas usia 40 tahun harus dengan hati-hati memantau perkembangan janinnya
karena mereka memiliki risiko melahirkan anak dengan sindrom down lebih tinggi.
Sindrom down tidak bisa dicegah, karena DS merupakan kelainan yang disebabkan oleh
kelainan jumlah kromosom. Jumlsh kromosm 21 yang harusnya cuma 2 menjadi 3.
Penyebabnya masih tidak diketahui pasti, yang dapat disimpulkan sampai saat ini adalah
makin tua usia ibu makin tinggi risiko untuk terjadinya DS.Diagnosis dalam kandungan
bisa dilakukan, diagnosis pasti dengan analisis kromosom dengan cara pengambilan CVS
(mengambil sedikit bagian janin pada plasenta) pada kehamilan 10-12 minggu) atau
amniosentesis (pengambilan air ketuban) pada kehamilan 14-16 minggu.
Seorang wanita mempunyai resiko yang semakin besar bila mengandung anak pada
usia lanjut yaitu diatas 35 tahun, meskipun wanita usia muda juga dapat memiliki
anak dengan sindrom down, tetapi frekuensinya lebih kecil. Untuk mencegah
terjadinya sindrom down sebaiknya untuk tidak hamil pada usia diatas 35 tahun.
Pasangan yang sebelumnya telah memiliki anak dengan sindrom down memiliki
resiko lebih besar untuk memiliki anak dengan sindrom down lagi. Sehingga ini
harus menjadi pertimbangan untuk pasangan apakah ingin memiliki keturunan atau tidak.
Perinatal diagnosis seperti dengan nuchal translucency ultrasound, amniocentesis,
chorionic villus sampling dapat dilakukan pada trimester kedua kehamilan untuk
menegakkan diagnosa sindrom down sedini mungkin sehingga tindakan yang tepat
dapat dilakukan. Perinatal diagnosis ini dianjurkan untuk semua ibu hamil tanpa melihat
usia
Prognosis
44% kasus dengan sindrom Down hidup sampai 60 tahun, dan 14% sampai umur 68
tahun. Berbagai faktor berpengaruh terhadap harapan hidup penderita sindrom Down ini. Yang
terpenting adalah tingginya angka kejadian penyakit jantung bawaan pada penderita ini terjadi
terutama pada satu tahun pertama kehidupan.
Keadaan lain yang lebih sedikit pengaruhnya terhadap harapan hidup penderita ini adalah
meningkatnya angka kejadian leukemia pada sindrom Down, sekitar 15 kali dari populasi yang
normal. Timbulnya penyakit Alzheimer yang lebih dini pada kasus ini, akan menurunkan
harapan hidup setelah umur 44 tahun. 1
Kesimpulan
Anak umur 3 tahun dengan gejala yang belum bisa duduk sendiri, kalau menangis sering
bibirnya biru. Dengan kelainan AVSD dengan muka yang khas tapi tidak mirip dengan orang tua
nya menderita suspect sindrom down karena belum dilakukan analisa kromosom.
Daftar Pustaka
1. Davies L. Pemeriksaan kesehatan bayi. 2011. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
2. Kusuma HN, Handayani S,Surasmi A. Perwatan bayi resiko tinggi. 2003. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
3. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak.
2003. Cetakan ke-11. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI.
4. Bradley J,Wayne D,Rubenstein D. Kedokteran klinis. Edisi Keenam. 2008.
Jakarta : Penerbit Erlangga.
5. Schwartz WM. Pedoman klinis pediatric. 2005. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
6. Haws SP, Asuhan neonatus rujukan cepat. 2003. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
7. Price SA,Wilson L.M. Patofisiologi. Edisi Keenam. 2006. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
8. Fakultas kedokteran Indonesia. Kapita selekta kedokteran jilid I.2005. Edisi VII.
Jakarta : Media Aesculapics.