Download - Auditbpk Kbri-kl Ta2006
BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
HASIL PEMERIKSAAN ATAS
BELANJA DAN PNBP TAHUN ANGGARAN 2006
PADA KEDUTAAN BESAR REPUBLIK INDONESIA KUALA LUMPUR
DI MALAYSIA
Nomor : 19/S/III-XI.2/05/2007 Tanggal : 28 Mei 2007
DAFTAR ISI Resume Hasil Pemeriksaan ............................................................................. 1 Hasil Pemeriksaan ............................................................................................ 10 I. Gambaran Umum ....................................................................................... 10 A. Tujuan Pemeriksaan ................................................................................ 10 B. Sasaran Pemeriksaan .............................................................................. 10 C. Metode Pemeriksaan ............................................................................... 10 D. Jangka Waktu pemeriksaan .................................................................... 11 E. Obyek Pemeriksaan ................................................................................ 11
II. Hasil Pemeriksaan Sistem Pengendalian Intern ..................................... 12 A. Lingkungan Pengendalian ....…………………………………………… 12
B. Penilaian Resiko ……….....…………………………………………… 12
C. Aktivitas Pengendalian .....……………………………………………… 13
D. Komunikasi dan Informasi .....………………………………………… 13
E. Pemantauan ..... ………….……………………………………………… 13
III. Hasil Pemeriksaan Tindak Lanjut ............................................................ 14 IV. Temuan Pemeriksaan ................................................................................ 15
1. Pencatatan dan pelaporan barang inventaris pada KBRI Kuala
Lumpur belum tertib ............................................................................. 15
2. Terdapat 7 (tujuh) unit kendaraan dinas dengan bukti kepemilikan
atas nama perorangan ......................................................................... 18
3. Persediaan pada KBRI Kuala Lumpur sebesar Rp18.660.325,00
belum dilaporkan ke Pusat ................................................................... 20
4. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pada KBRI Kuala Lumpur
sebesar US$2.606.841,79 dan RM26.840 atau eq. US$2.614.552,22
belum disetor ke Kas Negara ............................................................... 21
5. Penerimaan sewa rumah dinas Atase Pertahanan belum dapat
dipungut senilai US$13.464 eq. Rp122.522.400,00 ………………… 24
6. Terdapat Dana Pihak Ketiga Plus sebesar US$382.491,73 belum
disetor ke Kas Negara ..........................................................................
26
7. Terdapat Pihak Ketiga Minus sebesar US$235.814,88 belum
terselesaikan ………………………………………………………….
28
8. Terdapat Beban Pusat Persekot Resmi yang belum mendapat
penggantian dari Pusat senilai US$195.602,84 ...................................
29
9. PFK Minus Atase Imigrasi sebesar US$59.392,93 dan RM396.910,42
atau eq. US$173.414,88 belum mendapat penggantian dari
Departemen Hukum dan HAM .............................................................
31
10. Fungsi Imigrasi Kuala Lumpur belum dapat memberikan pelayanan
yang optimal bagi warga Negara Indonesia yang tinggal di Malaysia
32
11. Prosedur pengadaan pekerjaan fisik tahun 2006 pada KBRI Kuala
Lumpur tidak sesuai dengan ketentuan ...............................................
36
Lampiran-lampiran
RESUME HASIL PEMERIKSAAN
Berdasarkan ketentuan Pasal 23 E perubahan ketiga Undang-Undang Dasar 1945
dan Pasal 2 Undang–Undang No 5 Tahun 1973, Badan Pemeriksa Keuangan telah
melakukan pemeriksaan atas Belanja dan PNBP Tahun Anggaran 2006 pada Kantor
Perwakilan RI di Kuala Lumpur. Audit atas pelaksanaan anggaran tersebut dilakukan
dengan berpedoman pada Standar Audit Pemerintahan (SAP) yang ditetapkan oleh
BPK-RI pada tahun 1995.
Tanpa mengurangi keberhasilan pelaksanaan kegiatan yang telah dicapai, hasil
pemeriksaan masih menemukan kelemahan-kelemahan, sebagai berikut:
1. Sistem pengendalian intern Sistem Pengendalian Intern KBRI Kuala Lumpur atas pelaksanaan kegiatan
cukup memadai, namun masih terdapat kelemahan sehingga pelaksanaan
kegiatan belum dapat berjalan secara taat azas terutama pada aspek:
a. Lingkungan pengendalian yang mencakup pembagian tugas, wewenang dan
tanggung jawab dalam pelaksanaan dan pengelolaan anggaran pada
umumnya cukup memadai. Namun, masih ditemukan kelemahan antara lain
KBRI Kuala Lumpur belum sepenuhnya memandang penting fungsi
pengolahan data, fungsi akuntansi, keandalan laporan keuangan dan
perlindungan terhadap kekayaan KBRI Kuala Lumpur.
b. Aktivitas pengendalian yang dilaksanakan KBRI Kuala Lumpur belum
sepenuhnya memadai, terutama pengendalian atas pengelolaan barang
inventaris harus lebih ditingkatkan.
2. Temuan Hasil Pemeriksaan yaitu : a. Pencatatan dan pelaporan barang inventaris pada KBRI Kuala Lumpur
belum tertib Pemeriksaan terhadap administrasi dan pengurusan barang inventaris pada
KBRI Kuala Lumpur diketahui bahwa:
1) Laporan Tahunan Inventaris (LTI) tahun 2006 belum dilaporkan atau
belum dikirimkan ke Biro Tata Usaha dan Perlengkapan Deplu.
2) Tanah dan bangunan senilai US$4.067.087,15 dan RM 1.500.000,00
belum dilaporkan dalam Laporan Tahunan Inventaris tahun 2005.
3) Pengadaan barang tahun 2006 senilai Rp934.704.147,00 belum
dilaporkan dalam Laporan Mutasi Barang Triwulan.
4) Nilai kendaraan bermotor yang tercantum dalam LTI tahun 2005 kurang
dicatat sebesar S$111.800, RM 68.000 dan Rp2.698.461.255,00.
5) Hasil pemeriksaan atas pengelolaan barang inventaris pada Atase
Pertahanan (Athan) dan Atase-atase teknis yang terdapat di KBRI Kuala
Lumpur menunjukkan hal-hal sebagai berikut:
a. Athan telah membuat DIR dan telah menyampaikan laporan barang
inventaris kepada Departemen Pertahanan.
b. Atase Pendidikan Nasional, Atase Perdagangan dan Atase Tenaga
Kerja belum membuat pencatatan atas pengadaan barang inventaris
baru dan belum membuat laporan barang inventaris.
6) Terdapat 770 unit barang inventaris yang tercatat dalam LTI tahun 2005
dengan nilai “nol”/tanpa nilai.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan UU No. 17 Tahun 2003 pasal 9 huruf f
dan Keputusan Menteri Luar Negeri RI No. SK 122/PL/VII/2001/01 tanggal
19 Juli 2001 Bab II bagian I.2.c, sehingga mengakibatkan:
a. Neraca Departemen Luar Negeri Tahun 2006 belum menggambarkan
keadaan yang sebenarnya.
b. Pengendalian terhadap inventaris kekayaan negara di lingkungan KBRI
Kuala Lumpur sulit dilakukan.
Hal tersebut disebabkan BPKRT sebagai pengelola barang inventaris kurang
memahami arti penting pencatatan dan pelaporan barang-barang milik
negara.
b. Terdapat tujuh unit kendaraan dinas dengan bukti kepemilikan atas nama perorangan Hasil pemeriksaan atas dokumen kepemilikan kendaraan dinas diketahui
sebanyak tujuh unit kendaraan dinas, bukti kepemilikannya dibuat atas nama
Home Staff/pribadi. Hal ini dilakukan untuk menanggulangi masalah
pembatasan pemilikan kendaraan yang dibebaskan pajaknya bagi suatu misi
diplomatik yang ditetapkan oleh Kementrian Luar Negeri Malaysia. Penelitian
lebih lanjut dan konfirmasi kepada petugas konsuler serta pengelola barang
diketahui bahwa ketujuh unit kendaraan tersebut sudah tercatat sebagai
barang inventaris atau sudah dimuat dalam LTI. Namun, kepemilikan atas
nama perorangan tersebut tidak disertai dengan surat pernyataan yang
menunjukkan bahwa nama home staff yang bersangkutan dipinjam untuk
keperluan dinas dan kendaraan tersebut merupakan inventaris kantor yang
dibeli menggunakan anggaran negara.
Seharusnya pengakuan atas aset tetap atau barang inventaris dilakukan
berdasarkan bukti kepemilikan. Surat pernyataan dapat dibuat untuk
menjelaskan status kepemilikan aset tetap atau barang inventaris.
Hal tersebut mengakibatkan pihak KBRI Kuala Lumpur tidak memiliki
kekuatan hukum apabila suatu saat terjadi gugatan dari pejabat atau
keluarga pejabat yang namanya dipergunakan dalam bukti kepemilikan
kendaraan.
Hal tersebut disebabkan BPKRT sebagai pengelola barang kurang
memahami arti penting status kepemilikan barang dalam rangka
meningkatkan pengendalian atas pengelolaan barang/kekayaan milik negara.
c. Persediaan pada KBRI Kuala Lumpur sebesar Rp18.660.325,00 belum dilaporkan ke Pusat Hasil pemeriksaan atas daftar peralatan alat tulis kantor per 31 Desember
2006 diketahui terdapat 114 item peralatan kantor senilai Rp18.660.325,00
belum dilaporkan kepada Biro Perlengkapan Deplu. Kondisi tersebut tidak
sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) Pernyataan No. 1
paragraf 43, SAP Pernyataan No. 5 paragraf 16, dan Peraturan Menteri
Keuangan No. 59/PMK.06/2005, sehingga mengakibatkan saldo persediaan
pada neraca Departemen Luar Negeri kurang dicatat sebesar
Rp18.660.325,00.
Hal tersebut disebabkan BPKRT sebagai pengelola keuangan dan barang
kurang memahami ketentuan mengenai pengelolaan persediaan.
d. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pada KBRI Kuala Lumpur sebesar US$2.606.841,79 dan RM26.840 atau eq. US$2.614.552,22 belum disetor ke Kas Negara Berdasarkan hasil pemeriksaan Daftar Rekapitulasi Keuangan per tanggal 12
Februari 2007 diketahui:
1) PNBP yang masih berada di rekening Rutin dan belum disetor ke
Rekening Menkeu sebesar US$2.312.205,58
2) PNBP yang masih berada di rekening Menteri Keuangan dan belum
disetor ke Kas Negara (Bendahara Penerima/Penyetor Deplu) sebesar
RM26.840 dan US$294.636,21 atau eq. US$302.346,64
Pemeriksaan lebih lanjut dan hasil konfirmasi kepada pengelola keuangan
diketahui bahwa sebagian dari PNBP tersebut digunakan untuk membiayai
pekerjaan renovasi tata ruang kerja di lantai satu dan tiga gedung KBRI
Kuala Lumpur, dan telah dibayarkan sebagian sebesar RM325.000.
Penggantian dana PNBP tersebut rencananya akan dilaksanakan setelah
remise Triwulan I tahun 2007 diterima.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan UU No. 20 Tahun 1997 dan Keppres
No. 42 tahun 2002 pasal 10 ayat (2) dan pasal 20, sehingga mengakibatkan
tertundanya Penerimaan Negara Bukan Pajak sebesar US$2.614.552,22.
Hal tersebut disebabkan:
1) Kepala Kanselerai dan BPKRT sebagai pengelola anggaran kurang
memperhatikan ketentuan mengenai pengelolaan PNBP
2) Tidak tersedianya anggaran untuk melakukan perbaikan/renovasi,
sedangkan kebutuhan sudah mendesak
e. Terdapat Dana Pihak Ketiga Plus sebesar US$382.491,73 belum disetor ke Kas Negara
Hasil pemeriksaan atas Daftar Rekapitulasi Pihak Ketiga per 12 Februari
2007 menunjukkan adanya Dana Pihak Ketiga plus sebesar US$382.491,73
yang masih tersimpan dalam rekening rutin KBRI Kuala Lumpur. Kondisi
tersebut tidak sesuai dengan UU No. 20 Tahun 1997 dan Surat Dirjen
Anggaran No. S-108/A/462/0198 tanggal 9 Januari 1998, sehingga
mengakibatkan tertundanya penerimaan negara yang berasal dari PNBP
Non Fungsional senilai US$382.491,73.
Hal tersebut disebabkan BPKRT dan Kepala Kanselerai kurang
memperhatikan ketentuan mengenai penyetoran PNBP Non Fungsional.
f. Terdapat Pihak Ketiga Minus sebesar US$235.814,88 belum terselesaikan Pemeriksaan atas Daftar Rekapitulasi Pihak Ketiga per 12 Februari 2007
diketahui adanya Pembukuan Fihak Ketiga (PFK) minus senilai
US$235.814,88 belum terselesaikan. Hal tersebut dapat mengakibatkan
terganggunya likuiditas keuangan KBRI Kuala Lumpur.
Hal tersebut disebabkan Bendahara dan Kepala Kanselerai/HOC tidak
segera menyelesaikan PFK Minus.
g. Terdapat Beban Pusat Persekot Resmi yang belum mendapat penggantian dari Pusat senilai US$195.602,84 Hasil pemeriksaan atas Daftar Rekapitulasi Keuangan per 12 Februari 2007,
serta penjelasan pelaksana pengelola keuangan diketahui adanya saldo
Beban Pusat Persekot Resmi minus senilai RM12.000 dan US$192.155,55
atau eq. US$195.602,84 yang belum mendapat penggantian dari Biro
Keuangan Deplu. Atas pemberian persekot resmi sebesar US$143.207,55
dan RM 12.000 atau eq. US$146.527,97, pihak KBRI Kuala Lumpur telah
mengajukan permohonan penggantian kepada Biro Keuangan Deplu pada
bulan Agustus 2006, namun belum terealisasi. Sementara, pemberian
persekot resmi bulan September 2006 s.d. Januari 2007 senilai US$48.948
belum diajukan penggantiannya. Hal tersebut dapat mengakibatkan
terganggunya likuiditas keuangan KBRI Kuala Lumpur.
Kondisi tersebut disebabkan:
1) Biro Keuangan Deplu tidak segera menindaklanjuti permohonan
penggantian persekot resmi yang pernah diajukan oleh KBRI Kuala
Lumpur pada bulan Agustus 2006
2) BPKRT dan Kepala Kanselerai KBRI Kuala Lumpur belum berupaya
mengajukan penggantian atas persekot resmi yang telah dikeluarkan
sampai dengan Januari 2007, kepada Biro Keuangan Deplu.
h. PFK Minus Atase Imigrasi sebesar US$59.392,93 dan RM396.910,42 atau eq. US$173.414,88 belum mendapat penggantian dari Departemen Hukum dan HAM Hasil pemeriksaan atas Daftar Rekapitulasi Pihak Ketiga per 12 Februari
2007 menunjukkan adanya saldo minus PFK Imigrasi sebesar US$59.392,93
dan RM396.910,42 atau eq. US$173.414,88 yang belum mendapat
penggantian dari Departemen Hukum dan HAM. PFK minus ini selalu terjadi
setiap tahun karena remis yang diterima Atase Imigrasi nilainya kurang dari
pagu anggaran yang ditetapkan dalam DIPA Atase Imigrasi. Sementara itu,
kegiatan operasional fungsi Imigrasi semakin meningkat sehubungan dengan
perubahan mekanisme pelayanan keimigrasian. Kekurangan anggaran
tersebut, pada akhirnya, ditalangi oleh KBRI Kuala Lumpur dan dicatat dalam
pembukuan pihak ketiga sebagai utang kepada Departemen Hukum dan
HAM dhi. Atase Imigrasi.
Hal tersebut dapat mengakibatkan terganggunya kegiatan operasional Atase
Imigrasi dan terganggunya likuiditas keuangan Kantor Perwakilan RI di Kuala
Lumpur.
Kondisi ini disebabkan Departemen Hukum dan HAM beranggapan bahwa
Atase Imigrasi di perwakilan akan mendapat bagian anggaran dari anggaran
Departemen Luar Negeri karena dianggap sebagai penyumbang PNBP
terbesar di perwakilan, sedangkan Panduan Pelaksanaan DIPA Departemen
Luar Negeri menyatakan bahwa yang menjadi beban anggaran Deplu adalah
belanja pegawai, sedangkan belanja pemeliharaan, belanja barang dan
belanja perjalanan dinas menjadi beban masing-masing Departemen yang
bersangkutan.
i. Fungsi Imigrasi Kuala Lumpur belum dapat memberikan pelayanan yang optimal bagi warga Negara Indonesia yang tinggal di Malaysia Pelayanan keimigrasian pada KBRI Kuala Lumpur belum dapat berjalan
secara optimal karena terdapat beberapa permasalahan yaitu:
1) Keterbatasan jumlah petugas serta sarana dan prasarana yang ada,
sehingga penyelesaian paspor membutuhkan waktu ±empat puluh hari
dan penyelesaian visa ±tiga hari.
2) Jumlah pemohon yang masuk dan keluar melebihi kapasitas ruang
tunggu, sehingga mengurangi kenyamanan pemohon dan menimbulkan
antrian panjang di halaman kantor KBRI Kuala Lumpur serta seringkali
mengganggu kelancaran lalu lintas.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pihak KBRI Kuala Lumpur telah
berupaya melakukan beberapa kegiatan antara lain:
1) Menambah jumlah petugas; Namun penambahan ini masih belum
memadai dan fungsi imigrasi masih harus bekerja lembur untuk
menyelesaikan pembuatan paspor.
2) Melakukan pelayanan dengan mendatangi lokasi (perusahaan yang
banyak mempekerjakan TKI) disertai dengan sosialisasi yang diberikan
oleh fungsi-fungsi yang terkait dengan perlindungan TKI.
3) Mulai tanggal 12 Februari 2007, fungsi keimigrasian telah menggunakan
printer untuk mencetak paspor secara manual. Sistem baru ini
diharapkan dapat mempersingkat waktu penyelesaian paspor dari ±
empay puluh hari menjadi ± dua minggu.
4) Mencantumkan harga pelayanan dalam stiker visa agar pemohon dan
masyarakat luas dapat mengetahui secara pasti harga yang harus
dibayar, serta diharapkan dapat mengurangi praktek percaloan.
5) Memperbaiki software pelayanan WNI dhi. register paspor dan visa agar
kelompok penomoran tidak lagi bercampur, sehingga memudahkan
pengecekan.
6) Mengajukan usul kepada Menteri Luar Negeri mengenai perluasan area
gedung KBRI dengan membeli tanah yang berada di belakang kantor
7) Melaporkan permasalahan yang terjadi kepada Menteri Luar Negeri dan
Menteri Hukum dan HAM seperti masalah percaloan, penipuan,
pemalsuan paspor, adanya iklan dari agen yang mengaku mendapat ijin
dari KBRI Kuala Lumpur untuk mengurus keimigrasian.
Meskipun berbagai upaya telah dilakukan, Fungsi Imigrasi belum dapat
memberikan pelayanan yang optimal bagi warga Negara Indonesia yang
tinggal di Malaysia. Kondisi tersebut disebabkan terbatasnya anggaran dan
lambatnya pemerintah Pusat dalam menanggapi permasalahan yang
dihadapi Fungsi Imigrasi KBRI Kuala Lumpur dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat.
j. Prosedur pengadaan pekerjaan fisik tahun 2006 pada KBRI Kuala Lumpur tidak sesuai dengan ketentuan Hasil pemeriksaan secara uji petik terhadap beberapa Surat Perintah Kerja
pekerjaan fisik senilai RM967.280 atau eq Rp2.563.292.000,00, diketahui
hal-hal sebagai berikut:
1) Semua pekerjaan fisik yang bernilai di atas US$5,000 tidak dibuatkan
kontrak, hanya berupa Surat Perintah Kerja dengan volume pekerjaan
yang bersifat paket dan tidak mencantumkan nilai
pengadaaan/pekerjaan, sehingga tidak ada harga yang mengikat;
2) Harga/nilai pekerjaan yang dibayarkan kepada rekanan/pelaksana
pekerjaan berdasarkan penawaran yang disepakati;
3) Tidak ada Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang disusun oleh Tim
Pengadaan Barang dan Jasa sebagai acuan untuk menilai penawaran
dari rekanan;
4) Pembayaran kepada rekanan tidak didasarkan atas penyelesaian
prestasi fisik, karena tidak dibentuk Tim Pengawas Pekerjaan yang
bertugas mengawasi dan melaporkan hasil pelaksanaan pekerjaan;
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan Keppres No. 80 Tahun 2003 pasal 9
ayat 3 (g), pasal 13, pasal 29 ayat 1, sehingga mengakibatkan:
1) KBRI Kuala Lumpur secara hukum tidak dapat mengenakan sanksi atau
meminta pertanggungjawaban rekanan jika terjadi wanprestasi dan
keterlambatan penyelesaian pekerjaan;
2) Harga pekerjaan sulit dinilai kewajarannya.
Hal tersebut disebabkan Tim Pengadaan Barang/Jasa KBRI Kuala Lumpur
kurang memahami ketentuan-ketentuan tentang pengadaan barang/jasa, dan
pengelola keuangan tidak memperhatikan ketentuan mengenai pengelolaan
APBN
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, BPK-RI menyarankan Menteri Luar
Negeri agar menginstruksikan:
1) Kepala Perwakilan RI di Kuala Lumpur untuk:
a. melakukan inventarisasi, serta mengoreksi dan mengirimkan LMBT dan LTI
ke Biro Perlengkapan Deplu;
b. menginstruksikan pejabat yang namanya dipergunakan untuk kepemilikan
kendaraan dinas agar membuat surat pernyataan mengenai hal tersebut
c. mengirimkan laporan persediaan ke Biro Perlengkapan setiap akhir semester
dan akhir tahun;
d. menyetorkan PNBP senilai US$2.614.552,22 ke Bendahara Penerima Deplu
Pusat;
e. menyetorkan kekurangan penyetoran Pihak Ketiga Plus sebesar
US$141.258,49 ke Bendahara Penerima Deplu Pusat;
f. menyelesaikan pihak ketiga minus sebesar US$235.814,88 dengan pihak
terkait;
g. mengajukan penggantian beban pusat persekot resmi sebesar RM12.000
dan US$192.155,55 atau eq. US$195.602,84 ke Biro Keuangan Deplu;
h. menginstruksikan Kepala Perwakilan RI di Kuala Lumpur dalam pengadaan
barang dan pemborongan pekerjaan mempedomani Keppres 80 tahun 2003
tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan
Keppres No.42 tahun 2002 tentang pengelolaan APBN.
2) Sekretaris Jenderal Deplu dan Kepala Perwakilan RI di Kuala Lumpur untuk
melakukan koordinasi dengan Sekretaris Jenderal Departemen Hukum dan HAM
mengenai penyelesaian pihak ketiga minus dan pengiriman anggaran Atase
Imigrasi.
3) Sekretaris Jenderal Deplu untuk melakukan koordinasi dengan Departemen
Hukum dan HAM serta Departemen Keuangan dalam rangka meningkatkan
kualitas pelayanan Keimigrasian di KBRI Kuala Lumpur.
Deplu telah menindaklanjuti saran pada poin a (2). Secara lengkap hasil
pemeriksaan terlampir.
Jakarta, Mei 2007
Penanggungjawab Tim Audit
Katrinia Sri R, SE, Ak., MM NIP 240002490
HASIL PEMERIKSAAN I. Gambaran Umum
1. Tujuan Pemeriksaan Tujuan pemeriksaan atas Belanja dan PNBP pada KBRI Kuala Lumpur,
adalah untuk mengetahui dan menilai apakah:
a. Informasi keuangan baik PNBP maupun anggaran belanja telah disajikan
sesuai dengan kriteria yang ditetapkan;
b. Pemungutan, penyetoran dan penatausahaan PNBP serta penguasaan,
pengurusan dan pertanggungjawaban anggaran belanja telah
dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku;
c. Sistem Pengendalian Intern atas laporan keuangan dan pelaksanaan
anggaran pendapatan dan belanja sudah dirancang dan dilaksanakan
secara memadai untuk mencapai tujuan pengendalian.
2. Sasaran Pemeriksaan
a. Segmen laporan keuangan dan informasi keuangan, seperti: Daftar
Rekapitulasi Keuangan, Laporan Penerimaan dan Pengeluaran PNBP,
Laporan setoran rekening Menkeu ke rekening bendaharawan penerima
pusat di Jakarta, Berita Sisa Keuangan, dan Laporan Mutasi Barang
Triwulanan (LMBT);
b. Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku,
seperti ketentuan yang mengatur tentang: PNBP, pengadaan barang dan
jasa pada perwakilan RI di luar negeri, mekanisme pembayaran dalam
pelaksanaan APBN pada perwakilan RI di luar negeri, pengelolaan PNBP
di lingkungan Deplu;
c. Pengendalian intern atas laporan realisasi keuangan dan atas
pengamanan barang milik Negara.
3. Metode Pemeriksaan
a. Menguji dan menilai dokumen yang berkaitan dengan belanja, PNBP dan
Dana Pihak Ketiga (DP III) termasuk penatausahaan dan
pertanggungjawabannya;
b. Pemeriksaan dilakukan secara uji petik dengan memperhatikan
identifikasi kelemahan yang diperoleh sebelumnya, kemudian
dikembangkan secara kuantitatif dan kualitatif terhadap seluruh laporan
pertanggungjawaban keuangan;
c. Melakukan wawancara dan konfirmasi untuk memperoleh data,
keterangan dan pernyataan yang diperlukan dengan pejabat terkait;
d. Pengujian fisik atas hasil pengadaan barang dan pekerjaan
pemeliharaan.
4. Jangka Waktu Pemeriksaan Pemeriksaan dilaksanakan mulai 9 s.d. 18 Februari 2007 sesuai Surat Tugas
Angbintama I Nomor: 04/ST/III-XI.2/01/2007 tanggal 31Januari 2007.
5. Obyek Pemeriksaan Rincian anggaran dan realisasi Belanja dan PNBP, pada KBRI Kuala Lumpur
Tahun 2006 (s.d Desember 2006) adalah sebagai berikut: No. Uraian Anggaran (Rp) Realisasi (Rp) Nilai diperiksa
(Rp)
%
1. PNBP 22.000.000.000 30.529.755.270 19.844.340.925 65%
2. Belanja Pegawai 26.504.642.000 20.115.691.603 20.115.691.603 100%
Belanja Barang 15.065.500.000 13.413.660.221 13.413.660.221 100%
Jumlah 63.570.142.000 64.059.107.094 53.373.692.749 83%
II. Hasil Pemeriksaan Sistem Pengendalian Intern Penilaian Sistem Pengendalian Intern (SPI) pada KBRI Kuala Lumpur mencakup
analisis terbatas terhadap unsur-unsur Sistem Pengendalian Intern dan
difokuskan pada kegiatan sistem pengendalian atas pelaksanaan belanja dan
pengelolaan PNBP. Pengujian tersebut dilakukan secara terbatas terhadap
unsur pengendalian intern yang mencakup lingkungan pengendalian, penilaian
risiko, aktivitas pengendalian, informasi dan komunikasi serta pemantauan.
Hasil pengujian menunjukkan masih terdapat beberapa unsur sistem
pengendalian intern yang perlu mendapat perhatian KBRI Kuala Lumpur dalam
rangka menunjang pencatatan, pengolahan, pengikhtisaran, dan pelaporan data
hasil pelaksanaan belanja dan pengelolaan PNBP baik yang berasal dari Bidang
Keimigrasian maupun Bidang Kekonsuleran.
1. Lingkungan Pengendalian Lingkungan pengendalian yang mencakup integritas dan nilai etika, gaya
operasi dan filosofi manajemen, pembagian tugas, wewenang dan tanggung
jawab dalam pelaksanaan akuntabilitas anggaran dan pengelolaan PNBP
pada umumnya cukup memadai, namun demikian masih ditemukan
kelemahan antara lain KBRI Kuala Lumpur belum sepenuhnya memandang
penting fungsi pengolahan data, fungsi akuntansi, keandalan laporan
keuangan dan perlindungan terhadap kekayaan KBRI Kuala Lumpur.
2. Penilaian Risiko Secara umum, KBRI Kuala Lumpur belum menyediakan informasi bagi para
staf dan pelaksana mengenai risiko yang akan terjadi atas suatu fungsi,
kegiatan atau proses baik yang bersumber dari dalam maupun dari luar
organisasi. Pengelolaan risiko yang merupakan serangkaian langkah untuk
memahami lingkungan risiko secara menyeluruh, mengidentifikasi risiko,
menganalisa risiko, menaksir/mengevaluasi risiko dan penanganan risiko
belum secara formal dipahami dan dilaksanakan. Misalnya terhadap
perkembangan sistem akuntansi pemerintah, KBRI Kuala Lumpur belum
sepenuhnya memahami arti penting pencatatan dan pelaporan terutama
yang berkaitan dengan pengelolaan barang/aset tetap, sehingga dapat
mempengaruhi keandalan dan kewajaran laporan keuangan Deplu secara
keseluruhan.
3. Aktivitas Pengendalian
Aktifitas pengendalian merupakan bagian dari kebijakan/prosedur terkait
guna membantu memperoleh keyakinan bahwa arah KBRI Kuala Lumpur
dalam melakukan pengelolaan belanja dan PNBP telah memadai, khususnya
dalam memastikan pengendalian atas pengeluaran belanja dan PNBP.
Beberapa catatan yang terkait dengan hal tersebut diatas adalah :
a. Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap barang inventaris diketahui
bahwa LTI tahun 2006 belum disampaikan ke pusat (Biro Tata Usaha
dan Perlengkapan) dan beberapa aset belum dicatat dalam LMBT.
b. Adanya pekerjaan renovasi lantai I dan III gedung kantor KBRI Kuala
Lumpur yang dilaksanakan tanpa memperhatikan ketersediaan anggaran
dengan pertimbangan keadaan sudah mendesak. Oleh karena itu, dana
PNBP digunakan untuk menanggulangi pembayaran kepada pihak
ketiga.
c. Belum ada pengendalian atas aset tetap berupa kendaraan dinas yang
dibeli atas nama perorangan akibat peraturan pemerintah setempat yang
membatasi pemilikan kendaraan dinas untuk misi diplomatik
4. Komunikasi Dan Informasi Secara umum, informasi dan komunikasi yang dibangun dalam lingkungan
internal dan eksternal KBRI Kuala Lumpur sudah cukup baik. Jaringan
internet telah dikembangkan untuk mendukung aktivitas penyebaran
informasi dan komunikasi interaktif.
5. Pemantauan
Secara umum, pemantauan berkelanjutan telah dilaksanakan melalui
prosedur dan kebijakan yang dibuat oleh Keppri. Strategi untuk menjamin
efektifitas pelaksanaaan pengendalian intern pada umumnya telah dilakukan
melalui pemantauan yang berjalan seiring dengan kegiatan sehari-hari dan
dalam rapat staf secara rutin. Pengawasan dan pemeriksaan pelaksanaan
tugas pokok dari pihak luar KBRI telah dilakukan oleh Itjen Deplu. III. Hasil Pemeriksaan Tindak Lanjut
Itjen Deplu telah melakukan pemeriksaan pada KBRI Kuala Lumpur dengan
temuan sebanyak 11 buah sebagaimana tertuang dalam Laporan Hasil
Pemeriksaan No. 187/PW/LHP/2005/IX/2005/10/R tanggal 16 September 2005.
Sebanyak 7 temuan telah ditindaklanjuti oleh pihak KBRI Kuala Lumpur.
IV. Temuan Pemeriksaan 1. Pencatatan dan pelaporan barang inventaris pada KBRI Kuala Lumpur
belum tertib
Dalam organisasi pengelolaan inventarisasi kekayaan negara, Kepala
Perwakilan RI di luar negeri bertindak selaku Unit Pengurus Barang (UPB),
yaitu organisasi penatausaha dan inventarisasi barang-barang
milik/kekayaan Negara pada Kantor/Satuan Kerja yang menguasai anggaran
sendiri dan atau menguasai barang-barang milik/kekayaan negara. Tugas
Pokok UPB antara lain meliputi penyusunan dan penyampaian Laporan
Mutasi Barang Triwulanan (LMBT-UPB), penyusunan dan penyampaian
Laporan Tahunan Inventaris (LTI-UPB) dan pembinaan kepada pemakai
barang dalam lingkungannya.
LMBT-UPB adalah sarana untuk melaporkan pertambahan, pengurangan,
perubahan status dan koreksi pembukuan barang-barang milik/kekayaan
Negara yang disusun oleh UPB pada setiap akhir triwulan. Data mutasi pada
LMBT berasal dari pengadaan, penghapusan, hibah dan lain-lain per sub-sub
kelompok. LTI–UPB adalah laporan yang memuat kekayaan Negara yang
dikelola UPB pada akhir tahun anggaran yang disusun berdasarkan data
saldo akhir Buku Inventaris.
Pemeriksaan terhadap administrasi dan pengurusan barang inventaris pada
KBRI Kuala Lumpur diketahui bahwa:
7) Laporan Tahunan Inventaris (LTI) Tahun 2006 belum dilaporkan atau
belum dikirimkan ke Biro Tata Usaha dan Perlengkapan Departemen
Luar Negeri
8) Tanah dan bangunan senilai US$4.067.087,15 dan RM 1.500.000,00
belum dilaporkan dalam Laporan Tahunan Inventaris tahun 2005, dengan
rincian sebagai berikut:
9) Pengadaan barang tahun 2006 senilai Rp934.704.147,00 belum
dilaporkan dalam Laporan Mutasi Barang Triwulan, terdiri dari:
1) 1 unit Mercedes Benz E 280 senilai Rp932.839.500,00
2) 1 unit almari kabinet senilai Rp1.864.647,00
10) Nilai kendaraan bermotor yang tercantum dalam Laporan Tahunan
Inventaris tahun 2005 kurang dicatat sebesar S$111.800, RM 68.000 dan
Rp2.698.461.255,00, dengan rincian terlampir.
11) Hasil pemeriksaan atas pengelolaan barang inventaris pada Atase
Pertahanan (Athan) dan Atase-atase teknis yang terdapat di KBRI Kuala
Lumpur menunjukkan hal-hal sebagai berikut:
c. Atase Pertahanan telah membuat DIR dan telah menyampaikan
laporan barang inventaris kepada Departemen Pertahanan
No Nama Barang Tahun Perolehan Luas Nilai
1
Tanah dan bangunan kantor KBRI Kuala Lumpur
1977
LT 4.182 m2
LB 1.900 m2
US$ 3.483.753,82
2
Tanah dan bangunan Wisma Duta
1969
LT 6.004 m2 LB 1.870 m2
US$ 250.000,00
3
Tanah dan bangunan Wisma DCM
1993
LT 1.000 m2 LB 600 m2
RM 1.500.000,00
4
Tanah dan bangunan Gd. Kebudayaan (Sekolah Indonesia)
1957
LT 1.718 m2 LB 1.718 m2
US$ 333.333,33
JUMLAH US$4.067.087,15 RM 1.500.000,00
d. Atase Pendidikan Nasional telah membuat DIR pada tahun 2001
tetapi belum diperbaharui, tidak membuat pencatatan atas
pengadaan barang inventaris baru, dan tidak membuat laporan
barang inventaris
e. Atase Perdagangan tidak mencatat dan tidak melaporkan barang
inventaris tetapi membuat suatu memorandum alih tugas
f. Atase Tenaga Kerja belum pernah membuat catatan dan laporan
karena menggunakan ruangan dan inventaris KBRI (Deplu). Pada
tahun 2007, Atnaker mulai membuat daftar inventaris barang, setelah
mendapat ruangan dan inventaris baru
12) Terdapat 770 unit barang inventaris yang tercatat dalam Laporan
Tahunan Inventaris tahun 2005 dengan nilai “nol”/tanpa nilai (rincian
terlampir)
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
pasal 9 huruf f menyatakan bahwa menteri/pimpinan lembaga sebagai
Pengguna Anggaran/Pengguna Barang kementerian negara/lembaga
yang dipimpinnya mempunyai tugas antara lain mengelola barang
milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab kementerian
negara /lembaga yang dipimpinnya;
b. Keputusan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia No. SK
122/PL/VII/2001/01 tanggal 19 Juli 2001 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Penatausahaan dan inventarisasi barang-barang milik/kekayaan negara
di lingkungan Departemen Luar Negeri dan Perwakilan RI di Luar Negeri,
Bab II bagian I.2.c menyebutkan bahwa tugas pokok dari UPB adalah
menyusun LTI-UPB dan mengirimkannya sesuai dengan jadwal yang
ditetapkan kepada unit atasannya.
Hal tersebut mengakibatkan:
c. Neraca Departemen Luar Negeri Tahun 2006 belum menggambarkan
keadaan yang sebenarnya
d. Pengendalian terhadap inventaris kekayaan negara di lingkungan KBRI
Kuala Lumpur sulit dilakukan
Hal tersebut disebabkan BPKRT sebagai pengelola barang inventaris kurang
memahami arti penting pencatatan dan pelaporan barang-barang milik
negara.
Atas permasalahan tersebut pihak KBRI Kuala Lumpur menyatakan akan
segera melakukan pencatatan barang inventaris sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
BPK-RI menyarankan Menteri Luar Negeri agar menginstruksikan Kepala
Perwakilan RI di Kuala Lumpur untuk melakukan inventarisasi, serta
mengoreksi dan mengirimkan LMBT dan LTI ke Biro Perlengkapan Deplu.
Pihak KBRI Kuala Lumpur berdasarkan Kawat No:RR-062/Kuala
Lumpur/V/07 menyatakan telah secara bertahap melakukan pembenahan
dengan pendataan/opname fisik BMKN dan melaporkan ke Pusat, namun
tembusan LMBT dan LTI belum disampaikan ke BPK RI.
2. Terdapat 7 (tujuh) unit kendaraan dinas dengan bukti kepemilikan atas nama perorangan
Salah satu jenis aset tetap yang dimiliki KBRI Kuala Lumpur adalah
kendaraan dinas. Dengan tingginya volume kegiatan di KBRI Kuala Lumpur,
maka dibutuhkan banyak kendaraan untuk menunjang kegiatan-kegiatan
dinas. Saat ini, KBRI Kuala Lumpur memiliki kendaraan dinas sejumlah 37
unit (20 unit milik Deplu, 17 unit milik Atase Pertahanan dan Atase Teknis).
Hasil pemeriksaan atas dokumen kepemilikan kendaraan dinas diketahui
sebanyak 7 unit kendaraan dinas, bukti kepemilikannya dibuat atas nama
Home Staff/pribadi, dengan rincian sebagai berikut:
No. Jenis Kendaraan Nomor Tahun Kondisi Atas nama 1 Mercedes Benz E280 29-04-DC 2006 Baik AM Fachir 2 Toyota Estima 29-75-DC 2001 Baik AM Fachir 3 Mercedes Benz C200 29-10-DC 2000 Baik Eka Aryanto Suripto 4 Proton Perdana 29-79-DC 2003 Baik Ade Sukendar 5 Honda Accord 29-68-DC 2000 Baik Tennike Erman 6 Toyota Harrier 29-62-DC 2000 Baik Rizaldi Ishak 7 Toyota Estima 29-81-DC 2001 Baik Agus Budiman
Pembelian atas nama perorangan adalah untuk menanggulangi masalah
pembatasan pemilikan kendaraan yang dibebaskan pajaknya bagi suatu misi
diplomatik yang ditetapkan oleh Kementrian Luar Negeri Malaysia. Ketentuan
tersebut antara lain menyatakan: jumlah kendaraan bermotor yang diizinkan
untuk dibeli oleh Misi Diplomatik dan Konsuler adalah 1 unit kendaraan dinas
(mobil berbendera) untuk Kepala Perwakilan, 2 unit kendaraan dinas untuk
kegiatan umum Perwakilan, dan perwakilan bisa mengajukan penambahan
pembelian kendaraan bermotor dengan perbandingan 1 kendaraan untuk 3
home staff, dihitung dari orang kelima di perwakilan tersebut kecuali kepala
perwakilan. Pemakaian nama perorangan sebagai bukti pemilikan
dimungkinkan karena setiap diplomat secara personal berhak untuk memiliki
2 (dua) unit kendaraan dengan nomor plat DC dan dibebaskan pajaknya.
Hasil penelitian lebih lanjut dan konfirmasi kepada petugas konsuler serta
pengelola barang diketahui bahwa ketujuh unit kendaraan tersebut sudah
tercatat sebagai barang inventaris atau sudah dimuat dalam Laporan
Tahunan Inventaris. Namun, kepemilikan atas nama perorangan tersebut
tidak disertai dengan surat pernyataan yang menunjukkan bahwa nama
home staff yang bersangkutan dipinjam untuk keperluan dinas dan
kendaraan tersebut merupakan inventaris kantor yang dibeli menggunakan
anggaran negara.
Seharusnya pengakuan atas aset tetap atau barang inventaris dilakukan
berdasarkan bukti kepemilikan. Surat pernyataan dapat dibuat untuk
menjelaskan status kepemilikan aset tetap atau barang inventaris.
Hal tersebut mengakibatkan pihak KBRI Kuala Lumpur tidak memiliki
kekuatan hukum apabila suatu saat terjadi gugatan dari pejabat atau
keluarga pejabat yang namanya dipergunakan dalam bukti kepemilikan
kendaraan
Hal tersebut disebabkan BPKRT sebagai pengelola barang kurang
memahami arti penting status kepemilikan barang dalam rangka
meningkatkan pengendalian atas pengelolaan barang/kekayaan milik negara.
Atas permasalahan tersebut pihak KBRI Kuala Lumpur menyatakan akan
segera membuat Surat Pernyataan tentang status kepemilikan kendaraan
yang menunjukkan bahwa kendaraan tersebut dibeli dari uang negara dan
bukan milik perorangan serta ditandatangani oleh yang bersangkutan
BPK-RI menyarankan Menteri Luar Negeri agar menginstruksikan Kepala
Perwakilan RI di Kuala Lumpur untuk menginstruksikan pejabat yang
namanya dipergunakan untuk kepemilikan kendaraan dinas agar membuat
surat pernyataan mengenai hal tersebut
Permasalahan ini telah ditindaklanjuti oleh pihak KBRI Kuala Lumpur.
Masing-masing pejabat yang namanya digunakan untuk kepemilikan
kendaraan dinas telah membuat surat pernyataan tertanggal 2 April 2007.
3. Persediaan pada KBRI Kuala Lumpur sebesar Rp18.660.325,00 belum dilaporkan ke Pusat
Persediaan adalah barang atau perlengkapan yang dibeli dan disimpan untuk
digunakan, misalnya barang habis pakai seperti alat tulis kantor, barang tak
habis pakai seperti komponen peralatan dan pipa, dan barang bekas pakai
seperti komponen bekas. Salah satu alokasi anggaran pada KBRI Kuala
Lumpur adalah belanja barang operasional yang digunakan antara lain untuk
pembelian ATK dan pembelian barang-barang kebutuhan operasional kantor.
Barang-barang tersebut dapat dikategorikan sebagai persediaan.
Persediaan pada KBRI Kuala Lumpur dikelola oleh staf bagian Tata Usaha
dengan melakukan pencatatan atas persediaan yang masuk dan keluar.
Hasil pemeriksaan atas daftar peralatan alat tulis kantor per 31 Desember
2006 diketahui terdapat 114 item peralatan kantor senilai Rp18.660.325,00.
Pihak KBRI Kuala Lumpur belum pernah menyampaikan laporan persediaan
kepada Biro Perlengkapan Deplu.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) Pernyataan No. 1 tentang
penyajian Laporan Keuangan, paragraf 43, menyatakan bahwa dalam
suatu neraca harus mencantumkan sekurang-kurangnya pos-pos
sebagai berikut: kas dan setara kas, investasi jangka pendek, piutang
pajak dan bukan pajak, persediaan, investasi jangka panjang, aset tetap,
kewajiban jangka pendek, kewajiban jangka panjang, dan ekuitas dana.
b. SAP Pernyataan No. 5 tentang persediaan, paragraf 16, menyatakan
pada akhir periode akuntansi, persediaan dicatat berdasarkan hasil
inventarisasi fisik
c. Peraturan Menteri Keuangan No. 59/PMK.06/2005 tentang Sistem
Akuntansi Barang Milik Negara yang salah satunya menyatakan bahwa
persediaan harus dicatat dalam Buku Persediaan untuk setiap jenis
barang dan harus disajikan di neraca sebesar nilai moneternya.
Hal tersebut mengakibatkan saldo persediaan pada neraca Departemen Luar
Negeri kurang dicatat sebesar Rp18.660.325,00.
Hal tersebut disebabkan BPKRT sebagai pengelola keuangan dan barang
kurang memahami ketentuan mengenai pengelolaan persediaan.
Atas permasalahan tersebut pihak KBRI Kuala Lumpur menyatakan untuk
selanjutnya akan melaporkan persediaan sesuai dengan ketentuan.
BPK-RI menyarankan Menteri Luar Negeri agar menginstruksikan Kepala
Perwakilan RI di Kuala Lumpur untuk mengirimkan laporan persediaan ke
Biro Perlengkapan Deplu setiap akhir semester dan akhir tahun.
Pihak KBRI Kuala Lumpur berdasarkan Kawat No:RR-062/Kuala
Lumpur/V/07 menyatakan telah melakukan pendataan dan melaporkan ke
Pusat, namun tembusan Laporan Persediaan tersebut belum disampaikan ke
BPK RI.
4. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pada KBRI Kuala Lumpur sebesar US$2.606.841,79 dan RM26.840 atau eq. US$2.614.552,22 belum disetor ke Kas Negara
KBRI Kuala Lumpur merupakan salah satu Kantor Perwakilan RI di Malaysia
yang melakukan kegiatan pelayanan publik diantaranya pelayanan
keimigrasian dan kekonsuleran. Atas pelayanan tersebut KBRI Kuala Lumpur
memperoleh Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Fungsional antara
lain terdiri dari Bea Paspor, Visa, Surat Perjalanan Laksana Paspor,
pembuatan/legalisasi Surat Keterangan. Selain itu, KBRI Kuala Lumpur juga
mengelola PNBP Non Fungsional antara lain berasal dari pengembalian
persekot resmi, sewa rumah dinas, bunga deposito Kas Besi, dan Sisa
Anggaran Rutin (SIAR).
Berdasarkan pemeriksaan diketahui bahwa pengelolaan PNBP pada KBRI
Kuala Lumpur dilakukan sebagai berikut:
a. Pemungutan bea keimigrasian dilakukan oleh bagian imigrasi yang
dipimpin oleh Atase Imigrasi, sedangkan pemungutan bea kekonsuleran
dilakukan oleh Fungsi Konsuler. PNBP dipungut dalam bentuk kas tunai,
kemudian diserahkan kepada Bendahara dan Penata Kerumahtanggaan
(BPKRT) oleh Bagian Imigrasi seminggu sekali dan oleh Fungsi Konsuler
sebulan sekali.
b. Pengelolaan PNBP Umum/Non Fungsional yang berasal dari persekot
resmi, sewa rumah dinas, bunga deposito Kas Besi dan Sisa Anggaran
Rutin (SIAR) dilakukan oleh BPKRT dan bagian pembukuan.
c. BPKRT melakukan penukaran PNBP dalam mata uang RM ke dalam
mata uang US$ dan mentransfer PNBP tersebut dari Rekening Rutin ke
Rekening Menteri Keuangan (Menkeu).
d. BPKRT mentransfer PNBP Fungsional dari Rekening Menkeu (dollar
account) ke Bendahara Penerima Deplu dengan nomor rekening
1230000204372 pada Bank Mandiri (dollar account) dan mentransfer
PNBP Non Fungsional dari Rekening Menkeu (dollar account) ke
Bendahara Penerima Deplu dengan nomor rekening 060.000690732.024
pada Bank Negara Indonesia Dukuh Bawah (dollar account) rata-rata
dalam kurun waktu 1 s.d. 2 bulan.
Berdasarkan hasil pemeriksaan Daftar Rekapitulasi Keuangan per tanggal 12
Februari 2007 dan 31 Desember 2006 diketahui:
1). PNBP yang masih berada di rekening Rutin dan belum disetor ke Rekening
Menkeu sebesar US$2.312.205,58 yang terdiri dari saldo 31 Desember
2006 sebesar US$1.912.959,50 dan penerimaan tahun 2007 (s.d. 12
Februari 2007) sebesar US$399.246,08
2). PNBP yang masih berada di rekening Menteri Keuangan dan belum disetor
ke Kas Negara (Bendahara Penerima/Penyetor Deplu) sebesar RM26.840
dan US$294.636,21 atau eq. US$302.346,64 yang seluruhnya merupakan
saldo 31 Desember 2006.
Pemeriksaan lebih lanjut dan hasil konfirmasi kepada pengelola keuangan
diketahui bahwa sebagian dari PNBP tersebut digunakan untuk membiayai
pekerjaan renovasi tata ruang kerja di lantai 1 dan 3 gedung KBRI Kuala
Lumpur. Pekerjan dilaksanakan oleh Syarikat Amteg Land Sdn Bhd sesuai
SPK No. 160/PL/XI/2006 tanggal 24 Nopember 2006 dan telah dibayar
sebagian sebesar RM325.000 dalam tiga tahap pembayaran yaitu:
1) Tahap I sebesar RM100.000 pada tanggal 7 Desember 2006
2) Tahap II sebesar RM125.000 pada tanggal 24 Januari 2007
3) Tahap III sebesar RM100.000 pada tanggal 8 Februari 2007
Sampai dengan saat pemeriksaan tim BPK, pekerjaan tersebut masih dalam
penyelesaian.
Pekerjaan renovasi tersebut dianggarkan dalam DIPA tahun 2007 sebagai
belanja pemeliharaan gedung. Namun atas pertimbangan tertentu, Kepala
Perwakilan dan Kepala Kanselerai (HOC) memutuskan untuk memulai
pekerjaan tersebut pada bulan Desember 2006 dan pembayarannya ditalangi
dari dana PNBP terlebih dahulu. Penggantian dana PNBP akan dilaksanakan
setelah remise Triwulan I tahun 2007 diterima.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Undang-undang No. 20 Tahun 1997 tentang PNBP antara lain
menetapkan seluruh PNBP wajib disetor langsung secepatnya ke Kas
Negara;
b. Keppres No. 42 tahun 2002:
1) Pasal 10 ayat (2) menyatakan Pimpinan dan atau pejabat
departemen/lembaga/pemerintah daerah tidak diperkenankan
melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban
anggaran belanja negara, jika dana untuk membiayai tindakan
tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dalam anggaran
belanja negara.
2) Pasal 20 menyatakan bahwa:
a) Orang atau badan yang melakukan pemungutan atau penerimaan
uang negara wajib menyetor seluruh penerimaan dalam waktu 1
(satu) hari kerja setelah penerimaannya ke rekening Kas Negara
pada bank pemerintah, atau lembaga lain yang ditetapkan oleh
Menteri Keuangan
b) Bendahara penerima/penyetor berkala wajib menyetor/
melimpahkan seluruh penerimaan negara yang telah dipungutnya
ke rekening Kas Negara sekurang kurangnya sekali seminggu.
Hal tersebut mengakibatkan tertundanya Penerimaan Negara Bukan Pajak
(PNBP) sebesar US$2.614.552,22.
Hal tersebut disebabkan:
a. Kepala Kanselerai dan BPKRT sebagai pengelola anggaran kurang
memperhatikan ketentuan mengenai pengelolaan PNBP
b. Tidak tersedianya anggaran untuk melakukan perbaikan/renovasi,
sedangkan kebutuhan sudah mendesak
Atas permasalahan tersebut pihak KBRI Kuala Lumpur menyatakan akan
segera menyetorkan PNBP ke Bendahara Penerima Deplu Pusat.
BPK-RI menyarankan Menteri Luar Negeri agar menginstruksikan Kepala
Perwakilan RI di Kuala Lumpur untuk menyetorkan PNBP senilai
US$2.614.552,22 ke Bendahara Penerima Deplu Pusat.
Pihak KBRI Kuala Lumpur telah menyetor sebagian PNBP sebesar
US$660.712,37 ke Bendahara Penerima Deplu sesuai bukti transfer tanggal
8 dan 14 Maret 2007 serta tanggal 24 April 2007.
5. Penerimaan sewa rumah dinas Atase Pertahanan belum dapat dipungut senilai US$13.464 eq. Rp122.522.400,00
Pemeriksaan atas Daftar Rekapitulasi PNBP tahun 2006 serta penjelasan
dari pengelola keuangan menunjukkan bahwa Atase Pertahanan KBRI Kuala
Lumpur menempati rumah dinas. Namun, pemungutan sewa rumah tidak
dilakukan karena adanya Surat Keputusan Kepala Badan Intelijen Strategis
No. Skep/313/XII/2004 tanggal 30 Desember 2004 yang menyatakan bahwa
rumah yang ditempati Atase Pertahanan adalah rumah jabatan. Sementara
Deplu menetapkan bahwa rumah jabatan pada perwakilan RI di luar negeri
hanya untuk kepala dan wakil kepala perwakilan.
Pada tanggal 3 Januari 2005 Kepala Bais telah mengeluarkan Juklak no.
Juklak/01/I/2005 yang menyatakan bahwa Athan RI/Atase Militer/Atase
Laut/Atase Udara dan PBU yang menempati rumah dinas atau rumah dinas
yang disewa oleh dinas, ketentuan pembayaran uang sewanya mengacu
kepada peraturan yang berlaku di KBRI setempat. Namun sampai dengan
Desember 2006, pemungutan sewa rumah belum dapat dilakukan dan kedua
pejabat Atase Pertahanan yang menempati rumah dinas telah selesai masa
tugasnya serta kembali ke Pusat pada bulan Desember 2006.
Berdasarkan perhitungan, sewa rumah dinas yang harus dipungut dari Atase
Pertahanan sebesar US$13.464 (2 orang x US$4.080 x 15% x 11 bulan) atau
eq. Rp122.522.400,00 (kurs US$1 = Rp9.100,00).
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Petunjuk Pelaksanaan Bais Nomor Juklak/01/I/2005 tanggal 3 Januari
2005 tentang pokok-pokok organisasi dan prosedur kantor Atase
Pertahanan RI menyebutkan athan RI/Atase Militer/Atase Laut/Atase
Udara dan PBU yang menempati rumah dinas atau rumah dinas yang
disewa oleh dinas, ketentuan pembayaran uang sewanya mengacu
kepada peraturan yang berlaku di KBRI setempat.
b. Surat Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor S.P./08107/OP/72 tanggal
11 Nopember 1972 menyebutkan Pejabat Perwakilan yang menempati
rumah milik Negara membayar 10% dari pendapatan bersihnya bila
rumah itu tanpa perabot, dan 15% dari TPLN bila rumah dilengkapi
dengan perabot.
c. Kawat Setjen Deplu Nomor 061975 tanggal 18 Mei 2006 menyebutkan
rumah jabatan di perwakilan RI di luar negeri hanya untuk kepala
perwakilan dan wakil kepala perwakilan, dengan demikian rumah negara
lainnya yang ada di perwakilan RI adalah rumah dinas, untuk itu bagi
penghuni yang tinggal dirumah dinas tersebut dikenakan pungutan sewa
rumah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
d. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 108 Tahun 2003 tanggal
31 Desember 2003 tentang Organisasi Perwakilan Republik Indonesia
pasal 22 antara lain menyatakan bahwa Atase Pertahanan secara
operasional dan administratif merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari Perwakilan sehingga harus tunduk pada peraturan yang barlaku bagi
Perwakilan
Hal tersebut mengakibatkan tertundanya Penerimaan Negara Bukan Pajak
non fungsional yang berasal dari sewa rumah dinas senilai US$13.464 eq.
Rp122.522.400,00.
Hal tersebut disebabkan Atase Pertahanan masih berpedoman pada Surat
Keputusan Kepala Badan Intelijen Strategis TNI No. Skep/313/XII/2004
tanggal 30 Desember 2004.
Atas permasalahan tersebut pihak KBRI Kuala Lumpur menyatakan untuk
selanjutnya akan melakukan pemotongan gaji untuk sewa rumah dinas
terhitung mulai Januari 2007, sesuai ketentuan dari BAIS.
BPK-RI menyarankan Menteri Luar Negeri agar menginstruksikan Kepala
Perwakilan RI di Kuala Lumpur untuk segera memungut penerimaan sewa
rumah dinas Athan mulai Januari 2007 sesuai Surat Kepala BAIS No.
TR/08/2007 tanggal 17 Januari 2007.
Permasalahan ini ditindaklanjuti oleh pihak KBRI Kuala Lumpur dengan
melakukan pemotongan sewa rumah dinas Athan mulai Januari 2007.
6. Terdapat Dana Pihak Ketiga Plus sebesar US$382.491,73 belum disetor ke Kas Negara
Hasil pemeriksaan atas Daftar Rekapitulasi Pihak Ketiga per tanggal 12
Februari 2007 menunjukkan adanya Dana Pihak Ketiga plus sebesar
US$382.491,73. Dana tersebut merupakan sisa anggaran tahun 2004 dan
2005 dan masih tersimpan dalam rekening rutin KBRI Kuala Lumpur,
dengan rincian sebagai berikut:
No. Uraian Nilai (US$) 1. PFK 511145 tahun 2005 17.085,42 2. PFK 511147 tahun 2005 1.026,70 3. PFK ABT selisih kurs 2005 104.334,74 4. PFK Dana talangan 486,73 5. PFK gaji ke-13 tahun 2005 117.590,31 6. PFK magang tahun 2005 709,34 7. PFK pemulangan TKI thn 2004 1.288,84 8. PFK Athan 139.969,65 382.491,73
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Undang-undang No. 20 Tahun 1997 Tentang PNBP antara lain
menetapkan seluruh PNBP wajib disetor langsung secepatnya ke Kas
Negara.
b. Surat Dirjen Anggaran No. S-108/A/462/0198 tanggal 9 Januari 1998
tentang Tatacara Pengelolaan PNBP pada Perwakilan RI di luar negeri
menetapkan bahwa dana UYHD pada Perwakilan RI yang tidak
digunakan pada akhir tahun anggaran harus ditransfer kembali oleh
Bendaharawan Pengguna Perwakilan ke rekening Bendaharawan
Pengguna pada Sekretariat Jenderal untuk selanjutnya disetor ke
rekening Kas Negara.
Hal tersebut mengakibatkan tertundanya penerimaan negara yang berasal
dari PNBP Non Fungsional senilai US$382.491,73.
Hal tersebut disebabkan BPKRT dan Kepala Kanselerai kurang
memperhatikan ketentuan mengenai penyetoran PNBP Non Fungsional.
Atas permasalahan tersebut pihak KBRI Kuala Lumpur menyatakan akan
segera menyetorkan dana pihak ketiga plus sebagai PNBP ke Bendahara
Penerima Deplu Pusat.
BPK-RI menyarankan Menteri Luar Negeri agar menginstruksikan Kepala
Perwakilan RI di Kuala Lumpur untuk menyetorkan kekurangan penyetoran
PFK Plus sebesar US$141.258,49 (US$382.491,73 - US$241.233,24) ke
Bendahara Penerima Deplu Pusat.
Berdasarkan Kawat No:RR-062/Kuala Lumpur/V/07, pihak KBRI Kuala
Lumpur telah menyetor sebagian PFK Plus sebesar US$241.233,24 ke
Bendahara Penerima Deplu sesuai bukti transfer tanggal 12 Maret 2007.
7. Terdapat Pihak Ketiga Minus sebesar US$235.814,88 belum terselesaikan
Pemeriksaan atas Daftar Rekapitulasi Pihak Ketiga per 12 Februari 2007
diketahui adanya Pembukuan Fihak Ketiga (PFK) minus senilai
US$235.814,88 yang terdiri dari:
a. PFK 2006 senilai RM42.855,52 eq. US$12.311,35
b. PFK 511148 tahun 2006 senilai RM31.809,80 eq. US$9.138,12
c. PFK KTT ASEAN 2005 senilai RM153.180,24 eq. US$44.004,67, yang
merupakan tanggung jawab Setneg sudah bertahun-tahun tidak
terselesaikan
d. PFK ABT selisih kurs 2004 senilai US$1.478,50
e. PFK pengacara/advokasi senilai US$32.473,37 yang merupakan
tanggung jawab Departemen Tenaga Kerja
f. PFK Bencana Alam senilai US$5.305
g. PFK DIKS Naker senilai US$46.685,63
h. PFK KBRI senilai US$53.887,88 sudah bertahun-tahun tidak
terselesaikan
i. PFK mobil dinas Keppri tahun 2004 senilai RM51.642 eq. US$14.835,39
j. PFK SAP (Surat Akuan Pengenalan) tahun 2006 senilai RM31.271,69 eq.
US$8.983,54 merupakan tanggung jawab Departemen Hukum dan HAM
k. PFK Yayasan Lavania senilai RM23.362,50 eq. 6.711,43 tidak dapat
tertagih karena yayasan tersebut sudah tidak diketahui keberadaannya
Berdasarkan Kawat No. 014827 tanggal 18 Oktober 2001 diserukan agar
perwakilan segera menyelesaikan pihak ketiga dengan pihak yang terkait
dan melaporkan hasilnya ke Sekjen Deplu
Hal tersebut dapat mengakibatkan terganggunya likuiditas keuangan KBRI
Kuala Lumpur.
Hal tersebut disebabkan Bendahara dan Kepala Kanselerai/HOC tidak
segera menyelesaikan PFK Minus.
Atas permasalahan tersebut pihak KBRI Kuala Lumpur menyatakan akan
mengusahakan/menulis surat kepada instansi yang terkait untuk
mendapatkan penggantian.
BPK-RI menyarankan Menteri Luar Negeri agar menginstruksikan Kepala
Perwakilan RI di Kuala Lumpur untuk menyelesaikan pihak ketiga minus
sebesar US$235.814,88 dengan pihak terkait.
8. Terdapat Beban Pusat Persekot Resmi yang belum mendapat penggantian dari Pusat senilai US$195.602,84
Home staf merupakan PNS yang ditempatkan pada Kantor Perwakilan RI di
luar negeri. Pada saat penempatan atau dipindahkan dari suatu Perwakilan
RI ke Perwakilan RI lain di luar negeri, setiap home staf berhak untuk
mendapatkan persekot resmi berupa pinjaman 2 (dua) bulan TPLN pokok,
pinjaman deposit sewa rumah dan pinjaman uang muka pembelian mobil
yang seluruhnya dapat dikembalikan secara mengangsur. Pengeluaran
persekot resmi tersebut merupakan beban anggaran Pusat yang dibukukan
sebagai Pihak Ketiga (DP IIII) Beban Pusat Persekot Resmi (BPPR).
Hasil pemeriksaan atas Daftar Rekapitulasi Keuangan per 12 Februari 2007,
serta penjelasan pelaksana pengelola keuangan diketahui adanya saldo
Beban Pusat Persekot Resmi minus senilai RM12.000 dan US$192.155,55
atau eq. US$195.602,84 yang belum mendapat penggantian dari Biro
Keuangan Deplu, dengan rincian sebagai berikut:
Atas pemberian persekot resmi sebesar US$143.207,55 dan RM 12.000 atau
eq. US$146.527,97, pihak KBRI Kuala Lumpur telah mengajukan
permohonan penggantian kepada Biro Keuangan Deplu melalui Surat Kepala
Perwakilan RI Kuala Lumpur No. 201/KU/IX/2006 tanggal 31 Agustus 2006.
Namun, sampai dengan bulan Februari 2007, Biro Keuangan Deplu belum
mengganti persekot resmi tersebut. Sementara, pemberian persekot resmi
bulan September 2006 s.d. Januari 2007 senilai US$48.948 belum diajukan
penggantiannya.
Berdasarkan Kawat Kepala Biro Keuangan Deplu No. 032440, pembebanan
persekot resmi dapat diajukan penggantiannya ke Biro Keuangan Deplu
dengan melampirkan bukti-bukti pengeluaran.
Hal tersebut dapat mengakibatkan terganggunya likuiditas keuangan KBRI
Kuala Lumpur.
Kondisi tersebut disebabkan:
a. Biro Keuangan Deplu tidak segera menindaklanjuti permohonan
penggantian persekot resmi yang pernah diajukan oleh KBRI Kuala
Lumpur pada bulan Agustus 2006
Uraian Jumlah (US$) (RM) Pemberian persekot resmi s.d. Agustus 2006 143.207,55 12.000Pemberian persekot resmi Sept 2006 - Jan 2007 48.948,00 -Saldo BPPR yang belum mendapat penggantian 192.155,55 12.000
b. Bendaharawan dan Penata Kerumahtanggaan (BPKRT) serta Kepala
Kanselerai KBRI Kuala Lumpur belum berupaya mengajukan
penggantian atas persekot resmi yang telah dikeluarkan sampai dengan
Januari 2007, kepada Biro Keuangan Deplu.
Atas permasalahan tersebut pihak KBRI Kuala Lumpur menyatakan akan
mengirimkan kembali surat permohonan penggantian persekot resmi ke
Pusat untuk memperoleh penggantian.
BPK-RI menyarankan Menteri Luar Negeri agar menginstruksikan Kepala
Perwakilan RI di Kuala Lumpur untuk mengajukan penggantian beban pusat
persekot resmi sebesar RM12.000 dan US$192.155,55 atau eq.
US$195.602,84 ke Biro Keuangan Deplu.
9. PFK Minus Atase Imigrasi sebesar US$59.392,93 dan RM396.910,42 atau eq. US$173.414,88 belum mendapat penggantian dari Departemen Hukum dan HAM
Hasil pemeriksaan atas Daftar Rekapitulasi Pihak Ketiga per 12 Februari
2007 menunjukkan adanya saldo minus PFK Imigrasi sebesar US$59.392,93
dan RM396.910,42 atau eq. US$173.414,88 yang belum mendapat
penggantian dari Departemen Hukum dan HAM selaku instansi vertikal Atase
Imigrasi. Saldo minus sebesar US$59.392,93 merupakan saldo terbawa dari
tahun 2005, sedangkan saldo sebesar RM396.910,42 merupakan akumulasi
dari saldo minus tahun 2005 dan pengeluaran pihak ketiga minus pada tahun
2006 dan 2007 (s.d. 12 Februari 2007).
Berdasarkan konfirmasi kepada Atase Imigrasi dan pengelola keuangan
diketahui bahwa remis yang diterima Atase Imigrasi nilainya kurang dari pagu
anggaran yang ditetapkan dalam DIPA Atase Imigrasi. Pada tahun 2006,
Atase Imigrasi memperoleh remis sebesar US$69.761,92 eq.
Rp640.534.945,85, sedangkan anggaran yang ditetapkan dalam DIPA
sebesar Rp1.170.535.000,00, sehingga terjadi kekurangan sebesar
Rp530.000.054,20. Sementara itu, kegiatan operasional fungsi Imigrasi
semakin meningkat sehubungan dengan perubahan mekanisme pelayanan
keimigrasian. Oleh karena itu, kekurangan tersebut ditalangi oleh KBRI Kuala
Lumpur dan dicatat dalam pembukuan pihak ketiga sebagai utang kepada
Departemen Hukum dan HAM dhi. Atase Imigrasi. Hal serupa juga terjadi
pada tahun-tahun sebelumnya.
Kawat No. 014827 tanggal 18 Oktober 2001 menyerukan agar perwakilan
segera menyelesaikan pihak ketiga dengan pihak yang terkait dan
melaporkan hasilnya ke Sekjen Deplu
Hal tersebut dapat mengakibatkan terganggunya kegiatan operasional Atase
Imigrasi dan terganggunya likuiditas keuangan Kantor Perwakilan RI di Kuala
Lumpur.
Hal tersebut disebabkan Departemen Hukum dan HAM beranggapan bahwa
Atase Imigrasi di perwakilan akan mendapat bagian anggaran dari anggaran
Departemen Luar Negeri karena dianggap sebagai penyumbang PNBP
terbesar di perwakilan, sedangkan Panduan Pelaksanaan DIPA Departemen
Luar Negeri menyatakan bahwa yang menjadi beban anggaran Deplu adalah
belanja pegawai, sedangkan belanja pemeliharaan, belanja barang dan
belanja perjalanan dinas menjadi beban masing-masing Departemen yang
bersangkutan.
Atas permasalahan tersebut pihak KBRI Kuala Lumpur menyatakan akan
mengusahakan untuk mendapat penggantian dari instansi terkait dengan
mengirim surat guna mendapat perhatian dan prioritas.
BPK-RI menyarankan Menteri Luar Negeri agar menginstruksikan Sekretaris
Jenderal Deplu dan Kepala Perwakilan RI di Kuala Lumpur untuk melakukan
koordinasi dengan Sekretaris Jenderal Departemen Hukum dan HAM
mengenai penyelesaian pihak ketiga minus dan pengiriman anggaran Atase
Imigrasi.
10. Fungsi Imigrasi Kuala Lumpur belum dapat memberikan pelayanan yang optimal bagi warga Negara Indonesia yang tinggal di Malaysia
Salah satu fungsi keimigrasian adalah memberikan pelayanan publik dalam
hal pengurusan paspor dan visa, yang terdiri dari paspor RI 48 halaman
perorangan, paspor RI 24 halaman perorangan, Surat Perjalanan Laksana
Paspor perorangan dan keluarga, pencatatan mutasi, pencatatan lapor diri,
pengesahan dokumen pendeportasian, visa singgah, visa kunjungan, visa
tinggal terbatas, pencatatan re-entry permit dan pencabutan dokumen.
Pelayanan paspor dan visa pada fungsi imigrasi KBRI Kuala Lumpur
dipimpin oleh Atase Imigrasi dan Pembantu Atase Imigrasi, dan dibantu lokal
staf sebanyak 14 orang.
Proses pembuatan paspor/SPLP dimulai dari petugas front office (loket)
sebanyak 5 orang yang melakukan penerimaan permohonan, meneliti
persyaratan, melakukan wawancara, mengambil keputusan apakah
permohonan diterima atau ditolak, menerima pembayaran, mencetak dan
menyerahkan kuitansi, melakukan input data dan menyerahkan paspor asli
kepada pemohon yang bermaksud melakukan penggantian paspor. Proses
selanjutnya dilakukan oleh petugas back office yaitu men-tera cap penulisan
dan cap KBRI, menempel foto, menulis paspor, memeriksa ulang,
melaminasi, menandatangani dan menggandakan paspor, menyimpan
berkas selesai, tanda tangan yang bersangkutan dan menyerahkan paspor
kepada pemohon.
Proses pembuatan visa dimulai dari petugas front office (loket) sebanyak 2
orang yang melakukan penerimaan permohonan, meneliti persyaratan,
melakukan wawancara, menerima pembayaran, menulis kuitansi,
menyerahkan visa. Proses selanjutnya dilakukan oleh petugas back office
yang melakukan pemeriksaan tangkal, persetujuan pejabat, register,
mencetak stiker, tera cap KBRI, tempel stiker, tandatangan pejabat, susun
berkas selesai, simpan berkas, pembukuan PNBP.
Dengan begitu padatnya pemohon paspor dan visa, rata-rata pelayanan
paspor dan visa per harinya di tahun 2005 adalah sebanyak 480 orang
pemohon/hari. Dengan jumlah petugas yang ada (8 orang), rata-rata
pemohon paspor dan visa yang harus dilayani oleh seorang petugas setiap
harinya adalah 60 orang, dan jam kerja yang dibutuhkan oleh setiap petugas
per harinya adalah 19,50 jam untuk paspor dan 6,20 jam untuk visa. Pada
tahun 2006 (Jan-Feb), rata-rata pelayanan paspor dan visa per harinya
adalah 752 orang per hari, meningkat 56,66% dari tahun 2005.
Permasalahan tersebut semakin bertambah, karena pengiriman blangko
paspor dari Pusat kadangkala terlambat. Selain itu, karena keterbatasan
jumlah petugas, serta sarana dan prasarana yang ada, penyelesaian paspor
membutuhkan waktu ± 40 hari dan penyelesaian visa ± 3 hari.
Dalam memberikan pelayanan publik, KBRI Kuala Lumpur menyediakan
ruang tunggu yang terletak disamping bangunan kantor, dengan fasilitas
yang terbatas. Ruang tunggu tersebut diperuntukan bagi pemohon
pelayanan keimigrasian dan kekonsuleran. Jumlah pemohon yang masuk
dan keluar setiap harinya lebih dari 1000 orang dan telah melebihi kapasitas,
sehingga mengurangi kenyamanan pemohon.
Selain itu, jumlah pemohon yang demikian banyak telah menyebabkan
antrian panjang di halaman kantor KBRI Kuala Lumpur dan seringkali
mengganggu kelancaran lalu lintas. KBRI Kuala Lumpur juga beberapa kali
mendapat teguran dari pemerintah setempat karena fasilitas taman hijau
yang berada di jalan raya depan kantor KBRI Lumpur menjadi rusak dan
kotor. Praktek percaloan dan penipuan juga kerapkali menimpa WNI yang
hendak mengurus paspor.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pihak KBRI Kuala Lumpur telah
berupaya melakukan beberapa kegiatan antara lain:
1). KBRI Kuala Lumpur mengajukan penambahan formasi Home staff dan
Local staff kepada Menteri Luar Negeri dan Menteri Pemberdayaan
Aparatur Negara sesuai surat Kepala Perwakilan RI No.020/DB/III/2006
tanggal 15 Maret 2006. Khusus untuk atase Imigrasi dibutuhkan 2 home
staff dan 19 local staff. Namun, saat ini baru terealisasi 2 orang home
staff dan 14 orang dengan rincian: 1 orang sebagai pembantu
bendaharawan, 3 orang melayani visa dan 10 orang melayani paspor dan
pencatatan mutasi perubahan. Penambahan ini masih belum memadai
dan fungsi imigrasi masih harus bekerja lembur untuk menyelesaikan
pembuatan paspor.
2). Melakukan pelayanan dengan mendatangi lokasi (perusahaan yang
banyak mempekerjakan TKI) disertai dengan sosialisasi yang diberikan
oleh fungsi-fungsi yang terkait dengan perlindungan TKI. Fungsi konsuler
menjelaskan mengenai hak dan kewajiban sebagai warga Negara yang
berada di luar negeri dan perlindungan yang diberikan oleh perwakilan.
Fungsi penerangan menjelaskan mengenai program KBRI peduli melalui
sms pengaduan. Fungsi ketenagakerjaan menjelaskan mengenai hak
dan kewajiban sebagai pekerja di luar negeri. Fungsi Perhubungan
menjelaskan mengenai pelayanan angkutan udara nasional.
3). Mengajukan permohonan ijin penulisan paspor menggunakan cetak
manual (menggunakan printer), tidak lagi tulis tangan. Hal ini
dimaksudkan untuk mempersingkat waktu dan adanya keseragaman
penulisan. Permohonan disampaikan melalui berita faksimil dari Kepala
Perwakilan RI di Kuala Lumpur kepada Menteri Luar Negeri dan Menteri
Hukum dan HAM No. 12 Oktober 2006 dan No. BB-657/Kuala
Lumpur/XII/06 tanggal 4 Desember 2006. Mulai tanggal 12 Februari
2007, fungsi keimigrasian telah menggunakan printer untuk mencetak
paspor secara manual. Sistem baru ini diharapkan dapat mempersingkat
waktu penyelesaian paspor dari ± 40 hari menjadi ± 2 minggu.
4) Membeli peralatan “queueing number machine” untuk menertibkan
antrian, namun sampai dengan pemeriksaan Tim BPK, alat tersebut
belum digunakan karena sebagian besar pemohon adalah TKI dengan
pendidikan dan pengetahuan terbatas, sehingga untuk
mengoperasikannya diperlukan petugas tersendiri, sedangkan jumlah
petugas yang ada tidak cukup.
5) Mencantumkan harga pelayanan dalam stiker visa agar pemohon dan
masyarakat luas dapat mengetahui secara pasti harga yang harus
dibayar. Hal ini juga diharapkan dapat mengurangi praktek percaloan.
6) Memperbaiki software pelayanan WNI dhi. register paspor dan visa agar
kelompok penomoran tidak lagi bercampur, sehingga memudahkan
pengecekan.
7) Pihak KBRI telah mengajukan usul kepada Menteri Luar Negeri
mengenai perluasan area gedung KBRI dengan membeli tanah yang
berada di belakang kantor, sesuai berita faksimili No.RR-
161/Kualalumpur/II/06 tanggal 13 Nopember 2006.
8) Kepala Perwakilan RI telah melaporkan permasalahan-permasalahan
yang terjadi kepada Menteri Luar Negeri dan Menteri Hukum dan HAM
seperti masalah percaloan, penipuan, pemalsuan paspor, adanya iklan
dari agen yang mengaku mendapat ijin dari KBRI Kuala Lumpur untuk
mengurus keimigrasian.
Seharusnya sistem pelayanan masyarakat selayaknya dapat memuaskan
kebutuhan semua pihak.
Hal tersebut mengakibatkan Fungsi Imigrasi belum dapat memberikan
pelayanan yang optimal bagi warga Negara Indonesia yang tinggal di
Malaysia.
Kondisi tersebut disebabkan terbatasnya anggaran dan lambatnya
pemerintah Pusat dalam menanggapi permasalahan yang dihadapi Fungsi
Imigrasi KBRI Kuala Lumpur dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat.
Atas permasalahan tersebut pihak KBRI Kuala Lumpur menyatakan bahwa
temuan BPK-RI benar dan dengan penggunaan mesin printer cetak manual
untuk paspor serta penambahan petugas di loket diharapkan dapat
memberikan pelayanan yang semakin optimal bagi pemohon.
BPK-RI menyarankan Menteri Luar Negeri agar menginstruksikan Sekretaris
Jenderal Deplu untuk melakukan koordinasi dengan Departemen Hukum dan
HAM serta Departemen Keuangan dalam rangka meningkatkan kualitas
pelayanan Keimigrasian di KBRI Kuala Lumpur.
11. Prosedur pengadaan pekerjaan fisik tahun 2006 pada KBRI Kuala Lumpur tidak sesuai dengan ketentuan
Pada Tahun 2006 KBRI Kuala Lumpur mendapat alokasi anggaraan belanja
pemeliharaan (MAK 5231) senilai Rp4.584.987.000,00. Anggaran tersebut
antara lain digunakan untuk membiayai pengadaan pekerjaan fisik seperti
renovasi tata ruang kerja, pemeliharaan AC, renovasi toilet dan pemeliharaan
gedung lainnya.
Berdasarkan hasil pemeriksaan secara uji petik terhadap beberapa Surat
Perintah Kerja pekerjaan fisik senilai RM967.280 atau eq
Rp2.563.292.000,00, diketahui hal-hal sebagai berikut:
a. Semua pekerjaan fisik yang bernilai di atas US$5,000 tidak dibuatkan
kontrak, hanya berupa Surat Perintah Kerja dengan volume pekerjaan
yang bersifat paket dan tidak mencantumkan nilai
pengadaaan/pekerjaan, sehingga tidak ada harga yang mengikat;
b. Harga/nilai pekerjaan yang dibayarkan kepada rekanan/pelaksana
pekerjaan berdasarkan penawaran yang disepakati;
c. Tidak ada Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang disusun oleh Tim
Pengadaan Barang dan Jasa sebagai acuan untuk menilai penawaran
dari rekanan;
d. Pembayaran kepada rekanan tidak didasarkan atas penyelesaian
prestasi fisik, karena tidak dibentuk Tim Pengawas Pekerjaan yang
bertugas mengawasi dan melaporkan hasil pelaksanaan pekerjaan;
Hasil pemeriksaan lebih lanjut diketahui bahwa atas pekerjaan renovasi tata
ruang kerja di lantai 1 dan 3, Kepala Kanselerai mengambil kebijakan untuk
melaksanakan pekerjaan pada bulan Desember 2006 meskipun anggaran
untuk pekerjaan tersebut tidak ada dalam DIPA tahun 2006, tetapi
dianggarkan dalam DIPA tahun 2007. Oleh karena itu, dana PNBP
digunakan untuk menanggulangi anggaran yang tidak tersedia tersebut.
Dalam pelaksanaannya, terjadi penambahan-penambahan pekerjaan yang
tidak dibuatkan suatu addendum pekerjaan, karena atas pekerjaan tersebut
juga tidak dibuatkan kontrak.
Kondisi tersebut tidak sesuai:
a. Keppres No. 80 Tahun 2003 tanggal 3 November 2003 tentang
Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah 1) Pasal 9 ayat 3 (g) menyatakan tugas pokok pengguna barang/jasa
dalam pengadaan barang/jasa antara lain menyiapkan dan
melaksanakan perjanjian/kontrak dengan pihak penyedia barang/jasa;
2) Pasal 13 antara lain menyatakan bahwa pengguna barang/jasa wajib
memiliki harga perkiraan sendiri (HPS) yang dikalkulasikan secara
keahlian dan berdasarkan data yang dapat dipertanggungjawabkan;
3) Pasal 29 ayat 1 menyatakan kontrak sekurang-kurangnya memuat
ketentuan sebagai berikut:
a) para pihak yang menandatangani kontrak yang meliputi nama,
jabatan, dan alamat;
b) pokok pekerjaan yang diperjanjikan dengan uraian yang jelas
mengenai jenis dan jumlah barang/jasa yang diperjanjikan;
c) hak dan kewajiban para pihak yang terikat di dalam perjanjian;
d) nilai atau harga kontrak pekerjaan, serta syarat-syarat
pembayaran;
e) persyaratan dan spesifikasi teknis yang jelas dan terinci;
f) tempat dan jangka waktu penyelesaian/penyerahan dengan
disertai jadwal waktu penyelesaian/penyerahan yang pasti serta
syarat-syarat penyerahannya;
g) jaminan teknis/hasil pekerjaan yang dilaksanakan dan/atau
ketentuan mengenai kelaikan;
h) ketentuan mengenai cidera janji dan sanksi dalam hal para pihak
tidak memenuhi kewajibannya;
i) ketentuan mengenai pemutusan kontrak secara sepihak;
j) ketentuan mengenai keadaan memaksa;
k) ketentuan mengenai kewajiban para pihak dalam hal terjadi
kegagalan dalam pelaksanaan pekerjaan;
l) ketentuan mengenai perlindungan tenaga kerja;
m) ketentuan mengenai bentuk dan tanggung jawab gangguan
lingkungan;
n) ketentuan mengenai penyelesaian perselisihan.
b. Keppres No. 42 tahun 2002 pasal 10 ayat (2) menyatakan Pimpinan dan
atau pejabat departemen/lembaga/pemerintah daerah tidak
diperkenankan melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran
atas beban anggaran belanja negara, jika dana untuk membiayai
tindakan tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dalam
anggaran belanja negara.
Hal tersebut mengakibatkan:
a. KBRI Kuala Lumpur secara hukum tidak dapat mengenakan sanksi atau
meminta pertanggungjawaban rekanan jika terjadi wanprestasi dan
keterlambatan penyelesaian pekerjaan;
b. Harga pekerjaan sulit dinilai kewajarannya.
Hal tersebut disebabkan Tim Pengadaan Barang/Jasa KBRI Kuala Lumpur
kurang memahami ketentuan-ketentuan tentang pengadaan barang/jasa, dan
pengelola keuangan tidak memperhatikan ketentuan mengenai pengelolaan
APBN.
Atas permasalahan tersebut pihak KBRI Kuala Lumpur menyatakan untuk
selanjutnya akan mengikuti prosedur dan ketentuan yang berlaku.
BPK-RI menyarankan Menteri Luar Negeri agar menginstruksikan Kepala
Perwakilan RI di Kuala Lumpur dalam pengadaan barang dan pemborongan
pekerjaan mempedomani Keppres 80 tahun 2003 tentang Pedoman
Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan Keppres No.42 tahun
2002 tentang pengelolaan APBN.
BADAN PEMERIKSA KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
No JenisKendaraan Vol Curr Nilai Vol Curr Nilai Vol Curr Nilai
1 Sedan 10 Rp 964.423.825,00 8 Rp 2.448.450.526,00 2 Rp (1.484.026.701,00) S$ 111.800,00 S$ (111.800,00)
2 Station Wagon 2 Rp 83.938.462,00 4 Rp 829.069.234,00 -2 Rp (745.130.772,00)
3 Mini Bus 2 Rp 14.353.960,00 5 Rp 483.657.742,00 -3 Rp (469.303.782,00) RM 68.000,00
Total 14 1.062.716.247,00 17 Rp 3.761.245.502,00 (3) Rp (2.698.461.255,00)S$ 111.800,00 S$ (111.800,00) RM 68.000,00 RM (68.000,00)
LTI tahun 2005 Yang Seharusnya Selisih
REKAPITULASI KENDARAAN DINAS DEPLUKBRI KUALA LUMPUR
No Nama TPLN per bulan TPLN 11 bulan Total sewa yg hrs dipungut1 Hartind Asrin 4.080,00$ 44.880,00$ 6.732,00$ 2 Sulistyanto 4.080,00$ 44.880,00$ 6.732,00$
13.464,00$ Jumlah
REKAPITULASI PUNGUTAN SEWA RUMAH ATASE PERTAHANANKBRI KUALA LUMPUR
TAHUN 2006
Harga TotalSatuan (RM) Harga (Rp)
1 Amplop putih logo Garuda 130 lbr 0,60 190.000Rp
2 Amplop putih logo KBRI 90 lbr 0,60 135.000Rp
3 Amplop putih polos 60 lbr 0,60 90.000Rp
4 Amplop coklat (5x12) 100 lbr 0,65 162.000Rp
5 Amplop coklat (9x12) 100 lbr 0,65 162.000Rp
6 Amplop coklat (10x12) 80 lbr 0,70 140.000Rp
7 Amplop coklat (10x15) 10 lbr 0,80 20.000Rp
8 Amplop coklat (12x16) 10 lbr 0,80 20.000Rp
9 Buku tamu 5 bh 16,00 200.000Rp
10 Buku tulis 1 bh11 Buku agenda (Biru tebal) 2 bh 80,00 400.000Rp
12 Buku agenda (hijau tipis) 1 bh 50,00 125.000Rp
13 Buku dispatch expidisi 2 bh 7,00 35.000Rp
14 Buku dispatch biru 1 bh 8,00 20.000Rp
15 Uni-ball-eye biru 1 bh 6,00 15.000Rp
16 Uni-ball-eye hitam 13 bh 6,00 195.000Rp
17 Uni-ball-eye merah 0 bh 6,00 15.000Rp
18 Uni-ball-broad signo hitam 4 bh 6,00 60.000Rp
19 Bolpoin pilot G-02 4 bh 5,75 55.000Rp
20 Pinsil 2b 1 bh 1,00 2.500Rp
21 Ballpoint readleaf hitam 3 bh 2,00 2.500Rp
22 Batery ennergizer size 9 V 4 bh 7,00 70.000Rp
23 Batery ennergizer size AAA 1 bh 5,00 12.500Rp
24 Batery ennergizer size AA 1 bh 5,00 12.500Rp
25 Batery ennergizer size D 1 bh 7,00 17.500Rp
26 Batery ennergizer size C 1 bh 7,00 17.500Rp
27 Whiteboard artline hitam 1 bh 3,75 9.375Rp
KEDUTAAN BESAR REPUBLIK INDONESIA KUALA LUMPURDAFTAR PERALATAN ALAT TULIS KANTOR
31 DESEMBER 2006
No Nama Barang Volume Satuan
Harga TotalSatuan (RM) Harga (Rp)
No Nama Barang Volume Satuan
28 Whiteboard artline biru 1 bh 3,75 9.375Rp
29 Whiteboard artline merah 1 bh 3,75 9.375Rp
30 Permanen arline hitam 1 bh 3,75 9.375Rp
31 Permanen arline biru 2 bh 3,75 9.375Rp
32 Permanen arline merah 6 bh 3,75 9.375Rp
33 Stabilo boss kuning 1 bh 3,50 8.750Rp
34 Stabilo boss merah 1 bh 3,50 8.750Rp
35 Stabilo boss biru 1 bh 3,50 8.750Rp
36 Stabilo boss hijau 1 bh 3,50 8.750Rp
37 Stabiliner balpoint hitam 10 bh 2,00 2.500Rp
38 Stabiliner balpoint biru 2 bh 2,00 5.000Rp
39 Stabiliner balpoint merah 4 bh 2,00 10.000Rp
40 Disket kecil 1 bh 3,75 9.375Rp
41 Disket besar 40 bh 2,00 200.000Rp
42 Payung 1 bh 15,00
43 Penggaris 2 bh 6,50 17.500Rp
44 Sulak bulu / kemucing 1 bh 6,67 16.250Rp
45 Tip-ex 2 bh 5,50 27.500Rp
46 Lakban/Masking tape 4 gl 4,50 45.000Rp
47 Isolatip besar 4 bh 5,00 45.000Rp
48 Isolatif kecil 1 bh 5,00 12.500Rp
49 Lem glue 3 bj 4,70 11.975Rp
50 Penghapus papan tulis 3 bh 5,20 37.500Rp
51 Cutter besar 2 bh 5,20 25.000Rp
52 Cutter kecil 1 bh 5,00 12.000Rp
53 Isi cutter besar 0 bh 3,00
54 Isi cutter kecil 0 bh 3,00
55 Colour magnet 7 bh 3,00 52.500Rp
56 Staples besar 3 M 4 bh 9,70 97.500Rp
57 Staples kecil 10-1M 1 bh 8,50 21.250Rp
58 Isi staples 3 M 1 kt 5,00 12.500Rp
Harga TotalSatuan (RM) Harga (Rp)
No Nama Barang Volume Satuan
59 Isi staples 10-1M 1 kt 5,00 12.500Rp
60 Air freshner (toilet) 4 bh 15,85 150.000Rp
61 Tissue kotak 15 bh 2,10 78.750Rp
62 Pewangi ruangan (glade) 3 bh63 Pewangi telepon 1 bh 10,20 25.500Rp
64 Shampoo mobil 1 bh 18,00 45.000Rp
65 Lap mobil / kain lap 3 bh 9,50 71.000Rp
66 Wax kit 2 bh 25,00 115.000Rp
67 Pewangi mobil 3 bh 18,00 135.000Rp
68 Penyembur/ penggilap tayar 1 bh 12,00 30.000Rp
69 Sheltok obat nyamuk 4 bh 7,00 58.500Rp
70 Clip kertas kecil 3 kt 0,80 6.375Rp
71 Clip kertas besar 2 kt 0,80 4.000Rp
72 Clip bainding besar 3 kt 2,40 6.000Rp
73 Rautan pencil 1 bh 12,00 30.000Rp
74 Kertas pesanan kuning 2 rim 5,60 28.000Rp
75 Kertas logo Garuda 2 rim 85,00 425.000Rp
76 Kertas logo KBRI 1 rim 85,00 212.000Rp
77 Kertas sampul garuda 52 bh 8,00 1.040.000Rp
78 Kertas sampul coklat 1 gl 5,00 12.000Rp
79 Kertas pesanan putih 3x4 1 bh 3,00 7.500Rp
80 Map File KBRI 15 bh 2,40 900.000Rp
81 Map holder/ Abba File 10 bh 8,00 200.000Rp
82 Nem Card buku 2 bh 10,00 50.000Rp
83 Map KBRI dgn klip besi 10 bh 5,00 125.000Rp
84 Pita mesin ketik brother 1 bh 18,50 21.250Rp
85 Penghapus brother 2 bh 18,50 42.500Rp
86 Pita mesin ketik IBM 82 C 3 bh 13,54 101.550Rp
87 Penghapus IMB 82 1 bh 13,54 101.550Rp
88 Pita mesin ketik 0livetti 1 bh 12,00 30.000Rp
89 Penghapus olietiti 3 bh 12,00 90.000Rp
Harga TotalSatuan (RM) Harga (Rp)
No Nama Barang Volume Satuan
90 Pita mesin ketik IBM 6747 1 bh 10,00 25.000Rp
91 Penghapus IBM 6747 1 bh 10,00 25.000Rp
92 Epson 8750 pita printer 10 bh 17,00 425.000Rp
93 Epson 7754 pita printer 8 bh 17,00 340.000Rp
94 HP ink jet black 27 2 bh 115,00 575.000Rp
95 HP ink jet black 15 3 bh 110,00 825.000Rp
96 HP ink jet colour 17 1 bh 110,00 275.000Rp
97 Canon ink jet 1 bh 64,00 172.000Rp
98 Toner printer ukuran 5L 3 bh 171,00 1.082.000Rp
99 Toner printer ukuran 4.4 plus L 1 bh 171,00 427.500Rp
100 Toner printer ukuran 4 L 1 bh 265,00 412.500Rp
101 Amplop SPJUYD 15 bh 3,50 131.250Rp
102 Bainding tape warna merah 2 bh 3,00 15.000Rp
103 Bainding tape warna biru 2 bh 3,00 15.000Rp
104 Bainding tape warna hitam 1 bh 4,00 10.000Rp
105 Gunting Besar 3 bh 10,00 75.000Rp
106 Gunting kecil 1 bh 8,00 20.000Rp
107 Toner printer hp laser 1000 3 kt 250,00 1.875.000Rp
108 buku agenda khusus lt 7 0 bh109 Paku payung 1 kt 5,00 12.000Rp
110 Toner Printer hp laser 1100 3 bh 248,00 1.635.000Rp
111 Map Transparan 19 bh 5,00 237.000Rp
112 Toner Printer 1010 3 bh 230,00 1.725.500Rp
113 Stepler Besar 1 bh 250,00 625.500Rp
114 Toner Prnter hp 1510 1 bh 248,00 620.000Rp 18.660.325Rp Nilai Total