Download - ASKEP Pleuritis Dan Pleura Effusion
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Penyakit saluran pernapasan adalah salah satu penyebab kesakitan dan kematian yang
paling sering. Pleuritis adalah peradangan pada pleura disebabkan penumpukan cairan
dalam rongga pleura, selain cairan dapat pula terjadi karena penumpukan pus atau darah.
Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura dapat terjadi oleh banyak hal diantaranya
adanya bendungan seperti pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor
mediastinum, ataupun akibat proses keradangan seperti tuberculosis dan pneumonia.
Hambatan reabsorbsi cairan tersebut mengakibatkan penumpukan cairan di rongga pleura
yang disebut efusi pleura. Efusi pleura tentu mengganggu fungsi pernapasan sehingga
perlu penatalaksanaan yang baik. Pasien dengan efusi pleura yang telah diberikan tata
laksana baik diharapkan dapat sembuh dan pulih kembali fungsi pernapasannya, namun
karena efusi pleura sebagian besar merupakan akibat dari penyakit lainnya yang
menghambat reabsorbsi cairan dari rongga pleura, maka pemulihannya menjadi lebih
sulit. Karena hal tersebut, masih banyak penderita dengan efusi pleura yang telah di
tatalaksana namun tidak menunjukkan hasil yang memuaskan.
Efusi pleura merupakan manifestasi klinik yang dapat dijumpai pada sekitar 50-60%
penderita keganasan pleura primer. Sementana 95% kasus mesotelioma (keganasan pleura
primer) dapat disertai efusi pleura dan sekitar 50% penderita kanker payudara akhirnya
akan mengalami efusi pleura.
Kejadian efusi pleura yang cukup tinggi apalagi pada penderita keganasan jika tidak
ditatalaksana dengan baik maka akan menurunkan kualitas hidup penderitanya dan
semakin memberatkan kondisi penderita. Paru-paru adalah bagian dari sistem pernapasan
yang sangat penting, gangguan pada organ ini seperti adanya efusi pleura dapat
menyebabkan gangguan pernapasan dan bahkan dapat mempengaruhi kerja sistem
kardiovaskuler yang dapat berakhir pada kematian.
Perbaikan kondisi pasien dengan efusi pleura memerlukan penatalaksanaan yang tepat
oleh petugas kesehatan termasuk perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan di rumah
1
sakit. Untuk itu maka perawat perlu mempelajari tentang konsep efusi pleura dan
penatalaksanaannya serta asuhan keperawatan pada pasien dengan efusi pleura. Maka
dalam makalah ini akan dibahas bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan efusi
pleura.
1.2 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian Pleurits dan Pleura Effusion.
2. .Untuk mengetahui penyebab Pleuritis dan Pleura Effusion.
3. Mengetahui komplikasi dari Pleuritis dan Pleura Effusion.
4. Mengetahui bagaimana proses asuhan keperawatan pada pasien dengan efusi pleura.
5. Mengidentifikasi konsep efusi pleura meliputi definisi, etiologi, manifestasi klinis dan
patofisiologi.
6. Mengidentifikasi proses keperawatan pada efusi pleura meliputi pengkajian, analisa
data dan diagnosa, intervensi dan evaluasi.
1.3 Manfaat Penulisan
1. Mahasiswa memahami konsep dan proses keperawatan pada klien dengan gangguan
efusi pleura sehingga menunjang pembelajaran mata kuliah respirasi.
2. Mahasiswa mengetahui proses keperawatan yang benar sehingga dapat menjadi bekal
dalam persiapan praktik di rumah sakit
1.4 Metode penulisan
Metode penulisan yang digunakan adalah Study litelatur yang mengambil referensi
dari berbagai sumber yang sesuai dengan topik penulisan berdasarkan kaidah ilmiah yang
berlaku.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Pleuritis adalah peradangan pada pleura disebabkan penumpukan cairan dalam rongga
pleura, selain cairan dapat pula terjadi karena penumpukan pus atau darah. Pleuritis juga
dapat disebut sebagai komplikasi dari efusi pleuraatau penyakit pada pleura.
Pleuritis terbagi menjadi 2,yaitu:
Pleuritis kering (fibrosa)
Peradangan pada pleura tanpa atau hanya sedikit pengeluaran cairan.
Pleuritis basah (setofirosa)
Terjadinya penimbunan cairan dibuang Pleura disebut juga pleura efusi cairan yang berisi
di Pleura dapat berupa:
-exudate
-transudate
Efusi pleural adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit
primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat
berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa
darah atau pus (Baughman C Diane, 2000).
Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara
permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya
merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural
mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang
memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne,
2002).
Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga
pleura. (Price C Sylvia, 1995).
2.2 Etiologi
Penyebab terjadinya pleuritis:
1. Virus dan mikoplasma
Jenis virusnya adalah: ECHO virus, Coxsackie group, dan mikroplasma.
3
2. Virus piogenis
Bakteri yang sering ditemukan adalah aerob dan anaerob, bakteri-bakteri aerob
meliputi streptucocus, strestucocus miler, streptucocus aures, hemofilus.Spp, E.koli,
klebsieda, psuedomonas spp. Bakteri-bakteri anaerob meliputi bakterioides spp,
peptostreptococus, fusobakterium.
3. Tuberkulosa
Selain konflikasi tuberkulosa, juga dapat disebabkan oleh robeknya rongga pleura
atau melalui getah bening.
4. Fungi
Pleuritis karena fungi amat jarang. Biasanya terjadi karena penjalaran infeksi
fungi dari jaringan paru-paru. Jenis fungi yang menyebabkan pleuritis adalah
aktinomikosis, aspergillus, triptococus, histoplasmusis.
5. Parasit
Parasit yang mengipasi kedalam raga pleura hanyalah amoeba dalam bentuk
troposoit.
Kelainan pada pleura hampir selalu merupakan kelainan sekunder. Kelainan primer
pada pleura hanya ada dua macam yaitu infeksi kuman primer intrapleura dan tumor
primer pleura. Timbulnya efusi pleura dapat disebabkan oleh kondisi-kondisi :
1. Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti
pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum, sindroma meig
(tumor ovarium) dan sindroma vena kava superior.
2. Peningkatan produksi cairan berlebih, karena radang (tuberculosis, pneumonia,
virus), bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga pleura,
karena tumor dimana masuk cairan berdarah dan karena trauma. Di Indonesia
80% karena tuberculosis.
Secara patologis efusi pleura disebabkan oleh keadaan-keadaan :
1. Meningkatnya tekanan hidrostatik (misalnya akibat gagal jantung)
2. Menurunnya tekanan osmotic koloid plasma (misalnya hipoproteinemia)
3. Meningkatnya permeabilitas kapiler (misalnya infeksi bakteri)
4. Berkurangnya absorbsi limfatik
Penyebab efusi pleura dilihat dari jenis cairan yang dihasilkannya adalah:
4
1. Transudat
Gagal jantung, sirosis hepatis dan ascites, hipoproteinemia pada nefrotik
sindrom, obstruksi vena cava superior, pasca bedah abdomen, dialisis peritoneal,
dan atelektasis akut.
2. Eksudat
a. Infeksi (pneumonia, TBC, virus, jamur, parasit, dan abses).
b. Neoplasma (Ca. paru-paru, metastasis, limfoma, dan leukemia)
Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses penyakit neoplastik,
tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi. Ini disebabkan oleh sedikitnya satu dari
empat mekanisme dasar :
a. Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik
b. Penurunan tekanan osmotic koloid darah
c. Peningkatan tekanan negative intrapleural
d. Adanya inflamasi atau neoplastik pleura.
Perbedaan cairan transudat dan eksudat (Somantri, 2008: 99)
Indikator Transudat Eksudat
1. Warna
2. Bekuan
1. Berat Jenis
2. Leukosit
3. Eritrosit
4. Hitung
jenis
5. Protein
Total
6. LDH
7. Glukosa
10. Fibrinogen
11. Amilase
12. Bakteri
1. Kuning pucat dan
jernih
2. (-)
1. <1018
2. <1000 /uL
3. sedikit
4. MN
(limfosit/mesotel)
5. <50% serum
6. <60% serum
7. =plasma
10. 0,3-4%
11. (-)
12. (-)
1. Jernih, keruh,
purulen, dan
hemoragik
2. (-)/(+)
3. >1018
4. Bervariasi,
>1000/uL
5. Biasanya banyak
6. Terutama PMN
7. >50% serum
8. >60% serum
9. = / < plasma
10. 4-6 % atau lebih
11. >50% serum
12. (-) / (+)
5
2.3 Anatomi dan Fisiologi
A. Anatomi Pleura
Pleura merupakan lapisan pembungkus paru
(pulmo). Dimana antara pleura yg membungkus
pulmo dextra et sinistra dipisahkan oleh adanya
mediastinum. Pleura dr interna ke eksterna terbagi
atas 2 bagian
- Pleura
Visceralis/ Pulmonis
Pleura yg langsung melekat pd permukaan
pulmo.
- Pleura Parietalis
Bagian pleura yg berbatasan dg dinding thorax.
Kedua lapisan pleura ini slg berhubungan pd hilus
pulmonis sbg lig. Pulmonale (Pleura penghubung)
. Diantara kedua lapisan pleura ini terdapat sebuah
rongga yg disebut dg cavum pleura. Dimana di
dalam cavum pleura ini terdapat sedikit cairan
pleura yg berfungsi agar tdk terjadi gesekan antar
pleura ketika proses pernapasan.
Pleura parietal berdasarkan letaknya terbagi atas:
- Cupula Pleura (Pleura Cervicalis)
Merupakan pleura parietalis yg terletak
di atas costa I namun tdk melebihi dr
collum costae nya. Cupula pleura terletak
setinggi 1-1,5 inchi di atas 1/3 medial os.
Clavicula
- Pleura Parietalis pars Costalis
Pleura yg menghadap ke permukaan dalam costae, cartilage costae, SIC/ ICS, pinggir
corpus vertebrae, dan permukaan belakang os. Sternum.
- Pleura Parietalis pars Diaphragmatica
6
Pleura yg menghadap ke diaphragm permukaan thoracal yg dipisakan oleh fascia
endothoracica.
- Pleura Parietalis pars Mediastinalis (Medialis)
Pleura yg menghadap ke mediastinum / terletak di bagian medial dan membentuk
bagian lateral dr mediastinum.
A. Fisiologi Pleura
Fungsi mekanis pleura adalah meneruskan
tekanan negatif thoraks kedalam paru-paru,
sehingga paru-paru yang elastis dapat
mengembang. Tekanan pleura pada waktu
istirahat (resting pressure) dalam posisi
tiduran pada adalah -2 sampai -5 cm H2O;
sedikit bertambah negatif di apex sewaktu
posisi berdiri. Sewaktu inspirasi tekanan
negatif meningkat menjadi -25 sampai -35 cm H2O.
Selain fungsi mekanis, seperti telah disinggung diatas, rongga pleura steril karena
mesothelial bekerja melakukan fagositosis benda asing; dan cairan yang diproduksinya
bertindak sebagai lubrikans.
Cairan rongga pleura sangat sedikit, sekitar 0.3 ml/kg, bersifat hipoonkotik dengan
konsentrasi protein 1 g/dl. Gerakan pernapasan dan gravitasi kemungkinan besar ikut
mengatur jumlah produksi dan resorbsi cairan rongga pleura. Resorbsi terjadi terutama pada
pembuluh limfe pleura parietalis, dengan kecepatan 0.1 sampai 0.15 ml/kg/jam. Bila terjadi
gangguan produksi dan reabsorbsi akan mengakibatkan terjadinya pleural effusion. Fungsi
pleura yang lain mungkin masih ada karena belum sepenuhnya dimengerti.
7
2.4 Patofisiologi
Ketika kedua membran yang mengalami inflamasi atau bergesekan selama respirasi
(terutama inspirasi), akibatnya nyeri hebat, tersa tajam seperti tusukan pisau. Nyeri dapat
menjadi minimal atau tidak terasa ketika nafas ditahan atau dapat menjalar ke bahu
audomen kemudian sejalan dengan terbentuknya cairan pleura, nyeri akan berkurang pada
periode dini ketika terkumpul sedikit cairan, esekan, fiksi pleura dapat terdengar dengan
steteskop, hanya akan menghilang kemudian bila telah berkumpul cairan dan
memisahkan pleura yang mengalami inflamasi.
Pada umumnya, efusi terjadi karena penyakit pleura hampir mirip plasma (eksudat)
sedangkan yang timbul pada pleura normal merupakan ultrafiltrat plasma (transudat).
Efusi dalam hubungannya dengan pleuritis disebabkan oleh peningkatan permeabilitas
pleura parietalis sekunder (efek samping dari) peradangan atau keterlibatan neoplasma.
Contoh bagi efusi pleura dengan pleura normal adalah payah jantung kongestif. Pasien
dengan pleura yang awalnya normal pun dapat mengalami efusi pleura ketika terjadi
payah/gagal jantung kongestif. Ketika jantung tidak dapat memompakan darahnya secara
maksimal ke seluruh tubuh terjadilah peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler yang
selanjutnya menyebabkan hipertensi kapiler sistemik. Cairan yang berada dalam
pembuluh darah pada area tersebut selanjutnya menjadi bocor dan masuk ke dalam
pleura. Peningkatan pembentukan cairan dari pleura parietalis karena hipertensi kapiler
sistemik dan penurunan reabsorbsi menyebabkan pengumpulan abnormal cairan pleura.
Adanya hipoalbuminemia juga akan mengakibatkan terjadinya efusi pleura.
Peningkatan pembentukan cairan pleura dan berkurangnya reabsorbsi. Hal tersebut
berdasarkan adanya penurunan pada tekanan onkotik intravaskuler (tekanan osmotic yang
dilakukan oleh protein).
Luas efusi pleura yang mengancam volume paru-paru, sebagian akan tergantung atas
kekuatan relatif paru-paru dan dinding dada. Dalam batas pernapasan normal, dinding
dada cenderung rekoil ke luar sementara paru-paru cenderung untuk rekoil ke dalam
(paru-paru tidak dapat berkembang secara maksimal melainkan cenderung untuk
mengempis).
8
2.5 Manifestasi Klinis
- Nyeri pada dada yang diperburuk oleh bernapas
- Sesak Napas
- Perasaan "ditikam"
Gejala yang paling umum dari pleurisy (pleuritis) adalah nyeri yang umumnya
diperburuk oleh penghisapan (menarik napas). Meskipun paru-paru sendiri tidak
mengandung syaraf-syaraf nyeri apa saja, pleura mengandung berlimpah-limpah ujung-
ujung syaraf. Ketika cairan ekstra berakumulasi dalam ruang antara lapisan-lapisan dari
pleura, nyeri biasanya dalam bentuk pleurisy yang kurang parah. Dengan jumlah-jumlah
akumulasi cairan yang sangat besar, ekspansi dari paru-paru dapat dibatasi, dan sesak
napas dapat memburuk.
Gejala radang pada awalnya dimulai dengan ketidak tenangan, kemudian diikuti dengan
pernafasan yang cepat dan dangkal. Dalam keadaan akut, karena rasa sakit waktu
bernafas dengan menggunakan otot-otot dada, pernafasan lebih bersifat abdominal.
Kekurangan oksigen yang disebabkan oleh teksemia dan akibat radang paru-paru
yang mengikutinya, penderita dapat mengalami kematian setiap saat. Pada radang pleura
penderita nampak lesu karena adanya penyerapan toksin (toksomia) proses kesembuhan
dapat pula terjadi, meskipun diikuti dengan adesi pleura.
Untuk pleura effusion biasanya manifestasi klinisnya adalah yang disebabkan
penyakit dasar. Pneumonia akan menyebabkan demam, menggigil, dan nyeri dada
pleuritis itu juga sendiri, sementara efusi malignan dapat mengakibatkan dipsnea dan
batuk. Ukuran efusi akan menentukan keparahan gejala. Efusi pleura yang luas akan
menyebabkan sesak nafas. Area yang mengandung cairan atau menunjukkan bunyi napas
minimal atau tidak sama sekali menghasilkan bunyi datar, pekak saat diperkusi. Egofoni
akan terdengar di atas area efusi. Deviasi trakea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi
jika penumpukan cairan pleural yang signifikan. Bila terjadi efusi pleural kecil sampai
sedang, dipsnea mungkin saja tidak terdapat. Berikut tanda dan gejala :
1. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah
cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak napas.
2. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada
pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat,
batuk, banyak riak.
9
3. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan
cairan pleural yang signifikan.
4. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan
akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan,
fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam
keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis
Damoiseu).
5. Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian atas
garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan
mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler
melemah dengan ronki.
6. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.
Keberadaan cairan dikuatkan dengan rontgen dada, ultrasound, pemeriksaan fisik, dan
torakosentesis. Cairan pleural dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan Gram, basil
tahan asam (untuk tuberkulosis), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi
(glukosa, amylase, laktat dehidrogenase, protein), analisis sitologi untuk sel-sel malignan,
dan pH. Biopsi pleura mungkin juga dilakukan.
2.6 Pemeriksaan Diagnostik
Nyeri dari pleuritis adalah sangat khusus. Nyerinya di dada dan biasanya tajam dan
diperburuk oleh bernapas. Bagaimanapun, nyerinya dapat dikacaukan dengan nyeri dari:
- Peradangan sekitar jantung (pericarditis)
- Serangan jantung (myocardial infarction)
- Kebocoran udara didalam dada (pneumothorax)
Untuk membuat diagnosis dari pleuritis, dokter memeriksa dada pada area nyeri dan
seringkali dapat mendegar (dengan stethoscope) friksi (gesekan) yang dihasilkan oleh
gosokan dari dua lapisan pleura yang meradang dengan setaip pernapasan. Bunyi yang
dihasilkan oleh suara ini diistilahkan sebagai pleural friction rub. (Berlawanan
dengannya, friksi dari gosokan yang terdengar dengan pericarditis adalah serempak
dengan denyut jantung dan tidak berubah dengan pernapasan). Dengan jumlah-jumlah
yang besar dari akumulasi cairan pleural, disana mungkin ada suara-suara pernapasan
yang berkurang (suara-suara pernapasan yang kurang didengar melalui stethoscope) dan
dada bunyinya tumpul ketika dokter mengetuk diatasnya (ketumpulan atas ketukan).
10
Untuk mengetahui apakah terjadi komplikasi Pleura Effusion maka dilakukan :
1. Foto Thorax
Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk bayangan
seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi daripada bagian medial. Bila
permukaannya horisontal dari lateral ke medial, pasti terdapat udara dalam rongga
tersebut yang dapat berasal dari luar atau dari dalam paru-paru sendiri. Kadang-kadang
sulit membedakan antara bayangan cairan bebas dalam pleura dengan adhesi karena
radang (pleuritis). Disini perlu pemeriksaan foto dada dengan posisi lateral dekubitus.
2. CT-Scan
Pada kasus kanker paru Ct Scan bermanfaat untuk mendeteksi adanya tumor paru juga
sekaligus digunakan dalam penentuan staging klinik yang meliputi :
1. menentukan adanya tumor dan ukurannya.
2. mendeteksi adanya invasi tumor ke dinding thorax, bronkus, mediatinum dan
pembuluh darah besar.
3. mendeteksi adanya efusi pleura.
Disamping diagnosa kanker paru CT Scan juga dapat digunakan untuk menuntun
tindakan trans thoracal needle aspiration (TTNA), evaluasi pengobatan, mendeteksi
kekambuhan dan CT planing radiasi.
2.7 Penatalaksanaan Medis
Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar, untuk mencegah
penumpukan kembali cairan, dan untuk menghilangkan ketidaknyamanan serta dipsnea.
Pengobatan spesifik ditujukan pada penyebab dasar (misal gagal jantung kongestif,
pneumonia, seosis).
Torakosintesis dilakukan untuk membuang cairan, untuk mendapatkan specimen guna
keperluan analisis, dan untuk menghilangkan dipsnea. Namun bila penyebab dasar adalah
malignansi, efusi dapat terjadi kembali dalam beberapa hari atau minggu. Torasentesis
berulang menyebabkan nyeri, penipisan protein dan elektrolit, dan kadang pneumotoraks.
Dalam keadaan ini pasien mungkin diatasi dengan pemasangan selang dada dengan drainase
yang dihubungkan kesystem drainase water-seal atau pengisapan untuk mengevaluasi ruang
pleura dan pengembangan paru.
11
Agens yang secara kimiawi mengiritasi, seperti tetrasiklin, dimasukkan ke dalam ruang
pleura untuk mengobliterasi ruang pleural dan mencegah akumulasi cairan lebih lanjut.
Setelah agens dimasukkan, selang dada diklem dan pasien dibantu untuk mengambil berbagai
posisi untuk memastikan penyebaran agens secara merata dan untuk memaksimalkan kontak
agens dengan permukaan pleural. Selang dilepaskan klemnya sesuai yang diresepkan, dan
drainase dada biasanya diteruskan beberapa hari lebih lama untuk mencegah reakumulasi
cairan dan untuk meningkatkan pembentukan adhesi antara pleural viseralis dan parietalis.
Modalitas penyakit lainnya untuk efusi pleura malignan termasuk radiasi dinding dada,
bedah pleurektomi, dan terapi diuretic. Jika cairan pleura merupakan eksudat, posedur
diagnostic yang lebih jauh dilakukan untuk menetukan penyebabnya. Pengobatan untuk
penyebab primer kemudian dilakukan.
12
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Tanggal MRS : Rabu, 20 Oktober 2010 Jam Masuk : 13.00 WIB
Tanggal Pengkajian : 22 Oktober 2010 No. RM : 11.09.68.45
Jam Pengkajian : 12.00 WIB Diagnosa Masuk : small cell
carcinoma + efusi plera (D)
Ruang/ Kelas : PALEM I/ 3 (Paru Laki)
IDENTITAS
Nama : Tn. B
Umur : 53 tahun/ 3 bulan/ 5 hari
Suku/ Bangsa : Jawa/ WNI
Agama : Khatolik
Alamat : Candi Lontar blok 41-I/ 30, Surabaya, Jawa Timur
Pekerjaan : Ekspedisi di Perak
Keluhan Utama : sesak napas
PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
Pasien tidak mengalami gangguan pada psikososial. Pasien dapat berinteraksi dengan
lingkungan sekitarnya dan dapat kooperatif dengan tenaga medis.
PERSONAL HYGIENE DAN KEBIASAAN
Klien mengatakan mandi sehari 2x dan keramas 1-2 kali seminggu. Kuku terlihat
bersih dan pendek, memakai arloji di tangan sebelah kanan pasien untuk melihat waktu
kapan dia harus menjalani pengobatan, membersihkan diri, jam istirahat, dan makan.
Semua nya terlihat bersih dan rapi, pakaian ganti sehari 2x, menggosok gigi 2x sehari,
tidak lupa untuk membersihkan telinga serta lubang hidung setiap hari.
2. RIWAYAT KESEHATAN
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien rujukan dari IRD RKZ dengan mula-mula sesak pada bulan Juli 2010. Sesak
hilang timbul, di sertai nyeri dada terutama saat beraktifitas dan terkadang juga pada
malam hari sesak timbul kembali, ketika pasien sesak, pasien mencoba tidur dengan
13
posisi duduk. Sebelum sesak pasien mengeluh batuk selama kurang lebih selama satu
bulan. Batuk tanpa disertai dahak, dan mengkonsumsi obat batuk namun tidak sembuh.
Karena sesak bertambah hebat, pasien ke UGD RKZ dan setelah di sana kurang lebih 1,5
jam pasien dirujuk ke poli paru RS. Dr Soetomo karena keadaan ekonomi.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Agustus 2010 pasien operasi hernia di RKZ (preoperasi melakukan rongent dan di
katakana ada sesuatu di paru-paru). Post operasi disuruh untuk control lagi bulan Oktober
(pasien melakukan foto dada dan CT-scan). Sebelumnya tidak ada batuk darah, keringat
dingin, DM, HT, asma, alergi.
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Riwayat penyakit keturunan: keluarga mengaku tidak ada anggota keluarga yang
mengalami sakit seperti pasien. Keluarga mengatakan tidak ada riwayat keganasan, batuk
lama, batuk berdarah, keringat dingin, DM, HT, asma, alergi.
PERILAKU YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN
Pasien tidak mengkonsumsi alcohol, tetapi pasien adalah perokok berat dimana dapat
mengkonsumsi satu bungkus dalam sehari dan hal itu sudah dilakukan lebih dari 10
tahun. Dalam sehari pasien mampu manghabiskan rokok 1 bungkus bahkan lebih.
Pekerjaan pasien sebagai ekspedisi di perak yang selalu keluar pada malam hari. Saat
pengkajian pasien mengaku tidak mengerti bahwa pola hidupnya dapat mengakibatkan
kanker paru, hal tersebut merupakan kurangnya sumber informasi bagi pasien.
3. PENGKAJIAN FISIK
1. Tanda-tanda vital:
Suhu: 37˚C Nadi: 96×/ menit. RR:26x/menit TD:140/90mmHg
2. Keadaan Fisik :
a. Sistem Pernafasan (B1)
Nafas pasien tersengal-sengal cepat, pendek, terasa lebih sesak meningkat/
bertambah setelah beraktifitas dan terdapat nyeri. Tidak ada pernafasan cuping hidung
dan tidak ada retraksi otot bantu nafas. Gerak dada kiri dan kanan simetris, terdapat
suara nafas tambahan berupa ronki di bagian dekstra apeks. Adanya secret dan batuk
produktif tetapi batuk tidak efektif. Irama nafas teratur terdapat dispnoe, pasien tidak
menggunakan alat bantu nafas, suara nafas vesikuler. Terdapat hasil torakosintesis
yang dilakukan pada pukul 11.30,dan ternyata masih terdapat cairan di kavum pleura
sebanyak 500 cc.
14
b. Sistem Kardiovaskuler (B2)
Pasien tidak mengalami nyeri dada, irama jantung regular. Pasien tidak terpasang
CVC sehingga CVP tidak terkaji. CRT normal kurang dari tiga detik, dan akral
merah, hangat dan kering.
c. Sistem Persyarafan (B3)
Pasien tidak merasa pusing, tidak terdapat gangguan pendengaran, dan tidak
mengalami gangguan penciuman. Istirahat pasien 8 jam/ hari. Dan pasien mengaku
tidak mengalami gangguan tidur. Namun setelah bangun tidur sering sesak nafas.
d. Sistem Perkemihan (B4)
Menurut pasien, alat genetalia nya dalam kondisi bersih, dan tidak mengalami
keluhan kencing. Volume urin pasien normal, dan tidak terpasang kateter.
e. Sistem Pencernaan (B5)
Mulut pasien tampak bersih, lembab dan tidak ada stomatitis, tidak bau mulut,
gigi sempurna (tidak terdapat karies gigi), lidah merah, kelainan tidak ada, pasien
tidak mengalami gangguan menelan. Tidak terdapat luka operasi, peristaltic 9x/ menit
dengan suara peristaltic terdengar lemah, BAB 1x sehari terakhir pada tanggal 22-10-
2010 dengan konsistensi lunak warna kecoklatan, dan bau khas, nafsu makan
menurun.
f. Sistem Muskoleskeletal (B6)
Pergerakan sendi pasien bebas, tidak mengalami fraktur. Tidak mengalami
kelainan tulang belakang, tidak menggunakan traksi gips spalk, permukaaan kulit
terlihat mengkilat, dan tekstur halus. Rambut putih hitam bersih, tidak terdapat
dekubitus. Pasien mengalami intoleransi aktifitas dikarenakan jika terlalu banyak
bergerak, akan timbul sesak napas.
g. Sistem Endokrin
Leher pasien tidak terlihat membesar, saat pemeriksaan Pasien tidak mengalami
pembesaran kelenjar tiroid dan tidak mengalami pembesaran kelenjar betah bening,
Hiperglikemia (-), hipoglikemia (-).
- Hasil Pemeriksaan Diagnostik
1. Foto Thorax
Hasil torakosintesis pada tanggal 20-10-2010 sebesar 500cc
Hasil torakosintesis 22-10-2010 pukul11.30 sebesar 500cc
Foto Thorak 20-10-2010: efusi pleura dekstra
15
2. CT – SCAN
CT Scan 20-10-2010: Ca paru dextra
4. ANALISI DATA
No. Data Etiologi Masalah
1 S : Pasien mengatakan batuk sesekaliO : – sesekali batuk tetapi tidak efektif. – Terdapat ronkhi pada bagian apeks dextra.–sekret (+) putih kekuningan, kental–batuk produktif, tidak efektif
Ca paru↓Massa di broncus↓Respon silia berusaha menghilangkan massa dengan hipersekresi mukus↓Secret/mucus tertahan di saluran napas↓Ronkhi (+)↓Bersihan jalan napas tidak efektif
Bersihan jalan napas tidak efektif.
2. S : Pasien mengeluh sesak napas saat bernapas.O :– RR = 26 x/ menit– Denyut nadi = 96 x/menit– Pasien bernapas tersengal-sengal cepat, pendek–ICS melebar dekstra–retraksi (-) otot bantu nafas (-)–fremitus raba ↓–perkusi redup (D)
Efusi Pleura↓Akumulasi cairan pada rongga pleura↓Ekspansi paru menurun↓RR meningkat↓Pola napas tidak efektif
Pola napas tidak efektif.
3. S : Pasien mengeluh nyeri dada sesak saat beraktifitas yang berat.O : – Pasien tampak lemah.–sesak nyeri ↑ saat dipindahkan posisinya dari duduk ke berdiri
Efusi Pleura↓Ekspansi paru tidak maksimal↓Suplai oksigen menurun↓
Intoleransi aktifitas
16
RR meningkat↓Distribusi oksigen ke seluruh tubuh menurun↓Terjadi metabolisme anaerob dalam tubuh↓Timbul asam laktat↓Nyeri↓Intoleransi aktifitas
4. S : Pasien mengeluh nyeri pada bagian dada (D).P : perpindahan posisiQ : nyeri sedangR : dada (D)S : 5T : muncul saat aktivitasO : Nadi 96x/menit, ekspresi wajah menyeringai/ kesakitan saat dipindahkan posisinya dari duduk ke berdiri.
Efusi Pleura↓Cairan menekan dinding pleura↓Rangsangan pada nosiseptor nyeri↓Nyeri
Nyeri
5. RENCANA INTERVENSI :
Hari / tanggal
Jam Diagnose keperawatan(tujuan, criteria hasil)
Intervensi Rasional
22-10-2010
12.00 Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya secret tertahan di jalan nafasTuj : 3 X 24 jam bersihan jalan nafas efektif KH:Secret bisa keluar (+)Ronkhi (-)RR: 16-20x/menit
1. Berikan posisi semi fowler (30° - 45°)
2. Ajarkan pasien untuk nafas dalam dan batuk efektif
1. Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi, dan untuk meningkatkan ekspansi paru.
2. Nafas dalam membantu memenuhi kecukupan O2 dan memobilisasi secret untuk membersihkan
17
3.Lakukan postural drainage 4.Kolaborasi pemberian ekspetoran pada pasien
5.Anjurkan pasien untuk banyak minum, terutama air hangat.
jalan nafas dan membantu mencegah komplikasi pernafasan.
3. Memobilisasi secret untuk membersihkan jalan nafas dan membantu mencegah komplikasi pernafasan.
4. Obat yang membantu untuk mengencerkan dahak sehingga mudah dikeluarkan.
5. Untuk mengencerkan secret sehingga lebih mudah untuk dikeluarkan.
22-10-2010
12.10 Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru akibat akumulasi cairan di kavum plura.Tuj : 3X 24 jam pola nafas pasien efektif KH:Sesak (-)RR: 16-20x/menitRetraksi otot bantu nafas (-)Pernafasan cuping hidung (-)Pengembangan dinding dada simetrisCairan pungsi pleura (-)Nadi: 60-100x/menit
1. Berikan posisi semi fowler (30° - 45°)
2. Kolaborasi oksigen tambahan sesuai dengan indikasi
3. Ajarkan pola nafas efektif (teknik nafas dalam)
4. Berikan HE penyebab sesak
1. Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi, dan untuk meningkatkan ekspansi paru.
2. Meningkatkan suplai oksigen
3. Mengatur irama nafas sehingga meningkatkan suplai O2
4. Klien patuh terhadap terapi
18
5. Observasi TTV terutama RR dan nadi serta status pernafasan(pernafasan cuping hidung, retraksi otot bantu nafas,kesimetrisan dinding dada)
6. KolaborasiLakukan torakosintesis ulang atau pemasangan WSD
5. Memantau pola nafas pasien
6. Mengurangi cairan pada kavum pleura sehingga ekspansi paru bisa maksimal dan sesak berkurang.
22-10-2010
12.20 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan suplai 02 ke jaringan sekunder karena gangguan pola nafas tidak efektif.Tujuan : 3X24 jam meningkatkan toleransi aktivitas pasien KH:– Kelelahan berkurang– Toleransi terhadap aktivitas meningkat– Mampu beraktivitas secara mandiri
1. Rancang jadwal harian pasien
2. Anjurkan
individu untuk istirahat 1 jam setelah makan (misalnya berbaring dan duduk-duduk).
3. Tingkatkan
aktivitas secara bertahap dengan periode istirahat diantara dua aktifitas misalnya duduk dulu sebelum berjalan setelah tidur
4. Kolaborasi : pemberian oksigen setelah beraktivitas
1. Meningkatkan tingkat toleransi aktivitas Px.
2. Meningkatkan perfusi
jaringan dan meningkatkan suplai oksigen
3. Evaluasi kelemahan dan tingkat toleransi aktivitas Px.
19
bila terjadi peningkatan status pernafasan
5. Observasi respon individu terhadap aktivitas (status pernafasan dan pucat)- Mencegah
aktivitas Px yang berlebihan
- Meningkatkan complain paru-paru dan mencegah kelelahan yang berlebihan.
22-10-2010
12:20 Nyeri pada dada yang berhubungan dengan penekanan dinding pleura oleh cairan efusi pleura Tujuan : nyeri berkurang sampai dengan hilang 3 X 24 jam KH :– Nyeri berkurang skala (0–1)– Ekspresi menyeringai (-)– Nadi : 60–100 x/menit
1. Mengajarkan.Tehnik relaksasi:
nafas dalam/ distraksi
2. Anjurkan pasien untuk melakukan tirah baring.
3. Kolaborasi pemberian obat analgesic.
4. Evaluasi karakteristik nyeri (PQRST)
5. Mengalihkan perhatian pasien terhadap rasa nyeri yang sedang dirasakan.
6. Untuk
20
meminimalkan mobilisasi pasien, diharapkan agar nyeri dapat berkurang.
7. menghindari puncak periode nyeri, alat dalam penyembuhan otot, dan memperbaiki fungsi pernafasan dan kenyamanan / koping emosi
8. untuk mengetahui perubahan karakteristik nyeri setelah dilakukan penatalaksanaan.
6. EVALUASI
1. Pasien toleran terhadap aktifitasnya sehari-hari.
2. Pasien menunjukkan pola napas norma
3. Pasien dapat mengeluarkan secret sehingga bersihan jalan nafas efektif.
4. Pasien mengatakan bahwa nyeri berkurang atau dapat dikontrol.
5. Pasien menjadi tahu tentang kondisinya dan pengaturan obatnya.
21
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari materi yang penulis buat dalam makalah yang cukup sederhana ini,
penulis dapat menarik kesimpulan bahwa penyakit PLEURITIS disebabkan oeh
beberapa faktor. Sebagian besar penyebabnya adalah virus,jamur dan parasit.Pleuritis
sangat mudah menjadi suatu masalah yang kritis apabila salah satu atau dua-duanya
dari penyakit tersebut tidak segera ditangani akan dapat menimbulkan masalah yang
berat. Untuk itu kita harus selalu menjaaga kebersihan dan kesehatan tubuh kita
dengan menghindari hal-hal yang dapat menyebabkan timbulnya suatu penyakit.
Efusi pleural adalah adanya sejumlah besar cairan yang abnormal dalam ruang
antara pleural viseralis dan parietalis. Bergantung pada cairan tersebut, efusi dapat
berupa transudat(Gagal jantung, sirosis hepatis dan ascites) atau eksudat (infeksi dan
neoplasma) ; 2 jenis ini penyebab dan strategi tata laksana yang berbeda. Efusi pleura
yang disebabkan oleh infeksi paru disebut infeksi infeksi parapneumonik. Penyebab
efusi pleura yang sering terjadi di negara maju adalah CHF, keganasan, pneumonia
bakterialis, dan emboli paru. Di Negara berkembang, penyebab paling sering adalah
tuberculosis.
Pasien dapat datang dengan berbagai keluhan, termasuk nafas pendek, nyeri
dada, atau nyeri bahu. Pemeriksaan fisik dapat normal pada seorang pasien dengan
efusi kecil. Efusi yang lebih besar dapat menyebabkan penurunan bunyi nafas, pekak
pada perfusi, atau friction rub pleura.
B. SARAN
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari tentu banyak terdapat
kesalahan dan kekurangn dalam penusunan kosep makalah dan konsep askep diatas.
Untuk itu penulis sangat mengharapkan dukungan yang berupa kritik dan masukan
yang membangun agar kedepan lebih baik. Dan penulis juga berharap, melalui
makalah yang sangat sederhana ini, kita sebagai manusia yang berakal dan mandiri
harus menghindari diri dari fakto-faktor yang dapat menimbulkan penyakit tersebut.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Amin, Muhammad dkk (ed). 1989. Ilmu penyakit paru. Surabaya : Airlangga
University Press
2. Baughman, C Diane. 2000. Keperawatan medical bedah. Jakarta: EGC
3. Doenges, E Mailyn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk
perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Ed3. Jakarta: EGC
4. Hudak,Carolyn M. 1997. Keperawatan kritis : pendekatan holistic. Vol.1, Jakarta:
EGC
5. J., Purnawan. 1982. Kapita Selekta Kedokteran, Ed2. Jakarta: Media Aesculapius.
FKUI
6. Price, Sylvia A. 1995. Patofisiologi : Konsep klinis proses-pross penyakitEd4.
Jakarta: EGC
7. Somantri, Irman. 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika
8. Suzanne, Smeltzer c. 2002. Buku Ajar Keperawatan medical Bedah ( Ed8. Vol.1).
Jakarta: EGC
9. Syamsuhidayat, Wim de Jong. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah (Ed. Revisi). Jakarta:
EGC
10. Tucker, Susan Martin. 1998. Standar perawatan Pasien: proses keperawatan,
diagnosis, dan evaluasi. Ed5. Jakarta: EGC
11. Siregar, Elisa. 2010. Efusi Pleura. http://elisasiregar.wordpress.com/efusi-pleura. Di
akses 10 oktober 2010 pukul 20.15 WIB
12. Ns, Sumedi SKp. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Efusi Pleura.
http://maidun-gleekapay.blogspot.com/2008/09/asuhan-keperawatan-klien-dengan-
efusi.html. Di akses 11 oktober 2010 pukul 18.44 WIB
13. Abdul Azis, M. 2010. Efusi Pleura. http://nieziz09.co.cc/efusi-pleura. Di akses 10
oktober 2010 pukul 19.23 WIB
14. http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35519-Kep%20Respirasi-Askep
%20Efusi%20Pleura.html
15. http://noniiparamida.blogspot.com/2013/04/askep-pleuritis.html
23