Download - ASKEP EFUSI PLEURA SEMINARprint.docx
KONSEP DASAR
A. Pengertian
Efusi pleural adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit
primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi
dapat berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat
berupa darah atau pus (Baughman C Diane, 2000)
Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara
permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya
merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural
mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang
memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne,
2002).
B. Etiologi
1. Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti
pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum, sindroma meig
(tumor ovarium) dan sindroma vena kava superior.
2. Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis, pneumonia,
virus), bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga pleura,
karena tumor dimana masuk cairan berdarah dan karena trauma. Di Indonesia
80% karena tuberculosis.
3. Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses penyakit neoplastik,
tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi. Ini disebabkan oleh sedikitnya satu
dari empat mekanisme dasar :
Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik
Penurunan tekanan osmotic koloid darah
Peningkatan tekanan negative intrapleural
Adanya inflamasi atau neoplastik pleura
1
C. Patofisiologi
Cairan pleura biasanya hanya cukup untuk berfungsi sebagai pelumas pleura
viseral dan parietal. Penambahan cairan pleura atau efusi pleural dapat terjadi akibat
penyakit atau trauma seperti gagal jantung kongestif, neoplasma, infeksi, tromboemboli
dan efek kardiovaskoler dan immunologis. (Tambayong, 2000)
Normalnya hanya terdapat 10-20 ml cairan dalam rongga pleura (Muttaqin,
2008),pada gangguan tertentu cairan dapat terkumpul dalam ruang pleural pada titik
dimana penumpukan ini akan menjadi bukti secara klinis, dan hampir selalu merupakan
signifikan patologi. Efusi dapat terdiri atas cairan yang secara relatif jernih, yang
mungkin merupakan transudat atau eksudat, atau dapat mengandung darah atau purulen.
Transudat (filtrat plasma yang mengalir menembus dinding kapiler yang utuh) terjadi
jika faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan dan reabsorbsi cairan pleural
terganggu, biasanya oleh ketidakseimbangan tekanan hidrostatik. Transudat menandakan
bahwa kondisi seperti asites atau penyakit sistemik seperti gagal jantung kongestif atau
gagal ginjal mendasari penumpukan cairan. Eksudat (ekstravasasi cairan ke dalam
jaringan atau aktivitas) biasanya terjadi akibat inflamasi oleh produk bakteri atau tumor
yang mengenai permukaan pleural. (Smeltzer & Bare, 2002)
Contoh bagi efusi pleura dengan pleura normal adalah payah jantung kongestif.
Pasien dengan pleura yang awalnya normal pun dapat mengalami efusi pleura ketika
terjadi payah/gagal jantung kongestif. Ketika jantung tidak dapat memompakan darahnya
secara maksimal ke seluruh tubuh maka terjadilah peningkatan tekanan hidrostatik pada
kapiler yang selanjutnya menyebabkan hipertensi kapiler sistemik. Cairan yang berada
dalam pembuluh darah pada area tersebut selanjutnya menjadi bocor dan masuk ke
dalam pleura. Peningkatan pembentukan cairan dari pleura parietalis karena
hipertensikapiler sistemik dan penurunan reabsorbsi menyebabkan pengumpulan
abnormal cairan pleura. (Soemantri, 2008)
Infeksi pada tuberkolosis paru disebabkan oleh bakteri Mycobacterium
tuberculosis yang masuk melalui saluran pernafasan menuju alveoli, sehingga terjadilah
infeksi primer. Dari infeksi primer ini, akan timbul peradangan saluran getah bening
hilus. Peradangan pada saluran getah bening akan mempengaruhi permebilitas membran.
Permebilitas membran akan meningkat dan akhirnya menimbulkan akumulasi cairan
dalam rongga pleura. Kebanyakan terjadinya efusi pleura akibat dari tuberkolosis paru
melalui fokus subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening. (Muttaqin, 2008)
2
Pneumonia juga sering menyebabkan efusi pleura parapneumonik. Efusi tersebut
biasanya merupakan eksudat steril dengan leukositosis neutrofilik dan hanya
memerlukan pengobatan untuk menyembuhkan pneumonia. Namun jika bakteri
menginvasi rongga pleura akan terjadi empiema atau efusi parapneumonik komplikata.
Efusi tersebut ditandai dengan Ph rendah dan deposisi fibrin luas yang menyebabkan
lokulasi cairan dan memerlukan drainase terbuka atau tertutup yang adekuat untuk
penyembuhan Streptococcus pneumoniae, staphylococcus aureus, bakteri gram negatif,
dan bakteri anaerob sering menyebabkan efusi komplikata. (Ward,2006)
3
D. Pathways
(Arif Muttaqin, 2009)
4
Tek. hidrostatik
Hipertensi kapiler sistemik
pembuluh darah bocor
(cairan masuk pleura)
Penyakit dasar efusi pleura
jenis cairan
transudat
Tdk dpt memompa darah secara max.
Gagal jantung kongestif
eksudat
TB pneumonia
Infeksi (inflamasi saluran getah
bening), sub pleura robek
Bakteri menginvasi rgg. pleura
Permebilitas membran
Empiema
Mycobacterium tuberculosis
Penimbunan cairan
Ekspansi paru menurunPenekanan paru
MK : Nyeri dada pleuritik
Suplai O2turun
Sesak nafasMeningkatnya Metabolisme
aerob
Fatigue
sianosis
Meningkatnya asam laktat
MK : Pola nafas tidak efektifMK : Intoleransi
aktifitasMK : Ansietas
stress
Koping tidak efektif
Takut mati kehabisan nafas
Upaya batuk buruk
Batuk produktif
Suara nafas ronchi
Sesak nafas
MK : Jalan nafas tidak efektif
Nafas cuping hidung
E. Manifestasi klinik
Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan,
setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita
akan sesak napas.
Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri
dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi),
banyak keringat, batuk, banyak riak.
Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi
penumpukan cairan pleural yang signifikan.
Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena
cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam
pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah
pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung
(garis Ellis Damoiseu).
Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani
dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah
pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi
daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.
Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.
F. Pemeriksaan diagnostik
a. Sinar tembus dada
Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk
bayangan seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi daripada
bagian medial. Bila permukaannya horizontal dari lateral ke medial, pasti
terdapat udara dalam rongga tersebut yang dapat berasaldari luar atau dari
dalam paru-paru itu sendiri. Hal lain yang dapat terlihat pada foto dada efusi
pleura adalah terdorongnya mediastinum pada sisi yang berlawanan dengan
cairan. Namun bila terdapat atelektasis pada sisi yang bersamaan dengan
cairan, mediastinum akan tetap pada tempatnya. (Soemantri, 2008)
5
b. Torakosentesis
Aspirasi cairan pleura berguna sebagai sarana untuk diagnosis maupun
terapeutik. Pelaksanaan dilakukan sebaiknya pada posisi duduk. Aspirasi
dilakukan pada bagian bawah paru-paru di sela iga IX garis aksila posterior
denagn memakai jarum abbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan
sebaiknya tidak lebih dari 1000-1500 cc pada setiap kali aspirasi. Aspirasi
sekaligus banyak akan menimbulkan pleura shock (hipotensi) atau edema
paru-paru. Edema paru-paru terjadi karena paru-paru terlalu cepat
mengembang. (Soemantri, 2008)
c. Biopsi pleura
Biopsi ini berguna untuk mengambil spesimen jaringan pleura melalui biopsi
jalur perkutaneus. Biopsi ini dilakukan untuk mengetahui adanya sel-sel ganas
atau kuman-kuman penyakit (biasanya kasus pleurisy tuberculosa dan tumor
pleura).
d. Pemeriksaan radiologik (Rontgen dada), pada permulaan didapati
menghilangnya sudut kostofrenik. Bila cairan lebih 300ml, akan tampak cairan
dengan permukaan melengkung. Mungkin terdapat pergeseran di mediatinum.
e. Torakosentesis / pungsi pleura untuk mengetahui kejernihan, warna, biakan
tampilan, sitologi, berat jenis. Pungsi pleura diantara linea aksilaris anterior
dan posterior, pada sela iga ke-8. Didapati cairan yang mungkin serosa
(serotorak), berdarah (hemotoraks), pus (piotoraks) atau kilus (kilotoraks).
Bila cairan serosa mungkin berupa transudat (hasil bendungan) atau eksudat
(hasil radang).
6
G. Komplikasi
Pada setiap efusi pleura selalu ditakutkan terjadinya infeksi sekunder, juga terjadinya
Schwarte sangat mungkin bila cairan mengandung banyak protein, seperti misalnya
pada pleuritis eksudatif, hematothoraks dan piothoraks. Yang dimaksud dengan
Schwarte ialah gumpalan fibrin yang akan melekatkan pleura viseralis dan pleura
parietalis setempat. Schwarte ini tentunya akan mengurangi kemampuan ekspansi
paru sehingga akan menurunkan kemampuan nafas penderita karena gangguan
restriksi berupa penurunan kapsitas vital. Kemudian karena fibrin ini akan mengalami
retraksi, maka akan timbul deformitas dan kemunduran faal paru akan lebih parah
lagi. (Danusantoso, 2000)
H. Penatalaksanaan medis
Pengelolaan efusi pleura ditujukan untuk pengobatan penyakit dasar dan
pengosongan cairan (thorakosentesis). Indikasi untuk melakukan thorakosentesis
adalah :
a. Menghilangkan sesak napas yang disebabkan oleh akumulasi cairan dalam
rongga pleura
b. Bila terapi spesifik pada penyakit primer tidak efektif atau gagal
c. Bila terjadi reakumulasi cairan
Pengambilan pertama cairan pleura, tidak boleh lebih dari 1000 cc, karena
pengambilan cairan pleura dalam waktu singkat dan dalam jumlah yang banyak dapat
menimbulkan edema paru yang ditandai dengan batuk dan sesak.
Kerugian thorakosentesis adalah :
a. Dapat menyebabkan kehilangan protein yang berada dalam cairan pleura
b. Dapat menimbulkan infeksi di rongga pleura
c. Dapat terjadi pneumothoraks(Muttaqin, 2008)
7
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Aktifitas/istirahat
Gejala : dispneu dengan aktifitas ataupun istirahat
2. Sirkulasi
Tanda : Takikardi, disritmia, irama jantung gallop, hipertensi/hipotensi, DVJ
3. Integritas ego
Tanda : ketakutan, gelisah
4. Makanan / cairan
Adanya pemasangan IV vena sentral/ infus
5. nyeri/kenyamanan
Gejala tergantung ukuran/area terlibat : Nyeri yang diperberat oleh napas
dalam, kemungkinan menyebar ke leher, bahu, abdomen
Tanda : Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi
6. Pernapasan
Gejala : Kesulitan bernapas, Batuk, riwayat bedah dada/trauma,
Tanda : Takipnea, penggunaan otot aksesori pernapasan pada dada, retraksi
interkostal, Bunyi napas menurun dan fremitus menurun (pada sisi terlibat),
Perkusi dada : hiperresonan diarea terisi udara dan bunyi pekak diarea terisi cairan
Observasi dan palpasi dada : gerakan dada tidak sama (paradoksik) bila trauma
atau kemps, penurunan pengembangan (area sakit). Kulit : pucat,
sianosis,berkeringat, krepitasi subkutan.
B. Diagnosa keperawatan dan Intervensi
1. Ketidakefektifan pola napas b.d penurunan ekspansi paru sekunder terhadap
penumpukan cairan dalam rongga pleura ditandai dengan sesak nafas,
sianosis, cuping hidung.
a. Tujuan : dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan intervensi
pola nafas kembali efektif.
b. Kriteria Hasil :
i. Memperlihatkan frekuensi pernafasan yang efektif dan
mengalami perbaikan pertukaran gas pada paru.
ii. Tidak ditemukan lagi adanya sianosis dan cuping hidung
iii. Irama, frekuensi, dan kedalaman nafas dalam batas normal.
intervensi rasional
8
Identifikasi factor penyebab. Dapat menentukan jenis
efusi pleura sehingga
dapat menngambil
tindakanyang tepat.
Ajarkan nafas dalam Memungkinkan
pernafasan terkontrol,
efektif
Kaji kualitas, frekuensi, dan
kedalaman pernafasan, serta
melaporkan setiap perubahan yang
terjadi
Untuk mengetahui sejauh
mana perubahan kondisi
klien.
Baringkan klien dalam posisi yang
nyaman, dalam posisi duduk,
dengan kepala tempat tidur
ditinggikan 60-90o atau miringkan
kea rah sisi yang sakit.
Penurunan diafragma
dapat memperluas daerah
dada sehingga ekspansi
paru bisa maksimal.
Miring ke arah sisi yang
sakit dapat menghindari
efek penekanan gravitasi
cairan sehingga ekspansi
dapat maksimal.
Observasi TTV (nadi dan
pernafasan).
peningkatan frekuensi
napas dan takikardi
merupakan indikasi
adanya penurunan fungsi
paru.
Kolaborasi dengan tim medis lain
untuk pemberian O2 dan obat-
obatan serta foto thorak.
Pemberian O2 dapat
menurunkan beban
pernapasan dan mencegah
terjadinya sianosis akibat
hipoksia. Dengan foto
thorak, dapat dimonitor
kemajuan dari
berkurangnya cairan dan
9
kembalinya daya kembang
paru.
Ambroxol HCl
Bronchicum
Teofilin
Melegakan pernafasan
pada klien dengan
gangguan pernafasan
2. Intoleransi aktivitas b.d suplay O2 ke jaringan turun ditandai dengan
peningkatan asam laktat, kelemahan fisik/fatigue dan peningkatan
metabolisme anaerob.
a. Tujuan : setelah diberikan intervensi dalam waktu 3x24 jam,
intoleransi aktivitas dapat teratasi.
b. Kriteria Hasil :
i. Suplay O2 ke jaringan meningkat
ii. Pasien mampu menunjukkan peningkatan kemampuannya
dalam beraktivitas
iii. Penurunan asam laktat dalam tubuh dan penurunan metabolism
anaerob.
intervensi rasional
Jelaskan aktivitas dan factor
yang dapat meningkatkan
kebutuhan oksigen.
Merokok, suhu ekstrem, dan
stress menyebabkan
vasokontriksi pembuluh darah
dan meningkatkan beban
jantung.
Ajarkan program hemat
energi
Mencegah penggunaan energy
berlebihan.
Ajarkan teknik nafas efektif. Meningkatkan oksigenasi tanpa
mengorbankan banyak energi.
Buat jadwal aktivitas harian,
tingkatkan secara bertahap.
Mempertahankan pernafasan
lambat dengan tetap
memerhatikan latihan fisik
yang memungkinkan
peningkatan kemampuan otot
10
bantu pernafasan.
Kaji respon abnormal setelah
aktivitas
Respon abnormal meliputi
nadi, tekanan darah, dan
pernafasan yang meningkat.
Pertahankan terapi oksigen
tambahan
Mempertahankan,
memperbaiki dan
meningkatkan konsentrasi
oksigen darah.
Beri waktu istirahat yang
cukup
Meningkatkan daya tahan
klien, mencegah kelelahan.
3. Ansietas b.d ancaman kematian yang dibayangkan (ketidakmampuan
untuk bernafas) ditandai dengan koping tidak efektif, sesak nafas.
a. Tujuan : setelah diberikan intervensi dalam waktu 1x24 jam,
klien mampu memahami dan menerima keadaannya
sehingga tidak terjadi kecemasan.
b. Kriteria Hasil :
i. Klien terlihat mampu bernafas secara normal dan mampu
beradaptasi dengan keadaannya. Respon non verbal klien
tampak lebih rileks dan santai.
ii. Memeragakan teknik bernapas untuk mengurangi dispnea dan
menunjukan koping yang efektif.
intervensi rasional
Bantu dalam mengidentifikasi
sumber koping yang ada
Pemanfaatan sumber koping
yang ada secara konstruktif
sangat bermanfaat dalam
mengatasi stress.
Ajarkan teknik relaksasi Mengurangi ketegangan otot
dan kecemasan
11
Pertahankan hubungan saling
percaya antara perawat dan
klien
Hubungan saling percaya
membantu memperlancar
proses terapeutik
Kaji factor yang menyebabkan
timbulnya rasa cemas.
Tindakan yang tepat
diperlukan dalam mengatasi
masalah yang dihadapi klien
dan membangun kepercayaan
dalam mengurangi kecemasan
Bantu klien mengenali dan
mengakui rasa cemasnya
Rasa cemas merupakan efek
emosi sehingga apabila sudah
teridentifikasi dengan baik,
maka perasaan yang
mengganggu dapat diketahui.
12
Unit : Penyakit dalam Tgl. Pengkajian : 26 Maret 2013
Ruang/Kamar : Mawar/210 Waktu Pengkajian : 07.35 WIB
Tgl. Masuk : 25 Maret 2013 Auto Anamnesa :
Allo Anamnesa :
I. IDENTIFIKASI
A. PASIEN
Nama : Tn. R
Umur : 72 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Status perkawinan : Kawin
Agama/ Suku : Islam
Warga Negara : Indonesia
Bahasa yang digunakan : Bahasa Jawa dan Bahasa Indonesia
Pendidikan : TDS
Pekerjaan : Buruh
Alamat rumah : Banyumanik
Dx. Medik : Decompensasi cordis
B. PENANGGUNG JAWAB
Nama : Ny.D
Alamat : Banyumanik
Hubungan dengan pasien : Cucu
C. RIWAYAT KESEHATAN
1. Keluhan Utama : Pasien mengeluh sesak napas
2. Riwayat Kesehatan Sekarang : Keluaraga pasien mengatakan
sebelumnya pasien mengeluh sesak napas dan batuk selama 3 hari, namun
hanya berobat di puskesmas dan rawat jalan. Sebelumnya pasien belum
pernah di opname di rumah sakit. Sebelum di bawa ke rumah sakit pasien
13
˅
˅
datang ke puskesmas terlebih dahulu kemudian dirujuk ke RSUD Ungaran
pada tanggal 25 maret 2013 dan dirawat di ruang mawar.
3. Riwayat Kesehatan Lalu : Keluarga pasien mengatakan pasien
sudah lama menderita penyakit tersebut namun tidak pernah dirawat inap
di rumah sakit.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga : Keluarga pasien mengatakan tidak ada
yang pernah sakit seperti yang di derita pasien, tidak ada penyakit
keturunan maupun menular.
GENOGRAM
Keterangan :
14
II. PEMERIKSAAN FISIK
A. TANDA-TANDA VITAL
1. Kesadaran
Kualitatif : Apatis
Kuantitatif
Skala Coma Glasgow
Respon Motorik : 6
Respon Bicara : 4
Respon Membuka Mata : 3
Kesimpulan : Gangguan kesadaran ringan
Tekanan Darah : 130/ 90 mmHg
MAP : 2D + S : 3 = 2.90 + 130 : 3 = 103,3 mmHg
Suhu : 37 o C
2. Pernapasan : Frekuensi : 32 x/menit
Irama : Irreguler
Jenis : dada (penggunaan otot bantu
pernapasan)
3. Nadi : 96 x/menit
4. SPO2 : 88 %
B. PEMERIKSAAN FISIK
a. Kepala : Bentuk mesocepal, distribusi rambut merata,
terdapat uban, kulit kepala tidak ada lesi dan bersih.
b. Mata : Simetris, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,
terlihat lingkar hitam dibawah mata.
c. Hidung : Simetris, bersih, tidak ada penumpukan sekret
d. Mulut : Bibir sianosis, bersih, tidak ada stomatitis, lidah putih kotor
e. Telinga : Simetris kanan dan kiri, tidak menggunakan alat bantu
pendengaran, tidak ada lesi, tidak ada penumpukan
serumen.
f. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
g. Dada
15
Paru :
I : Bentuk dada simetris, tidak ada lesi, nampak penggunaan otot
bantu pernapasan, pasien terlihat batuk
Pa : Traktil fremitus menurun, ekspansi paru kanan tertinggal.
Pe : Pekak pada paru kanan.
A : Hiperesonan pada paru kanan dan kiri
Jantung :
I :
Pa :
Pe : redup
A :
h. Abdomen :
I : Tidak ada lesi, umbilicus tidak menonjol, cekung
A : BU = 8 x/menit
Pe : Timpani
Pa : Tidak ada nyeri tekan
i. Genetalia : terpasang kateter
j. Ekstremitas:
Atas : Tidak ada edema, tidak ada lesi, akral dingin, terpasang infus
RL di metacarpal dekstra.
Bawah : Tidak ada edema, tidak ada lesi, akral dingin
k. Kulit : Turgor elastis, tekstur kasar, tidak ada lesi
III. POLA PENGKAJIAN
A. POLA PERSERPSI KESEHATAN-PEMELIHARAAN KESEHATAN
Keluarga pasien mengatakan apabila sakit tidak pernah diperiksakan ke rumah
sakit atau puskesmas, hanya minum obat . Apabila tidak kunjung sembuh baru
dibawa ke puskesmas atau rumah sakit.
16
B. POLA NUTRISI METABOLIK
Dirumah : Pasien mengatakan makan 3x sehari, habis 1 porsi tiap kali makan
nasi, lauk pauk dan sayuran. Minum 5-6 gelas per hari.
Drumah Sakit : pasien mengatakan makan 3x sehari, habis 2 sendok tiap
makan. Minum 3-4 gelas per hari.
C. POLA ELIMINASI
Dirumah : pasien mengatakan BAB 1x sehari, konsistensi lunak, bau khas.
BAK 4-5 kali/ hari, warna urine khas, bau khas.
Dirumah Sakit : Pasien mengatakan tidak bisa BAB selama di rumah sakit,
BAK 1600 – 1900 cc/ hari warna dan bau urine khas.
D. POLA AKTIVITAS DAN LATIHAN
Dirumah : pasien mengatakan sehari-hari bekerja sebagai buruh.
Dirumah Sakit : pasien mengatakan selama sakit, aktivitas dibantu oleh
keluarga maupun perawat karena sesak napas.
E. POLA ISTIRAHAT TIDUR
Dirumah : pasien mengatakan tidur 6-7 jam, tidur nyenyak dan bangun terasa
segar.
Dirumah Sakit : pasien mengatakan tidur hanya 3-4 jam, sering terbangun,
tidur tidak nyenyak.
F. POLA PERSEPSI KOGNITIF
Dirumah : Pasien mengatakan berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia
+ jawa, tidak ada gangguan penciuman, perabaan maupun pendengaran.
Dirumah Sakit : Pasien mengatakan dapat bicara namun tidak bisa jelas karena
sesak napas, menggunakan bahasa jawa dan memahami instruksi perawat.
G. POLA PERSEPSI DAN KONSEP DIRI
Dirumah : Pasien mengatakan merasa bangga menjadi seorang kakek yang
dapat mengasuh cucu-cucunya
Dirumah Sakit : Pasien megatakan yakin dan selalu berdoa untuk
kesembuhannya agar bisa kumpul bersama anak maupun cucunya.
H. POLA PERAN DAN HUBUNGAN
Dirumah : Pasien mengatakan hubungan dengan keluarga dan masyarakat
sekitar baik.
17
Dirumah Sakit : Pasien mengatakan hubungan dengan keluarga, perawat
maupun petugas kesehatan lainnya baik serta pasien yang berada dalam satu
ruangan juga baik.
I. POLA REPRODUKSI-SEKSUAL
Dirumah : Pasien mengatakan sudah menikah, mempunyai 4 orang anak yang
terdiri dari 2 laki-laki dan 2 perempuan.
Dirumah sakit : Pasien mengatakan ditemani/ ditunggu oleh istri dan anaknya
secara bergantian.
J. POLA MEKANISME KOPING DAN TOLERANSI TERHADAP STRESS
Dirumah : Pasien mengatakan ketika ada masalah selalu dibicarakan dengan
suami dan anak-anaknya dan berkumpul dengan keluarganya.
Dirumah Sakit : Pasien mengatakan apabila mengeluh sakit, keluarga pasien
lapor kepada perawat.
K. POLA SISTEM NILAI KEPERCAYAAN
Dirumah : Pasien mengatakan beragama islam, rajin shalat lima waktu dan
melakukan puasa sunah maupun wajib.
Dirumah Sakit : Pasien mengatakan selalu berdoa untuk kesembuhannya.
IV. DATA PENUNJANG
a. Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 25 maret 2013
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Darah Rutin
Hemoglobin 13,6 13,0-18,0
Lekosit 8,1 4,0-11
Trombosit 268 150-440
Hematokrit 40,9 39-54
Eritrosit 4,47 4,4-6
Hitung jenis (DIFF)
Granulosit 76,8 50-70
Limfosit 14,5 20-40
Monosit 8,7 2-8
18
Index eritrosit
MCV 91,7 82-92
MCH 30,4 27-31
MCHC 33,2 11,6-14,8
RDW 16,9 11,6-14,8
LED 1 JAM 47 0-10
KIMIA DIABETES
Glukosa sewaktu 124 70-140
Kimia-Ginjal
Ureum 39 10-45
Creatinin 0,84 0,50-1,10
Kimia-profilipid
Kolesterol total 156 <200
Trigliserid 63 35-160
Kimia pemb. Hati
sederhana
SGOT 31 15-37
SGPT 48 5-40
b. Foto Rontgen
Hasil pemeriksaan foto torax :
Kardiomegali berat (LV, LA)
Gambaran TB paru lama aktif
Efusi pleura dekstra suspek empiema
Efusi pleura sinistra (minimal)
c. Terapi
Parenteral : RL 16 tpm (MD)
Injeksi : Furosemid 2 x 1 amp (2ml)
Peroral : Captropil 2 x 12,5 mg
Diazepam 2 x 1 tab
Digoxin 3 x ½ tab
19
V. ANALISA DATA
No. Hari/tgl Data Etiologi Masalah
1 Selasa, 26
maret 2013
DS : Pasien
mengatakan
merasa sesak
DO: HR: 96 x/
RR: 32 x/ menit.
SPO2: 96 %.
Hiperventilasi Ketidakefektifan
pola napas
2 Selasa, 26
Maret 2013
DS: Keluarga
pasien mengatakan
pasien hanya
tiduran ditempat
tidur saja.
DO : Pasien
terlihat bedress,
aktivitas dibantu
oleh keluarganya.
Ketidakseimbangan
antara suplai dan
kebutuhan oksigen
Intoleransi
Aktivitas
3 Selasa, 27
Maret 2013
DS : Keluarga
pasien mengatakan
cemas akan
kondisi pasien
DO : pasien
terlihat cemas dan
gelisah (koping
tidak efektif)
Mengantisipasi
penderitaan
Ansietas
VI. DIAGNOSA KEPERAWATAN
No.Dx Diagnosa Keperawatan
1 Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi
ditandai dengan Pasien mengatakan sesak napas, HR: 96 x/ menit, , RR:
20
32 x/ menit. SPO2: 96 %.
2 Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan Ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen ditandai dengan Keluarga pasien
mengatakan pasien hanya tiduran ditempat tidur saja, Pasien terlihat
bedress, aktivitas dibantu oleh keluarganya.
3 Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian ditandai dengan
Keluarga pasien mengatakan cemas akan kondisi pasien, pasien terlihat
cemas dan gelisah (koping tidak efektif).
VII. INTERVENSI
1. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi ditandai
dengan Pasien mengatakan sesak napas, HR: 96 x/ menit, RR: 32 x/ menit.
SPO2: 96 %.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3X24 jam pola napas
kembali efektif
KH :
Memperlihatkan frekuensi pernafasan yang efektif dan mengalami
perbaikan pertukaran gas pada paru.
Irama, frekuensi, dan kedalaman nafas dalam batas normal.
Intervensi rasional
Identifikasi factor penyebab. Dapat menentukan jenis efusi
pleura sehingga dapat menngambil
tindakanyang tepat.
Ajarkan nafas dalam Memungkinkan pernafasan
terkontrol, efektif
Kaji kualitas, frekuensi, dan
kedalaman pernafasan, serta
melaporkan setiap perubahan
yang terjadi
Untuk mengetahui sejauh mana
perubahan kondisi klien.
Baringkan klien dalam posisi
yang nyaman, dalam posisi
Penurunan diafragma dapat
memperluas daerah dada sehingga
21
duduk, dengan kepala tempat
tidur ditinggikan 60-90o atau
miringkan kea rah sisi yang
sakit.
ekspansi paru bisa maksimal.
Miring ke arah sisi yang sakit
dapat menghindari efek penekanan
gravitasi cairan sehingga ekspansi
dapat maksimal.
Observasi TTV (nadi dan
pernafasan).
peningkatan frekuensi napas dan
takikardi merupakan indikasi
adanya penurunan fungsi paru.
Kolaborasi dengan tim medis
lain untuk pemberian O2 dan
obat-obatan serta foto thorak.
Pemberian O2 dapat menurunkan
beban pernapasan dan mencegah
terjadinya sianosis akibat hipoksia.
Dengan foto thorak, dapat
dimonitor kemajuan dari
berkurangnya cairan dan
kembalinya daya kembang paru.
2. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan Ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen ditandai dengan Keluarga pasien mengatakan pasien
hanya tiduran ditempat tidur saja, Pasien terlihat bedress, aktivitas dibantu
oleh keluarganya.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, intoleransi
aktivitas dapat teratasi.
KH :
Suplay O2 ke jaringan meningkat
Pasien mampu menunjukkan peningkatan kemampuannya dalam
beraktivitas
Intervensi Rasional
Jelaskan aktivitas dan factor yang
dapat meningkatkan kebutuhan
oksigen.
Merokok, suhu ekstrem, dan
stress menyebabkan
vasokontriksi pembuluh darah
dan meningkatkan beban
jantung.
Ajarkan program hemat energi Mencegah penggunaan energy
22
berlebihan.
Ajarkan teknik nafas efektif. Meningkatkan oksigenasi tanpa
mengorbankan banyak energi.
Kaji respon abnormal setelah
aktivitas
Respon abnormal meliputi
nadi, tekanan darah, dan
pernafasan yang meningkat.
Pertahankan terapi oksigen
tambahan
Mempertahankan,
memperbaiki dan
meningkatkan konsentrasi
oksigen darah.
Beri waktu istirahat yang cukup Meningkatkan daya tahan
klien, mencegah kelelahan.
3. Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian ditandai dengan Keluarga
pasien mengatakan cemas akan kondisi pasien, pasien terlihat cemas dan
gelisah (koping tidak efektif).
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, klien
mampu memahami dan menerima keadaannya sehingga tidak terjadi
kecemasan.
KH:
Klien terlihat mampu bernafas secara normal dan mampu beradaptasi
dengan keadaannya. Respon non verbal klien tampak lebih rileks dan
santai.
Mengajarkan teknik bernapas untuk mengurangi dispnea dan
menunjukan koping yang efektif.
Intervensi rasional
Bantu dalam mengidentifikasi
sumber koping yang ada
Pemanfaatan sumber koping yang
ada secara konstruktif sangat
bermanfaat dalam mengatasi
stress.
Ajarkan teknik relaksasi Mengurangi ketegangan otot dan
kecemasan
Pertahankan hubungan saling
percaya antara perawat dan klien
Hubungan saling percaya
membantu memperlancar proses
23
terapeutik
Kaji factor yang menyebabkan
timbulnya rasa cemas.
Tindakan yang tepat diperlukan
dalam mengatasi masalah yang
dihadapi klien dan membangun
kepercayaan dalam mengurangi
kecemasan
Bantu klien mengenali dan
mengakui rasa cemasnya
Rasa cemas merupakan efek emosi
sehingga apabila sudah
teridentifikasi dengan baik, maka
perasaan yang mengganggu dapat
diketahui.
I. IMPLEMENTASI
TGL Dx. JAM IMPLEMENTASI RESPON PASIEN TTD
26
maret
2013
1,2,
3
1,2
1,2
08.55
09.15
10.00
11.00
Mengobservasi
KU pasien
Mengajarkan
klien napas dalam
Memberikan
posisi yang
nyaman
Berikan oksigen
DS: Pasien mengatakan sesak
napas
DO: TD: 130/90 mmHg
HR: 96X/menit, T: 36,30C,
RR: 32X/menit, SPO2: 87%
DS: Pasien mengatakan
masih sesak napas
DO: Pasien mengikuti
instruksi perawat
DS: Pasien mengatakan
lemas dan sesak napas
DO: pasien dalam posisi
semifowler
DS: Pasien mengatakan
24
1
2
2,3
1,2,
3
3
3
1
12.45
13.00
15.00
17.45
18.10
20.00
nasal 3 lt
Membatasi
aktivitas pasien
Menganjurkan
pasien untuk
beristirahat
Mengukur tanda-
tanda vital
Mengkaji faktor
penyebab cemas
Mengajarkan
koping stress
terhadap pasien
Mengkaji
pernapasan pasien
sudah tidak sesak napas
DO: terpasang oksigen nasal
3lt, SPO2: 96%
DS: Pasien mengatakan
lemas
DO: Pasien terlihat bedres
DS: Pasien mengatakan
lemas
DO: Pasien tampak berbaring
di tempat tidur
DS: Pasien mengatakan
masih lemas
DO: TD: 130/80 mmHg, T:
36,50C, RR: 26X/menit, HR:
88X/menit, SPO2: 96%
DS: Pasien mengatakan
cemas dengan kondisinya
sekarang
DO: Pasien nampak gelisah
DS: Pasien mengatakan dapat
menerima kondisinya
sekarang dan yakin akan
sembuh
DO: Pasien terlihat tenang
DS: Pasien mengatakan
sudah tidak sesak napas
setelah diberikan oksigen
25
1,2,
3
1
04.45
05.00
Mengobservasi
KU pasien
Memberikan
oksigen nasal 5lt
DO: RR: 23X/menit,
reguller, tidak menggunakan
otot bantu pernapasan
DS: Pasien mengatakan
masih terasa sesak napas
DO: RR: 27X/mnt, SPO2:
90%
DS: Pasien mengatakan
sudah tidak sesak lagi setelah
diberikan oksigen tambahan
DO: terpasang oksigen nasal
5 lt, RR: 22X/menit, SPO2:
98%
27
Maret
2013
1,2,
3
3
1,2,
3
07.30
08.45
11.00
Mengobservasi
KU pasien
Mengidentifikasi
kecemasan pasien
Mengajarkan
teknik relaksasi
DS: Pasien mengatakan
masih lemas
DO: TD: 150/100 mmHg,
HR: 89x/menit, T: 36,50C,
RR: 23x/ menit, SPO2: 98%.
DS: Pasien mengatakan takut
jika tidak sembuh
DO: Pasien gelisah
DS:Pasien mengatakan masih
cemas
DO: pasien nampak
mengikuti instruksi perawat
26
1
2
1
1,2
1,2,
3
1,2,
3
13.00
14.10
16.00
20.05
22.00
04.00
Mempertahankan
pemberian
oksigen nasal 5lt
Menganjurkan
pasien untuk tidak
beraktivitas berat
Memberikan
posisi semifowler
Mengajarkan
teknik napas
dalam
Mengukur tanda-
tanda vital
Mengganti cairan
infus RL
mikrodrip 20 tpm
DS:-
DO: Pasien nampak tiduran,
RR: 22X/mnt, SPO2: 98%
DS: Pasien mengatakan
lemas
DO: Pasien terlihat bedress
DS: Pasien mengatakan
nyaman jika posisi setengah
duduk
DO: Pasien dalam posisi
semifowler
DS: Pasien mengatakan
sudah tidak sesak napas lagi
DO: Pasien terlihat tenang
DS: Pasien mengatakan
merasa lemas
DO: TD: 130/ 80 mmHg,
RR: 24x/ menit, HR: 84x/
menit, T: 36,000C.
DS: -
DO: Cairan lancar, tdak ada
sumbatan, dan tidak terjadi
pembengkakan.
27
28
Maret
2013
1,2,
3
1,2,
3
1,2
1,2
08.30
11.00
13.00
15.30
Mengobservasi
KU pasien
Mengajarkan
tekhnik relaksasi
Mengajarkan
tekhnik napas
dalam
Memberikan
posisi semi fowler
DS: Pasien mengatakan
masih lemas
DO: TD: 140/80 mmHg, RR:
24x/menit, HR: 84x/menit, T:
36.3 0C.
DS: Pasien mengatakan
masih cemas
DO: Pasien tampak
mengikuti instruksi perwat
DS: Pasien mengatakan
sudah tidak sesak napas lagi
DO: Pasien tampak tenang
DS: Pasien mengatakan
merasa nyaman dengan
posisi setengah duduk
DO: Pasien tampak tenang
dengan posisi semi fowler
II. EVALUASI KEPERAWATAN
TANGGAL DK CATATAN PERKEMBANGAN
(EVALUASI)
TTD
26 Maret
2013
1 SOAP DATANG
S: Pasien mengatakan sesak napas, lemas dan
cemas
O: TD: 130/90 mmHg, RR: 32x/ menit, HR: 96x/
menit, T: 36.30C, SPO2: 87%, pasien bedress, dan
nampak gelisah
28
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi 1,2,3
SOAP PULANG
S: Pasien mengatakan tidak sesak napas setelah
dipasang O2 nasal 5 lt, lemas dan terlihat tenang
O: Terpasang oksigen nasal 5 lt, RR: 22x/menit,
SPO2: 98%, pasien bedress
A: Maslah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi 2,3
27 Maret
2013
DATA FOCUS
DS: Psien mengatakan masih lemas dan merasa
cemas terhadap kondisinya
DO: Pasien terlihat bedress dan gelisah
SOAP DATANG
S: Pasien mengatakan masih lemas dan merasa
cemas dengan kondisinya sekarang
O: Pasien tampak lemas, bedresss dan telihat
gelisah
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi 1,2,3
SOAP PULANG
S: Pasien mengatakan merasa lemas
O: TD: 130/ 80 mmHg, RR: 24x/ menit, HR: 84x/
menit, T: 36,000C, bedress.
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi 1,2,3
28 Maret
2013
DATA FOKUS
DS: Pasien mengatakan masih lemas
DO: TD: 140/80 mmHg, RR: 24x/menit, HR:
84x/menit, T: 36.3 0C.
SOAP DATANG
29
S: Pasien mengatakan lemas dan cemas
O: TD: 140/80 mmHg, RR: 24x/menit, HR:
84x/menit, T: 36.3 0C, dan pasien terlihat gelisah
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi 2,3
SOAP PULANG
S: Pasien mengatakan sudah tidak sesak napas lagi
O: Pasien tampak tenang
A: Masalah sudah teratasi
P: Hentikan intervensi
30
DAFTAR PUSTAKA
Baughman C Diane, Keperawatan medical bedah, Jakrta, EGC, 2000.
Doenges E Mailyn, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk perencanaan
dan pendokumentasian perawatan pasien. Ed3. Jakarta, EGC. 1999
Hudak,Carolyn M. Keperawatan kritis : pendekatan holistic. Vol.1, Jakarta.EGC.
1997
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika
Price, Sylvia A, Patofisiologi : Konsep klinis proses-pross penyakit, Ed4. Jakarta.
EGC. 1995.
Purnawan J. dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Ed2. Media Aesculapius. FKUI.1982.
Ralph, Taylor.2011. Diagnosis Keperawatan dengan Rencana Asuhan. Jakarta : EGC
Smeltzer c Suzanne, Buku Ajar Keperawatan medical Bedah, Brunner and
Suddarth’s, Ed8. Vol.1, Jakarta, EGC, 2002
Soemantri, Irman.2008. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem
Pernafasan. Jakarta : Salemba Medik
Tamsuri, Anas.2008. Klien Gangguan Pernafasan. Jakarta : EGC
31